KEBERADAAN H 2 S PASCAAERASI HIPOLIMNION PADA KAWASAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT MARTHIN ALEXANDER POLITON
|
|
- Agus Hadiman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEBERADAAN H 2 S PASCAAERASI HIPOLIMNION PADA KAWASAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT MARTHIN ALEXANDER POLITON DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
2
3
4
5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keberadaan H 2 S Pascaaerasi Hipolimnion pada Kawasan Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2014 Marthin Alexander Politon NIM C
6
7 ABSTRAK MARTHIN A POLITON. Keberadaan H 2 S Pascaaerasi Hipolimnion pada Kawasan Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh SIGID HARIYADI dan NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari keberadaan hidrogen sulfida (H 2 S) pascaaerasi hipolimnion dengan lokasi penelitian di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2011 dengan pengambilan sampel pada 5 titik yang ditentukan secara purposive sampling berdasarkan arus yang keluar dari outlet alat aerasi, yaitu 0; 1,5; 3; 4,5; dan 8 m. H 2 S merupakan salah satu bentuk sulfur anorganik yang bersifat racun (toksik) yang dihasikan dari aktivitas biologis bakteri pada kondisi anaerob bahan-bahan organik yang mengandung sulfur serta berasal dari hasil reduksi sulfat (SO 4 2- ) di dalam lapisan sedimen. H 2 S banyak ditemukan di lapisan hipolimnion, karena dalam kondisi oksigen yang sangat rendah akan terjadi akumulasi H 2 S akibat adanya peningkatan pertumbuhan bakteri anaerob. Aerasi hipolimnion yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan konsentrasi oksigen sehingga proses perombakan bahan organik yang mengandung sulfur tidak menghasilkan H 2 S yang merugikan bagi kehidupan biota akuatik di dalam danau. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aerasi yang dilakukan selama 10 jam mampu menurunkan konsentrasi H 2 S di lapisan hipolimnion Danau Lido, rata-rata sebesar 51,85%. Penurunan terbesar terjadi pada jarak 3 m dari titik outlet aerasi (60%). Setelah aerasi dihentikan konsentrasi hidrogen sulfida mengalami peningkatan, akan tetapi dengan konsentrasi lebih kecil dibandingkan sebelum aerasi dilakukan. Kata kunci: aerasi hipolimnion, hidrogen sulfida ABSTRACT MARTHIN A POLITON. Presence of H 2 S after Hypolimnetic Aeration on Pond Fish Culture in Lido Lake, Bogor, West Java. Guidanced by SIGID HARIYADI and NIKEN TUNJUNG MURTI PRATIWI. The aim of this research was to learn about the change of hydrogen sulfide (H 2 S) after hypolimnetic aeration in Lido Lake, Bogor, West Jawa. The research was conducted in May to August 2011 with 5 purposive sample points along the outflow from the outlet of aeration equipment, which were 0; 1,5; 3; 4,5; dan 8 m in distance. H 2 S is one of toxic anaerobic decomposition product of sulfuric organic materials or as the result of sulfate reduction process in water sediment. H 2 S is often present in hypolimnion of waters because of the lack of oxygen concentration and high density of anaerobic bacteria. Hypolimnetic aeration hopefully could increase oxygen concentration that could lead aerobic decomposition and bend production of H 2 S. The result shows that 10 hours aeration activity could lowered H 2 S concentration about 51.85% from the previous level, with the highest decreasing at 3 m distance from aeration outlet. When the equipment was stopped after 15 hours operation, the concentration of H 2 S was increase to a level less than before the aeration started. Key words: hydrogen sulfide, hypolimnetic aeration
8 his research is to study about hydrogen sulfide presence after hypolimnetic aeration in Lido Lake, Bogor, West Java. The research is carried out from May to July 2011 with 5 sampling spot which is decided by purposive sampling based on the aeration equipment outflows, consist of 0 m;1,5 m; 3 m; 4,5 m; and 8 m. Hydrogen sulfide is one of dissolved inorganic sulfur form that can be used by algae and aquatic plant directly. The presence of orthophosphate is affected by dissolved oxygen concentration in water. Orthophospate mostly found in hypolimnetic layer, this is happened because orthophosphate can form a bond and precipitation with Fe, Ca, or Al ion in the oxic condition, then fall to the bottom of water. In the other side, in anoxic condition, the bond between orthophospate and Fe, Ca, or Al ion will be released. This research aim to observe the presence of phosphate after hypolimnetic aeration. This aeration is expected to increase the ability of ions to make a bond and do precipitation with orthophosphate. The research showed that aeration which is done for 10 hours can decrease the orthophosphate concentration in hypolimnetic layer of Lido Lake for 21,05-97,56%. The most slope is occurred in 3 m distance from the outlet of aeration (97.56%). After the aeration, the decrease of orthophosphate concentration still can be maintained for 5 hours. The concentration of orthophosphate begin to increase after 10 hours from the end of aeration. Keywords: hypolimnetic aeration, phosphate, concentrations decrease
9 KEBERADAAN H 2 S PASCAAERASI HIPOLIMNION PADA KAWASAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT MARTHIN ALEXANDER POLITON Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
10
11 Judul Skripsi :Keberadaan H 2 S Pascaaerasi Hipolimnion pada Kawasan Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat Nama : Marthin Alexander Politon NIM : C Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan Disetujui oleh Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc Pembimbing I Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus: 8 Agustus 2014
12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada TUHAN Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 ini ialah kualitas air, dengan judul Keberadaan H 2 S Pascaaerasi Hipolimnion pada Kawasan Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc dan Dr Ir Niken Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku pembimbing skripsi atas bimbingannya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi selaku penguji tamu dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku perwakilan dari komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan yang telah banyak memberi saran. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing dan memberikan ilmu selama perkuliahan serta kepada segenap staf pegawai Tata Usaha Departemen MSP (Mbak Widar dan Mbak Yani). Terima kasih juga diucapkan kepada Ayah (Jackson R. Politon (Alm)) dan Ibu (Esther M. Politon) serta kakak (Michael R. Politon) yang selalu mendoakan, serta kepada temanteman MSP 44 yang telah memberi dukungan dan membantu baik dari penelitian di lapang hingga analisis di laboratorium yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Marthin Alexander Politon
13 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 Manfaat... 2 METODE PENELITIAN... 3 Waktu dan Lokasi... 3 Rancangan Penelitian... 3 Analisis Data... 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Hipolimnion Kawasan KJA Danau Lido Sebaran Hidrogen sulfida Pascaaerasi Hipolimnion Sebaran Sulfat Pascaaerasi Hipolimnion Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Hidrogen sulfida Penurunan Konsentrasi Hidrogen sulfida dan Bahan Organik Peningkatan Konsentrasi Oksigen dan Sulfat Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
14 DAFTAR TABEL 1. Waktu pengamatan pada jarak horizontal Alat dan metode yang digunakan dalam analisis contoh air parameter penelitian Tabel sidik ragam bagi RAK Interval nilai koefisien korelasi (r) dan kekuatan hubungan Nilai parameter kualitas air pada hipolimnion Danau Lido Konsentrasi hidrogen sulfida (mg/l) sebelum aerasi, ketika aerasi dan pascaaerasi hipolimnion Konsentrasi sulfat (mg/l) sebelum aerasi, ketika aerasi dan pascaaerasi hipolimnion Penurunan konsentrasi hidrogen sulfida dan COD Peningkatan konsentrasi oksigen terlarut dan sulfat DAFTAR GAMBAR 1. Skema pendekatan permasalahan Peta lokasi penelitian Sebaran melintang suhu ( o C) dan oksigen (mg/l) di KJA Danau Lido Alat aerasi hipolimnion Mekanisme aerasi hipolimnion Profil kedalaman perairan pada lokasi pengambilan contoh air Sebaran melintang Hidrogen sulfida di hipolimnion (kedalaman 4 m) Sebaran melintang Sulfat di hipolimnion (kedalaman 4 m) Sebaran melintang Oksigen terlarut di hipolimnion (kedalaman 4 m) Sebaran melintang COD di hipolimnion (kedalaman 4 m) Keberadaan oksigen, hidrogen sulfida dan bahan organik selama aerasi hipolimnion DAFTAR LAMPIRAN 1. Penentuan kedalaman aerasi hipolimnion Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian Analisa data penelitian dengan uji-t berpasangan Analisa data penelitian dengan rancangan acak kelompok (RAK) Pendugaan waktu aerasi optimal yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi hidrogen sulfida (titik pengamatan 0 m dan 3 m) Fluktuasi keberadaan oksigen (DO), hidrogen sulfida (H2S) dan bahan organik (COD) selama aerasi hipolimnion Pendugaaan waktu aerasi untuk mendapatkan konsentrasi oksigen sebesar 3 mg/l Biaya pembuatan dan operasional alat aerasi hipolimnion, serta pendugaan biaya operasional alat aerasi berdasarkan waktu aerasi optimal Kondisi Lokasi Penelitian dan Spesifikasi Alat Aerasi Hipolimnion... 48
15 16 PENDAHULUAN Latar Belakang Danau Lido adalah salah satu danau buatan yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selain sebagai kawasan wisata, Danau Lido juga dimanfaatkan untuk perikanan budidaya dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Budidaya ikan di KJA menghasilkan buangan bahan organik berupa sisa pakan, sisa metabolisme (feses) ikan, dan jasad organisme yang mati. Buangan bahan organik pada kawasan KJA menyebabkan permasalahan kualitas air seperti berkurangnya oksigen serta timbulnya senyawa-senyawa beracun seperti hidrogen sulfida (H 2 S) pada lapisan bawah dan dasar perairan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup ikan saat terjadi umbalan pada musim-musim tertentu. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan konsumsi oksigen dalam proses penguraian (dekomposisi) bahan-bahan organik tersebut. Dekomposisi sangat ditentukan oleh beberapa faktor utama, yaitu oksigen (O 2 ), bahan organik, dan dekomposer (organisme pengurai). Hidrogen sulfida adalah salah satu bentuk sulfur anorganik yang bersifat racun (toksik), hasil dari aktivitas biologis bakteri dalam menguraikan bahanbahan organik yang mengandung sulfur (dekomposisi protein). Selain itu, H 2 S juga dapat terbentuk dari reduksi anion-anion sulfat (SO 4 2- ) di dalam lapisan sedimen dasar yang kemudian berpindah ke kolom perairan. Proses-proses pembentukan H 2 S tersebut terjadi pada keadaan tanpa oksigen (anaerob). Lapisan hipolimnion (lapisan bawah) perairan umumnya memiliki konsentrasi oksigen yang rendah (Novotny dan Olem 1994; Goldman dan Horne 1983). Rendahnya konsentrasi oksigen terjadi karena tidak ada cahaya di lapisan ini, sehingga fotosintesis tidak dapat dilakukan. Oksigen di lapisan hipolimnion hanya bersumber dari transfer oksigen lapisan epilimnion (lapisan atas) yang produktif dalam menghasilkan oksigen hasil fotosintesis fitoplankton dan difusi udara. Penumpukan bahan organik di lapisan hipolimnion tanpa ketersediaan oksigen memicu dekomposisi berlangsung secara anaerob. Hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi H 2 S karena adanya peningkatan pertumbuhan bakteri anaerob serta penyebarannya mulai dari dasar hingga permukaan danau. Konsentrasi oksigen di lapisan hipolimnion dapat ditingkatkan dengan aerasi hipolimnion. Aerasi hipolimnion dilakukan dengan memindahkan massa air yang memiliki konsentrasi oksigen rendah dari lapisan hipolimnion ke atas permukaan perairan untuk dipaparkan dengan udara terbuka. Pemaparan bertujuan agar terjadi penambahan oksigen dalam massa air yang terangkat melalui proses difusi udara dari atmosfer. Air yang telah melalui kontak dengan udara dikembalikan ke lapisan hipolimnion. Peningkatan konsentrasi oksigen oleh adanya proses aerasi diharapkan dapat mengurangi kandungan senyawa H 2 S yang terbentuk sebagai hasil aktivitas biologis bakteri heterotrof dalam mendekomposisi bahan organik serta reduksi anion-anion sulfat dan sulfur lainnya sehingga tidak membahayakan kelangsungan hidup biota di dalam danau.
16 2 Rumusan Masalah Kegiatan budidaya ikan di KJA Danau Lido menghasilkan limbah bahan organik seperti sisa pakan, feses ikan dan organisme mati atau bangkai ikan. Bahan-bahan organik tersebut berpotensi mengalami dekomposisi secara anaerob di lapisan hipolimnion danau. Defisit oksigen di lapisan hipolimnion mampu memicu tingginya konsentrasi hidrogen sulfida (H 2 S). Aerasi hipolimnion dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di perairan (lapisan hipolimnion). Keberadaan H 2 S pascaaerasi hipolimnion penting untuk dipelajari karena adanya perubahan konsentrasi oksigen di lapisan hipolimnion. Peningkatan konsentrasi oksigen diharapkan mampu menghambat pembentukan H 2 S serta memicu proses-proses perubahan sulfur organik menjadi bahan-bahan yang tidak berbahaya bagi kehidupan biota akuatik di dalam danau (Gambar 1). Bahan Organik Sisa Pakan Feses ikan Organisme mati Deplesi Oksigen (O 2 ) Dekomposisi anaerob di hipolimnion Hidrodinamika Stratifikasi Suhu Kualitas Air Suhu ph Aerasi - + [H 2 S] berkurang? Terjadi penurunan [H 2 S] Gambar 1. Skema pendekatan permasalahan Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penurunan H 2 S akibat proses aerasi hipolimnion di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif penerapan teknologi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas perairan di Danau Lido melalui aerasi hipolimnion.
17 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat, yang terletak pada koordinat BT dan LS. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 hingga Agustus 2011, dengan dua pembagian tahapan penelitian yaitu kegiatan di lapangan dan kegiatan di laboratorium. Kegiatan di lapangan meliputi penelitian pendahuluan dan penelitian utama, berupa pengambilan contoh air. kegiatan di laboratorium berupa analisa contoh air. Analisa contoh air dilaksanakan di Laboratorium Fisika-Kimia Perairan, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rancangan Penelitian Penentuan Stasiun Penelitian Penelitian dilaksanakan pada kawasan kegiatan budidaya perikanan keramba jaring apung (KJA). Penentuan tersebut dilakukan atas pertimbangan bahwa lokasi ini mengalami tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan lokasi lainnya dalam hal masukan bahan organik allochtonous berupa limbah kegiatan KJA seperti pakan ikan (pelet) dan sisa-sisa organisme (sisa metabolisme dan bangkai ikan). Besarnya masukan bahan organik menyebabkan lokasi ini terancam mengalami kondisi anoksik pada hipolimnion sehingga terjadi akumulasi senyawa-senyawa toksik seperti hidrogen sulfida. Penelitian dilakukan di satu unit KJA aktif milik Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Sempur Bogor, dengan posisi koordinat ,6 BT dan ,3 LS di Danau Lido (Gambar 2). Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan kedalaman perairan yang akan diberi perlakuan aerasi, yaitu aerasi hipolimnion. Penentuan kedalaman aerasi dilakukan dengan pengamatan sebaran suhu perairan secara melintang pada kedalaman 0-7 m saat pagi, siang dan sore hari. Sebaran melintang suhu hasil penelitian pendahuluan disajikan pada Gambar 3. Melalui Gambar 3, diketahui bahwa hipolimnion Danau Lido ada pada kedalaman 4-7 m. Perbedaan suhu pada kolom perairan di kedalaman tersebut relatif kecil, yaitu 0,1 o C pada pagi dan siang hari, serta 0,4 o C pada siang hari. Hal ini sesuai dengan Cole (1983) yang menyatakan bahwa hipolimnion merupakan lapisan kolom perairan yang lebih dingin dari lapisan di atasnya, dengan perbedaan suhu secara melintang yang relatif kecil.
18 4 Gambar 2. Peta lokasi penelitian di KJA Danau Lido Gambar 3. Sebaran melintang suhu ( o C) dan oksigen terlarut (mg/l) di kawasan KJA Danau Lido
19 Penentuan kedalaman aerasi juga mempertimbangkan waktu dan lokasi kritis nilai konsentrasi oksigen terlarut di perairan. Oleh karena itu, dilakukan pengamatan konsentrasi oksigen terlarut selama 24 jam pada kedalaman 0-4,25 m di stasiun penelitian. Berdasarkan Gambar 3, diperoleh informasi bahwa kedalaman 4,25 m memiliki konsentrasi oksigen terlarut paling rendah, dengan kisaran 0,65-1,57 mg/l, sedangkan untuk lapisan di atasnya (0-1,6 m) memiliki konsentrasi oksigen terlarut lebih besar, dengan kisaran 3,48-7,67 mg/l. Lapisan oksik perairan (konsentrasi oksigen terlarut 3 mg/l) hanya sampai kedalaman kurang dari 3 m. Hal ini menggambarkan bahwa berlangsungnya proses fotosintesis, yang merupakan salah satu sumber oksigen bagi kolom perairan, tidak memiliki pengaruh yang besar di kedalaman lebih dari 3 m sehingga konsentrasi oksigen terlarut rendah. Meskipun telah diketahui bahwa kandungan oksigen terlarut di kedalaman 3 m telah kurang dari 3 mg/l, aerasi tidak dilakukan di kedalaman ini. Hal ini dikarenakan jaring pada unit KJA yang digunakan mencapai kedalaman 3 m dari permukaan perairan, sehingga dikhawatirkan pengoperasian alat aerasi dan proses pengambilan contoh air yang dilakukan dapat mengganggu kegiatan budidaya ikan yang tengah berlangsung. Oleh karena itu, kedalaman 4 m dipilih sebagai kedalaman hipolimnion yang diberi aerasi. Pemilihan kedalaman 4 m juga diperkuat oleh informasi bahwa konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman 4 m tidak berbeda nyata pada berbagai waktu pengamatan (Uji F, dengan p>0,05) (Lampiran 1). Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh fotosintesis di kedalaman 4 m pada waktu siang hari sangat kecil bahkan tidak ada. 5 Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan dengan menerapkan alat aerasi hipolimnion (Gambar 4). Keberadaan hidrogen sulfida diamati pada 5 titik yang menyebar secara horizontal mulai dari titik outlet alat aerasi, yaitu pada jarak 0 m, 1,5 m, 3 m, 4,5 m, dan 8 m dari titik outlet aerasi dengan mempertimbangkan arah arus danau. Titik-titik pengamatan secara horizontal tersebut ditentukan berdasarkan hasil penelitian Nursandi (2011), yang menunjukkan bahwa sebaran oksigen terlarut pengaruh aerasi pada kedalaman 4 m berkurang pada jarak 8 m dari titik outlet aerasi. Untuk memudahkan dalam proses pengambilan contoh air, dipilih jarak pengamatan dengan selang 1,5 m. Sementara pengamatan pada jarak 8 m dilakukan untuk melihat keberadaan hidrogen sulfida yang kurang bahkan tidak mendapat pengaruh dari areasi. Selain itu, untuk melihat respon keberadaan hidrogen sulfida terhadap proses aerasi dilakukan pengamatan secara temporal yang dibagi menjadi tiga periode pengamatan, yaitu pengamatan sebelum aerasi, pengamatan pada saat alat aerasi beroperasi dan pengamatan pascaaerasi hipolimnion (Tabel 1). Aerasi yang dilakukan pada penelitian ini sesuai dengan prinsip aerasi yang dikembangkan oleh Nursandi (2011), yaitu pemindahan massa air dari lapisan tertentu yang memiliki konsentrasi oksigen rendah ke permukaan dan memaparkan massa air di ruang terbuka (Gambar 5). Pemaparan massa air tersebut bertujuan untuk memicu terjadinya penambahan oksigen ke dalam massa air yang terangkat melalui proses difusi dan agitasi udara di atmosfir.
20
21 Gambar 4. Alat aerasi hipolimnion 16
22 Gambar 5. Mekanisme aerasi hipolimnion 2
23
24 Air yang telah mengalami kontak dengan udara dikembalikan ke lapisan hipolimnion sumber air semula. Efektivitas dari proses aerasi hipolimnion tergantung pada laju aliran (flow rate) dan volume air yang dapat diaerasi. Semakin banyak air yang diaerasi, maka semakin besar kemungkinan terjadinya peningkatan konsentrasi oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion. Pada penelitian ini, volume air yang dialirkan ke talang aerasi adalah 120 liter selama 5 menit, sehingga didapatkan laju aliran air yang diaerasi sebanyak 24 liter/menit. Laju aliran air sangat tergantung pada ukuran talang dan kekuatan pompa. Pengambilan contoh air dilakukan dengan menggunakan vandorn water sampler. Air contoh yang diambil kemudian dipindahkan ke dalam botol air contoh untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Lampiran 3. Tabel 1. Waktu pengamatan pada jarak horizontal Waktu Pengamatan Pukul Sebelum aerasi wib Mulai aerasi wib 5 jam aerasi wib 10 jam aerasi wib 5 jam pascaaerasi wib 10 jam pascaaerasi wib 15 jam pascaaerasi wib Analisis Contoh Air Parameter utama yang diukur dalam penelitian ini adalah hidrogen sulfida (H 2 S), sulfat (SO 4 2- ) dan oksigen terlarut (DO). Parameter pendukung yang berpengaruh terhadap parameter utama juga diamati, yaitu suhu, ph dan COD (Chemical Oxygen Demand). Analisis parameter penelitian dilakukan secara in situ dan ex situ sesuai dengan sifat masing-masing parameter. Alat dan metode yang digunakan dalam analisis contoh air disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Alat dan metode yang digunakan dalam analisis contoh air parameter penelitian Parameter Satuan Alat/Metode* Penanganan contoh Keterangan Fisika Suhu C DO meter/elektrofisika - In situ Kimia ph - ph meter/elektrokimia - In situ DO mg/l DO meter/elektrokimia - In situ COD mg/l Titrasi/Reflux,Titimetri K 2 Cr 2 O 7 Pendinginan Ex situ Sulfida Spektrofotometer/biru metilen mg/l (H 2 S) 670 nm Pendinginan Ex situ Sulfat (SO 2-4 ) mg/l Spektrofotometer/Turbidimetri Pendinginan Ex situ *Sumber: Eaton et al. (2005) 26 8
25 39 Analisis Data Uji t Uji t berpasangan digunakan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi parameter kualitas air dipengaruhi aerasi hipolimnion. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Walpole 1993): dengan: t nilai t hitung, rata-rata selisih nilai parameter (praaerasi dan pascaaerasi), d 0 selisih nilai yang tidak diharapkan 0, s d simpangan baku selisih nilai parameter, dan n jumlah pasangan anggota sampel. Hipotesis H 0 : µ D d 0 (nilai parameter praaerasi dan pascaaerasi sama). H 1 : µ D d 0 (nilai parameter praaerasi dan pascaaerasi berbeda). Hipotesis nol akan ditolak pada taraf nyata α bila t > t α/2 (n-1) atau t < -t α/2(n-1). Nilai t-hitung dan t-tabel diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak MS. Excel (Data Analysis t test paired two samples for means). Persentase perubahan nilai parameter kualitas air Persentase perubahan konsentrasi parameter kualitas air dihitung untuk mengetahui besarnya perubahan parameter pengamatan yang terjadi pada pengamatan aerasi dan pascaaerasi dibandingkan dengan kondisi praaerasi hipolimnion. Adapun perhitungan konsentrasi parameter kualitas air dilakukan sebagai berikut: dan dengan: a nilai parameter kualitas air sebelum dilakukan aerasi hipolimnion, b nilai parameter kualitas air setelah dilakukan aerasi hipolimnion. Rancangan Acak Kelompok Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK). RAK digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan kelompok terhadap parameter penelitian. Pada penelitian ini, waktu pengamatan atau lamanya aerasi sebagai perlakuan dan jarak horizontal dari titik outlet alat
26 aerasi sebagai kelompok. Rumus umum rancangan acak kelompok adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2000): 10 4 dengan: Y i j Nilai respon pada faktor perlakuan waktu pengamatan taraf ke-i, faktor kelompok jarak horizontal taraf ke-j, µ Rataan umum populasi, α i Pengaruh perlakuan waktu pengamatan taraf ke-i, β j Pengaruh kelompok jarak horizontal taraf ke-j, dan ε ij Pengaruh acak pada faktor perlakuan waktu pengamatan taraf ke-i, faktor kelompok jarak horizontal taraf ke-j. Analisis data menggunakan RAK disajikan dalam bentuk tabel sidik ragam (Tabel 3). Pengaruh perlakuan lamanya aerasi terhadap perubahan konsentrasi parameter penelitian yang diukur dapat diketahui dengan uji hipotesis antara lain: Pengaruh perlakuan H 0 : α 1 α 2... α i 0 (perlakuan waktu pengamatan tidak berpengaruh terhadap perubahan H 1 : konsentrasi parameter kualitas air), dan setidaknya ada satu i dengan α i 0 (perlakuan waktu pengamatan berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi parameter kualitas air). Pengaruh kelompok H 0 : β 1 β 2... β i 0 (kelompok jarak horizontal tidak berpengaruh terhadap perubahan H 1 : konsentrasi parameter kualitas air), dan setidaknya ada satu i dengan β i 0 (kelompok jarak horizontal berpengaruh terhadap perubahan konsentrasi parameter kualitas air). Tabel 3. Tabel sidik ragam bagi RAK Sumber Keragaman Perlakuan (waktu pengamatan) Derajat Bebas (db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) Fhitung F tabel i-1 JKP KTP KTP/KTS F (0,05;dBP;dBS) Kelompok (jarak horizontal) j-1 JKK KTK KTK/KTS F (0,05;dBK;dBS) Sisa (i-1)(j-1) JKS KTS Total ij-1 JKT
27 Kesimpulan yang dapat diambil dari tabel sidik ragam bagi RAK adalah sebagai berikut: (1) Jika F hitung < F tabel maka gagal tolak H 0, berarti perlakuan atau kelompok tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan konsentrasi parameter pada selang kepercayaan 95%. (2) Jika F hitung > F tabel maka Tolak H 0, berarti minimal ada satu perlakuan atau kelompok yang memberikan pengaruh terhadap perubahan konsentrasi parameter pada selang kepercayaan 95%. Untuk melihat perlakuan dan kelompok yang memberikan pengaruh berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) Uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) Meskipun perbedaan dapat terlihat melalui hasil uji F, akan tetapi hal itu tidak memberi informasi mengenai perlakuan atau kelompok yang memberikan pengaruh terhadap parameter sehingga parameter memiliki karakteristik paling berbeda. Diperlukan uji lanjutan untuk mengetahui hal tersebut, yaitu dengan uji beda rerata pengaruh perlakuan (Boer 2001). Uji BNT hanya dapat digunakan jika nilai F yang diperoleh berdasarkan tabel sidik ragam nyata. Nilai BNT dinyatakan dengan rumus: α α dengan: BNT beda nyata terkecil, t α/2 nilai t tabel pada taraf nyata α/2 (α 0,05), KTS kuadrat tengah sisa, dbs derajat bebas sisa, dan n jumlah ulangan. Kriterium uji BNT adalah dengan: rataan perlakuan ke-i, dan rataan perlakuan ke-j. Kriteria pengambilan keputusannya adalah jika beda absolut dari dua perlakuan (d) lebih besar dari nilai BNT, maka dapat disimpulkan bahwa kedua perlakuan tersebut berbeda nyata pada taraf nyata α (tolak H 0 ). Regresi Analisis regresi adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan hubungan matematis antara peubah terikat dengan peubah bebas (Hasan 2004). Pada penelitian ini dilakukan pendugaan terhadap hubungan antara keberadaan hidrogen sulfida dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen terlarut, keberadaan hidrogen sulfida dipengaruhi oleh keberadaan bahan organik (COD), serta peningkatan konsentrasi oksigen dipengaruhi oleh lamanya waktu aerasi. Regresi yang digunakan dalam analisis hubungan ini adalah regresi linier untuk sejumlah
28 pasangan variabel yang mempunyai kecenderungan hubungan linier dan regresi polinomial untuk sejumlah pasangan variabel yang mempunyai kecenderungan berupa kurva lengkung. Secara umum, model regresi polinomial ditulis dalam bentuk: dengan: ; i 1, 2, 3,... nilai dugaan yang dihasilkan garis regresi, intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak, dan koefisien-koefisien regresi peubah bebas residual yang tidak dapat dijelaskan oleh model regresi Dalam regresi dikenal istilah koefisien korelasi Pearson (r) yang digunakan untuk mengukur derajat hubungan dari dua peubah. Kisaran nilai r yang menyatakan kekuatan hubungan antara peubah disajikan pada Tabel 4. Koefisien korelasi Pearson dirumuskan sebagai berikut: 12 6 dengan: r X Y n koefisien korelasi Pearson, peubah bebas, peubah terikat, dan jumlah pasangan data. Tabel 4. Interval nilai koefisien korelasi (r) dan kekuatan hubungan Interval Nilai Kekuatan Hubungan r 0,0 Tidak ada 0,0 < r 0,4 Rendah atau lemah tetapi pasti 0,4 < r 0,7 Cukup berarti atau sedang 0,7 < r 1,0 Tinggi atau kuat, dapat diandalkan r 1,0 Sempurna Sumber: Hasan (2004)
29 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hipolimnion Kawasan KJA Danau Lido Budidaya ikan dalam KJA merupakan teknologi budidaya ikan yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perairan danau atau waduk. Pembudidaya ikan di Danau Lido umumnya menggunakan satu petak jaring apung berukuran 2 x 2 x 3 m 3. Komoditas ikan yang umum dibudidayakan adalah ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus). Profil kedalaman dari titik-titik pengamatan pada lokasi penelitian berada pada kisaran 4,5-8 m (Gambar 6). Kedalaman minimum dari dasar perairan terhadap titik pengamatan (0,5 m) terdapat pada jarak horizontal 8 m, karena titik pengamatan tersebut berdekatan dengan outlet danau dan daratan sehingga berpeluang menjadi muara bagi endapan material tersuspensi baik organik maupun anorganik. Gambar 6. Profil kedalaman perairan pada lokasi pengambilan contoh air (dengan arah mengikuti arus air danau) Kondisi hipolimnion Danau Lido pada kedalaman 4 m disajikan pada Tabel 5. Parameter yang memenuhi baku mutu kualitas air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001 kelas III adalah suhu, ph dan sulfat. Suhu di hipolimnion tampak relatif stabil dengan ph yang cenderung netral. Parameter lainnya seperti oksigen terlarut (DO), COD, dan hidrogen sulfida tidak memenuhi baku mutu kualitas air. Konsentrasi oksigen terlarut yang diamati sangat kecil, yaitu sebesar 0,1 mg/l. Konsentrasi COD menggambarkan banyaknya bahan organik yang berada di hipolimnion danau. Konsentrasi hidrogen sulfida yang diamati pada lapisan ini menggambarkan terjadinya proses perombakan bahan organik pada kondisi oksigen yang sangat rendah.
30 Tabel 5. Nilai parameter kualitas air pada hipolimnion (kedalaman 4 m) Danau Lido Parameter Satuan Baku Jarak Horizontal mutu* 0 m 1,5 m 3 m 4,5 m 8 m Suhu o C dev 3 25,7 25,7 25,8 25,7 25,7 ph 6-9 6,89 6,93 6,93 6,93 6,96 Oksigen mg/l 3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 COD mg/l 50 34,63 73,76 52,69 55,70 39,14 Hidrogen sulfida (H 2 S) mg/l 0,002 0,091 0,081 0,101 0,091 0,051 Sulfat (SO 2-4 ) mg/l (-) 18,343 18,343 19,099 18,451 20,825 * Baku mutu kualitas air menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 kelas III 14 8 Sebaran Hidrogen sulfida (H 2 S) Pascaaerasi Hipolimnion Penerapan aerasi hipolimnion merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas air. Aerasi yang dilakukan diharapkan mampu menurunkan konsentrasi hidrogen sulfida di perairan. Konsentrasi hidrogen sulfida (mg/l) pada hipolimnion Danau Lido ditunjukkan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, konsentrasi hidrogen sulfida mengalami penurunan pada seluruh titik pengamatan (jarak horizontal 0-8 m) ketika aerasi dilakukan selama 5 jam sampai 10 jam. Namun, konsentrasinya kembali meningkat ketika aerasi dihentikan. Hasil uji t (Lampiran 4a) menunjukkan bahwa ketika aerasi dilakukan selama 5 jam, konsentrasi hidrogen sulfida mengalami penurunan yang signifikan (p<0,05). Penurunan konsentrasi hidrogen sulfida mengalami peningkatan secara signifikan ketika aerasi dilakukan selama 10 jam (p<0,05). Peningkatan konsentrasi hidrogen sulfida mulai terjadi pada 5 jam pascaaerasi sampai 10 jam pascaaerasi. Konsentrasi hidrogen sulfida cenderung lebih rendah pada saat 15 jam pascaaerasi dibandingkan dengan saat sebelum aerasi dilakukan pada masingmasing jarak pengamatan (p<0,05). Tabel 6. Konsentrasi hidrogen sulfida (mg/l) sebelum aerasi, ketika aerasi dan pascaaerasi hipolimnion Jarak Sebelum Aerasi Pascaaerasi Horizontal (m) Aerasi 5 jam 10 jam 5 jam 10 jam 15 jam 0 0,091 0,071 0,051 0,061 0,101 0,061 1,5 0,081 0,040 0,040 0,081 0,071 0, ,101 0,061 0,040 0,101 0,091 0,071 4,5 0,091 0,071 0,101 0,071 0,071 0, ,051 0,030 0,042 0,071 0,081 0,061 Kemampuan alat aerasi hipolimnion dalam menurunkan konsentrasi hidrogen sulfida dapat diketahui melalui pola sebaran hidrogen sulfida (Gambar 7) setelah aerasi dihentikan (pascaaerasi). Ketika aerasi dihentikan, konsentrasi
31 hidrogen sulfida diharapkan tidak secara langsung meningkat karena diasumsikan di perairan masih tersedia cadangan oksigen terlarut. Konsentrasi hidrogen sulfida mulai mengalami peningkatan yang hampir seragam hingga jarak horizontal 8 m pada pengamatan 5 jam pascaaerasi, dengan peningkatan terbesar terjadi pada jarak horizontal 3 m. Akan tetapi pada pengamatan 15 jam pascaaerasi, konsentrasi hidrogen sulfida terlihat kembali menurun di masing-masing jarak horizontalnya. Berdasarkan hasil uji F (Lampiran 5a) diperoleh informasi bahwa perbedaan waktu pengamatan memberi pengaruh terhadap konsentrasi hidrogen sulfida (p<0,05). Waktu pengamatan yang berpengaruh nyata berdasarkan uji lanjut BNT adalah sebelum aerasi dan 5 jam aerasi (penurunan konsentrasi hidrogen sulfida), sebelum aerasi dan 10 jam aerasi (penurunan konsentrasi hidrogen sulfida), 5 jam aerasi dan 10 jam pascaaerasi (peningkatan konsentrasi hidrogen sulfida), serta 10 jam aerasi dan 10 jam pascaaerasi (peningkatan konsentrasi hidrogen sulfida). Kelompok jarak horizontal tidak memberi pengaruh terhadap konsentrasi hidrogen sulfida (p>0,05) Sebaran Sulfat (SO 4 2- ) Pascaaerasi Hipolimnion Nilai konsentrasi sulfat (mg/l) di hipolimnion Danau Lido disajikan pada Tabel 7. Aerasi yang dilakukan selama 10 jam berdampak pada penurunan konsentrasi sulfat (p<0,05). Konsentrasi sulfat mulai meningkat setelah aerasi selama 10 jam selesai dioperasikan (p<0,05) (Lampiran 4a). Tabel 7. Konsentrasi sulfat (mg/l) sebelum aerasi, ketika aerasi dan pascaaerasi hipolimnion Jarak Sebelum Aerasi Pascaaerasi Horizontal (m) Aerasi 5 jam 10 jam 5 jam 10 jam 15 jam 0 18,34 18,24 14,14 15,75 17,59 17,37 1,5 18,34 18,99 13,70 14,78 16,40 21, ,10 19,31 15,97 15,11 16,19 18,45 4,5 18,45 15,65 13,27 24,71 16,19 17, ,82 21,04 20,18 19,53 16,62 16,83 Sebaran sulfat secara horizontal dapat dilihat pada Gambar 8. Aerasi pada awalnya menyebabkan penurunan konsentrasi sulfat. Konsentrasi sulfat menurun selama aerasi dilakukan (10 jam aerasi) terutama pada titik outlet aerasi. Peningkatan konsentrasi sulfat baru terjadi ketika aerasi dihentikan, yaitu pada 5 jam pascaaerasi hingga 15 jam pascaaerasi. Akan tetapi sebaran konsentrasinya tidak lebih besar daripada konsentrasi awal sebelum aerasi.
32
33 1 Gambar 7. Sebaran melintang hidrogen sulfida (mg/l) di hipolimnion (kedalaman 4 m). (A) Sebelum aerasi; (B) Aerasi 5 jam; (C) Aerasi 10 jam; (D) Pascaaerasi 5 jam; (E) Pascaaerasi 10 jam; (F) Pascaaerasi 15 jam.
34 2 Gambar 8. Sebaran melintang sulfat (mg/l) di hipolimnion (kedalaman 4 m). (A) Sebelum aerasi; (B) Aerasi 5 jam; (C) Aerasi 10 jam; (D) Pascaaerasi 5 jam; (E) Pascaaerasi 10 jam; (F) Pascaaerasi 15 jam.
35
36 Hasil uji F (Lampiran 5b) menunjukkan adanya perbedaan waktu pengamatan yang berpengaruh terhadap konsentrasi sulfat (p<0,05), sedangkan kelompok jarak horizontal tidak memberi pengaruh terhadap konsentrasi sulfat (p>0,05). Berdasarkan uji BNT, waktu pengamatan yang memberi pengaruh nyata bagi penurunan konsentrasi sulfat adalah antara sebelum aerasi dan 10 jam aerasi, 5 jam aerasi dan 10 jam aerasi, sebelum aerasi dan 10 jam pascaaerasi. Peningkatan konsentrasi sulfat diperoleh pada 10 jam aerasi dan 5 jam pascaaerasi, 10 jam aerasi dan 15 jam pascaaerasi Faktor yang mempengaruhi keberadaan hidrogen sulfida Penurunan konsentrasi hidrogen sulfida selama pengoperasian aerasi hipolimnion diduga merupakan dampak dari adanya perubahan yang terjadi pada nilai konsentrasi parameter-parameter lain seperti oksigen terlarut, bahan organik (COD), suhu dan ph. Pada penelitian ini, kondisi suhu hipolimnion yang diamati relatif stabil dengan kisaran 25,5 sampai 26 o C. Nilai ph yang diamati selama penelitian berkisar antara 6,81 sampai 7,10. Penyebaran konsentrasi oksigen terlarut secara horizontal disajikan pada Gambar 9. Konsentrasi oksigen mengalami peningkatan selama aerasi dioperasikan. Pada jarak horizontal 0 m dan 1,5 m peningkatan konsentrasi oksigen terjadi seketika mulai dari aerasi dioperasikan selama 5 jam. Pada jarak horizontal 3 m, aerasi selama 5 jam belum cukup untuk meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Peningkatan konsentrasi oksigen baru terjadi setelah aerasi dilakukan selama 10 jam (p<0,05). Setelah pengoperasian aerasi dihentikan, konsentrasi oksigen terlarut tampak mengalami penurunan hingga 15 jam pascaaerasi. Walaupun begitu, sebaran konsentrasi oksigen terlarut masih lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi awal sebelum dilakukannya aerasi (p<0,05) (Lampiran 4b). Berdasarkan hasil uji F (Lampiran 5c), diperoleh informasi bahwa perbedaan waktu pengamatan dan kelompok jarak horizontal memberi pengaruh terhadap konsentrasi oksigen terlarut di perairan (p<0,05). Uji lanjut BNT menunjukkan bahwa waktu yang berpengaruh nyata adalah sebelum aerasi dan aerasi 10 jam (peningkatan oksigen terlarut). Kelompok jarak horizontal yang berpengaruh nyata antara lain adalah 0 m dan 3 m, 0 m dan 4,5 m, 0 m dan 8 m. Faktor lain yang turut berperan penting dalam perubahan konsentrasi hidrogen sulfida selama dilakukannya aerasi hipolimnion adalah bahan organik yang diwakili oleh parameter COD. Sebaran konsentrasi COD secara horizontal disajikan pada Gambar 10. Konsentrasi COD mengalami penurunan pada jarak 1,5 m, 3m, dan 4,5 m (p<0,05). Sementara aerasi selama 10 jam menyebabkan penurunan konsentrasi COD hingga jarak horizontal 8 m dari outlet aerasi. Akan tetapi setelah aerasi dihentikan (5 jam hingga 15 jam pascaaerasi), konsentrasi COD meningkat dengan nilai yang sama seperti kondisi awal sebelum aerasi (p<0,05) (Lampiran 4b). Hasil uji F (Lampiran 5d) menunjukkan bahwa perbedaan waktu pengamatan memberi pengaruh terhadap konsentrasi COD di perairan (p<0,05). Melalui uji BNT diperoleh informasi bahwa waktu pengamatan yang berpengaruh nyata adalah sebelum aerasi dan aerasi 10 jam (penurunan konsentrasi COD)
37 17 Gambar 9. Sebaran melintang oksigen terlarut (mg/l) di hipolimnion (kedalaman 4 m). (A) Sebelum aerasi; (B) Aerasi 5 jam; (C) Aerasi 10 jam; (D) Pascaaerasi 5 jam; (E) Pascaaerasi 10 jam; (F) Pascaaerasi 15 jam.
38 18 Gambar 10. Sebaran melintang COD (mg/l) di hipolimnion (kedalaman 4 m). (A) Sebelum aerasi; (B) Aerasi 5 jam; (C) Aerasi 10 jam; (D) Pascaaerasi 5 jam; (E) Pascaaerasi 10 jam; (F) Pascaaerasi 15 jam.
39 aerasi 5 jam dan pascaaerasi (peningkatan konsentrasi COD), aerasi 10 jam dan pascaaerasi (peningkatan konsentrasi COD). Kelompok jarak horizontal tidak memberi pengaruh terhadap konsentrasi bahan organik di perairan (p<0,05). Keberadaan hidrogen sulfida, oksigen terlarut dan bahan organik (COD) selama aerasi hipolimnion berdasarkan persentase konsentrasinya masing-masing disajikan pada Gambar 11 (Lampiran 6). Berdasarkan Gambar 11, konsentrasi oksigen terlarut mulai meningkat ketika aerasi mulai dioperasikan hingga 10 jam aerasi. Peningkatan konsentrasi oksigen terlarut terjadi seiring dengan penurunan konsentrasi COD dan hidrogen sulfida. Begitupun sebaliknya, penurunan konsentrasi oksigen terlarut mulai terjadi setelah aerasi dihentikan (pascaaerasi) dengan diiringi peningkatan konsentrasi COD dan hidrogen sulfida aerasi dimulai aerasi dihentikan Persentase jam 5 jam 10 jam 15 jam 20 jam 25 jam Waktu pengamatan Oksigen Hidrogen sulfida COD Gambar 11. Fluktuasi keberadaan oksigen (DO), hidrogen sulfida (H 2 S) dan bahan organik (COD) selama aerasi hipolimnion Penurunan konsentrasi hidrogen sulfida dan bahan organik (COD) dipengaruhi aerasi hiolimnion Aerasi hipolimnion mampu menurunkan konsentrasi hidrogen sulfida dan COD. Penurunan konsentrasi rata-rata parameter kualitas air hingga jarak horizontal 3 m selama aerasi hipolimnion disajikan pada Tabel 8. Ketika aerasi 5 jam, puncak penurunan konsentrasi hidrogen sulfida yang terbesar diperoleh pada jarak 1,5 m sebesar 50% dan penurunan terkecil pada jarak 8 m dengan persentase sebesar 22%, sedangkan untuk konsentrasi COD penurunan terbesar diperoleh pada jarak 1,5 m sebesar 57,1% dan penurunan terkecil pada jarak 3 m, yaitu 45,7%. Ketika aerasi dilakukan selama 10 jam, penurunan konsentrasi hidrogen sulfida terbesar diperoleh pada jarak 3 m, yaitu sebesar 60%, sedangkan penurunan terkecil pada jarak 8 m, yaitu 16%. Konsentrasi COD mengalami penurunan terbesar pada jarak 1,5 m (61,2%) dan penurunan terkecil diperoleh pada jarak 0 m (17,4%).
40 Tabel 8. Penurunan konsentrasi hidrogen sulfida dan COD Parameter Lama Nilai rata-rata Nilai rata-rata Penurunan aerasi sebelum aerasi (mg/l) saat aerasi (mg/l) (%) Hidrogen sulfida 5 jam 0,091 0,057 37,04 10 jam 0,091 0,044 51,85 COD 5 jam 53,69 34,63 35,51 10 jam 53,69 30,11 43,92 Peningkatan konsentrasi oksigen terlarut dan sulfat dipengaruhi aerasi hipolimnion Oksigen merupakan parameter yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup organisme akuatik, karena selain dimanfaatkan untuk respirasi oksigen juga diperlukan untuk proses perombakan bahan organik di perairan. Aerasi yang dilakukan pada penelitian ini berhasil meningkatkan konsentrasi oksigen. Peningkatan konsentrasi oksigen terlarut dan konsentrasi sulfat hingga jarak horizontal 3 m selama aerasi hipolimnion disajikan pada Tabel 9. Aerasi selama 5 jam mampu meningkatkan konsentrasi rata-rata oksigen terlarut hingga 70% dengan puncak peningkatan konsentrasi tertinggi pada jarak 0 m dari outlet aerasi (85,7%). Peningkatan rata-rata konsentrasi oksigen terlarut yang lebih besar terjadi ketika pengoperasian aerasi selama 10 jam, yaitu sebesar 86,36%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama aerasi dilakukan, peningkatan konsentrasi oksigen terlarut di perairan akan semakin besar. Di sisi lain, peningkatan rata-rata konsentrasi sulfat terjadi pada awal pengoperasian aerasi (5 jam aerasi) dan setelah aerasi selesai dilakukan (5 jam pascaaerasi, 10 jam pascaaerasi dan 15 jam pascaaerasi). Hal ini mengindikasikan bahwa aerasi yang dilakukan pada penelitian ini tidak mempengaruhi konsentrasi sulfat di perairan, karena perubahan konsentrasi sulfat yang terjadi tidak lebih besar dari konsentrasi sulfat sebelum aerasi. Tabel 9. Peningkatan konsentrasi oksigen terlarut dan sulfat Parameter Oksigen Lama aerasi Nilai rata-rata sebelum aerasi (mg/l) Nilai rata-rata saat aerasi (mg/l) Peningkatan (%) 5 jam 0,10 0,33 70,00 10 jam 0,10 0,73 86,36 Sulfat 5jam 18,60 18,85 1,34 pascaaerasi (5 jam) pascaaerasi (10 jam) pascaaerasi (15 jam) 14,60 15,21 4,02 14,60 16,73 12,69 14,60 19,03 23,25
41 Pembahasan Danau Lido merupakan danau semi alami yang terbentuk ketika dibendungnya Sungai Ciletuh guna pembangunan jalan raya yang menghubungkan Bogor-Sukabumi pada abad ke 18. Danau Lido terletak di sebelah selatan Kota Bogor, termasuk ke dalam wilayah Desa Wates Jaya, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sejak tahun 1978, Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Direktorat Jendral Perikanan Bogor telah melakukan kegiatan perikanan budidaya dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) (Basmi 1991). Setelah itu diikuti pengusaha dan penduduk setempat yang juga membuka usaha perikanan dengan penggunaan jaring apung di danau tersebut. Kegiatan tersebut berlangsung sampai sekarang dan berpusat di bagian timur (dekat outlet) danau. Seiring dengan berjalannya waktu, kegiatan perikanan budidaya dengan KJA diduga telah menyebabkan penurunan kualitas perairan yang pada akhirnya akan menurunkan daya guna perairan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Salah satu indikasi penurunan kualitas perairan adalah rendahnya konsentrasi oksigen terlarut yang mampu memicu akumulasi bahan toksik seperti hidrogen sulfida (H 2 S). Penurunan kualitas air yang terjadi di Danau Lido sebelumnya pernah dikaji oleh Amalia (2010) yang menyatakan bahwa kawasan badan air yang menjadi tempat kegiatan budidaya menggunakan KJA memiliki kualitas air yang lebih rendah dibandingkan kawasan badan air yang tidak menjadi tempat budidaya dalam KJA (non KJA). Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi oksigen terlarut pada kawasan non KJA yang berkisar antara 5,51-7,94 mg/l, sementara pada kawasan KJA berkisar antara 2,06-4,19 mg/l. Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi oksigen terlarut di lapisan hipolimnion (kedalaman 4 m) pada kawasan KJA diketahui sangat kecil, yaitu 0,1 mg/l. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut di lapisan hipolimnion disebabkan sedikitnya intensitas cahaya matahari yang dapat menembus kedalaman perairan sehigga proses fotosintesis tidak berjalan dengan baik, akibatnya oksigen yang dihasilkan pun rendah dan bahkan tidak ada. Sumber oksigen di lapisan hipolimnion hampir tidak ada, kecuali jika terjadi pembalikan massa air (upwelling). Menurut Cornett dan Rigler (1987) in Pratiwi (2009), konsentrasi oksigen di lapisan hipolimnion merupakan hasil bersih dari sisa dekomposisi bahan organik di sedimen dasar dan respirasi biota perairan ditambah oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis biota pelagis dan bentik serta transfer oksigen secara vertikal karena turbulensi. Tingginya masukan bahan organik secara terus menerus tanpa ketersediaan oksigen terlarut yang memadai menyebabkan kawasan KJA terancam mengalami kondisi anoksik pada hipolimnion (Lukman dan Hidayat 2002) dan terakumulasinya bahan toksik hidrogen sulfida (H 2 S). Thompson et al. (1989) in Bagarinao (1992) menyatakan bahwa masukan bahan organik yang berasal dari limbah antropogenik dan kegiatan perikanan budidaya berperan dalam meningkatkan konsentrasi H 2 S di perairan. Sedimen dasar perairan yang berada tepat di bawah jaring apung dari budidaya kerang yang intensif dapat meningkatkan konsentrasi sulfida jauh lebih tinggi dibandingkn sebelumnya. H 2 S merupakan hasil dari aktivitas biologis bakteri dalam menguraikan bahan-bahan organik yang mengandung sulfur (dekomposisi protein). Selain itu, H 2 S juga dapat
42 terbentuk dari reduksi anion-anion sulfat (SO 2-4 ) yang terjadi pada lapisan sedimen dasar yang kemudian berpindah ke kolom perairan. Proses-proses pembentukan H 2 S terjadi dalam keadaan anaerob. Ketika oksigen berkurang (deplesi) akibat bakteri aerob di dalam sedimen dasar dan lapisan hipolimnion 2- perairan, nitrat (NO 3 ) dan SO 4 menjadi akseptor elektron alternatif yang digunakan oleh bakteri anaerob dalam mendekomposisi bahan-bahan organik yang tersisa. Jika NO 3 telah habis digunakan atau tidak tersedia, bakteri akan menggunakan SO 2-4 untuk memenuhi kebutuhan oksigennya, menyisakan ion-ion bisulfida (S 2- ) yang kemudian bergabung dengan ion hidrogen lalu membentuk H 2 S (Goldman dan Horne 1988; Bagarinao 1992). Chen dan Morris (1972) menyatakan bahwa H 2 S yang dihasilkan dari reduksi SO 2-4 akan bereaksi dengan Fe 2+ untuk membentuk mineral pyrite (FeS). Penerapan aerasi hipolimnion merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas air (Hartoto 1993). Aerasi yang dilakukan diharapkan mampu menurunkan konsentrasi H 2 S di perairan. Swisctock et al. (2001) menyatakan bahwa aerasi (Aeration) merupakan salah satu cara yang paling memungkinkan untuk diterapkan jika dibandingkan dengan cara lain yang telah diaplikasikan, seperti Continous Chlorination and Filtration, Continous Potassium Permanganate with Filtration, Oxidizing Filters, Ion Exchange, Carbon Filtration dan Shock Chlorination. Selain tidak menggunakan penambahan bahan kimia ke perairan yang tentunya dapat menimbulkan efek membahayakan bagi kualitas air, biaya pemeliharaan alat aerasi juga terhitung lebih terjangkau. Berdasarkan hasil penelitian, aerasi selama 5 jam dan 10 jam yang dilakukan di lapisan hipolimnion Danau Lido menyebabkan penurunan konsentrasi H 2 S berturut-turut 37,04% dan 51,85%. Penurunan terbesar ketika aerasi dilakukan selama 5 jam terjadi pada jarak 1,5 m dari titik outlet aerasi, yaitu sebesar 50% dan penurunan terkecil terjadi pada jarak 4,5 m dari titik outlet aerasi, yaitu sebesar 22,2%. Sedangkan ketika aerasi dilakukan selama 10 jam, penurunan terbesar konsentrasi H 2 S terjadi pada jarak 3 m dari titik outlet aerasi, yaitu sebesar 60% dan penurunan terkecil terjadi pada jarak 8 m dari titik outlet aerasi, yaitu sebesar 16% (Gambar 7). Penghilangan H 2 S di lapisan hipolimnion dapat terjadi secara fisika, biologi dan kimia. Proses fisika berupa penguapan (volatilisasi) diharapkan terjadi ketika air dari lapisan hipolimnion mengalami sirkulasi pada talang aerasi. Sirkulasi air yang terjadi di talang aerasi diharapkan mampu membuat H 2 S yang terkandung dalam air terlepas langsung dengan adanya kontak dengan udara. Wetzel (2001) menyatakan bahwa ph air mempengaruhi laju perubahan fase H 2 S. Nilai ph rendah meningkatkan laju perubahan H 2 S dari fase terlarut menjadi fase gas. Millero (1986) in Bagarinao (1992) juga menyebutkan bahwa kelarutan H 2 S berkurang dengan meningkatnya suhu. Pada penelitian ini, penurunan konsentrasi H 2 S yang terjadi diketahui tidak mencapai nilai baku mutu yang diharapkan, yaitu 0,002 mg/l. Hal ini diduga karena ph perairan yang teramati berkisar antara 6,81-7,10 yang masuk dalam kategori ph netral. Weiner (2008) menjelaskan bahwa ph perairan mengatur penyebaran reduksi total sulfur di dalam jenisnya. Pada ph 5,7 sekitar 99% sulfur terdapat dalam bentuk hidrogen sulfida (H 2 S), oleh karena itu toksisitasnya meningkat seiring dengan penurunan ph perairan. Pada ph 9 sebagian besar sulfur berada dalam bentuk ion hidrosulfida (HS - ) dan sangat sedikit H 2 S sehingga permasalahan bau tidak terjadi pada kondisi ini. Pada ph 9
METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun
15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2011 di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido terletak pada koordinat posisi 106 48 26-106 48
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2011 di kawasan KJA Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat (Lampiran
Lebih terperinciLampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
LAMPIRAN 55 56 Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Kegiatan Alat Bahan Pengambilan contoh Alat aerasi hipolimnion Generator System GPS Van Dorn water sampler Tali berskala ph meter
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 4). Kegiatan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan
Lebih terperinciGambar 3. Skema akuarium dengan sistem kanal (a) akuarium berkanal (b) akuarium tanpa sekat
10 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Plankton, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
. HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan
biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November - Desember 2009. Bertempat di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling) Departemen
Lebih terperinciDISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT
DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT ARIF RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG
ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN
Lebih terperinciPENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA
PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman
Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kegiatan observasi awal (pendahuluan) dan penelitian utama. Observasi awal dilakukan pada
Lebih terperinciPENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA
825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk
Lebih terperinciSTUDI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI PERAIRAN DANAU TOBA, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI. Oleh:
STUDI KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI PERAIRAN DANAU TOBA, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: HIRAS SUCIPTO TAMPUBOLON 090302074 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA
PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: BETZY VICTOR TELAUMBANUA 090302053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Lapisan Hipolimnion Danau
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido Danau Lido terletak pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS, Desa Tugujaya, Kecamatan Cigombong, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berbentuk
Lebih terperinciPENENTUAN KUALITAS AIR
PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
11 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Masing-masing kegiatan tersebut dilakukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut
Lebih terperinciKAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C
KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG Oleh : Muhammad Reza Cordova C24104056 DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambangan timah di Indonesia dimulai pada abad ke-18. Sejak tahun 1815 penambangan timah di pulau Bangka dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dan berlanjut sampai PT.
Lebih terperinciSTUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH
STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciKANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA AIR, SEDIMEN, DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PANTAI BELAWAN, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI
KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA AIR, SEDIMEN, DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PANTAI BELAWAN, PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI ARYALAN GINTING 090302081 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Lebih terperinci2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan
Lebih terperinci'9 KANDUNGAN P DAN HIS PADA KERAMBA JARMG APUNG
'9 KANDUNGAN P DAN HIS PADA KERAMBA JARMG APUNG DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT OPAN JAMALWINANTO - * -- - --1 - -. DEPARTEMEN YMANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN PAKULTAS PERTKAIVAN DAhr JJNU KELAUTAN MSTITUT
Lebih terperinciANALISIS KUALITAS AIR AKIBAT KERAMBA JARING APUNG DI DANAU TOBA DUSUN SUALAN DESA SIBAGANDING KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA
ANALISIS KUALITAS AIR AKIBAT KERAMBA JARING APUNG DI DANAU TOBA DUSUN SUALAN DESA SIBAGANDING KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA SKRIPSI SUDOYO LUMBAN TOBING 100302062 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA
Lebih terperinciSTUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO
STUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciKombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi
Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan
Lebih terperinciFaktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan
Lebih terperinciGEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR
GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Sabam Parsaoran Situmorang C64103011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran
Lebih terperinciPERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF
PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN
Lebih terperinciTabel 1. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda (Prihadi 2004)
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Waduk Ir. H. Juanda Waduk merupakan badan perairan yang dibentuk dengan membangun dam melintasi sungai sehingga air bendungan berada di belakang dam (Ryding dan Rast
Lebih terperinciPENILAIAN KUALITAS LINGKUNGAN PADA KEGIATAN WISATA ALAM DI KAWASAN EKOWISATA TANGKAHAN
PENILAIAN KUALITAS LINGKUNGAN PADA KEGIATAN WISATA ALAM DI KAWASAN EKOWISATA TANGKAHAN SKRIPSI Oleh : Melyana Anggraini 061201022 / Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan
Lebih terperinciPENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica)
PENGOLAHAN AIR LIMBAH KANTIN SECARA BIOLOGI : SUATU KAJIAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGGUNAAN Bacillus sp. DAN KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica) WIDIA NUR ULFAH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Lebih terperinciEFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN
EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya
Lebih terperinciKANDUNGAN LOGAM BERAT
KANDUNGAN LOGAM BERAT Cu, Zn, DAN Pb DALAM AIR, IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DALAM KERAMBA JARING APUNG, WADUK SAGULING SHITA FEMALA SHINDU DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA
Lebih terperinciPENGARUH SINAR ULTRA VIOLET (UV) UNTUK MENURUNKAN KADAR COD,TSS DAN TDS DARI AIR LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT T E S I S
PENGARUH SINAR ULTRA VIOLET (UV) UNTUK MENURUNKAN KADAR COD,TSS DAN TDS DARI AIR LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT T E S I S Oleh: HERMANSYAH PSL/097004015 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama
Lebih terperinciKAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciIma Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang
Lebih terperinciBAB 1 KIMIA PERAIRAN
Kimia Perairan 1 BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di perairan A. Definisi dan Komponen Penyusun Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI
2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN
Lebih terperinciDISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT
1 DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT SITI NUR AMANAH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
Lebih terperinciLampiran 1. Perhitungan komposisi pencampuran air
Lampiran 1. Perhitungan komposisi pencampuran air DO (mg/l) Kedalaman A B rata-rata 0 7,5 7,7 7,60 Ketebalan kolom air yang terwakili 4 meter (kedalaman 0 sd 4 meter) 2 6,6 7,0 6,80 4 6,1 6,3 6,20 6 3,7
Lebih terperinciKonsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling
Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat digemari masyarakat karena mengandung protein yang cukup tinggi dan dibutuhkan oleh manusia untuk pertumbuhan.
Lebih terperinciANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG
ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Lebih terperinciSTUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP
STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The
Lebih terperinciStasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.
8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan
Lebih terperinciKINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA
Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN,
Lebih terperinciBY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil
Lebih terperinciKINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI
KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciDAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR
DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR Daur Air/H 2 O (daur/siklus hidrologi) 1. Air di atmosfer berada dalam bentuk uap air 2. Uap air berasal dari air di daratan dan laut yang menguap (evaporasi) karena panas
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme
Lebih terperinciProfil Vertikal Oksigen Terlarut di Danau Pinang Luar (Oxbow Lake) Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau
Profil Vertikal Oksigen Terlarut di Danau Pinang Luar (Oxbow Lake) Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Vertical Profile of Dissolved Oxygen in Pinang Luar Oxbow Lake, Siak Hulu Subdistrict,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.
Lebih terperinciKEBERADAAN FOSFAT PASCAAERASI HIPOLIMNION PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT EKIE SAKHRONI FIRDAUSI
KEBERADAAN FOSFAT PASCAAERASI HIPOLIMNION PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT EKIE SAKHRONI FIRDAUSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
Lebih terperinciFITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH
FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK
KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK
KARAKTERISTIK LIMBAH KARAKTERISTIK LIMBAH Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban dan konsistensinya
Lebih terperinciANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON
ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN
Lebih terperinciPEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017
PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Dari penelitian ini, didapatkan data sebagai berikut: daya listrik, kualitas air (DO, suhu, ph, NH 3, CO 2, dan salinitas), oxygen transfer rate (OTR), dan efektivitas
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan, pengamatan laju pertumbuhan Kappaphycus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu
Lebih terperinciKESESUAIAN KUALITAS AIR KERAMBA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI DANAU SENTANI DISTRIK SENTANI TIMUR KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA
The Journal of Fisheries Development, Januari 2015 Volume 1, Nomor 2 Hal : 45-58 KESESUAIAN KUALITAS AIR KERAMBA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI DANAU SENTANI DISTRIK SENTANI TIMUR KABUPATEN JAYAPURA
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian
Lebih terperinciAnalisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung, Kabupaten Demak
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 167-172 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung,
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat
Lebih terperinciBAB 2 BAHAN DAN METODE
BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode Purposive
Lebih terperinciChanges of Ammonia, Nitrite and Nitrate at Recirculation System of Red Tilapia (Oreochromis sp.) Rearing. D. Djokosetiyanto, A. Sunarma dan Widanarni
Perubahan Jurnal Akuakultur ammonia Indonesia, (NH 3 -N) 5(1): 13- (6) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 13 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PERUBAHAN AMMONIA (NH 3 -N), NITRIT
Lebih terperinciWater Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.
Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities Dedy Muharwin Lubis, Nur El Fajri 2, Eni Sumiarsih 2 Email : dedymuh_lubis@yahoo.com This study was
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai (PerMen LH No 28 Tahun 2009). Waduk
Lebih terperinciEFEKTIVITAS BAHAN AMELIORAN DALAM MENEKAN KELARUTAN ALUMINIUM PADA AIR DAN TANAH SULFAT MASAM NANI SUSANTI A
EFEKTIVITAS BAHAN AMELIORAN DALAM MENEKAN KELARUTAN ALUMINIUM PADA AIR DAN TANAH SULFAT MASAM Oleh NANI SUSANTI A24103065 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciUJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh :
UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SKRIPSI Oleh : NURUL AINI 090302080 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYAPERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciThe Vertical Profile Of Nitrate and Orthophosphate in Pinang Luar Oxbow Lake Buluh China Village Siak Hulu Sub District Kampar District Riau Province
1 The Vertical Profile Of Nitrate and Orthophosphate in Pinang Luar Oxbow Lake Buluh China Village Siak Hulu Sub District Kampar District Riau Province By : Cristy A D Sinurat 1, Madju Siagian 2, Asmika
Lebih terperinci