4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Waduk Koto Panjang Suhu air Suhu air perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan berkisar antara 25,0 32,7 o C, pada bulan Maret 2007 berkisar antara 25,0 32,7 o C, bulan Juni 2007 berkisar antara 25,1 31,2 o C, dan bulan Desember 2007 berkisar antara 25,0 29,9 o C. Suhu air tertinggi di daerah permukaan berkisar antara 26,3 32,7 o C dan terendah berkisar antara 25,0 28,6 o C di daerah dasar perairan (Gambar 3 dan Lampiran 1). Gambar 3 menunjukkan suhu air menurun seiring dengan meningkatnya kedalaman pada setiap stasiun dan waktu pengamatan. Kecenderungan suhu air yang demikian disebabkan adanya perbedaan intensitas cahaya matahari yang mampu diserap pada setiap kedalaman, seiring dengan bertambahnya kedalaman, pemanasan air oleh sinar matahari akan semakin berkurang. Menurut Henderson-Sellers dan Markland (1987) suhu air yang cenderung tinggi sepanjang tahun, umumnya jarang terjadi pengadukan, dan berada di daerah tropik menjadikan Waduk Koto Panjang berpola oligomictic. Berdasarkan hasil pengamatan, lapisan termoklin tidak terdapat pada perairan Waduk Koto Panjang, karena perubahan suhu setiap penambahan satu meter kedalaman rata-rata kurang dari 1 C. Lapisan termoklin merupakan lapisan yang memiliki perubahan panas dan suhu yang relatif besar secara vertikal, yaitu sekurang-kurangnya terjadi perubahan 1 C setiap penambahan kedalaman satu meter. Lapisan termoklin memungkinkan keadaan perairan lebih stabil (sangat kecil kemungkinan terjadi pengadukan). Kondisi suhu perairan yang didapatkan masih dalam batas toleransi dan merupakan suhu yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Effendi (2003) bahwa kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 C - 30 C. Suhu air dapat mempengaruhi produktivitas primer perairan, dengan meningkatnya suhu yang masih dapat ditolerir oleh organisme nabati, akan diikuti oleh kenaikan derajat metabolisme dan aktifitas fotosintesis yang ada di dalamnya. Menurut Schwoerbel

2 in Musa 1992 suhu air erat kaitannya dengan pembentukan produktivitas primer di suatu perairan. Gambar 3. Suhu perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan Kecerahan Nilai kecerahan perairan yang diperoleh selama pengamatan berkisar antara 0,6 2,0 m, dimana pada bulan Maret 2007 nilai kecerahan berkisar antara 1,4 2,0 m, pada bulan Juni 2007 berkisar antara 1,0 1,8 m, dan pada bulan Desember 2007 berkisar antara 0,6 1,4 m (Gambar 4 dan Lampiran 1). Nilai kecerahan tertinggi diperoleh pada pengamatan bulan Maret 2007 di stasiun Pongkey dan terendah diperoleh pada pengamatan bulan Desember 2007 di stasiun Muara Takus. Rendahnya nilai kecerahan pada pengamatan bulan Desember 2007 di stasiun Muara Takus diduga karena letak stasiun Muara Takus berada pada aliran sungai utama, kedalaman perairan yang dangkal (4 m) memungkinkan terjadinya pengadukan massa air di seluruh lapisan perairan menyebabkan kecerahan perairan menjadi rendah. Selain itu, bulan Desember 2007 merupakan musim hujan, masukan dari

3 19 aliran sungai maupun run-off lebih banyak sehingga perairan menjadi keruh. Berdasarkan kriteria status trofik menurut OECD (1982) in Henderson-Sellers dan Markland (1987), kecerahan perairan Waduk Koto Panjang selama pengamatan yang berkisar antara 0,6 2 m berada dalam status eutrof. Gambar 4. Nilai kecerahan perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan ph Nilai ph perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan disajikan pada Tabel 4 dan Lampiran 1. Gambar 5 menunjukkan nilai ph tertinggi terdapat di daerah permukaan berkisar antara 6,5 7,5 dan terendah pada dasar waduk berkisar antara 5,5 7,0. Nilai ph 5,5 yang diperoleh pada dasar waduk diduga disebabkan oleh konsentrasi CO 2 yang tinggi. Hasil penelitian Nastiti et al. (2007) memperoleh rata-rata konsentrasi CO 2 bebas di dasar perairan pada stasiun dan waktu pengamatan yang sama di Waduk Koto Panjang sebesar 5,6 mg/l. Menurut Mackereth et al. (1989) in Effendi (2003) ph suatu perairan berakitan erat dengan konsentrasi CO 2 bebas dan nilai alklinitas. Semakin rendah nilai ph, semakin rendah pula nilai alkalinitas dan semakin tinggi kadar karbondioksida bebas. Berdasarkan kriteria status trofik menurut Coesel dalam Maha (1995), ratarata ph pada setiap stasiun dan waktu pengamatan hampir sama yaitu berada dalam status mesotrof.

4 20 Tabel 4. Nilai ph perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Stasiun Maret 2007 Juni 2007 Desember 2007 Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Pongkey 6,0 7,0 6,88 6,0 7,0 6,6 7,0 7,0 7,0 Muara Takus 6,5 7,0 6,75 6,0 7,0 6,8 7,0 7,0 7,0 Koto Tuo 6,5 7,0 6,70 6,5 7,26 6,9 7,0 7,5 7,3 Gulamo 6,0 7,0 6,50 5,5 7,0 6,3 6,5 7,0 6,6 Osang 6,0 6,5 6,20 5,5 6,5 5,9 6,0 7,0 6,5 Batang Mahat 6,0 6,5 6,20 6,0 7,5 7,1 6,5 7,0 6,75 Gambar 5. Nilai ph perairan pada setiap stasiun, kedalaman, dan waktu pengamatan Nitrat Kandungan nitrat perairan pada setiap stasiun dan kedalaman selama pengamatan disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 1.

5 21 Tabel 5. Kandungan nitrat perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Stasiun Maret 2007 Juni 2007 Desember 2007 Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Pongkey Muara Takus Koto Tuo Gulamo Osang Batang Mahat Menurut Goldman dan Horne (1983) penyebaran nitrat akan berbeda di tiap kedalaman, idealnya kandungan nitrat akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman perairan. Namun dari hasil pengamatan juga diperoleh kandungan nitrat yang semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Kandungan nitrat yang cenderung meningkat seiring bertambahnya kedalaman terdapat pada stasiun Pongkey dan Gulamo. Sedangkan kandungan nitrat yang cenderung menurun seiring bertambahnya kedalaman terdapat pada stasiun Muara Takus, Koto Tuo, Osang, dan Batang Mahat (Gambar 6). Berdasarkan kriteria status trofik yang dikemukakan oleh Vollenweider (1969) in Wetzel (1975), kandungan nitrat rata-rata selama pengamatan berada dalam status oligotrof mesotrof, berturut-turut pada bulan Maret 2007 berada dalam status oligotrof, pada bulan Juni dan Desember 2007 berada dalam status mesotrof. Kandungan nitrat yang berada dalam status oligotrof mesotrof diduga adanya pemanfaatan nitrat yang lebih banyak di permukaan oleh fitoplankton sehingga kandungan nitrat menjadi sedikit (oligotrof mesotrof), sedangkan kandungan nitrat di dasar perairan yang berada dalam status oligotrof mesotrof diduga disebabkan oleh kandungan oksigen terlarut yang sedikit sehingga proses nitrifikasi terhambat. Hasil penelitian Nastiti et al. (2007) memperoleh rata-rata konsentrasi O 2 terlarut di dasar perairan pada stasiun dan waktu pengamatan yang sama di Waduk Koto Panjang sebesar 2,52 mg/l.

6 22 Gambar 6. Kandungan nitrat perairan berdasarkan kedalaman pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Ortofosfat Kandungan ortofosfat perairan pada setiap stasiun dan kedalaman selama pengamatan disajikan pada Tabel 6 dan Lampiran 1. Tabel 6. Kandungan ortofosfat perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Stasiun Maret 2007 Juni 2007 Desember 2007 Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata Pongkey Muara Takus Koto Tuo Gulamo Osang Batang Mahat

7 23 Gambar 7 menunjukkan distribusi vertikal kandungan ortofosfat cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman. Hal ini diduga karena fitoplankton yang pada umumnya berada pada kolom perairan bagian atas memanfaatkan ortofosfat untuk pertumbuhannya, sehingga ketersediannya di permukaan perairan cenderung menjadi sedikit. Sedangkan tingginya kandungan ortofosfat di dasar perairan diduga adanya penambahan ortofosfat akibat pelepasan dari sedimen, sehingga kandungan ortofosfat di dasar perairan menjadi lebih besar. Berdasarkan kriteria status trofik yang dikemukakan oleh Vollenweider (1969) in Wetzel (1975), rata-rata kandungan ortofosfat pada setiap waktu pengamatan berada dalam status eutrof. Gambar 7. Kandungan ortofosfat perairan berdasarkan kedalaman pada setiap stasiun dan waktu pengamatan

8 Deskripsi Status Trofik Waduk Koto Panjang Berdasarkan Klorofil-a Kandungan klorofil-a perairan pada setiap stasiun selama pengamatan berkisar antara 4,00 25,52 mg/m 3 dengan rata-rata 9,73 mg/m 3 (Gambar 8 dan Lampiran 1). Pada pengamatan bulan Maret 2007 diperoleh kandungan klorofil-a berkisar antara 2,65 23,84 mg/m 3 dengan rata-rata 11,28 mg/m 3. Pada pengamatan bulan Juni 2007 diperoleh kandungan klorofil-a berkisar antara 2,99 6,33 mg/m 3 dengan ratarata 4,06 mg/m 3. Pada pengamatan bulan Desember 2007 diperoleh kandungan klorofil-a berkisar antara 6,13 25,52 mg/m 3 dengan rata-rata 13,86 mg/m 3. Gambar 8. Kandungan klorofil-a perairan pada setiap stasiun dan waktu pengamatan Perbedaan kandungan klorofil-a antar waktu pengamatan di atas diduga berkaitan dengan kesuburan perairannya. Berdasarkan uji analisa koefisien korelasi peringkat Spearman (r s ) pada taraf nyata α = 0.05 menunjukkan hubungan yang berbeda nyata antara ortofosfat dengan kandungan klorofil-a. Jika rata-rata kandungan ortofosfat tinggi maka rata-rata kandungan klorofil-a akan ditemukan tinggi pula dan sebaliknya (Lampiran 2). Hasil penelitian Liu et al. (2010) pada Danau Qilu yang sudah eutrof juga menunjukkan bahwa TP memiliki pengaruh yang besar terhadap klorofil-a. Keadaan ini sesuai dengan ciri kesuburan perairan yang dikemukakan oleh Henderson-Sellers dan Markland (1987), perairan yang subur (ortofosfat tinggi) mempunyai jumlah jenis sedikit akan tetapi biomassa

9 25 fitoplanktonnya besar demikian sebaliknya pada perairan yang kurang subur (ortofosfat rendah) mempunyai jumlah jenis yang banyak akan tetapi biomassa fitoplanktonnya kecil. Kohl dan Nicklisch (1988) in Kapsrzak et al. (2008) mengemukakan bahwa biomassa fitoplankton tinggi ditemukan pada alga hijau, menengah pada chromophyta dan rendah pada cyanobacteria. Pada penelitian lain, kondisi yang berbeda dikemukakan oleh Parinet et al. (2004) bahwa konsentrasi fosfat tidak terkait dengan klorofil-a. Hal ini terlihat pada danau dengan biomassa fitoplankton tinggi umumnya ditandai dengan tingkat fosfat yang rendah. Namun kondisi tersebut dapat dijelaskan bahwa ketersediaan fosfat pada danau yang eutrof telah dimanfaatkan oleh fitoplankton sehingga konsentrasinya di perairan menjadi rendah. Berdasarkan kriteria status trofik yang dikemukakan oleh OECD (1982) in Henderson-Sellers dan Markland (1987), rata-rata kandungan klorofil-a di Waduk Koto Panjang pada setiap waktu pengamatan berada dalam status mesotrof eutrof, berturut-turut pada bulan Maret 2007 berada dalam status eutrof, pada bulan Juni 2007 berada dalam status mesotrof dan pada bulan Desember 2007 berada dalam status eutrof. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nur (2006) dan Hatta (2007) juga menunjukkan kandungan klorofil-a telah mencapai eutrof yaitu berturutturut 12 33,9 mg/m 3 dan 18,29 23,21 mg/m 3. Beberapa perairan memiliki karakteristik yang berbeda pada suatu status trofik yang sama. Kondisi ini dapat digambarkan dari penelitian di Danau Froyland dan Danau Aker (Bechmann et al. 2005), Danau Pamvotis (Kagalou et al. 2008), dan Waduk Saladito (Averhoff et al. 2007) yang menunjukkan bahwa perairan tersebut termasuk ke dalam kategori eutrof tetapi memiliki karakteristik perairan yang berbeda. Perbedaan kondisi tersebut disajikan pada Tabel 7.

10 26 Tabel 7. Karakteristik dan status trofik beberapa perairan Jenis Perairan Parameter Danau Froyland Danau Aker Danau Pamvotis Waduk Saladito (Kagalou et al. (Averhoff et (Bechmann et al. 2005) 2008) al. 2007) Fosfat total (mg/l) 0,035 0,057-1,44 PO4-P (mg/l) - - 0,19 - NO3-N (mg/l) - - 0,76 0,7 Klorofil-a (mg/m 3 ) ,23 84,33 Status trofik eutrof eutrof eutrof eutrof Keterangan: - tidak tercantum Danau Froyland dan Danau Aker memiliki konsentrasi fosfat total dan klorofil-a yang lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh masukan eksternal berupa nutrien terutama P. Di sekitar Danau Froyland merupakan daerah pertanian yang didominasi oleh tanaman rumput untuk makanan ternak sapi perah yang digembala. 90% areal pertaniannya diolah dengan cara dibajak. Pada Danau Aker merupakan daerah pertanian yang didominasi oleh tanaman sereal untuk makanan ternak babi, kambing dan unggas. 35% areal pertaniannya diolah dengan cara dibajak. Perbedaan aktifitas pertanian dan cara pengolahan tanah di sekitar danau membuat masukan nutrien terutama P ke dalam danau juga berbeda. Pada Danau Pamvotis, konsentrasi ortofosfat dan klorofil-a yang diperoleh juga dipengaruhi oleh masukan eksternal berupa nutrien terutama P. Penerapan penggunaan pupuk dalam jumlah besar dan bahan kimia pertanian serta buangan limbah domestik telah meningkatkan nutrien terutama P di perairan. Diketahui bahwa sekitar 40% dari daerah tangkapan air digunakan untuk aktifitas pertanian dan peningkatan daerah perkotaan sekitar 26%. Uji analisa korelasi peringkat Spearman pada Danau Pamvotis juga menunjukkan hubungan yang positif antara ortofosfat dan klorofil-a. Pada Waduk Saladito memiliki konsentrasi fosfat total dan klorofil-a yang lebih besar dibandingkan dengan ketiga perairan lainnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh masukan nutrien terutama P ke dalam peraiaran. Sumber utama pencemaran waduk berasal dari limbah perkotaan, rumah potong ayam, dan peternakan, serta

11 27 areal pertanian tebu yang terbawa oleh aliran Sungai Saladito ke dalam waduk. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa tingkat pemanfaatan daerah sekitar danau/waduk akan berpengaruh terhadap status trofik suatu perairan Deskripsi Status Trofik Waduk Koto Panjang Berdasarkan Beberapa Parameter Antar Waktu Pengamatan Status trofik Waduk Koto Panjang berdasarkan beberapa parameter antar waktu pengamatan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Status trofik Waduk Koto Panjang berdasarkan beberapa parameter antar waktu pengamatan Parameter Tahun 2007 Maret Juni Desember Kecerahan Eutrof Eutrof Eutrof ph Mesotrof Mesotrof Mesotrof Nitrat Oligotrof Oligotrof Mesotrof Ortofosfat Eutrof Eutrof Eutrof Klorofil-a Eutrof Mesotrof Eutrof Status Eutrof Mesotrof Eutrof Tabel 8 menunjukkan perubahan status trofik pada setiap bulan pengamatan. Pada bulan Maret 2007 status trofik Waduk Koto Panjang cenderung eutrof, pada bulan Juni 2007 cenderung mesotrof, dan pada bulan Desember 2007 cenderung eutrof. Perubahan status trofik tersebut diduga adanya pengaruh musim, yaitu bulan Maret 2007 merupakan awal musim kemarau, bulan Juni 2007 merupakan musim kemarau, dan bulan Desember 2007 merupakan awal musim hujan. Sehingga masukan nutrien yang berasal dari lahan pertanian dan perkebunan di sekitar Waduk Koto Panjang dan limbah domestik yang terbawa aliran sungai maupun aliran permukaan (run-off) ke dalam waduk cenderung meningkat pada bulan Maret dan Desember Selain itu juga didukung oleh kandungan klorofil-a yang cenderung tinggi pada bulan Maret dan Desember 2007 dibanding bulan Juni Hasil penelitian An dan Seok (2002) juga menunjukkan bahwa hujan telah menyebabkan pembilasan yang cepat dan kekeruhan anorganik yang tinggi sehingga secara tidak langsung mempengaruhi kandungan klorofi-a di perairan. Zapata et al. (2006) mengemukakan bahwa peranan curah hujan terkait dalam proses pencampuran danau. Penurunan suhu dan peningkatan kecepatan angin selama periode hujan akan

12 28 meningkatkan pencampuran lapisan yang kemudian akan meningkatkan konsentrasi pigmen klorofil-a Hubungan Antara Parameter Lingkungan dengan Kandungan Klorofil-a Hubungan antara kecerahan dengan klorofil-a Berdasarkan uji koefisien korelasi peringkat Spearman antara nilai kecerahan dengan klorofil-a diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar -0,309 (Lampiran 7). Kondisi ini menunjukkan hubungan yang kurang erat antara nilai kecerahan dengan kandungan klorofil-a, sedangkan tanda (-) menunjukkan pemberian peringkat yang bertolak belakang, yaitu semakin tinggi nilai kecerahan yang diperoleh maka kandungan klorofil-a akan semakin rendah Hubungan antara ph dengan kandungan klorofil-a Berdasarkan uji koefisien korelasi peringkat Spearman antara ph dengan kandungan klorofil-a diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,12 (Lampiran 7). Kondisi ini menunjukkan hubungan yang kurang erat antara ph dengan kandungan klorofil-a, sedangkan tanda (+) menunjukkan pemberian peringkat yang sejalan, yaitu semakin tinggi nilai ph yang diperoleh maka kandungan klorofil-a akan semakin tinggi pula Hubungan antara nitrat dengan kandungan klorofil-a Berdasarkan uji koefisien korelasi peringkat Spearman antara kandungan nitrat dengan kandungan klorofil-a diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,272 (Lampiran 7). Kondisi ini menunjukkan hubungan yang kurang erat antara ph dengan kandungan klorofil-a, sedangkan tanda (+) menunjukkan pemberian peringkat yang sejalan, yaitu semakin tinggi kandungan nitrat yang diperoleh maka kandungan klorofil-a akan semakin tinggi pula Hubungan antara ortofosfat dengan kandungan klorofil-a Berdasarkan uji koefisien korelasi peringkat Spearman antara kandungan ortofosfat dengan kandungan klorofil-a diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,536 (Lampiran 7). Kondisi ini menunjukkan hubungan yang erat antara ph dengan kandungan klorofil-a, sedangkan tanda (+) menunjukkan pemberian

13 29 peringkat yang sejalan, yaitu semakin tinggi kandungan ortofosfat yang diperoleh maka kandungan klorofil-a akan semakin tinggi pula. 4.5 Upaya Pengelolaan Waduk Koto Panjang Waduk Koto Panjang dibangun pada tahun 1993, mulai digenangi tahun 1996 dan resmi dioperasikan pada tahun 1997(PLN 2000 in Hatta 2007). Relokasi penduduk yang sebelumnya berada pada lokasi yang akan terendam pada saat selesainya pembangunan waduk PLTA Koto Panjang ke daerah tangkapan air waduk telah menyebabkan peningkatan pemanfaatan lahan pada daerah tangkapan air dan di buffer zone waduk oleh masyarakat sehingga menyebabkan hilangnya fungsi daerah tangkapan air dan fungsi buffer zone sebagai sarana untuk mengurangi polusi, penyedia bahan makanan, habitat, estetika, thermal protection bagi ikan dan hewan lainnya, penghambat dan penyaring nutrien serta sedimen yang akan masuk ke badan perairan. Peningkatan pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan pemukiman serta penebangan hutan yang dilakukan masyarakat telah menyebabkan penurunan kualitas perairan yaitu sedimentasi dan eutrofikasi yang merupakan hasil dari akumulasi bahan organik yang terbawa aliran sungai atau aliran permukaan ke dalam waduk. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kecerahan, nutrien (ortofosfat), dan klorofil-a yang mencapai status eutrof pada musim hujan. Hasil penelitian Nur (2006) dan Hatta (2007) juga menunjukkan kandungan klorofil-a telah mencapai eutrof yaitu berturut-turut 12 33,9 mg/m 3 dan 18,29 23,21 mg/m 3. Gambaran kandungan klorofil-a tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan kesuburan perairan dari tahun ke tahun. Peningkatan kesuburan yang terus-menerus dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya dampak yang tidak diinginkan bagi keberlanjutan fungsi waduk, pendangkalan, penurunan kualitas perairan, dan ancaman terhadap keberlangsungan hidup biota yang mendiami perairan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengelolaan demi keberlanjutan fungsi waduk tersebut diantaranya: 1. Pengelolaan daerah buffer zone waduk sebagai daerah tangkapan air dan daerah pelindung kestabilan eutrofikasi waduk yang mengacu pada USDA (1997). USDA (1997) membagi zonasi buffer zone menjadi tiga bagian yaitu zona yang paling atas dari bagian perairan sebagai zona penyaring dengan rumput (grass

14 30 filter strip), zona pertengahan adalah zona hutan yang dikelola (managed forest), dan zona terakhir adalah zona yang berbatasan langsung dengan perairan sebagai zona hutan alami yang toleran terhadap air (native species if available; little or no wood harvesting; water loving or water tolerant species), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Zonasi buffer zone waduk (USDA 1997) 2. Upaya mengendalikan perkembangan fitoplankton sebagai hasil peningkatan nutrien di perairan melalui biomanipulasi dengan cara introduksi ikan piscivor serta pengurangan atau penghilangan ikan planktivor dan benthivor. Secara alami, ikan piscivor akan memakan ikan planktivor dan benthivor. Namun, untuk mempercepat pengurangan populasi ikan planktivor dan benthivor dapat dilakukan melalui penangkapan. Hasil penelitian Jayaweera dan Takashi (1995) menunjukkan bahwa penurunan kepadatan ikan planktivor dan benthivor akan diikuti oleh penurunan biomassa klorofil-a. Starling et al. (2002) juga mengemukakan peranan ikan nila dalam meningkatkan beban internal P secara langsung melalui P eksresi ikan. Sehingga beban internal P dari eksresi ikan dan pelepasan P dari sedimen dapat memicu peningkatan TP dan klorofil-a di perairan. Skema proses eutrofikasi dan proses biomanipulasi disajikan pada gambar 10.

15 31 (a) More algae Low transparency Less zooplankton More plaktivores&benthivore ss Less light for plant Less vegetation Less macrophytes Less piscivores (b) Less algae High transparency More zooplankton More light for plant Less plaktivores & benthivoress More vegetation More piscivores Gambar 10. (a) Skema proses eutrofikasi di danau eutrof, (b) Skema proses biomanipulasi di danau eutrof (Jayaweera dan Takashi 1995)

PENENTUAN STATUS TROFIK WADUK KOTO PANJANG PROPINSI RIAU BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN BEBERAPA PARAMETER LINGKUNGAN

PENENTUAN STATUS TROFIK WADUK KOTO PANJANG PROPINSI RIAU BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN BEBERAPA PARAMETER LINGKUNGAN PENENTUAN STATUS TROFIK WADUK KOTO PANJANG PROPINSI RIAU BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN BEBERAPA PARAMETER LINGKUNGAN ANDI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANEJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang 16 PENDAHULUAN Latar Belakang Rawa sebagai salah satu habitat air tawar yang memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya sebagai pemancingan, peternakan, dan pertanian. Melihat fungsi dan peranan rawa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido Danau memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan secara ekologis maupun secara ekonomis. Secara ekologis danau antara lain sebagai daerah resapan air, sumber

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

PENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN NITROGEN DAN FOSFAT PADA LIMBAH PERKOTAAN

PENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN NITROGEN DAN FOSFAT PADA LIMBAH PERKOTAAN SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN NITROGEN DAN FOSFAT PADA LIMBAH PERKOTAAN Oleh: AULIA ULFAH FARAHDIBA 3307 100

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen 22 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau 1. Profil Waduk Cengklik Boyolali BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Keberadaan waduk dan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan oleh makhluk hidup baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan sebagai penunjang kebutuhan dasar. Oleh karena itu, keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2009 berlokasi di Danau Lido, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 0 48

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan pesisir merupakan wilayah perairan yang banyak menerima beban masukan bahan organik maupun anorganik (Jassby and Cloern 2000; Andersen et al. 2006). Bahan ini berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO OLEH: RIVAL S. NAKI NIM. 631409029 1 KAJIAN HUBUNGAN ANTARA

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

Abstract. Keywords: Koto Panjang reservoir, phosphate, lacustrine and transition

Abstract. Keywords: Koto Panjang reservoir, phosphate, lacustrine and transition 1 Vertical profiles of phosphate in the lacustrine and transition zones in the Koto Panjang Reservoir, XIII Koto Kampar Districts, Kampar Regency, Riau Province. By Sistim Wehalo 1), Asmika H. Simarmata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki ceruk, saluran masuk (inlet), saluran pengeluaran (outlet) dan berhubungan langsung dengan sungai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai (PerMen LH No 28 Tahun 2009). Waduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian 5.1.1 Kondisi Terumbu Karang Pulau Belanda Kondisi terumbu karang di Pulau Belanda berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan mengalir (lotik) dan perairan menggenang (lentik). Perairan mengalir bergerak terus menerus kearah

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sungai adalah tempat berkumpulnya air yang berasal dari hujan yang jatuh di daerah tangkapannya dan mengalir dengan takarannya. Sungai tersebut merupakan drainase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati ruang yang lebih kecil bila dibandingkan dengan lautan maupun daratan, namun demikian ekosistem air tawar memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi dalam suatu media air pada wilayah tertentu. Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi, jika terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii ABSTRAK...

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status trofik merupakan indikator tingkat kesuburan suatu perairan yang dapat ditentukan oleh faktor-faktor yang meliputi nutrien perairan, produktivitas fitoplankton

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Wardhana (2007), pencemaran air dapat disebabkan oleh pembuangan limbah sisa hasil produksi suatu industri yang dibuang langsung ke sungai bukan pada tempat penampungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perairan Wilayah Pulau Pramuka Perairan wilayah Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, terdiri dari rataan terumbu yang mengelilingi pulau dengan ukuran yang bervariasi

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

The Vertical Profile of Nitrate in the Lacustrine and Transition Zone Koto Panjang Reservoir Kampar District Riau Province ABSTRACT

The Vertical Profile of Nitrate in the Lacustrine and Transition Zone Koto Panjang Reservoir Kampar District Riau Province ABSTRACT 1 The Vertical Profile of Nitrate in the Lacustrine and Transition Zone Koto Panjang Reservoir Kampar District Riau Province Simon D. Sihotang 1, Asmika H. Simarmata 2, Clemens Sihotang 2 ABSTRACT This

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perairan Lhokseumawe Selat Malaka merupakan daerah tangkapan ikan yang

I. PENDAHULUAN. Perairan Lhokseumawe Selat Malaka merupakan daerah tangkapan ikan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmiah Perairan Lhokseumawe Selat Malaka merupakan daerah tangkapan ikan yang subur dengan hasil laut yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini berhubungan dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

Profil Vertikal Fosfat di Waduk Bandar Kayangan Lembah Sari Kelurahan Lembah Sari Kabupaten Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru.

Profil Vertikal Fosfat di Waduk Bandar Kayangan Lembah Sari Kelurahan Lembah Sari Kabupaten Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru. Profil Vertikal Fosfat di Waduk Bandar Kayangan Lembah Sari Kelurahan Lembah Sari Kabupaten Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru By: Nursaida Sitompul 1, Asmika Harnalin Simarmata 2, Madju Siagian 2 Abstract

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang diiringi dengan peningkatan kebutuhan pangan salah satunya protein ikan akan turut memicu perkembangan produksi akuakultur. Produksi ikan nila

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold 1 I. PENDAHULUAN Nutrien adalah unsur atau senyawa kimia yang digunakan untuk metabolisme atau proses fisiologi organisme. Nutrien di suatu perairan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I. Kegiatan manusia di sekitar perairan dapat mengakibatkan masuknya

BAB I. Kegiatan manusia di sekitar perairan dapat mengakibatkan masuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia di sekitar perairan dapat mengakibatkan masuknya bermacam substansi ke dalam sistem perairan. Sebagian dari substansi ini secara tidak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci