DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 1 DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT SITI NUR AMANAH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ii RINGKASAN Siti Nur Amanah. C Distribusi Oksigen Terlarut secara Vertikal pada Lokasi Karamba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Dibawah bimbingan Niken TM Pratiwi dan Enan M Adiwilaga. Oksigen terlarut di perairan berperan dalam aktivitas organisme akuatik. Penyediaan oksigen terlarut dapat berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton, difusi dan oksigen bawaan dari aliran air yang masuk ke badan perairan (inflow). Bentuk aktivitas utama dalam pemanfaatan oksigen terlarut adalah respirasi dan dekomposisi yang akan mempengaruhi keseimbangan oksigen terlarut. Kegiatan budidaya KJA akan mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan sisa metabolisme yang akan meningkatkan aktivitas dekomposisi. Kondisi ini akan menyebabkan meningkatnya laju konsumsi oksigen di perairan hingga melebihi laju produksi oksigen sehingga dapat menyebabkan semakin menipisnya lapisan oksik di kolom perairan. Parameter fisika dan kimia seperti suhu, ph, klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton akan sangat mempengaruhi keberadaan oksigen terlarut di perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan distribusi oksigen terlarut secara vertikal dalam berbagai kedalaman selama 24 jam. Penelitian ini dilakukan di Danau Lido selama dua hari dengan kondisi alam yang relatif sama, yaitu pada tanggal 27 dan 28 Mei Kedalaman yang diamati secara vertikal adalah kedalaman 0; 0,6; 1,6; 3,15; 4,25 meter. Analisa data yang digunakan meliputi penentuan tipe distribusi vertikal oksigen terlarut, persen saturasi, laju fotosintesis dan respirasi, dugaan besarnya pasokan oksigen dari aliran air dan difusi dari udara serta pemanfaatan oksigen terlarut untuk proses ekologis, serta ketersediaan oksigen terlarut di perairan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa secara umum konsentrasi DO di danau Lido bervariasi menurut waktu dan kedalaman. Di lapisan permukaan, konsentrasi DO pada siang hari berkisar antara 6,52-7,10 mg/l dan pada malam hari antara 6,81-7,29 mg/l, sedangkan di kedalaman 4,25 m merata antara 0,65-1,29 mg/l. Secara vertikal tipe sebaran oksigen di danau Lido adalah tipe clinograde. Keberadaan DO yang fluktuatif merupakan hasil dari proses produksi dan konsumsi oksigen selama 24 jam. Produksi oksigen yang berasal dari fotosintesis berkisar antara 1,91-4,22 mg/l/hari dan respirasi berkisar antara 1,73-3,65 mg/l/hari. Respirasi yang terukur adalah respirasi oleh mikroorganisme. Suplai oksigen di danau Lido pada siang hari didominasi oleh aktivitas fotosintesis, sedangkan pada malam hari didominasi oleh difusi dan inflow. Ketersediaan oksigen terlarut di kedalaman 4,25 m sudah mencapai nilai negatif pada hasil DO sisa, sehingga dapat dikatakan telah terjadi defisit oksigen di kedalaman tersebut dan kondisi ini diduga dapat mencapai hingga dasar perairan. Kondisi perairan sudah mendekati anoksik sehingga, dapat membahayakan bagi kehidupan ikan-ikan di dalam perairan.

3 iii DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT SECARA VERTIKAL PADA LOKASI KARAMBA JARING APUNG DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT SITI NUR AMANAH C Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 iv LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Distribusi Oksigen Terlarut secara Vertikal pada Lokasi Karamba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat : Siti Nur Amanah : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Pembimbing I, Menyetujui, Pembimbing II, Dr. Ir. Niken T M Pratiwi, M.Si. NIP Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga. NIP Mengetahui. Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP Tanggal Ujian: 21 November 2011

5 i PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul. Distribusi Oksigen Terlarut secara Vertikal pada Lokasi Karamba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Siti Nur Amanah C

6 v PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah AWT atas rahmat dan karunia-nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Distribusi Oksigen Terlarut secara Vertikal pada Lokasi Karamba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Skripsi ini disusun sebagai hasil dari penelitian yang dilakukan pada bulan Mei 2011, yang merupakan salah satu syarat utama untuk mendapatkan gelar sarjana pada setiap perguruan tinggi khususnya di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Niken T M Pratiwi, M. Si. dan Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga selaku dosen pembimbing. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan penyusunan skripsi pada masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan serta bagi upaya pengelolaan sumberdaya perairan dan perikanan. Bogor, Desember 2011 Penulis

7 vi UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Dr. Ir. Niken TM Pratiwi, M.Si dan Dr. Ir. Enan M Adiwilaga, masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi dan akademik yang telah banyak memberikan arahan dan masukan hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc selaku dosen penguji dan Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan program S1, atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan. 3. Ir. Gatot Yulianto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, atas saran dan motivasi serta nasehat yang telah diberikan. 4. Ibu Siti Nursiyamah selaku staf Lab. Biologi Mikro I (BIMI I), Mba Inna, Mba Aay dan ibu Majariana Krisanti serta seluruh staf Lab. Fisika-Kimia Bagian Produktivitas dan Lingkungan (Proling) yang telah banyak membantu selama proses pengamatan baik di lapang maupun di laboratorium hingga selesai. 5. Seluruh staf Tata Usaha dan dosen MSP yang telah banyak memberikan arahan dan masukkannya mengenai skripsi ini. 6. Pihak BRKP dan keluarga pak Pandi yang telah memfasilitasi tempat penilitian untuk memperoleh data yang dibutuhkan. 7. Pihak Bakosurtanal yang telah bersedia memberikan data peta dasar Danau Lido. 8. Keluarga tercinta, mama, bapak, Lina atas do a, kasih sayang, dukungan dan motivasinya. 9. Tim Lido 1 (Ayu, Arif R, Marthin, Eki), tim Lido 2 (Hendry, Desnita, Ade Willy, Dita) atas suka duka, perjuangan, kerjasama dan semangatnya. BIMI I crew (Arif N, Dede, Mega DA, Icha, Armaya, Eci, Zulmi, Wepe), Pondok kemuning crew atas kesetiaannya dalam memberikan semangat dan bantuan dalam kelancaran penulisan skripsi. 10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa MSP (41-45) khususnya MSP 44 dan ITK (Ani, Dino) atas kekompakan dan kerjasamanya sebagai rekan dalam berdiskusi dan memberikan semangat serta bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

8 vii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada tanggal 30 November 1989, dari pasangan Bapak Sudardjo dan Ibu Sahatik. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di TK Tunas Harapan Jakarta (1994), MI Al-Mu awanah Jakarta Selatan (1995), SLTP Islam Al-Hikmah Jakarta Selatan (2001), dan SMAN 63 Jakarta Selatan (2004). Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan Penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Biologi Perikanan pada tahun dan , dan Mata Kuliah Planktonologi pada tahun Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi seperti anggota divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) pada tahun , Sekertaris umum Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (DPM FPIK) pada tahun Penulis juga aktif dalam kepengurusan organisasi mahasiswa daerah yaitu IAS3 (Ikatan Alumni SMA Se-Pesanggrahan dan Sekitarnya) sebagai bendahara umum pada tahun Penulis juga aktif sebagai anggota tim Paduan Suara Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB (ENDEAVOR) pada tahun Selain itu Penulis juga aktif di beberapa kepanitian dan mengikuti seminar di lingkungan kampus IPB. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Distribusi Oksigen Terlarut secara Vertikal pada Lokasi Karamba Jaring Apung di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat.

9 viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan Pemanfaatan oksigen terlarut Penurunan oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion Parameter Pendukung Keberadaan DO Suhu Kecerahan ph Fitoplankton METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun Penelitian pendahuluan Kedalaman kompensasi Penelitian utama Alat dan bahan Pengumpulan dan Pengolahan Data Keberadaan oksigen Keberadaan fitoplankton Kualitas air penunjang a. Parameter fisika a.1. Suhu a.2. Kecerahan b. Parameter kimia b.1. ph c. Parameter biologi c.1. Klorofil-a Analisis Data Analisis tipe distribusi vertikal oksigen terlarut Penentuan persen saturasi oksigen Analisis besarnya laju fotosintesis dan respirasi Analisis dugaan besarnya pasokan oksigen dari aliran air x xi xii

10 ix dan difusi dari udara serta pemanfaatan oksigen terlarut untuk proses ekologis Analisis ketersediaan oksigen terlarut di perairan Analisis hubungan DO dengan parameter biologi HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Distribusi vertikal oksigen terlarut Fluktuasi harian oksigen terlarut Produksi primer Rincian ketersediaan oksigen terlarut Produksi dan konsumsi total oksigen terlarut selama 24 jam Parameter pendukung keberadaan DO a. Suhu b. Kecerahan c. ph d. Klorofil-a e. Kelimpahan plankton Pembahasan KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 48

11 x DAFTAR TABEL Halaman 1. Hubungan antara konsentrasi oksigen terlarut dan suhu pada tekanan udara 760 mmhg Alat dan bahan untuk melakukan pengamatan (APHA 2005) Nilai ph selama 24 jam pada beberapa waktu dan kedalaman Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) yang mendominasi di perairan Danau Lido... 32

12 xi DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema perumusan masalah Tipe distribus vertikal oksigen (Goldman dan Horn 1983) Peta lokasi Danau Lido Peta lokasi pengambilan air contoh Distribusi DO dan suhu pada pengamatan tanggal 16 April Penurunan eksponensial cahaya menurut kedalaman (Beer- Lambert 1983 in ) Distribusi oksigen terlarut (a. Pagi-sore b. Malam-pagi) Persen saturasi konsentrasi oksigen terlarut pada beberapa kedalaman dan waktu pengamatan Fluktuasi harian oksigen terlarut rata-rata GPP dan NPP pada beberapa kedalaman dan waktu pengamatan Grafik rincian ketersediaan oksigen terlarut (DO) rata-rata Grafik produksi dan konsumsi oksigen total rata-rata selama 24 jam Distribusi vertikal suhu rata-rata Konsentrasi klorofil-a... 31

13 xii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Foto lokasi pengambilan contoh dan posisi alat inkubasi Skema peletakan botol BOD per kedalaman Foto alat dan bahan yang digunakan selama penelitian Data rata-rata konsentrasi oksigen terlarut (mg/l) pada beberapa waktu dan kedalaman Persen saturasi di beberapa kedalaman Data produksi primer Data-data rincian proses ketersediaan oksigen terlarut rata-rata Rincian produksi dan konsumsi oksigen terlarut total selama 24 jam Produksi dan konsumsi total pada lapisan perairan dengan luasan tertentu Data suhu selama 24 jam di beberapa kedalaman Data konsentrasi klorofil-a Kelimpahan fitoplankton Data parameter fisika dan kimia perairan Data klimatologi tanggal 27 dan 28 Mei 2011 (BMKG Bogor) Keterkaitan DO dengan klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton... 64

14 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Lido merupakan danau yang terletak di Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Danau ini adalah danau buatan yang mendapat masukan air dari beberapa aliran sungai, seperti Cileteuh, Ciketing, Pereng, dan rembesan-rembesan dari areal perkebunan Pondok Gedeh. Kegiatan budidaya di Danau Lido dikembangkan secara intensif dengan memberikan pakan buatan sebagai pakan utama. Hal ini menyebabkan banyak bahan organik yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan dan sisa ekskresi terakumulasi di dasar perairan. Selanjutnya, hal tersebut akan mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme untuk melakukan proses dekomposisi bahan organik. Pemanfaatan oksigen yang terlalu besar akan menyebabkan semakin menipisnya lapisan oksik sehingga menyebabkan defisit oksigen. Oksigen terlarut di perairan dimanfaatkan oleh seluruh jasad hidup organisme akuatik untuk respirasi, pertumbuhan, perkembangbiakan, proses metabolisme dan untuk dekomposisi bahan organik. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis, proses difusi, dan dari aliran air yang masuk ke badan perairan. Perairan stagnan seperti danau, kandungan oksigen terlarut akan mengalami stratifikasi. Kandungan oksigen terlarut akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Di dasar perairan, proses dekomposisi akan membutuhkan banyak oksigen agar bahan organik dapat terurai. Kandungan oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion sangat sedikit dan bahkan mencapai nol sehingga jika dekomposisi terjadi pada keadaan anaerobik maka akan dihasilkan gas-gas beracun seperti H 2 S, NH 3, dan CH 4. Peningkatan bahan organik di dasar perairan akan mengganggu keseimbangan oksigen terlarut di perairan, karena peningkatan konsumsi oksigen lebih besar dibandingkan dengan tingkat produksi oksigen terlarut. Hal ini dapat menyebabkan lapisan anoksik akan semakin tebal dan lapisan oksik akan menipis yang akan memacu terjadinya defisit oksigen pada perairan.

15 Perumusan Masalah Oksigen terlarut di perairan berperan dalam aktivitas organisme akuatik. Penyediaan oksigen terlarut dapat berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton, difusi dan oksigen bawaan dari aliran air yang masuk ke badan perairan. Bentuk aktivitas utama dalam pemanfaatan oksigen terlarut adalah respirasi dan dekomposisi yang akan mempengaruhi keseimbangan oksigen terlarut (Gambar 1). Kegiatan budidaya KJA akan mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan sisa metabolisme yang akan meningkatkan aktivitas dekomposisi. Kondisi ini akan menyebabkan meningkatnya laju konsumsi oksigen di perairan hingga melebihi laju produksi oksigen sehingga dapat menyebabkan semakin menipisnya lapisan oksik di kolom perairan. Menipisnya lapisan oksik di perairan dapat menyebabkan timbulnya LODOS (Low Dissolved Oxygen Syndrome) terhadap ikan (Nastiti et al in Satria 2007). Kondisi LODOS terjadi pada waktu menjelang pagi, ketika kondisi oksigen telah mencapai titik kritis akibat pemanfaatan oksigen terlarut pada malam hari tanpa diimbangi dengan produksi oksigen. Apabila laju pemanfaatan oksigen lebih tinggi dibandingkan dengan laju produksi oksigen, maka akan sangat dimungkinkan terjadinya defisit oksigen. Selanjutnya, lapisan anoksik akan semakin tebal, sedangkan lapisan oksik akan semakin menipis. Lapisan permukaan perairan memiliki kadar oksigen yang lebih tinggi karena adanya proses fotosintesis dan difusi oleh udara secara langsung, sedangkan pada lapisan dasar perairan kadar oksigen sangat sedikit bahkan mencapai nol dan proses dekomposisi tetap berjalan. Terakumulasinya bahan organik yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan dan sisa metabolisme akan meningkatkan pemanfaatan oksigen untuk dekomposisi, sedangkan pada umumnya dasar perairan dalam kondisi anoksik. Jika proses dekomposisi bahan organik terjadi pada kondisi anaerobik, maka akan dihasilkan gas-gas beracun seperti H 2 S, NH 3, dan CH 4. Adanya laju produksi dan pemanfaatan oksigen yang berbeda dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi ketersediaan oksigen di perairan. Pada siang hari kadar oksigen berada pada kondisi yang baik, ketika cahaya yang dibutuhkan untuk

16 3 proses fotosintesis masih mencukupi. Fotosintesis sebagai penghasil oksigen terbesar dapat berlangsung. Berbeda halnya dengan kondisi malam hari, fotosintesis tidak dapat berlangsung, serta muncul potensi kondisi defisit oksigen, karena pemanfaatan oksigen tetap berlangsung. Hidrodinamik : difusi, aliran yang masuk ke badan perairan + Fotosintesis Respirasi dan dekomposisi + - Keseimbangan O 2 Keterangan: (+) proses produksi oksigen terlarut di perairan (-) proses pemanfaatan oksigen terlarut di perairan Terjadi defisit atau surplus O 2 Gambar 1. Skema perumusan masalah 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan distribusi oksigen terlarut secara vertikal dalam berbagai kedalaman selama 24 jam.

17 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik (Boyd 1982). Oksigen berperan penting sebagai indikator dalam penentuan kualitas suatu perairan (Satria 2007) Sumber oksigen terlarut dalam perairan Oksigen terlarut di perairan bersumber dari proses fotosintesis dan proses difusi dari udara bebas (Boyd 1982). Menurut Schmittou (1990), sebagian besar (90-95%) oksigen masuk ke perairan waduk atau danau melalui proses fotosintesis kemudian oleh difusi dari udara, dan yang paling kecil oleh aliran air yang memasuki badan perairan. Fotosintesis memiliki peranan yang lebih penting dalam mengatur konsentrasi oksigen terlarut di perairan dibandingkan dengan proses fisika (Boyd 1982). Secara umum proses fotosintesis dapat ditunjukkan pada reaksi berikut. 6CO 2 + 6H 2 O C 6 H 12 O 6 + 6O 2 (Cole 1983) Faktor pengontrol yang mempengaruhi kecepatan proses fotosintesis dan konsentrasi oksigen terlarut di perairan adalah suhu, cahaya, konsentrasi nutrien, spesies dari fitoplankton yang hidup di perairan, kelimpahan plankton, turbulensi, dan faktor lainnya. Pada lapisan permukaan hingga perairan kolam, konsentrasi oksigen terlarut akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kelimpahan plankton (Boyd 1982). Difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat meskipun terjadi pergolakan massa air. Laju transfer oksigen tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di lapisan permukaan, konsentrasi saturasi oksigen, dan akan bervariasi sesuai kecepatan angin (Seller dan Markland 1987). Difusi oksigen dari udara bebas terjadi ketika berlangsung kontak antara campuran gas atmospheric dengan air, dengan syarat air berada dalam keadaan undersaturated

18 5 (Boyd 1982). Oksigen bawaan yang masuk ke dalam badan perairan dapat terjadi karena adanya inflow (Wetzel 2001). Odum (1993) menyatakan bahwa perairan tergenang biasanya memiliki stratifikasi secara vertikal yang diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu secara vertikal pada kolom perairan. Bila dibagi berdasarkan ada tidaknya cahaya pada suatu lapisan perairan, maka ada dua kelompok lapisan, yaitu lapisan fotik (eufotik, kompensasi, dan disfotik) dan lapisan afotik. Berdasarkan perbedaan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, stratifikasi vertikal kolom air pada perairan menggenang dikelompokkan sebagai berikut. a. Lapisan eufotik, yaitu lapisan yang masih mendapatkan cukup matahari. Pada lapisan ini oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis lebih besar daripada oksigen yang digunakan untuk respirasi. b. Lapisan kompensasi, yaitu lapisan dengan intensitas cahaya tinggal 1% dari intensitas cahaya permukaan atau yang dicirikan oleh hasil fotosintesis yang sama dengan hasil respirasi. c. Lapisan profundal, yaitu lapisan di bawah lapisan kompensasi dengan intensitas cahaya sangat kecil (disfotik) atau sudah tidak ada lagi cahaya (afotik) Pemanfaatan oksigen terlarut Oksigen terlarut di perairan dimanfaatkan oleh tumbuhan air (termasuk di dalamnya fitoplankton) dan biota perairan lainnya dalam proses respirasi, serta mikroba untuk mendekomposisi bahan organik. Penggunaan oksigen terlarut di perairan untuk respirasi plankton dan mikroorganisme perairan lainnya mencapai 72%, untuk ikan hanya tersedia 22%, digunakan untuk respirasi organisme dasar perairan sebesar 2,9% serta sisanya 3,1% lepas ke udara. Proses respirasi berlangsung sepanjang hari baik siang maupun malam hari, sedangkan fotosintesis berlangsung hanya pada siang hari. Hal ini menyebabkan terjadinya fluktuasi harian kadar oksigen terlarut di lapisan eufotik. Proses respirasi juga berlangsung di seluruh lapisan perairan, sehingga pada lapisan eufotik kadar oksigen cenderung lebih melimpah dibandingkan lapisan di bawahnya. Titik kedalaman terjadinya konsumsi oksigen dalam proses respirasi sama dengan produksi melalui proses fotosintesis disebut kedalaman kompensasi (Widiyastuti 2004). Data mengenai

19 6 konsentrasi oksigen dan tingkat konsumsi sangat berguna untuk menggambarkan sebab dan akibat terjadinya eutrofikasi di perairan (Carlsson et al. 1999) Penurunan oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion Dalam berbagai stratifikasi, oksigen terlarut akan semakin menurun hingga lapisan hipolimnion. Penurunan ini disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi dari pemukaan hingga dasar perairan. Proses yang terjadi pada lapisan hipolimnion adalah proses dekomposisi oleh bakteri serta proses respirasi (Sumawidjaja 1974). Pengurangan kandungan oksigen terlarut pada lapisan hipolimnion yang semakin meningkat selama terjadi stratifikasi bukan hanya karena faktor kedalaman atau pun bertambah tebalnya volume lapisan hipolimnion, melainkan juga karena faktor waktu selama periode stratifikasi. Perbedaan kadar oksigen terlarut awal, selama, dan akhir periode stratifikasi pada suatu kedalaman tertentu dinyatakan sebagai defisit oksigen. Defisit oksigen pada areal hipolimnetik pada sejumlah danau atau waduk dapat mengindikasikan bahwa (Wetzel 2001). a. Defisit oksigen berkorelasi positif dengan produktivitas primer alga fitoplankton. b. Defisit berkebalikan secara proporsional terhadap transparansi epilimnetik (kedalaman Secchi disk). c. Danau dengan konsentrasi total fosfor lebih tinggi memiliki nilai defisit oksigen lebih tinggi pula. d. Defisit cenderung lebih besar terjadi pada danau yang memiliki rata-rata temperatur hipolimnetik musim panas lebih tinggi. e. Defisit oksigen lebih besar pada danau dengan kedalaman rata-rata hipolimnetik yang tebal. Danau dengan hipolimnion tipis dapat memiliki nilai rata-rata deplesi oksigen per unit volume lebih besar namun rata-rata per unit arealnya lebih kecil apabila dibandingkan dengan yang terjadi pada danau dengan hipolimnion tebal (Wetzel 2001). Tipe distribusi oksigen terlarut secara vertikal bervariasi. Tipe distribusi oksigen terlarut dalam suatu perairan secara vertikal menurut Goldman dan Horne (1983) adalah sebagai berikut.

20 7 a. Tipe orthograde: terjadi pada danau yang tidak produktif (oligotrofik) atau danau yang miskin unsur hara dan bahan organik. Konsentrasi oksigen semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman perairan. Peningkatan oksigen pada kondisi ini lebih diakibatkan oleh penurunan suhu dengan bertambahnya kedalaman. b. Tipe clinograde: terjadi pada danau dengan kandungan unsur hara dan bahan organik yang tinggi (eutrofik). Pada tipe ini oksigen terlarut semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman atau bahkan habis sebelum mencapai dasar. Penurunan ini diakibatkan oleh adanya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. c. Tipe heterograde positif dan negatif: pada tipe ini terlihat bahwa fotosintesis dominan terjadi di atas lapisan termoklin dan akan meningkatkan oksigen di bagian atas lapisan metalimnion. d. Tipe anomali: tipe ini terjadi aliran air yang deras, dingin, kaya oksigen dan membentuk sebuah lapisan yang mempunya ciri-ciri sendiri. Keterangan : (a). Tipe orthograde; (b). Tipe clinograde; (c). Tipe heterograde positif dan negatif; (d). Tipe anomali. Gambar 2. Tipe distribusi vertikal oksigen (Goldman dan Horn 1983) 2.2. Parameter Pendukung Keberadaan DO Keberadaan oksigen terlarut di perairan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika, kimia dan biologi yang di antaranya adalah suhu, kecerahan, ph dan fitoplankton yang terkait dengan kelimpahan dan klorofil-a. Faktor fisika, kimia,

21 8 dan biologi tersebut merupakan faktor yang sangat mendukung keberadaan DO di perairan dan keberadaannya sangat berfluktuasi Suhu Suhu suatu perairan sangat dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang jatuh ke permukaan perairan, sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian masuk ke perairan yang disimpan dalam bentuk energi (Welch 1952). Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, biologi badan air. Suhu juga berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan viskositas dan juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O 2, CO 2, N 2, CH 4, dan sebagainya (Haslam 1995). Suhu air yang selalu meningkat menyebabkan oksigen semakin berkurang karena laju konsumsi oleh organisme perairan semakin meningkat seperti yang terlihat pada Tabel 1 (Fang dan Stefan 1997). Tabel 1. Hubungan antar konsentrasi oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan udara 760 mmhg (Cole 1983). Suhu ( o C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg/l) Suhu ( o C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg/l) Suhu ( o C) Konsentrasi O 2 terlarut (mg/l) 0 14, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,3 9 11, , , , , , , , , Kecerahan Kecerahan suatu perairan sangat tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan suatu ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan Secchi disk (Cole 1983). Nilai kecerahan dapat

22 9 dinyatakan dalam satuan meter. Kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi. Pengukuran kecerahan dilakukan pada saat cuaca cerah, melangsungkan proses fotosintesa. Menurut Odum (1993) penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis. Apabila kecerahan pada suatu perairan rendah, berarti perairan itu keruh. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air (Wetzel dan Likens 1991). Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA 2005). Menurut Sumawidjaja (1974) kecerahan air mempengaruhi jumlah dan kualitas sinar matahari dalam perairan. Jumlah dan kualitas sinar matahari ini mempengaruhi kualitas plankton melalui penyediaan energi untuk melangsungkan proses fotosintesis. Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan, memerlukan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Peningkatan kepadatan fitoplankton akan meningkatkan suplai oksigen yang berasal dari fotosintesis, sehingga penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan akan menentukan produktivitas primer suatu perairan (Boyd 1982) ph Nilai ph merupakan salah satu komponen terpenting dan sering digunakan sebagai penentu dalam pengukuran parameter kimia perairan (APHA 2005). Nilai ph air menunjukkan apakah reaksi basa atau asam relatif terhadap titik netral ph 7,0. Nilai ph perairan secara normal berfluktuasi pada siklus siang hari atau diurnal secara primer dipengaruhi oleh kadar-kadar CO 2, kepadatan fitoplankton dan alkalinitas total serta tingkat kesadahan (Schmittou 1991). Nilai ph pada suatu ekosistem sangat penting, karena berhubungan dengan produktivitas biologis. Meskipun toleransi organisme terhadap ph bervariasi, nilai ph antara 6,5-8,5 biasanya menunjukkan kualitas air yang baik (UNEP-GEMS 2006). Nilai ph dalam suatu perairan dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi tersedianya unsur hara serta toksisitas dari unsur-unsur renik. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam

23 10 maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus 2002) Fitoplankton Plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang dan hidup bebas di perairan dengan kemampuan pergerakan yang rendah. Organisme ini merupakan salah satu parameter biologi yang memberikan informasi mengenai kondisi perairan baik kualitas perairan maupun tingkat kesuburannya (Schmittou 1991 in Astuti dan Satria 2009). Fitoplankton memiliki klorofil untuk dapat berfotosintesis, menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat dan oksigen. Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan merupakan sumber kehidupan bagi seluruh organisme akuatik lainnya. Di samping sebagai penghasil oksigen, fitoplankton merupakan makanan bagi konsumer primer yaitu zooplankton. Fitoplankton tergolong sebagai organisme autotrof, yang membangun tubuhnya dengan mengubah unsur-unsur anorganik menjadi zat organik dengan memanfaatkan energi karbon dari CO 2 dan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis (Basmi 1999). Dalam suatu perairan fitoplankton berfungsi sebagai pemasok oksigen terbesar melalui proses fotosintesis, sehingga kelimpahannya dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dalam mensuplai oksigen ke dalam perairan. Selain itu, fitoplankton merupakan bagian dari tumbuhan fotosintetik yang memiliki klorofil-a yang sangat penting, sebagai katalis dan berperan langsung dalam proses fotosintesis. Klorofil-a dapat digunakan sebagai penduga besarnya produksi dan produktivitas primer yang dihasilkan oleh populasi fitoplankton. Dengan melakukan pengukuran klorofil-a, akan diketahui produksi primer bersih dari fitoplankton (Basmi 1999).

24 11 3. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat BT dan LS (Gambar 3). Danau Lido terletak di Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Danau ini adalah danau buatan yang mendapat masukan air dari beberapa aliran sungai, seperti Cileteuh, Ciketing, Pereng, dan rembesan-rembesan dari areal perkebunan Pondok Gedeh. Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan di lapangan dan kegiatan di laboratorium. Kegiatan pengamatan lapang dan pengambilan contoh dilakukan pada tanggal Mei Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 3. Peta lokasi Danau Lido 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun Lokasi pengambilan contoh berada pada outlet yang berdekatan dengan KJA. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kandungan oksigen terlarut yang berada di

25 12 sekitar KJA. Adanya kegiatan KJA mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut di perairan terkait dengan aktivitas respirasi oleh mikroorganisme maupun makroorganisme dan pemanfaatan oksigen untuk proses dekomposisi. Adapun titik lokasi pengambilan contoh yang diamati berada pada koordinat ,9 BT dan ,4 LS (Gambar 4). Gambar 4. Peta lokasi pengambilan air contoh Penelitian pendahuluan Kegiatan dalam penelitian pendahuluan meliputi pengukuran kandungan DO secara vertikal dengan interval kedalaman 1 meter hingga mencapai kedalaman maksimum untuk mendapatkan pola penyebaran oksigen terlarut. Kandungan DO air contoh yang diambil dengan Van Dorn Water Sampler langsung diukur menggunakan DO meter dan metode titrasi Winkler. Kemudian diukur pula tingkat kekeruhan, kecerahan dan intensitas cahaya di Danau Lido. Pengukuran DO pada penelitian pendahuluan dilakukan pada tanggal 16 April 2011 dengan pengukuran di waktu pagi, siang dan sore (Gambar 5). Di samping itu tingkat kekeruhan, kecerahan, dan intensitas cahaya di Danau Lido juga dilakukan secara in situ. Hasil pengukuran tingkat kekeruhan digunakan dalam penentuan kedalaman kompensasi dengan menggunakan metode Beer-Lambert, yang menyatakan bahwa jika tingkat kekeruhan di suatu perairan tidak terlalu tinggi, maka digunakan konstanta 1,7 untuk

26 13 perhitungan kedalaman kompensasi (Beer-Lambert 1983 in ). Kedalaman (m) Keterangan : Konsentrasi DO (mg/l) Pagi Sore Siang Kedalaman (m) Konsentrasi DO (mg/l) a 8 b 8 c 9 9 Pagi Sore Siang a. Pengukuran DO dengan metode titrasi Winkler b. Pengukuran DO dengan alat DO meter c. Pengukuran suhu perairan Gambar 5. Distribusi DO dan Suhu pada pengamatan tanggal 16 April 2011 Kedalaman (m) Suhu ( o C) Pagi Siang Sore Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian pendahuluan ditentukan kedalaman yang dapat mewakili kebutuhan penelitian utama, yaitu 0 m sebagai lapisan permukaan, dikarenakan memiliki konsentrasi oksigen terlarut tertinggi, 0,6 m mewakili kolom perairan, 1,6-3,15 m mewakili kedalaman Secchi dan 4,25 m mewakili kedalaman kompensasi. Di kedalaman 0,6 m diambil sebagai kedalaman yang mewakili kolom perairan dikarenakan di kedalaman tersebut cenderung memiliki konsentrasi oksigen terlarut yang seragam antara permukaan hingga kedalaman 1 meter. Kedalaman 1,6 dan 3,15 m diambil sebagai kedalaman yang mewakili lapisan Secchi dikarenakan bahwa berdasarkan hasil pengukuran kedalaman Secchi pada penelitian pendahuluan pertama adalah di kedalaman 3,15 m dan pada penelitian pendahuluan kedua adalah di kedalaman 1,6 m. Kemudian kedalaman 4,25 m merupakan kedalaman yang mewakili kedalaman kompensasi yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan model Beer- Lambert atau rumus penentuan kedalaman kompensasi.

27 Kedalaman kompensasi Intensitas cahaya matahari berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Hubungan tersebut dijabarkan dalam bentuk kurva sebagaimana yang tampak pada Gambar 6. Pola keberadaan cahaya di kolom perairan digambarkan dengan menggunakan persamaan eksponensial (Beer-Lambert 1983 in ). adalah sebagai berikut. Persamaan eksponensial yang dimaksud = 0 Persamaan kadang-kadang juga ditulis sebagai 0 0 = 0 = = ln 0,01 = 4,6 = Penentuan kedalaman kompensasi dapat ditentukan dengan pendekatan kedalaman Secchi. Nilai 1,7 adalah nilai konstanta untuk menentukan koefisien peredupan yang sesuai untuk perairan yang tingkat kekeruhannya kecil. Dikarenakan nilai kekeruhan di Danau Lido sangat kecil, yaitu sebesar 2 NTU maka diambil konstanta sebesar 1,7. Keterangan: k D Z s E z E 0 Z c = 1,7 = 4,6 = Koefisien peredupan cahaya matahari = Kedalaman Secchi = radiasi pada kedalaman tertentu = radiasi di permukaan = kedalaman kompensasi dalam meter

28 15 Gambar 6. Penurunan eksponensial cahaya menurut kedalaman (Beer-Lambert 1983 in ) Penelitian utama Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, bahwa kedalaman yang diamati pada penelitian utama ini adalah 0 m, 0,6 m, 1,6 m, 3,15 m, dan 4,25 m. Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah DO sebagai parameter utama, produktivitas primer dengan menggunakan metode botol gelap dan terang serta parameter penunjang yang mempengaruhi ketersediaan DO, yaitu kecerahan, suhu, ph, klorofil-a, dan kelimpahan fitoplankton Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan contoh dan pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2: Tabel 2. Alat dan bahan untuk melakukan pengamatan (APHA 2005). Parameter Unit Metode/Alat Keterangan Fisika Suhu C Termometer In situ Kekeruhan NTU Turbidity meter Laboratorium Kecerahan m Secchi disk In situ Kimia ph - Electrometric/pH meter In situ DO mg/l Titrasi winkler In situ Biologi Fitoplankton Ind/l Mikroskop, SRC Ex situ Klorofil-a mg/m 3 Spektofotometrik Laboratorium Produktivitas primer g/l Botol terang gelap In situ

29 Pengumpulan dan Pengolahan Data Keberadaan oksigen Oksigen terlarut merupakan parameter utama dalam penelitian ini. Pengukuran oksigen terlarut juga digunakan untuk menduga besarnya produksi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis dan besarnya pemanfaatan oksigen untuk respirasi dan dekomposisi mikroorganisme. Pengambilan air sampel untuk analisis oksigen terlarut dilakukan menggunakan Van Dorn Water Sampler. Pengukuran terhadap DO dilakukan pada setiap kedalaman yang telah ditentukan dan setiap inkubasi. Pengukuran fotosintesis dan respirasi dilakukan pada setiap kedalaman menggunakan 4 botol, 1 botol gelap dan 2 botol terang, serta 1 botol inisial. Botol gelap dan botol terang diinkubasi selama 4 jam. Waktu inkubasi selama 4 jam diharapkan dapat mewakili waktu pengamatan baik pada siang hari ataupun pada malam hari. Hal ini akan diperoleh untuk pengamatan pada malam hari sebanyak tiga kali amatan dan pada malam hari tiga amatan pula. Kandungan oksigen terlarut pada botol inisial langsung diukur sehingga menggambarkan oksigen saat itu. Pada botol terang terjadi proses fotosintesis, respirasi, dan dekomposisi, sedangkan pada botol gelap terjadi respirasi dan dekomposisi. Pengamatan terhadap besarnya tingkat fotosintesis hanya dilakukan pada siang hari, sedangkan besarnya tingkat respirasi dan dekomposisi dilakukan sepanjang hari selama 24 jam Keberadaan fitoplankton Untuk mengetahui keberadaan fitoplankton, air contoh diambil dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler pada interval kedalaman tertentu hingga mencapai kedalaman kompensasi. Kemudian air contoh disaring dengan menggunakan plankton net dan kemudian dituang ke dalam botol polyetilen 100 ml. Contoh plankton diawetkan dengan larutan Lugol 1% hingga berwarna cokelat seperti air teh. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biomikro Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan mikroskop binokuler model Olympus CH-2 perbesaran 10 x 10 untuk menghitung kelimpahan. Kemudian contoh diamati dengan menggunakan Sedgwick Rafter Counting Chamber (SRC).

30 Kualitas air penunjang a. Parameter fisika a.1. Suhu Suhu diukur dengan menggunakan termometer. Pengukuran suhu dilakukan setiap kedalaman dan setiap waktu inkubasi. a.2. Kecerahan Kecerahan diukur dengan menggunakan Secchi disk sebanyak satu kali dalam 24 jam, yaitu ketika cahaya optimum antara pukul Pengukuran kecerahan dilakukan pada saat matahari tidak tertutup awan. b. Parameter kimia b.1. ph Pengambilan air contoh untuk analisis ph menggunakan Van Dorn Water Sampler. Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan ph stik pada setiap kedalaman dan setiap waktu inkubasi. c. Parameter biologi c.1. Klorofil-a Pengambilan air contoh dilakukan dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler pada interval kedalaman yang telah ditentukan. Air contoh dimasukkan ke dalam botol Polyetilen 1 liter yang kemudian diteteskan dengan larutan MgCO 3 sebanyak 1 ml sebelum air contoh disaring. Botol Polyetilen dilapisi dengan plastik hitam agar tidak terjadi proses fotosintesis. Analisis klorofil-a dilakukan di Laboratorium Fisika-Kimia Perairan Bagian Produktivitas Lingkungan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Analisis Data Analisis tipe distribusi vertikal oksigen terlarut Penentuan tipe distribusi vertikal oksigen terlarut dilakukan berdasarkan data oksigen terlarut yang didapat. Hasil pengukuran oksigen terlarut kemudian dibandingkan dengan distribusi vertikal oksigen terlarut menurut Goldman dan Horne (1983).

31 Penentuan persen saturasi oksigen Konsentrasi oksigen jenuh (saturasi) akan tercapai jika konsentrasi oksigen yang terlarut di perairan sama dengan konsentrasi oksigen terlarut secara teoritis (Tabel 1). Konsentrasi oksigen tidak jenuh terjadi jika konsentrasi oksigen yang terlarut kurang dari konsentrasi oksigen secara teori (Jeffries dan Mills 1996). Selanjutnya, ketika kondisi oksigen di perairan sudah mencapai titik jenuh yang dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan konsentrasi ion, maka perlu dilakukan perhitungan persen saturasi. Kejenuhan oksigen di perairan dinyatakan dengan persen saturasi (Wetzel dan Likens 1991). % saturasi = DO DO t x100% (Wetzel dan Likens 1991). Keterangan: DO DOt : Konsentrasi oksigen terlarut (mg/l) : Konsentrasi oksigen terlarut secara teori (mg/l) Analisis besarnya laju fotosintesis dan respirasi Nilai fotosintesis dapat memberikan gambaran seberapa besar sumbangan oksigen (NPP) yang dihasilkan fitoplankton terhadap perairan danau, sedangkan nilai respirasi dan dekomposisi menggambarkan seberapa besar pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme (plankton dan bakteri). Perbedaan konsentrasi oksigen pada botol terang dan inisial menunjukkan besarnya penambahan oksigen. Sebaliknya perbedaan kandungan oksigen pada botol inisial dan botol gelap menunjukkan besarnya pemanfaatan oksigen. sebagai berikut (Wetzel dan Likens 1991). = Keterangan: NPP R GPP L D I t = = : Net Primary Productivity (mgo 2 /l/jam) : Respirasi dan dekomposisi (mgo 2 /l/jam) : Gross Primary Productivity (mgo 2 /l/jam) : konsentrasi oksigen dalam botol terang (mgo 2 /l) : konsentrasi oksigen pada botol gelap (mgo 2 /l) : konsentrasi oksigen pada botol inisial (mgo 2 /l) : lama inkubasi (jam) Hal tersebut dapat dirumuskan (Wetzel dan Likens 1991).

32 Analisis dugaan besarnya pasokan oksigen dari aliran air dan difusi dari udara serta pemanfaatan oksigen terlarut untuk proses ekologis Sumber oksigen dalam perairan selain berasal dari fotosintesis, juga berasal dari difusi udara dan bawaan aliran air (inflow). Begitu pula dengan pemanfaatan oksigen dalam perairan selain oleh mikroorganisme air (plankton dan bakteri), juga dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh makroorganisme dalam air. Oleh karena itu, perlu pendugaan untuk mengetahui besarnya masukan oksigen selain dari hasil fotosintesis dan besarnya konsumsi oksigen selain oleh plankton dan bakteri. Penentuan keduanya diperoleh dari selisih antara DO aktual t 1 (oksigen terlarut pada saat pengamatan) dan DO sisa (besarnya cadangan oksigen pada waktu sebelumnya (t 0 ) setelah ditambah besarnya produksi oksigen dari fotosintesis dan dikurangi besarnya pemakaian untuk respirasi mikroorganisme selama inkubasi). Pendekatan yang dilakukan sebagai berikut (Boyd 1982). DO aktual t 1 = DO aktual t 0 + F (t1- t0) + D (t1- t0) R1 (t1- t0) R2 (t1- t0) DO aktual t 1 = (DO aktual t 0 + F (t1- t0) + R1 (t1- t0) ) + D (t1- t0) R2 (t1- t0) DO sisa DO aktual t 1 DO sisa = D (t1- t0) R2 (t1- t0) Keterangan : DO aktual t 1 : DO pada saat pengamatan DO aktual t 0 : DO pada pengamatan sebelumnya F (t1- t0) : besarnya produksi O 2 dari fotosintesis t 0 - t 1 D (t1- t0) : besarnya produksi O 2 selain dari fotosintesis dari t 0 - t 1 R1 (t1- t0) : besarnya konsumsi O 2 untuk respirasi mikroorganisme dan dekomposisi bahan organik dari t 0 - t 1 R2 (t1- t0) : besarnya konsumsi O 2 untuk respirasi ikan dan proses yang tidak terukur dalam botol gelap dari t 0 - t 1 DO sisa : sisa DO pada saat t 1 setelah pada t 0 mendapat pasokan dari fotosintesis dan dikurangi respirasi dan dekomposisi D (t1- t0) R2 (t1- t0) : dugaan besarnya sumbangan oksigen selain yang berasal dari proses fotosintesis dan konsumsi oksigen selain yang terukur dalam botol gelap. Apabila DO aktual t 1 lebih besar dari DO sisa (ditunjukkan oleh selisih DO aktual dan DO sisa yang menghasilkan nilai positif), maka masukan oksigen lebih dominan dari luar perairan, seperti difusi dari udara, reaerasi oksigen karena adanya turbulensi massa air, dan masukan oksigen yang dibawa oleh massa air inflow (Boyd 1982).

33 20 Apabila DO aktual t 1 kurang dari DO sisa (ditunjukkan oleh selisih DO aktual dan DO sisa yang menghasilkan nilai negatif), maka konsumsi oksigen oleh ikan atau proses lain yang membutuhkan oksigen selain yang terukur dalam botol gelap, lebih dominan dibandingkan masukan oksigen dari luar perairan. Konsumsi oksigen lainnya (oleh dasar perairan) tidak diperhitungkan (Boyd 1982). digunakan untuk setiap kedalaman yang diamati Analisis ketersediaan oksigen terlarut di perairan Perhitungan Setelah dilakukan pengukuran kandungan oksigen terlarut dan perhitungan fotosintesis dan respirasi, akan dapat dilihat ketersediaan oksigen terlarut dalam perairan. Apabila konsentrasi oksigen pada waktu sebelumnya (cadangan oksigen) ditambah hasil fotosintesis lebih besar dari konsumsi oksigen untuk respirasi dan dekomposisi atau DO sisa lebih dari 0 mg/l, maka dalam perairan tidak terjadi defisit oksigen. Apabila fotosintesis sama dengan respirasi, maka produksi oksigen sebanding dengan pemakaian oksigen. Selanjutnya apabila konsentrasi oksigen pada waktu sebelumnya (cadangan oksigen) ditambah hasil fotosintesis kurang dari respirasi dan dekomposisi, sehingga DO sisa kurang dari 0 mg/l, maka dalam perairan terjadi defisit oksigen Analisis hubungan DO dengan parameter biologi Klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton digunakan sebagai penunjang parameter utama yang merupakan penghasil oksigen yang berasal dari proses fotosintesis. Selanjutnya dilihat pengaruh dari masing-masing parameter terhadap keberadaan oksigen dengan menggunakan analisis regresi dengan persamaan sebagai berikut: 1. Keterkaitan DO dengan klorofil-a y = ax 2 + bx +c Keterangan: y = Parameter utama (DO aktual, NPP, GPP) x = Klorofil-a. 2. Keterkaitan DO dengan kelimpahan fitoplankton y = a ln (x) + b Keterangan: y = Parameter utama (DO aktual, NPP, GPP) x = Kelimpahan fitoplankton.

34 21 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi dan konsumsi oksigen terlarut selama 24 jam. Beberapa parameter penunjang seperti suhu, ph, klorofil-a, dan kelimpahan plankton yang masingmasing parameter tersebut diukur pada kedalaman 0; 0,6; 1,6; 3,15; 4,25 meter pada setiap 4 jam selama 24 jam Distribusi vertikal oksigen terlarut Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, oksigen terlarut pada umumnya menunjukan nilai yang semakin menurun seiring bertambahnya kedalaman seperti yang tertera pada Lampiran 3 dan Gambar 7. Hal ini, dikarenakan proses fotosintesis semakin berkurang dan adanya tingkat konsumsi oksigen yang tinggi untuk respirasi dan proses dekomposisi bahan organik berupa sisa pakan, feses, limbah organik dari kegiatan manusia yang terakumulasi di dasar perairan. Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Oksigen Terlarut (mg/l) H a Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Oksigen Terlarut (mg/l) b H2 Gambar 7. Distribusi oksigen terlarut (a. Pagi-sore b. Malam-pagi) Berdasarkan data yang diperoleh, konsentrasi oksigen terlarut selama 24 jam berkisar antara 6,52-7,29 mg/l pada permukaan perairan dan 0,65-1,29 mg/l pada kedalaman 4,25 m (Lampiran 3 dan Gambar 7). Kisaran konsentrasi oksigen terlarut

35 22 pada pagi hingga sore hari di permukaan sampai kedalaman 4,25 m adalah berkisar antara 0,65-7,10 mg/l dan pada pengamatan malam hingga pagi hari berkisar antara 0,71-7,29 mg/l (Lampiran 3 dan Gambar 7). Nilai distribusi vertikal oksigen terlarut selama pengamatan dapat menunjukkan bahwa pada umumnya Danau Lido menggambarkan tipe perairan clinograde di setiap waktu pengamatan yang dilakukan. Terlihat bahwa semakin bertambah kedalaman, maka konsentrasi oksigen semakin menurun. Persen Saturasi (%) Waktu Pengamatan (jam) Saturasi 0 m 0,6 m 1,6 m 3,15 m 4,25 m Gambar 8. Persen saturasi konsentrasi oksigen terlarut pada beberapa kedalaman dan waktu pengamatan Pengamatan yang dilakukan tidak menunjukkan adanya kondisi saturasi pada seluruh kedalaman dan waktu yang diamati (Gambar 8). Pada umumnya perairan pada kedalaman 0-1,6 m hampir mencapai kondisi saturasi dibandingkan dengan di kedalaman 3,15-4,25 m. Hal ini terkait dengan adanya pasokan oksigen yang berasal dari difusi udara dan aktivitas fotosintesis yang optimal pada kedalaman 0-1,6 m. Berdasarkan data yang diperoleh persen saturasi tertinggi terdapat di permukaan perairan yaitu sebesar 91,48%, terjadi pada pukul (Gambar 8) Fluktuasi harian oksigen terlarut Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu dan kedalaman. Konsentrasi oksigen di kedalaman 0-1,6 m lebih berfluktuasi dibandingkan dengan kedalaman 3,15-4,25 m selama pengamatan 24 jam (Gambar 9).

36 23 Oksigen Terlarut (mg/l) m 0,6 m 1,6 m 3,15 m 4,25 m Waktu Pengamatan (jam) Gambar 9. Fluktuasi harian oksigen terlarut rata-rata Berdasarkan pengamatan, konsentrasi oksigen terlarut tertinggi di kedalaman 0 m pada pukul sebesar 7,29 mg/l. Di kedalaman 0,6; 1,6 dan 4,25 m konsentrasi tertinggi terjadi pada pukul yaitu masing-masing adalah sebesar 6,72; 6,14; dan 1,29 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut pada kedalaman 1,6 meter menunjukkan nilai yang berbeda dari konsentrasi oksigen pada kedalaman sebelumnya. Nilai oksigen pada pengamatan pukul di kedalaman 1,6 m menunjukkan nilai yang paling rendah yaitu sebesar 4,22 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut pada kedalaman 3,15 m dan 4,25 m umumnya berada di bawah nilai 3 mg/l (Gambar 9). Di kedalaman tersebut tetap menunjukkan adanya fluktuasi namun tidak sebesar di kedalaman 0-1,6 m. Konsentrasi oksigen terlarut mulai menurun pada pukul WIB dan terus berkurang hingga pada hari berikutnya. Namun pada kedalaman 3,15 m meningkat pada pukul hingga mencapai 2,88 mg/l Produksi primer Berdasarkan nilai produksi primer yang diukur, secara umum waktu fotosintesis optimum terjadi pada pukul WIB. Namun pengamatan di lapisan permukaan pada pengamatan pukul (Gambar 10.b.), terjadi penurunan jumlah oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis (GPP). Produksi bersih (NPP) atau sumbangan oksigen hasil dari proses fotosintesis mengalami peningkatan di kedalaman 1,6 m pada pukul yaitu sebesar 2,30 mg/l (Gambar 10.a).

37 24 3 a NPP (mg O2/l/4 jam) Waktu Pengamatan (jam) 0 m 0,6 m 1,6 m 3,15 m 4,25 m GPP (mg/o2/l/4 jam) b 0 m 0,6 m 1,6 m 3,15 m 4,25 m Waktu Pengamatan (jam) Gambar 10. GPP dan NPP pada beberapa kedalaman dan waktu pengamatan Nilai produksi bersih (NPP) di kedalaman 3,15 dan 4,25 m sudah mencapai nilai negatif (Gambar 10.a). Pengamatan di kedalaman 3,15 m pukul WIB yaitu sebesar 0,10 mg/l dan di kedalaman 4,25 pada pukul WIB, yaitu sebesar 0,25 mg/l. Nilai GPP yang diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan nilai yang tidak terlalu besar. Hal ini terkait dengan cuaca yang tidak terlalu cerah yang terjadi saat pengamatan. Nilai GPP yang kurang dari nilai NPP di kedalaman 1,6 m diduga karena tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme yang cenderung kurang dari produksi bersih oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis. Namun dari beberapa pengamatan di beberapa kedalaman seperti di kedalaman 0,6; 3,15 dan 4,25 m nilai GPP lebih besar dari nilai NPP (Gambar 10.b) Rincian ketersediaan oksigen terlarut Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh kondisi oksigen terlarut yang bervariasi menurut kedalaman dan waktu pengamatan. Dalam penelitian ini, produksi yang terukur adalah produksi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis

38 25 oleh fitoplankton yang terdapat pada botol terang. Tingkat konsumsi yang terukur adalah tingkat konsumsi oleh mikroorganisme yang terukur pada botol gelap yang berupa proses respirasi dan proses dekomposisi. Suplai oksigen dan konsumsi oksigen yang berasal dari luar perairan tidak diukur lebih lanjut dalam penelitian ini. Namun dilakukan dengan pendugaan yang berasal dari perhitungan selisih antara DO aktual T 1 (pengamatan DO di waktu berikutnya) dengan DO sisa (hasil kegiatan fotosintesis serta konsumsi oksigen yang terukur dari botol terang dan gelap). Nilai DO yang terukur pada pukul merupakan akumulasi dari hasil suplai dan konsumsi oksigen dari waktu pengamatan sebelumnya atau DO T 0 (pukul 06.00) yang telah diinkubasi selama 4 jam. Konsentrasi nilai DO aktual pada pukul (T 0 ) di permukaan perairan adalah sebesar 6,52 mg/l. Konsentrasi yang dihasilkan oleh proses fotosintesis yang terukur pada botol terang selama 4 jam adalah sebesar 1,73 mg/l dan konsentrasi oksigen yang terpakai oleh mikroorganisme yang terukur pada botol gelap selama 4 jam adalah sebesar 1,34 mg/l (Gambar 11). Nilai DO sisa merupakan hasil penjumlahan dari nilai DO T 0 dengan nilai fotosintesis dan kemudian dikurangi dengan hasil respirasi mikroorganisme. Nilai DO sisa yang diperoleh adalah sebesar 5,56 mg/l. Konsentrasi DO pada pukul (T 1 ) adalah sebesar 6,62 mg/l (Gambar 11 dan Lampiran 6). Jika dilihat dari hasil pengamatan, pada pukul WIB memiliki nilai selisih positif pada lapisan permukaan dan kedalaman 3,15 dan 4,25 m, yang ditunjukkan dengan posisi grafik DO sisa di sebelah kiri grafik DO aktual T 1. Adiwilaga et al. (2009) menyatakan bahwa kondisi tersebut dapat menduga suplai oksigen di lapisan permukaan lebih dominan diperoleh dari proses difusi serta aliran yang memasuki badan perairan. Pada kedalaman 0,6 dan 1,6 m menunjukkan nilai selisih negatif (yang ditunjukkan dengan posisi grafik DO sisa di sebelah kanan grafik DO aktual T 1 ) yang berarti bahwa tingkat konsumsi oksigen oleh makroorganisme yang tidak terukur dalam botol gelap lebih dominan. Tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme di lapisan permukaan lebih besar dari tingkat konsumsi oksigen di kedalaman 4,25 m, yaitu sebesar 1,34 mg/l di permukaan dan 0,26 mg/l di kedalaman 4,25 m (Gambar 11.a dan Lampiran 6). Hal ini diduga mikroorganisme lebih aktif di lapisan permukaan pada pagi hari.

39 26 Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Oksigen Terlarut (mg/l) WIB DO aktual GPP Respirasi DO sisa (a) Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Oksigen Terlarut (mg/l) WIB DO aktual GPP Respirasi DO sisa (b) Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Oksigen Terlarut (mg/l) WIB DO aktual GPP Respirasi DO sisa (c) Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Oksigen Terlarut (mg/l) WIB DO aktual Respirasi DO sisa (d) Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Oksigen Terlarut (mg/l) WIB DO aktual Respirasi DO sisa (e) Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Oksigen Terlarut (mg/l) H2 WIB DO aktual 06.00H2 Respirasi DO sisa (f) Gambar 11. Grafik rincian ketersediaan oksigen terlarut (DO) rata-rata

40 27 Hasil pengamatan pada pukul WIB, selisih DO aktual T 1 (DO pukul 14.00) dengan DO sisa menunjukkan nilai negatif di kedalaman 0; 0,6 dan 1,6 m (Gambar 11.b dan Lampiran 6), dengan pola grafik DO aktual T 1 berada di sebelah kiri DO sisa di kedalaman tersebut. Kemudian pada kedalaman 3,15 dan 4,25 m menunjukkan nilai selisih positif, yang ditunjukkan dengan pola grafik DO aktual T 1 berada di sebelah kanan DO sisa. Hasil fotosintesis yang ditunjukkan pada pengamatan pukul WIB cenderung lebih besar dibandingkan dengan tingkat konsumsi oksigen terlarut. Begitu pula dengan hasil pengamatan pada pukul WIB yang menunjukkan nilai selisih yang positif antara DO aktual T 1 (DO pukul 18.00) dengan DO sisa di kedalaman 0; 0,6 dan 4,25 m, sedangkan nilai selisih negatif diperoleh di kedalaman 1,6 dan 3,15 m. Aktivitas pemanfaatan oksigen terlarut oleh mikroorganisme cenderung lebih kecil daripada tingkat produksi oksigen di seluruh kedalaman selama waktu pengamatan (Gambar 11.c dan Lampiran 6). Pengamatan oksigen yang dilakukan pada malam hari tidak berbeda jauh. Namun suplai oksigen pada malam hari hanya berasal dari luar perairan seperti difusi dan aliran yang memasuki badan perairan. Tingkat konsumsi mikroorganisme dan makroorganisme tetap berlangsung sepanjang hari. Pada pengamatan malam hari ( ; dan ) hampir di semua lapisan perairan menunjukkan nilai selisih DO aktual T 1 dan DO sisa yang positif, sehingga menunjukkan bahwa pada malam hari suplai DO yang berasal dari luar perairan lebih dominan dibandingkan dengan tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme yang terukur di dalam botol gelap. Tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme cenderung lebih besar di kedalaman 4,25 m Produksi dan konsumsi total oksigen terlarut selama 24 jam Nilai produksi dan konsumsi oksigen total selama 24 jam dapat terlihat pada Gambar 12. Fotosintesis total ditunjukkan dengan grafik GPP total (Gambar 12.a). Berdasarkan Gambar 12.a ditunjukkan bahwa proses fotosintesis yang terjadi dalam 12 jam dapat memberikan tambahan oksigen yang cukup besar ke perairan khususnya pada lapisan epilimnion. Suplai oksigen yang terbesar berasal dari fotosintesis, terjadi di kedalaman 1,6 meter, yaitu sebesar 4,22 mg/l/hari. Tingkat produksi semakin menurun hingga kedalaman 4,25 meter yaitu sebesar 1,91

41 28 mg/l/hari. Tingkat konsumsi oksigen yang digunakan untuk respirasi mikroorganisme dan proses dekomposisi menunjukkan nilai yang semakin menurun sampai pada kedalaman 3,15 meter dan kemudian meningkat kembali pada kedalaman 4,25 meter yaitu sebesar 2,94 mg/l/hari. Tingkat konsumsi cenderung kurang dari tingkat produksi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis di kedalaman 0,6; 1,6 dan 3,15 m. Di kedalaman 4,25 m tingkat konsumsi oksigen cenderung lebih besar daripada produksi oksigen total. Apabila suplai oksigen yang berasal dari proses lain (difusi udara dan aliran yang masuk ke badan perairan) tidak mencapai lapisan di bawah kedalaman 4,25 m dimungkinkan dapat terjadi defisit oksigen di lapisan dasar perairan. Pada kondisi seperti ini suplai oksigen yang berasal selain dari fotosintesis sangat dibutuhkan. Seperti yang terlihat pada Gambar 12.b. dengan kondisi DO sisa di kedalaman 4,25 m sudah mencapai nilai negatif. 0 Oksigen Terlarut (mg/l/hari) Oksigen Terlarut (mg/l/hari) Kedalaman (m) a Kedalaman (m) b 5 5 GPP total Konsumsi total DO H2 DO sisa Gambar 12. Grafik produksi dan konsumsi oksigen total rata-rata selama 24 jam Grafik DO sisa yang ditunjukkan pada Gambar 12.b. berada disebelah kiri DO aktual T 1 di kedalaman 0; 3,15 dan 4,25 m, yang menunjukkan bahwa suplai oksigen yang berasal dari luar perairan lebih dominan sepanjang hari di lapisan tersebut. Di kedalaman 0,6 dan 1,6 m grafik DO sisa berada di sebelah kanan grafik DO aktual T 1, menunjukkan bahwa konsumsi oksigen untuk respirasi ikan dan proses lain yang tidak terukur dalam botol gelap lebih dominan sepanjang hari. Jika tidak mendapat suplai oksigen dari proses lain, maka perairan akan mencapai kondisi anoksik.

42 29 Produksi dan konsumsi oksigen total selama satu hari dari permukaan hingga kedalaman 4,25 m menunjukkan bahwa tingkat produksi oksigen selama satu hari lebih besar daripada tingkat konsumsi oksigen terlarut (Lampiran 8). Tingkat konsumsi sebesar 9859,62 mgo 2 /m 2 /hari, sedangkan tingkat produksi oksigen adalah sebesar 13613,89 mgo 2 /m 2 /hari. DO sisa memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan DO aktual T 1 dari permukaan hingga kedalaman 4,25 m yaitu dengan nilai DO sisa sebesar 20527,54 mgo 2 /m 2 /hari dan nilai DO aktual T1 adalah sebesar 19241,67 mgo 2 /m 2 /hari (Lampiran 8) Parameter pendukung keberadaan DO a. Suhu Suhu air di permukaan pada pagi hingga sore hari berkisar antara 26,95-28,05 C dan pada malam hingga pagi hari berkisar antara 26,9-27,15 C (Lampiran 9 dan Gambar 13). Di kedalaman 4,25 m pada pagi hingga sore hari berkisar antara 25,65-26,1 C dan pada malam hingga pagi hari suhu berkisar antara 25,35-25,5 C (Lampiran 9 dan Gambar 13). Pada malam hari, suhu di kedalaman 4,25 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang jauh. Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Suhu ( o C) a Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Suhu ( o C) b H2 Keterangan : (a). Pagi-Sore (b). Malam-Pagi Gambar 13. Distribusi vertikal suhu rata-rata Berdasarkan pengamatan, suhu air cenderung menunjukkan penurunan dengan semakin bertambahnya kedalaman. Hal ini terkait dengan perbedaan intensitas cahaya yang masuk ke perairan pada setiap waktu dan kedalaman. Suhu air pada siang dan malam saat pengamatan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang besar.

43 30 Variasi suhu terjadi perlahan-lahan dan perubahan suhu siang dan malam hari relatif kecil (Sumawidjaja 1974). b. Kecerahan Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengamatan, kekeruhan, padatan tersuspensi, dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Nilai kecerahan di Danau Lido adalah sebesar 2,41 meter. Semakin tinggi nilai kecerahan suatu perairan, akan semakin besar pula penetrasi cahaya, sehingga lapisan yang memungkinkan terjadinya fotosintesis oleh fitoplankton akan semakin tebal (Welch 1952). c. ph Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan, nilai ph yang diperoleh bervariasi pada setiap waktu dan kedalaman. Namun tidak menunjukkan adanya fluktuasi. Nilai ph yang diperoleh selama pengamatan adalah berkisar antara 5,5-6,5 pada titik kedalaman yang diamati (Tabel 3). Nilai ph secara keseluruhan menunjukkan adanya penurunan dengan semakin bertambahnya kedalaman. Nilai ph meningkat pada siang hari dan kembali turun pada malam hari. Nilai ph yang meningkat pada siang hari diduga berkaitan dengan aktivitas fotosintesis yang memanfaatkan CO 2, sedangkan penurunan ph pada malam hari diduga berkaitan dengan aktivitas respirasi organisme perairan dan dekomposisi bahan organik yang menghasilkan CO 2 yang bersifat asam yang tanpa diimbangi dengan adanya proses fotosintesis. Hal ini menyebabkan nilai ph yang cenderung turun dengan meningkatnya CO 2. Tabel 3. Nilai ph selama 24 jam pada beberapa waktu dan kedalaman D (m) ph H ,5 6, , ,5 6 5, , , , ,25 5, ,5 6 5,5 5,5 Keterangan : D : Kedalaman (m)

44 31 d. Klorofil-a Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan tingkat produktivitas primer di perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofila sangat terkait dengan kondisi lingkungan suatu perairan. Beberapa parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya dan nutrien (terutama nitrat dan posfat). Gambar 14. Konsentrasi klorofil-a Berdasarkan hasil pengukuran terhadap konsentrasi klorofil-a diketahui bahwa nilai konsentrasi klorofil-a dari setiap pengamatan dan setiap kedalaman yang diamati berkisar antara 88,93-385,69 g/l. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat pada kedalaman 0,6 m dan terendah terdapat pada kedalaman 4,25 m (Gambar 14). e. Kelimpahan plankton Kedalaman (m) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Klorofil-a ( g/l) Kelimpahan fitoplankton dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dapat mensuplai oksigen ke dalam perairan tersebut. Hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton yang berupa oksigen kemudian akan dilepas ke perairan dan ke atmosfer. Laju fotosintesis tidak hanya ditentukan oleh kelimpahan melainkan juga ditentukan oleh jenis dan ukurannya. Kelimpahan fitoplankton yang tertinggi terdapat di permukaan perairan yaitu sebesar 2818 sel/l dan kelimpahan terendah terdapat di kedalaman 3,15 m yaitu sebesar 8 sel/l. Berdasarkan data yang diperoleh, jenis fitoplankton yang mendominasi di perairan danau Lido di hampir semua lapisan perairan adalah dari kelas Dinophyceae (Tabel 4).

45 32 Tabel 4. Kelimpahan kelas fitoplankton (sel/l) yang mendominasi di perairan danau Lido Kelas Kedalaman (m) 0 m 0,6 m 1,6 m 3,15 m 4,25 m Dinophyceae Bacillariophyceae Chlorophyceae Jumlah Fitoplankton tersebut melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Dalam penelitian ini diduga masukan oksigen yang berasal dari fotosintesis hanya sampai pada pukul karena cahaya optimum yang terjadi pada umumnya di waktu tersebut. Proses fotosintesis sudah tidak efektif lagi setelah waktu tersebut. Hal ini terkait dengan intensitas cahaya yang semakin berkurang akibat cuaca yang redup. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa fitoplankton memberikan kontribusi yang nyata terhadap ketersediaan oksigen melalui proses fotosintesis, sedangkan di kedalaman yang tidak mendapat masukan cahaya matahari seperti pada kedalaman 3,15 dan 4,25 m, fitoplankton tidak memberikan kontribusi yang nyata, karena terkait dengan cahaya yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk melakukan fotosintesis sangat terbatas. Suplai oksigen pada kedalaman yang tidak mendapat masukan cahaya, maka suplai oksigen diperoleh dari hasil difusi dari permukaan yang mengalir ke kedalaman tersebut dan dari aliran yang masuk ke badan perairan. Suplai oksigen yang berasal dari luar perairan diduga terjadi selama 24 jam dan hampir di seluruh lapisan perairan Pembahasan Oksigen terlarut merupakan parameter kimia perairan yang sangat dibutuhkan oleh seluruh organisme maupun mikroorganisme akuatik untuk dapat memenuhi kebutuhan respirasi, metabolisme dan dekomposisi. Konsentrasi oksigen akan semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman dan meningkatnya suhu. Ketersediaan oksigen terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis fitoplankton dan difusi udara bebas serta aliran yang memasuki badan perairan (inflow).

46 33 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Danau Lido, konsentrasi oksigen terlarut pada umumnya semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman (Lampiran 3 dan Gambar 7). Penurunan konsentrasi oksigen diakibatkan karena adanya aktivitas pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme maupun makroorganisme untuk respirasi dan dekomposisi bahan organik. Konsentrsasi oksigen yang berada di permukaan hingga kedalaman 1,6 m pada umumnya masih cenderung tinggi yaitu di atas 3 mg/l. Konsentrasi oksigen yang tinggi di permukaan hingga kedalaman 1,6 m sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masih dapat mencapai kedalaman tersebut sehingga proses fotosintesis masih dapat berlangsung secara optimum. Selain itu, suplai oksigen juga dipengaruhi oleh adanya difusi dari udara bebas. Pada kedalaman yang lebih dalam (3,15-4,25 m) konsentrasi oksigen cenderung menurun (kurang dari 3 mg/l). Hal ini dikarenakan proses fotosintesis di kedalaman tersebut sudah semakin berkurang. Intensitas cahaya yang masuk di kedalaman tersebut sangat sedikit dan hampir tidak ada, sehingga suplai oksigen di kedalaman tersebut lebih dipengaruhi dengan adanya aliran yang masuk ke badan perairan (inflow), sedangkan tingkat konsumsi oleh makroorganisme dan mikroorganisme tetap berlangsung di semua lapisan perairan dan sepanjang hari. Boyd (1982) menyatakan bahwa difusi oksigen dari udara bebas terjadi ketika berlangsung kontak antara campuran gas atmospheric dengan air, dengan syarat air berada dalam keadaan undersaturated. Difusi oksigen dari udara bebas ke perairan berlangsung sangat lambat meskipun terjadi pergolakan massa air. Laju transfer oksigen ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di permukaan, konsentrasi saturasi dan akan bervariasi sesuai kecepatan angin (Seller dan Markland 1987). Oksigen yang memasuki badan perairan dapat terjadi karena adanya inflow. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, fotosintesis pada umumnya lebih efektif terjadi pada kedalaman sedikit di bawah lapisan permukaan, yaitu kedalaman 0,6 m dan 1,6 m. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 7 bahwa dari beberapa hasil pengamatan yang dilakukan, konsentrasi oksigen pada pengamatan pagi hingga siang hari menunjukkan konsentrasi oksigen yang lebih tinggi. Diduga bahwa aktivitas fotosintesis yang lebih optimum di kedalaman tersebut. Intensitas cahaya

47 34 yang berada di permukaan yang terlalu tinggi serta suhu yang meningkat sehingga beberapa jenis fitoplankton yang tidak toleran terhadap kondisi tersebut bergerak menuju lapisan di bawah permukaan. Seperti yang ditunjukkan pada hasil klorofil-a (Gambar 14), bahwa konsentrasi klorofil-a lebih besar di kedalaman 0,6 m yaitu sebesar 385,69 g/l dan di kedalaman 1,6 m sebesar 362,96 dibandingkan dengan di kedalaman lainnya. Kelimpahan fitoplankton (Tabel 4) di kedalaman 0,6 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di lapisan permukaan. Intensitas cahaya yang sangat kuat menyebabkan laju fotosintesis terhambat (photo inhibition). Pola distribusi oksigen terlarut secara vertikal selama 24 jam pada pengamatan yang dilakukan selama dua hari cenderung tidak menunjukkan perbedaan antara siang dan malam (Lampiran 3 dan Gambar 7). Konsentrasi oksigen terlarut tertinggi umumnya terjadi di permukaan perairan dan terendah terjadi pada kedalaman 4,25 m hingga dasar perairan sepanjang hari. Distribusi vertikal oksigen terlarut selama dua hari, dapat menggambarkan bahwa di danau Lido adalah tipe clinograde pada setiap waktu pengamatan sepanjang hari. Menurut Goldman dan Horne (1983) bahwa tipe clinograde menggambarkan suatu danau dengan kandungan unsur hara dan bahan organik yang tinggi (eutrofik). Pada tipe ini oksigen terlarut semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman atau bahkan habis sebelum mencapai dasar. Penurunan ini diakibatkan oleh adanya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Seller dan Markland (1987) menyatakan bahwa tipe ini menggambarkan suatu perairan yang eutrofik yaitu kondisi perairan yang memiliki unsur hara yang tinggi. Konsentrasi oksigen yang rendah pada lapisan bawah menunjukkan adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang intensif untuk proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari lapisan atas. Kondisi saturasi atau kejenuhan oksigen suatu perairan tercapai ketika konsentrasi oksigen yang terukur di perairan sama dengan konsentrasi oksigen terlarut secara teoritis (Jeffries dan Mills 1996). Menurut Boyd (1982) bahwa jika suatu perairan mengalami kondisi undersaturated, maka perairan masih mendapat suplai oksigen terlarut dari atmosfer. Namun, jika suatu perairan mengalami supersaturated, maka oksigen yang berada di perairan akan terlepas ke atmosfer. Pada pengamatan yang dilakukan, rata-rata konsentrasi oksigen tidak menunjukkan

48 35 adanya kondisi saturasi pada seluruh kedalaman dan waktu yang diamati (Gambar 8). Persen saturasi tertinggi tercapai ketika pengamatan pada pukul WIB di permukaan perairan sebesar 91,48%. Hal ini diduga bahwa suplai oksigen di waktu tersebut lebih dominan terjadi akibat adanya difusi udara bebas yang mempengaruhi perairan, seperti yang ditunjukkan dari hasil selisih DO aktual T 1 (DO 22.00) dan DO sisa yang bernilai positif (Lampiran 6) yang dapat menduga hal tersebut, sehingga tidak perlu dikhawatirkan akan adanya defisit oksigen di lapisan tersebut pada malam hari. Nilai kejenuhan (saturasi) oksigen menggambarkan kondisi oksigen yang terdapat di dalam badan air. Semakin tinggi nilai kejenuhan oksigen, maka semakin kecil defisit oksigen dalam badan air tersebut dan sebaliknya. Tinggi dan rendah dari suatu nilai kejenuhan oksigen dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang terkandung di dalam badan air. Hal ini terkait dengan aktivitas pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme untuk proses dekomposisi secara aerob. Semakin banyak senyawa organik yang terakumulasi di badan perairan, maka akan semakin besar tingkat pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme sehingga dapat memicu adanya defisit oksigen (Barus 2002). Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu dan kedalaman. Konsentrasi oksigen di kedalaman 0-1,6 m lebih berfluktuasi dibandingkan dengan kedalaman 3,15-4,25 m selama pengamatan 24 jam, baik siang maupun malam (Gambar 9). Konsentrasi oksigen terlarut pada siang hari cenderung lebih tinggi daripada malam hari. Kondisi ini dikarenakan adanya intensitas cahaya matahari yang mencukupi untuk proses fotosintesis pada siang hari yang memberikan suplai oksigen yang lebih besar selain suplai yang berasal dari proses lain seperti difusi dan aliran yang masuk ke badan perairan. Pada malam hari, perairan hanya mendapat masukan oksigen berasal dari difusi dan adanya oksigen bawaan dari inflow. Selain itu, tingkat konsumsi oksigen pada malam hari tidak diimbangi dengan adanya pasokan oksigen dari fotosintesis, sementara tingkat konsumsi oksigen oleh organisme perairan terjadi sepanjang waktu sehingga konsentrasi oksigen semakin menurun. Konsentrasi oksigen terlarut yang menurun pada siang hari, seperti yang terdapat pada pengamatan di kedalaman 1,6 m yaitu mencapai sebesar 4,22 mg/l

49 36 pada pukul WIB (Gambar 9), sedangkan hasil fotosintesis (GPP) dan produksi bersih (NPP) yang ditunjukkan pada Gambar 10 memiliki konsentrasi oksigen yang cukup besar. Hal ini diduga bahwa adanya aktivitas pemanfaatan oksigen oleh makroorganisme selain yang terukur di dalam botol gelap seperti ikan yang lebih dominan sehingga keberadaan oksigen semakin menurun seperti yang dapat ditunjukkan oleh hasil selisih antara DO aktual T 1 (DO pukul 10.00) dengan DO sisa yang menunjukkan nilai negatif (Lampiran 6) yang dapat menduga hal tersebut. Perlu diwaspadai adanya defisit oksigen jika hal ini berlangsung sepanjang hari. Secara umum konsentrasi oksigen terlarut menurun setelah pukul WIB pada lapisan permukaan hingga kedalaman 1,6 m (Gambar 9), diduga bahwa aktivitas fotosintesis sudah mulai menurun, sedangkan makroorganisme cenderung berkumpul di kedalaman tersebut dan melakukan aktivitas respirasi hingga malam hari. Konsentrasi oksigen terlarut yang meningkat pada malam hingga pagi hari, seperti yang ditunjukkan pada pengamatan pukul dan di hari berikutnya (Gambar 9), di kedalaman 3,15 dan 4,25 m, lebih dipengaruhi oleh adanya suplai oksigen yang berasal dari luar perairan. Dapat diduga dari hasil selisih DO aktual T 1 dengan DO sisa yang bernilai positif di waktu dan kedalaman yang telah disebutkan, yang dapat menduga bahwa perairan tersebut cenderung mendapat suplai oksigen dari luar perairan di waktu dan kedalaman yang disebutkan sehingga tidak akan terjadi defisit oksigen. Produksi primer merupakan hasil dari proses fotosintesis oleh organisme autotrof yang berupa energi kimia dan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh organisme lainnya. Gattuso dan Jauhert (1990) menjelaskan bahwa proses fotosintesis secara maksimum jarang tercapai dikarenakan adanya faktor pembatas di antaranya suhu, intensitas cahaya, konsentrasi nutrien, kelimpahan fitoplankton dan jenis dari fitoplankton yang terdapat di perairan tersebut. Fotosintesis memiliki peranan yang lebih penting dalam mengatur konsentrasi oksigen terlarut di perairan dibandingkan dengan proses fisika. Barnes dan Mann (1994) in Pitoyo dan Wiryanto (2002) menyatakan bahwa produktivitas primer suatu ekosistem perairan pada dasarnya merupakan hasil perubahan energi cahaya matahari menjadi energi kimia dalam tubuh organisme autotrof perairan tersebut melalui fotosintesis. Jumlah seluruh bahan organik yang

50 37 terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas primer kotor (GPP/ Gross Primery Produtivity) atau yang disebut juga sebagai laju fotosintesis total, termasuk bahan organik yang habis digunakan dalam respirasi selama waktu pengukuran. Produktivitas primer bersih merupakan istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produktivitas primer kotor yang sebagian digunakan oleh tumbuhan untuk respirasi. Produktivitas primer bersih (NPP/ Net Primery Productivity) ialah penyimpanan bahan organik di dalam jaringan-jaringan tumbuhan yang merupakan kelebihan dari proses respirasi oleh organisme autotrof selama jangka waktu pengukuran. Nilai produktivitas primer dapat digunakan sebagai indikasi tentang tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan (Barus et al. 2008). Berdasarkan hasil dari pengamatan yang telah dilakukan menujukkan bahwa produksi primer masih berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen. Produksi primer yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil GPP cenderung lebih besar dari nilai NPP di beberapa kedalaman dan waktu pengukuran (Gambar 10). Hal ini diduga bahwa tingkat konsumsi oleh mikroorganisme cenderung lebih besar, sehingga bahan organik yang dihasilkan selama waktu pengamatan terpakai kembali untuk proses penguraian bahan organik, menyebabkan produksi bersih yang dihasilkan dari proses fotosintesis cenderung lebih rendah. Namun nilai NPP yang terdapat di kedalaman 1,6 m pukul cenderung lebih besar dari nilai GPP. Hal ini diduga bahwa laju konsumsi oksigen yang terjadi selama proses pengamatan cenderung lebih kecil sehingga hasil produksi bersih yang akan digunakan oleh organisme heterotrof semakin besar konsentrasinya. Produktivitas primer dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah intensitas cahaya yang memegang peranan sangat penting dalam proses fotosintesis, konsentrasi klorofil-a yang menyerap energi cahaya yang kemudian merubah energi kimia menjadi bahan organik sebagai hasil akhir fotosintesis, kemudian adalah suhu perairan. Menurut Barus (2002) bahwa laju fotosintesis akan meningkat 2-3 kali lipat untuk setiap kenaikan suhu 10 C. Namun pada kondisi cahaya dan suhu yang terlalu ekstrim justru akan menghambat laju fotosintesis. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi fotosintesis adalah unsur hara yang tersedia di perairan tersebut yang digunakan oleh organisme autotrof untuk proses fotosintesis.

51 38 Oksigen terlarut di dalam perairan dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan maupun proses dekomposisi, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Selain itu oksigen juga dibutuhkan dalam proses oksidasi untuk perombakan (dekomposisi) bahan organik oleh mikroorganisme (Salmin 2005). Hasil Pengamatan menunjukkan bahwa kondisi oksigen terlarut bervariasi menurut kedalaman dan waktu pengamatan (Gambar 11). Ketersediaan oksigen secara rinci selama 24 jam yang diamati masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen untuk aktivitas organisme perairan. DO aktual T 1 menggambarkan kondisi DO di waktu 4 jam berikutnya, ketika aktivitas konsumsi dan produksi oksigen berlangsung selama waktu pengamatan. DO sisa menggambar seberapa besar hasil DO yang berada di perairan setelah adanya proses produksi yang dikurangi dengan konsumsi oksigen. DO sisa dapat pula menggambarkan bagaimana kondisi oksigen terlarut di waktu berikutnya. Berdasarkan perhitungan, diperoleh bahwa pada pengamatan yang dilakukan pada siang hari (pukul 06.00, dan 14.00) oksigen di kolom perairan cenderung dikonsumsi oleh makroorganisme seperti ikan yang berada di kawasan KJA maupun ikan liar yang berada di sekitar perairan. Hal ini terlihat dari hasil selisih DO aktual T 1 dan DO sisa yang menunjukkan nilai negatif di kolom perairan, sedangkan aktivitas respirasi dan dekomposisi pada siang hari cenderung lebih kecil. Hasil selisih di permukaan dan di kedalaman 4,25 m cenderung menunjukkan hasil yang positif selama waktu pengamatan di siang hari. Hal ini diduga bahwa proses lain yang dapat mensuplai ketersediaan oksigen terlarut di perairan lebih dominan daripada tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme. Terlihat bahwa pada pengamatan siang hari laju produksi (GPP) cenderung lebih besar darpada laju konsumsi oksigen oleh mikroorganisme, sehingga dapat dimungkinkan tidak akan terjadi defisit oksigen di siang hari sehingga perairan di danau Lido tidak akan mencapai kondisi anoksik hingga di kedalaman 4,25 m. Pengamatan yang dilakukan pada malam hari menunjukkan bahwa suplai oksigen tidak lagi berasal dari proses fotosintesis, dikarenakan intensitas cahaya yang tidak ada pada malam hari. Seperti yang terlihat pada pengamatan malam hari (pukul 18.00, dan 02.00), bahwa hasil selisih antara DO aktual T 1 dengan DO sisa menunjukkan nilai positif, yang dapat menduga bahwa perairan lebih dominan

52 39 mendapat pasokan oksigen dari luar perairan seperti adanya inflow dan difusi pada malam hari, sedangkan aktivitas pemanfaatan oksigen oleh makroorganisme cenderung lebih kecil. Tingkat konsumsi oleh mikroorganisme yang terukur pada botol gelap cenderung lebih besar khususnya di kedalaman 3,15 dan 4,25 m pada malam hari. Hal ini diduga bahwa aktivitas dekomposisi oleh mikroorganisme cenderung lebih besar sehingga pemanfaatan oksigen pun lebih besar. Pengamatan yang dilakukan selama waktu inkubasi (setiap 4 jam), keberadaan oksigen masih dapat mencukupi untuk kebutuhan organisme perairan selama 24 jam. Namun pada produksi dan konsumsi total selama 24 jam, nilai selisih DO aktual T 1 dengan DO sisa menunjukkan nilai negatif di kedalaman 4,25 m yaitu sebesar 1,68 mg/l (Gambar 12 dan Lampiran 7). Hal ini menandakan bahwa di kedalaman tersebut sudah mendekati kondisi anoksik, sehingga perlu diwaspadai akan terjadi defisit oksigen di kedalaman tersebut, karena tingkat konsumsi oleh mikroorganisme lebih besar daripada tingkat produksi oksigen. Seperti yang terlihat pada Gambar 12.a menunjukkan nilai konsumsi total sebesar 2,94 mg/l/hari dan produksi total sebesar 1,91 mg/l/hari. Diduga hal ini terjadi sepanjang hari dan jika dibiarkan, maka kondisi defisit akan terjadi. Berdasarkan hasil perhitungan produksi dan konsumsi total di seluruh kedalaman menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen total di seluruh kedalaman, selama satu hari pada luasan tertentu lebih kecil daripada tingkat produksi oksigen total dari seluruh kedalaman selama satu hari (Lampiran 8). DO aktual yang terhitung lebih kecil daripada DO sisa. Hal ini dapat menunjukkan bahwa selama satu hari di seluruh kedalaman pada luasan 1m 2, konsentrasi oksigen di Danau Lido tidak menunjukkan adanya defisit oksigen dikarenakan tingkat produksi yang lebih besar dari tingkat konsumsi oleh mikroorganisme. Namun pada DO aktual yang lebih kecil daripada DO sisa dapat menunjukkan bahwa defisit oksigen dapat terjadi dikarenakan konsumsi oksigen selain dari mikroorganisme yang cenderung lebih besar di perairan tersebut di seluruh kedalaman selama satu hari. Menurut Swingle (1968) in Salmin (2005) bahwa kandungan oksigen terlarut minimum adalah 2 mg/l dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Pada kondisi kritis, ketika oksigen terlarut mencapai 2 mg/l, maka organisme makrobentik akan mati, sedimen di dasar perairan semakin tebal, dan bioturbasi terhenti (Koschorreck et al. 2011).

53 40 Kemudian Huet (1970) in Salmin (2005) menyatakan bahwa idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%. Welch (1952) menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya penurunan kandungan oksigen dalam air di antaranya adalah respirasi organisme dalam air, baik hewan maupun tumbuhan, yang berlangsung sepanjang hari. Penyebab utama lainnya adalah proses dekomposisi bahan organik yang terlarut dan yang terakumulasi di dasar perairan. Konsentrasi oksigen yang rendah diduga terjadi pada malam hari, dikarenakan suplai oksigen yang hanya diperoleh dari proses difusi dan inflow, sehingga tidak mencukupi kebutuhan organisme lainnya dan dapat menimbulkan adanya defisit oksigen di kedalaman 4,25 m, sedangkan laju konsmusi berlangsung sepanjang hari di kedalaman tersebut. Keberadaan oksigen terlarut dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia, seperti suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills 1996). Sebaran suhu yang dihasilkan pada pengamatan di Danau Lido diakibatkan karena adanya perbedaan tingkat intensitas cahaya matahari yang diserap setiap kolom perairan. Penurunan suhu di kedalaman 4,25 m dikarenakan semakin berkurangnya pemanasan air oleh sinar matahari karena bertambahnya kedalaman. Suhu pada siang hari cenderung lebih tinggi daripada suhu pada malam hari, selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya, suhu perairan juga dipengaruhi oleh suhu udara yang terdapat disekitar danau. Menurut data BMKG Bogor (2011) bahwa suhu udara selama waktu pengamatan (27 dan 28 Mei 2011) pada siang hari dapat mencapai 31,3 C yaitu pada pukul WIB sedangkan suhu udara terendah mencapai 23,4 C yaitu pada pukul WIB. Berdasarkan data yang diperoleh, grafik distribusi oksigen secara vertikal yang diamati masih menunjukkan adanya dua macam lapis kedalaman antara permukaan dan lapisan dasar perairan baik pada siang hari maupun pada malam hari. Hal ini menunjukkan bahwa sangat kecil kemungkinan untuk terjadinya pembalikan massa air karena suhu permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di dasar perairan sepanjang hari selama waktu pengamatan. Menurut Welch (1952), jumlah cahaya yang jatuh ke permukaan air sangat mempengaruhi suhu suatu perairan. Cahaya yang jatuh ke

54 41 perairan sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian lagi masuk ke perairan yang disimpan dalam bentuk energi. Sebaran suhu yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman tidak sesuai dengan hasil pengamatan DO yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman di perairan Danau Lido. Diduga terdapat faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap keberadaan oksigen di perairan yaitu adanya aktivitas respirasi dan dekomposisi di kedalaman 4,25 m dan suplai oksigen yang tinggi di lapisan permukaan. Tingkat kecerahan menjadi faktor penting dalam mengontrol produktivitas perairan, karena terkait dengan tingkat penetrasi cahaya yang akan menentukan laju fotosintesis dan produktivitas primer. Menurut Welch (1952) bahwa semakin tinggi nilai kecerahan suatu perairan, akan semakin besar pula penetrasi cahaya, sehingga lapisan yang memungkinkan terjadinya fotosintesis oleh fitoplankton akan semakin tebal. Berdasarkan nilai kecerahan, menurut Seller dan Markland (1987) berdasarkan tingkat kesuburannya bahwa perairan di Danau Lido dapat dikatakan termasuk ke dalam tipe Hiper-eutrofik yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas primer yang sangat tinggi. Pada perairan ini tingkat kecerahan tinggi dan kondisi anoksik hanya terjadi di lapisan hipolimnion. Aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton akan mempengaruhi nilai ph di suatu perairan. Nilai ph yang tinggi pada siang hari menunjukkan bahwa adanya pemanfaatan CO 2 yang bersifat asam oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis, sehingga konsentrasi CO 2 akan semakin menurun. Nilai ph yang rendah pada malam hari berkaitan dengan kandungan CO 2 yang meningkat pada malam hari, akibat aktivitas respirasi yang meningkat pada malam hari yang tidak termanfaatkan penggunaannya untuk proses fotosintesis, karena CO 2 bersifat asam. Nilai ph yang rendah di kedalaman 4,25 m diduga karena aktivitas dekomposisi bahan organik yang meningkat oleh bakteri sehingga jumlah CO 2 tinggi. Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di perairan. Klorofil terdiri dari tiga jenis yaitu klorofil-a, b, dan c. Ketiga jenis klorofil ini sangat penting dalam proses fotosintesis tumbuhan yaitu suatu proses yang merupakan dasar dari pembentukan zat-zat organik di alam. Kandungan klorofil yang paling dominan dimiliki oleh fitoplankton adalah klorofil-

55 42 a. Oleh karena itulah klorofil-a dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesuburan perairan (Samawi 2001 in Rasyid 2009). Konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada kedalaman 0,6 m dan 1,6 m, walaupun kelimpahan fitoplankton pada kedalaman tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan yang berada dipermukaan, diduga karena jenis fitoplankton yang berada di kedalaman 0,6 m mengandung konsentrasi klorofil-a yang paling banyak (Gambar 14 dan Lampiran 10). Kelimpahan fitoplankton dapat menggambarkan seberapa besar kemampuan suatu perairan dapat mensuplai oksigen ke dalam perairan tersebut. Hasil samping fotosintesis adalah berupa oksigen yang akan dilepaskan ke perairan dan ke atmosfer. Berdasarkan pengamatan, fitoplankton yang berasal dari kelompok Dinophyceae memiliki kelimpahan yang lebih tinggi di beberapa kedalaman (Tabel 8). Namun jenis dari fitoplankton kelas ini sangat sedikit (Lampiran 11). Menurut Lewis (1978) in Astuti dan Satria (2009), di danau daerah tropik di Filipina ditemukan Chlorophyceae, Dinophyceae, Cyanophyceae yang mempunyai kelimpahan yang lebih tinggi karena kondisi pencahayaan yang tinggi. Hal ini sesuai, dikarenakan Danau Lido berada di Indonesia yang beriklim tropis sehingga memiliki kondisi pencahayaan yang tinggi pula. Kelimpahan fitoplankton di kedalaman 4,25 m masih terlihat cukup tinggi. Dapat diindikasikan bahwa pada kedalaman ini masih mendapat suplai oksigen yang berasal dari fotosintesis, karena kedalaman tersebut masih mencapai kedalaman kompensasi, sehingga cahaya masih dapat menembus kedalaman ini dan fotosintesis masih dapat berlangsung walaupun hanya sedikit. Kedalaman ini merupakan kedalaman kompensasi, yang memiliki kondisi produksi oksigen dari proses fotosintesis sama dengan kebutuhan oksigen untuk aktivitas respirasi oleh organisme di dalamnya. Intensitas cahaya yang mencapai di kedalaman tersebut hanya 1%. Klorofil-a dan kelimpahan fitoplankton dapat mempengaruhi keberadaan oksigen terlarut yang berasal dari proses fotosintesis. Hal ini dapat dilihat pada persamaan GPP = -0,00003 (klorofil-a) 2 + 0,019 (klorofil-a) 1,538 untuk keterkaitan DO dengan klorofil-a dan persamaan GPP = 0,369 ln (kelimpahan) 1,377 untuk keterkaitan DO dengan kelimpahan fitoplankton. Dari persamaan tersebut, GPP akan memiliki nilai 0 mg/l atau tingkat produksi dan konsumsi

56 43 oksigen sama, ketika konsentrasi klorofil-a sebesar 220,814 µg/l dan kelimpahan fitoplankton sebesar 41,75 ind/l yang terjadi di kedalaman antara 1,6-3,15 meter. Terlihat bahwa nilai GPP di kedalaman 3,15 m telah mencapai nilai sebesar 0,29 mg/l (Lampiran 5). Konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut sudah mencapai nilai dibawah 3 mg/l dan tidak dapat mencukupi untuk kebutuhan ekologis. Tingkat konsumsi oksigen akan semakin bertambah hingga kedalaman yang semakin dalam, sehingga akan memacu adanya defisit oksigen di kedalaman yang semakin dalam. Dapat terlihat bahwa nilai DO sisa di kedalaman 4,25 m sudah mencapai nilai negatif, yang menandakan terjadinya kondisi defisit oksigen (Gambar 12.b). Hal ini terjadi karena aktivitas pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme lebih besar dibandingkan dengan tingkat produksi oksigen. Berdasarkan uraian yang dijelaskan, secara teoritis konsentrasi oksigen terlarut di Danau Lido, khususnya pada lokasi pengamatan sudah mengalami defisit oksigen terlarut di kedalaman 4,25 meter. Kondisi ini diduga dapat berlangsung hingga dasar perairan. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut diduga akibat peningkatan pemanfaatan oksigen untuk proses dekomposisi bahanbahan organik yang berasal dari kegiatan budidaya ikan pada KJA dan aktivitas pariwisata. Pengelolaan yang dapat dilakukan di Danau Lido adalah dengan memperhatikan kegiatan budidata KJA dalam pemberian pakan dan perkembangan atau penambahan jumlah unit KJA. (1.) Perlu adanya pengangkatan KJA yang sudah tidak terpakai. Banyaknya jumlah KJA yang sudah tidak terpakai menyebabkan tertutupnya lapisan perairan sehingga penetrasi cahaya yang masuk ke perairan sangat terbatas. (2.) Pemberian pakan yang didasarkan pada bobot ikan, yaitu penambahan pemberian pakan berdasarkan penambahan bobot ikan. (3.) Penggunaan sistem aerasi mulai dari kedalaman 4 meter untuk meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman tersebut hingga dasar perairan. (4.) Pelaksanaan budidaya secara polikultur, yaitu penggunaan jaring ganda, sehingga pakan berlebih yang tidak termakan oleh ikan pada jaring pertama akan dimakan oleh ikan pada jaring kedua yang berada di bawahnya. (5.) Penggunaan sistem Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) untuk kegiatan pariwisata agar limbah hasil buangan yang dihasilkan tidak membahayakan kondisi perairan Danau Lido.

57 44 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Secara vertikal, tipe sebaran oksigen terlarut di Danau Lido adalah tipe clinograde. Keberadaan DO yang berfluktuasi merupakan hasil dari proses produksi dan konsumsi oksigen selama 24 jam. Suplai oksigen di Danau Lido pada siang hari didominasi oleh aktivitas fotosintesis, sedangkan pada malam hari didominasi oleh difusi dan inflow. Di kedalaman 4,25 m, nilai produksi oksigen kurang dari konsumsi oksigen atau telah terjadi defisit oksigen Saran Perlu adanya penambahan konsentrasi oksigen terlarut di kedalaman 4 m agar kondisi oksigen terlarut tidak mengalami defisit. Proses penambahan oksigen terlarut dapat dilakukan dengan menerapkan metode aerasi atau injeksi di kedalaman tersebut.

58 45 DAFTAR PUSTAKA Adiwilaga EM, Hariyadi S, & Pratiwi NTM Perilaku Oksigen Terlarut Selama 24 Jam Pada Lokasi Karamba Jaring Apung di Waduk Saguling, Jawa Barat. Limnotek. 16 (2): Astuti Lp & Satria H Kelimpahan dan Komposisi Fitoplankton di Danau Sentani, Papua. Limnotek. 16(2): APHA (American Public Health Association), AWWA (American Water Works Assocition) dan WPFC (Water Pollution Control Federation) Standard methods for the examination of water and waste water. 21 th ed. Baltimore, MD p. Bakosurtanal Peta Rupa Bumi Indonesia1 : Lembar Ciawi. 1st ed. Barus TA Pengantar limnologi. Jurusan Biologi. FMIPA. USU. Medan. 164 p. Barus TA, Sinaga SS dan Tarigan R Produktivitas primer fitoplankton dan hubungannya dengan faktor fisika-kimia air di perairan Parapat, Danau Toba. Jurnal Biologi Sumatera. 3(1): Basmi J Planktonologi: Bioekologi plankton algae. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. BMKG, Data Klimatologi Bogor Bulan Mei Boyd CE Water quality in warm water fish pond. Departemen of Fisheries Allied Aquaculture, Agriculture Experimental Station Auburn University. Auburn. Alabama. 482 p. Carlsson L, Persson J & Hakanson L A Management Model to Predict Seasonal Variability in Oxygen Concentration and Oxygen Consumption in Thermally Stratified Coastal Waters. Ecological Modelling. 119: Cole GA Textbook of limnology. 3 rd ed. Waveland Press. USA. Fang Xing & Stefan HG Simulated climate change effects on dissolved oxygen characteristics in ice-covered lakes. Ecological modelling. 103: Gattuso JP & Jauhert J Effect of light on oxygen and carbon dioxide fluxes and on metabolic quotients measured in situ in a zooxanthellate coral. The American of Limnology and Oceanography, Inc. 35(8):

59 46 Goldman, CR dan Horne AJ Limnology. Mc Graw Hill International Book Company. Tokyo. 464 pp. Haslam SM River pollution and ecological perspective. John Wiley and Sons. Chichester, UK. 253 p. Henderson-Sellers B & Markland HR Decaying Lakes: The origins and control of cultural eutrophication. John Wiley and Sons Ltd. Great Britain. x+254 p. Jeffries DS and Mills D Freshwater ecology, principles, and applications. John Wiley and Sons. Chichester, UK. 285 p. Koschorreck M, Boehrer B, Friese K, Geller W, Schultze M & Potthof W Oxygen depletion induced by adding whey to an enclosure in an acidic mine pit lake. Ecological Engineering. 37: Odum EP Fundamentals of ecology. WB Saunders Co Publishing. New York. Octaviany MJ Fluktuasi kandungan oksigen terlarut selama 24 jam pada lokasi karamba jaring apung Ciputri di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pitoyo A dan Wiryanto Produktivitas Primer Perairan Waduk Cengklik Boyolali. Biodiversitas. 3(1): Prescott GW The Fresh Water Algae, University of Montana. IOWA. Rasyid A Distribusi Klorofil-a Pada Musim Peralihan Barat-Timur di Perairan Spermonde Propinsi Sulawesi Selatan. J. Sains & Teknologi. 9(2): Salmin Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. 30 (3): Satria Kristiawan Dwika Kajian Oksigen Terlarut Selama 24 Jam Pada Lokasi Karamba Jaring Apung di Waduk Saguling, Kabupaten Bandung. [skripsi]. Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schmittou HH Cage culture : A method of fish production in Indonesia. FDRP. Central Research Institute For Fisheries, Jakarta, Indonesia. 114 pp. Sumawidjaja K Limnologi. Proyek peningkatan mutu perguruan tinggi. IPB. 81 p.

60 47 [UNEP-GEMS] United Nation Environmental Programe Global Environmental Monitoring System Water quality for ecosystem and human health. National Water Research Institute 867 Lakeshore Road Burlington. Ontario. L7R 4A6 Canada. Welch PS Limnology. 2 nd ed. McGraw-Hill book Company, Inc. New York, Toronto, London. 538 p. Wetzel RG Limnology: Lake and River Ecosystems. p rd ed. Academic Press. San Diego, Ma p. Wetzel RG dan Likens GE Limnological analyses. 2 nd. Springer-Verlag. New York. 391 p. Widyastuti E Ketersediaan oksigen terlarut selama 24 jam secara vertikal pada lokasi perikanan karamaba jaring apung di waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor The Environment Light. [Terhubung Berkala]. [22 Februari 2011].

61 LAMPIRAN 48

62 49 Lampiran 1. Foto lokasi pengambilan contoh dan posisi alat inkubasi Gambar 18. Lokasi penelitian Gambar 19. Peletakan alat inkubasi

63 Lampiran 2. Skema peletakan botol BOD per kedalaman. 50

64 51 Lampiran 3. Foto alat dan bahan yang digunakan selama penelitian Vacuum pump DO-meter Van dorn water sampler ph stick Botol semprot Reagen dan suntikan Botol BOD Secchi disk Lux meter Gelas ukur dan erlenmeyer Kertas saring Mikroskop Plankton net

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT PADA LAPISAN HIPOLIMNION PASCAAERASI DI DANAU LIDO, BOGOR, JAWA BARAT ARIF RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2011 di kawasan KJA Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat (Lampiran

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal penambangan pasir tepatnya di Kampung Awilarangan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur. Sebagai

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 4). Kegiatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2011 di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido terletak pada koordinat posisi 106 48 26-106 48

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2009 berlokasi di Danau Lido, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 0 48

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA, PURWAKARTA

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA, PURWAKARTA PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA, PURWAKARTA AGUSTINA SINUHAJI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

I. PENENTUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE OKSIGEN. Secara sederhana fotosintesis dapat dinyatakan dalam reaksi sebagai berikut:

I. PENENTUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE OKSIGEN. Secara sederhana fotosintesis dapat dinyatakan dalam reaksi sebagai berikut: I. PENENTUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE OKSIGEN Produktivitas primer di perairan menggambarkan jumlah energi cahaya yang diserap dan disimpan oleh jasad produser (fitoplankton) dalam bentuk bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

PENYEBARAN OKSIGEN TERLARUT DARI SUNGAI CICENDO DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT

PENYEBARAN OKSIGEN TERLARUT DARI SUNGAI CICENDO DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT PENYEBARAN OKSIGEN TERLARUT DARI SUNGAI CICENDO DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT WENING MURIASIH SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C

KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG Oleh : Muhammad Reza Cordova C24104056 DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42" ' 47" Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42 ' 47 Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor 3. METODE PENELITIAN 5.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2009, berlokasi di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Sampel yang didapat dianalisis di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

Tabel 1. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda (Prihadi 2004)

Tabel 1. Karakteristik Waduk Ir. H. Juanda (Prihadi 2004) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Waduk Ir. H. Juanda Waduk merupakan badan perairan yang dibentuk dengan membangun dam melintasi sungai sehingga air bendungan berada di belakang dam (Ryding dan Rast

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode Purposive

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen 22 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Kendari bagian dalam yang secara geografis terletak pada 3 o 57 50-3 o 5 30 lintang selatan dan 122 o

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Sungai berperan sebagai jalur transport terhadap aliran permukaan, yang mampu mengangkut berbagai jenis bahan dan zat bila dipandang dari sudut hidrologis.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Masing-masing kegiatan tersebut dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK IR. H. JUANDA, PURWAKARTA

PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK IR. H. JUANDA, PURWAKARTA PENGARUH PENCAMPURAN MASSA AIR TERHADAP KETERSEDIAAN OKSIGEN TERLARUT PADA LOKASI KERAMBA JARING APUNG DI WADUK IR. H. JUANDA, PURWAKARTA AFINA PRATIWI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat 107 o 14 15-107 o 22 03 LS dan 06 o 41 30-06 o 48 07 BT. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR

TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR TINGKAT KONSUMSI PADA DUA POPULASI KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN GULMA AIR PUNGKY KUMALADEWI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido Danau memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan secara ekologis maupun secara ekonomis. Secara ekologis danau antara lain sebagai daerah resapan air, sumber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI

PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI Pertemuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth)

BAB III METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Tambak Cibalong (Sumber : Google Earth) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 15 Juni sampai dengan 6 Juli 2013 di perairan tambak udang Cibalong, Kabupaten Garut (Gambar 2). Analisis

Lebih terperinci

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM Transformasi Energi dan Materi dalam Ekosistem KONSEP ENERGI Energi : kemampuan untuk melakukan usaha Hukum Thermodinamika 1 : Energi dapat diubah bentuknya ke bentuk lain,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari peninjauan lokasi penelitian pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: BETZY VICTOR TELAUMBANUA 090302053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU LIDO BERKAITAN DENGAN PEMANFAATANNYA UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA PERIKANAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG

DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU LIDO BERKAITAN DENGAN PEMANFAATANNYA UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA PERIKANAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU LIDO BERKAITAN DENGAN PEMANFAATANNYA UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA PERIKANAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG FREDRIK TAMBUNAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013. Tempat penelitian di Situ Cileunca, Kecamatan pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Lebih terperinci

STUDI FLUKTUASI BAKTERI TERKAIT DENGAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA TAMBAK INTENSIF WENI PEBRIANI

STUDI FLUKTUASI BAKTERI TERKAIT DENGAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA TAMBAK INTENSIF WENI PEBRIANI STUDI FLUKTUASI BAKTERI TERKAIT DENGAN PARAMETER KUALITAS AIR PADA TAMBAK INTENSIF WENI PEBRIANI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN

HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN ZOOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR JEMBATAN SURAMADU KECAMATAN LABANG KABUPATEN BANGKALAN Novi Indriyawati, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi dalam suatu media air pada wilayah tertentu. Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi, jika terjadi

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERCAMPURAN BERBAGAI KOLOM AIR TERHADAP KADAR DO (Dissolved Oxygen) DI KARAMBA JARING APUNG (KJA) DI WADUK SAGULING, KABUPATEN BANDUNG

PENGARUH PERCAMPURAN BERBAGAI KOLOM AIR TERHADAP KADAR DO (Dissolved Oxygen) DI KARAMBA JARING APUNG (KJA) DI WADUK SAGULING, KABUPATEN BANDUNG PENGARUH PERCAMPURAN BERBAGAI KOLOM AIR TERHADAP KADAR DO (Dissolved Oxygen) DI KARAMBA JARING APUNG (KJA) DI WADUK SAGULING, KABUPATEN BANDUNG ADIB NUGROHO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4. Lokasi penelitian di Perairan Selat Nasik, Belitung, April 2010.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4. Lokasi penelitian di Perairan Selat Nasik, Belitung, April 2010. 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di perairan Selat Nasik Kabupaten Belitung pada bulan April 2010 dan di perairan Estuari Donan Cilacap pada bulan Juni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunitas Chironomid Makroavertebrata benthik atau sering kita sebut benthos adalah hewan yang tidak bertulang belakang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dari 0,5 mm. Menurut

Lebih terperinci