TEKNIK IMOTILISASI MENGGUNAKAN EKSTRAK HATI BATANG PISANG (Musa spp) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI KERING IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNIK IMOTILISASI MENGGUNAKAN EKSTRAK HATI BATANG PISANG (Musa spp) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI KERING IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)"

Transkripsi

1 TEKNIK IMOTILISASI MENGGUNAKAN EKSTRAK HATI BATANG PISANG (Musa spp) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI KERING IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) Rizki Rakhmat Abdullah DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASILPERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

3 RINGKASAN RIZKI RAKHMAT ABDULLAH. C Teknik Imotilisasi Mengunakan Ekstrak Hati Batang Pisang (Musa spp) dalam Simulasi Transportasi Kering Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum). Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan RONI NUGRAHA. Metode anestesi banyak digunakan dalam transportasi kering biota perairan dengan tujuan mempertahankan tingkat kemampuan hidup melalui perlambatan metabolisme tubuhnya. Biota yang ditransportasikan dengan metode anestesi merupakan biota yang rentan terhadap perubahan kondisi dalam pengangkutan, salah satunya ikan. Ikan bawal tawar merupakan ikan budidaya yang masih cukup baru diperkenalkan di industri perikanan tanah air, namun karena hasil penyebarannya mendapat respon dari para pembudidaya ikan. Konsumsi ikan bawal tawar semakin hari semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu onset pingsan, tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar dengan pemberian bahan anestesi ekstrak hati batang pisang dan tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar dalam simulasi transportasi kering. Penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu penelitian tahap pertama, penelitian tahap kedua dan penelitian ketiga. Penelitian tahap pertama meliputi pengukuran kualitas media air, persiapan media pengisi serbuk gergaji serta bawal air tawar uji dan ekstrak hati batang pisang. Penelitian tahap kedua meliputi Pembiusan ikan bawal air tawar dengan bahan anestesi hati batang pisang dengan konsentrasi 5, 10 dan 15 % dengan pembedaan kandungan batang pisang tunas, muda dan tua. Tahap ini dilakukan pencatatan waktu, tingkah laku ikan dan kelulusan hidup ikan bawal. Penelitian tahap ketiga dilakukan uji coba kedalam simulasi transportasi dengan melakukan percobaan pada meja getar dengan melakukan penghitungan kadar glukosa darah dan kelulusan hidup ikan pada simulasi. Media air yang digunakan dalam penelitian memiliki kualitas yang hampir sama dengan habitat asal bawal air tawar sehingga layak digunakan untuk proses adaptasi/pemeliharaan, pemingsanan dan pembugaran bawal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses tingkah laku ikan saat perlakuan memiliki fase-fase dari normal, kehilangan keseimbangan, pingsan ringan dan pingsan. Konsentrasi terbaik didapatkan dengan konsentrasi ekstrak batang pisang 10 % pada perlakuan batang pisang muda dengan nilai kelulusan hidup 86,67 % dan waktu pingsan selama 91,67 menit. Pada simulasi transportasi ikan bawal air tawar di dapatkan pada jam ke 1, 2, dan 3 memiliki tingkat kelulusan hidup 100 % sedangkan dari jam 4, 5, dan 6 mengalami penurunan dari 86,67 %, 66,67 % dan 40 %. Pengujian kualitas air dilakukan dan terjadi pengaruh terhadap kualitas air media. Kenaikan kadar glukosa darah pada saat transportasi terjadi kadar glukosa ikan dari 113 mg/l menjadi 259 mg/l.

4 TEKNIK IMOTILISASI MENGGUNAKAN EKSTRAK HATI BATANG PISANG (Musa spp) DALAM SIMULASI TRANSPORTASI KERING IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) Rizki Rakhmat Abdullah C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul :Teknik Imotilisasi Mengunakan Ekstrak Hati Batang Pisang (Musa spp) dalam Simulasi Transportasi Kering Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Nama : Rizki Rakhmat Abdullah NIM : C Program studi : Teknologi Hasil Perairan Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil Roni Nugraha S.Si, M.Sc.NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil. NIP: Disahkan Tanggal :

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Teknik Imotilisasi Menggunakan Ekstrak Hati Batang Pisang (Musa spp) dalam Simulasi Transportasi Kering Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2012 Rizki Rakhmat Abullah C

7 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr, Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat meyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi hasil penelitian ini berjudul Teknik Imotilisasi Menggunakan Ekstrak Hati Batang Pisang (Musa spp) dalam Simulasi Transportasi Kering Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil selaku dosen pembimbing dan selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 2. Roni Nugraha S.Si, M.Sc selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan arahan serta bimbingan. 3. Dr. Sugeng Heri Suseno S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang memberikan pengarahan dan bimbingan 4. Ayah dan Ibu, kakak serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan motivasi kepada penulis. 5. Mas Ipul, Mba lastri, dan Mas Fikri atas bimbingan kepada penulis selama melakukan penelitian di laboratorium. 6. Mas Andre dan Ummi yang telah membantu penulis untuk mendapatkan sample batang pisang 7. Azwin, Dika, Adi, Taufik dan Izzati yang telah membantu penulis dalam penelitian ini 8. Teman-teman THP angkatan 44 atas kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.

8 9. Adik-adik kelas angkatan 45, 46 dan 47 yang memberikan motivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari pembaca. Akhirnya penulis berdoa semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya dan mendapatkan ridha Allah SWT. Amin. Bogor, Juni 2012 Penulis

9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Maret Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan ayah bernama Dr. Didi Suprijadi MM dan ibu bernama Dra Adriani. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SDN Jatinegara Kaum 13 Pagi pada tahun 1995 hingga tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 92 Jakarta. Penulis lulus SMP pada tahun Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMAN 59 Jakarta pada tahun 2004 dan lulus pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis masuk dalam pengurusan Dewan Perwakilan Mahasiswa TPB , DKM Al Hurryah IPB , Dewan Perwakilan Mahasiswa FPIK , BEM FPIK IPB , BEM KM IPB Kabinet IPB BERSAHABAT dan koordinator DPW HIMAPIKANI Selain itu, penulis juga aktif sebagai koordinator asisten mata kuliah Penanganan Hasil Perairan Sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul Teknik Imotilisasi Menggunakan Ekstrak Hati Batang Pisang (Musa spp) dalam Transportasi Kering Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum), Di bawah bimbingan di bawah bimbingan Dr.Ir. Ruddy Suwandy, MS, M.Phil dan Roni Nugraha S.Si, M.Sc

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Bawal Air Tawar (colossoma macroponum) Morfologi dan Sifat Bawal Air Tawar Kualitas Air Bawal Air Tawar Pohon Pisang Anestesi Transportasi Hidup Sistem Kering METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Prosedur dan Tahapan Penelitian Metode penelitian Analisis data HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Persiapan hewan uji dan bahan pemingsan Pengujian kualitas air Penelitian Tahap Kedua Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan Waktu onset pingsan Tingkat kelulusan hidup ikan Penelitian Tahap Ketiga v

11 4.3.1 Pengujian kualitas air Pengujian kelulusan hidup ikan bawal dalam simulasi transportasi kering Kadar glukosa darah Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA vi

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Ikan bawal air tawar (Colossoma macroponum) Penampang melintang batang pisang Diagram alir penelitian tahap kedua Diagram alir penelitian tahap ketiga Grafik pengaruh perlakuan terhadap waktu onset Grafik tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar saat anestesi Grafik tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar pada simulasi transportasi vii

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Paramater kualitas air Respon tingkah laku ikan Metode analisis kualitas air Hasil analisis kualitas air Tingkah laku ikan pemberian ekstrak hati batang pisang tunas Tingkah laku ikan pemberian ekstrak hati batang pisang muda Tingkah laku ikan pemberian ekstrak hati batang pisang tua Hasil analisis kualitas air viii

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Bobot ikan Ekstrak hati batang pisang Biota uji Hasil analisis data waktu pingsan Hasil analisis data kelulusan hidup ikan ix

15 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Metode anestesi banyak digunakan dalam transportasi kering biota perairan dengan tujuan mempertahankan tingkat kemampuan hidup melalui perlambatan metabolisme tubuhnya. Senyawa organik banyak digunakan sebagai bahan anestesi, misalnya senyawa golongan alkaloid dan senyawa aromatik. Senyawa golongan alkaloid antara lain saponin, treonin, dan morfin, sedangkan contoh senyawa aromatik yaitu eugenol, elemycin, myristicin, dan safrole. Fungsi pada senyawa alkaloid seperti analgesik, antibakteri, dan anti kanker banyak digunakan dalam bidang farmasi. Senyawa aromatik juga sering digunakan terutama dalam industri kosmetik dan industri makanan. Eugenol dan myristicin dijadikan sebagai aroma khas pada industri parfum. Anestesi dalam bidang perikanan banyak diterapkan para pemilik hatcery,untuk mempermudah pemindahan biota ke dalam bak angkut. Selain itu, metode anestesi juga banyak dilakukan untuk memingsankan biota perairan yang akan ditransportasikan ke suatu wilayah. Bahan anestetik alami yang sudah diteliti untuk diaplikasikan dalam transportasi ikan antara lain ekstrak biji karet, minyak cengkeh, ekstrak ubi kayu (Habibie 2006) dan bahan alami lainnya yang mengandung zat anestesia. Selain bahan alami tersebut, hati pisang (Mussa sp) diduga dapat digunakan untuk memingsankan ikan. Bagian buah pisang yang dapat digunakan untuk bahan anestesi adalah hati batang pisang. Ekstrak hati batang pohon pisang mengandung beberapa jenis senyawa aktif yaitu saponin dengan kandungan yang paling banyak, kemudian flavonoid dan tannin, serta tidak mengandung alkaloid, steroid dan triterpenoid. Adanya senyawa-senyawa yang terkandung dalam hati batang pohon pisang dapat diduga menjadi bahan anestesi yang baik. Biota yang ditransportasikan dengan metode anestesi merupakan biota yang rentan terhadap perubahan kondisi dalam pengangkutan, salah satunya ikan. Ikan bawal tawar merupakan ikan budidaya yang masih cukup baru diperkenalkan di industri perikanan tanah air, namun karena hasil penyebarannya mendapat respon dari para pembudidaya ikan. Konsumsi ikan bawal tawar semakin hari semakin

16 2 meningkat. Ikan bawal tawar memiliki rasa daging yang gurih dan enak, meski cukup banyak duri pada dagingnya. Petani ikan yang sebelumnya memelihara ikan mas beralih memelihara ikan bawal tawar, karena potensi ekonomi yang lebih menguntungkan. Melambungnya harga pakan ikan akhir-akhir ini menjadi salah satu alasan mengapa mereka beralih ke budidaya ikan bawal tawar karena ikan bawal tawar makannya mudah, pemakan segala (omnivora) (DKP 2010). 1.2 Tujuan 1) Mengetahui waktu onset pingsan, 2) Tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar dengan pemberian bahan anestesi ekstrak hati batang pisang 3) Tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar dalam simulasi transportasi kering. 4) Mengetahui kandungan glukosa darah

17 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum ) Ikan bawal yang telah tersebar dan berkembang serta dikenal oleh masyarakat Indonesia termasuk jenis Colossoma spp, yaitu macropomum dan bracipomum. Kedua jenis ikan bawal ini mirip atau identik dengan jenis (spesies) ikan bawal yang disebut Cachama (C. oculus) yang berkembang dan hidup di Amerika dan Venezuella. (Ostergaard 2009). Ikan ini merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis cukup tinggi dan berasal dari Brazil. Pada mulanya ikan bawal diperdagangkan sebagai ikan hias, namun karena pertumbuhannya cepat, nafsu makan tinggi serta termasuk pemakan segalanya (omnivora). Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik, disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai daging ikan gurami dan dapat mencapai ukuran besar. Masyarakat menjadikan ikan tersebut sebagai ikan konsumsi sehingga produksinya tiap tahun semakin meningkat (Chobyah 2001). Morfologi ikan bawal dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Bawal air tawar (Colossoma macropomum) (sumber:anonim a 2008) Klasifikasi ikan bawal air tawar (C. macropomum) menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Chordata : Pisces : Cypriniformes : Characidae : Colossoma : Colossoma macropomum,

18 4 Habitat hidup bawal air tawar adalah sungai. Bawal air tawar banyak ditemukan di Sungai Amazon, Brazil dan Sungai Orinoco, Venezuela. Hidupnya bergerombol di daerah yang aliran sungainya deras, namun dapat ditemukan pula di daerah yang airnya tenang, terutama saat berupa benih. Ikan ini dapat hidup dengan baik pada ketinggian di atas permukaan laut dengan suhu air C. Genus Colossoma (Serrasalmidae) menyebar secara luas di Amerika Selatan sampai di Orinici, Beni-Mamore Guapore, Paraguaypatanal, dan Rio de la Plata. Spesies C. macropomum hanya terdapat di perairan Sungai Amazon, Brazil, dan Sungai Orinoco, Venezuela. Kini bawal air tawar telah dipelihara di berbagai negara sebagai ikan hias maupun konsumsi (Kordi 2011) Spesies ini pada umumnya hidup secara soliter dan memakan zooplankton, serangga kecil, siput, hingga sisa tanaman yang mati. Ikan ini sering dibudidayakan karena dapat hidup pada air yang memiliki kandungan mineral yang rendah dan tahan terhadap berbagai jenis penyakit. Pemasaran ikan ini pada umumnya dalam bentuk segar maupun beku (Chobyah 2001). 2.2 Morfologi dan Sifat Bawal Air Tawar Morfologi ikan bawal air tawar dari arah samping tubuh membulat (oval) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2:1. Ikan bawal air tawar memiliki bentuk tubuh pipih dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4:1. Warna tubuh ikan bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih (Arie 2000). Kepala ikan bawal berukuran kecil dengan mulut terletak di ujung kepala dan agak sedikit ke atas. Matanya kecil dengan lingkaran berbentuk cincin. Rahangnya pendek dan kuat serta memiliki gigi seri yang tajam. Karena itu ikan bawal dapat menggunakan gigi serinya yang tajam untuk memotong berbagai makanan dalam ukuran besar, seperti dedaunan. Giginya yang tajam ini juga dapat digunakan untuk memotong kayu dan bambu yang sudah lapuk dalam air (Kordi 2011) Bawal tawar tidak memiliki gigi maksila, duri jaringan insang jumlahnya buah. Linea lateralis atau jumlah sisik pada garis rusuk antara Sisik bawal berukuran kecil dan berbentuk ctenoid, dimana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Sirip punggung tinggi kecil dengan satu

19 5 jari-jari keras yang tidak tajam, sedangkan jari-jari yang lainnya lunak. Berbeda dengan sirip panggung bawal laut yang agak panjang, letak sirip bawal air tawar agak bergeser ke belakang. Sirip dada, sirip perut, dan sirip anus kecil dan berjarijari lunak. Sirip perut dan sirip dubur terpisah sedangkan pada bawal laut menyatu. Sirip ekor jari-jari lunak dan berbentuk cagak (Kordi 2011) 2.3 Kualitas Air Pemeliharaan Bawal Air Tawar Kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya bawal air tawar karena air merupakan media hidup yang utama. Beberapa faktor fisika dan kimia air yang dapat mempengaruhi hidup bawal air tawar adalah suhu, oksigen terlarut (dissolved oxygen), karbondioksida (CO 2 ) bebas, ph, alkalinitas, amoniak, nitrat dan nitrit. Air yang digunakan untuk pemeliharaan bawal air tawar secara umum memiliki beberapa persyaratan seperti suhu, ph, degree of hardness (dh), alkalinitas, oksigen terlarut, CO 2, amoniak dan H 2 S (Lukito dan Prayugo 2007). Berikut beberapa parameter yang dapat dijadikan indikator dalam menilai kualitas suatu perairan, sebagaimana tertera dalam Tabel 1. Tabel 1Parameter kualitas air untuk budidaya bawal air tawar Parameter Nilai Oksigen 4-6 ppm Karbondioksida Maks. 25 ppm ph 7-8 Amonia Maks 0,1 ppm Alkalinitas ppm Suhu C Kecerahan cm oleh plankton Warna Hijau Kecoklatan DMA 2-4,5 H2S Maks 0,1 ppm Kesadahan 3-8 dgh Sumber: Kordi (2011) 2.4 Pohon Pisang Menurut Priosoeryanto et al (2006), ekstrak batang pohon pisang ambon mengandung tanin, saponin dan flavonoid yang dapat berguna sebagai antimikrobial dan perangsang pertumbuhan sel-sel baru pada luka. Ekstrak batang pohon pisang ambon mampu untuk mengobati luka pada kulit karena kandungan bahan aktifnya mampu meningkatkan aliran darah ke daerah luka dan juga dapat

20 6 menstimulasi fibroblas sebagai respon untuk persembuhan luka. Berikut penampakan melintang hati batang pisang dapat dilihat pada gambar 2 Gambar 2 Penampang melintang batang pisang (Anonim b 2008) Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang merupakan satu golongan fenol alam yang terbesar dan bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, aseton, dan sebagainya. Flavonoid umumnya ditemukan dalam bentuk glikosida yang larut air, sehingga pelarut air sangat baik untuk glikosida. Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang bersifat racun/ aleopati terdapat pada kulit jeruk manis, merupakan persenyawaan glucoside yang terdiri dari gula yang terikat dengan flavon (Markham 1988). Senyawa flavonoid mempunyai efek biologis yang sangat kuat sebagai antioksidan, merangsang produksi oksidasi nitrit yang dapat melebarkan pembuluh darah. Flavonoid juga dapat meningkatkan aliran darah ke otak sehingga berperan dalam memperbaiki kerusakan pembuluh darah dan bermanfaat bagi kesehatan jantung. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida (Harborne 1987 diacu dalam Priosoeryanto et al 2006). Senyawa yang juga terkandung dalam ekstrak hati batang pohon pisang ambon adalah saponin. Saponin merupakan glikosida yang memiliki sifat khas membentuk busa. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya

21 7 digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang berpotensi keras atau beracun seringkali disebut sebagai sapotoksin. Saponin terdiri atas agligen polisiklik yang disebut sapogenin dan gula sebagai glikon. Sapogenin dapat diuraikan kembali dari struktur kimia ikatan hidrogennya menjadi dua bentuk, yaitu steroid dan triterpenoid. Adanya saponin dalam tanaman diindikasikan dengan adanya rasa pahit. Bila saponin dicampur dengan air akan membentuk busa stabil (Cheek 2005). 2.5 Anestesi Anestesi merupakan suatu kondisi ketika tubuh atau bagian tubuh kehilangan kemampuan untuk merasa (insensibility). Anestesi dapat disebabkan oleh senyawa kimia, suhu dingin, arus listrik atau penyakit (Tidwell et.al 2004) Bahan anestesi mengganggu secara langsung maupun tidak langsung terhadap keseimbangan kationik tertentu di dalam otak selama masa anestesinya. Terganggunya keseimbangan ionik dalam otak menyebabkan ikan tersebut mati rasa karena syaraf kurang berfungsi. Anestesi menurut Mckelvey dan Wayne (2003) ada 4 tahapan, tahap pertama atau sering disebut stadium analgesia, hewan masih sadar tetapi disorientasi dan menunjukkan sensitivitas terhadap rasa sakit berkurang, respirasi dan denyut jantung normal atau meningkat, semua reflek masih ada, hewan masih bangun dan dapat juga urinasi, defekasi. Tahap kedua yaitu kesadaran mulai hilang namun refleks masih ada, pupil membesar (dilatasi) tetapi akan menyempit (konstriksi) ketika ada cahaya masuk. Tahap kedua atau stadium eksitasi berakhir ketika hewan menunjukkan tanda-tanda otot relaksasi, respirasi menurun dan refleks juga menurun. Tahap ketiga atau stadium anestesi, pada stadium ini biasanya dilakukan operasi. Hewan kehilangan kesadaran, pupil mengalami konstriksi dan tidak merespon cahaya yang masuk, refleks hilang (refleks palpebrae). Tahapan keempat adalah pernafasan dan jantung terhenti, dan hewan mati. Indikator tahapan anestesi antara lain aktivitas refleks (refleks palpebrae, pedal refleks, kornea refleks, refleks laring, refleks menelan), relaksasi otot, posisi mata dan ukuran pupil, sekresi saliva dan air mata, respirasi dan denyut jantung. Respon tingkah laku ikan dalam t ahap pemingsanan dapat dilihat pada Tabel 2

22 8 Tabel 2. Respon tingkah laku ikan dalam tahap pemingsanan Tingkat Sinonim Respon tingkah laku ikan 0 Normal Reaktif terhadap rangsangan luar, pergerakan operculum dan kontraksi otot normal Ia Pingsan ringan (light sedation) Reaktifitas terhadap rangsangan luar sedikit menurun, pergerakan operculum melambat, keseimbangan normal Ib Pingsan (deep sedation) Reaktifitas terhadap rangsangan luar tidak ada, kecuali dengan tekanan kuat. Pergerakan operculum lambat, keseimbangan normal IIa Kehilangan keseimbangan sebagian Kontraksi otot lemah, berenang tidak teraturmemberikan reaksi hanya terhadap rangsangan getaran dan sentuhan yang sangat kuat, pergerakan operculum cepat IIb Kehilangan keseimbangan total Kontraksi otot berhenti, pergerakan operculum lemah namun teratur, reflek urat syaraf tulang belakang menghilang III Gerakan reflek tidak ada Reaktifitas tidak ada, pergerakan operculum lambat dan tidak teratur, detak jantung lambat, reflek tidak ada IV Roboh (medullary collaps) Pergerakan operculum berhenti, respirasi terhenti, diikuti beberapa menit kemudian penghentian detak jantung Sumber : Tidwell et.al (2004) 2.6 Transportasi Hidup Sistem Kering Transportasi hidup biota perairan yaitu memindahkan biota perairan dalam keadaan hidup dengan diberi tindakan untuk menjaga agar derajat kelulusan hidup (survival rate) tetap tinggi hingga di tempat tujuan. Metode transportasi hidup biota perairan secara umum ada dua jenis, yaitu dengan menggunakan media air (sistem basah) dan tanpa media air (sistem kering). Transportasi sistem basah umumnya digunakan untuk transportasi jarak dekat (lokal), sedangkan transportasi sistem kering digunakan untuk transportasi jarak jauh untuk tujuan ekspor (Suryaningrum et al. 2005). Transportasi hidup dengan media non air (sistem kering) menggunakan prinsip hibernasi. Hibernasi merupakan upaya untuk menekan metabolisme biota

23 9 perairan sehingga dapat bertahan dalam kondisi lingkungan yang minimum (Junianto 2003). Hibernasi dapat dilakukan melalui teknik pembiusan (imotilisasi). Metabolism biota perairan berada pada kondisi basal dan oksigen yang dikonsumsi sangat sedikit, hanya sekedar untuk mempertahankan kelangsungan hidup biota tersebut pada kondisi hibernasi (Shigeno 1979 dalam Andasuryani 2003). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi biota perairan hidup sistem kering antara lain suhu lingkungan, kadar oksigen dan proses metabolisme (Andasuryani 2003). Transportasi hidup sistem kering memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat mengurangi stress pada organisme yang ditransportasikan, menurunkan kecepatan metabolisme dan konsumsi oksigen, mengurangi mortalitas akibat perlakuan fisik (getaran, kebisingan, cahaya), tidak mengeluarkan hasil metabolisme (feses) serta tidak perlu media air sehingga daya angkut lebih besar (Berka 1986). Biota yang dikemas dengan kepadatan yang lebih tinggi akan memiliki tingkat lelulusan hidup yang lebih rendah (Ning 2009). Stabilitas suhu dalam kemasan memegang peranan yang penting karena fluktuasi suhu yang tajam dapat menyebabkan kematian biota yang ditransportasikan (Nitibaskara et al. 2006).

24 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Teknik Imotilisasi Menggunakan Ekstrak Hati Batang Pisang (Musa spp) dalam Transportasi Kering Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga April Dilaksanakan di Laboratorium Karekteristik Bahan Baku, Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium Produktifitas Lingkungan, Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain, biota yang digunakan dalam pengujian adalah ikan bawal air tawar hasil budidaya yang di dapatkan dari Desa Cihideung Hilir Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan ukuran gram/ekor serta bahan anestesi yang digunakan adalah ekstrak hati batang pisang ambon. Alat yang digunakan antara lain, pipet volumetrik, gelas ukur, toples, akuarium, DO meter, ph meter, glukosa meter merek glucosadr, multimeter merek TOA. 3.3 Prosedur dan Tahap Penelitian Metode penelitian a. Penelitian tahap pertama 1) Pengujian kualitas air Kualitas air yang digunakan dalam percobaan ini diketahui dengan melakukan pengukuran suhu, kadar oksigen terlarut (DO), CO 2, ph dan amoniak terhadap air kolam tempat ikan hidup dan air laboratorium sebagai media penyimpanan ikan sebelum dipingsankan. Tujuan pengukuran kualitas air yaitu untuk memastikan bahwa kualitas air tersebut dalam kondisi yang layak untuk kelangsungan hidup ikan bawal air tawar sehingga tidak berpengaruh dalam proses transportasi dan pembugaran. Metode pengukuran kualitas air di cantumkan dalam Tabel 3.

25 11 Tabel 3 Metode pengukuran kualitas media air No Parameter Alat Cara Peneraan 1 Suhu Termometer Pembacaan skala 2 DO DO-meter Pembacaan skala 3 CO 2 Alat gelas Titrasi 4 ph ph-meter Pembacaan skala 5 TAN Spektrofotometer Pembacaan skala Sumber: Boyd (1982) 2) Media serbuk gergaji Salah satu media pengemas yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji dingin (kontrol). Serbuk gergaji yang digunakan dipilih dari jenis yang tidak menghasilkan racun, tidak berbau tajam dan bersih. Serbuk gergaji sebelum digunakan disaring dan dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan bau/tar, kotoran serta bahan berbahaya yang mungkin ada pada kayu. Serbuk gergaji kemudian ditiriskan dan dijemur sampai kering. Proses penjemuran dan pencucian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Selanjutnya serbuk gergaji dilembabkan kembali dengan air sebanyak 50-75% dari berat serbuk gergaji hingga kadar air mencapai 50-60%. Serbuk gergaji kemudian didinginkan sampai suhunya berkisar 12 o C. Pendinginan media serbuk gergaji dilakukan dengan memasukkannya ke dalam lemari es. Serbuk gergaji yang telah dingin dimasukkan ke dalam kotak styrofoam yang pada bagian dasarnya telah diberi ±1 kg hancuran es batu yang dibungkus kantong plastik dan dilapisi kertas koran (Subangsihe 1997). 3) Persiapan ekstrak hati batang pisang Hati diambil dari batang pohon pisang dengan cara mengestraknya dengan jumlah kadar yang berbeda dan dilakukan pembedaan umur dengan tunas, muda dan tua. Penentuan ini dilakukan dengan konsentrasi batang pisang 5, 10, dan 15 % (v/v). b. Penelitian tahap kedua Pembiusan ikan bawal air tawar dengan bahan anestesi hati batang pisang dengan konsentrasi 5, 10 dan 15 % dengan pembedaan kandungan batang pisang tunas, muda dan tua. Ikan bawal dibius dengan cara memasukan ikan secara

26 12 langsung ke dalam wadah. Hal ini bertujuan untuk menhatiui tingkat kelulusan hidup ikan jika dibius dengan bahan anestesi. Tahap ini dilakukan pencatatan waktu, tingkah laku ikan dan kelulusan hidup ikan bawal. Diagram alir penelitian tahap kedua dapat dilihat pada Gambar 3. Bawal Air Tawar Hidup Pengadaptasian Pemuasaan Penimbangan Pemingsanan Tunas Muda Tua Konsentrasi (v/v) 5 %, 10 % dan 15 % Tingkah Laku Ikan Waktu onset Perhitungan survival rate (%) Gambar 3 Diagram alir penelitian tahap kedua c. Penelitian tahap ketiga Tahap ini dilakukan uji coba kedalam simulasi transportasi dengan melakukan percobaan pada meja getar. Tahap ini dilakukan dengan mengambil dari penelitian tahap kedua yang mempunyai nilai kelulusan hidup yang tinggi dan waktu pingsan yang cepat. Pada tahap ini dilakukan pengujian kualitas air bahan anestesi, perbedaan waktu transportasi dan kelulusan hidup ikan bawal air tawar. Waktu transportasi yang digunakan dari jam ke 0 sampai dengan jam ke 6.

27 13 Pengujian kualitas air di lakukan dengan DO, ph, suhu dan TAN serta perhitungan glukosa darah. Diagram alir penelitian tahap kedua dapat dilihat pada Gambar 4. Bawal Air Tawar Hidup Pemuasaan Penimbangan Pemingsanan Konsentrasi terbaik Pengemasan dengan serbuk gergaji Simulasi transportasi jam ke 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 Perhitungan survival rate (%) Gambar 4 Diagram alir penelitian tahap ketiga Analisis Data Analisis data diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Pada penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis secara deskriptif mengunakan tabel dan grafik dan menggunakan SPSS.

28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama dilakukan persiapan media uji bahan pemingsan dan hewan yaitu hati batang pisang dan ikan bawal air tawar. Tahap ini juga dilakukan pengujian kualitas media air Persiapan hewan uji dan bahan pemingsan Kondisi awal bawal air tawar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki keseimbangan yang baik di dalam air. Hal ini ditandai dengan posisi bawal yang tegak dan kokoh, aktif, agresif dan responsif di dalam air. Bawal akan memberikan reaksi kejutan yang sangat tinggi saat suatu benda atau tangan didekatkan kepada bawal. Bawal menunjukkan pertahanan yang kuat saat diangkat dari air, ditandai dengan mengepaknya bagian ekor, meronta dan pergerakan insang yang baik. Jika ikan memiliki kualitas rendah maka tingkat kematian lebih tinggi pada saat pengangkutan daripada ikan saat kondisi sehat (Berka 1988) Hewan uji yang digunakan adalah bawal air tawar dengan berat 180±10,25 gram. Bawal air tawar ini ditampung dalam akuarium dengan air yang telah disiapkan di laboratorium. Proses adaptasi (aklimatisasi) bawal sebelum proses pemingsanan dilakukan selama satu minggu. Selama dua hari terakhir sebelum proses pemingsanan, bawal dipuasakan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi sebanyak mungkin kotoran yang ada dalam perut, serta mengurangi aktivitas metabolisme ikan selama transportasi (Suryaningrum et al. 1993). Hati batang pisang mengandung bahan-bahan seperti flavonoid dan saponin. Menurut Priosoeryanto et al (2006), ekstrak hati batang pohon pisang ambon mengandung tanin, saponin dan flavonoid. Ekstraksi hati hati batang pisang dilakukan dengan cara hati batang pisang di potong-potong kecil lalu diblender. Hasil blender hati batang pisang tersebut lalu diperas menggunakan kain blacu Kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bawal air tawar. Air yang digunakan untuk pemeliharaan bawal air tawar selama penelitian berasal dari air laboratorium yang

29 15 telah diendapkan dalam tandon selama 1-2 hari. Media air tersebut kemudian dianalisis kualitasnya dan dibandingkan dengan kualitas air kolam budidaya bawal air tawar. Parameter yang diamati meliputi suhu, ph, DO, CO 2, alkalinitas, amoniak, nitrat dan nitrit. Hasil analisis kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas air media pemeliharaan bawal air tawar Parameter Kolam Budidaya Laboratorium Standar * Satuan Suhu o C ph 7,34 7, DO 5,37 6,31 5 ppm CO 2 1,85 3,96 Maks 25 ppm Alkalinitas 154, ppm Amonia 0,03 0,05 Maks 0,1 ppm Sumber: * Kordi (2011) Hasil analisis kualitas media air akuarium pemeliharaan bawal air tawar secara umum menunjukkan kisaran yang tidak terlalu berbeda dengan air kolam budidaya sebagai habitat awal bawal air tawar. Air laboratorium yang digunakan sebagai media pemeliharaan memiliki suhu 27 o C; ph 7,40; DO 6,31, CO 2 3,96, alkalinitas 94, amoniak 0,05 dan nitrit 0,03 (ppm). Media air akuarium yang digunakan masih memenuhi persyaratan kualitas air untuk pemeliharaan bawal air tawar (Kordi 2011). dan kegiatan budidaya air tawar (Boyd 1982). Hal tersebut menunjukkan bahwa media pemeliharaan yang digunakan tidak mempengaruhi kondisi fisiologis (kesehatan) bawal air tawar sebelum diberikan perlakuan pembiusan serta pada saat pembiusan dan pembugaran dilakukan. 4.2 Penelitian tahap kedua Penelitian tahap kedua dilakukan dengan melihat proses tingkah laku ikan selama proses pemingsanan, waktu onset pingsan ikan dan tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar setelah dilakukan proses anestesi Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan Pengamatan terhadap perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run yang dimulai dari menit ke-0 sampai ikan tidak sadar (pingsan). Deret perlakuan yang dilakukan adalah ikan bawal diberi bahan anestesi hati pisang tunas, muda dan tua dengan konsentrasi 5 %, 10 %, dan 15 %. Hasil pengamatan terhadap

30 16 perubahan tingkah laku ikan pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7. Tabel 5 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan perlakuan tunas Waktu 5 % 10 % 15 % (menit) 0-15 Normal Normal Normal Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan *Rata-rata waktu pingsan ikan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (116)* Pingsan ringan Pingsan (130)* Pingsan (145)* Hasil pengamatan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan tunas memberikan pengaruh yang lambat terhadap aktivitas ikan uji. Hal ini dapat terlihat dari lamanya waktu yang dibutuhkan oleh ikan uji hingga mencapai tahap pingsan. Perubahan aktivitas ikan uji mulai terlihat pada menit ke-105 hingga menit ke-120. Pada perlakuan konsentrasi 5 % ikan dimasukkan ke dalam tempat pemingsanan ikan memasuki masa normal, memasuki menit ke ikan mulai kehilangan keseimbangan dan memasuki tahap pingsan pada menit ke 135, 150 dan 150. Perlakuan konsentrasi 10 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan keseimbangan pada waktu menit dan ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 125, 125, dan 140, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 15 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan keseimbangan pada menit ke dan ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 110, 115, 125. Kandungan kimia pada tunas pisang masih dalam tahap pembentukan sehingga kandungan kimia

31 17 yang bereaksi pada proses anestesi belum terlalu berpengaruh sehingga menyebabkan waktu pingsan yang lama. Tunas pisang adalah bentuk awal dari pembentukan hati batang pisang dan kandungan kimia yang terkandung belum banyak (Maslukhah 2008). Pada perlakuan hati batang pisang muda juga diamati tingkah laku selama proses pemingsanan. Hasil pengamatan tingkah laku pada perlakuan ekstrak hati batang pisang muda dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan perlakuan hati batang pisang muda Waktu 5 % 10 % 15 % (menit) 0-15 Normal Normal Normal Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan *Rata-rata waktu pingsan ikan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Pingsan ringan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (90)* Pingsan (90)* Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (138)* Hasil pengamatan pada Tabel 6 pada perlakuan hati batang pisang yang muda menunjukkan mulai memberikan pengaruh terhadap ikan yang diujikan. Pengaruh yang diberikan tersebut dilihat dari gerakan operkulum yang mulai melemah, sirip punggung yang meregang, sesekali mulut disembulkan ke permukaan serta sebagian ikan memasuki fase pingsan ringan dan pingsan berat. Perubahan aktivitas ikan uji mulai terlihat pada menit ke-60 hingga menit ke-100. Pada perlakuan konsentrasi 5 % ikan dimasukkan dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan keseimbangan pada waktu menit dan memasuki tahap pingsan pada menit ke 125, 145 dan 145. Perlakuan konsentrasi

32 18 10 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan keseimbangan pada waktu menit dan memasuki tahap pingsan pada menit ke 90, 95, dan 95, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 15 % ikan dimasukkan ke dalam wadah dalam keadaan normal. Ikan mulai kehilangan keseimbangan pada waktu menit dan ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 80, 95, dan 95. Proses pingsan ringan yang terjadi ikan mulai mengalami kehilangan keseimbangan hingga kurangnya reaksi terhadap rangsangan. Menurut Mckelvey dan Wayne (2003) kesadaran mulai hilang namun refleks masih ada, pupil membesar (dilatasi) tetapi akan menyempit (konstriksi) ketika ada cahaya masuk. Tahap kedua atau stadium eksitasi berakhir ketika hewan menunjukkan tanda-tanda otot relaksasi, respirasi menurun dan refleks juga menurun. Pada perlakuan hati batang pisang tua juga diamati tingkah laku selama proses pemingsanan. Hasil pengamatan tingkah laku pada perlakuan ekstrak hati batang pisang tua dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan perlakuan hati batang pisang tua Waktu 5 % 10 % 15 % (menit) 0-15 Normal Normal Normal Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Pingsan ringan Kehilangan keseimbangan Kehilangan keseimbangan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (75)* Pingsan (66)* Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan ringan Pingsan (130)* *Rata-rata waktu pingsan ikan Berdasarkan Tabel 7 pada perlakuan hati batang pisang yang tua menunjukkan mulai memberikan pengaruh terhadap ikan yang diujikann. Pengaruh yang diberikan tersebut dilihat dari gerakan operkulum yang mulai

33 19 melemah, sirip punggung yang meregang, sesekali mulut disembulkan ke permukaan serta sebagian ikan memasuki fase pingsan ringan dan pingsan berat. Perubahan aktivitas ikan uji mulai terlihat pada menit ke-45 hingga menit ke-60. Pada perlakuan konsentrasi 5 % memasuki tahap pingsan pada menit ke 130, 130 dan 145. Perlakuan konsentrasi 10 % memasuki tahap pingsan pada menit ke 80,75, dan 75, sedangkan pada perlakuan konsentrasi 15 % ikan memasuki tahap pingsan pada menit ke 60, 70, dan 70. Pada Tabel 5, 6 dan 7 tahap-tahap yang dilalui ikan saat dilakukan anestesi dimulai dari fase normal hinggan fase pingsan. Fase normal yaitu fase ketika ikan masih reaktif terhadap rangsangan luar, pergerakan operculum dan kontraksi otot normal selanjutnya ikan memasuki fase kehilangan keseimbangan. Fase ini ikan mengalami kontraksi otot lemah, berenang tidak teratur memberikan reaksi hanya terhadap rangsangan getaran dan sentuhan yang sangat kuat dan pergerakan operculum cepat. Fase pingsan ringan ikan mulai mengalami reaktifitas terhadap rangsangan luar sedikit menurun, pergerakan operculum melambat, keseimbangan normal (Tidwel et.al 2004). Ikan memasuki fase pingsan ringan saat tidak mengalami reaktivitas terhadap rangsangan luar, kecuali dengan tekanan kuat. Pergerakan operculum lambat, keseimbangan normal. Menurut Pratisari (2010) ikan nila yang mengalami fase pingsan ringan, pingsan berat dan roboh memiliki tingkat respirasi dan metabolisme yang rendah. Dari saat ikan mengalami pingsan ringan sampai pingsan, pengaruh konsentrasi pada perlakuan 10 % dan 15 % tidak menunjukan perbedaan yang nyata secara visual hal ini diduga dosis yang diberikan sudah cukup untuk mempengaruhi sistem syaraf ikan. Pemberian dosis yang berlebih akan menyebabkan kerusakan sistem syaraf dan akan berakibat overdosis atau kematian (Arliansah 2009) Waktu onset pemingsanan Waktu onset adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu keadaan dimana status hewan uji kehilangan kesadaran (Mckelvey dan Wayne 2003). Pencatatan waktu onset pemingsanan ikan bawal dilakukan mulai dari kondisi normal sampai kondisi pingsan. Pencatatan ini bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan ekstrak hati hati batang pisang terhadap waktu yang dibutuhkan ikan

34 20 bawal hingga pingsan. Hasil pengamatan terhadap waktu onset pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Grafik pengaruh perlakuan terhadap waktu onset Gambar 5 menunjukkan bahwa pembedaan pemberian ekstrak hati batang pisang tunas, muda dan tua serta perbedaan konsentrasi ekstrak hati batang pisang yang digunakan menyebabkan waktu onset yang berbeda-beda.. Waktu onset paling cepat ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak hati atang pisang tua dengan pemberian konsentrasi sebesar 15 %, yaitu selama 66,66 menit. Waktu onset paling lama ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak hati batang pisang muda dengan pemberian konsentrasi sebesar 5 %, yaitu selama 145 menit. Perlakuan tunas hati pisang memberikan hasil beda nyata konsentrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 %. Perlakuan ekstrak hati batang pisang muda memberikan hasil beda nyata konsetrasi 5 % dengan konsentrasi 10 % dan 15 % sedangkan pada perlakuan hati batang pisang tua konsentrasi 5 % memberikan hasil berbeda nyata terhadap konsentrasi lainnya. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa waktu tercepat didapatkan pada konsetrasi 15 % pada perlakuan ekstrak hati batang pisang tua yang disebabkan karena pada hati batang pisang tua memiliki kandungan bahan-bahan yang lebih tinggi daripada hati batang pisang yang tunas dan muda. Menurut Djulkarnain (1998) hati batang pohon pisang dapat dijadikan penghilang rasa sakit. Kandungan bahan-bahan kimia antara lain flavonoid dan saponin. Flavonoid

35 21 merupakan senyawa polifenol yang merupakan satu golongan fenol alam yang terbesar dan bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, aseton, dan sebagainya (Markham 1988). Pengujian terhadap waktu onset akibat pemberian ekstrak hati batang pisang pada penelitian ini dapat disimpulkan kurang memuaskan karena waktu onset yang dibutuhkan ikan hingga pingsan cukup lama. Menurut Gunn (2001), anestesi yang ideal adalah anestesi yang mampu memingsankan ikan kurang dari tiga menit. Lamanya waktu yang dibutuhkan ekstrak hati batang pisang untuk memberikan pengaruh terhadap aktivitas ikan uji diduga karena konsentrasi uji yang diberikan belum cukup untuk mempengaruhi keseimbangan fungsi saraf dan jaringan otak ikan uji Tingkat kelulusan hidup (survival rate) ikan Pengujian terhadap tingkat kelulusan hidup atau survival rate (SR) pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas dari penggunaan ekstrak hati hati batang pisang sebagai bahan anestesi dan mengetahui konsentrasi optimum yang sebaiknya digunakan pada proses imotilisasi ikan untuk kemudian diterapkan pada sistem transportasi ikan. Pengujian terhadap tingkat kelulusan hidup juga penting dilakukan untuk mengetahui konsentrasi uji mana yang menyebabkan tingginya kematian pada ikan uji. Pengujian terhadap nilai SR dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Grafik tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar pada waktu anestesi

36 22 Gambar 6 menunjukkan bahwa pembedaan pemberian ekstrak hati hati batang pisang tunas, muda dan tua setelah perbedaan konsentrasi ekstrak hati hati batang dengan melihat tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar setelah diberikan anestesi. Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat kandungan ekstrak hati batang pisang tua dengan konsentrasi 15 % didapatkan tingkat kelulusan ikan sebesar 26,67. Konsentrasi 5 % di hati batang tunas dan muda didapatkan kelulusan hidup ikan sebesar 93,33 %. Pada konsentrasi 10 % pada hati batang tunas dan muda didapatkan kelulusan hidup ikan sebesar 86,67 %. Perlakuan tunas hati pisang memberikan hasil berbeda nyata konsentrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 %. Perlakuan ekstrak hati batang pisang muda memberikan hasil beda nyata konsetrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 % sedangkan pada perlakuan hati batang pisang tua konsentrasi 5 % memberikan hasil berbeda nyata terhadap konsentrasi lainnya. Kelulusan hidup ikan bawal air tawar terkecil didapatkan pada ekstrak hati batang tua sebesar 15 %. Saat ikan diberikan anestesi ikan menjadi shock karena perubahan lingkungan sehingga ikan melakukan gerakan yang berlebihan. Pada proses shock teersebut menyebabkan ikan mengalami kematian karena pada kondisi tersebut ikan yang stres akan terjadi peningkatan asam laktat dalam darah (Pratisari 2010). Pada konsentrasi yang tinggi, kandungan bahan kimia di hati batang pisang juga tinggi seperti saponin. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan (Cheek 2005). 4.3 Penelitian tahap ketiga Penelitian tahap ketiga ini dilakukan setelah mendapatkan hasil dari penelitian tahap kedua. Pada tahap ini konsentrasi yang digunakan adalah 10 % dari ekstrak hati batang pisang muda, hal ini dilakukan karena ikan mempunyai waktu memingsankan lebih cepat dan mempunyai nilai kelulusan hidup yang tinggi. Pada tahap ini di hitung kualitas air saat perlakuan anestesi, pengujian kelulusan hidup ikan air tawar dalam simulasi transportasi dan pengujian glukosa darah ikan setelah di transportasikan.

37 Pengujian kualitas air Kualitas air merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh mendasar bagi kelangsungan hidup bawal air tawar. Pengujian kualitas air pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia fisik air baik sebelum maupun setelah proses pemingsanan. Pengujian sebelum proses pemingsanan bertujuan untuk melihat kelayakan kualitas air yang akan digunakan sebagai media pada proses pemingsanan. Sedangkan, proses pengujian kualitas air setelah proses pemingsanan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian berbagai konsentrasi berbeda terhadap karakteristik fisik kimia air yang telah digunakan setelah proses pemingsanan. Hasil analisis kualitas air dicantumkan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah proses pemingsanan Perlakuan Parameter uji ph DO (ppm) TAN (mg/l) Sebelum 7,40 6,31 2,17 Sesudah 4,97 1,23 3,28 Berdasarkan tabel 8 hasil pengujian kualitas air pada saat sebelum diberikan perlakuan bahan anestesi didapatkan ph 7,40, DO 6,31 dan total amoniak 2,17. Kualitas air setelah diberi perlakuan didapatkan nilai ph 4,97, DO 1,23 dan nilai Total amoniak 3,28. Setelah perlakuan nilai ph dan DO semakin menurun dan total amoniak menaik. Keasaman air menurut Pudjianto (1984) adalah kemampuan kuantitatif (banyaknya asam) untuk menetralkan basa kuat sampai ph yang dikehendaki. Tingginya amoniak didapatkan ikan pada kondisi stress dan membuang metabolisme yang berlebihan. Pembuangan metabolisme mengakibatkan tingginya amoniak dalam kualitas air (Wedeyemer 1996) Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi organisme perairan. Oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan ikan dan sebagai fasilitator proses oksidatif kimiawi (Amanah 2011). Jika konsentrasi DO yang sesuai tidak dipertahankan, ikan akan stres yang akhirnya menyebabkan kematian. Penurunan oksigen dari kualitas air tersebut disebabkan peningkatan pemanfaatan oksigen dari ikan bawal air tawar.

38 24 Nilai oksigen terlarut yang didapatkan 1,23 mg/l. Dari kondisi ini ikan masih bisa bertahan hidup namun masih kurang mencukupi untuk melakukan kegiatan lain sehingga ikan akhirnya mengurangi proses metabolismenya. Kadar oksigen dari 1,0-5,0 ikan dapat bertahan hidup tetapi pertumbuhannya terganggu (Swingle (1969) dalam Boyd (1990)) Menurut Swingle (1969) dalam Boyd (1990), kisaran ph 6,5 9,0 merupakan kisaran yang layak bagi ikan untuk reproduksi. Kisaran ph air yang digunakan pada penelitian ini masih berada pada kisaran tersebut, sehingga bisa diasumsikan bahwa perubahan ph air akibat pemberian ekstrak hati batang pisang masih dapat ditolerir oleh ikan bawal air tawar untuk tetap bertahan hidup namun ph air setelah diberi perlakuan ikan di bawah batas normal. Pengaruh penurunan ph terhadap jumlah ikan akan berpengaruh terhadap laju resiprasi. Semakin padat suatu wadah transportasi maka hasil respirasi dan CO₂ bebas akan semakin meningkat, selain itu waktu transportasi, dan keasaman suatu media air juga dapat mempengaruhi nilai ph air (Muhamad 2012). Tingkat stress ikan yang banyak mengeluarkan CO 2 mengakibatkan perubahan ph pada kualitas air setelah perlakuan. Karbondioksida akan mempengaruhi keasaman air sehingga menurunkan ph air. Tingginya kandungan karbondioksida dibarengi dengan turunnya ph akan lebih berbahaya terhadap kelangsungan hidup ikan (Kottelat et al. 1993). Penurunan ph terjadi reaksi kimia antara air dengan ion karbondioksida yang mengakibatkan ph menjadi turun. Persamaan reaksinya sebagai berikut CO 2 + H 2 O H 2 CO 3 H 2 CO 3 HCO 3 +H Pengujian kelulusan hidup ikan bawal dalam simulasi transportasi kering Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui limit waktu yang bisa ditempuh oleh ikan air tawar yang dipingsankan dengan ekstrak hati batang pisang dengan konsentrasi 10 % pada hati batang muda. Hal ini dikarenakan tingkat kelulusan hidup pada perlakuan hati batang pisang muda yang paling tinggi dan dengan waktu pingsan yang relatif cepat. Hasil pengamatan nilai SR ikan bawal pingsan yang disimpan dalam media serbuk gergaji disajikan dalam Gambar 7.

39 25 Gambar 7 Grafik kelulusan hidup ikan bawal air tawar saat simulasi transportasi Berdasarkan data Gambar 7 didapatkan bahwa tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar dalam simulasi transportasi kering pada jam ke 1, 2 dan ke 3 nilai kelulusan hidupnya mencapai 100 %. Tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar pada jam ke 4 sebesar 86,67 %, jam ke 5 sebesar 66,67 % dan jam ke 6 sebesar 40 %. Berdasarkan data tersebut tingkat kelulusan hidup bawal air tawar semakin menurun mulai dari jam ke 4. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama ikan bawal ditransportasikan maka tingkat kelulusan hidup akan semakin menurun. Hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi biota perairan hidup sistem kering antara lain suhu lingkungan, kadar oksigen dan proses metabolisme (Andasuryani 2003). Tingkat kelulusan hidup ikan bawal pada jam ke 4, 5, dan 6 semakin menurun. Hal ini disebabkan perubahan suhu media kemasan yang semakin meninggi. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan ikan sadar dan aktivitas ikan akan tinggi. Makin tinggi aktivitas ikan maka akan menuntut ketersediaan oksigen yang tinggi untuk dikonsumsi. Di dalam media kering ketersediaan oksigen terbatas maka ikan akan mengalami kekurangan oksigen dan berakibat kematian (Karnila dan Edison 2001). Menurut Nirwansyah (2012), suhu kritis yang tidak dapat ditoleransi dalam transportasi ikan hidup yaitu diatas 30 o C, karena pada suhu ini metabolisme ikan yang ditransportasikan dipastikan akan meningkat

40 26 pesat. Suhu media kemasan yang digunakan juga tidak boleh terlalu dingin atau kurang dari 12 o C. Suhu yang dipakai dalam penelitian ini adalah 12 o C pada saat pengemasan. Lamanya waktu penyimpanan mengakibatkan perubahan suhu yang ada di dalam media semakin meningkat. Pada saat transportasi ikan suhu media pengisi harus disesuaikan karena suhu merupakan salah faktor yang berpengaruh dalam transportasi sistem kering sehingga suhu harus di pertahankan hingga akhir transportasi (Pratisari 2010). Simulasi transportasi ini menggunakan suhu 12 0 C pada awal transportasi dan mengalami perubahan setelah dilakukan pengemasan dari waktu ke waktu dengan suhu terakhir pada jam ke 6 berada pada 16 0 C Perubahan metabolisme pada saat transportasi juga dapat terjadi karena sadarnya ikan saat ditransportasikan yang mengakibatkan pergerakan ikan pada saat pengemasan. Hal ini berarti bahwa perombakan adenosin triphosphat (ATP) menjadi adenosin diphosphat (ADP), adenosin monophosphat (AMP) dan inosin monophosphat untuk menghasilkan energi juga sangat rendah, sehingga oksigen yang digunakan untuk merombak ATP untuk menghasilkan energi juga sangat rendah (Karnila dan Edison 2001). Tingkat kesehatan ikan saat ditransportasikan juga menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam transportasi sistem kering. Menurut Pratisari (2010) tingkat kelulusan hidup ikan selain di pengaruhi oleh suhu juga dipengaruhi oleh kesehatan ikan saat akan ditransportasikan. Kualitas ikan yang diangkut merupakan krtieria yang sangat menentukan dalam keberhasilan proses transportasi ikan hidup (Praseno 1990 diacu dalam Suryanigrum et.al 2008). Kematian juga disebabkan oleh bahan pengisi yaitu serbuk gergaji. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kandungan damar dan terpenten pada serbuk gergaji yang bersifat toksik (Prasetyo 1993). Bahan pengisi yang baik juga dapat menyerap air dan mempertahankan suhu. Semakin tinggi daya serap air, semakin tinggi pula nilai kapasitas dingin dari bahan pengisi sehingga suhu lingkungan dapat dipertahankan lebih lama (Hastarini et al. 2006). Serbuk gergaji merupakan media pengisi yang bersifat voluminous (padat) dan memiliki sedikit rongga udara. Hal ini menyebabkan cadangan oksigen yang terkandung di dalamnya juga sedikit (Sufianto 2008).

41 Kadar glukosa darah Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah ikan setelah simulasi transportasi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai glukosa darah dengan menggunakan alat indikator glukosa darah. Berdasarkan hasil yang didapatkan tingkat glukosa darah mengalami kenaikan dari 113 ± 28,16 (mg/l) sampai 259 ± 43,71 (mg/l). Kontrol mengalami kenaikan sampai nilai tidak terdefinisi yaitu di atas 498 mg/l. Perubahan suhu yang terjadi pada proses transportasi dapat mengakibatkan kenaikan nilai glukosa darah ikan. Peningkatan glukosa darah dapat dilihat dari perubahan suhu yang terjadi di lingkungan ikan (Enriquez et.al 2009). Kenaikan glukosa darah ini diakibatkan tingkat kestressan ikan setelah diberikan perlakuan. Menurut Subandiyono et.al (2003) peningkatan glukosa darah diakibatkan oleh tingkat kestressan ikan. Menurut Enriquez et.al (2009), mekanisme terjadinya perubahan kadar glukosa darah selama stress dimulai dari diterimanya informasi penyebab faktor stress oleh organ reseptor. Selanjutnya informasi tersebut disampaikan ke otak bagian hipotalamus melalui sistem syaraf. Kemudian hipotalamus memerintahkan sel kromafin untuk mensekresikan hormon katekolamin dan kortisol melalui serabut syaraf simpatik. Adanya kortisol ini akan mengaktivasi enzim-enzim yang terlibat dalam katabolisme simpanan glikogen, sehingga kadar glukosa darah mengalami peningkatan. Peningkatan glukosa darah akibat adanya gerakan tubuh ikan yang tersadar pada saat ditransportasikan sehingga ikan menjadi stress dan merespon ke dalam syarafnya.

42 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1) Perlakuan pembedaan jenis batang pisang tunas, muda dan tua serta konsentrasi yang berbeda memliki pengaruh dalam penelitian ini. Ikan bawal yang diberikan konsentrasi ekstrak hati batang pisang sebesar 15 %, Waktu onset paling cepat yaitu selama 66,66 menit. Waktu onset paling lama ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak hati batang pisang muda dengan pemberian konsentrasi sebesar 5 %, yaitu selama 145 menit 2) Kelulusan hidup ikan bawal air tawar terkecil didapatkan pada ekstrak batang tua sebesar 15 %. Pada konsentrasi yang tinggi juga kandungan bahan kimia pada batang pisang juga tinggi seperti saponin. Konsentrasi terbaik didapatkan pada ekstrak hati batang pisang 10 % yang memberikan waktu pemingsanan 90 menit dan dengan tingkat kelulusan hidup 86,67 %. 3) Pada simulasi transportasi ikan bawal air tawar didapatkan pada jam ke 1, 2, dan 3 memiliki tingkat kelulusan hidup 100 % sedangkan dari jam 4, 5, dan 6 mengalami penurunan dari 86,67 %, 66,67 % dan 40 %. Hal ini dikarenakan perubahan suhu pengemasan dan tersadarnya ikan kembali setelah diberi anestesi. 4) Kenaikan kadar glukosa darah pada saat transportasi terjadi perubahan kadar glukosa ikan dari 113 mg/l menjadi 259 mg/l. Perubahan suhu yang terjadi pada proses transportasi dapat mengakibatkan kenaikan nilai glukosa darah ikan. 5.2 Saran 1) Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan cara untuk mempertahankan suhu media pengemasan agar tetap rendah dan mengamati perubahan suhu media pengisi kemasan setiap interval waktu. 2) Pengujian toksisitas hati batang pisang terhadap ikan bawal air tawar dan penggunaan ekstrak murni hati batang pisang sebagai zat anestesi 3) Pengujian transportasi secara langsung. 4) Penggunaan pelepah pisang juga perlu diteliti untuk melihat pengaruhnya pada proses pemingsanan ikan

43 DAFTAR PUSTAKA Amanah SN Distribusi oksigen terlarut secara vertikal pada lokasi karamba jaring apung di danau lido, Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Andasuryani Pengendalian suhu dan pengukuran oksigen peti kemas transportasi sistem kering udang dan ikan dengan kendali fuzzy [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anonim a [21 desember 2011] Anonim b [17 juni 2012] Arie U Budidaya Bawal air Tawar untuk Konsumsi dan Ikan Hias. Jakarta ; Penebar Swadaya Arliansyah Perbedaan Pengaruh Pemberian Propofol dan Penthotal Terhadap Agregasi Platelet. [Tesis]. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik Dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi. Semarang.Universitas Diponegoro. Berka R The Transport of Live Fish. A Review. EIFAC Tech. Pap. FAO. (48):52 Boyd Water Quality Mangement for Pond Fish Culture. USA: Departement of Fisheries and Apllied Aquaculture, Agricultural Experiment Station Auburn University, Alabama Water Quality in Pond for Aquaculture. Birmingham Publishing Company. Birmingham, Alabama. P: 482. Cheek PR Applied Animal Nutrition: Feeds and Feeding Thrid Edition. Upper Sadle River. United States of America. Chobyah, Inti Pembesaran Ikan Bawal Air tawar (Colossoma macropomum). [19 desember 2011]. Djulkarnain HB Pohon Obat Keluarga.Intisari.Jakarta. Effendi H Telaah Kajian Kualitas Air. Kanisius. Jogjakarta Enriquez RR, Marcel MP, Luis Rafael MP Cortisol and Glucose: Reliable indicators of fish stress?. Pan-American Journal of Aquatic Sciences, 4(2): Gunn, E Floundering in the Foibes of Fish Anestesia. Hlm: 211 Habibie, Mas Agung Hambari Akbar Pengujian Ekstrak Ubi Kayu (Manihot esculata) Sebagai Bahan Anestesi Pada Transportasi Udang

44 30 Galah (Macrobrachium rosenbegii) Hidup Tanpa Media Air. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hambali E, Nasution MZ, Sutedja W, Yoesoef K, Nabil M Pengantar Pengemasan. Bogor: Laboratorium Pengemasan Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hastarini E, Ikasari D, Suryaningrum T D Karakterisasi Media Kering sebagai Bahan Pengisi untuk Kemasan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Sistim Kering (Disampaikan pada Deseminasi Teknologi Pengembangan Perikanan di Lampung). Hal Herodian S, Hariyadi S, Yamin M Perancangan Sistem Transportasi Udang dan Ikan Hidup Metoda Kering dengan Sistem Kendali Otomatik. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing X Tahun Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor Institut Pertanian Bogor Junianto Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. Karnila R, Edison Pengaruh Suhu dan Waktu Pembiusan Bertahap terhadap Ketahanan Hidup Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi F) dalam Transportasi Sistem Kering. Jurnal Natur Indonesia III (2): Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus: Jakarta. Kordi K.M.G.H Budidaya Bawal Air Tawar. Jakarta Lukito dan Prayugo Lobster Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya. Maskluhah Ummi Ekstrak Pisang Sebagai Suplemen Media MS Dalam Mdia Kultur Tunas Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB GROUP) In Vitro. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Markham KR Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit ITB. Mckelvey D, Wayne K Veterinary anesthesia and analgesia. Amerika: Occation the veterinarian. Muhammad Vickar Pengaruh Cahaya terhadap Aktivitas Metabolisme Ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Muslih I Rancangan media pengisi kemasan untuk transportasi udang windu tambak (Penaeus monodon) hidup dalam media bukan air [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ning S Studies on the giant freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii live transportation without using water. Marine Sciences.

45 31 Nirwansyah GA Pembiusan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) menggunakan suhu rendah secara bertahap dan cara pengemasan pada transportasi hidup sistem kering [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nitibaskara R, Wibowo S dan Uju Penanganan dan Transportasi Ikan Hidup untuk Konsumsi. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ostergaard Colossoma macropomum. [19 desember 2011] Prasetiyo Kajian kemasan dingin untuk transportasi udang hidup secara kering [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pratisari, Dan transportasi ikan nila (Oreochromis niloticus) hidup sistem kering dengan menggunakan pembiusan suhu rendah secara langsung. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Priosoeryanto BP, Huminto H, Wientarsih I, Estuningsih S Aktivitas Getah Batang Pohon Pisang dalam Proses Persembuhan Luka dan Efek Kosmetiknya pada Hewan. Lembaga Penelitian dan Pemberdayan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Pudjianto, WE Analisis Kualitas Air. Surabaya: Bina Indra Karya. Rahman KM, Srikirishnadhas B Packing of live lobster the Indian experience. Infofish Internasional 6(94). Saanin H Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Jakarta: Bina Cipta. Subandiyono, S.H astuti, E. Supriyono, I. Mokoginta Respon Glukosa Darah Ikan Gurami (Osphronemus gouramy,l\c.) Terhadap Stres Perubahan Suhu Lingkungan. Jurnal Akuakultur Indonesia,( 2): Sufianto B Uji transportasi ikan mas koki (Carassius auratus) hidup sistem kering dengan perlakuan suhu dan penurunan konsentrasi oksigen [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Suryaningrum ThD, Utomo BSB Pengaruh suhu media serbuk gergaji dingin terhadap sintasan udang windu (Penaeus monodon) dalam kemasan kering. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional dan Diseminasi Teknologi Budidaya Laut dan Pantai. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan hlm Suryaningrum ThD, Indriati N, Amini S Penelitian model kemasan transportasi hidup ikan kerapu sistem kering. Di dalam: Prosiding Seminar

46 32 Hasil Penelitian Perikanan 1999/2000, Sukamandi, September 2000 hlm Suryaningrum ThD, Utomo BSB, Wibowo S Teknologi Penanganan dan Transportasi Krustasea Hidup. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Suryaningrum ThD, Syamdidi, Ikasari D Teknologi penanganan dan transportasi lobster air tawar. Squalen 2(2): Suryaningrum ThD, Ikasari D, Syamdidi Pengaruh kepadatan dan durasi dalam kondisi transportasi sistem kering terhadap kelulusan hidup lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 3(2): Tjitrosoepomo G Toksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Tidwell H. James,Shawn D. Coyle, Robert M. Durborow Anesthetics in Aquaculture. SRAC Publication No Wedemeyer, G.A Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman dan Hall. New York. 232p.

47

48 36 Lampiran 1 Bobot ikan hewan uji (gr) Rata-rata 180±10,25

49 37 Lampiran 2 Ekstrak hati batang pisang

50 38 Lampiran 3 Biota Uji

2 TINJAUAN PUSTAKA. : Cypriniformes. : Colossoma macropomum,

2 TINJAUAN PUSTAKA. : Cypriniformes. : Colossoma macropomum, 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum ) Ikan bawal yang telah tersebar dan berkembang serta dikenal oleh masyarakat Indonesia termasuk jenis Colossoma spp,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama dilakukan persiapan media uji bahan pemingsan dan hewan yaitu hati batang pisang dan ikan bawal air tawar. Tahap ini juga dilakukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama.

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Selama Proses Pemingsanan Pengamatan perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan November Desember 2013, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Klasifikasi ikan nila berdasarkan Suyanto (2003) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas Sub-kelas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat onset, durasi, kematian dan tahapan anestesi Acepromazine (ACP). Selanjutnya, hasil penelitian dengan menggunakan ACP yang diberikan secara

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1 TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1 Komariah Tampubolon 1 dan Wida Handini 2 ABSTRAK Penelitian ini mengkaji berbagai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Persiapan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Persiapan 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2011 di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Pemeliharaan Lobster Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kondisi lobster air tawar. Air yang digunakan dalam proses adaptasi,

Lebih terperinci

STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR

STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR STUDI TEKNIK PENANGANAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO-L) HIDUP DALAM WADAH TANPA AIR Satria Wati Pade, I Ketut Suwetja, Feny Mentang Pascasarjana Prodi Ilmu Pangan, UNSRAT, Manado lindapade@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan Bulan Januari sampai Maret 2012 bertempat di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013 bertempat di Laboratorium Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila berdasarkan Suyanto (2003) adalah sebagai berikut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila berdasarkan Suyanto (2003) adalah sebagai berikut. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Klasifikasi ikan nila berdasarkan Suyanto (2003) adalah sebagai berikut. Filum Sub-Filum Kelas Sub-Kelas Ordo Sub-Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

PEMBIUSAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) DENGAN SUHU RENDAH SECARA BERTAHAP DALAM TRANSPORTASI SISTEM KERING AURISMARDIKA NOVESA

PEMBIUSAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) DENGAN SUHU RENDAH SECARA BERTAHAP DALAM TRANSPORTASI SISTEM KERING AURISMARDIKA NOVESA PEMBIUSAN IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) DENGAN SUHU RENDAH SECARA BERTAHAP DALAM TRANSPORTASI SISTEM KERING AURISMARDIKA NOVESA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK

TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 TRANSPORTASI BASAH BENIH NILA (Oreochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria acuminata)

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

Gambar 1. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)

Gambar 1. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) merupakan hewan avertebrata air yang memiliki pelindung tubuh berupa rangka eksoskeleton

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

APLIKASI RAK DALAM WADAH PENYIMPANAN UNTUK TRANSPORTASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) TANPA MEDIA AIR

APLIKASI RAK DALAM WADAH PENYIMPANAN UNTUK TRANSPORTASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) TANPA MEDIA AIR APLIKASI RAK DALAM WADAH PENYIMPANAN UNTUK TRANSPORTASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus) TANPA MEDIA AIR Shelf Applications in Storage Container for Freshwater Prawn (Cherax quadricarinatus)

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

Morfologi ikan jambal siam mempunyai badan memanjang dan pipih, punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat garis lengkung mulai

Morfologi ikan jambal siam mempunyai badan memanjang dan pipih, punggung berduri dan bersirip tambahan serta terdapat garis lengkung mulai "4 - a II. TINJAUAN PUSTAKA 2A. \kan Jamba\S\an\ {Pangasius hypophthalmusf) Ikan jambal slam {Pangasius hypophthalmus F) merupakan ikan ekonomis tinggi, karena dagingnya mempunyai citarasa yang khas dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya ikan nila semakin diminati oleh pembudidaya ikan air

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya ikan nila semakin diminati oleh pembudidaya ikan air 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya ikan nila semakin diminati oleh pembudidaya ikan air tawar. Permintaan benih ikan nila yang semakin meningkat menyebabkan penyediaan benih harus dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 1. No. 2 Juni 2017

JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 1. No. 2 Juni 2017 KELULUSAN HIDUP IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) SELAMA PENYIMPANAN DALAM MEDIA SERBUK GERGAJI MENGGUNAKAN AIR RENDAMAN HATI BATANG PISANG AMBON (MUSA PARADISIACA) DIAN PUSPITASARI PROGRAM STUDI BUDIDAYA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008; Slembrouck et al., 2005). Ikan patin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan inroduksi yang telah lebih dulu dikenal masyarakat indonesia. Budidaya

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber: Kuncoro (2009)

Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus) Sumber: Kuncoro (2009) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila sangat dikenal oleh masyarakat penggemar ikan air tawar, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Di Asia Tenggara,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. METODOLOGI 3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus tahun 0. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan dan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR Oleh : Wida Handini C34103009 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas ini diminati sebagai lobster hias. Beberapa tahun belakangan,

I. PENDAHULUAN. komoditas ini diminati sebagai lobster hias. Beberapa tahun belakangan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lobster air tawar (LAT) saat ini mulai marak dibudidayakan di Indonesia. Awalnya, komoditas ini diminati sebagai lobster hias. Beberapa tahun belakangan, pembudidaya mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

Gambar 4. Uji Saponin

Gambar 4. Uji Saponin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Kandungan Senyawa Saponin Pada Biji Barringtonia asiatica Biji Barringtonia asiatica memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder triterpenoid dan saponin.

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan nila merah adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan nila merah adalah sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Nila 1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan nila merah adalah sebagai berikut: Kelas Sub-kelas Ordo Sub-ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

TEKNIK IMOTILISASI IKAN NILA MENGGUNAKAN EKSTRAK UMBI RUMPUT TEKI MAHARDIKA TRI HANDAYANI

TEKNIK IMOTILISASI IKAN NILA MENGGUNAKAN EKSTRAK UMBI RUMPUT TEKI MAHARDIKA TRI HANDAYANI TEKNIK IMOTILISASI IKAN NILA MENGGUNAKAN EKSTRAK UMBI RUMPUT TEKI MAHARDIKA TRI HANDAYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 9 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Juli 2012. Adapun tempat penelitiannya yaitu di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

Bisnis Budidaya Ikan Bawal

Bisnis Budidaya Ikan Bawal Bisnis Budidaya Ikan Bawal Nama : Anung Aninditha Nim : 10.11.3944 Kelas : S1.TI.2F STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Ikan bawal merupakan jenis ikan yang cukup poluper di pasar ikan konsumsi. Selain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman P. guajava var. pomifera Sumber: Parimin (2007)

Gambar 1 Tanaman P. guajava var. pomifera Sumber: Parimin (2007) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Kimia dan Aplikasi Daun P. guajava var. pomifera Jambu biji (Psidium guajava) merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk komoditas internasional. Lebih dari

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY

KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY KANDUNGAN SENYAWA FITOKIMIA, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN LAMUN Syringodium isoetifolium NABILA UKHTY DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kecerahan Warna Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid dari makanan alami (Simpson et al. 1981 dalam Utomo dkk 2006), sedangkan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG Oleh : Rizki Andriyanti C34050241 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bryner (1999) mengklasifikasikan C. macropomum ke dalam kingdom

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bryner (1999) mengklasifikasikan C. macropomum ke dalam kingdom II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi C. macropomum Bryner (1999) mengklasifikasikan C. macropomum ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, sub filum Craniata, kelas Pisces seperti ikan pada

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TRANSPORTATION TEST DRY SYSTEM OF JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) WITH USING BANANA STEM EXTRACT By:

TRANSPORTATION TEST DRY SYSTEM OF JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) WITH USING BANANA STEM EXTRACT By: UJI TRANSPORTASI SISTEM KERING IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRAK HATI BATANG PISANG Oleh: Andika Pratama 1 ), Dewita Buchari 2 ), Sumarto 2 ) Gmail: pratamaandika134@gmail.com

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci