5. HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri Perairan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5. HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri Perairan"

Transkripsi

1 5. HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri Perairan Hasil pemetaan batimetri dari data echogram di seluruh perairan Laut Jawa khususnya pada Laut Jawa bagian timur dan utara Jawa Tengah menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki kedalaman yang relatif dangkal, yaitu berkisar antara m, dengan rata-rata kedalaman 25,28 m. Selain data echogram, juga dilakukan pemetaan batimetri menggunakan data kedalaman perairan yang diambil dari situs untuk menggambarkan peta batimetri pada lokasi survei tahun 22 maupun 25. Hasil dari dua peta batimetri perairan Laut Jawa memberikan informasi tidak jauh berbeda, yaitu kedalaman berkisar 4 m pada bagian tengah dan ke arah pantai semakin dangkal. Batimetri di perairan Kepulauan Seribu menunjukkan kisaran dari 12 m hingga 86 m. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Kepulauan Seribu sangat bervariasi. Perairan Pulau Belitung termasuk perairan Laut Jawa. Perairan Belitung berhubungan langsung dengan Laut Cina Selatan, dan berada dekat dengan Pulau Bangka yang terletak di timur Sumatera Selatan. Peta batimetri hasil pemetaan data topex memiliki kedalaman perairan yang lebih dangkal dibandingkan Laut Jawa bagian timur yaitu berkisar 2 m 4 m. Perairan Kalimantan Timur termasuk perairan Selat Makasar, yang dibatasi oleh dua pulau besar yaitu Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. ketersediaan air berasal dari Laut Sulawesi yang mengalir memasuki Selat Makasar menunju ke selatan. Pada bagian selatan bertemu dengan Laut Flores yang ikut mempengaruhi kondisi oseanografi pada bagian selatan selat. Selat Makasar meskipun merupakan Paparan Sunda namun tidak seperti daerah lain yang memiliki dasar perairan yang dangkal. Selat Makasar diindikasikan merupakan bagian dari Palung sulawesi, yang memiliki batimetri yang cukup dalam. Hasil pemetaan data topex menunjukkan kedalaman perairan hingga kedalaman >2 m pada lokasi tengah-tengah perairan. Lampiran 4 menggambarkan batimetri di setiap lokasi survei.

2 Substrat Dasar Perairan Tipe substrat dasar perairan Laut Jawa berdasarkan komposisi ukuran partikel yang terambil pada saat survei dengan mempergunakan alat grab, umumnya adalah lumpur. Survei Desember 25 dengan pengambilan 17 stasiun grab menunjukkan 15 stasiun dari contoh substrat yang diambil adalah lumpur dan 5 stasiun adalah lumpur berpasir. Hasil survei Mei 26 masih dalam area survei Laut Jawa 22 dan 25 menunujukkan 5 stasiun grab menunjukkan 45 stasiun contoh substrat memiliki jenis substrat lumpur dan 5 stasiun contoh substrat memiliki jenis substrat lumpur berpasir dan pasir berlumpur. Hasil analisis di laboratorium tanah IPB menunjukkan contoh lumpur tersebut memiliki kisaran bulk density 1,2-1,37 g/m 3, dengan rata-rata1,14 g/m 3. Hasil analisis komposisi ukuran partikel pada contoh substrat di perairan Belitung dan sekitarnya pada survei September 25 dengan mempergunakan grab menunjukkan bahwa dari 46 stasiun ditemukan 16 stasiun bersubstrat pasir, 13 stasiun bersubstrat pasir berlumpur, 4 stasiun bersubstrat lumpur dan 13 stasiun bersubstrat lumpur berpasir. Hasil komposit kanal citra Landsat 7 ETM tahun 22, hasil akhir ditemukan 7 kelas utama, yaitu pasir terbuka, karang, lamun, substrat campuran dengan dominasi pasir, karang, lamun, dan lumpur (Gambar 2). Komponen terbesar penyusun ekosistem pesisir Belitung zona A adalah pasir terbuka dan substrat campuran dominan lumpur dengan luasan masing-masing sebesar 1454,749 ha dan 1124,336 ha. Berdasarkan tampilan citra Landsat, pasir terbuka diwakili oleh warna kuning terletak di sepanjang Tanjung Batu sampai Tanjung Lingka, dan di sekitar Teluk Pring, sedangkan daerah lumpur terlihat di Teluk Buding, Tanjung Manggar dan Tanjung Asem sebagai warna coklat pada tampilan citra. Lokasi terumbu karang yang potensial di zona ini berada di sekitar perairan Pulau Bukau dan Pulau Mempirak di Kecamatan Manggar, juga di seklitar perairan Pulau Pemulut di Kecamatan Sijuk dengan total luasan daerah terumbu karang itu sebesar 121,82 ha. Kondisi terumbu karang di sekitar Pulau Bukau dan Pulau Mempirak termasuk kedalam kriteria memuaskan dengan persentase penutupan karang sebesar 81,8% - 83,6%. Wilayah pesisir Belitung Zona B didominasi oleh pasir terbuka (3923,74 ha) dan substrat campuran dominasi lumpur (1118, 428 ha). Daerah pasir dan

3 53 lumpur berada di sepanjang pantai Tanjung Medong sampai di dekat muara Sungai Linggang. Luasan daerah terumbu karang adalah 111,78 ha, sebagian besar berada di sekitar Pulau Tapok, Pulau Linding, Pulau Tepi dan di Gosong Batu Gajah yang termasuk dalam kriteria sedang sampai memuaskan dengan persentase penutupan karangnya sebesar 42,88%-78,5%. Pada zona C, luasan pasir sebesar 6153,618 ha dan substrat campuran dominasi pasir sebesar 3756,843 ha, tersebar dari Tanjung Ular sampai di sekitar Pulau Batang dan di daerah Tembelan sampai Gerisik di Kecamatan Membalong. Luasan daerah karang adalah 253,162 ha, tersebar di sekitar Pulau Seliu, Gosong Pulau Roe, Gosong Pulau Mendulu, di pesisir Mentigi sampai Jepun, dan pulau-pulau kecil lainnya. Persen penutupan karang hidup sebesar 35,5%-83,6%. Zona D, Luasan terbesar adalah pasir terbuka (3583,839 ha) namun sebanding dengan luasan karang (3472,158 ha). Daerah pasir tersebar di sepanjang pesisir barat dari Tanjung Pandan sampai Tanjung Binga. Daerah karang yang berpotensi adalah di sekitar perairan dekat Batu Penyu, Pulau Mendulu, Tanjung Kubu, Tanjung Jemang dan Pulau Babi, Pulau Langkuas, Pulau Kepayang, di Selat Nasik sampai utara Pulau Hoorn, Pulau Langir, Pulau Batudinding, dan di sekitar Tanjung Kelayang dan Pantai Bilik. Kondisi karangnya termasuk dalam ketegori baik dengan persentase penutupan sebesar 65,16%. Analisis komposisi ukuran partikel dari hasil survei di perairan Kalimantan Timur pada bulan Juli 25, pada 2 stasiun grab menunjukkan 6 stasiun memiliki substrat berpasir, 5 stasiun memiliki substrat lumpur, 4 stasiun bersubstrat pasir berlumpur, 3 stasiun bersubstrat lumpur berpasir dan 2 stasiun bersubstrat lumpur berpasir. Perbedaan jenis substrat ini diakibatkan adanya sedimentasi yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara di pantai Kalimantan Timur juga adanya arus yang kuat di tengah perairan yang sanggup membawa partikel pasir hingga jauh ke tengah perairan. Analisis ukuran partikel dari data pengambilan substrat di Kepulauan Seribu di 2 stasiun, menunjukkan 12 stasiun berupa pasir berlumpur, 3 stasiun bersubstrat karang, 3 stasiun dengan substrat berpasir dan 1 stasiun masingmasing bersubstrat pasir berliat dan 1 stasiun bersubstrat lumpur berpasir.

4 54 Gambar 2. Sebaran substrat di perairan Belitung berdasarkan citra Landsat 7 ETM (22) Kondisi Oseanografi Kisaran suhu dan salinitas hasil survei Laut Jawa pada tahun 22 bertepatan dengan Musim Peralihan II ditampilkan pada Tabel 6. Kondisi suhu perairan cenderung lebih dingin dibandingkan hasil survei tahun 25 yang bertepatan dengan Musim Barat. Parameter Tabel 6. Kisaran suhu dan salinitas di Laut Jawa Oceanografi Permukaan Dekat dasar Permukaan Dekat dasar Kisaran suhu ( o C) 29,61-27,26 27,74 29,58 28,77 29,93 28,85 29,7 Rata-rata Suhu ( o C) 28,53 ±,62 28,47 ±,46 29,34 ±,34 29,36 ±,27 Kisaran Salinitas (psu) 33,39 34,83 33,74 34,81 3,47 33, 75 32,43 33, 88 Salinitas rata-rata (psu) 34,4 ±,32 34,47 ±,19 32,73 ±,8 33,27 ±,47

5 55 Kisaran suhu dan salinitas hasil survei di perairan Belitung tahun 22 bertepatan dengan Musim Peralihan I dan data tahun 25 bertepatan Musim Peralihan II dapat dilihat pada Tabel 7. Musim Peralihan I (22) menunjukkan suhu yang lebih hangat dibandingkan pada Musim Peralihan II (25). Namun untuk Musim Peralihan I memiliki salinitas lebih sedikit pekat dibanding Musim Peralihan II (25). Arus permukaan yang terukur pada Musim Peralihan II (25) adalah 19,67-21,48 m/dtk, dengan rata-rata arus adalah 2,55 m/dtk ±,43, dan arus dekat dasar 2,1 m/dtk - 21,49 m/dtk dan rata-rata arus dasar adalah 2,62 m/dtk ±,41. Tabel 7. Kisaran suhu dan salinitas di perairan Belitung Parameter Oceanografi Permukaan Dekat dasar Permukaan Dekat dasar Kisaran suhu ( o C) 29,48-3,33 29,37-29,61 28,86 3,63 28,83-3,11 Rata-rata Suhu ( o C) 3,2 ±,28 29,51 ±,8 29,5 ±,37 29,41 ±,3 Kisaran Salinitas (psu) 32,87-32,98 32,87 32,93 32,54 34,16 32,8-34,18 Salinitas rata-rata (psu) 32,96 ±,4 32,9 ±,2 33,21 ±,46 33,25 ±,44 Saat pengambilan data tahun 22 juga dilakukan pengolahan citra satelit Landsat-7. Ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai sebaran suhu lebih luas. Citra satelit Landsat-7 ETM band 6a dan band 6b (Lampiran 5- g) Berdasarkan hasil pengolahan citra diketahui suhu perairan berkisar dari C. Pada perairan sebelah timur suhu perairan berkisar C dan suhu dominan pada 28 C. Penyebaran suhu ke arah lepas pantai didominasi suhu 29 C. Pada perairan sebelah barat suhu perairan berkisar C dan suhu dominan pada 27 C. Survei di perairan Kalimantan Timur bertepatan dengan Musim Peralihan II. Kisaran suhu permukaan menyebar dari 25,3 32,81 C, salinitas permukaan menyebar dari 33,78 psu psu. Suhu dasar berkisar dari 16,78 C 28,97 C dan salinitas dasar berkisar 34,12 psu 35,55 psu. Sebaran suhu dan salinitas di seluruh lokasi survei dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan selang kelas kedalaman perairan baik untuk rata-rata suhu dan salinitas di perairan Laut Jawa maupun perairan Belitung menunjukkan nilai yang tidak berbeda kecuali di perairan Kalimantan Timur yang mengalami perubahan suhu cukup besar (Tabel 8).

6 Tabel 8. Nilai rata-rata suhu dan salinitas di perairan Laut Jawa, Belitung dan Kalimantan Timur berdasarkan selang kelas kedalaman perairan Selang Kelas Kedalaman Suhu Dasar (o) Laut Jawa 22 Salinitas Dasar (psu) Suhu Dasar (o) Laut Jawa 25 Salinitas Dasar (psu) Suhu Dasar (o) Belitung 22 Salinitas Dasar (psu) Suhu Dasar (o) Belitung 25 Salinitas Dasar (psu) Kalimantan Timur 24 Suhu Dasar (o) Salinitas Dasar (psu) <29,5 28,56 34,57 29,45 33,5 29,54 32,89 29,58 33,11 28,27 34,43 29,6-36,5 28,22 34,7 29,56 33,8 29,51 32,91 29,21 33,37 28,32 34,45 36,6-43,5 28,38 34,52 29,52 33,28 29,47 32,9 29,29 33,12 28,46 34,38 43,6-5,5 28,29 34,5 29,26 33, ,6 33,62 28,87 34,89 5,6-57,5 27,99 34, ,1 34,6 28,17 34,49 57,6-64,5 28,8 34, ,51 35, 64,6-71, ,22 33,19 24,17 35,18 71,6-78,5 27,99 34, ,69 35,18 >78,6 27,67 34, ,73 35,3 Ket : - tidak ada data

7 Nilai hidroakustik Hambur Balik Dasar Perairan Analisis hambur balik dasar perairan meliputi lima kali survei yaitu Laut Jawa 22,25 perairan Belitung 22, 25 dan Kepulauan Seribu 27. Analisis data ini menggunakan dua metode yang berbeda yaitu data tahun 22 diolah dengan Program EP-5 dan data dengan menggunakan Program EchoView Nilai Hambur Balik Dasar Perairan Hasil Olahan Program EP Perairan Jawa (22) Hasil pengolahan data hambur balik dasar perairan Laut Jawa 22 sepanjang lintasan penelitian menunjukkan Nilai hambur balik dasar menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara lapisan-1 hingga lapisan-4 (Tabel 9). Hal ini terjadi karena setiap lapisan substrat memiliki kepadatan yang berbeda, juga tersusun dari jenis yang berbeda. Semakin ke dalam dasar perairan maka sedimen akan semakin padat. Pada studi ini, lapisan -1 diduga merupakan partikel-partikel lumpur yang sudah diendapkan namun belum solid. Wibisono (25) menjelaskan bahwa sedimen pada lapisan - 1 bersifat tidak kompak (unconsolidated) yaitu sedimen yang selalu dalam keadaan siap terurai sehingga dengan kekuatan arus yang lemah sekalipun berakibat partikel mudah lepas. Lapisan-2 adalah lapisan lumpur semi kompak (semi consolidated) hingga lapisan 4 akan semakin kompak (consolidated). Hal ini yang menjelaskan mengapa pada lapisan-1 memiliki nilai hambur balik dasar perairan sangat kecil dan semakin menuju lapisan-4 nilai hambur balik semakin besar. Tabel 9. Nilai hambur balik dasar perairan di Laut Jawa 22 Lapisan Nilai Kisaran Hambur Balik Dasar Perairan (db) Rata-rata Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (db) Lapisan -1 51,7 db hingga -57,5-54,94 ±.98 Lapisan -2-31,4 db hingga -43,6-37,74 ± 2,38 Lapisan -3-18,2 db sampai -36,6-26,29 ± 3,37 Lapisan -4-16,2 db sampai -34,9-24,33 ± 3,41 Partikel-partikel lumpur yang terdapat di Perairan Laut Jawa, merupakan hasil transportasi sedimen lithogenous ( jenis sedimen yang berasal dari pelapukan maupun kegiatan vulkanik) yang diangkut dari daratan ke laut oleh sungai-sungai, begitu sedimen ini sampai di laut maka penyebarannya

8 58 ditentukan oleh sifat-sifat fisik dari partikel itu sendiri. Lumpur umumnya akan mengendap membutuhkan waktu 185 hari dan semakin besar ukuran partikel maka akan lebih cepat mengendap (Wibisono, 25). Gambar 21 terlihat bahwa lapisan-2 hingga lapisan-4 memiliki bentuk grafik yang sama, hal ini sangat berbeda dengan lapisan-1, dimana kenaikan maupun penurunan nilai hambur balik pada nilai lapisan-2 akan diikuti juga oleh turun naiknya nilai rata-rata lapisan-3 dan 4. Bentuk ini dapat dijelaskan bahwa berat jenis setiap lapisan berbeda. Semakin tinggi berat jenis suatu lapisan akan memberikan nilai hambur balik dasar perairan yang lebih besar. Berat jenis ini juga menjadi suatu faktor penting yang mempengaruhi perubahan impedansi akustik kekompakan (consolidated) atau litifikasi (litification) dari sedimen yang kompak yang merupakan hasil dari beban berlebih sediment-sedimen lain diatasnya, pengeringan dari sedimen saat surut maupun proses diagenetik karena ketidaksamaan kimia dari butiran-butiran memproduksi mineral-mineral baru yang menambah koherensi sedimen. Nilai Rerata Hambur Balik Dasar Perairan (db) < > 78.6 Lapisan-1 Lapisan-2 Lapisan-3 Lapisan-4 Rata-rata Lapisan 1-4 Gambar 21. Rata-rata nilai hambur balik dasar perairan di selang kelas kedalaman Sebaran nilai hambur balik dasar perairan sepanjang lintasan survei digambarkan berdasarkan nilai rata-rata dari nilai hambur balik Lapisan-1 hingga lapisan-4. Nilai hambur balik dasar perairan ini berkisar antara -2,2 db hingga -38,29 db, dengan rata-rata -28,9 db dan simpangan baku 3,35. Pada lokasi mendekati Pulau Kalimantan nilai hambur balik dasar perairan cukup besar hingga -25 db, namun semakin ke arah selatan mendekati pantai utara Jawa nilai hambur balik semakin kecil. (Gambar 22). Nilai hambur balik dasar perairan dikelompokkan untuk mengetahui sebaran kedalaman perairan. Ditemukan pada kisaran -38, db sampai -35,1

9 59 db pada kedalaman perairan 62, 75, m, diikuti kisaran hambur balik dasar perairan -35, db sampai -32,1 db yaitu terdeteksi pada perairan m. - 32, db sampai -29,1 db menyebar pada kedalaman 25, 65, m, kisaran -29, sampai -26,1 pada kisaran kedalaman 25, 65, m. Kisaran -26, db sampai -23,1 db menyebar pada kedalaman 23, 6, m dan terakhir kedalaman 28, 4, m memiliki selang hambur balik dasar perairan terbesar yaitu -23, db sampai -2, db (Gambar 23) Lintang -5-6 Laut Jawa Kep. Karimunjawa -7 Semarang Bujur Gambar 22. Sebaran nilai rata-rata hambur balik dasar perairan Laut Jawa Kedalaman (m) Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (db) Gambar 23. Sebaran nilai hambur balik dasar perairan (db) pada kedalaman perairan di Laut Jawa

10 Perairan Belitung (22) Hasil pengolahan data di perairan Belitung menunjukkan penyebaran nilai hambur balik dasar perairan yang sama dengan Laut Jawa yaitu lapisan-1 lebih kecil dibandingkan lapisan lainnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini terjadi karena jenis substrat yang berada pada setiap lapisan berbeda, dimana lapisan-1 adalah lapisan unconsolidated, sedangkan lapisan-2 hingga lapisan-4 adalah lapisan consolidated. Tabel 1. Kisaran nilai hambur balik dasar perairan di perairan Belitung Lapisan Nilai Kisaran Hambur Balik Dasar Perairan (db) Rata-rata Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (db) Lapisan -1-54,4 hingga -59,7-57,43 ± 1,51 Lapisan -2-31,3 hingga -46,8-37,65 ± 5,1 Lapisan -3-15,8 hingga -38,3-23,47 ± 7,41 Lapisan -4-11,1 hingga -33,9-18,77 ± 7,27 Berdasarkan selang kelas kedalaman (Gambar 24), lapisan-1 memiliki nilai terendah pada selang kelas kedalaman 29,6-36,5 m dan tertinggi pada selang kelas kedalaman 1. Lapisan-2 sampai lapisan- 4 menunjukkan nilai ratarata paling tinggi pada selang kelas kedalaman 29,6-36,5 m, dibawahnya selang kelas kedalaman 36,6-43,5 m dan paling kecil adalah selang kelas kedalaman kurang dar 29,5 m. -16 Nilai Rata-rata Hambur Balik Dasar Perairan(dB) Data tidak ada -7 < > 78.6 (m) Lapisan-1 Lapisan-2 Lapisan-3 Lapisan-4 rata-rata Gambar 24. Nilai rata-rata hambur balik dasar perairan pada setiap selang kelas kedalaman Gambaran mengenai hambur balik dasar perairan sepanjang lintasan survei diperoleh berdasarkan nilai rata-rata dari 4 lapisan berkisar -15 sampai -36

11 61 db. Lokasi di timur laut Pulau Belitung memiliki nilai rata-rata hambur balik lebih besar dibandingan dengan lokasi barat laut Pulau Belitung (Gambar 25). Nilai hambur balik dasar perairan dikelompokkan untuk mengetahui sebaran kedalaman perairan. Ditemukan pada kisaran -38, db sampai -35,1 db pada kedalaman perairan 25,6 32,8 m, diikuti kisaran hambur balik dasar perairan -35, db sampai -32,1 db yaitu terdeteksi pada kedalaman perairan 26,4-33,6 m, kisaran -32, db sampai -29,1 db menyebar pada kedalaman 25,8 26, m, kisaran -29, sampai -26,1 tidak ditemukan. Kisaran -26, db sampai -23,1 db menyebar pada kedalaman 23, 39,8 m, diikuti -23, db sampai -2,1 db pada kisaran kedalaman 23,2 39,6 m, kisaran -2, db sampai -17,1 db berada pada kisaran kedalaman 23,2 sampai 35,2 m dan yang memiliki kisaran hambur balik dasar perairan terbesar yaitu -17, db sampai -14,1 db pada kisaran 3 32,8 m (Gambar 26) -2.5 Lintang Tanjungpandan Belitung Bujur Gambar 25. Sebaran hambur balik dasar perairan di perairan Belitung -1 Kedalaman (m) Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (db) Gambar 26. Sebaran nilai hambur balik dasar perairan pada kedalaman perairan di perairan Belitung

12 Nilai Hambur Balik Dasar Perairan dengan Program Echoview Perairan Laut Jawa (25) Hasil pengolahan data menunjukkan nilai hambur balik dasar perairan di Laut Jawa memiliki nilai maksimum yang diperoleh -35,91 db, nilai minimal - 38,57 db dan nilai rata-rata -37,1 db dengan simpangan baku,46 db. Penyebaran nilai hambur balik dasar sepanjang lintasan survei menunjukkan nilai yang sama (Gambar 27). Hal ini menjelaskan bahwa substrat pada lokasi survei di Laut Jawa 25 memiliki substrat yang sama. Hasil data in-situ pengambilan contoh di lokasi ini diperoleh data yang menunjukkan bahwa substrat yang ada berupa lumpur, hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa berat jenis lumpur tersebut kurang dari 1 gram/m Kep. Karimunjawa Lintang -6.5 Semarang Bujur Gambar 27. Penyebaran nilai hambur balik dasar perairan Laut Jawa Sebaran Nilai rata-rata hambur balik dasar perairan berdasarkan selang kelas kedalaman diperoleh hasil nilai rata-rata pada selang kelas 1 sampai 5 sama yaitu berkisar dari -37,41 hingga -36,87 db. Ini menunjukkan bahwa pada selang kedalaman perairan ini memiliki tipe substrat yang sama atau merupakan kelompok yang sama pada selang kedalaman 6-9 tidak diperoleh data (Tabel 1) Perairan Belitung (25) Hasil deteksi hidroakustik dasar perairan Belitung pada bulan September 25 menunjukkan nilai hambur balik dasar perairan beragam yaitu dengan nilai

13 63 maksimum -2,93 db, nilai minimum -41,5 db dan nilai rata-rata -32,65 db dengan simpangan baku 6,83. Nilai hambur balik sepanjang survei pemberangkatan dari Semarang menunjukkan nilai hambur balik berkisar -35 db. Menuju perairan Belitung, nilai hambur balik semakin besar bahkan mencapai -23,1 db, dan di sebelah timur Pantai Sumatera nilai hambur balik mulai menurun kembali hingga -31 db. Ini menunjukkan di lintasan survei pemberangkatan dari Semarang, memiliki substrat lumpur hal ini ditunjukkan berdasarkan data pengambilan contoh substrat dengan menggunakan grab. Di sekitar perairan Belitung substrat sudah mulai berbeda, yaitu berupa substrat pasir yang banyak mendominasi di lokasi ini. Di timur Pantai Sumatera memiliki substrat yang berbeda juga dan diduga merupakan campuran lumpur dan pasir (Gambar 28). -2 Pangkalpinang Bangka -3 P. Lepar Tanjungpandan P. Liat Belitung Lintang -4 Laut Jawa -5 Kep. Karimunjawa -6 J A K A R T A Gambar 28. Penyebaran nilai hambur balik dasar perairan Belitung Nilai hambur balik pada setiap selang kelas kedalaman dapat menunjukkan bahwa memliki rata-rata nilai habur balik yang berkisar -34,6 hingga -3,1 db. Nilai ini tidak menunjukkan tipe substrat yang berbeda antar selang kelas kedalaman (Tabel 11). Bujur

14 64 Tabel 11. Nilai rata-rata hambur balik dasar di perairan Laut Jawa dan perairan Belitung Selang kelas kedalaman Laut Jawa (25) Perairan Belitung (25) < ,77-32, ,34-33, ,23-32, ,46-31, ,63-3, , ,6 > ,51 Keterangan : - data tidak ada Perairan Kepulauan Seribu (27) Perairan Kepulauan seribu memiliki data hambur balik yang berasal dari pantulan pertama (E-1) yang berksar -36,66 sampai -11,85 db dengan rata-rata -24,14 db dan pantulan kedua (E-2) yang berkisar -7, sampai -36,46 db dengan rata-rata -58,75 db. Hasil pemetaan terhadap nilai hambur balik pantulan pertama digambarkan sebagai berikut (Gambar 29): Lintang J A K A R T A Bujur Gambar 29. Penyebaran nilai hambur balik dasar pertama di perairan Kepulauan Seribu

15 Estmasi Stok Ikan Demersal Secara Hidroakustik Hasil dari penelitian ini meberikan informasi mengenai sebaran nilai pantulan ikan tunggal (target strength) maupun densitas ikan berdasarkan lima kali survei, yaitu Laut Jawa 22 25, perairan Belitung dan perairan Kalimantan Timur (24) Perairan Laut Jawa (Musim Peralihan II - 22) Nilai target strength menggambarkan besarnya pantulan yang diberikan oleh ikan tunggal yang terdeteksi oleh alat hidroakustik. Kisaran nilai target strength menyebar dari 51, db hingga 24,1 db, dengan jumlah ikan tunggal yang terdeteksi sebanyak ekor. Jumlah ikan tunggal terbanyak pada kisaran nilai target strength 48, sampai -45,1 db yaitu ekor, disusul kisaran target strength 51, hingga -48,1 db sebanyak 1.4 ekor dan urutan ke tiga kisaran nilai 45, sampai -42,1 db sebanyak 831 ekor, dengan ratarata target strength di seluruh perairan sebesar 41,11 db, dan standar deviasi sebesar 14,68 db. Penyebaran nilai rata-rata target strength ikan demersal sepanjang lintasan survei di seluruh perairan Laut Jawa sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar Lintang -5-6 Laut Jawa Kep. Karimunjawa -7 Semarang Bujur Gambar 3. Penyebaran rata-rata target strength ikan demersal di perairan Laut Jawa pada Musim Peralihan II

16 66 Gambar 31 yang menggambarkan histogram frekuensi jumlah ikan tunggal pada setiap nilai target strength. Kisaran nilai target strength yang terdeteksi adalah -48, hiungga -45,1 db memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan yang lainnya. Semakin besar ukuran target strength jumlah ikan semakin kecil, atau dengan kata lain di perairan Laut Jawa banyak ditemukan ikan-ikan tunggal berukuran kecil. Jumlah ikan tunggal dengan ukuran besar terdapat,88% atau 38 ekor dengan kisaran ukuran target strength 33, sampai -24,1 db. Jumlah Ikan Tunggal (ekor) , s/d - 48, , s/d - 45, , s/d - 42, , s/d - 39, , s/d - 36, , s/d - 33,1-33, s/d - 3,1-3, s/d - 27,1-27, s/d - 24,1 Nilai Target strength (db) Gambar 31. Jumlah ikan tunggal pada kisaran nilai target strength saat Musim Peralihan II di Laut Jawa Rata-rata jumlah ikan tunggal berdasarkan kisaran kelas kedalaman perairan berturut-turut dari kelas 1 sampai kelas 9 dapat dilihat pada Gambar 52. Hal ini menunjukkan bahwa pada selang kelas kedalaman 71,6-78,5 m memiliki ukuran ikan paling besar, diikuti selang kelas kedalaman lebih besar dari 78,6 m. Ini menjelaskan bahwa ikan-ikan besar menyukai perairan dengan kedalaman lebih dari 72 m, sedang ikan-ikan kecil menyukai perairan dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 29,5 m. Berdasarkan Gambar 32 ditemukan tiga kelompok yaitu : kelompok I adalah kelompok ikan yang memiliki nilai target strength kurang dari -47, db yang berada pada kedalaman kurang dari 29,5 m. Kelompok II yaitu ikan-ikan yang memiliki selang nilai rata-rata target strength antara -47, hingga -44, db pada kedalaman antara 29,6 hingga 71,5 m, dan kelompok III adalah ikan yang berada pada kedalaman lebih dari 71,6 m dengan nilai target strength lebih dari -44, db.

17 67 Nilai Rerata Target Strength (db) < >78.6 Gambar 32. Rata-rata nilai target strength pada setiap selang kelas kedalaman perairan Adapun jumlah ikan tunggal pada setiap kelas selang kedalaman juga sangat bervariasi. Jumlah terbanyak rata-rata ikan tunggal yaitu pada kelas selang kedalaman 6 yaitu pada kedalaman 57, m yaitu 27,5 ekor ikan, disusul pada kelas selang kedalaman 4 (43,6-5,5 m) dan 7 (64,6-71,5 m) yaitu sebanyak 21,65 ekor dan 2,84 ekor ikan (Gambar 33). Jumlah Rata-rata Ikan Tunggal (ekor) < >78.6 Gambar 33. Rata-rata jumlah ikan tunggal ikan demersal pada setiap selang kelas kedalaman perairan Berdasarkan data densitas yang ada untuk setiap integrasi dikalikan berat ikan rata-rata yang mendominasi dari sapuan tangkapan trawl yaitu 29,17 gram, diperoleh informasi bahwa densitas berkisar dari, gram/m 3 hingga 1,64 gram/m 3 dengan rata-rata,33 gram/m 3 dan simpangan baku,33. (Gambar 34). Densitas ikan lebih dari,5 gram/m 3 di lokasi perairan dangkal dan mendekati pantai. Lokasi yang dalam seperti di lokasi Laut Jawa bagian timur di utara Pulau Kangean memiliki densitas relatif rendah. Hal ini bisa disebabkan karena

18 68 daerah dangkal dan mendekati pantai merupakan daerah yang subur, akibat nutrien yang terbawa oleh arus sungai yang mampu mencapai daerah tersebut sehingga terdapat persediaan makanan bagi detritus Lintang -5-6 Laut Jawa Kep. Karimunjawa -7 Semarang Bujur Gambar 34. Penyebaran nilai rata-rata densitas ikan demersal pada Musim Peralihan II di perairan Laut Jawa Perhitungan densitas ikan (gram/m 3 ) berdasarkan selang kelas kedalaman di gambarkan pada Gambar 35. Data menunjukkan bahwa pada selang kelas 2 (29,6-36,5 m) memiliki densitas ikan yang paling besar yaitu,6 gram/m 3, diikuti selang kelas kedalaman 5 (5,6-57,5 m) yaitu,36 gram/m 3, dan paling rendah pada selang kedalaman lebih dari 78,6 m, dan cenderung semakin bertambahnya kedalaman densitas ikan menurun. Nilai Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m 3 ) < >78.6 Gambar 35. Nilai densitas ikan demersal pada selang kelas kedalaman di perairan Laut Jawa saat Musim Peralihan II

19 Perairan Laut Jawa (Musim Barat - 25) Penyebaran nilai target strength pada Musim Barat 25 menunjukkan kisaran nilai target strength -24,21 hingga -59,98 db, dengan rata-rata -44,86 db. Gambar 36 menggambarkan sebaran nilai rata-rata target strength di sepanjang lintasan survei, dengan nilai yang beragam. Rata-rata nilai target strength menyebar merata, namun demikian bila diamati secara cermat nilai rata-rata target strength berkisar -42, hingga -48, db yang terdapat di lokasi mendekati pantai, bahkan mendekati Pantai Karimun Jawa yang terdeteksi hingga -54, db. Namun di beberapa lokasi terlihat ikan tunggal berukuran besar hingga -3, db. Sebaran nilai rata-rata target strength di setiap selang kelas kedalaman menunjukkan ikan-ikan yang berukuran besar terdapat di perairan dalam sedang ikan-ikan kecil terdapat di perairan dangkal. Berdasarkan Gambar 37, penyebaran ikan pada selang kelas kedalaman I (<29,5 m) memiliki ukuran sendiri yaitu -42,15 db. Pada selang kelas kedalaman 2 dan 3 (29,6-43,5 m) memiliki ukuran ikan tunggal yang sama. Demikian juga untuk kelas kedalaman 4-5 ( 43,6-57,5 m) memiliki ukuran yang lebih besar. Kep. Karimunjawa -6 Lintang -7 Semarang Bujur Gambar 36. Sebaran nilai target strength pada Musim Barat di Laut Jawa

20 7 Nilai Rerata Target Strength (db) < >78.6 Gambar 37. Nilai rata-rata target strength di setiap selang kelas pada Musim Barat di Laut Jawa Total jumlah ikan tunggal adalah ekor, sebaran jumlah ikan tunggal pada setiap nilai target strength menunjukan bahwa ikan-ikan berukuran kecil (-6, hingga -57,1 db) berjumlah ekor atau 23,22% dari jumlah ikan tunggal yang terdeteksi, diikuti ikan-ikan dengan nilai -57, - -54,1 db sebanyak 6.19 ekor (21,74%). Ikan-ikan berukuran besar yaitu lebih dari -33, db ditemukan sebanyak 155 ekor atau hanya,54% saja dari seluruh ikan tunggal (Gambar 38). Jumlah Ikan Tunggal (ekor) , s/d -57,1-57, s/d -54, , s/d -51, , s/d -48, , s/d -45, , s/d -42, , s/d -39, , s/d -36, Nilai Target Strength (db) , s/d -33,1-33, s/d -3,1-3, s/d -27,1-27, s/d -24,1 Gambar 38. Jumlah ikan tunggal pada kisaran nilai target strength saat Musim Barat di Laut Jawa Sebaran densitas ikan berkisar dari sampai 2,1 gram/m 3, dengan ratarata,53 gram/m3. Penyebaran densitas ikan sepanjang lintasan survei dapat dilihat pada Gambar 39. Kecenderungan mendekati pantai jumlah densitas lebih besar dibandingkan lokasi yang menjauhi pantai.

21 71 Sebaran nilai rata-rata densitas di setiap selang kelas kedalaman menunjukkan ikan-ikan banyak ditemukan di perairan dangkal, dan semakin dalam perairan densitas ikan semakin berkurang. Berdasarkan Gambar 4, penyebaran ikan pada selang kelas kedalaman I (<29,5 m) memiliki rata-rata densitas 1,95 g/m 3. Pada selang kelas kedalaman 2 (29,6 43,5 m) mengalami kenaikan yang signifikan yaitu 3,2 g/m 3 dan cenderung menurun jumlah densitas ikan dengan bertambahnya selang kelas kedalaman. Kep. Karimunjawa -6 Lintang -7 Semarang Bujur Gambar 39. Sebaran densitas ikan sepanjang lintasan pada Musim Barat di Laut Jawa Nilai Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m 3 ) < >78.6 Gambar 4. Rata-rata densitas ikan demersal di setiap selang kelas Kedalaman pada Musim Barat di Laut Jawa

22 Belitung Tanjungpandan Perairan Belitung (Musim Peralihan I - 22) Hasil survei Musim Peralihan I di perairan Belitung, memiliki data ikan tunggal yang relatif sedikit dibandingkan hasil survei di lokasi lain. Nilai target strength pada Musim Peralihan I berkisar -47, db hingga 59, db, dengan nilai rata-rata -55,73 db. Penyebaran nilai rata-rata target strength di lintasan survei dapat dilihat pada Gambar Lintang Bujur Gambar 41. Penyebaran nilai rata-rata target strength ikan tunggal di perairan Belitung pada Musim Peralihan I Hasil deteksi hidroakustiik di perairan Belitung menunjukkan jumlah ikan tunggal yang terdeteksi sangat sedikit yaitu 48 ekor. Hal ini diduga disebabkan oleh perairan yang umumnya bersubstrat karang dimana banyak dihuni oleh ikan-ikan yang bergerombol. Sebaran jumlah ikan pada setiap nilai target strength dapat di lihat pada Gambar 42. Nilai target strength berkisar -6, hingga -57,1 db memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 18 ekor, dan semakin besar nilai target strength terlihat jumlah ikan tunggal semakin sedikit. Jumlah Target Tunggal (ekor) , s/d - 57, , s/d - 54, , s/d - 51,1 1-51, s/d - 48,1 2-48, s/d - 45,1 Nilai Target Strength (db) Gambar 42. Jumlah ikan demersal tunggal pada setiap nilai target strength di perairan Belitung pada Musim Peralihan I

23 Belitung Tanjungpandan 73 Sebaran nilai rata-rata target strength menurut selang kelas kedalaman hanya ditemukan pada dua kelas kedalaman yaitu selang kelas kurang dari 29 m dan selang kelas 29,6-36,5 m (Gambar 43). Ikan tunggal pada selang kelas kedalaman 2 memiliki nilai target strength lebih besar dibandingkan nilai target strength pada selang kelas kedalaman 1. Bila dilihat dari nilai target strength ini merupakan kelompok yang berbeda. Nilai Rata-rata Target Strength (db) < Data tidak ada >78.6 Gambar 43. Nilai rata-rata target strength ikan demersal di perairan Belitung pada Musim Peralihan I Nilai rata-rata densitas ikan adalah,47 g/m 3 dengan simpangan baku,28 dan nilai densitas berkisar antara 1,24 g/m 3. Penyebaran nilai densitas di sebelah barat Pulau Belitung lebih besar dibandingkan di sebelah utara maupun sebelah timur Pulau Belitung (Gambar 44) Lintang Bujur Gambar 44. Nilai rata-rata densitas ikan demersal di perairan Belitung pada Musim Peralihan I

24 74 Densitas berdasarkan selang kelas kedalaman ditemukan pada selang kelas kedalaman kurang dari 29 m sebesar,67 g/m 3 dan pada selang kelas kedalaman 29,6-36,5 m memiliki densitas,44 g/m 3 (Gambar 45). 1 Nilai Rata-Rata Densitas Ikan Demersal (g/m3) Data tidak ada < >78.6 Gambar 45. Rata-rata densitas ikan di setiap selang kelas kedalaman pada Musim Peralihan I di perairan Belitung Perairan Belitung (Musim Peralihan II-25) Survei Belitung tahun 25 bertepatan dengan Musim Peralihan II. Hasil deteksi ikan tunggal dengan menggunakan alat hidroakustik menunjukkan ikan demersal tunggal memiliki nilai target strength antara -42, hingga -59,98 db dengan rata-rata 51,53 db dan simpangan baku 4,43. Berdasarkan nilai ratarata target strength, ikan-ikan tunggal yang berukuran besar umumnya di sekitar pulau-pulau kecil yang terletak di barat Pulau Belitung. Ikan-ikan kecil menyebar di timur pantai Sumatera hingga ke tengah perairan (Gambar 46). Penghitungan jumlah ikan tunggal pada lokasi penelitian masih didominasi oleh ikan-ikan yang memiliki nilai target strength antara -6, hingga -57,1 db yaitu sebanyak ekor, dan semakin bertambah besar ukuran nilai target strength, jumlah ikan tunggal semakin berkurang (Gambar 47). Berdasarkan selang kelas kedalaman, diperoleh informasi bahwa ikanikan yang berukuran besar nilai rata-rata target strength-nya berada di perairan dalam (64,6 78,5 m), sedangkan pada perairan dangkal nilai rata-rata target strength semakin kecil yaitu di bawah -4, db (Gambar 48).

25 75-2 Pangkalpinang Bangka -3 P. Liat P. Lepar Lintang J A K A R T A Bujur Gambar 46. Penyebaran nilai rata-rata target strength di perairan Belitung pada Musim Peralihan II 4 Jumlah Ikan Tunggal (ekor) , s/d -57, , s/d -54, , s/d -51, , s/d -48, , s/d -45, , s/d -42,1 Nilai Target Strength (db) Gambar 47. Jumlah ikan demersal tunggal pada setiap kisaran nilai target strength di perairan Belitung pada Musim Peralihan II Nilai Rata-rata Target Strength (db) < >78.6 Gambar 48. Nilai rata-rata target strength ikan demersal di perairan Belitung pada Musim Peralihan II

26 76 Densitas ikan demersal pada Musim Peralihan II di perairan Belitung menunjukkan kisaran nilai densitas hingga 1.82 gram/m 3. Densitas rata-rata yang ditemukan adalah.5 g/m 3 dengan simpangan baku 1,52. Densitas ikan demersal di perairan Belitung menunjukkan di lokasi di sekitar Pulau Belitung sangat sedikit namun di timur Pantai Sumatera lebih banyak (Gambar 49). Lokasi yang memiliki densitas sebesar 1,82 g/m 3 hanya pada posisi 16 o 33 3 BT; 5 o 5 3 LS. -2 Pangkalpinang Bangka -3 P. Liat P. Lepar Lintang J A K A R T A Bujur Gambar 49. Penyebaran densitas di perairan Belitung pada Musim Peralihan II Rata-rata densitas ikan paling banyak terdapat di kedalaman kurang dari 29,5 m dan semakin bertambah kedalaman jumlah densitas ikan semakin kurang (Gambar 5). 1 Nilai Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m3) < >78.6 Gambar 5. Rata-rata densitas ikan di setiap selang kelas kedalaman pada Musim Peralihan I di perairan Belitung

27 Perairan Kalimantan Timur (Musim Peralihan II-24) Hasil survei di perairan Kalimantan Timur meliputi perairan dangkal hingga perairan dalam. Perairan dangkal umumnya terletak di dekat pantai dan perairan dalam menjauhi pantai. Umumnya hasil deteksi akustik yang jauh dari pantai sudah tidak dapat mendeteksi dasar perairan, sehingga tidak dapat dilakukan analisis untuk mendapatkan informasi mengenai ikan-ikan yang dekat dasar perairan. Target strength yang terdeteksi di perairan Kalimantan Timur berjumlah ekor ikan tunggal dengan nilai target strength menyebar dari 61, db hingga 34, db, dan rata-rata Target strength adalah 51,1 db dengan simpangan baku,3 db. Total ikan tunggal terbanyak ditemukan pada target strength ukuran 61, - -58,1 db yaitu ekor ikan tunggal, diikuti oleh Target strength ukuran 58, - -55,1 db sebanyak 947 ekor ikan tunggal, dan semakin besar nilai target strength jumlah ikan tunggal yang terdeteksi semakin sedikit (Gambar 51). Jumlah Ikan Tunggal (ekor) , s/d - 58, , s/d - 55, , s/d - 52, , s/d - 49, , s/d - 46, , s/d - 43,1 Nilai Target Strength (db) , s/d - 4,1-4, s/d - 37, -37, s/d - 34,1 Gambar 51. Jumlah target tunggal pada setiap kisaran nilai target strength di perairan Kalimantan Timur Penyebaran nilai target strength sepanjang lintasan survei yang teramati dapat dilihat pada Gambar 52. Ikan tunggal yang memiliki rata-rata target strength yang kecil (-52, db) terdapat perairan dangkal di dekat pantai, dan daerah yang lebih dalam dan menjorok ke tengah Selat Makasar (menjauhi pantai) umumnya memiliki ikan tunggal berukuran besar yaitu dengan nilai target strength hingga -37, db. Kedalaman perairan yang terdeteksi oleh alat hidroakustik di perairan Kalimantan Timur ini sangat bervariasi yaitu mulai dari 6 hingga 1 m. Gambar

28 78 53 adalah penyebaran nilai Target strength untuk masing-masing kelas kedalaman. Kelas kedalaman 9 (>78,6 m) memiliki rata-rata target strength paling besar (-4,1 db) dibandingkan delapan kelas kedalaman lainnya. Nilai Target strength paling rendah (-51,72 db) ditemukan pada selang kelas kedalaman 3. Hal ini memberikan gambaran bahwa secara hidroakustik ikanikan tunggal yang berukuran besar di perairan Kalimantan Timur banyak menghuni perairan dalam dan ikan-ikan kecil menjadi penghuni perairan dangkal. Melihat grafik di bawah ini di duga bahwa berdasarkan selang kelas kedalaman ditemukan tiga kelompok ikan yang berbeda yaitu : kelompok I yang merupakan penghuni selang kelas kedalaman 1-3 yang memiliki ukuran ikan tunggal yang sama berkisar (-49,71 sampai -51,72 db), demikian juga pada selang kelas kedalaman 4 8 memiliki ukuran ikan yang sama juga (-45,97 sampai -49, db), dan kelompok terakhir adalah selang kelas kedalaman 9 yang memiliki ikan tunggal berukuran -4, db. 4 3 Lintang Bujur Gambar 52. Sebaran nilai rata-rata target strength di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II Nilai Rata-rata Target Strength < >78.6 Gambar 53. Nilai rata-rata target strength di setiap selang kelas kedalaman di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II

29 79 Densitas ikan di perairan Kalimantan Timur ini berkisar sampai 8,47 gram/m 3, dengan rata-rata,45 gram/m 3 dan simpangan baku,97 dimana perhitungan densitas berdasarkan berat ikan yang mendominasi perairan yaitu jenis Leioqnathus bindus dengan berat 13,9 gram (Gambar 54). Densitas tertinggi terletak pada posisi 117 o 51 3 BT; 2 o LU. Semakin ke tengah Selat Makasar densitas semakin rendah. Berdasarkan selang kelas kedalaman penyebaran densitas ikan demersal di perairan Kalimantan Timur sangat menonjol pada selang kelas kedalaman I (<29,5m) yaitu 4,74 g/m 3, selang kelas kedalaman lainnya memiliki densitas rendah (Gambar 55). 4 3 Lintang Bujur Gambar 54. Sebaran nilai densitas di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II Nilai Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m 3 ) < >78.6 Gambar 55. Nilai densitas di setiap selang kelas kedalaman di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II

30 8 5.4 Estimasi Stok Ikan Demersal Hasil Sapuan Trawl Perairan Laut Jawa (Musim Peralihan II-22) Total hasil sapuan area yang diperoleh dengan menggunakan alat tangkap trawl dasar (Bottom trawl) di 2 stasiun penelitian dengan kedalaman perairan yang beragam ditemukan 39 famili, dengan 91 spesies ikan demersal dan total hasil sapuan 953,81 kg. Stasiun-stasiun yang memiliki hasil sapuan terbesar yaitu Stasiun 5 merupakan stasiun yang memiliki total sapuan ikan demersal paling banyak yaitu 24,15 kg. Diikuti Stasiun 6 yang memiliki total sapuan 13,6 kg, Stasiun 14 dengan hasil sapuan 87,55 kg (Gambar 56). Berdasarkan jumlah spesies terlihat terjadi fluktuasi yang sangat besar. Stasiun dengan hasil sapuan tinggi tidak selalu diikuti dengan jumlah spesies yang tinggi pula. Di lihat dari jumlah spesies pada Stasiun 5 dan 6 memiliki spesies yang sedang yaitu 24 spesies (26,9%) dan 19 spesies (2,65%). Namun untuk Stasiun 14 memiliki jumlah spesies yang cukup tinggi yaitu 37 spesies (4,22%) dari seluruh spesies yang ada yaitu 92 spesies. Berdasarkan jumlah spesies yang mendominasi perairan, maka di perairan Laut Jawa ada 9 spesies yang memiliki jumlah tangkapan yang paling besar. Di mana Leiognathus splendens menduduki posisi teratas dengan total tangkapan 9,7 kg diikuti Nemipterus hexodon dengan total tangkapan 85,9 kg dan D.kuhli dengan 7 kg. 83 dan spesies lainnya memiliki jumlah yang sangat bervariasi antara 4,5 kg (Gambar 57). Bila dicermati penyebarannya, ternyata Leiognathus splendens ini hanya tertangkap di 3 stasiun dengan jumlah yang besar yaitu pada Stasiun 14,15 dan 18. Nemipterus hexodon hampir menyebar di seluruh stasiun yang ada (15 stasiun) namun untuk D.kuhli hanya tertangkap di 1 stasiun yaitu Stasiun 5. Hal ini cukup menarik di analisa lebih lanjut, sebab hasil sapuan besar namun tidak menyebar di seluruh perairan. Hal ini diduga bahwa Leiognathus splendens dan D.kuhli membutuhkan suatu kondisi perairan tertentu sebagai tempat hidupnya. Stasiun dimana Leiognathus splendens berada merupakan stasiun di utara Jawa dengan kedalaman berkisar 4 m, dan stasiun dimana D.kuhli berada pada perairan dangkal yaitu 24 m.

31 Kedalaman (m) Hasil Sapuan (kg) Gambar 56. Total sapuan ikan demersal di perairan Laut Jawa pada Musim Peralihan II (22) 4.74kg 41.23kg 41.6kg 43.12kg 47.91kg 68.7kg 9.7kg 7.kg 85.9kg Leioqnathus splendens Nemipterus hexodon D.kuhli Surida undosquamis Pentaprion longimanus Dasyiatis sp. Nemipterus marginathus Priacanthus tayenus Abalistes stellaris Gambar 57. Spesies ikan demersal yang mendominasi sapuan di Laut Jawa pada Musim Peralihan II (22) Pengamatan terhadap spesies ikan yang muncul di setiap stasiun diperoleh hasil yaitu 18 spesies yang muncul di 1 stasiun atau lebih. Saurida undosquamis merupakan spesies yang muncul pada 19 stasiun, dilanjutkan dengan Pentaprion longimanus dan Psetodes erumai yang muncul pada 17 stasiun. Saurida undosquamis meskipun tertangkap pada 19 stasiun tetapi tidak

32 82 memiliki jumlah tangkapan paling banyak. Spesies lainnya sangat bervariasi dari 1 stasiun sampai 15 stasiun. Tabel 12 adalah frekuensi kemunculan spesies di 2 stasiun yang ada. Tabel 12. Frekuensi kemunculan spesies pada Musim Peralihan II di Laut Jawa Nama Spesies Jumlah Frekuensi Kemunculan Nama Spesies Jumlah Frekuensi Kemunculan Saurida undosquamis 19 Nemipterus marginathus 13 Pentaprion longimanus 17 Saurida micropectoralis 12 Psetodes erumai 17 Abalistes stellaris 11 Nemipterus japonicus 15 Nemipterus japonicus 11 Ephinephellus sp. 15 Nemiptorus nematophorus 1 Leiognathus bindus 14 Nemipterus mesoprion 1 Saurida longimanus 14 Dasyiatis sp. 1 Priacanthus macracanthus 14 Pseudorhombus sp 1 Priacanthus tayenus 14 Upenus sulphureus 1 Kedalaman perairan dimana trawl dioperasikan berkisar 23, m hingga 74,4 m. Namun bila diklasifikasikan berdasarkan selang kelas kedalaman di seluruh perairan maka dapat dilihat jumlah rata-rata hasil sapuan ikan pada setiap selang kelas kedalaman (Gambar 58). 2 Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m 3 ) < data tidak ada data tidak ada >78.6 Gambar 58. Rata-rata densitas ikan demersal di setiap selang kelas kedalaman Pada selang kelas kedalaman 1 yaitu < 29,5 m memiliki rata-rata densitas ikan demersal paling tinggi yaitu 1,13 g/m 3, diikuti selang kelas kedalaman 2 yaitu,89 g/m 3. Pada selang kelas 7 dan 9 tidak ada data sehingga kosong.

33 83 Gambar 59 menggambarkan jumlah rata-rata spesies ikan demersal pada setiap selang kelas kedalaman. Dimana pada selang kelas kedalaman 2 memiliki jumlah rata-rata spesies ikan tertinggi yaitu 3 spesies disusul selang kelas kedalaman 6 yang berjumlah 27 spesies. Jumlah rata-rata famili juga beragaman, stasiun 2 memiliki jumlah rata-rata famili paling besar yaitu 17 famili (Gambar 6). 4 Rerata Jumlah Spesies < data tidak ada data tidak ada Gambar 59. Rata-rata jumlah spesies di setiap selang kelas kedalaman Rerata Jumlah Famili < data tidak ada data tidak ada Gambar 6. Rata-rata jumlah famili di setiap selang kelas kedalaman Hasil pengamatan terhadap spesies yang dominan pada setiap selang kelas kedalaman terlihat sangat beragam, seperti yang terlihat pada Tabel 13 di bawah ini. Terdapat 5 spesies yang dominan yaitu Nemipterus hexodon, Leiognathus splendens, Nemipterus japonicus, Nemiptorus nematophorus dan Priacanthus tayenus.

34 84 Tabel 13. Spesies yang dominan di setiap selang kelas kedalaman Spesies dominan 1 Nemipterus hexodon 2 Leiognathus splendens 3 Leiognathus splendens 4 Nemipterus japonicus 5 Nemiptorus nematophorus 6 Nemipterus japonicus 7-8 Priacanthus tayenus 9 - Keterangan : (-) = tidak ada data Perairan Laut Jawa (Musim Barat-25) Hasil survei di perairan Laut Jawa pada bulan Desember 25 di 31 stasiun sapuan area, diperoleh total tangkapan sebanyak 1.383,28 kg, yang terdiri 46 famili dan 99 spesies. Spesies yang dominan adalah pepetek (Leiognathus splendens) sebanyak 349,53 kg (25,27%) dan spesies ini hanya ditemukan pada 19 stasiun. Total sapuan terbanyak ditemukan di Stasiun 9 yaitu sebanyak 257,44 kg dan terendah adalah Stasiun 27 sebanyak 2,38 kg. Stasiun 6 adalah stasiun yang tidak diperoleh tangkapan (Gambar 61). Banyaknya spesies yang tertangkap untuk setiap stasiun sangat bervariasi. Stasiun 14 dan 16 merupakan stasiun dengan jumlah spesies terbanyak yaitu 5 spesies, Stasiun 24 dan 27 merupakan stasiun terendah dalam jumlah spesies yaitu 15 spesies. Berdasarkan total sapuan ikan demersal untuk setiap spesiesnya, diperoleh hasil terbanyak yaitu Leiognathus splendens (349,53 kg) diurutan pertama disusul Upeneus sulphureus (99,63 kg) dan Nemipterus japonicus (75,77kg) pada urutan dua dan tiga (Gambar 62). Pengamatan terhadap 31 stasiun sapuan trawl, diperoleh data bahwa terdapat 19 spesies yang memiliki frekuensi kemunculan lebih dari 2 kali antara lain spesies Upeneus sulphureus yang ditemukan pada 29 stasiun dan Saurida longimanus, dan Leiognathus bindus ditemukan pada 28 stasiun. Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini.

35 Kedalaman (m) Hasil Sapuan (kg) Gambar 61. Total sapuan ikan demersal di perairan Jawa Musim Barat 25 48,94 kg 5,9 kg 51,89 kg 53,19 kg 42,2 kg kg Leiognathus splendens Upeneus sulphureus Nemipterus japonicus Leiognathus dacorus Saurida longimanus Saurida micropectoralis Pentaprion longimanus Dasyiatis sp. Saurida undusquamis 65,59 kg 75,77 kg 99,63 kg Gambar 62. Spesies ikan demersal yang mendominasi hasil sapuan di perairan Laut Jawa pada Musim Barat 25

36 86 Tabel 14. Frekuensi kemunculan spesies pada Musim Barat di Laut Jawa Spesies Ikan Demersal Frekuensi kemunculan Upeneus sulphureus 29 Leiognathus bindus 28 Saurida longimanus 28 Nemipterus japonicus 27 Pentaprion longimanus 25 Saurida undusquamis 24 Siganus canaliculatus 23 Diodon sp 23 Leiognathus equulus 22 Priacanthus tayenus 22 Nemipterus hexodon 21 Priacanthus macracanthus 21 Uranuscopis sp. 21 Nemipterus nemurus 2 Psettodes erumei 2 Saurida micropectoralis 2 Berdasarkan pembagian kelas kedalaman hanya ditemukan empat kelas yang memiliki hasil sapuan yaitu selang kelas kedalaman 1 sampai 4, sedangkan selang kelas kedalaman 5-9 tidak ditemukan. Selang kelas kedalaman 3 (36,6 43,5 m) memiliki rata-rata densitas ikan demersal tertinggi yaitu 8,71 g/m 3 disusul selang kelas kedalaman 4 (43,6-5,5 m) dengan rata-rata hasil sapuan sebanyak 5,84 g/m 3 menduduki urutan ke dua (Gambar 63). Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m 3 ) < data tidak ada >78.6 Gambar 63. Rata-rata densitas ikan demersal di setiap selang kelas kedalaman Berdasarkan jumlah spesies pada setiap selang kelas kedalaman menunjukkan bahwa selang kelas kedalaman ke 4 memiliki jumlah spesies yang tertangkap paling banyak yaitu 93 spesies disusul selang kelas kedalaman 3

6. PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri

6. PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri 6. PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian 6.1.1 Batimetri Hasil pemetaan batimetri dari data echogram maupun data topex di seluruh perairan Laut Jawa (termasuk perairan Belitung) menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Peta Batimetri Laut Arafura Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori perairan dangkal dimana kedalaman mencapai 100 meter. Berdasarkan data

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna. Mikrofauna berperan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penyebaran target strength ikan Target strength (TS) sangat penting dalam pendugaan densitas ikan dengan metode hidroakustik karena untuk dapat mengetahui ukuran

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU 1) oleh: Devy Yolanda Putri 1), Rifardi 2) Alumni Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 2) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

4. BAHAN DAN METODA. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

4. BAHAN DAN METODA. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 41 4. BAHAN DAN METODA 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan dua data yaitu (1) data primer yang diperoleh saat penulis mengikuti riset pada tahun 2002, yang merupakan bagian dari

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI 4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI Pendahuluan Ikan dipengaruhi oleh suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen terlarut dan masih banyak faktor lainnya (Brond 1979).

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan 4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, ditemukan 3 jenis spesies lamun yakni Enhalus acoroides, Cymodocea

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tampilan EP-500 versi 5.3 dan tampilan utama Echo View 3.5

Lampiran 1. Tampilan EP-500 versi 5.3 dan tampilan utama Echo View 3.5 LAMPIRAN Lampiran 1. Tampilan EP-500 versi 5.3 dan tampilan utama Echo View 3.5 131 Lampiran 2. Peralatan hidroakustik 132 Lampiran 2. Lanjutan 133 134 Lampiran 2. Lanjutan Spesifikasi teknis scientific

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1 Mei 2013: 31-39 ISSNN 2087-4871 HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 (THE RELATION

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu penting perikanan saat ini adalah keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungannya. Upaya pemanfaatan spesies target diarahkan untuk tetap menjaga

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º - 138 º BT (Gambar 2), pada bulan November 2006 di Perairan Laut Arafura, dengan kedalaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian dasar perairan dapat digunakan secara luas, dimana para ahli sumberdaya kelautan membutuhkannya sebagai kajian terhadap habitat bagi hewan bentik (Friedlander et

Lebih terperinci

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sedimen dasar permukaan Hasil analisis sedimen permukaan dari 30 stasiun diringkas dalam parameter statistika sedimen yaitu Mean Size (Mz Ø), Skewness (Sk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI SANTI OKTAVIA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi penelitian

Gambar 8. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Januari-3 Februari 2011 yang di perairan Pulau Gosong, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang, Kabupaten

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hidroakustik 4.1.1. Profil Batimetri Laut Selatan Jawa Pada Gambar 10. terlihat profil batimetri Laut Selatan Jawa yang diperoleh dari hasil pemetaan batimetri, dimana dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena 1.1. Latar Belakang Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan, sehingga kelimpahannya sangat berfluktuasi di suatu perairan. MacLennan dan Simmonds (1992), menyatakan

Lebih terperinci

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK 5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK Pendahuluan Sumberdaya perikanan LCS merupakan kontribusi utama yang sangat penting di tingkat lokal, regional dan internasional untuk makanan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA Astrolabe Sian Prasetya 1, Bangun Muljo Sukojo 2, dan Hepi Hapsari

Lebih terperinci

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Vivieta Rima Radhista 1, Aries Dwi Siswanto 1, Eva Ari Wahyuni 2 1 Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDEKATAN METODE HIDROAKUSTIK UNTUK ANALISIS KETERKAITAN ANTARA TIPE SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DENGAN KOMUNITAS IKAN DEMERSAL SRI PUJIYATI

PENDEKATAN METODE HIDROAKUSTIK UNTUK ANALISIS KETERKAITAN ANTARA TIPE SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DENGAN KOMUNITAS IKAN DEMERSAL SRI PUJIYATI PENDEKATAN METODE HIDROAKUSTIK UNTUK ANALISIS KETERKAITAN ANTARA TIPE SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DENGAN KOMUNITAS IKAN DEMERSAL SRI PUJIYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 010 di daerah pantai berlumpur Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Udang contoh yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI PENGUKURAN NILAI DAN SEBARAN TARGET STRENGTH IKAN PELAGIS DAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM ACOUSTIC SYSTEM) DI LAUT A MFUM PADA BULAN OKTOBER-NOPEMBER 2003 Oleh :

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG Pendugaan Kelimpahan dan Sebaran Ikan... Metode Akustik di Perairan Belitung (Fahmi, Z.) PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG ABSTRAK Zulkarnaen

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam makhluk hidup yang kehidupannya berasosiasi dengan lingkungan perairan.

Lebih terperinci

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc Oleh Satria Yudha Asmara Perdana 1105 100 047 Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc PENDAHULUAN Latar Belakang Pulau Bawean memiliki atraksi pariwisata pantai yang cukup menawan, dan sumber

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Daerah Penelitian Penelitian hidroakustik meliputi daerah tubir bagian luar (perairan Teluk Tomini), daerah tubir bagian dalam (perairan pulau Una-una) dan daerah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DI PERAIRAN SEPANJANG JEMBATAN SURAMADU KABUPATEN BANGKALAN

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DI PERAIRAN SEPANJANG JEMBATAN SURAMADU KABUPATEN BANGKALAN Jurnal KELAUTAN,Volume 4, No.2 Oktober 2011 ISSN : 1907-9931 SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DI PERAIRAN SEPANJANG JEMBATAN SURAMADU KABUPATEN BANGKALAN Kurratul Ainy 1, Aries Dwi Siswanto 2, dan Wahyu

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 5 3 '15 " 5 3 '00 " 5 2 '45 " 5 2 '30 " BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan April 2010, lokasi pengambilan sampel di perairan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR PETA... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di

Lebih terperinci

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan or4 APLlKASl SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN WILAYAH POTENSIAL WISATA BAHARI TERUMBU KARANG Dl PULAU SATONDA, DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT HAZMI C06498017 PROGRAM STUD1

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pasang Surut Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY Oleh Supiyati 1, Suwarsono 2, dan Mica Asteriqa 3 (1,2,3) Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU. oleh: Hardi Sandro Situmeang 1) dan Rifardi 2) Abstrak

ANALISIS KUALITAS SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU. oleh: Hardi Sandro Situmeang 1) dan Rifardi 2) Abstrak ANALISIS KUALITAS SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU oleh: Hardi Sandro Situmeang 1) dan Rifardi 2) 1) Alumni Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 2) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2 Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamanan Pantai Pulau Karakelang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci