4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29 ºC dengan suhu dominan 27,55 ºC. Suhu terendah berada jauh dari pantai dan suhu rata-rata perairan 26,80 ºC tersebar merata di sepanjang Pesisir Subang dan perairan lepas pantai Indramayu. Adapun sepanjang Pesisir Indramayu di mulai dari Tanjung Indramayu sampai kearah selatan didominasi suhu yang lebih tinggi yaitu berkisar 27,10-28 ºC. Suhu tertinggi yakni 29,10 ºC berada di sebagian kecil Pesisir Bungko. Pada citra tanggal 26 Juni ini terjadi penutupan awan di sebelah barat Pesisir Indramayu, yakni Eretan dan Kandanghaur. Selain itu, penutupan awan juga terjadi di utara lepas pantai. Penutupan awan ini menyebabkan kisaran nilai dan pola sebaran suhu permukaan laut dibawahnya tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan sensor AVHRR yang bekerja pada panjang gelombang sinar tampak dan infra merah tidak dapat menembus awan. Pada tanggal 27 Juni 2005 (Gambar 9) citra memperlihatkan adanya penutupan awan sepanjang Pesisir Indramayu mulai dari barat yakni Ujunggebang, Eretan, Kandanghaur,Tanjung Sentigi dan Tanjung Indramayu serta wilayah pesisir selatan yaitu, Balongan, Lombang, Juntinyuat, Dadap dan Bungko. Penutupan awan ini mengakibatkan berkurangnya intensitas penyinaran matahari baik terhadap daratan maupun lautan, sehingga akan mempengaruhi nilai suhu. Suhu akan menjadi lebih rendah atau dengan kata lain cenderung lebih dingin. Suhu rata-rata perairan Indramayu pada tanggal 27 Juni 2005 adalah 25,46 ºC, merupakan suhu rata-rata terendah dalam bulan Juni Sedangkan suhu yang mendominasi yaitu 27,69 ºC dan suhu permukan laut berada pada kisaran 20 ºC-31ºC. Sedangkan suhu tertinggi 32 ºC berada dekat dengan pantai. Suhu dominan sebesar 29,69 ºC tersebar merata di sepanjang pesisir sampai lepas pantai.

2 Gambar 8 Citra SPL tanggal 26 Juni

3 24 Gambar 9 Citra SPL tanggal 27 Juni Citra pada bulan Juli 2005 berjumlah 6 citra, masing-masing mewakili untuk tanggal 1, 3, 10, 18, 19 dan 31. Citra tanggal 1 Juli 2005 (Gambar 10) memperlihatkan pola sebaran suhu perairan yang panas. Suhu perairan berkisar antara 28,10-32 ºC dengan suhu rata-rata 29,72 ºC. Suhu terendah 28,10 ºC

4 25 berada jauh dari pantai, hal ini terjadi karena berkurangnya pengaruh daratan sehingga suhu cenderung lebih dingin. Sedangkan suhu tertinggi 32 ºC berada dekat dengan pantai. Suhu dominan sebesar 29,69 ºC tersebar merata di sepanjang pesisir sampai lepas pantai. Demikian juga dengan citra tanggal 3 Juli 2005 (Gambar 11) menunjukkan sebaran SPL yang panas. Hal ini terlihat dengan tingginya kisaran suhu perairan yaitu antara 30,10-33 ºC dengan suhu rata-rata 31,58 ºC. Suhu dominan pada tanggal 3 Juli 2005 adalah 32,04 ºC. Pada tanggal 10 Juli 2005 citra SPL (Gambar 12) memperlihatkan adanya penutupan awan. Penutupan awan terjadi secara acak dengan penyebaran yang merata dan didominasi di sepanjang Pesisir Indramayu. Namun demikian suhu perairan cenderung panas dengan kisaran suhu 32,10-33 ºC dengan suhu dominan 32,03 ºC dan suhu rata-rata 32,72 ºC. Lautan maupun daratan keduanya dipanasi oleh sinar matahari melalui suatu proses yang dinamakan insolation. Awan mengakibatkan insolation berkurang karena awan menyerap dan menyebarkan sinar-sinar yang datang. Daerah tropis adalah daerah yang mempunyai nilai kelembapan udara (humidity) yang tinggi yang mengakibatkan daerah ini mempunyai lapisan awan yang lebih tebal daripada daerah subtropis. Air mempunyai daya muat panas yang jauh lebih tinggi daripada daratan. Akibatnya untuk menaikkan suhu sebesar 1ºC air akan membutuhkan panas yang lebih besar daripada yang dibutuhkan daratan dalam jumlah massa yang sama. Daratan tidak mempunyai kapasitas yang sama seperti air dalam kemampuannya menyimpan panas, akibatnya daratan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi matahari daripada lautan ( Hutabarat dan Evans, 1984 ). Hal inilah yang menyebabkan suhu permukaan laut di sekitar pesisir cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan di laut lepas. Penutupan awan juga menyebabkan kisaran nilai dan pola sebaran suhu permukaan laut dibawahnya tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan sensor AVHRR yang bekerja pada panjang gelombang sinar tampak dan infra merah tidak dapat menembus awan. Sensor AVHRR merupakan salah satu sensor yang tergolong sensor pasif yang menggunakan sistem optik dengan kelemahan tidak dapat mengamati obyek yang tertutup awan ( LAPAN, 2003 ).

5 Gambar 10 Citra SPL tanggal 1 Juli

6 Gambar 11 Citra SPL tanggal 3 Juli

7 28 Gambar 12 Citra SPL tanggal 10 Juli Sebaran SPL pada tanggal 18 Juli 2005 (Gambar 13) memperlihatkan kisaran suhu antara 25-31ºC. Suhu permukaan laut yang dominan adalah 29,20 ºC tersebar di sepanjang pesisir dengan suhu rata-rata 28,68ºC. Suhu terendah yakni 25ºC berada jauh di lepas pantai. Hal ini terjadi karena ada penutupan awan serta jarak yang jauh dari daratan. Awan mengakibatkan insolation atau penyinaran matahari terhadap obyek di bumi termasuk lautan berkurang, karena awan menyerap dan menyebarkan sinar-sinar yang datang. Daratan tidak mempunyai kapasitas yang sama seperti

8 29 air dalam kemampuannya menyimpan panas, akibatnya daratan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi matahari daripada lautan (Hutabarat dan Evans, 1984). Hal inilah yang menyebabkan suhu permukaan laut di sekitar pesisir cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan di laut lepas. Pada tanggal 18 Juli 2005 sepanjang pesisir Indramayu tertutup awan. Gambar 13 Citra SPL 18 Juli 2005.

9 30 Sebaran suhu permukaan laut pada tanggal 19 Juli 2005 (Gambar 14) memperlihatkan pola sebaran suhu yang panas. Hal ini ditunjukkan dengan SPL yang berkisar 30,10-33 ºC dengan suhu dominan 30,47 ºC. Suhu rata-rata 30,90 ºC tersebar merata di sepanjang pesisir sampai lepas pantai. Citra menunjukkan cuaca pada tanggal 19 Juli 2005 ini cerah dengan hanya sedikit penutupan awan atau awan tipis di sekitar Tanjung Sentigi sampai Tanjung Indramayu. Hal ini yang menyebabkan tingginya nilai suhu permukaan laut di Perairan Indramayu. Gambar 14 Citra SPL 19 Juli 200

10 31 Tampilan citra pada tanggal 31 Juli 2005 (Gambar 15) memperlihatkan kisaran suhu antara ºC. Penutupan awan terjadi di sebelah barat Pesisir Indramayu meliputi Eretan, Kandanghaur, Tanjung Sentigi sampai Tanjung Indramayu. Awan juga menutupi sedikit perairan sebelah barat Perairan Indramayu. Penutupan awan ini mengakibatkan kisaran suhu tanggal 31 Juli lebih rendah dari hari sebelumnya, tanggal 19 Juli Suhu dominan pada tanggal 31 Juli 2005 yaitu, 29,13 ºC yang tersebar merata di seluruh Perairan Indramayu. Sedangkan suhu rata-rata 29,36 ºC tersebar di sebagian besar pesisir timur Indramayu dan di sebelah barat lepas pantai Perairan Indramayu. Suhu rata-rata tertinggi selama bulan Juli 2005 adalah 32,73 ºC yaitu terjadi pada tanggal 10 Juli 2005, sedangkan suhu rata-rata terendah adalah 25 ºC pada tanggal 18 Juli Adapun kisara SPL selama bulan Juli 2005 yaitu berada pada kisaran ºC. Citra pada bulan Agustus 2005 berjumlah 9 citra, masing - masing mewakili untuk tanggal 9, 10, 11, 12, 14, 15, 19, 23 dan 29. Citra tanggal 9 Agustus 2005 (Gambar 16) menunjukkan sebaran suhu permukaan laut yang dingin. Suhu berkisar antara 24,10-27 ºC dengan suhu dominan 25,68ºC dan suhu rata-rata 25,20 ºC. Suhu perairan di sekitar pesisir cenderung lebih rendah mulai dari barat yakni Ujunggebang, Eretan, Kandanghaur, Tanjung Sentigi dan Tanjung Indramayu serta wilayah pesisir selatan yaitu, Balonga, Lombang, Juntinyuat, Dadap dan Bungko. Diantara penyebab rendahnya suhu adalah adanya penutupan awan. Penutupan awan mengakibatkan berkurangnya intensitas penyinaran matahari baik terhadap daratan maupun lautan, sehingga akan mempengaruhi nilai suhu. Suhu akan menjadi lebih rendah atau dengan kata lain cenderung lebih dingin. Berbeda halnya dengan suhu perairan yang tidak mendapat pengaruh awan cenderung lebih hangat, sekalipun suhu di lepas pantai cenderung menurun kembali. Penutupan awan juga menyebabkan kisaran nilai dan pola sebaran suhu permukaan laut dibawahnya tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan sensor AVHRR yang bekerja pada panjang gelombang sinar tampak dan infra merah tidak dapat menembus awan. Sensor AVHRR merupakan salah satu sensor yang tergolong sensor pasif yang menggunakan sistem optik dengan kelemahan tidak dapat mengamati obyek yang tertutup awan ( LAPAN, 2003 ).

11 Gambar 15 Citra SPL 31 Juli

12 Gambar 16 Citra SPL 9 Agustus

13 34 Sebaran suhu permukaan laut pada tanggal 10 Agustus 2005 (Gambar 17) memperlihatkan distribusi SPL yang lebih hangat dibandingkan tanggal 9 Agustus Suhu berkisar antara 26,10 ºC-30 ºC dengan suhu rata-rata 27,50 ºC. Suhu dominan 27,53ºC tersebar di sebagian besar wilayah Perairan Indramayu dan sebagian kecil wilayah pesisir. Suhu terendah 26,10 ºC berada jauh di lepas pantai dan sedikit di sekitar pesisir yang tertutup awan. Gambar 17 Citra SPL 10 Agustus 2005.

14 35 Suhu permukaan laut dominan pada tanggal 11 Agustus 2005 (Gambar 18) adalah 29,17 C. Suhu dominan ini terlihat tersebar merata di seluruh perairan mulai dari sekitar pesisir hingga laut lepas. Namun, suhu dominan ini lebih banyak di lepas pantai dan sedikit di wilayah pesisir meliputi Dadap dan Juntinyuat. Selanjutnya, wilayah pesisir didominasi oleh suhu yang berkisar 28,10-29 ºC. Suhu ini lebih rendah dibandingkan suhu di lepas pantai disebabkan adanya penutupan awan di sepanjang pesisir. Selain itu, penutupan awan juga terjadi di sebagian lepas pantai yang menyebabkan suhu perairan sekitarnya lebih dingin dibandingkan wilayah perairan yang tidak berawan. Adapun Perairan Indramayu secara keseluruhan pada tanggal 11 Agustus 2005 memiliki kisaran suhu 28,10-31 ºC dengan suhu rata-rata 29,15 ºC. Citra pada tanggal 12 Agustus 2005 (Gambar 19) memperlihatkan sebaran suhu permukaan laut yang lebih hangat dibandingkan hari sebelumnya, yakni 11 Agustus Hal ini dikarenakan penutupan awan yang lebih sedikit. Suhu Perairan Indramayu berkisar antara 29,10-32 ºC dengan suhu rata-rata perairan 30,12 ºC dan suhu dominan 30,17 ºC. Pada tanggal 14 Agustus 2005 citra (Gambar 20) memperlihatkan sebaran SPL yang cenderung homogen dengan kisaran suhu antara 28,10-29 ºC di seluruh Perairan Indramayu. Suhu dominan adalah 28,48 ºC dengan suhu rata-rata 28,50 ºC. Pada citra terlihat adanya penutupan awan yang merata di sepanjang pesisir mulai dari ujunggebang, Eretan, Kandanghaur, Tanjung Sentigi, Tanjung Indramayu. Begitu juga di wilayah selatan awan menutupi pesisir Balongan, Lombang, Juntinyuat, Dadap dan Bungko. Hal ini menyebabkan suhu permukaan laut pada tanggal 14 Agustus 2005 menunjukkan nilai suhu yang lebuh rendah dibandingkan hari-hari sebelumnya yakni tanggal 11 dan 12 Agustus 2005.

15 Gambar 18 Citra SPL 11 Agustus

16 Gambar 19 Citra SPL 12 Agustus

17 Gambar 20 Citra SPL 14 Agustus

18 39 Sebaran SPL tanggal 15 Agustus 2005 (Gambar 21) memperlihatkan sebaran SPL dominan 29,70 ºC. Suhu dominan ini tersebar merata di seluruh Perairan Indramayu bahkan terlihat homogen, hanya di bagian selatan Perairan Indramayu mulai terlihat suhu yang lebih tinggi. Kisaran suhu untuk Perairan Indramayu tanggal 15 Agustus 2005 adalah 29,10-31 ºC dengan suhu rata-rata 29,70 ºC. Demikian juga dengan citra tanggal 19 Agustus 2005 (Gambar 22) memperlihatkan kisaran suhu perairan yang tidak berbeda jauh dengan citra tanggal 15 Agustus yakni 28,10-32 ºC. Penutupan awan pada tanggal 19 Agustus lebih sedikit jika dibandingkan dengan tanggal 15 Agustus Hal ini yang menyebabkan suhu perairan lebih tinggi yaitu dari 30ºC menjadi 32ºC. Suhu dominan perairan yaitu 29,25 ºC tersebar merata di seluruh perairan dengan suhu rata-rata 29,28 ºC. Gambar 21 Citra SPL 15 Agustus 2005.

19 40 Gambar 22 Citra SPL 19 Agustus Citra pada tanggal 23 Agustus 2005 (Gambar 23) memperlihatkan suhu permukaan laut berkisar antara 27,10-31 ºC. Suhu terendah 27,10 ºC berada di selatan perairan dan sifatnya lokal hanya sedikit sekali perairan dengan suhu rendah ini, sedangkan suhu tertinggi 31 ºC tersebar secara acak di sebelah utara perairan. Citra juga menunjukkan adanya penutupan awan yang terpusat yakni di sebelah barat pesisir yaitu tepatnya sebelah barat Tanjung Indramayu dan di sebagian utara perairan. Suhu rata-rata perairan adalah 28,95 ºC dengan suhu

20 41 dominan 28,94 ºC. Suhu dominan ini tersebar secara acak di bagian utara lepas pantai dan mendominasi wilayah selatan lepas pantai. Gambar 23 Citra SPL 23 Agustus Sebaran suhu permukaan laut pada tanggal 29 Agustus 2005 (Gambar 24) terlihat lebih panas yaitu berkisar antara 28,10-32 ºC. Suhu tertinggi 32 ºC berada di lepas pantai dan bersifat lokal, dengan kata lain hanya sedikit sekali perairan dengan suhu tertinggi ini. Suhu terendah berada di perairan bagian selatan dengan posisi dekat dengan penutupan awan. Awan terlihat menutupi perairan secara vertikal dari utara ke selatan Perairan Indramayu. Penutupan awan ini menyebabkan kisaran nilai dan pola sebaran suhu permukaan laut dibawahnya

21 42 tidak dapat diketahui. Suhu dominan perairan pada tanggal 29 Agustus 2005 adalah 30,32 ºC tersebar memusat di bagian utara lepas pantai dengan suhu ratarata 30,34 ºC. Wilayah perairan selatan Indramayu didominasi suhu yang berkisar antara 29,10-30 ºC. Gambar 24 Citra SPL 29 Agustus 2005.

22 Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri Hasil tangkapan ikan tenggiri selama penelitian (26 Juni - 29 Agustus 2005) cenderung berfluktuasi sebagaimana disajikan pada Gambar 25 dan 26. Pada bulan Juni tanggal 26 terdapat 2 (dua) kapal yang mendapat tangkapan tenggiri, yakni kapal 1 sebesar 12 kg dan kapal 2 sebesar 10 kg. Sementara pada tanggal 27 Juni hanya terdapat 1 kapal dengan jumlah tenggiri sebesar 20 kg. Jumlah ini merupakan jumlah terbanyak selama bulan Juni Adapun total CPUE pada bulan Juni adalah 14 kg/trip Hasil Tangkapan (Kg) Juni 26 Juni 27 Juni 1 Juli 1 Juli 1 Juli 3 Juli 10 Juli 18 Juli 19 Juli 31 Juli 9 Agts 10 Agts 10 Agts Tanggal Penangkapan (2005) 10 Agts 11 Agts 11 Agts 11 Agts 12 Agts 12 Agts 12 Agts 12 Agts 14 Agts 15 Agts 15 Agts 15 Agts 19 Agts 19 Agts 19 Agts 23 Agts 29 Agts 29 Agts Gambar 25 Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri Bulan Juni, Juli dan Agustus C PU E (kg/tri Juni Juli Agus tus Bulan Penangkapan 2005 Gambar 26 CPUE Ikan Tenggiri Bulan Juni, Juli dan Agustus 2005.

23 44 Tiga (3) kapal pada tanggal 1 Juli 2005 masing-masing dengan jumlah tenggiri sebesar 5 kg, 2 kg dan 2 kg. Sedangkan pada tanggal 3 dan 10 Juli masing-masing hanya ada 1 (satu) kapal dengan tenggiri sebanyak 11 kg dan 3 kg. Begitu juga pada tanggal 18, 19 dan 31 Juli 2005 hanya ada 1 kapal dengan jumlah tenggiri masing-masing 17 kg, 3 kg dan 5 kg. Adapun total CPUE pada bulan Juli adalah 6 kg/trip. Bulan Agustus merupakan bulan dengan jumlah hari dan hasil tangkapan terbanyak. Pada tanggal 9 Agustus jumlah tenggiri sebanyak 30 kg dari 1 (satu) kapal sampel, merupakan hari dengan jumlah tenggiri terbanyak baik selama bulan agustus maupun selama penelitian. Hasil tangkapan berfluktuasi pada hari berikutnya yakni tanggal 10 dan 11 Agustus Masing-masing terdapat 3 (tiga) kapal sampel dengan jumlah tenggiri berkisar dari 3-7 kg. Sedangkan pada tanggal 12 Agustus 2005 kisaran tenggiri berada pada jumlah 2-5 kg dari 4 (empat) kapal sampel. Tiga kapal sampel masing-masing pada tanggal 15 dan 19 Agustus dengan jumlah tenggiri relatif stabil dengan nilai 10 kg. Pada tanggal 23 Agustus 2005 tenggiri yang diperoleh sebesar 6 kg sedangkan pada tanggal 29 Agustus senilai 10 kg untuk kapal 1 dan 1 kg untuk kapal 2. Adapun total CPUE pada bulan Agustus adalah 30 kg/trip. Kisaran suhu permukaan laut rata-rata pada bulan Juni 2005 adalah 25,46-26,81 ºC, sedangkan pada bulan Juli ,20-32,72 ºC dan 25,20-30,34 ºC. Kisaran suhu untuk tenggiri menurut Hasyim (2004) adalah ºC, dengan demikian adalah sesuai tenggiri yang ditangkap berada pada kisaran tersebut. Sekalipun ada yang berada diatas 30 ºC itu berarti tenggiri dapat mentolerir suhu tersebut. Tenggiri cenderung menyukai suhu yang lebih panas (Gunarso, 1985). Pada bulan Juli suhu permukaan laut baik rata-rata maupun dominan memiliki nilai yang lebih tinggi di bandingkan bulan Juni dan Agustus. Karena banyaknya citra bulan Juli yang tertutup awan sehingga tidak dapat dianalisis menyebabkan banyak data hasil tangkapan pada bulan Juli yang tidak terpakai. Hasil tangkapan tenggiri yang berfluktuasi ini selain dipengaruhi oleh suhu permukaan laut juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain, baik faktor produksi maupun faktor oseanografi lainnya. Faktor produksi diantaranya kemampuan dan pengalaman dari para ABK, kondisi kapal yang prima, kondisi alat tangkap,

24 45 jumlah kapal lain saat melakukan operasi penangkapan serta jarak penangkapan. Operasi penangkapan ikan dilakukan tidak jauh dari pesisir. Perairan pesisir kabupaten Indramayu secara umum dicirikan landai dan mempunyai karakteristik perairan yang relatif dangkalhasil pengamatan dari Hidrografi dan verifikasi lapang dengan survei batimetri dengan echosounder, menunjukkan bahwa jarak rata-rata 3-4 km ke arah lepas pantai (2,5 mil laut) yang dihitung dari garis pantai baru mencapai kedalaman 14 m. Hal ini berpengaruh terhadap kejernihan air. Kualitas perairan di Kabupaten Indramayu banyak dipengaruhi oleh aktivitas perekonomian dan kehidupan masyarakat di daratan. Bermuaranya Sungai Cimanuk memberikan kontribusi sedimen dan berbagai limbah yang hanyut di Sungai Cimanuk. Begitupun aktivitas industri dan pelabuhan minyak di Balongan dapat mempengaruhi kualitas perairan laut di Kabupaten Indramayu. Pengaruh pengembangan di pesisir serta banyaknya muara sungai dan erosi pantai memberikan dampak pada tingginya TSM (Total Suspended Matter) di sepanjang perairan pesisir, menyebabkan kondisi perairan pesisir tidak subur ( Wiryawan et al, 2008 ). Selain itu, jumlah kapal lain saat melakukan operasi penangkapan ikan juga memberikan pengaruh terhadap fluktuasi hasil tangkapan tenggiri. Rata-rata jumlah kapal lain saat melakukan operasi penangkapan ikan berkisar 2-10 kapal. Adapun faktor oseanografi yang lain diantaranya salinitas gelombang dan arus. Pengukuran salinitas di Tanjung Song, menunjukkan bahwa pengaruh air tawar masih terdeteksi pada 3 km ke arah lepas pantai, salinitas 29 psu. Bulan Juni-Agustus merupakan puncak musim timur dimana angin umumnya ( % ) bertiup dari arah timur laut dengan kecepatan 3-6 m/det. Pola arus global di kawasan Pesisir Indramayu umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi musim. Pada awal musim timur ( April ), arus permukaan mengalir ke arah barat dengan kecepatan lemah, 2-3 knot. Saat musim timur ini arus permukaan meningkat dan kecepatan maksimum pada bulan Juni, sekitar 3-4 knot yang mengalir ke arah barat. Akhir musim timur ( Oktober ) kecepatan arus menurun mengalir ke arah barat dengan kecepatan 2 knot ( Wiryawan et al, 2008 ). Arus yang tinggi menyebabkan gelombang yang tinggi. Pada musim timur ( Juni-Aguastus ) gelombang dari arah timur ( 40 % ). Gelombang yang tinggi berpengaruh saat

25 46 melakukan setting alat tangkap, menyebabkan jaring sulit terbuka sempurna. Hal ini menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan. 4.3 Hubungan SPL terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri Analisis regresi antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan tenggiri diawali dengan uji kenormalan data dengan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov. Berdasarkan uji tersebut data menyebar normal. Adapun uji kenormalan data dan analisi regresi antara suhu permukaan laut dengan hasil tengkapan ikan tenggiri dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Suhu permukaan laut berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap hasil tangkapan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,672. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara dengan hasil tangkapan ikan tenggiri dan korelasi ini bersifat erat. Adapun nilai koefisien determinan (R 2 ) sebesar 0,45. Hal ini berarti bahwa variasi dari suhu permukaan laut dapat menjelaskan model observasi sebesar 45%. Sisanya 54% kemungkinan dipengaruhi oleh faktor oseanografi yang lain dan faktor-faktor produksi. 35 Hasil Tangkapan (kg) C = T R 2 = Suhu Permukaan Laut (ºC) Gambar 27 Hubungan SPL terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

ENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TENGGIRI DI PERAIRAN INDRAMAYU, JAWA BARAT RIKA RIZKAWATI

ENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TENGGIRI DI PERAIRAN INDRAMAYU, JAWA BARAT RIKA RIZKAWATI ENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TENGGIRI DI PERAIRAN INDRAMAYU, JAWA BARAT RIKA RIZKAWATI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS Oleh : Dwi Ayu Retnaning Anggreyni 3507.100.017 Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir. Bangun M S, DEA, DESS Lalu Muhammad Jaelani, ST, MSc

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna 24 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna Pendataan produksi tuna di PPN Palabuhanratu pada tahun 1993-2001 mengalami perbedaan dengan data produksi tuna pada tahun 2002-2011. Perbedaan ini

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS Irfan A. Silalahi 1, Ratna Suwendiyanti 2 dan Noir P. Poerba 3 1 Komunitas Instrumentasi dan Survey

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga 29 5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai SUHU DAN SALINITAS Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 3. SUHU DAN SALINITAS

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ./ 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya 99 6 PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya Faktor kondisi perairan yang menjadi perhatian utama dalam penelitian tentang penentuan ZPPI dan kegiatan penangkapan ikan ini adalah SPL,

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA Astrolabe Sian Prasetya 1, Bangun Muljo Sukojo 2, dan Hepi Hapsari

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna 38 6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna Berdasarkan data statistik Palabuhanratu tahun 1997-2011, hasil tangkapan Yellowfin Tuna mengalami fluktuasi. Jika dilihat berdasarkan data hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

Pelatihan-osn.com C. Siklus Wilson D. Palung samudera C. Campuran B. Salinitas air laut C. Rendah C. Menerima banyak cahaya matahari A.

Pelatihan-osn.com C. Siklus Wilson D. Palung samudera C. Campuran B. Salinitas air laut C. Rendah C. Menerima banyak cahaya matahari A. Bidang Studi Kode Berkas : GEOGRAFI : GEO-L01 (solusi) 1. B. Terjadinya efek Ekman menyebabkan massa air umumnya bergerak menjauhi daratan ke arah barat sehingga menyebabkan terjadinya upwelling di Cape

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

DI PERAIRAN SELAT BALI

DI PERAIRAN SELAT BALI PEMANFAATAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT NOAA-9 SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER INDIKATOR UPWELLING DI PERAIRAN SELAT BALI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sajana Dalam Bidang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perbandingan Hasil Pemodelan dengan Data Lapang 4.1.1 Angin Angin pada bulan September 2008 terdiri dari dua jenis data yaitu data angin dari ECMWF sebagai masukan model dan

Lebih terperinci

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.5 1. Bagi para nelayan yang menggunakan kapal modern, informasi tentang gerakan air laut terutama digunakan untuk... mendeteksi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

DI PERAIRAN SELAT BALI

DI PERAIRAN SELAT BALI PEMANFAATAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT NOAA-9 SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER INDIKATOR UPWELLING DI PERAIRAN SELAT BALI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sajana Dalam Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ M. IRSYAD DIRAQ P. 3509100033 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosfer Troposfer Lapisan ini berada pada level yang paling rendah, campuran gasgasnya adalah yang paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi. Di lapisan

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008). 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali di

Lebih terperinci

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi BAB 1 ATMOSFER BUMI A tmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara drastis di malam hari dan tidak memanas dengan cepat di siang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta

Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Jakarta Kajian Curah Hujan Tinggi 9-10 Februari 2015 di DKI Oleh: Kadarsah, Ahmad Sasmito, Erwin Eka Syahputra, Tri Astuti Nuraini, Edvin Aldrian Abstrak Curah hujan yang sangat deras dan bersifat lokal terjadi

Lebih terperinci