4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi oleh pola musiman yang diakibatkan pergerakan angin muson. Pada musim Barat (Desember Februari), massa air permukaan perairan di selat Lombok sudah menghangat (Gambar 8), dimana SPL mengalami peningkatan dan berada pada kisaran antara 26,20-30,41 C dengan suhu tertinggi di Stasiun 1 pada bulan Desember dengan rerata suhu 29,12 C (Tabel 3), pada Stasiun ratarata antara bulan Desember - Februari, suhu maksimum pada kisaran 28,94 29,53 C dan kisaran suhu minimum antara 26,78 27,34 C dengan rerata suhu pada kisaran 27,85 28,57 C. Standar deviasi (SD) dari sebaran suhu permukaan laut di Selat Lombok digambarkan dengan kontur nilai SD (Gambar 9). Pada musim barat nilai SD tertinggi setiap stasiun 1-4 ada di bulan Februari (Tabel 2). Pada musim peralihan I (Maret Mei), sebaran suhu permukaan laut bulanan rata-rata di perairan Selat Lombok masih cukup panas tetapi cenderung sudah mulai mendingin (Gambar 8), SPL berada pada kisaran 26,85 30,06 C, dengan rerata suhu di stasiun 1 4 berturut-turut antara 28,41 29,28 C; 28,52 29,22 C; ,38 C dan 28,11 28,5 C, adapun rerata suhu tertinggi di Stasiun 1, bulan April sebesar 29,28 C dan suhu rerata terendah di Stasiun 3 pada bulan Maret sebesar 27,88 C (Tabel 2). Pada stasiun rata rata memiliki kisaran suhu maksimum antara 28,72 29,56 C dan suhu minimum antara 27,30 28,13 C. Pada musim peralihan I ini jelas terlihat suhu permukaan laut masih tampak hangat di utara sampai dengan selatan, namun di bulan Mei suhu permukaan laut mulai berangsur mendingin dan pendinginan suhu permukaan laut ini diawali dari bagian selatan perairan Selat Lombok yang lebih dekat dengan Samudera Hindia yang merupakan perairan terbuka sehingga cenderung lebih cepat mengalami penurunan suhu permukaan laut dibandingkan dengan bagian utara perairan Selat Lombok. 33

2 34 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Gambar 8. Sebaran suhu pernukaan laut (SPL) bulanan rata-rata dari Tahun

3 35 Pola sebaran suhu permukaan laut (SPL) bulanan rata-rata pada bulan April memperlihatkan bahwa massa air permukaan perairan Selat Lombok lebih hangat dibanding bulan Maret, karena proses pemanasan di laut mencapai puncaknya di bulan April dan bahang yang terkandung didalamnya masih lambat dilepaskan ke udara. Sebaran SPL bulanan rata-rata pada musim peralihan I (Maret Mei) di perairan Selat Lombok cenderung lebih hangat dibanding dengan musim lainnya. Hangatnya massa air permukaan laut disebabkan karena angin yang bertiup pada musim ini cenderung lemah sehingga bahang yang dilepaskan dari permukaan laut menjadi lebih kecil. Lemahnya angin mengakibatkan percampuran massa air kolom perairan tidak terjadi secara baik sehingga stratifikasi suhu perairan semakin kuat, dampaknya suhu permukaan laut menjadi hangat. Selain itu perairan di bagian utara Selat Lombok berdekatan dengan Laut Flores yang merupakan perairan laut tertutup yang lebih dangkal dibandingkan di bagian selatan dimana bahang yang diserap akan lama dilepaskan ke udara sehingga perairan tersebut cenderung lebih hangat dibanding dengan perairan selatan Selat Lombok. Tabel 2. Suhu permukaan laut (SPL) rata-rata bulanan pada bulan Januari - Juni di setiap stasiun pengamatan Stasiun Nilai Jan Feb Mar Apr Mei Jun Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Rat-rata Min Rerata S.deviasi

4 36 Tabel 3. Suhu permukaan laut (SPL) rata-rata bulanan pada bulan Juli - Desember di setiap stasiun pengamatan Stasiun Nilai Jul Agu Sep Okt Nov Des Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Rat-rata Min Rerata S.deviasi Pada musim Timur (Juni Agustus), sebaran SPL sudah menunjukkan terjadinya penurunan suhu perairan bila dibandingkan dengan musim peralihan I (Gambar 8). Pada bulan Juni massa air permukaan laut terlihat masih relatif hangat di bagian utara dan lebih dingin di bagian selatan dengan suhu berkisar antara 26,85 28,94 C dengan rerata suhu antara 27,27 28,43 C. Sedangkan pada bulan Juli Agustus, SPL terlihat semakin menurun, dimana pada bulan Juli berkisar 25,44 28,17 C (rerata suhu 26,24 27,63 C) dan bulan Agustus berkisar antara 25,13 27,89 C (rerata suhu 25,69-27 C). Sebaran SPL di stasiun rata-rata, juga menunjukkan bahwa pada bulan lebih tinggi berkisar antara ,58 C (rerata suhu 28,01 C) daripada bulan Juli yang berkisar antara 26,75 27,87 C (rerata suhu 27,18 C) dan bulan Agustus 26,24 27,29 C (rerata suhu 26,71 C). Pada musim ini, nilai standar deviasi (SD) signifikan tinggi terjadi di bagian selatan Selat Lombok (Gambar 9), dengan nilai SD tertinggi di Stasiun 4 berkisar antara 0,36 0,59, dan dari stasiun rata- rata nilai SD tertinggi terjadi pada bulan Juli hal ini menunjukkan di lokasi area tersebut terjadi fluktuasi yang signifikan tinggi.

5 37 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Gambar 9. Kontur standar deviasi (SD) suhu permukaan laut bulanan rata-rata dari tahun

6 38 Secara spasial, bagian selatan dari perairan Selat Lombok memiliki massa air yang lebih dingin daripada massa air bagian utara Selat Lombok (Gambar 8), Angin muson tenggara membawa udara dingin dari daratan Australia sehingga mengakibatkan suhu udara lebih dingin daripada suhu perairan sehingga memungkinkan terjadinya pelepasan bahang ke udara. Selain itu, angin yang kuat juga berperan terhadap massa air kolom perairan yang berdampak terhadap dinginnya massa air permukaan. Dinginnya massa air perairan di selatan Bali- Lombok semakin meluas pada bulan Agustus dengan suhu permukaan laut berkisar antara 25,13 26,36 C, di perairan pada stasiun 4 posisi 9.25 LS, BT dan sekitarnya, menunjukkan indikasi terjadinya upwelling yang mengangkat massa air dalam yang dingin ke atas permukaan laut di perairan selatan Selat Lombok. Pada masa Peralihan II (September- November) di perairan Selat Lombok menunjukkan perbedaan antara bulan September dengan bulan Oktober November (Gambar 8), pada bulan September, suhu permukaan laut (SPL) masih sangat rendah selanjutnya mengalami peningkatan pada bulan Oktober November. Perairan Selat Lombok, bila dibandingkan dengan bulan-bulan yang lainnya, sebaran SPL pada bulan September memiliki nilai yang paling rendah. SPL terendah berada di stasiun 4 dengan suhu kisaran antara 25,27 26,58 C (Tabel 3). Rendahnya SPL di perairan Selat Lombok sampai dengan awal periode musim peralihan II, kemungkinan oleh masih kuatnya tiupan angin muson tenggara yang mengakibatkan bahang dari kolom perairan lebih banyak dilepaskan ke udara serta oleh adanya upwelling di bagian selatan perairan selat Lombok. Selanjutnya berangsur- angsur suhu permukaan laut mulai menghangat di bulan Oktober- November. Pada stasiun rata-rata, dari nilai rerata suhu permukaan laut menujukkan kenaikan suhu yang signifikan dari bulan September November yaitu berturut-turut sebesar 26,95 C di bulan September, 27,63 C dan mencapai nilai rerata tertinggi di periode peralihan II, sebesar 28,28 C. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa sebaran SPL bulanan rata-rata di perairan Selat Lombok baik di bagian utara dan selatan memperlihatkan variasi yang cukup tinggi baik secara spasial dan temporal (Gambar 8). Secara temporal, SPL memperlihatkan perubahan pola sebaran

7 39 secara musiman sedangkan secara spasial terlihat adanya perbedaan sebaran SPL antar lokasi stasiun pengamatan pada waktu bersamaan atau pada waktu yang berbeda. Secara spasial perbedaan ini disebabkan oleh proses dinamika massa air yang terjadi di dalam perairan Selat Lombok sebagai akibat dari pengaruh musim. Secara temporal (musiman), variasi suhu permukaan laut terlihat cukup tinggi pada musim Timur (Juli - September), sedangkan pada musim Barat (Januari - April) massa air cenderung lebih hangat dan homogen Sebaran Ruang ( Spasial ) Klorofil Sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Lombok secara umum adalah meningkat di bagian selatan antara Bali-Lombok pada saat musim Timur dan menurun pada musim Barat (Gambar 10). Peningkatan konsentrasi klorofil pada musim Timur berkaitan dengan fenomena upwelling di perairan Samudera Hindia yaitu sekitar perairan selatan Jawa - Sumbawa (Wyrtki, 1962). Fenomena upwelling yang terjadi di Samudera Hindia bagian Timur juga memberi pengaruh pada perairan Selat Lombok, karena sebagian massa air perairan Selat Lombok merupakan masukan dari massa air Samudera Hindia. Pada musim Barat (Desember Februari), di bulan Desember upwelling yang terjadi di selatan perairan Selat Lombok sudah berangsur menghilang namun cenderung adanya kenaikan konsentrasi di bagian utara meskipun nilainya rendah, dan utamanya terkonsentrasi di dekat pesisir pantai tenggara Bali dan pesisir pantai barat Lombok. Pada bulan Desember Januari, nilai konsentrasi klorofil-a bulanan rata-rata tertinggi ada di stasiun 2 dan 3 yaitu berkisar antara 0,10 0,53 mg/m³ (Tabel 4). Tingginya konsentrasi klorofil-a di stasiun ini kemungkinan koordinat lokasinya relatif lebih dekat dengan pesisir pantai tenggara Bali dan pesisir pantai barat Lombok oleh adanya sungai-sungai besar yang membawa partikel- partikel organik dengan intensitas tinggi ke muara dekat dengan pesisir pantai di lokasi tersebut sehingga terjadi pengkayaan nutrien yang berakibat konsentrasi klorofilnya cenderung tinggi. Hal ini semakin jelas tampak dari nilai standar deviasi (SD) yang tinggi yang berarti terjadi fluktuasi yang tinggi di stasiun 2 di bulan Desember dan stasiun 3 di bulan Januari dengan nilai 0,15 (Tabel 4).

8 40 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Gambar 10. Sebaran klorofil bulanan rata-rata dari tahun

9 41 Pada musim Peralihan I (Maret Mei), konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Lombok masih relatif rendah di bulan Maret namun masih tampak tinggi di bagian utara Selat Lombok yaitu pada stasiun 1 dan stasiun 2 yaitu berkisar antara 0,15-0,31 mg/m³ (Tabel 4), namun konsentrasi klorofil-a cenderung mulai meningkat di bulan April Mei di perairan bagian selatan Selat Lombok (Gambar 10). Konsentrasi klorofil-a bulanan di semua stasiun pada musim Peralihan I berkisar antara 0,13 0,62 mg/m³, adapun konsentrasi pada stasiun rata-rata (Maret Mei) umumnya berkisar antara 0,16 0,43 mg/m³. Selama musim Timur (Juni Agustus), sebaran klorofil-a pada bulan Juli- Agustus di setiap stasiun pengamatan menunjukkan bahwa pusat konsentrasi klorofil-a tinggi dan mengalami penyebaran di perairan Selat Lombok bagian selatan (Gambar 10). Berdasarkan sebaran klorofil-a setiap stasiun pengamatan yang berada di Selat Lombok sepanjang periode Juni - Agustus diperoleh konsentrasi klorofil-a rata-rata di stasiun 1 sebesar 0,19 0,27 mg/m³ (rerata 0,22 0,23 mg/³m) dan berturut-turut di stasiun 2-4 yaitu antara 0,17 0,28 mg/m³ (rerata 0,2 mg/m³); 0,23 0,47 mg/m³ (rerata 0,30 0,36 mg/m³); 0,32 0,71mg/m³ (rerata 0,44 0,54 mg/m³). Pada stasiun rata-rata konsentrasi klorofil-a mempunyai kisaran di musim timur antara 0,23 0,42 mg/m³. Sepanjang bulan Juli, sebaran klorofil-a berkisaran antara 0,19 0,61 mg/m³ dengan konsentrasi tertinggi berada pada stasiun 3 dan 4. Pada stasiun 3 klorofil-a berkisar antara 0,27 0,36 mg/m³ dengan nilai rerata 0,30 mg/m³ sedangkan di stasiun 4 klorofil-a berkisar antara 0,34 0,61 mg/m³ dengan nilai rerata 0,45 mg/m³. Pada bulan Agustus di perairan selatan Selat Lombok, klorofil-a terlihat terus mengalami peningkatan konsentrasi (Gambar 10). Sebaran klorofil-a pada bulan Agustus berada pada kisaran 0,20 0,71 mg/m³ dengan konsentrasi ratarata tertinggi berada pada stasiun 3 dan 4. Pada stasiun 3, klorofil-a berkisar antara 0,27 0,47 mg/m³ dengan nilai rerata 0,36 mg/m³ dan di stasiun 4 berkisar antara 0,38 0,71 mg/m³ dengan nilai rerata 0,54 mg/m³ (Tabel 4). Dalam gambar 10, tampak jelas terjadinya peningkatan konsentrasi klorofil-a di bagian selatan Selat Lombok ke arah timur, dan puncak konsentrasi klorofil-a tertinggi pada musim Timur terjadi di bulan Agustus.

10 42 Tabel 4. Klorofil rata-rata bulanan pada bulan Januari Desember di setiap stasiun pengamatan Stasiun Nilai Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Ratarata Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Maks Min Rerata S.deviasi Pada Musim Peralihan II (September November) di perairan selatan Selat Lombok, peningkatan konsentrasi klorofil-a mengalami puncaknya pada sampai bulan November (Gambar 10). Pada bulan September, sebaran klorofil-a bulanan rata-rata di stasiun 1 berkisar antara 0,18 0,22 mg/m³, stasiun 2 berkisar antara 0,18 0,22, stasiun 3 berada pada kisaran 0,27 0,39 mg/m³, stasiun 4 berada pada kisaran 0,34 0,72 mg/m³ (Tabel 4). Pada bulan November, klorofil bulanan rata-rata di perairan selatan Selat Lombok berada pada kisaran 0,14 0,95 mg/m³, untuk stasiun 1 pada kisaran 0, mg/m³, stasiun 2 pada kisaran 0,14 0,28, pada stasiun 3 pada kisaran 0,18 0,95 mg/m³ dan pada stasiun 4 berada pada kisaran 0,09 0,86. Berdasarkan analisa sebaran klorofil pada stasiun pengamatan 1-4, secara umum di perairan utara Selat Lombok memiliki konsentrasi yang lebih rendah dari perairan selatan Selat Lombok (Gambar 10).

11 43 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Gambar 11. Kontur standar deviasi (SD) klorofil bulanan rata-rata dari Tahun

12 44 Secara umum dapat dijelaskan bahwa selama musim Barat (Desember Maret), sebaran klorofil-a di perairan sekitar selat Lombok cenderung homogen dan rendah berkisar antara 0,10 0,53 mg/m³. Pada bulan Juni November, sebaran horisontal klorofil-a pada permukaan laut memperlihatkan perubahan pola sebaran bila dibandingkan dengan musim barat dan awal peralihan I, khususnya di selatan perairan Selat Lombok. Pada daerah selatan perairan Selat Lombok terjadi peningkatan konsentrasi klorofil-a baik di perairan sekitar pantai maupun di perairan lepas pantai selama musim timur dan peralihan II. Meningkatnya konsentrasi klorofil-a dan meluasnya daerah sebaran klorofil-a dengan konsentrasi tinggi mempunyai hubungan yang erat dengan peningkatan konsentrasi nutrien terutama konsentrasi nitrat dan menurunnya suhu permukaan laut di perairan Selat Lombok ini selama musim Timur. Karakteristik perairan ini menunjukkan bahwa perairan di selatan Selat Lombok terajadi fenomena fisik massa air yang memicu terjadinya peningkatan konsentrasi klorofil-a pada permukaan perairan. Pada bulan Desember terjadi penurunan konsentrasi dan luasan daerah sebaran konsentrasi klorofil-a, penurunan konsentrasi dan luasan daerah sebaran dari klorofil-a ini berlanjut sampai dengan bulan Maret (awal peralihan I). Namun di beberapa tempat khususnya di perairan dekat pantai barat Lombok dan sebagian tenggara Bali tampak adanya peningkatan konsentrasi klorofil-a namun sifatnya hanya lokal, hal ini disebabkan oleh adanya sungai-sungai besar yang membawa air bermuara disitu membawa partikel organik yang banyak sehingga terjadi peningkatan konsentrasi nutrien di wilyah tersebut, peningkatan konsentrasi nutrien ini mempunyai hubungan yang erat dengan tingginya konsentrasi klorofil-a di daerah itu. Selanjutnya untuk dapat melihat gambaran tentang fenomena dan membuktikan adanya upwelling pada suatu daerah, dapat dilihat dari sebaran vertikal suhunya, dengan lapisan termoklin sebagai acuan. Sebaran vertikal suhu berupa penggambaran kontur suhu permukaan bulanan rata-rata dan standar deviasinya pada tiap-tiap stasiun dan kedalaman masing-masing, dengan menggunakan titik contoh tiap kedalaman 5 m, 55 m, 115 m 155 m, 195m dan 250 m yang diasumsikan mewakili area lapisan tercampur (mix layer), lapisan termoklin dan lapisan perairan dalam (deep sea). Secara umum lapisan termoklin

13 45 di perairan Indonesia berada pada kedalaman m dengan kisaran suhu antara 9 26 C (Soegiarto dan Birowo, 1975), dan menurut Hani (2006), menyebutkan bahwa lapisan termoklin di Selat Lombok berada pada kisaran kedalaman m. Perairan selat lombok adalah perairan yang menjadi lintasan Arlindo, lintasan ini merupakan bagian dari lintasan massa air termoklin antar samudera pada lintang rendah dan memainkan peranan penting dalam sirkulasi termohalin global. Ilahude dan Gordon (1996), menyatakan bahwa sumber utama massa air Arlindo adalah massa air termoklin yang berasal dari Samudera Pasifik bagian utara. Pada musim Barat (Desember Februari), kondisi suhu perairan memperlihatkan massa air yang cenderung lebih hangat dengan kisaran antara 28,92-30,47 C di permukaan laut dan pada kedalaman 250 m berkisar antara 9,10 13,44 C (Gambar 12), suhu perairan yang hangat ini masih terus berlanjut sampai masa peralihan I di bulan April yang berkisar antara 29,37 30,26 C di permukaan dan kisaran 9,39 13,55 C di kedalaman 250 m. Pada akhir periode peralihan I, di bulan Mei suhu permukaan cenderung sudah mulai menurun yaitu pada kisaran 29,14 29,79 C. Rata-rata kedalaman dari lapisan termoklin yaitu berada pada 70 m hingga 200 dengan ketebalan rata-rata sekitar130 m. Pada periode ini terjadi fluktuasi suhu yang tinggi yang terjadi di lapisan termoklin yang dimulai pada bulan November Januari (Gambar 12), fluktuasi yang paling tinggi di berada di bulan Desember dengan lokasi di selatan Selat Lombok tepatnya pada stasiun 3 dan 4 sekitar bujur BT dan lintang 8.5 LS LS di lapisan termoklin. Fluktuasi yang tinggi diakibatkan oleh adanya dinamika yang terjadi di daerah itu. Pada musim barat, angin muson Barat Laut yang mengarah ke Tenggara sangat kuat bergerak dan membawa sejumlah massa air laut permukaan yang hangat bertemu dengan arus Arlindo masuk ke perairan Selat Lombok dari utara ke selatan mengarah ke Samudera Hindia. Terjadi proses percampuran massa air di lapisan termoklin, kondisi batimetri dibagian selatan Selat Lombok di sekitar stasiun 3 dan 4 koordinat 8-9 LS yang terdapat punggung laut (sill) menyebabkan terjadinya fluktuasi yang sangat tinggi pada daerah itu, oleh karena

14 46 arus dalam yang bergerak terhalang oleh siil yang meyerupai dinding (Gambar 13), sehingga terjadi proses percampuran massa air. Pada musim peralihan I (Maret Mei), memasuki masa transisi angin Barat Laut cenderung lemah di permukaan namun Arlindo masih kuat bergerak di kolom perairan ke arah selatan menuju Samudera Hindia, sehingga fluktuasi suhu di lapisan termoklin perairan selatan Selat Lombok terlihat relatif masih kuat namun cenderung mulai melemah, tetapi pada bulan Mei angin muson Tenggara sudah mulai menguat membawa arus dingin di selatan perairan lombok dan sebagian masuk melewati Selat Lombok dengan intensitas yang tinggi. Pada musim Timur (Juni Agustus) angin Muson Tenggara semakin meningkat, suhu perairan Selat Lombok mulai mendingin dengan kisaran suhu di permukaan antara 26,77 C 29,16 dan kisaran suhu di kedalaman 250 m berkisar antara 9,63 13,71 C, sampai bulan Agustus suhu perairan semakin dominan menjadi lebih dingin berkisar antara 26,77 27,68 C di permukaan dan berkisar antara 9,74 13,42 C di kedalaman 250m. Respon terhadap bertiupnya angin muson tenggara yang mengakibatkan suhu permukaan rendah dan ketebalan lapisan permukaan perairan di perairan dekat pantai menjadi berkurang, akibatnya lapisan termoklin menjadi lebih dangkal sehinggga terjadi penipisan lapisan tercampur. Isoterm 10,5 12 C yang bergeser ke arah permukaan pada musim Timur mengindikasikan bahwa massa air dari lapisan dalam juga ikut terangkat ke atas permukaan laut selama terjadinya penaikan massa air khususnya terjadi di bagian selatan perairan Selat Lombok di koordinat namun tidak terjadi di bagian utara Selat Lombok (Gambar 12). Hal ini merupakan indikasi terjadinya upwelling di selatan perairan Selat Lombok, yang selanjutnya diikuti oleh meningkatnya konsentrasi klorofil permukaan laut dan nutrien. Adapun data-data suhu perkedalaman untuk setiap stasiun dari bulan Januari Desember dapat dilihat dalam lampiran 7.

15 47 Januari Juli Februari Agustus Maret September April Oktober Mei November Juni Desember Gambar 12. Kontur suhu vertikal bulan Januari Desember

16 48 Januari Juli Februari Agustus Maret September April Oktober Mei November Juni Desember Gambar 13. Kontur standar deviasi suhu vetikal bulan Januari Desember

17 49 Pada musim peralihan II (September November), masih kuatnya angin Muson Tenggara menyebabkan suhu perairan Selat Lombok masih tampak dingin sampai dengan bulan Oktober dengan kisaran suhu permukaan antara 27,91 28,84 C dan di kedalaman 250m berkisar 9,82 12,11 C. Pada bulan November angin Muson Tenggara mulai melemah dan sebaliknya angin Muson Barat kekuatannya mulai meningkat, terjadi perubahan suhu perairan di Selat Lombok yang juga menampakkan tanda-tanda semakin menghangat pada semua stasiun pengamatan 1 4 kisaran suhu permukaan permukaan berturut turut antara 29, C; ,62 C; 29,10 29,62 C; dan 29,12 29,75 C dan di kedalaman 250m suhu juga menunjukkan sedikit menghangat di setiap stasiun pengamatan, pada stasiun 1 berkisar antara 12,63 13,21 C, dan di stasiun 2-4 masing-masing berkisar antara 11,73 12,57 C; 10,75 11,89 C dan 10,24 11,40 C. Nilai SD juga cukup tinggi yaitu berkisar antara 0,20 1,90 hal ini menunjukkan fluktuasi yang cukup tinggi dengan fluktuasi tertinggi di stasiun 3 dan 4 di kedalamaman m dengan nilai SD di stasiun 3 berkisar antara 1,31 1,85 dan di stasiun 4 antara 1, Lapisan termoklin tampak menebal dan arus muson Barat mulai tampak meningkat dari utara ke selatan perairan Selat Lombok yang menimbulkan fluktuasi yang relatif tinggi (Gambar 13) Sebaran Waktu (Temporal) Angin, SPL, Klorofil-a dan Nutrien Data angin, SPL, klorofil dan nutrien yang diperoleh digunakan untuk membandingkan distribusi sebaran menurut waktu, distribusi angin berupa vektor kecepatan angin bulanan rata-rata dengan konsentrasi klorofil-a dan nutrien di permukaan perairan dalam diagram stick plot dan disajikan pada Gambar 14, distribusi horizontal diplot untuk melihat sebaran temporal di empat lokasi penelitian dan satu lokasi rata-rata (data sebaran ada pada lampiran 3-6) Kecepatan minimum dan maksimum angin sepanjang tahun pengamatan berkisar 0,28 10,01 m/s. Berdasarkan Gambar 14, pola pergerakan angin memperlihatkan bahwa selama periode musim Barat, angin bertiup dari Barat Laut menuju Tenggara (Desember Februari). Memasuki Musim peralihan I angin mulai berubah arah, dimana angin mulai bertiup dari Tenggara menuju Barat Laut. Keadaan ini terus berlangsung hingga memasuki periode musim Timur dan musim peralihan II, dapat dilihat pada stick plot angin.

18 50 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun Rata rata Gambar 14. Stick Plot temporal angin, SST, Klorofil, Nitrat, Fosfat dan Silikat pada stasiun 1, 2, 3, 4 dan stasiun rata - rata

19 51 Dari Diagram stick plot angin terlihat bahwa Angin Muson Tenggara bertiup dengan periode yang lebih panjang jika dibandingkan dengan angin Muson Barat Laut yaitu dari bulan Maret sampai November. Pada musim Barat (Desember Februari) angin bertiup dengan kecepatan kisaran antara 0,58 7,14 m/s di stasiun 1, pada stasiun 2 berkisar antara 0,75 7,10 m/s, stasiun 3 berkisar antara 1,33 8,21 m/s sedangkan pada lokasi 4 kecepatan angin berkisar antara 1,34 8,28 m/s. Pola angin pada periode musim Barat di perairan Selat Lombok menunjukkan arah angin yang bertiup dari Barat Laut ke Tenggara. Suhu permukaan laut setiap tahun umumnya menunjukkan pola fluktuasi setengah tahunan (semiannual), tahunan (annual) dan antar tahunan (interannual). Fluktuasi tahunan dan setengah tahunan diduga merupakan respon terhadap sistem angin muson sedangkan fluktuasi antar tahunan diduga dipengaruhi oleh IODM dan ENSO. Secara umum pada semua Stasiun 1 4, sebaran konsentrasi klorofil-a cenderung rendah. Peningkatan suhu permukaan laut di perairan Selat Lombok pada musim Barat tidak berdampak terhadap perubahan konsentrasi klorofil-a. Pada musim barat, massa air terlihat cukup hangat (29 30 C) dan konsentrasi klorofil-a rendah ( 0,3 mg/m³). Pada musim peralihan I (Maret Mei), mulai dinginnya massa air di perairan selatan Selat Lombok memberikan pengaruh terhadap kecenderungan peningkatan konsentrasi klorofil-a bersama dengan menurunnya suhu permukaan laut. Pada musim Timur (Juni Agustus), angin bergerak dari Tenggara menuju Barat Laut. Angin di belahan bumi selatan mengakibatkan transpor ekman menjauhi garis pantai, sehinggga terjadi kekosongan di daerah pantai yang kemudian diisi oleh massa air dari lapisan dalam yang kaya nutrien dan bersuhu lebih dingin. Pada perairan selatan Selat Lombok khususnya di stasiun 3 dan 4 di semua tahun pengamatan, sebaran konsentrasi klorofil-a terlihat lebih tinggi daripada lokasi lainnya, dengan suhu permukaan laut yang rendah berkisar antara 25,27 28,25 C, suhu permukaan laut yang sangat rendah merupakan indikasi kuatnya upwelling yang terjadi. Dalam Gambar 14 dapat dilihat bahwa selama waktu pengamatan terbentuk siklus tahunan untuk klorofil, yang menandakan telah terjadinya upwelling tiap tahunan oleh adanya penurunan suhu permukaan laut terlihat beda fase antara suhu permukaan laut dengan munculnya upwelling

20 52 dengan peningkatan klorofil-a, maksudnya bahwa diawali oleh suhu permukaan laut mendingin terjadilah upwelling sehingga nutrien meningkat lalu diikuti peningkatan produktivitas primer yang dicirikan dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a. Pada musim peralihan II, konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Lombok terlihat masih cukup tinggi namun mulai mengalami penurunan konsentrasi dari bulan September hingga November. Penurunan konsentrasi klorofil-a dari bulan September hingga November terlihat mengikuti peningkatan suhu permukaan laut. Sebaran Nutrien untuk nitrat bulanan rata-rata di bulan Agustus memperlihatkan konsentrasi dengan kisaran 0,01 8,97 ppm dengan pusat konsentrasi ada di wilayah selatan Selat Lombok. Pada bulan September, nitrat di perairan Selat Lombok terus mengalami peningkatan konsentrasi dengan kisaran antara 0,02 10,32 ppm pusat konsentrasi tertinggi wilayah selatan ini diduga merupakan pusat terjadinya upwelling yang terjadi di perairan Selat Lombok pada bulan September. Peningkatan konsentrasi nitrat yang signifikan ini dapat memberikan gambaran bahwa pada musim timur pada perairan dekat pantai di wilayah selatan Selat Lombok terjadi upwelling. Pada bulan Oktober, sebaran konsentrasi nitrat masih tinggi. Tingginya konsentrasi diduga karena terjadinya akumulasi penambahan nitrat dari upwelling yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya, sebaran nitrat di bulan oktober berkisar antara 0,03 11,17 ppm. Selain karena kemungkinan adanya akumulasi nitrat dari bulan-bulan sebelumnya, masih tingginya konsentrasi di selatan perairan Selat Lombok, karena kemungkinan masih terjadinya upwelling meskipun dengan kekuatan yang semakin berkurang. Pada bulan November Desember sebaran nitrat menunjukkan penurunan konsentrasi, berkurangnya konsentrasi nitrat signifikan di wilayah selatan perairan Selat Lombok dan sekitarnya pada bulan November Desember karena upwelling yang mengangkat massa air yang kaya nutrien sudah mulai berangsur melemah. Pada bulan Januari Maret sebaran nitrat bulanan ratarata menunjukkan penurunan konsentrasi dan mencapai nilai minimum pada bulan Maret. Rendahnya konsentrasi nitrat permukaan di perairan Selat Lombok pada bulan Maret April disebabkan karena tidak terjadi fenomena upwelling.

21 53 Sebaran fosfat dan silikat data yang didapatkan hanya terbatas pada tahun 2005 dan tahun 2009 saja, namun dari pola yang didapatkan masing-masing mempunyai pola yang hampir sama pada kedua tahun tersebut. Sebaran konsentrasi fosfat permukaan di perairan Selat Lombok menunjukkan konsentrasi yang tinggi di musim timur hal ini mengindikasikan bahwa terjadinya pengkayaan fosfat dari lapisan dalam yang terangkat sebagai dampak dari terjadinya upwelling. Pola yang terlihat bahwa konsentrasi fosfat akan cenderung meningkat dari bulan Desember sampai bulan April, pada bulan Mei konsentrasi fosfat cenderung menurun namun selanjutnya pada bulan Juni meningkat kembali dan mencapai puncaknya sampai bulan Agustus, selanjutnya memasuki musim peralihan II di bulan September konsentrasinya terus menurun sampai dengan bulan November. Sebaran konsentrasi silikat di perairan Selat Lombok memperlihatkan pola yang hampir sama. Pada musim Timur terjadi peningkatan konsentrasi silikat permukaan perairan selatan Selat Lombok disebabkan karena terjadi pengangkatan massa air lapisan dalam ke atas permukaan sehingga selama musim timur di dekat perairan pantai selatan Selat Lombok diindikasikan terjadi pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan perairan. Pada musim peralihan I, konsentrasi silikat menujukkan pola cenderung berbeda dengan musim Timur. Pada lapisan permukaan cenderung homogen dengan konsentrasi yang rendah Analisis Wavelet dan EOF Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika Analisis Wavelet Analisis spektrum energi suhu permukaan laut dengan analisis Wavelet disajikan berturut-turut pada Gambar 15 (syntax program pada lampiran 1). Periode dari fluktuasi dengan spektrum densitas energi suhu permukaan laut (SPL) yang dominan dapat dilihat pada Tabel 5. Suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil di perairan Selat Lombok menunjukkan beberapa sinyal dengan spektrum energi tinggi. Pada analisa Wavelet terlihat sinyal-sinyal yang signifikan, untuk SPL di stasiun 1 pada periode antara band 5-7 bulan dan band 4-7 di stasiun 2 periode band 5-7 bulan, 1-7 bulan dan bulan, stasiun 3 band 9-14 bulan, dan pada stasiun 4 periode band 10-14, untuk stasiun rata-rata periode antara band 4-7 bulan dan bulan.

22 54. Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Ket: Garis lengkung merupakan selang kepercayaan 95% Stasiun Rata -rata Gambar 15. Spektrum densitas energi SPL di Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 4 dan Stasiun rata rata dengan menggunakan analisis wavelet

23 55 Tabel 5. Periode dari fluktuasi spektrum densitas energi suhu permukaan laut (SPL) yang dominan Lokasi Band Periode Waktu Terjadi (bulan) Mei 2003 Desember Mei 2006 Mei ,5 7 November 2003 Juni ,5 Maret 2006 Mei November 2003 September Oktober 2003 Februari Oktober 2003 Oktober 2008 Rata-rata 4 7 Maret 2003 Oktober 2004; Mei 2006 Oktober Oktober 2003 Desember 2007 Periodisitas sinyal suhu permukaan laut menunjukkan fluktuasi yang mengikuti periodisitas 4 7 bulanan menunjukkan bahwa fluktuasi SPL mengikuti periode setengah tahunan semiannual dan periodisitas 9 14 bulanan menunjukkan periode tahunan annual. Spektrum densitas energi menunjukkan pada stasiun 3 dan 4 spektrum densitas energi pada periodisitas 9 14 bulanan yang berarti di lokasi tersebut banyak dipengaruhi oleh pengaruh fenomena 1 tahunan sedangkan pada stasiun 1 dan 2 spektrum densitas energi pada periodisitas 4 7 bulanan yang berarti di lokasi ini dipengaruhi oleh fenomena setengah tahunan. Untuk konsentrasi klorofil sinyal signifikan di stasiun 1 pada periode antara band 0-3 bulan dan 7-11 bulan, di stasiun 2 periode band 1-4 bulan dan 1-6 bulan, stasiun 3 band 1-7, band 1-3 dan band dan stasiun 4 periode band 0-2, band 0-3, band Untuk stasiun rata-rata periode antara band 0-1, band 1-2, band 2-3, band 0-6 dan band Analisis spektrum energi klorofil disajikan berturut-turut pada Gambar 16. Periode dari fluktuasi dengan spektrum densitas energi klorofil yang dominan dapat dilihat pada Tabel 6.

24 56 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Ket: Garis lengkung merupakan selang kepercayaan 95% Stasiun Rata - rata Gambar 16. Spektrum densitas energi Klorofil di Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 4 dan Stasiun Rata rata dengan menggunakan analisis wavelet.

25 57 Tabel 6. Periode dari fluktuasi spektrum densitas energi klorofil yang dominan Lokasi Band Periode Waktu Terjadi (bulan) Oktober 2008 Mei Agustus 2003 Maret Oktober 2005 Maret Oktober 2008 Mei Maret 2003 Juli Semtember 2006 April Mei 2003 Oktober Oktober 2003 Mei September 2006 Mei Oktober 2003 Oktober September 2003 April Oktober 2006 Februari 2007 Rata-rata 2-3 November 2007 Februari Februari 2009 Mei November 2003 Maret 2006 Periodisitas sinyal klorofil menunjukkan fluktuasi yang mengikuti periodisitas 0 3 bulanan menunjukkan bahwa fluktuasi klorofil mengikuti periode 3 bulanan (intraannual), periodisitas 4 7 bulanan menunjukkan bahwa fluktuasi SPL mengikuti periode setengah tahunan (semiannual) dan periodisitas 9 15 bulanan menunjukkan periode tahunan (annual). Spektrum densitas energi menunjukkan pada stasiun 3 dan 4 spektrum densitas energi pada periodisitas 9 15 bulanan yang berarti di lokasi tersebut banyak dipengaruhi oleh pengaruh fenomena tahunan sedangkan pada stasiun 1 dan 2 spektrum densitas energi pada periodisitas 0 3 bulanan dan 4 7 bulanan yang berarti di lokasi ini dipengaruhi oleh fenomena intraannual dan semiannual. Hasil analisis spektrum silang antara SPL dan klorofil (stasiun 1 4) disajikan pada Gambar 17. Periode dari fluktuasi dengan spektrum densitas energi silang SPL dengan klorofil yang dominan dapat dilihat pada Tabel 7.

26 58 Tabel 7. Periode dari fluktuasi spektrum densitas energi silang antara suhu permukaan laut (SPL) dengan klorofil yang dominan Lokasi Band Periode Waktu Terjadi (bulan) Agustus 2003 Februari Januari 2006 Oktober Oktober 2003 Januari Februari 2004 September Agustus 2005 Oktober September 2007 Mei Maret 2003 Agustus September 2003 Oktober September 2003 Oktober 2008 Rata-rata 5-7 April 2003 September Desember 2003 Oktober 2007 Hasil spektrum densitas energi silang antara komponen SPL dengan klorofil di stasiun 1 menunjukkan bahwa kedua fluktuasi berkorelasi pada periode 5 7 bulan dan 4 7 bulan yang mempunyai karakter setengah tahunan. Pada stasiun 2, fluktuasi berkorelasi pada periode bulan; 6-7 bulan; 5 8 bulan dan 1 7 bulan, menunjukkan karakter setengah tahunan yang lebih dominan. Sedangkan di stasiun 3 fluktuasi berkorelasi pada periode 5-7 bulan dan bulan dan mempunyai ciri setengah tahunan juga satu tahunan. Untuk stasiun 4 dominan fluktuasi korelasi pada bulan, dengan karakter satu tahunan. Adapun pada stasiun rata-rata yang mewakili keseluruhan wilayah perairan di Selat Lombok didapatkan fluktuasi berkorelasi pada periode 5 7 bulan dan bulan yang mempunyai karakter setengah tahunan dan satu tahunan.

27 59 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Ket: Garis lengkung merupakan selang kepercayaan 95% Stasiun Rata - rata Gambar 17. Spektrum densitas energi silang hubungan SPL dan klorofil setiap Stasiun dan Stasiun Rata rata menggunakan analisis wavelet

28 60 Vektor arah panah yang terdapat pada Gambar 17, menunjukkan fase dari kedua parameter, dimana jika panah mengarah ke kanan (sudut 90 ) berarti kedua parameter memiliki beda fase 1 minggu, jika panah ke bawah (sudut 180 ) berarti kedua parameter memiliki beda fase 2 minggu selanjutnya jika panah mengarah ke kiri (sudut 270 ) maka beda fasenya 3 minggu dan jika arah panah mengarah ke atas (sudut 360 ) berarti menunjukkan beda fase 4 minggu. Pada Gambar 17 dapat dijelaskan bahwa pada periode waktu tertentu suhu permukaan laut akan mendahului terjadi selanjutnya disusul dengan terjadinya perubahan terhadap konsentrasi klorofil. Pada stasiun 1 antara Agustus 2003 Februari 2005, terjadi beda fase dimana pada periode agustus 2003 Juli 2004 anak panah mengarah ke sudut 225, hal terjadi beda fase sekitar antara 2-3 minggu (17 hari), dan pada Januari 2004 Februari 2005, anak panah mengarah ke bawah (sudut 180 ), terjadi beda fase 2 minggu (14 hari) yang berarti suhu permukaan laut mendahului mendingin selanjutnya konsentrasi klorofil kemudian meningkat. Demikian pula pada stasiun 2 4 dan juga pada stasiun rata-rata. Untuk mengetahui keeratan hubungan dari SPL dengam klorofil dapat dilihat dari nilai koherensinya. Koherensi dari densitas energi silang antara suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil disajikan dalam Gambar 18 dan periodisitasnya dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Periode dari fluktuasi koherensi suhu permukaan laut (SPL) dengan klorofil Lokasi Band Periode (bulan) Waktu Terjadi April 2006 April Oktober 2005 Mei Oktober 2008 Mei Agustus 2003 Oktober Agustus 2003 Oktober 2007 Rata-rata 5-7 Maret 2006 Oktober Agustus 2003 Mei 2007

29 61 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Ket: Garis lengkung merupakan selang kepercayaan 95% Stasiun Rata - rata Gambar 18. Koherensi dari densitas energi silang antara SPL dan klorofil

30 62 Dari Gambar 18 dapat dilihat bahwa baik di stasiun 3 dan stasiun 4 sinyal koherensi yang sangat dominan terjadi pada periode band 9 16 bulan dan terjadi sepanjang tahun dari tahun 2003 sampai tahun Hal ini berarti bahwa pada stasiun 3 dan 4 suhu permukaan laut dan klorofil berkorelasi erat pada periode satu tahunan (annual). Pada stasiun 1 dan 2 sinyal koherensi yang sangat dominan terjadi di 0 7 bulan, 3 6 bulan dan 2-4 bulan, hal ini berarti bahwa pada stasiun 1 dan 2, suhu permukaan laut dan klorofil berkorelasi erat pada periode 3 bulanan (intraannual) dan periode 6 bulanan (semiannual) Analisis EOF Hasil analisis dengan menggunakan metode Emphirical Orthogonal Function (EOF) dengan input suhu permukaan laut (SPL) yang menggambarkan distribusi variabilitas SPL pada periode tahun melalui proses pembagian kelas (syntax program pada lampiran 2). Hasil analisa EOF menghasilkan variabilitas SPL dengan nilai skala ditunjukkan pada Gambar 19 dengan menampilkan 2 mode EOF (EOF1 dan EOF2). Mode 1 Mode 2 Gambar 19. Sebaran Spasial SPL Mode 1 dan Mode 2 hasil analisis EOF

31 63 Nilai skala yang bernilai negatif menunjukkan bahwa pada perairan tersebut mempunyai variabilitas SPL yang berbanding terbalik atau kebalikan dengan SPL lainnya yang bernilai positif dilokasi tempat penelitian dalam hal ini lokasi yang dianalisis meliputi area koordinat 7.5 LS 9.5 LS dan BT BT. Pada EOF 1 hasil analisis menunjukkan bahwa perairan selatan Selat Lombok dominan memiliki variabilitas bernilai sampai dengan -0,025, namun terlihat pada perairan utara Selat Lombok, rata-rata memiliki nilai skala negatif yang lebih besar berkisar antar -0,035 sampai dengan -0,06, hal ini kemungkinan di bagian utara perairan Selat Lombok memiliki dasar perairan yang relatif dangkal sehingga terjadi fluktuasi relatif tinggi. Pada EOF 2 hasil analisis menunjukkan nilai skala tinggi di utara Selat Lombok bernilai positif dengan nilai skala 0,02 sampai dengan 0,05 dan di selatan Selat Lombok dengan nilai skala negatif berkisar antara -0,02 sampai dengan -0,05. Dari hasil yang ditampilkan pada EOF 2 di sebagian kecil wilayah selatan perairan Selat Lombok khususnya di sekitar koordinat 9 LS tampak terjadi fluktuasi nilai skala yang tinggi berkisar antara -0,03 sampai dengan -0,04, kemungkinan terjadi akibat di sekitar lokasi tersebut terdapat punggung laut (sill) sehingga menyebabkan terjadi fluktuasi yang cukup tinggi di daerah ini. Nilai eigen pada EOF 1 memiliki nilai 78,0%, EOF 2 bernilai 8,4%, EOF 3 bernilai 1,6% dan EOF 4 bernilai 0,9%. Nilai eigen ini menunjukkan berapa besar bagian varian yang digunakan untuk menggambarkan fenomena yang dijelaskan pada setiap modenya dan dalam hal ini berarti menunjukkan seberapa besar parameter yang dianalisa (SPL) mempengaruhi terhadap lokasi yang akan diuji (perairan Selat Lombok). Nilai eigen pada EOF 1 memiliki nilai yang paling besar, yang diikuti oleh EOF 2 dan seterusnya. Amplitude dari setiap mode EOF dapat dilihat pada grafik temporal pada setiap modenya, dimana grafik temporal ini dapat menjelaskan siklus dari fenomena yang dijelaskan pada setiap EOF dan kuat lemahnya fenomena tersebut. Grafik temporal untuk setiap modenya dapat dilihat pada Gambar 20. Grafik temporal yang dihasilkan pada mode 1 memperlihatkan siklus dengan periode setengah tahunan (semiannual) dan tahunan (annual) yang dominan, hal ini diduga pengaruh fenomena musiman yang diakibatkan oleh adanya pergantian

32 64 angin Muson Barat dan dan Muson Timur. Temporal mode 2, mode 3 dan mode 4 menggambarkan adanya siklus dengan periode tahunan (annual) dan antar tahunan (interannual) yang diduga merupakan siklus yang diakibatkan oleh adannya fenomena ENSO. Gambar 20. Grafik Temporal SPL dari 4 mode EOF Hasil analisis EOF dengan input konsentrasi klorofil, menghasilkan variabilitas Klorofil dengan nilai skala dan ditunjukkan pada Gambar 21 dan dengan menampilkan 4 mode EOF (EOF1, EOF2, EOF3 dan EOF4). Pada EOF 1 hasil analisis menunjukkkan bahwa di perairan Selat Lombok fluktuasi yang tinggi terkonsentrasi beberapa bagian di pesisir pantai dengan variabilitas tertinggi bernilai dengan kisaran -0,1 sampai dengan -0,15. Sedangkan pada EOF 2 hasil analisis menunjukkan nilai skala tertingi mirip dengan EOF 1 dimana klorofi berfluktuasi tinggi berada hanya di sekitar pesisir pantai.

33 65 Mode 1 Mode 2 Gambar 21. Sebaran spasial klorofil Mode 1 dan Mode 2 hasil analisis EOF Untuk nilai-nilai eigen dari hasil analisis EOF, didapatkan nilai eigen untuk EOF 1 sebesar 32,4%, EOF 2 bernilai hingga 20,4 %, EOF 3 bernilai 8,6% dan EOF 4 bernilai sebesar 6,0%. Amplitude dari setiap mode EOF terhadap waktu dapat dilihat dalam grafik temporal pada Gambar 22. Dari grafik temporal yang dihasilkan pada mode 1 sampai dengan mode 4, secara umum grafik yang terlihat menunjukkan nilai berkisar 1. Hal ini berarti bahwa konsentrasi klorofil-a tidak banyak bervariasi ataupun perubahan konsentrasi dari tahun ke tahun adalah kecil, kecuali pada daerah-daerah dekat muara di pesisir pantai. Sebaran klorofil-a di perairan Selat Lombok diduga dipengaruhi oleh adanya run off yang berasal dari daratan melalui sungai-sungai di Pulau Lombok dan juga sebagian berasal massa air dari Laut Jawa dan Laut Flores yang masuk ke perairan Selat Lombok dan keluar menuju Samudera Hindia.

34 66 Gambar 22. Grafik temporal klorofil-a dari 4 mode EOF 4.3. Korelasi Kesuburan Perairan dan Kondisi Oseanografi Variasi kesuburan perairan selat Lombok menunjukkan adanya karakteristik yang jelas baik secara temporal dan spasial. Variasi temporal kesuburan menunjukkan perubahan yang jelas dimana kesuburan akan bervariasi seiring dengan pergantian musim oleh adanya angin muson yang membawa massa air dan memiliki karakter suhu, yang akan berubah arahnya setiap setengah tahunan yang sedikit banyaknya mempengaruhi terhadap variabitas kesuburan di perairan Selat Lombok. Variasi secara temporal Suhu permukaan laut, kondisi suhu perairan memiliki kecenderungan akan menurun mulai bulan April selanjutnya akan stabil hingga di bulan Juni. Setelah itu kecenderungan suhu akan semakin menurun hingga bulan September suhu mencapai minimum. Penurunan suhu selama musim Timur ini dikarenakan adanya pengaruh dari arus lintas Indonesia (Arlindo) yang besar. Seperti yang telah diketahui bahwa aliran massa air dari dari Samudera Pasifik utara ke Samudera Hindia melewati sebagian besar laut Indonesia dan melintas melewati perairan Selat Lombok (Gordon et al, 1994). Suhu permukaan laut memiliki kecenderungan naik kembali hingga bulan Januari mencapi titik maksimal lagi, kemudian tren suhu kembali menurun dan stabil pada bulan April.

35 67 Hal ini menunjukkan di perairan Selat Lombok di dominasi variasi setengah tahunan (semiannual) dan sedikit sinyal tahunan (annual) (Sprintall et al., 1999). Selama musim timur di perairan selatan Jawa Sumbawa dan khususnya di perairan Selat Lombok, suhu permukaan laut mengalami penurunan namun klorofil-a justru mengalami peningkatan konsentrasi. Peningkatan konsentrasi klorofil-a secara signifikan terjadi di selatan perairan Selat Lombok pada koordinat BT BT. Dengan berasumsi bahwa suhu permukaan laut (SPL) yang lebih rendah dari perairan di sekitarnya merupakan karakteristik massa air upwelling, maka dapat dikatakan bahwa sebaran klorofil permukaan perairan sangat berhubungan erat dengan pola sebaran suhu permukaan laut. Maka dapat dikatakan bahwa bila SPL rendah akibat upwelling maka konsentrasi klorofil-a akan tinggi dan sebaliknya konsentrasi klorofil-a akan rendah bila SPL tinggi. Estimasi transpor dapat dikatakan bahwa pada musim timur terjadi upwelling di sepanjang perairan selatan Jawa Sumbawa sebagai respon terhadap bertiupnya angin Muson Tenggara. Upwelling menyebabkan terangkatnya massa air dingin dan kaya nutrien ke lapisan permukaan, keadaan ini akan mempengaruhi karakteristik massa air permukaan serta berpengaruh terhadap fotosintesis fitoplankton. Berdasarkan hasil analisis sebaran konsentrasi klorofil-a pada perairan Selat Lombok pada musim Barat, tampak adanya konsentrasi klorofil yang tinggi yang umumnya terkonsentrasi di perairan pantai dan pesisir hal ini disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah besar dari air limpasan (run off) dari daratan yang berasal dari sungai-sungai besar yang bermuara menuju pantai, selain itu pengaruh proses turbulensi yang disebabkan oleh arus pasang surut turut mempengaruhi konsentrasi klorofil-a yang menyebabkan terjadinya proses pengadukan disekitar pesisir pantai. Hasil analisis SPL dan konsentrasi klorofil-a pada perairan Selat Lombok terlihat adanya korelasi, sehingga kesuburan perairan Selat Lombok sangat dimungkinkan untuk ditentukan berdasarkan dari perhitungan antara parameter SPL dan konsentrasi klorofil. Tabel 9 berikut merupakan suatu indeks kesuburan yang dihitung dengan menggunakan parameter SPL dan konsentrasi klorofil-a.

36 68 Tabel 9. Indeks kesuburan perairan Selat Lombok Stn Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Untuk nilai indeks kesuburan perairan Selat Lombok berdasarkan parameter SPL dan konsentrasi klorofil-a ditandai dengan semakin kecil nilai indeksnya maka diasumsikan semakin subur perairan tersebut. Sebagai contoh dari ke 4 stasiun pengamatan pada stasiun 4 memiliki nilai indeks yang dominan lebih kecil terutama pada saat musim timur ( Juni Agustus ) yang ditandai dalam warna dasar kuning pada tabel 9.. Hal ini sesuai dengan hasil analisis analisis lainnya ( sebaran spasial, temporal dan wavelet). Untuk nilai indeks yang besar, diasumsikan memiliki perairan yang kurang subur dalam hal ini ada di stasiun 2 dan stasiun 1. Penggunaan indeks kesuburan dimaksudkan Untuk mempermudah dalam menentukan kesuburan dari suatu perairan yang pada umumnya dilihat dari konsentrasi klorofil-a pada perairan tersebut. Konsentrasi klorofil-a memiliki korelasi terhadap SPL pada perairan tersebut, sehingga dengan menggabungkan perhitungan antara kedua parameter tersebut dapat dimungkinkan untuk suatu pendugaan kesuburan dari perairan tersebut.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Spasial Arus Eddy di Perairan Selatan Jawa-Bali Berdasarkan hasil visualisasi data arus geostropik (Lampiran 3) dan tinggi paras laut (Lampiran 4) dalam skala

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1 Pada bulan Desember 1996 Februari 1997 yang merupakan puncak musim barat

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelapisan Massa Air di Perairan Raja Ampat Pelapisan massa air dapat dilihat melalui sebaran vertikal dari suhu, salinitas dan densitas di laut. Gambar 4 merupakan sebaran menegak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM :

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM : Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. 2. 3. Nilai SUHU DAN SALINITAS Nama : NIM : Oleh JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015 MODUL 3. SUHU DAN SALINITAS

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia merupakan area yang mendapatkan pengaruh Angin Muson dari tenggara pada saat musim dingin di wilayah Australia, dan dari barat laut pada saat musim

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran A. Hasil pengolahan data arus polar current rose disajikan pada Lampiran B. Hasil pengolahan data komponen arus setelah

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

(a) Profil kecepatan arus IM03. (b) Profil arah arus IM03. Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM03 III-17

(a) Profil kecepatan arus IM03. (b) Profil arah arus IM03. Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM03 III-17 (a) Profil kecepatan arus IM3 (b) Profil arah arus IM3 Gambar III.19 Perekaman profil arus dan pasut stasiun IM3 III-17 Gambar III.2 Spektrum daya komponen vektor arus stasiun IM2 Gambar III.21 Spektrum

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 661-669 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A KAITANNYA DENGAN EL NINO SOUTHERN

Lebih terperinci

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia. HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) SADENG YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS Dewantoro Pamungkas *1, Djumanto 1

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 99 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Data Asimilasi GFDL 4.1.1 TRITON Stasiun pengamatan data TRITON yang digunakan untuk melakukan validasi data asimilasi GFDL sebanyak 13 stasiun dengan 12 TRITON berada

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki nilai WWZ yang sama pada tahun yang dan periode yang sama pula. Hubungan keterpengaruhan juga teridentifikasi jika pada saat nilai WWZ bintik matahari maksimum, didapatkan nilai WWZ parameter

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Umum Perairan Selatan Jawa Perairan Selatan Jawa merupakan perairan Indonesia yang terletak di selatan Pulau Jawa yang berhubungan secara langsung dengan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA OLEH : Dr. Kunarso FOKUSED GROUP DISCUSSION CILACAP JUNI 2016 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Dalam Purwanto

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Sebaran Suhu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan menjelaskan sebaran suhu menjadi dua bagian penting yakni sebaran secara horisontal dan vertikal. Sebaran

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus Lintas Indonesia atau ITF (Indonesian Throughflow) yaitu suatu sistem arus di perairan Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

Physics Communication

Physics Communication Phys. Comm. 1 (1) (2017) Physics Communication http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pc Analisis kondisi suhu dan salinitas perairan barat Sumatera menggunakan data Argo Float Lita Juniarti 1, Muh.

Lebih terperinci

VARIABILITAS KESUBURAN PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT LOMBOK STEFANUS HARI WIYADI

VARIABILITAS KESUBURAN PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT LOMBOK STEFANUS HARI WIYADI VARIABILITAS KESUBURAN PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI OSEANOGRAFI DI SELAT LOMBOK STEFANUS HARI WIYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga 29 5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

V. HASIL. clan di mulut utara Selat Bali berkisar

V. HASIL. clan di mulut utara Selat Bali berkisar V. HASIL 5.1 Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Perairan Selat Bali Musim Peralihan I1 ( September - Nopember) Sebaran suhu permukaan laut di perairan Selat Bali 8 September 2006 bkrkisar antara

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal , Desember 2011

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal , Desember 2011 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal. 71-84, Desember 2011 KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI FISIK DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TIMUR PADA SAAT FENOMENA INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD) FASE POSITIF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah lautan yang lebih luas dibandingkan luasan daratannya. Luas wilayah laut mencapai 2/3 dari luas wilayah daratan. Laut merupakan medium yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR Analysis of Upwelling Distribution and Area Enlargement in the Southern of Makassar Strait Dwi Fajriyati Inaku Diterima:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

III HASIL DAN DISKUSI

III HASIL DAN DISKUSI III HASIL DAN DISKUSI Sistem hidrolika estuari didominasi oleh aliran sungai, pasut dan gelombang (McDowell et al., 1977). Pernyataan tersebut mendeskripsikan kondisi perairan estuari daerah studi dengan

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan, 6 TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi lestari beberapa jenis ikan di Perairan Pantai Timur terdiri

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C

KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR. Oleh : MUKTI DONO WILOPO C KARAKTER FISIK OSEANOGRAFI DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA-SUMBAWA DARI DATA SATELIT MULTI SENSOR Oleh : MUKTI DONO WILOPO C06400080 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN I FEBRUARI 2018

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN I FEBRUARI 2018 1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN I FEBRUARI 2018 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM OUTLINE Ø Analisis dan Prediksi Angin, dan Monsun; Ø Analisis OLR; Ø Analisis

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017 BMKG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM 1 BMKG OUTLINE Analisis dan Prediksi Angin, Monsun, Analisis OLR Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com)

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com) Arus Geostropik Peristiwa air yang mulai bergerak akibat gradien tekanan, maka pada saat itu pula gaya coriolis mulai bekerja. Pada saat pembelokan mencapai 90 derajat, maka arah gerak partikel akan sejajar

Lebih terperinci

VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA SATELIT SeaWiFS DI PERAIRAN PULAU MOYO, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA SATELIT SeaWiFS DI PERAIRAN PULAU MOYO, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA SATELIT SeaWiFS DI PERAIRAN PULAU MOYO, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT Oleh : Diki Zulkarnaen C64104064 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

UPDATE DASARIAN III MARET 2018

UPDATE DASARIAN III MARET 2018 UPDATE DASARIAN III MARET 2018 : Pertemuan Angin dari Utara dan Selatan v Analisis Dasarian III Maret 2018 Aliran massa udara di Indonesia masih didominasi Angin Baratan. Terdapat area konvergensi di

Lebih terperinci

Oleh: Ikhsan Dwi Affandi

Oleh: Ikhsan Dwi Affandi ANALISA PERUBAHAN NILAI MUKA AIR LAUT (SEA LEVEL RISE) TERKAIT DENGAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL (GLOBAL WARMING) ( Studi Kasus : Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ) Oleh: Ikhsan Dwi Affandi 35 08 100 060

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Asia Tenggara dan sekitarnya memiliki variabilitas laut-atmosfer yang besar akibat dari fluktuasi parameter oseanografi yang berasal dari perairan Samudera Pasifik

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG

ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG Juniarti Visa Bidang Pemodelan Iklim, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim-LAPAN Bandung Jl. DR. Junjunan 133, Telp:022-6037445 Fax:022-6037443,

Lebih terperinci

Suhu rata rata permukaan laut

Suhu rata rata permukaan laut Oseanografi Fisis 2 Sifat Fisis & Kimiawi Air Laut Suhu Laut Suhu rata rata permukaan laut Distribusi vertikal Suhu Mixed layer Deep layer Distribusi vertikal Suhu Mixed Layer di Equator lebih tipis dibandingkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ./ 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai

Lebih terperinci

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ M. IRSYAD DIRAQ P. 3509100033 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha,   ABSTRAK ANALISIS PARAMETER OSEANOGRAFI MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BERBASIS WEB (Sebaran Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Tinggi Permukaan Laut) Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, e-mail

Lebih terperinci

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI 4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI Pendahuluan Ikan dipengaruhi oleh suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen terlarut dan masih banyak faktor lainnya (Brond 1979).

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci