4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data pada masing-masing lokasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Data Selama 46 Minggu Jumlah Data Selama 46 Minggu (Area) Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi Total data 8- harian di lokasi pertama, lokasi kedua, dan lokasi ketiga memiliki nilai jumlah yang berbeda. Pada lokasi pertama selama 46 minggu jumlah datanya sebesar 1.302, jumlah data pada lokasi kedua selama 46 minggu sebesar 1.517, sedangkan jumlah data pada lokasi ketiga selama 46 minggu sebesar Selain itu, terdapat jumlah data yang berbeda selama 46 minggu tersebut. Total nilai data berbeda selama 46 minggu ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4.Total Nilai Data Berbeda Minggu Ke- Lokasi 1 s.d Pada lokasi pertama terjadi perbedaan jumlah data yaitu sebesar Perbedaan jumlah data terjadi pada minggu ke-20 dan 21 di tahun

2 19 Pada lokasi kedua perbedaan jumlah data terdapat di minggu ke-20 dan 21 sebesar dan terjadi di tahun yang sama seperti lokasi pertama yaitu tahun Sedangkan pada lokasi ketiga perbedaan jumlah data sebesar yang terjadi di minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-8 ditahun dan di minggu ke-20 dan 21 di tahun Selain itu, juga terjadi di minggu ke-46 sebesar di tahun Hal ini dikarenakan pada lokasi pertama, tidak terjadi pengulangan data di koordinat 96 o BT. Pada lokasi kedua tidak terjadi pengulangan data di koordinat 98 o BT, sedangkan pada lokasi ketiga tidak terjadi pengulangan data di koordinat 101 o BT. Pada minggu ke-46 di lokasi ketiga ini berkurangnya jumlah nilai yang signifikan disebabkan variabel bujur dan lintang yang berbeda dengan minggu ke-1 sampai ke-45 diduga dikarenakan pengaruh proses cropping data yang berbeda di nilai bujur pada koordinat tersebut. Area pengamatan pada lokasi pertama berada pada luasan 21 x 61 m 2. Sedangkan pada lokasi kedua luasan area pengamatan berada pada 21 x 71 m 2 dan luasan area ketiga berada pada 21 x 81 m 2. Pada citra SeaWiFS Setiap set data memiliki area bin 9 x 9 km 2. Luasan tersebut dihasilkan dari variabel bujur dan variabel lintang di lokasi pengamatan Fluktuasi Nilai Rataan Tahunan di Ketiga Lokasi Pada lokasi pertama nilai klorofil-a tertinggi berada pada minggu ke- 5 yaitu 2,667 mg/m 3. Kisaran nilai klorofil-a di minggu tersebut berada pada 0,097 mg/m 3 sampai 2,667 mg/m 3. Minggu ke-5 berkisar antara tanggal 2 Februari sampai tanggal 9 Februari yang merupakan musim barat. Fluktuasi nilai klorofil-a tertinggi ditampilkan pada Gambar 4.

3 20 Gambar 4. Nilai Klorofil-a Tertinggi Pada Lokasi Pertama Nilai konsentrasi terendah pada lokasi pertama berada di minggu ke- 20 yaitu 0,072 mg/m 3. Kisaran nilai klorofil-a di minggu ke-20 antara 0,072 mg/m 3 sampai 0,718 mg/m 3. Minggu ke-20 berkisar antara tanggal 2 Juni sampai 9 Juni dan merupakan musim timur. Fluktuasi nilai terendah ditampilkan pada Gambar 5. Gambar 5. Nilai Klorofil-a Terendah Pada Lokasi Pertama Nilai klorofil-a pada lokasi pertama terdapat data kosong di minggu ke-34 pada grafik nilai maximum dan minimum. Nilai yang kosong karena nilai hasil

4 21 penapisan (filter) data di minggu ke-34 tersebut tidak ada yang memenuhi count data sebesar 6. Fluktuasi klorofil-a pada lokasi kedua ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6. Nilai Klorofil-a Tertinggi Pada Lokasi Kedua Nilai klorofil-a tertinggi di perairan Barat Sumatera pada lokasi kedua berada di minggu ke-21 sebesar 1,914 mg/m 3. Kisaran klorofil-a di minggu tersebut berkisar antara 0,094 mg/m 3 sampai 1,914 mg/m 3. Minggu ke-21 berada pada kisaran tanggal 10 Juni sampai 17 juni. Pada bulan tersebut termasuk kedalam musim timur. Fluktuasi nilai klorofil-a terendah pada lokasi kedua ditunjukkan pada Gambar 7.

5 22 Gambar 7. Nilai Klorofil-a Terendah Pada Lokasi Kedua Nilai konsentrasi terendah di lokasi kedua berada pada minggu ke-24 yaitu 0,068 mg/m 3. Kisaran klorofil-a di minggu ke-24 antara 0,068 mg/m 3 sampai 1,017 mg/m 3. Minggu ke-24 berada pada kisaran tanggal 4 Juli sampai 11 Juli, sehingga minggu ke-24 pada lokasi kedua masuk kedalam musim timur. Berbeda dengan nilai klorofil-a di lokasi pertama, untuk data di lokasi kedua tidak ada data kosong. Selama 46 minggu perekaman, data di lokasi ini memenuhi count data yaitu 6. Fluktuasi nilai klorofil-a pada lokasi ketiga ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8. Nilai Klorofil-a Tertinggi Pada Lokasi Ketiga

6 23 Pada lokasi ketiga, nilai klorofil-a yang tertinggi berada pada minggu ke-42 yaitu 2,083 mg/m 3. Kisaran nilai klorofil-a pada minggu tersebut antara 0,073 mg/m 3 sampai 2,083 mg/m 3. Minggu ke-42 berkisar antara tanggal 25 November sampai 2 Desember, minggu ke-42 masuk kedalam musim Peralihan II atau akhir tahun. Fluktuasi nilai klorofil-a terendah pada lokasi ketiga ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9. Nilai Klorofil-a Terendah Pada Lokasi Ketiga Nilai konsentrasi klorofil-a terkecil berada di minggu ke-2 yaitu 0,062 mg/m 3. Kisaran nilai klorofil-a pada minggu tersebut antara 0,062 mg/m 3 sampai 0,978 mg/m 3. Minggu ke-2 berkisar pada tanggal 9 Januari sampai 16 Januari yang termasuk kedalam musim barat. Data nilai klorofil-a di lokasi ketiga sama dengan lokasi pertama karena terdapat data yang kosong. Namun pada lokasi ketiga data yang kosong terdapat di minggu ke-36, ke-37 dan ke-41. Pada minggu tersebut tidak masuk ke dalam count 6. Nilai enam digunakan karena pada perekaman data dengan citra SeaWiFS terdapat nilai konsentrasi sebesar yang merupakan undefined/ missing value sebesar

7 24 Perairan Indonesia secara umum dipengaruhi oleh angin musim (monsoon) yang terdiri dari musim barat, musim timur dan musim peralihan. Musim barat terjadi pada bulan Desember Februari, disusul musim peralihan 1 (Maret Mei), musim Timur (Juni-Agustus) dan Musim Peralihan II (September November) (Nontji, 2006). Terkadang tinggi rendahnya nilai klorofil-a di perairan juga dipengaruhi oleh angin musim. Hal ini berdampak pada fenomena upwelling dimana proses tersebut menghasilkan zat hara yang tinggi kepermukaan laut. Upwelling inilah merupakan respon dari siklus angin muson yang terjadi di wilayah Barat Sumatera. Menurut Tubalawony et al. (2007) di perairan Barat Sumatera upwelling terlihat pada musim barat (Desember - Februari) namun secara umum kekuatannya lebih lemah Jumlah Data Spasial Terisi 75% Kurang Lebih 11 Tahun Pengamatan data dari sensor SeaWiFS selama kurang lebih (±)11 tahun bertujuan untuk melihat data yang digunakan dalam perata-rataan estimasi nilai klorofil-a. Hal ini berkaitan dengan kelengkapan data pada proses perata-rataan tersebut. Data spasial 75% meliputi kecukupan data terisi selama sebelas tahun, pemilihan data temporal ½ dari n (n merupakan jumlah tahun). Pemilihan ½ dari range data temporal yaitu 5 tahun dipilih sebagai syarat data yang terwakili. Data terisi spasial 75% di lokasi pertama ditampilkan pada Tabel 5.

8 25 Tabel 5. Data Terisi 75% Pada Lokasi Pertama Minggu ke- Data 75% Tahun Perekaman Data SeaWiFS Keterangan: Data temporal 5 tahun yang terwakili Pada Tabel 5, jumlah data spasial 75% yang terisi selama 46 minggu dan data temporal 5 tahun yang terwakili di lokasi pertama hanya terdapat pada minggu ke-1, 5, 18, dan 25. Pada minggu ke-1 meliputi tahun 1998, 2001, 2002, 2003, dan 2004, untuk minggu ke-5 meliputi tahun 2003, 2004, 2005, 2006, Sedangkan pada minggu ke-18 meliputi tahun 1998, 2001, 2002, 2003, 2004, dan untuk minggu ke-25 meliputi tahun 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, Data temporal terbanyak terdapat pada minggu ke-25 yaitu delapan tahun, namun data tahun yang konstan terisi 75% berada di tahun 2003 dan Data terisi spasial 75% di lokasi kedua ditampilkan pada Tabel 6. Minggu ke- Tabel 6. Data Terisi 75% Pada Lokasi Kedua Data 75% Keterangan: Tahun Perekaman Data SeaWiFS Data temporal 5 tahun yang terwakili Pada Tabel 6, bahwa jumlah data spasial 75% yang terisi selama 46 minggu dan data temporal 5 tahun yang terwakili di lokasi kedua hanya terdapat di minggu ke-13,14,17,18,dan 19. Minggu ke-13 meliputi tahun 2002, 2003, 2004,

9 , 2008, untuk minggu ke-14 meliputi tahun 1998, 1999, 2002, 2006, Sedangkan minggu ke-17 meliputi tahun 2000, 2002, 2003, 2004, 2006, dan minggu ke-18 meliputi tahun 1998, 2000, 2001, 2003, 2004, Minggu ke-19 meliputi tahun 19998, 1999, 2000, 2002, 2005, 2006, dan Pada lokasi kedua, variasi tahun yang tersedia secara spasial 75% lebih beragam. Hal ini dikarenakan tidak ada tahun yang konstan terekam pada total lima minggu data tersebut. Lokasi kedua berada mulai dari tahun 1998 sampai tahun Minggu ke-19 memiliki jumlah data terbesar yaitu tujuh tahun dibandingkan minggu lainnya di lokasi kedua yaitu lima tahun pada minggu ke-13,14, dan 17 serta enam tahun pada minggu ke-18. Data terisi spasial 75% di lokasi kedua ditampilkan pada Tabel 7. Minggu ke- Tabel 7. Data Terisi 75% Pada Lokasi Ketiga Data 75% Tahun Perekaman Data SeaWiFS Keterangan: Data temporal 5 tahun yang terwakili. Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah data spasial yang mencakup 75% data terisi hanya ada di minggu ke-21 dengan total data lima tahun. Tahun-tahun tersebut antara lain pada tahun 1999, 2000, 2001, 2003 dan Berdasarkan data terisi di tiap lokasi pengamatan, terdapat variasi jumlah data terisi 75% di tiap minggunya. Secara umum data tersebut di dominasi oleh keterwakilan data lima tahun. Data-data tesebut nantinya akan digunakan untuk penentuan pola kontur sebaran klorofil-a di perairan Barat Sumatera.

10 Kisaran Nilai Klorofil-a dari 5 Tahun Data Terwakili Kisaran nilai klorofil-a dengan jumlah data dihasilkan dari perata-rataan data yang telah dipilih dari 5 tahun terwakili hasil 75% data spasial. Kisaran tersebut berupa nilai minimum, maksimum dan rata-rata konsentrasi klorofil-a. Kiasaran nilai klorofil-a tersebut akan dijadikan sebagai acuan penentuan skala pada pola sebaran klorofil-a di perairan Barat Sumatera. Data temporal 5 tahun yang terwakili pada lokasi pertama hanya ada di minggu ke-1, ke-5, ke-18 dan ke- 25. Masing-masing minggu tersebut memiliki jumlah kisaran tahun yang berbeda. Tabel 8 menunjukkan nilai terkecil, terbesar serta nilai rata-rata klorofil-a. Tabel 8. Kisaran Nilai Klorofil-a Data Terwakili di Lokasi Pertama Nilai Klorofil-a (mg/m 3 ) Lokasi Pertama Terbesar 4,29 4,08 2,39 1,85 Terkecil 0,11 0,09 0,11 0,10 Rata-Rata 0,40 0,28 0,29 0,21 Data temporal 5 tahun yang terwakili pada lokasi pertama berdasarkan data tersebut, nilai akumulasi pada minggu ke-1 memiliki kisaran 0,11 mg/m 3 sampai 4,29 mg/m 3 dengan nilai rata-rata 0,40 mg/m 3. Sedangkan pada minggu ke-5 memiliki nilai klorofil-a akumulasi kisarannya 0,09 mg/m 3 sampai 4,08 mg/m 3 dengan nilai rata-rata 0,28 mg/m 3. Minggu ke- 18 kisaran nilai klorofil-a yaitu 0,11 mg/m 3 sampai 2,39 mg/m 3 dengan rata-rata sebesar 0,29 mg/m 3. Sedangkan di minggu ke-25 memiliki kisaran antara 0,10 mg/m 3 sampai 1,8 mg/m 3 dengan rata-rata 0,21 mg/m 3. Berdasarkan tabel tersebut pada minggu ke-1 dan ke-5

11 28 memiliki nalai maksimum tertinggi yaitu mencapai 4 mg/m 3. Kisaran nilai klorofil-a data temporal 5 tahun yang terwakili di lokasi kedua disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Kisaran Nilai Klorofil-a Data Terwakili di Lokasi Kedua Nilai Klorofil-a (mg/m 3 ) Lokasi Kedua Terbesar 0,88 2,33 2,21 2,06 1,02 Terkecil 0,08 0,07 0,07 0,07 0,09 Rata-Rata 0,16 0,25 0,26 0,22 0,21 Data temporal 5 tahun yang terwakili pada lokasi pertama berada pada minggu ke-13, 14, 17, 18 dan 19. Kisaran nilai setiap minggunya berbeda, hal ini dapat dilihat pada minggu ke-13 memiliki nilai klorofil-a terbesar 0,88 mg/m 3. Sedangkan nilai terkecilnya yaitu 0,08 mg/m 3 dan rata-rata nilai klorofil-a di minggu tersebut adalah 0,16 mg/m 3. Minggu ke-14, 17, dan 18 memiliki nilai klorofil-a terbesar diatas 2 mg/m 3. Pada minggu ke-14 nilai terbesar mencapai 2,33 mg/m 3, nilai terkecilnya yaitu 0,07 mg/m 3 dan rata-rata nilai klorofil-a nya adalah 0,25 mg/m 3. Pada minggu ke-17 nilai klorofil-a terbesar hasil akumulasi data mencapai 2,21 mg/m 3 sedangkan nilai terkecilnya 0,07 mg/m 3 dan rata-rata nilainya 0,26 mg/m 3. Minggu ke-18 nilai klorofil-a terbesarnya mencapai 2,06 mg/m 3, nilai terkecil yaitu 0,07 mg/m 3 dan rata-rata nilainya adalah 0,22 mg/m 3. Pada minggu ke-19 nilai klorofil-a terbesar mencapai 1,02 mg/m 3. Sedangkan untuk nilai terkecil di minggu ini yaitu 0,09 mg/m 3 dan rata-rata nilai klorofil-a nya sebesar 0,21 mg/m 3. Secara umum nilai terkecil akumulasi klorofil-a memiliki jumlah yang cenderung seragam yaitu 0,07 mg/m 3. Hanya pada minggu ke-19

12 29 yang nilai terkecilnya mencapai 0,1 mg/m 3. Kisaran nilai klorofil-a data terwakili di lokasi ketiga disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kisaran Nilai Klorofil-a Data Terwakili di Lokasi Ketiga Nilai Klorofil-a (mg/m 3 ) Lokasi Ketiga 21 Terbesar 1,23 Terkecil 0,07 Rata-Rata 0,21 Kisaran akumulasi nilai klorofil-a di lokasi ketiga hanya memiliki satu minggu data temporal 5 tahun yang terwakili. Nilai klorofil-a terkecil pada minggu ke-21 yaitu 0,07 mg/m 3, sedangkan nilai terbesar mencapai 1,23 mg/m 3 dan rata-rata nilai klorofil-a nya adalah 0,21 mg/m 3. Kisaran nilai tersebut digunakan sebagai batasan penentuan skala yang akan digunakan pada pola sebaran klorofil-a di tiap lokasi pengamatan, dimana nilai skala yang digunakan yaitu 0-0,8 mg/m 3. Perairan Indonesia yang memiliki kandungan klorofil antara 0,3-0,5 mg/m 3 antara lain berada di pesisir Barat Sumatera, Laut Flores, Laut Jawa di utara Jawa Timur, sebagian Selat Makassar, Laut Sulawesi dan Laut Banda (Arsjad et al., 2004) Pola Sebaran Klorofil-a 5 Tahun Data Temporal di Lokasi Pertama Klorofil-a dipandang sebagai parameter lingkungan penting yang menunjukkan kualitas air, kandungan nutrien dan polusi yang mempengaruhi mintakat pantai, tidak hanya sebagai indikator produktivitas air (Lo, 1995). Sebaran nilai klorofil-a dihasilkan dari pemilihan data temporal 5 tahun. Pola

13 30 sebaran klorofil-a ini, skala yang digunakan dihasilkan dari hasil akumulasi range nilai klorofil-a data temporal yang digunakan berkisar antara 0-0,8 mg/m 3. Lokasi pertama berbatasan dengan Pulau Simeuleu. Pola Sebaran klorofil-a di perairan Barat Sumatera lokasi pertama dapat dilihat pada kontur klorofil-a pada Gambar 10. Gambar 10. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-1 Pola sebaran klorofil-a di lokasi pertama minggu ke-1 menunjukkan nilai klorofil-a yang didominasi 0,2 mg/m 3. Wilayah yang mendominasi merupakan wilayah yang membatasi Pulau Sumatera dan Pulau Simeuleu. Perairan disekitar pesisir Pulau Sumatera di lokasi pertama ini, memiliki nilai klorofil-a yang cukup tinggi yaitu 0,6 mg/m 3. Sedangkan untuk kontur ragam terlihat variasi yang hanya terdapat di pesisir bagian selatan daerah pengamatan. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-5 dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-5 Pola kontur di minggu ke-5 menunjukkan bahwa nilai klorofil-a pada minggu ke-5 berkisar antara 0,4 mg/m 3 sampai 0,8 mg/m 3. Lokasi tersebut berada di sekitar daratan Pulau Sumatera dan nilai klorofil-a 0,2 mg/m 3 terdapat di sekitar

14 31 Pulau Simeuleu. Variasi nilai klorofil-a di sekitaran perairan yang membatasi Pulau Sumatera Barat dan Pulau Simeuleu bernilai 0-0,2 mg/m 3. Namun jika diperhatikan nilai klorofil-a sebesar 0,8 mg/m 3 mendominasi di sekitar perairan pesisir Sumatera Barat, sedangkan nilai klorofil-a 0,2 mg/m 3 juga terdapat di wilayah Pulau Simeuleu. Pada pola kontur rataan ragam, wilayah yang bervariasi tinggi terlihat di sekitar bagian yang membatasi Sumatera Barat. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-18 dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-18 Pola kontur di minggu ke-18 menunjukkan nilai sebaran klorofil-a dekat pesisir Pulau Sumatera Utara antara 0,4-0,8 mg/m 3. Sedangkan di sebagian Pulau Simeuleu nilai klorofil-a sebesar 0,2 mg/m 3. Perairan yang membelah wilayah Pulau Sumatera dan Pulau Simeuleu nilai klorofil-a nya sebesar 0-0,2 mg/m 3. Variasi nilai klorofil-a terjadi di sekitar pesisir pulau Sumatera Utara. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-25 dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-25 Berdasarkan pola tersebut, menunjukkan nilai sebaran klorofil-a di sekitar Pulau Sumatera antara 0,2-0,8 mg/m 3. Sedangkan untuk di perairan Pulau

15 32 Simeuleu bernilai 0,2 mg/m 3. Wilayah dengan klorofil-a cukup tinggi berada pada pesisir pulau yang mengarah ke Sumatera Barat. Hal ini juga berkaitan dengan pola sebaran ragam yang menunjukkan nilai bervariasi tertinggi berada di wilayah tersebut. Pada lokasi pertama, minggu ke-1 dan minggu ke-5 termasuk kedalam musim barat, untuk minggu ke-18 termasuk kedalam musim peralihan sedangkan minggu ke-25 termasuk kedalam musim timur Pola Sebaran Klorofil-a 5 Tahun Data Temporal di Lokasi Kedua Lokasi kedua masuk ke wilayah perairan Sumatera Barat yang berbatasan dengan Pulau Siberut. Berdasarkan jumlah dari 5 tahun terwakili hasil 75% data spasial, hanya terdapat pada minggu ke-13, ke-14, ke-17, ke-18 dan ke-19. Keseluruhan minggu di lokasi kedua tersebut merupakan musim peralihan. Pola kontur sebaran klorofil-a di perairan Barat Sumatera pada lokasi kedua ditampilkan pada Gambar 14. Gambar 14. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-13 Pola kontur di minggu ke- 13 menunjukkan konsentrasi klorofil-a dominan sebesar 0-0,2 mg/m 3. Nilai klorofil-a tersebut tersebar di sebagian Pulau Siberut dan pesisir Pulau Sumatera Barat. Variasi konsentrasi pada minggu ke-13 cenderung lebih kecil. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-14 dapat dilihat pada Gambar 15.

16 33 Gambar 15. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-14 Pola kontur di minggu ke-14 menunjukkan nilai dominan yaitu 0,2 mg/m 3 yang berada di sepanjang kawasan Indian ocean hingga keluar batas Pulau Siberut. Wilayah yang memiliki nilai klorofil-a tertinggi berada pada pesisir Pulau Sumatera. Sedangkan untuk sebaran ragam, variasi sebaran klorofil-a terlihat di sekitar Pulau Sumatera yang memiliki nilai klorofil-a sebesar 0,4-0,8 mg/m 3. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-17 dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-17 Pola kontur di minggu ke-17 menunjukkan wilayah Indian ocean yang membatasi perairan Pulau Siberut dan Pulau Sumatera bagian barat didominasi nilai klorofil-a sebesar 0,2 mg/m 3. Sedangkan untuk nilai klorofil-a yang tertinggi berada di pesisir bagian Pulau Sumatera. Rataan sebaran ragam menunjukkan nilai yang cenderung meningkat di sekitar utara wilayah Sumatera Barat. Unsur hara berperan penting dalam meningkatkan nilai klorofil-a disekitar Pulau Sumatera Barat yang masuk dari wilayah darat pulau tersebut. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-18 dapat dilihat pada Gambar 17.

17 34 Gambar 17. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-18 Berdasarkan pola sebaran klorofil-a secara, nilai klorofil-a pada minggu ke- 18 dominan berkisar pada 0,2 mg/m 3. Pada wilayah sekitar pesisir Sumatera, nilai klorofil-a cenderung bervariasi, sedangkan dominasi nilai klorofil-a sebesar 0,2 mg/m 3 berada di Pulau Siberut dan sekitar wilayah yang membatasi Pulau Sumatera dan Pulau Siberut. Sebaran ragam pada minggu ini, cenderung lebih sedikit dan hanya terdapat disekitar wilayah Pulau Sumatera. Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-19 dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-19 Pola sebaran klorofil-a pada minggu ke-19 menunjukkan nilai klorofil-a yang mengelilingi wilayah Pulau Siberut hanya 0,2 mg/m 3, namun di bagian selatan pulau tersebut nilai klorofil-a cenderung tinggi hingga 0,4 mg/m 3. Pada sebaran ragam nilai klorofil-a cenderung kecil untuk minggu ke-19. Pada lokasi kedua, perbandingan antara minggu ke-13 dan minggu ke-14 cukup signifikan berdasarkan pola kontur sebarannya. Pada dasarnya kedua minggu tersebut sama-sama berasal dari 5 tahun data terwakili, hanya saja tahun perekaman kedua minggu tersebut berbeda. Hal tersebut juga dapat

18 35 mengindikasikan bahwa pada minggu ke-14 yang pola konturnya dominan menunjukkan perairan yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Menurut Gower 1972 in Widodo 1999 menyatakan bahwa konsentrasi klorofil diatas 0,2 mg/m 3 menunjukkan kehadiran dari kehidupan plankton yang memadai untuk menopang atau mempertahankan kelangsungan perkembangan perikanan komersial. Kandungan klorofil-a yang tinggi di suatu perairan akan meningkatkan produktivitas zooplankton sehingga secara langsung tercipta rantai makanan yang menunjang produktivitas ikan di perairan (Masrikat et al., 2009) Pola Sebaran Klorofil-a 5 Tahun Data Temporal di Lokasi Ketiga Lokasi ketiga merupakan lokasi pengamatan terakhir dan lokasi ini berada di wilayah Sumatera Selatan. Berbeda dengan lokasi pertama dan kedua, pada lokasi ketiga data temporal 5 tahun yang terwakili hanya terdapat pada minggu ke-21. Lokasi ketiga berbatasan dengan Pulau Enggano yang berhubungan langsung dengan wilayah Samudra Hindia. Pola Sebaran klorofil-a di perairan Barat Sumatera lokasi ketiga dapat dilihat pada kontur klorofil-a pada Gambar 19. Gambar 19. Pola sebaran klorofil-a dan rataan sebaran ragam minggu ke-21 Berdasarkan hasil kontur sebaran klorofil-a, nilai nya didominasi oleh wilayah disekitar pesisir pulau. Nilai klorofil-a tersebut cukup bervariasi dan berkisar antara 0,2-0,8 mg/m 3, sedangkan untuk wilayah perairan laut lepas cenderung bernilai rendah. Kandungan klorofil tinggi terdapat didekat pantai, dan

19 36 semakin jauh ke luar semakin rendah kandungan klorofilnya. Hal ini sebagai dampak pengayaan hara (nutrient enrichment) yang berasal dari daratan (Nontji, 2006). Minggu ke-21 pada lokasi ketiga termasuk kedalam musim timur. Perairan lepas pantai Barat Sumatera konsentrasi klorofil-a sepanjang tahun cenderung rendah (Tubalawony et al., 2007). Berdasarkan hasil sebaran klorofil-a di Perairan Barat Sumatera, nilai klorofil-a kearah pantai nilai konsentrasinya jauh lebih tinggi dibandingkan ke lepas pantai. Hal ini umumnya dikarenakan suplai nutrien yang berasal dari daratan lebih besar dan sedikitnya nutrien diwilayah lepas pantai. Samudra merupakan wilayah yang miskin unsur hara. Zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah nitrogen dan fosfor. Unsur hara lain diperlukan namun pengaruh terhadap produktivitas tidak sebesar nitrogen dan fosfor (Nybakken, 1988). Data temporal 5 tahun yang terwakili dari 75% data spasial akan menghasilkan pola sebaran klorofil-a yang berbeda di tiap minggunya. Hal ini akan berkaitan dengan pola kontur klorofil-a dari data yang lengkap. Kelengkapan data tersebut dilihat dari ketersediaan data yang diperiksa berdasarkan kecukupan data spasial dan temporal. Sehingga data tersebut akan menghasilkan pola sebaran yang berbeda di tiap minggunya Plot Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Lokasi Pertama Plot data klorofil-a citra SeaWiFS dilokasi pertama menunjukkan tampilan keseluruhan data selama 11 tahun dari hasil perekaman data. data ini menunjukkan sebaran data-data yang belum mengalami proses presentase data spasial dan pemilihan data temporal. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-1 disajikan pada Gambar 20.

20 37 Gambar 20. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-1 Berdasarkan gambar diatas, scatter data menunjukkan kerapatan yang berada disekitar koordinat 92 o -95 o BT. Sedangkan untuk wilayah yang memiliki kekosongan data terdapat disekitar koordinat 96 o -98 o BT. Nilai klorofil-a yang mendominasi berada antara 0-0,5mg/m 3. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-5 disajikan pada Gambar 21. Gambar 21. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-5 Berdasarkan gambar diatas, scatter kerapatan data terisi terdapat diwilayah dengan koordinat 92 o -95 o BT. Sedangkan kekosongan data terdapat diwilayah

21 38 dengan koordinat 96 o -98 o BT. Kekosongan data terlihat juga terlihat pada koordinat 2 o -5 o LU. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-18 disajikan pada Gambar 22. Gambar 22. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-18 Scatter data klorofil-a pada minggu ke-18 menunjukkan plot yang cenderung sama dengan minggu sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang memiliki kecukupan/kerapatan data berada di sekitar wilayah koordinat 92 o -95 o BT. Pada koordinat 3.5 o -4.0 o LU dan 96 o BT, terlihat mengalami dominasi kekosongan data. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-25 disajikan pada Gambar 23.

22 39 Gambar 23. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-25 Scatter data klorofil-a pada minggu ke-25 menunjukkan plot sebaran kecukupan /kerapatan data yang cenderung sama di wilayah koordinat 92 o -95 o BT. Kekosongan data yang dominan terdapat pada koordinat 96 o -98 o BT. namun variasi kekosongan data di setiap minggunya berbeda Plot Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Lokasi Kedua Kekosongan data pada citra satelit dapat disebabkan karena pengaruh awan yang menutupi objek saat terjadinya pemancaran gelombang elektromagnetik. awan adalah suatu kumpulan partikel yang tampak di atmosfer, partikel tersebut dapat berupa tetes air atau kristal es (Prawirowardoyo, 1996). Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-13 pada lokasi kedua disajikan pada Gambar 24.

23 40 Gambar 24. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-13 Kerapatan data terjadi pada wilayah dengan koordinat 94 o -97 o BT, sedangkan kekosongan data didominasi diwilayah dengan koordinat 98 o -101 o BT. Pada minggu ke-13 cenderung memiliki nilai klorofil-a yang lebih rapat. Hal ini terlihat dari data yang cukup terisi merata di beberapa bagian. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-14 disajikan pada Gambar 25. Gambar 25. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-14 Berdasarkan scatter data klorofil-a di minggu ke-14 menunjukkan cakupan kerapatan yang sama dengan minggu ke-13. Hal ini dikarenakan wilayah yang

24 41 memiliki kerapatan data berada di koordinat 94 o -97 o BT. Sedangkan data yang mengalami kekosongan berada di koordinat 98 o -101 o BT. Hanya saja pada minggu ini kekosongan data cenderung lebih dominan jika dibandingkan dengan gambar 24 (minggu ke-13). Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke- 17 disajikan pada Gambar 26. Gambar 26. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-17 Scatter data klorofil-a pada minggu ke-17 menunjukkan kokosongan data yang tinggi di wilayah dengan koordinat 100 o -101 o BT dan 0 o -0.5 o LS. Selain itu juga terdapat beberapa area yang mengalami kekosongan data. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-18 disajikan pada Gambar 27.

25 42 Gambar 27. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-18 Scatter data klorofil-a minggu ke-18 menunjukkan plot yang hampir sama dengan gambar 26 (minggu ke-17). Kekosongan data terdapat pada koordinat 100 o -101 o BT. Kekosongan data juga terdapat di koordinat 1.5 o -2.0 o LS. Namun perbedaannya terjadi pada nilai klorofil-a tertinggi yaitu antara 2,5-3 mg/m 3. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-19 disajikan pada Gambar 28. Gambar 28. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-19 Plot scatter data klorofil-a pada minggu ke-19 menunjukkan kekosongan data di wilayah 98 o -99 o BT dan 0 o -0.5 o LS. Serta kekosongan tertinggi terjadi di

26 43 wilayah dengan kordinat 100 o -101 o BT dan 0 o -0.5 o LS. Selain itu juga terjadi kekosongan di koordinat 99 o BT. sedangkan untuk kerapatan data berada pada koordinat 94 o -98 o BT dan 0 o -2 o LS Plot Data Klorofil-a Citra SeaWiFS Lokasi Ketiga Pancaran gelombang sinar tampak yang mengenai awan mampu di hamburkan kesegala arah. Namun hal ini berkaitan dengan ukuran diameter partikel dan panjang gelombang yang dihasilkan. Selain awan, hal yang mempengaruhi kekosongan data juga dapat berasal dari wahana itu sendiri. Salah satunya kesalahan posisis wahana dan electronical error. Plot data klorofil-a citra SeaWiFS pada minggu ke-21 pada lokasi kedua disajikan pada Gambar 29. Gambar 29. Scatter data klorofil-a citra SeaWiFS minggu ke-21 Berdasarkan scatter data klorofil-a pada minggu ke-21 menunjukkan kekosongan data yang cukup signifikan pada koordinat 102 o -105 o BT dan 4 o -5 o LS. Sedangkan dominasi kerapatan data berada pada koordinat 97 o -101 o BT dan 4 o -6 o LS. Pada minggu ke-21 plot nilai klorofil-a cenderung rendah 0-0,5 mg/m 3,

27 44 sangat berbeda dengan minggu-minggu sebelumnya yang variasi nilainya diatas 0,5 mg/m 3 walaupun tidak dominan. Kekosongan data akan berdampak pada hasil perata-rataan data dalam menganalisa suatu fenomena.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ANALISIS KECUKUPAN DATA UNTUK PEMETAAN SEBARAN KLOROFIL-A DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DARI DATA INDERAAN SEAWIFS

ANALISIS KECUKUPAN DATA UNTUK PEMETAAN SEBARAN KLOROFIL-A DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DARI DATA INDERAAN SEAWIFS ANALISIS KECUKUPAN DATA UNTUK PEMETAAN SEBARAN KLOROFIL-A DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DARI DATA INDERAAN SEAWIFS NURCHOLIS SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di wilayah perairan barat Sumatera yang secara geografis terletak pada 8 o LU-10 o LS dan 90 o BT-108 o BT. Namun pengamatan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Spasial Arus Eddy di Perairan Selatan Jawa-Bali Berdasarkan hasil visualisasi data arus geostropik (Lampiran 3) dan tinggi paras laut (Lampiran 4) dalam skala

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairan ini sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim dan sistem angin pasat yang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Ocean Color Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR Analysis of Upwelling Distribution and Area Enlargement in the Southern of Makassar Strait Dwi Fajriyati Inaku Diterima:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ./ 3.3.2 Penentuan nilai gradien T BB Gradien T BB adalah perbedaan antara nilai T BB suatu jam tertentu dengan nilai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah lautan yang lebih luas dibandingkan luasan daratannya. Luas wilayah laut mencapai 2/3 dari luas wilayah daratan. Laut merupakan medium yang

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga 29 5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi kajian untuk mendapatkan nilai konsentrasi klorofil-a dan SPL dari citra satelit terletak di perairan Laut Jawa (Gambar 4). Perairan ini

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA 2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA Pendahuluan LCSI terbentang dari ekuator hingga ujung Peninsula di Indo-Cina. Berdasarkan batimetri, kedalaman maksimum perairannya 200 m dan

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT Muslim 1), Usman 2), Alit Hindri Yani 2) E-mail: muslimfcb@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan

3. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian. Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan 20 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengamatan konsentrasi klorofil-a dan sebaran suhu permukaan laut yang diteliti adalah wilayah yang ditunjukkan pada Gambar 2 yang merupakan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali Journal of Marine and Aquatic Sciences 3(1), 30-46 (2017) Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali I

Lebih terperinci

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT PENDUGAAN FRONT DAN UPWELLING MELALUI INTERPRETASI CITRA SUHU PERMUKAAN LAUT DAN CLOROFIL-A DI PERAIRAN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA Forcasting of front and upwelling by the sea surface temperature and chlorophyl-a

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS Irfan A. Silalahi 1, Ratna Suwendiyanti 2 dan Noir P. Poerba 3 1 Komunitas Instrumentasi dan Survey

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan pesisir merupakan wilayah perairan yang banyak menerima beban masukan bahan organik maupun anorganik (Jassby and Cloern 2000; Andersen et al. 2006). Bahan ini berasal

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

Karakteristik Oseanografi Dalam Kaitannya Dengan Kesuburan Perairan di Selat Bali

Karakteristik Oseanografi Dalam Kaitannya Dengan Kesuburan Perairan di Selat Bali Karakteristik Oseanografi Dalam Kaitannya Dengan Kesuburan Perairan di Selat Bali B. Priyono, A. Yunanto, dan T. Arief Balai Riset dan Observasi Kelautan, Jln Baru Perancak Negara Jembrana Bali Abstrak

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna 24 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna Pendataan produksi tuna di PPN Palabuhanratu pada tahun 1993-2001 mengalami perbedaan dengan data produksi tuna pada tahun 2002-2011. Perbedaan ini

Lebih terperinci

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia. HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) SADENG YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS Dewantoro Pamungkas *1, Djumanto 1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan, 6 TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi lestari beberapa jenis ikan di Perairan Pantai Timur terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian bencana dunia meningkat dan 76% adalah bencana hidrometeorologi (banjir, longsor, siklon tropis, kekeringan). Sebagian besar terjadi di negara-negara miskin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari

PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari PENENTUAN PARAMETER PALING DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI FITOPLANKTON PADA MUSIM KEMARAU DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN 1 Rahmadi Tambaru 1, Enan M. Adiwilaga 2, Ismudi

Lebih terperinci

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha,   ABSTRAK ANALISIS PARAMETER OSEANOGRAFI MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BERBASIS WEB (Sebaran Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Tinggi Permukaan Laut) Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, e-mail

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang terdiri dari proses pembuatan proposal penelitian, pengambilan data citra satelit, pengambilan

Lebih terperinci

VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA

VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA 1 VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA Nina Miranda Amelia 1), T.Ersti Yulika Sari 2) and Usman 2) Email: nmirandaamelia@gmail.com ABSTRACT Remote sensing method

Lebih terperinci

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total 8 Frekuensi siklon 160 140 120 100 80 60 40 20 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total Gambar 6 Frekuensi siklon tropis di perairan sekitar Indonesia (Pasifik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri BAB III METODOLOGI 3.1 Pengumpulan Data Data awal yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah data batimetri (kedalaman laut) dan data angin seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 7 Peta lokasi penelitian.

3. METODOLOGI. Gambar 7 Peta lokasi penelitian. 23 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangandaran, Jawa Barat (Gambar 7). Pengumpulan data jumlah hasil tangkapan dan posisi penangkapannya dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Oleh: Ikhsan Dwi Affandi

Oleh: Ikhsan Dwi Affandi ANALISA PERUBAHAN NILAI MUKA AIR LAUT (SEA LEVEL RISE) TERKAIT DENGAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL (GLOBAL WARMING) ( Studi Kasus : Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ) Oleh: Ikhsan Dwi Affandi 35 08 100 060

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Karang Makassar, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, yang secara geografis terletak di koordinat 8

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Endang Prinina 1, Lalu Muhamad Jaelani 1, Salam Tarigan 2 1

Endang Prinina 1, Lalu Muhamad Jaelani 1, Salam Tarigan 2 1 G206 Validasi Algoritma Estimasi konsentrasi Klorofil-a dan Padatan Tersuspensi Menggunakan Citra Terra dan Aqua Modis dengan Data In situ (Studi Kasus: Perairan Selat Makassar) Endang Prinina 1, Lalu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uji Sensitifitas Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel 4.1 dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Validasi Algoritma Estimasi konsentrasi Klorofil-a dan Padatan Tersuspensi Menggunakan Citra Terra dan Aqua Modis dengan Data

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau dan luas perairan laut 5,8 juta km² (terdiri dari luas laut teritorial 0,3 juta km², luas perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Hasil Model dengan DISHIDROS Komponen gelombang pasang surut M2 dan K1 yang dipilih untuk dianalisis lebih lanjut, disebabkan kedua komponen ini yang paling dominan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perairan Lhokseumawe Selat Malaka merupakan daerah tangkapan ikan yang

I. PENDAHULUAN. Perairan Lhokseumawe Selat Malaka merupakan daerah tangkapan ikan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmiah Perairan Lhokseumawe Selat Malaka merupakan daerah tangkapan ikan yang subur dengan hasil laut yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini berhubungan dengan kehadiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 18 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Juni 2011 dengan lokasi penelitian yaitu Perairan Selat Makassar pada posisi 01 o 00'00" 07 o 50'07"

Lebih terperinci

6 HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL DENGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

6 HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL DENGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 6 HUUNGN SUHU PERMUKN LUT DN KLOROFIL DENGN PRODUKSI IKN PELGIS KEIL DI PERIRN PNTI RT SULWESI SELTN 6.1 Pendahuluan lasan utama sebagian spesies ikan berada di suatu perairan disebabkan 3 hal pokok, yaitu:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA SATELIT SeaWiFS DI PERAIRAN PULAU MOYO, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA SATELIT SeaWiFS DI PERAIRAN PULAU MOYO, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT VARIABILITAS KONSENTRASI KLOROFIL-A DARI CITRA SATELIT SeaWiFS DI PERAIRAN PULAU MOYO, KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT Oleh : Diki Zulkarnaen C64104064 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah yang tercemar tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara Australia. Perairan tersebut merupakan perairan Australia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fitoplankton adalah tumbuhan laut terluas yang tersebar dan ditemui di hampir seluruh permukaan laut pada kedalaman lapisan eufotik. Organisme ini berperan penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di wilayah Kepulauan Weh Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yang terletak pada koordinat 95 13' 02" BT - 95 22' 36" BT dan

Lebih terperinci

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang 8 PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan letaknya yang pada bagian selatan berbatasan dengan laut Flores, karakteristik perairan Teluk Bone sangat dipengaruhi oleh laut ini. Arus permukaan di Teluk Bone sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE)

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) DAN KLOROFIL-A DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI PELABUHAN PENDARATAN IKAN (PPI) BLANAKAN SUBANG MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS NELA UTARI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Komputer Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

7. ESTIMASI SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN PRODUKTIVITAS PRIMER BERSIH

7. ESTIMASI SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN PRODUKTIVITAS PRIMER BERSIH 7. ESTIMASI SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN PRODUKTIVITAS PRIMER BERSIH Pendahuluan Produktivitas perairan merupakan kandungan fitoplankton dalam kolom perairan. Fitoplankton merupakan tumbuhan laut (alga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA OLEH : Dr. Kunarso FOKUSED GROUP DISCUSSION CILACAP JUNI 2016 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Dalam Purwanto

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci