Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
|
|
- Suparman Johan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Proses Konseling, definisi konsep proses, proses konseling dari awal dan akhir. Kompetensi Mampu memahami Proses Konseling.
2 Latar Belakang Proses Konseling Awal Sebelum proses konseling dilakukan, konselor telah memperoleh data mengenai klien yang diambil melalui wawancara pendahuluan (intake interview) yang dapat dilakukan oleh konselor atau orang yang ditugaskan dan terlaltih untuk melakukan hal tersebut (misal: social warker atau para profesional). Pada wawancara pendahuluan akan diperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan termasuk hasil pemeriksaan psikologis melalui tes psikologis. Data pribadi meliputi berbagai hal yang bisa memberikan keterangan memgenai diri klien secara lengkap dan mendalam dan biasanya dikenal dengan data riwayat kasus (case history). Data ini dapat diperoleh secara langsung dari klien yang bersangkutan (autoanamnesis) melalui lembar isian yang bentuknya berdasarkan orientasi pemakainya. Data riwayat kasus juga dapat diperoleh melalui wawancara biasa, baik wawancara bebas atau wawancara yang berstruktur dan dapat juga diperoleh dari orang lain yang dianggap mengetahui dan dapat memberikan informasi mengenai klien dan juga yang berkepentingan dengan klien, misal: orangtua atau saudara. Data atau keterangan yang diberikan oleh orang lain disebut alloanamnesa. Proses konseling selanjutnya dilakukan dengan wawancara permulaan (initial interview) yaitu suatu pertemuan yang di dahului dengan percakapan berbasa-basi untuk menciptakan rapport. Rapport adalah suatu percakapan yang membutuhkan beberapa waktu untuk meredakan ketegangan dan mempersiapkan klien memasuki suasana konseling yang lebih serius. Wawancara permulaan dan penciptaan rapport akan lebih lancar dan lebih cepat terjadi apabila konselor telah mempersiapkan diri menghadapi klien, antara lain dengan mempelajari apa yang telah diperoleh melalui wawancara pendahuluan dan daftar atau lembaran riwayat kasus yang sudah tersusun. Wawancara permulaan dianggap oleh para ahli sebagai sesuatu yang sangat penting karena proses selanjutnya benar-benar sangat bergantung dari apa yang terjadi pada saat dilakukan pertemuan pertama kali, dan suasana pada waktu wawancara permulaan dilakukan. Jika wawancara permulaan bisa berlangsung dengan baik, maka klien tumbuh kepercayaan terhadap konselor 2 Agustini, M.Psi., Psikolog
3 Tujuan Wawancara Permulaan Menurut Tyler (1969) dari sudut konselor terdapat tiga tujuan permulaan dalam proses konseling yaitu sebagai berikut: 1. Suasana bahwa proses konseling dimulai. 2. Membuka aspek-aspek psikis pada diri klien seperti kehidupan perasaan dan sikapnya. 3. Menjelaskan struktur mengenai proses bantuan yang akan diberikan. Bucheimer dan Balager (1961) yang diikuti oleh Stewart (1986) membagi wawancara permulaan dalam tiga fase yaitu: 1. Pernyataan mengenai masalah. 2. Penjajagan. 3. Penutupan untuk rencana yang akan datang. Wawancara permulaan ternyata banyak tujuannya, seperti yang dikemukakan oleh George dan Cristiani (1981) sebagai berikut: 1. Merancang adanya sikap keterbukaan, kejujuran, dan komunikasi secara penuh agar kebutuhan yang dirasa perlu untuk dikemukakan serta faktor-faktor dan latar belakang yang berkaitan dapat dibicarakan. 2.Melakukan kegiatan untuk menaikkan tigkat pemahaman, harga diri, dan kepercayaan antara dirinya dengan klien. 3. Memungkinkan klien meperoleh ganbaran bahwa sesuatu yang berguna akan dapat diperoleh selama mengikuti konseling. 4. Perumusan masalah dan memperhatikan apa yang perlu diperhatikan dan dikerjakan selanjutya. 5. Membentuk suatu keseluruhan (gestalt) bahwa konseling adalah proses dimana kedua belah pihak harus bekerja keras untuk menjajagi dan memahami klien demi kepentingan klien sendiri. 6. Memperoleh keterangan tentang klien yang berkaitan dengan kepentingan dan pemecahan masalah secara efektif. 3 Agustini, M.Psi., Psikolog
4 Wawancara permulaan juga dapat berfungsi sebagai ikhtiar untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki klien, bahkan bisa mempunyai arti diagnostik yang benar-benar valid. Banyak ahli menyadari tentang hal ini yakni apa yang diberikan pada pertemuan pertama adalah keterangan yang asli dan penting. Hal ini dikemukakan oleh Bordin (1968) tentang pentingnya wawancara permulaan dalam rangka melakukan diagnosis terhadap kemampuan-kemampuan yang dimiliki klien. Untuk memperoleh gambaran tentang reaksi klien ketika ia mengemukakan masalah pertama kali. Karena ketika kontak berlangsung terus, materi menjadi lebih rinci dan lebih sulit untuk menjaring hal-hal yang penting. Maka sangat penting untuk mengembangkan kepekaan yang nyata terhadap masalah klien pada pertemuan pertama. Nilai diagnostik pada wawancara permulaan atau pada fase permulaan masa konseling dapat diperoleh secara tidak sengaja dan sesuatu berkembang dari percakapan dan pertemuan pada awal konseling, termasuk juga pada wawancara pendahuluan dalam rangka penyusunan daftar riwayat kasus. Sesuai dengan pendekatan psikodinamik yang menitikberatkan adanya latar belakang dan sesuatu yang menjadi sebab dan selanjutnya berkembang atau muncul menjadi masalah, maka penentuan diagnostik yang menjawab tentang apa dan mengapa sesuatu persoalan muncul, dilakukan terlebih dahulu. Dengan demikian dapat ditentukan rencana penanganan untuk mengatasi masalah dan memberikan bantuan yang direncanakan dan disesuaikan dengan masalahnya. Counseling Session Memasuki masa konseling sagat penting diperhatikan karena banyak menentukan keberhasilan atau kegagalan pada keseluruhan konseling yang direncanakan. Emmerick (1969) menyusun serangkaian saran yang perlu diperhatikan khususnya bagi konselor pemula untuk menghadapi orangtua yang menghadapi masalah anaknya. Saran-saran dibawah ini ini juga dapat dipakai secara umum, antara lain: 1. Hindari pertanyaan yang jawabannya hanya ''ya'' atau ''tidak''. Usahakan meyususn pertanyaan agar jawabannya akan diberikan lebih lengkap. 2. Hindari pertanyaan yang meghambat kebebasan kebebasan untuk menjawab. 3. Hindari berbicara terlalu banyak. Lebih baik mengulang apa yang telah diucapkan oleh klien atau membuat komentar singkat, seperti ''Oh ya?'' atau ''Tolong jelaskan lebih lanjut!!''. 4 Agustini, M.Psi., Psikolog
5 4. Hindari keinginan memperoleh keterangan terlalu cepat. 5. Ajukan pertanyaan secara langsung dengan menatap mata. 6. Hindari terlalu mempercayai pada daya ingat, sebaiknya buatlah catatan segera. Setelah melalui masa wawancara permulaan ini, maka konselor perlu menyusun suatu program yang disesuaikan dengan latar belakang konselor dengan pendekatannya dan kondisi khusus klien atau tujuan dilaksanakannya konseling. Pentingnya menyusun semacam program yang berstruktur untuk melakukan konseling, ditekankan oleh Shertzer dan Stone (1980) yang mengatakan bahwa dengan struktur, memungkinkan hubungan yang terjadi memperoleh kemajuan dan produktf. Brammer (1979) berpendapat bahwa struktur mendasari peranan, tanggung jawab dan kemungkinan keterlebitan yang diperlukan baik antara yang membantu maupun yang dibantu. Dalam membuat struktur untuk melakukan konseling Stewart (1986) membuat suatu model yang diperkenalkan sebagai ''Stewart model'', terdiri dari enam tahap secara berurutan sebagai berikut: 1. Penentuan Tujuan Konseling Konseling bersama klien menentukan tujuan konseling setelah klien mengungkapkan keinginannya memperoleh bantuan. Hal ini penting untuk menunjukkan adanya motif yang jelas dari pihak klien dan arah bantuan yang akan diberikan oleh konselor. Pada tahap ini konselor menjadi pendengar yang aktif dan berusaha meyakinkan klien bahwa ia adalah seorang yang punya makna sebagai pribadi. 2. Perumusan Konseling Konselor dan klien menyetujui bagaimana mencapai tujuan yang diinginkan. Pada tahap ini klien membutuhkan bantuan untuk mengembangkan pendapatnya tentang fungsi dari konseling dan dicapai kesepakan mengenai tujuannya. 3. Pemahaman Kebutuhan Klien Pada tahap ini masalah klien diperjelas dan dicari pengertian di dalam diri klien yang masih bisa dikembangkan. Konselor memperhatikan tanggapan klien tentang kesulitan pribadi dan perasaan-perasaan yang ada disekelilingnya. Konselor bekerja sama dengan klien, berupaya memeriksa faktor-faktor yang berkaitan dengan munculnya kesulitan sebanyak mungkin agar rencana tindakan lebih lanjut yang tepat dapat dirumuskan. Berbagai hal yang berhubungan dengan pemahaman juga empati dikomunikasikan dengan klien agar klien merasa dimengerti mengenai perasaan tertentu yang mungkin menjadi masalah dalam kehidupan pribadi sehari-harinya. 5 Agustini, M.Psi., Psikolog
6 4. Penjajagan Berbagai Alternatif Konselor bertanggung jawab untuk menunjukkan berbagai kemungkinan dan alternatif penyelesaian masalah dan meyakinkan adanya kemajuan. Kadang-kadang konselor tidak memutuskan sesuatu langkah yang perlu diambil oleh klien tetapi klien sendiri yang menentukan (dalam hal ini mengikuti pendekatan terpusat pada klien). Klien harus belajar mempekirakan akibat-akibat dari setiap langkah dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh termasuk pengorbanan yang mungkin harus diberikan karena soal waktu dan mungkin biaya serta risiko yang akan terjadi. 5. Perencanaan suatu Tindakan Seiring dengan tumbuhnya pengertian dan kestabilan kehidupan perasaan pada klien dengan bantuan dari konselor, klien mulai bisa melangkah untuk melakukan ke arah tercapainya tujuan dari konseling. Dalam melaksanakan tindakan, biasanya akan lebih mudah kalau klien memilih sendiri tindakan mana yang sebaiknya akan dilakukan. Namun faktor pribadi pada klien akan mempengaruhi hal ini. Pada tahap ini konselor mengamati, menilai terhadap apa yang telah terjadi pada klien, apakah konseling masih perlu diteruskan atau dihentikan sementara karena tujuan sudah tercapai. Seandainya konseling akan dihentikan, klien diminta merumuskan mengenai pengalaman-pengalaman selama menjalani konseling terutama yang berkaitan dengan perkembangan dirinya selanjutnya. Hal ini perlu dilakukan sebagai cara untuk mengetahui apakah klien telah tumbuh pemahamanpemahaman baru atau tidak, yang harus dilihat sebagai pribadi secara keseluruhan (gestalt) dan dalam kehidupannya sehari-hari secara umum. 6. Penghentian Masa Konseling Menghentikan konseling (terminasi) dapat dilakukan untuk semrntara dan selama itu klien masih bisa berhubungan kembali kalau dibutuhkankan atau dihentikan samasekali karena tujuan konseling sudah tercapai. Mengenai terminasi ini, Ward (1984) menunjukkan adanya penilaian yang seringkali keliru dan penghentian konseling ini bukan hanya penting pada proses konseling, melainkan juga memiliki tiga fase fungsi yakni: a. Memeriksa kesiapan klien dalam menghadapi berakhirnya konseling dan mengkonsolidasi proses belajarnya. b. Mengatasi bersama faktor afeksi (perasaan) yang tersisa dan menyelesaikan dengan baik hal-hal yang punya arti penting dan mungkin intensif dalam hubungan konselor dan klien. 6 Agustini, M.Psi., Psikolog
7 c. Memaksimalkan pengalihan proses belajar dan menigkatkan kepercayaan diri pada klien mengenai kemampuannya untuk mempertahankan perubahan yang telah diperoleh selama menjalani konseling karena konseling diperhentikan. Pentingnya memperhatikan masalah terminasi khususnya pada konseling dan psikoterapi jangka pendek dikemukakan oleh Strupp dan Binder (1984). Menurut Brammer (1979) pandangan Dasar Pertahapan pada Proses Konseling: Tahap I: Penciptaan Hubungan 1. Memasuki fase konseling: Mempersiapkan klien dan membuka hubungan. 2. Penjelasan: Mengenai masalah dan yang ada kaitannya dengan masalah serta sebabsebab mencari bantuan. 3. Menyusun struktur: Merumuskan kesepakatan apa yang akan dilakukan. 4. Membinan hibungan yang bersifat bantuan. Tahap II: Pengadaan Fasilitas untuk Memungkinkan Dilakukan Langkah yang Positif 5. Menjajagi masalah, merumuskan masalah, merencanakan strategi, mengumpulkan fakta, mengungkapkan perasaan yang mendalam dan mempelajari ketrampilan baru. 6. Mengkonsolidasi dalam rangka menjajagi alternatif-alternatif, bekerja dengan perasaan, dan mempratikkan ketrampilan baru. 7. Menyusun rencana untuk melakukan langkah-langkah dengan mempergunakan strategi untuk mengatasi konflik, mengurangi perasaan yang menyakitkan, dan mengkonsolidasi serta menghimpun ketrampilan dan perilaku aktivitas-aktivitas yang terarah untuk diri sendiri. 8. Menghentikan konseling dengan melakukan penilaian terhadap hasil-hasil yang telah diperoleh. Brammer (1979) menambahkan bahwa urutan tersebut diatas tidak bergantung pada gaya atau teori tertentu, melainkan sebagai dasar umum dari proses biasa untuk menghadapi dan mengatasi masalah. Tahapan-tahapannya juga merupakan proses yang biasa terjadi, namun bukan merupakan sesuatu urutan, jadi tidak semua urutan harus ada 7 Agustini, M.Psi., Psikolog
8 karena satu dan lain bergantung pada klien yang mempengaruhi urutan maupun lamanya sesuatu tahapan dijalani. Ivey dan Simek (1980), mengemukakan dengan model pemecahan persoalan (problem solving model). Mereka mengemukakan mengenai perlunya kreatvitas untuk menentukan suatu keputusan, baik pada konselor maupun klien. Model pemecahan persoalan yang terdiri dari tiga tahapan adalah sebagai berikut: Tahap I: Fase Perumusan Masalah Pada tahap ini ada tiga aktivitas yang berurutan yakni: 1. Perumusan masalah oleh klien. 2. Penjabaran alternatif perumusan masalah oleh konselor dan klien. 3. Keputusan untuk memilih satu perumusan masalah untuk diskusi awal. Setelah tahap ini selesai, jika klien dapat menerima perumusan, kemudian dilanjutkan pada tahap berikutnya. Sebaliknya jika klien tidak mau menerima, maka akan diulang (mengikuti siklus dari permulaan). Tahap II: Fase Bekerja Pada tahap ini terdapat tiga kegiatan yang berurutan, yakni: 1. Konselor mempertimbangkan macam-macam teori sebagai dasar alternatif pemecahan masalah dan bergantung orientasi teoritis yang dimiliki oleh konselor untuk dipergunakannya. Kegiatan pada tahap ini adalah untuk memeriksa permasalahan agar memperoleh lebih banyak dan lebih mendalam mengenai kenyataan yang berhubungan dengan kondisi, pikiran, maupun perasaan yang terjadi. 2. Konselor memilih cara yang utama untuk pelaksanaannya, didasari oleh teori dan ketrampilan yang dimiliki. Kemungkinan memilih lebih dari satu teori dapat terjadi. 3. Konselor bersama klien memeriksa perumusan masalah dan menjabarkan cara-cara baru dalam menghadapi hal-hal yang muncul, menghadapi jawaban, dan penyelesaian masalah serta kemungkinan menciptakan hal-hal baru untuk diskusi selanjutnya. Pada akhir tahap ini ada beberapa kemungkinan: 1. Kalau gagal dilakukan pengulangan sesuai dengan siklusnya. 8 Agustini, M.Psi., Psikolog
9 2. Kalau berhasil bisa diakhiri atau kembal ketahap sebelumnya untuk memungkinkan menghadapi hal-hal baru atau meneruskan ke tahap selanjutnya. Tahap III: Keputusan Melakukan Tindakan Pada tahap ini ada tiga kegiatan, yakni: 1. Konselor dan klien telah memeriksa masalah dan sudah menjabarkan beberapa penyelesaian. Proses ini berlanjut dengan penjabaran terhadap sejumlah penyelesaian masalah. 2. Konselor dan klien memeriksa sederetan cara penyelesaian masalah dan membuat kesepakatan untuk melakukan kegiatan didasarkan pada cara pemecahan masalah yang telah dipilih dan mempertimbangkan kemungkinan akibat-akibatnya. Cara pemecahan persoalan dapat diprioritaskan secara sistematik dengan memperhatikan penilaian mengenai akibat-akibatnya. 3. Klien menentukan cara penyelesaian masalah yang mana yang paling sesuai dan diuji di dalam lingkungan rumah. Pada akhir tahap ini, jika gagal maka diulang dari awal atau pada tahapan yang telah dilewati dan jika berhasil dapat dihentikan atau pengulangan pada tahap tertentu untuk menghadapi masalah atau kejadian yang lain yang diperlukan. Dalam proses konseling masih ada beberapa model yang berorentiasi pada pendekatan behavioristik dan penanganan langsung terhadap masalah yang dihadapi dan penanaman ketrampilan untuk segera melakukan tindakan yang nyata. Menurut Stewart (1978) model pengambilan keputusan (decision making model) sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi Masalah Langkah ini meliputi jawaban terhadap persoalan-persoalan seperti: Apa masalahnya? Apa yang menghambat penyelesaian masalah? Dalam keadaan seperti apa masalah tersebut terjadi? 2. Identifikasi Nilai-Nilai dan Tujuan Pada fase ini sistem nilai yang dimiliki klien diperiksa sehingga penyelesaian masalah akan konsisten dengan sistem nilai pada klien dan tujuan jangka panjangnya. 9 Agustini, M.Psi., Psikolog
10 3. Identifikasi alternatif. Perumusan berbagai kemungkinan alternatif. 4. Pemeriksaan alternatif Memerlukan pertimbangan-pertimbangan mengenai keuntungan atau kerugian berdasarkan fakta. 5. Menyusun rancangan keputusan yang akan diambil dan pekiraan hasilnya. 6. Mengambil tindakan berdasarkan keputusan. 7. Menilai hasilnya. Sedangkan Krumboltz (1966) mengajukan model yang disebut Model Krumboltz sebagai berikut: 1. Menyusun suatu daftar dengan berbagai kemungkinan untuk melakukan tindakan. 2. Mengumpulkan keterangan yang relevan dari setiap alternatif yang mungkin dilakukan untuk selanjutnya melakukan tindakan. 3. Membuat perkiraan kemungkinan berhasil pada setiap alternatif, mendasarkan pada pengalaman orang lain dan memproyeksikan keadaan sekarang. 4. Berhubungan dengan nilai-nilai pribadi yang mungkin bisa menambah atau mengurangi setiap kegiatan. 5. Mempertimbangkan fakta-fakta, kemungkinan hasil dan nilai-nilai pada setiap alternatif. 6. Membuang tindakan-tindakan yang tidak memuaskan. 7. Merumuskan rancangan untuk melakukan tindakan berdasarkan perkembangan baru dan kesempatan-kesempatan yang ada. 8. Merangkum proses pengambilan keputusan untuk masalah-masalah yang akan datang. Berbagai hal mengenai proses konseling telah dibicarakan pada bab ini termasuk beberapa model yang dikemukakan oleh beberapa ahli untuk melaksanakan proeses konseling. Munculnya macam-macam model dilatar belakangi oleh landasan teori yang dipergunakan oleh orientasi penanganan yang ingin dilakukan. Hal ini juga berhubungan 10 Agustini, M.Psi., Psikolog
11 dengan corak dan kualitas masalahnya sendiri, serta jangka waktu yang tersedia atau direncanakan untuk melaksanakannya samapi selesai. Dipihak lain, keseragaman masih terlihat pada penekanan perlunya ada persiapan, kerjasama antara konselor dengan klien, perumusan masalah, dan alternatif penyelesainnya, pentahapan melalui fase-fase dan peninjauan ulang seta terminasi. 11 Agustini, M.Psi., Psikolog
12 Daftar Pustaka Singgih D Gunarsa.(2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia. 12 Agustini, M.Psi., Psikolog
Psikologi Konseling Konseling dengan Psikoterapi. Guidance
Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Konseling dengan Psikoterapi. Guidance Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Jesse B. Davis: Orang pertama
Lebih terperinciPsikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 05 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:
Lebih terperinciPsikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 01 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai pendahuluan, pengertian,
Lebih terperinciPsikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 06 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling
Lebih terperinciPsikologi Konseling Ketrampilan Dasar Konseling
Modul ke: Psikologi Konseling Ketrampilan Dasar Konseling Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Attending Behavior Kunci dari attending behavior adalah
Lebih terperinciSETTING PENDIDIKAN PENGANTAR WAWANCARA METODE OBSERVASI & WAWANCARA. Drs. Agung Sigit Santoso, M.Si., Psi. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA
PENGANTAR WAWANCARA Modul ke: SETTING PENDIDIKAN Drs. Agung Sigit Santoso, M.Si., Psi. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA www.mercubuana.ac.id TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Instruksional Khusus :
Lebih terperinciPsikologi Konseling Gestalt Therapy and Behavior Therapy
Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Gestalt Therapy and Behavior Therapy Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Gestalt Therapy Pendekatan Gestalt:
Lebih terperinciPsikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy
Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Psychoanalysis Therapy
Lebih terperinciKODE ETIK PSIKOLOGI. Bab V. Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi (Pasal 23-27) Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog.
Modul ke: KODE ETIK PSIKOLOGI Bab V. Kerahasiaan Rekam dan Hasil Pemeriksaan Psikologi (Pasal 23-27) Fakultas PSIKOLOGI Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id
Lebih terperinciPsikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Problem Solving Counseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK 61033 Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Modul
Lebih terperinciPsikologi Konseling. Pengertian, Tujuan, Proses, dan Karakteristik Konselor. Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI
Psikologi Konseling Modul ke: Pengertian, Tujuan, Proses, dan Karakteristik Konselor Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Kontrak Belajar
Lebih terperinciPsikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 04 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:
Lebih terperinciPsikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy)
Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Terapi Realitas (Reality
Lebih terperinciPsikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 12 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA MATA KULIAH : PSIKOLOGI KONSELING KODE MATAKULIAH / SKS = MKK / 2 SKS
TIU : Agar mahasiswa memahami prinsip-prinsip psikologi konseling, berbagai teori dan teknik konseling, serta langkah-langkah pelaksanaan konseling. 1 Pengertian A. Fungsi psikologi dalam pengamalannya
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA MATA KULIAH : PSIKOLOGI KONSELING KODE MATAKULIAH / SKS = IT / 2 SKS
SATUAN ACARA PERKULIAHAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA TIU : Agar mahasiswa memahami prinsip-prinsip psikologi konseling, berbagai teori dan teknik konseling, serta langkah-langkah pelaksanaan
Lebih terperinciPsikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)
Modul ke: Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendekatan Kognitif Terapi kognitif: Terapi
Lebih terperinciPENGERTIAN KONSELING
PENGERTIAN KONSELING Secara Etimologi Konseling berasal dari bahasa Latin consilium artinya dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami. Sedangkan dalam Bahasa Anglo Saxon istilah
Lebih terperinciMetode Observasi Kedudukan Observasi Dalam Diagnostik Definisi dan batasan dalam observasi
Modul ke: Metode Observasi Kedudukan Observasi Dalam Diagnostik Definisi dan batasan dalam observasi Fakultas Psikologi Afdaliza, M.psi. Psikolog Program Studi Psikologi Pengertian Observasi Secara umum
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)
MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,
Lebih terperinciA. Mata Kuliah Nursing Theorist
A. Mata Kuliah Nursing Theorist B. Capaian Pembelajaran Praktikum Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu: 1. Menganalisis komunikasi terapeutik dan helping relationship dalamkonteks hubungan
Lebih terperinciPsikologi Konseling. Ketrampilan Empati. Tazkia Edelia Sumedi, M.Psi. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Psikologi Konseling Ketrampilan Empati Fakultas Psikologi Tazkia Edelia Sumedi, M.Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Pengantar Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai
Lebih terperinciFungsi dan Peran Konseling. Adhyatman Prabowo, M.Psi
Fungsi dan Peran Konseling Adhyatman Prabowo, M.Psi Peran dan fungsi Ascribed status Posisi yang disandang seseorang karena atribut spesifik, ex; jeniskelamin, usia, urutan kelahiran dll. Achieved status
Lebih terperinciPROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING
PROSES DAN TEKNIK-TEKNIK KONSELING Proses-proses konseling meliputi tahap awal, tahap pertengahan (tahap kerja), tahap akhir. Teknik-teknik konseling meliputi ragam teknik konseling, penguasaan teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak cukup hanya dilakukan melalui transformasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORETIS
BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki
Lebih terperinciKONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN
KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini prokrastinasi sudah menjadi fenomena di kalangan umum dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena penunda-nundaan pekerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan utama dalam setiap usaha pendidikan. Tanpa belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar, sehingga
Lebih terperinciObservasi dan Wawancara
Observasi dan Wawancara Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Rizka Putri Utami, M.Psi Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Observasi Suatu cara pengumpulan data dg melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar siswanya sehingga menghasilkan manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir
Lebih terperinciPsikologi Konseling. Review Materi dan Praktikum. Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi
Psikologi Konseling Modul ke: Review Materi dan Praktikum Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Konseling sebagai hubungan membantu
Lebih terperinciRENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) KBPP63119 PSIKOLOGI KONSELING. Disusun oleh: ISNA ASYRI SYAHRINA, S. Psi., M.M
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) KBPP63119 PSIKOLOGI KONSELING Disusun oleh: ISNA ASYRI SYAHRINA, S. Psi., M.M FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA YPTK PADANG 2017 LEMBAR PENGESAHAN Rencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap pasif siswa sering ditunjukan dalam sebuah proses belajar, hal ini terlihat dari perilaku siswa dalam sebuah proses belajar yang cenderung hanya berperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas masalah-masalah berujung pada konflik-konflik dan rintangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan dari waktu ke waktu dirasa semakin kompleks. Baik persoalan antar guru, guru dengan siswa atau siswa dengan siswa. Kompleksitas masalah-masalah berujung
Lebih terperinciKOMUNIKASI TERAPEUTIK
A. PENGERTIAN Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama anatara perawat dan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. B. TUJUAN Tujuan Komunikasi Terapeutik : 1. Membantu pasien
Lebih terperinciPsikologi Konseling Konseling Analisis Transaksional
Modul ke: Psikologi Konseling Konseling Analisis Transaksional Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Analisis Transaksional (TA): Model
Lebih terperinciPsikologi Konseling. Ketrampilan Dasar Konseling II. Tazkia Edelia Sumedi M.Psi. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Psikologi Konseling Ketrampilan Dasar Konseling II Fakultas Psikologi Tazkia Edelia Sumedi M.Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Pengantar Sebagai fasilitator penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komponen utama proses pendidikan adalah belajar, berpikir, mengingat, dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which behavior
Lebih terperinciBernardus Widodo, S.Pd.,M.Pd
Bernardus Widodo, S.Pd.,M.Pd A. Pendahuluan Dalam perkembangannya, individu tidak dapat terlepas dari hubungannya dengan kelompok sosial lainnya, misalnya kelompok teman sebaya. Lingkungan/kelompok ini
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta
Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta PERAN KONSELOR SEKOLAH DALAM KETRAMPILAN EMPATI SEBAGAI USAHA PENGUATAN KARAKTER SISWA Eny Kusumawati Universitas
Lebih terperinciIntervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi
Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Konseling Kelompok Salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik dan pengalaman belajar
Lebih terperinciPROSES WAWANCARA. Penjelasan Materi 15/04/2016
PROSES WAWANCARA 2 Penjelasan Materi Materi kuliah berikut ini disarikan dari buku Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia yang disusun oleh E. Kristi Poerwandari dan diterbitkan LPSP3
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1-6
Bab 1 Pendahuluan 1-6 Bab VI Kesimpulan dan Saran Bab ini mengemukakan kesimpulan dari hasil akhir penelitian serta saran-saran dari penulis dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan. Bab 1 Pendahuluan
Lebih terperinciTHE COUNSELING INTERVIEW
THE COUNSELING INTERVIEW Setiap orang yang biasa dipanggil sebagai konselor, bertugas untuk membantu subjek memperoleh insight dan kemampuan untuk mengatasi masalah fisik, emosi, finansial, akademis ataupun
Lebih terperinciObservasi dan Wawancara
Observasi dan Wawancara Modul ke: Bias dalam penelitian Fakultas PSIKOLOGI Rizka Putri Utami, M.Psi Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Sumber utama bias Latar belakang Interviewer Umur Pendidikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Praktik Kolaboratif Definisi praktik kolaboratif menurut Jones (2000) dalam Rumanti (2009) adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang mempertimbangkan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN ISTRUMEN EVALUASI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING
PENGEMBANGAN ISTRUMEN EVALUASI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling Dosen Pengampu:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.
Lebih terperinciPsikologi Konseling Konseling Berbasis Problem
Modul ke: Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konseling Berbasis Problem Konseling berbasis problem:
Lebih terperinciADJOURNING BAB I PENDAHULUAN
ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok merupakan kesatuan unit yang terkecil dalam masyarakat. Individu merupakan kesatuan dari kelompok tersebut. Anggota kelompok tersebut merupakan individu-individu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Metode Demonstrasi 2.1.1 Pengertian Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan format belajar mengajar yang secara sengaja mempertunjukkan atau memperagakan tindakan, proses
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menjadi kegiatan pokok bagi setiap manusia beradap. Berhasil atau tidaknya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu usaha sadar manusia untuk mencapai suatu citacita yang lebih tinggi dalam berbagai segi kehidupan.
Lebih terperinciPEDOMAN PRAKTIKUM KONSELING
PEDOMAN PRAKTIKUM KONSELING PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 PEDOMAN PRAKTIKUM KONSELING Identitas
Lebih terperinciKONSELING. Oleh: Muna Erawati
TAHAPAN dan TEKNIK KONSELING Oleh: Muna Erawati Tujuan Konseling Insight: mendapat pemahaman mengenai asal muasal dan perkembangan kesulitan emosi, lalu meningkat pada peningkatan kapasitas pengendalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dirinya, membuat keputusan dan memecahkan masalah. Oleh karena itu, sekolah untuk mengarahkan remaja melalui bimbingan konseling.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konseling merupakan suatu layanan profesional yang dilakukan oleh konselor terlatih terhadap klien/konseli. Layanan konseling dilakukan secara tatap muka dan direncanakan
Lebih terperinciAPLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA
APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA A. Pendekatan Psikoanalisis Aliran psikoanalisis dipelopori oleh Sigmund Freud pada tahun 1896. Dia mengemukakan bahwa struktur kejiwaan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi global membuat kehidupan semakin kopetitif dan membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih baik. Dapak positip dari kondisi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan
Lebih terperinciPsikologi Konseling Pendekatan Konseling Non- Directive
Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Non- Directive Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dasar Filsafi Carl Rogers Mengenai Manusia Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinci: Komunikasi Dan Konseling Dalam Pelayanan Kebidanan
1 Mata Kuliah Topik : Komunikasi Dan Konseling Dalam Pelayanan Kebidanan : Konseling (komunikasi interpersonal) Sub topic : 1. Pengertian konseling (KIP/K) 2. Tujuan konseling (KIP/K) 3. Ketrampilan observasi,
Lebih terperinciTINJAUAN MATA KULIAH... Modul 1: PENGERTIAN, UNSUR, DAN TAHAPAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN PERTANIAN
Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH....... i Modul 1: PENGERTIAN, UNSUR, DAN TAHAPAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN PERTANIAN... 1.1 Pengertian Programa Penyuluhan Pertanian... 1.2 Latihan... 1.4 Rangkuman
Lebih terperinciModul ke: Psikologi Konseling. Pengantar. Fakultas Psikologi. Tazkia Edelia Sumedi, M.Psi. Program Studi Psikologi.
Modul ke: Psikologi Konseling Pengantar Fakultas Psikologi Tazkia Edelia Sumedi, M.Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Pengantar Konseling merupakan upaya profesional yang muncul karena
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan sebentuk komunikasi. Sedangkan Rogers bersama Kuncaid
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi Komunikasi mencakup pengertian yang luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga
Lebih terperinciAbstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT
JUDUL : Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang NAMA : Sefti Diona Sari NIM : 14030110151026 Abstraksi Penelitian ini dilatarbelakangi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak setiap orang merupakan salah satu slogan yang sering kita dengar dalam dunia kesehatan. Hal ini berarti setiap pasien yang dirawat di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
Lebih terperinciABV 3.1 KETRAMPILAN-KETRAMPILAN MIKRO DALAM KIP/KONSELING KB
ABV 3.1 KETRAMPILAN-KETRAMPILAN MIKRO DALAM KIP/KONSELING KB ABV 3.2 TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan cara melakukan observasi dan memantapkan hubungan baik 2. Mempraktikkan ketrampilan mendengar aktif
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT
8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan sarana paling utama dalam kehidupan manusia, yang berarti tak ada seorangpun yang dapat menarik diri dari proses ini baik dalam fungsinya
Lebih terperinciAsesmen, Mengembangkan Sasaran dan Terminasi dalam konseling. Adhyatman Prabowo, M.Psi
Asesmen, Mengembangkan Sasaran dan Terminasi dalam konseling Adhyatman Prabowo, M.Psi Tujuan Asesmen Memberikan pendekatan yang sistematik untuk memperoleh dan mengorganisasi informasi yang relevan tentang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Konsumen Motivasi berasal dari kata latin mavere yang berarti dorongan/daya penggerak. Yang berarti adalah kekuatan penggerak dalam diri konsumen yang memaksa bertindak
Lebih terperinciDOKUMEN : PROSEDUR OPERASIONAL BAKU JUDUL : PELAYANAN LPU (LAYANAN PSIKOLOGI UNMUL)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR DOKUMEN : PROSEDUR OPERASIONAL BAKU JUDUL : PELAYANAN LPU (LAYANAN PSIKOLOGI UNMUL) KODE
Lebih terperinciBAB III KARAKTERISTIK KONSELOR
BAB III KARAKTERISTIK KONSELOR A. KONSELOR SEBAGAI PRIBADI Di dalam kegiatan konseling, seorang konselor berhadapan dan bertatapan langsung dengan orang lain (klien). Dua pribadi saling bertemu dan bertatap
Lebih terperinciRita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY
Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY 1. Definisi Permasalahan Perkembangan Perilaku Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan
Lebih terperinciKETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN
KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti
Lebih terperinciPenelitian 6 BK Model-model Effective problem-solving model Dalam Bimbingan Karir Mahasiswa PLB Oleh Drs. Dudi Gunawan, M.Pd
Penelitian 6 BK Model-model Effective problem-solving model Dalam Bimbingan Karir Mahasiswa PLB Oleh Drs. Dudi Gunawan, M.Pd Dalam bab ini dikaji beberapa program konseling karir dan komponenkomponen program
Lebih terperinciBAB IX DEFINISI, LANDASAN, DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING. bimbingan dan konseling, landasan-landasan bimbingan dan konseling, serta
Profesi Keguruan Rulam Ahmadi BAB IX DEFINISI, LANDASAN, DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING A. Kompetensi Dasar Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami definisi bimbingan dan konseling,
Lebih terperinciPsikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 09 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan
Lebih terperinciPENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYUSUN PERCAKAPAN TENTANG BERBAGAI TOPIK MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOLABORASI TEKNIK MURDER
Dinamika Vol. 3, No. 2, Oktober 2012 ISSN 0854-2172 PENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYUSUN PERCAKAPAN TENTANG BERBAGAI TOPIK MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOLABORASI TEKNIK MURDER SD Negeri Kebandingan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Tentang Proses Konseling Keluarga Dalam Mengatasi Perilaku
BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Tentang Proses Konseling Keluarga Dalam Mengatasi Perilaku Cyberbullying Seorang Remaja Di wonocolo Surabaya Adapun proses pelaksanaan konseling keluarga dalam mengatasi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. Mahasiswa Jurusan BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN. perolehan data pengembangan paket.
98 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Data tentang Pengembangan Paket Pelatihan Grooming bagi Mahasiswa Jurusan BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya Dalam pembahasan ini ada dua point
Lebih terperinciRENCANA PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING (Cyber Counseling)
RENCANA PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING (Cyber Counseling) Disampaikan untuk melengkapi mata kuliah Teknologi Informasi BK Diasuh oleh : Kadek Suranata, S.Pd., M.Pd., Kons. Oleh: Kelompok 1 Kelas 4 BK C
Lebih terperinciRENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) KBPP43117 Psikologi Klinis Disusun oleh: Harry Theozard Fikri, S.Psi, M.Psi PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA YPTK PADANG LEMBAR
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Sekolah yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian adalah SMA Negeri 1 Parongpong yang lokasinya terletak di Jl. Cihanjuang Rahayu No.39, Bandung
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN
Kode dan nama mata kuliah : Topik bahasan : Tujuan pembelajaran umum : Jumlah pertemuan : PG 346 Psikologi Konseling (2 sks) Pendahuluan (orientasi perkuliahan) Mahasiswa memahami silabus, peraturan kelas,
Lebih terperinciModul intervensi merupakan tindak lanjut dari hasil assesment. Modul intervensi seyogyanya tailor made, rasional dan mampu laksana
MODUL KONSELING DAN TERAPI PERILAKU BAGI PELAKU KDRT PENGANTAR: Modul intervensi merupakan tindak lanjut dari hasil assesment Modul intervensi seyogyanya tailor made, rasional dan mampu laksana Modul intervensi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang
Lebih terperincia. Pengertian Bimbingan Mengenai pengertian bimbingan telah banyak dikemukakan oleh para ahli, yaitu diantaranya sebagai berikut:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian 1. Konsep Bimbingan a. Pengertian Bimbingan Mengenai pengertian bimbingan telah banyak dikemukakan oleh para ahli, yaitu diantaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar
43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar Motivasi belajar siswa dijaring dengan hasil observasi siswa selama pembelajaran
Lebih terperincikegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu keadaan yang dapat diterima kedua belah pihak
NEGOSIASI BISNIS Negosiasi sebuah proses usaha untuk menemukan kesepakatan di antara dua pihak atau lebih yang memiliki perbedaan pandangan atau harapan tentang masalah tertentu pembicaran dengan orang
Lebih terperinci