Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh"

Transkripsi

1 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai pendekatan konseling rasional emotif. Teknik pengajaran, teknik persuasif, teknik konsfrontasi, dan teknik pemberian tugas. Kompetensi Mampu memahami pendekatan konseling Rasional Emotif atau Rational Emotive Therapy (RET).

2 Latar Belakang Pendekatan Kognitif Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif, dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian. Misal: ansietas atau depresi. Terapi ini di dasarkan pada teori bahwa afek (keadaan emosi atau perasaan) dan tindakan seseorang sebagian besar ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut membentuk dunianya. Jadi bagaimana perasaan dan reaksinya. Pikiran seseorang memberikan gambaran tentang rangkaian kejadian di dalam kesadarannya. Gejala perilaku yang berkelainan atau menyimpang, berhubungan erat dengan isi pikiran. Misal: seseorang yang menderita ansietas karena mengantisipasi akan mengalami hal-hal yang tidak enak pada dirinya. Dalam hal seperti ini, terapi kognitif dipergunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku, dan fungsi kognisi yang terhambat yang mendasari aspek kognitif yang ada. Terapis dengan pendekatan kognitif mengajarkan klien agar berpikir lebih realistik dan sesuai, sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi gejala kelainan yang ada. Tokoh terapi kognitif Aaron Beck, seorang psikiater dengan latar belakang psikoanalis dari University of Pennsylvania, dimana ia mempimpin Center for Cognitif Therapy. Terapi kognitif behavioristik mendasarkan pada penggabungan antara tiga pendekatan terhadap manusia, yakni pendekatan biomedik, intrapsikis, dan lingkungan. Dalam melakukan terapi dengan teknik ini banyak mempergunakan prosedur dasar untuk melakukan pengubahan perilaku (behavior modification). Misal: pengamatan diri, kontrak dengan diri sendiri, latihan relaksasi, dan pengebalan sistematik. Selain itu, teknik ini mempergunakan pendekatan dengan mengajarkan ketrampilan kepada klien dalam menghadapi suasana yang menimbulkan masalah dikemudian hari. Terapi kognitif behavioristik ini mendasarkan pada tiga dasar pokok yakni: 1. Aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku. 2. Aktivitas kognitif dapat dipantau dan di ubah. 3. Perubahan perilaku yang dikehendaki dapat dilakukan melalui perubahan kognitif. Salah seorang tokoh yang banyak membicarakan mengenai pendekatan kognitif behavioristik ialah Meichenbaum. Ia terkenal dengan pengubahan perilaku kognitif (Cognitif Behavior Modification, CBM). Teknik yang menggunakan terapi dengan menginstruksikan 2 Agustini, M.Psi., Psikolog

3 diri sendiri (self instructional therapy) yang pada hakikatnya adalah bentuk dari menstruktur kembali aspek kognitif. Menurut Meichenbaum, pernyataan terhadap diri sendiri sama pengaruhnya dengan pernyataan yang dibuat orang lain terhadap dirinya. Perubahan perilaku terjadi melalui proses yang melibatkan interaksi berbicara dalam pikiran (inner speech), struktur kognitif, dan perilaku dengan akibat-akibatnya. Menurut Meichenbaum ada tiga tahapan dalam proses perubahan perilaku yang terjadi saling berkaitan, yakni: 1. Tahap pertama, adalah pengamatan terhadap diri sendiri. Proses ini seseorang belajar bagaimana melihat perilakunya sendiri. Dialog internal yang terjadi ditandai oleh penilaian negatif terhadap keadaannya. Kesulitan dapat terjadi kalau individu tersebut tidak mau mendengarkan apa yang ada sebagai kenyataan dan mendengarkannya sendiri. Jadi agar terjadi perubahan konstruktif, perlu melepaskan diri dari pikiran-pikiran yang negatif. 2. Tahap Kedua, ditandai dengan dimulainya dialog internal yang baru. Melalui hubungannya dengan terapis, klien menyadari akan perilakunya yang tidak sesuai dan mulai melihat kemungkinan-kemungkinan perubahan pada aspek-aspek perilakunya, baik kognitif maupun afektif. Jika klien ada keinginan terjadi perubahan, dialog yang terjadi di dalam dirinya akan memprakasai terbentuknya rangkaian perilaku yang tidak sesuai. Perubahan dialog internal pada pasien terjadi melalui terapi yang dilakukan oleh terapis dengan pendekatan-pendekatan tertentu. 3. Tahap Ketiga, adalah tahap dimana klien diajarkan mempergunakan ketrampilannya secara lebih efektif yang diperlukan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Pada klien akan terjadi proses penstrukturan kembali dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dengan bantuan yang dibentuk oleh terapis. Sedikit demi sedikit menstruktur pola kognitif yang baru yang sesuai dengan lingkungannya dan tidak menimbulkan kegoncangan atau persoalan. Kemantapan dalam pola kognitif yang baru sangat bergantung dari bagaimana proses dialog internal yang terjadi didalam diri klien. Mengenai pengubahan kognitif behavioristik (CBM) ini, Kazdin (1978) merumuskan sebagai usaha untuk mengubah perilaku yang nyata dengan mengubah pikiran, interpretasi, praduga, dan strategi dalam memberikan respos. Karena sasarannya lebih mengutamakan pada perubahan yang terjadi secara langsung terhadap perilaku yang nyata, maka meskipun banyak kesamaan dengan terapi kognitif behavioristik (cognitive behavioristik therapy, CBT), pada dasarnya terdapat perbedaan. Terapi kognitif behavioristik menitik beratkan pada perubahan yang terjadi pada aspek kognitif dengan keyakinan akan diikuti oleh perubahan pada perilakunya, dengan demikian lebih luas daripada pengubahan kognitif behavioristik (CBM). 3 Agustini, M.Psi., Psikolog

4 Untuk menyoroti kegunaan alasan dalam mengatasi pikiran yang menghasilkan gangguan, Ellis semula menyebut REBT sebagai terapi rasional. Namun, nama tersebut membuat anggapan yang keliru bahwa mengeksplorasi emosi-emosi klien tidak begitu penting bagi Ellis. Untuk melawan pemahaman itu, Ellis mengubah namanya pada tahun 1961 menjadi Terapi Emotif Rasional (Rational Emotive Therapy, RET). Persamaan fokus tersebut pada pikiran dan perasaan dalam proses perubahan tetap tidak memadai untuk merefleksikan praktik pendekatan Ellis yang sesungguhnya, terlihat seperti mengabaikan peran perilaku dalam proses itu. Oleh sebab itu, pada tahun 1993 RET berubah menjadi Terapi Perilaku Emotif Rasional (REBT). Dibutuhkan hampir 40 tahun bagi Ellis untuk menyatakan secara jelas yang dipraktikkannya sejak awal yaitu klien harus berpikir, berperasaan, dan bertindak melawan pemikiran yang mengecewakan. Terapi Rasional Emotif Diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Albert Ellis, yang lahir pada tanggal 27 September 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania yang kemudian dibesarkan di New York. Ellis adalah alumnus dari City University of New York dalam bidang Business Administration dan kemudian ia mengikuti pendidikan psikologi klinis pada tahun 1942 di Columbia University dan memperoleh gelar doktornya pada tahun Sebelumnya Ellis menjadi pengarang dengan status bebas dan banyak menulis buku maupun artikel terutama mengenai seksualitas, selain itu juga pernah bekerja sebagai manajer personaliti. Setelah menyelesaikan pendidikan doktornya, ia bekerja sebagai psikolog klinis di New Jersey State Diagnostic Center, Menlo Park. Setahun kemudian, Ellis menggabungkan diri dengan New Jersey Departement of Institutions and Agencies di Trenton. Kemudian Ellis membuka praktik pribadi yang dilakukan sejak tahun 1943, mengkhususkan diri pada psioterapi dan konseling perkawinan. Ellis mengatakan bahwa dirinya adalah yang melopori seks terapi. Ia juga seorang psikoanalisis yang merasakan bahwa pendekatan psikoanalisis tidak efisien. Pada tahun 1959, ia ditunjuk sebagai Direktur Eksekutif pada Institute for Advanced Study in Rational Psychoterapy di New York City. Jabatan penting yang pernah dipegangnya di American Psychological Association adalah ketika pada tahun bertindak sebagai ketua dari Division of Counsulting Psychology. Sebagai seorang ilmuwan dan pengarang buku Ellis sangat produktif dalam menulis buku dan artikel. Salah satu bukunya yang terkenal yang berhubungan dengan teknik pendekatannya adalah Reason and Emotion in Psycho Therapy. 4 Agustini, M.Psi., Psikolog

5 Terapi rasional emotif menurut Ellis mendasarkan pada konsep bahwa berpikir dan berperasaan saling berkaitan, namun dalam pendekatnnya lebih menitikberatkan pada pikiran daripada ekspresi emosi. Pandangan Ellis (1980) terhadap kosep manusia adalah sebagai berikut: 1. Manusia mengkondisikan diri sendiri terhadap munculnya perasaan yang menganggu pribadinya. 2. Kecenderungan biologisnya sama halnya dengan kecenderungan kultural untuk berpikir salah dan tidak ada gunanya berakibat mengecewakan diri sendiri. 3. Kemanusiaannya yang unik menemukan dan menciptakan keyakinan yang salah yang mengganggu, sama halnya dengan kecenderungan mengecawakan dirinya sendiri karena gangguan-gangguannya. 4. Kemampuannya yang luar biasa untuk mengubah proses-proses kognitif, emosi, dan perilaku memungkinkan dapat: a. Memilih reaksi yang berbeda dengan biasa yang dilakukannya. b. Menolak yang dapat mengecewakan diri sendiri terhadap semua hal yang terjadi. c. Melatih diri sendiri agar secara otomatis dapat mempertahankan gangguan sedikit mungkin sepanjang hidupnya. Pandangan terhadap konsep manusia dari sudut pendekatan terapi rasional emotif dan perkembangan ke arah timbulnya perasaan tidak bahagia karena gangguan emosi yang dialami, dikemukakan oleh Patterson (1980) sebagai berikut: 1. Manusia adalah pribadi unik, rasioanal, dan tidak rasional. Apabila manusia berpikir dan bertindak rasional, ia akan mampu bertindak efektif dan merasa bahagia. 2. Hambatan emosi atau hambatan psikologis adalah akibat dari cara berpikir yang tidak rasional dan tidak logis. Emosi menyertai pikiran dan dapat mengakibatkan pikirannya tidak rasional. 3. Pikiran tidak rasional berakar pada hal-hal yang tidak logis yang dipelajari sejak awal. Sesuatu yang terjadi secara biologis diperoleh dari orangtua dan lingkungan budaya. Dalam perkembangannya, seorang anak yang mengetahui atau mempelajari sesuatu yang baik, akan mengembangkan kehidupan emosinya yang positif (misal: cinta atau kegembiraan). 5 Agustini, M.Psi., Psikolog

6 Sebaliknya, jika diberitahukan atau diketahui bahwa sesuatu tidak baik atau tidak boleh dilakukan, maka terbentuk perkembangan emosi yang negatif (misal: sakit, marah, atau depresi). 4. Manusia berpikir dengan mempergunakan simbol dan bahasa. karena pikiran menyertai emosi. Jika emosinya terganggu, maka akan muncul pikiran tidak rasional. Pribadi yang terhambat akan terus mempertahankan keadaan yang terhambat dan pikiran yang tidak logis dengan melakukan verbalisasi internal tentang pikiran yang tidak rasional. 5. Berlanjutnya hambatan emosi adalah akibat dari verbalisasi diri yag dilakukan terhadap diri sendiri, jadi bukan sesuatu yang terjadi oleh pengaruh dari luar melainkan dari pengamatan dan sikap terhadap suatu kejadian. Ellis menekankan bahwa bukan situasi yang menyebabkan terjadinya ansietas pada seseorang, melainkan pengamatan yang dilakukan pribadi terhadap sesuatu keadaan yang menimbulkan perasaan tidak enak. 6. Manusia memiliki sumber yang luas dan bebas untuk mengaktualisasikan kemampuan-kemampuannya dan dapat mengubah tujuan pribadi maupun sosialnya. Ellis melihat manusia sebagai pribadi yang unik yang memiiki kekuatan untuk memahami keterbatasannya, untuk mengubah pandangan dasar, sistem nilainya, dan melatih diri sendiri dengan keyakinan dan sistem nilai yang lain. Akibatnya, individu tersebut akan bertindak sangat berbeda dengan tindakannya yang dulu. 7. Pikiran negatif menyalahkan pikiran dan emosi diri sendiri, karena itu harus dilawan dengan menyusun kembali pengamatan dan pikirannya sehingga menjadi logis dan rasional. Pendekatan terapi rasional emotif menganggao bahwa manusia pada hakikatnya adalah korban dari pola pikirnya sendiri yang tidak rasional dan tidak benar. Karena itu, Ellis berkomentar bahwa pendekatan humanistik terlalu lunak dan mengakibatkan persoalan pada diri sendiri karena berpikir tidak rasional. Oleh karena itu, terapis dengan pendekatan ini berusaha memperbaiki melalui pola berpikirnya dan menghilangkan pola pikir yang tidak rasional. Terapi dilihatnya sebagai usaha untuk mendidik kembali (reducation), jadi terapis bertindak sebagai pendidik dan memberikan tugas yang harus dilakukan klien serta mengajarkan strategi tertentu untuk memperkuat proses berpikirnya. Proses ini dilakukan dengan pendekatan langsung (directive) atau pendekatan eklektik. Manusia sebagai mahkluk berpikir dapat menghilangkan cara berpikir rasional. Terapi bertujuan menghilangkan cara berpikir yang tidak logis, yang tidak rasional, dan menggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional. Untuk memungkinkan hal ini, terapis 6 Agustini, M.Psi., Psikolog

7 perlu memahami dunia klien, perilaku klien dari sudut pandang klien itu sendiri. Memahami perilaku klien yang tidak rasional tanpa terlibat dengan perilaku tersebut, sehingga memungkinkan terapis dapat mendorong klien agar menghentikan cara berpikir yang tidak rasional. Untuk melakukan hal tersebut terdapat tiga langkah: 1. Terapis menunjukkan bahwa cara berpikir klien tidak logis, kemudian membantunya memahami bagaimana dan mengapa klien sampai berpikir seperti itu. Kemudian menunjukkan hubungan antara pikiran tidak logis dengan perasaan tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang dialaminya. Klien harus belajar membedakan antara keyakinan yang rasional dengan yang tidak rasional. Dalam hal ini, terapis menantangnya apakah klien akan meneruskan keyakinannya untuk merusak dirinya atau tidak. Terapis mendorongnya lebih kuat lagi yakni mengintruksikan klien agar melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan, karena dengan melakukan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat berfungsi untuk menghadapi perilaku yang menimbulkan masalah. 2. Langkah kedua menunjukkan kepada klien bahwa ia mempertahankan perilakunya yang terganggu karena meneruskan cara berpikirnya yang tidak logis. Cara berpikir tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang dirasakan dan bukan dari kejadian atau pengalaman yang lalu. 3. Langkah ketiga bertujuan mengubah cara berpikir klien dengan membuang cara berpikir yang tidak logis. Terapis mempergunakan teknik langsung dan teknik mendorong untuk membantu klien membuang pikiran-pikiran tidak logis, tidak rasional, dan menggantinya dengan pikiran yang logis dan rasional. Dalam hal ini dibutuhkan peran aktif dari terapis. Langkah berikutya ditujukan terhadap aspek yang lebih jauh lagi, tidak hanya menghadapi proses berpikir yang tidak logis tehadap hal-hal yang lebih luas yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, kehidupan klien didasari oleh keyakinan dan cara berpikir yang logis dan rasional. Karena sasaran utama adalah pada aspek kognitifnya, maka hubungan atara terapis dan klien tidak terjalin terlalu erat dan mendalam. Terdapat peran dan kegiata terapi menurut Ellis (1973) adalah: 1. Bawalah klien sampai pada akar persoalan yang menimbulkan pikiran tidak rasional dan yang menimbulkan gangguan pada perilaku. 7 Agustini, M.Psi., Psikolog

8 2. Doronglah klien agar mengemukakan pikiran-pikirannya. 3. Tunjukkan pada klien dasar dan cara berpikirnya yang tidak logis. 4. Pergunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan yang tidak rasional. 5. Kemukakan kepada klien bahwa keyakinan-keyakinannya tidak sesuai dan bagaimana hal tersebut akan menimbulkan gangguan emosi maupun perilaku dikemudian hari. 6. Pergunakan humor atau cara lain untuk menghadapi cara berpikir klien yang tidak rasional. 7. Jelaskan bagaimana pikiran-pikiran ini dapat diganti dengan pikiran lain yang lebih rasional dan yang memiliki dasar empiris yang kuat. 8. Ajarkan klien bagaimana mempergunakan pendekatan ilmiah dalam proses berpikirnya sehingga dapat mengamati dan kemudian mengurangi cara berpikir yang tidak rasional dan tidak logis yang dapat menimbulkan kesulitan dalam dirinya dikemudian hari. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa terapi rasional emotif ini mempergunakan pendekatan langsung untuk ''menyerang'' dan menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak rasional dan menggantinya dengan pikiran yang rasional dan logis. Agar dapat melakukan ini, terapis perlu mengetahui dunia klien, mengetahui sikap, dan perilakunya yang tidak rasional dan bagaiamana klien melihat hal-hal tersebut. Terapis meggunakan pendekatan aktif, direktif, meskipun dipihak lain juga fleksibel dan dapat mempergunakan pendekatan eklektik. Teknik sugesti, persuasi, konfrontasi, dan bahkan indoktrinasi pada pendidikan untuk mempengaruhi fungsi kognitifnya seperti: tugas yang harus dilakukan (assigment homework), perubahan dalam mempergunakan kata atau bahasa. Dalam hal mempengaruhi fungsi emosinya dapat mempergunakan teknik imajinasi (visualisasi, menggambarkan apa yang baik yang akan dilakukan), bermain peran (role play), dan latihan menghadapi hal-hal yang memalukan (shame attacking experience) sehingga klien menyadari bahwa perasaan malu tersebut adalah ciptaannya sendiri. Berbeda dengan pendekatan behavioristik, pada pedekatan ini memahami klien dengan semua latar belakang, sumber, dan perkembangannya yang diperoleh melalui berbagai 8 Agustini, M.Psi., Psikolog

9 prosedur biasa dalam pemeriksaan psikologis termasuk wawancara pendahuluan yang tidak terlalu mendalam, masih dianggap perlu. Antara lain untuk mengetahui seberapa jauh klien terganggu dengan keadaannya dan bagaimana gambaran kepribadian klien dengan fungsi kognitif yang dimiliki agar dapat menentukan tingkatan, jenis, dan teknik pendekatan yang akan dipergunakan. Pendekatan dengan terapi rasional emotive menurut Ellis (1978), dapat dipergunakan untuk menghadapi masalah-masalah klinis seperti: depresi, ansietas, sikap melawan, masalah seks, percintaan, perkawinan, pengasuhan, dan masalah perilaku pada anak dan remaja. Ternyata tidak hanya dalam bidang klinis saja, pendekatan ini dapat dipakai dalam lapangan seperti: bisnis, hukum, olahraga, dan organisasi. Pendekatan dengan terapi rasional emotif yang semula sebagai teknik terapi individual ternyata dalam perkembangannya lebih lanjut dapat digunakan juga dalam terapi kelompok, terapi jangka panjang, dan pendek bahkan terapi keluarga (familiy therapy). Dalam perkembangannya akhir-akhir ini, pendekatan ini sangat popular karena efektivitas dan keberhasilannya cukup tinggi, sebagaimana dilaporkan oleh peneliti Maultsby, Knipping & Carmody (1977). 9 Agustini, M.Psi., Psikolog

10 Daftar Pustaka Palmer, S., (2010). Introduction to Counselling and Psychotherapy. Sage Publication Ltd. Gunarsa D, Singgih (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia. 10 Agustini, M.Psi., Psikolog

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Modul ke: Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendekatan Kognitif Terapi kognitif: Terapi

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Modul ke: Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konseling Berbasis Problem Konseling berbasis problem:

Lebih terperinci

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah A. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten.

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Terapi Realitas (Reality

Lebih terperinci

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand?

The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand? The problem is not the problem. The problem is your attitude about the problem. Do you understand? Rational Emotive Behavior Therapy Nanang Erma Gunawan nanang_eg@uny.ac.id Albert Ellis Lahir di Pittsburgh

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Gestalt Therapy and Behavior Therapy

Psikologi Konseling Gestalt Therapy and Behavior Therapy Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Gestalt Therapy and Behavior Therapy Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Gestalt Therapy Pendekatan Gestalt:

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 12 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy

Psikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Psychoanalysis Therapy and Person Center Therapy Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Psychoanalysis Therapy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK

MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK www.mercubuana.ac.id MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK Aaron Beck adalah psikiater Amerika yang merintis penelitian pada psikoterapi dan mengembangkan terapi kognitif. Ia dianggap sebagai bapak cognitive

Lebih terperinci

BAB I PEMBAHASAN. dapat berjalan dengan lancar, hal ini dikarenakan banyak dijumpai permasalahan

BAB I PEMBAHASAN. dapat berjalan dengan lancar, hal ini dikarenakan banyak dijumpai permasalahan 1 BAB I PEMBAHASAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah tempat bagi terselenggaranya proses pendidikan formal. Namun, pada kenyataannya dalam proses pendidikan tersebut tidak selamanya dapat berjalan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional KONSEP DASAR Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan konseling adalah suatu hal yang sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Pendidikan yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka merubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Pada umumnya teori diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teori tentang konseling dari dulu telah berkembang dan mengalami banyak kemajuan. Beberapa teori tentang konseling berkembang dengan pesat. Salah satu teori yang dikenal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI SEORANG ADIK TERHADAP KAKAKNYA DI DESA KEMAMANG BALEN BOJONEGORO Setelah menyajikan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA

BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA BAB II PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY DALAM KELUARGA 2.1. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. yang diperoleh dari penyajian data adalah sebagai berikut: BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis data, analisis data ini dilakukan peneliti untuk memperoleh suatu hasil penemuan dari lapangan berdasarkan fokus

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 05 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai Ketrampilan Dasar Konseling:

Lebih terperinci

Reality Therapy. William Glasser

Reality Therapy. William Glasser Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Konseling Analisis Transaksional

Psikologi Konseling Konseling Analisis Transaksional Modul ke: Psikologi Konseling Konseling Analisis Transaksional Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Analisis Transaksional (TA): Model

Lebih terperinci

Cognitive Behavior Modification. Disiapkan oleh : Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi

Cognitive Behavior Modification. Disiapkan oleh : Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi Cognitive Behavior Modification Disiapkan oleh : Danang Setyo Budi Baskoro, S.Psi., M.Psi Pokok bahasan Definisi Cognitive Behavior Definisi Cognitive Behavior Modification Macam-macam Cognitive Behavior

Lebih terperinci

PRIBADI CARL ROGERS. Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi Rogers menjadi staf pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi

PRIBADI CARL ROGERS. Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi Rogers menjadi staf pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi 9 PRIBADI CARL ROGERS Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) KKPP72118 Psikoterapi Disusun oleh: Harry Theozard Fikri, S.Psi, M.Psi PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA YPTK PADANG LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 13 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah khususnya SMA sangatlah kompleks. Hal ini disebabkan karena kondisi remaja itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. C. Tujuan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. C. Tujuan Pembahasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, banyak persoalan yang mengitarinya. Persoalan-persoalan individu ada yang bersifat pribadi dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CLAY THERAPY DALAM PROGRAM BIMBINGAN UNTUK PESERTA DIDIK TINGKAT SEKOLAH DASAR

PENGGUNAAN CLAY THERAPY DALAM PROGRAM BIMBINGAN UNTUK PESERTA DIDIK TINGKAT SEKOLAH DASAR PENGGUNAAN CLAY THERAPY DALAM PROGRAM BIMBINGAN UNTUK PESERTA DIDIK TINGKAT SEKOLAH DASAR Aniek Wirastania Bimbingan dan Konseling, FKIP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya email: aniek.bk04@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut

BAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut akan sesuatu yang terkadang tidak mengidap sesuatu adalah lucu dan aneh, tetapi bagi orang yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Sejarah dan Pengertian Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) Albert Ellis lahir pada 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania, dan dibesarkan di New York. Ia memiliki adik laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

oleh: Agus Supriyanto M.Si

oleh: Agus Supriyanto M.Si RUANG LINGKUP PSIKOLOGI KEPELATIHAN oleh: Agus Supriyanto M.Si Email: Agus_Supriyanto@uny.ac.id Ruang Lingkup Kajian Psikologi Kepelatihan Cabang Psikologi dengan Olahraga, a.l: 1. Perkembangan 2. Kepribadian

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 01 61033 Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai pendahuluan, pengertian,

Lebih terperinci

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE Mata Kuliah Pengembangan Instrumen dan MediaBimbingan dan Konseling Dosen Pengampu Prof.Edi Purwanta, M.Pd & Dr.Ali Muhtadi Oleh: Liza Lestari (16713251041)

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM KONSELING

PEDOMAN PRAKTIKUM KONSELING PEDOMAN PRAKTIKUM KONSELING PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 PEDOMAN PRAKTIKUM KONSELING Identitas

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) KBPP43117 Psikologi Klinis Disusun oleh: Harry Theozard Fikri, S.Psi, M.Psi PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA YPTK PADANG LEMBAR

Lebih terperinci

PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A PENGANTAR PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A Demonologi Trephination Cairan Tubuh Tritmen Exorcism Ilmu Sihir Munculnya RSJ Sebelum Abad 17 Abad 17-awal 18 Lighter Witmer, lulus Doktoral Abnormalitas

Lebih terperinci

TERAPI KOGNITIF (BECK)

TERAPI KOGNITIF (BECK) TERAPI KOGNITIF (BECK) Kondang budiyani Sumber Retnowati S. 2002. Pendekatan Kognitif dalam Psikoterapi. Dalam Prawitasari J E, Hadjam M N R, Atamimi N, Retnowati S, Utami, M S, Subandi, M.A, Ramdhani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR. Dyesi Kumalasari

KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR. Dyesi Kumalasari Konsep Behavioral Therapy KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR Dyesi Kumalasari Dyesi91kumalasari91@gmail.com Abstrak Artikel ini mendiskripsikan tentang

Lebih terperinci

Group COUNSELING NANANG ERMA GUNAWAN

Group COUNSELING NANANG ERMA GUNAWAN Group COUNSELING NANANG ERMA GUNAWAN Manfaat ketua pada sebuah proses kelompok Membantu (help) Mengajar (teach) Mensupervisi (Supervisory) Siapa yang sering menggunakan? Konselor Psikolog Pekerja Sosial

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 16 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Teknik Cognitive Restructuring 1. Pengertian Teknik Cognitive Restructuring Beck mengatakan bahwa terapi kognitif meliputi usaha memberikan bantuan kepada konseli

Lebih terperinci

ii Psikologi Kepemimpinan TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK TRIANTORO SAFARIA

ii Psikologi Kepemimpinan TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK TRIANTORO SAFARIA Kepemimpinan dan Pemberdayaan i TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK ii Psikologi Kepemimpinan TERAPI KOGNITIF-PERILAKU UNTUK ANAK TRIANTORO SAFARIA Kepemimpinan dan Pemberdayaan iii TERAPI KOGNITIF-PERILAKU

Lebih terperinci

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Problem Solving Counseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK 61033 Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Modul

Lebih terperinci

I Ketut Sudiatmika*), Budi Anna Keliat**), dan Ice Yulia Wardani***)

I Ketut Sudiatmika*), Budi Anna Keliat**), dan Ice Yulia Wardani***) EFEKTIVITAS COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY DAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY TERHADAP GEJALA DAN KEMAMPUAN MENGONTROL EMOSI PADA KLIEN PERILAKU KEKERASAN I Ketut Sudiatmika*), Budi Anna Keliat**), dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan

Lebih terperinci

Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi

Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi Konseling Kelompok Salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik dan pengalaman belajar

Lebih terperinci

INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id

INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id INTERVENSI DALAM PSIKOLOGI KLINIS DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id dita.lecture@gmail.com INTERVENSI? Penggunaan prinsip-prinsip psikologi untuk menolong orang mengalami masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan, terutama dalam rentang usia 13 tahun remaja mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

PANDUAN REFLEKSI/PENGAMATAN PRAKTIK PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL FASE PROSES KONSELING

PANDUAN REFLEKSI/PENGAMATAN PRAKTIK PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL FASE PROSES KONSELING PANDUAN REFLEKSI/PENGAMATAN PRAKTIK PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL FASE-FASE PROSES KONSELING Konselor Klien Pengamat Petunjuk : Berilah tanda silang pada jenjang skala yang disediakan sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

Konseling merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan dengan pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan individu

Konseling merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan dengan pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan individu Konsep Dasar Konseling Dr. Suherman, M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Konseling merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan dengan pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan

Lebih terperinci

Psikologi Konseling. Pengertian, Tujuan, Proses, dan Karakteristik Konselor. Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

Psikologi Konseling. Pengertian, Tujuan, Proses, dan Karakteristik Konselor. Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Psikologi Konseling Modul ke: Pengertian, Tujuan, Proses, dan Karakteristik Konselor Fakultas PSIKOLOGI Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Kontrak Belajar

Lebih terperinci

BAB 1 BAB I PENDAHULUAN. Psikolog adalah profesional dalam bidang psikologi, yaitu ilmu yang

BAB 1 BAB I PENDAHULUAN. Psikolog adalah profesional dalam bidang psikologi, yaitu ilmu yang BAB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Psikolog adalah profesional dalam bidang psikologi, yaitu ilmu yang berfokus pada perilaku dan proses mental yang melatarbelakangi, serta penerapan dalam

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

1. Tujuan utama dari orientasi psikososial dalam pekerjaan sosial adalah perubahan.

1. Tujuan utama dari orientasi psikososial dalam pekerjaan sosial adalah perubahan. TEORI PSIKOSOSIAL Oleh bambang rustanto Mata kuliah metode pekerjaan social A. PENGANTAR Kata terapi sering kali digunakan dalam bidang medis dan dalam konseling. Sedangkan psikososial adalah dimensi sosial

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Ketrampilan Dasar Konseling

Psikologi Konseling Ketrampilan Dasar Konseling Modul ke: Psikologi Konseling Ketrampilan Dasar Konseling Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Attending Behavior Kunci dari attending behavior adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA DALAM PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY

MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA DALAM PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY 0 MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA DALAM PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE THERAPY Zulfajri Hidayah (zulfajri.hidayah@ymail.com) 1 Giyono 2 Ratna Widiastuti 3 ABSTRACT The

Lebih terperinci

CLINICAL CHILD PSYCHOLOGY ISU UNIK PADA PSIKOLOGI KLINIS ANAK

CLINICAL CHILD PSYCHOLOGY ISU UNIK PADA PSIKOLOGI KLINIS ANAK CLINICAL CHILD PSYCHOLOGY ISU UNIK PADA PSIKOLOGI KLINIS ANAK Psikologi Klinis berpijak pada jalur akademik dan praktik. Klinik pertama yang didirikan witmer adalah untuk membantu anak-anak yang mempunyai

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) KBPP63119 PSIKOLOGI KONSELING. Disusun oleh: ISNA ASYRI SYAHRINA, S. Psi., M.M

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) KBPP63119 PSIKOLOGI KONSELING. Disusun oleh: ISNA ASYRI SYAHRINA, S. Psi., M.M RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) KBPP63119 PSIKOLOGI KONSELING Disusun oleh: ISNA ASYRI SYAHRINA, S. Psi., M.M FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA YPTK PADANG 2017 LEMBAR PENGESAHAN Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas. 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab berikut dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan peneltian dan manfaat penelitian. A. Latar

Lebih terperinci

Konseling Keluarga. Adhyatman Prabowo, M.Psi

Konseling Keluarga. Adhyatman Prabowo, M.Psi Konseling Keluarga Adhyatman Prabowo, M.Psi Materi: Definisi konseling keluarga Tujuan konseling keluarga Prinsip-prinsip konseling keluarga Genogram Perkembangan konseling keluarga Klasifikasi konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terancam atau dapat merugikan dirinya sendiri, hal itupun merupakan reaksi yang. (Bhave & Saini, 2009; Reilly & Shopshire, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. terancam atau dapat merugikan dirinya sendiri, hal itupun merupakan reaksi yang. (Bhave & Saini, 2009; Reilly & Shopshire, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang pernah merasakan marah, karena marah itu adalah reaksi yang normal dan alami. Seseorang juga mungkin akan marah ketika sedang frustrasi karena

Lebih terperinci

KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA

KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA Seiring dengan perubahan jaman, peran perawat kesehatan jiwa mulai muncul pada tahun 1950-an. Weiss (1947) menggambarkan beda perawatan kesehatan jiwa dengan perawatan umum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 5 2.1 Pengertian Perilaku BAB II KAJIAN TEORITIS Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya interaksi antara individu

Lebih terperinci

Filsafat Manusia (PERKULIAHAN)

Filsafat Manusia (PERKULIAHAN) Filsafat Manusia (PERKULIAHAN) Modul ke: Pendahuluan Firman Alamsyah Ario Buntaran Fakultas Psikologi Program Studi S1 - Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Kontrak perkuliahan Tatap muka 14 x pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu keperawatan adalah suatu ilmu yang mempelajari pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pemenuhan dasar tersebut

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING Setelah menyajikan data hasil lapangan maka peneliti melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Efektivitas Konseling Rasional Emotif Behavioral Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pendidikan merupakan upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Non- Directive

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Non- Directive Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Non- Directive Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Dasar Filsafi Carl Rogers Mengenai Manusia Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini menuntut siswa untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah satu karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Konseling dengan Psikoterapi. Guidance

Psikologi Konseling Konseling dengan Psikoterapi. Guidance Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Konseling dengan Psikoterapi. Guidance Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Jesse B. Davis: Orang pertama

Lebih terperinci

Sunardi, plb fip upi

Sunardi, plb fip upi Sunardi, plb fip upi TERAPI PSIKOANALITIK TERAPI HUMANISTIK TERAPI PSIKOLOGIS TERAPI KOGNITIF TERAPI TINGKAH LAKU TERAPI KELOMPOK TRITMEN TERAPI OBAT-OBATAN INTERVENSI MEDIS T. ELEKTROKONVULSIF TERAPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan, manusia membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya. Hal ini berarti bahwa manusia tidak

Lebih terperinci

Psikoterapi. Dosen Prodi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya

Psikoterapi. Dosen Prodi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya Psikoterapi Dosen Prodi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya Definisi Serangkaian metode berdasarkan ilmu-ilmu psikologi yang digunakan untuk mengatasi gangguan kejiwaan atau mental seseorang Id.wikipedia.org/wiki/psikoterapi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : PSIKOTERAPI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : PSIKOTERAPI TIU : Agar mahasiswa memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan bentuk-bentuk psikoterapi. 1 Pengantar 1. Pengertian psikoterapi arti psikoterapi 2. Tujuan Psikoterapi dalam psikoterapi 3. Unsur Psikoterapi

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

2. Faktor pendidikan dan sekolah

2. Faktor pendidikan dan sekolah BAB IV ANALISIS APLIKASI TERAPI LIFE MAPPING DENGAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR DALAM MENANGANI SISWI YANG MEMBOLOS DI SMA AL-ISLAM KRIAN SIDOARJO A. Faktor yang menyebabkan siswi sering membolos di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Dengan berasumsi bahwa remaja adalah makhluk yang sangat perlu dipahami oleh orang-orang di sekitarnya, maka timbul berbagai macam cara dari beberapa sumber yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra pada dasarnya mengungkapkan kejadian, namun kejadian tersebut bukanlah fakta yang sesungguhnya melainkan fakta dari hasil pemikiran pengarang. Pengarang

Lebih terperinci

BAB IV PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP PENDERITA LEUKEMIA ANAK DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

BAB IV PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP PENDERITA LEUKEMIA ANAK DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB IV PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP PENDERITA LEUKEMIA ANAK DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Pendampingan pastoral terhadap penderita leukemia anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum berjalan dengan

Lebih terperinci

Rational-Emotive Therapy. Albert Ellis. ALBERT ELLIS (lahir 1913) lahir di Pittsburgh tetapi melarikan diri ke

Rational-Emotive Therapy. Albert Ellis. ALBERT ELLIS (lahir 1913) lahir di Pittsburgh tetapi melarikan diri ke Rational-Emotive Therapy Albert Ellis 1. Latar Belakang Sejarah ALBERT ELLIS (lahir 1913) lahir di Pittsburgh tetapi melarikan diri ke belantara New York pada usia 4 tahun dan selanjutnya tinggal di sana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. oleh para siswa inklusi yang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari kesulitankesulitan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. oleh para siswa inklusi yang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari kesulitankesulitan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tidak pernah lepas dari berbagai kesulitan. Hal ini juga dialami oleh para siswa inklusi yang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari kesulitankesulitan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci