BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar"

Transkripsi

1 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar Motivasi belajar siswa dijaring dengan hasil observasi siswa selama pembelajaran dan angket yang didapat dari jawaban siswa. Observasi dilaksanakan pada saat pembelajaran berlangsung berdasarkan item deskriptor dari indikator yang telah dikembangkan. Setiap indikator motivasi belajar memiliki beberapa deskriptor yang tersebar di sembilan tahap pembelajaran menggunakan problem solving berbasis eksperimen. Deskriptor-deskriptor untuk seluruh indikator motivasi belajar dapat dilihat pada lampiran B.1. Pengolahan data observasi tersedia pada lampiran C.2. Data motivasi belajar siswa secara keseluruhan ditunjukkan dalam tabel 4.1 di bawah. Tabel 4.1. Persentase Nilai Berdasarkan Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa Nilai No. Indikator Motivasi Belajar Siswa Observasi (%) Kategori 1. Durasi kegiatan 81,1 Sangat baik 2. Frekuensi kegiatan 53,0 3. Persistensi pada tujuan kegiatan 74,1 4. Ketabahan, keuletan dan kemampuannya 54,2 dalam menghadapi rintangan dan kesulitan 5. Devosi dan pengorbanan untuk mencapai 56,4 tujuan 6. Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai 65,3 7. Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk 55,6 atau output yang dicapai 8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan 49,2 Rata-rata 61,1

2 44 Motivasi belajar siswa yang dijaring melalui angket diperoleh setelah seluruh tahapan problem solving selesai dilaksanakan. Penyebaran angket dilaksanakan di luar jam pelajaran dengan siswa sebagai subjeknya. Item-item pada angket yang disusun berdasarkan indikator motivasi dapat dilihat pada lampiran B.5. Pencapaian persentase nilai angket motivasi belajar siswa pada setiap indikator motivasi dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini. Adapun pengolahan data angket tersedia pada lampiran C.3. Tabel 4.2 Persentase Berdasarkan Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa Nilai No. Indikator Motivasi Belajar Siswa Angket Kategori (%) 1. Durasi kegiatan 56,9 2. Frekuensi kegiatan 61,4 3. Persistensi pada tujuan kegiatan 61,9 4. Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam menghadapi kesulitan untuk mencapai tujuan 75,3 5. Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan 61,2 6. Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai dengan 68,6 kegiatan yang dilakukan 7. Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau 69,4 output yang dicapai dari kegiatannya 8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan 77,2 Rata-rata 66,5 Motivasi belajar siswa terdiri dari delapan indikator motivasi belajar menurut Makmun (2000). Kedelapan indikator itu adalah durasi kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan); frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu); persistensi pada tujuan kegiatan; ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan; devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; tingkatan aspirasi yang hendak dicapai

3 45 dengan kegiatan yang dilakukan; tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai dari kegiatannya; serta arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan. Secara keseluruhan indikator-indikator motivasi tersebut diukur menggunakan observasi dan angket. Sebaran siswa yang mengembangkan indikator-indikator motivasi belajar secara keseluruhan ditunjukkan oleh tabel 4.3 di bawah ini: Tabel 4.3 Persentase Sebaran Nilai Observasi Motivasi Belajar Siswa Kategori Indikator Sangat (% dan tafsiran) (% dan tafsiran) (% dan tafsiran) Kurang (% dan tafsiran) Sangat Kurang (% dan Durasi kegiatan 61,5 besar) Frekuensi kegiatan Persistensi pada tujuan kegiatan Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai 7,7 28,2 (hampir setengahnya) 2,6 7,7 15,4 10,3 28,2 (hampir setengahnya) 23,1 53,8 besar) 35,9 (hampir setengahnya) 28,2 (hampir setengahnya) 46,2 (hampir setengahnya) 30,8 (hampir setengahnya) 10,3 38,5 (hampir setengahnya) 12,8 35,9 (hampir setengahnya) 41,0 (hampir setengahnya) 33,3 (hampir setengahnya) 33,3 (hampir setengahnya) 0 (tidak satu pun) 30,8 (hampir setengahnya) 5,1 23,1 18,0 5,1 20,5 tafsiran) 0 (tidak satu pun) 0 (tidak satu pun) 0 (tidak satu pun) 2,6 5,1 0 (tidak satu pun) 5,1

4 46 Indikator Kategori Arah sikap terhadap sasaran kegiatan Rata-rata Sangat (% dan tafsiran) 0 (tidak satu pun) 16,7 (% dan tafsiran) 10,3 32,1 (hampir setengahnya) (% dan tafsiran) 74,4 besar) 35,0 (hampir setengahnya) Kurang (% dan tafsiran) 15,4 14,7 Sangat Kurang (% dan tafsiran) 0,0 (tidak satu pun) 1,6 Berdasarkan data pada tabel 4.1, tabel 4.2, dan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa indikator motivasi belajar menurut Makmun (2000) terdiri dari delapan indikator yang dapat diukur. Indikator tersebut dibahas satu persatu sebagai berikut: 1. Durasi Kegiatan Indikator durasi kegiatan mengembangkan indikator berkonsentrasi selama tahap pembelajaran. Berdasarkan nilai kategori yang didapat dari observasi, siswa mengembangkan dengan sangat baik (81,1%) untuk indikator durasi kegiatan. Artinya, siswa sangat baik dalam berkonsentrasi selama pembelajaran titrasi asam basa berlangsung. Dalam tabel 4.3 diketahui sebaran bahwa sebagian besar (61,5%) siswa sangat baik dalam berkonsentrasi selama tahap pembelajaran menggunakan model problem solving. Sesuai dengan pendapat Sardiman (2011) yang mengungkapkan bahwa dengan adanya motivasi mendorong seseorang untuk memusatkan segenap kekuatan perhatian pada suatu situasi belajar. Motivasi sangat dibutuhkan untuk membantu tumbuhnya proses pemusatan perhatian. Apabila siswa sudah merasa dirinya termotivasi untuk mengikuti pembelajaran di kelas, maka siswa tersebut akan berkonsentrasi serta memusatkan

5 47 segenap pikiran dan perhatiannya untuk mengikuti pembelajaran titrasi asam basa hingga tuntas. Hasil angket untuk indikator durasi kegiatan ternyata menunjukkan kategori cukup baik (56,9%). Indikator durasi kegiatan mengembangkan indikator mengisi waktu selama di kelas. Ketika siswa berada di dalam kelas, mereka mengisi waktu untuk membaca materi titrasi asam basa dan mengerjakan LKS dengan cukup baik. Menurut Mulyono (2011), kegiatan belajar mengajar (tatap muka) mencakup 3 kegiatan, yakni kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Jadi, siswa tidak terus-menerus membaca materi ataupun mengerjakan LKS selama di kelas, melainkan ikut terlibat pula dalam kegiatan-kegiatan lain selama pembelajaran, seperti misalnya mendengarkan guru berbicara, mengemukakan pendapat dan sanggahan, membantu temannya yang bertanya karena menemui kesulitan, melaksanakan percobaan, dan lain-lain. 2. Frekuensi Kegiatan Untuk observasi, indikator frekuensi kegiatan mengembangkan indikator memberikan respon akademik selama pembelajaran dan memperoleh hasil cukup (53,0%) dengan sebaran siswa hampir setengahnya (38,5%) mengembangkan indikator ini dengan cukup. Untuk angket, indikator frekuensi kegiatan mengembangkan indikator melakukan kegiatan belajar secara rutin dengan hasil yang didapat baik (61,4%). Wlodkowski (2004) berpendapat bahwa bila motivasi belajar telah menjadi suatu kebiasaan, rutinitas, dan prioritas dalam kehidupan siswa, maka belajar siswa akan semakin efektif dan harmonis. Keaktifan siswa dalam mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat, menyimpulkan hasil

6 48 percobaan, maupun mengemukakan kesulitan-kesulitan yang dialami selama pembelajaran titrasi asam basa berlangsung merupakan bukti adanya suatu kegiatan belajar di kelas. Banyak bakat siswa tidak berkembang dikarenakan tidak diperolehnya motivasi yang tepat. Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka lepaslah tenaga-tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil yang maksimal (Sagala, 2011). Membiasakan siswa mendiskusikan suatu pendapat mereka masing-masing dapat memperkuat motivasi yang baik pada diri siswa tersebut (Purwanto, 2006). 3. Persistensi pada tujuan kegiatan Indikator persistensi pada tujuan kegiatan memperoleh kategori baik (74,1%) yang diperoleh dari observasi. Hasil angket juga menunjukkan kategori baik (61,9%). Indikator persistensi pada tujuan kegiatan untuk observasi mengembangkan indikator keterlibatan dalam proses pembelajaran, sedangkan untuk angket indikator ini mengembangkan indikator mencari informasi tentang bahan yang akan dipelajari. Sebagian besar (53,8%) siswa mengembangkan indikator ini dengan baik. Dalam model pembelajaran problem solving, siswa secara langsung melakukan aktivitas selama kegiatan belajar titrasi asam basa dilaksanakan. Diantaranya memperhatikan temannya ketika mengemukakan suatu ide atau pendapat, maupun memberi masukan tentang pendapat yang keliru dari temannya. Memperhatikan atau memberi masukan termasuk sikap (attitude) dalam belajar. Adanya perubahan sikap atau perilaku menunjukkan siswa telah melakukan belajar dan terlibat di dalam pembelajaran tersebut. Sebagaimana yang

7 49 diungkapkan oleh Uno (2011), bahwa belajar adalah suatu proses atau interaksi yang dilakukan seseorang dalam memperoleh sesuatu yang baru dalam bentuk perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman itu sendiri. Siswa harus menyadari betapa pentingnya memberi perhatian ketika harus mengingat sesuatu (Suprijono, 2009). Dimyati dan Mudjiono (2006) mengungkapkan bahwa dengan adanya motivasi belajar yang kuat akan mempunyai kekuatan mental yang mendorong siswa untuk belajar. Apabila siswa sudah memiliki kemauan untuk belajar karena didorong oleh adanya motivasi yang kuat, maka tujuan belajar pasti akan tercapai. Pencarian informasi tentang bahan yang akan dipelajari menunjukkan hasil baik. Artinya dalam diri siswa timbul rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang ia pelajari. Sesuai dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono (2006) bahwa individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Siswa merasa sadar akan tujuan yang ingin dicapai, sehingga bertindak untuk mencapai tujuan tersebut. Makmun (2000) menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu. 4. Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan Indikator ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan memperoleh kategori cukup (54,2%) dari hasil observasi yang mengembangkan indikator berusaha untuk mengatasi kesulitan belajar. Sebaran siswa hampir setengahnya (35,9%) mengembangkan indikator ini. Untuk angket, indikator ketabahan dan keuletan mengembangkan indikator tabah dan

8 50 ulet untuk memecahkan permasalahan menunjukkan kategori baik (75,3%). Siswa yang memiliki motivasi tinggi ketika menemukan kesulitan dalam belajarnya, akan segan untuk bertanya pada guru ataupun temannya yang dianggap mampu untuk mengatasi kesulitan yang ia hadapi. Dalam indikator ini, siswa berusaha mengerjakan LKS titrasi asam basa secara mandiri, dan berusaha menjawab pertanyaan yang ada pada artikel permasalahan asam basa yang diberikan. Suatu kesulitan atau hambatan mungkin menimbulkan rasa rendah diri, tetapi hal ini dapat menjadi suatu dorongan untuk mencari kompensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa sehingga tercapai keunggulan dalam bidang tertentu (Sardiman, 2011). Dalam bukunya Uno (2011) pun berpendapat bahwa seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa motivasi untuk belajar seorang anak dapat menjadi penyebab anak tersebut menjadi tekun dan ulet untuk belajar sehingga ia mampu menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang ia hadapi. 5. Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan Indikator devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan mengembangkan indikator pada observasi yaitu pengorbanan untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan hasil cukup (56,4%) dan hampir setengahnya (41,0%) siswa mengembangkan indikator ini dengan cukup. Sedangkan untuk angket, indikator yang dikembangkan yaitu melakukan pengorbanan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang memperoleh hasil baik (61,2%). Dalam indikator ini, siswa berusaha membantu temannya yang mengalami kesulitan dalam memahami isi

9 51 artikel, membantu teman melakukan percobaan titrasi asam basa, membantu teman mengolah data hasil percobaan titrasi asam basa, hingga memberi solusi pada temannya yang mengalami kesulitan dalam tahap re-evaluasi pemecahan masalah dengan cukup. Tidak semua siswa dapat membantu temannya dengan memberikan solusi dari kesulitan yang dihadapi karena tiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Uno (2011) bahwa siswa yang mampu mengerjakan sesuatu sebagai hasil belajar tentulah akibat dari kapabilitasnya (kemampuan tertentu). Menurut Sardiman (2011), fungsi motivasi yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Siswa telah menunjukkan fungsi motivasi seperti yang dikemukakan di atas dengan baik. Siswa merelakan waktunya untuk belajar titrasi asam basa dibandingkan bermain, dan menyisihkan uangnya untuk membeli buku-buku pelajaran kimia dibandingkan membeli buku komik atau barang-barang yang kurang berguna lainnya. 6. Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai Indikator tingkatan aspirasi yang hendak dicapai memperoleh kategori baik (65,3%) yang diperoleh dari hasil observasi. Temuan ini didukung dengan hasil angket untuk indikator yang sama ternyata menunjukkan hasil yang baik pula (68,6%). Indikator tingkatan aspirasi yang hendak dicapai mengembangkan indikator ketercapaian maksud atau target dari pembelajaran yang dilakukan (untuk observasi), dan untuk angket indikator ini mengembangkan indikator peningkatan wawasan titrasi asam basa. Hampir setengahnya (46,2%) siswa

10 52 mengembangkan dengan baik. Pada indikator tingkatan aspirasi yang hendak dicapai, siswa merencanakan prosedur percobaan dan indikator titrasi asam basa yang akan digunakan, bekerjasama dalam kelompok untuk melakukan percobaan, mengemukakan jawaban pengolahan data hasil titrasi, terbentuknya suatu kesimpulan berdasarkan kesepakatan teman sekelompok, dan mengaitkan konsep titrasi asam basa dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Iskandar (2009), dengan memberikan topik yang menarik pada siswa, memberitahu tujuan yang ingin dicapai, memanfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu siswa, akan membangkitkan motivasi belajar siswa tersebut sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri. Siswa memiliki motivasi untuk mencapai maksud atau target dari pembelajaran yang dilakukan, terbukti dengan pencapaiannya yang menunjukkan kategori baik. Semakin kuat motivasi yang dimiliki siswa untuk belajar, maka wawasan ilmunya pun akan semakin meningkat, dan bukan tidak mungkin bisa menumbuhkan keinginan untuk melanjutkan studi terkait dengan bidang kimia. Sardiman (2011) mengatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar intrinsik memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu, dan satu-satunya jalan untuk menggapai tujuan yang ingin dicapai ialah belajar. 7. Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai Indikator tingkatan kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai mengembangkan indikator tingkat kepuasan hasil belajar untuk observasi yang mendapat hasil cukup (55,6%) dengan sebaran hampir setengahnya (33,3%) siswa mengembangkan indikator ini. Untuk angket, indikator tingkatan kualifikasi

11 53 prestasi atau produk yang dicapai mengembangkan indikator mencari informasi lebih lanjut untuk memuaskan rasa ingin tahu mendapat hasil yang baik (69,4%). Pada indikator ini, siswa dituntut untuk percaya diri dalam mengemukakan ide atau pendapat di setiap tahap problem solving. Setiap individu memiliki motivasi utama berupa kecenderungan untuk percaya pada diri sendiri, memiliki rasa kebebasan, dan kreativitas (Dimyati dan Mudjiono, 2006). Suprijono (2009) mengungkapkan konsep self efficacy terkait dengan keyakinan atau kepercayaan diri bahwa tiap individu memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang menjadi syarat keberhasilan. Menurut Iskandar (2009), hal-hal yang perlu dilakukan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajar diantaranya adalah dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut pada diri siswa. Jadi apabila guru berhasil menghilangkan rasa takut pada siswa, maka siswa akan selalu merasa percaya diri dalam bersikap. Hasil angket ditemukan bahwa siswa memiliki rasa ingin tahu yang baik dalam belajar titrasi asam basa. Menurut Sardiman (2011), rasa ingin tahu dan eksistensi diri dapat mendorong motivasi siswa untuk belajar. Terbukti dari terdapatnya banyak buku kimia di atas meja siswa, dan ada beberapa siswa yang meminta percobaannya diulang karena kurang puas pada hasil percobaan. Menurut hukum belajar Thorndike, sesuatu yang menimbulkan rasa senang cenderung untuk diulang. Pengulangan ini penting untuk mengukuhkan hal-hal yang telah dipelajari (Djaali, 2008). Siswa harus menyadari pentingnya melakukan kegiatan belajar untuk kepuasan dan kebutuhan dirinya agar memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan sebagai modal hidupnya kelak jika telah dewasa (Sagala, 2011).

12 54 8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan Indikator arah sikap terhadap sasaran kegiatan pada format observasi mengembangkan indikator menyenangi kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan memperoleh hasil yang cukup (49,2%) dengan sebaran siswa sebagian besar (74,4%) mengembangkan indikator ini. Pada angket, indikator arah sikap terhadap sasaran kegiatan mengembangkan indikator menyenangi pembelajaran yang dilakukan dan memperoleh persentase tertinggi dengan hasil yang baik (77,2%). Dari hasil ini dapat dilihat walaupun indikator yang dikembangkan sama, namun deskriptor observasi dan item-item pada angket berbeda. Pada observasi, menyenangi pembelajaran yang dilakukan ditandai dengan mencatat semua yang telah dikemukakan di kelas dimulai dari tahap penjabaran masalah hingga tahap konsolidasi pengetahuan dalam model problem solving. Mencatat adalah suatu kegiatan yang dapat diamati. Sedangkan pada angket, indikator ini diukur dengan item merasa senang mengerjakan LKS titrasi asam basa bersama teman, dan item merasa senang melakukan percobaan titrasi asam basa. Menurut Sardiman (2011), motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Apabila siswa merasa senang untuk belajar, salah satu usaha yang dapat ia lakukan adalah mencatat pembelajaran, baik dengan atau tanpa diinstruksikan oleh guru. Dari penelitian ini diketahui hanya beberapa siswa saja yang sadar akan pentingnya mencatat, sehingga hasil yang didapat hanya memperoleh kategori cukup. Salah satu cara belajar yang baik secara umum diantaranya siswa mampu membuat berbagai catatan yaitu selalu mencatat

13 55 pelajaran dan tertib dalam membuat catatan (Sagala, 2011). Cara belajar yang baik tentu harus mampu mengatasi kesulitan belajar. Teknik mengatasi kesulitan siswa antara lain menetapkan target dan tujuan belajar yang jelas, menghindari saran dan kritik yang negatif, menciptakan suasana belajar yang sehat dan kompetitif, menyelenggarakan program remedial, dan memberi kesempatan agar peserta didik memperoleh pengalaman yang sukses (Sagala, 2011). Menurut Sukmadinata (2007), sikap merupakan suatu motivasi karena menunjukkan ketertarikan atau ketidaktertarikan seseorang terhadap sesuatu. Siswa merasa senang ketika mengerjakan LKS titrasi asam basa bersama teman sekelompoknya dan ketika melakukan percobaan titrasi asam basa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil jawaban angket yang menunjukkan kategori baik. Seseorang senang terhadap sesuatu, apabila ia dapat mempertahankan rasa senangnya maka akan termotivasi untuk melakukan kegiatan itu (Uno, 2011). Dari hasil penelitian yang dijaring melalui observasi, didapat persentase nilai dengan kategori sangat baik, baik, dan cukup untuk kedelapan indikator motivasi. Indikator durasi kegiatan memperoleh kategori sangat baik dengan persentase tertinggi. Kategori baik adalah indikator persistensi pada tujuan kegiatan dan indikator tingkatan aspirasi yang hendak dicapai. Kategori cukup adalah indikator frekuensi kegiatan, indikator ketabahan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan, indikator devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan, indikator tingkatan kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai dari kegiatannya, serta indikator arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan. Hasil jawaban angket motivasi belajar siswa didapat kategori baik dan cukup.

14 56 Yang termasuk kategori baik adalah indikator frekuensi kegiatan, persistensi pada tujuan kegiatan, ketabahan dan keuletan dalam menghadapi rintangan, devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan, tingkatan aspirasi yang hendak dicapai, tingkatan kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai, serta arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan. Sedangkan kategori cukup adalah indikator durasi kegiatan. Indikator arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan memperoleh persentase paling tinggi. Rata-rata hasil observasi dan angket motivasi belajar menunjukkan hasil yang baik. Data dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Perbandingan Persentase Motivasi Belajar Siswa Hasil Observasi dan Angket No Indikator Motivasi Belajar Data Observasi Data Angket % Kategori % Kategori 1. Durasi kegiatan 81,1 Sangat 56,9 baik 2. Frekuensi kegiatan 53,0 61,4 3. Persistensi pada tujuan kegiatan. 74,1 61,9 4. Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam menghadapi 54,2 75,3 rintangan 5. Devosi dan pengorbanan untuk 56,4 61,2 mencapai tujuan 6. Tingkatan aspirasi yang hendak 65,3 68,6 dicapai 7. Tingkatan kualifikasi prestasi atau 55,6 69,4 produk yang dicapai 8. Arah sikapnya terhadap sasaran 49,2 77,2 kegiatan Rata-rata 61,1 66,5 Perbandingan persentase motivasi belajar siswa hasil observasi dan angket pada setiap indikator motivasi belajar dapat dilihat pada gambar 4.1 di bawah ini.

15 57 Nilai (%) Indikator Motivasi Belajar Data observasi Data angket Gambar 4.1 Persentase Nilai Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan Hasil Observasi dan Angket Keterangan: Indikator 1: Durasi kegiatan Indikator 2: Frekuensi kegiatan Indikator 3: Persistensi pada tujuan kegiatan. Indikator 4: Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam menghadapi rintangan Indikator 5: Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan. Indikator 6: Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai Indikator 7: Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai Indikator 8: Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan Dari tabel 4.4 di atas, diketahui perbandingan nilai motivasi belajar siswa mendapat rata-rata persentase tidak jauh berbeda, yaitu 61,1% untuk hasil observasi, dan 66,5% untuk hasil angket. Untuk indikator durasi kegiatan dan persistensi pada tujuan kegiatan, persentase tertinggi dicapai dengan observasi. Sedangkan indikator frekuensi kegiatan, ketabahan dan keuletan dalam menghadapi rintangan, devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan, tingkatan aspirasi yang hendak dicapai, tingkatan kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai, dan arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan, persentase tertinggi dicapai dengan menggunakan angket motivasi belajar.

16 58 B. Profil Motivasi Belajar Siswa Kelompok Tinggi, Sedang, dan Rendah pada Pembelajaran Titrasi Asam Basa Menggunakan Model Problem Solving Berbasis Eksperimen Profil motivasi belajar secara umum diketahui dari siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah yang dibagi berdasarkan rata-rata hasil dua kali ulangan di semester genap. Berdasarkan data hasil observasi dapat diketahui bahwa siswa kelompok tinggi, siswa kelompok sedang, dan siswa kelompok rendah telah mengembangkan indikator motivasi belajar dengan kategori baik dan cukup. Secara rinci data persentase nilai motivasi beserta kategorinya dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5. Persentase Nilai Observasi Setiap Indikator Motivasi Belajar tiap Kelompok Siswa Persentase Nilai / Indikator Motivasi No. Kategori Nilai Kelompok Siswa Belajar Siswa Tinggi Sedang Rendah 1 Durasi Kegiatan 2 Frekuensi Kegiatan Persistensi pada Tujuan Kegiatan Ketabahan, Keuletan dan Kemampuannya dalam Menghadapi Kesulitan Devosi dan Pengorbanan untuk Mencapai Tujuan Tingkatan Aspirasi yang Hendak Dicapai Tingkatan Kualifikasi Prestasi atau Produk atau Output yang Dicapai Arah Sikapnya Terhadap Sasaran Kegiatan Rata-rata 89,3/ Sangat 68,0/ 81,5/ Sangat 65,0/ 78,0/ 78,0/ 82,3/ Sangat 55,0/ 74,6/ 81,1/ Sangat 52,6/ 75,1/ 54,2/ 56,2/ 66,5/ 54,5/ 50,0/ 61,3/ 76,5/ 45,8/ 67,2/ 48,3/ 45,0/ 54,8/ 43,8/ 43,6/ 53,1/

17 59 Persentase rata-rata untuk kelompok tinggi pada seluruh indikator motivasi belajar adalah sebesar 74,6% dengan kategori baik. Kelompok sedang memperoleh persentase nilai 61,3% dengan kategori baik. Kelompok rendah memperoleh nilai 53,1% dengan kategori cukup. Setelah diperoleh data motivasi belajar siswa secara keseluruhan menggunakan observasi di kelas, kemudian diperoleh persentase kedelapan indikator yang diukur melalui angket. Tabel 4.6 menunjukkan persentase motivasi belajar siswa kelompok tinggi, siswa kelompok sedang, dan siswa kelompok rendah pada kedelapan indikator motivasi belajar yang diukur dengan angket. Tabel 4.6 Persentase Nilai Angket Motivasi Belajar tiap Kelompok Siswa pada Setiap Indikator Motivasi Belajar No. Persentase Nilai/ Indikator Motivasi Kategori Nilai Kelompok Siswa Belajar Siswa Tinggi Sedang Rendah 1 Durasi Kegiatan 57,5/ 57,5/ 54,9/ 2 Frekuensi Kegiatan 66,3/ 61,3/ 59,0/ 3 Persistensi pada Tujuan Kegiatan 4 Ketabahan, Keuletan dan Kemampuannya dalam Menghadapi Kesulitan 5 Devosi dan Pengorbanan untuk Mencapai Tujuan 6 Tingkatan Aspirasi yang Hendak Dicapai 7 Tingkatan Kualifikasi Prestasi atau Produk atau Output yang Dicapai 8 Arah Sikapnya Terhadap Sasaran Kegiatan 67,5/ 81,3/ Sangat 70,0/ 70,0/ 67,5/ 76,3/ Rata-rata 69,5/ 60,0/ 75,0/ 58,5/ 67,3/ 69,5/ 76,5/ 65,7/ 63,9/ 72,9/ 63,9/ 71,5/ 70,1/ 79,9/ 67,0/

18 60 Persentase nilai motivasi siswa kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah berturut-turut adalah 69,5%, 65,7%, dan 67,0%. Pencapaian tersebut menunjukkan bahwa semua kelompok telah mengembangkan indikator motivasi belajar dengan baik. Hal ini secara umum ditunjukkan dengan pencapaian motivasi belajar siswa yang mencapai nilai rata-rata di atas 50%. Dari hasil observasi menunjukkan bahwa motivasi siswa kelompok tinggi dan kelompok sedang mendapat kategori baik, sedangkan kelompok rendah mendapat kategori cukup. Hasil angket menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa seluruh kelompok mendapat kategori baik. Persentase motivasi belajar siswa kelompok tinggi lebih besar dari kelompok sedang dan kelompok rendah yang dijaring dengan observasi dan angket. Artinya siswa kelompok tinggi memiliki motivasi yang kuat untuk belajar dibandingkan dengan siswa kelompok sedang maupun siswa kelompok rendah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Djaali (2008), bahwasannya motivasi berhubungan dengan pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar keahlian. Motivasi adalah suatu dorongan yang terdapat pada diri siswa yang selalu berusaha dan berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan. Siswa yang memiliki tingkat motivasi tinggi cenderung untuk menjadi lebih pintar sewaktu mereka dewasa (Djaali, 2008). Senada dengan pendapat Sukmadinata (2009) yang mengatakan bahwa salah satu ciri perilaku individu yang memiliki kecerdasan tinggi adalah mempunyai motivasi yang tinggi. Perilaku cerdas selalu didorong oleh motivasi yang kuat baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar dirinya.

19 61 C. Profil Motivasi Belajar Siswa Untuk Tiap Tahap Pembelajaran Menggunakan Model Problem Solving Berbasis Eksperimen Pada subbab ini dibahas mengenai indikator motivasi belajar apa yang paling dikembangkan untuk tiap tahapan problem solving berbasis eksperimen menurut Mothes. Tahap pembelajaran tersebut terdiri dari tahap motivasi, tahap penjabaran masalah, tahap penyusunan opini, tahap perencanaan dan konstruksi, tahap percobaan, tahap kesimpulan, tahap abstraksi, tahap re-evaluasi pemecahan masalah, dan tahap konsolidasi pengetahuan. Hanya hasil dari observasi saja yang dapat menjawab rumusan masalah yang dibahas pada subbab ini. Perbedaan jumlah deskriptor yang diamati dalam tiap tahapan problem solving tergantung dari alokasi waktu yang tersedia untuk pelaksanaannya. 1. Tahap Motivasi Di tahap pertama dalam pembelajaran problem solving menurut Mothes ini terdapat tiga deskriptor yang diamati, yaitu berkonsentrasi membaca artikel yang diberikan, bertanya pada guru tentang ketidakjelasan isi artikel, dan membantu teman yang kesulitan memahami isi artikel. Deskriptor pertama termasuk dalam indikator durasi kegiatan (indikator 1), deskriptor kedua termasuk dalam indikator ketabahan dan keuletan dalam menghadapi rintangan (indikator 4), deskriptor ketiga termasuk dalam indikator devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan (indikator 5). Secara rinci persentase nilai dan kategorinya untuk tahap motivasi dijelaskan pada tabel 4.7 di bawah.

20 62 Tabel 4.7. Persentase Nilai dan Kategori pada Tahap Motivasi dalam Model Problem Solving No. Deskriptor Nilai (%) Kategori 1. Berkonsentrasi membaca artikel permasalahan mengenai asam basa yang 76,4 diberikan (indikator 1) 2. Bertanya pada guru tentang ketidakjelasan isi artikel (indikator 4) 35,4 Kurang 3. Membantu teman yang kesulitan memahami isi artikel (indikator 5) 52,3 Rata-rata 54,7 Berdasarkan data pada tabel 4.7, deskriptor berkonsentrasi membaca artikel yang diberikan dikembangkan dengan baik oleh siswa dengan persentase sebesar 76,4%. Artinya, indikator durasi kegiatan paling banyak dikembangkan oleh siswa di kelas dengan persentase tertinggi untuk tahap motivasi. Rata-rata pencapaian nilai persentase untuk tahap motivasi adalah sebesar 54,7%. Siswa mengembangkan setiap deskriptor selama tahap motivasi dengan cukup. Sardiman (2011) berpendapat, hasil belajar akan menjadi optimal, jika ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan berhasil pula pelajaran itu. Tahap motivasi merupakan tahap pertama dalam pembelajaran menggunakan model problem solving yang bertujuan menuntun, membangkitkan rasa ingin tahu, menyiapkan kesediaan dan meningkatkan antusiasme siswa dalam menghadapi pembelajaran (Rosbiono, 2007). Kondisi individu pada awal pembelajaran akan mempengaruhi proses pembelajaran, misalnya keadaan sikap dan kesiapan untuk memulai pembelajaran (Surya, 2004). Pada tahap ini siswa dibagikan artikel permasalahan yang menyangkut asam basa dalam kehidupan sehari-hari, dan hasilnya siswa termotivasi dengan cukup (54,7%) untuk mempelajari lebih lanjut karena merasa tidak asing dengan isi artikel tersebut.

21 63 2. Tahap Penjabaran Masalah Di tahap kedua dalam pembelajaran problem solving terdapat lima deskriptor yang diamati, yaitu berkonsentrasi selama merumuskan pertanyaan, mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan isi artikel, memperhatikan pertanyaan yang diajukan oleh temannya berkaitan dengan isi artikel, percaya diri dalam mengajukan pertanyaan, mencatat setiap pertanyaan yang diajukan. Deskriptor pertama termasuk dalam indikator durasi kegiatan (indikator 1), deskriptor kedua termasuk dalam indikator frekuensi kegiatan (indikator 2), deskriptor ketiga termasuk dalam indikator persistensi pada tujuan kegiatan (indikator 3), deskriptor keempat termasuk dalam indikator tingkat kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai (indikator 7), dan deskriptor kelima termasuk dalam indikator arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (indikator 8). Secara rinci persentase nilai beserta kategorinya untuk tahap penjabaran masalah dijelaskan pada tabel 4.8 di bawah. Tabel 4.8. Persentase Nilai dan Kategori pada Tahap Penjabaran Masalah dalam Model Problem Solving No. Deskriptor Nilai (%) Kategori 1. Berkonsentrasi selama merumuskan pertanyaan terkait artikel (indikator 1) 74,9 2. Mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan isi artikel asam basa (indikator 2) 50,8 3. Memperhatikan pertanyaan yang diajukan oleh temannya berkaitan dengan isi artikel 72,8 (indikator 3) 4. Percaya diri dalam mengajukan pertanyaan pada tahap penjabaran masalah (indikator 7) 54,9 5. Mencatat setiap pertanyaan yang diajukan pada tahap penjabaran masalah (indikator 8) 50,3 Rata-rata 60,7

22 64 Berdasarkan data pada tabel 4.8, deskriptor berkonsentrasi selama merumuskan pertanyaan terkait artikel dikembangkan dengan baik oleh siswa dengan persentase nilai tertinggi yaitu sebesar 74,9%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa pada tahap penjabaran masalah, indikator yang paling banyak dikembangkan adalah indikator durasi kegiatan (indikator 1). Rata-rata pencapaian nilai persentase untuk tahap penjabaran masalah adalah sebesar 60,7%. Siswa mengembangkan setiap deskriptor selama tahap penjabaran masalah dengan baik. Sardiman (2011) mengemukakan bahwa dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, yang penting bagaimana menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa itu melakukan aktivitas belajar. Apabila pikiran siswa sudah terpusat untuk melakukan kegiatan belajar, maka tujuan pembelajaran akan tercapai. Tujuan tahap kedua dari model problem solving ini adalah memfokuskan perhatian siswa agar mengenali masalah yang akan dibahas (Rosbiono, 2007). Dalam tahap penjabaran masalah ini siswa dituntut untuk membuat pertanyaan dari artikel yang telah dibagikan dan mengajukan pertanyaan tersebut. Siswa tidak mungkin dapat membuat pertanyaan apalagi mengajukan pertanyaan tersebut apabila pikirannya tidak terfokus pada pembelajaran. Dalam model belajar ini dilakukan proses penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan model belajar problem solving ini kemampuan penalaran anak akan berkembang (Sagala, 2011). 3. Tahap Penyusunan Opini Di tahap ketiga dalam pembelajaran problem solving terdapat enam deskriptor yang diamati, yaitu berkonsentrasi selama tahap penyusunan opini,

23 65 mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan artikel, memperhatikan pendapat yang dikemukakan temannya, memberi masukan tentang pendapat yang keliru dari temannya, percaya diri dalam mengemukakan pendapat, mencatat pendapat yang dikemukakan. Deskriptor pertama termasuk dalam indikator durasi kegiatan (indikator 1), deskriptor kedua termasuk dalam indikator frekuensi kegiatan (indikator 2), deskriptor ketiga dan deskriptor keempat termasuk dalam indikator persistensi pada tujuan kegiatan (indikator 3), deskriptor kelima termasuk dalam indikator tingkat kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai (indikator 7), dan deskriptor keenam termasuk dalam indikator arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (indikator 8). Secara rinci persentase nilai beserta kategorinya untuk tahap penyusunan opini dijelaskan pada tabel 4.9 di bawah. Tabel 4.9. Persentase Nilai dan Kategori pada Tahap Penyusunan Opini dalam Model Problem Solving No. Deskriptor Nilai (%) Kategori 1. Berkonsentrasi selama tahap penyusunan opini (indikator 1) 77,4 2. Mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan artikel (indikator 2) 43,1 3. Memperhatikan pendapat yang dikemukakan temannya (indikator 3) 73,3 4. Memberi masukan tentang pendapat yang keliru dari temannya (indikator 3) 43,1 5. Percaya diri dalam mengemukakan pendapat (indikator 7) 46,2 6. Mencatat pendapat yang dikemukakan dalam tahap penyusunan opini (indikator 8) 36,4 Kurang Rata-rata 53,3 Berdasarkan data pada tabel 4.9, deskriptor berkonsentrasi selama tahap penyusunan opini dikembangkan dengan baik oleh siswa dengan persentase nilai

24 66 tertinggi yaitu sebesar 77,4%. Pada tahap ini diketahui indikator yang paling banyak dikembangkan oleh siswa adalah indikator durasi kegiatan (indikator 1). Rata-rata pencapaian nilai persentase untuk tahap penyusunan opini adalah sebesar 53,3%. Siswa mengembangkan setiap deskriptor selama tahap penyusunan opini dengan cukup. Ciri-ciri motivasi belajar menurut Sardiman (2011) adalah tekun menghadapi tugas. Siswa yang tekun dapat belajar terus menerus dalam waktu yang lama, dan tidak berhenti sebelum selesai. Dalam hal ini berarti durasi memegang peran penting dalam kuat atau lemahnya motivasi yang dimiliki individu. Pada tahap ini, siswa dituntut untuk mengajukan pendapat atau ide-ide dari pertanyaan yang telah dirumuskan pada tahap penjabaran masalah. Menurut Rosbiono (2007), pada langkah ini para siswa berkesempatan menyatakan daya hayal, kreativitas, cara berpikir dan intuisi. Para siswa mencari keterangan dan interpretasi dengan berbagai kemungkinan. 4. Tahap Perencanaan dan Konstruksi Di tahap keempat dalam pembelajaran problem solving terdapat tujuh deskriptor yang diamati, yaitu berkonsentrasi selama tahap perencanaan dan konstruksi, memperhatikan pendapat yang diajukan temannya, bertanya pada guru mengenai hal-hal yang kurang jelas, merencanakan prosedur percobaan secara mandiri, merencanakan indikator titrasi asam basa yang akan digunakan untuk percobaan, percaya diri dalam mengemukakan pendapat, mencatat pendapatpendapat yang telah tersusun untuk melakukan percobaan. Deskriptor pertama termasuk dalam indikator durasi kegiatan (indikator 1), deskriptor kedua termasuk dalam indikator persistensi pada tujuan kegiatan

25 67 (indikator 3), deskriptor ketiga termasuk dalam indikator ketabahan dan keuletan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan (indikator 4), deskriptor keempat dan deskriptor kelima termasuk dalam indikator tingkatan aspirasi yang hendak dicapai (indikator 6), deskriptor keenam termasuk dalam indikator tingkatan kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai (indikator 7), dan deskriptor ketujuh termasuk dalam indikator arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (indikator 8). Secara rinci persentase nilai beserta kategorinya untuk tahap perencanaan dan konstruksi dijelaskan pada tabel 4.10 di bawah. Tabel Persentase Nilai dan Kategori pada Tahap Perencanaan dan Konstruksi dalam Model Problem Solving No. Deskriptor Nilai (%) Kategori 1. Berkonsentrasi selama tahap perencanaan dan konstruksi (indikator 1) 81,5 Sangat 2. Memperhatikan pendapat yang diajukan temannya (indikator 3) 74,9 3. Bertanya pada guru mengenai hal-hal yang kurang jelas dalam merencanakan percobaan 41,5 titrasi asam basa (indikator 4) 4. Merencanakan prosedur percobaan titrasi asam basa secara mandiri (indikator 6) 62,1 5. Merencanakan indikator titrasi asam basa yang akan digunakan untuk percobaan 51,3 (indikator 6) 6. Percaya diri dalam mengemukakan pendapat pada tahap perencanaaan dan konstruksi (indikator 7) 60,5 7. Mencatat pendapat-pendapat yang telah tersusun untuk melakukan percobaan 29,7 Kurang (indikator 8) Rata-rata 57,4 Berdasarkan data pada tabel 4.10, deskriptor berkonsentrasi selama tahap perencanaan dan konstruksi dikembangkan dengan sangat baik oleh siswa dengan persentase nilai tertinggi yaitu sebesar 81,5%. Artinya, indikator yang paling

26 68 banyak dikembangkan untuk tahap perencanaan dan konstruksi adalah indikator durasi kegiatan. Siswa yang memiliki motivasi yang besar terhadap suatu aktivitas, akan lebih banyak memberikan perhatiannya dibandingkan siswa yang rendah motivasinya (Surya, 2004). Artinya, dalam tahap ini siswa berkonsentrasi secara penuh dan memberikan perhatiannya untuk merencanakan prosedur percobaan, merencanakan indikator titrasi asam basa yang akan digunakan, memperhatikan, bertanya, dan mencatat. Tujuan langkah ini adalah merencanakan dan mengkonstruksi suatu perangkat percobaan yang berfungsi, yang memungkinkan dapat memverifikasi atau menolak hipotesis, dan penentuan keterkaitan antara parameter-parameter yang relevan (Rosbiono, 2007). Rata-rata pencapaian nilai persentase untuk tahap perencanaan dan konstruksi adalah sebesar 57,4%. Siswa mengembangkan setiap deskriptor selama tahap perencanaan dan konstruksi dengan cukup. 5. Tahap Percobaan Di tahap kelima dalam pembelajaran problem solving terdapat sembilan deskriptor yang diamati, yaitu berkonsentrasi selama tahap percobaan, bertanya pada guru mengenai hal-hal yang kurang jelas, bertanya pada teman apabila kurang paham tentang percobaan yang dilakukan, membantu teman yang kesulitan dalam melakukan percobaan, membantu teman yang kesulitan dalam mengolah data hasil titrasi, bekerjasama dalam kelompok untuk melakukan percobaan, mengemukakan jawaban pengolahan data hasil titrasi, melaksanakan kegiatan percobaan dengan sungguh-sungguh, mencatat hasil percobaan pada LKS yang tersedia.

27 69 Deskriptor pertama termasuk dalam indikator durasi kegiatan (indikator 1), deskriptor kedua dan ketiga termasuk dalam indikator ketabahan dan keuletan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan (indikator 4), deskriptor keempat dan kelima termasuk dalam indikator devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan (indikator 5), deskriptor keenam dan ketujuh termasuk dalam indikator tingkatan aspirasi yang hendak dicapai (indikator 6), deskriptor kedelapan dan kesembilan termasuk dalam indikator arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (indikator 8). Secara rinci persentase nilai beserta kategorinya untuk tahap percobaan dijelaskan pada tabel 4.11 di bawah. Tabel Persentase Nilai dan Kategori pada Tahap Percobaan dalam Model Problem Solving No. Deskriptor Nilai (%) Kategori 1. Berkonsentrasi selama tahap percobaan titrasi asam basa (indikator 1) 83,6 Sangat 2. Bertanya pada guru mengenai hal-hal yang kurang jelas selama kegiatan percobaan 62,6 berlangsung (indikator 4) 3. Bertanya pada teman apabila kurang paham tentang percobaan yang dilakukan (indikator 4) 77,4 4. Membantu teman yang kesulitan dalam melakukan percobaan titrasi asam basa 69,2 (indikator 5) 5. Membantu teman yang kesulitan dalam mengolah data hasil titrasi (indikator 5) 59,0 6. Bekerjasama dalam kelompok untuk melakukan percobaan (indikator 6) 86,7 Sangat 7. Mengemukakan jawaban pengolahan data hasil titrasi (indikator 6) 57,4 8. Melaksanakan kegiatan percobaan dengan sungguh-sungguh (indikator 8) 90,3 Sangat 9. Mencatat hasil percobaan pada LKS yang tersedia (indikator 8) 96,4 Sangat Rata-rata 75,8

28 70 Berdasarkan data pada tabel 4.11, deskriptor mencatat hasil percobaan pada LKS yang tersedia dikembangkan dengan sangat baik oleh siswa dengan persentase nilai tertinggi yaitu sebesar 96,4%. Dari hasil ini diketahui indikator yang paling banyak dikembangkan adalah indikator arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (indikator 8). Hasil ini didukung oleh temuan pada jawaban angket siswa untuk item merasa senang mengerjakan LKS titrasi asam basa bersama teman (item nomor 12 untuk indikator arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan) yang mendapat persentase nilai paling tinggi untuk hasil angket (lampiran C.3). Contoh motivasi intrinsik adalah kesadaran siswa agar belajar sungguh-sungguh untuk meraih kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang (Sagala, 2011). Dimyati dan Mudjiono (2006) pun menambahkan arti pentingnya motivasi yang salah satunya adalah untuk membesarkan semangat belajar peserta didik. Rata-rata pencapaian nilai persentase untuk tahap percobaan adalah sebesar 75,8%. Siswa mengembangkan setiap deskriptor selama tahap percobaan dengan baik. Pada tahap percobaan, siswa melakukan percobaan titrasi asam basa berdasarkan permasalahan pada artikel yang telah siswa terima di awal pembelajaran. Kemudian siswa mencatat hasil percobaan pada LKS dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada LKS. Sagala (2011) mengungkapkan informasi yang baru diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali, praktek, dan elaborasi. Menurut Purwanto (2006), teori motivasi salah satunya adalah adanya anggapan bahwa semua orang akan cenderung

29 71 menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan, atau yang mengandung resiko berat, dan lebih suka melakukan sesuatu yang mendatangkan kesenangan baginya. 6. Tahap Kesimpulan Di tahap keenam dalam pembelajaran problem solving terdapat lima deskriptor yang diamati, yaitu berkonsentrasi selama tahap kesimpulan, menyimpulkan hasil percobaan yang telah dilakukan, memperhatikan kesimpulan yang dibuat oleh temannya, terbentuknya suatu kesimpulan berdasarkan kesepakatan teman sekelompok, dan percaya diri dalam membuat kesimpulan hasil percobaan. Deskriptor pertama termasuk dalam indikator durasi kegiatan (indikator 1), deskriptor kedua termasuk dalam indikator frekuensi kegiatan (indikator 2), deskriptor ketiga termasuk dalam indikator persistensi pada tujuan kegiatan (indikator 3), deskriptor keempat termasuk dalam indikator tingkatan aspirasi yang hendak dicapai (indikator 6), dan deskriptor kelima termasuk dalam indikator tingkatan kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai (indikator 7). Secara rinci persentase nilai beserta kategorinya untuk tahap kesimpulan dijelaskan pada tabel 4.12 di bawah. Tabel Persentase Nilai dan Kategori pada Tahap Kesimpulan dalam Model Problem Solving No. Deskriptor Nilai (%) Kategori 1. Berkonsentrasi selama tahap kesimpulan (indikator 1) 75,4 2. Menyimpulkan hasil percobaan titrasi asam basa yang telah dilakukan (indikator 2) 70,8 3. Memperhatikan kesimpulan yang dibuat temannya (indikator 3) 86,7 Sangat 4. Terbentuknya suatu kesimpulan berdasarkan kesepakatan teman sekelompok (indikator 6) 68,2 5. Percaya diri dalam membuat kesimpulan 56,9

30 72 hasil percobaan titrasi asam basa (indikator 7) Rata-rata 71,6 Berdasarkan data pada tabel 4.12, deskriptor memperhatikan kesimpulan yang dibuat temannya dikembangkan dengan sangat baik oleh siswa dengan persentase nilai tertinggi yaitu sebesar 86,7%. Dari hasil yang didapat pada tahap kesimpulan, berarti indikator yang paling banyak dikembangkan ialah indikator persistensi pada tujuan kegiatan (indikator 3). Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang jauh dari rasa bosan dan takut sehingga siswa dapat memusatkan perhatiannya secara penuh pada pembelajaran sehingga waktu curah perhatiannya pada pembelajaran tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan saja tidak cukup jika proses pembelajaran tidak efektif sesuai tujuan yang diharapkan (Depdiknas, 2008). Jadi dapat diketahui siswa merasa tertarik untuk memperhatikan ketika ada temannya yang membuat kesimpulan dari hasil percobaan titrasi asam basa yang telah dilakukan. Tanpa mencapai kesimpulan, semua pengamatan dan pernyataan tidak mempunyai manfaat untuk kemajuan pengetahuan (Rosbiono, 2007). Rata-rata pencapaian nilai persentase untuk tahap kesimpulan adalah sebesar 71,6%. Siswa mengembangkan setiap deskriptor selama tahap kesimpulan dengan baik. 7. Tahap Abstraksi Di tahap ketujuh dalam pembelajaran problem solving terdapat lima deskriptor yang diamati, yaitu berkonsentrasi selama tahap abstraksi, mengemukakan pendapat dalam mengintisarikan titrasi asam basa,

31 73 memperhatikan pengintisarian yang dikemukakan temannya, percaya diri dalam mengintisarikan titrasi asam basa, mencatat hasil pengintisarian yang telah dikemukakan di kelas. Deskriptor pertama termasuk dalam indikator durasi kegiatan (indikator 1), deskriptor kedua termasuk dalam indikator frekuensi kegiatan (indikator 2), deskriptor ketiga termasuk dalam indikator persistensi pada tujuan kegiatan (indikator 3), deskriptor keempat termasuk dalam indikator tingkatan kualifikasi prestasi atau produk yang dicapai (indikator 7), dan deskriptor kelima termasuk dalam indikator arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (indikator 8). Secara rinci persentase nilai beserta kategorinya untuk tahap abstraksi dijelaskan pada tabel 4.13 di bawah. Tabel Persentase Nilai dan Kategori pada Tahap Abstraksi dalam Model Problem Solving No. Deskriptor Nilai (%) Kategori 1. Berkonsentrasi selama tahap abstraksi (indikator 1) 82,1 Sangat 2. Mengemukakan pendapat dalam mengintisarikan titrasi asam basa (indikator 2) 51,3 3. Memperhatikan pengintisarian yang dikemukakan temannya (indikator 3) 82,1 Sangat 4. Percaya diri dalam mengintisarikan titrasi asam basa (indikator 7) 54,4 5. Mencatat hasil pengintisarian yang telah dikemukakan di kelas (indikator 8) 29,2 Kurang Rata-rata 59,8 Berdasarkan data pada tabel 4.13, deskriptor berkonsentrasi selama tahap abstraksi dan deskriptor memperhatikan pengintisarian yang dikemukakan temannya dikembangkan dengan sangat baik oleh siswa dengan persentase nilai tertinggi yaitu sebesar 82,1%. Artinya, indikator durasi kegiatan dan persistensi

32 74 pada tujuan kegiatan sama-sama paling banyak dikembangkan oleh siswa pada tahap ini. Mc Donald berpendapat bahwa motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan (Sardiman, 2011). Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai seorang siswa dalam belajarnya, maka motivasi dirinya pun kuat untuk mencapai tujuan tersebut. Nasution (2010) mengatakan bahwa menggunakan waktu tidak berarti bekerja lama sampai habis tenaga, melainkan bekerja sungguh-sungguh dengan sepenuh tenaga dan perhatian untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Dalam tahap ini siswa betul-betul menggunakan waktunya untuk berkonsentrasi dan memberi perhatian dengan sungguh-sungguh sehingga tujuan tercapai. Menurut Rosbiono (2007), tahap abstraksi bertujuan mengintisarikan hasil ilmiah yang sah. Dengan kata lain, tahap abstraksi adalah tahap penggeneralisasian dari yang khusus ke yang umum. Rata-rata pencapaian nilai persentase untuk tahap abstraksi adalah sebesar 59,8%. Siswa mengembangkan setiap deskriptor selama tahap abstraksi dengan cukup. 8. Tahap Re-evaluasi Pemecahan Masalah Di tahap kedelapan dalam pembelajaran problem solving terdapat enam deskriptor yang diamati, yaitu berkonsentrasi selama tahap re-evaluasi, mengemukakan kendala/kesulitan yang dihadapi selama pembelajaran berlangsung, memperhatikan temannya yang mengemukakan kesulitannya selama pembelajaran, memberi solusi pada temannya yang mengalami kesulitan, percaya diri dalam mengemukakan kesulitan-kesulitan yang dialami, mencatat solusi dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama pembelajaran berlangsung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata motif, yaitu daya penggerak yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa 39 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kemunculan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada pelaksanaan di lapangan peneliti dibantu oleh beberapa orang observer untuk melihat kemunculan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain masalah yang timbul dalam

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain masalah yang timbul dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia dipandang penting dengan beberapa pertimbangan diantaranya adalah dapat memberikan bekal ilmu kepada peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sehari-harinya. Perlu diketahui bahwa pendidikan adalah proses interaksi

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sehari-harinya. Perlu diketahui bahwa pendidikan adalah proses interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok bagi siswa sekolah sehari-harinya. Perlu diketahui bahwa pendidikan adalah proses interaksi bertujuan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kurang (Under-Achiever). untuk memperjelas penjelasan variabel tersebut, maka

BAB III METODE PENELITIAN. Kurang (Under-Achiever). untuk memperjelas penjelasan variabel tersebut, maka BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Variabel penelitian adalah karakteristik kesulitan belajar Siswa Berprestasi Kurang (Under-Achiever). untuk memperjelas penjelasan variabel tersebut, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia yang berbekal akal tidak dapat sepenuhnya menggunakan akal. Memerlukan proses yang panjang agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia yang berbekal akal tidak dapat sepenuhnya menggunakan akal. Memerlukan proses yang panjang agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia yang berbekal akal tidak dapat sepenuhnya menggunakan akal. Memerlukan proses yang panjang agar akal tersebut dapat berfungsi secara utuh. Seperti sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak peserta didik yang berkualitas dari segi jasmani maupun rohani, mandiri sesuai dengan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anna Kurnia, 2013 Profil Motivasi Belajar Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Anna Kurnia, 2013 Profil Motivasi Belajar Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan ini ditandai dengan adanya beberapa ragam program pendidikan, mulai dari program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menjumpai suatu hal yang erat kaitannya dengan kegiatan berhitung. Bagi setiap orang dan tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kebutuhan setiap orang yang kegiatannya dapat terjadi di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sesuai dengan tujuan pendidikan yang dijelaskan dalam Undang-undang RI No.

I. PENDAHULUAN. Sesuai dengan tujuan pendidikan yang dijelaskan dalam Undang-undang RI No. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan tujuan pendidikan yang dijelaskan dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 No.1, yang berbunyi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang cukup penting dalam kehidupan manusia karena pendidikan memiliki peranan penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas. Tardif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini pendidikan berkembang dengan pesat. Kini pendidikan merupakan hal yang utama bagi sebagian masyarakat di Indonesia, terbukti dengan menjamurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat menumbuhkan kemampuan penalaran siswa dan berfungsi sebagai dasar pengembangan sains dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah adalah proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah adalah proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah adalah proses belajar mengajar. Dimyati dan Mudjiono (1996:7) mengemukakan siswa adalah penentu terjadi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi. Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi. Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Menyelesaikan Skripsi 1. Pengertian Motivasi Menyelesaikan Skripsi Motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti menggerakkan.makmun (2001:37) mendefinisikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin pesat yang menuntut setiap manusia mengembangkan dan membentuk sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Keberhasilan siswa dalam belajar bergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, keterampilan sikap serta bertanggung jawab kepada lingkungan. Biologi berkaitan dengan cara

Lebih terperinci

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Jurnal Dinamika, September 2011, halaman 74-90 ISSN 2087-7889 Vol. 02. No. 2 Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar Biologi Siswa melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif karena data-data yang diperoleh berupa angka-angka dan analisis yang digunakan adalah dalam bentuk analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan, karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan, karena pendidikan merupakan sarana utama dalam pembentukan generasi penerus bangsa. Semakin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Jean Piaget Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat dihasilkan manusia pembangunan yang tangguh dan merata. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. dapat dihasilkan manusia pembangunan yang tangguh dan merata. Pendidikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan pada semua lembaga pendidikan merupakan upaya pembangunan sumber daya manusia, karena melalui lembaga pendidikan tersebut dapat dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kompetensi atau berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangatditentukan oleh kualitas sumber daya manusia sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya (Depdiknas,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mengadakan hubungan atau memerlukan bantuan orang lain. Tanpa bantuan,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mengadakan hubungan atau memerlukan bantuan orang lain. Tanpa bantuan, BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Manusia dalam kehidupannya dewasa ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tanpa bantuan orang lain, baik kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Aktivitas Belajar Aktivitas dalam hal ini berarti siswa aktif dalam mengerjakan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan dengan rasa senang dan

Lebih terperinci

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.2 Pengertian Pembelajaran IPA Pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian secara implisit dalam pengajaran terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membudayakan manusia (Dhiu, 2012:24). Subjek sentral dalam dunia pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk membudayakan manusia (Dhiu, 2012:24). Subjek sentral dalam dunia pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia di dunia ini karena pendidikan akan tetap berlangsung kapan dan dimanapun. Hal ini karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan bahwa proses yang dilakukan guru dan siswa merupakan kunci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan bahwa proses yang dilakukan guru dan siswa merupakan kunci BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam interaksi belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas ditemukan bahwa proses yang dilakukan guru dan siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Guru

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari

III. METODE PENELITIAN. Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari III. METODE PENELITIAN Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan penarikan sampel, definisi konseptuan dan operasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT) BAB II KAJIAN TEORI A. Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT) 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT) Strategi pembelajaran increasing the capacity

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (Hirawan,

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS)

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) MELALUI PEMBELAJARAN MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) Oleh Muslimin Dosen PNS Kopertis Wilayah II dpk pada FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang E-mail: Muslimintendri@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menggunakan analisis statistik untuk mengetahui tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori, pendapat-pendapat ahli yang mendukung penelitian akan dipaparkan dalam obyek yang sama, dengan pandangan dan pendapat yang berbedabeda. Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting terutama bagi generasi muda agar dapat menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Pada setiap jenjang pendidikan,

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VIII E SMP Negeri 3 Patebon Kendal Pokok Bahasan Balok

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting yang diajarkan di SD, karena Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan bertujuan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Disiplin Belajar Siswa Disiplin merupakan istilah yang sudah memasyarakat di berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Kita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 HAKEKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika SD Matematika merupakan salah satu matapelajaran wajib di SD yang diberikan dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERCAYA DIRI 1. Pengertian percaya diri Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR

PENGGUNAAN METODE MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR PENGGUNAAN METODE MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR (PTK Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Pada Siswa Kelas VIII Internasional Semester

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan manusia

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan manusia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan manusia karena belajar mempengaruhi perkembangan hidup manusia yang dimulai sejak lahir dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester genap tahun pelajaran 2009-2010,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Interaktif terhadap motivasi belajar anak. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Interaktif terhadap motivasi belajar anak. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media CD Akal Interaktif terhadap motivasi belajar anak. Oleh karena itu metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang 6 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 Disiplin Belajar Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pendekatan Discovery Learning Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

Lutfi Nur Zakyah 1, Herawati Susilo 2, Triastono Imam Prasetyo 3 Universitas Negeri Malang

Lutfi Nur Zakyah 1, Herawati Susilo 2, Triastono Imam Prasetyo 3 Universitas Negeri Malang PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING (PP) DIPADU PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X IPA 5 SMAN 7 MALANG Lutfi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

Skripsi. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI HASTUTI

Skripsi. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI HASTUTI UPAYA PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR PADA KELILING DAN LUAS PERSEGI PANJANG MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) DI KELAS VII SEMESTER II SMP NEGERI 3 TENGARAN Skripsi Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari I. PENDAHULUAN Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Keterampilan Proses Sains Keberhasilan proses pembelajaran sangat bergantung pada peran seorang guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia pendidikan, bisa kita amati bahwa mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak bisa dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaksanakan disetiap jenjang pendidikan melalui pembelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pembelajaran sastra saat ini. Kondisi itu menyebabkan hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pembelajaran sastra saat ini. Kondisi itu menyebabkan hasil belajar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sekarang ini, pemerintah memasukkan pembelajaran sastra lebih kompleks jika dibanding dengan kurikulumkurikulum sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan modal utama pembangunan bangsa karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan modal utama pembangunan bangsa karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan modal utama pembangunan bangsa karena mereka telah ditempatkan sebagai generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses terjadinya perubahan prilaku sebagai dari pengalaman. kreatif, sehingga mampu memacu semangat belajar para siswa.

BAB I PENDAHULUAN. proses terjadinya perubahan prilaku sebagai dari pengalaman. kreatif, sehingga mampu memacu semangat belajar para siswa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang terencana diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar yang aktif dan kondusif dan proses belajar mengajar yang dapat berlangsung sesuai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan materi dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individu yang belajar, maka tidak dapat dikatakan bahwa pada diri individu

I. PENDAHULUAN. individu yang belajar, maka tidak dapat dikatakan bahwa pada diri individu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku di dalam diri manusia. Bila telah selesai suatu usaha belajar tetapi tidak terjadi perubahan pada diri individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang bertujuan I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pendidikan adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang bertujuan meningkatkan perkembangan mental sehingga menjadi mandiri. Menurut Mudyahardjo (2001:198) pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang mampu meletakkan posisi guru dengan tepat sehingga guru mampu memainkan perannya dengan tepat sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menjadi sarana yang paling penting dan efektif untuk membekali siswa dalam menghadapi masa depan. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang bermakna sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah jika

TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang menarik minatnya. Minat akan semakin bertambah jika 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1) Minat Belajar Apabila seseorang menaruh perhatian terhadap sesuatu, maka minat akan menjadi motif yang kuat untuk berhubungan secara lebih aktif dengan sesuatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1.Pembelajaran Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik (Djamarah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kegiatan belajar-mengajar berlangsung suatu proses pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang berkualitas diharapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Berawal dari kesuksesan di bidang pendidikan suatu bangsa menjadi maju.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakekat pendidikan adalah suatu usaha untuk mencerdaskan dan membudayakan manusia serta mengembangkannya menjadi sumber daya yang berkualitas. Berdasarkan UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah faktor penting dalam menentukan masa depan dan kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara. Masalah pendidikan menjadi perhatian serius bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang belajar akan tampak hasilnya setelah melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh setelah proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010). Metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010). Metode 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian secara umum dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010). Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Pendidikan adalah usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Pendidikan adalah usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan dalam upaya mendukung terciptanya manusia yang cerdas dan mampu bersaing diera globalisasi. Pendidikan mempunyai

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Kadipaten yang berada di Jalan Siliwangi No. 30, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar ialah inti dari kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fauzi Faisal Nugraha, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fauzi Faisal Nugraha, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah menjadi peranan penting dalam aspek kehidupan masyarakat sehari-harinya, baik dalam ekonomi, sosial, budaya,

Lebih terperinci

Oleh: Ning Endah Sri Rejeki 2. Abstrak

Oleh: Ning Endah Sri Rejeki 2. Abstrak MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS VIII G SEMESTER 2 SMP NEGERI 2 TOROH GROBOGAN 1 Oleh: Ning Endah Sri Rejeki 2 Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL KONTEKSTUAL MELALUI COOPERATIVE LEARNING DI KELAS VIII 1 SMP NEGERI 2 PEDAMARAN OKI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL KONTEKSTUAL MELALUI COOPERATIVE LEARNING DI KELAS VIII 1 SMP NEGERI 2 PEDAMARAN OKI MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL KONTEKSTUAL MELALUI COOPERATIVE LEARNING DI KELAS VIII 1 SMP NEGERI 2 PEDAMARAN OKI Fitrianty Munaka 1, Zulkardi 2, Purwoko 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran 2.1.1 Hakikat Belajar Proses perkembangan manusia atau individu sebagian besar berlangsung melalui proses belajar dari mulai sederhana sampai kompleks baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan siswa. Pola umum ini oleh Lapp et al. (1975) diistilahkan Gaya

BAB I PENDAHULUAN. dan siswa. Pola umum ini oleh Lapp et al. (1975) diistilahkan Gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mengajar adalah membentuk suatu kebiasaan, sehingga melalui pengulangan-pengulangan siswa akan terbiasa melakukan sesuatu dengan baik sesuai perilaku yang

Lebih terperinci