RANCANG BANGUN MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERDESAAN DALAM KLASTER AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI (STUDI KASUS: MINYAK NILAM) HENDRASTUTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERDESAAN DALAM KLASTER AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI (STUDI KASUS: MINYAK NILAM) HENDRASTUTI"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERDESAAN DALAM KLASTER AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI (STUDI KASUS: MINYAK NILAM) HENDRASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rancang Bangun Model Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan dalam Klaster Agroindustri Minyak Atsiri (Studi Kasus: Minyak Nilam) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2012 Hendrastuti NRP F

3 3 ABSTRACT HENDRASTUTI. The Design of Empowerment of Rural Communities in Agroindustry Cluster of Essential Oils (Case Study: Patchouli Oil). Under supervision of ERIYATNO, MEIKA SYAHBANA RUSLI, JOHNY WAHYUADI SOEDARSONO Patchouli oil is an essential oil commodity in Indonesia. A research on design of empowerment on rural communities in agroindustry cluster of essential oils has been conducted using system approach which aim was to establish its Decision Support System (DSS). The research produced DSS model of comprehensive essential oil agroindustry from farming and small refinement industry that harmoniously accommodate the needs of stakeholders and should be effectively used by the decision makers facing dynamic changes and information updating. Analytical tools such as cost analysis, Fibonacci technique, OPTSYS programme, IPMS (Integrated Performance Measurement System), FGD (Focus Group Discussion), AHP (Analytical Hierarchy Process), pairwise comparison and ISM (Interpretive Modelling System) were applied. The DSS software called PAP-Klaster that consist of several modules, namely the feasibility analysis of farming and post harvesting with a result of being feasible (Farming IRR= 14.6%, B/C ratio= 1.35; Small refinement industry IRR= 47.99%, B/C ratio= 1.69), selling price equilibrium of patchouli and patchouli oil which provide a proportionate profit margin (selling price equilibrium of patchouli: Rp 1 483/kg, selling price equilibrium of patchouli oil: Rp /kg ), performance measurement of farming and post harvesting in agroindustry cluster system resulting to the identification of 16 Key Performance Indicator (KPI) from 56 Performance Indicator (PI). Conceptual model of agroindustry cluster of essential oils that end result could arrange institutional engineering and found key elements such as sector of society, needs, constraints, goals, possible changes, benchmarks, activities needed for action planning and institution involved. Institutional engineering resulting Jejaring Usaha PAP-Klaster and Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri. This model was verified through case study on patchouli oil agroindustry in Kuningan and Brebes regency. Empowerment of rural communities in essential oil agroindustry not only improves the welfare of agroindustry entrepreneurs but also will improve the welfare of patchouli plant growers. Keywords: Empowerment of rural communities, patchouli oil, selling price equilibrium, institutional engineering

4 4 RINGKASAN HENDRASTUTI. Rancang Bangun Model Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan dalam Klaster Agroindustri Minyak Atsiri (Studi Kasus: Minyak Nilam). Dibimbing oleh ERIYATNO, MEIKA SYAHBANA RUSLI, dan JOHNY WAHYUADI SOEDARSONO. Salah satu komoditas pertanian yang memiliki potensi yang besar adalah minyak atsiri. Di antara berbagai minyak atsiri yang ada di Indonesia, minyak nilam (patchouli oil) mempunyai pangsa ekspor Indonesia yang tinggi, dibandingkan dengan jenis minyak atsiri lainnya. Dalam klaster minyak nilam akan terbentuk jaringan dan aliansi pelaku agribisnis sehingga menciptakan sebuah mata rantai nilai yang akan meningkatkan nilai tambah pada rantai nilai tersebut. Indonesia hanya sebagai price taker dalam perdagangan minyak nilam walaupun merupakan pemasok terbesar minyak nilam. Pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri di perdesaan akan memberikan efek berganda berupa peningkatan kesejahteraan petani dan penyuling tanaman atsiri mengingat mayoritas perkebunan tanaman atsiri yang ada adalah perkebunan rakyat. Model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dibuat dalam perangkat lunak Sistem Penunjang Keputusan (SPK) PAP-Klaster. Model ini terdiri dari: 1) model kelayakan usaha yang memiliki dua sub model yaitu sub model kelayakan usahatani dan sub model kelayakan usaha industri kecil penyulingan; 2) model kesepakatan harga yang memiliki dua sub model yaitu sub model kesepakatan harga usahatani dan sub model kesepakatan harga industri kecil penyulingan; 3) model kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan; dan 4) model kelembagaan. Model analisis kelayakan usaha memiliki sub model untuk mengevaluasi kelayakan usahatani dan industri kecil penyulingan yang dilakukan. Berdasarkan tingkat keuntungan usaha dan tingkat pembiayaan yang diperoleh, ditentukan kelayakan usahatani dan industri kecil penyulingan. Model kesepakatan harga memiliki sub model untuk menentukan optimasi kesepakatan harga jual nilam antara usahatani dengan industri kecil penyulingan dan kesepakatan harga jual minyak nilam antara industri kecil penyulingan dengan industri penyulingan/eksportir. Sub model ini

5 5 menggunakan teknik optimasi Fibonacci dan program OPTSYS. Model kinerja untuk mengevaluasi kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan dengan menggunakan metode FGD (Focus Group Discussion), PHA (Proses Hirarki Analitik) dan IPMS (Integrated Performance Measurement System). Model kelembagaan untuk mengevaluasi kelembagaan yang ada dalam klaster agroindustri minyak atsiri dengan menggunakan metode ISM (Interpreted System Management). Verifikasi model dilakukan pada agroindustri minyak nilam di Kabupaten Kuningan dan Brebes. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa berdasarkan luas lahan 1 ha, 3 kali panen dalam satu tahun yaitu panen pertama pada bulan ke enam, selanjutnya tiap 3 bulan, prakiraan harga jual nilam basah, maka keuntungan usahatani yang diperoleh sebesar Rp 14 juta per tahun. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada kondisi normal, biaya produksi naik 65% atau harga jual turun 40%, maka usahatani tidak layak dilakukan jika terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 65% maupun jika harga jual nilam basah turun sebesar 40%. Pada industri kecil penyulingan, berdasarkan hasil prakiraan bahan baku dan harga produk minyak nilam, kapasitas alat suling 300 kg nilam kering dan frekwensi suling 25 kali per bulan, rendemen 1.5%, maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp juta per tahun. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada kondisi normal, penurunan harga jual minyak nilam atau penurunan rendemen, maka industri kecil penyulingan tidak layak dilakukan jika terjadi penurunan harga jual minyak nilam hingga 50% serta jika terjadi penurunan rendemen hingga 1.25%. Kesepakatan harga jual dan harga beli nilam antara usahatani dengan industri kecil penyulingan adalah sebesar Rp per kg. Sedangkan kesepakatan harga jual dan harga beli minyak nilam antara industri kecil penyulingan dengan industri penyulingan/ eksportir adalah sebesar Rp per kg. Analisis sensitivitas dilakukan pada produktivitas usahatani normal, produktivitas usahatani rendah atau produktivitas usahatani tinggi. Berdasarkan analisis sensitivitas, pada produktivitas usahatani rendah maka keuntungan usahatani dan industri kecil penyulingan akan merosot tajam dibandingkan dengan turunnya keuntungan eksportir. Kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan menghasilkan 56 IK (Indikator Kinerja) dengan memiliki 5 tujuan atau level harapan yaitu yaitu (1) peningkatan kesejahteraan pelaku usaha (45.58%), (2) rantai nilai yang efektif (25.91%), (3)

6 6 keunggulan komparatif yang berkelanjutan (10.24%) (4) kemampuan berinovasi (9.51%), dan (5) pertumbuhan usahatani dan industri kecil penyulingan, Dalam mewujudkan pertumbuhan hasil usaha tani, maka aspek ekonomi merupakan kriteria yang diutamakan dengan nilai bobot relatif 43.54% dan selanjutnya diikuti oleh tiga aspek lainnya yaitu aspek lingkungan (31.70%), aspek teknis (13.75%), dan aspek sosial (11.01%). Dari 56 IK (Indikator Kinerja) maka terpilih 16 IKK (Indikator Kinerja Kunci). Strukturisasi sistem kelembagaan yang dianalisis terdiri atas delapan elemen yaitu: (1) sektor masyarakat yang terpengaruh, (2) kebutuhan dari pemberdayaan masyarakat, (3) kendala utama pemberdayaan masyarakat, (4) perubahan yang dimungkinkan, (5) tujuan pemberdayaan masyarakat, (6) tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, (7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, dan (8) lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri. Elemen kunci dari sektor masyarakat yang terpengaruh adalah petani dan petani-penyuling. Elemen kunci dari kebutuhan pemberdayaan masyarakat adalah dana pembinaan dari investasi usaha dan teknologi tepat guna. Elemen kunci dari kendala utama pemberdayaan masyarakat adalah keterbatasan sumberdaya finansial dan terbatasnya fasilitas dan infrastruktur. Elemen kunci dari perubahan yang dimungkinkan adalah terbentuknya kelompok tani dan kebijakan daerah. Elemen kunci dari tujuan pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri adalah membangun kelompok usaha bersama (KUBE) dan membangun Badan Usaha Milik Desa (BUM- Des). Elemen kunci dari tolok ukur untuk menilai setiap tujuan adalah terbentuknya kelompok usaha bersama (KUBE), meningkatnya pendapatan pelaku usaha (petani dan petani-penyuling) dan meningkatnya jumlah pelaku usaha. Elemen kunci dari aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan adalah pembentukan kelompok usaha bersama/koperasi. Elemen kunci dari lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri adalah Dinas daerah yang terkait, lembaga keuangan mikro dan kecil, perbankan nasional, koperasi, perguruan tinggi/lembaga riset dan pengembangan. Untuk menjadikan Jejaring Usaha PAP-Klaster dan Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri sebagai suatu bentuk usaha yang tangguh dan

7 7 berkelanjutan, maka seluruh komponen pelaku harus berpegang teguh pada prinsip kerjasama dan setara yang sinergis, saling percaya, memiliki komitmen untuk maju bersama, dan profesional dalam menjalankan usaha. Kata kunci: Pemberdayaan masyarakat perdesaan, minyak nilam, kesepakatan harga jual, rekayasa kelembagaan

8 8 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 9 RANCANG BANGUN MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERDESAAN DALAM KLASTER AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI (STUDI KASUS: MINYAK NILAM) HENDRASTUTI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

10 10 Judul Disertasi : Rancang Bangun Model Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan Dalam Klaster Agroindustri Minyak Atsiri (Studi Kasus: Minyak Nilam) Nama : Hendrastuti NRP : F Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE Ketua Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Anggota Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi S., DEA. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Machfud, MS Tanggal Ujian: 25 Januari 2012 Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Lulus:

11 11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1954 sebagai anak bungsu dari enambelas bersaudara dari pasangan Bapak Hendro (Alm) dan Ibu Suwarni (Alm). Pendidikan sarjana muda ditempuh di Akademi Kimia Analisis Bogor, lulus pada tahun Pendidikan sarjana ditempuh di Sekolah Tinggi Manajemen Industri, Jakarta, lulus pada tahun Pada tahun 1994, penulis diterima di Program Studi Teknik Mesin Kekhususan Manajemen Industri Universitas Indonesia dan menamatkannya pada tahun Selanjutnya pada tahun 2006, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Program Pascasarjana IPB. Pada tahun penulis bekerja di PT Kalbe Farma, tahun penulis bekerja di PT Tri Usaha Indonesia, Jakarta. Terhitung sejak bulan November 1989 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Sekolah Tinggi Manajemen Industri, Kementerian Perindustrian, Jakarta. Selain sebagai staf pengajar penulis juga pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Teknik & Manajemen Industri Sekolah Tinggi Manajemen Industri, Kementerian Perindustrian. Pada tahun 1981, penulis menikah dengan Ir.Agung Widodo, M.Sc., putra dari Bapak Agoeng Soejodono (Alm) dengan Ibu Supraptin (Alm). Penulis telah dikaruniai empat orang anak yang bernama Ichsan Nursetyo (Alm), Raden Anindityo SE.,BBA.,MBA., Widi Prasetyo SE., dan Hadyan Radhityo. Selama mengikuti program S3, penulis ikut bergabung dalam Tim Instruktur pada Diklat Pengembangan Jasa Konsultansi IKM, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Departemen Perindustrian (tahun ).

12 12 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan karunia-nya maka disertasi ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa untuk menyelesaikan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu, bimbingan dan arahan dengan penuh dedikasi serta atas dorongan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi Soedarsono, DEA selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta keikhlasannya dalam berbagi ilmu pengetahuan dan memberikan dorongan semangat sehingga dapat terselesaikannya disertasi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Machfud, MS, selaku Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian atas dorongan semangat, arahan dan kemudahan yang diberikan selama studi, juga kepada segenap sivitas Jurusan TIP IPB yang telah memberikan suasana kondusif selama penulis melaksanakan studi S3. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Arya H. Darmawan dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Dr. Ir. Sugiyono, M.Apps.Sc. sebagai pimpinan ujian tertutup. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Erliza Noor dan Dr. Sudarmasto, SE, MA, yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada ujian terbuka, serta Dr. Ir. Sam Herodian, sebagai pimpinan ujian terbuka. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Chairul Muluk, M.Sc, Dr.Drs. Pudji Astuti, MT, Dr. Ir. Iveline Anne Marie, MT atas segala masukan serta kesediaannya dalam berbagi pengetahuan dan kepakarannya sehingga memperkuat hasil disertasi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Roni Widjaja ST yang telah membantu penulis dalam penyelesaian program. Di samping itu,

13 13 penghargaan penulis sampaikan pula kepada para petani dan petani-penyuling Kabupaten Kuningan dan Brebes terutama kepada H.Tarsa dan Ir. Lisna Trisnawati yang telah membantu penulis selama pengumpulan data. Rasa terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada keluarga besar Hendro dan keluarga besar Agoeng Soejoedono yang senantiasa memberikan doa dan semangat. Penghargaan khusus penulis sampaikan kepada suami tercinta Ir. Agung Widodo, M.Sc. serta anak-anak Raden Anindityo SE.,BBA, MBA, Widi Prasetyo SE, dan Hadyan Radhityo, atas pengertian, pengorbanan, dorongan semangat serta doa yang selalu setia mendampingi selama proses studi dari awal hingga saat ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan kolega staf pengajar di Jurusan Teknik dan Manajemen Industri, Sekolah Tinggi Manajemen Industri, Kementerian Perindustrian serta mahasiswa S3 TIP atas kebersamaan dan semangat yang diberikan selama masa studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, Januari 2012 Hendrastuti

14 14 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiii xiv xvi xx PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 5 Ruang Lingkup Penelitian... 6 Manfaat Penelitian... 6 Keluaran Hasil Penelitian... 6 KAJIAN PUSTAKA... 7 Klaster Agroindustri Minyak Atsiri... 7 Kelembagaan Klaster Pemberdayaan Agroindustri Perdesaan. 13 Rantai Pasok dan Rantai Nilai Teori Optimasi Sistem Pengukuran Kinerja Pendekatan Sistem Sistem Desain Sistem Penunjang Keputusan 39 Tinjauan Penelitian Terdahulu.. 42 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pemodelan Sistem Lokasi dan Waktu Penelitian Metoda Penelitian... 49

15 15 Metoda Pengumpulan Data Tahapan Penelitian PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Usahatani Nilam Usaha Lepas Panen Perdesaan Industri Penyulingan Minyak Nilam Murni /Eksportir Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Konfigurasi Model Cakupan Model PAP-Klaster Analisis Biaya Optimasi Kesepakatan Harga Sistem Pengolahan Terpusat Sistem Manajemen Dialog Sistem Manajemen Basis Data Struktur Biaya Usahatani Struktur Biaya Industri Kecil Penyulingan Struktur Manajemen Basis Pengetahuan Perancangan Indikator Kinerja Pembobotan Indikator Kinerja Sistem Manajemen Basis Model Model Kelayakan Usaha Sub Model Kelayakan Usahatani Nilam Sub Model Kelayakan Industri Kecil Penyulingan Model Kesepakatan Harga Sub Model Kesepakatan Harga Jual Nilam Sub Model Kesepakatan Harga Jual Minyak Nilam

16 16 Model Pengukuran Kinerja Identifikasi Kebutuhan Stakeholder Penetapan Tujuan (Objectives) Penetapan Indikator Kinerja Kunci Validasi IKK Spesifikasi IKK Model Konseptual Kelembagaan Strategi pemberdayaan masyarakat Rekayasa Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat Jejaring Usaha PAP-Klaster Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

17 17 DAFTAR TABEL Halaman 1 Daftar penelitian terdahulu 42 2 Daftar kebutuhan pemangku kepentingan industri nilam Struktur biaya investasi usahatani nilam Sruktur biaya produksi usahatani nilam Biaya investasi industri kecil penyulingan minyak nilam Biaya operasional industri kecil penyulingan minyak nilam Biaya penyusutan industri kecil penyulingan minyak nilam Biaya perawatan industri kecil penyulingan minyak nilam 80 9 Biaya pembelian alat suling agroindustri minyak nilam PAP-Klaster Jadwal angsuran pinjaman agroindustri minyak nilam PAP-Klaster Hasil kelayakan finansial usahatani nilam m2 (1 ha) pada 87 kondisi normal, biaya produksi naik 65%, harga jual turun 40%.. 12 Hasil kelayakan finansial industri kecil penyulingan minyak nilam 94 dengan rendemen 1.2% pada harga jual Rp , harga jual turun 33.37%, harga jual turun 45%, harga jual turun 55%.. 13 Hasil kelayakan finansial industri kecil penyulingan minyak nilam 96 dengan harga jual Rp pada rendemen 1.2%, 1.25%, 1.3%, dan 1.35% 14 Margin keuntungan usahatani, industri kecil penyulingan dan 108 eksportir pada kesepakatan harga jual nilam Rp per kg, kesepakatan harga jual minyak nilam Rp per kg.. 15 Margin keuntungan usahatani, industri kecil penyulingan dan 109 eksportir pada kesepakatan harga jual nilam Rp per kg, kesepakatan harga jual minyak nilam Rp per kg.. 16 Margin keuntungan usahatani, industri kecil penyulingan 109 dan eksportir pada kesepakatan harga jual nilam Rp per kg, kesepakatan harga jual minyak nilam Rp per kg.. 17 Nilai bobot Indikator Kinerja usahatani nilam dan industri kecil 112 penyulingan minyak nilam. 18 Daftar alternatif Indikator Kinerja Kunci Spesifikasi IKK Hubungan kontekstual tiap sub-elemen. 118

18 18 21 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 120 elemen sektor masyarakat yang terpengaruh sistem pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri.. 22 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 123 elemen kebutuhan sistem pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri 23 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 126 elemen kendala utama dalam pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri.. 24 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 129 elemen perubahan yang dimungkinkan dalam pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri.. 25 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 132 elemen tujuan dari sistem pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri. 26 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 136 elemen tolok ukur untuk menilai tujuan dari sistem pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri. 27 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 139 elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk tindakan dalam sistem pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri.. 28 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 143 elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri

19 19 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Model Berlian Porter (Porter 1990) Tataniaga minyak atsiri (Dimodifikasi dari Ketaren 1985) Deret siklus pembentukan rantai pasok ( Vorst et al. 2007) Tiga tipe dasar rantai pasok ( Vorst et al. 2007) 19 5 Sistem rantai pasok agroindustri (Vorst 2004) Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et al. 2006) Rantai nilai industri minyak atsiri ( Departemen Perindustrian 2008) 25 8 Pola sub-klaster dan pola umum dalam rantai nilai IKM minyak atsiri 26 (Departemen Perindustrian 2008) 9 Rantai perdagangan minyak nilam di Sumatera dan Jawa (Rusli, Meika S. 2009) 10 Algoritma teknik optimasi Fibonacci Pembagian Level Bisnis berdasarkan Pendekatan IPMS (Bittici 1996) Cara pandang sistem terhadap rantai pasok (Vorst et al. 2002) Struktur pendekatan sistem pada proses pengambilan keputusan Struktur dasar SPK (Turban 1995) Kerangka dasar pemikiran penelitian Kerangka pemikiran penelitian Diagram alir tata laksana penelitian agroindustri minyak nilam 53 di perdesaan 18 Rantai pasok agroindustri minyak nilam Tanaman nilam Tempat perajangan Tempat penjemuran daun nilam Rak pengeringan daun nilam Diagram alir proses pengolahan minyak nilam Alat penyulingan kapasitas 600 kg nilam kering Klaster agroindustri minyak nilam Diagram sebab-akibat agroindustri minyak nilam Diagram input-output model pemberdayaan masyarakat 71 perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri

20 20 28 Tampilan halaman depan PAP-Klaster Konfigurasi SPK PAP-Klaster Tampilan menu utama PAP-Klaster Tampilan asumsi dan koefisiensi budidaya nilam PAP-Klaster Tampilan biaya produksi usahatani nilam PAP-Klaster Diagram alir model analisis kelayakan usaha Tampilan sub-model kelayakan usahatani nilam B/C ratio pada kondisi normal, biaya produksi naik 65% 88 dan harga jual turun 40%.. 36 Keuntungan per tahun pada kondisi normal, biaya produksi 88 naik 65%dan harga jual turun 40%.. 37 Tampilan biaya pembelian alat suling agroindustri minyak nilam 89 PAP-Klaster.. 38 Tampilan jadwal angsuran pinjaman agroindustri minyak nilam 89 PAP-Klaster.. 39 Tampilan sub model kelayakan usaha industri kecil penyulingan 90 minyak nilam 40 Diagram alir sub model kelayakan usaha industri kecil 91 penyulingan minyak nilam 41 B/C ratio dengan rendemen 1.2% pada harga jual Rp , 94 harga jual turun 33.37%, harga jual turun 45%, harga jual turun 55%.. 42 Keuntungan bersih per tahun dengan rendemen 1.2% pada 95 harga jual Rp , harga jual turun 33.37%, harga jual turun 45%, harga jual turun 50% 43 B/C ratio dengan harga jual Rp pada rendemen 1.2%, %, 1.3%, dan 1.35% 44 Keuntungan bersih per tahun dengan harga jual Rp pada 97 remdemen 1.2%, 1.25%, 1.3%, dan 1.35% Analisis sensitivitas kesepakatan harga jual nilam dan minyak nilam Struktur hirarki kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan Diagram alir ISM-VAXO Struktur hirarki elemen sektor masyarakat yang terpengaruh Klasifikasi elemen sektor masyarakat yang terpengaruh 121 dalam diagram Driver Power-Dependence.. 50 Struktur hirarki elemen kebutuhan dari sistem pemberdayaan 124 masyarakat agroindustri minyak atsiri

21 21 51 Klasifikasi elemen kebutuhan dari sistem pemberdayaan 124 masyarakat agroindustri minyak atsiri dalam diagram Driver Power-Dependence 52 Struktur hirarki elemen kendala utama dalam pemberdayaan 127 masyarakat agroindustri minyak atsiri. 53 Klasifikasi elemen kendala utama dari sistem pemberdayaan 128 masyarakat perdesaan dalam diagram Driver Power-Dependence. 54 Struktur hirarki elemen perubahan yang dimungkinkan dalam 130 pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri 55 Klasifikasi elemen perubahan yang dimungkinkan pada sistem 131 pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam diagram Driver Power-Dependence 56 Struktur hirarki elemen tujuan dari pemberdayaan masyarakat 134 agroindustri minyak atsiri 57 Klasifikasi elemen tujuan dari sistem pemberdayaan agroindustri 134 minyak atsiri dalam diagram Driver Power-Dependence. 58 Struktur hirarki elemen tolok ukur untuk menilai tujuan dari 137 pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri 59 Klasifikasi elemen tolok ukur untuk menilai tujuan dari sistem 138 pemberdayaan agroindustri minyak atsiri dalam diagram Driver Power-Dependence 60 Struktur hirarki elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk tindakan 140 dalam pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri.. 61 Klasifikasi elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk tindakan 141 dalam sistem pemberdayaan agroindustri minyak atsiri dalam diagram Driver Power-Dependence 62 Struktur hirarki elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan 144 pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri.. 63 Klasifikasi elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan 145 pemberdayaan agroindustri minyak atsiri dalam diagram Driver Power-Dependence 64 Elemen kunci pemberdayaan masyarakat perdesaan PAP-Klaster Model konseptual sistem kelembagaan pemberdayaan masyarakat 155 PAP-Klaster..

22 22 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Profil Usahatani, Industri Kecil Penyulingan dan L-1 Pedagang/Pengumpul.. 2 Kuesioner Pembobotan Indikator Kinerja Usahatani dan L-2 Industri Kecil Penyulingan.. 3 Hasil Kesepakatan Harga Jual Nilam dan Minyak Nilam L-3 4 Expert survey Interpretive Structural Modelling (ISM).. L-4 5 Pedoman Operasional (Manual) Sistem Penunjang Keputusan L-5 Pemberdayaan Masyarakat Agroindustri PAP-Klaster 6 Pedoman Operasional (Manual) Program OPTSYS. L-6

23 23 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam perumusan strategi serta implementasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat perdesaan, sektor pertanian masih merupakan tema sentral yang perlu mendapatkan perhatian dengan sangat serius dari para pemangku kepentingan (stakeholders). Dengan struktur pertanian yang ada saat ini, sulit dikatakan perbaikan menuju kesejahteraan masyarakat. Saat ini pengembangan agribisnis memerlukan langkah nyata untuk merangsang investasi, meningkatkan nilai tambah, dan mencari pasar-pasar baru di dalam dan luar negeri. Keseriusan upaya merangsang pertumbuhan tinggi di sekor pertanian adalah suatu keharusan apabila ingin mengembangkan sistem agribisnis berkerakyatan yang lebih modern, mengikuti irama desentralisasi dan responsif terhadap perubahan global. Upaya perbaikan produktivitas dan penurunan harga input usaha tani untuk menekan biaya dirasa belum mencukupi untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat desa dan petani. Pembangunan agroindustri di daerah-daerah diarahkan pada pengembangan usaha mikro (UM) yang bersifat padat karya, mampu memperluas kesempatan kerja dan memeratakan kesempatan berusaha. Data dari Biro Pusat Statistik (BPS 2009) menyatakan bahwa dari 44.6 juta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ada di Indonesia, 36 juta diantaranya berupa UM yang mampu menyerap % dari total tenaga kerja yang bekerja (sekitar juta orang). Pembangunan agroindustri di daerah-daerah dapat diwujudkan terutama melalui upaya pemihakan dan pemberdayaan masyarakat serta optimalisasi nilai tambah setiap komoditi pertanian pada tingkat produsen. Diharapkan peran agroindustri perdesaan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, kualitas sumberdaya manusia, dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan teknologi yang sesuai (compatible) dengan masyarakat perdesaan, sederhana, dan efektif disertai penataan dan pengembangan kelembagaan di perdesaan. Salah satu komoditas pertanian yang memiliki potensi yang besar adalah minyak atsiri yang termasuk kedalam sub sektor agrobisnis perkebunan.

24 24 Agroindustri minyak atsiri memiliki potensi sumberdaya alam dan peluang pasar yang sangat besar. Menurut BPS (Biro Pusat Statistik 2011), nilai ekspor minyak atsiri Indonesia pada tahun 2010 sebesar US$ 330,89 juta dan pada tahun 2011 sebesar US$ 438,16 juta. Sedangkan volume ekspornya pada tahun 2010 sebesar 330,879 ton dan pada tahun ,46 ton. Walaupun volume ekspor pada tahun 2011 cenderung turun, tetapi karena harganya tinggi maka nilai ekspor pada tahun 2011 tetap meningkat. Pangsa pasar ekspor Indonesia untuk minyak nilam adalah 85 %, minyak pala 70 %, minyak cengkeh 63 %, dan minyak sereh 15 % (Departemen Perdagangan 2007). Dengan semakin ketatnya persaingan di pasar global dan tuntutan persyaratan pasar negara maju semakin berat dengan diterapkannya peraturan Registration Evaluation and Authorization Chemicals (REACH), maka industri minyak atsiri Indonesia harus bisa meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan mutu produk yang dihasilkan. Jumlah unit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) minyak atsiri di Indonesia sebanyak unit usaha yang tersebar di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua yang mampu menyerap tenaga kerja. Ketersediaan bahan baku merupakan salah satu faktor penting bagi keberlanjutan produksi minyak atsiri di Indonesia, baik secara kuantitas maupun kualitas (Departemen Perindustrian 2007). Industri minyak atsiri saat ini dicirikan dengan harga yang sangat fluktuatif. Kondisi ini tentunya tidak menguntungkan bagi semua pihak. Produsen menanggung resiko pendapatan yang tidak pasti bahkan kemungkinan merugi, sedangkan konsumen yang merupakan produsen personal/home care product seperti sabun, deterjen dan minyak wangi menanggung resiko biaya produksi yang tidak pasti. Program cultiva dengan prinsip perdagangan yang adil, transparansi dan tanpa spekulasi adalah suatu cara mengatasi hal tersebut. Program ini akan berhasil jika petani dan penyuling mendapatkan harga yang dapat memberikan keuntungan yang memadai (Dewan Atsiri Indonesia 2008). Dalam penelitian ini minyak atsiri yang menjadi penelitian adalah minyak nilam. Di antara berbagai minyak atsiri yang ada di Indonesia, minyak nilam (patchouli oil) mempunyai pangsa pasar ekspor yang tinggi, dibandingkan dengan jenis minyak atsiri lainnya. Data Ditjenbun (2008) menunjukkan pasar tujuan ekspor

25 25 minyak nilam Indonesia antara lain Singapura (37.17%), Amerika Serikat (17.92%), Spanyol (16.45%), Perancis (8.856%), Switzerland (6.93%), Inggris (4.42%) dan negara lainnya (8.26%). Areal penanaman nilam yang tercatat lebih dari Ha, secara teoritis bisa memenuhi permintaan dunia > ton/th. Sebagian besar tanaman nilam diusahakan oleh petani di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, dan Jawa Tengah (Ditjenbun 1998). Posisi Indonesia sebagai pemasok terbesar minyak nilam tetapi tidak mampu untuk menentukan harga minyak nilam di pasar dunia. Indonesia hanya sebagi price taker dalam perdagangan minyak nilam. Tingginya nilai minyak nilam dalam negeri dan di tingkat internasional ini tidak dirasakan manfaatnya secara signifikan ditingkat petani, ditambah lagi dengan permasalahan tingkat permintaan dunia yang semakin tinggi akan tetapi produksi minyak nilam Indonesia semakin menurun. Harga minyak nilam di pasar internasional sangat fluktuatif. Data dari Food and Agriculture Organization/FAO (2009) menunjukkan harga minyak nilam antara tahun rata-rata sebesar US$ 28.83/kg dengan kisaran harga antara US$ per kg. Fluktuasi harga di pasar internasional yang tinggi tersebut tentunya berimbas pada fluktuasi harga minyak nilam dan harga terna di dalam negeri. Pada September 2007 harga minyak nilam bergejolak sangat tajam karena jumlah produksinya menurun tajam, diperkirakan produksinya berkurang hampir separuh dari kondisi normal. Hal ini disebabkan pada tahun 2007 kombinasi cuaca tidak mendukung, harga yang tidak atraktif pada tahun 2006 dibandingkan dengan komoditas lainnya dan adanya penyakit tanaman (Dewan Atsiri Indonesia 2008). Kondisi ini menyebabkan tingkat resiko kerugian dari usahatani nilam dan usaha agroindustri minyak nilam menjadi tinggi. Tinginya tingkat resiko kerugian ini merupakan suatu kendala bagi pengembangan industri nilam di Indonesia. Upaya untuk mengatasi hal tersebut tengah dilakukan dengan meluncurkan program Cultiva Nilam yang mengatur harga pembelian nilam dan minyak nilam dari petani hingga pemakai akhir di negara tujuan ekspor. Berdasarkan prinsip Good Agricultural Practices (GAP), Good Manufacturing Practice (GMP), fairly trade, peniadaan perdagangan spekulatif, transparansi, dan keikutsertaan secara sukarela diharapkan akan tercapai kesepakatan harga pada tingkat yang wajar diantara para pelaku industri nilam yang tergabung dalam program Cultiva Nilam (Rusli 2008).

26 26 Minyak nilam didapat dari hasil penyulingan daun dan ranting tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) dan banyak digunakan sebagai bahan campuran pembuatan kosmetik, farmasi dan aromaterapi yang berfungsi sebagai zat pengikat/fixative agent. Bahkan saat ini minyak nilam mulai digunakan juga sebagai insektisida nabati (Ketaren 1985). Minyak nilam sebagian besar diusahakan rakyat dalam usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), lahan yang relatif sempit, modal terbatas, ketrampilan terbatas, peralatan dan teknologi sederhana dan akses informasi terbatas. Pelaku usaha, industri/institusi pendukung dan pemerintah memiliki program pengembangan sendiri-sendiri, kurang terkoordinasi dan kurang saling mendukung. Kondisi tersebut menyebabkan daya saing minyak nilam rendah, karena produktivitas usaha dan kualitasnya rendah. Menurut Syahza Almasdi (2006) dalam penelitiannya tentang kebijakan strategis untuk memperbesar atau mempercepat pertumbuhan sektor pertanian, khususnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Faktor pendukung pembangunan ekonomi pedesaan, antara lain peran perguruan tinggi, pengusaha, lembaga perkreditan, pengusaha tani (petani), instansi terkait, dan koperasi sebagai badan usaha. Metode yang digunakan adalah RRA (Rural Rapid Appraisal). Subejo dan Supriyanto (2004) meneliti tentang paradigma baru pendekatan pembangunan agroindustri dengan keberpihakan pada masyarakat pedesaan serta memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking. Oleh karena itu salah satu upaya agar dapat menghasilkan minyak nilam dengan daya saing tinggi adalah dengan pembentukan klaster agroindustri minyak nilam yang pelakunya adalah petani nilam, industri kecil penyulingan minyak nilam, industri penyulingan besar dan eksportir minyak nilam, pedagang, lembaga keuangan, lembaga penelitian, industri pengguna, industri perkakas, dan industri terkait lainnya. Dalam klaster agroindustri minyak nilam akan terbentuk jaringan dan aliansi pelaku agribisnis sehingga menciptakan sebuah mata rantai nilai yang akan meningkatkan nilai tambah pada rantai nilai tersebut. Menurut Priyono (2008) dalam penelitiannya di

27 27 kabupaten Trenggalek, besarnya marjin pemasaran nilam untuk saluran (petani, tengkulak, sampai penyuling) adalah sebesar Rp 200 per kg. Distribusi ini merupakan distribusi terbesar yang dimiliki tengkulak. Selisih keuntungan untuk penjualan nilam dari petani langsung ke penyuling dan dari petani ke tengkulak adalah sebesar Rp 140 per kg. Dalam hal ini berarti petani akan lebih untung menjual hasil nilamnya langsung ke pabrik daripada menjual nilam ke tengkulak. Industri ini hanya akan berhasil jika memberikan keuntungan yang pasti dan layak bagi pelaku-pelaku agribisnis terutama usaha tani nilam dan usaha agroindustri penyulingan minyak nilam. Berdasarkan berbagai fenomena tersebut diperlukan upaya yang dapat mendukung program industrialisasi berbasiskan minyak atsiri. Program industrialisasi ini merupakan pendukung pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Penelitian tentang rancang bangun model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan sebagai alternatif pemecahan masalah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan agroindustri minyak atsiri melalui peningkatan pendapatan para pelaku usaha dan peningkatan nilai tambah pada rantai nilai klaster agroindustri minyak atsiri. Kebaruan dari penelitian ini adalah dihasilkannya model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri yang mengintegrasikan rantai pasok (supply chain) dan rantai nilai (value chain) dalam klaster agroindustri minyak atsiri. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menghasilkan model sistem penunjang keputusan dalam klaster agroindustri minyak atsiri yang dapat digunakan oleh para pengambil keputusan 2. Menghasilkan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dalam meningkatkan nilai tambah pada rantai nilai.

28 28 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Obyek penelitian ini pada klaster agroindustri minyak nilam di Kabupaten Kuningan dan Brebes yang terdiri dari petani nilam, industri kecil penyulingan minyak nilam, pedagang nilam, dan pedagang minyak nilam 2. Sistem rantai pasok yang dipelajari meliputi produksi nilam pada usahatani, pasokan nilam pada industri kecil penyulingan, produksi minyak nilam, pasokan minyak nilam pada industri penyulingan/eksportir. 3. Evaluasi kelayakan usahatani dan industri kecil penyulingan ditinjau dari aspek analisis finansial. 4. Kesepakatan/keseimbangan harga difokuskan pada harga jual nilam dan minyak nilam. 5. Kinerja klaster agroindustri minyak nilam didasarkan pada kinerja usahatani nilam dan industri kecil penyulingan minyak nilam. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk pengembangan ilmu maupun aplikasinya. Sebagai pengembangan ilmu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam penelitian lanjutan mengenai model pemberdayaan masyarakat perdesaan pada bidang lain. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai rujukan bagi pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pengembangan agroindustri minyak atsiri. Keluaran Hasil Penelitian Hasil penelitian ini adalah: (1) suatu perangkat lunak sistem pendukung keputusan pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri yang dinamakan PAP-Klaster, (2) rekomendasi model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri.

29 29 KAJIAN PUSTAKA Klaster Agroindustri Minyak Atsiri Porter (1998) menyatakan klaster adalah suatu kelompok perusahaanperusahaan dan lembaga-lembaga asosiasi yang saling berhubungan, berdekatan secara geografis, yang dikaitkan oleh kebersamaan (commonalities) dan saling melengkapi (complementories). Dalam konteks ekonomi/bisnis, klaster industri (industrial cluster) adalah kelompok industri dengan focal/core industry yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership, baik dengan supporting industry maupun related industry (Deperindag 2000). Klaster merupakan jaringan produksi dari perusahaan-perusahaan yang saling bergantungan secara erat (termasuk pemasok yang terspesialisasi), agen penghasil pengetahuan (perguruan tinggi, lembaga riset, perusahaan rekayasa), lembaga perantara/bridging institution (broker, konsultan) dan pelanggan, yang terkait satu dengan lainnya dalam suatu rantai produksi peningkatan nilai tambah (Roelandt den Hertog 1998). Kotler (1997) mendefinisikan klaster industri sebagai kelompok segmen-segmen industri yang samasama memiliki keterkaitan vertikal dan horizontal. Konsep klaster industri dari Porter (1998) didasari dari hasil penelitiannya dalam membandingkan daya saing internasional di beberapa negara. Negara yang memiliki daerah dengan kandungan mineral yang melimpah, tanah yang subur, tenaga kerja yang murah dan iklim yang baik, sebenarnya memiliki keunggulan bersaing dibandingkan dengan negara dengan daerah yang berat. Akan tetapi ditemui bahwa keunggulan karena keadaan daerah tidak mampu bertahan lama. Keunggulan daya saing suatu negara/daerah dapat bertahan lama bukanlah karena kandungan mineral dan tanahnya tetapi karena negara tersebut mengkonsentrasikan dirinya terhadap peningkatan keahlian dan keilmuan, pembentukan institusi, menjalin kerjasama dengan mitra, melakukan relasi bisnis dan memenuhi keinginan konsumen yang semakin banyak dan sulit untuk dipenuhi. Institusi di suatu negara/daerah unggul bukanlah dari kesuksesan sendiri tetapi merupakan kesuksesan kelompok dengan adanya keterkaitan antar perusahaan dan institusi yang mendukung. Sekelompok perusahaan dan institusi yang mendukung pada suatu industri di suatu daerah

30 30 tersebutlah yang disebut dengan istilah klaster industri. Pada klaster industri, perusahaan-perusahaan yang terlibat tidak hanya perusahaan skala besar dan menengah, tetapi juga perusahaan skala kecil. Adanya klaster industri akan menstimulasi terjadinya bisnis baru, lapangan kerja baru, serta para pengusaha baru yang akan memutar pinjaman baru. Porter (1990) memperkenalkan teori kemampuan kompetisi suatu negara yang digambarkan dalam model berlian seperti dapat dilihat pada Gambar 1. Perubahan Strategi Perusahaan, struktur dan persaingan Kondisi Faktor Kondisi Permintaan Industri Terkait dan Pendukung Pemerintah h Gambar 1 Model Berlian Porter (Porter 1990) Terdapat 4 (empat) faktor kunci yang menentukan daya saing suatu negara/daerah yaitu: 1) kondisi faktor, 2) kondisi permintaan, 3) strategi perusahaan, struktur dan persaingan, 4) keterkaitan dan industri pendukung. Konsep ini dikenal dengan model Berlian Porter. Negara/daerah tertentu memiliki karakteristik berlian (keterkaitan antar empat faktor) berbeda dengan negara/daerah lain. Yang dimaksud dengan kondisi faktor meliputi 5 (lima) kategori kunci, yaitu: 1) ketersediaan dan kemampuan sumber daya manusia, 2) sumber daya fisik, 3) sumber daya pengetahuan, 4) sumber daya modal dan 5) infrastruktur. Kondisi permintaan meliputi permintaan domestik dan internasional. Model ini menggabungkan analisa di tingkat industri maupun tingkat perusahaan. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan mengacu pada kondisi tingkat perusahaan. Sedang keterkaitan dan industri pendukung

31 31 menunjukkan bagaimana suatu industri saling bergantung dan saling mengisi industri lainnya. Keterbatasan sumberdaya dan akses informasi pada industri minyak atsiri untuk meningkatkan daya saing minyak atsiri yang dihasilkan perlu perumusan strategi pemberdayaan agroindustri minyak atsiri di pedesaan yang tepat. Kurangnya keterkaitan antar kegiatan baik di dalam industri minyak atsiri maupun antara industri minyak atsiri dengan jaringan industri/institusi pendukung merupakan salah satu penyebab lemahnya daya saing minyak atsiri (Propenas ). Keterkaitan agroindustri dengan petani, penyuling dan eksportir serta pedagang (keterkaitan horizontal) dapat menjamin pasokan bahan baku, stabilitas harga dan pemasaran produk. Keterkaitan agroindustri minyak atsiri dengan lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga keuangan, industri perkakas dan pemerintah (keterkaitan vertikal) dapat meningkatkan kualitas produk, kapasitas produksi dan penerimaan informasi. Merujuk pada definisi klaster menurut Kotler (2010), keterkaitan ini membentuk suatu klaster agroindustri minyak atsiri. Keterkaitan adalah hubungan antara suatu aktifitas dilaksanakan dengan aktifitas lain. Keunggulan bersaing adalah pelaksanaan suatu aktifitas secara lebih murah atau lebih baik dari pesaing. Keterkaitan dapat menghasilkan keunggulan bersaing melalui optimalisasi dan koordinasi. Keterkaitan sering mencerminkan trade off antar aktifitas untuk mencapai hasil keseluruhan. Sebagai contoh, spesifikasi bahan baku yang lebih berkualitas akan memunculkan harga pembelian yang lebih mahal, akan tetapi akan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan kualitas produksi yang dihasilkan, keterkaitan tersebut perlu dioptimalkan. Keterkaitan mungkin pula mencerminkan kebutuhan untuk koordinasi antar aktifitas. Ketaren (1985) menyatakan bahwa tataniaga minyak atsiri melibatkan beberapa pihak yaitu petani, produsen, distributor dan konsumen. Distributor dapat terdiri dari pengumpul, perantara dan eksportir. Semakin banyak distributor yang terlibat, mata rantai tata niaga semakin panjang dan rumit. Keterlibatan distributor sulit dihindarkan dan sangat dilematis. Di satu sisi keterlibatan distributor dapat mengurangi pendapatan produsen, tetapi di sisi lain dapat membantu mengatasi

32 32 keterbatan produsen dalam permodalan, informasi dan akses terhadap konsumen. Tata niaga tersebut perlu dibenahi agar petani dan penyuling sebagai pemeran penting dalam sistem agroindustri minyak atsiri dapat memperoleh keuntungan secara layak dari hasil usahanya. Keuntungan akan memotivasi petani dan penyuling melakukan usaha untuk menyediakan bahan baku dan agroindustri dapat tumbuh dan berkembang. Gambar 2 menunjukkan tata niaga minyak atsiri pada umumnya. Koperasi Petani Penyuling Eksportir Pasar Internasional Pedagang Pengumpul Pedagang Perantara Gambar 2 Tataniaga minyak atsiri (Dimodifikasi dari Ketaren 1985) Ketaren (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak atsiri adalah jenis tanaman dan umur panen; perlakuan bahan sebelumpenyulingan; jenis peralatan dan teknologi proses penyulingan; penanganan hasil olahan setelah penyulingan dan pengemasan. Selain faktor teknis, daya saing juga dipengaruhi oleh faktor manajemen. Manajemen yang efektif dan efisien dapat meningkatkan mutu, menurunkan biaya dan meningkatkan pelayanan. Pengadaan bahan baku yang dikelola dengan efektif dan efisien akan menurunkan tingkat kerusakan, meningkatkan rendemen dan mengurangi biaya produksi. Teknologi produksi yang dikelola dengan efektif dan efisien akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan mutu dan posisi tawar.

33 33 Dengan adanya klaster, diharapkan akan terbentuk mobilisasi dan kolaborasi dalam pemenuhan permintaan pasar. Para anggota dalam klaster pun bisa secara intensif berbagi pengetahuan dengan sesama pengusaha dan para ahli yang difasilitasi oleh pemerintah juga perguruan tinggi. Kelembagaan Klaster Robbin (1994) menyatakan bahwa koordinasi memerlukan pengembangan organisasi/kelembagaan yang dapat mengatur proses interaksi antar anggota berlangsung dengan saling memperkuat dan saling menguntungkan. Optimalisasi memerlukan pengembangan teknologi yang dapat memanfaatkan ketersedian sumber daya secara efektif dan efisian. Selain itu, untuk menjamin adanya keterkaitan yang berkelanjutan, diperlukan pengembangan usaha agroindustri yang dapat memberi pengembalian atas investasinya secara layak dan seimbang. Kemampuan mengelola keterkaitan dapat menghasilkan sumber keunggulan bersaing yang dapat dipertahankan. Nasution (2002) menyatakan bahwa kelembagaan didefinisikan sebagai suatu sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya yang sekaligus mengatur hubungan seseorang dengan lainnya. Pengembangan kelembagaan merupakan suatu proses perbaikan yang mencakup struktur dan hubungan di antara anggota dalam organisasi untuk lebih produktif. Tujuannya adalah memenuhi kebutuhan para anggotanya secara efektif, efisien dan adil. Arifin (2004) menyatakan bahwa kelembagaan memberikan naungan dan hambatan bagi individu atau anggota masyarakat, baik secara tertulis formal maupun berdasarkan kebiasaan atau tidak tertulis seperti aturan adat dan norma yang dianut. Kelembagaan akan mencakup konvensi dan aturan main sehingga mengandung kegiatan kolektif dalam suatu konytak atau jurisdiksi, pembebasan atau liberalisasi, dan perluasan kegiatan individu. Pembahasan tentang kelembagaan menjadi penting ketika menetapkan bentuk dan instrumen yang dapat mengatur tata nilai dan aturan main. Gibson et al. di dalam Nasution (2002) menyebutkan lima kriteria guna menilai keefektifan lembaga yaitu: 1) Kemampuan organisasi menghasilkan jumlah dan kualitas keluaran yang dibutuhkan lingkungan,

34 34 2) Efisiensi yang merupakan rasio keuntungan dengan biaya atau waktu yang digunakan, 3) Kepuasan, yakni ukuran yang menunjukkan tingkat organisasi memenuhi kebutuhan karyawan, 4) Adaptasi perubahan dan 5) Pengembangan yang mengukur kemampuan organisasi meningkatkan kapasitas menghadapi tuntutan lingkungan. Mahfud H. (2004) mengembangkan sebuah penelitian yang berfokus pada pengembangan agroindustri minyak atsiri dengan pendekatan klaster. Model kelembagaan yang didapatkan merupakan organisasi industri dengan struktur jaringan dimana simpul seperti pelaku, industri atau institusi saling terhubung melalui informasi, produk, jasa atau kebijakan untuk saling mendukung dan saling menguntungkan.pengembangan kelembagaan klaster agroindustri minyak atsiri dapat mendorong tercapainya kerjasama yang saling menguatkan dan menguntungkan untuk meningkatkan daya saing minyak atsiri. Pengembangan kelembagaan klaster dapat meningkatkan produktivitas usaha melalui proses alih pengetahuan, teknologi dan manajemen di antara anggota dan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia secara lebih produktif. Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam merancang sistem pengembangan kelembagaan adalah pengaturan antara hak dan kewajiban yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang saling mengikat. Pengembangan kelembagaan memerlukan analisa yang mendalam dan menyeluruh terhadap pelaku, kebutuhan, kendala, aktivitas dan tujuan guna merancang sistem kelembagaan yang efektif untuk mewujudkan kebersamaan dalam mengembangkan agroindustri minyak atsiri. Kegiatan kelembagaan bergantung pada fasilitator yang berfungsi untuk memediasi seluruh jalur komunikasi dan distribusi informasi. Fasilitator diharapkan mempunyai kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan peran mitivator dan organisator. Kata kompetensi dianggap paling tepat untuk menggambarkan kemampuan yang multi dimensi mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap. Spencer & Spencer (1993) dalam Woodruffe (2004) menyatakan terdapat tiga kelompok kompetensi yaitu: 1. Kompetensi generik, merupakan serangkaian sifat-sifat generik yang sebaiknya dimiliki oleh seorang fasilitator, yaitu:

35 35 a. Elemen enterpreneurship yang merupakan keinginan untuk bekerja dengan baik. Dengan demikian seseorang yang tepat menjadi fasilitator adalah orang yang senantiasa termotivasi menghasilkan karya yang lebih dari biasa, ingin terus berkreasi sehingga memiliki daya dorong anggota lain b. Elemen pengaruh strategik (strategic influence) yaitu kemampuan untuk meyakinkan, mempengaruhi dan memberikan gambaran prospektif pada pihak lain (anggota) sehingga diharapkan petani bersedia mendukung agenda kerja jaringan c. Elemen kerjasama yang menunjukkan keinginan untuk bekerja secara kooperatif dengan pihak lain. dalam pengertian ini, fasilitator adalah seseorang yang akan berusaha menggalang dinamika kelompok dan memotivasi anggota untuk berkontribusi sekaligus menghidupkan komunikasi dua arah 2. Kompetensi manajerial, merupakan serangkaian kemampuan bidang manajerial yang sebaiknya dimiliki oleh fasilitator agar kelompok efektif. Terdapat dua elemen manajerial yaitu: a) pengembangan pihak lain (developing others) dan b) pengorganisasian 3. Kompetensi teknikal, merupakan kemampuan berkaitan dengan bidang pokok usaha. Seorang fasilitator setidaknya memahami budidaya yang memberikan produktivitas hasil terbaik dan pemrosesan pencapaian yang berkualitas. Bauran kelompok kompetensi ini akan membuat suasana kehidupan berorganisasi lebih produktif dan mendorong anggota aktif untuk menghidupkan kelembagaan jaringan. Pemberdayaan Agroindustri Perdesaan Terminologi pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kadangkadang sulit dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan masyarakat (community development). Dalam prakteknya seringkali terminologi-terminologi tersebut saling tumpang tindih, saling menggantikan dan mengacu pada suatu pengertian yang sama (Subejo dan Supriyanto 2004). Cook (1994) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju ke

36 36 arah yang positif. Sedangkan Giarci (2001) memandang community development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitas dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat. Ledwith M. (2003) mendefinisikan community development sebagai alat untuk menjadikan masyarakat semakin komplek dan kuat. Ini merupakan suatu perubahan sosial dimana masyarakat menjadi komplek, institusi lokal tumbuh, collective power-nya meningkat serta terjadi perubahan secara kualitatif pada organisasinya. Pemberdayaan masyarakat sebagai upaya mendorong masyarakat untuk mandiri serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, prakarsa sendiri, dan memperbaiki hidup sendiri. Pada hakekatnya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam lima tahap kegiatan, yaitu tahap pengambilan inisiatif, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, serta pengelolaan dan pemeliharaan. Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih luas kepada masyarakat untuk secara bersamasama memecahkan berbagai persoalan. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of involvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan yang lebih baik dalam suatu komunitas dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk ikut memberikan kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien dan berkelanjutan (Sanoff H. 2000). Arnstein (1969) menjelaskan partisipasi sebagai arti di mana warga Negara dapat mempengaruhi perubahan social penting, yang dapat membuat mereka berbagi manfaat dari masyarakat atas. Partisipasi masyarakat di negara-negara yang kurang berkembang (underdeveloped), dapat dibagi menjadi delapan tingkatan, yaitu: pemberdayaan (empowerment), kemitraan (partnership), mendamaikan (conciliation), berpura-pura (dissimulation), diplomasi (diplomation), meberi informasi (informing), konspirasi (conspiration), dan memanage diri sendiri (self management).

37 37 Penelitian yang telah dilakukan Subejo dan Supriyanto (2004) melakukan analisis tentang paradigma baru pendekatan pembangunan agroindustri dengan keberpihakan pada masyarakat pedesaan serta memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemadirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Syahza A. (2006) dalam penelitiannnya menganalisis kebijakan strategis dalam pengembangan agribisnis yang terkait dengan pembangunan sektor ekonomi lainnya, untuk memperbesar atau mempercepat pertumbuhan sektor pertanian, khususnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Untuk itu diperlukan factor pendukung pembangunan ekonomi pedesaan terutama yang berbasis agribisnis, antara lain: 1) peran perguruan tinggi; 2) pengusaha; 3) lembaga perkreditan; 4) pengusaha tani (petani); 5) instansi terkait; dan 6) koperasi sebagai badan usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kementerian Dalam Negeri 2010). Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 7 Tahun 2007 (Kementerian Dalam Negeri 2010) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keberdayaan komunitas perdesaan, sehingga mampu menemukenali potensi-potensi yang ada dan mendayagunakannya secara optimal untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama serta berpartisipasi dalam pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup dan konservasi Sumber Daya Alam. Pemberdayaan masyarakat dan Desa/Kelurahan adalah upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat desa dan kelurahan yang meliputi aspek ekonomi, sosial budaya, politik dan lingkungan hidup melalui penguatan pemerintahan desa dan kelurahan, lembaga kemasyarakatan dan upaya dalam penguatan kapasitas masyarakat. Pemangku kepentingan adalah para pihak yang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak

38 38 langsung dalam Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat (PKPBM) antara lain Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, Swasta dan Lembaga Kemasyarakatan. Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategis untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Paradigma baru pembangunan daerah adalah pembangunan dalam rangka pemberdayaan masyarakat, terutama petani dan buruhtani, melalui penyediaan fasilitas dan prasarana publik, pengembangan sistem agroindustri, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan kelembagaan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) guna memanfaatkan potensi keunggulan sumberdaya alam. Permasalahan utama pemberdayaan masyarakat ditinjau dari aspek ekonomi adalah: 1. Kurang berkembangnya sistem kelembagaan agroindustri yang mampu menciptakan kesempatan bagi masyarakat pertanian untuk mengembangkan kegiatan usaha agroindustri yang kompetitif 2. Lemahnya kemampuan masyarakat petani untuk membangun organisasi ekonomi masyarakat yang dapat meningkatkan posisi tawar dan daya saingnya. Ditinjau dari aspek sosial, permasalahan dalam pemberdayaan masyarakat agroindustri adalah: 1. Kurangnya upaya yang dapat mengurangi pengaruh lingkungan sosial-budaya yang mengungkung masyarakat kepada kondisi ketertinggalan 2. Lemahnya akses masyarakat untuk memperoleh tambahan pengetahuan, ketrampilan, dan informasi bisnis 3. Kurang berkembangnya kelembagaan masyarakat dan organisasi sosial yang dapat menjadi sarana interaksi sosial secara adil. Tantangan utama dalam upaya pemberdayaan masyarakat agroindustri adalah bagaimana membangun kelembagaan sosial-ekonomi yang mampu memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapat lapangan kerja dan pendapatan yang lebih layak. Secara khusus untuk memberdayakan ekonomi masyarakat tantangan

39 39 yang dihadapi adalah bagaimana memperbaiki iklim ekonomi makro dan kegiatan ekonomi riil yang kondusif yang dapat menjamin kegiatan usaha ekonomi masyarakat lebih kompetitif dan menguntungkan. Hal ini erat dengan upaya untuk memberikan akses masyarakat ke input sumberdaya ekonomi, pengembangan organisasi ekonomi yang dikuasai oleh pelaku ekonomi kecil, dan meningkatkan fasilitas bantuan teknis dan pemihakan bagi usaha masyarakat kecil. Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil, Menengah dan Gubernur Bank Indonesia Tahun 2009 (Kementerian Dalam Negeri 2010) menyatakan bahwa sasaran pelaksanaan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro adalah beralihnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang belum berbadan hukum menjadi Bank Perkreditan Rakyat atau Koperasi atau Badan Usaha Milik Desa, atau lembaga keuangan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan gotong royong, masyarakat desa bisa dan mampu mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pada penelitian ini dapat dibentuk BUMDes nilam dan minyak nilam agar dapat mempertahankan harga dan menjaga kualitas produk. Para pelaku usaha dalam agroindustri minyak atsiri dapat membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan Kelompok Tani Pemberdayaan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Masyarakat desa juga tidak harus terfokus dengan kegiatan produktif yang harus menggunakan barang ekonomi dan barang komoditas, sektor jasa juga masih bisa dilakukan dan mengundang banyak minat bagi yang memiliki akses sedikit, yaitu dengan membuat Credit Union (CU) atau yang lebih dipahami sebagai koperasi dalam tanggung renteng. Rantai Pasok dan Rantai Nilai Rantai pasok (supply chain) adalah jaringan organisasi yang menyangkut hubungan dari hulu (upstream) dan ke hilir (downstream), dalam proses dan kegiatan yang berbeda yang menghasilkan nilai yang terwujud dalam barang dan jasa di tangan pelanggan terakhir (Poirier dan Reiter 1996). Sebuah rantai pasok akan terdiri dari rangkaian proses pengambilan keputusan dan eksekusi yang berhubungan dengan aliran bahan, informasi dan uang. Proses dari rantai pasok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mulai dari produksi sampai konsumen akhir. Rantai pasok

40 40 bukan hanya terdiri dari produsen dan pemasoknya tetapi mempunyai ketergantungan dengan aliran logistik, pengangkutan penyimpanan atau gudang, pengecer dan konsumen itu sendiri. Dalam arti luas, rantai pasok juga termasuk pengembangan produk, pemasaran, operasi-operasi, distribusi keuangan dan pelayanan pelanggan (Vorst et al. 2007). Gambar 3 menunjukkan rantai pasok sepintas terlihat sebagai deretan siklus-siklus yang bekerja sebagai inter-face bagi dua tahapan (stages) seperti terlihat pada. Cara pandang terhadap rantai pasok sebagai sebuah siklus menjadikan kategorisasi rantai pasok dalam tiga bentuk dasar yaitu rantai pasok internal, rantai pasok eksternal dan rantai pasok total atau keseluruhan. Rantai pasok internal adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi dalam unit bisnis (korporasi) dari pemasok sampai pelanggan dan kadang disebut logistik bisnis. Pemasok Pemrosesan Distributor Pengecer Pelanggan Gambar 3 Deret siklus pembentukan rantai pasok ( Vorst et al. 2007).Rantai pasok ekstemal adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi didalam unit bisnis (korporasi) yang melintasi antara pemasok langsung dan pelanggan. Rantai pasok total adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi didalam unit bisnis (korporasi) yang melintasi secara majemuk antara pemasok langsung dan pelanggan. Dalam sistem rantai pasok akan dikendalikan oleh unit pengambil keputusan yaitu seseorang yang berwenang dalam memutuskan spesifikasi produk, kebutuhan pengiriman dan pelayanan pelanggan. Gambar 4 menunjukkan skema yang membedakan tiga bentuk dasar rantai pasok. Tipe dasar rantai pasok dapat dipandang secara hirarki. Efektifitas rantai pasok total akan dipengaruhi oleh rantai pasok eksternal demikian selanjutnya rantai pasok intemal akan mempengaruhi efektifitas rantai pasok eksternal.

41 41 Rantai pasok internal Rantai pasok eksternal Rantai pasok total Gambar 4 Tiga tipe dasar rantai pasok ( Vorst et al. 2007) Rantai pasok dalam agroindustri memiliki karateristik unik. Austin (1981) menyatakan bahwa agroindustri adalah pusat dari rantai pertanian yang penting mempelajari rantai tersebut mulai dari areal pertanian hingga pasar. Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkualitas dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Brown (1994) menyatakan bahwa untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang berkualitas maka diperlukan standar dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman. Cakupan agroindustri yang cukup luas dan kompleks menjadi sangat menarik untuk dipelajari oleh para peneliti dibidang manajemen rantai pasok. Rantai pasok agroindustri secara sederhana adalah rangkaian kegiatan pasokan dan pemrosesan yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian. Negara-negara yang mempunyai potensi pertanian tentunya berupaya untuk berhasil meningkatkan daya saing produk-produk hasil. Bailey (2002) menyatakan karateristik unik dari manajemen rantai pasok agroindustri adalah sebagai berikut:a) Konsumen; b) Distribusi produk pertanian; c) Peranan pemasaran dalam solusi rantai pasokan; d) Karateristik produk pertanian; e) Issue kesinambungan material. Dalam rantai pasok agroindustri persoalan akan semakin rumit dan kompleks dengan semakin banyaknya pelaku usaha yang terlibat. Pelaku usaha sebagai anggota dalam manajemen rantai pasok memiliki kepentingan bersama dalam menghindari kerugian dan bahkan meraih keuntungan bersama. Dalam praktek seringkali multilateral benefit tidak bisa dicapai secara maksimal. Banyak faktor sebagai penyebabnya antara lain kesalahan/ kekurang efektifan kebijakan karena informasi kurang akurat, mengandung ketidakpastian dan ketidakjelasan unsur-unsur yang terlibat dan peranannya dalam sistem. Manajemen rantai pasok yang berpandangan holistik sangat tepat untuk dipraktikan. Upaya penyeimbangan atau prinsip proposionalitas yang sangat diharapkan pada sistem pertanian modern dapat di capai melalui praktik manajemen rantai pasok. Hal ini dapat dilakukan karena definisi manajemen rantai pasok yang

42 42 mengedepankan pemenuhan kepuasan para pemangku kepentingan. Dalam sistem rantai pasok pertanian para pemangku kepentingan bisa terdiri dari petani, pedagang, pengumpul, prosesor, distributor, pengecer, konsumen akhir dan pemerintah. Setiap pemangku kepentingan akan memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan dipengaruhi pula oleh perubahan lingkungan bisnis. Cara pandang yang holistik dan tidak menghilangkan kompleksitas sangat penting diperhatikan. Pada prinsipnya, rantai pasok agroindustri memiliki karakteristik dua tipe yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar misalnya saja sayuran, buahbuahan dan sejenisnya yang tidak membutuhkan proses pengolahan khusus atau proses transformasi kimia. Sebaliknya produk pertanian yang diproses membutuhkan proses transformasi kimia atau perubahan bentuk. Khusus untuk produk pertanian tipe ini akan melibatkan beberapa pemain diantaranya petani atau perkebunan, prosesor atau pabrik, distributor dan retail. Retail Stakeholder lainnya (NGO, pemerintah, dll) Distributor Prosesor/Pabrik Petani/Perkebunan Gambar 5 Sistem rantai pasok agroindustri (Vorst 2004) Gambar 5 merupakan rantai pasok generik pada tingkat organisasi perusahaan dalam konteks jejaring rantai pasok pertanian menyeluruh. Setiap perusahaan diposisikan dalam sebuah lapisan jejaring dan keterlibatan minimal satu rantai pasok. Perlu dipahami bahwa dalam jejaring rantai pasok pertanian bisa lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis yang dapat diidentifikasi, dan dalam satu waktu bisa terjadi proses pararel dan sekuensial. Sistem rantai pasok agroindustri tidak terlepas dari sistem yang lebih lengkap

43 43 lagi. Dalam perspeklif analitik, bauran antara produsen dan distributor akan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, teknologi, sosial, legal dan lingkungan. Faktorfaktor ini akan saling berkomplementer dalam penciptaan sebuah sistem rantai pasok.. Gambar 6 menunjukkan skema perspeklif analitik dari dimensi-dimensi yang berpengaruh. Dimensi ekonomi berhubungan dengan efisiensi rantai dalam perspektif manfaat-biaya dan orientasi pelanggan. Peningkatan efisiensi dan profitabilitas dapat dilakukan sebuah unit bisnis melalui kerjasama pada kolom yang berkesesuaian. Dimensi lingkungan berhubungan dengan cara produksi yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses produksi komoditas pertanian dapat dimanfaatkan sebagai produk samping atau siklus ulang dari produk yang berkualitas jelek. Dimensi teknologi berhubungan dengan penerapan teknologi, sistem logistik, teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki kinerja. Dimensi sosial dan legal berhubungan dengan norma-norma yang harus diikuti agar tidak merugikan banyak pihak (Ruben et al.2006). Ekonomi Teknologi Produsen primer (petani, perkebunan) Pemrosesan Distributor Pengecer Pasar Sosial/legal Lingkungan Gambar 6 Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et al. 2006) Kerjasama antara pelaku langsung dalam sistem rantai pasok agroindustri seperti petani, prosesor, pedagang dan pengecer tidaklah mudah. Slingerland et al. (2006) telah mengidentifikasi beberapa cara yang dapat dilakukan agar praktik manajemen rantai pasok mudah diterapkan dalam agroindustri. Pertama, cakupan kompleksitas harus diketahui sehingga keberlanjutan dapat terjamin. Sebuah sistem rantai pasok bisa saja berukuran besar dan sangat kompleks atau kecil dan sederhana. Semakin banyak pemangku kepentingan yang terlibat akan semakin meningkat kompleksitas dari sistem. Tingkat kompleksitas akan terlihat ketika proses

44 44 pengambilan keputusan dilakukan. Konflik kepentingan akan terjadi sesuai dengan motif kebutuhan yang berbeda-beda dari pemangku kepentingan. Kedua, memulai dari industri sendiri. Tipe dasar rantai pasok telah memberikan pemahaman bahwa efektifitas rantai pasok internal akan berkontribusi pada rantai pasok eksternal dan rantai pasok total. Memulai dari rantai pasok internal adalah wujud praktik manajemen rantai pasok yang baik. Kumpulan rantai pasok internal yang telah efektif akan berintegrasi menjadi rantai pasok eksternal yang efektif pula. Rantai pasok harus berupaya meningkatkan daya saingnya berbasis kualitas, biaya, pengiriman dan pelayanan. Ketiga, pengorganisasian para petani. Kelangsungan kegiatan pemrosesan didalam agroindusti ditentukan para petani yang berperan sebagai pemasok bahan baku. Pengorganisasian para petani akan memberikan jaminan kelancaran pasokan baik dari segi kualitas bahan, jumlah pasokan dan jadwal pasokan. Proses pengadaan bahan baku akan lebih mudah dengan adanya pengorganisasian tersebut. Keempat, struktur insentif terhadap para pelaku di sistem rantai pasok. Machfud (2001) dalam penelitiannya membahas tentang pengembangan agroindustri minyak atsiri dengan fuzzy-logic. Pengembangan dilakukan menurut kepentingan pelaku usaha, bidang kepakaran serta lembaga yang terkait, serta criteria yang digunakan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Hans-Henrik Hvolby et al. (2002) berfokus pada rantai pasok dalam usaha kecil dan menengah. Chandra Indrawanto (2007) melakukan penelitian tentang evaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah. Dalam penelitian ini, sumber pembiayaan yang dapat digunakan untuk pengembangan agroindustri minyak atsiri adalah pembiayaan dari lembaga keuangan syariah dengan pola musyarakah berdasarkan skema bagi hasil dan bagi resiko. Nilai tambah yang diperoleh dalam rantai pasok diharapkan bisa dinikmati secara proporsional oleh para pelaku. Strukfur insentif bisa berupa harga, bonus, pembagian biaya, mitigasi risiko, manfaat jangka pendek dan panjang. Kelima, transparansi informasi dalam setiap kegiatan. Permintaan yang berfluktuasi, harga yang tidak menentu dan ketersediaan bahan yang tidak dapat diprediksi akan meningkatkan risiko rantai pasok. Ketidakpastian bisa dikurangi melalui pertukaran informasi dari setiap tahapan rantai pasok. Umpan balik dari hilir rantai sebaiknya bisa diketahui juga di hulu rantai. Akurasi informasi akan meningkatkan kualitas perencanaan dan efisiensi pengambilan keputusan. Terakhir, pertukaran pengalaman

45 45 antar pelaku rantai pasok. Hal ini berhubungan dengan transfer teknologi dan pengetahuan yang dibutuhkan salah satu pihak. Sesama pemasok yang tergabung dalam kemitraan yang sama pada sebuah agroindustri bisa berbagi pengaiaman. Cara pandang ini dikenal dengan istilah co-opetition atau cooperation and competition. Aspek penting dalam rantai pasok adalah 1) menggabungkan setiap mata rantai bisnis dari hulu hingga hilir, dan 2) membangun efisiensi rantai pasok. Rantai nilai (value chain) merupakan suatu rangkaian nilai hasil aktivitas (produk atau jasa) dari aktivitas hulu sampai hilir atau sampai di terima konsumen. Dengan kata lain rantai nilai juga merupakan rangkaian Input-Output. Keterkaitan yang erat sepanjang rantai nilai berperan penting dalam meningkatkan efisiensi inovasi, namun pengintegrasian pada rantai nilai juga harus bersifat selektif dan terfokus pada yang memberikan nilai tambah yang tinggi (Porter 1998). Aktivitas rantai nilai adalah aktivitas-aktivitas spesifik yang dapat menciptakan nilai dan keuntungan kompetitif bagi organisasi (Christopher Martin 2000). Aktivitas-aktivitas tersebut dibagi dalam 2 jenis yaitu: 1. Aktivitas Utama (primary activities), terdiri dari: - Inbound logistics : aktivitas yang berhubungan dengan penanganan material sebelum digunakan - Operations : aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan input menjadi output - Outbound logistics : aktivitas yang dilakukan untuk menyampaikan produk ke tangan konsumen - Marketing and sales : aktivitas yang berhubungan dengan pengarahan konsumen agar tertarik untuk membeli produk - Service : aktivitas yang mempertahankan atau meningkatkan nilai dari produk 2. Aktivitas penunjang (supported activities), terdiri dari : - Procurement : berkaitan dengan proses perolehan input/sumber daya - Human Resources Management : Pengaturan sumber daya manusia (SDM) mulai dari perekrutan, kompensasi, sampai pemberhentian - Technological Development : pengembangan peralatan, software, hardware, prosedur, didalam transformasi produk dari input menjadi output

46 46 - Infrastructure : terdiri dari departemen-departemen/fungsi-fungsi (akuntansi, keuangan, perencanaan, GM, dsb) yang melayani kebutuhan organisasi dan mengikat bagian-bagiannya menjadi sebuah kesatuan. Dalam rangkaian rantai nilai terdapat margin atau nilai tambah (value added). Pengertian nilai tambah adalah perbedaan atau selisih dari nilai output dengan nilai input. Komponen nilai tambah terdiri dari kontribusi yang diberikan oleh tenaga kerja (labor contribution) ditambah dengan kontribusi modal (capital contribution). Konsep industri itu sendiri berpijak pada pengembangan nilai tambah yang sebesar-besarnya, sehingga makin besar nilai tambah yang diperoleh akan makin baik suatu proses industri (Wirabrata 2003). Dalam konsep klaster minyak atsiri ini, peningkatan nilai tambah diperoleh dengan merangkaikan masing-masing proses sejak kegiatan di hulu (petani) sampai kegiatan yang paling hilir. Disamping itu, besarnya nilai tambah sangat menentukan tingkat produktivitas. Departemen Perindustrian (2005) menyatakan bahwa hasil diagnosa klaster IKM Minyak Atsiri adalah adanya rantai nilai mulai dari petani, industri kecil penyuling, pedagang perantara, pedagang pengumpul, industri eksportir, industri besar, industri pangan sampai eksportir. Gambar 7 menunjukkan rantai nilai industri minyak atsiri. Petani hanya memproduksi bahan baku saja dan hasilnya dijual ke pedagang pengumpul/perantara. Dari pedagang pengumpul/perantara akan dijual ke pengusaha penyuling dengan struktur pasar (buyer market) dimana penentu harga berada pada pengumpul. Keterbatasan modal menyebabkan petani memanen tanaman pada umur yang tidak optimal, bahkan petani membiarkan tanamannya tidak dipanen karena harga jual tidak sesuai dengan biaya pemanenan. Antara petani/pedagang pengumpul bahan dengan pemilik penyulingan terdapat ikatan emosional, dan diklaim sebagai suatu kelompok. Kondisi penyulingan minyak atsiri menghadapi permasalahan yang mencakup: 1) penggunaan alat penyulingan yang bukan stainless steel, 2) kondisi proses, yaitu penggunaan suhu dan tekanan dalam proses penyulingan dan proses pemisahan minyak, 3) rendemen minyak, dan 4) mutu minyak yang dihasilkan. Harga jual minyak tidak seimbang dengan biaya produksi dan tdak memadainya apresiasi harga beli oleh pedagang terhadap mutu minyak yang lebih baik.

47 47 Petani Budidaya tanaman atsiri Bahan baku tanaman atsiri IK-Penyuling Destilasi, ekstrasi Minyak atsiri kasar Pedagang perantara Penampungan, pengumpulan, pencampuran Minyak atsiri kasar Eksportir Pengumpulan Pencampuran Ekspor Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Industrieksportir Penampungan, pengumpulan Penampungan, pengumpulan, pencampuran Pemurnian, fraksinasi, ekspor Minyak atsiri murni, turunan Industri besar Industri pangan, kosmetik, toileteries, parfum, dll Compounded flavours & fragrances Compounding, blending Gambar 7 Rantai nilai industri minyak atsiri ( Departemen Perindustrian 2008) Mata rantai akhir dalam perdagangan minyak atsiri dalam negeri adalah Eksportir yang memproses minyak atsiri lebih lanjut dengan bantuan pedagang perantara dalam mendapatkan bahan baku. Penentu harga adalah pihak pembeli yang didasarkan atas mutu yang dinilai secara sepihak oleh pembeli secara subyektif (organoleptik). Permasalahn umum yang terjadi pada aspek perdagangan ini mencakup 1) tingkat harga, 2), fluktuasi harga, 3) rantai pemasaran, dan 4) distribusi margin atau dominasi pedagang pengumpul/perantara. Secara aktual di beberapa daerah penelitian terdapat dua pola rantai perdagangan, yaitu 1) pola yang siistilahkan sebagai sub-klaster dan 2) pola umum. Gambar 8 menunjukkan pola sub-klaster dan pola umum dalam rantai nilai IKM minyak atsiri.

48 48 Sub-klaster Industri- Eksportir Pedagang perantara/ pengumpul Pedagang perantara/ pengumpul Penyuling Penyuling Penyuling P E T A N I Penyuling Pola Umum Eksportir Eksportir Pedagang perantara/ pengumpul Pedagang perantara/ pengumpul Penyuling Penyuling Penyuling Penyuling P E T A N I Gambar 8 Pola sub-klaster dan pola umum dalam rantai nilai IKM minyak atsiri (Departemen Perindustrian 2008) Rusli, Meika S. (2009) menyatakan bahwa rantai pasok minyak nilam panjang dan petani/penyuling kesulitan mendapatkan akses pembiayaan dan teknologi. Gambar 9 menunjukkan rantai perdagangan minyak nilam di Sumatera dan Jawa berbeda. Ada beberapa prinsip cultiva yang dapat diimplementasikan, yaitu 1) good agricultural practice, bukan budidaya tani berpindah, 2) good manufacturing (distillation) practice, bukan crude field distillation untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi, 3) prinsip perdagangan adil bagi semua pihak (fairly trade), 4) peniadaan perdagangan spekulatif, 5) transparansi, dan 6) keikutsertaan secara sukarela. Harapan dari pemakai terhadap minyak atsiri Indonesia, yaitu 1) stabilitas pada tingkat harga yang wajar, 2) konsistensi kualitas, dan 3) pasokan yang

49 49 berkesinambungan. Tingkat harga yang terlalu tinggi mengakibatkan pemakaian terbatas/dikurangi. SUMATERA JAWA Petani-Penyuling Minyak nilam Pasar Petani-Penyuling Daun nilam kering Daun nilam kering Petani Pengumpul Petani-Penyuling Minyak nilam Agen Petani-Penyuling Pembersihan distilasi ulang Mentah Light/iron free Eksportir Pembeli Luar Negeri Gambar 9 Rantai perdagangan minyak nilam di Sumatera dan Jawa (Rusli, Meika S. 2009) Teori Optimasi Kata optimasi muncul hampir di segala bidang kehidupan manusia. Dalam bidang teknik dan ekonomi, khususnya bidang agroindustri, optimasi memegang peranan yang sangat penting. Secara umum pengertian optimasi identik dengan mencari atau memperbaiki keadaan suatu sistem sedemikian rupa sehingga sistem tersebut dapat memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Secara lebih sederhana optimasi berarti memilih penyelesaian terbaik di antara penyelesaian yang ada dalam sistem, atau dengan kata lain, optimasi merupakan suatu proses menemukan kondisi yang memberikan nilai maksimal atau minimal dari suatu sistem atau fungsi (Kuester JL, Mize JH 1973). Syarat suatu sistem yang dapat dioptimasikan jika sistem tersebut mempunyai sifat-sifat seperti berikut:

50 50 1) Variabilitas Suatu sistem yang dioptimasikan jika pada sistem tersebut terdapat lebih dari satu penyelesaian alternatif 2) Penilaian yang unik terhadap semua kriteria yang ada. Kadang-kadang pendefinisian fungsi sasaran merupakan bagian yang paling sulit dalam optimasi. Sebagai contoh, jika sebuah masalah mempunyai beberapa kriteria yang harus dipenuhi, maka setiap kriteria harus direlatifkan dan diberi bobot yang sesuai. Secara garis besar ada dua metode atau cara yang dapat digunakan untuk mencari penyelesaian yang optimal, yaitu: 1) metode analitik (deduktif) 2) metode pencarian secara langsung dengan bantuan model simulasi yaitu dengan penggunan metode numerik. Peneyelesaian secara analitik dapat memberikan solusi secara umum sehingga dapat dikatakan bahwa penyelesaian analitik tersebut sifatnya lebih menyeluruh dibandingkan dengan penyelesaian secara numerik yang hanya memberikan solusi secara kasus per kasus. Penyelesaian masalah linier dapat dilakukan melalui metode linier programming dengan tenik grafik, teknik simplex atau teknik transportasi. (Bronson 1996). Metode analitik dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah linier maupun masalah non-linier. Untuk menyelesaikan masalah non-linier dapat dilakukan dengan metode turunan parsial dan konsep pengali Langrange yang relatif lebih sulit dibandingkan dengan turunan biasa. Cara atau metode analitik untuk memecahkan masalah-masalah non-linier mempunyai langkah-langkah berikut: 1) Menentukan titik stasioner (titik diam) pada kurva Q(X) yaitu dengan menentukan turunan pertama dari Q(X), kemudian menyamakannya dengan nol dan menyelesaikan persamaan yang dihasilkan. dq Selesaikan = 0 dx 2) Langkah di atas tidak menjelaskan apakah titik yang dihasilkan adalah suatu titik maksimal atau minimal. Oleh karena itu dilakukan penurunan kedua dari Q(X), sehingga diperoleh d 2 Q/dx 2.

51 51 Metode numerik dapat digunakan untuk mencari optimasi suatu sistem melalui pembuatan model dari sistem tersebut. Model suatu sistem yang dapat dicari optimasinya dengan metode ini dapat berupa model statik maupun model dinamik. Empat teknik penyelesaian optimasi suatu sistem dengan metode ini adalah dengan teknik optimasi complex, teknik optimasi evolusi, teknik optimasi combi dan teknik optimasi Fibonacci. Teknik optimasi Fibonacci dapat digunakan untuk mendapatkan nilai maksimum atau minimum suatu peubah (variabel) tunggal dari suatu fungsi non-linier dengan beberapa kendala. Strategi ini didasari oleh barisan bilangan Fibonacci, dari Leonardo von Pisa. Teknik Fibonacci adalah teknik terbaik di antara keempat teknik yang ada. Teknik ini memiliki peluang yang sangat kecil untuk terjebak kedalam nilai optimal palsu dan juga memiliki waktu proses yang cepat disbanding teknik yang lain. Kelemahan teknik ini adalah hanya dapat digunakan untuk mencari nilai optimal (maksimal atau minimal) dari satu variabel saja. Algoritma teknik ini dapat dilihat pada Gambar 10. Mulai Tentukan: Fungsi objektif F(X); Batasan awal a1<x,b1; Tingkat akurasi (β); n = 1 / β; Bilangan fibonacci ke n (Fn); L 1 = b 1 a 1; k = 0 k = k + 1 Hitung: L k = (F n-(k+1) / F n-(k-1)) L k ; X 1 = a k + l k ; X 2 = b k l k F(X 1) dan F(X 2) Tidak a k+1 = X 1 ; b k+1 = b k F(X 1) < F(X 2) Ya L k+1 = b k+1 a k+1 a k+1 = a k ; b k+1 = X 2 Tidak L k+1 < β Ya Titik optimasi (X) = a k+1 Stop Gambar 10. Algoritma teknik optimasi Fibonacci

52 52 Dalam problem optimasi diminta untuk memaksimalkan atau meminimalkan suatu besaran tertentu yang bergantung pada variable masukan yang jumlahnya terbatas (input variable) yang disebut juga sebagai fungsi sasaran (Brons 1991). Variabelvariabel masukan tersebut dapat dapat saling bergantung atau tidak saling bergantung melalui satu atau lebih kendala (restriks). Restriksi sendiri dibedakan antara restriksi eksplisit (kendala yang berbentuk fungi eksplisit) dan restriksi implisit (kendala yang berbentuk fungsi implisit). Fleenor JW et al (2008) menjelaskan bahwa dengan reoptimisasi berkala dengan harga yang berjalan saat ini dapat menghasilkan kinerja perdagangan yang unggul, karena reoptimasis berkala dilakukan dalam jumlah yang tepat sesuai dengan harga saat ini serta dapat terus beradaptasi dengan model perdagangan yang sedang berlangsung dan dengan kondisi pasar sekarang. Philips RL (2005) menyatakan bahwa jika harga sangat tinggi maka pedagang akan menikmati keuntungan yang sangat tinggi pula, sehingga akan lebih banyak lagi penjual masuk dan akibatnya dapat menurunkan harga rata-rata. Dalam situasi seperti ini, harga ditentukan oleh pasar. Untuk memperoleh model kesepakatan harga digunakan metode optimasi dengan teknik Fibonacci. Menurut Kuester dan Mize (1973), teknik Fibonacci merupakan sebuah prosedur untuk melakukan aliminasi interval yang dimulai dengan batasan awal dari peubah-peubah bebas. Teknik Fibonacci termasuk metode pencarian pada kelompok optimisasi problema tak linier berkendala variabel tunggal. Komponen-komponen biaya yang perlu diperhatikan dalam optimalisasi harga kesepakatan ini meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan usahatani maupun industri kecil penyulingan, diantaranya adalah biaya produksi, biaya pemanenan, biaya penyimpanan, dan biaya transportasi. Harga kesepakatan (win-win solution) nilam ditentukan berdasarkan selisih antara harga yang diharapkan usahatani dan harga yang diharapkan oleh industri kecil penyulingan minyak nilam. Dalam hal ini usahatani mengharapkan harga jual nilam kering yang tinggi sesuai dengan harga produksi yang dikeluarkannya dan di sisi lain industri kecil penyulingan minyak nilam mengharapkan harga beli nilam yang rendah untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Berdasarkan hal tersebut maka yang menjadi fungsi tujuannya adalah usaha untuk mengeliminasi selisih harga tersebut untuk memperoleh harga yang adil. Harga

53 53 beli nilam kering oleh industri kecil penyulingan.minyak nilam dipengaruhi oleh harga jual minyak nilam, biaya penyulingan/pengolahan, biaya transportasi dan keuntungan industri. Harga jual nilam oleh usahatani dihitung dengan memperhatikan luas lahan, biaya total usaha tani, produktivitas lahan dan keuntungan usaha tani. Kesepakatan harga jual nilam yang akan memaksimalkan kewajaran keuntungan usahatani dan industri kecil penyulingan dapat dijelaskan sebagai berikut:. Keuntungan usahatani diperoleh apabila harga kesepakatan (misal X) lebih besar dari harga jual nilam (HJn). X > Hjn X - HJn > 0 Hal ini akan tercapai apabila harga beli nilam (HBn) oleh industri kecil penyulingan lebih besar dari harga kesepakatan (X). HBn > X HBn X > 0 Jadi Fungsi tujuan: Maksimum (HBn X)(X HJn) dimana X < HBn X > HJn atau HBn > X > HJn Hal ini dapat dibuktikan berikut: Maksimum Z = (HBn X) (X HJn), dimana HBn > X > HJn Z = -X 2 + HBn.X + HJn.X + (HBn)(HJn) Zmaksimum Syarat ekstrim:, sehingga -2X + HBn + HJn = 0 X* = dimana HJn < X < HBn, maka Xoptimum = X* Є (HJn, HBn)

54 54 Rumus kesepakatan harga jual nilam (HJn) dan harga beli nilam (HBn): Keterangan: LL = luas lahan (ha) BT = biaya usaha tani (Rp/ha/tahun) KT = keuntungan usaha tani (Rp/tahun) PL = produktivitas lahan (kg/ha/tahun) HBn = HJmnk - BP - BS KI Keterangan: HJmnk = harga jual minyak nilam kasar (Rp/kg) BP = biaya pengolahan (Rp/kg) BS = biaya simpan dan transportasi (Rp/kg) KI = keuntungan industri kecil penyulingan (Rp/kg) Fungsi tujuan: Maksimumkan (HBn X) (X HJn) Dengan kendala: HBn > X > HJn Sistem Pengukuran Kinerja Peppard dan Rowland (1995) menyatakan bahwa pengukuran kinerja sebuah perusahaan atau organisasi merupakan kunci untuk menjadi efektif dan efisien. Jika tidak ada pengukuran berarti tidak bisa dikelola. Persoalan yang sering dihadapi berkaitan dengan implementasi sebuah sistem pengukuran kinerja adalah adanya kesalahpahaman perancang maupun praktisi dalam menerjemahkan beberapa komponen dasar yang meliputi ukuran kinerja (performance measure), pengukuran kinerja (performance measurement) dan sistem pengukuran kinerja (performance measurement system). Ketidaktepatan ini dapat mengakibatkan ketidak optimalan bahkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Sistem Pengukuran Kinerja merupakan suatu cara sistematis untuk mengevaluasi input, output, transformasi dan produktivitas dalam suatu operasi manufaktur maupun non manufaktur (Suwignyo 1999). Selanjutnya dikemukakan

55 55 bahwa sistem pengukuran kinerja adalah sebuah alat untuk menyeimbangkan ukuranukuran ganda (biaya, kualitas dan waktu) melalui beberapa level (organisasi, proses dan orang). Terdapat beberapa definisi ukuran kinerja yang dijadikan referensi penelitian yaitu : (1) Karakteristik output yang diidentifikasi untuk tujuan evaluasi; (2) Indikator-indikator numerik atau kuantitatif yang menunjukkan seberapa jauh masingmasing sasaran dapat dicapai; (3) Tanda-tanda vital dari suatu organisasi yang mengukur secara kuantitatif bagaimana sebuah aktifitas baik berdasarkan proses maupun output dapat mencapai suatu tujuan tertentu; dan (4) Deskripsi kuantitatif yang menyatakan kualitas produk maupun layanan dari sebuah proses atau sistem. Chae Bongsug (Kevin) (2009) melakukan penelitian dengan pendekatan praktis untuk pengukuran kinerja rantai pasok dengan pedoman merancang metric dan mengusulkan metric kunci untuk SCOR, dengan metode yang digunakan Supply Chain Operation-Reference (SCOR). Neely et al.(1990) menyatakan terdapat beberapa berbagai definisi berkaitan dengan ketiga terminologi di atas yang dipandang lebih sistematis yang diberikan oleh Cambridge Research Group (kelompok yang berfokus pada sistem pengukuran kinerja), yaitu : 1. Suatu ukuran kinerja adalah sebuah metrik yang digunakan untuk mengkuantitatifkan efektivitas dan efisiensi dari sebuah tindakan 2. Pengukuran kinerja adalah proses kuantifikasi efektivitas dan efisiensi sebuah tindakan 3. Sistem Pengukuran Kinerja adalah kumpulan metrik yang digunakan untuk mengukur baik efektivitas dan efisiensi dari tindakan tindakan. Beberapa model lain dikembangkan untuk situasi yang lain diantaranya Activity Based Costing System, Balanced Scorecard, SMART System dan beberapa penelitian lain yang secara umum memiliki kerangka pemikiran perancangan sebuah sistem pengukuran kinerja. Dalam penelitian ini untuk pengukuran kinerja usahatani dan industri kevil penyulingan menggunakan Integrated Performance Measurement Sistem (IPMS). Mahfud H. (2004) mengembangkan sebuah penelitian tentang pengembangan agroindustri minyak atsiri dengan pendekatan klaster. Sampai dengan saat ini masih banyak penelitian sistem pengukuran kinerja yang telah dan sedang dikembangkan, namun belum terdapat suatu penelitian sistem pengukuran kinerja

56 56 yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri. Integrated Performance Measurement Sistem (IPMS) merupakan sistem pengukuran kinerja yang dibuat di Centre for Strategic Manufacturing, University of Strathclyde, Glasgow (Suwignyo, 2000), dengan tujuan mendeskripsikan dalam arti yang tepat bentuk dari integrasi, efektif dan efisien sistem pengukuran kinerja, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut maka dideskripsikan sebagai berikut: (1) Komponen pokok dari sistem pengukuran kinerja dan (2) Membuat garis arahan pengukuran kinerja terbaik yang sebaiknya digunakan. Model IPMS membagi level bisnis menjadi empat tingkatan yaitu (1) Bisnis Induk, (2) Unit Bisnis, (3) Proses Bisnis dan (4) Aktivitas. Tingkatan tersebut dapat berupa fisik dan logis yaitu suatu kondisi di mana tingkatan tidak bisa dilihat secara fisik dalam organisasi. Level bisnis induk menunjukkan bisnis secara keseluruhan yang bisa terdiri dari beberapa unut bisnis, dalam hal ini setiap unit bisnis diartikan sebagai satu unit yang merupakan bagian dari organisasi yang melayani sebagian segmen pasar dengan tuntutan pasar yang bersaing. Perbedaan kebutuhan pasar memisahkan satu unit bisnis dengan yang lain. Setiap unit bisnis selanjutnya dapat terdiri dari beberapa proses bisnis yang secara garis besar dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: (1) Proses Inti, yaitu proses yang menunjukkan alasan dasar bagi keberadaan organisasi dan (2) Proses Pendukung, yaitu proses-proses lain yang ditambahkan dalam proses inti, sehingga dalam hal ini proses bisnis inti merupakan pemangku kepentingan (stakeholder) dari proses pendukung. Secara skematis pembagian level pada pendekatan IPMS dapat dilihat pada Gambar 11. Pada keempat level tersebut di atas selanjutnya diidentifikasi Indikator Kinerja Kunci (IKK) atau Key Performance Indicator (KPI) berdasarkan kebutuhan pemangku kepentingan, external monitor dan tujuan. Beberapa tahapan yang dilakukan dalam bangunan model IPMS adalah sebagai berikut: (Bittici dalam Suwignyo, 1999) (1) Identifikasi kebutuhan dari masing-masing stakeholder

57 57 (2) Membandingkan kemampuan bisnis dalam memenuhi kebutuhan stakeholder dengan bisnis lain yang sejenis (monitor eksternal) (3) Menetapkan tujuan-tujuan bisnis (4) Menentukan Indikator Kinerja Kunci (IKK) (5) Melakukan validasi IKK (6) Melakukan spesifikasi IKK Bisnis Induk Unit Bisnis Proses Bisnis Akltivitas Gambar 11 Pembagian Level Bisnis berdasarkan Pendekatan IPMS (Bittici 1996) Pendekatan Sistem Eriyatno (2003) menyatakan karakteristik permasalahan memerlukan pendekatan sistem, karena pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh. Kumpulan dan gugus bagian dapat disebut sistem apabila memenuhi syarat adanya kesatuan (unity), hubungan fungsional dan tujuan yang berguna. Pendekatan sistem adalah pendekatan terpadu yang memandang suatu obyek atau masalah yang kompleks dan bersifat anatar disiplin sebagai bagian dari sistem. Pendekatan sistem menggali elemen-elemen terpenting yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap tujuan sistem. Eriyatno (2007) menyatakan pemikiran kesisteman merupakan pendekatan ilmiah untuk mengkaji permasalahan yang memerlukan telaah berbagai hubungan

58 58 yang relevan, komplementer dan terpercaya. Para ahli sistem memberikan batasan perihal, yang solusinya sebaiknya menggunakan teori sistem yang pengkajiannya, yaitu persoalan yang memenuhi karakteristik : 1) kompleks, 2) dinamis, dan 3) probabilistik. Tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok ahli sistem dalam merancang berbagai solusi, yaitu : 1) sibernetik (cybernetic), artinya berorientasi pada tujuan; 2) holistik (holistic), yaitu cara pandang yang utuh terhadap kebutuhan sistem; dan 3) efektif (effetive), sehingga dapat dioperasionalkan. Waldman (2007) menyatakan berpikir sistem lebih menekankan pada perencana dan ahli strategi untuk fokus pada proses, interaksi dan penyebab hasil yang kurang baik, daripada mengandalkan pemain tunggal, komponen- komponen tertutup dari sistem atau hasil yang bersifat interim. Penggunaan berpikir.sistem harus mernpertimbangkan skala atau batasan. Pemikir sistem harus mempertimbangkan tiga inter: interaksi komponen didalam proses, inter-relasi proses-proses di dalam sistem dan inter-koneksi antar sistem dan lintas waktu. Para pemikir sistem mengidentifikasi beberapa karakteristik penting, seperti penstabilan, penemuan sasaran pemrograman sendiri, pemrograman yang mengikuti, antisipasitoris, perubahan lingkungan, peniruan sendiri, atau perawatan sendiri. Karakteristik ini menjadi konsekwensi dengan adanya tiga inter. Adanya karakteristik ini mengharuskan para pemikir sistem mengorganisasikan berbagai aspek melalui cara perulangan agar tercipta keseimbangan dan penguatan terhadap kerja sistem. Perbedaan kontras antara penerapan berpikir sistem dengan pendekatan linier pada umunnya adalah instruktif. Penerapan berpikir sistem untuk sistem berpikir membutuhkan dukungan yang melekat secara nyata berupa bebas keilmuan, pembelajar dan inovatif. Hal ini berarti seorang manajer harus membangun sebuah proses perubahan, bukan rencana strategis rinci. Sistem berpikir akan menolak rencana strategis dengan dua alasan. Pertama, sistem terbentuk dari beberapa orang yang harus diajak dan bersedia melakukan kerja, sebaliknya, orang-orang di dalam sistem akan berusaha mencegah adanya perubahan untuk mempertahankan status quo. Kedua, sistem berpikir berkemampuan berorganisasi sendiri, bagian-bagian saling menata dan hasil berasal dari interaksi tersebut. Jika seorang ahli strategi mencoba mengimplementasikan rencanarencananya, sistem berpikir aakan berorganisasi sendiri dengan cara melakukan perubahan terhadap proses-proses yang telah direncanakan, menata sendiri perubahan

59 59 yang berasal dari strukfur dan fungsi yang dirancang, dan hasil akan muncul sesuai dengan hubungan yang diinginkan. Pendekatan sistem dalam menyelesaikan masalah berarti memandang situasi masalah secara holistik. Pada saat dibicarakan tentang ide-ide sistem, atau modelmodel sistem yang dikonstruksi keluar dari ide-ide, kadangkala yang dipahami adalah mencoba memodelkan sistem dunia nyata, dalam hal ini sistem dijadikan dalam status ontologikal, Disaat yang lain, sering kali dalam konteks manajemen, penggunaan ideide sistem dan model dilakukan untuk mempelajari sesuatu dan mengklarifikasi perbedaan sudut pandang terhadap dunia nyata. Dalam hal ini, penggunaan ide-ide sistem dan model dianggap sebagai pelengkap epistemologi. Kedua prinsip ini dapat produktif sesuai dengan kondisi tertentu (Jackson 2003). Pendekatan sistem dalam manajemen rantai pasok masih sangat baru. Sebuah rantai pasok dapat dipandang sebagai sebuah sistem besar yang terdiri dari beberapa subsistem yang bersama-sama saling terkait. Vorst et al. (2000) mengadopsi pendapat bahwa organisasi terdiri dari sistem yang dikelola (managed system), pengelolaan sistem (managing system) dan sistem informasi. Sistem yang dikelola adalah proses transformasi primer. Sistem informasi bekerja untuk mendaftarkan data internal dan eksternal untuk dikonversi menjadi informasi kontrol. Pengelolaan sistem bertujuan merealisasi keluaran sistem dengan penyesuaian variabel kontrol terkadang mendapatkan masukan-masukan yang tak terkelola berupa variabel tidak beraturan seperti permintaan, pemogokan, pekerja yang sakit dan sebagainya. Gambar 12 menunjukkan hubungan tiga aspek dalam organisasi dengan rantai pasok. Barut Mehmet et al. (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pentingnya sistem aliran informasi suatu perusahaan dalam rantai pasok yang meliputi informasi tentang permintaan, kapasitas, persediaan, dan penjadwalan, yang dapat terukur. Pendekatan kesisteman mengutamakan kajian struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai pendukung bagi penyelesaian persoalan. Kajian sistem dimulai dengan identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan sehingga dapat dihasilkan suatu operasi dari sistem.

60 60 Masukan Lingkungan Data eksternal Pengelolaan sistem Kontrol informasi Pengelolaan sistem Kontrol aksi Variabel tak teratur Sistem terkelola Data internal Hasil/keluaran Manajemen rantai pasok Pengelolaan sistem Unit rantai pasok Kontrol informasi Pengelolaan sistem Pengelolaan sistem Unit rantai pasok Kontrol informasi Pengelolaan sistem Kontrol aksi Data internal Kontrol aksi Data internal Sistem terkelola Sistem terkelola Variabel tak teratur Hasil/keluaran Variabel tak teratur Hasil/keluaran Gambar 12 Cara pandang sistem terhadap rantai pasok (Vorst et al. 2002) Sistem Desain Blanchard (2004) menyatakan bahwa usaha-usaha efektif dalam aplikasi ilmu pengetahuan dan engineering adalah mentransformasikan suatu kebutuhan operasi menjadi suatu konfigurasi sistem tertentu melalui definisi iteratif keperluan proses dari atas ke bawah, analisis fungsional, sintesis, desain, test, dan evaluasi. Oleh karena itu sains dari sistem desain disebut juga systems engineering. Yang menjadi dasar sistem desain adalah menentukan tujuan, identifikasi kebutuhan, mendapatkan solusi terbaik, dan kemudian evaluasi keefektifan dari solusi untuk mencapai tujuan. Tujuan dari pengembangan beberapa sistem adalah untuk mencapai suatu konfigurasi sistem yang optimum. Optimisasi dapat diperoleh dari kombinasi terbaik dari desain sistem dan parameter-parameter operasi (nilai-nilai

61 61 variabel keputusan) yaitu ukuran minimisasi atau maksimasi kinerja. Misal optimisasi tujuan dapat meminimasi biaya atau maksimasi produktivitas. Informasi terintegrasi dengan pendekatan desain sangat penting untuk menghindari kerugian dalam siklus generasi product knowledge dan juga memecahkan konsistensi pengetahuan dan masalah-masalah yang melekat pada desain yang ada dan metodologi manufaktur. Untuk itu dapat digunakan Decision Support System (DSS). Teknik-teknik yang digunakan adalah kecerdasan buatan (artificial intelligence) (William B. Rouse dan Kenneth R. Boff 1987). Sistem Penunjang Keputusan Pendekatan sistem dalam pengambilan keputusan dikenal sebagai Sistem Penunjang Keputusan (SPK) atau Decision Support System (DSS). Millet dan Mawchinney CH (1992) menyatakan bahwa SPK mempunyai fokus pada masalah keputusan spesifik ataupun kumpulan masalah-masalah yang saling berhubungan. Turban (1995) menyatakan pengertian SPK adalah sistem informasi berbasis komputer yang interaktif, fleksibel dan dapat beradaptasi (adaptable), terutama dikembangkan untuk mendukung pemecahan masalah manajemen khusus dalam pengambilan keputusan yang lebih baik. SPK menggunakan data, menyediakan user interface yang mudah, dan membantu pengambil keputusan menggunakan pengetahuannya. SPK juga menggunakan model, dibuat dengan proses iteratif, mendukung seluruh fase pembuatan keputusan, dan memasukkan basis pengetahuan. Sprague dan Watson HJ (1996) mendefinisikan SPK sebagai suatu sistem yang berbasis komputer, membantu dalam membuat keputusan, berhubungan dengan problem yang tidak terstruktur, interaksi langsung dengan data dan analisis model. Masing-masing bagian dari definisi merupakan kunci konsep yang mempunyai kontribusi unik sebagai bagian dari sistem penunjang keputusan. Eriyatno (2003) menyatakan bahwa proses rancang bangun SPK berorientasi pada keputusan yang bersifat partisipatif. Hal ini erat kaitannya dengan aplikasi ilmu system untuk perencanaan dan pengendalian program yang membutuhkan partisipasi anggotanya. Gambar 13 menunjukkan kaitan dan struktur pendekatan sistem terhadap penunjang keputusan.

62 62 Kriteria keputusan suatu sistem harus bersifat lengkap (mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan), operasional (dapat digunakan dalam praktek), tidak berlebihan (dapat menghindarkan perhitungan berulang) dan minimum (dengan tujuan agar lebih mudah meninjau seara komprehensif persoalan). Hal ini merupakan salah satu karakteristik SPK yang dapat mendukung proses pengambilan keputusan terutama keputusan yang bersifat semi struktural. Direktif fbi Strategi s Taktis ffi Operasional Gambar 13 Struktur pendekatan sistem pada proses pengambilan keputusan Keterangan: fbi = Informasi umpan balik (feed back) ffi = Informasi umpan kedepan (feed forward) Marimin (2008) menyatakan bahwa landasan utama dalam pengembangan SPK untuk model manajemen adalah konsepsi model. Konsepsi model ini diperlukan untuk menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama system penunjang keputusan, yaitu: 1) pengambil keputusan atau pengguna, 2) model, dan 3) data. Struktur SPK terdiri dari: 1) Manajemen basis data, mencakup data yang relevan untuk situasi yang dihadapi dan dikelola oleh data base management systems (DBMS). Pada komponen ini data dapat ditambah, dihapus, diganti atau disunting agar tetap relevan jika hendak dibutuhkan; 2) Manajemen basis model, merupakan paket software yang terdiri dari finansial, statistik, manajemen pengetahuan, atau model-model kuantitatif lain yang menyediakan kapabilitas analitis sistem, dan manajemen software yang sesuai; 3) Sistem komunikasi atau manajemen dialog, merupakan sub-sistem yang disiapkan untuk berkomunikasi user interface sehingga tugas utama manajemen dialog adalah menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki oleh pengguna; dan 4) Manajemen pengetahuan (knowledge

63 63 management) merupakan sistem pengolahan terpusat untuk melakukan fungsi koordinasi dan pengendali dari operasi SPK secara menyeluruh. sistem ini menerima masukan dari ketiga sub-sistem lainnya dalam bentuk yang baku pula. Manajemen terpusat atau manajemen pengendali merupakan sub-sistem optional yang dapat menunjang setiap sub-sistem lain atau bertindak sebagai suatu komponen independent. Struktur dasar SPK dapat dilihat pada Gambar 14. Eriyatno (2007) menyatakan SPK didefinisikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang mendukung manajemen pengambilan keputusan yang berhubungan dengan permasalahan yang semi terstruktur. Karakteristik pokok yang melandasi SPK adalah 1) interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan, 2) dukungan menyeluruh (holistik) dan keputusan tahap berganda, 3) suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang, antara lain ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem, dan ilmu manajemen, dan 4) kemampuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat. Data Model Sistem Manajemen Basis Data (DBMS) Sistem Manajemen Basis Model (SMBM) Sistem Pengolahan Problematik Sistem Pengolahan Dialog Pengguna Gambar 14. Struktur dasar SPK (Turban 1995) Eriyatno (2007) menyatakan SPK didefinisikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang mendukung manajemen pengambilan keputusan yang berhubungan dengan permasalahan yang semi terstruktur. Karakteristik pokok yang melandasi SPK adalah 1) interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan, 2) dukungan menyeluruh (holistik) dan keputusan tahap berganda, 3) suatu sintesa dari

64 64 konsep yang diambil dari berbagai bidang, antara lain ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem, dan ilmu manajemen, dan 4) kemampuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat. Tinjauan Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian yang mendasari penelitian ini yaitu ranah penelitian pemberdayaan agroindustri di pedesaan, ranah penelitian minyak atsiri dan ranah penelitian rantai pasok. Tabel 1 menunjukkan beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini. Tabel 1 Daftar penelitian terdahulu No Peneliti Penelitian Metode 1 Syahza Almasdi (2006) 2 Subejo dan Supriyanto (2004) 3 Xiao Fang DU et al. (2009) Penelitian tentang kebijakan strategis untuk memperbesar atau mempercepat pertumbuhan sektor pertanian, khususnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Faktor pendukung pembangunan ekonomi pedesaan, antara lain peran perguruan tinggi, pengusaha, lembaga perkreditan, pengusaha tani (petani), instansi terkait, dan koperasi sebagai badan usaha Penelitian tentang paradigma baru pendekatan pembangunan agroindustri dengan keberpihakan pada masyarakat pedesaan serta memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking Penelitian tentang aplikasi keberhasilan dalam industri pertanian dalam pertumbuhan penjualan, mengurangi persediaan, perbaikan ketelitian peramalan, mereduksi kerugian, dan mereduksi atau mengeliminasi ketidak efisienan dalam rantai pasok, dengan pendekatan CPFR Rapid Rural Apraisal (RRA) Rapid Rural Apraisal (RRA) CPFR

65 65 Tabel 1 Daftar penelitian terdahulu (lanjutan) 4 Machfud (2001) Penelitian tentang oerencanaan sistem pengembangan agroindustri minyak atsiri dan merekayasa sistem manajemen ahli 5 Halim Mahfud (2004) 6 Kannan V.R. et al. (2010) 7 Indrawanto Chandra (2007) 8 Priyono A.(2006) 9 Yuhono J.T dan Shinta S (2007) 10 Sarifudin A. (2009) Penelitian tentang pengembangan agroindustri minyak atsiri dengan pendekatan klaster. Penelitian yang menyatakan bahwa perusahaan dengan rentang integrasi luas akan lebih focus pada keselarasan dengan pemasok dan pelanggan serta rantai pasok dibandingkan dengan rentang integrasi yang sempit Penelitian tentang evaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah dimana sumber pembiayaan yang dapat digunakan untuk pengembangan agroindustri minyak atsiri adalah pembiayaan dari lembaga keuangan syariah dengan pola musyarakah berdasarkan skema bagi hasil dan bagi resiko Penelitian tentang besarnya marjin pemasaran nilam untuk saluran (petani, tengkulak sampai penyuling) Penelitian tentang upaya meningkatkan rendemen dan mutu minyak nilam melalui perbaikan teknologi budidaya; penanganan pasca panen; penggunaan alat suling; serta kebijakan di bidang sosial ekonomi yaitu dengan pembekuan dan pencabutan ijin industri/perdagangan atau eksportir untuk mencegah terjadinya pemalsuan kualitas minyak. Penelitian tentang perbaikan dan penataan dalam proses budidaya dan pengolahan minyak nilam secara tepat untuk mendapatkan kualitas yang baik sehingga dapat meningkatkan nilai jual dan perolehan keuntungan secara ekonomis oleh para petani nilam di daerah dan agroindustri skala kecil guna meningkatkan kesejahteraannya. Teknik Fuzzylogic, ISM ISM Analisis klaster Sistem hasil bagi Analisis biaya Teknologi proses Teknologi budidaya

66 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka pemikiran dan detail tahapannya akan diuraikan pada bagian ini. Kerangka Pemikiran Agroindustri minyak atsiri merupakan suatu kelembagaan usaha yang dalam implementasinya terdiri dari beberapa kegiatan, mulai dari pengadaan bahan baku, produksi, distribusi dan pemasaran. Kegiatan tersebut saling berkaitan dalam rangka mencapai tujuan akhir. Membangun agroindustri yang tangguh dan berdaya saing tinggi seharusnya dimulai dengan membangun sistem jaringan rantai pasok yang tangguh dan saling menguntungkan serta bersinergi dengan rencana pembangunan pemerintah (Harris 2004). Pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri seharusnya diletakkan dan diorientasikan searah dan selangkah dengan paradigma baru pendekatan pembangunan. Paradigma pembangunan lama yang bersifat top-down perlu direorientasikan menuju pendekatan bottom-up yang menempatkan masyarakat atau petani di perdesaan sebagai pusat pembangunan. Pada penelitian ini definisi klaster agroindustri minyak nilam adalah kelompok yang terdiri dari usahatani, industri kecil penyulingan/usaha lepas panen, pedagang/pengumpul, industri penyulingan/eksportir dan industri pendukung. Klaster agroindustri minyak nilam ini terkait baik secara horisontal maupun vertikal dan institusi pendukung lainnya yang saling berinteraksi untuk menciptakan nilai tambah baik secara individu maupun bersama-sama (Roelandt & den Hertog 1999; Porter 1998; Wirabrata 2003). Pada klaster agroindustri minyak atsiri belum ada sinergi antara industri penyulingan dan eksportir, usaha lepas panen dan usahatani. Proses bisnis dalam jaringan klaster agroindustri minyak atsiri, harga ditentukan oleh mekanisme pasar dan industri besar dengan modal lebih kuat. Fluktuasi harga terjadi akibat adanya ketidakpastian harga pasar, kualitas produk dan kemampuan pasokan. Ketidakpastian harga mengakibatkan ketidak pastian tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku dalam jaringan rantai pasok. Harga minyak nilam murni yang berfluktuasi ditetapkan

67 67 berdasarkan mekanisme pasar internasional. Harga minyak nilam kasar yang berfluktuasi ditetapkan oleh industri penyuling dan eksportir yang ditetapkan berdasarkan perubahan harga minyak nilam murni dan permintaan minyak nilam kasar. Harga nilam kering yang berfluktuasi ditetapkan oleh usaha lepas panen berdasarkan perubahan harga minyak nilam kasar dan permintaan nilam kering. Gambar 15 menunjukkan kerangka dasar pemikiran penelitian. Usaha Tani Industri Penyulingan Kecil & Menengah Industri Penyulingan / Eksportir Pasokan Nilam Kering Pasokan Nilam Kering Pasokan Minyak Nilam Kasar Permintaan Nilam Kering Penyulingan Penyulingan Permintaan Minyak Nilam Kasar Permintaan Minyak Nilam Murni Eksportir / Pedagang Harga Jual Nilam Kering Harga Jual Minyak Nilam Kasar Harga Jual Minyak Nilam Murni Kesepakatan Harga Pemberdayaan masyarakat Gambar 15 Kerangka dasar pemikiran penelitian Perancangan sistem penunjang keputusan ini dilakukan berdasarkan keberlanjutan dan kelancaran pasokan nilam dan minyak nilam yang erat hubungannya dengan harga jual nilam kering, harga jual minyak nilam kasar dan harga jual minyak nilam murni. pendapatan yang diperoleh para pelaku usahatani dan usaha lepas panen. Bila pelaku usahatani dan usaha lepas panen dapat memperoleh pendapatan yang layak maka diharapkan ada peningkatan kesejahteran para pelaku usaha yang menjadi salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat perdesaan.

68 68 Pemodelan Sistem Pemodelan sistem adalah pembentukan rangkaian logika untuk menggambarkan karakteristik sistem dalam format matematis ataupun quasimatematis. Beberapa tahapan dalam pemodelan sistem adalah (1) Tahap seleksi konsep, (2) Tahap rekayasa model yaitu menetapkan jenis model yang akan diterapkan yang kemudian mengarah pada pengembangan model yang terarah dan realistik dengan alternative pendekatan kotak gelap dan struktur, (3) Tahap implementasi komputer, pemakaian komputer sebagai pengolah data dan penyimpan data tidak dapat diabaikan dalam pendekatan sistem. Pada tahap implementasi komputer, model abstrak diwujudkan pada berbagai bentuk persamaaan, diagram alir dan diagram blok, (4) Tahap validasi untuk jaminan keakuratan model, (5) Analisis sensitivitas, dengan tujuan utama untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting untuk ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model, (6) Analisis stabilitas, analisis untuk identifikasi batas kestabilan dari sistem yang diperlukan agar parameter tidak diberi nilai yang bisa mengarah pada perilaku tidak stabil apabila terjadi perubahan struktur dan lingkungan sistem, dan (7) Aplikasi model, proses ini dapat merupakan indikasi akan kebutuhan untuk pengulangan kembali proses analisis sistem dan pemodelan sistem (Eriyatno 2000). Sistem klaster agroindustri minyak atsiri dari hulu hingga hilir diwarnai dengan permasalahan yang kompleks dan dinamis. Permasalahan tersebut terjadi karena adanya interaksi antar unsur-unsur dalam klaster agroindustri minyak atsiri yaitu para pelaku usaha tani, usaha lepas panen termasuk yang dilakukan oleh pedagang/pengumpul, serta industri penyulingan (industri pengolahan lanjut) yang dapat berfungsi juga sebagai eksportir serta lingkungan sistem. Pada perancangan pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri ini dilakukan pendekatan sistem untuk mengetahui adanya peningkatan nilai tambah dalam rantai nilai yang terdapat pada klaster agroindustri minyak atsiri. Teknologi produksi nilam dari usahatani masih sangat sederhana dan biasanya mengandalkan cahaya matahari dalam proses pengeringannya. Hal ini menyebabkan kualitas nilam kering beragam. Keragaman kualitas nilam kering sebagai bahan baku penyulingan minyak nilam kasar mengakibatkan beragamnya kualitas minyak nilam

69 69 kasar. Hal ini akan menyebabkan kurangnya pasokan bahan baku bagi usaha lepas panen yang berakibat tersendatnya produksi, sehingga banyak permintaan yang tidak terpenuhi dan mengancam kelangsungan usahatani. Teknologi pengolahan minyak nilam dari usaha lepas panen masih sangat sederhana yang dapat mengakibatkan beragamnya kualitas minyak nilam kasar yang dihasilkan. Hal ini akan menyebabkan kurangnya pasokan bahan baku bagi industri penyuling dan eksportir. Usahatani dan usaha lepas panen menghadapi kendala seperti pada industri kecil lainnya yaitu kurangnya pengetahuan yang dimiliki dan permodalan. Kerangka pemikiran penelitian dirumuskan berdasarkan keberlanjutan dan kelancaran pasokan nilam dan minyak nilam yang erat hubungannya dengan pendapatan yang diperoleh para pelaku usaha tani dan usaha lepas panen. Gambar16 menunujukkan skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini. Mulai Iklim Usaha Agroindustri Analisa Situasional Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah Sistem Manajemen Klaster Analisa Sistem Klaster Identifikasi Rantai Nilai yang Meningkatkan Nilai Tambah Penyusunan Skenario Permintaan dan Persediaan Rantai Pasok Analisa Kebutuhan Stakeholder Analisa Kelayakan Usaha Model Kelembagaan Sistem Pendukung Keputusan - Model Kelayakan Usaha - Model Kesepakatan Harga - Model Kinerja Model Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam KlasterAgroindustri Minyak Atsiri Verifikasi Model Selesai Gambar 16 Kerangka pemikiran penelitian

70 70 Keberlanjutan klaster agroindustri minyak atsiri ditentukan oleh komitmen pelaku klaster dan juga oleh kemampuan klaster dalam mengelola kinerjanya. Rantai pasok nilam dari mulai usaha tani sampai pasokan minyak nilam kasar dari usaha lepas panen harus berlanjut dan berjalan lancar. Keberlanjutan dan kelancaran pasokan erat hubungannya dengan pendapatan yang diperoleh para pelaku usaha tani dan usaha lepas panen. Harga jual nilam dan minyak nilam kasar yang naik turun menyebabkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang diperoleh. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa kelayakan usaha tani dan usaha lepas panen untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha tersebut dijalankan.usaha tani dan usaha lepas panen yang layak akan memberikan tingkat keuntungan yang memadai bagi para pelaku usaha dan dapat meningkatkan pendapatan para pelaku usaha tani dan usaha lepas panen. Harga minyak nilam murni bervariatif karena dipengaruhi oleh harga minyak nilam murni di pasar internasional. Harga minyak nilam murni berpengaruh terhadap harga jual minyak nilam kasar dan harga jual nilam kering. Dengan rendahnya harga jual minyak nilam kasar dan harga jual nilam, maka pendapatan para pelaku usahatani dan usaha lepas panen juga menjadi rendah. Hal ini akan mempengaruhi perekonomian di perdesaan. Oleh karena itu diperlukan adanya keseimbangan/kesepakatan harga antara harga jual nilam dan harga jual minyak nilam kasar. Kinerja dari usahatani dan usaha lepas panen akan berpengaruh terhadap kesepakatan harga jual. Dengan demikian perlu dilakukan perancangan pengukuran kinerja usahatani dan usaha lepas panen. Untuk menghasilkan pengukuran kinerja usahatani dan usaha lepas panen, perlu dirancang indikator kinerja dan indikator kinerja kunci dari usahatani dan usaha lepas panen. Jika kinerja dari usahatani dan usaha lepas panen memuaskan, maka didesain kelembagaan yang berfungsi untuk memonitor kesepakatan harga yang dihasilkan serta membantu peningkatan kinerja usahatani dan usaha lepas panen. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di industri kecil penyulingan dan usahatani di (1) enam kecamatan yang berada pada Kabupaten Kuningan, yaitu Kecamatan

71 71 Cibeureum, Cibingbin, Karangkancana, Ciwaru, Lebakwangi dan Garawangi, (2) satu kecamatan yang berada pada Kabupaten Brebes, yaitu kecamatan Sindangheula. Lokasi ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki banyak budidaya tanaman nilam dan beberapa industri kecil penyulingan dengan kualitas produk yang bagus. Observasi lapangan dilaksanakan pada November 2010 sampai Juli 2011 untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan. Pengembangan model, analisis data dan kegiatan penelitian yang lain dilakukan secara simultan dengan melengkapi data yang dibutuhkan. Metoda Penelitian Penelitian ini menggunakan berbagai teknik dan teori untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kelayakan usahatani dan industri kecil penyulingan dilakukan berdasarkan studi pustaka dan wawancara mendalam dengan melalui kusioner sehingga dapat digambarkan analisa situasional serta sistem rantai pasoknya.. Analisis kelayakan usaha dilakukan dengan metode analisis finansial. Hasil kelayakan usaha ini akan menjadi masukan pada penentuan optimasi kesepakatan harga jual. Penentuan optimasi kesepakatan harga jual dilakukan dengan metode optimasi kesepakatan harga. Keseimbangan harga jual nilam ditentukan berdasarkan kesepakatan harga antara harga jual nilam dari petani dengan harga beli nilam oleh industri kecil penyulingan. Keseimbangan harga jual minyak nilam ditentukan berdasarkan kesepakatan harga antara harga jual minyak nilam dari industri kecil penyulingan dengan harga beli minyak nilam oleh industri penyulingan/elsportir. Pengukuran kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan menggunakan metode Integrated Performance Measurement System (IPMS). Pengukuran kinerja ini dilakukan berdasarkan identifikasi indikator kinerja. Identifikasi indikator kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan dilakukan dengan melakukan penilaian kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan berdasarkan pendapat pakar melalui Focus Group Discussion (FGD). Pakar yang dipilih adalah pada bidang keahlian teknologi budidaya tanaman atsiri, teknologi pengolahan, ekonomi dan kelembagaan. Ahli tersebut berasal dari Perguruan Tinggi dan Dinas terkait. Identifikasi indikator

72 72 kinerja ini dilakukan dengan pembobotan preferensi pakar. Preferensi pakar diakuisisi melaui pengisian kuesioner perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Hasil dari identifikasi indikator kinerja berupa bobot pengaruh variabel terhadap indikator kinerja kunci dari pengukuran kinerja. Untuk menentukan indikator kinerja kunci digunakan Proses Hirarki Analitik (PHA). Perancangan kelembagaan dari klaster agroindustri minyak atsiri berdasarkan akuisisi pendapat pakar melalui FGD. Data dan informasi yang dikumpulkan, dianalisa dan diolah sesuai dengan kebutuhan aplikasi model yang dikembangkan dalam rangka strukturisasi sistem pengembangan ISM (Interpretive Structural Model). Verifikasi model dilakukan untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua elemen sistem nyata dalam cakupan penelitian sudah terwakili dalam model. Verifikasi dilakukan dengan logika konseptual. Proses verifikasi ini menggunakan teknik face validity yaitu pemangku kepentingan melakukan evaluasi dan penelusuran secara menyeluruh terhadap logika konseptual dan kesesuaian keluaran model dengan sistem nyata. Metoda Pengumpulan Data Pengumpulan data dan akuisisi pengetahuan dilakukan atas dasar kebutuhan system. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi tentang rantai pasok minyak nilam, klaster agroindustri minyak atsiri, budidaya tanaman nilam, produksi nilam, harga nilam, teknik pengolahan tanaman nilam menjadi minyak nilam, potensi industri kecil penyulingan, dan harga minyak nilam. Data sekunder ini dikumpulkan dari laporan, publikasi, buku yang dikeluarkan oleh lembaga yang terkait seperti BPS, Dinas Pertanian, Perdagangan, dan Lembaga Riset lainnya. Sedangkan data primer dikumpulkan dari survey lapang di usahatani dan industri kecil penyulingan dan wawancara pakar, baik secara langsung maupun melalui kuesioner. Proses akuisisi pengetahuan dan proses pembobotan dilakukan melalui forum FGD.

73 73 Tahapan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu (Gambar 17): 1. Mempelajari klaster agroindustri minyak atsiri dan rantai pasok agroindustri minyak nilam melalui diskusi dengan pemilik industri kecil penyulingan, usahatani dan beberapa pakar terkait dengan agroindustri minyak nilam 2. Untuk lebih memahami proses bisnis, proses penyulingan minyak nilam dan budidaya tanaman nilam dilakukan melalui studi pustaka. Sumber pustaka diambil dari buku-buku dan penelitian terdahulu yang terkait dengan budidaya dan bisnis minyak nilam serta teknologi proses dan sistem tata niaga minyak nilam 3. Menentukan sistem manajemen klaster agroindustri minyak nilam melalui wawancara dengan pemilik industri kecil penyulingan dan usahatani serta mengidentifikasi rantai nilai yang dapat meningkatkan nilai tambah dalam rantai pasok agroindustri minyak nilam 4. Menganalisis kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholder) melalui analisis kelayakan usahatani dan analisis industri kecil penyulingan. Dari analisis kelayakan usaha dapat diketahui apakah usahatani maupun industri kecil penyulinyan dapat dilaksanakan. Pengolahan data dilakukan dengan software Microsoft Office Excel 2007 untuk menghitung analisis biaya 5. Menentukan optimasi kesepakatan harga jual nilam berdasarkan harga jual nilam dari usahatani dan harga beli nilam oleh industri kecil penyulingan. Optimasi kesepakatan harga jual minyak nilam berdasarkan harga jual minyak nilam dari industri kecil penyulingan dan harga beli minyak nilam oleh industri penyulingan/eksportir. Untuk menentukan optimasi kesepakatan harga menggunakan teori optimasi Fibonacci dan program OPTSYS 6. Menentukan indikator kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan dengan melakukan pembobotan preferensi pakar/stakeholder. Alat pengambilan data adalah kuesioner perbandingan berpasangan yang diberikan kepada responden yang kompeten dalam agroindustri minyak nilam. Untuk menentukan nilai bobot

74 74 kriteria dan sub-kriteria indikator kinerja dilakukan dengan perbandingan berpasangan dan PHA (Proses Hirarki Analitik) 7. Akuisisi pengetahuan pakar untuk menyusun strukturisasi sistem kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam menggunakan metode ISM (Interpretive Structural Modeling) 8. Melakukan verifikasi model untuk mendapatkan keyakinan bahwa model mampu bekerja sesuai dengan kebutuhan pengambil kebijakan.

75 75 Studi Pendahuluan Tinjauan Pustaka Klaster Agroindustri Minyak Atsiri Pemberdayaan Agroindustri Perdesaan Rantai Pasok dan Rantai Nilai Pendekatan sistem Sistem Desain Sistem Pengukuran Kinerja Metode dan model yang mendukung Sistem Manajemen Klaster Identifikasi rantai nilai yang dapat meningkatkan nilai tambah Analisis kebutuhan stakeholder Analisis Kelayakan Usaha Tani Analisis Kelayakan Usaha Industri Kecil Penyulingan Pengolahan Data Analisis Biaya Usaha Tani Usaha Tani layak? Harga Jual Nilam Ya Tidak Tidak Optimasi Kesepakatan Harga Jual dan Harga Beli Nilam Analisis Biaya Industri Kecil Penyulingan IK Penyulingan layak? Ya Harga Jual Minyak Nilam Harga Nilam Alternatif Kriteria, sub kriteria dan indikator kinerja kunci Usaha Tani Alternatif kriteria, sub kriteria dan indikator kinerja kunci IK Penyulingan Pembobotan kriteria dan sub kriteria kinerja Usaha Tani Pembobotan indikator kinerja kunci Usaha Tani Pembobotan kriteria dan sub kriteria kinerja Usaha Tani Pembobotan indikator kinerja kunci IK Penyulingan Penetapan kriteria dan sub kriteria Usaha Tani terpilih Penetapan indikator kinerja kunci Usaha Tani terpilih Penetapan kriteria dan sub kriteria IK Penyulingan terpilih Penetapan indikator kinerja kunci IK Penyulingan terpilih Penentuan target capaian nilai indikator kinerja kunci Usaha Tani Penentuan target capaian nilai indikator kinerja kunci IK Penyulingan Gambar 17 Diagram alir tata laksana penelitian agroindustri minyak nilam di perdesaan

76 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri kecil penyulingan/usaha lepas panen, dan (3) industri penyuling/eksportir. Disamping itu ada juga pedagang/ pengumpul nilam dan pedagang/pengumpul minyak nilam. Usahatani nilam terdiri dari petani nilam dan pedagang/ pengumpul nilam; industri kecil penyulingan terdiri dari petani-penyuling minyak nilam kasar dan pedagang/ pengumpul minyak nilam kasar. Pedagang/ pengumpul nilam terdiri dari pedagang/ pengumpul tingkat dusun dan tingkat desa. Pedagang/ pengumpul minyak nilam terdiri dari pedagang / pengumpul tingkat kecamatan dan pedagang/ pengumpul besar. Sedangkan dalam industri penyulingan minyak nilam besar termasuk juga eksportir besar. Berdasarkan penelitian lapang, jumlah total petani nilam 41 orang yang terbagi menjadi enam kelompok usahatani, pedagang/pengumpul 20 orang dan industri kecil penyulingan 4 pengusaha. Seluruh kegiatan mata rantai tersebut saling terkait erat satu sama lain dan saling mempengaruhi. Dalam seluruh aktivitasnya terdapat interaksi yang sangat kuat dari masing-masing pemangku kepentingan (stakeholder), baik yang terkait secara langsung maupun dari aktivitas-aktivitas yang berasal dari usaha berbasis nilam. Gambar 18 menunjukkan rantai pasok usaha minyak nilam. Usahatani Nilam Tanaman nilam (Pogostemon cablin, Benth) dapat tumbuh dan berkembang di dataran rendah sampai tinggi. Menurut Guenther E. (2006), nilam dapat ditanam sampai pada ketinggian m dpl. Akan tetapi nilam akan tumbuh dengan baik pada ketinggian antara m dpl. Tanaman ini menghendaki suhu yang panas dan lembab, serta membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Curah hujan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman nilam berkisar antara mm/tahun, suhu optimum o C dengan kelembaban lebih dari 75 %.

77 77 Pemasok Benih Pupuk USAHA TANI Petani USAHA LEPAS PANEN PEDESAAN Petani Penyuling Industri Kecil Penyulingan Industri Penyulingan/ Eksportir Besar End User Alat Peralatan PEDAGANG / PENGUMPUL NILAM KERING PEDAGANG / PENGUMPUL MINYAK NILAM Pedagang/ Pengumpul Tingkat Dusun Pedagang/ Pengumpul Tingkat Desa Pedagang/ Pengumpul Tingkat Kecamatan Pedagang/ Pengumpul Besar Gambar 18 Rantai pasok agroindustri minyak nilam Daun nilam merupakan bagian dari tanaman nilam yang paling berharga, karena minyak nilam yang baik berasal dari daun. Daun nilam dari jenis tanaman nilam (Pogostemon cablin, Benth) ini agak membulat seperti jantung, di bagian bawah daun terdapat bulu-bulu rambut sehingga warnanya nampak pucat. Nilam jenis ini tidak atau jarang sekali berbunga. Kadar minyaknya tinggi sekitar % dan komposisi minyaknya bagus. Nilam yang berbunga ini menjadi indikator bahwa nilam tersebut tidak layak dikembangkan, karena kadar minyaknya rendah dan komposisi minyaknya juga jelek. Pada dasarnya, seluruh bagian tanaman nilam seperti akar, batang, tangkai atau cabang maupun daunnya mengandung minyak nilam, namun kualitas kandungannya berlainan (Gambar 19). Akar nilam mengandung minyak dengan mutu yang terbaik, tetapi kandungan minyaknya hanya sedikit. Kandungan minyak yang terbanyak terdapat pada daun nilam. Waktu, umur dan cara pemanenan daun nilam sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas minyak yang dihasilkan.

78 78 Gambar 19 Tanaman nilam Daun nilam yang berkualitas baik adalah jika daun-daun nilam bagian bawah telah menguning. Panen pertama dilakukan 7 9 bulan setelah tanam, dan panen beikutnya dapat dilakukan pada setiap 3-4 bulan sekali, hingga umur produktif selama 3 tahun. Waktu pemanenan nilam harus dilakukan pada pagi atau sore hari, untuk menghindari berkurangnya jumlah minyak yang dihasilkan. Dengan bertambahnya umur tanaman nilam, daun nilam yang dihasilkan juga akan semakin berkurang, sehingga produksinyapun akan berkurang. Produksi tertinggi dicapai setelah tanaman berumur satu tahun, yakni 7-10 ton daun kering/ha/tahun, dan selanjutnya cenderung lebih rendah. Produksi nilam sangat tergantung pada musim. Pemanenan daun nilam diawali dengan memotong daun nilam menggunakan ani-ani atau sabit. Pemanenan dengan menggunakan ani-ani dapat memakan waktu

79 79 lama dan memerlukan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan sabit. Namun kelebihannya, kadar minyak yang dihasilkan tinggi, karena tiga pasang daun termuda akan menghasilkan minyak lebih tinggi. Kemudian daun nilam yang telah dipanen dipotong-potong / dirajang sepanjang 2-3 cm sebelum dikeringkan. Hasil panen daun nilam dari kebun, atau hasil yang telah dirajang, kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Lama penjemuran kira-kira 5 jam, atau sampai daun menjadi layu. Selanjutnya, daun-daun yang telah layu tersebut diangin-anginkan di atas rak-rak bambu di tempat teduh dan dibolak-balik sebanyak 2-3 kali dalam seharinya. Pengeringan dapat dihentikan setelah timbul bau nilam yang keras dan khas dibandingkan dengan daun segarnya. Lama pengeringan membutuhkan waktu 3-4 hari. Hasil panen daun nilam kering ini diangkut ke pedagang/pengumpul nilam kering dengan dipikul. Harga jual daun nilam kering dari petani berkisar Rp.4.500/kg tergantung dari banyaknya suplai. Harga daun nilam kering ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar, dalam hal ini ditentukan oleh pedagang/pengumpul daun nilam kering. Pedagang / pengumpul daun nilam kering akan membayar uang muka sebelum daun nilam dipanen karena petani membutuhkan uang muka tersebut untuk biaya operasionalnya, sehingga harga jual telah ditetapkan sebelum panen. Tetapi ada juga yang dibayar pada saat penyerahan hasil panen, hal tersebut tergantung pada kecukupan modal. Petani tidak berada pada posisi tawar yang kuat. Penawaran harga dibuka oleh pembeli dan biasanya pembeli mendatangi lokasi panen. Apabila harga daun nilam kering tidak sebanding dengan biaya budidaya, maka petani akan mengalami kerugian. Setelah daun nilam nampak kering, segera dilakukan penyulingan atau disimpan sementara waktu dengan diletakkan di atas para-para, atau di lantai beralaskan papan berkaki. Gudang penyimpanan tidak boleh lembab dan sirkulasi udara harus baik. Bila waktu penyimpanan terlalu lama dapat menyebabkan penyusutan jumlah daun nilam kering dan sekaligus menurunkan jumlah minyak yang dihasilkan. Prakiraan jumlah produksi nilam didasarkan pada luas lahan dikalikan dengan produktivitas. Luas lahan 1 ha menghasilkan 8750 kg nilam, luas lahan 0.42 ha

80 80 menghasilkan 4500 kg nilam dan luas lahan 0.56 ha menghasilkan 6200 kg nilam. Rata-rata produktivitas nilam sebesar 10 ton/ha. Rendahnya produktivitas nilam sebagai akibat dari minimnya teknologi budidaya. Populasi tanaman nilam per hektar rata-rata tanaman. Dilihat dari kepemilikan usahanya, kegiatan usaha tani nilam merupakan usaha milik sendiri atau sebagai tanaman tumpangsari di kebun milik Perhutani. Usaha Lepas Panen Perdesaan Pada Usaha Lepas Panen Perdesaan, petani-penyuling minyak nilam kasar maupun industri kecil penyulingan minyak nilam kasar mendapatkan daun nilam basah maupun kering dari petani atau dari pedagang / pengumpul tingkat dusun dan desa. Bila bahan baku adalah daun nilam basah maka harus dilakukan perajangan dan pengeringan terlebih dahulu. Bahan baku daun nilam basah dirajang 2-3 cm sebelum dijemur. Hasil yang telah dirajang, kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Tempat perajangan dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20 Tempat perajangan Lama penjemuran kira-kira 5 jam, atau sampai daun menjadi layu. Selanjutnya, daun-daun yang telah layu tersebut diangin-anginkan di atas rak-rak bambu di tempat teduh dan dibolak-balik sebanyak 2-3 kali dalam seharinya. Pengeringan dapat dihentikan setelah timbul bau nilam yang keras dan khas dibandingkan dengan daun segarnya. Lama pengeringan membutuhkan waktu 3-4 hari. Gambar 21 menunjukkan tempat penjemuran dan Gambar 22 menunjukkan rak pengeringan..

81 81 Gambar 21. Tempat penjemuran daun nilam Gambar 22 Rak pengeringan daun nilam Penyulingan dapat dilakukan oleh petani-penyuling atau industri kecil penyulingan. Cara penyulingan yang terbaik adalah penyulingan dengan uap langsung dan peralatan penyulingan terbuat dari bahan SS dan MS. Tekanan uap harus diatur sebaik-baiknya, mula-mula bertekanan rendah 1 atmosfir kemudian dinaikkan sekitar 2,5-3 atmosfir. Daun nilam yang akan disuling harus kering dan mempunyai kadar air sekitar 12-15%. Penyulingan dilakukan dengan cara mendidihkan daun nilam kering yang dimasukkan ke dalam ketel dan dialiri uap. Dengan penyulingan ini akan dipisahkan zat-zat bertitik didih tinggi dari zat-zat yang tidak dapat menguap Adanya panas air dan uap akan mempengaruhi bahan tersebut, sehingga di dalam ketel terdapat dua

82 82 cairan, yaitu air panas dan minyak nilam. Kedua cairan tersebut dididihkan perlahanlahan hingga terbentuk campuran uap yang terdiri dari uap air dan uap minyak. Campuran uap ini akan mengalir melalui pipa-pipa pendingin, dan terjadilah proses pengembunan sehingga uap tadi kembali mencair. Dari pipa pendingin, cairan tersebut dialirkan ke alat pemisah, yang akan memisahkan minyak atsiri dari air berdasarkan berat jenisnya. Gambar 23 menunjukkan diagram alir proses pengolahan minyak nilam kasar. Nilam Pembersihan Air Destilasi Ampas Perajangan Evaporasi Pengeringan Nilam Kering Separasi MinyakNilam Kasar Gambar 23 Diagram alir proses pengolahan minyak nilam Penyulingan dilakukan selama 8 jam dengan sistem uap air pada tekanan sekitar atmosfir. Rendemen minyak nilam kasar yang diperoleh rata-rata sebesar 1.2% dari bobot terna bahan baku nilam kering. Dengan demikian setiap kali suling dengan bobot terna nilam kering seberat 300 kg maka akan diperoleh sekitar 3.6 kg minyak nilam kasar. Minyak nilam kasar yang ditampung dipisahkan secara manual dari air uap penyulingan. Sedangkan nilam sisa penyulingan hanya dibakar dan dibuang. Gambar 24 menunjukkan alat penyulingan yang digunakan industri kecil penyulingan.

83 83 Berdasarkan penelitian di Kabupaten Kuningan dan Brebes, jumlah pekerja penyulingan rata-rata sebanyak 3 orang yang terdiri dari satu orang tenaga tetap sebagai teknisi dan digaji per bulan sebesar Rp per bulan dan satu orang tenaga tidak tetap yang dibayar sebesar Rp per orang per kali suling. Biaya operasional lain yang cukup besar adalah biaya bahan baku nilam kering dan biaya bahan bakar minyak untuk pembakaran. Dengan harga bahan baku sekitar Rp per kg nilam kering maka dengan kapasitas per satu kali suling seberat 300 kg diperlukan biaya bahan baku sebesar Rp Sedangkan untuk pembakaran diperlukan sekitar 3 m3 kayu bakar per kali suling, sehingga jika harga kayu bakar per m3 sebesar Rp maka diperlukan sekitar Rp untuk biaya bahan bakar per satu kali suling. Gambar 24 Alat penyulingan kapasitas 600 kg nilam kering Pendapatan usaha minyak nilam sangat ditentukan oleh penerimaan usahanya dan biaya operasional yang dikeluarkan. Besarnya penerimaan ditentukan oleh kapasitas berjalan usaha, tingkat rendemen yang didapat dan harga minyak nilam. Sedangkan biaya operasional yang terbesar adalah biaya bahan baku nilam kering dengan kontribusi terhadap total biaya sekitar 67.5%, dan biaya bahan bakar dengan kontribusi sekitar 10.5%, kontribusi biaya tenaga kerja sekitar 7.5% dan biaya lainnya sekitar 14.5%.

84 84 Pada umumnya pengusaha minyak nilam kasar menjual hasil minyaknya ke pedagang / pengumpul di Ibukota Kabupaten atau pedagang / pengumpul besar, dan bias juga langsung dijual ke beberapa industri penyulingan besar atau eksportir besar. Harga bahan baku nilam kering selalu fluktuatif setiap tahun. Harga ini selain dipengaruhi oleh ketersediaan nilam juga dipengaruhi oleh harga minyak nilam yang terjadi. Rata-rata harga bahan baku nilam kering dalam lima tahun terakhir sekitar Rp 4.500,- per kg. Demikian pula harga minyak nilam kasar selalu fluktuatif setiap tahun. Harga minyak nilam kasar ini dipengaruhi oleh harga minyak nilam murni. Rata-rata harga minyak nilam kasar dalam lima tahun terakhir sekitar Rp per kg. Industri Penyulingan Minyak Nilam Murni/ Eksportir Pada industri penyulingan minyak nilam murni, bahan baku minyak nilam kasar diperoleh dari Usaha Lepas Panen maupun dari pedagang / pengumpul Tingkat Kecamatan / Kabupaten. Minyak nilam kasar yang diperoleh akan diekstraksi dengan pelarut sehingga menghasilkan resin dan oleoresin minyak nilam. Selanjutnya disuling / dimurnikan dan akan menghasilkan essence flavor / parfum. Dengan pencampuran dan atau peracikan akan menghasilkan campuran flavor dan fragran yang dapat digunakan antara lain pada industri pangan dan kosmetika. Harga bahan baku minyak nilam kasar selalu fluktuatif karena mengikuti harga minyak nilam di pasar internasional. Pada situasi perdagangan seperti ini, usahatani tidak memiliki posisi tawar harga yang kuat. Ketidakberdayaan terhadap kebijakan harga minyak nilam kasar membuat usahatani harus kehilangan kemampuan untuk menjalankan budidaya nilamnya. Begitu pula pada usaha lepas panen juga tidak memiliki posisi tawar harga minyak nilam kasar yang kuat terhadap kebijakan harga minyak nilam murni. Harga minyak nilam murni sangat fluktuatif tergantung pada harga minyak nilam murni di pasar internasional. Analisis Kebutuhan Kebutuhan konsumen atau industri pengguna akan minyak nilam murni di pasaran lokal maupun internasional sangat mempengaruhi harga minyak nilam pada beberapa level / tingkatan.

85 85 Terkait dengan fluktuasi harga minyak nilam, setiap pihak yang terkait dalam agroindustri nilam mempunyai kebutuhan masing-masing. Analisis kebutuhan sangat diperlukan untuk merancang suatu model yang mampu mengakomodir semua kebutuhan pihak-pihak yang terkait. melibatkan beberapa pihak yang saling terkait dan saling berkepentingan. Langkah awal dari analisis kebutuhan ini adalah mengidentifikasi pihak yang berkepentingan dan kebutuhannya. Agroindustri minyak nilam melibatkan (1) usahatani (petani), pedagang / pengumpul nilam kering, pedagang/ pengumpul tingkat dusun/ desa; (2) usaha lepas panen yang terdiri dari petani penyuling dan industri kecil penyulingan,pedagang/pengumpul minyak nilam tingkat kecamatan/ kabupaten serta (3) industri penyulingan dan atau eksportir. Peran lembaga keuangan dan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator sangat diperlukan dalam pengembangan agroindustri nilam ini. Usaha tani melakukan budidaya nilam secara tradisional di atas lahan yang dimiliki atau di kebun milik Perhutani dengan sistem bagi hasil. Optimasi produktivitas nilam kering dan harga jual nilam kering dapat meningkatkan pendapatan yang menjadi tujuan kelangsungan kegiatan pertanian nilam. Keuntungan bisnis dari usaha lepas panen dapat diperoleh apabila mampu melakukan kontinuitas dan efisiensi produksi serta meningkatkan kualitas produk minyak kasar. Kontinuitas pasokan nilam kering dan pengembangan teknologi sangat mendukung tercapainya tujuan tersebut. Kelangsungan industri kecil penyulingan bergantung pada perencanaan produksi pada kapasitas optimal, kestabilan dan kesesuain harga. Pemerintah memiliki kepentingan dalam pengembangan agroindustri nilam khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja dan perbaikan ekonomi makro. Tabel 1 menunjukkan analisis kebutuhan dari pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan agroindustri nilam.

86 86 Tabel 2 Daftar kebutuhan pemangku kepentingan industri nilam No Pelaku Kebutuhan Pelaku 1 Usaha tani (Petani) a. Harga jual nilam kering yang tinggi b. Peningkatan teknologi budidaya nilam c. Permintaan nilam kering yang tinggi d. Peningkatan nilai tambah e. Biaya usaha tani rendah f. Nilam kering yang berkualitas tinggi g. Pasokan bibit yang berkualitas h. Sarana dan prasarana transportasi yang memadai i. Tersedianya kredit modal kerja dengan resiko rendah 2 Pedagang/Pengumpul Nilam Kering 3 Usaha Lepas Panen (Petani-penyuling, Industri Kecil Penyulingan) 4 Pedagang/Pengumpul minyak nilam 5 Industri Penyulingan/Eksportir a. Harga jual nilam kering yang tinggi b. Permintaan nilam kering yang tinggi c. Margin keuntungan tinggi d. Nilam kering yang berkualitas tinggi e. Sarana dan prasarana transportasi yang memadai f. Tersedianya kredit modal kerja dengan resiko rendah a. Ketersediaan bahan baku nilam kering terjamin b. Harga bahan baku nilam kering rendah c. Rendemen minyak nilam kasar tinggi d. Peningkatan teknologi proses e. Permintaan minyak nilam kasar tinggi f. Mutu minyak nilam kasar tinggi g. Biaya produksi rendah h. Margin keuntungan tinggi i. Sumberdaya manusia yang terampil j. Tersedianya kredit modal kerja dengan resiko rendah a. Harga jual minyak nilam yang tinggi b. Permintaan minyak nilam yang tinggi c. Margin keuntungan tinggi d. Minyak nilam yang berkualitas e. Sarana dan prasarana transportasi yang memadai f. Tersedianya kredit modal kerja dengan resiko rendah a. Harga jual minyak nilam kasar rendah b. Ketersediaan minyak nilam kasar terjamin c. Permintaan minyak nilam murni tinggi d. Peningkatan teknologi proses e. Minyak nilam murni berkualitas tinggi f. Harga minyak nilam murni tinggi g. Margin keuntungan tinggi h. Iklim usaha yang kondusif i. Kepastian pasar yang tinggi

87 87 Tabel 2 Daftar kebutuhan pemangku kepentingan industri nilam (lanjutan) 6 Lembaga Keuangan a. Tingkat resiko pembiayaan rendah b. Tingkat keuntungan pembiayaan yang tinggi c. Peningkatan jumlah nasabah 7 Pemerintah a. Meningkatnya lapangan pekerjaan b. Meningkatnya pendapatan masyarakat c. Meningkatnya pendapatan devisa d. Meningkatnya pendapatan daerah e. Meningkatkan perekonomian pedesaan f. Terjaganya kelestarian lingkungan Formulasi Permasalahan Berdasarkan kebutuhan para pelaku di atas, permasalahan yang dihadapi pelaku agroindustri minyak nilam dalam kaitannya dengan pemberdayaan agroindustri minyak nilam di perdesaan adalah: 1. Harga minyak nilam yang selalu fluktuatif dan tidak pasti menyebabkan keuntungan usaha agroindustri minyak nilam menjadi sangat tidak pasti. Ketidakpastian pendapatan ini akan mengakibatkan ketidakpastian keuntungan yang didapat oleh pelaku usaha agroindustri minyak nilam, terutama usahatani dan industri kecil penyulingan 2. Harga bahan baku nilam kering yang selalu fluktuatif dan tidak pasti menyebabkan biaya produksi minyak nilam menjadi tidak pasti sehingga menambah ketidakpastian pendapatan para pelaku usaha agroindustri minyak nilam 3. Budidaya tanaman nilam yang kurang baik mengakibatkan rendahnya rendemen minyak nilam 4. Rentan terhadap ketidakseimbangan pasokan bahan baku dan permintaannya 5. Masih menggunakan teknologi yang sederhana 6. Keterbatasan sumberdaya finansial dan kemampuan SDM dari para pelaku usaha 7. Kualitas sumberdaya yang rendah dan lemahnya posisi tawar usaha tani (petani) dan usaha lepas panen nilam mengakibatkan lemahnya dayasaing usaha tani dan usaha lepas panen 8. Dukungan dari Lembaga dan Dinas terkait yang masih lemah / kurang

88 88 9. Kurangnya akses informasi, teknologi dan keterjangkauan akses permodalan mengakibatkan rendahnya produktivitas produksi nilam dan minyak nilam kasar 10. Kelangkaan pasokan nilam kering sebagai bahan baku minyak nilam diakibatkan oleh turunnya daya tarik petani untuk menanam nilam, semakin sempitnya lahan, minimnya teknologi pertanian dan rendahnya produktivitas produksi nilam. Dengan memperhatikan permasalahan utama dalam pengembangan industri berbasis nilam, maka dibutuhkan suatu model pemberdayaan agroindustri minyak nilam di perdesaan yang lebih baik dengan keberpihakan pada usahatani (petani). Model yang dibangun ini untuk meningkatkan pemberdayaan agroindustri minyak nilam di perdesaan melalui klaster agroindustri minyak nilam sehingga kehidupan usahatani akan lebih meningkat lagi. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan hubungan antara kebutuhan dengan permasalahan yang harus dipecahkan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem ini diperlukan untuk memfokuskan pemodelan tanpa mengurangi kompleksitas yang ada. Pengetahuan ini diperlukan dalam perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak nilam yang akan dikembangkan. Agregasi atas kepentingan setiap pemangku kepentingan teridentifikasi bahwa kesepakatan harga nilam kering dan minyak nilam kasar merupakan optimalisasi dari sumberdaya agroindustri minyak nilam. Sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dengan kesepakatan harga nilam dan minyak nilam kasar yang akan dikembangkan ini dapat mengoptimalkan setiap kepentingan dari para pemangku kepentingan yang terlibat pada klaster agroindustri minyak nilam. Tujuan pengembangan sistem pemberdayaan agroindustri minyak nilam di perdesaan ini adalah untuk menjamin kelangsungan usahatani yang berada pada klaster agroindustri minyak nilam dan meningkatkan perekonomian perdesaan. Keterkaitan dan koordinasi antar pemangku kepentingan dibutuhkan agar sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak nilam ini dapat berjalan baik (Gambar 25). Dengan demikian akurasi pendugaan dari variabel-

89 89 variabel yang mempengaruhi hasil akhir yang diinginkan merupakan prasyarat bagi keberhasilan sistem yang dibangun. Industri Alat & Peralatan Supplier Pupuk & Pestisida Lembaga Keuangan Pemerintah Pusat & Daerah Pemasok Benih Pupuk USAHA TANI Petani USAHA LEPAS PANEN PEDESAAN Petani Penyuling Industri Kecil Penyulingan Industri Penyulingan /Eksportir Besar Konsu men Alat Peralatan PEDAGANG / PENGUMPUL NILAM KERING Pedagang/ Pengumpul Tingkat Dusun Pedagang/ Pengumpul Tingkat Desa PEDAGANG / PENGUMPUL MINYAK NILAM Pedagang/ Pengumpul Tingkat Kecamatan Pedagang/ Pengumpul Besar Perguruan Tinggi Dewan Atsiri Indonesia Asosiasi Minyak Atsiri Gambar 25 Klaster agroindustri minyak nilam Tujuan tersebut merupakan gambaran output yang dikehendaki bahwa keberlangsungan klaster agroindustri nilam akan memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui ketersediaan lapangan kerja, pemberdayaan ekonomi petani di perdesaan, meningkatkan daya saing untuk menjamin pemenuhan permintaan nilam dan minyak nilam regional dan ekspor. Industri penyulingan minyak nilam yang memiliki daya saing ini diharapkan akan menarik investor dan mengingkatkan devisa negara. Perancangan sistem yang dibangun mencakup pengendalian variabel-variabel input yang terkait rantai kebelakang dan kedepan (backward dan forward lingkage) dari sistem klaster agroindustri minyak nilam sehingga dapat mengoptimalkan variabel-variabel output sesuai yang diinginkan dan meminimalkan output yang tidak dikehendaki. Sektor produksi industri penyulingan minyak nilam murni membentuk loop positif dari faktor-faktor penyusunnya yaitu pasokan bahan baku minyak nilam kasar dan harga

90 90 minyak nilam kasar. Untuk meningkatkan keberlanjutan produksi industri penyulingan minyak nilam murni dengan melakukan optimalisasi faktor pasokan bahan baku minyak nilam kasar (backward linkage) dan harga minyak nilam kasar (forward linkage). Begitu pula pada industri penyulingan minyak kasar yang membentuk loop positif dari faktor faktor pasokan bahan baku nilam kering dan harga nilam kering. Untuk meningkatkan keberlanjutan produksi industri penyulingan minyak nilam kasar dengan melakukan optimalisasi faktor pasokan bahan baku nilam kering dan harga nilam kering. Dari aspek penyediaan bahan baku, bahan baku minyak nilam kasar harus selalu tersedia baik dari segi jumlah maupun mutu yang sesuai dengan kebutuhan industri penyulingan minyak nilam murni. Jumlah produksi minyak nilam kasar dipengaruhi oleh jumlah pasokan nilam kering, rendemen minyak nilam kasar, dan teknologi prosesnya. Sedangkan bahan baku nilam kering juga harus selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan industri penyulingan minyak nilam kasar. Jumlah produksi nilam kering dipengaruhi oleh produktivitas nilam, budidaya, luas lahan dan teknologi budidayanya. Causal loop diagram pasokan bahan baku membentuk loop positif Oleh karena itu optimalisasi rantai nilai level usahatani dan optimalisasi produksi nilam kering akan mendukung kontinuitas pasokan bahan baku nilam kering. Begitu pula optimalisasi rantai nilai level usaha lepas panen akan mendukung kontinuitas pasokan bahan baku minyak nilam kasar. Variabel input terkendali yaitu sumberdaya yang dibutuhkan dalam kegiatan memasok bahan baku pada sektor ini meliputi: teknologi budidaya nilam, teknologi proses minyak nilam kasar, sistem tataniaga nilam, dan kelembagaan keuangan. Gambar 27 menunjukkan diagram keterkaitan variabelvariabel dalam klaster agroindustri nilam. Dari aspek distribusi produk minyak nilam murni, bagaimana kestabilan harga dapat dijamin sehingga mampu meningkatkan daya saing dan meningkatkan rantai nilai. Harga minyak nilam murni yang ditentukan oleh mutu produknya, dipengaruhi oleh pasar internasional sehingga harganya cenderung fluktuatif. Harga minyak nilam yang fluktuatif di pasar internasional, menjadi kendala dalam menjamin kestabilan harga minyak nilam kasar dan harga nilam kering.

91 91 Gambar 26 Diagram sebab-akibat agroindustri minyak nilam Keterangan : DNK : Daun Nilam Kering MNK :Minyak Nilam Kasar MNM:Minyak Nilam Murni

92 92 Pada Causal loop diagram harga bahan baku membentuk loop positif. Turun naiknya harga bahan baku nilam kering maupun minyak kasar bergantung pada harga nimyak nilam murni. Harga minyak nilam murni bergantung pada harga pasar internasional Oleh karena itu peran pemerintah sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan harga agar kontinuitas pasokan bahan baku dapat terjamin. Variabel input terkendali pada sektor ini meliputi: teknologi budidaya atsiri, teknologi proses minyak atsiri, sistem tataniaga atsiri, sistem tataniaga minyak atsiri, kelembagaan keuangan, kebijakan sistem ekspor, dan kebijakan terhadap industri hilir. Input tak terkendali yaitu elemen dalam sistem yang mempengaruhi kinerja sistem tetapi tidak dapat dikendalikan keberadaannya. Dalam sistem pemberdayaan agroindustri minyak atsiri ini, input tak terkendali meliputi: harga minyak atsiri, harga bahan baku, rendemen, dan persaingan industri. Output yang dikehendaki adalah tujuan yang ingin dicapai yang meliputi: tingkat keuntungan usaha yang tinggi, kestabilan harga, keberlanjutan produksi, peningkatan daya saing, dan peningkatan devisa. Output yang tidak dikehendaki adalah efek yang tidak diinginkan sehingga perlu diminimumkan. Output yang tidak dikehendaki ini meliputi : penurunan kemampuan produksi, penurunan mutu produk, fluktuasi harga, penurunan pendapatan, penurunan pasokan bahan baku, dan penurunan devisa. Input lingkungan merupakan kondisi lingkungan diluar sistem yang turut mempengaruhi kinerja sistem. Input lingkungan sistem ini meliputi: iklim, kondisi ekonomi nasional, dan kondisi pasar minyak atsiri internasional. Gambar 27 menunjukkan hubungan keterkaitan variabel-variabel pada diagram black box.

93 93 Input Lingkungan Iklim Kondisi ekonomi nasional Kondisi pasar minyak atsiri Input Tak Terkendali Harga minyak atsiri Harga bahan baku Rendemen Persaingan industri Output Yang Dikehendaki Tingkat keuntungan usaha yang tinggi Kestabilan harga Keberlanjutan produksi Peningkatan daya saing Peningkatan devisa MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERDESAAN dalam KLASTER AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI Input Terkendali Teknologi budidaya atsiri Teknologi proses minyak atsiri Sistem tataniaga atsiri Sistem tataniaga minyak atsiri Kelembagaan keuangan Kebijakan ekspor Kebijakan industri hilir Output Tidak Dikehendaki Lahan yang tidak termanfaatkan Terjadinya tanah longsor Penggunaan tenaga kerja berlebihan Penggunaan pupuk berlebihan Penggunaan energi berlebihan Penurunan devisa MANAJEMEN PENGENDALIAN Gambar 27 Diagram input-output model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri

94 94 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Konfigurasi Model Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam sistem dengan kepentingan yang berbeda-beda sehingga memerlukan pendekatan sistem. Melalui prosedur metodologi dalam rancang bangun pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri, diharapkan mampu menghasilkan keputusan yang komplementer dan komprehensif terhadap sejumlah kebutuhan masing-masing komponen pelaku sehingga tercipta suatu sistem yang harmonis. Dinamika lingkungan sistem pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri berupa biaya produksi serta harga jual nilam dan minyak nilam yang cenderung berfluktuasi, dapat diatasi melalui rancang bangun model yang dapat diaplikasikan ke dalam sistem berbasis computer. Model tersebut dibangun melalui empat komponen utama, yaitu Sistem Manajemen Basis Data (SMBD), Sistem Manajemen Basis Model (SMBM), Sistem Manajemen Basis Pengetahuan (SMBP), dan Sistem Pengolahan Terpusat (SPT). Selain itu model tersebut juga dilengkapi dengan Sistem Manajemen Dialog (SMD) dan hubungannya dengan pengguna. Sebagai tujuan akhir dari pengembangan model adalah membantu semua pihak dalam pengambilan keputusan terutama kepada koperasi usahatani dan usaha lepas panen, industri penyuling/eksportir, lembaga keuangan, dan Pemerintah Pusat/Daerah, baik dalam bentuk formulasi strategi maupun operasional. Sistem Pengolahan Terpusat merupakan bagian sistem yang bertujuan mengorganisasikan dan mengendalikan seluruh komponen sistem, serta memungkinkan sistem berinteraksi secara dua arah dengan sistem lainnya. Sistem Pengolahan Terpusat divisualisasikan dalam bentuk Menu Utama yang terdiri dari Basis Data, Basis Pengetahuan dan Basis Model. Sistem Manajemen Dialog merupakan bagian sistem yang memungkinkan pengguna dengan mudah berinteraksi dengan sistem. Sistem Manajemen Dialog dalam sistem penunjang keputusan pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri

95 95 menyediakan fasilitas interaktif antara model dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Berdasarkan analisis sistem nyata, agroindustri minyak nilam melibatkan beberapa elemen dengan pola interaksi yang sangat kompleks. Oleh karena itu perlu disusun suatu model yang terstruktur, sederhana tetapi dapat merepresentasikan sistem nyata. Model Sistem Penunjang Keputusan dirancang dalam bentuk perangkat lunak berbasis komputer yang berfungsi sebagai Sistem Penunjang Keputusan yang diberi nama PAP-Klaster (Pemberdayaan Agroindustri Perdesaan dengan Pendekatan Klaster). Cakupan Model PAP-Klaster PAP-Klaster dirancang sebagai sistem pendukung keputusan yang mengintegrasikan beberapa sub-model yang saling berhubungan dan didukung oleh basis data serta basis pengetahuan. Fitur-fitur yang disiapkan merupakan elemenelemen rinci yang disusun berdasarkan diskusi dengan praktisi sebagai pengguna dan literatur. Pada Halaman utama ini pengguna dapat memasukkan username dan password. Gambar 28 menunjukkan halaman depan dari PAP-Klaster. Gambar 28 Tampilan halaman depan PAP-Klaster

96 96 Konfigurasi model dirancang dalam paket program komputer sistem penunjang keputusan. Paket program tersebut bertujuan untuk membantu pengguna dalam proses pengambilan keputusan berkenaan dengan sistem pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri. Gambar 29 menunjukkan konfigurasi SPK PAP-Klaster dilengkapi dengan Sistem Manajemen Dialog (SMD) dan hubungannya dengan pengguna (user). Data Model Pengetahuan Sistem Manajemen Basis Data (DBMS) Daftar stakeholder Klaster Agroindustri Nilam Data internal pelaku klaster (data keuangan, data produksi, data pemasaran, data sumber daya) Sistem Manajemen Basis Model (MBMS) Model Kelayakan Usaha Tani dan Industri Kecil Penyulingan Model Kesepakatan Harga Model Pengukuran Kinerja Sistem Manajemen Basis Pengetahuan (KBMS) Penentuan Fungsi Sasaran Penentuan Kendala Utama Indikator Kinerja Usaha tani dan Industri Kecil Penyulingan Penentuan Indikator Kinerja Sistem Pengolahan Terpusat Sistem Manajemen Dialog PENGGUNA Gambar 29 Konfigurasi SPK PAP-Klaster Sistem penunjang keputusan (SPK) pada program PAP-Klaster disusun berdasarkan dua basis pengetahuan, yaitu: (1) perancangan indikator kinerja, dan (2) pembobotan indikator kinerja. Masing-masing basis data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

97 97 Analisis Biaya Analisis biaya ini menganalisis basis data berdasarkan kriteria finansial berupa PBP (Payback Period), NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), B/C-ratio (Benefit-Cost-Ratio), dan BEP (Break Event Point). Analisis sensitivitas dilakukan pada berbagai skenario, proyeksi cash-flow, dan analisis laba-rugi. Tujuan akhir dari analisis ini adalah untuk mendapatkan informasi layak atau tidak layak usahatani dan industri kecil penyulingan. Optimasi Kesepakatan Harga Optimasi kesepakatan harga pada usahatani dilakukan berdasarkan kesepakatan antara harga jual nilam kering dari petani dan harga beli nilam kering oleh industri kecil penyulingan. Tujuan dari optimasi kesepakatan harga ini adalah untuk member keuntungan yang memadai bagi usahatani dan industri kecil penyulingan. Sistem Pengolahan Terpusat Sistem Pengolahan Terpusat merupakan bagian dari sistem yang mengelola dan mengatur seluruh komponen, serta memungkinkan sistem berinteraksi secara timbal balik dengan sistem lainnya. Sistem pengolahan terpusat berfungsi sebagai koordinator dan pengendalian dari operasi Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan dalam Klaster Agroindustri Minyak Atsiri. Sistem Manajemen Dialog Sistem Manajemen Dialog merupakan fasilitas yang diberikan untuk berkomunikasi antara model dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Sistem ini akan mempermudah pengguna dalam pemakaian program. Hal ini dikarenakan sistem yang dibuat user friendly. Sistem Manajemen Dialog perlu dirancang dengan tampilan menarik agar pengguna mudah mengerti dengan alur kerja penggunaan program serta membuat pengguna tidak merasa bosan.

98 98 Sistem Manajemen Basis Data Sistem manajemen basis data merupakan salah satu komponen penting dari suatu sistem karena adanya perbedaan kebutuhan data. Sistem Manajemen Basis Data merupakan bagian sistem yang didalamnya terdiri dari basis data yang dapat digunakan untuk memberikan informasi yang bersifat tetap, tidak dapat diubah ataupun dimanipulasi dan berperan sebagai input bagi pengembangan sistem. Juga dapat berisikan basis data yang merupakan mekanisasi integrasi berbagai jenis data internal dan eksternal. Ada kemungkinan basis data harus dimanipulasi atau diubah dalam penggunaannya agar menghasilkan model tertentu. Sistem manajemen basis data pada model pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri merupakan bagian yang memberikan fasilitas pengolahan data, yaitu mengendalikan dan memanipulasi data yang tersimpan. Proses tersebut diantaranya input data, ubah data, dan hapus data. Hal ini dimaksudkan agar keluaran model lebih aktual dan sesuai kondisi ketika model akan digunakan. Gambar 30 menunjukkan tampilan menu utama program PAP-Klaster yang memiliki tiga menu, yaitu: (1) analisis usaha, (2) kinerja, dan (3) kelembagaan. Gambar 30 Tampilan menu utama PAP-Klaster

99 99 Struktur Biaya Usahatani Nilam Analisis usaha dari usahatani memiliki basis data struktur biaya investasi dan biaya produksi usahatani. Data proyeksi produksi usahatani dalam kg nilam kering per hektar selama umur ekonomis diasumsikan bulan pertama 0 persen, bulan keenam 100 persen, dan bulan kesembilan 90 persen dengan umur ekonomis proyek satu tahun. Basis data tersebut dapat dilakukan editing berupa penambahan atau pengurangan sesuai keperluan ketika model akan dioperasikan. Tabel 3 menunjukkan struktur biaya investasi dan Tabel 4 menunjukkan struktur biaya produksi usahatani. Tabel 3 Struktur biaya investasi usahatani nilam No Uraian Satuan Volume Harga (Rp) Total Biaya (Rp/ha) 1 Sewa lahan Rp/ha/th Cangkul buah Sabit buah Sprayer buah Total Tabel 4 Struktur biaya produksi usahatani nilam No Uraian Satuan Volume Harga (Rp) Total Biaya (Rp/ha) 1 Biaya Variabel: - Benih - Pupuk urea tanaman kg Pupuk TSP kg Pestisida botol Obat semprot rumput buah Karung buah Tenaga Pembukaan HOK Lahan - Tenaga angkut bibit HOK Sub Total Biaya Tetap: - Tenaga Penanaman HOK Tenaga Pemupukan dan Pengendalian HOK Tenaga Pemanenan HOK Sub Total Total

100 100 Gambar 31 menunjukkan tampilan asumsi dan kofisien budidaya nilam PAP-Klaster dan Gambar 32 menunjukkan tampilan biaya produksi usahatani nilam PAP-Klaster. Gambar 31 Tampilan asumsi dan koefisien budidaya nilam PAP-Klaster Gambar 32 Tampilan biaya produksi usahatani nilam PAP-Klaster

101 101 Struktur Biaya Industri Kecil Penyulingan Minyak Nilam Basis data struktur biaya industri kecil penyulingan terdiri dari biaya investasi tanah dan bangunan, mesin dan peralatan, biaya operasional, biaya penyusutan, dan biaya perawatan. Data proyeksi industri kecil penyulingan dalam kg minyak nilam per tahun selama umur ekonomis diasumsikan bulan pertama sampai bulan ke dua puluh 100 persen, dengan umur ekonomis proyek 20 bulan. Basis data tersebut dapat dilakukan editing berupa penambahan atau pengurangan sesuai keperluan ketika model akan dioperasikan. Tabel 5 menunjukkan biaya investasi, Tabel 6 menunjukkan biaya operasional, Tabel 7 menunjukkan biaya penyusutan dan Tabel 8 menunjukkan biaya perawatan industri kecil penyulingan. Tabel 5 Biaya investasi industri kecil penyulingan minyak nilam No Uraian Satuan Volume Harga (Rp) Total Biaya (Rp) 1 Alat Penyulingan unit Mesin Rajang unit Rumah Suling dan unit Tungku 4 Katrol unit Bak Angkut unit Total Tabel 6 Biaya operasional industri kecil penyulingan minyak nilam No Uraian Satuan Volume Harga (Rp) Total biaya (Rp) 1 Biaya variabel (per siklus): - Kayu bakar - Air - Listrik - Jerigen plastik 30 kg m 3 paket paket paket Sub Total Biaya tetap: -Nilam kering -Tenaga kerja Kg HOK Sub Total Total Biaya

102 102 Tabel 7 Biaya penyusutan industri kecil penyulingan minyak nilam No Uraian Biaya (Rp) Umur Penyusutan (%) Biaya Penyusutan (Rp) 1 Alat Penyulingan Mesin Rajang Rumah Suling dan Tungku 4 Katrol Bak Angkut Total Tabel 8 Biaya perawatan industri kecil penyulingan No Uraian Biaya (Rp) Perawatan (%) Biaya Perawatan (Rp) 1 Alat Penyulingan Mesin Rajang Rumah Suling dan Tungku 4 Katrol Bak Angkut Total Tabel 9 menunjukkan biaya pembelian alat suling agroindustri minyak nilam PAP- Klaster. Tabel 10 menunjukkan jadwal angsuran pinjaman agroindustri minyak nilam PAP-Klaster. Tabel 9 Biaya pembelian alat suling agroindustri minyak nilam PAP-Klaster N o Uraian Alat penyulingan Mesin rajang Rumah suling dan tungku Katrol Bak angkut Jumlah (unit) Harga (ribu Rp) Sub total (ribu Rp) Umur (thn) Penyusut an (%) B.penyusut an (ribu Rp) Perawa tan (%) B.perawa tan (ribu Rp) Total

103 103 Tabel 10 Jadwal angsuran pinjaman agroindustri minyak nilam PAP-Klaster (Rp) No Awal Tahun Pokok Bunga Total Total Struktur Manajemen Basis Pengetahuan Sistem manajemen basis pengetahuan pada program PAP-Klaster disusun berdasarkan dua basis pengetahuan, yaitu: (1) perancangan indikator kinerja, dan (2) pembobotan indikator kinerja. Masing-masing basis pengetahuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Perancangan Indikator Kinerja Perancangan indikator kinerja (IK) dirancang berdasarkan beberapa kriteria yang selanjutnya bisa diderivasikan menjadi beberapa sub kriteria. Dalam perancangan ini identifikasi kriteria dilakukan dengan akuisisi pengetahuan pakar baik melalui kajian pustaka, brainstorming dengan pakar maupun dengan mengajukan beberapa pertanyaan pada pakar dalam bentuk kuesioner semi terbuka. Pakar yang dilibatkan sebanyak 6 orang yang terdiri dari 2 orang praktisi usahatani dan industri kecil penyulingan, 3 orang dari pemerintah dan 1 orang akademisi. Tujuan dari perancangan indikator kinerja ini adalah untuk mendapatkan indikator kinerja kunci dari klaster agroindustri minyak atsiri.

104 104 Pembobotan Indikator Kinerja Pembobotan indikator kinerja dilakukan untuk menghasilkan indikator kinerja kunci berdasarkan bobot dari masing-masing indikator kinerja. Dalam pembobotan ini digunakan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) terhadap indikator kinerja yang ada. Dengan menggunakan AHP dapat dihasilkan struktur indikator kinerja dan indikator kinerja kunci (IKK) yang dihasilkan. Sistem Manajemen Basis Model Sistem manajemen basis model merupakan fasilitas yang diberikan dalam pengelolaan model untuk perhitungan yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Sistem manajemen basis model disusun berdasarkan empat model, yaitu: (1) model analisis kelayakan usaha, (2) model kesepakatan harga, (3) model pengukuran kinerja, dan (4) model kelembagaan. Masing-masing basis model tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Model Kelayakan Usaha Model analisis kelayakan usaha dirancang dengan tujuan untuk menganalisis kelayakan usahatani nilam dan industri kecil penyulingan minyak nilam. Model ini diharapkan dapat berguna bagi: (1) koperasi usahatani dan industri kecil penyulingan guna mendapatkan nilai tambah, (2) pengusaha atau investor yang ingin menanamkan modalnya pada usahatani nilam dan industri kecil penyulingan minyak nilam, (3) lembaga pembiayaan usaha untuk penyaluran kredit bagi pengusaha, dan (4) Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi sistem pemberdayaan masyarakat pedesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri berupa formulasi kebijakan, perbaikan infrastruktur, dan mendorong bentuk pengusahaan nilam secara terintegrasi melalui PAP-Klaster. Input data model kelayakan usaha dilakukan melalui dua cara yaitu input data yang tersimpan dalam file data struktur biaya usahatani nilam dan industri kecil penyulingan minyak nilam serta masukan data dan informasi langsung dari pengguna. Formulasi yang digunakan untuk menghitung kelayakan investasi dilakukan melalui

105 105 kriteria finansial berupa NPV (Net Present Value) adalah nilai bersih yang diterima proyek selama umur ekonomis pada saat ini; PBP (Pay Back Period) merupakan nilai yang mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali; IRR (Internal Rate of Return ) adalah nilai suku bunga yang membuat NPV proyek sama dengan nol, atau tingkat suku bunga yang menunjukkan bahwa nilai penerimaan sama dengan jumlah seluruh biaya investasi sekarang; B/C ratio (Benefit-Cost-Ratio) merupakan perbandingan nilai sekarang dengan nilai biaya bersih; dan BEP (Break Even Point) adalah analisa titik pulang pokok di mana tingkat volume penjualan akan impas untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Skenario yang dilakukan pada model kelayakan usaha ini terdiri dari tiga skenario, yaitu: (1) pada kondisi normal, (2) dengan penurunan harga jual sebesar 20%, dan (3) dengan penurunan harga jual sebesar 40%. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap ketiga skenario tersebut. Output model analisis kelayakan usaha berupa analisis laba-rugi, analisis cash flow, dan kriteria kelayakan usahatani nilam dan industri kecil penyulingan minyak nilam. Sub model Kelayakan Usahatani Nilam Sub Model ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani nilam dari segi aspek finansialnya. Perhitungan kriteria kelayakannya terdiri dari NPV (Net Present Value), BEP (Break Even Point), B/C Ratio, dan PBP (Pay Back Period). Perhitungan sub model ini dilakukan dengan menggunakan Microsoft excel Gambar 33 menunjukkan diagram alir model kelayakan analisis kelayakan usaha.

106 106 Mulai Input Basis Data Usahatani: 1. Biaya tetap: - Gaji karyawan tetap - Biaya tetap lainnya 2. Biaya tidak tetap: - Pemeliharaan tanaman - Pupuk, pestisida - Panen dan pascapanen -Biaya tidak tetap lainnya 3. Target produksi kebun: kg/ha/tahun Input Skenario Model Usahatani: Sumber dana Bank Konvensional Tenggang waktu pengembalian pinjaman kredit Umur ekonomis proyek Harga jual nilam kering Hitung: Biaya investasi Biaya produksi Hitung: Analisis Laba-Rugi Analisis Cash-Flow Hitung: IRR - PBP NPV - BEP B/C ratio Layak? Cetak Output: Kriteria kelayakan usaha Analisis Laba-Rugi Analisis Cash-Flow Selesai Gambar 33 Diagram alir model analisis kelayakan usaha

107 107 Gambar 34 menunjukkan Tampilan Sub Model Kelayakan Usahatani Nilam. Gambar 34 Tampilan sub-model kelayakan usahatani nilam Tampilan sub-model kelayakan usahatani nilam terdiri dari: 1) Masukan model Masukan dari Sub-Model Kelayakan Usaha untuk usahatani nilam berasal dari data struktur biaya usahatani yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel, dan nilainilai asumsi untuk parameter yang digunakan dalam analisis. Biaya investasi yang diperlukan untuk usahatani nilam dengan luas lahan m2 sebesar Rp Biaya produksi usahatani sebesar Rp , sehingga modal kerja yang diperlukan adalah sebesar Rp ) Analisis kelayakan finansial usahatani nilam ini menggunakan beberapa asumsi, yaitu : Masa usaha 1 tahun (12 bulan) Jangka waktu pengembalian pinjaman 12 bulan

108 108 Jarak tanam 0.6 m x 0.8 m, jumlah tanaman di lapang untuk 1 ha adalah adalah tanaman Jumlah bibit yang disediakan adalah tanaman dengan kematian bibit di lapang ± 16% Umur tanaman saat panen pertama adalah bulan ke 6, dan panen selanjutnya setiap 3 bulan sekali Satu tahun 3 kali panen, jumlah produksi per panen sebanyak kg, Harga jual nilam basah adalah Rp 1 200/kg atau harga jual nilam kering sebesar Rp 4 500/kg Bunga bank yang berlaku adalah 12% Modal pinjaman dari bank sebesar 60% dan modal sendiri sebesar 40% Persentase produksi bulan ke-1 sampai dengan bulan ke-5 sebesar 0%, bulan ke-6 sebesar 100%, bulan ke-9 sebesar 90%. 3) Keluaran model Dalam penentuan kelayakan finansial perlu dilakukan pengujian terhadap tingkat sensitivitasnya. Pengujian dilakukan pada tiga kondisi yang berbeda. Skenario pertama adalah kondisi normal dengan menggunakan asumsi yang telah ditetapkan. Skenario kedua adalah kondisi dimana terjadi penurunan harga jual nilam basah sebesar 20%. Skenario ketiga adalah kondisi dimana terjadi penurunan harga jual nilam basah sebesar 40%. Skenario 1 Pada skenario pertama yang merupakan kondisi normal yaitu pada harga jual nilam basah Rp 1 200/kg, biaya produksi Rp , usahatani nilam untuk masa proyek selama 1 tahun memiliki keuntungan bersih per tahunnya sebesar Rp ; NPV sebesar Rp ; IRR sebesar 14.60%; PBP selama 4.97 bulan, dan B/C Ratio sebesar Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kondisi normal usahatani layak untuk dijalankan.

109 109 Skenario 2 Pada skenario kedua terjadi penurunan harga jual nilam basah sebesar 20% yaitu pada harga jual Rp 960. Usahatani nilam untuk masa proyek selama 1 tahun memiliki keuntungan bersih per tahunnya sebesar Rp ; NPV sebesar Rp ; IRR sebesar 7.81%; PBP selama bulan, dan B/C Ratio sebesar Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kondisi kedua tersebut usahatani nilam layak untuk dijalankan jika terjadi penurunan harga jual hingga 20% Skenario 3 Pada skenario ketiga terjadi penurunan harga jual nilam basah sebesar 40%, yaitu pada harga jual Rp 720. Usahatani nilam untuk masa proyek selama 1 tahun memiliki keuntungan bersih per tahunnya sebesar Rp ; NPV sebesar Rp ; IRR sebesar -0 92%; PBP selama 20 bulan; dan B/C Ratio sebesar Hasil analisis sensitivitas pada skenario ketiga menunjukkan bahwa usahatani nilam juga mulai tidak layak untuk dijalankan jika terjadi penurunan harga jual nilam hingga 40%. Berdasarkan analisis sensitivitas usahatani nilam, pada penurunan harga jual 40% usahatani tidak layak dijalankan. Tabel 11 menunjukkan hasil perhitungan kelayakan finansial usahatani nilam pada ketiga kondisi dengan luas lahan 1 ha. Tabel 11 Hasil kelayakan finansial usahatani nilam m2 (1 ha) pada kondisi normal, biaya produksi naik 65%, harga jual turun 40% Parameter Kelayakan Kondisi Normal (Skenario 1) Penurunan Harga Jual(20%) (Skenario 2) Penurunan Harga Jual (40%) (Skenario 3) Keuntungan bersih/tahun (Rp) 14,019, ,855 NPV (Rp) 12,130, ,302,877 IRR (%) 14, ,92 PBP (bulan) 4, B/C Ratio 1, ,96 Hasil Analisis LAYAK LAYAK TIDAK LAYAK

110 110 Gambar 35 menunjukkan hubungan B?C ratio dengan skenario 1, 2, dan 3. Gambar 36 menunjukkan hubungan keuntungan per tahun dengan skenario 1, 2, dan 3. B/C Ratio Kondisi normal Harga jual turun 20% Harga jual turun 40% B/C Ratio Gambar 35 B/C ratio pada kondisi normal, harga jual turun 20% dan harga jual turun 40% Keuntungan per tahun Keuntungan per tahun Kondisi normal Harga jual turun 20% Harga jual turun 40% Gambar 36 Keuntungan per tahun pada kondisi normal, harga jual turun 20% dan harga jual turun 40% Sub-model Kelayakan Usaha Industri Kecil Penyulingan Minyak Nilam Sub-Model ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan industri kecil penyulingan minyak nilam dari segi aspek finansialnya. Perhitungan kriteria kelayakannya terdiri dari NPV (Net Present Value), BEP (Break Even Point), B/C Ratio, dan PBP (Pay Back Period). Perhitungan sub model ini dilakukan dengan menggunakan Microsoft excel Gambar 37 menunjukkan tampilan biaya

111 111 pembelian mesin, Gambar 38 menunjukkan tampilan jadwal angsuran pinjaman, dan Gambar 39 menunjukkan tampilan sub model kelayakan usaha industri kecil penyulingan minyak nilam. Gambar 40 menunjukkan diagram alir model kelayakan analisis kelayakan industri kecil penyulingan minyak nilam. Gambar 37 Tampilan biaya pembelian mesin agroindustri minyak nilam PAP-Klaster Gambar 38 Tampilan jadwal angsuran pinjaman agroindustri minyak nilam PAP-Klaster

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 23 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam perumusan strategi serta implementasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat perdesaan, sektor pertanian masih merupakan tema sentral yang perlu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN 140 MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN Model kelembagaan klaster agroindustri minyak nilam dirancang melalui pendekatan sistem dengan menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Modelling). Gambar 47 menunjukkan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster

Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster 200 Lampiran 1 Profil Usahatani, Industri Kecil Penyulingan dan Pedagang/Pengumpul Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penulisan rencana bisnis ini adalah untuk membangun sebuah usaha yang terintegrasi dalam pengembangan komoditas minyak nilam, yang merupakan tanaman

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem 76 PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Nilam secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) level pelaku utama, yaitu: (1) usahatani nilam, (2) industri

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN 94 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Konfigurasi Model Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri bersifat kompleks, dinamis, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI TANAMAN NILAM

BAB 3 KONDISI TANAMAN NILAM BAB 3 KONDISI TANAMAN NILAM 3.1 Manfaat Dan Kegunaan Minyak Nilam Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau disebut juga sebagai Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional

ANALISA SISTEM. Analisa Situasional ANALISA SISTEM Metodologi sistem didasari oleh tiga pola pikir dasar keilmuan tentang sistem, yaitu (1) sibernetik, atau berorientasi pada tujuan. Pendekatan sistem dimulai dengan penetapan tujuan melalui

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sistem menghasilkan Model Strategi Pengembangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik karena banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, maupun karena kontribusinya yang

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

SISTEM PENGUKURAN KINERJA DENGAN METODE INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEMS

SISTEM PENGUKURAN KINERJA DENGAN METODE INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEMS EMBRYO VOL. 8 NO. 2 DESEMBER 2011 ISSN 0216-0188 SISTEM PENGUKURAN KINERJA DENGAN METODE INTEGRATED PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEMS (Studi Kasus : Usahatani dan Industri Kecil Penyulingan dalam Klaster

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN 42 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Pemerintah daerah Sumatera Barat dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah melakukan upaya memperbaiki perekonomian dengan menfokuskan pengembangan

Lebih terperinci

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT 7.1. Kinerja Lembaga Penunjang Pengembangkan budidaya rumput laut di Kecamatan Mangarabombang membutuhkan suatu wadah sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah seyogyanya bertumpuh pada sumberdaya lokal yang dimiliki dan aktivitas ekonomi yang mampu melibatkan dan menghidupi sebagian besar penduduk. Pemanfaatan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI NILAM INDONESIA

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI NILAM INDONESIA STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI NILAM INDONESIA Chandra Indrawanto dan Ludi Mauludi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar minyak nilam didunia.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

OPTIMASI PENENTUAN KESEPAKATAN HARGA NILAM PADA RANTAI PASOK MINYAK ATSIRI DI KABUPATEN KUNINGAN

OPTIMASI PENENTUAN KESEPAKATAN HARGA NILAM PADA RANTAI PASOK MINYAK ATSIRI DI KABUPATEN KUNINGAN 6 Optimasi Penentuan Kesepakatan Harga..(Hendrastuti, dkk) OPTIMASI PENENTUAN KESEPAKATAN HARGA NILAM PADA RANTAI PASOK MINYAK ATSIRI DI KABUPATEN KUNINGAN Hendrastuti ) Eriyatno ), Meika Syahbana Rusli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dunia bisnis dan industri saat sekarang ini semakin ketat dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat serta sangat cerdas dalam memilih produk

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi, keseimbangan bidang pertanian dengan industri Pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; Pembangunan ekono

Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi, keseimbangan bidang pertanian dengan industri Pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; Pembangunan ekono MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN BERBASIS AGRIBISNIS DI DAERAH RIAU Tim Peneliti: Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP. Henny Indrawati, SP., MM PENELITIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A14104093 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI Antung Deddy Radiansyah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii RINGKASAN H. Antung Deddy R. Analisis Keberlanjutan Usaha

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN

PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN ENERGI TERBARUKAN BERBASIS HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK INDUSTRI BIOMASA YANG BERKELANJUTAN ERWIN SUSANTO SADIRSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 i

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI XIX XX XX XXI XXIII 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 Manfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun,

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, komoditas ini juga memberikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Metode optimisasi sudah terkenal dan umum digunakan dalam jalur distribusi karena berkaitan dengan meningkatkan keuntungan, efisiensi dan mengolah bahan baku menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral dari sektor pertanian memberikan kontribusi penting pada proses industrialisasi di wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan ilmiah dengan kerangka berfikir logis. Pemodelan sistem kelembagaan pasokan bahan baku agroindustri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

VI. MODEL PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF DAN PASAR POTENSIAL

VI. MODEL PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF DAN PASAR POTENSIAL VI. MODEL PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF DAN PASAR POTENSIAL A. Model Pemilihan Produk Prospektif 1. Input Model Pemilihan Produk Prospektif. Model pemilihan produk prospektif ini digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS PRODUK INVESTASI DAN EFISIENSI PEMASARAN OBLIGASI NEGARA RITEL (ORI) DI PT BANK BRI SUSY LIESTIOWATY

ANALISIS PROFITABILITAS PRODUK INVESTASI DAN EFISIENSI PEMASARAN OBLIGASI NEGARA RITEL (ORI) DI PT BANK BRI SUSY LIESTIOWATY ANALISIS PROFITABILITAS PRODUK INVESTASI DAN EFISIENSI PEMASARAN OBLIGASI NEGARA RITEL (ORI) DI PT BANK BRI SUSY LIESTIOWATY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ANALISIS PROFITABILITAS

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2, Juli 2011: 498-503 KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU Henny Indrawati Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau Email:

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN RURIN WAHYU LISTRIANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR

RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN USAHA

MANFAAT KEMITRAAN USAHA MANFAAT KEMITRAAN USAHA oleh: Anwar Sanusi PENYULUH PERTANIAN MADYA pada BAKORLUH (Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan Prov.NTB) Konsep Kemitraan adalah Kerjasama antara usaha

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci