VI. STUDI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP TIPOLOGI PERUMAHAN YANG DIMINATI. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. STUDI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP TIPOLOGI PERUMAHAN YANG DIMINATI. Abstrak"

Transkripsi

1 15 VI. STUDI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP TIPOLOGI PERUMAHAN YANG DIMINATI Abstrak Pemekaran Kabupaten Kubu Raya tahun 27 dengan ibukota kabupaten yang berkedudukan di Sungai Raya, serta status kawasan Sungai Raya yang juga sebagai hinterland Kota Pontianak menunjukkan indikasi pesatnya pembangunan di kawasan tersebut khususnya industri perumahan yang diprediksi akan mengalami peningkatan pesat. Kawasan Sungai Raya yang notabene merupakan wilayah bergambut, menciptakan suatu kondisi yang dilematis terhadap pembangunan permukiman di kawasan tersebut. Dampak dari pembangunan permukiman di kawasan Sungai Raya akan menimbulkan berbagai persepsi masyarakat terhadap rumah tinggal sebagai salah satu kebutuhan primer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan minat masyarakat terhadap perumahan dan permukiman. Metode analisis menggunakan analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden belum memiliki rumah sendiri (71%) dimana 33% berstatus sewa/kontrak dan 38% masih tinggal dengan orang tua. Sebayak 69% responden memilih sistem pembayaran kredit apabila hendak membeli rumah dengan kemampuan mencicil maksimal Rp. 2.5 juta per bulan (< Rp. 1 juta sebanyak 51% dan Rp juta sebanyak 43%). Kisaran harga rumah yang terjangkau oleh responden maksimal Rp. 25 juta rupiah (< Rp. 1 juta sebanyak 44% dan Rp.1 25 juta sebanyak 36%). Sekitar 44% responden menyatakan kurang paham terhadap kerusakan lingkungan akibat eksploitasi lahan gambut. Sementara 8% responden memilih kawasan Sungai Raya sebagai lokasi tempat tinggal dan 43%menginginkan rumah dengan desain arsitektur yang menarik. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan utama dalam memilih rumah tinggal antara lain: kualitas bangunan, ketersediaan sarana dan prasarana, kedekatan dengan lokasi tempat kerja dan harga rumah yang relatif murah. Sebanyak 79% responden menyatakan struktur panggung cocok untuk di lahan gambut dan sebanyak 53% responden berminat terhadap tipologi hunian vertikal (Model A), 29% memilih hunian horizontal 2-3 lantai (Model B) dan 19% memilih hunian horizontal 1 lantai (Model C). Persepsi responden terhadap hunian vertikal (rusun/apartemen) sebagai berikut: a) kelebihan hunian vertikal antara lain: hemat lahan, tertata rapih, lebih murah, sosialisasi baik, kredit murah, bebas banjir, dan praktis, b) beberapa kelemahannya yaitu: pada beberapa kasus terkesan kumuh, padat, berisik, rawan konflik, akses ke lantai teratas cukup jauh jika tanpa lift, dan kesulitan dalam distribusi air. Kata kunci : preferensi, persepsi, tipologi, perumahan. 6.1 Pendahuluan Pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya yang berkedudukan di Sungai Raya terus melakukan pembangunan di berbagai bidang guna mewujudkan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satu kebutuhan pokok masyarakat diantaranya kebutuhan akan perumahan dan permukiman. Meningkatnya kebutuhan akan permukiman di kawasan Sungai Raya disebabkan tingginya animo masyarakat penglaju (commuter) Kota Pontianak untuk memilih

2 16 tempat tinggal di wilayah pinggiran (hinterland), selain itu status kawasan Sungai Raya sebagai kota baru pemerintahan yang berpotensi akan berkembang pesat menjadi kawasan perkotaan. Sehubungan dengan karakteristik lahan di kawasan Sungai Raya yang notabene merupakan wilayah bergambut, maka meningkatnya pembangunan perumahan di kawasan tersebut menimbulkan permasalahan-permasalahan lingkungan, sosial, ekonomi dan teknologi. Seperti diketahui bahwa lahan gambut merupakan ekosistem yang mengemban misi lingkungan yang besar, sehingga laju ekspansinya perlu dikontrol dan dikendalikan. Potret kondisi di lapangan memberikan gambaran bahwa trend rumah tapak yang dikembangkan oleh developer mendapat respon yang sangat baik dari masyarakat, sementara tipologi rumah panggung sudah mulai ditinggalkan dan dianggap kuno. Pembangunan rumah tapak dianggap tidak berwawasan lingkungan karena berpotensi merusak ekosistem gambut. Lahan gambut yang akan dijadikan permukiman di drain hingga level maksimal kemudian ditimbun dengan tanah mineral sehingga gambut tidak tersisa lagi. Kondisi ini telah menghilangkan fungsi ekologi gambut sebagai peredam banjir dan penyimpan karbon yang sangat baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap tipologi bangunan tempat tinggal yang berwawasan lingkungan, mengetahui tingkat kemampuan masyarakat secara financial, mengetahui minat dan preferensi masyarakat terhadap perumahan yang layak huni, serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat dalam memilih tempat tinggal, seperti: usia, tingkat pendidikan, penghasilan, status sosial, lokasi, mata pencaharian. 6.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk mengetahui persepsi dan minat masyarakat terhadap perumahan dan permukiman adalah metode analisis kuantitatif yang berasal dari rekapitulasi kuesioner responden. Uji kuantitatif terhadap persepsi masyarakat menggunakan Skala Likert dalam bentuk tabulasi, persentase dan grafik. Proses pengolahan data menggunakan perangkat lunak (software) komputer dengan program Excel. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dan wawancara (interview) dengan menggunakan kuesioner. Penentuan sample dilakukan dengan metode purposive sampling melalui beberapa tahapan, yaitu: 1) membagi responden menjadi dua kelompok (cluster) yaitu responden yang bekerja di Sungai Raya dan responden yang bekerja di Kota

3 17 Pontianak (dalam radius yang tidak terlalu jauh dari Sungai Raya) dengan pertimbangan pemilihan lokasi tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja; 2) Jumlah sampel masing-masing cluster ditentukan 35 responden, sehingga total sampel dua lokasi tersebut sebanyak 7 responden; 3) penentuan responden berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut: 7% responden dengan kriteria belum memiliki rumah sendiri dan 3% sudah memiliki rumah (dengan pertimbangan responden terpilih akan berpeluang besar untuk memilih tempat tinggal di kawasan Sungai Raya), merupakan keluarga muda atau baru bekerja, dan berpenghasilan baik. 6.3 Hasil dan Pembahasan Identitas Umum Responden Terdapat beberapa karakteristik responden berdasarkan tempat tinggal dan tempat bekerja, yaitu; 1) Responden bekerja di Sungai Raya dan tinggal di Sungai Raya; 2) Responden bekerja di Sungai Raya tetapi tinggal di Pontianak; 3) Responden bekerja di Pontianak dan tinggal di Pontianak; dan 4) Responden bekerja di Pontianak tetapi tinggal di Sungai Raya. Karakter yang terbentuk diatas disebabkan kawasan Sungai Raya yang juga berfungsi sebagai hinterland Kota Pontianak, merupakan lokasi strategis dengan jarak tempuh yang relatif terjangkau untuk skala kota sehingga menjadi sasaran utama sebagai lokasi tempat tinggal. Selain itu, ibukota Kabupaten Kubu Raya yang juga berkedudukan di Sungai Raya menjadikan kawasan ini sebagai cikal bakal kota baru mandiri (kota baru pemerintahan) walaupun pada awalnya pemenuhan kebutuhan masyarakat Sungai Raya masih bergantung pada fasilitas Kota Pontianak (kota baru satelit). Berdasarkan distribusi usia responden, pengelompokan dilakukan berdasarkan rentang usia yang dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu responden yang berusia tahun, tahun, tahun, dan tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia tahun dengan persentase sebanyak 47%, kemudian urutan kedua adalah responden berusia tahun sebanyak 34%, urutan ketiga responden berusia tahun (1%) dan paling sedikit responden berusia tahun (9%). Usia responden antara 36 s/d 55 tahun dengan persentase yang besar menunjukkan usia kerja produktif yang dapat dijadikan indikator tingkat kemapanan dan kematangan dalam pengambilan keputusan (Gambar 39a).

4 18 Sementara berdasarkan distribusi jenis kelamin menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 49 orang dengan persentase 7% dan 3% untuk jenis kelamin perempuan dengan jumlah 21 orang (Gambar 39b). a 1% 9% tahun 47% 34% tahun tahun tahun b 3% 7% Laki-laki Perempuan Gambar 39. Distribusi Usia (a) dan jenis kelamin (b) Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebagian besar merupakan penduduk asli Kalbar yaitu sebanyak 46 responden (66%) dan sebesar 34% atau 24 responden merupakan penduduk pendatang yang antara lain berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Jakarta (Gambar 4a). Bagi sebagian penduduk pendatang ada yang sudah lama merantau ke Kalbar sehingga sudah menetap di Kalbar, selain itu ada juga yang baru bermigrasi beberapa tahun dikarenakan mutasi pekerjaan. Dilihat dari jenis pekerjaan responden, diketahui bahwa sebagain besar responden pada penelitian ini bermata pencaharian sebagai karyawan swasta yaitu sebanyak 26 responden dengan persentase sebesar 37%, kemudian diikuti oleh PNS/polisi/ABRI sebesar 23%, profesi dosen/guru 21%, wiraswasta 13% dan pedagang/petani serta pensiunan masing-masing sebesar 3% (Gambar 4b).

5 19 a 34% 66% Penduduk asli Pendatang b 3% 3% 13% 23% 37% 21% PNS/Polisi/ABRI Karyawan Swasta Pedagang/Petani Dosen/Guru Pengusaha/Wiraswasta Pensiunan/dll Gambar 4. Distribusi daerah asal (a) dan pekerjaan (b) Sementara untuk tingkat pendidikan responden dikelompokkan mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi S1/S2. Hasil distribusi tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa sebesar 51% responden merupakan sarjana S1 dan S2 dengan persentase terbesar, pada urutan kedua responden dengan pendidikan SLTA/SMK yaitu sebesar 3%, selanjutnya responden dengan pendidikan diploma (D3/D4) sebesar 15%, dan responden dengan pendidikan SLTP dan SD masingmasing sebesar 3% dan 1% (Gambar 41).

6 11 1% 3% 51% 3% 15% SD SLTP SLTA/SMK Diploma (D3/D4) Sarjana (S1/S2) Gambar 41. Distribusi tingkat pendidikan Berdasarkan distribusi status pernikahan, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus menikah yaitu sebesar 77%, dan responden yang berstatus belum menikah sebesar 21%, sementara sebesar 2% dengan status lainnya (Gambar 42a). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden telah berkeluarga dimana kebutuhan tempat tinggal sudah menjadi kebutuhan pokok yang prioritas. 2% 21% 77% a Belum menikah Menikah Lainnya 31% 2% 67% b - 2 orang 3-4 orang > 4 orang Gambar 42. Distribusi status pernikahan (a) dan jumlah anak (b)

7 111 Selanjutnya Gambar 42b menunjukkan jumlah anak yang dimiliki oleh masing-masing responden yang telah berkeluarga, dimana sebagain besar responden merupakan keluarga kecil dengan 2 orang anak yaitu sebesar 67% dan responden dengan 3 4 orang anak sebesar 31%, sedangkan responden yang memiliki lebih dari 4 orang anak sebesar 2%. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa tipe hunian yang dibutuhkan untuk keluarga tersebut termasuk tipe hunian kecil sampai sedang. Tipe hunian kecil sampai sedang dapat diinterpretasikan sebagai rumah tipe 45 hingga tipe 75 dengan spesifikasi memiliki 2 atau 3 kamar tidur. Sementara itu distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dapat dijelaskan pada Gambar 43. 7% 41% 52% 2-4 orang 5-6 orang > 6 orang Gambar 43. Distribusi jumlah anggota keluarga Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga dengan persentase terbesar adalah 2 4 orang anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yaitu sebesar 52%, sementara anggota keluarga berjumlah 5 6 orang sebesar 41% dan anggota keluarga yang berjumlah lebih dari 6 orang hanya sebesar 7%. Responden dengan jumlah anggota keluarga antara 5 6 orang atau lebih menunjukkan indikasi bahwa keluarga tersebut sebagian besar masih tinggal bersama orang tua. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan total dalam sebulan dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok penghasilan yang dapat dilihat pada Gambar 44. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan persentase terbesar adalah responden berpenghasilan antara 1 juta s/d 2.5 juta yaitu sebesar 35%, urutan kedua adalah responden berpenghasilan 2.5 juta s/d 5 juta sebesar 27%, sementara pada urutan ketiga adalah responden dengan penghasilan antara 5 juta s/d 1 juta yaitu sebesar 23%, sedangkan responden berpenghasilan kurang dari 1 juta dan lebih dari 1 juta masing-masing hanya sebesar 7%. Kelompok

8 112 responden dengan penghasilan < 2.5 juta dapat dikategorikan sebagai kelas menengah bawah, yang berpenghasilan antara juta termasuk kategori kelas menengah, sementara penghasilan 5 1 juta termasuk kategori kelas menengah atas dan penghasil > 1 juta termasuk kategori kelas atas. Hal ini dapat dijadikan acuan untuk menentukan ratio tipe rumah yang akan dibangun. Ratio yang biasanya digunakan untuk pemerataan tipe rumah berdasarkan kebijakan perumahan dan permukiman adalah 1 : 2 : 3 atau 1 : 3 : 6 artinya setiap pembangunan 1 unit rumah mewah harus diimbangi dengan membangun 2 atau 3 unit rumah menengah dan 3 atau 6 unit rumah sederhana. Data responden menunjukkan persentase responden kelas menengah dan kelas bawah yang cukup besar sehingga dapat menggunakan ratio 1 : 3 : 6. < Rp. 1 juta Rp. 1 juta - Rp. 2.5 juta Rp. 2.5 juta - Rp. 5 juta Rp. 5 juta - Rp. 1 juta > Rp. 1 juta 23% 7% 7% 36% 27% Gambar 44. Distribusi penghasilan total per bulan Karakteristik Responden Selain data-data umum responden yang telah dijabarkan diatas, dalam penelitian ini juga akan dijelaskan informasi-informasi yang lebih khusus, seperti: status kepemilikan rumah, kemampuan responden secara finansial, serta beberapa pertimbangan dan alasan yang terkait dengan perumahan dan permukiman. Berdasarkan distribusi status kepemilikan rumah, sebelumnya secara purposive telah ditentukan bahwa lebih dari 7% responden adalah yang belum memiliki rumah sendiri. Dalam penelitian ini status kepemilikan rumah dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: responden yang sudah memiliki rumah sendiri dan responden yang belum memiliki rumah sendiri. Selanjutnya untuk yang berstatus belum memiliki rumah akan dibedakan menjadi status sewa/kontrak/kost dan status masih tinggal bersama orang tua/keluarga. Distribusi responden berdasarkan status kepemilikan rumah dapat dilihat pada Gambar 45.

9 % 33% 38% Rumah Sendiri Sewa/Kontrak/Kost Tinggal dengan Orang Tua/Keluarga Gambar 45. Distribusi status kepemilikan rumah Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa responden dengan status sudah memiliki rumah sendiri sebesar 29%, sementara responden yang berstatus sewa/kontrak/kost sebesar 33% dan responden yang masih tinggal bersama orang tua/keluarga sebesar 38%. Jika dilihat dari status penghasilan responden, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang sudah memiliki rumah sendiri memiliki penghasilan rata-rata per bulan sebesar 5 juta. Gambar 46a menjelaskan berbagai alasan responden sehingga belum memiliki rumah sendiri yang dibedakan menjadi 3 kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan yang paling banyak adalah karena dana yang dimiliki belum mencukupi yaitu sebesar 58%, sementara di urutan kedua dengan alasan mutasi pekerjaan, belum menikah dan lain-lain sebesar 24%, dan sekitar 18% dengan pertimbangan masih menemani orang tua. Responden yang mengemukakan alasan belum mencukupi secara finansial rata-rata memiliki penghasilan kurang dari sama dengan 2.5 juta rupiah. Berdasarkan perhitungan logis dapat diprediksi dalam jangka waktu 2-3 tahun kedepan dengan kondisi finansial yang semakin meningkat, rencana untuk memiliki rumah sendiri akan dapat menjadi kenyataan. Dalam penelitian ini juga diperoleh informasi tentang minat responden untuk memiliki rumah sendiri (Gambar 46b). Dari 5 responden yang belum memiliki rumah dapat dilihat bahwa antusiasme responden untuk memiliki rumah sendiri sangat besar yaitu dengan persentase 82%, sementara 18% lainnya menyatakan tidak berminat dengan pertimbangan masih menemani orang tua, menempati rumah dinas, masih banyak keperluan yang lebih mendesak dan beberapa pertimbangan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan sandang sudah menjadi kebutuhan pokok yang prioritas seiring dengan semakin tingginya tuntutan kehidupan.

10 % 18 % 24 % a Dana belum mencukupi Menemani orang tua (mutasi,belum menikah,dll) % % b Ya Tidak Gambar 46. Distribusi pertimbangan terhadap status kepemilikan rumah (a) dan minat untuk memiliki rumah sendiri (b) Berkaitan dengan sistem pembayaran yang dipilih masing-masing responden dibedakan menjadi 3 sistem pembayaran, yaitu: cash, cash bertahap dan kredit. Hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar responden memilih pembayaran dengan sistem kredit yaitu sebesar 69%. Hal ini dapat dikaitkan dengan jenis pekerjaan responden yang sebagian besar adalah karyawan (negeri/swasta) dengan sistem pembayaran gaji yang rutin setiap bulannya. Sementara responden yang memilih sistem pembayaran secara cash sebesar 15% dengan penghasilan rata-rata per bulan diatas 1 juta dan jenis pekerjaan sebagian besar adalah pengusaha (wiraswasta). Hanya sekitar 7% responden yang memilih sistem pembayaran secara cash bertahap. Penjelasan dapat dilihat pada Gambar 47a. Dalam penelitian ini dapat diketahui kisaran harga rumah yang sesuai dengan kemampuan masing-masing responden yang dibedakan menjadi 4 kelompok kisaran

11 115 harga. Persentase terbesar adalah harga rumah kurang dari Rp. 1 juta rupiah yaitu sebesar 44%, pada urutan kedua dengan harga rumah antara Rp juta rupiah dengan persentase sebesar 36%, sementara pada urutan ketiga dengan harga rumah berkisar antara Rp juta yaitu sebanyak 16%, dan yang paling sedikit adalah harga rumah dengan kisaran harga Rp. 5 juta 1 milyar yaitu sekitar 4%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan membayar (ability to pay) responden yang masih tergolong rendah dimana secara sosial termasuk kategori masyarakat strata rendah. Distribusi kisaran harga rumah masing-masing responden dapat dijelaskan pada Gambar 47b % a % 7% Cash Cash bertahap Kredit % 36% % 4% b < Rp. 1 juta Rp. 1 juta - Rp. 25 juta Rp. 25 juta - Rp. 5 juta Rp. 5 juta - Rp. 1 milyar Gambar 47. Distribusi sistem pembayaran (a) dan kisaran harga rumah (b) Bagi responden yang memilih sistem pembayaran kredit, pada penelitian ini juga diperoleh informasi tentang kesediaan membayar responden setiap bulannya untuk mencicil rumah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pilihan paling banyak

12 116 adalah cicilan kurang dari Rp. 1 juta rupiah yaitu sebesar 51%, urutan kedua terbanyak adalah cicilan antara Rp juta rupiah sebanyak 43%, sedangkan di urutan terakhir dengan harga cicilan berkisar antara Rp juta rupiah yaitu sebesar 6%. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa untuk cicilan kurang dari satu juta, maka harga rumah yang dapat ditawarkan adalah seharga Rp. 5 juta dengan asumsi masa kredit 1 tahun dan bunga bank sebesar 12% per tahun, yaitu dengan cicilan Rp ,- per bulan. Sementara untuk cicilan antara juta per bulan, maka prediksi harga rumah yang dapat ditawarkan berkisar antara Rp. 7 Rp. 135 juta rupiah. Ilustrasi mengenai kisaran harga cicilan/kredit rumah dapat dilihat pada Gambar % 43% 6% % < Rp. 1.. Rp Rp Rp Rp. 5.. Rp Rp. 1.. Gambar 48. Distribusi kisaran cicilan rumah Pemahaman Lingkungan dan PemilihanTipologi Perumahan Pada penelitian ini dapat diketahui pemahaman responden terhadap eksploitasi lahan gambut dan dampaknya terhadap lingkungan hidup. Beberapa pertanyaan diajukan terkait masalah pembangunan perumahan di lahan bergambut khususnya di kawasan Sungai Raya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi: a) isu lingkungan tentang pemanasan global (global warming) dan gas rumah kaca (GRK), b) persentase sumber emisi CO 2 Indonesia yang terbesar akibat dari penggundulan hutan dan alih fungsi lahan, c) kemampuan lahan gambut dalam menyimpan karbon 1x hutan tropis (WI-IP, 26), d) ekosistem gambut sebagai pengatur hidrologi dan peredam banjir, dan e) tanggapan responden terhadap kemungkinan dampak dan kerusakan lingkungan yang terjadi. Melalui penelitian ini juga dapat diketahui preferensi masyarakat terhadap tipologi bangunan maupun lokasi permukiman yang diminati ditinjau dari beberapa aspek.

13 117 Hasil penelitian tentang pemahaman responden terhadap isu lingkungan menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau sekitar 44% responden kurang memahami tentang beberapa isu lingkungan yang diajukan dengan kata lain hanya sebatas pernah mendengar isu tersebut saja. Sementara 34% responden mengakui bahwa mereka tahu dan sangat paham tentang permasalahan lingkungan yang terkait pembangunan permukiman di lahan gambut. Hanya sekitar 15% saja yang menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak tahu dan tidak paham mengenai isu lingkungan tersebut. a Paham Kurang Paham Tidak Paham Series1 jumlah Series2 ( % ) 34,29 44,29 21,43 b Sangat Berminat Kurang Berminat Tidak Berminat jumlah Series ( Series2 % ) 97,14 2,86 Gambar 49. Pemahaman lingkungan (a), minat terhadap hunian ramah lingkungan (b) Hasil penelitian juga menunjukkan sikap optimistik responden dimana 1% responden menyatakan bahwa mereka sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan dan mendukung segala upaya pengendalian untuk meminimalisasi dampak kerusakan lingkungan khususnya yang terkait pembangunan permukiman di lahan gambut kawasan Sungai Raya. Sebanyak 97% responden menyatakan bahwa

14 118 mereka sangat berminat untuk memiliki hunian yang ramah lingkungan, dan 3% menyatakan kurang berminat (Gambar 49b) Berdasarkan alternatif lokasi permukiman, dalam hal ini ditawarkan 3 (tiga) lokasi permukiman dengan karakteristik serupa yaitu lahan bergambut, pada wilayah hinterland, dan secara eksisting sudah berkembang sebagai kawasan permukiman. Ketiga lokasi tersebut meliputi: a) Sungai Raya, b) Sungai Kakap (Pal), dan c) Seberang (Siantan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase paling banyak yaitu sebesar 8% responden memilih kawasan Sungai Raya sebagai alternatif pertama, sementara pada urutan kedua atau sekitar 16% responden memilih kawasan Sungai Kakap (Pal) dan hanya sebesar 4% responden yang memilih kawasan Siantan (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Sungai Raya memiliki beberapa kelebihan sebagai alternatif lokasi permukiman, antara lain: aksesibilitas yang baik dilalui oleh jalan nasional (arteri primer), kedekatan lokasi dengan kawasan pendidikan dan perkantoran di jalan Ahmad Yani Pontianak, kegiatan perekonomian cukup berkembang, ketersediaan sarana dan prasarana permukiman yang memadai, dan industri perumahan yang berkembang pesat Sungai Raya Sungai Kakap / Pal Seberang / Siantan Series1 jumlah Series2 ( % ) 8, 15,71 4,29 Gambar 5. Alternatif pilihan lokasi tempat tinggal Sementara untuk kawasan Sungai Kakap dimana kegiatan perekonomian belum berkembang pesat sehingga daerah tersebut masih relatif sepi, perumahan masih sangat jarang dan akses kendaraan umum terbatas. Demikian juga kawasan Siantan, kondisi geografis yang terpisah oleh Sungai Kapuas dimana akses yang tersedia hanya satu buah jembatan penyebrangan yang menuju pusat kota (satu jembatan lainnya di pinggiran kota) dan satu buah terminal kapal ferry penyeberangan sehingga menjadi pertimbangan besar untuk memilih lokasi tempat tinggal di kawasan tersebut.

15 119 Distribusi responden menurut tipe hunian yang diminati dikelompokkan menjadi 5 pilihan yang meliputi: (A) rumah besar dengan halaman yang luas, (B) rumah sederhana untuk keluarga kecil, (C) rumah kecil tetapi memiliki halaman luas untuk berkebun, (D) rumah murah yang penting bisa punya tempat tinggal sendiri, dan (E) rumah dengan desain arsitektur dan interior yang menarik. Beberapa pilihan diatas dapat dipilih lebih dari satu, dengan tujuan untuk melihat kecenderungan minat dan preferensi responden terhadap hunian yang diminati atau dengan kata lain rumah idaman. Gambar 51 menunjukkan distribusi pilihan responden: Axis Title A B C D E jumlah Series ( Series2 % ) 8,8 14,14 29,29 5,5 43,43 Gambar 51. Distribusi tipologi hunian yang diminati Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah dengan desain arsitektur dan interior yang menarik paling banyak dipilih oleh responden yaitu sebesar 43%, pada urutan kedua adalah rumah kecil dengan halaman luas untuk berkebun sebanyak 29%, selanjutnya di urutan ketiga tipe rumah sederhana untuk keluarga kecil sebesar 14%, 8% untuk tipe rumah besar dengan halaman luas, dan sebesar 5% memilih rumah murah. Hasil distribusi tentang tipologi hunian yang diminati responden menggambarkan selera atau keinginan yang cukup tinggi dimana desain bangunan menjadi prioritas dalam memilih rumah tinggal. Hal ini cukup kontradiktif jika dibandingkan dengan kemauan membayar (willingness to pay) responden dimana persentase terbesar untuk harga rumah adalah kurang dari Rp. 1 juta dengan cicilan kurang dari Rp. 1 juta per bulan. Selain itu, dalam penelitian ini dapat juga diketahui beberapa pertimbangan dalam memilih rumah tinggal yang dikelompokkan menjadi enam kriteria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 pilihan jawaban, 4 diantaranya terdistribusi dengan baik, dan 2 pilihan lainnya kurang menjadi prioritas. Empat kriteria yang

16 12 menjadi pertimbangan utama adalah: 1) kualitas bangunan/desain/finishing (C) sebanyak 26%, ketersediaan sarana dan prasarana (E) sebanyak 22%, kedekatan lokasi terhadap tempat bekerja (B) sebanyak 21%, dan harga rumah (A) sebanyak 2%. Sementara dua kriteria yang kurang menjadi prioritas meliputi lokasi berada di pusat keramaian (D) sebesar 8% dan jauh dari pusat kota (F) sebesar 2%. a A B C D E F jumlah Series ( Series2 % ) 2,54 21,43 25,89 8,4 22,32 1,79 b Struktur panggung Struktur telapak (lajur) jumlah Series ( Series2 % ) 78,57 21,43 Gambar 52. Distribusi pertimbangan dalam pemilihan tempat tinggal (a) dan pemilihan tipe struktur yang sesuai di lahan gambut (b) Selanjutnya Gambar 52b menunjukkan persepsi responden terhadap tipe struktur bangunan yang sesuai dan cocok di lahan gambut, dalam hal ini dibedakan menjadi dua yaitu tipe struktur panggung dan struktur telapak (lajur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 79% responden beranggapan bahwa struktur bangunan yang cocok untuk di lahan gambut adalah struktur panggung, sementara sekitar 21% beranggapan bahwa struktur tapak yang sesuai. Hal ini menggambarkan bahwa sebenarnya responden cukup paham mengenai kondisi lahan gambut yang

17 121 tergolong tanah lunak sehingga tiang-tiang pancang pondasi merupakan solusi yang cukup rasional dengan pertimbangan kondisi lahan yang cenderung selalu basah. Namun kondisi di lapangan menunjukkan hal sebaliknya dimana rumah panggung sudah tidak diminati lagi. Hal ini ditandai dengan jumlah rumah panggung yang ditemukan di lapangan sudah sangat sedikit. Rumah panggung juga dianggap tidak modern dan secara arsitektur sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Pada dasarnya, dalam prinsip-prinsip mendesain sebuah bangunan, aspek struktur dan arsitektur merupakan dua unsur berbeda yang harus dikemas sebagai satu kesatuan yang utuh. Struktur bangunan lebih ditekankan kepada faktor kekuatan bangunan (firmitas) dimana bangunan dapat berdiri kokoh diatas lahan yang tersedia, sementara arsitektur lebih ditekankan kepada aspek estetika secara visual yang biasanya diaplikasikan pada facade (tampak) bangunan. Sehingga walaupun sebuah bangunan menggunakan struktur panggung, tidak berarti bahwa estetika bangunan tidak bisa diperoleh secara maksimal. Dengan rekayasa teknologi dan kemampuan mendesain yang baik, bentuk struktur apapun bisa dipadankan dengan tampilan façade bangunan yang menarik. Seiring dengan kemajuan teknologi khususnya dibidang desain arsitektur, industri perumahan saat ini tampil dengan desain yang baik (rumah tapak) sehingga menarik minat masyarakat untuk memiliki rumah-rumah yang ditawarkan oleh developer. Hal ini menyebabkan semakin jauh kesenjangan antara tipologi rumah panggung dengan tipologi rumah tapak yang tengah menjadi primadona saat ini. Berdasarkan konsep desain menurut distribusi luas lantai, dikenal dua macam tipologi bangunan yaitu secara horizontal (landed housing) dan secara vertikal (highrise building). Fenomena yang berkembang di kota besar dengan keterbatasan lahan yang tersedia, maka hunian vertikal menjadi solusi tempat tinggal yang cukup diminati kalangan masyarakat tertentu. Beberapa tahun belakangan ini, di Kota Pontianak mulai berkembang tipologi hunian vertikal untuk kelas menengah bawah (middle low) yang ternyata cukup diminati. Secara toponym, hunian vertikal kelas menengah bawah lebih dikenal dengan istilah rumah susun (rusun). Beberapa unit rusun telah dibangun di kawasan jeruju dan kawasan pendidikan Universitas Tanjungpura dan Politeknik Negeri Pontianak. Animo masyarakat yang sangat tinggi terhadap rusun (harga/sewa murah) menjadi pertimbangan utama untuk terus melakukan penambahan unit hunian. Pemilihan tipologi hunian yang diminati oleh responden dalam hal ini dibedakan menjadi 3 kelompok model hunian, yaitu: Model A Hunian Vertikal

18 122 (4-8 lantai), Model B Hunian Horizontal (2-3 lantai), dan Model C Hunian Horizontal 1 lantai (Gambar 53). MODEL A Hunian vertikal (rusun/apartemen) Lahan gambut yang dibutuhkan relatif sedikit. Efisien dalam pembangunan sarana & prasarana. Potensi menyebabkan banjir relatif kecil. Potensi lepasnya CO 2 dari gambut relatif kecil. Biaya konstruksi cukup tinggi, tapi harga lahan rendah. Menggunakan konstruksi beton MODEL B Hunian horizontal (2-3 lantai) Lahan gambut yang dibutuhkan cukup luas. Pembangunan sarana & prasarana kurang efisien (lahan menyebar). Potensi menyebabkan banjir cukup besar. Potensi lepasnya CO 2 dari gambut cukup besar. Biaya konstruksi relatif rendah, tapi harga lahan cukup tinggi. Konstruksi beton/kayu. MODEL C Hunian horizontal (1 lantai) Lahan gambut yang dibutuhkan sangat luas. Pembangunan sarana & prasarana kurang efisien (lahan menyebar). Potensi menyebabkan banjir sangat besar. Potensi lepasnya CO 2 dari gambut sangat besar. Biaya konstruksi rendah, tapi harga lahan tinggi. Konstruksi beton/kayu Gambar 53. Preferensi Model Hunian (vertikal, bertingkat, tidak bertingkat) Dari ketiga model tipologi hunian yang ditawarkan, distribusi pilihan responden menunjukkan bahwa pilihan terbanyak adalah Model A dengan persentase sebesar 53%, sementara di urutan kedua adalah Model B dengan persentase 29% dan di urutan ketiga adalah model C dengan persentase sekitar 19% Model A Model B Model C jumlah Series ( Series2 % ) 52,86 28,57 18,57 Gambar 54. Distribusi pemilihan model hunian yang diminati

19 123 Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa minat responden terhadap hunian vertikal cukup besar. Dari 37 responden (52.86% ) yang memilih model vertikal, dapat diketahui informasi karakteristik responden sebagai berikut: % 27.3% 24.32% % 2.7% 2 1 < 1,, 1-2,5 juta 2,5-5 juta 5-1 juta > 1 juta Gambar 55. Distribusi penghasilan responden yang memilih model vertikal % 54.5% 4.54% 59.46% rumah sendiri sewa/dgn ortu Cash Credit Gambar 56. Status kepemilikan rumah dan sistem pembayaran yang dipilih % 33.33% % % 2 < 1 juta 1-25 juta 25-5 juta 5 juta - 1 M Gambar 57. Kisaran harga rumah (sistem pembayaran cash)

20 % 5% % % 2 < 1 juta juta juta 5-1 juta Gambar 58. Kisaran cicilan rumah (sistem pembayaran credit) 6.4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 7% dengan rentang usia antara tahun dengan persentase terbesar yaitu 46%. Sebanyak 66% responden merupakan penduduk asli Kalbar dengan jenis pekerjaan dominan adalah karyawan swasta yaitu sebesar 37%. Selanjutnya sebanyak 51% responden dengan tingkat pendidikan sarjana dan 77% berstatus menikah. Jumlah anak yang dimiliki responden antara 2 orang anak sebesar 67% dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah antara 2 4 orang sebesar 52%. Tingkat pendapatan responden berkisar antara Rp juta rupiah per bulan dengan persentase sebesar 36% (termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah). Berdasarkan status kepemilikan rumah, sekitar 7% responden belum memiliki rumah sendiri, yang terdistribusi sebanyak 38% masih tinggal dengan orang tua dan 32% berstatus sewa/kost. Alasan belum memiliki rumah sendiri sebanyak 58% responden menyatakan belum memiliki dana yang cukup, dimana 82% menyatakan berniat dan berencana untuk memiliki rumah sendiri. Dapat diketahui juga sistem pembayaran yang dipilih apabila hendak membeli rumah yaitu sebanyak 69% responden memilih sistem pembayaran kredit, kemampuan mencicil < Rp. 1 juta sebanyak 51% dan antara Rp juta sebanyak 43%. Kisaran harga rumah yang mampu dibeli oleh responden yaitu < Rp. 1 juta sebanyak 44% dan antara Rp juta sebanyak 36%. Berdasarkan tingkat pemahaman responden terhadap lahan gambut dan kerusakan lingkungan, sebanyak 44% menyatakan kurang paham terhadap isu lingkungan tersebut. Namun demikian sekitar 97% responden berminat untuk

21 125 memiliki hunian yang ramah lingkungan. Menurut distribusi pemilihan lokasi tempat tinggal 8% responden memilih kawasan Sungai Raya sebagai lokasi tempat tinggal. Sementara berdasarkan tipologi hunian yang diminati, sebanyak 43% responden menyatakan lebih memilih hunian dengan desain arsitektur yang menarik. Pertimbangan utama dalam memilih tempat tinggal secara berturut-turut adalah: kualitas bangunan (26%), ketersediaan sarana dan prasarana (22%), kedekatan dengan lokasi tempat kerja (21%) dan harga rumah (2%). Berdasarkan persepsi responden terhadap jenis struktur bangunan yang sesuai dan cocok di lahan gambut 79% menyatakan struktur panggung yang sesuai untuk lahan gambut. Sebanyak 53% responden berminat terhadap tipologi hunian vertikal (Model A), 29% memilih hunian horizontal 2-3 lantai (Model B) dan 19% memilih hunian horizontal 1 lantai (Model C). Karakteristik responden yang memilih model hunian vertikal (53%) adalah sebagai berikut: a) sebagian besar responden (4.54%) berpenghasilan antara 2,5-5 juta rupiah (termasuk golongan MBR), b) sebanyak 54.5% responden yang belum memiliki rumah sendiri masih tinggal bersama orang tua, c) sebagian besar memilih sistem pembayaran kredit (59.46%), d) harga rumah (cash) yang terjangkau oleh responden maksimal Rp. 25 juta rupiah, dan e) cicilan rumah yang dapat disisihkan maksimal Rp. 2,5 juta rupiah per bulan.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kubu Raya 4.1.1 Geografi Kabupaten Kubu Raya yang terletak di Propinsi Kalimantan Barat merupakan pemekaran dari Kabupaten Pontianak.

Lebih terperinci

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: IKE ISNAWATI L2D 001 431 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Antara lain disebabkan adanya peluang kerja dari sektor industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Judul laporan Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) yang disusun oleh penulis adalah Rumah Vertikal Ekologis di Surakarta dengan Fasilitas

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN RUMAH SUSUN UNTUK DOSEN DAN PEGAWAI DI ITS SURABAYA

ANALISA KEBUTUHAN RUMAH SUSUN UNTUK DOSEN DAN PEGAWAI DI ITS SURABAYA ANALISA KEBUTUHAN RUMAH SUSUN UNTUK DOSEN DAN PEGAWAI DI ITS SURABAYA Muhammad Rahman Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Email: rahman2911@yahoo.com Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan teknologi berkembang secara pesat, sehingga permasalahan urbanisasi meningkat per tahunnya. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengapa rumah susun? Kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan primer manusia. Berbagai macam upaya pemenuh kebutuhan ini terwujud dengan semakin banyaknya proyek-proyek

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS (direncanakan tahun 2020) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman).

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan Taman). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan fisik Kabupaten Sidoarjo sangat pesat, salah satunya adalah kawasan perbatasan Sidoarjo - Surabaya (dalam hal ini Desa Wonocolo, Kecamatan

Lebih terperinci

VII DESAIN MODEL PERMUKIMAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN BERGAMBUT SUNGAI RAYA

VII DESAIN MODEL PERMUKIMAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN BERGAMBUT SUNGAI RAYA 127 VII DESAIN MODEL PERMUKIMAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN BERGAMBUT SUNGAI RAYA Abstrak Hasil analisis keberlanjutan permukiman di kawasan Sungai Raya secara umum kurang berlanjut, sehingga perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana.

BAB I PENDAHULUAN. lokasi yang paling efisien dan efektif untuk kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai latar belakang yang digunakan sebagai dasar penelitian, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, kebutuhan data, teknik pengumpulan data,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR INTISARI

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR INTISARI JPG (Jurnal Pendidikan Geografi) Volume 4 No 1 Januari 2017 Halaman 19-26 e-issn : 2356-5225 http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/jpg FAKTOR PENYEBAB PENGEMBANG MEMILIH LOKASI PERUMAHAN DI KECAMATAN

Lebih terperinci

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya)

EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) EVALUASI PENYEDIAAN FASILITAS RUMAH SUSUN (Studi Kasus Rumah Susun Warugunung dan Rumah Susun Penjaringansari I di Kota Surabaya) Widiastuti Hapsari dan Ria Asih Aryani Soemitro Bidang Keahlian Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2. menjadikan Jakarta sebagai kota yang sangat padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2. menjadikan Jakarta sebagai kota yang sangat padat penduduknya. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Proyek Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2 dengan jumlah populasi 2 sebesar 8.792.000 jiwa dan memiliki kepadatan penduduk sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

PENYEDIAAN HUNIAN BURUH INDUSTRI COMMUTER DI KAWASAN INDUSTRI TERBOYO SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDYANA PUSPARINI L2D

PENYEDIAAN HUNIAN BURUH INDUSTRI COMMUTER DI KAWASAN INDUSTRI TERBOYO SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDYANA PUSPARINI L2D PENYEDIAAN HUNIAN BURUH INDUSTRI COMMUTER DI KAWASAN INDUSTRI TERBOYO SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDYANA PUSPARINI L2D 306 008 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B

BAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang paling rumit sepanjang sejarah peradaban. Begitu banyak masalah bermunculan silih berganti, akibat pertarungan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. lift, eskalator maupun lainnya. Di lingkungan masyarakat luar akses banyak sekali

BAB. I PENDAHULUAN. lift, eskalator maupun lainnya. Di lingkungan masyarakat luar akses banyak sekali BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Pentingnya Akses (Jalan) di dalam Dunia Pendidikan Akses tidak hanya terdapat di dalam sebuah bangunan, seperti adanya tangga, lift, eskalator maupun lainnya. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Pusat Kota merupakan denyut nadi perkembangan suatu wilayah karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat Kota mengalami kecenderungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya pula kebutuhan akan papan. Papan atau rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang mendesak. Manusia

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu kota industri terbesar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

PENENTUAN HARGA SEWA RUMAH SUSUN BERDASARKAN ANALISA WTP (WILLINGNESS TO PAY) DI KECAMATAN SIDOARJO

PENENTUAN HARGA SEWA RUMAH SUSUN BERDASARKAN ANALISA WTP (WILLINGNESS TO PAY) DI KECAMATAN SIDOARJO PENENTUAN HARGA SEWA RUMAH SUSUN BERDASARKAN ANALISA WTP (WILLINGNESS TO PAY) DI KECAMATAN SIDOARJO Dyah Purnamasari Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Email : dyahpurnamasari@yahoo.com Retno Indryani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN 1.1.1 Pertumbuhan Sektor Perumahan Nasional Peta bisnis properti di Indonesia menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan kapitalisasi pada tahun 2007,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan desa diarahkan untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya dari masyarakat perdesaaan agar mampu lebih berperan secara aktif dalam pembangunan desa.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang memiliki peran sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, bisnis, industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar (basic needs) dan pokok manusia selain sandang dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Modern Superindo Godean (terletak di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Modern Superindo Godean (terletak di III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Modern Superindo Godean (terletak di pinggir kota Yogyakarta). Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja dipilih dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen adalah: Tempat tinggal (yang terdiri atas kamar tamu, kamar tidur,

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen adalah: Tempat tinggal (yang terdiri atas kamar tamu, kamar tidur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian apartemen Menurut (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Apartemen adalah: Tempat tinggal (yang terdiri atas kamar tamu, kamar tidur, kamar mandi, dapur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar (primer) manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai kebutuhan dasar (basic human

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Berdasarkan sensus, Jakarta merupakan salah satu kota dengan penduduk terpadat yaitu 8.509.170 jiwa (Dinas Kependudukan dan catatan Sipil 2008). Tingginya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh banyak pihak adalah tersedianya rumah tinggal yang layak bagi semua orang. Rumah tinggal adalah

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang `BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta sebagai kota metropolitan dan ibukota negara menjumpai berbagai tantangan permasalahan. Salah satu tantangan tersebut adalah tantangan di bidang manajemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung sebagai salah satu kota yang perkembangannya sangat pesat dihadapkan pada berbagai kebutuhan dalam memenuhi kehidupan perkotaan. Semakin pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah mempunyai ruang lingkup dan bentuk tersendiri sesuai dengan tujuan, arah dan sifat pembahasan serta kegunaannya dalam pelaksanaan pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya

Lebih terperinci

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Feri Susanty Spesial, Tahun 2007, 6). Populasi dan permintaan penduduk terhadap hunian yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Feri Susanty Spesial, Tahun 2007, 6). Populasi dan permintaan penduduk terhadap hunian yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Proyek Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar dan pokok manusia. Oleh karena itu, kebutuhan akan hunian sangat penting dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Pasar Hewan Ingon-Ingon Ciwareng. yang menjual ternak besar yang berlokasi di Jalan Kopi, Desa Ciwareng,

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Pasar Hewan Ingon-Ingon Ciwareng. yang menjual ternak besar yang berlokasi di Jalan Kopi, Desa Ciwareng, 35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pasar Hewan Ingon-Ingon Ciwareng Pasar Hewan Ingon-Ingon Ciwareng merupakan salah satu pasar hewan yang menjual ternak besar yang berlokasi di Jalan Kopi, Desa

Lebih terperinci

ANALISA PILIHAN INVESTASI ANTARA APARTEMEN DAN LANDED HOUSE UNTUK KAWASAN MILIK PT. X DI SIDOARJO

ANALISA PILIHAN INVESTASI ANTARA APARTEMEN DAN LANDED HOUSE UNTUK KAWASAN MILIK PT. X DI SIDOARJO ANALISA PILIHAN INVESTASI ANTARA APARTEMEN DAN LANDED HOUSE UNTUK KAWASAN MILIK PT. X DI SIDOARJO Dwi Joko Fachrur Rozi 1) dan I Ketut Gunarta 2) 1) Program Studi Magister Manajemen Teknologi, Institut

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara permukiman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk kalangan menengah ke-atas (high-middle income). lebih dari batas UMR termasuk golongan menengah ke atas.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk kalangan menengah ke-atas (high-middle income). lebih dari batas UMR termasuk golongan menengah ke atas. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB 4 IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK LAYANAN JASA PERBANKAN DI KOTA BANDUNG

BAB 4 IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK LAYANAN JASA PERBANKAN DI KOTA BANDUNG BAB 4 IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK LAYANAN JASA PERBANKAN DI KOTA BANDUNG Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi diduga akan mengakibatkan perubahan bagi layanan jasa, perubahan layanan ini diduga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat dengan pesat sehingga jumlah kebutuhan akan hunian pun semakin tidak terkendali. Faktor keterbatasan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. BPS Monografi Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Semarang : Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara.

DAFTAR PUSTAKA. BPS Monografi Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Semarang : Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2011. Kecamatan Semarang Tengah Dalam Angka 2010. Semarang : BPS Semarang. BPS. 2011. Kecamatan Semarang Utara Dalam Angka 2010. Semarang : BPS Semarang. BPS. 2011. Kota Semarang Dalam

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK

TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK Eka Agus Sugito 1 )., Syafaruddin As 2 ).,Siti Nurlaily 2 ) madridgito@gmail.com

Lebih terperinci

Konsep Land Sharing Sebagai Alternatif Penataan Permukiman Nelayan di Kelurahan Gunung Anyar Tambak Surabaya

Konsep Land Sharing Sebagai Alternatif Penataan Permukiman Nelayan di Kelurahan Gunung Anyar Tambak Surabaya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-125 Konsep Land Sharing Sebagai Alternatif Penataan Permukiman Nelayan di Kelurahan Gunung Anyar Tambak Surabaya Rivina Yukeiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kawasan (wilayah) akan selalu bertumbuh dan berkembang dinamis seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. Perubahan(evolusi)

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN KONSUMEN RESTORAN KHASPAPI

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN KONSUMEN RESTORAN KHASPAPI VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN KONSUMEN RESTORAN KHASPAPI Pengunjung restoran yang mengkonsumsi menu makanan dan minuman di Restoran Khaspapi memiliki latar belakang sosial dan ekonomi yang berbedabeda. Latar

Lebih terperinci

Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya

Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-172 Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya Patrica Bela Barbara dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

Apakah yang dimaksud dengan Perumahan dan Permukiman?

Apakah yang dimaksud dengan Perumahan dan Permukiman? LAMPIRAN Lampiran 3 Sistem Perumahan dan Permukiman PENGERTIAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Apakah yang dimaksud dengan Perumahan dan Permukiman? Uraian pengertian Perumahan, Permukiman, dan Perumahan dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Modern Superindo Godean Kota Yogyakarta yang bersedia diwawancarai.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Modern Superindo Godean Kota Yogyakarta yang bersedia diwawancarai. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Konsumen Responden dalam penelitian ini adalah pembeli sayuran segar di Pasar Modern Superindo Godean Kota Yogyakarta yang bersedia diwawancarai. Pengumpulan data

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Makan Waroeng Steak & Shake

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Makan Waroeng Steak & Shake 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Rumah Makan Waroeng Steak & Shake 4.1.1 Sejarah Rumah Makan Waroeng Steak and Shake Rumah Makan Waroeng Steak & Shake didirikan oleh pasangan suami-istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang semakin pesat menyebabkan penginderaan jauh menjadi bagian penting dalam mengkaji suatu fenomena di permukaan bumi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terus mengalami perkembangan, studi ini membahas tentang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terus mengalami perkembangan, studi ini membahas tentang BAB I PENDAHULUAN Dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan rumah sebagai kebutuhan dasar manusia yang terus mengalami perkembangan, studi ini membahas tentang pendekatan-pendekatan yang melibatkan keputusan-keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan hunian sudah menjadi hal yang pokok dalam menjalankan kehidupan, terlebih lagi dengan adanya prinsip sandang, pangan, dan papan. Kehidupan seseorang

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KORIDOR JALAN KASIPAH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT BERKAITAN DENGAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA CANDI GOLF SEMARANG

KAJIAN PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KORIDOR JALAN KASIPAH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT BERKAITAN DENGAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA CANDI GOLF SEMARANG KAJIAN PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KORIDOR JALAN KASIPAH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT BERKAITAN DENGAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA CANDI GOLF SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: FERI SETIYOKO L2D 002 407 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III ANALISISI PERENCANAAN KAWASAN PRIORITAS

BAB III ANALISISI PERENCANAAN KAWASAN PRIORITAS BAB III ANALISISI PERENCANAAN KAWASAN PRIORITAS 3.1 Analisis Keterkaitan Ruang Perencanaan Dengan Hinterland KAB/KOTA 3.1.1 Analisis Struktur Penduduk 3.1.1.1 Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang BAB III METODE PERANCANGAN Dalam perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa, telah dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang bertujuan untuk menunjang proses perancangan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Latar BelakangProyek. Hunian tidak asing lagi di telinga masyarakat umum. Hunian merupakan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Latar BelakangProyek. Hunian tidak asing lagi di telinga masyarakat umum. Hunian merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Latar BelakangProyek Hunian tidak asing lagi di telinga masyarakat umum. Hunian merupakan sebuah ruang. Sebuah kata ruang secara tidak langsung pasti berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Seperti kota-kota besar lainnya yang berkembang menjadi sebuah metropolitan, Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat juga mengalami permasalahan serius

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tingkat Kebutuhan Hunian dan Kepadatan Penduduk Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tingkat Kebutuhan Hunian dan Kepadatan Penduduk Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Tingkat Kebutuhan Hunian dan Kepadatan Penduduk Yogyakarta Tingkat kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk yang cukup besar memberi dampak terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pemakai jalan yang akan menggunakan sarana tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pemakai jalan yang akan menggunakan sarana tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pembangunan sarana transportasi mempunyai peranan penting dalam perkembangan sumber daya manusia saat ini sebab disadari makin meningkatnya jumlah pemakai

Lebih terperinci

VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN

VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN Pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni, pengembang, dan pemerintah dianalisis berdasarkan hasil kuesioner dengan menggunakan sofware SPSS for windows. Penentuan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia terutama di kota besar terjadi sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota besar dengan tujuan mendapatkan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat berimplikasi terhadap kepadatan suatu kota. Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat tersebut mengakibatkan kebutuhan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berperan sebagai pusat pemerintahan, pusat perekonomian dan pusat pendidikan. Peranan kota Kupang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 22 III. METODOLOGI PENELITIAN 2.5. Data Penelitian Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bagian Akademis POLBAN serta data pendukung yang merupakan data primer (persepsi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS,

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun 2000-2010. Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mempublikasikan

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan Karakteristik kawasan permukiman kumuh di Kota Yogyakarta adalah kawasan permukiman dengan tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Jumlah penduduk yang terus bertambah mendorong meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci