BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas sehingga tercipta kepuasaan yang maksimal. Sehingga biasanya manusia membuat pengelompokan berdasarkan skala prioritas terhadap alat alat pemuas kebutuhan yang tidak terbatas tersebut. Yang menjadi kebutuhan paling esensial bagi kehidupan manusia atau yang dikenal sebagai kebutuhan pokok adalah seperti kebutuhan makanan dan minuman (pangan), pakaian (sandang), dan tempat tinggal (papan) wajib didahulukan kepentingannya dibandingkan dengan kebutuhan lainnya. Dalam realita yang terjadi di masyarakat, walaupun kebutuhan akan perumahan (papan) adalah termasuk kebutuhan yang wajib dipenuhi dan didahulukan kepentingannya namun tidak semua orang mampu merealisasikannya dengan mudah. Ada kelompok masyarakat tertentu yang tidak memiliki cukup dana untuk mendapatkan tempat tinggal yang sehat dan nyaman. Di lain pihak ada juga kelompok yang memiliki dana yang besar untuk dapat memiliki fasilitas perumahan yang mewah dan jumlahnya pun lebih dari satu. Ini jelas menggambarkan ketimpangan yang terjadi di tengah tengah masyarakat. Untuk mengatasi hal inilah pada awalnya pemerintah harus ikut campur tangan. Tugas pemerintah dalam hal ini bukan hanya untuk mendirikan bangunan atau perumahan bagi masyarakat kurang mampu saja tetapi turut mengawasi

2 pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pihak swasta ataupun individu yang punya dana cukup untuk mendirikan bangunan. Setiap orang atau individu bebas untuk menentukan dimana lokasi yang disukainya untuk membangun rumah atau tempat tinggal sendiri. Namun tentu pembangunan ini tidak dapat dibiarkan begitu saja karena pembangunan yang dilakukan secara sembarangan akan menimbulkan dampak negatif seperti tidak teraturnya tata ruang atau ancaman kerusakan lingkungan akibat tidak dapat dikendalikannya pembangunan tersebut. Perlu adanya pengawasan yang serius dari pemerintah untuk mengawasi hal ini. Pengawasan yang dimaksud adalah dengan lebih berhati hati dalam mengeluarkan Surat Izin Mendirikan Bangunan kepada setiap individu atau kelompok yang hendak mendirikan bangunan. Tentu saja izin yang diberikan dengan pertimbangan yang matang dan memperhatikan aspek aspek penting seperti aspek lingkungan dan tata ruang. Seiiring perkembangan zaman dan sebagai negara yang terus berkembang, Indonesia tentunya membutuhkan fasilitas perumahan yang jauh lebih nyaman bagi setiap penggunanya. Jumlah penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun akan meningkatkan pula permintaan akan perumahan yang lebih baik dan nyaman. Untuk mengatasi masalah perumahan di Indonesia, maka pemerintah ikut ambil bagian dengan upayanya memenuhi kebutuhan dasar berupa perumahan terutama bagi masyarakat golongan tidak mampu. Pada mulanya di negara Indonesia perencanaan dan kebijakan pembangunan perumahan diserahkan dibawah kendali Departemen Pekerjaan Umum, namun saat ini kebijakan diserahkan kepada Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat yang kemudian

3 diubah menjadi Menteri Negara Perumahan dan Permukiman. Program yang telah ditempuh oleh pemerintah adalah dengan melakukan pembangunan RS (Rumah sederhana) dan RSS (Rumah sangat sederhana) dengan ukuran dibawah 36 meter persegi. Hal ini ditujukan supaya mampu memenuhi kebutuhan papan masyarakat golongan bawah. Hal ini dipermudah lagi dengan pemberian Kredit Perumahan Rakyat (KPR) kepada para konsumen yang ingin memiliki perumahan tersebut. Namun permintaan properti yang akan terus meningkat akan membuat peran pemerintah saja tidak akan mampu untuk memenuhinya. Peran swasta lewat para pengembang diharapkan mampu menyediakan fasilitas perumahaan yang nyaman bagi para penggunanya. Peran swasta dalam hal ini bukan hanya sebagai mitra pemerintah dalam penyediaan kebutuhan papan bagi masyarakat, namun diyakini pembangunan di sektor perumahan ini juga sangat membantu perekonomian suatu negara. Pengembang juga telah menjadi mitra pemerintah dalam hal pembangunan kota baru di setiap wilayah yang dikembangkannya. Kota baru merupakan suatu kawasan baru yang direncanakan dan dikembangkan diwilayah yang belum terdapat konsentrasi penduduknya yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah daerah kota sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Adapun tujuan pengembangan kota baru adalah untuk mengatasi masalah yang biasa terjadi di daerah perkotaan seperti adanya pemukiman kumuh. Seperti contoh pengembang yang ada di kota Pematangsiantar yang membangun perumahan di daerah yang dulunya dianggap sebagian besar masyarakat tidak layak untuk ditempati. Namun, pengembang mampu menjadikannya menjadi wilayah perumahan yang nyaman

4 dan layak untuk ditempati. Menciptakan sarana jalan baru menuju perumahan, tersedianya aliran listrik dan air bersih ke lokasi perumahan setidaknya sudah menggambarkan peran serta pengembang dalam mengembangkan suatu wilayah. Sehingga pembangunan tidak lagi hanya diarahkan ke daerah perkotaaan saja. Selain itu menurut Suparmoko (2001:122) pembangunan perumahan mempunyai kaitan kebelakang (backward linkages) dan kaitan kedepan (forward linkages) yang sangat panjang. Untuk membangun suatu perumahan dengan kualitas permanen tentu membutuhkan tenaga kerja, membutuhkan alat alat bangunan, dan lain sebagainya. Sehingga pembangunan perumahan akan dapat mendorong berkembangnya kegiatan lain yang mendukung kegiatan pembangunan perumahan tersebut. Sehingga terbukti bahwa pembangunan sektor perumahan sangat penting dalam menggerakkan perekonomian suatu negara Pada tanggal 18 Januari 2012 Lembaga pemeringkat Moodys mengumumkan bahwa Indonesia telah digolongkan ke dalam negara yang layak investasi. Atau dengan kata lain untuk berinvestasi di Indonesia kondisinya sudah dianggap nyaman. Hal ini tentu saja mendorong suku bunga di masa yang akan datang semakin menurun sementara permintaan kredit akan semakin meningkat. Kondisi seperti ini tentu akan menjadi keuntungan tersendiri bagi pihak pihak yang hendak memanfaatkan situasi dengan melakukan spekulasi. Para spekulan tidak lagi membeli rumah dengan tujuan menempatinya (tempat berlindung sebagai tujuan utama) namun sengaja dibeli dan dikosongkan sebagai sarana spekulasi apabila dikemudian hari terjadi peningkatan harga perumahan tersebut. Properti ini sangat memungkinkan untuk dijadikan alat spekulasi karena Rumah dan Tanah adalah

5 dua jenis aset yang nilainya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dan permintaan akan perumahan dan tanah juga akan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut Suparmoko (2001:123) rumah merupakan produk unik yang menunjukkan 6 sifat yang berbeda dengan produk lainnya antara lain: a. Rumah merupakan produk yang heterogen baik ditinjau dari ukuran, lokasi, umur, interior dan lain sebagainya b. Rumah tidak mobile sifatnya artinya tidak mudah bagi seseorang untuk memutuskan pindah dan meninggalkan tempat tinggalnya c. Rumah bersifat tahan lama dan dapat digunakan selama puluhan tahun d. Biaya untuk pindah rumah sangat mahal, bukan hanya menyangkut biaya secara finansial tetapi juga biaya sosialnya (tetangga, tempat sekolah, pusat pelayanan, dan sebagainya) e. Rumah pada umumnya cukup mahal, sehingga hampir setiap orang membutuhkan fasilitas kredit untuk melakukan pembelian rumah. f. Kondisi georafis dan lingkungan perumahan yang selalu menjadi pertimbangan pertimbangan bagi pemakainya. Sebagai contoh mempertimbangkan latar belakang ras ataupun suku dimana penggunanya akan tinggal. Berkembangnya usaha dibidang properti (perumahan) ini mendorong sektor swasta ikut ambil bagian dalam investasi ini. Permintaan akan properti (tanah dan bangunan) yang terus meningkat tentu akan menjadi keuntungan besar bagi para pengembang atau pengusaha properti ini. Seperti yang telah dipaparkan oleh

6 Suparmoko tentang karakteristik rumah diatas, bahwa harga rumah sangat mahal, sehingga hampir setiap orang yang hendak memiliki rumah setidaknya membutuhkan fasilitas kredit. Sehingga dengan demikian semakin meningkatnya permintaan akan perumahan tentu saja turut meningkatkan permintaan Kredit terkhusus Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal tersebut tentu saja membuat bisnis properti ini menjadi perhatian serius Bank Indonesia sebagai penguasa moneter di Indonesia. Menurut Bank Indonesia permintaan atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) akhir akhir ini terlalu tinggi sehingga berpotensi menimbulkan berbagai resiko. Menurut survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia besarnya Kredit Pemilikan Rumah pada tahun 2011 cukup tinggi yakni sebesar 33.12% jauh diatas pertumbuhan kredit secara aggregat yang hanya sebesar 24.4% (Kajian Stabilitas Keuangan, No. 19, edisi September 2012). Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia periode , terlihat bahwa ada keterkaitan yang berbanding lurus antara kredit yang tersedia di sektor properti dengan indeks harga properti. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan KPR yang tinggi akan mendorong kenaikan harga properti tersebut. Pada umumnya kenaikan harga yang tinggi terdapat pada tipe rumah menengah dan besar yaitu tipe diatas 70 m 2. Hal ini juga dikhawatirkan akan berdampak pada tipe rumah yang lebih kecil. Sehingga pada tanggal 15 Maret 2012 bank Indonesia mengeluarkan kebijakan Loan to Value dalam rangka meningkatkan kehatihatian bagi bank yang memberikan jasa pembayaran atau jasa pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor. Bank Indonesia mengatur batasan pemberian kredit

7 oleh Bank sebesar 70% dari nilai Properti tersebut sehingga, penerima KPR harus membayarkan setidaknya 30% dari nilai KPR tersebut.namun pembatasan nilai atau Rasio Loan to Value ini tidak diperuntukkan bagi semua jenis dan tipe perumahan yang ada. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 10/DPNP perihal penerapan manajemen resiko pada bank jelas diterangkan bahwa kebijakan loan to value diperuntukkan bagi konsumsi kepemilikan rumah tinggal, rumah susun, atau apartemen dengan tipe tujuh puluh meter persegi (70 m 2 ) ke atas. Dan kebijakan ini juga tidak diperuntukkkan bagi rumah kantor dan rumah toko. Ada beberapa pertimbangan yang membuat Bank Indonesia melakukan pembatasan terhadap rumah yang ukurannya lebih besar dari 70m 2, pertimbangan yang dimaksudkan didasarkan pada riset yang telah dilakukan Bank Indonesia sebelum memutuskan mengeluarkan kebijakan loan to value ini. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia tahun 2006 diperoleh Informasi bahwa ternyata dari seluruh pembelian perumahan 77,23 % menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kemudian 14,13% dilakukan dengan tunai bertahap dan sisanya sebesar 8,64% dilakukan dengan pembayaran tunai. Hal ini membuktikan pendapat Suparmoko sebelumnya mengenai karakteristik unik rumah yang harganya sangat mahal sehingga didominasi oleh pembelian secara kredit. Kemudian data yang didapat BI dari hasil survei juga menunjukkan bahwa semakin besar tipe rumah yang ditawarkan maka semakin kecil kemungkinan konsumen melakukan pembayaran melalui fasilitas kredit perumahan. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata perumahan yang dibangun dengan tipe yang berbeda beda telah sesuai dengan target pasarnya. Sebagai

8 contoh untuk rumah tipe diatas 70 m 2 merupakan jenis rumah besar yang biasanya diperuntukkan bagi masyarakat golongan atas. Tentu golongan ini sebagian besar mempunyai cukup dana untuk dapat melakukan pembayaran secara tunai, sehingga peluang untuk melakukan pembayaran lewat kredit semakin kecil. Demikian sebaliknya, tipe rumah sederhana yang diperuntukkan bagi masyarakat golongan bawah yang mungkin saja tidak mempunyai dana yang besar akan lebih memanfaatkan fasilitas kredit pemilikan rumah. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari gambar di bawah ini: Tabel 1.1. Perbandingan Persentase Konsumen Menggunakan Fasilitas Kredit, Tunai Lunak, dan Tunai Untuk Membeli Berbagai Tipe Rumah Skema Pembayaran Tipe kecil (non subsidi) Tipe kecil (subsidi) Tipe Rumah Tipe Menengah KREDIT 70% 66% 60% 51% TUNAI LUNAK 9 % 17% 17% 21% TUNAI 21 % 17% 23% 29% Sumber: Bank Indonesia, 2006 Tipe Besar Dari tabel diatas dijelaskan persentase jumlah konsumen menggunakan fasilitas kredit, tunai lunak dan tunai dalam membeli berbagai tipe rumah. Pada tipe rumah kecil dari keseluruhan jumlah konsumen yang hendak membeli rumah tipe ini, 70 % lebih memilih untuk menggunakan fasilitas kredit, 9 % menggunakan tunai lunak dan sisanya 21 % membayar secara tunai. Apabila diperhatikan, semakin besar tipe rumah yang ditawarkan semakin besar pula persentase jumlah konsumen yang membayar secara tunai. Dari tabel diatas jelas terlihat bahwa pada rumah tipe besar, konsumen yang hendak membeli rumah

9 tersebut sudah mencapai 29 % jumlahnya membayar secara tunai. Itu artinya bahwa sebenarnya pembangunan perumahan telah tepat sasaran, dimana tipe rumah besar diperuntukkan bagi masyarakat golongan atas yang memungkinkan masyarakat tersebut mempunyai cukup dana untuk melakukan pembayaran secara tunai. Berdasarkan hasil riset dari Bank Indonesia sekaligus mempertimbangkan bahwa Indonesia masih kekurangan pasokan rumah, terutama dalam menyukseskan program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan papan bagi masyarakat umum maka Bank Indonesia memutuskan untuk tidak memberlakukan kebijakan Loan to value ini terhadap rumah dibawah tipe 70 m 2. Ada beberapa alasan mengapa kebijakan Loan to value ini hanya diberlakukan untuk rumah tipe diatas 70 m 2 antara lain konsumen tipe rumah besar ini tergolong masyarakat yang sejahtera serta lebih fleksibel dalam menentukan pilihan rumah yang akan dibeli. Kemudian konsumen di segmen ini seperti yang ditunjukkan hasil survei, rata rata mempunyai kemampuan untuk melakukan pembelian secara tunai sehingga diyakini tidak terlalu berpengaruh apabila kebijakan loan to value ini diberlakukan. Kalaupun berpengaruh konsumen tipe ini sudah lebih fleksibel dalam menentukan tipe rumah yang diinginkannya dengan disesuaikan ke kemampuan finansialnya. Atau setidaknya mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan dana hingga mencapai batas uang muka yang telah ditentukan. Alasan terakhir mengapa kebijakan ini lebih diarahkan ke tipe diatas 70m 2 adalah karena ternyata tipe rumah ini lebih sering digunakan para spekulan dalam berinvestasi. Disamping itu bank Indonesia juga memutuskan

10 bahwa kebijakan loan to value ini tidak diberlakukan untuk bangunan bangunan yang produktif seperti rumah toko dan rumah kantor. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi sektor sektor produktif masyarakat pada umumnya. Saat ini para praktisi di bidang properti dan juga para ahli ekonomi sedang memperdebatkan kebijakan yang baru efektif juni 2012 ini. Banyak kalangan menilai bahwa kebijakan ini merupakan kebijakan yang salah karena akan mematikan secara perlahan bisnis properti. Kalangan tersebut menilai kemampuan masyarakat dalam membayar uang muka sebesar 30 % dari harga properti masih belum memadai. Namun disisi lainnya beberapa kalangan menilai kebijakan ini sudah sangat baik karena tidak begitu berpengaruh pada permintaan masyarakat. Bagaimanapun juga kebijakan ini tidak diberlakukan untuk semua jenis tipe properti (perumahaan) namun hanya untuk tipe diatas 70 meter persegi saja. Disamping itu kebijakan ini juga tidak diberlakukan untuk bangunan bangunan yang produktif sehingga dinilai tidak akan menambah masalah yang terjadi masyarakat. Kalangan ini menilai bahwa sebenarnya kebijakan ini diberlakukan hanya untuk golongan atas saja yang tentu mempunyai cukup dana untuk melakukan pembelian properti tersebut. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Dampak Kebijakan Loan to Value terhadap Permintaan Properti di Kota Pematangsiantar. Adapun penelitian ini memilih beberapa perusahaan yang bergerak di bidang properti di kota Pemnatangsiantar sebagai sampel dalam penelitian ini.

11 Perusahaan perusahaan yang dipilih merupakan perusahaan ataupun pengembang perumahan yang mengembangkan tipe rumah besar di kota Pematangsiantar Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada dampak kebijakan loan to value terhadap jumlah permintaan properti di kota Pematangsiantar Batasan Masalah Penelitian ini akan dibatasi terhadap beberapa hal tertentu yang gunanya memudahkan kinerja ataupun proses penelitian ini. Adapun yang menjadi batasan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: a. Materi Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak kebijakan loan to value terhadap permintaan properti di kota Pematangsiantar. Dilihat dari sisi permintaan sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan. Adapun Properti yang dimaksudkan disini dibatasi hanya bicara mengenai kepemilikan Rumah tipe 70 m 2 keatas saja. b. Objek Penelitian Adapun objek penelitian yang diamaksud adalah perusahaan atau pengembang yang berada di kawasan kota Pematangsiantar..

12 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya dampak dari kebijakan dari Bank Indonesia berupa pembatasan rasio Loan to value terhadap permintaan properti di kota Pematangsiantar. Dampak yang dimaksud diukur dengan memperbandingkan perimintaan konsumen sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Loan to value tersebut Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagi berikut: a. Untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni terutama dapat mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual b. Dengan Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak akademisi dalam menambah referensi ataupun tambahan ilmu pengetahuan yang berkaitan terutama dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya. c. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas terutama mengenai kebijakan Loan to Value bagi kepentingan Masyarakat yang ingin mengetahuinya. d. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument

I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju dapat menyebabkan stabilitas keuangan dan sistem pembayaran terganggu. Bagi pembuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar. manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar. manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selain memerlukan sandang dan pangan, juga memerlukan perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan rumah tinggal di Indonesia masih menjadi suatu masalah yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Pekerjaan

Lebih terperinci

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi

BAB I PENDAHULUAN. dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang investor bersedia menanamkan dananya pada suatu investasi apabila dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan salah satu pelaku utama dari perekonomian negara karena berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku ekonomi tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan sebuah kredit bersifat konsumtif yang diberikan oleh pihak bank kepada masyarakat untuk memiliki rumah dengan jaminan atau agunan

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF A. Latar Belakang Perlambatan ekonomi domestik yang terjadi ditengah perekonomian global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang tampak secara jelas bagaimana bidang konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang tampak secara jelas bagaimana bidang konstruksi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang tampak secara jelas bagaimana bidang konstruksi telah berkembang sedemikian pesat dan sungguh sungguh mempengaruhi kehidupan masyarakat. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Uang merupakan alat yang digunakan untuk membayar barang atau jasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Uang merupakan alat yang digunakan untuk membayar barang atau jasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uang merupakan alat yang digunakan untuk membayar barang atau jasa yang dibeli atau diterima. Keberadaan uang harus dijamin pemerintah agar memperoleh kepercayaan dari

Lebih terperinci

KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I

KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I SURVEI PERBANKAN Triwulan I-007 Target pemberian kredit baru pada triwulan II-007 dan tahun 007 diperkirakan masih akan meningkat Hanya 4,0% responden yang menyatakan realisasi kredit baru dalam triwulan

Lebih terperinci

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia selain kebutuhan akan pakaian dan makanan. Menurut Tito Soetalaksana (2000;8) rumah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang optimal. Dalam mewujudkan tujuan tersebut perusahaan tidak terlepas dari berbagai masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami peningkatan. Khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang, di mana segala upaya dilakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dalam. tunai atau angsuran, hibah atau dengan cara lain yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dalam. tunai atau angsuran, hibah atau dengan cara lain yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar (home needs) bagi manusia setelah pangan dan sandang. Setiap individu manusia akan mengutamakan pemenuhan

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN IV I II III IV I II III IV

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN IV I II III IV I II III IV SURVEI PERBANKAN Triwulan IV-2006 Target pemberian kredit baru pada triwulan I-2007 dan tahun 2007 diperkirakan meningkat Hanya sekitar 37,5% responden yang realisasi kredit barunya di bawah target yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit. Seseorang dapat membeli rumah secara tunai apabila orang tersebut memiliki uang yang nilainya sama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bisnis properti tahun 2008 akan berkembang pesat, hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Bisnis properti tahun 2008 akan berkembang pesat, hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis properti tahun 2008 akan berkembang pesat, hal ini disebabkan Bank Indonesia (BI) menurunkan BI Rate menjadi 9,50 persen pada minggu pertama tahun 2008. Subsektor

Lebih terperinci

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 141). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alternatif masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alternatif masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang penelitian Berbagai macam sektor yang menggerakkan roda perekonomian, salah satunya adalah sektor properti. Investasi dalam bentuk properti masih menjadi alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis properti di Indonesia semakin pesat seiring dengan kemajuan perekonomian Indonesia, bisa dilihat dari banyaknya pembangunan perumahan, apartemen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun

BAB I PENDAHULUAN. atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari - hari manusia memiliki kebutuhan pokok atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun kebutuhan tersier. Kebutuhan primer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar (basic needs) dan pokok manusia selain sandang dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus atau inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/10/PBI/2015 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE ATAU RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PROPERTI DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin

Lebih terperinci

KONDISI TRIWULAN II-2007

KONDISI TRIWULAN II-2007 SURVEI PERBANKAN Triwulan II-2007 Permintaan masyarakat terhadap kredit baru mengalami peningkatan, ditunjukkan dengan angka neto tertimbang 92,8% Hanya sekitar 34,1% responden menyatakan bahwa realisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. properti residential (IHPR - berdasarkan survey Bank Indonesia). Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. properti residential (IHPR - berdasarkan survey Bank Indonesia). Peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis sektor properti meningkat dari tahun ke tahun terutama pada beberapa tahun terakhir ditandai dengan peningkatan indeks harga properti residential

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor ini memegang peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor ini memegang peranan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai sektor. Sektorsektor ekonomi di Indonesia terbagi atas sembilan sektor, salah satu diantaranya adalah sektor perdagangan,

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2015 PERBANKAN. BI. Rasio. Loan To Value. Financing To Value. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5706). FPERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

Elastisitas Outstanding Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen Terhadap Indikator Pasar Perumahan. Oleh : Tim Riset

Elastisitas Outstanding Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen Terhadap Indikator Pasar Perumahan. Oleh : Tim Riset Elastisitas Outstanding Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen Terhadap Indikator Pasar Perumahan Oleh : Tim Riset Abstrak Studi ini dilakukan untuk menganalisis tingkat perubahan pada outstanding KPR&KPA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkantoran di Jakarta. PT XYZ saat ini dimiliki oleh PT BCD sebesar 72,25%

BAB 1 PENDAHULUAN. perkantoran di Jakarta. PT XYZ saat ini dimiliki oleh PT BCD sebesar 72,25% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang sewa perkantoran di Jakarta. PT XYZ saat ini dimiliki oleh PT BCD sebesar 72,25% kepemilikan, PT AP sebesar

Lebih terperinci

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat tetap hidup setiap hari. Setiap manusia butuh makan dan minum.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat tetap hidup setiap hari. Setiap manusia butuh makan dan minum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan primer makhluk hidup adalah papan selain sandang dan pangan. Sandang dan pangan merupakan penunjang yang membuat manusia untuk dapat tetap hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak akan mampu bertahan dan bersaing dalam dunia usahanya. Hal

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak akan mampu bertahan dan bersaing dalam dunia usahanya. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya merupakan suatu hal yang penting dalam suatu perusahaan. Tanpa adanya sumber daya, maka suatu perusahaan tidak dapat menjalankan kegiatan operasionalnya.

Lebih terperinci

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan inovasi produk, meningkatkan kinerja karyawan, dan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan inovasi produk, meningkatkan kinerja karyawan, dan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk terus mengembangkan inovasi produk, meningkatkan kinerja karyawan, dan melakukan perluasan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti leasing, factoring kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model

BAB I PENDAHULUAN. seperti leasing, factoring kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan Financial, disamping kegiatan pembiayaan lainnya seperti leasing, factoring

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan Bank Indonesia, industri properti Indonesia tahun 2011 terus menunjukkan tren meningkat terutama pada sektor konsumsi yang didominasi oleh kredit kepemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya nilai indeks bursa saham global dan krisis finansial di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di seluruh media massa dan dibahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi. Tidak sedikit pedagang yang memerlukan sumbersumber. dana dari luar modal usaha untuk memenuhi kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi. Tidak sedikit pedagang yang memerlukan sumbersumber. dana dari luar modal usaha untuk memenuhi kebutuhan dalam BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam upaya memajukan perekonomian dalam suatu negara secara maka langsung akan semakin meningkat pula kebutuhan masyarakatnya. Hal ini dikarenakan harus mampu mengikuti

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ekonomi Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ekonomi Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Ekonomi Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sektor moneter. Sektor moneter melalui kebijakan moneter digunakan untuk memecahkan masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa sektor property dan real estate merupakan sektor bisnis yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. bahwa sektor property dan real estate merupakan sektor bisnis yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena industri yang berkembang pada saat ini menggambarkan bahwa sektor property dan real estate merupakan sektor bisnis yang cukup berkembang dan menjanjikan. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama krisis berlangsung, sektor pertanian telah menjadi sektor

BAB I PENDAHULUAN. Selama krisis berlangsung, sektor pertanian telah menjadi sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama krisis berlangsung, sektor pertanian telah menjadi sektor penyelamat ekonomi, dimana sektor ini relatif tahan banting terhadap goncangan moneter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tolak ukur kemajuan negara tersebut. Menurut Kasmir (2014) bank adalah

BAB I PENDAHULUAN. tolak ukur kemajuan negara tersebut. Menurut Kasmir (2014) bank adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga yang memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kemajuan bank di suatu negara dapat dijadikan tolak ukur kemajuan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang investor bersedia menanamkan dananya di suatu investasi jika

BAB I PENDAHULUAN. Seorang investor bersedia menanamkan dananya di suatu investasi jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang investor bersedia menanamkan dananya di suatu investasi jika investasi itu dianggap menguntungkan. Salah satu pilihan investasi yang menguntungkan yaitu perdagangan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan pembangunan ekonomi tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera dengan cara mencapai pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM Sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Properti merupakan salah satu pilihan bisnis yang memberikan jaminan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Properti merupakan salah satu pilihan bisnis yang memberikan jaminan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Properti merupakan salah satu pilihan bisnis yang memberikan jaminan kepastian nilai keuntungan kepada investor. Hal ini terutama disebabkan karena bisnis ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha memenuhi kebutuhan rumah daripada kebutuhan lain yang

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha memenuhi kebutuhan rumah daripada kebutuhan lain yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia selain sandang dan pangan. Setiap manusia akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dasar daripada kebutuhan sekundernya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk dana pihak ketiga yang berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter terutama sudah sangat banyak dilakukan oleh para peneliti di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. moneter terutama sudah sangat banyak dilakukan oleh para peneliti di dunia, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi mengenai jalur kredit dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter terutama sudah sangat banyak dilakukan oleh para peneliti di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serius bagi pemerintah, adanya tuntutan masyarakat untuk dapat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. serius bagi pemerintah, adanya tuntutan masyarakat untuk dapat memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, kebutuhan akan rumah menjadi perhatian yang cukup serius bagi pemerintah, adanya tuntutan masyarakat untuk dapat memiliki rumah yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur, 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur, beristirahat, dan berlindung dari hujan atau terik matahari. Ini menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi suatu Negara secara umum beroreintasi pada pertumbuhan (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memadai (reasonable assurance) kepada entitas tidak hanya dalam hal akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. memadai (reasonable assurance) kepada entitas tidak hanya dalam hal akuntansi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengendalian internal merupakan salah satu konsep penting dalam setiap entitas bisnis. Hal ini karena pengendalian internal mampu memberikan keyakinan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran keadaan suatu perekenomian dari suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Lebih terperinci

LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN TERKAIT PENERAPAN KETENTUAN LOAN TO VALUE

LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN TERKAIT PENERAPAN KETENTUAN LOAN TO VALUE LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN TERKAIT PENERAPAN KETENTUAN LOAN TO VALUE (LTV) KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DAN DOWN PAYMENT (DP) KREDIT KENDARAAN BERMOTOR (KKB) PERBANKAN NO PERTANYAAN JAWABAN I. HAL UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada perekonomian nasional. Hal ini menyebabkan. kebutuhan hidup penduduk Indonesia juga terus mengalami kenaikan.

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada perekonomian nasional. Hal ini menyebabkan. kebutuhan hidup penduduk Indonesia juga terus mengalami kenaikan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia pada saat sekarang telah berpengaruh pada perekonomian nasional. Hal ini menyebabkan kebutuhan hidup penduduk Indonesia juga terus mengalami

Lebih terperinci

No. 15/4/DPNP Jakarta, 6 Maret 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal: Kepemilikan Saham Bank Umum

No. 15/4/DPNP Jakarta, 6 Maret 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal: Kepemilikan Saham Bank Umum No. 15/4/DPNP Jakarta, 6 Maret 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Kepemilikan Saham Bank Umum Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM Sehubungan dengan

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I II III IV I

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I II III IV I SURVEI PERBANKAN Triwulan I-2008 Permintaan terhadap kredit baru pada triwulan I-2008 mengalami peningkatan dengan angka neto tertimbang 70,4%, lebih rendah dibandingkan triwulan lalu (86,8%) Sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang semakin kuat sangat berpengaruh dalam pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang semakin kuat sangat berpengaruh dalam pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sektor usaha yang mempengaruhi perkembangan perekonomian di Indonesia yaitu sektor perbankan, dimana sektor ini memberikan dampak dalam upaya peningkatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Persaingan bisnis pada era globalisasi saat ini menuntut perusahaan untuk meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif. Pasar yang semakin luas dan selera konsumen yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/16/PBI/2016 TENTANG RASIO LOAN TO VALUE UNTUK KREDIT PROPERTI, RASIO FINANCING TO VALUE UNTUK PEMBIAYAAN PROPERTI, DAN UANG MUKA UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak masyarakat yang masih belum mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak masyarakat yang masih belum mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia masih banyak masyarakat yang masih belum mempunyai rumah dan belum mempunyai tempat tinggal yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala sektor diharapkan dapat mewujudkan struktur ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala sektor diharapkan dapat mewujudkan struktur ekonomi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang sekarang ini giat melakukan pembangunan. Pembangunan yang dilakukan mencakup di segala sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil kerja pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. Pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. hasil kerja pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. Pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah hal yang sangat diinginkan semua daerah maupun negara. Pertumbuhan ekonomi juga merupakan gambaran dari hasil kerja pemerintah

Lebih terperinci

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank BOKS 2 HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI DAN PERTANIAN DI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2007 Pada tahun 2007, Kantor Bank Indonesia Bengkulu melakukan dua survei yaitu Survei Kredit Konsumsi dan Survei Survei Kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat terjadi akibat macetnya kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia.

Lebih terperinci

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI Seminar Nasional dan Expo UMKM Perbarindo. "Modernisasi BPR Dalam Upaya Mendorong Pertumbuhan & Kemudahan Akses Bagi UMKM Dalam Menghadapi Persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang Vietnam. Vietnam mencetak pecahan Dong sebagai pecahan mata

BAB I PENDAHULUAN. uang Vietnam. Vietnam mencetak pecahan Dong sebagai pecahan mata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan nilai tukar rupiah terhadap US Dollar akhir-akhir ini terus merosot tajam. Pada Nopember 2013, nilai rupiah mencapai Rp. 11.550,- per US Dollar. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Sedangkan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah Islam adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor property juga dapat dilihat dari menjamurnya real estate di kota-kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. sektor property juga dapat dilihat dari menjamurnya real estate di kota-kota besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan property dan real estate pada zaman ini sedang berkembang pesat. Perkembangan industri property saat ini juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akan barang dan jasa juga semakin meningkat. Kebutuhan suatu kendaraan

I. PENDAHULUAN. akan barang dan jasa juga semakin meningkat. Kebutuhan suatu kendaraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu yang semakin maju, maka kebutuhan manusia akan barang dan jasa juga semakin meningkat. Kebutuhan suatu kendaraan merupakan kebutuhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek seperti: peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek seperti: peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan usaha kecil di Indonesia memang diakui sangat penting dalam perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek seperti: peningkatan kesempatan kerja; pemerataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut menciptakan persaingan yang sangat ketat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi yang dapat berperan dalam mendukung kegiatan perekonomian salah satunya adalah Dunia perbankan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian yaitu sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian yaitu sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Situasi persaingan ekonomi global saat ini sudah sedemikian tajam dan ketat menjadikan perbankan memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia selain kebutuhan pokok adalah kebutuhan akan papan yaitu rumah

BAB I PENDAHULUAN. manusia selain kebutuhan pokok adalah kebutuhan akan papan yaitu rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh setiap manusia selain kebutuhan pokok adalah kebutuhan akan papan yaitu rumah (tempat tinggal),

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN BUNGA PENJUALAN ANGSURAN PADA PENGEMBANGAN PERUMAHAN GRAND GALAXY CITY PERSEMBAHAN AGUNG SEDAYU GRUP

ANALISIS PERHITUNGAN BUNGA PENJUALAN ANGSURAN PADA PENGEMBANGAN PERUMAHAN GRAND GALAXY CITY PERSEMBAHAN AGUNG SEDAYU GRUP ANALISIS PERHITUNGAN BUNGA PENJUALAN ANGSURAN PADA PENGEMBANGAN PERUMAHAN GRAND GALAXY CITY PERSEMBAHAN AGUNG SEDAYU GRUP Nama : ARI RAMLI YUSUF NPM : 29210606 Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Silvia Avira

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN TANGGAPAN ATAS : PEMAPARAN HASIL KAJIAN ANALISA KEBIJAKAN PERENCANAAN PENDANAAN PEMBANGUNAN

POKOK-POKOK PIKIRAN TANGGAPAN ATAS : PEMAPARAN HASIL KAJIAN ANALISA KEBIJAKAN PERENCANAAN PENDANAAN PEMBANGUNAN POKOK-POKOK PIKIRAN TANGGAPAN ATAS : PEMAPARAN HASIL KAJIAN ANALISA KEBIJAKAN PERENCANAAN PENDANAAN PEMBANGUNAN Oleh : Marsuki Bappenas RI, Jakarta, 1 Desember 2009 Outline Tanggapan Pengantar Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kinerja suatu perusahaan diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik pihak internal maupun eksternal. Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor properti. Pada umumnya banyak masyarakat yang tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara. sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara. sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan selalu

Lebih terperinci