GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN IRAWAN ALHAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Gross Tonage (GT) Hubungannya dengan Tenaga Penggerak (HP) pada Kapal Pukat Cincin (Purse Seiner) di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis yang lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian Tesis ini. Bogor, Juni 2010 Irawan Alham NIM C

3 ABSTRACT IRAWAN ALHAM. Gross tonage (GT) value towards horse power (HP) of Purse Seiners in Takalar Regency, South Celebes. Supervised by Budhi Hascaryo Iskandar and Mohammad Imron. The waters of Takalar Regency provide a good fishing area for pelagic fish such as kembung, layang, tembang, teri, lemuru, cakalang, and belanak. There are various types of vessels with fishing equipment of different sizes in the area, one of which is purse seiner, a purse seine vessel which dominates the area. The objective of this study is to determine the values of HP and GT of purse seiners in Takalar. An initial step was taken to directly measure several vessels. Measuring the main dimensions was performed to determine the value of GT vessel compared to the value of GT stated in the vessel documents and the data from the listed engine power compared to the actual engine power during operation. The analysis was conducted descriptively, numerically, and comparatively on the purse seiners in Takalar regency based on naval architecture method. The success of a purse seine fishing depends on the speed of setting and the speed of putting nets in circle. The result for a vessel with the biggest IHP of 330 HP and the lowest IHP of 115 HP. Based on those IHP value, a speed of knots could be generated for the largest IHP and 2.50 knots for the lowest. The simulation results for 8 vessels show that HP, should be 20 times from the GT value. Since the highest GT value is GT, so the IHP value of HP. Keywords: gross tonage (GT), horse power (HP), purse seiner.

4 RINGKASAN IRAWAN ALHAM. Gross Tonage (GT) Hubungannya dengan Tenaga Penggerak (HP) pada Kapal Pukat Cincin (Purse Seiner) di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Di bawah bimbingan Budhi Hascaryo Iskandar dan Mohammad Imron. Perairan Kabupaten Takalar merupakan daerah penangkapan yang baik untuk jenis ikan pelagis seperti kembung, layang, tembang, teri, lemuru, cakalang, dan belanak. Berbagai jenis kapal dan alat tangkap dengan ukuran yang bervariasi terdapat disana, salah satunya adalah kapal purse seine. Kapal purse seine jenis kapal penangkap yang mendominasi daerah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji nilai HP dan GT pada kapal purse seine di Kabupaten Takalar. Langkah awal dilakukan adalah pengukuran langsung pada beberapa kapal, pengukuran pada nilai rasio dimensi utama dilakukan untuk mengetahui nilai GT kapal dibandingkan dengan GT yang ada pada surat kapal dan data dari kekuatan mesin yang tertera dibandingkan dengan kekuatan mesin yang nyata pada saat beroperasi. Analisis dilakukan secara deskriptif dan numerik serta komparatif terhadap kapal purse seine di Kabupaten Takalar berdasarkan perhitungan perkapalan (naval architecture). Kasus yang diteliti adalah hubungan GT dengan tenaga penggerak (HP) sehingga didapatkan GT yang sesuai dengan tenaga penggerak (HP). Kapal-kapal yang diteliti terdiri dari 8 unit kapal dengan nilai GT tertera yaitu 1. KM. Sinar Bahagia sebesar 20 GT; 2. KM. Minasa 3 adalah 22 GT; 3. KM. Minasa 5 adalah 23 GT; 4. KM. Bone 1 adalah 22 GT; 5. KM. Bone 2 adalah 23 GT; 6. KM. Taruna adalah 20 GT; 7. KM Cahaya Bone 1 adalah 22 GT; 8. KM. Kurnia 1 adalah 20 GT. Adapun nilai HP kapal-kapal yang diteliti yaitu 1. KM. Sinar Bahagia sebesar 300 HP; 2. KM. Minasa 3 adalah 115 HP; 3. KM. Minasa 5 adalah 115 HP; 4. KM. Bone 1 adalah 300 HP; 5. KM. Bone 2 adalah 300 HP; 6. KM. Taruna adalah 300 HP; 7. KM Cahaya Bone 1 adalah 190 HP; 8. KM. Kurnia 1 adalah 300 HP. Apabila dilihat dari GT dan HP yang digunakan tidaklah optimal hal ini disebabkan karena secara umum pada pemilik kapal menentukan ukuran mesin yang dipasang pada kapalnya hanya berdasarkan modal yang dimiliki. Hasil perhitungan untuk pengukuran pada 8 kapal adalah 1. KM. Sinar Bahagia sebesar 21 GT; 2. KM. Minasa 3 adalah 27GT; 3. KM. Minasa 5 adalah 28 GT; 4. KM. Bone 1 adalah 28 GT; 5. KM. Bone 2 adalah 30 GT; 6. KM. Taruna adalah 22 GT; 7. KM Cahaya Bone 1 adalah 26 GT; 8. KM. Kurnia 1 adalah 20 GT. Seorang pemilik kapal apabila kapalnya telah selesai dibuat maka ia harus memikirkan mesin apa yang cocok dengan ukuran kapal yang telah ia buat agar sesuai dan efisien. Dussardier (1960) menyarankan agar mesin yang digunakan pada kapal sebaiknya mempunyai tenaga sekitar 3,0-3,5 dari gross tonage (GT) kapal tersebut. Keberhasilan suatu usaha penangkapan purse seine tergantung pada kecepatan setting dan kecepatan melingkarkan jaring. Kecepatan melingkarkan jaring banyak tergantung pada ukuran kapal, besarnya tenaga penggerak yang digunakan dan bentuk kapal. Dengan demikian, untuk berhasilnya operasi penangkapan purse seine maka pada ukuran kapal tertentu akan lebih cocok

5 menggunakan tenaga penggerak yang berkekuatan tertentu dan sebaliknya. Hasil perhitungan untuk kapal dengan IHP terbesar adalah 330 HP dan untuk IHP yang terendah adalah 115. Dari nilai IHP tersebut dapat dihasilkan kecepatan sebesar 10,56 knot untuk IHP yang terbesar dan 2,50 IHP terendah. Dari Hasil simulasi terhadap 8 kapal di lokasi penelitian besar untuk tenaga penggerak (HP) adalah sebaiknya 20 kali dari nilai GT yaitu dengan nilai GT mempunyai nilai IHP adalah sebesar HP. Kata kunci : gross tonage (GT), tenaga penggerak (HP), kapal purse seine.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN IRAWAN ALHAM Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Yopi Novita, S.Pi., M.Si

9 Judul Tesis Nama NRP LEMBAR PENGESAHAN : Gross Tonage (GT) Hubungannya dengan Tenaga Penggerak (HP) pada Kapal Pukat Cicin (Purse Seiner) di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan : Irawan Alham : C Program Studi : Teknologi Perikanan Tangkap Disetujui : Komisi Pembimbing Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Ketua Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si Anggota Mengetahui, Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S Tanggal Ujian : 18 Juni 2010 Tanggal lulus :

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan tugas akhir pada Program Magister Sains di Sekolah Pascasarjana IPB, pada Mayor Teknologi Perikanan Tangkap. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juli hingga Desember 2009 adalah Gross Tonage (GT) Hubungannya dengan Tenaga Penggerak (HP) pada Kapal Pukat Cincin (Purse Seiner) di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis data yang dikumpulkan adalah Horse Power (HP) kapal, berat jenis air laut dan Gross Tonage (GT), meliputi volume ruang tertutup diatas dek dan volume ruang tertutup di bawah dek. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si, Bapak Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Yopi Novita, S.Pi., M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis yang dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2010 yang telah banyak memberikan saran-saran yang sangat berarti bagi perbaikan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman angkatan 2008 yang telah membantu dan mendukung terselesaikannya tesis ini. Terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada ayah Alimuddin, ibunda Hj. Hamidah, istri tersayang Erniwati serta seluruh keluarga atas do a dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran-saran untuk perbaikan tesis ini akan sangat penulis hargai. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat. Bogor, Juni 2010 Irawan Alham

11 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Ujung Pandang Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 23 Oktober 1978 dari pasangan Bapak Alimuddin dan Ibu Hj. Hamidah Penulis merupakan anak keenam dari delapan bersaudara. Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Kartika Chandra Kirana Ujung pandang dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Muslim Indonesia pada Fakultas Teknik dan memilih Jurusan Mesin. Penulis lulus pada tahun 2002 dalam ujian skripsi dengan judul Analisa Sistem Pengendalian Optimal Putaran Turbin Uap pada PLTU Sektor Tello Makassar. Tahun 2004 diterima sebagai tenaga dosen Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi pada jenjang Magister Sains di Institut Pertanian Bogor (IPB), memilih Mayor Teknologi Perikanan Tangkap. Beasiswa pendidikan diperoleh dari BPPS.

12 x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR SIMBOL DAN ISTILAH... xvi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karateristik Kapal Perikanan Kapal Purse seine Hubungan Tingkah Laku Ikan dengan Alat Tangkap Purse Seine Dimensi Utama Kapal Koefisien Balok (Coeffisien of block) Gross Tonage (GT) Mesin Kapal Tahanan, Kecepatan dan Daya Penggerak Kapal METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Peralatan Penelitian Metode Penelitian Jenis data Metode pengumpulan data Pengolahan data HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Purse seine di Takalar Metode penangkapan Rancangan umum Dimensi Utama Kapal dan Volume Ruang Tertutup di atas Dek Mesin Kapal Purse seine Kecepatan kapal... 34

13 xi 4.5 Perbandingan GT Tertera terhadap GT Hasil Pengukuran Hubungan Antara GT dan HP Hubungan Antara GT, HP dan Kecepatan (V) Hubungan Antara Rasio GT dan Displacement Ton KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 50

14 xii DAFTAR TABEL Halaman 1 Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat tangkap yang dioperasikan Hasil pengukuran dimensi utama dan pengukuran dari ruang tertutup diatas dek Nilai IHP, BHP, SHP dan EHP pada 8 kapal yang diteliti Perbandingan antara kecepatan dan panjang kapal purse seine di Kabupaten Takalar GT hasil pengukuran dan GT tertera Perbandingan nilai GT dan HP kapal purse seine di Kabupaten Takalar... 45

15 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran pendekatan studi Ilustrasi kemungkinan ikan yang meloloskan diri pada saat pelingkaran alat tangkap pukat cincin Ilustrasi kemungkinan ikan yang meloloskan diri pada saat penarikan tali kolor pada alat tangkap pukat cincin Posisi kapal dan bentuk purse seine pada saat akan hauling Ukuran panjang total kapal (LOA) Ukuran panjang garis tegak (LBP) Panjang garis air (LWL) Lebar kapal Dalam kapal Coefficient of block (Cb) Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient of vertical prismatic (Cvp) Coefficient of waterplan (Cw) Coefficient of midship (C ) Perbandingan GT dan HP sekunder terhadap GT dan HP hasil pengukuran Contoh salah satu kapal purse seine di Kabupaten Takalar Posisi engkol, gear box dan poros penghubung Proses pembentukan daya pada mesin Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Sinar Bahagia Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Minasa

16 xiv 20 Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Minasa Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Bone Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Bone Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Taruna Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Cahaya Bone Hubungan kecepatan (V ) dan HP dari KM. Kurnia Perbandingan panjang kapal dan kecepatan kapal Perbandingan nilai GT pengukuran dan GT tertera Hubungan GT dan HP Hubungan GT, HP dan kecepatan (V ) Hubungan Antara Ratio GT dan Displacement Ton... 44

17 xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tabel data pengukuran Contoh perhitungan Tabel hasil perhitungan Tabel hasil perhitungan hubungan V dan HP Peta lokasi penelitian Foto dokumentasi... 61

18 xvi DAFTAR SIMBOL DAN ISTILAH After perpendicular (AP) (m); garis tegak yang terdapat buritan, garis tersebut berada tepat di tiang kemudi kapal. Area water plan (Aw) (m 2 ); luas potongan membujur pada tinggi garis air (garis sarat) tertentu. Breadth (B) (m); lebar terlebar kapal dan umumnya terdapat pada bagian midship. Coefficient of block/ fineness of displacement (Cb); rasio antara volume badan kapal di bawah permukaan air terhadap volume balok dengan panjang (L), lebar (B) dan dalam (D) yang sama. Coefficient of Midships (C ); perbandingan antara area penampang melintang tengah kapal dengan lebar (B) dan draft (d) kapal. Coefficient of water area (Cw); perbandingan antara luas area waterplan dengan panjang (L) dan Lebar (B) kapal. Coefficient of prismatic (Cp); perbandingan antara kapasitas displacement dengan luas area penampang melintang tengah dengan panjang (L) kapal. Coefficient of vertikal prismatic (Cvp); perbandingan antara volume displacement dengan penampang melintang dan draft kapal. Draught /Draft (d) (m); tinggi badan kapal yang terendam dalam air, diukur dari upper keel dan umumnya terdapat pada bagian midship. Displacement /Ton displacement (Δ) (ton); volume air dalam ton atau meter kubik yang dipindahkan saat kapal terapung pada tinngi sarat tertentu. Depth (D) (m); tinggi kapal yang diukur dari upper keel hingga deck terendah dan umumnya terdapat di bagian midship. Fishing ground; daerah penangkapan ikan. Fishing base; pangkalan penangkapan, dimana kapal melakukan aktivitas tambat labuh, bongkar muat. Freeboard (Fb) (m); jarak antara draft hingga garis geladak. Gross tonage (GT) (ton); volume ruangan tertutup dan dianggap kedap air. Horse Power (HP); satuan besar tenaga penggerak mesin, 1 HP = 0,746 KW

19 xvii Lines plan (m); gambar yang menunjukkan bentuk-bentuk penampang melintang dan membujur badan kapal. Longitudinal (m); ukuran memanjang kapal dari midship ke haluan atau buritan. Length over all (LOA=L) (m); panjang keseluruhan dari haluan hingga ke buritan. Length perpendicular (Lpp) (m); panjang badan kapal antara dua garis tegak AP (Apter Perpendicular) dan FP (Fore Perpendicular). Length of water line (LWL) (m); panjang badan kapal pada batas air tertinggi yang setara dengan tinggi draft maksimum. Volume displacement ( ) (m 3 ); volume badan kapal yang terendam di dalam air. Rasio L/B; nilai perbandingan antara panjang (L) dengan lebar kapal (B). Rasio L/D; nilai perbandingan panjang kapal (L) dengan dalam kapal (D). Rasio B/D; nilai perbandingan lebar kapal (B) dengan dalam kapal (D). Schooling fish; sekelompok atau segerombol ikan.

20 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Takalar memiliki potensi sumberdaya perairan pantai yang cukup besar dan dapat dikelola dengan melakukan penangkapan dan budidaya di laut. Potensi sumberdaya laut diperkirakan mampu memproduksi ikan sebanyak ton/tahun bila dikelola dengan baik, tanpa merusak kelestarian lingkungan. Selain potensi ikan laut, potensi komoditas lainnya seperti, udang, kerangkerangan, teripang, rumput laut juga memiliki prospek yang cerah (DKP, Kabupaten Takalar, 2008). Disamping itu, perairan Kabupaten Takalar merupakan daerah penangkapan yang baik untuk jenis ikan pelagis seperti kembung, layang, tembang, teri, lemuru, cakalang, dan belanak. Berbagai jenis kapal dan alat tangkap dengan ukuran yang bervariasi terdapat disana, salah satunya adalah kapal purse seine, kapal jenis ini cukup mendominasi di daerah tersebut. Ayodhyoa (1981) mengemukakan bahwa untuk keberhasilan suatu usaha perikanan purse seine di perairan Indonesia, perlu dilakukan penelitian-penelitian antara lain menyangkut dimensi gear dan kapal yang sesuai untuk suatu tipe fishing ground, jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan, demikian pula skala dari usaha yang akan dilakukan. Baskoro dan Effendy (2005) mengemukakan bahwa keberhasilan penangkapan dengan menggunakan purse seine ditentukan oleh beberapa faktor selain arah arus dan angin adalah faktor kecepatan, baik dalam hal melingkarkan alat dan penarikan tali kolor (purse seine) hingga betulbetul bagian pinggiran bawah jaring dapat mengerucut dalam waktu tertentu. Kecepatan melingkarkan jaring banyak tergantung pada ukuran kapal, besarnya tenaga penggerak yang digunakan dan bentuk kapal. Dengan demikian, untuk berhasilnya operasi penangkapan purse seine maka pada ukuran kapal tertentu akan lebih cocok menggunakan tenaga penggerak yang berkekuatan tertentu. Berdasarkan fungsi-fungsinya maka besar kecilnya sebuah kapal tidak saja dinyatakan dalam ukuran-ukuran memanjang atau membujur, melebar atau melintang dan tegak atau dalam saja, tetapi juga dinyatakan dan dilengkapi pula dengan ukuran-ukuran isi maupun berat. Dengan kata lain, besarnya sebuah kapal

21 2 tidak saja dinyatakan seperti apa yang kita lihat dalam ukuran fisiknya, tetapi juga dari kemampuan kapal tersebut mengangkut muatan. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa kapal perikanan dan kapal tanker dengan daya angkut yang sama akan kelihatan berbeda, baik dalam ukuran panjang, lebar maupun dalamnya. Guna dari ukuran-ukuran ini ialah untuk mengetahui besar kecilnya sebuah kapal, besar kecilnya daya angkut kapal dan sekaligus mengetahui berapa kekuatan mesin yang ideal untuk digunakan pada ukuran-ukuran kapal tersebut. Kesesuaian yang optimal antara kekuatan tenaga penggerak (HP) dan Gross Tonage (GT) yang digunakan, perlu dikaji untuk mendapatkan nilai yang lebih sesuai. Hal ini disebabkan karena secara umum pemilik kapal menentukan ukuran mesin yang dipasang pada kapalnya hanya berdasarkan modal yang dimiliki. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat ke arah tujuan dimaksud. 1.2 Perumusan Masalah Keberhasilan suatu usaha penangkapan purse seine tergantung pada kecepatan setting dan kecepatan melingkarkan jaring. Kecepatan melingkarkan jaring banyak tergantung pada ukuran kapal, besarnya tenaga penggerak yang digunakan dan bentuk kapal. Dengan demikian, untuk berhasilnya operasi penangkapan purse seine maka pada ukuran kapal tertentu akan lebih cocok menggunakan tenaga penggerak yang berkekuatan tertentu dan sebaliknya. Kapal purse seine digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang terdapat di laut dalam, keberadaan jenis ikan tersebut dijumpai di laut yang jauh dari pantau atau di perairan lepas pantai (off shore). Untuk dapat mengoptimalkan produksi sumberdaya ikan yang terdapat di Kabupaten Takalar, dibutuhkan kapal yang dapat menguntungkan secara teknis maupun ekonomis bagi nelayan. Salah satu parameternya adalah mengkombinasikan antara kekuatan tenaga penggerak (HP) dan Gross Tonage (GT). Dari uraian tersebut dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan antara HP dan GT yang digunakan nelayan di Kabupaten Takalar yaitu : 1) Kesesuaian kekuatan tenaga penggerak (HP) yang tinggi dan Gross Tonage (GT) yang besar sesuai dengan peruntukannya.

22 3 2) Apakah kekuatan HP yang tinggi dan GT yang besar menghasilkan kecepatan setting dan kecepatan lingkar jaring? Dengan demikian informasi tentang kombinasi tersebut sangat dibutuhkan oleh nelayan setempat. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan dapat memberikan keuntungan secara teknis bagi usaha perikanan purse seine di Kabupaten Takalar. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji nilai HP dan tenaga penggerak (GT) pada kapal purse seine di Kabupaten Takalar 1.4 Manfaat Penelitian 1) Sebagai bahan acuan untuk mengetahui perbedaan kekuatan HP dan GT baik bagi nelayan di Kabupaten Takalar khususnya maupun pemerintah dan masyarakat perikanan tangkap pada umumnya. 2) Memberikan informasi ke depan agar lebih efisien dalam mengkombinasikan antara kekuatan HP dan GT. 1.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang dipakai dalam penelitian ini adalah 1) Terdapat perbedaan yang nyata antara GT pengukuran dengan GT tertera 2) Hubungan GT terhadap kapal purse seine di atas perkiraan teoritis 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian: Penilitian difokuskan pada nilai kekuatan tenaga penggerak (HP) dan Gross Tonage (GT) pada kapal purse seine di Kabupaten Takalar. 1.7 Kerangka Pemikiran Permasalahan yang terjadi adalah perbedaan GT memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan kapal, demikian pula pada perbedaan HP. Perhitungan GT dan HP pada kapal purse seine, yaitu:

23 4 1) Analisis GT. Langkah awal yang dilakukan adalah pengukuran langsung pada beberapa kapal, pengukuran pada nilai rasio dimensi utama dilakukan untuk mengetahui nilai GT kapal dibandingkan dengan GT yang ada pada surat kapal 2) Analisis HP. Data dari kekuatan mesin yang tertera dibandingkan dengan kecepatan (V) Permasalahan: Nilai HP dan GT kapal purse seine tidak beraturan Analisis HP dan GT 1. Kekuatan mesin tertera dan kekuatan mesin yang nyata 2. Ukuran kapal pada surat ukur kapal dan ukuran kapal sebenarnya 3. Kekuatan mesin pada berbagai nilai GT 4. Ukuran kapal pada berbagai nilai HP Hubungan antara HP dan GT yang optimal Gambar 1 Kerangka pemikiran pendekatan studi

24 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan Pada hakekatnya fungsi sebuah kapal ialah sebagai alat pengangkut di air dari suatu tempat ke tempat lain, baik pengangkutan barang, penumpang maupun hewan. Selain sebagai alat angkut, kapal juga dapat di gunakan untuk rekreasi, sebagai alat pertahanan dan keamanan, alat-alat survey atau laboratorium maupun sebagai kapal kerja (Mudjiono 1986). Ayodhyoa (1987) mengemukakan bahwa kapal ikan di Indonesia terdiri dari ukuran yang terkecil berupa sampan dan perahu nelayan dari kayu yang memakai dayung dan layar hingga kepada kapal-kapal ikan yang terbuat dari besi baja dengan ukuran lebih besar dari 100 GT dengan memakai tenaga penggerak mesin diesel. Karena itu dapat digambarkan betapa banyak jenis dan bentuk kapal ikan dalam lingkup mulai dari sampan, perahu layar hingga kapal-kapal besi baja. Selanjutnya Nomura dan Yamazaki (1977) mengemukakan bahwa persyaratan minimal untuk kapal ikan ketika melakukan operasi penangkapan: (1) Mempunyai struktur badan kapal; (2) Memiliki stabilitas yang tinggi; dan (3) Memiliki fasilitas untuk penyimpanan. Dengan demikian kapal ikan mempunyai keistimewaan pokok yang berbeda dengan jenis kapal lainnya (Nomura dan Yamazaki 1977) seperti: 1) Kecepatan kapal: Untuk mengejar dan menghadang gerombolan ikan yang sedang berruaya dibutuhkan kecepatan yang tinggi dari kapal ikan, agar kapal tidak tertinggal pada saat operasi penangkapan dan daerah yang dilalui oleh kapal lebih luas untuk mencari gerombolan ikan serta untuk membawa hasil tangkapan yang segar dalam waktu yang pendek ke pelabuhan perikanan. 2) Kemampuan olah gerak kapal: Kemampuan olah gerak yang baik pada saat pengoperasian alat tangkap, seperti kemampuan steerability, radius putaran (turning circle) yang kecil dan daya dorong mesin (propulsion engine) yang dapat dengan mudah untuk bergerak maju dan mundur.

25 6 3) Kelaiklautan: Laik berlayar dalam operasi penangkapan ikan dan cukup tahan untuk menerima terpaan angin, gelombang, memiliki stabilitas yang baik dan daya apung yang cukup, beberapa kriteria tersebut diperlukan untuk menjamin keselamatan dalam pelayaran pada kondisi palka kosong bahan bakar penuh dan palka penuh ikan dan bahan bakar yang relatif sedikit. 4) Luas area pelayaran: Sifat ikan yang dinamis mengakibatkan daerah pelayaran kapal ikan menjadi tidak dapat dipastikan, pergerakan ikan yang dipengaruhi faktor-faktor lingkungan mengakibatkan area pelayaran kapal ikan menjadi luas dan hingga saat ini belum dapat di prediksi dengan pasti keberadaan jenis ikan tertentu pada daerah tertentu. 5) Konstruksi kasko: Konstruksi kasko kapal harus kuat, karena dalam operasi penangkapan akan menghadapi kondisi alam yang berubah ubah, konstruksi kapal harus disiapkan untuk kondisi cuaca yang ekstrim dan tahan terhadap getaran yang disebabkan oleh kerja mesin. 6) Daya dorong mesin: Kemampuan daya dorong mesin yang cukup besar, dengan volume mesin yang relatif kecil, getaran mesin yang kecil untuk menjaga konstruksi agar tidak cepat rusak, dibutuhkan untuk mendukung kecepatan kapal yang efektif pada operasi penangkapan. 7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan: Penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu dengan pasilitas ruang pendingin, ruang pembekuan atau dengan es untuk menghindari kontaminasi dari luar, yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas/mutu ikan. Pengolahan ikan membutuhkan mesin mesin untuk pengolahan (pengalengan, pengolahan tepung ikan). 8) Mesin mesin penangkapan: Kapal-kapal ikan umumnya dilengkapi dengan mesin-mesin yang digunakan sebagai alat bantu penangkapan untuk kelancaran operasi penangkapan.

26 7 2.2 Kapal Purse Seine Barani (2005) mengemukakan bahwa hasil penelitian terhadap 13 jenis alat tangkap menunjukkan bahwa tidak seluruh jenis alat tangkap memberikan kontribusi keuntungan secara merata. Pukat cincin adalah unit penangkapan yang memberikan keuntungan paling tinggi bagi nelayan di Sulawesi Selatan bagian selatan yang cenderung memiliki kesamaan demografis. Ayodhyoa dan Sondita (1996) menjelaskan bahwa kapal purse seine menangkap ikan-ikan pelagis yang bergerombol (schooling), perenang cepat (high speed) dan beruaya jauh (high migration), sehubungan dengan sifat ikan sasaran tangkap dan alat tangkap yang digunakan, maka dimensi utama kapal akan berpengaruh pada beberapa kebutuhan kapal purse seine, seperti: 1) Nilai B/D membesar mengakibatkan stabilitas kapal membaik, kondisi ini dibutuhkan karena gerakan kapal saat melingkari gerombolan ikan dan pengaruh terpusatnya beban, yaitu berat dan gaya-gaya yang bekerja dan berat seluruh ABK di salah satu sisi pada saat pengangkatan jaring. 2) Nilai L/B berpengaruh terhadap tahanan penggerak kapal, mengecilnya nilai ini akan berpengaruh buruk pada kecepatan kapal (speed). Kecepatan kapal yang tinggi sangat diperlukan pada kapal purse seine terutama saat kapal mengejar dan melingkari kelompok ikan. 3) Nilai L/D berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal, membesarnya nilai ini akan mengakibatkan kekuatan memanjang kapal melemah. Fyson (1985) mengemukakan bahwa kapal purse seine diperuntukkan menangkap jenis kelompok ikan yang berenang bebas, hasil tangkapan umumnya dalam jumlah banyak, untuk itu kapal dirancang memilki kapasitas muat per unit panjang lebih tinggi dari kapal trawl dasar dan memiliki stabilitas lebih baik. Sistem pengoperasian alat tangkap purse seine adalah dengan menghadang gerombolan ikan yang sedang beruaya, selanjutnya melingkarkan alat tangkap terhadap gerombolan ikan sasaran tangkap, sehubungan dengan sifat operasi penangkapannya, perhitungan tenaga penggerak utama (main engine) diharapkan mampu untuk mencapai kecepatan melingkar (maneuverability) serta memiliki bentuk lambung yang dirancang khusus, agar kapal memiliki kecepatan yang

27 8 diharapkan dan penarikan alat tangkap lebih mudah dilakukan (lambung rendah) dan agar memiliki kemampuan olah gerak dan berputar yang baik (Fyson 1985). Gambar 2 Ilustrasi kemungkinan ikan yang meloloskan diri pada saat pelingkaran alat tangkap pukat cincin (Sumber : DKP Kabupaten Maluku, 2006) Gambar 3 Ilustrasi kemungkinan ikan yang meloloskan diri pada saat penarikan tali kolor pada alat tangkap pukat cincin (Sumber : DKP Kabupaten Maluku, 2006) Gambar 4 Posisi kapal dan bentuk purse seine pada saat akan hauling (Sumber : DKP Kabupaten Maluku, 2006)

28 9 Ayodhyoa dan Sondita (1996) mengemukakan bahwa kapal purse seine diharapkan memiliki lebar yang cukup besar dan freeboard yang kecil. Lebar kapal yang besar diperlukan untuk memberikan daerah kerja yang cukup luas di atas deck. Daerah kerja yang luas dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan saat penanganan hasil tangkapan dan penempatan alat tangkap di atas deck. Freeboard rendah diperlukan untuk mempermudah saat pengangkatan jaring dan hasil tangkapan, selain itu juga memperkecil kemungkinan terbaliknya kapal disebabkan terpusatnya gaya berat pada salah satu sisi kapal. Schmid (1960) mengemukakan bahwa untuk mendesain kapal purse seine haruslah mempertemukan kebutuhan kebutuhan umum seperti : 1) Kapal dirancang dengan menggunakan tenaga kerja yang efisien sesuai dengan sistim operasi penangkapannya. 2) Kapal purse seine dirancang untuk penangkapan pada cuaca buruk maupun tenang siang dan malam. 3) Kapal dirancang dengan memperhatikan keamanan bagi nelayan yang melakukan penangkapan. 4) Setting dan hauling dapat dilakukan dengan waktu yang singkat dan dengan memperhatikan patahan alat tangkap. 5) Kapal purse seine harus efektif pada pengoperasian siang dan malam hari. 2.3 Hubungan Tingkah Laku Ikan dengan Alat Tangkap Purse Seine Baskoro dan Effendy (2005) mengemukakan bahwa jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan dengan purse seine adalah ikan yang mempunyai tingkah laku hidup bergerombol di permukaan air, baik bergerombol dalam jenis dan ukuran yang sama ataupun bergerombol dalam jenis berbeda ukuran. Jenisjenis ikan yang hidup pada lapisan permukaan, yang mana pada lapisan permukaan itu adalah merupakan, merupakan lapisan perairan yang banyak menerima cahaya matahari, maka ikan-ikan yang biasa pada lapisan ini mempunyai daya, kemampuan dan kekuatan penglihatan yang sangat baik serta mempunyai indera pendengaran, indera penciuman dan peranan gurat sisi yang lebih sempurna. Penglihatan yang baik pada jenis ikan ini dikarenakan susunan anatomi matanya yang cukup sempurna yang pada retina matanya dilengkapi dengan sel

29 10 con, rod, tapeta lucida dan pigmen melamin serta mampu melangsungkan terjadinya retina movement. Adanya con menjamin bahwa radopsin yang ada disitu mampu membedakan warna-warna, sedangkan adanya ujung-ujung syaraf berbentuk rod, memungkinkan ikan-ikan pelagis mampu membedakan dan beradaptasi pada keadaan gelap dan terang dengan baik, dan juga dengan adanya tapeta lucida, yang biasa berperan sebagai reflektor serta adanya pigmen melamin yang membantu dan berperan melindungi mata dari terpaan cahaya yang terlalu kuat, sehingga ketajaman penglihatan akan dapat terus diusahakan dan diupayakan dengan maksimal. Retina movement atau pergerakan retina adalah pengaturan pada retina dengan pengertian bahwa apakah con yang ditonjolkan berperan atau rod yang harus lebih ditampilkan peranannya. Dengan demikian maka ikan-ikan permukaan selain mampu memperjelas pandangan yang ada disekitarnya, juga mampu mendeteksi hadirnya predator dan adanya mangsa yang mereka buru. Pada ikan permukaan gurat sisi berkembang dengan baik, hal ini menjadikan ikan permukaan mampu mempertahankan posisinya terhadap ikan-ikan lain pada kelompoknya yang ada disekitarnya, dan bersama-sama dengan indera pendengaran mampu mendeteksi adanya gelombang, getaran maupun tekanan yang berbeda dari biasanya dengan cepat, dengan demikian ikan permukaan dapat dengan segera bisa mendeteksi kehadiran predator maupun benda-benda asing lannya, termasuk alat tangkap yang berada dekat ataupun datang menghampiri. Pada ikan permukaan umumnya mempunyai tingkah laku untuk berkelompok, hal ini karena adanya dorongan untuk dapat memperoleh kemudahan dalam melakukan ruaya ataupun pergerakan, kemudahan dalam menghindar atau menyelamatkan diri dari predator, kemudahan untuk mencari dan memperoleh makanan serta kemudahan dalam mencari habitat ataupun keadaan lingkungan yang lebih ideal. Pada umumnya ikan permukaan mempunyai kecepatan renang yang tinggi. Kemampuan tersebut diperlukan untuk bisa memburu mangsa, menghindar dan menyelamatkan diri dari predator, mencari lingkungan yang lainnya, serta diperlukan untuk melaukukan ruaya sehubungan dengan masa pemijahannya.

30 11 Pada umumnya ikan-ikan permukaan dalam membentuk gerombolan selalu berada pada formasi yang teratur dengan arah dan kecepatan renang yang seragam. Kecepatan renang ikan pada saat harus menyalamatkan diri, terkejut, takut, atau panik, umumnya ikan-ikan melakukan aktifitas ekstra luar biasa yang dikenal dengan lompatan renang atau burst speed. Lompatan renang demikian umumnya bertahan sepuluh kali panjang tubuhnya perdetik. Disamping mempunyai kecepatan renang secara mendatar atau horisontal, jenis-jenis ikan permukaan juga mempunyai kemampuan renang ke arah vertikal. Biasanya ikan permukaan jika terkurung seperti halnya dalam operasi penangkapan dengan purse seine maka cenderung akan meloloskan diri kearah yang lebih dalam. Jenis-jenis ikan yang termasuk ke dalam pelagic schooling antara lain adalah tuna, cakalang, tenggiri, tongkol, mackerel, herring, selengseng, sardin, tembang, lemuru, layang, selar, dan jenis ikan lain yang sejenis. Tingkah laku berkelompok atau bergerombol pada ikan-ikan tersebut diatas yang menjadi tujuan penangkapan dengan purse seine dapat memberikan manfaat yang baik, karena dengan begitu memungkinkan dapat menangkap dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi juga akan menjadi suatu persoalan tersendiri, karena ikan yang bergerombol semacam itu jika salah satu ikan meloloskan diri, walaupun sebelumnya sudah terkurung dan kecil kemungkinannya untuk meloloskan diri, hal ini menjadikan kegagalan dalam operasi penangkapan dengan purse seine. Tingkah laku ikan dalam gerombolan yang sudah dikurung dengan alat tangkap purse seine, akan selalu meloloskan diri, baik kearah horisontal maupun kearah vertikal. Jika satu ekor saja meloloskan diri dari jaring maka semua anggota kelompok dapat meloloskan diri. Jika jumlah gerombolan itu cukup besar maka akan terpecah-pecah dalam sub-sub kelompok, dengan demikian jika sebagian sub kelompok tersebut dapat meloloskan diri, maka sebagian sub kelompok yang lain mungkin saja akan tetap terkurung oleh alat tangkap purse seine yang mengurungnya dan apabila peluang untuk melarikan diri ternyata sudah tertutup sama sekali, maka ikan tersebut akan terperangkap.

31 Dimensi Utama Kapal Menurut Dohri dan Soedjana (1983) dimensi utama kapal terdiri dari : 1) Panjang kapal (Length/L) Panjang kapal dapat dibedakan dalam 3 kategori yaitu LOA, LPP dan LWL. Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak horizontal kapal yang diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik terbelakang dari buritan. Panjang total ini merupakan panjang yang terbesar dari sebuah kapal dan diukur sejajar dengan lunas kapal seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5 Ukuran panjang total kapal (LOA) (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983 digambar ulang) Jarak sepanjang garis tegak atau LPP/LBP (Length Perpendicular/Length Between Perpendicular) adalah jarak horizontal yang dihitung dari garis tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan atau FP (Fore Perpendicular) ialah garis khayal yang terletak tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Sedangkan yang dimaksud dengan garis tegak buritan atau AP (After Perpendicular) ialah sebuah garis khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau berada di belakang poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi) (Gambar 6).

32 13 Gambar 6 Ukuran panjang garis tegak (LBP) (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983 digambar ulang) Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horizontal pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan linggi buritan (Gambar 7). Gambar 7 Panjang garis air (LWL) (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983 digambar ulang) 2) Lebar kapal (Breadth/B) Lebar kapal pada umumnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu : Lebar terbesar atau B max (Breadth maximum), adalah jarak horizontal pada lebar kapal yang terbesar, dihitung dari salah satu sisi terluar (sheer) yang satu ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan (Gambar 8). Lebar dalam atau B moulded (Breadth moulded), adalah jarak horizontal pada lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu ke bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan (Gambar 8).

33 14 3) Dalam kapal (Depth) Gambar 8 Lebar kapal (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983 digambar ulang) Dalam suatu kapal dibedakan atas : Dalam atau D (Depth), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah kapal sampai titik terendah badan kapal (Gambar 9). Sarat kapal atau d (draft), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal (Gambar 6). Lambung bebas (freeboard), adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan sheer (Gambar 9). Gambar 9 Dalam kapal (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983 digambar ulang) Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal karakteristik perbandingan dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Perbandingan tersebut meliputi :

34 15 1) Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal; 2) Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas; dan 3) Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal. Nilai rasio dimensi sangat penting untuk menentukan penampilan dari suatu kapal ikan. Menurut Iskandar (2007), dikatakan jika nilai L/B mengecil akan berpengaruh buruk terhadap kecepatan kapal, nilai L/D membesar akan mengakibatkan kekuatan memanjang kapal melemah, sedangkan nilai B/D membesar akan mengakibatkan stabilitas kapal meningkat akan tetapi propulsive ability akan memburuk. Iskandar dan Novita (2000) menyatakan, perbandingan beberapa nilai parameter badan kapal ikan Indonesia dengan kapal ikan Jepang, menunjukkan bahwa sebagian besar parameter kapal ikan Indonesia berada di luar nilai kisaran yang dimiliki kapal ikan Jepang. 2.5 Koefisien Balok (Coeffisien of block) Koefisien bentuk suatu kapal erat hubungannya dengan stabilitas kapal, menurut Fyson (1985), stabilitas kapal ikan didefinisikan sebagai kemampuan kapal tersebut untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami momen temporal. Momen ini dapat disebabkan oleh angin, gelombang, sebaran muatan di kapal, air di dek dan lain-lain. Muckel (1975) menyatakan bahwa stabilitas kapal tergantung pada beberapa faktor antara lain dimensi kapal, bentuk kapal badan kapal yang ada di dalam air, distribusi benda-benda yang ada diatas kapal dan sudut kemiringan kapal terhadap bidang horizontal. Fyson (1985) mengemukakan bahwa coefficient of fineness akan menunjukkan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan kapal yang berbeda dan volume badan kapal terhadap masing-masing dimensi utama kapal, coefficient of fineness untuk kapal yang tidak bergerak (V = 0 m/det), terdiri atas: 1). Coefficient of block (Cb), menunjukkan perbandingan antara nilai volume displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan

35 16 kapal. Cb juga dikenal sebagai koefisien kegemukan badan kapal (Gambar 10). Gambar 10 Coefficient of Block (Cb) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang) 2) Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (A ) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl). Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal (Gambar 11). 3) Coefficient vertical prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal. Cvp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara vertikal (Gambar 11).

36 17 Gambar 11 Coefficient of Prismatic (Cp) dan Coefficient vertical prismatic (Cvp) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang) 4) Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal pada bagian waterplan area (Gambar 12). Gambar 12 Coefficient of waterplane (Cw) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang) 5) Coefficient of midship (C ), menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengah kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C mengambarkan bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship (Gambar 13).

37 18 Gambar 13 Coefficient of midship (C ) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang) Koefisien kapal akan sangat erat hubungannya dengan bentuk dan bobot kapal tersebut. Nilai koefisien bentuk kapal berbeda-beda tergantung dari jenis kapalnya. Nilai tersebut menunjukkan kelangsingan bentuk kapal dan erat hubungannya dengan stabilitas. Koefisien bentuk kapal juga dipengaruhi oleh luas bagian lambung kapal yang terbenam dalam air, bentuk lambung kapal yang terbenam di air berbeda-beda sesuai dengan jenis kapal, dimana kapal yang memerlukan kecepatan tinggi maka bentuk lambungnya lebih langsing dibandingkan dengan jenis kapal yang kurang memerlukan kecepatan tinggi. Bentuk lambung kapal ini berhubungan dengan koefisien bentuk. Dibawah ini disajikan nilai koefisien bentuk yang dikemukakan oleh Nomura dan Yamazaki (1977), pada Tabel 1. Tabel 1 Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat tangkap yang dioperasikan Kisaran nilai Kelompok kapal C b C p C C w Alat tangkap yang ditarik 0,58-0,67 0,66-0,72 0,88-0,93 - Alat tangkap pasif 0,63-0,72 0,83-0,90 0,65-0,75 0,91-0,97 Alat tangkap yang dilingkarkan 0,57-0,68 0,76-0,94 0,67-0,78 0,91-0, Gross Tonage (GT) Sebelum ditetapkannya cara pengukuran kapal yang saat ini diberlakukan di banyak negara termasuk Indonesia, masing-masing negara menerapkan cara pengukuran yang berbeda-beda. Cara pengukuran kapal yang berbeda-beda ini

38 19 kemudian menimbulkan permasalahan bagi kapal-kapal dengan rute pelayaran internasional. Sesuai petunjuk Keputusan Menteri Perhubungan tersebut, maka Direktur Jenderal Perhubungan Laut kemudian menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. PY.67/1/13-90 yang berisi tentang petunjuk pelaksanaan pengukuran kapal-kapal Indonesia. Kemudian dalam keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. PY.67/1/13-90 ini menyebutkan bahwa terdapat tiga cara pengukuran kapal-kapal di Indonesia, yaitu : 1) Pengukuran untuk kapal berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih dengan cara pengukuran internasional, dengan rumus GT=K 1 xv; 2) Pengukuran untuk kapal berukuan panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter dengan cara pengukuran dalam negeri, dengan rumus GT=0,353x V; 3) Pengukuran untuk kapal berukuran panjang kurang dari 24 meter yang dilakukan atas permintaan pemilik kapal dengan cara pengukuran internasional, dengan rumus GT=0,25x V; Tanggal 17 Mei 2002 DIRJEN PERLA menetapkan keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/16-02 tentang perubahan atas keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/ Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/16-02 ini mengubah dan pengganti rumusan cara pengukuran dalam negeri yang tercantum dalam pasal 26 ayat (1) Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13-90 sehingga selengkapnya menjadi berbunyi sebagai berikut: Pasal 26 ayat (1) : Isi kotor kapal dapat diperoleh dan ditentukan sesuai dengan rumus sebagai berikut : GT = 0,25 x V; Keterangan : V adalah jumlah isi dari ruangan dibawah geladak utama ditambah dengan ruangan-ruangan diatas geladak atas yang tertutup sempurna yang berukuran tidak kurang dari 1 m 3.

39 Mesin Kapal Menurut Arismunandar (1977) mesin yang banyak digunakan sekarang adalah mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau yang mengubah energi termal menjadi energi mekanik. Energi itu sendiri dapat diperoleh dengan proses pembakaran, proses fusi bahan bakar nuklir atau proses lain-lain. Ditinjau dari segi cara memperoleh energi mesin kalor dibagi menjadi dua golongan, yaitu mesin pembakaran luar dan mesin pembakaran dalam. Mesin pembakaran luar proses pembakaran terjadi di luar mesin, dimana energi termal dari gas hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin, melalui beberapa dinding pemisah. Pada umumnya mesin pembakaran dalam dikenal dengan motor bakar. Proses pembakaran berlangsung di dalam motor bakar itu sendiri sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja. Mesin kapal harus dipasang sedemikian rupa sehingga poros engkol yang dihubungkan dengan poros propeller agak menurun sedikit di buritan. Akan sangat baik kalau kemiringannya kecil yaitu tidak lebih dari 8 0. Kalau kemiringannya lebih besar akan mengurangi daya yang dikeluarkan sehingga kecepatan pun berkurang. Dudukan mesin harus satu sumbu dengan bantalan poros propeller dan dipasang secara tetap dan menetap kuat pada kapal (Soenarta dan Furuhama, 1995). Persyaratan mesin layak pakai yaitu harus memenuhi syarat BKI, mempunyai bobot yang relatif ringan dan volume yang relatif kecil, pada kapal kekiri atau kekanan (oleng) yang terus menerus dengan sudut kemiringan 22,5 0 motor tetap dapat berfungsi, pada keadaan oleng arah membujur (trim) yang terus menerus dengan sudut kemiringan 10 0 motor dapat befungsi, efisien dalam pemakaian bahan bakar, tidak menimbulkan getaran yang merugikan, mudah untuk diperbaiki (dibongkar pasang setiap saat) mengingat kemungkinan terjadinya kerusakan pada saat pelayaran, tahan terhadap air laut, tidak menggunakan bahan bakar yang mudah terbakar, tahan untuk pengoperasian yang sifatnya terus-menerus dan mudah untuk dioperasikan (Ayodhyoa, 1972).

40 Tahanan, Kecepatan dan Daya Penggerak Kapal Penggunaan mesin dalam suatu usaha penangkapan merupakan suatu usaha modernisasi dalam bidang perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan. Perbedaan tenaga penggerak dari berbagai armada penangkapan akan memberikan perbedaan terhadap hasil tangkapan pada suatu daerah penangkapan (fishing ground) yang sama, (Jakobsson, 1964). Seorang pemilik kapal apabila kapalnya telah selesai dibuat maka ia harus memikirkan mesin apa yang cocok dengan ukuran kapal yang telah ia buat agar sesuai dan efisien. Dussardier (1960) menyarankan agar mesin yang digunakan pada kapal sebaiknya mempunyai tenaga sekitar 3,0-3,5 dari gross tonage (GT) kapal tersebut. Trianto (1985) mengemukakan bahwa pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efisiensi eksploitasi kapal perikanan, mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil kerja sesuai dengan tenaga dan kecepatan yang diinginkan. Untuk itu dalam pemilihan mesin haruslah disesuaikan dengan kapal yang kita miliki. Dimensi kapal mempegaruhi pemakaian daya dan besarnya kecepatan kapal yang direncanakan. Satuan kecepatan kapal dinyatakan dalam knots yang nilainya sama dengan satu mil laut per jam. Satuan untuk kekuatan mesin, dinyatakan dengan horse power (HP) yang besarnya sama dengan 75 kg m/detik atau sama dengan 4500 kg m/menit (Fyson, 1995). Kecepatan ekonomis kapal akan berpengaruh jika perbandingan antara kecepatan kapal = (V/ L, V: kecepatan kapal dalam knots dan L: panjang kapal dalam meter) mendekati 1,0 untuk kapal-kapal cepat perbandingannya lebih dari 1,2 dan untuk kapal-kapal lambat nilai ini kurang dari 0,8 (Nomura dan Yamazaki, 1977). Adapun Munro dan Smith (1975) menyatakan 3 faktor yang mempengaruhi efisiensi sistem propulsi dan kecepatan kapal yaitu letak mesin, konstruksi kasko serta efisiensi baling-baling. Fyson (1995) menyatakan tahanan kapal pada kecepatan yang diberikan merupakan daya yang dikehendaki untuk melaju pada perairan tenang, diasumsikan tidak terdapat gangguan dari mesin penggerak kapal. Bila kapal tidak mengalami penambahan beban, disebut tahanan badan kapal pada saat kosong.

41 22 Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi tahanan tersebut disebut effective horse power (EHP), dalam penentuan HP dikenal beberapa istilah, yaitu : 1) Indicated horse power (IHP), tenaga yang dihasilkan untuk menggerakkan torak; 2) Brake horse power (BHP), tenaga yang digunakan untuk memutar roda gila; 3) Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutar poros baling-baling; dan 4) Effective horse power (EHP), tenaga yang efektif yang digunakan untuk menggerakkan kapal.

42 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2009 di wilayah perairan Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Analisis data di bagian Kapal dan Transportasi Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB. 3.2 Peralatan dalam Penelitian Peralatan yang digunakan untuk pengambilan data yaitu Tachometer, stopwatch, GPS, meteran, water pas dan alat tulis menulis, untuk pengolahan data digunakan satu unit komputer, perangkat lunak program microsoft office excel untuk menyelesaikan perhitungan-perhitungan matematis dan tampilan-tampilan grafik 3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus, dimana yang menjadi kasus adalah kapal purse seine di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Analisis dilakukan secara deskriptif dan numerik terhadap parameter pengukuran kecepatan kapal dan pengukuran dimensi utama kapal (panjang, lebar, dan dalam kapal). Adapun parameter yang di analisis yaitu : 1) Analisis dimensi kapal; 2) Analisis kekuatan tenaga penggerak Jenis Data Jenis data yang akan dikumpulkan adalah 1) Besar tenaga penggerak kapal Horse Power (HP); 2) Gross Tonage (GT), meliputi volume ruang tertutup diatas dek dan volume ruang tertutup dibawah dek.

43 Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung pada 8 kapal purse seine yang beroperasi di perairan Kabupaten Takalar. Data 8 kapal diambil karena kapal-kapal yang ada di kabupaten Takalar sangat homogen antara GT. Data primer yang diambil adalah kecepatan kapal, dimensi utama kapal. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : 1) Pengambilan data kecepatan kapal yaitu dengan menghitung putaran mesin pada propeller shaft menggunakan tachometer dilakukan dengan cara menempelkan ujung kepala dari tachometer pada sumbu dari propeller shaft; 2) Pengambilan data dimensi utama kapal yaitu - Mengukur ruang tertutup diatas dek meliputi panjang (p), lebar (l), dan tinggi (t); - Mengukur ruang tertutup dibawah dek meliputi panjang total kapal (LOA), panjang garis tegak kapal (LPP/LBP), panjang sarat air kapal (Lwl), lebar kapal (B), dalam kapal (D). Data sekunder diperoleh melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Takalar serta untuk melengkapi hasil penelitian dan penulisan tesis ini dilakukan studi literatur Pengolahan Data Data dikelompokkan berdasarkan HP dan GT kapal selanjutnya diolah dengan formula-formula perhitungan perkapalan untuk memperoleh HP dan GT kapal. Hasil pengolahan data kemudian dianalisis dengan cara membandingkan antara HP dan GT kapal, dengan formula sebagai berikut : 1) Gross Tonage (DIRJEN PERLA No, PY.67/1/16-02) GT = (a + b) x 0,25... (1) Keterangan : a (Volume ruang tertutup di atas dek) = p x l x t b (Volume ruang tertutup di bawah dek) = Ldek x B x D x Cb Cb adalah koefisien kegemukan kapal

44 25 2) Displacement Ton (Yanmar, 1995) Δ = Lwl x B x d x Cb x ρ (Ton)...(2) Keterangan : Δ = Ton displacement (m 3 )ρ ρ = Densitas air laut (1,025 ton/m 3 ) 3) Kecepatan Kapal (Yanmar, 1995) Vs = BHP Δ Keterangan : LWL / 3 ( knot)...(3) BHP adalah tenaga yang digunakan memutar mesin (HP) 4) Daya-daya yang bekerja pada sistem penggerak kapal (Nomura dan Yamazaki 1977) (1) Indicated horse power (IHP), tenaga awal untuk menggerakkan silinder; (2) Brake horse power (BHP), tenaga yang digunakan untuk menggerakkan roda gila; BHP = 0,80...(4) IHP (3) Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutar balingbaling; SHP = 0,94...(5) BHP (4) Effective horse power (EHP), tenaga efektif yang digunakan untuk menggerakkan kapal EHP = 0,23...(6) SHP 5) Analisis Gross Tonage (GT) dan Horse Power (HP) Analisis terhadap besar GT dilakukan dengan perbandingan GT sekunder dan GT hasil pengukuran, selanjutnya analisis perbandingan nilai GT dan HP dilakukan dengan menghubungkan antara GT dan HP menurut Dussardier (1960).

45 26 Y Y GT Tertera X =Y HP GT Pengukuran X GT X Gambar 14 Perbandingan GT tertera terhadap GT hasil pengukuran

46 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Purse Seine di Takalar Semua usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine di kabupaten Takalar menggunakan sistem satu kapal (one boat sistem). Bahan yang digunakan untuk membangun kapal purse seine adalah kayu. Bentuk badan kapal purse seine pada bagian haluan berbentuk V, bagian tengah berbentuk U (round bottom) dan bagian buritan cenderung datar (flat bottom). Sebagai kapal penangkap ikan jenis ini, kapal dirancang untuk memiliki lambung yang rendah, agar lebih mudah untuk menarik jaring dan hasil tangkapan, kapal tersebut dilengkapi dengan alat bantu penangkapan seperti; kapstan untuk menarik tali cincin, roller pengarah untuk mengarahkan tali cincin ke kapstan, satu unit boom untuk mengangkat ikan dari air ke deck kapal dan peralatan lain guna mendukung proses penangkapan. Agar hasil tangkapan berkualitas baik, maka kapal dilengkapi dengan palka untuk mempertahankan kesegaran ikan hasil tangkapan, jumlah palka tiga buah dengan kapasitas dan penempatan yang berbeda. Konstruksi sistem propulsi kapal purse seine di Kabupaten Takalar terdiri dari mesin, poros dan baling-baling. Jenis mesin yang dipakai sebagai tenaga penggerak utama kapal adalah mesin 2 tak dengan solar (diesel) sebagai bahan bakar, dan proses pembakaran langsung di dalam mesin (internal combuntion engine), dengan mesin terletak di dalam kapal (in board engine) Metode Penangkapan Purse seine atau lebih dikenal dengan istilah Rengge/Gae (Bahasa Makassar) banyak digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Takalar dan sekitarnya untuk menangkap ikan-ikan pelagis. Purse seine ini dapat dioperasikan pada waktu malam dan siang hari. Pada waktu malam hari, alat tangkap ini menggunakan lampu untuk menarik ikan-ikan untuk berkumpul dan selanjutnya akan ditangkap dengan menggunakan purse seine. Sedangkan pada waktu siang hari, alat tangkap ini dioperasikan pada daerah yang telah banyak ikannya. Operasi penangkapan purse seine di daerah Takalar, melalui beberapa tahapan kerja, yaitu:

47 28 1) Tahapan persiapan Sebelum kapal berlayar, maka semua bahan yang dibutuhkan untuk pelayaran maupun operasi penangkapan sudah harus disiapkan, seperti bahan bakar, makanan dan air minum, ABK (kru kapal), jaring yang sudah diatur rapih di bagian sisi kiri kapal, semua peralatan tali temali, rumpon dan sebagainya. Selain itu kapal harus dalam keadaan baik dan dapat digunakan. Setelah segala sesuatunya lengkap barulah kapal bisa bertolak menuju fishing ground. Keberangkatan kapal dari pelabuhan umumnya pada waktu sore menjelang malam dengan perhitungan pada waktu pagi harinya sudah bisa tiba di daerah penangkapan; 2) Pemasangan rumpon Setelah tiba di daerah penangkapan yang dianggap baik, mulailah pekerjaan pertama dilakukan yaitu pemasangan rumpon. Biasanya satu kapal membawa 7 sampai 9 buah rumpon untuk kebutuhan dua trip penangkapan. Rumpon terdiri dari daun-daun kelapa yang diikatkan pada seutas tali dan diletakkan secara vertikal ke bawah dengan memakai jangkar/pemberat dari batu serta pelampung dari bambu yang disebut bulo. Jarak pemasangan antara rumpon yang satu dengan rumpon yang lainnya, sejauh sampai 3 jam pelayaran; 3) Menunggu rumpon Setelah pemasangan rumpon selesai, diperlukan waktu sekitar 4 hari untuk menunggu agar ikan-ikan dapat berkumpul disekitar rumpon. Selama waktu ini, kapal dibiarkan berlabuh dan ini merupakan kesempatan baik bagi nelayan untuk memancing di malam hari. Kapal berlabuh cukup jauh dari tempat pemasangan rumpon sehingga setelah 4 hari berlalu dibutuhkan lagi waktu untuk mencari rumpon; 4) Mencari rumpon Mencari rumpon sama artinya dengan mencari gerombolan ikan. Pencarian rumpon dilakukan dengan mata telanjang dengan arah arus dan haluan kapal pada waktu pemasangan rumpon. Pencarian rumpon ini dilakukan pada siang hari;

48 29 Rumpon dapat diketahui, dengan adanya pelampung bambu atau tendak yang mencuat ke atas permukaan air. Setelah terlihat adanya tendak (sebatang bambu yang diikat pada antang), maka kapal bergerak ke arah tendak untuk melihat apakah ada gerombolan ikan ataukah tidak. Bila gerombolan ikan dianggap cukup menguntungkan untuk ditangkap maka operasi penangkapan akan segera dilakukan pada sore harinya. Untuk mengetahui besar tidaknya gerombolan ikan, dapat ditaksir melalui pengalaman-pangalam dengan melihat adanya ikan yang muncul atau berloncatan ke permukaan air ataupun riak-riak air di sekitar tendak. Apabila gerombolan ikan yang dijumpai dianggap tidak menguntungkan, maka pada rumpon dipasang pelampung tambahan yang agak tinggi letaknya yang disebut umbul. Hal ini untuk mempermudah pencarian kembali, kemudian pencarian rumpon diteruskan lagi. Bila operasi tidak dapat dilakukan pada sore hari, maka pada rumpon selain dipasang umbul, ditambah lagi dengan sebuah penerangan yang biasanya digunakan lentera atau kadang kadang juga petromak. Pemasangan lampu ini bertujuan agar mudah untuk mencarinya dengan tujuan penangkapan pada pagi hari, juga sebagai peransang agar ikan berkumpul di sekitar rumpon. 5) Penebaran dan pengangkatan jaring Bila gerombolan ikan yang ditemukan dalam jumlah yang besar maka operasi penangkapan segera simulai. Mula-mula kapal bergerak mendekati rumpon kemudian bulo dan bagian rumpon yang lainnya dinaikkan keatas kapal. Sampai setengah dari bagian rumpon naik ke kapal, maka tali rumpon dipotong dan pada bagian yang pertama diberi pemberat yang cukup, kemudian bagian ini diturunkan lagi, sedangkan bagian lainnya (bagian yang setengah) yang merupakan sisanya diangkut diatas kapal. Pekerjaan ini dilakukan oleh 3 orang nelayan. Tujuan meletakkan kembali bagian rumpon yang pertama ini agar ikan tetap berkumpul disekitarnya. Selain itu pada waktu penarikan tali kolor, rumpon tidak merupakan penghalang. Setelah sebagian rumpon diletakkan kembali, maka kapal menjauh dari rumpon, dengan perhitungan jarak bila gerombolan ikan dilingkari, kedua ujung jaring bisa bertemu. Bagian rumpon yang

49 30 ditinggalkan tadi dijaga oleh seorang nelayan yang disebut juru tarik rumpon dengan menggunakan perahu jukung. Juru tarik rumpon inilah yang kemudian memberi kode kepada nahkoda bahwa ikan telah berkumpul kembali. Apabila tanda sudah diberikan maka atas perintah nahkoda maka jaring mulai ditebarkan. Bertepatan dengan itu maka seorang juru renang menyebur kelaut dan memegang ujung jaring yang pertama. Kapal akan bergerak dengan kecepatan penuh pada waktu melingkari gerombolan ikan. Setelah kedua ujung jaring bertemu maka penarikan jaring dengan menarik tali kolor (purse line). Penarikan purse line ini menggunakan winch atau garden. Untuk menata tali kolor digunakan 3 sampai 4 orang tenaga kerja. Selesai penarikan tali kolor, maka rumpon dinaikkan ke atas. selanjutnya tubuh jaring ditarik dengan menggunakan tenaga manusia. Penarikan tubuh jaring ini dilakukan oleh 15 sampai 20 orang tenaga kerja. Apabila ikan sudah terkumpul pada bagian kantong, maka pengangkatan dilakukan dengan stenjor (derek) bila hasil tangkapan banyak dan tidak sanggup ditarik langsung oleh manusia. Selanjutnya hasil tangkapan ini dimasukkan kedalam basket yang sudah disediakan, diberi es dan disimpan dalam palka. Operasi penangkapan ini dilakukan beberapa kali sampai sirasakan hasil tangkapan sudah cukup, barulah kapal kembali lagi ke pelabuhan Rancangan Umum Rancangan umum suatu kapal haruslah dengan mempertimbangkan satu platform perencanaan yang terdiri dari tujuan penangkapan, jenis alat tangkap yang digunakan, proses operasionalnya dan penyimpanan hasil tangkapan. Rancangan umum (general arragement) kapal diterakan pada Gambar 15. Gambar tersebut merupakan gambar teknik yang menggambarkan secara umum kelengkapan ruang kapal dari sudut pandang yang berbeda, yaitu sudut pandang tampak atas dan tampak samping, dari sudut pandang samping pada kapal seperti tangki bahan bakar, ruang mesin, navigasi, ruang anak buah kapal, palka 1, 2, 3 dan ceruk haluan serta sekat-sekat yang memisahkan ruang-ruang tersebut. Pada Gambar 15 berurutan dari haluan hingga buritan pembagian ruangan pada salah satu kapal di Kabupaten Takalar

50 31 pada kapal dijelaskan sebagai berikut: (1) Ceruk haluan; terdapat di haluan tepatnya di depan palka di bawah geladak, berfungsi sebagai gudang peralatan dan kebutuhan alat tangkap, jangkar, tali temali untuk kebutuhan tambat labuh. (2) Palka merupakan penyimpanan hasil tangkapan, salah satu dari ketiga palka ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan es saat kapal menuju fishing ground, terinsulasi dengan baik agar ikan tetap segar hingga kapal kembali ke fishing base. (3) Ruang navigasi; terdapat di bagian atas deck di belakang midship, lebih tinggi dari pada ruang lainnya. Ruangan tersebut tempat nakhoda melakukan aktifitas mengemudikan kapal, karena dengan letak ruangan yang lebih tinggi, memungkinkan nakhoda untuk dapat melihat lebih luas. (4) Ruang mesin; sebagai tempat mesin induk dan mesin listrik beserta perlengkapannya, seperti kapstan, as propeller, panel perlistrikan dan tangki bahan bakar. Ruangan tersebut berada di belakang midship dan dipertinggi dari atas deck. (5) Tanki BBM; sebagai tempat bahan bakar minyak, berada di atas mesin listrik atas deck di belakang midship, tangki tersebut dipertinggi agar lebih mudah melakukan perawatan pada mesin listrik. Tangki tersebut terbuat dari plat besi dan berbentuk empat persegi. (6) Tangki air tawar; sebagai tempat air tawar untuk keperluan makan, minum dan bilas anak buah akapal, tangki tersebut terletak di belakang midship di atas deck pada lambung kiri, terbuat dari plastik anti korosif berbentuk empat persegi. (7) Ruang ABK; ruangan ini terdapat di atas ruang mesin. Ruangan tersebut digunakan untuk berteduh dan istirahat serta menyimpan segala sesuatu perlengkapan yang dibawa oleh anak buah kapal selama pelayaran.

51 32 Gambar 15 Contoh salah satu kapal purse seine di Kabupaten Takalar 4.2 Dimensi Utama Kapal dan Volume Ruang Tertutup di Atas Dek Dimensi utama (LOA, LWL, B, D, d) kapal purse seine di Kabupaten Takalar sebagian besar memiliki ukuran yang relatif sama. Ukuran yang relatif sama dapat menunjukkan bahwa kapal-kapal yang dibuat dan dibangun memiliki keseragaman dalam penentuan besar kecilnya dimensi. Penentuan dimensi yang relatif sama banyak dipengaruhi oleh pengalaman para pembuat kapal dan pemesan kapal yang tidak mempertimbangkan kelayakan desain dan pembangunan kapal. Ruang diatas dek yang meliputi ruang ABK (anak buah kapal) dan ruang navigasi. Sebagai hasil pengukuran di lapangan dimensi utama dan ruang tertutup di atas dek 8 buah kapal purse seine yang diteliti dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Hasil pengukuran dimensi utama dan pengukuran dari ruang tertutup diatas dek Dimensi Utama Sinar Minasa Minasa Cahaya Kurnia Bone 1 Bone 2 Taruna Bahagia 3 5 Bone 1 1 LOA (m) 21,40 21,30 21,00 19,30 20,50 16,70 20,40 20,35 Ldek (m) 19,89 20,20 20,10 18,30 19,20 15,20 18,90 18,20 LWL (m) 18,98 19,10 19,40 17,05 18,20 14,40 16,50 16,80 B max (m) 4,20 4,34 4,40 3,91 4,13 4,07 4,31 4,10 B moulded (m) 4,06 4,22 4,17 3,64 3,87 3,68 4,13 3,75 D (m) 1,65 2,10 2,10 2,60 2,60 2,50 1,94 1,75 d (m) 0,92 1,40 1,40 1,80 1,80 2,00 1,26 1,00 p (m) 6,35 6,27 6,50 6,30 5,78 4,82 6,96 5,25 l (m) 1,87 2,04 2,05 2,15 2,16 1,86 2,21 2,28 t (m) 1,28 1,40 1,45 1,62 1,47 1,42 1,73 1,43

52 Mesin Kapal Purse Seine Mesin sebagai unit tenaga penggerak kapal purse seine terdiri dari blok silinder, piston, batang penghubung, poros engkol dan roda gaya (gigi). Blok silinder adalah bagian dasar yang menyokong unit tenaga. Blok silinder dilengkapi dengan tutup silinder yang sekaligus merupakan ruang pembakaran dan tempat bertumpu sistem klep. Di dalam blok silinder terdapat piston yang merubah tenaga panas hasil pembakaran menjadi tenaga mekanis dengan bergerak maju mundur sepanjang sumbu silinder. Piston dilengkapi dengan cincin piston yang berfungsi untuk menahan kompresi dan rembesan tenaga hasil pembakaran, mencegah masuknya minyak pelumas kedalam ruang pembakaran, melumasi dinding luar silinder dengan minyak pelumas dan merambatkan panas dari piston ke dinding silinder. Gerakan cincin piston mengikuti gerakan piston. Batang penghubung adalah yang menghubungkan piston dan poros engkol. Poros engkol berfungsi untuk merubah gerak lurus dari piston menjadi gerak putar. Pada ujung poros engkol dipasang roda gigi atau roda gaya yang tersimpan dalam rumah roda gigi (gear box) yang berfungsi untuk meratakan momen putar yang terjadi pada poros engkol agar kecepatannya menjadi stabil. Poros engkol dihubungkan dengan poros baling-baling oleh poros penghubung. Bahan poros terbuat dari stainless steel. Pada poros baling-baling dipasang baling-baling kapal. Posisi poros engkol, gear box dan poros penghubung dapat dilihat pada Gambar 16 Gambar 16 Posisi poros engkol, gear box dan poros penghubung (Sumber : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, 2003)

53 34 Kapal purse seine yang dioperasikan di Kabupaten Takalar merupakan kapal-kapal purse seine berukuran sedang (20-50 GT), dengan kekuatan mesin sebesar HP. Operasi penangkapan dilakukan dengan jumlah hari trip antara 7 20 hari per trip. Hasil perhitungan berdasarkan persamaan (4) (5) dan (6) untuk tenaga yang bekerja pada kapal yang diteliti dengan nilai IHP, BHP, SHP, dan EHP adalah sebagai berikut Tabel 3 Nilai IHP, BHP, SHP, dan EHP pada 8 buah kapal yang diteliti Sinar Minasa Minasa Cahaya HP Bone 1 Bone 2 Taruna Bahagia 3 5 Bone 1 Kurnia 1 IHP BHP SHP 225,6 86,48 86,48 225,6 225,6 248,16 142,88 225,6 EHP 51,8 19,8 19,8 51,8 51,8 57,7 32,8 51,8 4.4 Kecepatan Kapal Setiap benda yang bergerak dan melakukan kerja berarti benda tersebut memiliki tenaga atau daya. Daya yang dipunyai oleh suatu kapal untuk bergerak dengan kecepatan tertentu bersumber dari mesin utama yang digunakan oleh kapal tersebut. Daya yang dihasilkan atau dikeluarkan oleh suatu mesin disebut BHP (brake horse power). Pembetukan daya pada suatu mesin didasarkan pada proses berikut Gambar 17. Pembakaran campuran bahan bakar dan udara Gas bersuhu tinggi Gas bertekanan tinggi Gerak lurus torak Mekanik kl Daya putar Gambar 17 Proses pembentukan daya pada mesin Sumber : Soenarta dan Furuhama (1995)

54 35 Gambar 17 menunjukkan bahwa, bahan bakar dan udara yang tercampur dalam tabung silinder terbakar dan menghasilkan gas yang bersuhu tinggi. Gas bersuhu tinggi menghasilkan daya bertekanan tinggi dan mendorong torak sehingga bergerak bolak-balik. Akibat gerakan torak ini poros engkol bergerak dan menghasilkan daya putar atau juga disebut BHP. Daya yang dihasilkan oleh mesin tersebut disalurkan pada sistem transmisi mesin yang digunakan oleh suatu kapal sampai menjadi daya dorong kapal yang dihasilkan propeller yang disebut EHP (effective horse power). Kinerja atau kemampuan kerja suatu mesin ditentukan oleh besarnya daya yang dikeluarkan oleh mesin tersebut. Tenaga atau daya pada kapal merupakan fungsi dari resistance, kecepatan, propeller dan HP. Hasil perhitungan berdasarkan persamaan (3) untuk kecepatan yang teliti disampaikan pada Gambar 18 sampai 25. HP V (knot) IHP BHP SHP EHP IHP KM. Sinar Bahagia EHP KM. Sinar Bahagia Gambar 18 Hubungan kecepatan (V) dan HP dari KM Sinar Bahagia Gambar 18 memperlihatkan perbandingan antara kecepatan (V) dan IHP, BHP, SHP, EHP. Nilai HP mempunyai rentang HP dengan kecepatan 0-14 knot. Dari gambar terlihat bahwa besar tenaga penggerak kapal nilai IHP tertera sebesar 300 HP dan nilai EHP perhitungan sebesar 51,88 HP, dari nilai IHP menghasilkan kecepatan sebesar 10,54 knot sedangkan EHP dapat menghasilkan kecepatan sebesar 1,82 knot. Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal KM. Sinar Bahagia adalah jenis mesin laut, dengan merek mesin TF Yanmar.

55 36 HP V (knot) IHP BHP SHP EHP IHP KM. M inasa 3 EHP KM. M inasa 3 Gambar 19 Hubungan kecepatan (V) dan HP dari KM Minasa 3 Gambar 19 memperlihatkan perbandingan antara kecepatan (V) dan IHP, BHP, SHP, EHP. Nilai HP mempunyai rentang HP dengan kecepatan 0-14 knot. Dari gambar terlihat bahwa besar tenaga penggerak kapal nilai IHP tertera sebesar 115 HP dan nilai EHP perhitungan sebesar 19,89 HP, dari nilai IHP menghasilkan kecepatan sebesar 2,56 knot sedangkan EHP dapat menghasilkan kecepatan sebesar 0,44 knot. Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal KM. Minasa 3 adalah jenis mesin darat, dengan merek mesin Mitsubishi HP IHP BHP SHP EHP V (knot) IHP KM. M inasa 5 EHP KM. M inasa 5 Gambar 20 Hubungan kecepatan (V) dan HP dari KM Minasa 5 Gambar 20 memperlihatkan perbandingan antara kecepatan (V) dan IHP, BHP, SHP, EHP. Nilai HP mempunyai rentang HP dengan kecepatan 0-14 knot. Dari gambar terlihat bahwa besar tenaga penggerak kapal nilai IHP tertera sebesar 115 HP dan nilai EHP perhitungan sebesar 19,89 HP, dari nilai IHP menghasilkan kecepatan sebesar 2,50 knot sedangkan EHP dapat menghasilkan kecepatan sebesar 0,43 knot. Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal KM. Minasa 5 adalah jenis mesin darat, dengan merek mesin Mitsubishi.

56 37 HP V (knot) IHP BHP Gambar 21 Hubungan kecepatan (V) dan HP dari KM Bone 1 SHP EHP IHP KM. B o ne 1 EHP KM. Bone 1 Gambar 21 memperlihatkan perbandingan antara kecepatan (V) dan IHP, BHP, SHP, EHP. Nilai HP mempunyai rentang HP dengan kecepatan 0-14 knot. Dari gambar terlihat bahwa besar tenaga penggerak kapal nilai IHP tertera sebesar 300 HP dan nilai EHP perhitungan sebesar 51,88 HP, dari nilai IHP menghasilkan kecepatan sebesar 6,10 knot sedangkan EHP dapat menghasilkan kecepatan sebesar 1,05 knot. Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal KM. Bone 1 adalah jenis mesin laut, dengan merek mesin TF Yanmar HP IHP BHP SHP EHP V (knot) IHP KM. B o ne 2 EHP KM. Bone 2 Gambar 22 Hubungan kecepatan (V) dan HP dari KM Bone 2 Gambar 22 memperlihatkan perbandingan antara kecepatan (V) dan IHP, BHP, SHP, EHP. Nilai HP mempunyai rentang HP dengan kecepatan 0-14 knot. Dari gambar terlihat bahwa besar tenaga penggerak kapal nilai IHP tertera sebesar 300 HP dan nilai EHP perhitungan sebesar 51,88 HP, dari nilai IHP menghasilkan kecepatan sebesar 5,59 knot sedangkan EHP dapat menghasilkan kecepatan sebesar 0,97 knot. Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal KM. Bone 2 adalah jenis mesin laut, dengan merek mesin TF Yanmar.

57 38 HP V (knot) IHP BHP SHP EHP IHP KM. Taruna EHP KM. Taruna Gambar 23 Hubungan kecepatan (V) dan HP dari KM Taruna Gambar 23 memperlihatkan perbandingan antara kecepatan (V) dan IHP, BHP, SHP, EHP. Nilai HP mempunyai rentang HP dengan kecepatan 0-14 knot. Dari gambar terlihat bahwa besar tenaga penggerak kapal nilai IHP tertera sebesar 330 HP dan nilai EHP perhitungan sebesar 57,07 HP, dari nilai IHP menghasilkan kecepatan sebesar 6,32 knot sedangkan EHP dapat menghasilkan kecepatan sebesar 1,09 knot. Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal KM. Taruna adalah jenis mesin laut, dengan merek mesin Djiandong. HP V (knot) IHP BHP SHP EHP IHP KM. Cahaya Bone 1 EHP KM. Cahaya Bone 1 Gambar 24 Hubungan kecepatan (V) dan HP dari KM Cahaya Bone 1 Gambar 24 memperlihatkan perbandingan antara kecepatan (V) dan IHP, BHP, SHP, EHP. Nilai HP mempunyai rentang HP dengan kecepatan 0-14 knot. Dari gambar terlihat bahwa besar tenaga penggerak kapal nilai IHP tertera sebesar 190 HP dan nilai EHP perhitungan sebesar 32,86 HP, dari nilai IHP menghasilkan kecepatan sebesar 5,09 knot sedangkan EHP dapat menghasilkan kecepatan sebesar 0,88 knot. Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal KM. Cahaya Bone 1 adalah jenis mesin darat, dengan merek mesin Hyundai.

58 HP V (knot) IHP BHP SHP EHP IHP KM / Kurnia 1 EHP KM. Kurnia 1 Gambar 25 Hubungan kecepatan (V) dan HP dari KM Kurnia1 Gambar 25 memperlihatkan perbandingan antara kecepatan (V) dan IHP, BHP, SHP, EHP. Nilai HP mempunyai rentang HP dengan kecepatan 0-14 knot. Dari gambar terlihat bahwa besar tenaga penggerak kapal nilai IHP tertera sebesar 300 HP dan nilai EHP perhitungan sebesar 51,88 HP, dari nilai IHP menghasilkan kecepatan sebesar 10,55 knot sedangkan EHP dapat menghasilkan kecepatan sebesar 1,83 knot. Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal KM. Kurnia 1 adalah jenis mesin laut, dengan merek mesin TF Yanmar. Hasil perhitungan menghasilkan perbedaan kecepatan antara mesin darat dan mesin laut ini disebabkan karena gear box yang berbeda dan dimensi propeller yang berbeda menghasilkan daya dorong yang berbeda pula. Sistem propulsi daya mesin penggerak kapal akan mempengaruhi penentuan daya penggerak kapal yang harus dipasang, terutama digunakan atau tidaknya gear box (pereduksi putaran poros engkol). Apabila sistem ini menggunakan gear box dengan perbandingan reduksi tertentu maka daya mesin penggerak kapal yang terpasang secara umum lebih besar dibandingkan dengan sistem yang tidak menggunakan gear box untuk mencapai kecepatan yang sama. Besarnya daya ini diperlukan untuk perputaran propeller sesuai dengan tingkat reduksi yang diinginkan. Selain itu di setiap komponen sistem propulsi terjadi pengurangan daya akibat adanya gesekan komponen-komponen tersebut yang merubah energi gerak menjadi energi panas. Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kecepatan ekonomis kapal akan berpengaruh jika perbandingan antara kecepatan kapal (V/ L, V: kecepatan kapal dalam knot dan L: panjang kapal dalam meter) mendekati 1,0 untuk kapal-

59 40 kapal cepat perbandingannya lebih dari 1,2 dan untuk kapal-kapal lambat nilai ini kurang dari 0,8. Tabel 4 memperlihatkan bahwa perbandingan antara kecepatan kapal dan panjang kapal. Tabel 4 Perbandingan antara kecepatan dan panjang kapal purse seine di Kabupaten Takalar Sinar Bahagia Minasa 3 Minasa 5 Bone 1 Bone 2 Taruna Cahaya Bone 1 Kurnia 1 V (kecepatan) 10,53 2,56 2,5 6,1 5,59 6,32 5,09 10,56 L (Panjang ) 18,98 19,1 19,4 17,05 18,2 14,4 16,5 16,8 V/ L 2,42 0,59 0,57 1,48 1,31 1,67 1,25 2,58 Tabel 4 memperlihatkan bahwa kapal-kapal yang mempunyai perbandingan dengan nilai kurang dari 0,8 sebagai kapal-kapal yang lambat adalah Minasa 5 dan Minasa 3, dan kapal-kapal cepat yang mempunyai perbandingan dengan nilai lebih dari 1,2 adalah Sinar Bahagia, Bone1, Bone 2, Taruna, Cahaya Bone 1, dan Kurnia 1, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 26. Kecepatan kapal (knot) Panjang kapal (m) Sinar Bahagia Minasa 3 Minasa 5 Bone 1 Bone 2 Taruna Cahaya Bone 1 Kurnia 1 V / L =0.8 V / L =1 V / L =1.2 Gambar 26 Perbandingan panjang kapal dan kecepatan kapal 4.5 Perbandingan GT Tertara terhadap GT Hasil Pengukuran Berdasarkan PP No. 51 Th 2002 bahwa setiap kapal yang digunakan untuk berlayar wajib diukur. Surat ukur adalah surat kapal yang memuat ukuran dan tonase kapal berdasarkan hasil pengukuran. Pengukuran kapal dapat dilakukan menurut 3 (tiga) metode : a) pengukuran dalam negeri; b) pengukuran internasional; c) pengukuran khusus. Metode pengukuran dalam negeri dilakukan

60 41 untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 m (dua puluh empat meter). Metode pengukuran internasional dilakukan untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang berukuran panjang 24 m (dua puluh empat meter) atau lebih. Metode pengukuran khusus dilakukan untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang akan melewati terusan tertentu. Purbayanto et al. (2004) menyebutkan bahwa pengukuran GT kapal baik secara internasional maupun dalam negeri bukanlah merupakan hal yang mudah dilakukan. Terlebih jika pengukurannya diterapkan secara langsung pada kapal. Selain kesulitan-kesulitan teknis, pengukuran GT di lapang membutuhkan waktu dan tingkat ketelitian yang tinggi. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka tonage kapal dapat dianggap sebagai pemberi penghasilan sebuah kapal, sehingga pajak-pajak yang dibebankan pada sebuah kapal tergantung dari tonage sebuah kapal. Adapun GT yang tertera pada kapal yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 GT hasil Pengukuran dan GT tertera Dimensi Utama Sinar Minasa Minasa Bone Bone Cahaya Kurnia Taruna Bahagia Bone 1 1 GT tertera GT pengukuran Ukuran besarnya kapal tidak hanya tergantung dari panjang atau lebar kapal melainkan tergantung dari panjang, lebar dan tinggi kapal, karena ukuran besarnya kapal merupakan kapasitas/daya muat. Sehingga dalam kegiatan penangkapan, sebaiknya dipikirkan bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan dalam eksploatasi suatu kapal harus sebanding dengan kemampuan kapal dalam memberikan penghasilan. Hasil perhitungan GT pengukuran dari ruang tertutup di atas dek meliputi panjang (p), lebar (l), dan tinggi (t) serta ruang tertutup dibawah dek meliputi panjang total kapal (LOA), panjang garis tegak kapal (LPP/LBP), panjang sarat air kapal (LWL), lebar kapal (B), dalam kapal (D). Hasil perhitungan pada persamaan (1) GT untuk pengukuran sangat berbeda dengan GT yang tertera pada surat ukur kapal, ditunjukkan pada Gambar 27.

61 42 GT tertera GT pengukuran GTp = GT t Sinar Bahagia M inasa 3 M inasa 5 Bone 1 Bone 2 Taruna Cahaya Bone 1 Kurnia 1 Gambar 27 Perbandingan nilai GT pengukuran dan GT tertera Gambar 27 menunjukkan bahwa GT hasil pengukuran lebih banyak terdapat di daerah GT pengukuran dibandingkan GT yang tertera, yang menunjukkan bahwa GT hasil pengukuran tidak sama dengan GT tertera. Selain itu hal ini juga menunjukkan bahwa GT hasil pengukuran lebih besar dibandingkan dengan GT tertera. Hal ini disebabkan karena GT pengukuran lebih fokus pada pengukuran sedangkan nilai GT yang tertera hanya berdasarkan nilai perkiraan. 4.6 Hubungan Antara GT dan HP Seorang pemilik kapal apabila kapalnya telah selesai dibuat maka ia harus memikirkan mesin apa yang cocok dengan ukuran kapal yang telah ia buat agar sesuai dan efisien. Dussardier (1960) menyarankan agar mesin yang digunakan pada kapal sebaiknya mempunyai tenaga sekitar 3,0-3,5 dari gross tonage (GT) kapal tersebut. Hubungan GT dan HP ditunjukkan pada Gambar 28. Nilai GT yang ditunjukkan pada Gambar 28 adalah antara GT. Untuk nilai HP 3,0 kali dari nilai GT adalah 45-99, sedangkan nilai HP 3,5 kali dari nilai GT adalah 52,5-115,5.

62 HP ` HP1 = 3.0 x GT HP2 = 3.5 x GT GT Gambar 28 Hubungan GT dan HP 4.7 Hubungan Antara GT, HP dan Kecepatan (V) Nilai GT yang tertera 8 kapal di lokasi penelitian adalah antara 20 sampai 23 GT, maka untuk mencari mesin apa yang cocok dengan ukuran kapal yang telah ia buat agar sesuai dan efisien adalah dengan menghubungkan antara GT, HP dan V. Hubungan GT, HP dan V disajikan pada Gambar 29. HP GT V V 2 Δ = V 2 -V 1 V 1 HP1= Teoritis HP2= Hasil penelitian Gambar 29 Hubungan GT, HP dan V Gambar 29 menunjukkan HP yang tertera di lokasi memiliki perbandingan 3,0 dari nilai GT yang tertera yaitu HP dengan kecepatan 2-3 knot. Namun kecepatan pengejaran ikan untuk kapal purse seine belum maksimal, untuk kapal purse seine membutuhkan kecepatan pengejaran sekitar 10 knot. Kapal kapal

63 44 yang ada dilokasi penelitian memiliki kecepatan (V 1 ) sebesar 2-3 knot. Untuk memenuhi kecepatan pengejaran ikan tersebut sebesar 10 knot (V 2 ) maka dibutuhkan penambahan 8 knot. Dengan demikian kapal-kapal yang ada dilokasi penelitian sebaiknya mempunyai nilai HP 10 kali dari nilai GT yaitu dengan nilai GT mempunyai nilai HP adalah sebesar HP. 4.8 Hubungan Antara Rasio GT dan Dispacement Ton Kecepatan kapal sangat dipengaruhi oleh tenaga penggerak yang digunakan, displacement ton dan pajang kapal. Bila memperhatikan hal tersebut hubungan antara GT dengan kecepatan kapal merupakan hubungan yang tidak langsung, Gambar 30 di bawah ini menunjukkan hubungan rasio GT dan displacement ton Nilai Indeks GT/TonD TonD/GT Gross Tonage Gambar 30 Hubungan ratio GT dan displacement ton Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai GT berkisar pada nilai indeks setengah kali nilai displacement ton, sementara itu dari ratio displacement ton terhadap GT nilai indeks berkisar antara 1,8-2,9. Sehingga jika nilai displacement ton dipertimbangkan sebagai faktor penentu kecepatan kapal maka koefisien pengali nilai GT menjadi setidaknya 2 kali dari nilai yang sudah didapatkan diatas (HP sama dengan 10 kali nilai GT), setara dengan 20 kali nilai GT. Nilai HP tersebut merupakan nilai IHP (tenaga penggarak torak). Tabel 6 memperlihatkan perbandingan nilai GT dan HP

64 45 Tabel 6 perbandingan nilai GT dan HP kapal purse seine di Kabupaten Takalar Sinar Minasa Minasa Bone Bone Cahaya Kurnia Taruna Bahagia Bone 1 1 GT pengukuran IHP (20 x GT) BHP SHP 315, ,1 421,1 451,2 330, ,8 EHP 72,6 93,3 96, ,7 76,1 89,9 69,1 (V) Kecepatan 14, ,2 11,4 11,2 8,4 13,9 14,1 Koefisien pengali nilai HP adalah 20 kali nilai GT sehingga dari tabel tersebut memperlihatkan bahwa dengan nilai GT mempunyai nilai IHP adalah sebesar HP dan untuk EHP terendah adalah 69,1 HP dan EHP terbesar adalah 103,7 HP.

65 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1) Hasil perhitungan besar tenaga penggerak untuk kapal purse seine di Kabupaten Takalar dengan IHP terbesar adalah 330 HP dan untuk IHP yang terendah adalah 115 HP. Dari nilai IHP tersebut dapat dihasilkan kecepatan sebesar 10,56 knot untuk IHP yang terbesar dan 2,50 knot untuk IHP terendah. 2) Hasil simulasi terhadap 8 kapal di lokasi penelitian, besaran tenaga penggerak (HP) adalah sebaiknya 20 kali dari nilai GT yaitu dengan nilai GT mempunyai nilai IHP adalah sebesar HP. 5.2 Saran 1) Sebagai kapal purse seine, kecepatan KM. Minasa 3 dan KM. Minasa 5 perlu ditingkatkan dengan menambah kekuatan mesin atau mengatur rasio gigi reduksi (gear box) 2) Pada pembangunan kapal purse seine faktor kecepatan harus dipertimbangkan 3) Penelitian lanjutan tentang padanan kekuatan mesin darat dan mesin laut perlu untuk dikaji

66 DAFTAR PUSTAKA Arismunandar W Penggerak Mula Motor Bakar Torak. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 287 hal. Ayodhyoa AU Suatu Pengenalan Fishing Gear. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Diacu dalam Rahayu, R.I Stabilitas Statis Kapal Purse Seine Muncar [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 47 hal. Ayodhyoa AU Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. Ayodhyoa AU Iptek Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Indonesia. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 1(1): Ayodhyoa AU, Sondita MFA Tinjauan terhadap dimensi utama kapal purse seine di beberapa tempat di Indonesia. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 5(2): Barani HM Profil Pendapatan Usaha Penangkapan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di Perairan Sulawesi Selatan Bagian Selatan. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 14(2): Baskoro MS dan Effendy A Tingkah Laku Ikan Hubungannya dengan Metode Pengoperasian Alat Tangkap Ikan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor. 131 hal. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasonal [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Laporan Tahunan. Dussardier A Consideration on Dissels. Fishing Boat of the World II. Editor by: Jan-olof Traung London: Fishing News (Book) Ltd. 338 hal. Dohri M, Soedjana N Kecakapan Bahari 1. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan. Fyson J Design of Small Fishing Vessels. England : Fishing News Book. 320 hal.

67 48 Iskandar BH Stabilitas Statis dan Dinamis Kapal Latih Stella Maris. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 16(1): Iskandar BH., Novita Y Penuntun Praktikum Kapal Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Iskandar BH., Novita Y Tingkat Teknologi Pembangunan Kapal Ikan Kayu Tradisional di Indonesia. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 9(2): Jakobsson J Recent Developments in Icelandic Berring Purse seine. London. Fishing news (Book) Ltd. 312 hal. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No.PY.67/1/13-90 tentang petunjuk pelaksanaan pengukuran kapal-kapal Indonesia. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No.PY.67/1/16-02 tentang perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No.PY.67/1/ Muckle W Naval Architecture. Edisi ke- 2 Tokyo: Japan International Cooperation Agency. 407 hal. Mudjiono E Bangunan Kapal untuk Strata =A=. Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar. Makassar. 191 hal. Munro R, Smith Element of Ship Design. London: Marine Media Management Ltd. 384 hal. Nomura M, Yamazaki T Fishing Techniques. Tokyo : Japan Internasional Cooperation Agency (JICA).206 hal. Panjaitan JP Integrating Design and Evaluation of Fishing Vessel for a Developing Country. Departement of Marine Technology University of Newcastle. Upon Tyne, UK. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan. Purbayanto A, Iskandar BH, Wisudo SH, Novita Y Kajian Teknis Kemungkinan Pengalihan Pengaturan Perijinan dari GT menjadi Volume Palka pada Kapal Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP dengan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK-IPB. 15 hal. Schmid PGJr Purse Seining: Deck design and Equipment in Fishing Boat of The World 2. Editor. London: by Jan Olof Traung: Fishing News.

68 49 Soenarta N, Furuhama S Motor serba Guna. PT Pradnya Paramita. Jakrta. 225 hal. Trianto Mesin. Jakarta. Pradya Paramitha. 56 hal. Yanmar Buku Petunjuk Mesin Diesel. PT Yanmar Jakarta.

69

70 50 Lampiran 1. Data pengukuran Spesifikasi/ Daya Mesin Kapal KM. Sinar Bahagia Kapal KM. Minasa 3 Kapal KM. Minasa 5 Kapal KM. Bone 1 Merek Mesin TF Yanmar 3 buah Mitsubishi Mitsubishi TF Yanmar 2 buah Jmlh Silinder 1 silinder/buah 6 silinder 6 silinder 1 silinder HP tertera RPM LOA (m) 21,40 21,30 21,00 19,30 Ldek (m) ,20 20,10 18,30 LWL (m) 18,98 19,10 19,40 17,05 B max (m) 4,20 4,34 4,40 3,91 B moulded (m) 4,06 4,22 4,17 3,64 D (m) 1,65 2,10 2,10 2,60 d (m) 0,92 1,40 1,40 1,80 p (m) 6,35 6,27 6,50 6,30 l (m) 1,87 2,04 2,05 2,15 t (m) 1,28 1,40 1,45 1,62 GT tertera Cb 0,55 0,55 0,55 0,55

71 51 Lanjutan Lampiran 1. Spesifikasi/ Kapal Kapal Kapal Kapal Daya Mesin KM. Bone 2 KM. Taruna KM. Cahaya Bone I KM. Kurnia I Merek Mesin TF Yanmar 2. buah Djiandong 300 Hyundai TF Yanmar 2 buah Jmlh Silinder 1 silinder/buah 1 silinder 6 silinder 1 silinder HP tertera RPM LOA (m) 20,50 16,70 20,40 20,35 Ldek (m) 19,20 15,20 18,90 18,20 LWL (m) 18,20 14,40 16,50 16,80 B max (m) 4,13 4,07 4,31 4,10 B moulded (m) 3,87 3,68 4,13 3,75 D (m) 2,60 2,50 1,94 1,75 d (m) 1,80 2,00 1,26 1,00 p (m) 5,78 4,82 6,96 5,25 l (m) 2,16 1,86 2,21 2,28 t (m) 1,47 1,42 1,73 1,43 GT tertera Cb 0,55 0,55 0,55 0,55

72 52 Lampiran 2. Contoh perhitungan KAPAL SINAR BAHAGIA Diketahui: Lwl = 18,98 m p = 6,35 m B = 4,20 m l = 1,87 m D = 1,65 m t = 1,28 m Cb = 0,55 m d = 0,92 m IHP = 300 HP 1) Gross Tonnage (DIRJEN PERLA No, PY.67/1/16-02) GT = (a + b) x 0,25 = ((p x l x t) + (Ldek x B x D x Cb) x 0,25 = ((6,35 x 1,87 x 1,28) + (19,89 x 4,20 x 1,65 x 0,55)) x 0,25 = (15, 2+ 68,9) x 0,25 = 21, ) Displacement Ton (Yanmar, 1995) Δ = Lwl x B x d x Cb x ρ = 18,98 x 4,20 x 0,92 x 0,55 x 1,025 = 41, ) Kecepatan Kapal (Yanmar, 1995) Vs = = IHP Δ , = 10,53 knot LWL / 3 ( knot) 18,98 / 3

73 53 4) (1) Brake Horse Power (BHP), tenaga yang digunakan untuk menggerakkan roda gila; BHP = 0,80 IHP BHP = 0,80 x 300 = 240 HP (2) Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutar balingbaling; SHP = 0,94 BHP SHP = 0,94 x 240 = 225,6 HP (3) Efective horse power (EHP), tenaga efektif yang digunakan untuk menggerakkan kapal EHP = 0,23 SHP EHP = 0,23 x 225,6 = 51,888

74 54 Lampiran 3. Tabel hasil perhitungan Spesifikasi/ Daya Mesin Kapal KM, Sinar Bahagia Kapal KM, Minasa 3 Kapal KM, Minasa 5 a (P x l x t) 15,19 17,90 32,64 21,94 b (Ldek x B x D x Cb) 68,91 92,05 92,86 93,01 GT =(a + b) x 0, ,34 65,42 67,37 67,64 IHP BHP SHP 225,6 86,48 86,48 225,6 EHP 51,88 19,89 19,89 51,88 Vs 10,53 2,56 2,50 6,10 Cb 0,55 0,55 0,55 0,55 Kapal KM, Bone 1

75 55 Lanjutan Lampiran 3 Spesifikasi/ Daya Mesin Kapal KM, Bone 2 Kapal KM, Taruna Kapal KM, Cahaya Bone I Kapal KM, Kurnia I a (P x l x t) 18,35 12,73 26,61 17,11 b (Ldek x B x D x Cb) 103,08 77,33 79,01 65,29 GT =(a + b) x 0, ,27 66,08 50,51 38,83 IHP BHP SHP 225,6 248,16 142,88 225,6 EHP 51,88 57,07 32,86 51,88 Vs 5,59 6,31 5,09 10,55 Cb 0,55 0,55 0,55 0,55

76 56 Lampiran 4. Tabel hasil perhitungan hubungan V dan HP BHP Vs = Δ LWL / 3 ( knot) 1. KM. Sinar Bahagia Vs Δ ton LWL / 3 IHP BHP SHP EHP 1 41,34 1,45 35,58 28,47 26,76 6, ,34 1,45 71,17 56,94 53,52 12, ,34 1,45 106,76 85,41 80,28 18, ,34 1,45 142,35 113,88 107,05 24, ,34 1,45 177,94 142,35 133,81 30, ,34 1,45 213,53 170,82 160,57 36, ,34 1,45 249,12 199,29 187,34 43, ,34 1,45 284,7 227,76 214,1 49, ,34 1,45 320,29 256,23 240,86 55, ,34 1,45 355,88 284,70 267,62 61, ,34 1,45 391,47 313,17 294,38 67, ,34 1,45 427,06 341,64 321,15 73, ,34 1,45 462,64 370,11 347,91 80, ,34 1,45 498,23 398,58 374,67 86,17 2. KM. Minasa 3 Vs Δ ton LWL / 3 IHP BHP SHP EHP 1 65,42 1,45 56,13 44,90 42,21 9, ,42 1,45 112,27 89,81 84,43 19, ,42 1,45 168,41 134,72 126,64 29, ,42 1,45 224,54 179,63 168,86 38, ,42 1,45 280,68 224,54 211,07 48, ,42 1,45 336,82 269,45 253,29 58, ,42 1,45 392,96 314,36 295,50 67, ,42 1,45 449,09 359,27 337,72 77, ,42 1,45 505,23 404,18 379,93 87, ,42 1,45 561,37 449,09 422,15 97, ,42 1,45 617,51 494,00 464,36 106, ,42 1,45 673,64 538,91 506,58 116, ,42 1,45 729,78 583,82 548,79 126, ,42 1,45 785,92 628,73 591,01 135,93

77 57 Lanjutan lampiran KM. Minasa 5 Vs Δ ton LWL / 3 IHP BHP SHP EHP 1 67,37 1,46 57,35 45,88 43,13 9, ,37 1,46 114,71 91,77 86,26 19, ,37 1,46 172,07 137,66 129,40 29, ,37 1,46 229,43 183,54 172,53 39, ,37 1,46 286,79 229,43 215,66 49, ,37 1,46 344,15 275,32 258,80 59, ,37 1,46 401,51 321,20 301,93 69, ,37 1,46 458,86 367,09 345,07 79, ,37 1,46 516,22 412,98 388,20 89, ,37 1,46 573,58 458,86 431,33 99, ,37 1,46 630,94 504,75 474,47 109, ,37 1,46 688,30 550,64 517,60 119, ,37 1,46 745,66 596,53 560,73 128, ,37 1,46 803,02 642,41 603,87 138,89 4. KM. Bone 1 Vs Δ ton LWL / 3 IHP BHP SHP EHP 1 67,64 1,37 61,43 49,14 46,20 10, ,64 1,37 122,87 98,29 92,40 21, ,64 1,37 184,31 147,44 138,60 31, ,64 1,37 245,74 196,59 184,80 42, ,64 1,37 307,18 245,74 231,27 53, ,64 1,37 368,62 294,89 277,20 63, ,64 1,37 430,05 344,04 323,40 74, ,64 1,37 491,49 393,19 369,60 85, ,64 1,37 552,93 442,34 415,80 95, ,64 1,37 614,36 491,49 462,00 106, ,64 1,37 675,80 540,64 508,20 116, ,64 1,37 737,24 589,79 554,40 127, ,64 1,37 798,67 638,94 600,60 138, ,64 1,37 860,11 688,09 646,80 148,76

78 58 Lanjutan lampiran KM. Bone 2 Vs Δ ton LWL / 3 IHP BHP SHP EHP 1 76,27 1,42 67,04 53,63 50,41 11, ,27 1,42 134,09 107,27 100,83 23, ,27 1,42 201,13 160,91 151,25 34, ,27 1,42 268,18 214,54 201,67 46, ,27 1,42 335,23 268,18 252,09 57, ,27 1,42 402,27 321,82 302,51 69, ,27 1,42 469,32 375,46 352,93 81, ,27 1,42 536,37 429,09 403,35 92, ,27 1,42 603,41 482,73 453,77 104, ,27 1,42 670,46 536,37 504,18 115, ,27 1,42 737,51 590,00 554,60 127, ,27 1,42 804,55 643,64 605,02 139, ,27 1,42 871,60 697,28 655,44 150, ,27 1,42 938,65 750,92 705,86 162,34 6, KM, Taruna Vs Δ ton LWL / 3 IHP BHP SHP EHP 1 66,08 1,26 65,30 52,24 49,10 11, ,08 1,26 130,60 104,48 98,21 22, ,08 1,26 195,90 156,72 147,32 33, ,08 1,26 261,20 208,96 196,42 45, ,08 1,26 326,50 261,20 245,53 56, ,08 1,26 391,80 313,44 294,64 67, ,08 1,26 457,11 365,68 343,74 79, ,08 1,26 522,41 417,92 392,85 90, ,08 1,26 587,71 470,17 441,96 101, ,08 1,26 653,01 522,41 491,06 112, ,08 1,26 718,31 574,65 540,17 124, ,08 1,26 783,61 626,89 589,28 135, ,08 1,26 848,92 679,13 638,38 146, ,08 1,26 914,22 731,37 687,49 158,12

79 59 Lanjutan lampiran KM. Cahaya Bone 1 Vs Δ ton LWL / 3 IHP BHP SHP EHP 1 50,51 1,35 46,63 37,30 35,06 8, ,51 1,35 93,26 74,615 70,13 16, ,51 1,35 139,90 111,92 105,20 24, ,51 1,35 186,53 149,23 140,27 32, ,51 1,35 233,17 186,53 175,34 40, ,51 1,35 279,80 223,84 210,41 48, ,51 1,35 326,44 261,15 245,48 56, ,51 1,35 373,07 298,46 280,55 64, ,51 1,35 419,71 335,76 315,62 72, ,51 1,35 466,34 373,07 350,69 80, ,51 1,35 512,97 410,38 385,76 88, ,51 1,35 559,61 447,69 420,83 96, ,51 1,35 606,24 484,99 455,89 104, ,51 1,35 652,88 522,30 490,96 112,92 8. KM. Kurnia Vs Δ ton LWL / 3 IHP BHP SHP EHP 1 38,83 1,36 35,52 28,42 26,71 6, ,83 1,36 71,05 56,84 53,43 12, ,83 1,36 106,58 85,26 80,14 18, ,83 1,36 142,10 113,68 106,86 24, ,83 1,36 177,63 142,10 133,58 30, ,83 1,36 213,16 170,52 160,29 36, ,83 1,36 248,68 198,95 187,01 43, ,83 1,36 284,21 227,37 213,72 49, ,83 1,36 319,74 255,79 240,44 55, ,83 1,36 355,26 284,21 267,16 61, ,83 1,36 390,79 312,63 293,87 67, ,83 1,36 426,32 341, ,59 73, ,83 1,36 461,84 369,47 347,31 79, ,83 1,36 497,37 397,90 374,02 86,02

80 Lampiran 5. Lokasi penelitian 60

81 61 Lampiran 5. Foto dokumentasi Foto alat pengambilan data Foto wawancara dengan nelayan Foto pengukuran ruang diatas dek Foto pengukuran ruang diatas dek

82 62 Lanjutan lampiran 5. Foto pengambilan data Foto mesin kapal Foto pengambilan data Foto mesin kapal

83 63 Lanjutan lampiran 5. Foto pengukuran ruang diatas dek Foto mesin kapal Foto pengukuran ruang diatas dek Foto kapal

84 64 Lanjutan lampiran 5. Foto kapal purse seine Foto kapal purse seine Foto kapal purse seine Foto kapal purse seine

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan Pada hakekatnya fungsi sebuah kapal ialah sebagai alat pengangkut di air dari suatu tempat ke tempat lain, baik pengangkutan barang, penumpang maupun

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan untuk aktivitas penangkapan ikan di laut (Iskandar dan Pujiati, 1995). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan didalam usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) serta sarana transportasi, dan kapal ikan termasuk didalamnya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal cumi-cumi (squid jigging) merupakan kapal penangkap ikan yang memiliki tujuan penangkapan yaitu cumi-cumi. Kapal yang sebagai objek penelitian

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://jurnalmaspari.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://masparijournal.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...II pendahuluan...iii 1 Ruang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang meliputi aktivitas penangkapan atau pengumpulan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Purse Seine di Takalar Semua usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine di kabupaten Takalar menggunakan sistem satu kapal (one boat sistem). Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 di galangan kapal PT Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. Selanjutnya pembuatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Desember 2009. Penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat untuk pengukuran

Lebih terperinci

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 87-92, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek Penelitian dalam penelitian ini adalah Kapal Penangkap Cumi- Cumi yang terdapat di galangan kapal PT. Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. 3.2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kapal Perikanan Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan syarat-syarat yang diperlukan oleh suatu kapal akan diperlukan juga oleh kapal ikan, akan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama 5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh pengrajin kapal tradisional menyebabkan proses pembuatan kapal dilakukan tanpa mengindahkan kaidahkaidah arsitek perkapalan. Dasar

Lebih terperinci

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 81-86, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA)

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA) 5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran 5.1.1 General arrangement (GA) Pembuatan desain perahu katamaran disesuaikan berdasarkan fungsi yang diinginkan yaitu digunakan sebagai perahu pancing untuk wisata

Lebih terperinci

RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG

RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Hlm. 19-28, Juni 2017 RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG RATIO OF THE MAIN DIMENSIONS

Lebih terperinci

Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero)

Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Nama : Geraldi Geastio Dominikus NPM : 23412119 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Eko Susetyo

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal penangkap cumi-cumi adalah kapal yang sasaran utama penangkapannya adalah cumi-cumi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian 2.2 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian 2.2 Kapal Perikanan 7 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian Laut dipandang sebagai pemersatu gugusan kepulauan dan juga menjadi media integrasi determinan pembangunan secara utuh, baik

Lebih terperinci

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 2, No. 2, 48-53 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00056

Lebih terperinci

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1*

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1* BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 2 Edisi Juli 2011 Hal 35-43 PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP Oleh: Yopi Novita 1* ABSTRAK Muatan utama kapal pengangkut ikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance Oleh: Yopi Novita 1 *, Budhi H. Iskandar 1 Diterima: 14 Februari

Lebih terperinci

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA ARIEF MULLAH MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Desain Kapal Pancing Tonda Desain kapal merupakan proses penentuan spesifikasi yang menghasilkan gambar suatu obyek untuk keperluan pembuatan dan pengoperasian kapal. Berbeda

Lebih terperinci

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Ukuran utama ( Principal Dimension) * Panjang seluruh (Length Over All), adalah

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT SHANTY L. MANULLANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT Oleh: Wide Veronica C54102019 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA III - 555 STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA Yopi Novita 1* dan Budhi Hascaryo Iskandar 1 * yopi1516@gmail.com / 0812 8182 6194 1 Departemen PSP FPIK IPB ABSTRAK Kapal merupakan bagian

Lebih terperinci

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara)

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 63-68, Desember 2012 Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Study on the

Lebih terperinci

2 KAPAL POLE AND LINE

2 KAPAL POLE AND LINE 2 KAPAL POLE AND LINE Kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan

Lebih terperinci

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR Prasetyo Adi Dosen Pembimbing : Ir. Amiadji

Lebih terperinci

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal 1. Titik Berat (Centre of Gravity) Setiap benda memiliki tittik berat. Titik berat inilah titik tangkap dari sebuah gaya berat. Dari sebuah segitiga, titik beratnya

Lebih terperinci

KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL

KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL RULLY INDRA TARUNA 230110060005 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar

Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-13 Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar Prasetyo Adi dan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) OLEH : LUKMAN HIDAYAT NRP. 49121110172 PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS KECEPATAN KAPAL JUKUNG DI UR PULAU MALUKU TENGGARA ANTHON DAUD KILMANUN

KAJIAN TEKNIS KECEPATAN KAPAL JUKUNG DI UR PULAU MALUKU TENGGARA ANTHON DAUD KILMANUN KAJIAN TEKNIS KECEPATAN KAPAL JUKUNG DI UR PULAU MALUKU TENGGARA ANTHON DAUD KILMANUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL PK. NPL. G. 02. M BIDANG KEAHLIAN PROGRAM KEAHLIAN : PELAYARAN : NAUTIKA PERIKANAN LAUT DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017 ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal 265-276 Disetujui: 19 September 2017 BENTUK KASKO DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS VOLUME RUANG MUAT DAN TAHANAN KASKO

Lebih terperinci

Kajian penggunaan daya mesin penggerak KM Coelacanth di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara

Kajian penggunaan daya mesin penggerak KM Coelacanth di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 103-107, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Kajian penggunaan daya mesin penggerak KM Coelacanth di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara Study of KM Coelacanth propulsion

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG 1 STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG MEIDA SAPTUNAWATI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

KAPAL IKAN PURSE SEINE

KAPAL IKAN PURSE SEINE KAPAL IKAN PURSE SEINE Contoh Kapal Purse Seine, Mini Purse Seine, Pengoperasian alat tangkap. DESAIN KAPAL PURSE SEINE Spesifikasi kapal ikan yang perlu di perhatikan : 1. Spesifikasi teknis : khusus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 32 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengukuran dimensi dan geometri bentuk kapal longline yang diteliti dilakukan di Cilacap pada bulan November. Setelah pengukuran dimensi dan geometri

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman :

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman : Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 2089 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN 2540 9484 Halaman : 125 136 Desain Kapal Purse Seine Modifikasi di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan (Design

Lebih terperinci

juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif.

juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif. 3 STABILITAS KAPAL Stabilitas sebuah kapal mengacu pada kemampuan kapal untuk tetap mengapung tegak di air. Berbagai penyebab dapat mempengaruhi stabilitas sebuah kapal dan menyebabkan kapal terbalik.

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 BAGIIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIIKULUM DIIREKTORAT PENDIIDIIKAN MENENGAH KEJURUAN DIIREKTORAT JENDERAL PENDIIDIIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIIDIIKAN

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh KARTINL C05497008. Pengaruh Pemindahan Berat pada Stabilitas Kapal Rawai di Kecamatan Juana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dibawah bimbingan JAMES P. PANJAITAN dan MOHAMMAD IMRON. Kapal rawai merupakan

Lebih terperinci

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6.1 Keragaan Kapal Bentuk dan jenis kapal ikan berbeda-beda bergantung dari tujuan usaha penangkapan. Setiap jenis alat penangkapan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Alokasi waktu penelitian mulai dari kegiatan survei, proses konversi, modifikasi dan rekondisi hingga pengujian di lapangan berlangsung selama tujuh

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 1, Februari 2017 Hal 069-076 KAJIAN DESAIN KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG (STUDY KASUS KM. CAHAYA ARAFAH) Design Studies Traditional Purse Seiner

Lebih terperinci

Kesesuaian ukuran soma pajeko dan kapalnya di Labuan Uki Kabupaten Bolaang Mongondow

Kesesuaian ukuran soma pajeko dan kapalnya di Labuan Uki Kabupaten Bolaang Mongondow Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 93-97, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Kesesuaian ukuran soma pajeko dan kapalnya di Labuan Uki Kabupaten Bolaang Mongondow The suitability of purse seine and

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C

KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C54101029 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PALABUHAN RATU

KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PALABUHAN RATU KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PALABUHAN RATU Shanty Manullang *) T.D. Novita *) * Dosen pada Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan laborashanty@yahoo.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Kapal PSP 01 4.1.1 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 merupakan kapal penangkap ikan yang dibangun dalam rangka pengembangan kompetensi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN Izza Mahdiana Apriliani, Lantun Paradhita Dewanti dan Irfan Zidni Program Studi Perikanan, FPIK Unpad Korespondensi:

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN Izza Mahdiana Apriliani, Lantun Paradhita Dewanti dan Irfan Zidni Program Studi Perikanan, FPIK Unpad Korespondensi:

Lebih terperinci

Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin

Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 13-18, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin Simulation of trim effect on the stability

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL / NOTASI

DAFTAR SIMBOL / NOTASI DAFTAR SIMBOL / NOTASI A : Luas atau dipakai sebagai koefisien, dapat ditempatkan pada garis bawah. ( m ; cm ; inci, dsb) B : Ukuran alas lateral terkecil ( adakalanya dinyatakan sebagai 2B ). ( m ; cm

Lebih terperinci

Tahun Pembuatan 2009 Kayu Ketapa (terminalia catapa) 10,05 meter 0,97 meter

Tahun Pembuatan 2009 Kayu Ketapa (terminalia catapa) 10,05 meter 0,97 meter 31 31 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilakukan selama tiga bulan (3) ( bulan yaitu mulai bulan Juli sampai dengan September 2010 di perairan Ur Pulau

Lebih terperinci

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Design of purse seine-type steel vessels in PT. Crystal Cahaya Totabuan, North Sulawesi

Design of purse seine-type steel vessels in PT. Crystal Cahaya Totabuan, North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 3, No. 1, 19-25 (April 2015) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT Asosiasi Pengelola Sumber Daya Perairan Indonesia (Online submissions http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index)

Lebih terperinci

DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA

DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA NOOKE NOFRIYAN C44070055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ G FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN B060R 1 9 9 1 STUD1 TENTANG DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU LAMINAS1

Lebih terperinci

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ G FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN B060R 1 9 9 1 STUD1 TENTANG DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU LAMINAS1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI LAPORAN PENELITIAN MANDIRI ANALISA KARAKTERISTIK TEKNIS DESAIN KAPAL PUKAT CINCIN DIPERAIRAN PULAU AMBON Oleh : IR. OBED METEKOHY, MSi NIP. 1960 1027 1990 03 1 004 UNIVERSITAS PATTIMURA April 2017 RINGKASAN

Lebih terperinci

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 21 1.1. Latar Belakang Perairan Aceh berhubungan langsung dengan Samudra Hindia berada di sebelah barat Sumatra dan mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Luas perairan

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penangkapan ikan didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 1, Februari 2017 Hal 013-021 STABILITAS KAPAL IKAN KATAMARAN SEBAGAI PENGGANTI KAPAL PURSE SEINE DI KABUPATEN PAMEKASAN MADURA JAWA TIMUR Stability Of Catamaran Fishing

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum. 2.1.1 Defenisi Stabilitas Stabilitas adalah merupakan masalah yang sangat penting bagi sebuah kapal yang terapung dilaut untuk apapun jenis penggunaannya, untuk

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. displacement dari kapal tersebut. Adapun hasil perhitungan adalah : 2. Coefisien Blok (Cb) = 0,688

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. displacement dari kapal tersebut. Adapun hasil perhitungan adalah : 2. Coefisien Blok (Cb) = 0,688 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Hidrostatika Kapal Tunda Sesuai dengan gambar rencana garis dan bukaan kulit kapal tunda TB. Bosowa X maka dapat dihitung luas garis air, luas bidang basah,

Lebih terperinci

Study on boat resistance of several Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) boat shapes modelled in PT. Cipta Bahari Nusantara, Tanawangko, North Sulawesi

Study on boat resistance of several Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) boat shapes modelled in PT. Cipta Bahari Nusantara, Tanawangko, North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 3, No. 1, 8-13 (April 2015) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT Asosiasi Pengelola Sumber Daya Perairan Indonesia (Online submissions http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index)

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: GAYA EXTRA BOUYANCY DAN BUKAAN MATA JARING SEBAGAI INDIKATOR EFEKTIFITAS DAN SELEKTIFITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PERAIRAN SAMPANG MADURA Guntur 1, Fuad 1, Abdul Rahem Faqih 1 1 Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 4, No. 2, November 2013 Hal: 183-193 TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN Influence of

Lebih terperinci

STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN

STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut FINAL KNKT-08-11-05-03 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Laporan Investigasi Kecelakaan Laut Terbaliknya Perahu Motor Koli-Koli Perairan Teluk Kupang NTT 09 Nopember 2008 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN

Lebih terperinci

PURSE SEINE (PUKAT CINCIN)

PURSE SEINE (PUKAT CINCIN) PURSE SEINE (PUKAT CINCIN) Guru Pengampu: ADZWAR MUDZTAHID TEKNIKA KAPAL PENANGKAP IKAN SMK NEGERI 3 TEGAL Hal-1 METODE PENANGKAPAN DAN ALAT TANGKAP PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) PENDAHULUAN P ukat cincin

Lebih terperinci

DISAIN KAPAL PENANGKAP IKAN 10 GT BERBAHAN FIBERGLASS UNTUK WILAYAH PERAIRAN KECAMATAN PANIMBANG KABUPATEN PANDEGLANG

DISAIN KAPAL PENANGKAP IKAN 10 GT BERBAHAN FIBERGLASS UNTUK WILAYAH PERAIRAN KECAMATAN PANIMBANG KABUPATEN PANDEGLANG DISAIN KAPAL PENANGKAP IKAN 10 GT BERBAHAN FIBERGLASS UNTUK WILAYAH PERAIRAN KECAMATAN PANIMBANG KABUPATEN PANDEGLANG Bambang Sudjasta (0325015802) dan Yuhani Djaya (0301055302) Fakultas Teknik, UPN Veteran

Lebih terperinci

This watermark does not appear in the registered version - 2 TINJAUAN PUSTAKA

This watermark does not appear in the registered version -  2 TINJAUAN PUSTAKA 22 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Longline Nomura dan Yamazaki (1975) mengemukakan beberapa persyaratan teknis minimal dari kapal ikan yang berfungsi untuk operasi penangkapan, yakni : 1. Memiliki struktur

Lebih terperinci

2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN

2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 2.1 Pendahuluan 2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN Desain merupakan hal yang penting dalam pembangunan kapal ikan. Sesuai dengan perbedaan jenis kapal ikan, maka desain dan konstruksi kapal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapal Perikanan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapal Perikanan Kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan atau mengumpulkan sumber daya perairan, penggunaan dalam beberapa aktivitas riset,

Lebih terperinci