KAJIAN TEKNIS KECEPATAN KAPAL JUKUNG DI UR PULAU MALUKU TENGGARA ANTHON DAUD KILMANUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TEKNIS KECEPATAN KAPAL JUKUNG DI UR PULAU MALUKU TENGGARA ANTHON DAUD KILMANUN"

Transkripsi

1 KAJIAN TEKNIS KECEPATAN KAPAL JUKUNG DI UR PULAU MALUKU TENGGARA ANTHON DAUD KILMANUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Teknis Kecepatan Kapal Jukung di Ur Pulau Maluku Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembibing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkankan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2012 Anthon Daud Kilmanun NIM C

3 ABSTRACT ANTHON DAUD KILMANUN. Technical review of Ur Island Speed Boat in Soufheast Maluku. Supervised by Budhi Hascaryo Iskandar and Mohammad Imron. This research was carried out based on the need of maximum speed of ketinting boat (dug out boat equipped with machine) using some values of horse power (HP) sechas : 5,5 HP; 6,5 HP or combination 5,5HP + 6,5 HP. In the fishing operation, this boat is equipped with long shaft to connect machine with the propeller. This arrangement produce some degrec of angles between propeller the boat. Experimental method was applied in this research. Two kinds of boat were used suchas, boat with stabilizer (katir) and the one without stabilizer. The result show that maximum speed of boat (5-6 knot) is obtained by applying machine with 6,5 HP equipped with long or semi log shaft with cartain angles. Besides, fuel consumption on this power rate is the most efficient. Keywords : speed boat, the driving power (HP), ship of kartir (semang).

4 RINGKASAN ANTHON DAUD KILMANUN. Kajian Teknis Kecepatan Kapal Di Ur Pulau Maluku Tenggara. Di bawah bimbingan Budi Hascaryo Iskandar dan Mohammad Imron. Penelitian tentang kecepatan kapal di perairan Ur Pulau, Kabupaten Maluku Tenggara-Propinsi Maluku pada bulan Januari 2011 hingga bulan Juni 2011.penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengidentifikasi demensi utama kapal jukung yang digunakan di Ur Pulau, 2) Mengkaji ukuran/nomor baling-baling 3) Mengkaji sudut jatuh poros baling-baling yang dan panjang poros baling-baling, digunakan pada kapal jukung, 4) Mengkaji sudut jatuh poros baling-baling terhadap kecepatan kapal jukung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi lapang dan eksperimental eksperimental. Jenis data yang akan dikumpulkan adalah Dimensi utama kapal, efesiensi baling-baling yang merupakan perbandingan antara daya yang dihasilkan oleh baling-baling untuk menggerakan kapal dan daya yang disalurkan ke baling-baling, pitch adalah jarak maju (aksial) sebenarrnya yang ditempuh oleh baling-baling bila berputar sebanyak satu putaran( (variable bebas), daya mesin yang menggerakan kapal jukung dan daya yang disalurkan ke baling-baling, kondisi kapal setelah penambahan sejumlah beban tertentu. Kemiringan katinting, sudut jatuh poros. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh bahwa kapal jukung semang dan yang tanpa semang dengan ukuran/nomor baling-baling 6,5 memilki efesiensi yang tinggi, daya mesin 5,5 hp, 6,5 hp dan kombinasi kedua daya mesin 5,5 hp+6,5 hp untuk panjang poros baling-baling 2,60 m dan 2,20 m sangat berpengaruh pada kecepatan kapal, penugukuran menunjukkan bahwa kapal semang dan tanpa semang dengan daya 5,5 hp dan daya 6,5 hp, pada masingmasing ukuran poros baling-baling mendapatkan penambahan daya 1 hp pada kedua kapal lebih besar apabila dibandingkan kombinasi dari daya 5,5 hp+6,5 hp, sudut jatuh poros baling-baling memberikan pengaruh terhadap kecepatan kapal. Sudut 40 pada kapal semang 5,49 knot/hp dan kapal tanpa semang 5,27 knot/hp, kecepatan pada sudut 30 berbeda dimana yang diperoleh kapal semang 5,26 knot dan kapal tanpa semang 5,10 knot hasil dari nilai-nilai ini dapat memberikan daya dorong yang sangat tinggi untuk menggerakkan kapal bergerak maju. Kata kunci : Kecepatan kapal, daya penggerak (HP), jukung.

5 Hak Cipta milik IPB 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyembutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 KAJIAN TEKNIS KECEPATAN KAPAL JUKUNG DI UR PULAU MALUKU TENGGARA ANTHON DAUD KILMANUN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Yopi Novita, S.Pi, M. Si

8 LEMBARAN PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NRP Program Studi : Kajian Teknis Kecepatan Kapal Jukung Di Ur Pulau Maluku Tenggara : Anthon Daud Kilmanun : C : Teknologi Perikanan Tangkap Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Ketua Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjan Teknologi Perikanan Tangkap Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 20 Januari 2012 Tanggal lulus :

9 PRAKATA Dengan kerendahan hati, penulis panjatkan segala puji syukur dan hormat kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kemurahan serta keagungan kasihnya yang tiada berkesudahan, dalam mendengar desah suara doa yang dinaikkan ditengah-tengah keberadaan penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini guna memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan sejak Juli hingga September 2010 dengan judul Kajian Teknis Kecepatan Kapal Jukung Di Ur Pulau Maluku Tenggara. Hasil penelitian ini dapat memperkaya atau setidak-tidaknya turut menempati sudut-sudut ruang ketegaran dan kewibawaan Almamater Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, khususnya dalam ilmu pengetahuan tentang kapal penangkap ikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Ir. Budi Hascaryo Iskandar,M.Si, dan Bapak Dr.Ir.Mohammad Imron,M.Si selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sama pula penulis sampakan kepada Ibu Dr. Yopi Novita, S.Pi.,M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis yang dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2012 yang telah banyak memberikan saran dan masukkan demi penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada istri tercinta Dra. Maritje Pasanea dan ke empat anak kekasih Laurenz, Laura, Leonardo, dan Lestari penulis persembahkan buat kalian atas jerih payah, pengorbanan, dorongan yang kalian berikan pada penulis, itu adalah merupakan wujud cinta kasih yang tulus serta doa restu yang diberikan kepada penulis hingga terselesainya penulisan tesis ini. Kepada Papa (almarhum) dan Mama rasa puji dan syukur disertai ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis persembahkan buat kalian atas peluh keringat, asuhan, pengorbanan, dorongan yang diberikan kepada penulis. Hal yang sama pula penulis sampaikan kepada kakak Cho, dan ke lima

10 adik Thom, Cory, Yoke, Buce, Lisa dan keluarga bahwa penulisan ini juga merupakan salah satu bahagian yang tidak dapat terpisahkan dari doa restu kalian. Kepada rekan-rekan angkatan 2009 pada Program Studi TPT dan SPT, Ali Rahantan, Nane, Jery Hamer, Jemy Rahakbauw, Aris Rahakbauw, bung Ucu Rumheng serta semua pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Kesuksesan bukanlah merupakan suatu kekuatan dan kemegahan penulis melainkan semata-mata karena anugerah Tuhan dan kekuatan berdoa dan bekerja. Penulis menyadari bahwa dalam segala kekurangan serta kelemahan perkenankanlah persembahan tesis ini sebagai ungkapan terima kasih kepada Almamater, semoga tesis ini memberikan manfaat dan kewibawaan dalam diri garba ilmiah ini. Bogor, Januari 2012 Anthon.D.Kilmanun

11 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Tual-Maluku Tenggara Provinsi Maluku pada tanggal 16 Januari 1965 dari pasangan Bapak Jusuf Kilmanun (Almarhum) dan Ibu Sorefina Kilmanun/Retraubun, Penulis merupakan anak ke dua dari ketujuh bersaudara. Pada tahun 1984 penulis menyelesaikan pendidikan atas pada STM Swasta Siwa Lima Langgur dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Pattimura Ambon pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Permesinan Kapal. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana pada tahun 1993 dalam ujian Skripsi dengan judul Tinjauan Terhadap Kerusakan Kopling Plat Pada Motor Induk KM. Perikani 03. Penulis diterima sebagai staf pengajar pada SMK Naskat Katholik Bersubsidi Langgur (tahun 1997sampai tahun 1999), pada tahun 1999 diterima sebagai pegawai PDAM Maluku Tenggara sampai tahun 2007, tahun yang sama penulis diangkat sebagai staf pengajar Politeknik Perikanan Negeri Tual. Pada tahun 2009 penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana jenjang Magister Sains di Institut Pertanian Bogor, pada Mayor Teknologi Perikanan Tangkap. Dalam mengikuti pendidikan penulis memperoleh beasiswa BPPS.

12 ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x i DAFTAR GAMBAR.. xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii DAFTAR SIMBOL. xiv 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian Kapal Perikanan Dimensi Utama Kapal Koefisien Balok (Coeffisien of block) Parameter Hidrostatis Sistem Propulsi Kapal Mesin kapal Sistem poros dan baling-baling Sistem baling-baling kapal Klasifikasi baling-baling Kecepatan Kapal Sudut Jatuh Poros METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Objek dan Peralatan Penelitian Objek Penelitian Peralatan Penelitian Metode Penelitian Jenis Data Metode Pengumpulan Data Pengolahan Data... 37

13 x 3.4 Metode Analisa Data HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskrepsi Kapal Jukung Spesifikasi Teknis Dimensi Utama Kapal Koefisien Bentuk Kapal Mesin Kapal Jukung Diskripsi Baling-baling Kecepatan Kapal Poros Dengan Beban Puntur dan Lentur Daya rencana Poros dengan momen puntir Poros dengan beban lentur Sudut jatuh poros baling-baling pada kapal jukung Pengaruh kecepatan poros berdasarkansudut jatuh baling-baling 65 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA.. 73 LAMPIRAN 77

14 xi DAFTAR TABEL Halaman 1 Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat tangkap yang dioperasikan Pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin Spesifikasi teknis kapal Sedap Malam Spesifikasi teknis kapal Bukit Sion Ukuran baling-baling berdaun dua Rancangan percobaan kecepatan kapal jukung Ukuran utama kapala tipe jukung yang menggunakan semang Ukuran utama kapala tipe jukung yang menggunakan semang Kecepatan rata-rata untuk daya mesin dan ukuran baling-baling pada kapal yang menggunakan semang dengan poros baling-baling panjang dan pendek Kecepatan rata-rata untuk daya mesin dan ukuran baling-baling pada kapal yang menggunakan tanpa semang dengan poros baling-baling panjang dan pendek Faktor-faktor koreksi yang akan ditransmisikan, f c Perbandingan kecepatan kapal akibat sudut jatuh poros baling-baling yang dimiliki kapal Semang Perbandingan kecepatan kapal akibat sudut jatuh poros baling-baling yang dimiliki kapal Semang.. 68

15 xii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pikir Ukuran panjang total kapal (LOA) Ukuran panjang garis tegak (LBP) Panjang garis air (LWL) Lebar kapal Dalam kapal Coefficient of block (Cb) Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient of vertical prismatic (Cvp) Coeffcientof waterplan (Cw) Coefficient of midship (C ) Diskripsi dan pitch baling-baling Distribusi tekanan pada elemen daun baling-baling Peta lokasi penelitian Kapal yang menggunakan semang Kapal yang tidak menggunakan semang Sudut jatuh poros baling-baling Panjang poros baling-baling Pengukuran panjang kapal Pengukuran lebar kapal Pengukuran tinggi kapal Mesin kapal jukung 5,5 HP dan 6,5 HP Posisi mesin induk, poros baling-baling, baling-baling Baling-baling yang digunakan pada saat eksperiment Hubungan kecepatan kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal semang untuk poros baling-baling panjang... 51

16 xiii 25 Hubungan kecepatan kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal semang untuk porosbaling-baling pendek Hubungan kecepatan kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa semang untuk poros baling-baling panjang Hubungan kecepatan kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa semang untuk poros baling-baling pendek Hubungan kecepatan kapal jukung dengan sudut jatuh poros baling-balang pada kapal semang Hubungan kecepatan kapal jukung dengan sudut jatuh poros baling-balang pada kapal tanpa menggunakan semang... 69

17 xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tabel waktu tempuh kapal semang Tabel waktu tempuh kapal tanpa semang Tabel kecepatan rata-rata kapal semang Tabel kecepatan rata-rata kapal tanpa semang Rasio perbandingan kecepatan per jumlah daya mesin Analisis statistik Foto dokumentasi

18 xv xv DAFTAR SIMBOL DAN ISTILAH After Perpendicular (AP) (m), ialah sebuah garis khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau berada di belakang poros kemudi. Breadth (B) (m), lebar kapal kapal dan umumnya terdapat pada bagian midship. Break horse power (BHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan roda gila Coefficient vertical prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal. Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal pada bagian waterplan area. Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (A ) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl). Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal. Coefficient of midship (C ), menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C mengambarkan bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship. Depth(D) (m), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah kapal sampai titik terendah badan kapal. Draught/Draft (d) (m), sarat kapal atau (d), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal. Displacement/Ton displacement (Δ), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu. Effective horse power (EHP), tenaga efektif yang digunakan untuk menggerakakan kapal. Fishing base, pangkalan penangkapa ikan, dimana pada saat kapal melakukan kegiatan tambat labuh, dan bongkar muat.

19 xvi xvi Freeboard (FB) (m), jarak antara draft hingga garis geladak. Fishing ground, daerah penangkapan ikan. Fore Perpendicular, ialah garis khayal yang terletak tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Horse Power (HP); satuan besar tenaga penggerak mesin, 1HP = 0,746 kw In Board Motor; kapal yang menggunakan motor di dalam kapal. Indicated horse power (IHP), tenaga yang dihasilkan untuk menggerakkan torak Length Over All (LOA = L); panjang keseluruhan dari haluan hingga ke buritan. Length Between Perpendicular, jarak horizontal yang dihitung dari garis tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan. Length of Water Line (LWL), panjang garis air, jarak horizontal pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan linggi buritan. Lifting vane, dimana daya angkat dan tahanan pada elemen daun berperan menambah gaya dorong dan tenaga putar. Long Trip, lamanya waktu penangkapan. Multipurpose, alat tangkap yang berbeda. Pitch (P), adalah jarak aksial yang dicapai setiap satu kali berputar. Rasio L/B, nilai perbandingan antara panjang kapal (L) dengan lebar kapal (B). Rasio L/D, nilai perbandingan antara panjang kapal (L) dengan lebar kapal (D). Rasio B/D, nilai perbandingan lebar kapal (L) dengan dalam kapal (B). Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan poros balingbaling. Slip, kapal tidak bergerak maju karena tidak ada dorongan yang dihasilkan oleh baling-baling.

20 xvii xvii Towed gear, alat tangkap yang ditarik. Volume displasement ( ) menunjukan kapasitas/volume badan kapal dibawah water line (WL) atau volume air yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air. Working area tempat bekerja dan sarana transportasi,.

21 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam usaha perikanan tangkap, peranan mesin penggerak kapal sangat penting. Hal ini mengingat operasi penangkapan ikan yang semakin jauh dari garis pantai, dengan waktu penangkapan lebih lama (long trip). Saat ini nelayan tradisional Ur Pulau dalam melakukan pengoperasian penangkapan ikan demersal dan pelagis nelayan menggunakan kapal jukung yang dilengkapi dengan motor penggerak luar (out board), dengan daya motor yang dipakai adalah 5,5 HP dan 6,5 HP dengan menggunakan poros panjang. Motor penggerak yang digunakan selama ini pada kapal tradisional menggunakan beberapa jenis ukuran baling-baling, baik motor dalam (in board engine) maupun pada motor luar (out board engine). Mesin penggerak luar yang digunakan oleh nelayan Ur Pulau bukan merupakan jenis mesin yang dirancang khusus sebagai tenaga penggerak kapal, namun jenis mesin ini digunakan untuk tenaga penggerak serbaguna yang telah dimodifikasikan menjadi mesin penggerak kapal dengan konstruksi poros balingbaling panjang sehingga terbentuk sudut antara poros baling-baling dengan permukaan air. Harvald (1992), mengemukakan bahwa baling-baling merupakan perantara antara mesin induk dan badab kapal, dimana efesiensi total pada sistem tersebut dengan penertian bahwa penghamburan daya yang sekecil mungkin. Untuk memperoleh penghamburan daya yang kecil maka harus menggunakan ukuran baling-baling yang sesuai berdasarkan daya mesin serta ukuran kapal jukung yang dilengkapi dengan mesin tempel (katinting). Kecepatan kapal dapat ditentukan oleh dimensi utama kapal yang diantaranya panjang seluruh kapal (LOA), lebar kapal (B), dalam/tinggi kapal (D) koefesienkoefesien bentuk, displasemen, bentuk lambung dibawah air, trim, dan pemilihan type mesin, demensi utama pada masing-masing kapal tidak sama menyebabkan

22 2 2 penggerak kapal berbeda-beda, dengan demikian daya dorong kapal yang diperlukan sangat besar. Penggunaan poros baling-baling dengan panjang yang berbeda dapat mengakibatkan kehilangan daya mesin. Besar kecilnya sudut jatuh poros balingbaling yang terbentuk sangat menentukan besarnya daya dorong yang ditransmisikan oleh mesin. Pergerakan baling-baling yang berasal dari hasil kerja mesin penggerak kapal yang ditransmisikan melalui shafting atau poros baling-baling. Posisi poros balingbaling berdasarkan kedudukan mesin utama kapal seharusnya berada di atas permukaan air sehingga posisi poros baling-baling tidak sejajar dengan mesin dan baling-baling. Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian yang dapat memberikan rekomendasi terkait dengan jumlah daun baling-baling dan besar sudut jatuh poros baling-baling yang memberikan kecepatan maksimum. Diharapkan dari penelitian ini operasi penangkapan ikan yang efektif dan efesien dapat tercapai. 1.2 Perumusan Masalah Keberhasilan suatu usaha operasi penangkapan dengan menggunakan kapal jukung tergantung pada kecepatan. Kecepatan suatu kapal banyak tergantung pada ukuran kapal, besarnya tenaga penggerak yang digunakan, sudut kemiringan poros baling-baling, ukuran/nomor baling-baling, ukuran panjang poros baling-baling, jenis kapal jukung yang menggunakan semang dan tanpa semang. Dengan demikian, untuk menentukan suatu keberhasilan operasi penangkapan dengan kapal jukung yang meggunakan katir (semang) dan tanpa menggunakan semang, maka akan lebih cocok menggunakan ukuran baling-baling, sudut kemiringan poros baling-baling, panjang poros baling-baling, jenis kapal yang digunakan dan tenaga penggerak yang berkekuatan tertentu. Kapal jukung juga digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis, ikan-ikan demersal. Keberadaan jenis ikan-ikan tersebut dijumpai di sekitar pantai. Dari uraian tersebut diatas dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan antara ukuran/nomor

23 3 3 baling-baling yang sesuai dengan daya mesin yang digunakan oleh nelayan Ur Pulau yaitu : 1) Kekuatan tenaga penggerak kapal yang digunakan belum sesuai dengan ukuran baling-baling dan daya mesin. 2) Penggunaan panjang poros baling-baling yang berbeda, dan besar kecilnya sudut jatuh kemeringan poros baling-baling dapat mempengaruhi kecepatan kapal. Dengan demikian informasi tentang kombinasi tersebut sangat dibutuhkan oleh nelayan setempat. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan dapat memberikan keuntungan secara teknis maupun ekonomis bagi masyarakat nelayan Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara. Parameter yang dapat digunakan dalam menentukan kecepatan suatu kapal adalah demensi utama kapal, besaran mesin yang digunakan dimana daya yang digunakan adalah bervariasi yaitu anatar 5,5 HP dan 6,5 HP, penggunaan panjang poros yang berbeda yaitu antara 2,60 m dan 2,20 m, sudut kemiringan poros balingbaling yang berbeda, kapal yang semang dan kapal tanpa semang, ukuran/nomor baling-baling antara no. 5-6, 6,5, dan 5. Masyarakat nelayan Ur Pulau dalam melakukan operasi penangkapan ikan belum memperhatikan ukuran/nomor baling-baling yang sesuai dengan daya mesin, karena umumnya nelayan menentukan ukuran/nomor baling-baling berdasarkan pengalaman semata. Hal ini merupakan faktor penyebab dimana nelayan belum mengetahui ukuran baling-baling dan daya motor yang sesuai untuk dipergunakan dalam pengoperasian. Berdasarkan anggapan yang dikemukakan diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai kajian teknis kecepatan kapal jukung berdasarkan ukuran/nomor baling-baling, poros baling-baling, sudut jatuh poros baling-baling dan daya mesin tempel pada kapal jukung.

24 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1) Menentukan sudut jatuh poros baling-baling yang menghasilkan kecepatan maksimum kapal jukung. 2) Menentukan ukuran baling-baling yang memberikan pengaruh nyata terhadap kecepatan kapal. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari Penelitian ini adalah untuk dapat memberikan manfaat berupa : 1) Memberikan informasi lapang tentang ukuran/nomor baling-baling yang memiliki efisiensi tertinggi dan panjang poros baling-baling yang sesuai terhadap kecepatan kapal jukung berdasarkan jenis kapal yang akan digunakan. 2) Memberikan informasi tentang pertimbangan teknis dalam menggunakan ukuran/nomor baling-baling dan ukuran poros baling-baling berdasarkan daya mesin yang digunakan pada kapal.. 3) Memberikan informasi kedepan tentang ukuran/nomor baling-baling, sudut kemiringan poros baling-baling yang digunakan pada kapal jukung berdasarkan daya mesin agar diperoleh kecepatan kapal yang maksimum pada saat pengoperasian kapal pada nelayan Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara khususnya maupun pemerintah dan masyarakat perikanan tangkap pada umumnya. 1.5 Kerangka Pemikiran Untuk mengetahui daya mesin yang sesuai untuk menghasilkan kecepatan kapal di harapkan akan dilakukan pendekatan berdasarkan beberapa parameter analisis pada kapal jukung, antara lain yaitu : dimensi utama kapal, kekuatan tenaga penggerak kapal yang digunakan belum sesuai dengan ukuran/nomor baling-baling dan daya mesin, daya mesin, kemeringan poros baling-baling, poros baling-baling.

25 5 5 Kajian kecepatan kapal : Langkah awal yang dilakukan yaitu untuk mengetahui langsung daya dari masing-masing mesin, ukuran baling-baling, diameter poros baling-baling, dan panjang dari masing-masing poros baling-baling. 1.6 Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Ukuran/nomor baling-baling dan panjang poros baling-baling menentukan efisiensi yang tinggi pada kecepatan kapal jukung; 2) Panjang poros baling-baling dapat mempengaruhi kecepatan kapal; dan 3) Sudut jatuh poros baling-baling dapat memberikan pengaruh terhadap kecepatan kapal jukung.

26 6 6 Mulai Permasalahan: Kecepatan kapal katinting yang sangat bervariasi pada daya kekuatan mesin, balingbaling dan sudut jatuh poros yang sama Analisis dimensi utama kapal dan kecepatan kapal Analisis kecepatan berdasarkan kekuatan mesin, ukuran baling-baling dan sudut Kekuatan mesin, ukuran baling-baling, dan sudut jatuh poros tertentu yang menghasilkan kecepatan mesin Selesai Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pendekatan Studi

27 7 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian Laut dipandang sebagai pemersatu gugusan kepulauan dan juga menjadi media integrasi determinan pembangunan secara utuh, baik sosio ekonomi, sosio politik, institusional dan lingkungan, serta hukum. Rangkaian dasar pikir dan kenyataan yang diuraikan di atas menjadi fenomena umum untuk Maluku. Secara geografis Kabupaten Maluku Tenggara terletak pada koordinat 131 o 133 o 5 Bujur Timur dan 5 o 6,5 o 00 Lintang Selatan, dengan batasannya Sebelah Utara dengan Papua Bagian Selatan,Sebelah Selatan Berbatasan dengan Laut Arafura, Sebelah barat berbatasan dengan Laut Banda dan bagian Utara Kepulauan Tanimbar, Sebelah Timur berbatasan dengan Kepulauan Aru. Secara administrasi pemerintahan Ur Pulau terletak wilayah Kecamatan Kei Kecil Barat, cakupan wilayah dibatasi pada titik koorninat 5 0 5'45'' Bujur Timur dan '30'' Lintang Selatan, sedangkan secara geografis di sebelah utara berbetasan dengan pulau-pulau Sepuluh (10) sebelah timur berbatasan dengan Pulau Warbal, sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Nuhuta. Kedalaman perairan antara 2 sampai 20 meter, dasar perairan berpasir terutama dibagian dekat pantai. 2.2 Kapal Perikanan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), yang dimaksud dengan kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam dunia usaha perikanan yang pelaksaannya atau kegiatannya dalam usaha penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pengengelolaan usaha budidaya perairan serta penggunaan dalam beberapa kegiatan (seperti untuk research, traning, dan inspeksi sumberdaya perairan). Kapal merupakan suatu bangunan atau konstruksi terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) dan sarana transportasi, dimana kapal ikan termasuk didalamnya (Iskandar & Novita 1997). Ayodhyoa (1972) mengartikan bahwa kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan pada usaha penangkapan

28 8 8 ikan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, kegiatan-kegiatan riset, guidance, traning, control dan sebagainya yang berkaitan dengan usaha tersebut. Ayodhyoa (1972) mengartikan bahwa kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan pada usaha penangkapan ikan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, kegiatan-kegiatan riset, guidance, traning, control dan sebagainya yang berkaitan dengan usaha tersebut. Fyson (1985), menyatakan bahwa kapal perikanan adalah kapal yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha penangkapan ikan dengan ukuran, rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dalam rencana operasi. Iskandar dan Imron (1993), mengemukakan bahwa kapal yang dibangun oleh suatu usaha perikanan tergantung dari besar kecilnya usaha tersebut. Besar kecilnya dari kapal yang dibuat, juga seringkali disebabkan berdasarkan tujuan dari daerah penangkapan serta fasilitas di fishing base. Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), berpendapat bahwa kapal penangkapan ikan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok berdasarkan teknik pengoperasian alat yang digunakan, diantara : 1) Kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang diam/statis (static gear), contohnya gillnet, trammel net dan pancing; 2) Kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang ditarik (towed gear/dragged gear), contohnya pancing tonda, trawl, pukat ikan dan lainnya; 3) Kapal yang mengoperasikan alat yang tangkap dilingkarkan (encircling gear), seperti purse seine, paying dan dogol; 4) Kapal yang mengoperasikan lebih dari satu alat tangkap yang berbeda (multipurpose). Menurut Gunawan (1987), kapal ikan tradisional di Indonesia umumnya primitif sekali, tetapi modernisasinya dapat dipercepat terutama dengan adanya sistim motorisasi perikanan di indonesia. Motorisasi perikanan ini secara lambat laun akan merubah desain dan konstruksi kapal serta akan menggantikan kapal ikan tradisional di seluruh pelosok wilayah Indonesia. Untuk mengetahui kecepatan kapal jukung

29 9 9 yang sesuai dengan daya mesin yang digunakan akan dilakukan pendekatan berdasarkan beberapa parameter analisis. Pasaribu (1986), menyatakan bahwa lebih dari 90 % kapal penangkap ikan yang ada di Indonesia beroperasi di perairan pantai dan pada umumnya sebagian besar dari kapal-kapal tersebut dibangun berdasarkan pengalaman tanpa menggunakan perhitungan-perhitungan yang pasti sebagaimana pembuatan kapalkapal kayu yang dibangun secara modern, demikian juga dengan pembangunan kapal yang digerakan dengan motor atau tanpa motor. Kapal jukung merupakan salah salah satu jenis alat transportasi nelayan tradisional yang biasanya digunakan untuk melakukan usaha penangkapan ikan. 2.3 Dimensi Utama Kapal Menurut Dohri dan Soedjana (1983) dimensi utama kapal yang terdiri dari : 1) Panjang kapal (Length/L) Panjang kapal dapat dibedakan dalam 3 bagian yaitu LOA, LPP dan LWL. Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak tegak lurus kapal yang diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik terbelakang dari buritan. Panjang total ini merupakan panjang yang terbesar dari sebuah kapal dan diukur sejajar dengan lunas kapal seperti ditunjukkan pada Gambar 2 LOA Gambar 2 Ukuran panjang total kapal (LOA)

30 10 10 Jarak sepanjang garis tegak atau LPP/LBP (Length Perpendicular/Length Between Perpendicular) adalah jarak horizontal yang dihitung dari garis tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan atau FP (Fore Perpendicular) ialah garis khayal yang terletak tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Sedangkan yang dimaksud dengan garis tegak buritan atau AP (After Perpendicular) ialah sebuah garis khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau berada di belakang poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi) (Gambar 3). AP LPP FP Gambar 3 Ukuran panjang garis tegak (LPP) Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horizontal pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan linggi buritan (Gambar 4). LWL Gambar 4 Panjang garis air (LWL)

31 ) Lebar kapal (Breadth/B) Lebar kapal pada umumnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu : Lebar terbesar atau B max (Breadth maximum), adalah jarak horizontal pada lebar kapal yang terbesar, dihitung dari salah satu sisi terluar (sheer) yang satu ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan (Gambar 5). Lebar dalam atau B moulded (Breadth moulded), adalah jarak horizontal pada lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu ke bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan (Gambar 5). Gambar 5 Lebar kapal (sumber : Dahri dan Soedjana, 1983 digambar ulang) 3) Dalam kapal (Depth) Dalam suatu kapal dibedakan atas : Dalam atau D (Depth), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah kapal sampai titik terendah badan kapal (Gambar 6). Sarat kapal atau d (draft), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal (Gambar 6) Lambung bebas (freeboard), adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan sheer (Gambar 6).

32 12 12 Gambar 6 Dalam kapal (sumber : Dahri dan Soedjana, 1983 digambar ulang) Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal karakteristik perbandingan dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Perbandingan tersebut meliputi : 1) Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal; 2) Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas; dan 3) Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal. Iskandar dan Novita (2000) mengemukakan, bahwa rasio dimensi utama kapal penangkap ikan tradisional di Indonesia memiliki beberapa perbedaan nilai parameter pada badan kapal apabila dibandingkan dengan kapal Jepang, dengan demikian nilai kisaran yang dimiliki oleh kapal Jepang sebagian besar lebih besar dari parameter kapal Indonesia. Menurut Iskandar (2007), mengatakan bahwa apabila nilai L/B semakin mengecil maka nilai rasio akan berpengaruh terhadap kecepatan kapal, nilai L/D semakin membesar mengakibatkan kekuatan memanjang kapal menjadi lemah, sedangkan nilai dari B/D makin membesar maka akan memberikan stabilitas kapal yang baik namun propulsive ability akan memburuk.

33 Koefisien Balok (Coeffisien of block) Koefisien bentuk suatu kapal erat hubungannya dengan stabilitas kapal, menurut Fyson (1985), stabilitas kapal ikan didefenisikan sebagai kemampuan kapal tersebut untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami momen temporal. Momen ini dapat disebabkan oleh angin, gelombang, sebaran muatan di kapal, air di dek dan lain-lain. Muckel (1975) menyatakan bahwa stabilitas kapal tergantung pada beberapa faktor antara lain dimensi kapal, bentuk kapal badan kapal yang ada di dalam air, distribusi benda-benda yang ada diatas kapal dan sudut kemiringan kapal terhadap bidang horizontal. Fyson (1985) mengemukakan bahwa coefficient of fineness akan menunjukkan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan kapal yang berbeda dan volume badan kapal terhadap masing-masing dimensi utama kapal, coefficient of fineness untuk kapal yang tidak bergerak (V = 0 m/det). 2.5 Parameter Hidrostatis Menurut Iskandar dan Novita (1997), parameter hidrostatis merupakan parameter yang menyangkut kemampuan kapal untuk mengapung ditas air. Parameter hidrostatis juga menggambarkan kondisi awal kapal (by design) selama kapal mengalami perubahan berat, variasi trim dan draf. Beberapa parameter hidrostatis yang perlu diketahui antara lain (Derret & Barras 2006) : 1) Volume displasement ( ), menunjukan kapasitas/volume badan kapal dibawah water line (WL) atau volume air yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu. 2) Ton displacement (Δ), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu. 3). Coefficient of block (Cb), menunjukkan perbandingan antara nilai volume displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan kapal. Cb juga dikenal sebagai koefisien kegemukan badan kapal (Gambar 7).

34 14 14 Gambar 7 Coefficient of block (Cb) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang) 4) Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (A ) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl). Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal (Gambar 7). 5) Coefficient vertical prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingann antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal. Cvp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara vertikal (Gambar 8). Gambar 8 Coefficient of prismatic (Cp) dan coefficient vertical prismatic (Cvp) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

35 ) Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal pada bagian waterplan area (Gambar 9). Gambar 9 Coefficient of waterplane (Cw) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang) 7) Coefficient of midship (C ), menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C mengambarkan bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship (Gambar 10). Gambar 10 Coefficient of midship (C ) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang) Coefficient of midship (C ), menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. C mengambarkan bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship. Koefisien bentuk kapal juga dipengaruhi oleh luas

36 16 16 bagian lambung kapal yang terbenam dalam air, bentuk lambung kapal yang terbenam di air berbeda-beda sesuai dengan jenis kapal, dimana kapal yang memerlukan kecepatan tinggi maka bentuk lambungnya lebih langsing dibandingkan dengan jenis kapal yang kurang memerlukan kecepatan tinggi. Bentuk lambung kapal ini berhubungan dengan koefisien bentuk. Dibawah ini disajikan nilai koefisien bentuk yang dikemukakan oleh Nomura dan Yamazaki (1977), Tabel 1. Tabel 1 Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat tangkap yang dioperasikan Kelompok kapal Kisaran nilai C b C p C C w Alat tangkap yang ditarik 0,58 0,67 0,66 0,72 0,88 0,93 - Alat tangkap pasif 0,63 0,72 0,83 0,90 0,65 0,75 0,91 0,97 Alat tangkap yang 0,57 0,68 0,76 0,94 0,67 0,78 0,91 0,95 Dilingkarkan 2.6 Sistem Propulsi Kapal Kapal yang sedang bergerak merupakan suatu benda yang terapung dan bergerak pada media air. Apabila kapal tersbut bergerak maka padanya akan mengalami hambatan (resistance force) dari media yang dilaluinya (Kilmanun, 1993). Agar kapal dapat bergerak dengan sesuatu kecepata yang diinginkan, maka kapal tersebut harus diberikan suatu dorongan yang dihasilkan dari mesin induk ke baling-baling. Gaya dorong tersebut harus lebih besar dari besarnya tahanan yang bekerja pada badan kapal, dengan demikian gaya dorong merupakan fungsi dari bentuk badan kapal. Apabila bentuk badan kapal didesain sebaik mungkin maka tahanan yang bekerja pada kapal tersebut akan lebih kecil, dengan demikian daya mesin penggerak yang dipergunakan akan lebih kecil pula. Untuk itu maka sisim penggerak atau propulsi kapal sangat penting peranannya dalam perencanaan sebuah kapal.

37 Mesin kapal Mesin utama kapal ikan Mesin utama kapal ikan yang pada umumnya digunakan saat ini adalah berdasarkan sistem pembakaran suatu motor maka dapat dibedakan menjadi motor listrik, motor pembakaran luar, dan motor pembakaran dalam. Pembakaran yang berlangsung didalam silinder disebut motor pembakaran dalam (Soenarto, 1985). Pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efesiensi eksplotasi kapal perikanan. Mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil kerja sesuai dengan tenaga dan kecepatan yang diinginkan (Trianto, 1985). Mesin induk merupakan mesin penghasil tenaga sebagai penggerak utama yang dilengkapi dengan adanya poros, baling-baling, bantalan tabung poros baling-baling (stren tube), kopling dan kemudi. Klasifikasi mesin pokok terdiri dari mesin uap torak, mesin uap turbin, turbin gas dan motor bakar (Trianto, 1985). Soenarta dan Furuhama (1985), mengemukakan bahwa mesin kapal harus dipasang sedemikian rupa sehingga poros engkol yang dihubungkan dengan poros propeller agak menurun sedikit di buritan. Akan sangat baik kalau kemiringannya kecil yaitu tidak lebih dari 8 0. Kalau kemiringannya lebih besar akan mengurangi daya yang dikeluarkan sehingga kecepatan pun berkurang. Dudukan mesin harus satu sumbu dengan bantalan poros propeller dan dipasang secara tetap dan menetap kuat pada kapal. Menurut Murdiyanto dan Iskandar (2004), mengemukan bahwa mesin kapal pada umumnya mempunyai konstruksi dan karakteristik yang berbeda dengan mesin yang ada didarat, yang menjadi pertimbangan utama pada mesin kapal adalah keselamatan. Mesin ini dipergunakan diperairan, dan apabila terjadi kecelakaan akan berakibat fatal. Ketika kapal sedang berlayar maka mesin kapal digunakan dengan waktu yang lama secara terus-menerus. Penggunaan mesin yang terus-menerus dan kurangnya perawatan akan menyebabkan adanya penurunan daya yang dikeluarkan. Penurunan daya ini menyebabkan putaran mesin mesin turun dan diteruskan dengan menurunnya putaran propeller yang menyebabkan kecepatan kapal berkurang.

38 18 18 Penurunan daya juga akan menurunkan efisiensimesin kapal tersbut baik terhadap waktu maupun bahan bakar. Menurut Arismunandar (1977), mesin yang banyak digunakan sekarang adalah mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau yang mengubah energi termal menjadi energi mekanik. Energi itu sendiri dapat diperoleh dengan proses pembakaran, proses fusi bahan bakar nuklir atau proses lain-lain. Ditinjau dari segi cara memperoleh energi mesin kalor dibagi menjadi dua golongan, yaitu mesin pembakaran luar dan mesin pembakaran dalam. Mesin pembakaran luar proses pembakaran terjadi di luar mesin, dimana energi termal dari gas hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin, melalui beberapa dinding pemisah. Pada umumnya mesin pembakaran dalam dikenal dengan motor bakar. Proses pembakaran berlangsung di dalam motor bakasr itu sendiri sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja. Menurut Echizen et. al., (1987), mesin kapal penangkap ikan adalah nama umum dari mesin yang mempunyai konstruksi dan penampilan yang cocok digunakan untuk menangkap ikan. Mesin kapal terdiri atas dua macam, yaitu mesin utama yang digunakan untuk memutar baling-baling atau sebagai tenaga penggerak kapal dan mesin bantu yang digunakan untuk membantu operasi penangkapan. Pada umumnya mesin utama dan mesin bantu adalah mesin pembakaran. Penggunaan mesin dalam suatu usaha penangkapan merupakan suatu usaha modernisasi dalam bidang perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan. Perbedaan tenaga penggerak dari berbagai armada penangkapan akan memberikan perbedaan terhadap hasil tangkapan pada suatu daerah penangkapan (fishing ground) yang sama, (Jakobson, 1964). Berdasarkan pemasangan mesin di kapal, mesin dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: mesin inboard yang pemasangannya diatas deck kapal sehingga dapat dibongkar pasang dengan mudah atau pemasangannya didalam deck. Mesin outboard dirancang untuk pelayaran yang memiliki dua jenis yaitu mesin yang dirancang khusus untuk di laut yang biasanya disebut marine engine yang umumnya terdapat di kapal layar serta jenis mesin yang kedua adalah mesin yang berporos panjang.

39 19 19 Berdasarkan letak pemasangan mesin outboard dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu: mesin yang dipasang disamping kapal, dibagian belakang kapal (buritan kapal), dan didalam kapal pada bagian buritan kapal (Traung, 1975). Menurut Soenarta (1985), mesin tempel adalah salah satu jenis mesin outboard yang terdiri dari sebuah mesin, poros penggerak, gigi reduksi, poros balingbaling, dan baling-baling. Karakteristik dari mesin tempel adalah sebagai berikut : 1) Umumnya mesin tempel adalah mesin dua tak; 2) Menghasilkan daya keluaran per berat unit yang besar, 3) Beratnya ringan dan kompak; dan 4) Sangat mudah dibongkar dan dipasangkan pada kapal serta serta mudah dibawa-bawa. Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) (1989)), menyebutkan bahwa posisi pemasangan mesin terhadap dudukan mesin haruslah sempurna untuk mencegah getaran mesin. Sudut pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin dapat telihat pada Tabel 2 : Tabel 2 Pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin Sudut inklinasi Komponen instelasi Sisi kapal Depan dan belakang kapal Statis Dinamis Statis Dinamis Mesin utama 15 22,5 5 7,5 Menurut Ayodhyoa (1972), mengemukakan bahwa persyaratan mesin yang layak pakai dan dapat pula dioperasikan yaitu harus memenuhi syarat BKI, mempunyai bobot yang relatif ringan dengan volume yang relatif kecil, pada kapal kekiri atau kekanan (oleng) yang terus menerus dengan sudut kemiringan 22,5 0 motor tetap dapat berfungsi, pada keadaan oleng arah membujur (trim) yang terus menerus dengan sudut kemiringan 10 0 motor dapat befungsi, efisien dalam pemakaian bahan bakar, tidak menimbulkan getaran yang merugikan, mudah untuk diperbaiki

40 20 20 (dibongkar pasang pada setiap saat) mengingat kemungkinan terjadinya kerusakan pada saat pelayaran, tahan terhadap air laut, tidak menggunakan bahan bakar yang mudah terbakar, tahan untuk pengoperasian yang sifatnya terus-menerus dan mudah untuk dioperasikan. Akasaka T dan Tower B (1988) mengemukakan bahwa mesin yang menggerakkan kapal ikan yaitu mesin diesel dan mesin bensin. 1) Mesin diesel Prinsip kerja mesin diesel adalah mengisap udara di dalam tabung bahan bakar untuk untuk meningkatkan suhu dan tabung bakar atau silinder, apabila udara ini ditekan dalam silinder menyebabkan suhu dan tekan tekanan akan sangat tinggi secara tiba-tiba pada saat bahan bakar solar disemprotkan dalam bentuk embun sehingga terjadi pembakaran dalam silinder. Mesin diesel memanfaatkan pemuaian gas untuk membangkitkan tenaga putar propeller atau baling-baling. 2) Mesin bensin Prinsip kerja mesin bensin sama saja dengan mesin diesel namun mesin besin menggunakan bahan bakar bensin dimana pembakaran terjadi di dalam silinder dengan cara percikan api listrik yang berasal dari accu, kelebihan dari mesin ini adalah lebih ringan dari mesin diesel. Mesin bensin biasanya digunakan pada kapalkapal yang umumnya disebut mesin tempel Cara mengatur fungsi mesin bakar intern Agar mesin yang tiap siklusnya terjadi empat kali langkah torak atau satu kali putaran poros engkol untuk menghasilkan satu kali langkah usaha yang terjadi pada saat itu adalah, langkah pemasukkan, langkah kompresi, langkah usaha/ekspansi, dan langkah pembuangan. Mesin dua langkah lebih kecil ruang geraknya namun lebih besar tenaga (output) yang dihasilkan lebih besar dari mesin empat langkah, diman prinsip kerja dari mesin ini terjadi dua kali langkah torak atau satu putaran poros engkol untuk menghasilkan satu langkah usaha, selain itu mesin dua langkah lebih sederhana konstruksinya tidak banyak mengalami gangguan, mudah dipasang, namun dalam

41 21 21 proses pembakaran banyak menggunakan bahan bakar dan minyak pelumas serta ruang pembakaran dengan mudah kotor, keuntungannya yaitu lebih menguntungkan daripada kekurangannya sehingga sistim inilah yang digunakan pada mesin diesel Sistem poros dan baling-baling Sistem poros Poros merupakan suatu alat yang digunakan untuk menggerakkan balingbaling kapal yang dimana daya penggeraknya diperoleh dari hasil kerja dari mesin kapal. Poros merupakan salah satu bagian yang penting dari setiap mesin, hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Poros mempunyai peranan penting dalam mentransmisikan daya (Sularso. 1983). Poros merupakan suatu seri batang yang di pasang di mesin utama dan balingbaling (propeller) atau untuk meneruskan daya putar mesin utama ke baling-baling atau meneruskan dorongan air yang dihasilkan dengan perputaran baling-baling ke kapal melalui roda pelor pendorong (Echien el. al, 1987). Firnasari (2004), mengemukakan bahwa poros baling-baling merupakan penghubungkan anatara mesin dan baling-baling. Perputaran putar dari poros mengakibatkan baling-baling juga ikut berputar. Berputarnya baling-baling mengakibatkan perpindahan massa air yang berada didepan baling-baling ke belakang baling-baling, perpindahan massa air tersebut mengakibatkan kapal dapat bergerak maju. Akasaka T dan Tower B (1988) menyampaikan bahwa poros baling-baling berfungsi untuk menyalurkan gaya dari mesin induk ke baling-baling dan sekaligus merndamkan getaran oleh mesin dan baling-baling ke seluruh bagian tubuh kapal.

42 22 22 (1) Macam-macam poros Menurut Sularso (1983), poros umumnya digunakan untuk meneruskan daya yang mana dapat diklasifikasikan menurut pembebanannya adalah sebagai berikut : 1). Poros Transmisi, poros ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling.roda gigi, puli sabuk atau spoket rantai dan lain-lain. 2). Spindel, poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, yang disebut spindel. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti 3). Gardan, seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh perputar, yang mana disebut gardan. Gardan ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga. (2) Hal-hal penting dalam perencanaan poros Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) Kekuatan poros, dimana suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur, atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin, dan lain-lain. Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros mempunyai alur pasak, harus diperhatikan. 2) Kekakuan Poros, apabila sebuah poros mempunyai kekuatan yang kuat tetapi jika lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan menakibatkan ketidak telitian atau getaran dan suara. Disamping itu kekuatan poros, kekakuannya juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros tersebut. 3) Putaran Kritis, apabila suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya, maka putaran ini disebut

43 23 23 putaran kritis. Hal tersebut dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik dan lain-lain, dan dapat mengakibatka kerusakan pada poros dan bagian lainnya. 4) Korosi, bahan-bahan tahan terhadap korosi (temasuk plastik) harus dipilih untuk poros baling-baling dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian halnya untuk poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros yang sering berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi. 5) Bahan Poros, poros untuk mesin umumnya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut dahan S-C) yang dihasilkan dari ingot yang di- kill (baja yang dideoksidasikan dengan ferrerolikondan dicor, kadar karbon terjamin). (3) Poros dengan beban puntir dan beban lentur Poros yang mendapat pembebanan utama berupa torsi, seperti pada poros motor dengan sebuah kopling, tidak mendapat beban lain kecuali torsi, maka diameter poros tersebut dapat lebih kecil. Jika diperkirakan akan terjadi pembebanan berupa lenturan, tarikan, atau tekanan, maka kemungkinan adanya pembebanan tambahan tersebut perlu diperhintungkan dalam faktor keamanan yang diambil. Pada umumnya poros meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi, dan rantai. Dengan demikian poros tersebut mendapat beban puntir dan beban lentur sehingga pada permukaan akan terjadi tegangan geser karena momen puntir dan tegangan karena momen lentur Sistem baling-baling kapal Baling-baling merupakan salah satu bagian yang termasuk dalam sistem propulsi kapal yang menghasilkan gaya dorong (penggerak) untuk mengantisipasi tahanan yang dialami kapal dan hanya dapat bekerja atas dasar putaran mesin induk kapal. Mesin induk kapal dengan baling-baling merupakan kesatuan sistem yang tidak dapat terpisahkan dalam perencanaan propulsi kapal (Djatmiko et al, 1983).

44 24 24 Ukuran baling-baling mempunyai ukuran yang berbeda-berbeda berdasarkan ukuran kapal dan disamping itu juga dapat ditentukan oleh pitch (P), diameter (D), dan jumlah, tebal dan luas daun (Soenarto, 1985) Aksis baling-baling Periode awal perkembangan teori baling-baling ulir diterangkan berdasarkan prinsip dari perputaran mur pada baut. Bila diputar satu kali, baut akan bergerak maju sepanjang langkah ulirnya (Pitch). Penerapannya pada baling-baling, dengan mengasumsikan bahwa tidak memiliki viskositas maka dalam suatu kisaran balingbaling akan bergerak maju sejauh jarak pitch. Dalam keadaan slip nol, kapal tidaj bergerak maju karena tidak ada dorongan yang dihasilkan oleh baling-baling (Sumarlan, 1983). Dalam keadaan tidak bergerak, namun baling-baling tetap berputar, maka baling-baling berada dalam keadaan slip 100% (Attwood & Pangelly, 1967). Deskripsi tentang slip diperlihatkan pada Gambar 11. Jarak maju satu putaran Slip Arah Gerakan Putaran D maju Pitch Gambar 11 Diskrepsi slip dan pitch baling-baling

45 25 25 Menurut Djatmiko et al (1983), menyatakan bahwa mesin induk kapal dengan baling-baling merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam perencanaan propulsi kapal. Menurut Suzuki, (1978), bahwa apabila kecepatan sebuah kapal melebihi kecepatan yang diperlukan oleh kapal maka akan mengakobatkan kapal tersebut tidak efisien. Hal tersebut disebabkan karena untuk menambah daya dorong (HP) lebih dari kecepatan yang sesuai, tidak hanya menyebabkan mesin yang digunakan terlalu besar, tetapi akan menyebabkan konsumsi bahan bakar lebih tinggi tanpa adanya perubahan kecepatan yang berarti Elemen baling-baling Baling-baling mempunyai fungsi sebagai alat mempercepat air yang melewati bidang pinggiran baling-baling dari reaksi yang timbul akibat percepatan air tersebut mengahsilkan daya dorong ke muka. Jadi timbul perubahan momentum dimana yang semula diam, karena aksi baling-baling mengakibatkan terjadinya percepatan air. Ditinjau dari teori elemen daun, propeller merupakan baling-baling angkat (lifting vane) dimana daya angkat dan tahanan pada elemen daun berperan menambah gaya dorong dan tenaga putar (Olson, 1965). Prinsip kerja elemen daun baling-baling berdasarkan perbedaan tekanan pada kedua sisi baling-baling dimana kecepatan aliran air pada bagian punggung lebih besar dari sisi muka sehingga tekanan pada bagian punggung yang lebih tinggi, perbedaan tekanan inilah yang menghasilkan daya angkat (Sutrisno, 1982). Tekanan pada bagian punggung merupakan tekanan negative karena seolah-olah terjadi hisapan dan baling-baling mendapatkan tekanan dorong dari hasil hisapan tersebut (Attwood dan Pangelly, 1967).

46 26 26 Suctin Zone Back Trailing edge Leading edge Pressure zon Face Gambar 12 Distribusi tekanan pada elemen daun baling-baling (Attwood & Pangelly, 1967) Klasifikasi baling-baling Berdasarkan karakteristik pitch 1. Baling-baling Pitch Tetap Picth dari baling-baling ini terpasang tetap pada bos dan tidak berubah-ubah. Jenis baling-baling ini terbagi atas dua, yaitu picth tetap bervariasi dalam arah radial (Harval, 1992). Menurut Djatmiko et al (1983), picth (P) adalah jarak aksial yang dicapai setiap satu kali berputar. Pada pembebanan yang tinggi baling-baling ini tidak dapat dimanfaatkan daya motor yang baik (Nierich dkk 1984). 2. Baling-baling Kendali Daun Baling-baling picthnya dapat dikontrol, sehingga lanjut kisarannya dapat dikontrol. Dengan demikian seluruh daya motor dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam kondisi benda yang berbeda-beda. Keuntungan lain adalah kemampuan olah gerak yang cepat dan tanpa harus berhenti, berbalik atau merubah arah putaran dan praktis untuk mengatasi getaran karena adanya torsi.

47 Berdasarkan struktur mekanik Monoblok propeller adalah baling-baling dimana terpasang tetap pada bos sehingga tidak dapat dipisahkan Baling-baling assembling Baling-baling assembling adalah daun dan bos dapat dipisahkan. Hal ini memberikan keuntungan karena daun dapat diganti karena rusak, namun berdampak pada efisiensi Berdasarkan arah putaran Arah rotasi adalah putaran baling-baling yang berputar dari kanana menurut arah jarum jam yang akan memutarkan baling-baling pada rotasi maju atau sebaliknya, jika dilihat dari buritan, jika dilihat dari buritan (Rawson,1984). Pada kapal berbaling-baling, dikenal dengan baling-baling putaran kiri dan baling-baling kanan, sedangkan kapal berbaling-baling dua dan putaran dalam. Menurut (Yamamoto. 1982), bahwa baling-baling kanan berputar kekanan dan baling-baling kiri berputar ke kiri maka pasangan baling-baling demikian disebut putaran ke kanan, maka putarannya disebut putaran kedalam (Inward turning) Berdasarkan jumlah daun Berdasarkan jumlah daun, baling-baling dapat diklasifikasikan menjadi baling-baling berdaun dua, baling-baling berdaun tiga, baling-baling berdaun empat dan lain-lain. Pemilihan jumlah daun baling-baling yang digunakan tergantung dari beban gaya dorong dan tingkat getaran (Olson, 1965) Berdasarkan ukuran Berdasarkan ukuran, baling-baling mempunyai ukuran yang berbeda-beda sesuai dengan motor penggerak yang digunakan pada kapal dan daya motor yang dipakai oleh motor penggerak kapal. Dilihat dari jenisnya, baling-baling mempunyai kode tertentu, dimana kode tersebut menunjukkan ukuran dari setiapbaling-baling

48 28 28 yang dinyatakan dengan jumlah daun, panjang picth, dan diameter baling-baling (Prado, 1990). 2.7 Kecepatan Kapal Kecepatan kapal sangat diperlukan dalam operasi penangkapan ikan untuk sebuah kapal perikanan. Kecepatan dibutuhkan dan diperhitungkan dalam melakukan pelayaran menuju fishing ground dan kecepatan pengajaran ikan. Kecepatan juga diperhitungkan pada saat kembali menuju pangkalan pendaratan ikan fishing port agar ikan-ikan hasil tangkapan dapat secepatnya diproses sehingga kesegaran ikan masih sangat baik. Menurut Trianto (1985) pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efisiensi eksploitasi kapal perikanan, mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil kerja sesuai dengan tenaga dan kecepatan yang diinginkan. Untuk itu dalam pemilihan mesin haruslah disesuaikan dengan kapal yang kita miliki. Ayodhyoa (1972), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menentukan kecepatan kapal adalah faktor-faktor dimensi utama, displacement, bentuk badan kapal yang berada dalam air, trim, dan mesin penggerak. Dimensi utama kapal, semakin besar ukuran nilai panjang kapal (L), dengan besaran nilai lebar (B) tetap, maka kecepatan akan bertambah baik. Secara tidak langsung dimensi kapal sangat mempengaruhi kecepata kapal seperti panjang kapal (Length, L), lebar (Lebar, B), serta dalam kapal (Depth,D). Menurut Fyson (1985), mengemukankan bahwa dimensi rasio kapal seperti L/B, L/D, B/D, L/B, sangatlah berpengaruh terhadap kecepatan maju kapal, menurunnya nilai perbandingan L dan B (L/B) sehingga menyebabkan menurunnya kecepatan kapal. Novita dan Iskandar (2008), mengemukakan bahwa tahanan gerak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan kapal yang dihasilkan oleh kasko kapal pada saat terjadinya interaksi an atara alairan air dengan kasko kapal. Semakin besarnya tahanan gerak yang dihasilkan, sehingga tenaga yang yang dibutuhkan semakin besar yang dibutuhkan pada kapal untuk melaju di laut. Kecepatan yang dibutuhkan tiap kapal berbeda-beda tergantung dari alat tangkap

49 29 29 yang dioperasikan, selain itu juga dipengaruhi oleh ukuran panjang, lebar dan dalam, coefisien of fineness, displecement, trim, bentuk kapal dibawah air dan kekuatan mesin. Kecepatan ekonomis kapal akan berpengaruh jika perbandingan antara kecepatan kapal (V/L, V: kecepatan kapal dalam knots dan L: panjang kapal dalam meter) mendekati 1,0 untuk kapal-kapal cepat perbandingannya lebih dari 1,2 dan untuk kapal-kapal lambat nilai ini kurang dari 0,8 (Nomura dan Yamazaki, 1977). Selain itu Munro dan Smith (1975), mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi efisiensi propulsi dan kecepatan kapal anatara lain letak mesin, konstruksi kasko serta efesiensi baling-baling. Fyson (1995) menyatakan tahanan kapal pada kecepatan yang diberikan merupakan daya yang dikehendaki untuk melaju pada perairan tenang, diasumsikan bahwa tidak terdapat gangguan pada mesin penggerak kapal. Bila kapal mengalami penambahan beban, disebut tahanan badan kapal pada saat kapal kosong. Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi tahanan tersebut effective horse power (EHP), dalam penentuan HP dikenal beberapa istilah, yaitu : 1) Indicated horse power (IHP), tenaga yang dihasilkan untuk menggerakkan torak; 2) Break horse power (BHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan roda gila; 3) Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan poros baling-baling; dan 4) Effective horse power (EHP), tenaga efektif yang digunakan untuk menggerakakan kapal. 2.8 Sudut jatuh poros Sudut jatuh poros dapat mempengaruhi kecepatan kapal. Menurut Firnasari (2004), mengemukakan bahwa untuk mengetahui berapa besarnya sudut jatuh poros yang masuk kedalam air dengan menggunakan alat ukur (waterpass) pada satu sudut yang sejajar dengan permukaan air yang berdekatan dengan panjang poros sehingga sudut yang terbentuk dapat terlihat dibusur. Untuk mengetahui berapa besarnya sudut

50 30 30 jatuh masing-masing poros baling-baling yang digunakan pada kapal jukung maka dapat diukur dengan alat ukur waterpass. Jarak baling-baling dari permukaan air dapat mempengaruhi besaran sudut jatuh yang terjadi. Finarsari (2004) mengemukakan bahwa besaran sudut jatuh merupakan variabel bebas dan jarak baling-baling dari permukaan air merupakan variabel tidak bebas.

51 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilakukan selama tiga bulan (3) ( bulan yaitu mulai bulan Juli sampai dengan September 2010 di perairan Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara. Pulau sebagai lokasi penelitian adalah 1) di desa tersebut Penetapan Ur P terdapat sumber daya perikanan laut yang melimpah, 2) Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan masih sederhana, 3) dalam pengoperasian kapal jukung nelayan belum memperhatikan ukuran baling baling-baling yang sesuai dengan daya mesin. Masyarakat Urr Pulau umumnya berprofesi sebagai nelayan tradisional, dimana hasil tangkapan yang diperoleh menjadi komsumsi keluarga dan hasil tangkapan yang diperoleh oleh adalah jenis jenis-jenis jenis ikan demersal seperti kakap, kerapu, parang-parang, parang, ekor kuning dan mata besar. Adapun peta lokasi penelitian disajikan pada (Gambar 13) Gambar 13 Peta lokasi penelitian

52 Objek dan Peralatan Penelitian Objek penelitian Objek di dalam penelitian ini adalah : 1) Kapal jukung dengan menggunakan semang yang di lengkapi dengan : (1) Motor penggerak merek Honda type GX 160 dengan daya mesin masing-masing 5,5 HP dan 6,5 HP (2) Baling-baling berdaun dua dengan ukuran/nomor 5-6, 6,5, dan 5 (3) Poros baling-baling dengan panjang poros 2,20 m dan 2,60 m yang di gunakan pada kapal yang menggunakan semang dan kapal yang tidak menggunakan semang. Tabel 3 Spesifikasi teknis kapal sedap malam (kapal yang menggunakan semang) Keterangan Nama Sedap Malam Tahun Pembuatan 2009 Bahan Kayu Kayu Ketapa (terminalia catapa) L OA 10,05 meter L PP 0,95 meter Lebar (B) 0,97 meter Lebar pada garis air (B WL ) 0,87 meter Dalam (D) 0,56 meter Draf (d) 0,25 meter Merk Honda GX 160 Tenaga penggerak 5,5 HP dan 6,5 HP Baling-baling berdaun dua Panjang poros baling-baling 2,60 m dan 2,20 m Diameter poros baling-baling 0,15 m; 0,16 m; 0,17 m Putaran mesin 1800 rpm

53 33 33 Tabel 4 Gambar 14 Kapal yang menggunakan (katir) semang 2) Kapal jukung yang tidak menggunakan semang yang di lengkapi dengan : a) Motor penggerak merek Honda type GX 160 dengan daya mesin masing-masing 5,5 HP dan 6,5 HP b) Baling-baling berdaun dua dengan ukuran/nomor 5-6, 6,5, dan 5 c) Poros baling-baling dengan panjang poros 2,20 m dan 2,60 m yang di gunakan pada kapal yang menggunakan semang dan kapal yang tidak menggunakan semang Spesifikasi teknis kapal bukit sion (kapal jukung tanpa menggunakan semang) Keterangan Nama Bukit Sion Tahun Pembuatan 2009 Bahan Kayu Kayu Pulai (alstonia sp) L OA 10 meter L PP 0,92 meter Lebar (B) 0,94 meter Lebar pada garis air (B WL ) 0,84 meter Dalam (D) 0,54 meter Draf (d) 0,23 meter Merk Honda GX 160 Tenaga penggerak 5,5 HP dan 6,5 HP Baling-baling berdaun dua Panjang poros baling-baling 2,60 m dan 2,20 m Diameter poros baling-baling 0,15 m; 0,16 m; 0,17 m Putaran mesin 1800 rpm

54 34 34 Gambar 15 Kapal jukung tanpa menggunakan semang Tabel 5 Ukuran baling-baling berdaun dua No Baling-baling Luas baling- Picth Diameter Urut baling(cm 2 ) (Cm 2 ) , ,5 2 6,5 88, , , , Peralatan penelitian Peralatan yang di gunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini adalah pal sebagai tanda jarak, stopwatch, meter gulung, jangka sorong, waterpass, alat tulis menulis, untuk pengolahan data digunakan satu unit komputer, perangkat lunak program microsoft office excel untuk menyelesaikan perhitungan matematis serta tampilan-tampilan grafik, minitab untuk pengelolaan data statistik. 3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi lapang eksperimental yaitu salah bentuk dasar penelitian yang dilakukan dengan merubah suatu keadaan untuk melihat suatu kejadian yang timbul dari akibat dari perubahan tersebut (Arikunto 1991). Perubahan yang akan dilakukan adalah pergantian ukuran/nomor baling-baling pada setiap daya mesin yang akan diuji cobakan sehingga terlihat perubahan kecepatan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari suatu kasus tertentu dan objek tebatas (Mantjoro dkk. 1989), serta

55 35 35 pengukuran ukuran pokok kapal. Pengukuran kecepatan kapal untuk berbagai ukuran/nomor baling-baling (5-6, 6,5,dan 5), daya mesin, poros baling-baling di Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara dengan cara : 1) Pengambilan data primer dan sekunder 2) Menentukan dua titik didarat yaitu titik A dan titik B, sebagai titk pengamatan yang jaraknya 100 m, dimana pada masing-masing titik dipasang sejajar mengarah ke laut. 3) Kapal yang diukur kecepatannya mulai berjalan jauh sebelum melewti titik A, pengamat yang berada pada titik tersebut akan memberikan tanda pada pengamat yang berada pada titik B dan pengamat yang berada diatas kapal. 4) Pengukuran secara menyeluruh kapal untuk mendapatkan data demensi utama kapal Jenis Data Jenis data yang akan dikumpulkan adalah 1) Dimensi utama kapal, efesiensi baling-baling yang merupakan perbandingan antara daya yang dihasilkan oleh baling-baling untuk menggerakan kapal dan daya yang disalurkan ke baling-baling (variable terkait). 2) Pitch adalah jarak maju (aksial) sebenarrnya yang ditempuh oleh baling-baling bila berputar sebanyak satu putaran(variable bebas). 3) Daya mesin yang mempunyai kemampuan untuk membawa atau menggerakan kapal jukung dan daya yang disalurkan ke baling-baling, kondisi kapal setelah penambahan sejumlah beban tertentu. 4) Kemiringan katinting disesuaikan dengan kondisi dilapangan/kemiringan yang selalu dipakai oleh nelayan. 5) Sudut jatuh poros Untuk mengetahui berapa besarnya sudut jatuh poros yang masuk kedalam air dengan menggunakan alat ukur waterpass pada satu sudut yang sejajar dengan permukaan air yang berdekatan dengan panjang poros sehingga sudut yang terbentuk dapat terlihat dibusur (Gambar 16).

56 36 36 Panjang poros yang tidak terendam Sudut Jatuh Poros Busur Mesin Baling-baling Waterpass θ Tinggi Poros Poros Fondasi mesin Baling-baling Gambar 16 Sudut jatuh poros baling-baling 7) Panjang poros seluruh Pengukuran panjang poros dilakukan berawal dari flens mesin dengan poros sampai pada batas pertemuan poros dengan baling-baling (Gambar 17). Panjang poros baling-baling Baling-baling Diameter poros Mesin Sirip Gambar 17 Panjang poros baling-baling Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dan pengamatan serta melakukan eksperimental. Eksperimental dilakukan pada 2 unit kapal jukung dengan menggunakan semang dan tanpa semang dari 154 buah kapal yang beroperasi di perairan Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara. Data primer yang diambil adalah dimensi utama kapal, pengukuran kecepatan kapal pada beberapa ukuran balingbaling dengan menghitung waktu yang dibutuhkan kapal untuk menempuh jarak 100

57 37 37 meter, panjang poros baling-baling, dan sudut jatuh poros baling-baling. Adapun langkah-langkahnya sebagai seberikut : 1) Pengambilan data primer dan sekunder 2) Menentukan dua titik didarat yaitu titik A dan titik B, sebagai titik pengamatan yang jaraknya 100 m, di mana pada masing-masing titik dipasang sejajar mengarah kelaut. 3) Pengambilan data kecepatan kapal dengan perlakuan ukuran baling-baling dari nomor 5-6, 6,5, 5 pada saat pengoperasian menggunakan dua daya mesin dengan jumlah baling-baling yang digunakan adalah dua buah, sedangkan pada saat menggunakan satu mesin, jumlah baling baling yang digunakan adalah satu buah untuk berbagai jenis ukuran baling-baling, dua jenis ukuran panjang poros balingbaling, sudut jatuh jatuh poros baling-baling. 4) Pengambilan data dimensi utama kapal yaitu untuk : Mengukur dimensi utama kapal jukung meliputi panjang (LOA) adalah jarak secara horisontal dari ujung buritan sampai ke ujung haluan kapal yang merupakan panjang keseluruhan dan (LWL), adalah jarak yang dihitung dari Fore perpediculer (Fp) sampai After perpendicular (Ap) pada water line lebar (B) karena panjang yang digunakan adalah LWL, maka lebar adalah breadth moulded yang diukur spada bagian tengah kapal terlebar dan terhitung pada kulit luar kapal dan lebar (D). Data sekunder diperoleh melalui pendekatan dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Maluku Tenggara serta untuk melengkapi hasil penelitian dan penulisan tesis ini dilakukan studi literatur Pengolahan Data Data yang dikumpulkan untuk dapat mengidentifikasikan karekteristik dimensi kapal jukung, dimensi ukuran baling-baling, daya mesin terhadap kecepatan kapal jukung di Ur Pulau, selanjutnya diolah dengan landasan perhitungan dan kemudian dikelompokkan serta dideskripsikan melalui tabulasi dan grafik. Hasil pengolahan data kemudian dianalisis dengan SPSS 16 untuk membandingkan

58 38 38 ukuran/nomor baling-baling, panjang poros, serta daya mesin untuk memperoleh kecepatan kapal jukung sebagai berikut : Tabel 6 Rancangan percobaan kecepatan kapal jukung Perlakuan Kecepatan knot Poros 1 Poros 2 Baling 1 Baling 2 Baling 3 Baling 1 Baling 2 Baling 3 Semang Daya 1 A Daya Daya Tanpa Daya semang Daya Daya A njkl Keterangan: A= kecepatan kapal n = 1 2, dimana n 1 = perahu dengan semang dan n 2 = perahu tanpa semang j = 1 3, dimana j 1 = daya mesin 5,5, HP; j 2 = daya mesin 6,5 HP dan j 3 = daya mesin 5,5 + 6,5 HP k = 1 2, dimana k 1 = poros panjang dan k 2 = poros pendek l = 1 3, dimana l 1 = baling-baling no 5-6; l 2 = baling-baling no 6,5 dan l 3 = baling-baling no Kecepatan Kapal Menghitung kecepatan kapal dengan menggunakan rumus (Halliday 1985) sebagai berikut : V = m / det ( 1 ) Keterangan : V = Kecepatan (m/s) S = Jarak (m) t = Waktu (s) Data kecepatan kapal dalam m/s akan dikonversikan menjadi knot, setelah itu data kecepatan kapal yang diperoleh maka dapat dibuat grafik dari kecepatan kapal.

59 Poros Dengan Moemen Puntir dan Lentur Poros umumnya berfungsi sebagai penerus daya melalui sabuk, roda gigi dan rantai. Dengan demikian maka poros tersebut akan memdapatkan beban puntir dan lentur sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser τ(=t/z p ) karena momen puntir T dan tegangan σ(=m/z) karena momen lentur. Beban yang bekerja pada poros umumnya adalah beban berulangan. Apabila poros tersebut memiliki roda gigi agar dapat meneruskan daya besar maka kejutan akan terjadi pada saat poros mulai atau sedang berputar. Dengan mengingat macam beban, sifat beban dan lainnya, maka ASME menganjurkan suatu rumus untuk dapat mennghitung diameter poros secara sederhana dimana sudah dimasukkan pengaruh kelelahan karena beban berulang. Dengan demikian berlaku persamaan (Sularso, 1983) : 1) Daya rencana P d (HP) P d = f c. P ( kg.mm) ( 2 ) Dimana : f c = factor koreksi P = daya yang ditransmisikan 2) Momen Puntir (momen rencana) T = 9,74 x 10 4 (kg.mm) ( 3 ) Dimana : n = putaran poros ( rpm ) P d = daya rencana (kg.mm) 3) Momen lentur (kg.mm) M = ( ) + ( ) (kg. mm).. ( 4 )

60 40 40 Dimana : d s = diameter poros ( mm ) = panjang poros ( m) 3.4 Metode Analisa Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yaitu salah bentuk dasar penelitian yang dilakukan dengan merubah suatu keadaan untuk melihat suatu kejadian yang timbul dari akibat dari perubahan tersebut (Arikunto 1991). Perubahan yang akan dilakukan adalah pergantian ukuran/nomor baling-baling pada setiap daya mesin yang akan diuji cobakan sehingga terlihat perubahan kecepatan. Penelitian ini menggunakan dasar studi kasus dimana penelitian dilakukan dengan cara mempelajari suatu kasus tertentu dan objek tebatas (Mantjoro dkk. 1989). Untuk menganalisis kecepatan kapal jukung dengan menggunakan ukuran/nomor baling-baling, ukuran poros baling-baling yang berbeda dan daya mesin di lapang maka dapat dihitung berdasarkan pendekatan teori. Untuk membandingkan perbedaan antara ukuran baling-baling (5-6, 6,5 dan 5) serta daya mesin (5,5 HP, 6,5 HP dan kombinasi 5,5 HP dan 6,5 HP), ukuran poros digunakan two way anova (anova dua arah) terhadap kapal yang menggunakan katir (semang) dan kapal yang tidak menggunakan semang menurut Sokal dan Rohif (1995).

61 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kapal Jukung Spesifikasi Teknis Kapal Jukung merupakan kapal yang dibangun dari satu potong kayu yang utuh. Kayu tersebut dibangun ruang dengan cara mengetam di bagian tengah kayu tersebut dengan arah memanjang. Dalam pembuatan kapal jukung memerlukan banyak bahan baku karena alat transportasi air ini terbuat dari satu pohon kayu yang mana masyarakat Ur Pulau umumnya menggunakan kayu katapa (Terminalia catapa) dan kayu pulai (Alstonia sp) sebagai bahan pembuatan kapal jukung. Semang adalah nama lokal yang umumnya digunakan oleh nelaya Ur Pulau dan nelayan di daerah Maluku secara keseluruhan pada kapal. Sehingga pada prinsipnya semang mempunyai fungsi sebagai alat penimbang kapal agar kapal tidak dengan mudah terbalik pada saat operasi penangkapan dan juga dalam melakukan kegiatan lainnya di laut. Kapal jukung yang menggunakan (katir) semang dengan maksud untuk menjaga stabilitas dari kapal tersebut sehingga kapal tidak oleng ke kiri dan ke kanan atau sehingga kapal tidak dengan mudah terbalik pada saat proses penangkapan. Pada mulanya kapal jukung yang digunakan saat itu masih menggunakan tenaga dayung (tenaga manusia) atau dengan menggunakan layar sebagai tenaga penggerak kapal, dimana saat itu daerah penangkapan masih berada di daerah pesisir. Dengan terjadinya pencemaran di laut akibat dari perkembangan teknologi sehingga saat ini nelayan setempat melakukan penangkapan sudah lebih jauh dari daerah pesisir. Kapal semang yaitu dimana semangnya dipasang pada sisi kiri dan kanan kapal. Konstruksi semang terdiri dari dua batang kayu semang. Sebagaimana umumnya kapal-kapal tradisional lainnya, pembangunan kapal semang dilakukan berdasarkan pengalaman secara turun-temurun tanpa menggunakan gambar rencana ataupun berdasarkan perhitungan teknis yang selayaknya dalam pembangunan kapal

62 42 42 secara modern. Pembanguanan sebuah kapal jukung yang menggunakan semang membutuhkan waktu pembuatan yang berkisar antara dua minggu sampai satu bulan dengan biaya pembuatan yang berkisar antara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan Ur Pulau bahwa harga biaya tersebut masih dapat terjangkau. Kapal yang diteliti beroperasi operasi di perairan Ur Pulau Maluku Tenggara. Dalam melakukan operasi penangkapan umunnya diawaki oleh satu sampai lima orang nelayan dengan membawa alat penangkapan satu lebih. Alat penangkapan tangkap yang dioperasikan bervariasi, pada umumnya jaring gill net atau jaring insang. Selain itu juga menggunakan alat tangkap panjing ulur dan alat pancing tunda. Hasil tangkapan yang diperoleh terdiri dari ikan demersal dan pelagis yang disimpan tanpa menggunakan bahan pendingin. Selain alat tangkap, setiap kapal harus memilki perlengkapan kapal yaitu dua sampai tiga dayung, jangkar, ember, dan kerancang ikan. Kapal jukung yang menggunakan semang dengan menggunakan motor poros panjang harus dilengkapi dengan sebuah jerigen yang berkapasitas 5 liter bahan bakar minyak. Kapal jukung yang tidak menggunakan (katir) semang stabilitas dari kapal tersebut tidak terjaga sehingga kapal dengan mudah oleng ke kiri dan ke kanan atau sehingga dengan mudah kapal terbalik pada saat proses penangkapan. Pada mulanya kapal jukung yang digunakan saat itu masih menggunakan tenaga dayung (tenaga manusia) atau dengan menggunakan layar sebagai tenaga penggerak kapal, dimana saat itu daerah penangkapan masih berada di daerah pesisir. Dengan terjadinya pencemaran di laut akibat dari perkembangan teknologi sehingga saat ini nelayan setempat melakukan penangkapan sudah lebih jauh dari daerah pesisir. Kapal jukung yang tidak menggunakan semang yaitu dimana tidak memasang alat penimbang yang dipasang pada sisi kiri dan kanan kapal. Sebagaimana umumnya kapal-kapal tradisional lainnya, pembangunan kapal yang tidak menggunakan semang dilakukan berdasarkan pengalaman secara turun-temurun tanpa menggunakan gambar

63 43 43 rencana ataupun berdasarkan perhitungan teknis yang selayaknya dalam pembangunan kapal secara modern. Pembanguanan sebuah kapal jukung yang tidak menggunakan semang membutuhkan waktu pembuatan yang berkisar antara dua minggu sampai satu bulan dengan biaya pembuatan yang berkisar antara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00, berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan Ur Pulau bahwa harga biaya tersebut masih dapat terjangkau. Kapal yang diteliti beroperasi di perairan Ur Pulau Maluku Tenggara. Dalam melakukan operasi penangkapan umunnya diawaki oleh satu sampai lima orang nelayan dengan membawa alat penangkapan satu lebih. Alat penangkapan tangkap yang dioperasikan bervariasi, pada umumnya jaring gill net atau jaring insang. Selain itu juga menggunakan alat tangkap panjing ulur dan alat pancing tunda. Hasil tangkapan yang diperoleh terdiri dari ikan demersal dan pelagis yang disimpan tanpa menggunakan bahan pendingin. Selain alat tangkap, setiap kapal harus memilki perlengkapan kapal yaitu dua sampai tiga dayung, jangkar, ember, dan kerancang ikan. Kapal jukung yang tidak menggunakan semang dengan motor poros panjang harus dilengkapi dengan sebuah jerigen yang berkapasitas 5 liter bahan bakar minyak Dimensi Utama Kapal Keterbatasan dalam membangun kapal menyebabkan proses pembuatan kapal tanpa memperhatikan prinsip-prinsp arsitek perkapalan. Pengrajian kapal tradisional merupakan pengetahuan turun-temurun dan merupakan warisan dari para terdahulu, walaupun demikian yang dibangun pada galangan tradisional namun nelayan lebih memilih untuk memiliki armada penangkapan dengan harga yang mudah dijangkau. Rasio dimensi utama kapal merupakan parameter sederhana untuk menentukan ukuran kapal. Nilai dari dimensi utama kapal merupakan pendekatan sederhana dan mudah untuk dapat menentukan ukuran kapal. Karakteristik kapal termasuk kapal perikanan dapat dilihat berdasarkan nilai rasio dimensi utama kapal. Rasio utama kapal yaitu Lpp/B, Lpp/D dan B/D. Kapal

64 44 44 yang digunakan terdiri dari dua buah kapal tipe jukung atau yang umumnya di kenal oleh masyarakat nelayann Maluku dan Ur Pulau khususnya yang mana kapal tersebut menggunakan semang dan tanpa semang. Semang adalah merupakan kayu penimbang dimana konstruksinya dibuat secara melintang pada badan kapal dan sejajar pada sisi kanan dan kiri kapal. Gambar 18 Pengukuran panjang kapal Gambar 19 Pengukuran lebar kapal Gambar 20 Pengukuran tinggi kapal

65 45 45 Tabel 7 Ukuran utama kapal tipe jukung yang menggunakan semang No LOA B D L/B L/D B/D (m) (m) (m) 10,20 0,97 0,56 10,51 18,21 1,73 Tabel 8 Ukuran utama kapal tipe jukung yang menggunakan semang No LOA B D L/B L/D B/D (m) (m) (m) 10 0,78 0,60 12,82 16,66 1, 3 Hasil pengukuran lapang pada kapal jukung yang dipergunakan di Ur Pulau, dimana nilai perbandingan tersebut diatas dapat diambil beberapa hal antara lain: nilai L/B pada kapal yang menggunakan semang 10,51 m dan kapal tanpa menggunakan semang 12,82 besar menunjukkan bahwa perahu/kapal tersebut ramping dan berpengaruh terhadap kekuatan memanjang, untuk nilai L/D untuk kapal yang menggunakan semang 18,21 m dan kapal tanpa menggunakan semang 16,66 m, apabila semkin besar berpengaruh tinggi stabilitas kapal, nilai B/D pada kapal yang menggunakan semang 1,73 m dan kapal tanpa menggunakan semang 1,3 m, berpengaruh pada tinggi metacenter. Panjang semang dari kapal yang menggunakan semang adalah 4,17 m, dan diameter semang adalah 12 cm. 4.2 Koefisien Bentuk Kapal Koefisien bentuk kapal adalah koefisien yang menggambarkan keadaan dari bentuk tubuh kapal. Nilai dari bentuk kapal khususnya koefisien blok yang digunakan adalah nilainya 0,55 (Nomura & Yamazaki 1977). 4.3 Mesin Kapal Jukung Mesin merupakan motor penggerak kapal/perahu penangkap ikan mempunyai peran penting untuk operasi penangkapan ikan, dimana mesin dapat merubah tenaga panas dalam bentuk tenaga mekanis. Berdasarkan prisip kerjanya maka mesin yang digunakan pada kapal jukung adalah termasuk mesinr 4 langkah. Dimana bagian-

66 46 46 bagian pokok dari mesin ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bagian yang bergerak dan bagian tidak bergerak, yang termasuk bagian yang bergerak adalah poros engkol, torak (pena torak, batang torak, cicin torak), roda gila, regulator, katup, bagian yang tidak bergerak yaitu kotak engkol, blok silinder, tutup silinder, saringan udara, saluran gas buang, tempat bahan bakar. Silinder merupakan ruang proses pembakaran serta tempat bertumpu katup, blok selinder merupakan tempat dudukan torak yang merupakan tempat proses perubahan tenaga panas hasil pembakaran yang menghasilkan tenaga mekanik dimana proses turun-naiknya torak pada silinder. Daya 6,5 HP Daya 5,5 HP Gambar Gambar 21 Mesin kapal jukung 5,5 HP dan 6,5 HP Torak merupakan pusat pergerakkan motor dilengkapi dengan pena torak, batang torak, cicin torak yang mempunyai fungsi sebagai penahan kompresi rembesan tenaga hasil pembakaran, mencegah masuknya minyak pelumas kedalam ruang pembakaran, serta berfungsi untuk melumasi dinding luar selinder dengan minyak pelumas sebagai bahan pendingin didalam ruang selinder. Pena torak dan cincin torak bergerak berdasarkan turun-naiknya torak. Batang torak merupakan penghubung antara poros engkol dan torak. Fungsi poros engkol yaitu merubah gerak lurus torak menjadi gerak putar. Roda gigi atau roda gaya berada diujung poros engkol yang berada dalam rumah gigi (gear box)

67 47 47 yang mempunyai fungsi menstabilkan momen putar yang dihasilkan oleh poros engkol sehingga menstabilkan kecepatan. Poros penghubung merupakan penghubung antara poros engkol dan balingbaling. menurut Sularso (1983) bahan poros yang dipakai untuk putaran tinggi dengan beban berat umumnya terbuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan terhadap keausan. Yang diantaranya adalah baja khrom nikel (JIS G 4102). Baling-baling dipasang pada poros baling-baling kapal dimana poros engkol) dan mesin induk dapat terlihat pada Gambar 22. Gambar 22 Posisi mesin induk, poros baling-baling, baling-baling Sesuai hasil pengamatan lapang nelayan Ur Pulau dalam melakukan operasi penangkapan ikan umumnya menggunakan tenaga penggrak kapal yaitu dengan motor tempel. Ada dua jenis motor yang digunakan yaitu jenis marine engine dan motor panjang. Motor tempel dengan poros panjang mengalami penambahan komponen yang telah di modifikasikan dengan penambahan poros panjang yang mana menghubungkan mesin dan baling-baling. Daya mesin yang digunakan pada motor poros panjang ini yaitu 5,5 HP dan 6,5 HP. Untuk jenis marine engine adalah merupakan jenis motor yang dirancangkhusus dilaut. Jenis mesin ini umumnya disebut dengan motor tempel,

68 48 48 dimana daya mesin yang digunakan oleh nelayan berkisar antara 15 HP sampai dengan 40 HP. Pada prinsipnya mesin merek Honda dengan tipe GX 160 yang di gunakan pada kapal jukung yang menggunakan semang dan kapal jukung yang tidak menggunakan semang oleh nelayan Ur Pulau bukan merupakan mesin yang di rancang khusus untuk digunakan di laut, namun mesin ini adalah merupakan mesin serbaguna yang pada umumnya digunakan sebagai mesin pembangkit tenaga listrik, mesin-mesin pertanian, mesin compressor, dan mesin parut buah kelapa. Mesin Honda dengan tipe GX 160 apabila dipergunakan di laut maka harus menggunakan suatu poros yang panjang agar dapat menghubungkan mesin utama dengan balingbaling dimana mesin berada jauh dari permukaaan air laut. Kedudukan motor tempel poros panjang baling-baling ditempatkan pada sisi kiri atau sisi kanan lambung kapal pada bagian belakang kapal (buritan), sebagaiman terlihat pada gambar 4.4 Diskripsi Baling-baling Ukuran baling-baling dibatasi oleh besarnya kapal, disamping itu juga dapat ditentukan oleh pitch (P), diameter (D), dan jumlah, tebal dan luas daun (Soenarto, 1985). Menurut Suochotte (1975), menyatakan bahwa besarnya ukuran pitch akan berpengaruh terhadap kecepatan kapal, semakin besar pitch semakin cepat kapal bergerak maju, pitch dan kecepatan dapat dikendalikan ,5 5 Gambar 23 Baling-baling yang digunakan pada saat eksperimen

69 49 49 Baling-baling assembly adalah tipe baling-baling yang digunakan pada penelitian ini dimana tipe dari baling-baling ini adalah berdaun dua. Hal ini memberikan keuntungan karena daun baling-baling dapat diganti apabila terjadi kerusakan. Baling-baling assembly yang berdaun dua dengan ukuran/nomor 5-6, 6,5, dan 5 yang digunakan dalam penelitian memiliki luasan daun baling-baling dimana daun baling-baling ukuran/nomor 5-6 dengan luasnya baling-baling 70,75 cm 2 yang berdiameter 15,5 cm dengan sudut puntir 30 0, baling-baling ukuran/nomor 6,5 dengan luasnya baling-baling adalah 88,25 cm 2 yang berdiameter 16,2 cm dengan sudut puntir 33 0, untuk baling-baling ukuran/nomor 5 dengan luasnya daun balingbaling 90,19 cm 2, yang berdiameter 17,5 cm dengan pitch Dari masing-masing ukuran/nomor baling-baling miliki rpm yang tinggi pada saat pengoperasian berlangsung yang digunakan oleh kapal yang berbeda dan pada penggunaan ukuran poros baling-baling pada setiap eksperiment. Baling-baling berukuran 5-6 pada kapal yang menggunakan semang dengan poros baling-baling yang panjang memilki daya putar sebesar 500 rpm, baling-baling berukuran 6,5 memerlukan daya putar sebesar 450 rpm serta untuk baling-baling yang berukuran/bernomor 5 memerlukan daya putar sebesar 430 rpm untuk memutarkan baling-baling untuk kapal yang menggunakan semang. Pada kapal yang tidak menggunakan semang baling-baling berukuran 5-6 pada kapal semang dengan menggunakan poros baling-baling panjang memilki daya putar sebesar 355 rpm, baling-baling berukuran 6,5 memerlukan daya putar sebesar 315 rpm serta untuk baling-baling yang berukuran/bernomor 5 memerlukan daya putar sebesar 275 rpm untuk memutarkan baling-baling untuk kapal yang tidak menggunakan semang. Dari hasil penelitan menunjukkan bahwa jenis dan tipe baling-baling ini sangat cocok digunakan oleh nelayan Ur Pulau, karena jenis dan tipe ini harganya relatif murah dan mudah diperoleh dipasaran oleh nelayan setempat. Menurut Djatmiko (1983), mengemukakan bahwa gaya dorong pada arah jalannya kapal sebenarnya dihasilkan oleh gaya angkat yang bekerja pada daun baling-baling saat bergerak di air akibat berputarnya daun baling-baling, secara singkat dapat dikatakan bahwa baling-baling dikonstruksi sebagai sekrup pendorong

70 50 50 dan sehubungan bentuk badan kapal, alat tersebut dipasang serendah mungkin pada buritan kapal. 4.5 Kecepatan Kapal Kecepatan kapal dibutuhkan dalam kegiatan pengoperasian yakni dalam melalukan pengejaran terhadap gerombolan ikan dan juga pada saat kembali dengan membawa hasil tangkapan agar hasil tangkapan selalu tetap berada dalam kondisi segar (kecepatan waktu), waktu penangkapan dan waktu penanganan. Setiap benda yang bergerak dan melakukan kerja berarti benda tersebut memiliki tenaga atau daya, daya yang dimiliki oleh suatu kapal untuk dengan kecepatan tertentu berasal dari mesin utama yang digunakan oleh kapal tersebut. Kecepatan kapal terhadap daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal yang menggunakan semang dan tanpa semang dengan ukuran poros baling-baling dan baling-baling yang berbeda, sehingga kapal memperoleh kecepatan dengan rata-rata total yang sesuai dengan berbagai perlakuan terlihat dalam Tabel 7, yang merupakan hasil eksperiment dari kapal jukung dengan kecepatan rata-rata kapal terhadap daya mesin, ukuran/nomor baling-baling dan ukuran poros baling-baling yang berbeda pada kapal yang menggunakan semang dan tanpa semang. Tabel 9 Kecepatan rata-rata untuk daya mesin dan ukuran baling-baling pada kapal yang menggunakan semang dengan ukuran/nomor poros baling-baling panjang dan pendek. Kecepatan rata-rata (knot) DayaMesin Ukuran/nomor baling-baling (HP) Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5 5,5 4,77 5,04 4,57 Poros Panjang 6,5 5,05 5,30 4,88 5,5+6,5 5,79 6,20 5,77 5,5 4,96 5,22 5,11 Poros Pendek 6,5 5,20 5,23 4,88 5,5+6,5 5,99 6,54 6,43

71 51 51 Hasil perhitungan berdasarkan persamaan 1 untuk kecepatan pada daya mesin 5,5 HP, 6,5 HP dan 5,5 HP dan 6,5 HP pada kapal jukung yang menggunakan semang dan yang tidak menggunaka semang, dan poros baling-baling yang berukuran panjang dan pendek. Kecepatan Kapal Kapal Jukung Semang dengan Poros Panjang ,5 + 6,5 Daya Mesin (HP) Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5 Gambar 24 Hubungan kecepatan maksimum kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal semang untuk poros balingbaling panjang Tabel 9 dan Gambar 24 memperlihatkkan bahwa, kecepatan yang ditempuh oleh kapal yang menggunakan semang dengan poros panjang pada daya mesin 5,5 HP adalah 0,28 knot/hp. Dalam proses kerja berlangsung pada daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan sebesar 0,74 knot/hp, hal ini menunjukkan bahwa adanya pertambahan kecepatan dan sebagai mana dapat terlihat pada Lampiran 3. Kapal yang menggunakan semang pada poros panjang dengan ukuran/nomor baling-baling 6,5 pada daya 5,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP pada saat pengoperasian berlangsung menghasilkan kecepatan sebesar 0,28 knot/hp. Kapal yang menggunakan semang dengan poros panjang pada ukuran balingbaling 6,5 dengan daya 5,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP saat pengoperasian berlangsung menghasilkan kecepatan kapal yang ditempuh pada jarak 100 meter yaitu 0,05 knot/hp.

72 52 52 Kapal semang dengan poros baling-baling panjang pada ukuran/nomor balingbaling berukuran/nomor 6,5 pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal 0,25 knot/hp. Daya mesin kapal 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal 0,16 knot/hp pada saat berlangsungya proses kerja mesin. Kapal yang menggunakan semang dengan poros baling-baling panjang dalam ukuran/nomor baling-baling berukuran 5 pada daya mesin 5,5 HP ke daya mesin 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal 0,31 knot/hp, kombinasi anatara daya mesin kapal antara 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal 0,89 knot/hp, bila dibandingkan dengan daya mesin kapal 6,5 HP ke kombinasi daya mesin 5,5 HP dan 6,5 HP dapat menghasilkan daya mesin kapal 5,5 HP 0,16 knot/hp pada saat berlangsunya proses kerja mesin. Hasil pengukuran pada kapal yang menggunakan semang menunjukkan bahwa daya mesin kapal 5,5 HP menuju ke daya mesin kapal 6,5 HP pada setiap ukuran/nomor baling-baling 5-6, 6,5, dan 5 dari kedua kombinasi daya mesin kapal 5,5 HP dan 6,5 HP maka dapat direkomendasikan pada ukuran/nomor 6,5 karena ukuran/nomor ini memilki daya doorong yang tinggi. Kecepatan yang diperoleh ukuran/nomor baling-baling ini adalah 6,20 knot/hp. Hasil ini menunjukkan bahwa kecepatan yang dimilki oleh baling-baling berukuran/bernomor 6,5 lebih tingg dari ukuran/nomor baling-baling 5-6 dan baling-baling ukuran/nomor 5 pada kapal jukung yang menggunakan semang dengan poros panjang. Hal ini berdasarkan pendapat dari Suzuki (1977) yang menyatakan bahwa apabila kecepatan melebihi kecepatan yang diperlukan maka akan menyebabkan kapal tersebut tidak efisien. Penambahan daya dorong (HP) lebih dari kecepatan kapal yang sesuai, tidak hanya menyebabkan mesin yang dipergunakan besar dan berat, namun akan mengakibatkan konsumsi bahan bakar lebih tinggi tanpa adanya suatu perubahan kecepatan yang berarti. Gambar 24 memperlihatkan bahwa perbandingan antara kecepatan kapal (V) terhadap daya mesin kapal dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal yang menggunakan semang dan memakai poros baling-baling yang panjang pada saat kapal sedang melakukan olah gerak.

73 53 53 Kapal Jukung Semang dengan Poros Pendek 7 Kecepatan Kapal (knot) ,5 + 6,5 Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5 Daya Mesin (HP) Gambar 25 Hubungan kecepatan maksimum kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal yang menggunakan semang untuk poros baling-baling pendek. Tabel 9 dan Gambar 25 memperlihatkan bahwa, kecepatan oleh kapal yang menggunakan semang dengan poros pendek pada daya 5,5 HP dan ukuran/nomor baling-baling 5-6 adalah 0,09 knot/hp. Sedangkan kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP memperoleh kecepatan yang ditempuh yaitu 0,79 knot/hp. Hal ini menunjukan bahwa adanya pertambahan kecepatan yaitu 0,09 knot/hp apabila dibandingkan dengan daya 6,5 HP, dimana hal ini dapat terlihat pada Lampiran 3. Kecepatan yang di peroleh dari kombinasi antara daya 5,5 HP menuju kombinasi anatara daya mesin kapal antara 5,5 HP dan 6,5 HP yang menghasilkan kecepatan kapal 0,01 knot/hp pertambahan daya mesin kapal 5,5 HP pada saat berlangsunya proses kerja mesin. Pada daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP dengan poros pendek pada ukuran/nomor baling-baling berukuran 6,5 dengan daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal 1.31 knot/hp, hal ini mengalami pertambahan kecepatan kapal dengan daya mesin kapal antara 5,5 HP ke daya mesin kapal 6,5 HP memperoleh kecepatan kapal 0,01 knot/hp apabila dibandingkan dengan daya mesin kapal 6,5 HP ke kombinasi anatara daya mesin kapal antara 5,5 HP dan 6,5 HP

74 54 54 dapat menghasilkan penambahan daya mesin kapal 5,5 HP 0,24 knot/hp pada saat berlangsunya proses kerja mesin. Kapal yang menggunakan semang dengan poros pendek pada ukuran/nomor baling-baling 5 dengan daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal 0,34 knot, untuk daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal 1,32 knot/hp, hal tersebut mengalami pertambahan kecepatan kapal dengan daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP memperoleh kecepatan kapal 0,34 knot/hp bila dibandingkan dengan daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP dapat menghasilkan kecepatan sebesar 0,24 knot/hp pada daya 5,5 HP saat proses kerja mesin berlangsung. Hasil pengukuran pada kapal yang menggunakan semang menunjukkan bahwa daya mesin kapal 5,5 HP ke daya mesin kapal 6,5 HP pada ukuran/nomor baling-baling 5-6, 6,5, dan 5 sehingga dapat merekomendasikan pada ukuran/nomor baling-baling 6,5 karena dari hasil perhitungan ukuran/nomor baling-baling ini mempunyai daya doorong yang tinggi dimana memiliki nilai kecepatan pada kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP dengan menggunakan poros baling-baling pendek 6,54 knot/hp. Hasil ini menunjukkan bahwa kecepatan yang dimilki oleh balingbaling ukuran/nomor 6,5 lebih tinggi dari ukuran/nomor baling-baling 5-6 dan balingbaling ukuran/nomor 5 pada kapal jukung yang menggunakan semang dengan poros baling-baling berukuran pendek. Menurut Mambo (2004) menyatakan bahwa semakin besar daya mesin yang digunakan untuk setiap ukuran baling-baling kecepatan air menuju baling-baling semakin besar pula. Sedangkan untuk putaran baling-baling permenit (RPM), dimana semakin besar ukuran/nomor baling-baling yang digunakan untuk setiap daya mesin jumlah putaran baling-baling semakin berkurang. Gambar 25 memperlihatkan perbandingan antara keceparan (V) terhadap daya mesin kapal dan ukuran/nomor baling-baling pada kapalyang menggunakan semang dan memakai poros baling-baling yang pendek pada saat kapal sedang melakukan olah gerak.

75 55 55 Hasil uji statistik pada Lampiran 4 menjelaskan bahwa untuk kapal yang menggunakan katir (semang), ukuran baling-baling berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang menggunakan semang pada taraf nyata 5%. Terlihat pada hasil output two way anova pada lampiran 3 analisis tukey menjelaskan bahwa ukuran baling-baling 6.5 berbeda dengan 5-6 dan 5, namun ukuran baling-baling 5-6 dan 5 dianggap sama. Dalam proses kerja berlangsun kedua nomor ini sama-sama memberikan kecepatan tinggi, berdasarkan hasil uji statistik menjelaskan bahwa baling-baling dengan ukuran/nomor 5-6 dan 5 secara nyata tidak berbeda signifikan 5%. Interaksi kapal yang menggunakan semang berpengaruh terhadap kecepatan pada taraf nayata 5%, berdasarkan hasil analisis tukey kecepatan tertinggi yang dimiliki oleh kombinasi daya mesin antara 5,5 HP dan 6,5 HP dengan poros yang pendek pada ukuran/nomor baling-baling 6,5. Tabel 10 Kecepatan rata-rata untuk daya mesin dan ukuran baling-baling pada kapal yang tanpa menggunakan semang dengan ukuran/nomor poros balingbaling panjang dan pendek. Kecepatan rata-rata (knot) DayaMesin Ukuran/nomor baling-baling (HP) Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5 5,5 4,58 4,79 4,49 Poros Panjang 6,5 5,07 5,19 4,94 5,5+6,5 5,61 5,86 5,36 5,5 4,73 4,87 4,54 Poros Pendek 6,5 5,11 5,31 4,70 5,5+6,5 5,78 6,39 6,04

76 56 56 Kapal Jukung Tanpa Semang dengan Poros Panjang Kecepatan Kapal (knot) ,5 + 6,5 Daya Mesin (HP) Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5 Gambar 26 Hubungan kecepatan maksimum kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa menggunakan semang untuk poros baling-baling panjang Tabel 10 dan Gambar 26 memperlihatkkan bahwa, kecepatan yang di tempuh oleh kapal yang tidak menggunakan semang dengan poros panjang dengan daya 5,5 HP ukuran/nomor pada ukuran/nomor baling-baling 5-6 menghasilkan kecepatan sebesar 0,49 knot/hp, dan dari daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan yang di tempuh sebesar 0,67 knot/hp, dapat terlihat pada Lampiran 3. Pertambahan kecepatan kapal pada daya pada kapal yang tanpa menggunakan semang dengan poros panjang pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasikan kecepatan sebesar 0,49 knot/hp bila dibandingkan dengan daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP yang menghasilkan kecepatan kapal sebesar 0,12 knot/hp pertambahan daya terjadi pada daya 5,5 HP saat berlangsunya proses kerja mesin. Kapal yang tidak menggunakan semang dengan poros panjang pada rukuran/nomor baling-baling 6,5 pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal 0,4 knot/hp, untuk daya 6,5 HP ke kombinasi antara daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 1,67 knot/hp. Apabila dibandingkan dengan daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP

77 57 57 menghasilkan kecepatan 0,30 knot/hp, penambahan daya terjadi pada daya 5,5 HP saat berlangsungnya proses kerja mesin. Kapal tanpa menggunakan semang dengan poros panjang dalam dengan ukuran/nomor baling-baling 5 dengan daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 0,45 knot/hp, untuk daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan sebesar 0,42 knot/hp, hal tersebut mengalami pertambahan kecepatan kapal pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 0,45 knot/hp bila dibandingkan dengan daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP dapat menghasilkan penambahan daya pada day 5,5 HP dengan menghasilkan kecepatan sebesar 0,07 knot/hp saat proses kerja mesin berlangsung. Hasil pengukuran pada kapal tanpa menggunakan semang dengan poros panjang menunjukkan bahwa daya mesin 5,5 HP ke daya 6,5 HP pada ukuran/nomor baling-baling 5-6, 6,5, dan 5 dari kedua kombinasi daya ini menunjukkan bahwa dari hasil perhitungan ukuran/nomor baling-baling 6,5 memiliki kecepatan dan daya dorong yang tinggi bila dibandingkan dengan ukuran/nomor 5-6 dan 5. Dengan demikian maka dapat direkomendasikan bahwa ukuran/nomor baling-baling dengan ukuran/nomor 6,5, dimana memiliki nilai kecepatan sebesar 6,86 knot/hp pada kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP. Hasil ini menunjukkan bahwa kecepatan balingbaling ukuran/nomor 6,5 lebih tinggi dari ukuran/nomor baling-baling 5-6 dan 5 pada kapal jukung yang menggunakan semang dengan poros baling-baling berukuran pendek. Gambar 26 memperlihatkan perbandingan antara keceparan (V) terhadap daya mesin kapal dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa semang dan menggunakan poros baling-baling yang panjang pada saat kapal melakukan olah gerak.

78 58 58 Kecepatan Kapal (knot) Kapal Jukung Tanpa Semang dengan Poros Pendek Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor ,5 + 6,5 Daya Mesin (HP) Gambar 27 Hubungan kecepatan maksimum kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa menggunakan semang untuk poros baling-baling panjang Tabel 10 dan Gambar 27 memperlihatkan bahwa, kecepatan yang di tempuh oleh kapal tanpa menggunakan semang dengan poros pendek pada daya 5,5 HP pada ukuran/nomor baling-baling 5-6 dari menghasilkan kecepatan kapal yang ditempu adalah 0,38 knot/hp dalam proses kerja berlangsung pada daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP, dapat terlihat pada Lampiran 3, kecepatan yang ditempu oleh kapal pada jarak 100 meter adalah 0,67 knot/hp, hal tersebut menunjukan bahwa pertambahan kecepatan pada daya mesin dimana terlihat bahwa daya untuk kapal tanpa menggunakan semang dengan poros pendek pada daya mesin kapal 5,5 HP ke daya 6,5 HP memperoleh kecepatan kapal 0,38 knot/hp bila dibandingkan dengan daya mesin kapal 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP yang menghasilkan kecepatan kapal 0,12 knot/hp terhadap pertambahan daya mesin kapal 5,5 HP pada saat berlangsunya proses kerja mesin. Kapal tanpa menggunakan semang dengan poros pendek pada ukuran/nomor baling-baling 6,5 dengan menggunakan daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan sebesar 0,44 knot/hp, untuk daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 1,08 knot/hp, hal tersebut mengalami pertambahan kecepatan pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan

79 59 59 sebesar 0,44 knot/hp bila dibandingkan daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan penambahan kecepatan sebesar 0,19 knot/hp pada daya 5,5 HP terjadi pada saat berlangsunya proses kerja mesin. Kapal tanpa menggunakan semang dengan poros pendek pada ukuran/nomor baling-baling 5 dengan menggunakan daya mesin kapal 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 0,16 knot/hp, untuk daya mesin kapal 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 1,34 knot/hp. Saat proses kerja belangsung pertambahan kecepatan terjad pada daya 5,5 HP ke daya 6,5 HP menghasilkan kecepatan kapal sebesar 0,16 knot/hp, bila dibandingkan dengan daya 6,5 HP ke kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan penambahan kecepatan 0,24 knot/hp pada daya 5,5 HP 0,24 knot/hp. Hasil pengukuran pada kapal tanpa semang pada poros pendek menunjukkan bahwa daya mesin kapal 5,5 HP ke daya 6,5 HP pada ukuran/nomor baling-baling antara nomor 5-6, 6,5, dan 5 dari kedua kombinasi daya ini pada setiap penggunaan ukuran/nomor baling-baling yang digunakan yaitu nomor 5-6, 6,5, dan 5 ini dapat direkomendasikan bahwa ukuran/nomor baling-baling yang sesuai pada daya mesin 5,5 HP dan 6,5 HP pada kapal semang dengan menggunakan poros panjang yaitu baling-baling dengan ukuran/nomor 6,5 karena dari hasil perhitungan ukuran/nomor baling-baling ini mempunyai daya dorong yang tinggi dimana memiliki nilai kecepatan pada kombinasi daya 5,5 HP dan 6,5 HP dengan menggunakan poros pendek menghasilkan kecepatan sebesar 6,39 knot/hp. Hasil ini menunjukkan bahwa kecepatan yang dimiliki oleh baling-baling berukuran/bernomor 6,5 lebih tinggi dari ukuran/nomor baling-baling 5-6 dan 5 pada kapal jukung tanpa semang dengan poros pendek. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soenarto dan Funuhama (1985) yang menyatakan bahwa kecepatan kapal yang lebih tinggi menghasilkan nilai efisiensi baling-baling yang lebih tinggi pula. Tetapi kecepatan tertinggi kapal tidak memberikan indikasi bahwa nilai efisiensi tertinggi terdapat pada kecepatan tersebut, karena pada dasarnya nilai efesiensi baling-baling dapat dipengaruhi oleh tingkat pembebanan yang diberikan pada baling-baling.. Menurut Mambo (2004) menyatakan bahwa semakin besar daya mesin yang digunakan untuk setiap ukuran

80 60 60 baling-baling kecepatan air menuju baling-baling semakin besar pula. Sedangkan untuk putaran baling-baling permenit (RPM), dimana semakin besar ukuran/nomor baling-baling yang digunakan untuk setiap daya mesin jumlah putaran baling-baling semakin berkurang. Gambar 27 memperlihatkan bahwa perbandingan antara keceparan kapal (V) terhadap daya mesin kapal dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa semang dan menggunakan poros baling-baling yang pendek pada saat kapal melakukan olah gerak untuk kapal. Hasil uji statistik pada Lampiran 4 menjelaskan bahwa untuk kapal yang tidak menggunakan katir (semang), ukuran baling-baling berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang menggunakan semang pada taraf nyata 5%. Terlihat pada hasil output two way anova pada Lampiran 4 analisis tukey menjelaskan bahwa ukuran baling-baling 6.5 berbeda dengan 5-6 dan 5, namun ukuran baling-baling 5-6 dan 5 dianggap sama. Dalam proses kerja berlangsun kedua nomor ini sama-sama memberikan kecepatan tinggi, berdasarkan hasil uji statistik menjelaskan bahwa baling-baling dengan ukuran/nomor 5-6 dan 5 secara nyata tidak berbeda signifikan 5%. Interaksi kapal yang tidak menggunakan semang berpengaruh terhadap kecepatan pada taraf nayata 5%, berdasarkan hasil analisis tukey kecepatan tertinggi yang dimiliki oleh kombinasi daya mesin antara 5,5 HP dan 6,5 HP dengan poros yang pendek pada ukuran/nomor baling-baling 6, Poros Dengan Beban Puntir dan Lentur Apabila poros baling-baling bekerja secara normal, maka momen yang dipindahkan oleh kopling mamberikan beban puntir dan lentur pada poros balingbaling, hal tersebut mengakibatkan terjadinya variasi beban puntir dan lentur. Untuk mengetahui besarnya beban puntir dan lentur yang terjadi pada poros baling-baling maka dapat dihitung berdasarkan pendekatan-pendekatan teori sebagai berikut :

81 Daya rencana Daya rencana merupakan daya yang akan ditransmisikan melalui mesin induk ke roda gigi antara, poros baling-baling dan baling-baling. Apabila poros bekerja secara normal, maka momen yang dipindahkan oleh roda gigi memberikan beban puntir pada poros. Hal ini terjadi akibat variasi momen puntir. Sebagaimana diketahui ibahwa daya dan putaran mesin yang akan di transmisikan oleh poros baling-baling, apabila P adalah daya nominal output yang diperoleh dari motor penggerak kapal sehingga memakai faktor koreksi (f c ) dengan demikian diperoleh persamaan 2. Berdasarkan data ukuran pokok mesin, sehingga daya nominal (P) yang digunakan adalah n 1 5,5 HP, n 2 6,5 HP, faktor koreksi f c dapat ditentukan berdasarkan harga yang tertera pada Tabel 7. Putaran maksimum pada masing-masing mesin adalah 650 rpm maka dipilih faktor koreksi f c sebesar 1,2 untuk daya maksimum yang ditransmisikan (Sularso, 1983). P d = f c. P ( kg.mm) Dimana : P d = daya yang ditransmisikan f c = factor koreksi P = daya rata-rata yang diperlukan atau daya rencana Tabel 11 Faktor-faktor koreksi daya yang ditransmisikan Daya yang akan ditransmisikan f c Daya rata-rata yang diperlukan 1,2-2,0 Daya maksimum yang diperlukan 0,8-1,2 Daya normal 1,0-1,5 Hasil perhitungan berdasakan persamaan 2 untuk dapat mengetahui besarnya daya rata-rata yang diperlukan atau daya rencana yang di peroleh untuk kedua kapal dengan daya nominal mesin yang dipergunakan serta putaran maksimum dari daya mesin yang ditransmisikan melalui pajang poros yang digunakan pada saat eksperiment untuk poros dengan ukuran panjang 2,60 m dan 2,20 m memperoleh

82 62 62 daya rencana pada daya 5,5 HP menghasilkan daya rencana 6,6 HP mendapat penambahan daya adalah 1,1 HP, untuk daya 6,5 HP menghasilkan daya rencana 7,8 HP mendapat penambahan daya sebesar 1,3 HP dan untuk kombinasi dari kedua daya 5,5 HP dan 6,5 HP menghasilkan daya rencana sebesar 14,4 HP mendapatkan penambahan daya sebesar 2,4 HP dengan faktor koreksi yang dipakai adalah 1,2 sesuai dengan standar ASME Poros dengan momen puntir Apabila poros baling-baling bekerja secara normal, maka akan timbul momen puntir pada setiap poros baling-baling sesuai dengan ukuran panjang pada kapal yang menggunakan semang dan kapal tanpa menggunakan semang berdasarkan persamaan 3 yang digunakan untuk menghitung momen puntir (Sularso, 1983) adalah sebagai berikut : T = 9, , kg.m = 9,88 kg m T = 9, , kg. m = 9,95 kg. m T = 9, , kg. m = 10,38 kg. m Berdasarkan hasil perhitungan besarnya momen puntir yang terjadi pada poros baling-baling kapal jukung terlihat pada hasil perhitungan berdasarkan landasan teori yang dipergunakan, untuk setiap putaran poros yang ada pada masing-masing daya untuk 5,5 HP dan 6,5 HP dan 5,5 HP dan 6,5 HP, sesuai hasil perhitungan daya rencana masing-masing kapal sebagai penggerak untuk memutarkan poros balingbaling dimana momen puntir yang diperoleh pada setiap ukuran poros baling-baling berbeda berdasarkan persamaan 3, maka hasil perhitungan untuk daya rencan 6,6 HP dengan putaran mesin 1800 rpm menghasilkan momen puntir sebesar 9,88 kg.m,

83 63 63 untuk daya rencana 7,8 HP momen puntir yang diperoleh 9,95 kg.m, dan untuk daya rencana yang dikombinasi 14,4 HP mendapatkan momen puntir sebesar 10,38 kg.m, hasil perhitungan momen puntir berlaku pada kedua kapal yang digunakan. Pada prinsipnya semakin panjangnya poros yang digunakan pada kapal maka akan semakin besar pula kehilangan daya pada kapal sehingga kecepatan kapal berkurang Poros dengan momen lentur Poros baling-baling pada saat mentransmisikan daya mendapatkan momen lentur dimana momen yang bekerja pada poros umumnya adalah momen berulang, dimana untuk mendapatkan hasil dari momen tersebut maka dihitung dengan persamaan 4 (Sularso, 1983). Untuk mengetahui berapa besar nilai momen lentur yang terjadi pada poros baling-baling yang panjang pada saat kapal sedang melakukan pengoperasian adalah : M = ( 16) + (260) = = M = 260,4918 kg. mm 260,5 kg.mm Untuk menyelesaikan perhitungan ini berdasarkan persamaan 4 untuk dapat mengetahui berapa besar nilai momen lentur yang terjadi pada poros baling-baling yang pendek pada saat pengoperasian kapal yaitu : M = ( 16) + (220) = = = 220,581 kg mm 220,6 kg.mm Hasil perhitungan ini memperlihatkan bahwa nilai momen lentur yang terjadi pada masing-masing ukuran pokok poros baling-baling pada saat kapal dioperasikan dengan menggunakan poros baling-baling dengan panjang 2,60 m dengan diameter

84 64 64 poros baling-baling 16 mm, sehingga momen lentur yang dialami oleh poros balingbaling tersebut adalah sebesar 260,491 kg.mm 260, 5 kg.mm, dan poros balingbaling dengan ukuran panjang 2,20 m, dengan diameter 16 mm memperoleh momen puntir sebesar 220, 581 kg.mm 220,6 kg.mm pada saat kapal melakukan pengoperasian. Dari hasil perhitungan momen lentur yang terjadi pada poros baling-baling kapal jukung yang menggunakan katir (semang) dan kapal yang tidak menggunakan semang maka pada diameter poros baling-baling serta panjang dan pendek poros baling-baling, hasil perhitungan tersebut diatas memperlihatkan bahwa besarnya momen lentur yang terjadi pada poros baling-baling akibat momen yang bekerja pada poros terjadi secara berulang-ulang pada saat kapal melakukan pengoperasian. Besarnya momen lentur yang terjadi pada kapal yang menggunakan semang dan kapal yang tidak menggunakan semang secara berulang-ulang mengakibatkan kapal mengalami kehilangan daya yang besar sehingga berpengaruh pada kecepatan tempuh kapal dalam melakukan olah gerak kapal Sudut jatuh poros baling-baling pada kapal jukung Berdasarkan hasil pengukuran lapang besaran panjang poros baling-baling yang terendam sangat dipegaruhi oleh besaran sudut jatuh poros. Dapat dijelaskan bahwa jarak baling-baling dari permukaan air dipengaruhi oleh besaran sudut jatuh poros baling-baling yang terjadi. Panjangnya poros baling-baling 2,60 m dengan sudut kemiringan poros baling-baling 30 yang berbeda pada masing-masing daya diantaranya 5,5 HP, 6,5 HP serta kaliberasi antara daya 5,5 HP dan 6,5 HP. Untuk poros baling-baling yang panjangnya 2,20 m dengan sudut kemiringan poros balingbaling 40 yang berbeda pada masing-masing daya yang diantaranya 5,5 HP, 6,5 HP serta kombinasi antara daya 5,5 HP dan 6,5 HP, sudut kemiringan yang terdapat pada kapal semang dan kapal tanpa semang. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara sudut jatuh poros baling-baling dengan jarak baling-baling ke permukaan air adalah berbanding lurus (Finasari, 2004).

85 Pengaruh kecepatan poros berdasarkan sudut jatuh poros baling-baling Ukuran sudut poros baling-baling yang digunakan oleh nelayan berdasarkan data dilapang, yaitu 30 dan 40. Ukuran sudut yang umumnya digunakan oleh nelayan kapal jukung di Ur Pulau dan nelayan Maluku Tenggara adalah 30 dari sejak kehadiran mesin katinting atau yang lebih dikenal dengan istilah motorisasi, sedangkan sudut 40 selama itu nelayan belum menggunakan mesin katinting dengan sudut tersebut belum dipakai oleh nelaya Ur Pulau pada umumnya dan nelayan Maluku Tenggara pada khususnya. Tabel 12 dan Tabel 13 memperlihatkan bahwa kecepatan kapal dapat dipengaruhi oleh variasi sudut jatuh poros balingbaling. Tabel 12 Perbandingan kecepatan kapal akibat sudut jatuh poros baling-baling yang dimiliki kapal yang menggunakan semang Kapal Kecepatan tiap sudut jatuh poros baling-baling (knot) semang ,77 4,96 2 5,04 5,22 3 4,57 4,77 4 5,05 5,20 5 5,30 5,23 6 4,88 5,11 7 5,79 5,99 8 6,20 6,45 9 5,77 6, 43 Rata-rata Pada Tabel 12, menunjukkan bahwa kecepatan kapal yang diperoleh meiliki hasil yang terbesar adalah pada sudut 40 dengan kecepatan 5,49 knot dan kecepatan yang terkecil pada sudut jatuh poros baling-baling 30 dengan kecepatan yang ditempuh 5,26 knot, dengan hasil yang ada maka dapat mencerminkan bahwa sudut jatuh poros baling-baling berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang dihasilkan oleh daya mesin 5,5 HP, 6,5 HP dan daya yang kombinasi yaitu 5,5 HP dan 6,5 HP berdasarkan hasil uji lapang. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa adanya

86 66 66 perbedaan kecepatan antara sudut jatuh poros baling-baling yang disebabkan karena adanya perbedaan ukuran panjang poros baling-baling, daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling yang berbeda menghasilkan daya dorong yang berbeda. Dengan perbedaan sudut poros baling-baling maka pergerakan pitch baling-baling yang berbeda menyebabkan adanya slip sehingga pitch semakin kecil. Dalam pemilihan mesin seharusnya disesuaikan dengan kapal yang kita miliki. Apabila data rata-rata kecepatan kapal tersebut dapat ditunjukkan pada gambar grafik sebagaimana terlihat pada Gambar 31, dimana gambar tersebut menjelaskan suatu hubungan antara sudut jatuh poros baling-baling dengan kecepatan kapal jukung. Pada sumbu X memunjukkan bahwa banyaknya perlakuan yang dilakukan pada masing-masing sudut jatuh poros baling-baling, sumbu Y merupakan nilai dari kecepatan kapal untuk kapal semang. Kecepatan kapal (knot) Kapala yang menggunakan katir (semang) Perlakuan 30⁰ 40⁰ Gambar 28 Hubungan kecepatan kapal jukung dengan sudut jatuh poros balingbaling pada kapalyang menggunakan semang Berdasarkan hasil uji pada sudut 40 dengan kecepatan 5,49 knot pada kapal jukung yang menggunakan semang yang berdimensi panjang total sebesar 10,20 m; lebar 0,97 m; dalam 0,56 m. Daya mesin yang dipakai adalah 5,5 HP, 6,5 HP serta daya yang dikombinasikan antara 5,5 HP dan 6,5 HP dengan panjang poros baling-

87 67 67 baling yang digunakan yaitu 2,60 m, untuk ukuran/nomor 5-6, berdiameter 15 m; ukuran/nomor 6,5 berdiameter 0,16 m; serta ukuran/nomor 5 berdiameter 0,17 m dan memilki jumlah daun sebanyak 2 buah. Tabel 12 dan Gambar 28 diatas menjelaskan bahwa sudut jatuh yang sebaiknya digunakan oleh nelayan kapal jukung yang menggunakan semang dalam melakukan pengoperasian dengan sudut jatuh poros baling-baling 40, karena berdasarkan hasil perhitungan kecepatan yang diperoleh pada sudut kemiringan poros baling-baling ini cukup tinggi. Kapal jukung milik nelayan Ur Pulau yang digunakan sebagai unit eksperiment menggunakan sudut jatuh poros baling-baling 30, ini merupakan suatu kenyataan yang mana selama ini telah digunakan oleh nelayan kapal jukung di Ur Pulau dimana hal ini sudah merupakan suatu kebiasaan nelayan kapal jukung setempat dalam melakukan pengoperasian kapal. Menurut Firnasari (2004) menyatakan bahwa ukuran sudut jatuh baling-baling 30 yang banyak digunakan oleh nelayan dalam proses pengoperasian kapal berlangsung. Dari hasil output two way pada Lampiran 4 menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan kecepatan antara sudut 30 dengan sudut 40 pada kapal menggunakan semang, interaksi HP poros tidak berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang menggunakan semang, pada hasil output analisis tukey menunjukkan bahwa semua jenis interaksi sama saja tidak ada yang berbeda signifikan HP tidak berpengaruh terhadap kecepatan yang menggunakan semang dan dari ketiga jenis daya mesin (HP) yang digunakan dianggap sama pada saat pengoperasian kapal berlangsung. Ukuran baling-baling berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang menggunakan semang pada taraf nyata 5%. Ukuran baling-baling 6.5 berbeda dengan 5-6 dan 5. Tapi ukuran 5-6 dan 5 dianggap sama. Dimana masing-masing ukuran/nomor baling-baling sama-sama memberikan kecepatan tinggi, interaksi pada kapala yang menggunakan semang berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang menggunakan semang pada taraf nyata 5%, kecepatan tertinggi diberikan dari daya 5,5 HP dengan poros panjang dan pada ukuran/nomor baling-baling 6,5.

88 68 68 Tabel 13 Perbandingan kecepatan kapal akibat sudut jatuh poros baling-baling yang dimiliki kapal tanpa menggunakan semang Kapal tanpa Kecepatan tiap sudut jatuh poros baling-baling (knot) Semang ,58 4,73 2 4,79 4,87 3 4,49 4,54 4 5,07 5,11 5 5,19 5,31 6 4,94 4,70 7 5,61 5,78 8 5,86 6,39 9 5,36 6,04 Rata-rata Pada Tabel 13, menunjukkan bahwa kecepatan kapal yang diperoleh meiliki hasil yang terbesar adalah pada sudut 40 dengan kecepatan 5,27 knot dan kecepatan yang terkecil pada sudut jatuh poros baling-baling 30 dengan kecepatan yang ditempu 5,10 knot, dengan hasil yang ada maka dapat mencerminkan bahwa sudut jatuh poros baling-baling berpengaruh terhadap kecepatan kapal yang dihasilkan oleh daya mesin 5,5 HP, 6,5 HP dan daya yang kaliberasi yaitu 5,5 HP dan 6,5 HP berdasrkan hasil uji lapang. Hasil perhitungan menghasilkan perbedaan kecepatan antara sudut jatuh poros baling-baling yang disebabkan karena perbedaan ukuran panjang poros baling-baling, daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling yang berbeda menghasilkan daya dorong yang berbeda. Dengan perbedaan sudut poros baling-baling maka pergerakan pitch baling-baling yang berbeda menyebabkan adanya slip sehingga pitch semakin kecil. Dalam pemilihan mesin seharusnya disesuaikan dengan kapal yang kita miliki. Apabila data rata-rata kecepatan kapal tersebut dapat ditunjukkan pada gambar grafik sebagaimana terlihat pada Gambar 34, dimana gambar tersebut menjelaskan suatu hubungan antara sudut jatuh poros baling-baling dengan kecepatan kapal jukung. Pada sumbu X memunjukkan bahwa banyaknya perlakuan yang dilakukan pada masing-masing sudut jatuh poros baling-baling, sumbu Y merupakan nilai dari

89 69 69 kecepatan kapal untuk kapal tanpa menggunakan semang. Kapal tanpa menggunakan katir (semang) 7 Kecepatan kapal (knot) ⁰ 40⁰ Perlakuan Gambar 29 Hubungan kecepatan kapal jukung dengan sudut jatuh poros balingbalang pada kapal tanpa menggunakan semang Berdasarkan hasil uji pada sudut 40 dengan kecepatan 5,27 knot pada kapal jukung tanpa semang yang berdimensi utama yaitu dengan panjang total sebesar 10 m; lebar 0,94 m; dalam 0,54 m. Daya mesin yang dipakai adalah 5,5 HP, 6,5 HP serta yang daya dikombinasikan antara 5,5 HP dan 6,5 HP dengan poros baling-baling yang digunakan yaitu 2,20 m, untuk ukuran/nomor 5-6, berdiameter 15 m; ukuran/nomor 6,5 berdiameter 0,16 m; serta ukuran/nomor 5 berdiameter 0,17 m dan memilki jumlah daun sebanyak 2 buah. Dari Tabel 13 dan Gambar 29 diatas menjelaskan bahwa sudut jatuh poros yang sebaiknya digunakan oleh nelayan kapal jukung tanpa menggunakan semang dalam melakukan pengoperasian kapal yaitu dengan sudut jatuh poros baling-baling 40, karena berdasarkan hasil perhitungan kecepatan yang diperoleh pada sudut kemiringan poros baling-baling ini cukup tinggi. Kapal jukung milik nelayan Ur Pulau yang digunakan sebagai unit eksperiment menggunakan sudut jatuh poros baling-baling 30, ini merupakan suatu kenyataan yang mana selama ini telah digunakan oleh nelayan kapal jukung di Ur Pulau dimana hal ini sudah merupakan suatu kebiasaan nelayan kapal jukung setempat dalam melakukan pengoperasian

90 70 70 kapal. Menurut Finarsari (2004) menyatakan bahwa ukuran sudut jatuh baling-baling 30 yang banyak digunakan oleh nelayan dalam proses pengoperasian kapal berlangsung. Dari hasil output two way anova pada Lampiran 4 menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan kecepatan antara sudut 30 dengan sudut 40 pada kapal tanpa semang dan interaksi HP poros tidak berpengaruh terhadap kecepatan, semua jenis interaksi sama saja tidak ada yang berbeda signifikan, daya mesin (HP) yang digunakan tidak berpengaruh terhadap kecepatan kapal tanpa semang, dan dari ketiga jenis daya mesin (HP) yang digunakan dianggap sama pada kapal yang tidak menggunakan semang pada saat pengoperasian kapal berlangsung.

91 88 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1) Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh bahwa pada kapal jukung yang menggunakan semang dan kapal jukung yang tidak menggunakan semang dengan ukuran/nomor baling-baling 6,5 memilki efesiensi yang tinggi, daya mesin 5,5 HP, 6,5 HP dan kombinasi kedua daya mesin tersebut 5,5 HP dan 6,5 HP untuk ukuran panjang poros baling-baling 2,60 m dan 2,20 m sangat berpengaruh pada kecepatan kapal. 2) Sudut jatuh poros baling-baling memberikan pengaruh terhadap kecepatan kapal. pada sudut 40 pada kapal jukung yang menggunakan semang 5,49 knot dan kapal jukung yang tidak menggunakan semang 5,27 knot, kecepatan pada sudut 30 berbeda dimana yang diperoleh kapal semang 5,26 knot dan kapal tanpa semang 5,10 knot. 3) Berdasarkan hasil analisis tukey menunjukkan bahwa sudut kemiringan poros antara 30 dan 40 tidak berbeda terhadap daya mesin pada kapal jukung yang menggunakan katir (semang) dan kapal yang tidak menggunakan semang. 5.2 Saran Nelayan kapal jukung dengan menggunakan daya mesin 5,5 HP dan 6,5 HP dalam pengoperasiannya sebaiknya menggunakan baling-baling ukuran/nomor 6,5 dengan luasnya baling-baling 88,25 cm 2, diameter 16,2 cm, untuk kapal jukung yang menggunakan semang dan tanpa semang dengan panjang poros baling-baling 2,60 m dan 2,20 m dengan sudut kemiringan poros baling-baling berkisar antara 30 dan 40. Ukuran baling-baling ini memiliki nilai efisiensi dalam eksploitasi kapal perikanan sehingga dalam pengoperasian kapal sangat efisien dalam pemakaian bahan bakar.

92 73 73 DAFTAR PUSTAKA Andreas Gunawan, Studi Tentang Kapal Ikan Tradisional Di Beberapa Desa Penangkapan Ikan Sekitar Pulau Jawa. Fakultas Perikanan, Intititut Pertanian Bogor. Buletin PSP 1(1) Anthon. D. Kilmanun Tinjauan Terhadap Kerusakan Poros Kopling Plat Pada Motor Induk KM. Perikani 03 [Skripsi] (tidak dipublikasikan) Ambon. Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Fakultas Teknik, Universitas Pattimura. 47 hal. Akasaka T dan Tower B Cooperation Foundtion. Operasi Kapal Perikanan. Overseas Fishery Arikunto, S Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. PT Rineka Cipta. Jakarta. 322 hal. Arismunandar, W Penggerak Mula Motor Bakar Torak. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 287 hal. Attwood, E.L dan H.S. Panggelly Theoritical Naval Archtecture. William Clowes and Sons. London and Becles. 233 hal. Ayodhyoa AU Suatu Pengenalan Fishing Gear. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Diacu dalam Rahayu, R.I Stabilitas Statis Kapal Purse Seine Muncar [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [BKI] Biro Klasifikasi Indonesia Pearturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Kayu Derret DR, Bryan Barras Slip Stability for Master and Mates. 6 th edision. London. Elsevier Ltd. hlm 46-50, Djatmiko.S, Citrodijoyo.S, Hartono Ah.T Tahanan Penggerak Kapal. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 76 hal. Dohri, M dan N. Soedjana Kecakapan Bahari 1. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan.

93 74 74 Echizen, K, Nishimura. K, Moriguchi. S, Ohnishi.H, Ohwada. M, Satoh.J, Yokota.Y, Yokoyama. N Mesin Perkapalan I. Overseas Fishery Cooperation Foundation. Tokyo Japan 304 hal. Fyson, J Design of Small Fishing Vessels. England : Fishing News Book. 320 hal. Firnasari N Kajian Perahu Kincang di Palabuhanratu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 69 hal. Halliday, D Fisika. Edisi Ketiga. ITB Bandung. Harvald, S.A Tahanan dan Propulsi Kapal. Airlangga University Press Surabaya. Iskandar B.H, Imron. M Desain dan Konstruksi Kapal Gillnet Di Indramayu, Jawa Barat. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 1 (2): Iskandar, B.H, S Pujiati Keragaan Teknis Kapal di Beberapa Wilayah Indonesia (laporan penelitian). Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Iskandar, B.H dan Novita. Y Penuntun Praktikum Kapal Perikanan. Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Iskandar, B.H dan Novita. Y Tingkat Teknologi Pembangunan Kapal Ikan Kayu Tradisional Di Indonesisa. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 9(2): Iskandar, B.H Stabilitas Statis dan Dinamis Kapal Latih Stella Maris. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 16(1): Jakobsson, J Recent Developments in Icelandic Berring Purse seine. London. Fishing news (Book) Ltd. 312 hal. Mambo S Pengaruh Ukuran Baling-baling dan Daya Mesin Katinting Terhadap Kecepatan Perahu Pelang [Skripsi] (tidak dipublikasikan) Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratu Langi. 40 hal.

94 75 75 Mantjoro E, Pontoh O, dan Wasak M., Filsafat Ilmu. Faperik UNSRAT Menado. Muckel, W Naval Architecture for Marine Engineer. London: Newwes Butterworths. 407 hal. Muklis; B Murdiyanto dan Iskandar, B.H Analisa Kinerja Mesin Utama Kapal Motor Latih Stella Maris. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 13(2): Munro R, Smith Element of Ship Design. London: Marine Media Management Ltd. 384 hal. Nierich, P.A.C., E.G, Van lonkhuyzen. H.G.M Kok Bangunan Kapal. Jilid B Cetakan hal. Nomura, M dan Yamazaki Fishing Tecniques (I). Seafdec. Japan International Agency. Tokyo Novita. Y dan Iskandar, B.H Hubungan Antara Bentuk Kasko Model Kapal Ikan Dengan Tahanan Kapal. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Buletin PSP 17(2): Olson, R.M Essentiel of Enginering Fluid Mechanics. 4 th International Teks Book Company. Scranton, Pennsylvania. 404 hal. Printing. Pasaribu, Manajemen Penangkapan Ikan. Sistem Pendidikan Jarak Jauh Melalui Satelit. SISDIKSAT INTIM. Bogor. Prado, J Food And Organization Of The United Nations. Fishing New Books. France Rawson K.J, EC Tupper Basic Ship Theory. 3 rd edison. London: Longman. Sokal R.R., Rohlf FJ. Biometry. W. H. Freeman and Company. New York. 887 hal Sumarlan, D.S. (Ed) Tahanan Penggerak Kapal Edisi Pertama. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. 147 hal.

95 76 76 Sularso dan Kiyokatan Suga, 1983 Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin PT. Pradnya Paramita Jakarta, Cetakan ke Empat. Soenarto,N dan S. Furuhama Motor Serbaguna. PT. Pradnya Paramita. Jakarta 226 hal. Sutrisno, Fisika Dasar. Mekanika Cetakan Ke IV. Penerbit ITB Bandung. 338 hal. Suzuki Handbook For Fisheries Scentist And Technologist. Training Dep. Seafdeck. Thayland. Traung, J.F (Ed) Fishing Boat Of The Word, 4 th Priting Fishing New Books Ltd. England. Trianto Mesin. Jakarta. Pradya Paramitha. 56 hal. Yamamoto, S Stren Equipment for small Fishing Boat. Training Departement SEAFDEC. Bangkok.

96 77 77 Lampiran 1. Waktu tempu kapal semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 5.5 HP Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Panjang Rata-rata Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Pendek Rata-rata

97 78 78 Lanjutan lampiran 1. Waktu tempu kapal semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 6.5 HP Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Panjang Rata-rata Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Pendek Rata-rata

98 79 79 Lanjutan lampiran 1. Waktu tempu kapal semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 5.5HP + 6.5HP Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Panjang Rata-rata Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Pendek Rata-rata

99 80 80 Lampiran 2. Waktu tempu kapal tanpa semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 5.5 HP Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Panjang Rata-rata Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Pendek Rata-rata

100 81 81 Lanjutan lampiran 2. Waktu tempu kapal tanpa semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 6.5 HP Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Panjang Rata-rata Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Pendek Rata-rata

101 82 82 Lanjutan lampiran 2. Waktu tempu kapal tanpa semang pada jarak 100 meter dengan daya mesin 5.5HP + 6.5HP Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Panjang Rata-rata Kecepatan rata-rata Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6.5 Nomor Poros Pendek Rata-rata

102 83 83 Lampiran 3. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 5,5 HP, dari satuan m/d dikonversi ke knot Kecepatan rata-rata (knot) Ukuran Baling-baling nomor 5-6 nomor 6,5 nomor Kapal Semang Poros Panjang Rata-rata Poros Pendek Rata-rata

103 84 84 Lanjutan lampiran 3. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 6,5 hp, dari satuan m/d dikonversi ke knot Kecepatan rata-rata (knot) Ukuran Baling-baling nomor 5-6 nomor 6,5 nomor 5 Kapal semang Poros Panjang Rata-rata Poros Pendek Rata-rata

104 85 85 Lanjutan lampiran 3. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 5,5hP+ 6,5 hp, dari satuan m/d dikonversi ke knot kapal semang Kecepatan rata-rata (knot) ukuran baling-baling nomor 5-6 nomor 6,5 nomor As Panjang Rata-rata As Pendek Rata-rata

105 86 86 Lampiran 4. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 5,5 HP, dari satuan m/d dikonversi ke knot Kecepatan rata-rata (knot) Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5 kapal tanpa semang As Panjang Rata-rata As Pendek Rata-rata

106 87 87 Lanjutan lampiran 4. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 6,5 HP, dari satuan m/d dikonversi ke knot Kecepatan rata-rata (knot) Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5 kapal tanpa semang As Panjang Rata-rata As Pendek Rata-rata

107 88 88 Lanjutan lampiran 4. Kecepatan rata-rata kapal dengan daya mesin 5,5 + 6,5 HP, dari satuan m/d dikonversi ke knot Kecepatan rata-rata (knot) Ukuran Baling-baling Nomor 5-6 Nomor 6,5 Nomor 5 Kapal tanpa semang As Panjang Rata-rata Kapal tanpa semang As Pendek Rata-rata

108 89 89 Lanjutan lampiran 4. Jika diketahui : S = 100 Meter t = detik 1 Knot = 1 mil/jam = 1852 meter/3600 detik = m/detik V = = = 2.54 m/detik. Dari perhitungan diatas dapat di konversikan ke knot yaitu : =. / x 2.54 m/detik = 4.93 knot.

109 90 90 Lampiran 5. Rasio perbandingan kecepatan per jumlah daya mesin (HP) Kapal yang menggunakan semang dengan poros panjang Ukuran baling-baling 5-6 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,28knot HP Rasio = = 0,74 / (5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Rasio = = 0,05 / Ukuran baling-baling 6,5 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,25 knot HP Rasio = = 0,9 / 5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Kecepatan = 0,25 knot HP Rasio = = 0,16 / Ukuran baling-baling 5 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,31 knot HP Rasio = = 0,89 / 5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Kecepatan = 0,31 knot HP Rasio = = 0,16 /

110 91 91 Lampiran 5. Kapal yang menggunakan semang dengan poros pendek Ukuran baling-baling 5-6 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,09 knot HP Rasio = = 0,79 / (5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Rasio = = 0,79 / Ukuran baling-baling 6,5 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,01 knot HP Rasio = = 1,31 / 5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Kecepatan = knot HP Rasio = = 0,24 / Ukuran baling-baling 5 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,34 knot HP Rasio = = 1,32 / 5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Kecepatan = 0,34 knot HP Rasio = = 0,24 /

111 92 92 Lanjutan lampiran 5. Kapal yang tidak menggunakan semang dengan poros panjang Ukuran baling-baling 5-6 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,49 knot HP Rasio = = 0,67 / (5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Kecepatan = 0,49 knot HP Rasio = = 0,12 / Ukuran baling-baling 6,5 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,4 knot HP Rasio = = 1,67 / 5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Kecepatan = 0,4 knot HP Rasio = = 0,30 / Ukuran baling-baling 5 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,45 knot HP Rasio = = 0,42 / 5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP

112 93 93 Lanjutan lampiran 5. Kecepatan = 0,45 knot HP Rasio = = 0,07 / Kapal yang tidak menggunakan semang dengan poros pendek Ukuran baling-baling 5-6 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,38 knot HP Rasio = = 0,67 / (5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Kecepatan = 0,38 knot HP Rasio = = 0,12 / Ukuran baling-baling 6,5 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,44 knot HP Rasio = = 1,08 / 5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Kecepatan = 0,44 knot HP Rasio = = 0,19 /

113 94 94 Lanjutan lampiran 5. Ukuran baling-baling 5 6,5 HP 5,5 HP = 1 HP Kecepatan = 0,16 knot HP Rasio = = 1,34 / 5,5 HP + 6,5 HP) - 6,5 HP = 5,5 HP Kecepatan = 0,16 knot HP Rasio = = 0,24 /

114 95 95 Lampiran 6. Analisis statistik Univariate Analysis of Variance Kapal yang menggunakan semang Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Kecepatan Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E4.000 Ukuran_baling Error Total Corrected Total a. R Squared =.106 (Adjusted R Squared =.096) Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Tukey HSD Kecepatan Ukuran_ baling2 N Subset Sig

115 96 96 Lanjutan lampiran 6 Univariate Analysis of Variance Dependent Variable:Kecepatan Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E5.000 interaksism Error Total Corrected Total a. R Squared =.872 (Adjusted R Squared =.859)

116 97 97 Lanjutan lampiran 6. Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Kecepatan Tukey HSD Subset interaksism N Pd Pj Pd Pd Pj Pj Pj Pd Pd Pd Pd Pj Pj Pd Pj Pj Pd Pj Sig

117 98 98 Lanjutan lampiran 6. Univariate Analysis of Variance Kapal tanpa menggunakan semang Dependent Variable:Kecepatan Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E4.000 Ukuran_baling Error Total Corrected Total a. R Squared =.422 (Adjusted R Squared =.415) Post Hoc Tests Ukuran baling-baling Homogeneous Subsets Kecepatan Tukey HSD Ukuran_ baling2 N Subset Sig

118 99 99 Lanjutan lampiran 6. Univariate Analysis of Variance Dependent Variable:Kecepatan Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E4.000 interaksism Error Total Corrected Total a. R Squared =.499 (Adjusted R Squared =.447)

119 Lanjutan lampiran 6. Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Tukey HSD Kecepatan Subset interaksism N Pd Pd Pd Pj Pj Pj Pd Pd Pd Pd Pd Pd Pj Pj Pj Pj Pj Pj Sig

120 Lanjutan lampiran 6. T-Test Sudut kemiringan poros baling-baling kapal yang menggunakan semang Group Statistics Poros N Mean Std. Deviation Std. Error Mean KS sudut sudut Independent Samples Test t-test for Equality of Means KS Equal variances assumed Equal variances not assumed t Df Sig. (2- tailed) Univariate Analysis of Variance Dependent Variable:KS Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept E3.000 PHporos Error Total Corrected Total a. R Squared =.281 (Adjusted R Squared = -.018)

121 Lanjutan lampiran 6. Post Hoc Tests Homogeneous Subsets KS Tukey HSD HP poros N Subset 1 5.5HP+6.5HP dengan Poros Panjang HP dengan Poros Panjang HP dengan Poros Pendek HP+6.5HP dengan Poros Pendek HP dengan Poros Panjang HP dengan Poros Pendek Sig..420 Univariate Analysis of Variance Dependent Variable:KS Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.857 a Intercept E3.000 HP Error Total Corrected Total a. R Squared =.133 (Adjusted R Squared =.017)

122 Lanjutan lampiran 6. Post Hoc Tests Homogeneous Subsets KS Tukey HSD HP N Subset 1 5.5HP + 6.5HP HP HP Sig..313 Test Test Sudut kemiringan poros baling-baling kapal tanpa menggunakan semang Group Statistics poros N Mean Std. Deviation Std. Error Mean KTS sudut sudut Independent Samples Test t-test for Equality of Means KTS Equal variances assumed Equal variances not assumed t Df Sig. (2- tailed)

123 Lanjutan lampiran 6. Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:KTS Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.621 a Intercept E3.000 PHporos Error Total Corrected Total a. R Squared =.118 (Adjusted R Squared = -.249) Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Kapal tanpa semang Tukey HSD Subset PHporos N 1 5.5HP+6.5HP dengan Poros Panjang HP dengan Poros Panjang HP+6.5HP dengan Poros Pendek HP dengan Poros Pendek HP dengan Poros Panjang HP dengan Poros Pendek Sig..843

124 Lanjutan lampiran 6. Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Kapal tanpa semang Tukey HSD Subset PHporos N 1 5.5HP+6.5HP dengan Poros Panjang HP dengan Poros Panjang HP+6.5HP dengan Poros Pendek HP dengan Poros Pendek HP dengan Poros Panjang HP dengan Poros Pendek Sig..843 Univariate Analysis of Variance Dependent Variable:KTS Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model.471 a Intercept E3.000 HP Error Total Corrected Total a. R Squared =.089 (Adjusted R Squared = -.032)

125 Lanjutan lampiran 6. Post Hoc Tests Homogeneous Subsets KTS Tukey HSD HP N Subset 1 5.5HP + 6.5HP HP HP Sig..474

126 Lampiran 7. Foto Dokumentasi Peralatan yang digunakan pada penelitian Foto pemberian jarak tempu eksperimen (100 Meter) Foto pemberian jarak tempu eksperimen (100)

127 Lanjutan lampiran 7. Foto pengambilan data kapal jukung yang menggunakan katir (semang) Foto pengambikan data kapal jukung yang menggunakan katir (semang)

128 Lanjutan lampiran 7. Foto pengambilan data kapal jukung tanpa menggunakan semang Foto pengambilan data kapal jukung tanpa menggunakan semang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam usaha perikanan tangkap, peranan mesin penggerak kapal sangat penting. Hal ini mengingat operasi penangkapan ikan yang semakin jauh dari garis pantai, dengan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian 2.2 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian 2.2 Kapal Perikanan 7 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian Laut dipandang sebagai pemersatu gugusan kepulauan dan juga menjadi media integrasi determinan pembangunan secara utuh, baik

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan untuk aktivitas penangkapan ikan di laut (Iskandar dan Pujiati, 1995). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan didalam usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) serta sarana transportasi, dan kapal ikan termasuk didalamnya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan Pada hakekatnya fungsi sebuah kapal ialah sebagai alat pengangkut di air dari suatu tempat ke tempat lain, baik pengangkutan barang, penumpang maupun

Lebih terperinci

Tahun Pembuatan 2009 Kayu Ketapa (terminalia catapa) 10,05 meter 0,97 meter

Tahun Pembuatan 2009 Kayu Ketapa (terminalia catapa) 10,05 meter 0,97 meter 31 31 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilakukan selama tiga bulan (3) ( bulan yaitu mulai bulan Juli sampai dengan September 2010 di perairan Ur Pulau

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 41 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kapal Jukung 4.1.1 Spesifikasi Teknis Kapal Jukung merupakan kapal yang dibangun dari satu potong kayu yang utuh. Kayu tersebut dibangun ruang dengan cara mengetam

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://jurnalmaspari.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://masparijournal.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal cumi-cumi (squid jigging) merupakan kapal penangkap ikan yang memiliki tujuan penangkapan yaitu cumi-cumi. Kapal yang sebagai objek penelitian

Lebih terperinci

GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN

GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN IRAWAN ALHAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero)

Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Nama : Geraldi Geastio Dominikus NPM : 23412119 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Eko Susetyo

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang meliputi aktivitas penangkapan atau pengumpulan

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...II pendahuluan...iii 1 Ruang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 di galangan kapal PT Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. Selanjutnya pembuatan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama 5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh pengrajin kapal tradisional menyebabkan proses pembuatan kapal dilakukan tanpa mengindahkan kaidahkaidah arsitek perkapalan. Dasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kapal Perikanan Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan syarat-syarat yang diperlukan oleh suatu kapal akan diperlukan juga oleh kapal ikan, akan

Lebih terperinci

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 87-92, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Desain Kapal Pancing Tonda Desain kapal merupakan proses penentuan spesifikasi yang menghasilkan gambar suatu obyek untuk keperluan pembuatan dan pengoperasian kapal. Berbeda

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Desember 2009. Penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat untuk pengukuran

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA)

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA) 5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran 5.1.1 General arrangement (GA) Pembuatan desain perahu katamaran disesuaikan berdasarkan fungsi yang diinginkan yaitu digunakan sebagai perahu pancing untuk wisata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal penangkap cumi-cumi adalah kapal yang sasaran utama penangkapannya adalah cumi-cumi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

Lebih terperinci

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Ukuran utama ( Principal Dimension) * Panjang seluruh (Length Over All), adalah

Lebih terperinci

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Purse Seine di Takalar Semua usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine di kabupaten Takalar menggunakan sistem satu kapal (one boat sistem). Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

2 KAPAL POLE AND LINE

2 KAPAL POLE AND LINE 2 KAPAL POLE AND LINE Kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat

Lebih terperinci

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR Prasetyo Adi Dosen Pembimbing : Ir. Amiadji

Lebih terperinci

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ G FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN B060R 1 9 9 1 STUD1 TENTANG DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU LAMINAS1

Lebih terperinci

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ G FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN B060R 1 9 9 1 STUD1 TENTANG DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU LAMINAS1

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C

KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C54101029 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar

Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-13 Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar Prasetyo Adi dan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek Penelitian dalam penelitian ini adalah Kapal Penangkap Cumi- Cumi yang terdapat di galangan kapal PT. Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. 3.2

Lebih terperinci

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran:

Tujuan Pembelajaran: P.O.R.O.S Tujuan Pembelajaran: 1. Mahasiswa dapat memahami pengertian poros dan fungsinya 2. Mahasiswa dapat memahami macam-macam poros 3. Mahasiswa dapat memahami hal-hal penting dalam merancang poros

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT Oleh: Wide Veronica C54102019 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA ARIEF MULLAH MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Kapal PSP 01 4.1.1 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 merupakan kapal penangkap ikan yang dibangun dalam rangka pengembangan kompetensi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 2, No. 2, 48-53 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00056

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT SHANTY L. MANULLANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Motor Bakar Mesin Pembakaran Dalam pada umumnya dikenal dengan nama Motor Bakar. Dalam kelompok ini terdapat Motor Bakar Torak dan system turbin gas. Proses pembakaran

Lebih terperinci

RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG

RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Hlm. 19-28, Juni 2017 RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG RATIO OF THE MAIN DIMENSIONS

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 BAGIIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIIKULUM DIIREKTORAT PENDIIDIIKAN MENENGAH KEJURUAN DIIREKTORAT JENDERAL PENDIIDIIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIIDIIKAN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 81-86, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara

Lebih terperinci

DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA

DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA NOOKE NOFRIYAN C44070055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL PK. NPL. G. 02. M BIDANG KEAHLIAN PROGRAM KEAHLIAN : PELAYARAN : NAUTIKA PERIKANAN LAUT DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG 1 STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG MEIDA SAPTUNAWATI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapal Perikanan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapal Perikanan Kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan atau mengumpulkan sumber daya perairan, penggunaan dalam beberapa aktivitas riset,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Alat Pencacah plastik Alat pencacah plastik polipropelen ( PP ) merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini memiliki

Lebih terperinci

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal 1. Titik Berat (Centre of Gravity) Setiap benda memiliki tittik berat. Titik berat inilah titik tangkap dari sebuah gaya berat. Dari sebuah segitiga, titik beratnya

Lebih terperinci

Dl DAERAH KABUPATEN CIREBON

Dl DAERAH KABUPATEN CIREBON I-, &/P'~P/ 4 9$9/~2~,,q Sr STUD1 TEMTANG DESAlM DAN KO Dl DAERAH KABUPATEN CIREBON WINDA LUDFIAH C 23.0519 FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 9 9 1 SI'UIII TGN.I'ANC I>L;SAIN DAN KONS'I'RUKSI

Lebih terperinci

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA TUGAS AKHIR PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA Disusun : JOKO BROTO WALUYO NIM : D.200.92.0069 NIRM : 04.6.106.03030.50130 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB VI POROS DAN PASAK

BAB VI POROS DAN PASAK BAB VI POROS DAN PASAK Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersamasama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017 ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal 265-276 Disetujui: 19 September 2017 BENTUK KASKO DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS VOLUME RUANG MUAT DAN TAHANAN KASKO

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI Sarjito Jokosisworo*, Ari Wibawa Budi Santosa* * Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik UNDIP ABSTRAK Mayoritas

Lebih terperinci

KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL

KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL RULLY INDRA TARUNA 230110060005 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN yang dijadikan sampel dan diukur pada penelitian ini berjumlah 22 unit yang mempunyai wilayah pengoperasian lokal, yaitu di daerah yang tidak jauh dari teluk Palabuhanratu. Konstruksi

Lebih terperinci

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara)

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 63-68, Desember 2012 Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Study on the

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA BERKURANG PADA MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN SUSUNAN SILINDER TIPE SEGARIS (IN-LINE)

ANALISIS DAYA BERKURANG PADA MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN SUSUNAN SILINDER TIPE SEGARIS (IN-LINE) ANALISIS DAYA BERKURANG PADA MOTOR BAKAR DIESEL DENGAN SUSUNAN SILINDER TIPE SEGARIS (IN-LINE) SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik FAISAL RIZA.SURBAKTI

Lebih terperinci

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) OLEH : LUKMAN HIDAYAT NRP. 49121110172 PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Transmisi bertujuan untuk meneruskan daya dari sumber daya ke sumber daya lain, sehingga mesin pemakai daya tersebut bekerja menurut kebutuhan yang diinginkan.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN Izza Mahdiana Apriliani, Lantun Paradhita Dewanti dan Irfan Zidni Program Studi Perikanan, FPIK Unpad Korespondensi:

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL

TRANSMISI RANTAI ROL TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Keuntungan: Mampu meneruskan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN & ANALISA

BAB IV PERHITUNGAN & ANALISA BAB IV PERHITUNGAN & ANALISA 4.1 Data Utama Kapal Tabel 4.1 Prinsiple Dimention NO. PRINCIPLE DIMENTION 1 Nama Proyek Kapal 20.7 CATAMARAN CB. KUMAWA JADE 2 Owner PT. PELAYARAN TANJUNG KUMAWA 3 Class BV

Lebih terperinci

KAPAL GILL NET Dl IWDRAMAYU

KAPAL GILL NET Dl IWDRAMAYU I -i 6 Sf UDl TENTANG OESAlN BAN KONSTRUKSI 0 KAPAL GILL NET Dl IWDRAMAYU KARYA ILMIAH Oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR C 22.0435 FAKULTAS PERIICANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1990 STUD1 TENTANG DESAIN DAN

Lebih terperinci

Metode Pembuatan Rencana Garis dengan Maxsurf

Metode Pembuatan Rencana Garis dengan Maxsurf Metode Pembuatan Rencana Garis dengan Maxsurf 1. Memasukkan Sample Design Setelah membuka Program Maxsurf, dari menu File pilih Open dan buka sample design yang telah disediakan oleh Maxsurf pada drive

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TINJAUAN HASIL PERHITUNGAN BERAT HULL DESAIN KAPAL DENGAN BERAT HULL KAPAL YANG DIBANGUN ( STUDY KASUS PADA KAPAL TUG BOAT X )

TUGAS AKHIR TINJAUAN HASIL PERHITUNGAN BERAT HULL DESAIN KAPAL DENGAN BERAT HULL KAPAL YANG DIBANGUN ( STUDY KASUS PADA KAPAL TUG BOAT X ) TUGAS AKHIR TINJAUAN HASIL PERHITUNGAN BERAT HULL DESAIN KAPAL DENGAN BERAT HULL KAPAL YANG DIBANGUN ( STUDY KASUS PADA KAPAL TUG BOAT X ) Diajukan Kepada Fakultas Teknologi Kelautan Universitas Darma

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PEMASANGAN CADIK PADA KAPAL NELAYAN 3 GT DITINJAU DARI POWER ENGINE

ANALISA PENGARUH PEMASANGAN CADIK PADA KAPAL NELAYAN 3 GT DITINJAU DARI POWER ENGINE ANALISA PENGARUH PEMASANGAN CADIK PADA KAPAL NELAYAN 3 GT DITINJAU DARI POWER ENGINE Muhammad Helmi 1), Nurhasanah 1), Budhi Santoso 1) 1) Jurusan Teknik Perkapalan Politeknik Negeri Bengkalis Email :

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian pompa Pompa adalah peralatan mekanis untuk meningkatkan energi tekanan pada cairan yang di pompa. Pompa mengubah energi mekanis dari mesin penggerak pompa menjadi energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Dan hampir setiap orang menyukai kerupuk, selain rasanya yang. ikan, kulit dan dapat juga berasal dari udang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Dan hampir setiap orang menyukai kerupuk, selain rasanya yang. ikan, kulit dan dapat juga berasal dari udang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kerupuk Kerupuk memang bagian yang tidak dapat dilepaskan dari tradisi masyarakat Indonesia. Dan hampir setiap orang menyukai kerupuk, selain rasanya yang enak harganya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip kerja Mesin Penghancur Kedelai 2.2. Gerenda Penghancur Dan Alur

BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip kerja Mesin Penghancur Kedelai 2.2. Gerenda Penghancur Dan Alur BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip kerja Mesin Penghancur Kedelai Mesin penghancur kedelai dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp, mengapa lebih memilih memekai motor listrik 0,5 Hp karena industri yang di

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 21 1.1. Latar Belakang Perairan Aceh berhubungan langsung dengan Samudra Hindia berada di sebelah barat Sumatra dan mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Luas perairan

Lebih terperinci

SKRIPSII FAKULTAS INSTITUT 2008

SKRIPSII FAKULTAS INSTITUT 2008 1 DESAIN KAPAL IKAN FIBREGLASS BANTUAN KORBAN TSUNAMI DI PERAIRAN PANGANDARAN, JAWA BARAT IPAN MUHAMMAD SUPANJI SKRIPSII DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance Oleh: Yopi Novita 1 *, Budhi H. Iskandar 1 Diterima: 14 Februari

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Pada perancangan suatu kontruksi hendaknya mempunyai suatu konsep perencanaan. Untuk itu konsep perencanaan ini akan membahas dasar-dasar teori

Lebih terperinci

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA III - 555 STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA Yopi Novita 1* dan Budhi Hascaryo Iskandar 1 * yopi1516@gmail.com / 0812 8182 6194 1 Departemen PSP FPIK IPB ABSTRAK Kapal merupakan bagian

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh KARTINL C05497008. Pengaruh Pemindahan Berat pada Stabilitas Kapal Rawai di Kecamatan Juana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dibawah bimbingan JAMES P. PANJAITAN dan MOHAMMAD IMRON. Kapal rawai merupakan

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011 TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Mampu meneruskan daya besar

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Alokasi waktu penelitian mulai dari kegiatan survei, proses konversi, modifikasi dan rekondisi hingga pengujian di lapangan berlangsung selama tujuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum. 2.1.1 Defenisi Stabilitas Stabilitas adalah merupakan masalah yang sangat penting bagi sebuah kapal yang terapung dilaut untuk apapun jenis penggunaannya, untuk

Lebih terperinci

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6.1 Keragaan Kapal Bentuk dan jenis kapal ikan berbeda-beda bergantung dari tujuan usaha penangkapan. Setiap jenis alat penangkapan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN Izza Mahdiana Apriliani, Lantun Paradhita Dewanti dan Irfan Zidni Program Studi Perikanan, FPIK Unpad Korespondensi:

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (LS 1336)

TUGAS AKHIR (LS 1336) TUGAS AKHIR (LS 1336) STUDI PERANCANGAN SISTEM PROPULSI DAN OPTIMASI HULL PADA KAPAL MILITER FAST LST (Landing Ship Tank) PENGUSUL NAMA : JOHAN AIRMAN SURYA NRP : 4207 100 606 BIDANG STUDI : MMD JURUSAN

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL / NOTASI

DAFTAR SIMBOL / NOTASI DAFTAR SIMBOL / NOTASI A : Luas atau dipakai sebagai koefisien, dapat ditempatkan pada garis bawah. ( m ; cm ; inci, dsb) B : Ukuran alas lateral terkecil ( adakalanya dinyatakan sebagai 2B ). ( m ; cm

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. displacement dari kapal tersebut. Adapun hasil perhitungan adalah : 2. Coefisien Blok (Cb) = 0,688

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. displacement dari kapal tersebut. Adapun hasil perhitungan adalah : 2. Coefisien Blok (Cb) = 0,688 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Hidrostatika Kapal Tunda Sesuai dengan gambar rencana garis dan bukaan kulit kapal tunda TB. Bosowa X maka dapat dihitung luas garis air, luas bidang basah,

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Bagian-bagian Buah Kelapa

Gambar 2.1. Bagian-bagian Buah Kelapa 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batok Kelapa Batok Kelapa (endocrap) merupakan bagian buah kelapa yang bersifat keras yang diselimuti sabut kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa (Lit.5 diunduh

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI

EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI EVALUASI KINERJA DAYA POROS MOTOR DIESEL BERBAHAN BAKAR MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN WATER BRAKE DYNAMOMETER YANG SUDAH DIMODIFIKASI Oleh : PRAMUDITYA AZIZ FATIHA F14053142 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci