5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 41 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Mesin pemupuk dosis variabel merupakan mesin yang telah dikembangkan secara bertahap sejak tahun 2010 oleh mahasiswa pasca sarjana Teknik Mesin Pertanian dan Pangan. Mesin ini mengalami modifikasi berkelanjutan untuk mencapai kinerja yang optimal. Secara umum bab ini membahas mengenai hasil pengembangan prototipe mesin pemupuk dan uji kinerja aplikasi pemupukan lahan sawah mulai dari proses simulasi, manufaktur, hingga tahapan uji kinerja. Hasil Simulasi Prototipe II Mesin Pemupuk Dosis Variabel Proses desain komponen yang telah dijelaskan pada sub bab rancangan fungsional dan struktural harus melalui tahap simulasi sebelum memasuki tahap manufaktur. Simulasi dilakukan untuk mengetahui kinerja bagian-bagian yang akan dibuat dalam kondisi kerja sebenarnya dan mengevaluasi pemilihan bahan serta bentuk komponen yang akan dibuat. Proses simulasi pada mesin pemupuk dosis variabel dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu simulasi mekanik dan simulasi aliran udara, dan simulasi aliran pupuk pada sistem pneumatik. Simulasi Mekanik Simulasi mekanik dilakukan pada bagian-bagian mesin pemupuk dosis variabel yang diberi beban mekanik. Bagian tersebut disimulasikan dengan asumsi pemberian beban seperti pada keadaan sebenarnya. Bagian mesin pemupuk dosis variabel yang disimulasi antara lain: rangka utama, universal joint, dan rangkaian puli-sabuk. Simulasi perlu dilakukan sebelum proses pembuatan karena bagian tersebut merupakan bagian yang vital dan mendapat beban mekanik cukup besar. Evaluasi meliputi pemilihan bahan dan sebaran beban mekanik pada komponen agar dapat bekerja sesuai fungsi yang diharapkan. Rangka utama merupakan bagian yang berhubungan dengan traktor dan menanggung beban mekanik paling besar. Keseluruhan beban mesin pemupuk dosis variabel ditanggung oleh rangka utama pada bagian tiga titik gandeng. Simulasi pembebanan pada rangka utama dilakukan dengan asumsi beban total mesin sebesar 225 kg. Gaya yang diberikan pada daerah sekitar pusat massa mesin adalah N

2 42 setelah dikurangi oleh berat rangka utama. Simulasi sebaran beban pada rangka utama diperlihatkan pada Gambar 26. Gambar 26 Simulasi beban pada rangka utama Beban pada rangka utama berada di daerah tiga titik gandeng. Besar stress yang bekerja pada rangka utama diperlihatkan oleh warna biru muda menuju hijau. Semakin menuju warna hijau, maka tingkat stress pada bagian tersebut semakin besar. Material yang dipilih adalah baja karbon S45C. Nilai stress von Mises menunjukkan belum adanya deformasi pada struktur rangka, hal ini ditandai dengan lebih kecilnya nilai puncak stress von Mises dibandingkan dengan nilai yield strength bahan yang digunakan. Namun pada hasil simulasi tingkat defleksi, struktur rangka utama memerlukan tambahan bagian untuk menahan beban. Gambar 27 memperlihatkan bahwa defleksi rangka pada bagian dudukan upper link cukup besar, yaitu 3-3.5mm. Gambar 27 Simulasi defleksi rangka utama

3 43 Penambahan bagian untuk menahan beban sangat diperlukan untuk menghindari deformasi pada rangka utama. Bagian yang ditambahkan pada rangka utama adalah batang penyangga beban yang dipasang pada bagian dudukan tiga titik gandeng dan kunci mekanik. Rangka utama yang telah dimodifikasi diperlihatkan pada Gambar 28. Gambar 28 Simulasi rangka utama yang dimodifikasi Penambahan dua komponen, yaitu: batang penyangga dan kunci mekanik, dapat mengurangi tingkat stress pada bagian dudukan tiga titik gandeng. Hal ini dibuktikan dengan turunnya nilai stress von Mises pada daerah dudukan tiga titik gandeng. Selain itu, simulasi tingkat defleksi menunjukkan pengurangan nilai defleksi maksimum dari mm menjadi mm (Gambar 29). Gambar 29 Simulasi tingkat defleksi rangka utama yang dimodifikasi

4 44 Bahan yang digunakan untuk komponen kunci mekanik adalah baja karbon S45C dan poros stainless steel 304. Ilustrasi beban yang harus ditanggung oleh kunci mekanik disajikan pada Gambar 30. F tension W = N F tension α = ±30 Beban pada batang kunci mekanik Beban pada poros pengunci Gambar 30 Ilustrasi beban pada kunci mekanik F tension Analisis pembebanan dilakukan pada salah satu batang pada komponen kunci mekanik, yaitu batang yang menghubungkan poros pengunci dengan dasar rangka utama mesin pemupuk dosis variabel. Hal ini dilakukan karena asumsi gaya yang serupa bekerja pada batang yang lainnya, yaitu batang yang menghubungkan poros pengunci dengan bagian atas dudukan titik gandeng pada traktor. Gaya yang bekerja pada batang tersebut adalah gaya tarik (tension) akibat beban mesin pemupuk dosis variabel. Gaya tarik akibat beban diperkirakan sebesar Wsinα sehingga bernilai 4905 N. Sementara itu, kekuatan tarik baja konstruksi yang digunakan (S45C) adalah 58 kg/mm 2 (Sularso, 2004), sehingga besar kekuatan tarik batang kunci mekanik dengan penampang 30 mm x 5 mm sebesar 8700 kg atau N. Nilai tersebut jauh melebihi beban yang dikenakan sebesar 17 kali lipat sehingga penggunaan batang kunci mekanik berbahan baja S45C dengan penampang 30x5 mm adalah tepat. Disisi lain, komponen poros pengunci dan poros putar mengalami gaya geser yang besar akibat beban mesin pemupuk dosis variabel. Bahan yang digunakan untuk poros pengunci adalah stainless steel tipe 304. Poros pengunci berdiameter 12 mm sehingga memiliki luas penampang mm 2. Beban yang bekerja pada tubuh poros adalah beban tarik dua batang yang menyebabkan adanya gaya geser pada tubuh poros. Menurut Committee of Stainless Steel Producer (1976) besarnya gaya geser yang diperbolehkan untuk bahan ini adalah

5 kg/mm 2, sehingga besarnya gaya geser yang aman untuk bekerja pada poros pengunci adalah N. Sementara itu total gaya yang harus ditanggung kedua poros karena tarikan batang pengunci adalah 9810 N atau pukul rata 4905 N tiap poros. Nilai ini jauh di bawah beban yang sanggup ditopang oleh poros kunci mekanik sehingga penggunaan poros stainless steel 304 dengan diameter 12mm sebagai poros pengunci adalah tepat dan aman. Bagian kedua yang disimulasi adalah sistem transmisi universal joint. Universal joint dibuat dari komponen batang roda kemudi mobil Toyota Starlet keluaran tahun Komponen tersebut dimodifikasi sehingga cocok untuk digunakan pada traktor Yanmar RR55. Simulasi diperlukan untuk menunjukkan bahwa bagian yang dibuat dapat menanggung beban selama mesin beroperasi. Universal joint berfungsi meneruskan torsi putar PTO menuju rangkaian puli sabuk. Torsi 130 Nm yang berasal dari PTO digunakan untuk menggerakkan gearbox. Simulasi dilakukan dengan memberi torsi putar 130 Nm pada bagian pangkal universal joint yang berhubungan dengan PTO (Gambar 31). Gambar 31 Simulasi torsi putar pada universal joint Beban torsi putar PTO berpusat pada pangkal universal joint dengan nilai stress von Mises yang cukup tinggi. Namun, beban tersebut dapat diatasi oleh bahan universal joint yang terbuat dari poros S45C diameter 20 mm. Bagian universal joint tidak mengalami deformasi saat dikenakan beban torsi, hal tersebut dapat dilihat dari nilai yield strength yang lebih besar dibandingkan nilai tertinggi stress von Mises sehingga pemilihan bahan dan geometri universal joint dinilai tepat.

6 46 Bagian terakhir yang mengalami proses simulasi mekanik adalah rangkaian puli sabuk. Beban torsi pada komponen puli yang terbuat dari alumunium diperlihatkan oleh Gambar 32. Gambar 32 Beban torsi putar pada rangkaian puli-sabuk Simulasi torsi putar pada rangkaian puli-sabuk memperlihatkan sebaran beban pada bagian puli. Nilai stress von Mises tertinggi terletak pada bagian pusat puli di sepanjang poros yang menghubungkan puli dengan universal joint. Deformasi tidak terjadi pada puli, hal ini ditunjukkan oleh nilai stress von Mises ( N/mm 2 ) yang lebih kecil dibandingkan nilai yield strength alumunium ( N/mm 2 ). Simulasi Aliran Udara Bertekanan Pembagian aliran udara pada sistem pneumatik mesin pemupuk dosis variabel disimulasikan menggunakan aplikasi CFD (Computational Fluids Dynamics) pada software SolidWorks Simulasi pembagian aliran udara diperlihatkan oleh Gambar 33. Warna merah menunjukkan kecepatan udara sangat tinggi sekitar ±29 m/detik sedangkan warna biru menunjukkan tingkat kecepatan yang lebih rendah. Gambar 33 Simulasi aliran udara pada komponen pembagi aliran

7 47 Simulasi pada Gambar 33 memperlihatkan pembagian aliran udara ke empat saluran yang berada pada sisi pembagi tekanan. Geometri kerucut terpancung digunakan karena bentuk tersebut mampu membagi aliran udara hingga memiliki kecepatan yang relatif sama pada tiap saluran (ditandai dengan warna aliran udara yang sama). Selain itu, bentuk kerucut terpancung dapat mengurangi kehilangan tekanan akibat perubahan diameter karena pada bentuk ini perubahan diameter terjadi secara bertahap. Data kecepatan dan tekanan statik yang disimulasikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data simulasi pembagi tekanan Goal Name Unit Value Average Value Minimum Value Maximum Value Progress (%) Use in Convergence SG Av Static Pressure 1 Pa yes SG Av Static Pressure 2 Pa yes SG Av Static Pressure 3 Pa yes SG Av Static Pressure 4 Pa yes SG Av Static Pressure 5 Pa yes SG Av Velocity 1 m/s yes SG Av Velocity 2 m/s yes SG Av Velocity 3 m/s yes SG Av Velocity 4 m/s yes SG Av Velocity 5 m/s yes Parameter yang disimulasikan adalah tekanan statik dan kecepatan aliran udara. Parameter SG Av Velocity 1 mewakili kecepatan aliran udara pada saluran masuk pembagi, sementara nilai 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut merupakan saluran keluar pembagi aliran. Nilai kecepatan aliran udara pada empat lubang keluaran (SG Av Velocity 2,3,4, dan 5) memiliki nilai yang relatif sama. Hasil simulasi menjadi patokan bagi pembuatan komponen pembagi aliran, Manufaktur komponen ini dibuat semirip mungkin seperti desain sehingga diharapkan hasil pembagian aliran udara tidak jauh berbeda. Selanjutnya, bagian yang disimulasi adalah bagian penghembus butiran pupuk yang terletak pada bagian bawah penjatah pupuk. Bagian ini berfungsi mendistribusikan pupuk yang telah dijatah menggunakan udara bertekanan yang dihasilkan oleh blower. Simulasi kecepatan aliran udara pada bagian ini disajikan pada Gambar 34.

8 48 Gambar 34 Simulasi kecepatan udara pada komponen penghembus butiran pupuk Kecepatan aliran udara pada inlet saluran, bagian kanan berwarna hijau pada simulasi Gambar 34, diasumsikan m/detik sesuai dengan kecepatan aliran udara pada outlet saluran pembagi aliran udara. Hasil simulasi memberikan nilai kecepatan udara pada outlet saluran sebesar 19 m/detik. Peningkatan kecepatan tersebut diperoleh dari perubahan ukuran pipa secara bertahap menuju ukuran yang lebih kecil (1 1/2 ). Komponen pembagi aliran menuju diffuser menjadi bagian terakhir yang diuji. Pengujian dan simulasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik aliran udara pada sirip yang membagi pipa penyalur pupuk menjadi dua bagian yang mengarah ke diffuser 1 dan diffuser 2. Simulasi dilakukan pada diffuser 1 dan diffuser 2 sementara keenam diffuser lainnya diasumsikan memiliki karakteristik yang sama. Hasil simulasi awal bagian sirip pembagi disajikan pada Gambar 35. Penurunan kecepatan tiba-tiba Gambar 35 Hasil simulasi awal pembagi aliran pada pipa menuju diffuser (inzet: penurunan kecepatan udara yang dapat menghambat aliran pupuk)

9 49 Gambar 35 memperlihatkan adanya kehilangan kecepatan udara karena perubahan geometri yang mendadak (ditunjukkan oleh lingkaran). Hal ini berpotensi menyebabkan terhentinya aliran pupuk menuju diffuser karena pada titik tersebut tidak terdapat aliran udara. Solusi potensi masalah tersebut diperoleh dengan menambahkan plat yang berfungsi sebagai lidah sirip pembagi sehingga perubahan geometri pipa tidak terlalu ekstrim. Komponen lidah disimulasikan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada aliran udara, hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 36. Kondisi aliran setelah penambahan lidah sirip Gambar 36 Hasil simulasi modifikasi lidah sirip pada pembagi aliran Hasil simulasi menunjukkan bahwa penambahan lidah sirip pembagi berpotensi mengurangi kehilangan kecepatan akibat perubahan geometri secara tiba-tiba karena lidah tersebut menutup lekukan yang dapat menghambat aliran udara. Data simulasi kecepatan aliran udara pada pipa diffuser disajikan oleh Tabel 7. Tabel 7. Data simulasi modifikasi pembagi aliran pada pipa diffuser Goal Name Unit Value Average Value Minimum Value Maximum Value Progress (%) Use in Convergence SG Av Velocity 1 m/s yes SG Av Velocity 2 m/s yes SG Av Velocity 3 m/s yes Parameter SG AV Velocity1 mewakili kecepatan udara pada saluran masuk dan pupuk yang berasal dari penghembus pupuk. Sementara itu parameter SG AV Velocity 2 dan 3 mewakili diffuser 1 dan 2 berturut-turut. Kecepatan aliran udara pada diffuser 1 dan 2 memiliki besar yang hampir sama, yaitu 5.60 m/detik dan 5.58 m/detik. Hal ini menandakan bahwa desain pembagi aliran pada pipa diffuser sudah sesuai dengan kebutuhan. Simulasi Aliran Pupuk Dalam Sistem Pneumatik

10 50 Distribusi pupuk dari penjatah pupuk hingga mencapai diffuser memanfaatkan aliran udara bertekanan yang dihasilkan oleh blower. Pola pergerakan pupuk didalam saluran sulit untuk diamati. Sebaran pupuk dapat diamati hanya setelah pupuk keluar dari komponen diffuser. Menggunakan aplikasi particle study pada fitur flow simulation Solidworks 2011 pergerakan butiran pupuk dapat disimulasikan untuk mengetahui pola alirannya didalam saluran. Simulasi menggunakan asumsi pupuk berdiameter terbesar yang dominan, yaitu 4mm. Ukuran ini disimulasikan karena semakin besar ukuran butir pupuk maka akan semakin tinggi debit aliran yang dibutuhkan untuk menebar butir tersebut. Pupuk berdiameter 4mm memiliki densitas kg/dm 3 dan relatif memiliki pengaruh aerodinamik karena luas permukaan yang besar, semakin besar ataupun kasar permukaan butiran maka akan semakin besar efek aerodinamik yang bekerja pada butir tersebut jika berada dalam aliran udara (Grift, 1997). Aliran pupuk dari penjatah hingga keluar dari saluran penghembus telah disimulasikan dan disajikan pada Gambar 37. Gambar 37 Simulasi aliran pupuk di saluran penghembus Selanjutnya, pergerakan butiran pupuk pada saluran penghubung antar diffuser disimulasikan untuk mengetahui pola pembagian pupuk. Hasil simulasi disajikan pada Gambar 38.

11 51 Gambar 38 Simulasi aliran pupuk pada saluran penghubung diffuser (inzet: perbesaran bagian pemisah) Pembagian butir pupuk terlihat sempurna pada Gambar 38. Menurut hasil simulasi, komposisi butir pupuk yang melalui diffuser 1 (saluran kiri) dan 2 (saluran kanan) adalah 6:4, sehingga jika diberikan 100 butir pupuk pada saluran masuk maka 60 butir akan keluar dari diffuser 1 dan 40 butir akan keluar dari diffuser 2. Perbedaan ini disebabkan oleh belokan diffuser 2 yang menyebabkan terbentuknya aliran udara bertekanan tinggi pada bagian bawah saluran sehingga aliran pupuk menjadi lebih dominan berada pada bagian atas saluran dan terbawa keluar dari diffuser 1. Pada uji lapangan, tidak menutup kemungkinan bahwa butir pupuk dengan densitas dan diameter yang lebih besar dapat menutupi kekurangan jumlah pupuk pada diffuser 2. Pengembangan Prototipe Mesin Pemupuk Dosis Variabel Tahapan modifikasi akhir dari mesin pemupuk dosis variabel dilakukan menyeluruh pada aspek mekanik dan elektronik. Bagian-bagian yang mengalami pengembangan antara lain: rangka, sistem transmisi, sistem pneumatik, dan sistem navigasi RTK-DGPS. Rangka Rangka prototipe dimodifikasi untuk mengakomodasi kebutuhan ruang bagi sistem pneumatik yang belum ada pada prototipe sebelumnya (Gambar 39). Rangka yang telah dimodifikasi mampu menopang beban gearbox, blower, rangka hopper, pupuk, lengan diffuser, GPS radio receiver, dan pembagi tekanan dengan total beban mencapai ±225 kg. Rangka tersebut dapat menopang keseluruhan bagian mesin pemupuk dosis variabel tanpa harus digandengkan dengan traktor, hal ini diperoleh dari penambahan struktur kaki pada bagian bawah rangka.

12 52 Gambar 39 Modifikasi rangka utama Bagian kaki pada rangka dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dilipat pada waktu transportasi maupun aplikasi pemupukan di lahan. Selanjutnya, bagian lengan diffuser juga dimodifikasi hingga dapat dilipat pada waktu transportasi dan dibuka sewaktu aplikasi pemupukan. Bentang lengan diffuser mencapai 4.8 m jika terbuka penuh dan 2.4m pada waktu terlipat (Gambar 40). b) Aplikasi di lahan a) Transportasi di jalan raya Gambar 40 Modifikasi lengan diffuser Kunci Mekanik Komponen kunci mekanik merupakan komponen tambahan yang diperlukan untuk menahan beban mesin pemupuk dosis variabel saat beroperasi di lahan. Kunci mekanik terdiri dari dua buah plat strip baja karbon padat yang memiliki ketebalan 5 mm. Komponen ini menghubungkan bagian bawah rangka utama dengan upper link traktor sehingga kemampuan translasi rangka utama terhadap traktor dihilangkan (Gambar 41).

13 53 Gambar 41 Ilustrasi kerja kunci mekanik Penggunaan kunci mekanik sangat berguna bagi mesin pemupuk dosis variabel untuk meningkatkan stabilitas mesin sewaktu aplikasi di lahan. Komponen ini mempunyai dua pin yang berfungsi untuk poros putar dan pengunci gerak seperti terlihat pada Gambar 42. Pin Poros Putar Pin Pengunci Gerak Gambar 42 Kunci mekanik Pin pengunci gerak dipasang hanya jika mesin akan dijalankan baik untuk transportasi ataupun aplikasi. Pada saat pin pengunci gerak dilepas batang-batang komponen kunci mekanik dapat berputar relatif satu sama lain pada poros putar sehingga tanpa harus melepas seluruh bagian kunci mekanik mesin pemupuk dosis variabel dapat bergerak naik-turun untuk memudahkan instalasi komponen kaki pada mesin tersebut.

14 54 Sistem Transmisi Blower sebagai penghasil udara bertekanan membutuhkan sumber tenaga putar yang dihasilkan oleh enjin traktor. Tenaga putar disediakan oleh PTO dan harus didistribusikan menuju poros blower. Mekanisme distribusi gaya tersebut dilakukan oleh sistem transimisi kopling universal joint, sistem puli-sabuk, sistem penggandaan putaran oleh gearbox, dan sistem kopling cakar. Pemilihan jenis dan metode transmisi gaya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi struktur antara traktor dan mesin pemupuk dosis variabel. Kopling universal hook atau biasa disebut universal joint merupakan sistem transmisi yang dapat meneruskan putaran dari dua poros yang tidak sejajar. Kopling jenis ini banyak digunakan untuk kendaraan roda empat, truk, mesin-mesin industri, dan traktor pertanian. Aplikasi universal joint pada mesin pemupuk dosis variabel ada pada transmisi PTO traktor dengan puli penggerak gearbox pada mesin tersebut (Gambar 43). Gambar 43 Penggunaan universal joint pada mesin pemupuk Komponen universal joint yang digunakan merupakan bagian dari sistem kemudi kendaraan bermotor roda empat keluaran akhir dengan fitur adjustable height. Jenis ini dapat mengakomodasi perubahan panjang batang universal joint yang berhubungan dengan ujung komponen sehingga penerapannya pada traktor memungkinkan putaran PTO dapat diteruskan walaupun implemen mesin pemupuk dosis variabel bergerak naik atau turun.

15 55 Putaran yang sampai pada ujung universal joint didistribusikan menuju gearbox menggunakan sistem puli sabuk. Pasangan puli-sabuk dipilih karena daya yang ditransmisikan tidak terlalu besar, kebutuhan akurasi putaran yang disalurkan tidak begitu tinggi, sistem ini mudah dibersihkan, dan tidak cepat berkarat jika sering mengalami kontak dengan lumpur sawah dan butiran pupuk. Sistem transmisi yang dipakai diperlihatkan pada Gambar 44. Gambar 44 Sistem transmisi puli sabuk Puli yang digunakan berbahan aluminium dengan ukuran 3 inchi dan rasio 1:1. Jenis sabuk yang digunakan untuk mentrasmisikan daya adalah sabuk tipe A karena daya yang akan ditransmisikan untuk kebutuhan blower sebesar 0.75kW dengan jumlah putaran 360 rpm tidak memerlukan kekuatan sabuk yang lebih besar dari tipe tersebut. Selain itu, berdasarkan diagram pemilihan sabuk pada Gambar 18, besarnya daya dan jumlah putaran yang akan dipakai menunjukkan bahwa sabuk ukuran A lebih tepat digunakan. Jumlah gang pada puli dipilih sebanyak dua buah untuk mengakomodasi lonjakan torsi yang besar pada awal putaran PTO. Selanjutnya, kebutuhan putaran blower untuk menghasilkan aliran udara bagi sistem pneumatik adalah 3000 rpm, sementara itu putaran maksimal yang dapat disalurkan oleh PTO adalah 360 rpm. Perbedaan kebutuhan putaran dengan jumlah putaran tersedia dapat diakomodasi menggunakan sistem pengganda putaran. Gearbox, yang pada umumnya berfungsi untuk mereduksi putaran dari rpm tinggi menuju rpm

16 56 rendah, pada kasus ini digunakan untuk meningkatkan jumlah putaran PTO hingga dapat digunakan oleh blower. Tipe gearbox yang digunakan adalah TA-30 seperti pada terlihat pada Gambar 45. Gambar 45 Gearbox TA-30 Tipe jenis ini dipilih karena bentuknya yang sesuai dengan konstruksi rangka, dan sistem dasarnya menggunakan rangkaian gigi roda sehingga dapat diputar searah maupun berlawanan arah jarum jam. Rasio putaran yang dibutuhkan untuk gearbox adalah 1 berbanding 8.5 namun karena gearbox dengan rasio tersebut jarang tersedia dipasaran maka digunakan rasio 1 berbanding 10 pada gearbox TA-30. Penggunaan gearbox untuk mempercepat putaran berakibat pada melonjaknya kebutuhan torsi hingga 10 kali lipat sehingga sistem transmisi puli-sabuk yang digunakan memiliki dua gang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Putaran yang telah dipercepat oleh gearbox disalurkan menuju blower menggunakan rangkaian kopling cakar dengan bantalan karet (Gambar 46). Jenis kopling ini dipilih untuk mengakomodasi perbedaan ketinggian yang kecil antara blower dengan gearbox. Perbedaan ketinggian sulit untuk dihindari karena poros blower senantiasan bergetar akibat putaran bilah blower. Penggunaan kopling cakar yang dilapisi bantalan karet dapat mengatasi getaran blower sehingga penyaluran putaran dari gearbox menuju blower tidak terganggu.

17 57 Gambar 46 Kopling cakar Sistem Pneumatik Sistem pneumatik berfungsi menyalurkan butiran pupuk yang telah dijatah menuju diffuser untuk disebar ke lahan. Penempatan komponen-komponen sistem pneumatik sangat menentukan kinerja sistem tersebut. Desain pertama penempatan komponen pada prototipe II menempatkan pembagi aliran udara di bagian belakang dan penyaluran aliran udara bertekanan dilakukan menggunakan pipa PVC (Gambar 47 kiri). Namun hal ini menimbulkan headloss yang besar sehingga aliran udara yang dihasilkan tidak dapat mendistribusikan pupuk menuju diffuser. Oleh karena itu, desain penempatan pembagi aliran udara dipindahkan ke depan rangka hopper (Gambar 47 kanan) dan masalah pupuk yang tidak tersebar dapat terselesaikan. Gambar 47 Penempatan komponen sistem pneumatik

18 58 Konstruksi sistem pneumatik dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu: bagian pertama sebagai penyalur udara bertekanan dari blower menuju pembagi aliran udara, bagian kedua sebagai penyalur aliran udara yang telah dibagi menuju dasar penjatah pupuk, dan bagian terakhir sebagai penyalur campuran aliran udara dan pupuk dari penjatah pupuk menuju diffuser. Bagian-bagian yang telah disebutkan diperlihatkan pada Gambar 48. c) Bagian I b) Bagian II a) Bagian III Gambar 48 Sistem pneumatik Saluran udara pada tiap bagian terbuat dari bahan karet yang diperkuat oleh cincin PVC sehingga tidak ada perubahan diameter walaupun saluran dibengkokkan. Selain itu, bahan ini digunakan karena mampu menyalurkan udara dengan debit yang tinggi tanpa mengalami deformasi dan penggunaan bahan karet serta PVC dapat tahan terhadap pupuk yang bersifat korosif sehingga kontak dengan butiran pupuk tidak akan menyebabkan kerusakan pada saluran. Sistem Navigasi Berbasis RTK-DGPS Sistem navigasi menjadi hal utama dari pengembangan mesin pemupuk dosis variabel prototipe II. Ibarat mata pada manusia, sistem ini berfungsi untuk melihat dan menentukan posisi aktual mesin di lahan dengan akurasi yang tinggi. Penggunaan RTK- DGPS sebagai basis sistem navigasi dilatarbelakangi oleh kebutuhan akurasi yang tinggi dalam menentukan posisi geografis mesin. RTK-DGPS yang digunakan dibuat oleh Hemisphere dengan merk dagang S3 Outback. Akurasi maksimum yang dapat diperoleh oleh alat ini adalah 1.7 cm dan tidak terganggu akibat perpindahan mesin pemupuk dosis variabel.

19 59 Sistem navigasi RTK-DGPS S3 Outback terdiri dari empat komponen utama, yaitu: GPS antenna, console unit, radio receiver, dan base station. Komponenkomponen tersebut diperlihatkan oleh Gambar 49. a b c d Gambar 49 Komponen RTK-DGPS: (a) GPS antenna, (b) console unit, (c) radio receiver, (d) base station Komponen-komponen yang diperlihatkan diatas memiliki fungsi yang berbedabeda untuk menunjang akurasi penentuan lokasi. GPS antenna berfungsi menangkap sinyal GPS yang dipancarkan oleh satelit-satelit GPS dari orbit bumi. Jumlah satelit yang dapat diakses bergantung pada lokasi dan kondisi cuaca serta perawanan disekitar lokasi. Sementara itu base station memiliki fungsi yang sama sebagai penerima sinyal GPS dan mentransmisikan lokasi base station melalui gelombang radio menuju radio receiver pada rover. Kondisi base station senantiasa statis dan tidak berpindah tempat seperti rover, oleh karena itu posisi base station dijadikan acuan kedua oleh rover untuk menghasilkan posisi yang lebih akurat. Lokasi base station yang dikirimkan melalui gelombang radio diterima oleh radio receiver dan diteruskan menuju console unit. Console unit berfungsi sebagai pengolah data sinyal GPS yang diterima GPS antenna pada rover serta membandingkan sinyal lokasi base station yang diterima oleh radio receiver. Metode perbandingan data (differentiation) dari GPS antenna dan base station membuat sistem ini disebut DGPS (Differential Global Positioning System), sedangkan kemampuan sistem ini untuk senantiasa memberikan data yang akurat secara real time

20 60 dengan kondisi rover bergerak menjadikannya RTK-DGPS (Real Time Kinematic Differential Global Positioning System). Tata letak komponen-komponen tersebut pada mesin pemupuk dosis variabel memperhatikan fungsi yang dimiliki tiap komponen. GPS antenna diletakkan pada posisi paling tinggi dan berada pada badan traktor. Sementara itu, radio receiver diletakkan pada unit implemen mesin pemupuk dosis variabel pada ketinggian yang sama dengan GPS antenna. Jarak antar kedua komponen dibuat ±1 meter. Letak GPS antenna dan radio receiver diperlihatkan oleh Gambar 50. Gambar 50 Letak GPS antenna dan radio receiver Console unit diletakkan disebelah kiri operator dan terletak diatas tuas perseneling. Hal ini dilakukan untuk mempermudah operator dalam memantau posisi, kondisi baterai base station, dan kondisi sinyal GPS pada saat bekerja di lahan. Sistem navigasi RTK-DGPS ditenagai oleh energi listrik DC yang diperoleh dari rangkaian paralel dua buah aki 12V/50Ah. Console unit pada traktor diperlihatkan oleh Gambar 51. Gambar 51 Console unit pada traktor

21 61 Tata letak keseluruhan komponen yang telah terintegrasi pada traktor dan mesin pemupuk dosis variabel disajikan pada Gambar 52. Gambar 52 Tata letak komponen sistem navigasi pada traktor Format koordinat lokasi GPS diberikan dalam degree decimal sehingga konversi menjadi unit UTM dilakukan untuk menentukan lokasi lokal blok aplikasi dan dosis pupuk yang harus dijatah. Unit kontrol tambahan diperlihatkan pada Gambar 53. Gambar 53 Unit kontrol tambahan (atas) dan unit kontrol utama (bawah) Skema kerja rangkaian pada unit tambahan dijelaskan pada Gambar 54. Source code pemrograman mikrokontroler yang dibuat oleh Sapsal (2011) ditampilkan pada Lampiran 24. RTK-DGPS Data GPS (NMEA-0183) Unit Kontrol Tambahan Dosis yang harus dikeluarkan dan posisi aktual mesin Peta Pemupukan Posisi blok aplikasi dan dosis pupuk Unit Kontrol Utama Gambar 54 Skema kerja unit kontrol tambahan

22 62 Rangkaian unit kontrol tambahan dilengkapi chip mikrokontroler ATMega 16 dengan kapasitas proses 16 MHz. Koneksi antar muka antara unit console dan unit tambahan dilakukan menggunakan UART melalui sambungan RJ-11. Data lokasi dalam bentuk derajat desimal dari unit console dikonversi menjadi UTM menggunakan persamaan (11). Bentuk data UTM diperlukan untuk mempermudah penentuan lokasi mesin pada bidang lahan yang digunakan. Koordinat lokasi dalam bentuk UTM memiliki satuan dalam nilai jarak (cm). Data UTM yang dihasilkan dari konversi data unit console masih dalam koordinat posisi global sehingga harus dijadikan koordinat posisi lokal dengan mengurangi koordinatnya terhadap koordinat patokan yang ditentukan pada awal pembacaan posisi di lahan. Perubahan lokasi global menjadi lokal dapat mempermudah proses penamaan dan pembagian blok aplikasi. Nilai yang diperoleh dalam koordinat lokal kemudian dibandingkan dengan panjang serta lebar blok aplikasi untuk mengetahui lokasi blok dalam koordinat kartesian. Posisi mesin dalam blok aplikasi juga memberi informasi jumlah dosis yang ditargetkan pada blok tersebut. Data lokasi blok dan dosis tersebut merupakan hasil proses unit tambahan dan dikirimkan menuju unit kontrol utama menggunakan koneksi I2C. Uji Statik Mesin Pemupuk Dosis Variabel Modifikasi bagian mesin pemupuk memerlukan waktu 2 bulan sampai dapat diuji fungsional. Hasil manufaktur desain terbaru mesin pemupuk dosis variabel ditunjukkan oleh Gambar 55. Gambar 55 Mesin pemupuk dosis variabel

23 63 Mesin ini memiliki beberapa sistem yang menunjang aplikasi pupuk granul untuk lahan sawah. Sistem-sistem tersebut terdiri atas: sistem mekanik, sistem pneumatik, sistem elektronik, dan sistem navigasi. Komponen-komponen yang menunjang sistem-sistem tersebut diperlihatkan oleh Gambar 56. Gambar 56 Komponen-komponen pada mesin pemupuk dosis variabel Uji fungsional dilakukan secara statik di garasi mesin pertanian Laboratorium Lapangan Siswadi Soepardjo. Pengujian statik mencakup kalibrasi penjatah pupuk, uji sistem pneumatik, dan uji sebar butiran pupuk. Kalibrasi Penjatah Pupuk Komponen penjatah pupuk yang digunakan merupakan komponen yang dibuat pada tahun Komponen ini telah diuji oleh Sapsal (2011) dan terbukti dapat menjatah pupuk granular dengan akurat. Komponen penjatah pupuk serta modifikasi yang telah dilakukan dapat dilihat pada Gambar 57. b) Desain 2011 a) Desain 2012 Gambar 57 Komponen penjatah pupuk

24 64 Kalibrasi dilakukan pada penjatah pupuk untuk mengukur karakteristik penjatahan komponen pada mesin pemupuk yang telah dilengkapi dengan sistem pneumatik. Penambahan sistem pneumatik dapat memperlancar laju penjatahan pupuk dan aliran pupuk dari penjatah menuju lahan. Pupuk yang digunakan untuk uji coba adalah pupuk NPK bermassa jenis rata-rata gram/cm 3 dengan ukuran granul dominan pada mesh 4 dan mesh 14. Jumlah rata-rata granul yang berukuran mesh 4 pada tiap 500 gram pupuk adalah 12.4%, sedangkan mesh 14 berjumlah 85.8%, dan sisanya berukuran lebih kecil dari mesh 14. Proses pengayakan tidak dilakukan pada saat pengujian untuk mengetahui kondisi aliran pupuk pada saat kondisi bekerja di lapangan. Namun, pada saat pengujian lapangan dapat dilakukan proses pengayakan dan pemisahan ukuran butir pupuk agar diperoleh hasil aliran yang lebih baik. Pengujian dilakukan dengan cara memberi perintah dosis pupuk pada penjatah pupuk, kemudian hasil takaran pupuk dikumpulkan dan ditimbang. Tingkat kesesuaian pupuk yang dijatah dengan jumlah pupuk yang diperintahkan diukur menggunakan metode R 2. Uji takar pertama dilakukan menggunakan parameter dan persamaan yang dipakai oleh Sapsal (2011), kemudian penjatah pupuk diperintahkan untuk mengeluarkan pupuk sesuai dengan dosis yang ditargetkan. Hasil pupuk yang terukur pada skenario dosis disajikan pada Gambar 58. Gambar 58 Hasil kalibrasi penjatah pupuk

25 65 Dosis yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk memiliki akurasi yang tidak terlalu tinggi. Terdapat perbedaan antara nilai yang diperintahkan dengan jumlah pupuk yang dikeluarkan. Kesalahan penjatahan pupuk diperlihatkan pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat error pada penjatah pupuk Dosis Target Penjatah Pupuk 1 Penjatah Pupuk 2 Penjatah Pupuk 3 Penjatah Pupuk 4 Rata-rata Error (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (%) Nilai error yang besar pada hasil percobaan pertama disebabkan oleh mekanisme rotor yang telah berkarat. Sisa-sisa pupuk NPK setelah percobaan tahun 2011 menyebabkan proses pengaratan pada poros rotor. Metode pencucian penjatah pupuk menggunakan aliran air belum optimal untuk membersihkan sisa pupuk yang berada pada celah kincir pupuk dan poros. Setelah rotor dibersihkan, besar nilai simpangan yang diperoleh diregresikan dan diambil persamaan matematiknya kemudian dimasukkan kedalam program penjatah pupuk sebagai koreksi persamaan terdahulu. Hasil dari uji takar dan kalibrasi tiap penjatah pupuk dapat dilihat pada grafik di Gambar 59. Gambar 59 Grafik hasil validasi penjatah pupuk

26 66 Persamaan pada grafik-grafik diatas memiliki nilai R 2 yang cukup tinggi, yaitu: untuk penjatah pupuk nomor 1, untuk penjatah pupuk nomor 2, untuk penjatah pupuk nomor 3, dan untuk penjatah pupuk nomor 4. Dosis yang diperintahkan berturut-turut, yaitu: 50 kg/ha, 100 kg/ha, 150 kg/ha, 200 kg/ha, dan 250 kg/ha. Tingkat kesalahan penjatahan pupuk telah menurun dibandinngkan dengan percobaan sebelumnya. Nilai error tertinggi adalah 4.3% pada dosis 150 kg/ha setelah sebelumnya berada pada 15.9%. Tabel 9 menunjukkan nilai kesalahan (error) tiap penjatah pupuk. Tabel 9. Tingkat error pada penjatah pupuk setelah kalibrasi Dosis Target Penjatah Pupuk 1 Penjatah Pupuk 2 Penjatah Pupuk 3 Penjatah Pupuk 4 Rata-rata Error (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (%) Variasi dosis yang diujicoba merupakan rentang dosis yang sering digunakan untuk pemupukan NPK pada padi sawah. Variasi dosis yang berbeda dapat diakomodasikan menggunakan persamaan yang telah terbukti dapat menjatah pupuk dengan baik. Hasil uji statik yang dilakukan memberikan indikasi bahwa penjatah pupuk telah terkalibrasi dan dapat digunakan untuk aplikasi pemupukan di lapangan. Uji Sistem Pneumatik Blower berfungsi sebagai penghasil udara bertekanan yang menghembuskan pupuk serta menyebarnya menuju permukaan tanah. Kecepatan aliran udara diukur menggunakan anemometer digital Extech Udara yang mengalir pada saluran keluar blower mencapai kecepatan >30 m/detik namun angka pastinya tidak dapat ketahui karena batas pembacaan instrumen pengukur kecepatan udara dibatasi pada 30 m/detik. Saluran keluar blower memiliki diameter 3.5 dengan luas penampang m 2. Debit yang dihasilkan mencapai m 3 /detik. Aliran udara dialirkan menuju pembagi aliran menggunakan saluran pipa fleksibel berdiameter 4. Pembagi aliran berfungsi membagi aliran udara yang dihasilkan blower menjadi empat aliran udara yang sama besar (Gambar 60). Aliran-aliran tersebut diarahkan menuju penjatah pupuk untuk mendistribusikan pupuk menuju diffuser.

27 67 Gambar 60 Komponen pembagi aliran udara terpasang pada traktor Pengukuran dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Otomasi (Gambar 61). Kecepatan aliran udara pada saluran keluar berturut-turut 16.6, 14.1, 13.3, dan 14.9 m/detik. Nilai-nilai tersebut relatif tidak jauh berbeda satu sama lain sehingga geometri kerucut terpancung dianggap memenuhi syarat sebagai pembagi aliran. Gambar 61 Pengukuran kecepatan aliran udara di pembagi tekanan Hasil pengukuran kecepatan alir udara membuktikan bahwa geometri kerucut terpancung dapat membagi satu aliran udara menjadi empat aliran udara yang memiliki kecepatan alir relatif sama. Tabel 10 menunjukkan bahwa kecepatan aliran pada tiap outlet pembagi tekanan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda satu sama lain seperti pada hasil simulasi. Selisih nilai-nilai tersebut berkisar antara m/detik.

28 68 Tabel 10. No Data pengukuran kecepatan alir udara pada pembagi tekanan Kecepatan Angin (m/detik) Rata-rata (m/detik) Debit (m 3 /detik) Nilai rata-rata kecepatan alir tiap lubang keluaran adalah m/detik dengan standar deviasi ±0.39 m/detik. Keseragaman kecepatan alir tiap lubang dapat dikatakan tinggi karena nilai CV yang diperoleh cukup rendah, yaitu 3.5%. Perbedaan nilai kecepatan alir simulasi dan pengukuran disebabkan oleh kondisi kekasaran dinding yang berbeda. Pada simulasi, kondisi dinding diasumsikan memiliki koefisien kekasaran setingkat pipa plastic ataupun PVC yaitu m (Tabel 9), namun kenyataannya dinding pembagi tekanan memiliki permukaan yang relatif kasar sehingga menimbulkan hambatan pada gerak aliran udara dan membuat nilai kecepatan yang terukur lebih kecil dibandingkan dengan nilai pada hasil simulasi. Tabel 11. Nilai koefisien kekasaran bahan (Chaurette, 2003) Material Pipe absolute roughness values (RMS) Material Absolute roughness (in x 10-3) Material Absolute roughness (micron or m x 10-6) Riveted steel Concrete Ductile iron Wood stave Galvanized iron Cast iron asphalt dipped Cast iron uncoated Carbon steel or wrought iron Stainless steel Fiberglass Drawn tubing glass, brass, plastic Copper Aluminium PVC Red brass Concrete Selanjutnya, pengukuran nilai kecepatan alir udara dilakukan pada bagian penghembus butiran pupuk yang terletak pada bagian bawah penjatah pupuk. Bagian ini

29 69 berfungsi mendistribusikan pupuk yang telah dijatah menggunakan udara bertekanan yang dihasilkan oleh blower. Komponen penghembus butiran pupuk ditunjukkan oleh Gambar 62. Gambar 62 Komponen penghembus butiran pupuk Hasil pengukuran secara empiris memberikan nilai kecepatan aktual pada keempat komponen penghembus pupuk. Nilai tersebut dipengaruhi oleh kecepatan masuk aliran udara dan geometri saluran. Proses pembuatan saluran mempengaruhi kondisi aliran udara karena tingkat kekasaran permukaan saluran merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Data pengukuran diperlihatkan pada Tabel 12. Tabel 12. Data pengukuran kecepatan udara penghembus pupuk No Kecepatan Angin (m/detik) Rata-rata (m/detik) Debit (m 3 /detik) Perbedaan kecepatan alir udara pada simulasi (±19 m/detik) dan pengukuran disebabkan oleh kondisi permukaan saluran yang sulit untuk didefinisikan serta adanya turbulensi aliran oleh plat penadah jatuhan pupuk. Permukaan saluran pada simulasi diasumsikan halus dengan tingkat kekasaran pipa PVC, namun pada kenyataannya permukaan saluran memiliki kekasaran yang lebih tinggi dan pada belokan maupun bagian tertentu terdapat bekas pengerjaan mekanik yang menimbulkan hambatan bagi aliran udara. Namun demikian nilai rata-rata kecepatan udara pada keempat saluran

30 70 keluar penghembus pupuk sebesar m/detik dengan nilai standar deviasi 0.18 m/detik, nilai ini lebih besar dibandingkan dengan kecepatan alir udara pada outlet pembagi aliran sehingga kecenderungan perubahan ini sesuai dengan hasil simulasi. Tingkat keseragaman aliran pada keempat saluran cukup tinggi, terbukti dari nilai CV yang berada pada tingkat 1.6%. Bagian pembagi aliran udara pada diffuser memegang peranan penting untuk membagi campuran aliran udara dengan pupuk. Hasil simulasi memberi masukan bagi proses manufaktur dengan penambahan komponen lidah sirip (Gambar 63). Gambar 63 Komponen diffuser(kiri); komponen lidah sirip (kanan) Pengukuran langsung kecepatan aliran udara pada tiap diffuser dilakukan untuk memvalidasi nilai yang telah disimulasikan. Kecepatan aliran udara diukur menggunakan anemometer digital dengan tiga kali ulangan. Kinerja pembagi aliran udara dan pupuk sangat menentukan hasil sebaran pupuk di lahan. Oleh karena itu pengukuran secara detail perlu dilakukan. Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil pengukuran kecepatan aliran udara diffuser 1-8 No Kecepatan Angin (m/detik) Rata-rata (m/detik) Debit (m 3 /detik)

31 71 Kecepatan aliran udara pada tiap diffuser relatif sama antara satu dengan lainnya. Data tersebut membuktikan bahwa desain pipa penyalur udara dan pupk serta lidah pembagi untuk setiap diffuser sudah tepat. Kecepatan udara rata-rata dari kedelapan diffuser adalah 6.38 m/detik dengan nilai penyimpangan (standar deviasi) 0.46 m/detik. Keseragaman kecepatan alir udara tiap diffuser dapat dikatakan tinggi, hal ini dibuktikan dari nilai CV yang relatif rendah, yaitu 7.23%. Uji Sebaran Pupuk Pupuk yang dijatuhkan oleh penjatah pupuk masuk kedalam komponen penghembus pupuk. Komponen ini terdiri dari pipa yang memiliki penahan angin untuk jalur hembusan butiran pupuk. Bagian penghembus pupuk diperlihatkan oleh Gambar 64. b) Tampak Depan a) Tampak Atas Gambar 64 Komponen penghembus pupuk Ketika akan keluar dari saluran penghembus, butiran pupuk melewati saluran dengan diameter yang lebih kecil. Kecepatan udara pada saluran ini lebih tinggi sehingga saat pupuk sampai pada diffuser kecepatan alir pupuk masih cukup untuk membuatnya keluar dan tersebar menuju tanah. Saluran antara penghembus pupuk dan diffuser terbuat dari pipa fleksibel dengan ring PVC. Fleksibilitas sangat diperlukan oleh saluran ini untuk mengakomodir pergerakan lengan dudukan diffuser saat transportasi dan aplikasi. Sebaran pupuk diukur menggunakan metode baki penampung (Stewart, 2002). Pupuk disebar dengan dosis 50 kg/ha, 100 kg/ha, 150 kg/ha, 200 kg/ha, dan 250 kg/ha. Diffuser memegang peranan penting dalam menyebarkan pupuk ke lahan. Komponen

32 72 diffuser memiliki pengarah aliran yang dapat menyebarkan pupuk kearah kiri dan kanan sehingga pada dua diffuser yang bersebelahan diperoleh pola tumpang tindih yang dapat membuat sebaran pupuk merata. Ilustrasi pola tumpang tindih yang diharapkan disajikan pada Gambar 65. Gambar 65 Ilustrasi pola tumpang tindih sebaran pupuk Jumlah butir yang keluar dari setiap penjatah dikumpulkan sebarannya per 7.5 cm dan ditimbang. Pengeluaran pupuk dilakukan secara bertahap dari penjatah pupuk 1 hingga 4 dengan dosis yang telah ditentukan. Pengujian sebaran pupuk disajikan pada Gambar 66. Gambar 66 Pengujian sebaran pupuk pada komponen diffuser Hasil penimbangan pupuk setiap lebar kerja 7.5 cm disatukan dan dibuat pola sebarannya. Pola tersebut kemudian dianalisis dan dilihat sebaran dosisnya sepanjang lebar kerja mesin pemupuk dosis variabel. Sebaran pupuk berdasarkan jumlah yang terkumpul setiap 7.5 cm sepanjang lebar kerja disajikan pada Gambar 67.

33 73 Gambar 67 Sebaran pupuk pada lebar kerja mesin pemupuk dosis variabel Pola sebaran pupuk yang dihasilkan oleh diffuser cukup merata pada lebar kerja yang dibutuhkan walaupun belum dapat merata secara sempurna. Perbedaan pola sebar pupuk pada masing-masing dosis disebabkan oleh perbedaan massa total tiap dosis yang dikeluarkan. Setiap diffuser didesain untuk menyebarkan pupuk granul selebar 1.2 m. Jalur sebaran pupuk dibuat tumpang tindih dengan radius 0.6 m pada jarak antara satu diffuser dengan diffuser lainnya. sehingga sepanjang lebar kerja pemupukan diperoleh sebaran pupuk yang merata. Uji sebar pupuk di lahan memperlihatkan hasil sebaran yang diharapkan. Secara umum pola penyebaran pupuk mengikuti trapezoidal pattern namun pada aplikasi dosis yang berbeda dapat mengikuti W-shaped pattern (Parish, 1999). Sebaran pupuk di lahan diperlihatkan oleh Gambar 68.

34 74 Gambar 68 Sebaran butiran pupuk di lahan Sistem yang menjadi kunci untuk menjatah dan menyebar pupuk telah sesuai dengan fungsi yang didesain. Selesainya pengujian statik dilanjutkan dengan uji kinerja mesin pemupuk dosis variabel di lahan sawah. Uji Lapangan Uji kinerja mesin pemupuk dosis variabel dilakukan pada dua lahan sawah. Lahan pertama berlokasi di laboratorium lapangan Siswadi Soepardjo dengan luas sawah ±750 m 2, sedangkan lahan kedua berlokasi di sawah petani daerah lingkar kampus Cikarawang, Kelurahan Situ Gede dengan luas sawah ±1200 m 2. Uji kinerja di lahan pertama ditujukan untuk mengetahui kinerja mesin pada lahan sawah terkonsolidasi dan telah siap untuk introduksi mesin pertanian. Sementara itu aplikasi di lahan petani bertujuan mengetahui kinerja mesin pada kondisi sawah masyarakat sebenarnya. Pengujian lapangan mesin pemupuk dosis variabel dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu pembuatan peta pemupukan, uji kinerja aplikasi cek jalur dan dosis mesin pemupuk dosis variabel, akuisisi data slip dan dosis yang dikeluarkan pada proses aplikasi, dan analisis hasil panen tiap blok aplikasi. Tahap pendahuluan yang harus dilakukan sebelum mesin dapat mengaplikasikan pupuk di lahan adalah pembuatan peta pemupukan dan pengujian pengeluaran dosis. Peta Pemupukan Aplikasi pemupukan pada lahan sawah dilakukan sesuai kebutuhan tanaman padi berdasarkan kondisi warna daun. Lahan sawah yang akan diaplikasikan dibagi

35 75 menjadi blok-blok berukuran 5x5 m. Ukuran blok tersebut dibuat untuk mengakomodasi lebar kerja mesin pemupuk dosis variabel sepanjang 5m. Jumlah blok pada lahan sawah di lokasi I sebanyak 20 blok, sedangkan pada sawah di lokasi II sebanyak 48 blok. Seminggu sebelum aplikasi pemupukan, observasi kehijauan warna daun dilakukan menggunakan metode Bagan Warna Daun. Metode pengukuran secara langsung dilakukan menggunakan kartu Bagan Warna Daun yang dibuat oleh IRRI. Pengambilan data dilakukan dengan mengukur beberapa warna daun padi yang dipilih secara acak pada setiap blok. Kemudian data dari setiap blok diplotkan kedalam sebuah peta kebutuhan pupuk seperti diperlihatkan pada Gambar 69. Gambar 69 Pengukuran warna daun padi (kiri) dan peta kebutuhan pupuk (kanan) Peta pemupukan menjadi acuan lokasi dan dosis pupuk yang harus diaplikasikan. Blok pada peta diberi nama sesuai lokasi baris dan kolom dan diukur dari titik nol pada ujung blok. Angka pertama pada blok menunjukkan lokasi kolom sedangkan angka kedua menunjukkan lokasi baris. Urutan blok pada peta pemupukan memperhatikan kondisi lapangan serta kemudahan mesin untuk beroperasi. Proses penghitungan blok di lahan dilakukan dengan membatasi luasan blok satu dengan lainnya menggunakan patok bambu yang dihubungkan oleh tali plastik. Observasi warna daun untuk penentuan dosis pupuk dilakukan tiga hari sebelum hari pemupukan. Hasil observasi warna daun menggunakan kartu BWD IRRI empat warna pada kedua lokasi menghasilkan peta seperti diperlihatkan pada Gambar 70.

36 76 a). Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo Gambar 70 b). Lahan Petani di Cikarawang Peta kebutuhan dosis pupuk Kebutuhan pupuk berdasarkan BWD merupakan dosis dalam satuan kilogram Urea. Nilai tersebut dikonversi kedalam kilogram NPK karena penelitian ini menggunakan pupuk yang sepenuhnya NPK. Penggunaan pupuk NPK didasari oleh kemampuan penjatah pupuk yang bekerja baik pada penjatahan pupuk homogen. Selain itu, penggunaan NPK juga mempertimbangkan musim tanam yang memasuki kemarau, jika pemupukan menggunakan Urea dan tidak diairi dalam beberapa hari maka pupuk tersebut tidak terserap secara optimal, sementara NPK dapat bertahan lebih lama dan cenderung tidak lebih cepat menguap dibandingkan Urea. Apabila pada petunjuk teknis lapangan PTT dianjurkan menggunakan pupuk NPK dan urea pada pemupukan ketiga maka kebutuhan pupuk urea diganti dengan NPK sesuai kadar nitrogen yang harus digantikan. Perhitungan konversi dosis dari urea menjadi NPK memperhatikan jumlah nitrogen yang dikandung oleh kedua pupuk tersebut. Ilustrasi perhitungan dosis aplikasi pupuk disajikan pada Gambar 71.

37 77 Gambar 71 Ilustrasi perhitungan dosis aplikasi pupuk Data kebutuhan pupuk setiap blok yang telah terkumpul dan dipetakan dimasukkan kedalam program pada kontrol utama yang mengatur penjatah pupuk. Program tersebut akan mengolah data lokasi yang diterima oleh RTK-DGPS sesuai posisi traktor dan membandingkannya dengan panjang dan lebar grid sehingga lokasi blok posisi traktor dapat diketahui. Setelah posisi traktor dapat dipastikan maka langkah selanjutnya adalah mengecek dosis yang harus dikeluarkan pada posisi tersebut dan memerintahkan empat penjatah pupuk untuk berputar sesuai setpoin dosis yang ditargetkan. Aplikasi Pemeriksa Jalur dan Dosis Pemupukan Aplikasi pemupukan di lahan merupakan pengujian utama yang akan dikerjakan. Untuk memastikan bahwa dosis pupuk yang disebar sesuai dengan peta kebutuhan pupuk, maka beberapa hari sebelum hari aplikasi mesin pemupuk dosis variabel melakukan gladi resik di lahan kering laboratorium lapangan Siswadi Soepardjo (Gambar 72 kanan). Gladi resik merupakan simulasi pemupukan lahan sesuai dengan skenario yang akan diterapkan pada lahan sawah. Mesin pemupuk dosis variabel melakukan putaran aplikasi pada lahan kering menggunakan S-type method application

38 78 path dengan seluruh sistem bekerja penuh (Gambar 72 kiri). Unit kontrol utama mencatat lokasi mesin yang dikirimkan melalui RTK-DGPS kemudian menyesuaikan dosis yang harus dikeluarkan berdasarkan lokasi mesin. Data-data tersebut direkam kedalam sebuah external flash memory untuk kemudian dibaca oleh aplikasi pemeriksa jalur dan dosis pemupukan. Gambar 72 Jalur aplikasi mesin pemupuk dosis variabel (kiri); gladi resik sebelum pemupukan (kanan) Aplikasi tersebut dibuat menggunakan peranti lunak SharpDevelop 4.2 dengan bahasa pemograman C#. Piranti lunak ini dipilih karena open source dan penggunaan bahasa C# lebih mudah untuk dipahami. Aplikasi cek dosis dan jalur dinamakan GPS3, source code aplikasi ini terlampir pada Lampiran 25. Aplikasi ini membaca data posisi dan putaran dari empat unit penjatah pupuk pada saat pemupukan. Data-data tersebut disimpan dalam external flash memory dan dikonversi kedalam format Microsoft Excel (.xls) kedalam unit komputer menggunakan aplikasi yang dibuat oleh Sapsal (2011). Data yang telah dikonversi dan dipindahkan dibaca oleh aplikasi GPS3 dan diplotkan kedalam peta pemupukan yang ada. Posisi traktor pada aplikasi GPS3 digambarkan sebagai piksel yang bergerak sesuai data yang terekam sementara dosis yang dikeluarkan digambarkan oleh warna piksel tersebut. Piksel akan berwarna biru jika dosis yang terekam sesuai dengan target dosis yang harus dikeluarkan namun jika dosis tidak tepat akan memiliki warna merah seperti terlihat pada Gambar 73. Penggambaran dosis dan lokasi mesin saat gladi resik pada GPS3 memudahkan proses evaluasi mesin untuk aplikasi di lapangan. Kekurangan yang terdapat pada saat gladi resik langsung diperbaiki sehingga mesin dapat bekerja optimal pada aplikasi pemupukan di lokasi sebenarnya.

39 79 Gambar 73 Indikasi kesalahan pada dosis target aplikasi pupuk oleh GPS3 Hasil penggambaran dosis target yang harus dikeluarkan dengan posisi traktor pada Gambar 73 menunjukkan adanya kesalahan yang ditandai keluarnya titik merah pada peta. Oleh karena itu dilakukan pengecekan pada program pembacaan lokasi dan dilakukan percobaan kembali. Hasil yang telah sesuai dapat dilihat pada Gambar 74. Gambar 74 Hasil cek dosis target yang telah sesuai Aplikasi GPS3 memungkinkan penghilangan kesalahan pada aplikasi dosis di lahan pada waktu aplikasi pemupukan. Pengembangan GPS3 akan dilakukan agar dapat

40 80 membaca data secara real time sehingga dosis yang dikeluarkan serta posisi traktor pada waktu pemupukan dapat terus dipantau. Kode program GPS3 disajikan pada Lampiran 25. Aplikasi Pemupukan NPK Pada Padi Sawah Pemupukan padi menggunakan metode VRT dilakukan pada pemupukan ketiga, yaitu HST. Penggunaan metode VRT direncanakan meliputi proses pemupukan pertama, kedua, dan ketiga. Namun, karena kendala mekanik dan elektronik dari mesin pemupuk dosis variabel membuat penyelesaian mesin tersebut terlambat sehingga jadwal pemberian pupuk pertama dan kedua terlewat. Oleh karena itu pemupukan menggunakan metode VRT dilakukan pada pemupukan ketiga baik di lokasi I maupun lokasi II. Aplikasi pupuk NPK pada lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo dilakukan setelah mesin pemupuk dosis variabel siap digunakan dan telah mengalami kalibrasi untuk digunakan pada lahan tersebut. Metode jalur aplikasi menggunakan s-type method seperti yang diperlihatkan pada Gambar 75. Gambar 75 Jalur aplikasi pupuk di lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo Mesin dijalankan mulai blok (0,0) dan berhenti di setiap akhir jalur untuk mengirim data pemupukan menuju komputer. Operator traktor berusaha tetap pada jalurnya dengan mengikuti patokan yang telah disediakan di tepi lahan agar dosis yang dikeluarkan sesuai dengan petak aplikasi. Komunikasi RTK-DGPS dengan satelit berlangsung baik, kendala cuaca dan awan yang dikhawatirkan mempengaruhi kinerja

41 81 RTK-DGPS tidak terjadi sehingga mesin pemupuk dosis variabel dapat bekerja dengan baik. Kondisi lahan percobaan Lab. lapangan Siswadhi Soepardjo yang telah dipersiapkan untuk mekanisasi sangat mendukung pergerakan traktor sehingga proses pemupukan dapat berlangsung tanpa hambatan. Aplikasi pupuk di lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo diperlihatkan pada Gambar 76. Gambar 76 Aplikasi pupuk di lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo Pemberian pupuk di lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo yang memiliki luas 450 m 2 berlangsung selama 45 menit. Waktu kerja efektif mesin di lahan tersebut adalah ±7 menit sehingga mesin memiliki kapasitas lapangan efektif sebesar 0.94 ha/jam. Waktu kerja efektif merupakan gabungan dari pengukuran waktu selama traktor berjalan lurus dan waktu yang dibutuhkan untuk berbelok. Waktu pengukuran jauh lebih lama dibandingkan dengan waktu aplikasi, hal ini dikarenakan proses pengambilan data dari unit kontrol utama yang memakan waktu 7-15 menit setiap pengambilan data. Setelah selesai dengan lahan percobaan di lokasi I, mesin diujicoba di lahan petani didaerah Cikarawang. Uji kinerja mesin di lahan petani Cikarawang tidak semudah aplikasi pupuk di lahan percobaan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo. Hal ini disebabkan oleh letak lokasi lahan yang cukup jauh dan membutuhkan fasilitas pengangkutan yang lebih kompleks dibandingkan pada lahan sebelumnya. Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan perencanaan dan pemilihan fitur lokasi yang baik sebelum percobaan dilakukan. Proses pengangkutan mesin dari garasi dan bongkar muat dapat dilihat pada Gambar 77.

42 82 Gambar 77 Pengangkutan mesin pemupuk dosis variabel Aplikasi pupuk dilahan Cikarawang tidak berbeda dengan lahan sebelumnya. Metode pemupukan juga menggunakan s-type method karena dianggap efektif dan tidak terlalu banyak merusak tanaman padi. Jalur pemupukan di lahan Cikarawang diperlihatkan oleh Gambar 78. Gambar 78 Jalur aplikasi pupuk di lahan Cikarawang Kalibrasi dan koreksi arah lahan dilakukan beberapa hari sebelum pemupukan sehingga tidak terjadi masalah dalam orientasi traktor dan penentuan lokasi pada blok aplikasi. Perbedaan yang cukup signifikan dalam aplikasi pupuk di lahan Cikarawang adalah proses pengeringan lahan dua minggu sebelum hari pemupukan. Hal ini

43 83 dilakukan karena lapisan hardpan pada lahan tersebut yang terlalu dalam sehingga dapat menyebabkan amblesnya traktor. Pengeringan lahan diharapkan dapat memperkeras lapisan atas tanah dan meningkatkan daya dukung tanah terhadap mesin pertanian. Namun, proses ini memiliki resiko berkurangnya air yang dapat diserap oleh tanaman padi pada masa vegetatif sehingga dikhawatirkan tanaman akan terlalu cepat menuju masa generatif sebagai respon atas minimnya ketersediaan air. Pemupukan tanaman padi di lahan Cikarawang disajikan pada Gambar 79. Gambar 79 Aplikasi pupuk di lahan Cikarawang Aplikasi pupuk untuk luas 1200 m 2 di lahan Cikarawang berlangsung selama 2 jam 19 menit. Total waktu tersebut termasuk waktu belok traktor, waktu pengiriman data, dan waktu tunggu penerimaan signal GPS. Waktu efektif yang digunakan mesin untuk memupuk adalah 10 menit sehingga kapasitas lapangan efektif yang terukur sebesar 1.13 ha/jam. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas lapangan sebelumnya, hal ini dikarenakan operator sedah terbiasa untuk mengoperasikan mesin pemupuk dosis variabel. Rata-rata efisiensi lapangan pada kedua percobaan adalah 84%. Jika secara teoritis diasumsikan lahan yang dipupuk memiliki luas satu hektar, maka nilai kapasitas lapangan efektif kedua lahan belum dapat digunakan. Hal ini dikarenakan luas lahan kedua lokasi relatif kecil sehingga ada satu proses uji coba yang belum dilaksanakan, yaitu pengisian ulang wadah pupuk. Luas lahan satu hektar, dengan asumsi pemberian dosis 250 kg/ha, memerlukan 3 kali proses isi ulang pupuk kedalam wadah pupuk. Perhitungan kapasitas lapangan efektif dilakukan dengan menjumlahkan lama waktu traktor berjalan lurus dengan waktu yang dibutuhkan traktor untuk berbelok. Kedua data untuk perhitungan tersebut

44 84 diperoleh dari data pengukuran di lokasi I dan II. Asumsi lahan satu hektar berbentuk persegi dengan ukuran 100x100 m, maka akan dilakukan aplikasi pada 21 jalur. Kecepatan traktor 0.7 m/detik (data pengukuran lokasi I dan II) menghasilkan waktu tempuh jalan lurus untuk 100 meter sebesar 142 detik, nilai ini diakumulasikan dengan waktu belok traktor 25 detik per belokan sehingga diperoleh waktu kerja untuk satu hektar sebesar 3482 detik. Pengisian pupuk kedalam wadah pupuk membutuhkan waktu paling lama 10 menit, sehingga untuk tiga kali pengisian pupuk dibutuhkan waktu 30 menit. Total waktu kerja yang dibutuhkan adalah 5282 detik atau 1.47 jam, sehingga kapasitas lapangan efektif pemupukan satu hektar lahan padi adalah 0.68 Ha/jam. Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa kapasitas lapangan efektif yang dihasilkan oleh percobaan di lokasi I dan II merupakan kapasitas lapangan untuk luas lahan 750 m 2 dan 1200 m 2. Akuisisi Data Pemupukan Data-data yang dikumpulkan pada saat pemupukan tanaman padi menggunakan mesin pemupuk dosis variabel antara lain: putaran (rpm) penjatah pupuk serta lokasi mesin pemupuk dosis variabel, slip roda traktor, dan waktu kerja pemupukan. Putaran rotor penjatah pupuk merupakan hal penting yang harus dianalisis. Jumlah putaran kincir dapat dikonversi menjadi jumlah pupuk yang dikeluarkan oleh mesin pada waktu pemupukan. Konversi jumlah putaran menjadi dosis pupuk dilakukan menggunakan persamaan matematik yang dipengaruhi variabel karakteristik penjatah pupuk, slip roda traktor, kecepatan maju traktor, dosis pemupukan, dan lebar kerja aplikasi. Bentuk persamaan matematika ini dapat dilihat pada persamaan (7). Persamaan 7 memerlukan kalibrasi agar diperoleh hasil dosis yang akurat. Hal ini disebabkan oleh kondisi penjatah pupuk yang mengalami perubahan sejak kalibrasi pertama dilakukan pada tahun Uji statik pengeluaran dosis menghasilkan persamaan kalibrasi untuk setiap penjatah pupuk, yaitu: y=1.0167x+10.5, y= 0.964x , y= x , dan y=1.258x+4.3 untuk penjatah pupuk nomor satu hingga empat secara berurutan. Variabel y mewakili jumlah pupuk aktual yang dikeluarkan dan variabel x mewakili jumlah pupuk yang ditargetkan. Dosis pupuk aktual yang dikeluarkan didekati menggunakan persamaan 7 yang digabungkan dengan persamaan hasil kalibrasi tiap penjatah pupuk, sehingga persamaan matematik untuk menghitung

45 85 junlah dosis pupuk yang dikeluarkan di lapangan oleh masing-masing penjatah pupuk dapat dilihat pada persamaan 16, 17, 18, dan 19. ( ( )) (16) ( ( )) (17) ( ( )) (18) ( ( )) (19) Dimana: D 1 = dosis yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk nomor 1 D 2 = dosis yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk nomor 2 D 3 = dosis yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk nomor 3 D 4 = dosis yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk nomor 4 Data putaran penjatah pupuk yang direkam setiap 20 milidetik dan disimpan kedalam external flash memory. Data-data tersebut kemudian dikirimkan menuju komputer untuk dianalisis. Nilai putaran penjatah pupuk dilengkapi dengan data lokasi mesin saat aplikasi di lahan sehingga dapat diketahui jumlah pupuk yang dikeluarkan pada tiap blok aplikasi dengan menghitung nilai rata-rata jumlah pupuk yang dikeluarkan. Dosis aktual yang harus dikeluarkan oleh mesin pemupuk pada tiap blok dapat dilihat pada Gambar 80. Pada aplikasi pemupukan di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo blok yang terdapat pada ujung jalur aplikasi tidak dapat dipupuk karena diperlukan sebagai lokasi berputar traktor. Pupuk diberikan secara manual pada blok tersebut. Namun, pengembangan teknik memupuk menggunakan mesin VRGA akhirnya dapat mengatasi masalah tersebut.

46 86 a) Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo b) Lahan Petani di Cikarawang Gambar 80 Peta jumlah pupuk yang dikeluarkan oleh mesin pada aplikasi pemupukan Data putaran penjatah pupuk yang terekam diubah menjadi jumlah pupuk yang dikeluarkan menggunakan persamaan konversi yang telah dijelaskan. Jumlah pupuk yang dikeluarkan pada tiap blok aplikasi ternyata belum memiliki akurasi 100%, tingkat kesalahan terendah yang dapat dicapai antara dosis target dengan dosis aktual pada aplikasi di Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo adalah plus 1.2% sementara pada aplikasi di lahan sawah Cikarawang sebesar minus 1.97%. Lebih jauh lagi, kesalahan tertinggi yang terekam pada kedua aplikasi mencapai minus 48% pada lahan di Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo dan minus 25% pada lahan petani di Cikarawang. Keterangan plus menandakan dosis yang diberikan lebih banyak dibandingkan dengan dosis target, sementara keterangan minus menandakan dosis yang diberikan lebih sedikit dari dosis target. Lokasi-lokasi blok dengan akurasi terendah terdapat pada ujung jalur pemupukan. Hal ini dapat disebabkan penurunan kecepatan traktor yang menyebabkan kecepatan putar blower menurun sehingga terjadi kongesti aliran pupuk di penjatah pupuk dan motor penjatah pupuk menjadi macet. Pengembangan teknik pemupukan menggunakan mesin VRGA harus dilakukan untuk waktu kedepan sehingga mesin

47 87 dapat bekerja lebih optimal. Penggunaan mesin VRGA untuk memupuk pada kedua lahan sawah dapat mengurangi penggunaan pupuk sebesar 1-2.5%. Namun potensi yang tersimpan untuk meningkatkan pengurangan pupuk adalah 12.5%. Nilai ini diperoleh jika variasi kebutuhan pupuk lebih tinggi dibandingkan dengan dua percobaan yang telah dilakukan. Analisis Hasil Panen Umur padi di lahan Lab. lapangan Siswadhi Soepardjo mencapai 103 HST ketika dipanen terhitung sejak awal penanaman tertanggal 5 Mei Sedangkan padi di lahan sawah Cikarawang berumur 86 HST sewaktu dipanen terhitung sejak awal penanaman tertanggal 9 Juli Pemanenan dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2012 untuk lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo dan 3 Oktober 2012 untuk lahan di Cikarawang. Satu hari sebelum panen dilakukan penandaan blok-blok aplikasi menggunakan tali plastik seperti terlihat pada Gambar 81. Penandaan blok menggunakan tali plastik mempermudah proses pemanenan oleh pemanen, karena batas antar blok terlihat jelas dengan adanya tali plastik tersebut. sesuai blok aplikasi (Gambar 82). Hal ini dilakukan agar jumlah biomasa pada bloka) Lahan Petani di Cikarawang b) Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo Gambar 81 Penandaan blok panen pada lahan sawah Pemanenan dilakukan dengan bantuan buruh panen dan dikerjakan bertahap

48 88 blok tersebut dapat diketahui dan total berat gabah yang dihasilkan dapat dihitung secara terpisah. a) Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo b) Lahan Petani di Cikarawang Gambar 82 Proses pemanenan Biomasa pada tiap blok ditimbang dan dipisahkan menurut posisi blok tersebut di lapangan (Gambar 83). Diharapkan berat biomasa dapat dijadikan referensi efektifitas pupuk yang telah diberikan selain sebagai data pendukung jumlah gabah yang akan dianalisis. a) Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo b) Lahan Petani di Cikarawang Gambar 83 Penimbangan biomasa padi Proses berikutnya adalah perontokan bulir padi menggunakan alat dan mesin perontok. Biomasa padi yang telah terkumpul dari blok-blok panen dirontokkan secara bergantian serta diambil sampel gabahnya untuk uji kadar air. Proses perontokkan menggunakan mesin perontok membutuhkan waktu 1-2 hari tergantung luas lahan

49 89 panen. Padi yang belum sempat dirontokkan diambil sampel gabahnya secara manual agar waktu uji kadar air dapat dilakukan secara serentak pada hari yang sama. Penyimpanan padi yang belum dirontok diletakkan dalam garasi bengkel Siswadhi Soepardjo agar tidak terkena hujan dan pengaruh cuaca lainnya. Proses perontokkan diperlihatkan oleh Gambar 84. a) Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo b) Lahan Petani di Cikarawang Gambar 84 Proses perontokkan padi Uji kadar air gabah dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Otomasi menggunakan metode primer, yaitu metode oven. Sampel gabah diambil sebanyak 5 gram dan dimasukkan kedalam oven pengering selama 24 jam (Gambar 85). Setelah waktu tercapai, gabah ditimbang untuk diketahui pengurangan massa selama pengeringan. Massa gabah yang hilang merupakan jumlah massa air yang telah diuapkan selama pengeringan, sehingga kadar air gabah dapat diketahui menggunakan persamaan 12. Gambar 85 Sampel gabah pada saat uji kadar air

50 90 Data kadar air gabah dibutuhkan untuk menormalisasi berat gabah yang dihasilkan dari tiap blok pemanenan. Berat gabah dan kadar air yang diperoleh pada tiap blok dikonversi menjadi berat gabah dalam satuan kadar air gabah kering panen (GKP) 25%. Kadar air GKP digunakan sebagai kadar air acuan karena gabah yang diuji kadar airnya belum melewati proses pengeringan lanjutan untuk digiling. Hasil akhir dari analisis berat gabah kering panen adalah peta produksi padi pada lahan yang diaplikasikan pupuk dengan metode VRT. Analisis dilakukan dengan menghitung nilai maksimum, minimum, rata-rata, standar deviasi, dan koefisien variasi dari produksi gabah setiap blok pada lahan. Data-data tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: blok dengan produksi lebih kecil dari nilai rata-rata yang dikurangi standar deviasi, blok dengan produksi yang berada pada rentang nilai rata-rata plus minus standar deviasi, dan blok dengan produksi lebih besar dari nilai rata-rata yang ditambah standar deviasi. Tingkat keseragaman produksi gabah dihitung berdasarkan nilai pada kelompok kedua, yaitu blok dengan produksi yang berada pada rentang nilai rata-rata±standar deviasi. Pembuatan peta produksi memudahkan analisis keseragaman produksi dari lahan yang diaplikasikan pupuk secara VRT, karena peta tersebut memberi informasi sebaran lokasi dan jumlah produksi gabah yang dihasilkan. Peta produksi yang dihasilkan dari analisis diperlihatkan pada Gambar 86 untuk lokasi I. Gambar 86 Peta produksi gabah di lokasi I

51 91 Analisis tingkat keseragaman hasil produksi yang dilakukan pada lokasi II memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Peta hasil produksi lokasi II disajikan pada Gambar 87. Gambar 87 Peta produksi gabah di lokasi II Hasil produksi padi pada sawah lokasi I menunjukkan tingkat keseragaman sebesar 74.7% sementara hasil produksi pada sawah lokasi II sebesar 70.4%. Tingkat keseragaman merupakan parameter kuantitatif yang menunjukkan ukuran kemiripan data, dalam hal ini jumlah gabah, dalam suatu percobaan. Nilai berat gabah yang dihasilkan pada tiap petak aplikasi pupuk dibandingkan dengan nilai rata-rata plus minus standar deviasi dari hasil panen seluruh blok aplikasi dengan pola sebaran normal. Tingkat keseragaman dilihat dari total jumlah kontribusi berat gabah pada tiap blok aplikasi yang dinyatakan dalam persen. Tingkat keseragaman hasil produksi gabah yang tinggi menyatakan bahwa metode pemupukan VRT bekerja baik. Menurut Setiawan (2000) dalam percobaannya, tingkat keseragaman padi yang dipupuk

52 92 menggunakan metode VRT dapat mencapai 74% sementara hasil padi yang menggunakan metode URT memiliki tingkat keseragaman 45%. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan percobaan yang telah dilakukan dan hasil percobaan Setiawan (2000) juga mengindikasikan bahwa aplikasi pemupukan menggunakan metode VRT dapat meningkatkan keseragaman hasil produksi padi. Arti penting dari keseragaman produksi pada suatu lahan adalah dalam penentuan umur panen dan taksasi beras yang dihasilkan sehingga dalam suatu lahan tidak ada bagian pada petak lahan yang dipanen pada waktu berlainan. Penggunaan VRT dalam pemupukan selain dapat meingkatkan keseragaman hasil panen juga dapat mereduksi penggunaan pupuk yang berlebihan. Pembagian blok aplikasi memungkinkan pemberian pupuk dengan dosis berbeda antara satu blok dengan lainnya sehingga penggunaan pupuk jelas akan berkurang dibandingkan dengan metode URT. Hal ini dibuktikan dengan pengurangan 1%-3% penggunaan pupuk pada kedua lahan yang diujicobakan. Peta produksi yang dihasilkan memberi gambaran adanya perbedaan produksi gabah dari tiap blok aplikasi pupuk terutama pada bagian ujung lahan. Produksi gabah yang relatif kecil pada ujung-ujung lahan disebabkan oleh rusaknya padi karena beberapa faktor eksternal seperti gangguan hama burung, keluarmasuknya mesin pertanian, dan gangguan pada tanaman padi yang disebabkan oleh manusia. Lebih jauh lagi, produksi gabah pada kedua lahan dapat dikatakan kecil dibandingkan dengan produksi rata-rata gabah di wilayah lingkar kampus IPB sebesar 5 ton/ha. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil produksi tersebut, diantaranya bibit, kekeringan, gangguan hama burung, dan ulah manusia yang kurang bertanggungjawab. Pada lahan percobaan di Lab. Lapangan Siswadhi Soepardo, rendahnya produktivitas gabah lebih disebabkan oleh gangguan hama burung. Pada ±83HST burung-burung sudah mulai berdatangan untuk memakan bulir padi yang mulai masak. Intensitas kedatangan burung semakin meningkat dari hari ke hari, dan terdiri dari dua gelombang kedatangan. Gelombang pertama mulai pada pukul WIB dan gelombang kedua pada pukul WIB. Upaya pengusiran burung sulit dicegah walaupun telah dipasang tali plastik dan kaleng pengusir burung pada area lahan, hal ini disebabkan oleh tidak adanya tanaman padi lain disekitar lahan percobaan sehingga

53 93 burung-burung terkonsentrasi pada lahan percobaan. Akibat yang ditimbulkan oleh hama burung pada tanaman padi diperlihatkan pada Gambar 88. Gambar 88 Bulir padi rontok akibat serangan hama burung di Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo Lahan percobaan pada sawah petani di Cikarawang tidak luput dari masalah yang menyebabkan rendahnya produktivitas gabah. Beberapa faktor yang terindikasi memiliki kontribusi antara lain: bibit padi yang tidak baik, kekeringan yang melanda wilayah Cikarawang, hama burung, dan kerusakan padi akibat pihak yang tidak bertanggung jawab. Bibit yang tidak baik, atau dalam kasus ini adalah terlalu tua umurnya, terindikasi setelah persiapan pemupukan kedua dilaksanakan. Menurut petani berpengalaman dan pengakuan dari petani pemilik lahan, bibit yang ditanam merupakan bibit tua dan terpaksa ditanam karena alasan ekonomi. Pihak penulis telah memperkirakan bahwa produktivitas akan relatif rendah karena buruknya bibit merupakan masalah yang krusial dalam budidaya tanaman padi sawah. Namun demikian, percobaan tetap dilakukan karena lahan tersebut telah sesuai dengan syarat pemilihan lahan yang telah ditetapkan oleh peneliti. Hal ini penting mengingat lahan yang akan digunakan belum pernah diintroduksikan traktor ringan beroda empat, sehingga persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi untuk kemudahan teknis dilapangan. Komponen persyaratan yang dikehendaki antara lain: lahan bersebelahan dengan jalan raya/jalan utama, tidak ada penghalang antara jalan raya dengan lahan (seperti saluran air atau tembok), terdapat lahan kosong bukan sawah didekat lahan percobaan untuk proses bongkar muat traktor, memiliki lapisan tanah keras (hardpan) yang tidak terlalu dalam ±30 cm, memiliki orientasi yang mendekati arah utara-selatan,.

54 94 dan sebisa mungkin dicari lahan dengan bentuk persegi atau persegi panjang. Lahan sawah di Cikarawang telah memenuhi keseluruhan komponen yang dipersyaratkan. Lahan ini terletak dipinggir jalan utama Cikarawang dan juga memiliki tanah kosong tepat disebelahnya (Gambar 89). Selain itu, menurut pengamatan dan percobaan yang dilakukan, lahan ini memiliki lapisan tanah keras yang tidak terlalu dalan walaupun penyebarannya tidak merata. Lahan di Cikarawang juga menghadap kearah Utara- Selatan dengan slope yang relatif kecil < 1 dan berbentuk persegi. Hal-hal tersebut membuat pemilihan lahan ini dinilai tepat sebagai lahan yang akan diintroduksikan mekanisasi pada budidaya tanamannya sehingga faktor bibit yang kurang baik terpaksa dikesampingkan karena waktu penelitian yang terbatas. Gambar 89 Peta lokasi lahan percobaan di Cikarawang Faktor kedua yang tidak kalah penting adalah kekeringan yang melanda kawasan Cikarawang pada medio Juli-September Penurunan curah hujan berakibat pada turunnya muka air Situ Gede yang menjadi penyedia air di wilayah tersebut (Gambar 90). Rendahnya curah hujan pada wilayah ini menyebabkan sawah yang telah dipupuk tidak dapat segera digenangi sehingga pupuk yang telah ditebar berpotensi menguap tanpa sempat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu kekurangan air yang dialami tanaman padi menyebabkan fase generatif datang terlalu cepat sebagai reaksi atas kurangnya air dan hara untuk fase vegetatif. Hal ini menyebabkan bulir padi yang dihasilkan akan terlalu matang dan mudah rontok jika umur panen ditetapkan pada umur normalnya. Masalah kekeringan menjadi hal yang mengancam produksi padi pada wilayah Cikarawang, namun hal ini segera berakhir setelah turunnya hujan dan naiknya muka air Situ Gede pada akhir September 2012.

55 95 a) Tanggal 4 September 2012 b) Tanggal 10 Oktober 2012 Gambar 90 Kondisi muka air Situ Gede Faktor terakhir yang diduga kuat mengurangi produksi gabah adalah serangan hama burung dan ulah pihak yang tidak bertanggung jawab. Hama burung seperti pada lahan di Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo sangat sulit untuk dicegah kedatangannya, beberapa petak disekitar lahan percobaan pun tidak luput dari serangan burung yang berpotensi merendahkan produksi gabah. Selain itu, adanya peristiwa perusakan padi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab turut memperparah kondisi padi pada lahan percobaan. Pembabatan padi diduga dilakukan untuk mengambil ilalang yang tumbuh disela-sela tanaman padi setelah musim kering berkepanjangan. Namun, hal ini sangat disayangkan karena padi yang berada di antara ilalang menjadi korban pembabatan sehingga tidak dapat dipanen. Peta tanaman padi yang dirusak diperlihatkan oleh Gambar 91. Gambar 91 Peta posisi tanaman yang dirusak

4 PENDEKATAN RANCANGAN

4 PENDEKATAN RANCANGAN 27 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan yang diperlukan untuk meneliti kinerja mesin pemupuk dosis variabel antara lain: rancangan fungsional dan rancangan struktural. Rancangan Fungsional Mesin pemupuk dosis

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang dibuat merupakan pengembangan dari prototipe pada penelitian sebelumnya (Azis 211) sebanyak satu unit. Untuk penelitian ini prototipe

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

PENDEKATAN RANCANGAN. Kriteria Perancangan

PENDEKATAN RANCANGAN. Kriteria Perancangan IV PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototype produk yang sesuai dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian III TINJAUAN PUSTAKA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 November 2012 di laboratorium lapangan Siswadi Supardjo, Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Prototipe 1. Rangka Utama Bagian terpenting dari alat ini salah satunya adalah rangka utama. Rangka ini merupakan bagian yang menopang poros roda tugal, hopper benih

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN 4.1. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah V HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah Tahapan identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui masalah serta kebutuhan yang diperlukan agar otomasi traktor dapat dilaksanakan. Studi pustaka dilakukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah

Lebih terperinci

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate IV. ANALISA PERANCANGAN Alat tanam jagung ini menggunakan aki sebagai sumber tenaga penggerak elektronika dan tenaga manusia sebagai penggerak alat. Alat ini direncanakan menggunakan jarak tanam 80 x 20

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil rancangan transporter tandan buah segar tipe trek kayu dapat dilihat pada Gambar 39. Transporter ini dioperasikan oleh satu orang operator dengan posisi duduk. Besar gaya

Lebih terperinci

IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL

IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL Tahapan analisis rancangan merupakan tahap yang paling utama karena di tahap inilah kebutuhan spesifik masing-masing komponen ditentukan. Dengan mengacu pada hasil

Lebih terperinci

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS Perancangan dan pembuatan mekanik mesin sortasi manggis telah selesai dilakukan. Mesin sortasi manggis ini terdiri dari rangka mesin, unit penggerak, unit pengangkut,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 14. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar mesin sortasi buah manggis hasil rancangan dapat dilihat dalam Bak penampung mutu super Bak penampung mutu 1 Unit pengolahan citra Mangkuk dan sistem transportasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mesin Pan Granulator Mesin Pan Granulator adalah alat yang digunakan untuk membantu petani membuat pupuk berbentuk butiran butiran. Pupuk organik curah yang akan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam SIDANG TUGAS AKHIR TM091476 Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam Oleh: AGENG PREMANA 2108 100 603 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan.

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan. BAB III PERANCANGAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Proses Perancangan Proses perancangan mesin pemipil jagung seperti terlihat pada Gambar 3.1 seperti berikut: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN Pada rancangan uncoiler mesin fin ini ada beberapa komponen yang perlu dilakukan perhitungan, yaitu organ penggerak yang digunakan rancangan ini terdiri dari, motor penggerak,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Conveyor merupakan suatu alat transportasi yang umumnya dipakai dalam proses industri. Conveyor dapat mengangkut bahan produksi setengah jadi maupun hasil produksi

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap KOPLING Defenisi Kopling dan Jenis-jenisnya Kopling adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya dari poros penggerak (driving shaft) ke poros yang digerakkan (driven shaft), dimana

Lebih terperinci

BAB 3 REVERSE ENGINEERING GEARBOX

BAB 3 REVERSE ENGINEERING GEARBOX BAB 3 REVERSE ENGINEERING GEARBOX 3.1 Mencari Informasi Teknik Komponen Gearbox Langkah awal dalam proses RE adalah mencari informasi mengenai komponen yang akan di-re, dalam hal ini komponen gearbox traktor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Kerja Alat Cara kerja Mesin pemisah minyak dengan sistem gaya putar yang di control oleh waktu, mula-mula makanan yang sudah digoreng di masukan ke dalam lubang bagian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan 4.1.1 Gambar Rakitan (Assembly) Dari perancangan yang dilakukan dengan menggunakan software Autodesk Inventor 2016, didapat sebuah prototipe alat praktikum

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA 3.1 Perancangan awal Perencanaan yang paling penting dalam suatu tahap pembuatan hovercraft adalah perancangan awal. Disini dipilih tipe penggerak tunggal untuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

Jumlah serasah di lapangan

Jumlah serasah di lapangan Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

Deskripsi ALAT DETEKSI LEBAR REL KERETA API SECARA REAL TIME DAN OTOMATIS

Deskripsi ALAT DETEKSI LEBAR REL KERETA API SECARA REAL TIME DAN OTOMATIS 1 Deskripsi ALAT DETEKSI LEBAR REL KERETA API SECARA REAL TIME DAN OTOMATIS Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu alat untuk mendeteksi lebar rel kereta api, khususnya alat ukur tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Perancangan Mesin Pemisah Biji Buah Sirsak Proses pembuatan mesin pemisah biji buah sirsak melalui beberapa tahapan perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut: Test section dirancang dengan ukuran penampang 400 mm x 400 mm, dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut: Test section dirancang dengan ukuran penampang 400 mm x 400 mm, dengan III METODOLOGI PENELITIAN A Peralatan dan Bahan Penelitian 1 Alat Untuk melakukan penelitian ini maka dirancang sebuah terowongan angin sistem terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut: a Test section

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN DAN PERAKITAN ALAT Pembuatan alat dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dilakukan. Gambar rancangan alat secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.1. 1 3

Lebih terperinci

3. METODOLOGI ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Tabel 5. Daftar alat yang digunakan pada penelitian

3. METODOLOGI ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Tabel 5. Daftar alat yang digunakan pada penelitian 3. METODOLOGI 3.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini berlangsung mulai bulan Juni sampai Desember 2009. Kegiatan penelitian terdiri dari perancangan, pembuatan serta pengujian alat HVAS. Pembuatan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

IRVAN DARMAWAN X

IRVAN DARMAWAN X OPTIMASI DESAIN PEMBAGI ALIRAN UDARA DAN ANALISIS ALIRAN UDARA MELALUI PEMBAGI ALIRAN UDARA SERTA INTEGRASI KEDALAM SISTEM INTEGRATED CIRCULAR HOVERCRAFT PROTO X-1 SKRIPSI Oleh IRVAN DARMAWAN 04 04 02

Lebih terperinci

ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI

ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI Dari definisi permasalahan yang ada pada masing-masing mekanisme pengendali, beberapa alternatif rancangan dibuat untuk kemudian dipilih dan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PERANCANGAN MESIN

BAB 5 HASIL PERANCANGAN MESIN BAB 5 HASIL PERANCANGAN MESIN 5.1 Pelaksanaan Pembuatan Mesin 1. Tahap awal dalam pembuatan mesin adalah pembuatan rangka mesin, bodi mesin, pembubutan poros pemegang mata pisau pengupas, pembuatan mata

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISIS PEMBEBANAN GERGAJI RADIAL 4 ARAH

PERANCANGAN DAN ANALISIS PEMBEBANAN GERGAJI RADIAL 4 ARAH PERANCANGAN DAN ANALISIS PEMBEBANAN GERGAJI RADIAL 4 ARAH Michael Wijaya, Didi Widya Utama dan Agus Halim Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta e-mail: mchwijaya@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN A. ANALISIS PENGATUR KETINGGIAN Komponen pengatur ketinggian didesain dengan prinsip awal untuk mengatur ketinggian antara pisau pemotong terhadap permukaan tanah, sehingga

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pemotong krupuk rambak kulit ini adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan kepulley 2 dan memutar pulley 3 dengan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 Yogyakarta, 26 Juli Intisari

SEMINAR NASIONAL TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 Yogyakarta, 26 Juli Intisari Sistem Pendorong pada Model Mesin Pemilah Otomatis Cokorda Prapti Mahandari dan Yogie Winarno Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma J1. Margonda Raya No.100, Depok 15424

Lebih terperinci

ANALISA DONGKRAK ULIR DENGAN BEBAN 4000 KG

ANALISA DONGKRAK ULIR DENGAN BEBAN 4000 KG ANALISA DONGKRAK ULIR DENGAN BEBAN 4000 KG Cahya Sutowo Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Untuk melakukan penelitian tentang kemampuan dari dongkrak ulir ini adalah ketahanan atau

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Pada perancangan suatu kontruksi hendaknya mempunyai suatu konsep perencanaan. Untuk itu konsep perencanaan ini akan membahas dasar-dasar teori

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS

BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS BAB IV PEMODELAN POMPA DAN ANALISIS Berdasarkan pemodelan aliran, telah diketahui bahwa penutupan LCV sebesar 3% mengakibatkan perubahan kondisi aliran. Kondisi yang paling penting untuk dicermati adalah

Lebih terperinci

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 Gambar 17 Pegujian sistem navigasi: (a) lintasan lurus tanpa simpangan, (b)lintasan lurus dengan penggunaan simpangan awal, (c) lintasan persegi panjang, (d) pengolahan tanah menggunakan rotary harrower

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. MODIFIKASI ALAT PENYIANG Alat ini merupakan hasil modifikasi dari alat penyiang gulma yang terdahulu yang didesain oleh Lingga mukti prabowo dan Hirasman tanjung (2005), Perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Gambaran Umum Mesin pemarut adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu atau serta mempermudah pekerjaan manusia dalam hal pemarutan. Sumber tenaga utama mesin pemarut adalah

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin spin coating adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan ke poros hollow melalui pulley dan v-belt untuk mendapatkan

Lebih terperinci

II. PASCA PANEN KAYU MANIS

II. PASCA PANEN KAYU MANIS 1 I. PENDAHULUAN Kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan komoditas perkebunan yang telah lama dimanfaatkan oleh manusia sebagai bumbu penyedap masakan (Anonim, 2010). Di Indonesia, produk kayu manis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan September- Oktober

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR A III PERENCANAAN DAN GAMAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Diagram alir adalah suatu gambaran utama yang dipergunakan untuk dasar dalam bertindak. Seperti halnya pada perancangan diperlukan suatu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENGUJIAN PENDAHULUAN FILTER Dalam pengambilan sampel partikel tersuspensi (TSP) dengan metode high volume air sampling, salah satu komponen utama yang harus tersedia adalah

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah : BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam perancangan ini adalah metode penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS RANCANGAN A. KRITERIA RANCANGAN B. RANCANGAN FUNGSIONAL

ANALISIS RANCANGAN A. KRITERIA RANCANGAN B. RANCANGAN FUNGSIONAL IV. ANALISIS RANCANGAN A. KRITERIA RANCANGAN Alat pemerah susu sapi ini dibuat sesederhana mungkin dengan memperhitungkan kemudahan penggunaan dan perawatan. Prinsip pemerahan yang dilakukan adalah dengan

Lebih terperinci

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan September 2011 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo dan lahan percobaan Departemen Teknik

Lebih terperinci

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Kriteria Perancangan Perancangan dynamometer tipe rem cakeram pada penelitian ini bertujuan untuk mengukur torsi dari poros out-put suatu penggerak mula dimana besaran ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu Berdasarkan hasil survey lapangan di PG. Subang, Jawa barat, permasalahan yang dihadapi setelah panen adalah menumpuknya sampah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Dari konsep yang telah dikembangkan, kemudian dilakukan perhitungan pada komponen komponen yang dianggap kritis sebagai berikut: Tiang penahan beban maksimum 100Kg, sambungan

Lebih terperinci

BAB VI POROS DAN PASAK

BAB VI POROS DAN PASAK BAB VI POROS DAN PASAK Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersamasama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Motor Listrik BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Transmisi Transmisi bertujuan untuk meneruskan daya dari sumber daya ke sumber daya lain, sehingga mesin pemakai daya tersebut bekerja menurut kebutuhan yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang digunakan untuk pembuatan mesin pemotong kerupuk rambak kulit adalah sistem transmisi. Berikut ini adalah pengertian-pengertian dari suatu sistem transmisi dan penjelasannya.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Teknik 4.1.1. Kebutuhan Daya Penggerak Kebutuhan daya penggerak dihitung untuk mengetahui terpenuhinya daya yang dibutuhkan oleh mesin dengan daya aktual pada motor

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pencacah rumput ini adalah sumber tenaga motor listrik di transmisikan ke poros melalui pulley dan v-belt. Sehingga pisau

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan konstruksi mesin pengupas serabut kelapa ini terlihat pada Gambar 3.1. Mulai Survei alat yang sudah ada dipasaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian pengelasan secara umum a. Pengelasan Menurut Harsono,1991 Pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair.

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung Mesin pemipil jagung merupakan mesin yang berfungsi sebagai perontok dan pemisah antara biji jagung dengan tongkol dalam jumlah yang banyak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perencanaan mesin adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perencanaan mesin adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan mesin adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu atau sekelompok manusia guna memperoleh suatu alat yang bermanfaat bagi kemajuan manusia dan

Lebih terperinci

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin. BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN A. Desain Mesin Desain konstruksi Mesin pengaduk reaktor biogas untuk mencampurkan material biogas dengan air sehingga dapat bercampur secara maksimal. Dalam proses

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 14 METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri dari : (1) proses desain, () konstruksi alat, (3) analisis desain dan (4) pengujian alat. Adapun skema tahap penelitian seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) Dalam proses pembuatan mesin pengupas kulit kentang perlu memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Adapun maksud

Lebih terperinci