V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum 595 mm. Bentuk manipulator hasil modifikasi dapat dilihat pada Gambar 13. Koordinat maksimum dan minimum sumbu z 114mm dan 361 mm. Radius minimal ruang yang tersedia pada bidang xy sebesar 595 mm. Menurut Tugiyono (1998) jarak tanam tomat antar baris 5 cm sampai 8 cm dengan tinggi ajir kurang lebih 125 cm. Ruang yang tersedia pada baris tanaman dapat mencukupi untuk manuver manipulator. Daerah koordinat cakupan manipulator pada bidang xy dapat dilihat pada Gambar 14. z(+) y(+) x(+) Gambar 13. Hasil modifikasi manipulator Setelah dilakukan modifikasi pada joint horisontal diperoleh luas daerah cakupan manipulator lebih besar dibanding dengan yang sebelumnya. Perbedaan luas daerah cakupan manipulator dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar

2 Gambar 14. Luas cakupan koordinat bidang xy manipulator sebelum dimodifikasi Gambar 15. Luas cakupan koordinat bidang xy manipulator setelah dimodifikasi 1. Dudukan bawah (tidak dimodifikasi) Dudukan bawah menggunakan plat beton dengan ukuran 4 mm x 4 mm dan ketebalan 2 mm. Plat beton ini kemudian dilubangi pada sisi-sisi sikunya dengan ukuran diameter 4 mm. Diameter lubang ini disesuaikan dengan diameter lubang pemasangan pada roda caster. Plat beton dilubangi pada sisi-sisinya sebagai tempat untuk memasang empat roda caster yang memiliki ukuran tinggi sekitar 34 mm dengan diameter roda 25 mm. 3

3 Pada bagian tengah plat beton ini juga dilubangi untuk pemasangan gearbox. Plat beton ini dilubangi dngan diameter lubang 8 mm yang disesuaikan dengan lubang pemasangan pada gearbox. 2. Joint putar horisontal 1 (joint 1, tidak dimodifikasi) Joint 1 terdiri dari gearbox, kopel dudukan motor stepper, motor stepper, dan plat poros besi. Gearbox dipasang pada plat besi pada dudukan bawah dengan pengencangan menggunakan baut berdiameter 8 mm sebanyak empat buah pada masing-masing sisinya. Dudukan motor stepper terbuat dari besi siku ukuran 92 mm x 92 mm yang pada salah satu bagian dipotong, sehingga ukurannya menjadi 92 mm x 5 mm. Pada bagian sisi dengan ukuran 5 mm dilubangi dengan diameter 8 mm sebanyak dua buah untuk pemasangan plat besi pada dudukan bawah yang kemudian dikencangkan dengan baut berdiameter 4 mm sebanyak empat buah yang disesuaikan dengan baut berdiameter 4 mm. Kopel terbuat dari poros besi pejal yag berdiameter 3 mm. Pada salah satu bagiannya dilubangi dengan diameter 8 mm menyesuaikan dengan poros motor stepper dan pada bagain lainnya dilubangi dengan diameter 1 mm menyesuaikan dengan poros masukan dari gearbox. Pengencangan antara kopel dengan poros motor stepper dan poros masukan gearbox yaitu menggunakan baut diameter 5.5 mm dan ditaps dengan ukuran 6 mm. Plat poros besi terbuat dari plat besi ukuran 22 mm x 9 mm dan poros besi besi dengan diameter 3 mm. Plat dengan poros ini disatukan dengan cara dilas. Poros dilubangi dengan diameter 15 mm disesuaikan dengan poros keluaran dari gearbox. Kedua bagian ini dikencangkan dengan baut diameter 6 mm sehingga poros besi harus dilubangi dengan diameter 6 mm sehingga poros besi harus dilubangi dengan diameter 5.5 mm dan ditaps dengan ukuran diameter 6 mm. Pada bagian plat besi pada sudut-sudut sisinya dilubangi dengan diameter 12 mm untuk pemasangan pada plat dudukan bawah dari link vertikal. Besar sudut putar joint 1 sebesar 17 untuk mencegah terjadinya kabel melilit. Pembatasan sudut putar dilakukan dengan pesangan limit switch. Komponen penyusun dudukan bawah dapat dilihat pada Gambar Link vertikal (tidak dimodifikasi) Link vertikal terdiri dari plat dudukan bawah, plat dudukan atas, plat siku, bearing, slider vertikal, dan ulir. Plat dudukan bawah dilubangi dengan diameter 12 mm sebanyak empat buah untuk dipasang dengan plat poros besi. Plat dudukan bawah juga dilubangi dengan dimeter 12 mm sebanyak empat buah disesuaikan dengan lubang pemasangan pada bearing dan dilubangi 6 mm untuk dipasang dengan plat siku sebanyak empat buah. Plat dudukan atas juga dilubangi dengan diameter 12 mm sebanyak empat buah disesuaikan dengan lubang pemasangan pada bearing sebanyak empat buah dan dilubangi 6 mm untuk dipasang dengan plat siku sebanyak empat buah. Plat dudukan atas juga dilubangi dengan diameter 6 mm untuk dipasang dengan dudukan motor servo DC dan dilubangi dengan diameter 2 mm untuk dilewati dengan poros bagian atas ulir diameter 15 mm. 31

4 Plat siku terbuat dari besi siku ukuran 6 mm x 6 mm dan tebal 5 mm. Salah satu bagiannya dipotong, sehingga ukurannya menjadi 6 mm x 25 mm. Plat siku yang dibutuhkan sebanyak 4 buah untuk menopang slider vertikal, dua buah dipasang pada plat dudukan atas dan dua buah lagi dipasang pada plat dudukan bawah. Pada bagian plat siku dengan ukuran 6 mm dilubangi dengan diameter 6 mm dalam arah tegak sebanyak dua buah untuk pemasangan pada slider vertikal. Pada biagian dengan ukuran 25 mm dilubangi dengan diameter 6 mm dalam arah memanjang sebanyak dua buah untuk dipasang pada plat dudukan atas dan bawah. Slider vertikal dipasang secara vertikal dengan empat buah plat siku dan dikencangkan dengan baut berdiameter 6 mm. Bearing yang digunakan jenis plan bearing segi empat sebanyak dua buah dengan diameter dalamnya 2 mm dan 15 mm yang disesuaikan dengan diameter poros bagian bawah ulir yang diameter 2 mm dan poros bagian atas yang bediameter 15 mm. Kedua bearing dipasang dengn plat dudukan atas dan bawah dan dikencangkan dengan baut berdiameter 12. Panjang poros bagian bawah ulir dipotong sehingga berukuran panjang 32 mm sesuai dengan tinggi dari bearing. Sehingga poros bagian bawah ulir tidak menembus plat dudukan bawah. Ketinggian minimum yang dapat dicapai sebesar 361 mm serta ketinggian maksimum 114 mm. 4. Joint translasi vertikal (joint 3, tidak dimodifikasi) Joint vertikal atau joint 3 terdiri dari motor servo DC, dudukan motor servo DC, dan worm-gear. Dudukan motor servo DC terbuat dari saku 6 mm x 6 mm dan tebal 5 mm. Salah satu bagiannya dipotong, sehingga ukurannya dilubangi dengan diameter 5 mm sebanyak empat buah disesuaikan dengan lubang pemasangan pada motor servo DC. Pada bagian dengan ukuran 35 mm dilubangi dengan diameter 6 mm sebanyak 2 buah untuk dipasang pada plat dudukan atas dan dikencangkan dengan baut berdiameter 6 mm. Motor servo DC dipasang pada dudukan motor servo DC dan dikencangkan dengan baut berdiameter 5 mm. Roda gigi pada worm-gear dipasang dengan poros bagian atas ulir yang berdiameter 15 mm dan dikencangkan dengan baut berdiameter 6 mm. Roda cacing pada worm-gear dipasang dengan poros keluaran motor servo DC yang diameter 8 mm dan dikencangkan dengan baut 3 mm. 5. Link horisontal Link horisontal tersusun oleh dua buah plat besi. Plat besi I berukuran panjang 42 mm dengan ukuran penampang 16 mm x 2 mm. Plat besi I dibaut pada plat besi segi empat yang melekat pada ulir link vertikal. Plat besi II berukuran panjang 4 mm dan ukuran penampang 16 mm x 1 mm. Plat besi I dan besi II dihubungkan oleh poros yang berdiameter 14 mm. Poros menyalurkan putaran motor DC secara langsung. Motor DC dibaut dan dipasang tetap terhadap plat besi I sehingga poros memutar plat besi II. Ujung lain poros dihubungkan encoder. Sisi atas dan bawah poros plat besi II terdapat dua plat lingkaran berdiameter 5 mm serta tebal 5 mm. Poros kedua plat besi melingkar terdapat bearing yang berfungsi untuk menahan poros agar tetap tegak. 32

5 6. Joint putar horisontal 2 (Joint 2) Joint putar horisontal disebut juga joint 2 terdiri dari motor DC, dudukan motor DC, poros pejal, dan encoder. Transmisi putaran motor menggunakan transmisi poros langsung. Poros motor DC dimasukkan ke dalam poros pejal dan dibaut dengan ukuran baut 5 mm. Poros encoder dihubungkan ke poros pejal dengan menggunakan karet. Penghubung karet digunakan agar tidak merusak encoder jika poros pejal mengalami kemiringan. Sudut minimal joint horisontal sebesar 2 dan sudut maksimal 32. Bentuk joint 2 serta besar sudut putar dapat dilihat pada Gambar 16 dan gambar 17. Gambar 16. Joint dan link horisontal Gambar 17. Besar sudut minimal joint 2 33

6 5.2. Kalibrasi Kalibrasi dilakukan terhadap motor stepper (joint 1), motor DC (Joint 2), dan motor servo DC (Joint 3). Nilai pergerakan diinput ke program kemudian nilai pergerakan aktual diukur. Grafik hubungan antara lama pergerakan terhadap nilai sudut joint 1 dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19. Sudut ( ) y =.1179x R² = Waktu (ms) Gambar 18. Grafik kalibrasi sudut putar joint 1 (putaran arah kiri) y =.965x R² =.9984 Sudut ( ) Waktu (ms) Gambar 19. Grafik kalibrasi sudut putar joint 1 (putaran arah kanan) Tabel hasil kalibrasi awal joint 1 dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari grafik kalibrasi motor joint 1 diperoleh dua persamaan awal kalibrasi yaitu persamaan gerak arah kiri dan gerak arah kanan. 34

7 Gerakan arah kiri diperoleh y=.1779x.175 di mana y dalam ( ) dan x dalam (ms). Gerakan arah kanan diperoleh persamaan y= di mana y dalam ( ) dan x dalam (ms). Kalibrasi sudut putar joint 2 berdasarkan ketelitian encoder. Ketelitian encoder adalah 2 pulsa/putaran. Pembuatan program perhitungan pulsa dilakukan dengan menghitung perubahan logika ke logika 1 dan sebaliknya sehingga ketelitian encoder menjadi 4 pulsa/putaran. Dalam satu putaran memiliki sudut 36 maka diperoleh nilai pulsa terhadap satu derajat adalah 1.11 pulsa/. Hasil kalibrasi gerak translasi joint 3 dengan metode penambahan jumlah penghitung saat terbaca pulsa logika 1 pada sensor encoder ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar y =.1445x R² =.9967 Jarak (mm) Penghitung Gambar 2. Grafik kalibrasi gerak translasi joint 3 logika 1 (pergeseran arah bawah) 4 35 y =.756x R² = Jarak (mm) Penghitung Gambar 21. Grafik kalibrasi gerak translasi joint 3 logika 1 (pergeseran arah atas) 35

8 Hasil kalibrasi awal gerak translasi joint 3 dengan logika 1 dapat dilihat pada Lampiran 1. Persamaan kalibrasi awal diperoleh y =.1445x untuk pergeseran arah bawah dan y =.756x untuk pergeseran arah atas. Nilai y adalah jarak pergeseran (mm) serta x merupakan penghitung. Hasil kalibrasi gerak translasi joint 3 dengan metode penambahan jumlah pulsa saat terjadi perubahan logika ke logika 1 pembacaaan sensor pada encoder dapat dilihat pada Gambar 22 dan Gambar y =.1266x R² =.999 Jarak (mm) Pulsa Gambar 22. Grafik kalibrasi gerak translasi joint 3 (pergeseran arah atas) dengan perhitungan pulsa encoder 35 3 y =.1418x R² =.9992 Jarak (mm) Pulsa Gambar 23. Grafik kalibrasi gerak translasi joint 3 (pergeseran arah bawah) dengan perhitungan pulsa encoder. 36

9 Hasil kalibrasi awal gerak translasi joint 3 dengan perhitungan pulsa perubahan logika ke logika 1 dapat dilihat pada Lampiran 15. Persamaan kalibrasi awal diperoleh y =.1266x untuk pergeseran arah atas dan y =.1418x untuk pergeseran arah bawah. Nilai y adalah jarak pergeseran (mm) serta x merupakan jumlah pulsa. Kalibrasi gerak translasi joint 3 juga dilakukan dengan metode pewaktu. Hasil kalibrasi gerak translasi joint 3 dengan metode pewaktu dapat dilihat pada Tabel 3. Kalibrasi gerak translasi joint 3 dengan pewaktu dilakukan untuk mendapatkan rata-rata waktu dibagi rata-rata jarak pergerakan aktual. Dari hasil percobaan diperoleh waktu/jarak rata-rata gerakan arah atas ms/mm dan gerakan arah bawah ms/mm. Tabel 3. Kalibrasi gerak translasi joint 3 dengan pewaktu Arah atas Arah bawah No Jarak (mm) Timer (ms) Timer/jarak (ms/mm) Jarak (mm) Timer (ms) Timer/jarak (ms/mm) Rata-rata Rata-rata Penyempurnaan Kalibrasi Penyempurnaan kalibrasi dilakukan untuk menguji hasil kalibrasi awal masing-masing joint. Tiap joint digerakkan pada koordinat tertentu jika terjadi simpangan dan memiliki pola yang teratur, akan dihasilkan persamaan baru yang disebut persamaan koreksi. Persmaan koreksi berfungsi untuk mengkoreksi persamaan hasil kalibrasi agar diperoleh simpangan yang lebih kecil. 37

10 Hasil pengujian persamaan kalibrasi awal sudut putar joint 1 menghasilkan sudut aktual yang lebih besar dibandingkan sudut input. Karena sudut aktual yang lebih besar, sehingga sudut input dikurang terlebih dahulu oleh persamaan koreksi. Hasil pengurangan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kalibrasi. Besar simpangan sudut aktual terhdap sudut input dapat dilihat pada Gambar 24 dan Gambar y = 1.317ln(x) R² =.9452 Aktual ( ) Input ( ) Gambar 24. Grafik koreksi sudut putar joint 1 (putaran arah kiri) Aktual ( ) y = 4.143ln(x) R² = Input ( ) Gambar 25. Grafik koreksi sudut putar joint 1 (putaran arah kanan) Hasil pengujian kalibrasi awal sudut putar joint 1 dapat dilihat pada Lampiran 4. Persamaan koreksi kalibrasi diperoleh dua persamaan yaitu y = ln(x) untuk putaran arah kiri dan 38

11 y = 4.143ln(x) untuk putaran arah kanan. Persamaan koreksi disubtitusikan ke persamaan kalibrasi awal sehingga diperoleh persamaan kalibrasi y ln (y) =.1179x untuk putaran arah kiri serta y-4.143ln(y) =.965x untuk putaran arah kanan dimana y dalam ( ) dan x dalam (ms). Bentuk program pengendali motor joint 1 dapat dilihat pada Lampiran 28 dan Lampiran 29. Hasil pengujian persamaan kalibrasi awal sudut putar joint 2 dapat dilihat pada Lampiran 7. Sudut aktual terukur lebih besar dibandingkan sudut perhitungan persamaan kalibrasi awal. Rata-rata kelebihan sudut putaran arah kanan dan kiri yaitu 8.7 dan 8.2. Nilai-nilai tersebut sama dengan 9 jumlah pulsa. Koordinat sudut masukan setelah dikonversi menjadi nilai pulsa, selanjutnya dikurangi besar kelebihan pulsa. Hasil pengujian persamaan kalibrasi awal jarak translasi joint 3 dengan penambahan jumlah pulsa saat terbaca logika 1 pada sensor encoder menghasilkan jarak aktual yang lebih besar dibandingkan jarak input. Karena jarak atual yang lebih besar, sehingga koordinat input dikurang terlebih dahulu oleh persamaan koreksi. Hasil pengurangan tersebut yang kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kalibrasi awal sehingga didapat persamaan kalibrasi baru. Besar simpangan dapat dilihat pada Gambar 26 dan Gambar y =.132x R² = Simpangan (mm) Input (mm) Gambar 26. Grafik koreksi jarak translasi joint 3 (pergeseran arah atas) dengan logika 1 39

12 Simpangan (mm) y =.1677x R² = Input (mm) Gambar 27. Grafik koreksi jarak translasi joint 3 (pergeseran arah bawah) dengan logika 1 Hasil pengujian kalibrasi awal jarak translasi joint 3 dengan logika 1 dapat dilihat pada Lampiran 11 dan Lampiran 12. Persamaan koreksi kalibrasi diperoleh dua persamaan yaitu y =.132x untuk pergerakan arah atas dan y =.1677x.3335 untuk pergerakan arah bawah. Persamaan koreksi disubtitusikan ke persamaan kalibrasi awal sehingga diperoleh persamaan kalibrasi y =.8831x untuk pergerakan arah atas serta y =.1736x untuk pergerakan arah bawah dimana y dalam (mm) dan x adalah jumlah penghoitung. Bentuk program pengendali gerak translasi joint 3 logika 1 dapat dilihat pada Lampiran 32 dan Lampiran 33. Hasil pengujian persamaan kalibrasi jarak translasi joint 3 dengan perhitungan pulsa perubahan logika ke logika 1 menghasilkan jarak aktual yang lebih besar dibandingkan jarak input. Besar simpangan dapat dilihat pada Gambar 28 dan Gambar 29. Aktual (mm) y =.1572x R² = Input (mm) Gambar 28. Grafik validasi jarak translasi joint 3 (pergeseran arah atas) dengan perhitungan pulsa encoder 4

13 6 5 4 y =.1296x R² =.993 Aktual (mm) Input (mm) Gambar 29. Grafik validasi jarak translasi joint 3 (pergeseran arah bawah) dengan perhitungan pulsa encoder Hasil pengujian kalibrasi awal jarak translasi joint 3 dengan perhitungan perubahan pulsa encoder dari logika ke logika 1 dapat dilihat pada Lampiran 16. Persamaan koreksi kalibrasi diperoleh dua persamaan yaitu y =.1572x untuk pergerakan arah atas dan y =.1296x untuk pergerakan arah bawah. Persamaan koreksi disubtitusikan ke persamaan kalibrasi awal sehingga diperoleh persamaan kalibrasi y =.152x untuk pergerakan arah atas serta y =.1629x untuk pergerakan arah bawah dimana y dalam (mm) dan x adalah jumlah penghoitung. Bentuk program pengendali motor joint 3 perhitungan pulsa encoder dapat dilihat pada Lampiran 34 dan Lampiran 35. Koreksi persamaan kalibrasi jarak translasi joint 3 dengan pewaktu tidak dilakukan karena hasil pengujian tidak menghasilkan pola simpangan yang teratur Validasi Masing-masing Joint 1. Tanpa beban Validasi masing-masing joint dilakukan dengan memasukkan nilai jarak dari perismatik joint dan nilai sudut dari rotasional joint. Masing-masing joint digerakkan tersendiri dan dicatat besar penyimpangan. 41

14 1.5 1 Simpangan ( ) Gambar 3. Simpangan hasil validasi joint 1 putaran arah kiri Simpangan ( ) Gambar 31. Simpangan hasil validasi joint 1 putaran arah kanan Gambar 3 dan Gambar 31 menunjukkan bersar simpangan pada joint 1. Simpangan terbesar putaran arah kiri adalah 1. Rata-rata simpangan joint 1 putaran arah kiri diperoleh.1 dengan ketelitian 99.8%. Putaran arah kanan menunjukkan simpangan terbesar mencapai 2. Rata-rata simpangan putaran arah kanan sebesar.5 dengan ketelitian 98.8%. Data hasil validasi joint 1 dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Besar simpangan rata-rata joint 1 diperoleh lebih besar dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Simpangan ini disebabkan karena kopel penghubung poros motor stepper sering mengalami kelonggaran sehingga perlu pemeriksaan jika simpangan membesar. Simpangan yang diperoleh belum memadai untuk memperoleh manipulator yang presisi. Simpangan kurang dari 1 pada joint 1 dan joint 2 sudah dapat membuat simpangan manipulator pada sumbu-x dan sumbu-y yang cukup besar. Perlu 42

15 ketelitian kurang dari 1 agar diperoleh simpangan manipulator pada bidang xy yang lebih baik. Kecepatan rata-rata joint 1 sebesar 1 /detik Simpangan ( ) Gambar 32. Simpangan hasil validasi joint 2 putaran arah kiri Simpangan ( ) Gambar 33. Simpangan hasil validasi joint 2 putaran arah kanan Hasil validasi joint 2 dapat dilihat pada Gambar 32 dan Gambar 33. Simpangan terbesar joint 2 arah kiri sebesar 8. Rata-rata simpangan putaran arah kiri adalah 2.7 dengan ketelitian 92.7%. Putaran arah kanan memiliki simpangan terbesar sebesar 4. Rata-rata simpangan putaran arah kanan adalah 1.9 dengan ketelitian 94.1%. Besar simpangan pada joint ini disebabkan oleh momen gaya pada lengan. Momen gaya pada lengan menyebabkan adanya putaran lanjutan pada motor. Motor yang digunakan tidak dilengkapi rem sehingga lengan 2 dapat terus berputar meskipun motor telah di-off. Data validasi joint 2 dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Kecepatan rata-rata joint 2 sebesar 12 /detik. 43

16 15 Simpangan (mm) logika 1 pulsa encoder pewaktu -15 Gambar 34. Simpangan hasil validasi joint 3 pergerakan arah atas 15 1 Simpangan (mm) logika 1 pulsa encoder pewaktu Gambar 35. Simpangan hasil validasi joint 3 pergerakan arah bawah Besar perbandingan simpangan joint 3 dengan metode perhitungan logika 1, perhitungan pulsa encoder, dan pewaktu dapat dilihat pada Gambar 34 dan Gambar 35. Metode perhitungan logika 1 yaitu penambahan variabel penghitung jika saat pembacaan pulsa yang terbaca adalah logika 1. Hasil validasi metode logika 1 memiliki simpangan terbesar gerakan arah bawah adalah 9 mm. Rata-rata simpangan sebesar 3.4 mm dengan ketelitian 96.5%. Gerakan ke atas memiliki simpangan terbesar 1 mm. Rata-rata simpangan sebesar 3.7 mm dengan ketelitian 96.3%. Data hasil validasi joint 3 dengan perhitungan logika 1 dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Besarnya simpangan karena frekuensi pulsa encoder mencapai 25 khz lebih besar dibandingkan dengan frekuensi program sebesar 1 khz. Hal ini menyebabkan ada pulsa yang tidak terhitung. 44

17 Hasil validasi joint 3 dengan perhitungan pulsa encoder memperoleh simpangan terbesar gerakan arah bawah adalah 1 mm. Rata-rata simpangan sebesar 3.7 mm dengan ketelitian 95.2%. Pergerakan joint 3 arah atas memiliki simpangan terbesar 1 mm. Rata-rata simpangan adalah 3.8 mm dengan ketelitian 95.2%. Data hasil validasi joint 3 dengan perhitungan perubahan logika pulsa ke logika 1 dapat dilihat pada Lampiran 17 dan Lampiran 18. Besarnya simpangan karena frekuensi pulsa encoder lebih besar dibanding frekuensi program. Hal ini menyebabkan ada pulsa yang tidak terhitung. Metode ini lebih banyak pulsa yang tidak terhitung karena penambahan variabel penghitung setelah dilakukan dua kali pembacaan sensor. Jumlah variabel penghitung akan bertambah jika pembacaan pertama adalah logika dan pembacaan kedua adalah logika 1. Besar simpangan joint 3 dengan pergerakan metode pewaktu memilik simpangan terbesar untuk gerakan arah bawah adalah 4 mm. Rata-rata simpangan 1.1 mm dengan ketelitian 98.8%. Gerakan arah atas memiliki simpangan terbesar 5 mm. Rata-rata simpangan 1.1 mm dengan ketelitian 98.7%. data hasil validasi dapat dilihat pada Lampiran 19 dan Lampiran 2. Penyebab simpangan pada metode ini adalah kecepatan putar motor berubahubah. Kecepatan motor berubah karena tegangan input yang tidak stabil. Tegangan input diambil dari hasil penyearah tegangan keluaran transformator tanpa melewati rangkaian penstabil tegangan. Kaecepatan rata-rata joint 3 pergerakan arah atas sebesar 25 mm/detik sedangkan kecepatan arah bawah 3 mm/detik. Hasil ketiga metode pergerakan joint 3 menunjukkan metode pewaktu memiliki ketelitian tertinggi. Kecepatan pembaca pulsa sebaiknya minimal dua kali lebih besar kecepatan pulsa yang dihasilkan oleh endcoder. Frekuensi pembaca pulsa yang lebih kecil membuat beberapa pulsa tidak terbaca sehingga menghasilkan error yang besar. Metode pewaktu digunakan untuk pergerakan sumbu vertikal manipulator dipilih karena memiliki ketelitian yang lebih baik. Besarnya simpangan pada joint 3 disebabkan oleh adanya perbuhan kecepatan putar motor dan perubahan kecepatan pewaktu (komputer). Kecepatan putar motor dipengaruhi oleh tegangan dan beban. Tegangan yang semakin kecil membuat kecepatan putar motor lebih lambat. Semakin besar beban yang diterima oleh motor menyebabkan putaran motor menjadi lebih lambat. Simpangan juga dapat disebabkan karena perubahan kecepatan pewaktu. Perhitungan pewaktu dilakukan dengan mengitung jumlah looping program. Kecepatan looping dipengaruhi oleh kecepatan pemrosesan komputer. 2. Pembebanan 9 g dan 22 g Validasi dengan pembebanan dilakukan untuk memperoleh besar simpangan masingmasing joint karena variasi pembebanan. Beban 9 g digunakan sebagai perkiraan massa minimum end-effector, sedangkan beban 22 g merupakan beban maksimum yang dapat diangkat oleh motor joint 3. Pembebanan 22 g juga digunakan untuk menguji kekuatan link horisontal dan plat beton pemberat. Beban maksimum kekuatan link horisontal yang 45

18 direncanakan sebesar 5 g serta beban maksimum yang dapat ditopang oleh manipulator sebesar 4 g. Simpangan validasi masing-masing joint diambil dari pengujian manipulator secara keseluruhan. Hasil validasi joint 1 dengan pembebanan 9g putaran dapat dilihat pada Gambar 36 dan Gambar 37 sedangkan hasil pembebanan 22g dapat dilihat pada Gambar 38 dan Gambar Simpangan ( ) Gambar 36. Simpangan hasil validasi joint 1 pembebanan 9 g putaran arah kiri Simpangan ( ) Gambar 37. Simpangan hasil validasi joint 1 pembebanan 9 g putaran arah kanan Simpangan terbesar hasil validasi joint 1dengan pembebanan 9g putaran arah kiri 2 dan simpangan pada putaran arah kanan 3. Simpangan rata-rata putaran arah kiri sebesar.6 dengan ketelitian 99 % sedangkan simpangan rata-rata putaran arah kanan sebesar.8 dengan ketelitian 98%. 46

19 Simpangan ( ) Gambar 38. Simpangan hasil validasi joint 1 pembebanan 22 g putaran arah kiri Simpangan ( ) Gambar 39. Simpangan hasil validasi joint 1 pembebanan 22 g putaran arah kanan Simpangan terbesar hasil validasi joint 1dengan pembebanan 22g putaran arah kiri 2 dan simpangan pada putaran arah kanan 4. Simpangan rata-rata putaran arah kiri sebesar.4 dengan ketelitian 99 % sedangkan simpangan rata-rata putaran arah kanan sebesar.8 dengan ketelitian 94%. Hasil validasi joint 1 dengan pembebanan terlihat bahwa adanya pembebanan tidak mempengaruhi simpangan joint 1. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kecepatan putar motor joint1. Kecepatan putar motor ditentukan oleh besar frekuensi pulsa yang dikirimkan ke motor stepper. 47

20 Simpangan joint 2 hasil validasi dengan pembebanan 9g dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 41 sedangkan hasil validasi dengan pembebanan 22g dapat dilihat pada Gambar 42 dan Simpangan ( ) Gambar 4. Simpangan hasil validasi joint 2 pembebanan 9 g putaran arah kanan Simpangan ( ) Gambar 41. Simpangan hasil validasi joint 2 pembebanan 9 g putaran arah kiri Simpangan terbesar hasil validasi joint 2dengan pembebanan 9g putaran arah kanan 11 dan simpangan pada putaran arah kiri 13. Simpangan rata-rata putaran arah kanan sebesar 8.8 dengan ketelitian 91 % sedangkan simpangan rata-rata putaran arah kiri sebesar 8.8 dengan ketelitian 72%. 48

21 Simpangan ( ) Gambar 42. Simpangan hasil validasi joint 2 pembebanan 22 g putaran arah kanan 25 2 Simpangan ( ) Gambar 43. Simpangan hasil validasi joint 2 pembebanan 22 g putaran arah kiri Simpangan terbesar hasil validasi joint 2dengan pembebanan 22g putaran arah kirikanan 17 dan simpangan pada putaran arah kiri 21. Simpangan rata-rata putaran arah kanan sebesar 12.9 dengan ketelitian 87 % sedangkan simpangan rata-rata putaran arah kiri sebesar 1.8 dengan ketelitian 66%. 49

22 Beban (g) Gambar 44. Perubahan simpangan joint 1 dan joint 2 putaran arah kiri akibat pembebanan Simpangan ( ) joint 1 joint Beban (g) Gambar 45. Perubahan simpangan joint 1 dan joint 2 putaran arah kanan akibat pembebanan Gambar 44 dan Gambar 45 menunjukkan perubahan simpangan joint 1 dan joint 2 akibat beberapa pembebanan. Simpangan joint 1 memiliki perubahan simpangan yang kecil. Pertambahan simpangan joint 1 disebabkan penghubung poros yang sedikit longgar. Simpangan joint 2 akibat pembebanan mengalami kenaikan. Semakin bersarnya simpangan disebabkan oleh peningkatan momen gaya akibat beban yang semakin besar. Momen gaya yang besar menyebabkan putaran joint masih berputar saat motor diberhentikan. Untuk mengurangi besar simpangan akibat pembebanan dapat dilakukan kalibrasi ulang pada joint 2. Simpangan joint 3dengan metode pewaktu hasil validasi dengan pembebanan 9g dapat dilihat pada Gambar 46 dan Gambar 47 sedangkan hasil validasi dengan pembebanan 22g dapat dilihat pada Gambar 48 dan Gambar 49. 5

23 Simpangan (mm) Gambar 46. Simpangan hasil validasi joint 3 pembebanan 9 g pergerakan arah atas Simpangan (mm) Gambar 47. Simpangan hasil validasi joint 3 pembebanan 9 g pergerakan arah bawah Simpangan terbesar hasil validasi joint 3dengan pembebanan 9g pergerakan arah atas 31 mm dan simpangan pada pergerakan arah bawah 28 mm. Simpangan rata-rata pergerakan arah atas sebesar 9.9 mm dengan ketelitian 96 % sedangkan simpangan rata-rata pergerakan arah bawah sebesar 6.8mm dengan ketelitian 96%. Simpangan akan semakin besar jika jarak input pergerakan semakin besar karena terjadi perubahan kecepatan pergerakan joint 3. Kecepatan joint 3 pergerakan arah atas 23 mm/detik dan pergerakan arah bawah 33mm/detik. 51

24 Simpangan (mm) Gambar 48. Simpangan hasil validasi joint 3 pembebanan 22 g pergerakan arah atas 35 3 Simpangan (mm) Gambar 49. Simpangan hasil validasi joint 3 pembebanan 22 g pergerakan arah bawah Simpangan terbesar hasil validasi joint 3dengan pembebanan 22 g pergerakan arah atas 45 mm dan simpangan pada pergerakan arah bawah 29 mm. Simpangan rata-rata pergerakan arah atas sebesar 19.8 mm dengan ketelitian 91 % sedangkan simpangan rata-rata pergerakan arah bawah sebesar 12 mm dengan ketelitian 96%. Simpangan akan semakin besar jika jarak input pergerakan semakin besar karena terjadi perubahan kecepatan pergerakan joint 3. Kecepatan joint 3 pergerakan arah atas 2 mm/detik dan pergerakan arah bawah 34 mm/detik. 52

25 Gambar 5. Perubahan simpangan joint 3 akibat pembebanan Besar perubahan simpangan pada joint 3 akibat pembebanan dapat dilihat pada Gambar 5. Akibat dari pembebanan menyebabkan kecepatan pergerakan joint 3 berubah. Kelemahan dari metode pewaktu adalah simpangan dipengaruhi oleh perubahan kecepatan motor. Salah satu penyebab kecepatan motor berubah adalah besar beban Pengujian Manipulator dari Posisi Switch Limit ke Koordinat Tujuan Pengujian manipulator dilakukan dengan memasukkan nilai koordinat x, y, dan z. Bentuk program pengendali pergerakan manipulator secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 39. Koordinat x= dan y= berada pada pusat putaran joint 1. Koordinat z= berada pada permukaan tanah. Urutan pergerakan manipulator yaitu dimulai dengan gerakan pada koordinat z, setelah koordinat z tercapai motor joint 1 dan joint 2 bergerak bersamaan sehingga ujung manipulator menuju koordinat x dan koordinat y. 53

26 4 3 2 simpangan x Simpangan (mm) simpangan y simpangan z Gambar 51. Hasil pengujian manipulator dari limit swicth ke koordinat tertentu tanpa beban pada ujung bebas manipulator Besar simpangan pada masing-masing sumbu koordinat manipulator untuk pengujian tanpa beban dapat dilihat pada Gambar 51. Simpangan koordinat z merupakan hasil simpangan joint 3. Simpangan joint 1 dan joint 2 menghasilkan besar simpangan koordinat x dan koordinat y. Besar simpangan terbesar koordinat x, koordinat y, dan koordinat z secara berurutan yaitu 33 mm, 28 mm, 6 mm. Simpangan rata-rata koordinat x, koordinat y, dan koordinat z secara berurutan yaitu 13.8 mm, 15.1 mm, dan 3.2 mm. Ketelitian rata-rata gerakan pada koordinat x, koordinat y, dan koordinat z yaitu 95.7%, 92.3%, dan 99.4%. Pengujian manipulator dengan beban 9 g menghasilkan simpangan rata-rata yang lebih besar dibandingkan pengujian tanpa beban. Simpangan rata-rata gerakan koordinat x, koordinat y, dan koordinat z secara berurutan sebesar 48.8 mm, 43.2 mm, 9.9 mm. Bertambah besarnya simpangan rata-rata pada koordinat tiga dimensi disebabkan oleh simpangan beberapa joint yang semakin besar. Pada joint 1 memiliki simpangan rata-rata yang tidak berbeda jauh dengan pengujian tanpa beban. Pengujian manipulator tanpa beban, simpangan rata-rata joint 1 sebesar.7 sedangkan pada pengujian dengan beban 9 g simpangan rata-rata joint 1 sebesar.6. Simpangan rata-rata joint 2 dan joint 3 menunjukkan peningkatan yang yang cukup besar. Pembebanan 9 g memberikan simpangan rata-rata joint 2 dan joint 3 sebesar 8.8 dan 9.9 mm. Simpangan pada joint 2 disebabkan oleh momen gaya pada lengan yang semakin besar dengan pembebanan yang lebih besar. Simpangan joint 3 disebabkan oleh pembebanan yang lebih besar menurunkan kecepatan putar motor untuk menggerakkan ke atas. Oleh karena itu pengendalian putaran joint 3 menggunakan mode pewaktu, menghasilkan simpangan yang lebih besar. Ketelitian rata-rata gerakan pada koordinat x, koordinat y, dan koordinat z secara berurutan yaitu 85.9%, 82.3%, dan 98.5%. Simpangan pada koordinat x, koordinat y, dan koordinat z dapat dilihat pada Gambar

27 Gambar 52. Hasil pengujian limit ke koordinat dengan beban 9 g. Beban yang semakin besar menyebabkan simpangan pada koordinat tiga dimensi semakin besar. Pengujian manipulator dengan pembebanan 22 g menghasilkan simpangan rata-rata pada koordinat x, koordinat y, dan koordinat z sebesar 62.6 mm, 6.3 mm, serta 21.2 mm. Simpangan ratarata yang lebih besar dibandingkan dengan pembebanan yang lebih kecil karena nilai simpangan pada joint 2 dan joint 3semakin membesar. Pemebanan 22 g menghasilkan simpangan rata-rata pada masing-masing joint sebesar.5 untuk joint 1, 12.9 untuk joint 2, dan 21.2 untuk joint 3. Ketelitian rata-rata manipulator dengan pembebanan 22 pada koordinat x, koordinat y, dan koordinat z sebesar 82.7%, 78.4%, dan 96.5%. Simpangan pada koordinat x, koordinat y, dan koordinat z dapat dilihat pada gambar 56. Pertambahan simpangan pada koordinat x, koordinat y, dan koordinat z oleh penambahan beban dapat dilihat pada Gambar Simpangan (mm) simpangan x simpangan y simpangan z Gambar 53. Hasil pengujian pergerakan dari posisi limit switch ke koordinat tertentu dengan beban 22 g. 55

28 Simpangan (mm) koordinat x koordinat y koordinat z 9 22 Gambar 54. Perubahan simpangan koordinat x, koordinat y, dan koordinat z dengan penambahan beban. Pembebanan (g) 5.6. Pengujian Manipulator Point to Point Pengujain manipulator dari mode gerakan point to point dilakukan dengan tiga metode yaitu: tanpa beban, beban 9 g, dan beban 22 g. Manipulator digerakkan ke koordinat tertentu dari limit switch kemudian manipulator digerakkan ke koordinat berikutnya secara langsung. Pada setiap pengujian manipulator digerakkan keposisi keempat titik koordinat tertentu. Simpangan dihitung dari koordinat (,,) serta perubahan simpangan pada masing-masing joint saat digerakkan keposisi keempat titik koordinat. Pengujian tanpa beban menghasilkan simpangan rata-rata koordinat x 27.4 mm, koordinat y 29.2 mm, dan koordinat z 2.8 mm. Ketelitian pada koordinat x 92.5%, koordinat y 87.8%, dan koordinat z 99.4%. Besar simpangan pada masing-masing joint dengan gerakan ke koordinat 1, koordinat 2, koordinat 3, dan koordinat 4 semakin membesar dapat dilihat pada Gambar

29 Simpangan (mm) simpangan joint 1 simpangan joint 2 simpangan joint Koordinat ke- Gambar 55. Perubahan simpangan masing-masing joint untuk mode gerakan koordinat ke titik koordinat lain tanpa beban Pengujian manipulator dengan beban 9 g menghasilkan simpangan yang lebih besar dibandingkan tanpa beban. Simpangan rata-rata pada koordinat x sebesar 41.8 mm, simpangan pada koordinat y 49.4 mm, dan simpangan pada koordinat z 17.9 mm. Besar simpangan tersebut disebabkan oleh simpangan pada masing-masing joint bertambah besar. Simpangan pada masingmasing joint bertambah besar karena adanya pembebanan serta akumulasi simpangan. Besar peningkatan simpangan pada masing-masing joint dapat dilihat pada Gambar Simpangan (mm) simpangan joint 1 simpangan joint 2 simpangan joint Koordinat ke- Gambar 56. Perubahan simpangan masing-masing joint untuk mode gerakan dari titik koordinat ke titik koordinat lain dengan pembebanan 9 g. Simpangan pada masing-masing koordinat koordinat tiga dimensi menjadi lebih besar dengan bertambahnya pembebanan menjadi 22 g. Simpangan rata-rata pada koordinat x, koordinat y, dan 57

30 koordinat z secara berurutan diperoleh sebesar 93.8 mm, 9.5 mm, dan 51.6 mm. Ketelitian rata-rata pada koordinat x adalah 72.8%, koordinat y 65.8 mm, koordinat z 9.9%. Beban yang semakin besar serta akumulasi simpangan membuat simpangan pada masing-masing joint membesar. Besar perubahan simpangan pada masing-masing joint dapat dilihat pada Gambar Simpangan (mm) simpangan joint 1 simpangan joint 2 simpangan joint Koordinat ke- Gambar 57. Perubahan simpangan masing-masing joint gerakan koordinat ke koordinat dengan pembebanan 22 g. 58

METODE PENELITIAN. 4.1 Tempat dan Waktu. 4.2 Bahan dan Alat. 4.3 Metode

METODE PENELITIAN. 4.1 Tempat dan Waktu. 4.2 Bahan dan Alat. 4.3 Metode IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2011 di Lab. Instrumentasi dan Kontrol, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

III. PENDEKATAN DISAIN

III. PENDEKATAN DISAIN III. PENDEKATAN DISAIN 3.1. Kriteria Disain Manipulator direncanakan untuk robot pemanen buah di dalam greenhouse sehingga manipulator harus mampu bergerak dan mencapai ruang tumbuh yang tersedia. Beberapa

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MANIPULATOR ROBOT PEMANEN BUAH DALAM GREENHOUSE MENGGUNAKAN LABVIEW Setya Permana Sutisna 1, I Dewa Made Subrata 2

PENGENDALIAN MANIPULATOR ROBOT PEMANEN BUAH DALAM GREENHOUSE MENGGUNAKAN LABVIEW Setya Permana Sutisna 1, I Dewa Made Subrata 2 PENGENDALIAN MANIPULATOR ROBOT PEMANEN BUAH DALAM GREENHOUSE MENGGUNAKAN LABVIEW Setya Permana Sutisna 1, I Dewa Made Subrata 2 1 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Ibn Khaldun Bogor

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

MODIFIKASI MANIPULATOR TIPE KOORDINAT SILINDER UNTUK ROBOT PEMANEN PERTANIAN DALAM GREENHOUSE

MODIFIKASI MANIPULATOR TIPE KOORDINAT SILINDER UNTUK ROBOT PEMANEN PERTANIAN DALAM GREENHOUSE MODIFIKASI MANIPULATOR TIPE KOORDINAT SILINDER UNTUK ROBOT PEMANEN KOMODITAS PERTANIAN DALAM GREENHOUSE SKRIPSI Oleh : RAHMAT SALEH F14103084 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDEKATAN RANCANGAN. Kriteria Perancangan

PENDEKATAN RANCANGAN. Kriteria Perancangan IV PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototype produk yang sesuai dengan

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL

IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL Tahapan analisis rancangan merupakan tahap yang paling utama karena di tahap inilah kebutuhan spesifik masing-masing komponen ditentukan. Dengan mengacu pada hasil

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM ATAP LOUVRE OTOMATIS

BAB III PERANCANGAN SISTEM ATAP LOUVRE OTOMATIS BAB III PERANCANGAN SISTEM ATAP LOUVRE OTOMATIS 3.1 Perencanaan Alat Bab ini akan menjelaskan tentang pembuatan model sistem buka-tutup atap louvre otomatis, yaitu mengenai konstruksi atau rangka utama

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

MODIFIKASI MANIPULATOR TIPE SILINDER UNTUK ROBOT PEMANEN BUAH DALAM GREENHOUSE SKRIPSI SETYA PERMANA SUTISNA F

MODIFIKASI MANIPULATOR TIPE SILINDER UNTUK ROBOT PEMANEN BUAH DALAM GREENHOUSE SKRIPSI SETYA PERMANA SUTISNA F MODIFIKASI MANIPULATOR TIPE SILINDER UNTUK ROBOT PEMANEN BUAH DALAM GREENHOUSE SKRIPSI SETYA PERMANA SUTISNA F14070007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 MODIFICATION OF CYLINDRICAL

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN A. ANALISIS PENGATUR KETINGGIAN Komponen pengatur ketinggian didesain dengan prinsip awal untuk mengatur ketinggian antara pisau pemotong terhadap permukaan tanah, sehingga

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG KABEL ROBOTIK TIPE WORM GEAR

RANCANG BANGUN ALAT PEMOTONG KABEL ROBOTIK TIPE WORM GEAR RANCAN BANUN ALAT PEMOTON KABEL ROBOTIK TIPE WORM EAR Estiko Rijanto Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik (Telimek) LIPI Kompleks LIPI edung 0, Jl. Cisitu No.1/154D, Bandung 40135, Tel: 0-50-3055;

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

SKRIPSI DISAIN DAN PENGUJIAN MANIPULATOR ROBOT PEMANEN BUAH DALAM LINGKUNGAN GREENHOUSE OLEH BASUKI SETYADI GRAHA F

SKRIPSI DISAIN DAN PENGUJIAN MANIPULATOR ROBOT PEMANEN BUAH DALAM LINGKUNGAN GREENHOUSE OLEH BASUKI SETYADI GRAHA F SKRIPSI DISAIN DAN PENGUJIAN MANIPULATOR ROBOT PEMANEN BUAH DALAM LINGKUNGAN GREENHOUSE OLEH BASUKI SETYADI GRAHA F14102059 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

AN-0012 Jenis-jenis Motor

AN-0012 Jenis-jenis Motor AN-0012 Jenis-jenis Motor Motor adalah merupakan bagian utama dari sebuah robot. Hampir semua jenis robot kecuali yang menggunakan muscle wire (kawat otot) selalu menggunakan motor. Jenis turtle, vehicle

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR A III PERENCANAAN DAN GAMAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Diagram alir adalah suatu gambaran utama yang dipergunakan untuk dasar dalam bertindak. Seperti halnya pada perancangan diperlukan suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah V HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah Tahapan identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui masalah serta kebutuhan yang diperlukan agar otomasi traktor dapat dilaksanakan. Studi pustaka dilakukan

Lebih terperinci

MODIFIKASI MANIPULATOR TIPE KOORDINAT SILINDER UNTUK ROBOT PEMANEN PERTANIAN DALAM GREENHOUSE

MODIFIKASI MANIPULATOR TIPE KOORDINAT SILINDER UNTUK ROBOT PEMANEN PERTANIAN DALAM GREENHOUSE MODIFIKASI MANIPULATOR TIPE KOORDINAT SILINDER UNTUK ROBOT PEMANEN KOMODITAS PERTANIAN DALAM GREENHOUSE SKRIPSI Oleh : RAHMAT SALEH F14103084 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis 4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi Komponen penggerak yang dipilih yaitu ball, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 Yogyakarta, 26 Juli Intisari

SEMINAR NASIONAL TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 Yogyakarta, 26 Juli Intisari Sistem Pendorong pada Model Mesin Pemilah Otomatis Cokorda Prapti Mahandari dan Yogie Winarno Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma J1. Margonda Raya No.100, Depok 15424

Lebih terperinci

c = b - 2x = ,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = 82 mm 2 = 0, m 2

c = b - 2x = ,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = 82 mm 2 = 0, m 2 c = b - 2x = 13 2. 2,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = mm mm = 82 mm 2 = 0,000082 m 2 g) Massa sabuk per meter. Massa belt per meter dihitung dengan rumus. M = area panjang density = 0,000082

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Prototipe 1. Rangka Utama Bagian terpenting dari alat ini salah satunya adalah rangka utama. Rangka ini merupakan bagian yang menopang poros roda tugal, hopper benih

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN digilib.uns.ac.id 38 BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1 Proses PembuatanTabung Peniris Luar dan tutup Tabung luar peniris dan tutup peniris (Gambar 4.1) terbuat dari plat stainless steel berlubang dengan

Lebih terperinci

Mulai. Memilih dan menentukan bagian manipulator yang akan dimodifikasi. Disain kasar bentuk modifikasi manipulator

Mulai. Memilih dan menentukan bagian manipulator yang akan dimodifikasi. Disain kasar bentuk modifikasi manipulator LAMPIRAN 61 Lampiran 1. Tahapan Penelitian Mulai Memilih dan menentukan bagian manipulator yang akan dimodifikasi Disain kasar bentuk modifikasi manipulator Mencari komponen konstruksi utama di pasaran

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las Sulistiawan I 1303010 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PROYEK AKHIR. Motor dengan alamat jalan raya Candimas Natar. Waktu terselesainya pembuatan mesin

BAB III METODE PROYEK AKHIR. Motor dengan alamat jalan raya Candimas Natar. Waktu terselesainya pembuatan mesin BAB III METODE PROYEK AKHIR A. Waktu dan Tempat Tempat pembuatan dan perakitan mesin pemotong kerupuk ini di lakukan di Bengkel Kurnia Motor dengan alamat jalan raya Candimas Natar. Waktu terselesainya

Lebih terperinci

PERAKITAN ALAT PENGAYAK PASIR SEMI OTOMATIK

PERAKITAN ALAT PENGAYAK PASIR SEMI OTOMATIK PERAKITAN ALAT PENGAYAK PASIR SEMI OTOMATIK Nama : Hery Hermawanto NPM : 23411367 Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing : Dr. Ridwan, ST., MT Latar Belakang Begitu banyak dan

Lebih terperinci

ANALISA DONGKRAK ULIR DENGAN BEBAN 4000 KG

ANALISA DONGKRAK ULIR DENGAN BEBAN 4000 KG ANALISA DONGKRAK ULIR DENGAN BEBAN 4000 KG Cahya Sutowo Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Untuk melakukan penelitian tentang kemampuan dari dongkrak ulir ini adalah ketahanan atau

Lebih terperinci

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Kriteria Perancangan Perancangan dynamometer tipe rem cakeram pada penelitian ini bertujuan untuk mengukur torsi dari poros out-put suatu penggerak mula dimana besaran ini

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik KURNIAWAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 14 METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri dari : (1) proses desain, () konstruksi alat, (3) analisis desain dan (4) pengujian alat. Adapun skema tahap penelitian seperti

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA 3.1 Perancangan awal Perencanaan yang paling penting dalam suatu tahap pembuatan hovercraft adalah perancangan awal. Disini dipilih tipe penggerak tunggal untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mesin Pan Granulator Mesin Pan Granulator adalah alat yang digunakan untuk membantu petani membuat pupuk berbentuk butiran butiran. Pupuk organik curah yang akan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SIMULATOR CNC MULTIAXIS DENGAN MOTOR STEPPER AC

RANCANG BANGUN SIMULATOR CNC MULTIAXIS DENGAN MOTOR STEPPER AC TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN SIMULATOR CNC MULTIAXIS DENGAN MOTOR STEPPER AC TENANG DWI WIBOWO 2110 030 041 Dosen Pembimbing: Ir. Winarto, DEA Program Studi D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN 4.1. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Jurnal Sistem Komputer Unikom Komputika Volume 1, No.1-2012 PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Usep Mohamad Ishaq 1), Sri Supatmi 2), Melvini Eka Mustika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 14. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar mesin sortasi buah manggis hasil rancangan dapat dilihat dalam Bak penampung mutu super Bak penampung mutu 1 Unit pengolahan citra Mangkuk dan sistem transportasi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Pengujian yang dilakukan pada mesin CNC adalah pertama memerintahkan motor untuk bergerak ke kanan dan ke kiri (STEP LEFT dan STEP RIGHT). Kedua adalah pengujian memerintahkan

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1 Proses Pengerjaan Proses pengerjaan adalah tahapan-tahapan yang dilakukan untuk membuat komponen-komponen pada mesin pembuat lubang biopori. Pengerjaan yang dominan

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun keseluruhan sistem, prosedur pengoperasian sistem, implementasi dari sistem dan evaluasi hasil pengujian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

Gambar 41 Peragaan pengukuran tahanan pemotongan kulit tanaman tua. Cara memegang alat ukur pada saat menggiris kulit pohon karet tanaman muda terlihat pada Gambar 42. Bagian atas maupun bawah ring tidak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE A. BAHAN BAB III BAHAN DAN METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Besi plat esser dengan ketebalan 2 mm, dan 5 mm, sebagai bahan konstruksi pendorong batang,

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBELAJARAN. 3. Setelah melalui penjelasan dan diskusi. mahasiswa dapat mendefinisikan pasak dengan benar

TUJUAN PEMBELAJARAN. 3. Setelah melalui penjelasan dan diskusi. mahasiswa dapat mendefinisikan pasak dengan benar Materi PASAK TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Setelah melalui penjelasan dan diskusi mahasiswa dapat mendefinisikan pasak dengan benar 2. Setelah melalui penjelasan dan diskusi mahasiswa dapat menyebutkan 3 jenis

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Proses Pembuatan Proses pembuatan adalah tahap-tahap yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil. Dalam proses pembuatan ini dijelaskan bagaimana proses bahan-bahanyang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Proses Pembuatan Proses pembuatan adalah tahap-tahap yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil. Dalam proses pembuatan ini dijelaskan bagaimana proses bahan-bahanyang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB DINAMIKA ROTASI DAN KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

BAB DINAMIKA ROTASI DAN KESEIMBANGAN BENDA TEGAR BAB DNAMKA OTAS DAN KESEMBANGAN BENDA TEGA. SOA PHAN GANDA. Dengan menetapkan arah keluar bidang kertas, sebagai arah Z positif dengan vektor satuan k, maka torsi total yang bekerja pada batang terhadap

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PRODUKSI

BAB IV PROSES PRODUKSI BAB IV PROSES PRODUKSI 4.1 Proses Pengerjaan Proses pengerjaan adalah suatu tahap untuk membuat komponen-komponen pada mesin pemotong kerupuk rambak kulit. Pengerjaan paling dominan dalam pembuatan komponen

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK 3.1 Perancangan dan pabrikasi Perancangan dilakukan untuk menentukan desain prototype singkong. Perancangan

Lebih terperinci

III. METODE PEMBUATAN. Tempat pembuatan mesin pengaduk adonan kerupuk ini di bengkel las dan bubut

III. METODE PEMBUATAN. Tempat pembuatan mesin pengaduk adonan kerupuk ini di bengkel las dan bubut 16 III. METODE PEMBUATAN A. Waktu dan Tempat Tempat pembuatan mesin pengaduk adonan kerupuk ini di bengkel las dan bubut Amanah, jalan raya candimas Natar, Lampung Selatan. Pembuatan mesin pengaduk adonan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGERJAAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PROSES PENGERJAAN DAN PENGUJIAN BAB IV PROSES PENGERJAAN DAN PENGUJIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai pembuatan dan pengujian alat yang selanjutnya akan di analisa, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dan untuk

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN 4.1 Konsep Pembuatan Mesin Potong Sesuai dengan definisi dari mesin potong logam, bahwa sebuah mesin dapat menggantikan pekerjaan manual menjadi otomatis, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1. Proses Pembuatan Proses pembuatan adalah tahap-tahap yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil. Dalam proses pembuatan ini dijelaskan bagaimana proses bahanbahan yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON OLEH : RAMCES SITORUS NIM : 070421006 FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Kerja Alat Cara kerja Mesin pemisah minyak dengan sistem gaya putar yang di control oleh waktu, mula-mula makanan yang sudah digoreng di masukan ke dalam lubang bagian

Lebih terperinci

Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan Momen Lentur

Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan Momen Lentur Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan omen entur 3.1 Tipe Pembebanan dan Reaksi Beban biasanya dikenakan pada balok dalam bentuk gaya. Apabila suatu beban bekerja pada area yang sangat kecil atau terkonsentrasi

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1 Alat dan bahan Peralatan yang digunakan untuk membuat alat troli bermesin antara lain: 1. Mesin las 2. Mesin bubut 3. Mesin bor 4. Mesin gerinda 5. Pemotong plat

Lebih terperinci

Tujuan. Pengolahan Data MOMEN INERSIA

Tujuan. Pengolahan Data MOMEN INERSIA Tujuan Pengolahan Data Pembahasan Kesimpulan MOMEN INERSIA MOMEN INERSIA Tujuan Percobaan Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menentukan konstanta pegas spiral dan momen inersia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8) III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Pelaksanaan penelitian terbagi

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin spin coating adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan ke poros hollow melalui pulley dan v-belt untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA BAB IV Pengujian Alat dan Analisa BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA 4. Tujuan Pengujian Pada bab ini dibahas mengenai pengujian yang dilakukan terhadap rangkaian sensor, rangkaian pembalik arah putaran

Lebih terperinci

TUGAS DESAIN MEKATRONIKA II

TUGAS DESAIN MEKATRONIKA II TUGAS DESAIN MEKATRONIKA II Sistem Penggerak Satu Sumbu Menggunakan Motor Stepper DISUSUN OLEH : KELOMPOK IV A Nama Mahasiswa Nim Fahmi Ahmad Husaeni 201302025 Iqbal Auliadin 201302009 Yova Mavriliana

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1 Proses Pengerjaan Proses pengerjaan adalah suatu tahap untuk membuat komponen-komponen pada mesin pengayak pasir. Komponen komponen yang akan dibuat adalah komponen

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN. penggerak belakang gokart adalah bengkel Teknik Mesin program Vokasi

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN. penggerak belakang gokart adalah bengkel Teknik Mesin program Vokasi BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1. Tempat Pelaksanaan Tempat yang akan di gunakan untuk perakitan dan pembuatan sistem penggerak belakang gokart adalah bengkel Teknik Mesin program Vokasi Universitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Singkat Alat Alat pembuat mie merupakan alat yang berfungsi menekan campuran tepung, telur dan bahan-bahan pembuatan mie yang telah dicampur menjadi adonan basah kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu Berdasarkan hasil survey lapangan di PG. Subang, Jawa barat, permasalahan yang dihadapi setelah panen adalah menumpuknya sampah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Statika rangka Dalam konstruksi rangka terdapat gaya-gaya yang bekerja pada rangka tersebut. Dalam ilmu statika keberadaan gaya-gaya yang mempengaruhi sistem menjadi suatu obyek

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

PERANCANGAN MOTORCYCLE LIFT DENGAN SISTEM MEKANIK

PERANCANGAN MOTORCYCLE LIFT DENGAN SISTEM MEKANIK PROS ID I NG 0 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PERANCANGAN MOTORCYCLE LIFT DENGAN SISTEM MEKANIK Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea

Lebih terperinci

UJI GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR TEST) ASTM D

UJI GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR TEST) ASTM D 1. LINGKUP Pedoman ini mencakup metode pengukuran kuat geser tanah menggunakan uji geser langsung UU. Interpretasi kuat geser dengan cara ini bersifat langsung sehingga tidak dibahas secara rinci. 2. DEFINISI

Lebih terperinci

PENGARUH PROFIL POROS PENGGERAK TERHADAP GERAKAN SABUK DALAM SUATU SISTEM BAN BERJALAN. Ishak Nandika G., Adri Maldi S.

PENGARUH PROFIL POROS PENGGERAK TERHADAP GERAKAN SABUK DALAM SUATU SISTEM BAN BERJALAN. Ishak Nandika G., Adri Maldi S. PENGARUH PROFIL POROS PENGGERAK TERHADAP GERAKAN SABUK DALAM SUATU SISTEM BAN BERJALAN Ishak Nandika G., Adri Maldi S. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profil sudut ketirusan

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pengujian sistem elektronik terdiri dari dua bagian yaitu: - Pengujian tegangan catu daya - Pengujian kartu AVR USB8535

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pengujian sistem elektronik terdiri dari dua bagian yaitu: - Pengujian tegangan catu daya - Pengujian kartu AVR USB8535 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Alat Adapun urutan pengujian alat meliputi : - Pengujian sistem elektronik - Pengujian program dan mekanik 4.1.1 Pengujian Sistem Elektronik Pengujian sistem

Lebih terperinci

BAB II TEORI ELEVATOR

BAB II TEORI ELEVATOR BAB II TEORI ELEVATOR 2.1 Definisi Elevator. Elevator atau sering disebut dengan lift merupakan salah satu jenis pesawat pengangkat yang berfungsi untuk membawa barang maupun penumpang dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Dari konsep yang telah dikembangkan, kemudian dilakukan perhitungan pada komponen komponen yang dianggap kritis sebagai berikut: Tiang penahan beban maksimum 100Kg, sambungan

Lebih terperinci

MODUL I PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI

MODUL I PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI MODUL I PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI LABORATORIUM PROSES DAN SISTEM PRODUKSI LABORATORIUM TEKNOLOGI MEKANIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2017 TATA TERTIB PRAKTIKUM

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci