4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional"

Transkripsi

1 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper, 2) rotor, dan 3) penjatah pupuk. Penjatah pupuk baru diharapkan membutuhkan torsi putar yang lebih rendah dari model yang telah ada dan memiliki akurasi yang tinggi. Hopper Hopper atau kotak pupuk berfungsi untuk menampung pupuk sebelum masuk ke dalam ruang penjatahan. Selain itu, bentuk hopper dirancang agar pupuk mengalir ke ruang penjatahan sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, kemiringan hopper diperhitungkan agar tidak ada pupuk yang tertinggal di dinding-dinding hopper. Kemiringan hopper agar pupuk mengalir dengan baik ke dalam penjatah pupuk adalah lebih besar dari sudut curah pupuk. Posisi hopper berada di bagian atas penjatah pupuk sehingga pupuk yang berada di hopper akan langsung memasuki ruang penjatah saat mesin dijalankan. Rotor Rotor berfungsi untuk menyalurkan tenaga putar dari motor AC variable speed kemudian menggunakan tenaga putar tersebut untuk memutar penjatah pupuk. Kecepatan putar dari mesin disalurkan dengan bantuan sproket dan rantai. Kecepatan putar yang tinggi dari mesin dapat diperkecil dengan mengubah jumlah gigi pada sproket sehingga diperoleh kecepatan putar rotor yang diinginkan. Penjatah Pupuk Penjatah pupuk berfungsi untuk membawa pupuk dari hopper menuju saluran pupuk dan mengatur volume penjatahan pupuk sesuai dengan dosis yang direncanakan. Alternatif komponen yang dapat diberikan antara lain menggunakan tipe penjatah pupuk yang sesuai dan mengatur pengambilan volume pupuk dari hopper untuk disalurkan ke saluran pengeluaran pupuk. Tipe penjatah pupuk yang digunakan dalam penelitian-penelitian terdahulu adalah penjatah pupuk tipe agitator feed. Penggunaan penjatah pupuk tipe agitator feed masih menghasilkan dosis pemupukan yang kurang memuaskan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan digunakan penjatah pupuk tipe rotor bercelah (edge-cell). Pengaturan volume pengambilan pupuk dapat diatur melalui beberapa pilihan antara lain: 1) mekanisme penutup dasar hopper tipe geser dan 2) mekanisme silinder penutup celah rotor tipe geser. Dari kedua jenis pengatur volume pengambilan pupuk tersebut, mekanisme silinder penutup celah rotor tipe geser dipilih karena mudah pembuatan dan pengaplikasiannya pada alat dibandingkan dengan tipe satunya. Silinder penutup celah rotor tipe geser ini dibuat agar dapat menutup ruang rotor sebanyak 50 dan 75%.

2 26 Sumber tenaga gerak penjatah pupuk berasal dari pergerakan rotor. Pada saat rotor memutar penjatah pupuk, pupuk yang berasal dari hopper masuk ke dalam celah penjatah dan kemudian dikeluarkan oleh saluran pupuk. Seringkali pupuk yang masuk ke dalam celah penjatah terlalu banyak sehingga menyebabkan kemacetan pada ruang penjatah dan juga menyebabkan akurasi penjatahan menurun karena pupuk yang keluar tidak sesuai dengan dosis. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas antara lain: Sikat penjatah. Sikat ini diletakkan pada bagian atas penjatah pupuk. Fungsi sikat ini adalah memindahkan pupuk yang berlebih di ruang penjatah sehingga pupuk yang masuk ke saluran pupuk jumlahnya sesuai dengan dosis yang diinginkan. Perubahan letak penjatah pupuk. Pada penjatah pupuk yang telah ada, letak hopper berada langsung di atas penjatah pupuk. Sebagai alternatif, letak penjatah pupuk digeser ke samping hopper sehingga pupuk tidak langsung masuk ke ruang penjatah. Rancangan Struktural Rancangan struktural adalah analisis dari komponen-komponen alat yang akan dibuat yang telah dibahas pada rancangan fungsional. Bentuk, ukuran, dan bahan dari masing-masing komponen ditentukan dari rancangan struktural. Hopper Hopper didesain dengan menggunakan bahan akrilik ketebalan 5 mm. Pemilihan akrilik dilakukan karena kuat dan tahan terhadap karat yang ditimbulkan oleh pupuk. Volume hopper dapat ditentukan dengan melihat dosis pupuk per hektar, berat jenis pupuk, dan efisiensi pengisian pupuk. Volume kotak pupuk ditentukan dengan persamaan berikut ini: Keterangan: V hp : volume hopper (cm 3 ) A : luas pemupukan sekali mengisi kotak pupuk (1000 m 2 ) D : dosis pemupukan (kg/ha) u : jumlah unit mesin pemupuk dalam satu lintasan operasi (1 unit) ρp : kerapatan pupuk (g/cm 3 ) Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil perhitungan kebutuhan volume hopper pupuk Jenis pupuk A (m 2 ) Dosis (kg/ha) p (g/cm 3 ) V hp (cm 3 ) Urea TSP TSP+KCl (2:1)

3 27 Hopper pupuk diletakkan di atas penjatah pupuk agar pupuk tersebut langsung mengalir pada ruang penjatah pupuk. Agar pupuk dapat mengalir dengan lancar, bidang miring kotak pupuk dipertimbangkan melalui sudut curah pupuk. Sudut curah pupuk berkisar antara 27 hingga 31. Sehingga kemiringan kotak pupuk dirancang sebesar 45. Ukuran kotak pupuk dengan panjang 40 cm, lebar 8 cm, dan tinggi 40 cm. Bentuk profil kotak pupuk dirancang seperti Gambar 21 berikut. Adapun gambar teknik hopper dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 21 Desain dasar hopper pupuk Rotor Perancangan penjatah pupuk disesuaikan dengan kebutuhan pupuk untuk tanaman jagung (150 kg/ha urea, 200 kg/ha TSP, dan 100 kg/ha KCl) dengan menggunakan jarak tanam 75 cm. Rotor yang dibuat pada penelitian kali ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Terdapat 6 buah sudu pada rotor dan bentuk disesuaikan dengan hopper yang tersedia. Roda penggerak memiliki 14 gigi sedangkan poros rotor menggunakan sproket dengan 18 gigi. Putaran motor ditransmisikan ke rotor menggunakan rantai dan sproket. Tahapan perancangan penjatah pupuk antara lain: menghitung jumlah pupuk yang harus dijatahkan per panjang alur. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Keterangan: P plm D p a : jumlah pupuk yang harus dijatahkan per meter panjang alur pupuk (g/m) : dosis pemupukan (kg/ha) : jarak antar-baris tanaman (m) Mekanisme perputaran rotor penjatah di lapangan menggunakan roda penggerak melalui transmisi rantai dan sproket dan memasukkan tingkat kemacetan roda penggerak. Sehingga jumlah pupuk yang harus dijatahkan dalam setiap putaran rotor dapat dihitung melalui rumus berikut ini: ( ( )) ( )... 31

4 28 Keterangan: P 1put d rp k rp N rt N rp : jumlah pupuk yang harus dijatahkan per putaran rotor penjatah (g) : diameter roda penggerak (m) : tingkat kemacetan roda penggerak (desimal) : jumlah gigi pada poros rotor : jumlah gigi pada roda penggerak Sehingga, hasil perhitungan pupuk per putaran rotor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Perhitungan Penjatahan Pupuk per Putaran Rotor Pupuk D p (kg/ha) a (m) P 1pm (g/m) P 1put (g/putaran) Urea TSP TSP+KCl (2:1) Adapun perhitungan volume pupuk yang harus dijatahkan dalam satu putaran rotor (dalam cm 3 ) menggunakan data kerapatan isi pupuk (dalam g/cm 3 ) menggunakan rumus: Dari bentuk penampang celah rotor seperti yang terdapat pada Gambar 22, luas penampang celah penjatah rotor (luasan daerah yang diarsir) dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan rumus sebagai berikut: ( - ) ( - ) Keterangan: A pc : luas penampang celah rotor penjatah (cm 2 ) A I : luas juring lingkaran (cm 2 ) A II : luas daerah II yang berbentuk segitiga (cm 2 ) A III : luas daerah III yang berbentuk persegi panjang (cm 2 ) A IV : luasan daerah kurva lingkaran (cm 2 ) A V : luas daerah yang berbentuk seperempat lingkaran (cm 2 ) Gambar 22 Penampang celah rotor

5 29 Secara ringkas, perhitungan luasan daerah penyusun celah penampang rotor ditampilkan dalam Tabel 5. Perhitungan lengkap luasan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 5 Perhitungan luas penampang celah rotor Keterangan Rumus Luas (cm 2 ) A I 1.22 A II 0.56 A III 0.67 A IV (( ( ) ) ( )) 0.89 A V 0.16 A pc 1.04 Rotor penjatah ini memiliki 6 celah. Adapun hasil perhitungan panjang rotor dapat dilihat pada Tabel 6. Oleh karena itu, panjang rotor L r ditentukan dengan rumus: Tabel 6 Hasil perhitungan panjang rotor Pupuk P 1pm (g/putaran) V 1put (cm 3 ) A pc (cm 2 ) L r (cm) Urea TSP TSP+KCl (2:1) Untuk mengantisipasi kegiatan pemupukan dengan dosis yang jauh lebih besar, panjang rotor yang digunakan dalam penelitian adalah 8 cm. Saat pemupukan dengan dosis yang lebih kecil dilakukan penyesuaian berupa penggunaan selubung penutup celah yang dapat digeser untuk mengubah panjang celah rotor yang digunakan. Selubung rotor berasal dari sok pipa PVC dengan diameter 1.5 inci yang sesuai dengan diameter rotor. Kemudian, dop pipa PVC tersebut dibentuk sesuai bentuk sirip rotor agar mudah digeser (Gambar 23). Gambar teknik rotor dan selubung dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 23 Rotor dan selubung rotor

6 30 Penentuan kecepatan putar rotor berdasarkan pada kecepatan maju alat penanam dan pemupuk jagung rancangan Syafri (2010). Kecepatan prototipe mesin sebesar 0.48 m/s (1.73 km/jam) dan dapat ditingkatkan hingga 0.68 m/s (2.45 km/jam). Oleh karena itu, diambil kecepatan maju alat sebesar 1-3 km/jam. Penentuan kecepatan putar rotor dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Penentuan kecepatan putar rotor pada saat pengujian Kecepatan maju (km/jam) Kecepatan putar roda penggerak (RPM) Kecepatan putar poros rotor (RPM) Kecepatan pada pengujian (RPM) Penjatah Pupuk Model penjatah pupuk pupuk terlihat seperti pada gambar-gambar berikut ini. Perbedaan antara model lama dan model baru penjatah pupuk ada pada posisi penjatah pupuk terhadap hopper dan adanya sikat penjatah pada protitipe-3 untuk menjaga agar tidak ada pupuk berlebih yang ditampung celah penjatah. Gambar 24 Bentuk dan letak penjatah pupuk prototipe-2 Letak penjatah pupuk prototipe-2 langsung berada di bawah hopper. Sehingga pupuk dari dalam hopper akan langsung mengalir ke bagian penjatah pupuk. Sedangkan pada penjatah pupuk yang telah dimodifikasi, letak penjatah pupuk tidak tepat berada di bukaan hopper, melainkan digeser sedikit ke samping bukaan hopper. Perbedaan lainnya ada pada posisi rotor terhadap rumah rotor. Jarak antara dinding rumah rotor dan ujung sudu rotor pada prototipe-2 dibuat serapat mungkin. Hal ini bertujuan untuk mencegah pupuk yang jatuh melewati sela-sela celah tersebut. Sebaliknya, dinding prototipe-3 berjarak cukup jauh dari dinding rotor. Tujuannya adalah untuk mengurangi gaya gesek antara dinding rumah rotor dan sudu rotor. Adanya gaya gesek ini mengakibatkan torsi yang dibutuhkan untuk memutar poros rotor semakin besar. Selain itu, pada hopper juga dilengkapi sikat yang letaknya berada di atas penjatah pupuk. Fungsi sikat ini adalah untuk mengontrol kelebihan pengambilan pupuk yang dilakukan oleh penjatah pupuk sehingga pupuk yang berlebih tidak bergesekan dengan dinding penjatah. Gambar 25 berikut ini menunjukkan sketsa

7 31 penjatah pupuk yang telah dimodifikasi. Gambar teknik penjatah pupuk prototipe- 2 dan prototipe-3 dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 25 Bentuk dan letak penjatah prototipe-3

8 32 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Alat Pemupuk Jagung Pupuk yang digunakan untuk pengujian ini adalah pupuk urea, TSP, dan campuran pupuk TSP+KCl dengan perbandingan 2:1. Pupuk KCl tidak dapat dijatah menggunakan alat pemupuk karena mengalami interlocking arc baik pada prototipe-2 maupun prototipe-3 seperti terlihat pada Gambar 26. Karena adanya interlocking arc, pupuk KCl tidak jatuh ke penjatah pupuk. Akibatnya, pupuk tidak bisa dijatahkan. Oleh karena itu, pupuk KCl dicampur dengan pupuk TSP dengan perbandingan TSP+KCl 2:1. Gambar 26 Interlocking arc pupuk KCl pada alat penjatah; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Pupuk KCl dapat bergerak ke ruang penjatah jika pupuk yang berada dalam hopper tersebut diaduk. Jika pengadukan dihentikan, interlocking arc segera terbentuk kembali. Gambar 27 berikut menunjukkan kondisi pupuk dalam hopper saat pengadukan dihentikan. Gambar 27 Kondisi pupuk KCl dalam hopper Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengatasi masalah pada penjatahan pupuk KCl adalah dengan menambahkan sistem pengaduk pada hopper yang bekerja selama proses penjatahan berlangsung. Melalui cara tersebut, pupuk mudah mengalir dari hopper ke rotor penjatah. Mekanisme pengadukan dapat dibuat mengikuti mekanisme pengadukan pada duster yang disajikan pada Gambar 28.

9 33 Gambar 28 Duster tipe gendong Interlocking arc dapat terjadi saat bagian dasar bukaan hopper lebih kecil daripada nilai kritis bahan. Meskipun demikian, belum banyak yang diketahui tentang kapan terjadinya perubahan aliran bahan hingga muncul interlocking arc (To et al. 2002). Sehingga, cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan penjatahan pupuk KCl adalah dengan memperlebar bagian dasar hopper yang menuju ruang penjatahan jika tetap menggunakan tipe penjatah edgecell. Adapun jika tipe penjatahnya yang diganti, tipe penjatah pupuk yang mungkin dapat digunakan adalah penjatah tipe auger (ulir). Distribusi Ukuran Partikel Pupuk Pengukuran distribusi ukuran partikel pupuk dilakukan untuk mengetahui sebaran ukuran pupuk yang digunakan yaitu urea, TSP, dan campuran pupuk TSP dan KCl (2:1). Ukuran partikel pupuk memiliki pengaruh yang besar pada gerakan partikel. Pengukuran distribusi partikel pupuk dilakukan dengan pengayakan pupuk menggunakan beberapa jenis ukuran ayakan. Adapun distribusi sebaran ukuran partikel pupuk disajikan pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Distribusi ukuran pupuk urea, TSP, dan TSP+KCl (2:1) Jenis pupuk Distribusi ukuran partikel pupuk (%) <1.4 mm mm mm >4.76 mm Urea TSP KCl TSP+KCl (2:1) Dari Tabel 8 di atas, terlihat bahwa ukuran partikel pupuk urea yang lebih kecil dari 1.4 mm jumlahnya tidak lebih dari 5% dari massa total pupuk yang diukur dan tidak ada butiran pupuk yang berukuran lebih besar dari 4.76 mm. Ukuran partikel pupuk urea sebagian besar pada kisaran mm. Sedangkan pupuk TSP, ukuran pupuk yang paling dominan berada pada ukuran mm. Namun, tidak seperti pupuk urea, terdapat pula partikel pupuk TSP yang berukuran lebih besar dari 4.76 mm dan lebih kecil dari 1.4 mm. Pupuk KCl berbentuk serbuk yang halus dan seluruhnya berukuran kurang dari 1.4 mm. Adapun campuran pupuk TSP dan KCl memiliki nilai sebaran yang merata antara ukuran butiran pupuk yang halus maupun kasar karena perbedaan ukuran TSP dan KCl yang cukup jauh.

10 34 Tingkat Ketepatan Penjatahan Pengujian tingkat ketepatan penjatahan berhubungan dengan lebar bukaan rotor karena adanya pergeseran selubung rotor. Secara teori, jumlah pupuk yang keluar saat bukaan 100% berbeda secara signifikan dengan jumlah pupuk yang dijatahkan saat bukaan selubung 50 dan 75%. Gambar 29 menunjukkan hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk urea prototipe-2 dan prototipe-3 pada masing-masing kecepatan putar dengan volume hopper sebesar 100%. Gambar 29 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk urea; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Gambar 29 menunjukkan bahwa perubahan lebar bukaan selubung rotor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Rataan jumlah penjatahan pupuk prototipe-3 pada bukaan 50, 75, dan 100% secara berturut-turut adalah g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Jika dihitung, pada saat bukaan 75% dan 50%, jumlah penjatahan pupuk seharusnya berturut-turut sebesar g/putaran dan g/putaran. Selisih antara hasil perhitungan dengan hasil pengukuran cukup kecil sehingga pada penjatahan pupuk urea, tingkat ketepatan penjatahannya cukup baik. Adapun hasil perhitungan teoritis jumlah penjatahan pupuk per putaran rotor pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Jumlah penjatahan pupuk hasil pengukuran lebih kecil daripada hasil penjatahan teoritis. Penyebabnya adalah ukuran dan bentuk penampang celah yang mempengaruhi luasan celah penjatah riil sehingga tidak benar-benar persis dengan rancangannya karena keterbatasan kemampuan saat pembuatan rotor penjatah. Ukuran butiran pupuk urea yang kecil menyebabkan perbedaan jumlah penjatahan pupuk yang signifikan saat ukuran penampang celah berubah sedikit. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP disajikan pada Gambar 30. Dari hasil pengujian, diperoleh bahwa perubahan lebar bukaan selubung rotor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Jumlah penjatahan pupuk prototipe-3 pada bukaan 50, 75, dan 100% secara berturut-turut adalah g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Jika dihitung, pada saat bukaan 75% dan 50%, jumlah penjatahan pupuk seharusnya berturut-turut sebesar g/putaran dan g/putaran. Perbedaan jumlah penjatahan hasil perhitungan dengan pengukuran cukup kecil sehingga pada penjatahan pupuk TSP menunjukkan tingkat ketepatan penjatahan yang cukup akurat.

11 35 Gambar 30 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Adapun hasil perhitungan teoritis jumlah penjatahan pupuk per putaran rotor untuk pupuk TSP tersebut pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Hasil pengukuran menunjukkan nilai cukup dekat dengan hasil perhitungan teoritis sehingga penjatah pupuk tipe edge-cell pada prototipe-3 ini menunjukkan hasil penjatahan yang memuaskan. Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP+KCl (2:1) disajikan pada Gambar 31. Gambar 31 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP+KCl (2:1); (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Rataan jumlah penjatahan pupuk tipe edge-cell pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Jumlah penjatahan pupuk pada bukaan 50 dan 75% yang paling tepat adalah sebesar g/putaran dan g/putaran. Selisih nilai tersebut cukup kecil sehingga penjatah pupuk pada prototipe-3 juga menunjukkan hasil yang cukup akurat untuk penjatahan campuran pupuk TSP dan KCl. Hasil perhitungan teoritis jumlah penjatahan campuran pupuk TSP dan KCl pada bukaan 50, 75, dan 100% berturut-turut sebesar g/putaran, g/putaran, dan g/putaran. Hasil pengukuran ketepatan penjatahan campuran pupuk TSP dan KCl menunjukkan hasil yang cukup mendekati hasil perhitungan

12 36 teoritis. Data hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk dapat dilihat pada Lampiran 6. Tingkat Keseragaman Penjatahan Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah jumlah pupuk saat penjatahan mengeluarkan hasil yang konstan dan tidak dipengaruhi oleh volume pupuk dalam hopper pada lebar bukaan selubung rotor yang sama. Jika jumlah pupuk yang dikeluarkan memiliki jumlah yang konstan, penjatah pupuk telah mampu memberikan hasil keluaran yang seragam. Hasil pengujian keseragaman penjatahan pupuk urea pada saat bukaan selubung 100% disajikan pada Gambar 32. Gambar 32 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea pada Gambar 32 menunjukkan hasil keseragaman penjatahan pupuk prototipe-3 cukup baik. Perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah penjatahan pupuk. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penjatah pupuk tipe edge-cell yang ada pada prototipe-3 mampu menjatahkan pupuk secara seragam pada berbagai tingkat volume pupuk dalam hopper. Perubahan kecepatan putar pada kecepatan putar rotor 15 dan 25 RPM tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah penjatahan pupuk. Dari Gambar 32 terlihat bahwa pada saat kecepatan putar rotor sebesar 35 RPM, jumlah pupuk yang dijatahkan yang paling rendah. Hal ini disebabkan oleh kecepatan putar rotor penjatah yang tinggi sehingga celah metering device belum sempat terisi penuh oleh jatuhan pupuk dari hopper. Meskipun demikian, pengujian keseragaman pada kecepatan putar 35 RPM menunjukkan tingkat keseragaman penjatahan yang cukup baik. Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP dapat dilihat pada Gambar 33.

13 37 Gambar 33 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP pada Gambar 33 menunjukkan bahwa pada prototipe-3, perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Hal ini menunjukkan tingkat keseragaman penjatahan prototipe-3 menggunakan penjatah tipe edge-cell yang cukup baik. Perbedaan kecepatan putar rotor juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penjatahan pupuk. Hal ini dapat dilihat dari selisih jumlah penjatahan yang cukup kecil pada kecepatan putar 15 dan 35 RPM. Seperti halnya pada penjatahan pupuk urea, kecepatan putar rotor 35 RPM menunjukkan hasil penjatahan yang paling kecil dibandingkan dengan kecepatan putar rotor yang lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh pupuk yang tidak mengisi penuh celah metering device karena putaran rotor penjatah yang tinggi. Hasil pengujian tingkat keseragaman campuran pupuk TSP+KCl (2:1) dapat dilihat pada Gambar 34. Gambar 34 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatah pupuk TSP+KCl (2:1); (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Gambar 34 menunjukkan bahwa keseragaman penjatahan pupuk pada penjatah tipe edge-cell cukup baik. Perubahan volume pupuk dalam hopper tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan jumlah penjatahan pupuk. Adapun perubahan kecepatan putar rotor pada 15 dan 25 RPM, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah pupuk yang dijatahkan. Pada

14 38 pengujian ini, kecepatan putar rotor 35 RPM menunjukkan hasil jumlah penjatahan yang paling rendah dibandingkan kecepatan putar lainnya. Diduga bahwa kecepatan putar 35 RPM cukup tinggi sehingga celah metering device tidak terisi penuh oleh pupuk saat pengujian dilakukan. Data lengkap hasil pengujian tingkat keseragaman penjatah pupuk dapat dilihat pada Lampiran 7. Analisis Kebutuhan Torsi Penjatah Pupuk Pengujian ini bertujuan untuk membandingkan hasil pengukuran kebutuhan torsi penjatah pupuk pada kedua tipe penjatah. Jika penjatah tipe edge-cell pada prototipe-3 menunjukkan nilai kebutuhan torsi yang lebih kecil dibandingkan dengan prototipe-2, prototipe-3 layak digunakan untuk menggantikan tipe penjatah yang sebelumnya digunakan dalam rancangan alat pemupuk jagung. Gambar 35 menunjukkan perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea kedua tipe penjatah pada tiga tingkat kecepatan putar rotor dengan bukaan selubung 100%. Gambar 35 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 100%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Hasil pengujian menunjukkan kebutuhan torsi penjatahan prototipe-3 lebih kecil daripada prototipe-2. Penurunan kebutuhan torsi yang dihasilkan oleh prototipe-3 mencapai hingga 61%. Gambar 35 juga menunjukkan bahwa perubahan volume pupuk dalam hopper pada prototipe-3 tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi. Selain itu, kecepatan putar rotor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan besar kebutuhan torsi. Untuk keperluan perancangan mesin penjatah pupuk, disarankan menggunakan kecepatan putar rotor 15 RPM karena nilai kebutuhan torsi yang paling minimum pada bukaan selubung 100%.

15 39 Pengujian kebutuhan torsi juga dilakukan pada bukaan selubung rotor 75% untuk mengetahui ada atau tidaknya penurunan kebutuhan torsi pada prototipe-3 ketika panjang selubung rotor yang bekerja diperkecil seperti yang disajikan pada Gambar 36. Gambar 36 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 75%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Hasil pengujian kebutuhan torsi pada penjatahan pupuk urea dengan bukaan selubung 75% juga menunjukkan kebutuhan torsi untuk prototipe-3 lebih rendah daripada prototipe-2. Penurunan kebutuhan torsi yang dihasilkan oleh penjatah tipe edge-cell mencapai 68%. Dari grafik di atas juga terlihat bahwa kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan volume pupuk dalam hopper. Selain itu, perubahan kecepatan rotor tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi. Oleh karena itu, kecepatan putar rotor 15, 25, dan 35 RPM dapat dipilih untuk penjatahan pupuk pada bukaan selubung 75%. Pengujian kebutuhan torsi pada penjatahan pupuk urea dengan bukaan selubung 50% dapat dilihat pada Gambar 37. Pengujian kebutuhan torsi pada bukaan selubung 50% (Gambar 37) juga menunjukkan bahwa kebutuhan torsi penjatah pupuk prototipe-3 jauh lebih rendah daripada prototipe-2. Penurunan kebutuhan torsi dapat dicapai hingga 47%. Adapun perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi pada penjatah pupuk tipe edge-cell. Selain itu, perubahan kecepatan putar rotor tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi. Kecepatan putar rotor yang paling rendah kebutuhan torsinya adalah pada 15 RPM. Sehingga, kecepatan putar tersebut disarankan untuk digunakan pada pemutaran rotor penjatah pupuk karena nilai torsi yang paling rendah.

16 40 Gambar 37 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung 50%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Secara teoritis, terdapat pengaruh lebar bukaan selubung rotor terhadap kebutuhan torsi seperti yang dilampirkan pada persamaan 13, dimana semakin besar bukaan selubung rotor, semakin besar gaya geser antara butiran pupuk sehingga menyebabkan torsi pendugaan pada bukaan selubung rotor 100% lebih besar daripada torsi pendugaan pada selubung rotor 50 dan 75%. Meskipun demikian, pengaruhnya tidak terlalu signifikan. Hasil pengujian menunjukkan kebutuhan torsi putar paling tinggi terdapat pada bukaan selubung 50% di ketiga tingkat kecepatan putar rotor. Diduga penyebabnya adalah ada bagian selubung yang tidak rata sehingga menyebabkan adanya gesekan dengan butiran pupuk dan mengakibatkan terjadinya peningkatan torsi putar rotor penjatah. Perbandingan hasil kebutuhan torsi penjatahan prototipe-2 dan prototipe-3 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Adapun data pengujian kebutuhan torsi untuk jenis pupuk TSP disajikan pada Gambar 38. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kebutuhan torsi penjatahan pupuk TSP pada prototipe-2 jauh lebih tinggi daripada prototipe-3, dimana semakin meningkatnya kecepatan putar rotor penjatah menyebabkan selisih kebutuhan torsi antara kedua tipe penjatah pupuk semakin besar. Pada prototipe-3, perubahan kecepatan putar rotor penjatah dan volume pupuk dalam hopper tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kebutuhan torsi pupuk. Perubahan volume pupuk dalam hopper dan kecepatan putar pada prototipe- 3 tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kebutuhan torsi. Kebutuhan torsi yang paling minimum terdapat pada kecepatan putar rotor penjatah 35 RPM sehingga untuk keperluan penjatahan pupuk TSP, kecepatan

17 41 putar inilah yang disarankan untuk kecepatan putar rotor penjatah pada penjatahan pupuk TSP. Gambar 38 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk TSP; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Adapun besarnya penurunan kebutuhan torsi yang diperoleh menggunakan penjatah tipe edge-cell dapat mencapai hingga 80%. Hal ini disebabkan oleh sempitnya ruang penjatah prototipe-2 sehingga pupuk TSP yang butirannya besar dan kasar bergesekan langsung dengan dinding ruang penjatah. Karena ruang penjatah terbuat dari bahan akrilik, ruang penjatah mudah retak/pecah saat menjatahkan pupuk TSP (Gambar 39). Gambar 39 Retakan pada ruang penjatah pupuk prototipe-2

18 42 Validasi Model Pendugaan Torsi Putar Penjatah Pupuk Validasi model ini dilakukan untuk membandingkan torsi penjatahan pupuk antara model dan pengujian. Pendugaan nilai torsi penjatahan pupuk dibangun dengan menggunakan Persamaan Melalui validasi ini, ketepatan model torsi yang dibangun akan dibandingkan dengan hasil pengujian torsi penjatahan pupuk. Hasil validasi model penjatahan pupuk urea prototipe-2 dapat dilihat pada Gambar 40 berikut ini. Gambar 40 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk urea pada prototipe-2; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Pengujian tersebut dilakukan pada tiga kondisi volume pupuk dalam hopper. Titik-titik yang mengumpul pada bagian kiri grafik adalah saat volume hopper 25 %. Sedangkan titik-titik yang berada pada bagian tengah adalah saat volume hopper 50% dan titik-titik yang mengumpul pada bagian kanan adalah saat volume hopper 100%. Hasil pengujian validasi model prototipe-2 untuk penjatahan pupuk urea pada Gambar 40 menunjukkan bahwa saat volume hopper 25%, hasil pengukuran torsi hampir sesuai dengan hasil pendugaan torsi. Akan tetapi, adanya pertambahan volume hopper menunjukkan semakin jauh hasil pendugaan dan

19 43 pengujian yang diperoleh. Pada saat volume hopper 50%, torsi pendugaan berada pada kisaran dua kali hasil torsi pengukuran. Sedangkan pada saat volume hopper 100%, torsi pendugaan berada pada kisaran nilai lima kali hasil torsi pengukuran. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa perubahan volume pupuk dalam hopper tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kebutuhan torsi penjatahan pupuk. Hasil validasi model penjatahan pupuk urea prototipe-3 disajikan pada Gambar 41. Gambar 41 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk urea pada prototipe-3; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM Hasil validasi model prototipe-3 tersebut menunjukkan bahwa hasil pengukuran kebutuhan torsi pada volume pupuk dalam hopper 25% cukup mendekati hasil pendugaan torsi. Namun, semakin meningkatnya volume pupuk dalam hopper menyebabkan perbedaan nilai kebutuhan torsi antara hasil pendugaan dan pengukuran yang semakin jauh. Pada saat volume pupuk dalam hopper 100%, nilai torsi pendugaan sekitar tiga kali nilai torsi pengukuran. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan volume hopper tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kebutuhan torsi. Terdapat dua dugaan yang menyebabkan torsi hasil pengukuran lebih kecil daripada torsi pendugaan pada tingkat volume pupuk dalam hopper tertentu. Pertama, besarnya berat pupuk diperoleh melalui pendugaan gaya berat pupuk yang terdapat pada seluruh ruang hopper seperti yang dicantumkan pada

20 44 persamaan 1-5. Melalui hasil pengukuran torsi diperoleh hasil bahwa berat pupuk yang memberi pengaruh signifikan dalam perhitungan torsi pendugaan adalah berat pupuk dalam hopper yang akan masuk ruang penjatah (volume pupuk 25% dalam hopper). Sehingga, komponen gaya berat pupuk dalam hopper yang dihitung cukup pada daerah hopper hingga ketinggian t 2 seperti yang diilustrasikan pada Gambar 42 berikut. Gambar 42 Koreksi perhitungan pendugaan gaya berat pupuk dalam hopper Kedua, diduga terjadi gesekan (F s ) antar pupuk sepanjang daerah W p3 yang bekerja terhadap pupuk pada sisi hopper (F 1 dan F 2 ) seperti yang disajikan pada Gambar 42 di atas dan sebelumnya tidak dimasukkan dalam perhitungan. Hal ini menyebabkan pada kondisi riil besar gaya berat pupuk W p3 lebih kecil daripada hasil perhitungan berdasarkan model yang dibangun karena terhambat oleh gaya gesek tersebut. Pada saat volume pupuk dalam hopper penuh (100%), gaya gesek yang terjadi antara pupuk di daerah W p3 dengan pupuk pada sisi hopper lebih besar daripada saat volume pupuk 25%. Penyebabnya adalah saat hopper penuh diisi pupuk, gaya gesek antar pupuk lebih besar karena lebih banyak jumlah pupuk yang bergesekan daripada saat volume pupuk hanya 25% dalam hopper (Balevič 8 Kedua pendugaan yang telah dikemukakan di atas juga berlaku pada model yang dibangun untuk prototipe-3. Hasil validasi model panjatah pupuk TSP dapat dilihat pada Gambar 43. Hasil pendugaan torsi jauh lebih besar daripada hasil pengukuran torsi penjatahan pupuk TSP. Salah satu penyebabnya adalah karena tingginya nilai kohesi pupuk yang diperoleh melalui hasil pengujian karakteristik teknik pupuk TSP. Hal ini mempengaruhi nilai gaya geser (Fs 1 ) pada model yang dibangun sehingga menyebabkan tingginya torsi pendugaan. Sejauh ini, belum dapat disimpulkan penyebab besarnya nilai kohesi TSP ini. Oleh karena itu, kedepannya perlu ada pengkajian ulang pada hal-hal yang berkenaan dengan karakteristik teknik pupuk TSP.

21 45 Gambar 43 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b) prototipe-3 Seperti halnya pada validasi model pendugaan pupuk urea, parameter perubahan volume pupuk dalam hopper tidak perlu dimasukkan ke dalam perhitungan. Volume pupuk dalam hopper yang perlu dimasukkan dalam perhitungan adalah volume pupuk yang akan masuk ke dalam ruang penjatahan seperti yang disajikan pada Gambar 42. Selain itu, diduga terjadi gaya geser antar butiran pupuk pada daerah W p3 terhadap pupuk pada sisi hopper sehingga kemungkinan secara riil gaya berat pupuk (W p3 ) yang mengalir ke ruang penjatah memiliki nilai yang lebih kecil daripada hasil pendugaan berdasarkan model yang dibangun.

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk LAMPIRAN 49 50 Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk 1. Timbang berat piknometer dan air (ma). 2. Hitung suhu air. 3. Haluskan pupuk dan masukkan ke dalam piknometer. 4. Timbang berat piknometer,

Lebih terperinci

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate

ANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate IV. ANALISA PERANCANGAN Alat tanam jagung ini menggunakan aki sebagai sumber tenaga penggerak elektronika dan tenaga manusia sebagai penggerak alat. Alat ini direncanakan menggunakan jarak tanam 80 x 20

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Jagung Jarak tanam tergantung pada varietas jagung yang akan ditanam. Jarak tanam untuk jagung hibrida adalah 75 x 25 cm atau 75 x 40 cm. Kedalaman lubang tanam antara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Prototipe 1. Rangka Utama Bagian terpenting dari alat ini salah satunya adalah rangka utama. Rangka ini merupakan bagian yang menopang poros roda tugal, hopper benih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang dibuat merupakan pengembangan dari prototipe pada penelitian sebelumnya (Azis 211) sebanyak satu unit. Untuk penelitian ini prototipe

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN TORSI DAN DESAIN PENJATAH PUPUK BUTIRAN TIPE EDGE-CELL UNTUK MESIN PEMUPUK JAGUNG ANNISA NUR ICHNIARSYAH

ANALISIS KEBUTUHAN TORSI DAN DESAIN PENJATAH PUPUK BUTIRAN TIPE EDGE-CELL UNTUK MESIN PEMUPUK JAGUNG ANNISA NUR ICHNIARSYAH ANALISIS KEBUTUHAN TORSI DAN DESAIN PENJATAH PUPUK BUTIRAN TIPE EDGE-CELL UNTUK MESIN PEMUPUK JAGUNG ANNISA NUR ICHNIARSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8) III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Pelaksanaan penelitian terbagi

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan.

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan. BAB III PERANCANGAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Proses Perancangan Proses perancangan mesin pemipil jagung seperti terlihat pada Gambar 3.1 seperti berikut: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut : BAB III TEORI PERHITUNGAN 3.1 Data data umum Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tinggi 4 meter 2. Kapasitas 4500 orang/jam

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mesin Pan Granulator Mesin Pan Granulator adalah alat yang digunakan untuk membantu petani membuat pupuk berbentuk butiran butiran. Pupuk organik curah yang akan

Lebih terperinci

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Kriteria Perancangan Perancangan dynamometer tipe rem cakeram pada penelitian ini bertujuan untuk mengukur torsi dari poros out-put suatu penggerak mula dimana besaran ini

Lebih terperinci

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS Perancangan dan pembuatan mekanik mesin sortasi manggis telah selesai dilakukan. Mesin sortasi manggis ini terdiri dari rangka mesin, unit penggerak, unit pengangkut,

Lebih terperinci

Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan

Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan Technical Paper Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan Design Improvement of Corn Planter and Fertilizer Applicator Powered by Hand Tractor Wawan Hermawan Abstract A

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar Pemilihan Bucket Elevator sebagai Mesin Pemindah Bahan Dasar pemilihan mesin pemindah bahan secara umum selain didasarkan pada sifat-sifat bahan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK DAN MEKANIK JAGUNG DAN FURADAN Jagung memiliki sifat fisik yang sangat beragam baik beda varietas maupun dalam varietas yang sama. Dalam penelitian uji peformansi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 14. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar mesin sortasi buah manggis hasil rancangan dapat dilihat dalam Bak penampung mutu super Bak penampung mutu 1 Unit pengolahan citra Mangkuk dan sistem transportasi

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Fisika

Antiremed Kelas 10 Fisika Antiremed Kelas 0 Fisika UAS Doc. Name:K3AR0FIS0UAS Doc. Version: 205-0 2 halaman 0. Perhatikan tabel berikut! Diketahui usaha merupakan hasil perkalian gaya denga jarak, sedangkan momentum merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Fisika

Antiremed Kelas 10 Fisika Antiremed Kelas Fisika Persiapan UAS Fisika Doc. Name:ARFISUAS Doc. Version: 26-7 halaman. Perhatikan tabel berikut! No Besaran Satuan Dimensi Gaya Newton [M][L][T] 2 2 Usaha Joule [M][L] [T] 3 Momentum

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi Sistem transmisi dalam otomotif, adalah sistem yang berfungsi untuk konversi torsi dan kecepatan (putaran) dari mesin menjadi torsi dan kecepatan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Teknik 4.1.1. Kebutuhan Daya Penggerak Kebutuhan daya penggerak dihitung untuk mengetahui terpenuhinya daya yang dibutuhkan oleh mesin dengan daya aktual pada motor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI

2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung. 2.2 Prinsip Kerja Mesin Pemipil Jagung BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Pemipil Jagung Mesin pemipil jagung merupakan mesin yang berfungsi sebagai perontok dan pemisah antara biji jagung dengan tongkol dalam jumlah yang banyak dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Diagram alir adalah suatu gambaran utama yang dipergunakan untuk dasar dalam bertindak. Seperti halnya pada perancangan diperlukan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konstruksi Mesin Pengupas Kulit Kentang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konstruksi Mesin Pengupas Kulit Kentang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konstruksi Mesin Pengupas Kulit Kentang 1 7 2 6 5 3 4 Gambar 4.1. Desain Mesin Pengupas Kulit Kentang Komponen-komponen inti yang ada pada mesin pengupas kulit kentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah, sintetis, analisis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Perancangan Mesin Pemisah Biji Buah Sirsak Proses pembuatan mesin pemisah biji buah sirsak melalui beberapa tahapan perancangan yaitu tahap identifikasi kebutuhan, perumusan masalah,

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN :

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Rancang Bangun Dan Pengujian Alat Penjatah (Metering Device ) Tipe Edge Cell Untuk Penyaluran Pupuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa

Pengolahan lada putih secara tradisional yang biasa Buletin 70 Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2, 2010: 70-74 R. Bambang Djajasukmana: Teknik pembuatan alat pengupas kulit lada tipe piringan TEKNIK PEMBUATAN ALAT PENGUPAS KULIT LADA TIPE PIRINGAN R. Bambang

Lebih terperinci

Hopper. Lempeng Panas. Pendisribusian Tenaga. Scrubber. Media Penampung Akhir

Hopper. Lempeng Panas. Pendisribusian Tenaga. Scrubber. Media Penampung Akhir IV. PENDEKATAN RANCANGAN dan ANALISIS TEKNIK 4.1. Rancangan Fungsional Rancangan fungsional merupakan penjelasan mengenai fungsi-fungsi yang ada, yang dilakukan oleh sistem atau dalam model pemisah ini

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum

Lebih terperinci

RAMGANG BANGUN ALAT PEWAMAM DAN PEMUPUK

RAMGANG BANGUN ALAT PEWAMAM DAN PEMUPUK RAMGANG BANGUN ALAT PEWAMAM DAN PEMUPUK KACANG TA NAM DEBGAN TENAGA Oleh TRISNANTO ED1 WlBOWO F 23 0408 7991 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Trisnanto Edi Wibowo, F23.0408,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Kerja Sistem Hidroulik Pada Forklift Sebagai motor penggerak utama Forklift ini digunakan mesin diesel 115 PS, dengan putaran mesin 1500 rpm dan putaran dari mesin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG Jagung adalah tanaman yang menghendaki keadaan hawa yang cukup panas dan lembab dari waktu tanam sampai periode mengakhiri pembuahan. Jagung tidak membutuhkan

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN

4 PENDEKATAN RANCANGAN 27 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan yang diperlukan untuk meneliti kinerja mesin pemupuk dosis variabel antara lain: rancangan fungsional dan rancangan struktural. Rancangan Fungsional Mesin pemupuk dosis

Lebih terperinci

Jumlah serasah di lapangan

Jumlah serasah di lapangan Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN

BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN BAB IV ANALISIS TEKNIK MESIN A. ANALISIS PENGATUR KETINGGIAN Komponen pengatur ketinggian didesain dengan prinsip awal untuk mengatur ketinggian antara pisau pemotong terhadap permukaan tanah, sehingga

Lebih terperinci

ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN

ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN ALAT DAN MESIN PEMUPUKAN TANAMAN Pemupukan merupakan usaha memasukkan usaha zat hara kedalam tanah dengan maksud memberikan/menambahkan zat tersebut untuk pertumbuhan tanaman agar didapatkan hasil (produksi)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Conveyor merupakan suatu alat transportasi yang umumnya dipakai dalam proses industri. Conveyor dapat mengangkut bahan produksi setengah jadi maupun hasil produksi

Lebih terperinci

Analisa Efisiensi Turbin Vortex Dengan Casing Berpenampang Lingkaran Pada Sudu Berdiameter 56 Cm Untuk 3 Variasi Jarak Sudu Dengan Saluran Keluar

Analisa Efisiensi Turbin Vortex Dengan Casing Berpenampang Lingkaran Pada Sudu Berdiameter 56 Cm Untuk 3 Variasi Jarak Sudu Dengan Saluran Keluar Analisa Efisiensi Turbin Vortex Dengan Casing Berpenampang Lingkaran Pada Sudu Berdiameter 56 Cm Untuk 3 Variasi Jarak Sudu Dengan Saluran Keluar Ray Posdam J Sihombing 1, Syahril Gultom 2 1,2 Departemen

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR Dalam pabrik pengolahan CPO dengan kapasitas 60 ton/jam TBS sangat dibutuhkan peran bunch scrapper conveyor yang berfungsi sebagai pengangkut janjangan

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TIORI

BAB II LANDASAN TIORI BAB II LANDASAN TIORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Pemecah Kedelai Mula-mula biji kedelai yang kering dimasukkan kedalam corong pengumpan dan dilewatkan pada celah diantara kedua cakram yang salah satunya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 8 bulan, dimulai bulan Agustus 2010 sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu (1)

Lebih terperinci

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin. BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN A. Desain Mesin Desain konstruksi Mesin pengaduk reaktor biogas untuk mencampurkan material biogas dengan air sehingga dapat bercampur secara maksimal. Dalam proses

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN DAN PERAKITAN ALAT Pembuatan alat dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dilakukan. Gambar rancangan alat secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.1. 1 3

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL

TRANSMISI RANTAI ROL TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Keuntungan: Mampu meneruskan

Lebih terperinci

DESAIN DAN UJI KINERJA PENJATAH PUPUK UNTUK MESIN PEMUPUKAN KELAPA SAWIT DIMA ABDILLAH IRFANSYAH

DESAIN DAN UJI KINERJA PENJATAH PUPUK UNTUK MESIN PEMUPUKAN KELAPA SAWIT DIMA ABDILLAH IRFANSYAH DESAIN DAN UJI KINERJA PENJATAH PUPUK UNTUK MESIN PEMUPUKAN KELAPA SAWIT DIMA ABDILLAH IRFANSYAH DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan

Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan Technical Paper Evaluasi Sistem Penggerak dan Modifikasi Mesin Penanam Jagung Bertenaga Traktor Tangan Evaluation of Driving System and Modification of Corn Planter Powered by Hand Tractor Wawan Hermawan,

Lebih terperinci

SOAL TRY OUT FISIKA 2

SOAL TRY OUT FISIKA 2 SOAL TRY OUT FISIKA 2 1. Dua benda bermassa m 1 dan m 2 berjarak r satu sama lain. Bila jarak r diubah-ubah maka grafik yang menyatakan hubungan gaya interaksi kedua benda adalah A. B. C. D. E. 2. Sebuah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kalibrasi Load Cell & Instrumen Hasil kalibrasi yang telah dilakukan untuk pengukuran jarak tempuh dengan roda bantu kelima berjalan baik dan didapatkan data yang sesuai, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TRAKTOR TANGAN Traktor tangan (hand tractor) merupakan sumber penggerak dari implemen (peralatan) pertanian. Traktor tangan ini digerakkan oleh motor penggerak dengan daya yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m)

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m) LAMPIRAN 74 75 Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m) : 15,4 kg Diameter silinder pencacah (D) : 37,5cm = 0,375 m Percepatan gravitasi (g) : 9,81 m/s 2 Kecepatan putar

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011 TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Mampu meneruskan daya besar

Lebih terperinci

PROTOTYPE PERANCANGAN PEMINDAH DAYA PADA TURBIN PELTON

PROTOTYPE PERANCANGAN PEMINDAH DAYA PADA TURBIN PELTON PROTOTYPE PERANCANGAN PEMINDAH DAYA PADA TURBIN PELTON Kikit Bawich¹, Zulfah², dan Hadi Wibowo³ 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, UPS Tegal 2,3) Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Mulai. Dipasang pulley dan v-belt yang sesuai. Ditimbang kelapa parut sebanyak 2 kg. Dihidupkan mesin pemeras santan sistem screw press

LAMPIRAN. Mulai. Dipasang pulley dan v-belt yang sesuai. Ditimbang kelapa parut sebanyak 2 kg. Dihidupkan mesin pemeras santan sistem screw press LAMPIRAN Lampiran 1. Flowchart pelaksanaan penelitian Mulai Dipasang pulley dan v-belt yang sesuai Ditimbang kelapa parut sebanyak Dihidupkan mesin pemeras santan sistem screw press Dimasukkan kelapa perut

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBELAJARAN. 3. Setelah melalui penjelasan dan diskusi. mahasiswa dapat mendefinisikan pasak dengan benar

TUJUAN PEMBELAJARAN. 3. Setelah melalui penjelasan dan diskusi. mahasiswa dapat mendefinisikan pasak dengan benar Materi PASAK TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Setelah melalui penjelasan dan diskusi mahasiswa dapat mendefinisikan pasak dengan benar 2. Setelah melalui penjelasan dan diskusi mahasiswa dapat menyebutkan 3 jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN.. DYNAMOMETER TIPE REM CAKERAM HASIL RANCANGAN Dynamometer adalah alat untuk mengukur gaya dan torsi. Dengan torsi dan putaran yang dihasilkan sebuah mesin dapat dihitung kekuatan

Lebih terperinci

GESER LANGSUNG (ASTM D

GESER LANGSUNG (ASTM D X. GESER LANGSUNG (ASTM D 3080-98) I. MAKSUD Maksud percobaan adalah untuk menetukan besarnya parameter geser tanah dengan alat geser langsung pada kondisi consolidated-drained. Parameter geser tanah terdiri

Lebih terperinci

Pertemuan ke-12. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa

Pertemuan ke-12. A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa Pertemuan ke-12 A.Tujuan Instruksional 1. Umum Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa akan dapat menentukan jenis tenaga dan mesin peralatan yang layak untuk diterapkan di bidang pertanian. 2. Khusus

Lebih terperinci

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m.

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m. Contoh Soal dan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. a) percepatan gerak turunnya benda m Tinjau katrol : Penekanan pada kasus dengan penggunaan persamaan Σ τ = Iα dan Σ F = ma, momen inersia (silinder

Lebih terperinci

PENGARUH PROFIL POROS PENGGERAK TERHADAP GERAKAN SABUK DALAM SUATU SISTEM BAN BERJALAN. Ishak Nandika G., Adri Maldi S.

PENGARUH PROFIL POROS PENGGERAK TERHADAP GERAKAN SABUK DALAM SUATU SISTEM BAN BERJALAN. Ishak Nandika G., Adri Maldi S. PENGARUH PROFIL POROS PENGGERAK TERHADAP GERAKAN SABUK DALAM SUATU SISTEM BAN BERJALAN Ishak Nandika G., Adri Maldi S. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profil sudut ketirusan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN 3.1. Diagram Alur Perencanaan Proses perencanaan pembuatan mesin pengupas serabut kelapa dapat dilihat pada diagram alur di bawah ini. Gambar 3.1. Diagram alur perencanaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL...iii. DAFTAR GAMBAR...iv. DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL...iii. DAFTAR GAMBAR...iv. DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...iii DAFTAR GAMBAR...iv DAFTAR LAMPIRAN...vi PENDAHULUAN...1 Latar Belakang...1 Tujuan Penelitian Umum...4 Tujuan Penelitian Khusus...4 Manfaat Penelitian...4 TINJAUAN

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Modifikasi Alat Penunjuk Titik Pusat Lubang Benda Kerja Dengan Berat Maksimal Kurang Dari 29 Kilogram Untuk Mesin CNC Miling Oleh : Mochamad Sholehuddin NRP. 2106 030 033 Program

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN. Mulai

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN. Mulai BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN 3.1 Diagram Alur Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pemotong kerupuk rambak kulit ditunjukan pada diagram alur pada gambar 3.1 : Mulai Pengamatan dan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Turbin Cross Flow Tanpa Sudu Pengarah Pengujian turbin angin tanpa sudu pengarah dijadikan sebagai dasar untuk membandingkan efisiensi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan April 2011. Tempat perancangan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian IPB. Pengambilan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

SOAL DINAMIKA ROTASI

SOAL DINAMIKA ROTASI SOAL DINAMIKA ROTASI A. Pilihan Ganda Pilihlah jawaban yang paling tepat! 1. Sistem yang terdiri atas bola A, B, dan C yang posisinya seperti tampak pada gambar, mengalami gerak rotasi. Massa bola A, B,

Lebih terperinci

dan kurangnya peran mekanisasi pertanian pada proses produksi. Sejalan dengan

dan kurangnya peran mekanisasi pertanian pada proses produksi. Sejalan dengan Yosi Srimarliani. F01495054. Rancang Bangun Penjatah Pupuk untuk Alat Tanam dan Pemupuk Kedelai dengan Tenaga Tarik Traktor Tangan. Dibawah bimbingan Dr. Ir. I Nengah Suastawa, hl Sc. dan Dr. Ir. Wawan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PEMERAS KOPRA DENGAN KAPASITAS 3 LITER/JAM

RANCANG BANGUN MESIN PEMERAS KOPRA DENGAN KAPASITAS 3 LITER/JAM RANCANG BANGUN MESIN PEMERAS KOPRA DENGAN KAPASITAS 3 LITER/JAM Oleh: WICAKSANA ANGGA TRISATYA - 2110 039 005 NEVA DWI PRASTIWI 2110 039 040 Dosen Pembimbing: Ir. SYAMSUL HADI, MT. Instruktur Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERHITUNGAN

BAB III ANALISA PERHITUNGAN BAB III ANALISA PERHITUNGAN 3.1 Data Informasi Awal Perancangan Gambar 3.1 Belt Conveyor Barge Loading Capasitas 1000 Ton/Jam Fakultas Teknoligi Industri Page 60 Data-data umum dalam perencanaan sebuah

Lebih terperinci

DRAFT PATENT LINTASAN RANTAI BERBENTUK SEGITIGA PYTHAGORAS PADA ALAT PEMBANGKIT ENERGI MEKANIK DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI POTENSIAL AIR

DRAFT PATENT LINTASAN RANTAI BERBENTUK SEGITIGA PYTHAGORAS PADA ALAT PEMBANGKIT ENERGI MEKANIK DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI POTENSIAL AIR DRAFT PATENT LINTASAN RANTAI BERBENTUK SEGITIGA PYTHAGORAS PADA ALAT PEMBANGKIT ENERGI MEKANIK DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI POTENSIAL AIR Oleh : Dr Suhartono S.Si M.Kom 1 Deskrisi LINTASAN RANTAI BERBENTUK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Gambaran Umum Mesin pemarut adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu atau serta mempermudah pekerjaan manusia dalam hal pemarutan. Sumber tenaga utama mesin pemarut adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dasar tentang turbin air Turbin berfungsi mengubah energi potensial fluida menjadi energi mekanik yang kemudian diubah lagi menjadi energi listrik pada generator.

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK 3.1 Perancangan dan pabrikasi Perancangan dilakukan untuk menentukan desain prototype singkong. Perancangan

Lebih terperinci

Rancang Bangun dan Uji Kinerja Dinamometer Tipe Rem Cakram

Rancang Bangun dan Uji Kinerja Dinamometer Tipe Rem Cakram Rancang Bangun dan Uji Kinerja Dinamometer Tipe Rem Cakram Desrial 1), Y. Aris Purwanto 1) dan Ahmad S. Hasibuan 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, FATETA, IPB. Email: desrial@ipb.ac.id, Tlp.

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci