HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah"

Transkripsi

1 V HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah Tahapan identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui masalah serta kebutuhan yang diperlukan agar otomasi traktor dapat dilaksanakan. Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui masalah serta hal-hal yang diperlukan. Berdasarkan studi pustaka, masalah yang paling penting dalam otomasi adalah pengendalian sistem kemudi secara otomatis. Hal ini sangat diperlukan agar traktor mampu bergerak sesuai dengan lintasan yang diharapkan. Penentuan posisi traktor secara otomatis pun merupakan hal yang penting agar traktor mampu mengenali posisinya sendiri, sehingga mampu bergerak ke posisi yang diinginkan. Sistem penentuan posisi telah banyak dikembangkan, baik penentuan posisi secara lokal maupun secara global menggunakan GPS. Pengendalian kecepatan kerja traktor merupakan hal penting lainnya agar hasil kerja traktor maksimal. Pengaturan kecepatan kerja dapat dilakukan salah satunya dengan kombinasi pengaturan pedal akselerator dan sistem pengereman. Pengontrolan pedal akselerator diperlukan untuk mengatur kecepatan putaran mesin traktor. Sistem pengereman diperlukan untuk menurunkan kecepatan kerja terutama ketika lahan olahan memiliki kontur yang beragam. Hal penting lainnya dalam proses otomasi traktor adalah pengontrolan sistem kopling. Hal ini disebabkan karena pedal kopling punya peran penting dalam perubahan kombinasi porseneling serta kontrol gerak tidaknya traktor. Proses penghentian traktor menggunakan kopling sangat penting terutama ketika hal-hal yang tidak diharapkan terjadi. Hasil kinerja traktor terutama pengolahan tanah sangat bergantung pada pengaturan ketinggian impemen traktor. Pengolahan tanah yang terlalu dalam akan menyebabkan traktor slip, sedangkan kedalaman yang terlalu rendah akan menyebabkan kurang optimalnya hasil pengolahan tanah. Berdasarkan hal tersebut, maka pengontrolan implemen melalui kontrol tuas implemen sangat penting agar kedalaman olah sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan masalah-masalah yang terjadi, maka pada penelitian ini sistem kontrol aktuator dibatasi pada 5 komponen aktuator yaitu : sistem kontrol stir kemudi, 54

2 sistem kontrol pedal kopling, sistem kontol pedal akselerator, sistem kontrol pedal rem dan sistem kontrol tuas implemen. Pengukuran Gaya Awal Pengukuran gaya awal diperlukan untuk menentukan spesifikasi yang diperlukan pada proses perancangan. Pengukuran gaya awal dilakukan pada 5 komponen aktuator yang akan dikontrol. Pengukuran dilakukan menggunakan timbangan pegas. Contoh pengukuran gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme dapat dilihat pada Gambar 38. Timbangan Pegas Gambar 38 Contoh pengukuran gaya untuk memutar stir kemudi Gaya yang dibutuhkan untuk memutar stir kemudi dengan landasan roda beton adalah sebesar 1.5 kgf atau setara dengan 14.7 N. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal kopling adalah sebesar 13 kgf atau setara dengan N. Besarnya nilai tersebut dikarenakan pedal kopling dilengkapi dengan pegas, sehingga semakin jauh ditarik, gaya yang dibutuhkan pun semakin besar. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal akselerator adalah sebesar 6 kgf = N. Pedal akselerator dipilih sebagai aktuator yang dikontrol dibandingkan dengan tuas akselerator tangan dikarenakan kemudahan dalam pembuatan mekanisme kontrol serta gaya yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal rem adalah sebesar 8 kgf = N. Gaya tersebut merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menarik gabungan pedal rem kanan dan rem kiri. Gaya terakhir yang diukur adalah gaya yang dibutuhkan untuk menarik tuas implemen. Berdasarkan hasil 55

3 pengukuran, gaya yang dibutuhkan untuk menarik tuas implemen adalah sebesar 8 kgf = N. Perancangan Sistem Kemudi Otomatis Traktor Proses perancangan merupakan proses yang sangat pentinga dalam rancang bangun. Pada proses ini dilakukan perhitungan serta penentuan spesifikasi unit pengontrol yang akan dibangun. Tahapan perancangan meliputi rancangan fungsional, analisis teknik, rancangan struktural serta rancangan sistem kontrol. Pada rancangan fungsional, dirancang beberapa unit berdasarkan fungsi untuk mengatasi masalah yang telah diidentifikasi pada proses identifikasi masalah. Unit-unit yang dirancang berdasarkan fungsinya meliputi: unit pengontrol stir kemudi yang berfungsi untuk mengontrol stir kemudi agar berputar kiri-kanan sesuai dengan yang diharapkan, unit pengontrol kopling yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan pedal kopling sesuai dengan yang diperintahkan, unit pengontrol pedal akselerator yang berfungsi untuk menggerakkan pedal akselerator dalam rangka pengaturan kecepatan maju traktor, unit pengontrol pedal rem yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan pedal rem agar sesuai dengan yang diharapkan, unit pengontrol tuas implemen yang berfungsi untuk mengatur tinggi lower link implemen yang berimplikasi pada kedalaman pengolahan serta unit penerima dan pengolah data GPS berfungsi untuk menerima data GPS dari satelit, kemudian mengolahnya sehingga menjadi acuan bagi pergerakan traktor. 1. Unit pengontrol stir kemudi Pada sistem kontrol stir kemudi, diameter puli pada motor DC pengendali berukuran 7.5 cm dan pada roda stir berukuran 15 cm. Hal ini dilakukan agar torsi yang digunakan untuk memutar roda stir kemudi dua kali lebih besar dibandingkan dengan torsi yang dihasilkan oleh motor DC. Pemilihan sistem transmisi puli-sabuk dilakukan agar stir mampu bergerak sesuai dengan putaran motor DC. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme kontrol stir adalah sebesar 34.7 watt. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka motor DC yang digunakan dipilih berdasarkan ketersediaan di pasaran. Motor DC yang digunakan memiliki daya 36 watt. 56

4 Pada perancangan sistem, motor DC digerakkan dengan tipe kontrol on-off. Motor DC digerakkan oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Sensor yang digunakan sebagai feedback adalah sensor encoder dengan resolusi 1 0. Perangkat limit switch juga digunakan sebagai faktor pengaman, sehingga ketika roda bergerak ke sudut paling besar maupun paling kecil, badan roda akan menekan switch dan secara otomatis arus yang dialirkan terputus. 2. Unit pengontrol pedal kopling Pedal kopling dikontrol dengan menggunakan motor DC. Sistem transmisi daya yang digunakan adalah puli dan tali sling yang dihubungkan dengan batang penggerak pedal kopling. Pemilihan puli dan tali sling dilakukan karena sistem pedal kopling memiliki pegas, sehingga untuk menggerakkan pedal kopling ke posisi bawah (turun), motor akan memutar dan menarik tali sling. Pada proses pelepasanpedal kopling, motor hanya memutar untuk melepaskan tali sling, dan mekanisme pegas pada pedal akan mendorong pedal kopling ke posisi atas (naik). Puli yang digunakan pada mekanisme kontrol pedal kopling berdasarkan perhitungan berdiameter 7.44 cm. Berdasarkan gaya yang dibutuhkan untuk menarik pedal kopling, maka daya motor yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pedal kopling adalah sebesar watt. Motor DC yang digunakan dipilih dengan daya yang lebih besar untuk faktor keamanan serta ketersediaan di pasaran. Motor DC yang dipilih juga harus memiliki perangkat gearbox, hal ini dikarenakan konstanta pegas yang terdapat pada kopling ssangat besar, sehingga jika arus yang mengalir ke motor DC tanpa gearbox dihentikan, maka pegas akan mendorong batang penggerak, sehingga motor akan tertarik dan pedal kopling akan kembali ke posisi semula. Pada motor DC dengan gear-box, daya dorong pegas tidak mampu memutar gearbox, sehingga ketika arus yang mengalir dihentikan, pergerakan mekanisme pun berhenti. Berdasarkan hal tersebut, maka motor DC yang dipilih adalah motor DC yang dilengkapi gearbox berupa wormgear dengan daya sebesar 150 watt. Pada perancangan sistem, motor DC digerakkan dengan tipe kontrol on-off. Motor DC digerakkan oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Pedal kopling 57

5 hanya diset pada dua kondisi, sehingga kontrol yang dilakukan berbasis waktu. Motor digerakkan selama waktu tertentu berdasarkan kecepatan putar motor. Perangkat limit switch juga digunakan sebagai faktor pengaman, sehingga ketika pedal rem telah berada pada titik maksimum ataupun minimum, batang penggerak pedal akan menyentuh limit switch dan secara otomatis arus yang dialirkan terputus. 3. Unit pengontrol pedal akselerator Pedal akselerator dikontrol menggunakan motor DC. Sistem tuas pengungkit digunakan untuk mengontrol pedal akselerator, dengan tujuan mempermudah mekanisme sistem serta memperkecil tenaga yang dibutuhkan. Salah satu ujung batang pengungkit dihubungkan ke pedal akselerator, dan ujung lainnya dihubungkan ke tali sling. Sistem transmisi daya yang digunakan adalah puli dan tali sling. Berdasarkan proses perhitungan pada analisis teknik, diameter puli yang digunakan adalah sebesar 7.5 cm. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pengontrol pedal akselerator adalah 6.54 watt. Motor yang dipilih adalah motor DC dengan daya 30 watt. Motor yang dipilih memiliki daya yang lebih besar dikarenakan ketersediaan di pasar. Pergerakan motor motor DC dikontrol dengan tipe kontrol on-off. Motor DC dikontrol oleh mikrokontroler melalui perangkat H-Bridge. Sistem kontrol bekerja dengan sistem kontrol loop tetutup, dimana potensiometer yang dihubungkan ke poros motor menjadi umpan balik ke sistem. Perangkat limit switch juga digunakan pada mekanisme ini sebagai pengaman. 4. Unit pengontrol pedal rem Prinsip kerja mekanisme pengontrol pedal rem mirip dengan mekanisme pengontrol pedal kopling. Hal yang berbeda adalah konstanta pegas lebih kecil bila dibandingkan dengan konstaanta pegas pada pedal kopling. Hal tersebut menyebabkan gaya yang dibutuhkan pun semakin kecil. Diameter puli yang digunakan pada mekanisme kontrol pedal rem dirancang sebesar 6.4 cm, dan kebutuhan daya motor yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pedal rem 58

6 adalah sebesar watt. Motor DC yang dipilih memiliki daya sebesar 30 watt, hal ini dilakukan karena ketersediaan di pasaran. Tipe kontrol motor DC yang digunakan seperti halnya mekanisme kopling adalah kontrol on-off dengan sistem loop terbuka, yang berarti tidak ada sensor yang menjadi umpan balik ke sistem. Mekanisme hanya digerakkan dengan waktu tertentu berdasarkan kecepatan putaran motor. Limit switch digunakan pada mekanisme ini sebagai pengaman agar mekanisme berhenti ketika posisi maksimum dan minimum tercapai. 5. Unit pengontrol tuas implemen Tuas impelemen digerakkan menggunakan motor DC. Sistem transmisi daya yang digunakan berupa transmisi sproket rantai. Hal ini dilakukan karena tuas impelemen digerakkan maju mundur tanpa adanya pegas, sehingga motor DC harus mampu menarik atau mendorong tuas agar bergerak ke posisi yang diharapkan. Tuas implemen dihubungkan ke salah satu mata rantai, sehingga untuk menarik tuas implemen ke depan (bawah), motor DC berputar searah jarum jam dan untuk mendorong mundur (naik) motor DC akan berputar berlawanan arah jarum jam. Berdasarkan analisis teknik, diameter sproket yang digunakan adalah 2.4 cm atau 14 gigi dengan no rantai yang digunakan adalah 25. Daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mekanisme pengontrol tuas implemen adalah sebesar watt. Motor yang dipilih memiliki daya 30 watt, hal ini dilakukan berdasarkan ketersediaan di pasaran serta faktor keamanan agar mekanisme dapat bekerja dengan sempurna. Tipe kontrol motor DC yang digunakan adalah kontrol on-off dengan sistem loop tertutup. Potensiometer yang dihubungkan ke poros motor DC digunakan untuk mengukur sudut yang dibentuk oleh motor DC dan dijadikan umpan balik ke sistem. Limit switch digunakan pada mekanisme ini sebagai pengaman agar mekanisme berhenti ketika posisi maksimum dan minimum tercapai. 6. Unit pembaca dan pengolah data GPS Pembacaan data posisi dilakukan dengan menggunakan RTK-DGPS Outback S3 GPS Guidance and Mapping System. GPS tersebut dipilih dengan alasan ketelitian 59

7 yang mampu dicapai GPS tersebut sebesar 3 5 cm. Hal ini bertujuan agar simpangan yang terjadi akibat kesalahan pembacaan data GPS mampu dihindari. Data GPS yang telah dibaca kemudian diolah oleh komputer pengendali sehingga menghasilkan perintah yang dikirim ke mikrokontroler dan menggerakkan aktuator yang sesuai. Pembuatan Sistem Kemudi Otomatis Traktor Proses pembuatan sistem kontrol baik mekanik maupun elektronik dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dibuat. Pemrograman sistem pada mikrokontroler dilakukan menggunakan Code Vision AVR. Hal ini dilakukan berdasarkan kemudahan dalam pembuatan dikarenakan lengkapnya library yang terdapat pada Software tersebut serta bahasa pemrograman yang digunakan berbasis bahasa pemrograman C. File yang telah dibuat kemudian di-compile dan didownload ke chip mikrokontroler. Pemrograman menggunakan Code Vision AVR dapat dilihat pada Gambar 39. Gambar 39 Pemrograman sistem mikrokontroler menggunakan Code Vision AVR Rangkaian elektronik yang digunakan dibuat dalam 1 kotak kontrol agar memudahkan perangkaian. Rangkaian tersebut meliputi : mikrokontroler, RS232 USB Converter, rangkaian H-Bridge, penurun tegangan output encoder dan LCD. Mikrokontroler berfungsi mengatur semua pergerakan aktuator sesuai dengan perintah 60

8 yang dikirimkan komputer pengendali. RS232 USB Converter digunakan untuk mengkonversi sistem pengiriman dan pembacaan data dari komputer ke mikrokontroler. Rangkaian H-bridge merupakan rangkaian yang konfigurasi atau susunan 4 switch yang membentuk huruf H. pengaturan switch dilakukan untuk mengatur polaritas motor DC, sehingga motor dapat berputar searah jarum jam (clockwise) dan berlawanan arah jarum jam (counterclockwise). Output dari encoder memiliki tegangan 12 volt pada kondisi biner 1 sesuai dengan catu daya yang digunakan encoder. Input maksimal yang dapat diterima oleh mikrokontroler sebesar 5 volt, sehingga output encoder tersebut perlu diturunkan menggunakan rangkaian penurun tegangan output encoder. Rangkaian tersebut terdiri dari 2 buah resistor 420 Ω dan 580 Ω yang disusun seri. LCD digunakan untuk menampilkan informasi proses yang dikerjakan oleh mikrokontroler. Susunan rangkaian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 40. Skema rangkaian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Mikrokontroler Konverter RS232 - USB Penurun Tegangan output encoder Rangkaian H-Bridge LCD Gambar 40 Rangkaian elektronik yang digunakan dalam sistem kontrol Sumber tenaga listrik yang digunakan sistem kontrol bekerja adalah dua buah accu dikarenakan mekanisme kontrol kopling membutuhkan daya yang cukup besar sehingga tidak cukup jika tegangan yang digunakan 12 volt. Dua buah accu tersebut dirangkai seri sehingga menghasilkan tegangan 24 volt. Sistem isi ulang tenaga yang disediakan oleh traktor hanya untuk 1 accu, sehingga untuk sistem kontrol yang lainnya, motor DC diberi tegangan 12 volt. Encoder yang digunakan sebagai pengukur sudut yang dibentuk roda depan bertipe absolute rotary encoder. Tipe tersebut dipilih karena mampu mengetahui sudut 61

9 yang dibentuk tanpa perlu menggerakkannya terlebih dahulu. Encoder yang digunakan memiliki resolusi 360 per putaran, sehingga ketelitian yang dicapai adalah 1 0. Pada sistem yang dibuat, hanya 8 pin terendah yang digunakan, hal ini dikarenakan ketersediaan pin yang dimiliki oleh mikrokontroler serta sudut yang mungkin dibentuk oleh roda depan adalah Encoder dipasang di pusat putaran roda depan. Sistem kontrol stir dapat dilihat pada Gambar 41. Motor DC 12 V Absolute encoder T-belt Stir kendali (a) (b) Gambar 41 Sistem kontrol stir ; (a) mekanisme dan (b) sistem pembacaan sudut putar roda depan Mekanisme kontrol pedal kopling dan pedal rem dibuat berdasarkan rancangan yang telah dibuat. Unit pengontrol pedal kopling yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 42 dan unit pengontrol pedal rem dapat dilihat pada Gambar 43. Batang Penggerak Limit Switch Puli Motor DC 24 v Gambar 42 Mekanisme kontrol pedal kopling 62

10 Limit switch Batang penggerak rem Puli Gambar 43 Mekanisme kontrol pedal rem Potensiometer yang digunakan pada sistem kontrol akselerator memiliki nilai resistansi 10 kω. Potensiometer dihubungkan secara langsung ke poros motor DC penggerak, sehingga putaran motor akan memutar potensiometer sehingga terjadi perubahan resistansi dan tegangan yang kemudian dikonversi menjadi data digital oleh ADC internal mikrokontroler. ADC yang digunakan adalah ADC0 dengan resolusi 10 bit. Mekanisme kontrol pedal akselerator yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 44. Motor DC 12 v Batang penggerak Pedal akselerator Potensiometer Gambar 44 Mekanisme kontrol pedal akselerator Potensiometer yang digunakan pada sistem kontrol tuas implemen memiliki nilai resistansi 10 kω. Seperti halnya pada sistem kontrol pedal akselerator, potensiometer dihubungkan secara langsung ke poros motor DC penggerak menggunakan kopel. 63

11 Putaran motor akan memutar potensiometer sehingga terjadi perubahan resistansi dan tegangan yang kemudian dikonversi menjadi data digital oleh ADC internal mikrokontroler. ADC yang digunakan adalah ADC1 dengan resolusi 10 bit. Mekanisme kontrol tuas implemen yang telah dibuat dapat dilihat pada Gambar 45. Tuas implemen Motor DC 12 v Potensiometer Gambar 45 Mekanisme kontrol tuas implemen Sistem pembacaan dan pengolah data GPS dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0. Pada aplikasi tersebut beberapa informasi yang ditamplikan antara lain posisi real-time traktor serta jalur set-point, kecepatan maju traktor yang dhitung berdasarkan perubahan posisi traktor terhadap waktu, besar simpangan posisi traktor terhadap set point serta sudut yang terbentuk antara orientasi maju traktor dengan orientas lintasan. Pengambilan data GPS dilakukan dengan frekuensi sampling 5 Hz. Contoh pengolahan dan perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Tampilan sistem pembacaan dan pengolahan data GPS dapat dilihat pada Gambar 46. Unit pembaca dan pengolah data GPS dapat dilihat pada Gambar

12 Gambar 46 Tampilan sistem navigasi traktor berdasarkan posisi GPS Komputer pengendali Monitor GPS rover Gambar 47 Unit penerima dan pengolah data GPS Secara umum tampilan traktor yang telah dilengkapi dengan mekanisme yang dibuat dapat dilihat pada Gambar

13 Keterangan : 1. GPS monitor 6. Modul kontrol 2. Komputer pengendali 7. Mekanisme implemen 3. Mekanisme kontrol stir 8. Antena GPS 4. Mekanisme kontrol kopling 9. Mekanisme kontrol akselerator 5. Antena radio GPS 10. Mekanisme kontrol rem Gambar 48 Traktor yang telah dilengkapi mekanisme kontrol Pengujian Fungsional Uji fungsional dilakukan untuk menguji apakah unit-unit kontrol yang telah dibuat dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Uji fungsional pada unit kontrol stir kemudi, pedal akselerator dan tuas implemen meliputi kalibrasi pembacaan sensor terhadap besaran yang diukur serta validasi sistem kontrol. Pada unit kontrol pedal kopling dan pedal rem, parameter yang diukur adalah waktu yang dibutuhkan agar posisi pedal bergerak naik ke posisi maksimum atau bergerak turun ke posisi minimum. Pada unit pembaca dan pengolah data, kalibrasi dilakukan untuk membandingkan jarak hasil pengolahan GPS antara dua titik dengan jarak yang sebenarnya. 1. Unit kontrol stir kemudi Proses kalibrasi untuk menentukan persamaan yang terbentuk antara sudut putar roda depan dengan hasil pembacaan encoder. Sudut putar 0 menunjukkan bahwa kondisi roda depan dalam keadaan lurus, nilai negatif menunjukkan bahwa roda 66

14 depan berputar ke kanan, serta nilai positif menunjukkan bahwa roda depan berputar ke kiri. Berdasarkan persamaan yang terbentuk, sudut putar 0 bernilai 136. Sudut maksimum yang dapat dibentuk kearah kanan adalah sebesar 37 0, sedangkan kearah kiri, sudut yang terbentuk sebesar Proses validasi sistem kontrol stir dilakukan untuk mengetahui keakuratan sistem kontrol yang dibuat. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai error yang terbentuk terhadap set point yang diinginkan. Berdasarkan hasil uji validasi, maka error ratarata yang terbentuk adalah sebesar Simpangan sudut terbentuk dikarenakan meskipun motor penggerak telah dimatikan pada sudut yang sesuai, motor masih bergerak sedikit akibat momen inersia. Grafik kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada Gambar 49. (a) (b) Gambar 49 Uji fungsional unit pengontrol traktor ; (a) Kalibrasi dan (b) validasi Berdasarkan proses validasi tersebut, maka uji respon dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan agar motor benar-benar dapat bergerak setalah diberi catu daya serta waktu yang dibuthkan untuk motor agar benar-benar berhenti setelah motor tidak dialiri catu daya. Uji respon dilakukan sebanyak 3 kali pada masingmasing arah putaran. Pada arah putaran kiri ke kanan, roda berada pada sudut 37 0 dan akan digerakkan ke set point -16 0, begitu juga pada arah putaran kanan ke kiri, stir akan digerakkan dari sudut ke set point sudut Grafik uji respon dapat dilihat pada Gambar

15 Gambar 50 Grafik respon stir terhadap waktu Berdasarkan uji respon, maka motor baru akan bergerak ketika diberi catu daya selama 120 ms untuk putaran ke kanan dan 360 ms untuk putaran ke kiri. Motor baru akan berhenti ketika tidak ada arus yang mengalir selama 100 ms. Kecepatan sudut putar roda bagian depan kanan ke kiri adalah sebesar /s, sedangkan arah kiri ke kanan sebesar /s Berdasarkan hasil tersebut, secara umum motor akan mengalami overshoot sebanyak 3 0 jika sudut yang dibentuk cukup besar. Hal ini dikarenakan sistem kontrol masih berbentuk on-off sehingga kemungkinan overshoot terjadi. Untuk mengatasi hal tersebut, tipe kontrol yang sebaiknya digunakan adalah tipe kontrol bukan on-off seperti PID dan fuzzy logic. 2. Unit kontrol pedal kopling Waktu tempuh yang dibutuhkan unit kontrol untuk menggerakkan pedal kopling ke posisi minimum (turun) sebesar 2 detik sedangkan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk menggerakkan pedal kopling ke posisi maksimum (naik) adalah sebesar 1 detik. Perbedaan waktu tersebut terjadi dikarenakan pada proses penurunan pedal kopling, pedal menekan pegas, sehingga gaya yang dibutuhkan lebih besar. Pada proses pedal kopling naik, pegas justru mendorong pedal ke posisi atas sehingga gaya lebih kecil dan waktu yang dibutuhkan lebih rendah. 68

16 3. Unit kontrol pedal akselerator Proses kalibrasi dilakukan dengan pembacaan nilai ADC pada setiap kecepatan putaran mesin (rpm), nilai-nilai yang dihasilkan digunakan untuk membuat persamaan konversi dari rpm mesin menjadi nilai ADC yang harus diinputkan ke mikrokontroler. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa perubahan nilai ADC bersifat polinomial terhadap perubahan persentase akselerasi. Waktu yang dibutuhkan unit untuk merubah kecepatan putaran mesin dari 1000 rpm menjadi 2500 rpm selama 0.34 detik. Uji validasi juga dilakukan pada sistem kontrol tuas akselerator untuk mengetahui besar error yang dihasilkan terhadap set point yang diinginkan. Rata-rata error yang dihasilkan adalah sebesar 2.71%. Hal ini dikarenakan motor masih bergerak meski arus sudah tidak mengalir dikarenakan adanya momen inersia serta tanpa adanya sistem brake internal pada motor. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah tipe kontrol dari on-off menjadi bukan on-off seperti PID dan fuzzy logic. Hasil uji kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada Gambar 51. (a) (b) Gambar 51 Uji fungsional unit kontrol pedal akselerator; (a) kalibrasi dan (b) validasi 69

17 4. Unit kontrol pedal rem Waktu tempuh yang dibutuhkan unit kontrol untuk menggerakkan pedal rem ke posisi minimum (turun) sebesar 0.6 detik sedangkan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk menggerakkan pedal rem ke posisi maksimum (naik) adalah sebesar 0.4 detik. Perbedaan waktu tersebut terjadi dikarenakan pada proses penurunan pedal rem, pedal menekan pegas, sehingga gaya yang dibutuhkan lebih besar. Pada proses pedal kopling naik, pegas justru mendorong pedal ke posisi atas sehingga gaya dan waktu yang dibutuhkan pun lebih kecil. 5. Unit kontrol tuas implemen Proses kalibrasi dilakukan dengan melakukan pembacaan nilai ADC pada setiap posisi tuas yang mengindikasikan tinggi lower link implemen, nilai-nilai yang dihasilkan digunakan untuk membuat persamaan konversi dari tinggi lower link implemen menjadi nilai ADC yang harus diinputkan ke mikrokontroler. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa perubahan nilai ADC bersifat linier terhadap perubahan tinggi lower link implemen. Tinggi lower link minimum adalah 35 cm, sedangkan tinggi maksumum adalah sebesar 83 cm. Terdapat perbedaan nilai ADC yang terbaca pada saat implemen naik jika dibandingkan dengan saat implemen turun. Uji validasi dilakukan untuk mengetahui besarnya error yang dihasilkan sistem kontrol terhadap set point yang diharapkan. Berdasarkan hasil pengujian, rata-rata error yang dihasilkan adalah sebesar 0.56 cm. Uji kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 52. Uji validasi dapat dilihat pada Gambar 53. Gambar 52 Grafik kalibrasi tinggi lower link implemen 70

18 Gambar 53 Grafik validasi sistem kontrol tinggi lower link implemen 6. Unit pembaca dan pengolah data GPS Pada unit pembaca dan pengolah data GPS, dilakukan kalibrasi konversi data GPS (longitude dan latitude) menjadi data UTM (x, y) berdasarkan persamaan (1) dan (2). Kalibrasi dilakukan dengan membadingkan jarak rela yang diukur dengan menggunakan meteran dengan jarak hasil perhitungan GPS. Hal ini juga dilakukan untuk mengetahui besaran Kx dan Ky pada koordinat lahan yang akan dilakukan pengujian penentuan Kx dan Ky dihitung menggunakan persamaan (10) dan (11). Hasil kalibrasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kalibrasi antara jarak real dengan hasil pengolahan GPS. Jarak Real (m) Longitude Koordinat Latitude Kx (m/rad) Ky (m/rad) x (m) y (m) Jarak Hasil Perhitungan (m) Error (m) Rata-rata

19 Berdasarkan hasil pengujian kalibrasi, maka persamaan yang digunakan untuk merubah data GPS menjadi data UTM cukup mendekati. Error yang dihasilkan diduga disebabkan adanya kesalahan pada pengukuran menggunakan meteran. Nilai x bernilai (+) pada arah pergerakan menuju ke timur dan (-) pada arah pergerakan barat. Nilai y bernilai (+) pada arah pergerakan utara dan (-) pada arah pergerakan selatan. Nilai Kx tidak terlalu berbeda pada setiap titik pengukuran dikarenakan koordinat titik-titik pengujian masih dibawah nilai menit pada derajat sudut GPS, begitu juga dengan nilai Ky. Berdasarkan hal tersebut, maka konversi data GPS ke data UTM dapat menggunakan nilai rata-rata untuk mempermudah proses perhitungan selanjutnya. Kx yang digunakan adalah m/radian atau setara dengan m/(10-5 menit) dan Ky yang digunakan adalah m/radian atau setara dengan m/(10-5 menit). nilai 10-5 menit diambil berdasarkan ketelitian yang dapat dibaca oleh GPS yang digunakan. Pengujian Kinerja Uji kinerja dilakukan untuk mengetahui kinerja sistem secara keseluruhan, baik dari pengolahan data GPS hingga aksi yang dilakukan oleh masing-masing aktuator. Parameter yang digunakan dalam setiap pengujian adalah besarnya simpangan yang terjadi terhadap lintasan set-point yang diinginkan. Set-up pengujian dapat dilihat pada Gambar 54. Antena radio rover - baseline Antena GPS Lahan pengujian Baseline GPS Traktor yang dikendalikan Gambar 54 Set-up pengujian di lahan 72

20 Pada proses pengujian, kondisi lahan yang akan diuji diasumsikan ideal sebagaimana lahan yang akan diolah sehingga faktor eksternal berupa karakteristik tanah baik kadar air, tekstur serta tahanan penetrasi tanah diasumsikan tidak mempengaruhi besarnya simpangan yang terjadi. Pada kondisi traktor mengalami slip berat sehingga traktor tidak mampu bergerak sebagaimana mestinya, maka sistem akan menghentikan laju pergerakan traktor dan proses pengujian akan diulang kembali dari awal. Kondisi GPS pada saat pengujian berada pada kondisi RTK DGPS, sehingga diasumsikan tidak terjadi simpangan akibat kesalahan pembacaan data GPS. Pengujian juga akan dihentikan apabila sistem tidak mampu membaca pesan GPS selama lebih dari 5 detik dan pengujian akan diulang apabila sistem pembacaan GPS telah kembali normal. Pengujian kinerja terdiri dari tiga tahap yaitu : pengujian dengan lintasan lurus, lintasan persegi panjang dan pengolahan tanah. 1. Pengujian lintasan lurus. Pada pengujian lintasan lurus, lintasan berupa 1 lintasan dengan jarak 30 m. Lintasan tersebut dibentuk berdasarkan dua titik ujung lintasan yang telah diinputkan sebelumnya kedalam sistem. Nilai simpangan dihitung berdasarkan delta antara posisi real traktor dengan lintasan set-point. Simpangan yang dibentuk dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil pengujian sistem navigasi lintasan garis lurus Ulangan Parameter Rata-rata Simpangan maks (cm) Simpangan rata-rata (cm) Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka simpangan rata-rata yang terjadi, adalah sebesar 12 cm. Pengujian selanjutnya adalah dengan memberi perlakuan awal simpangan yang cukup besar di awal pergerakan traktor, untuk mengetahui kemampuan sistem dalam memperbaiki nilai error yang terjadi. 73

21 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 (a) (b) Gambar 55 Pegujian sistem navigasi lintasan lurus ; (a) tanpa simpangan dan (b) penggunaan simpangan awal Pengujian dilakukan dengan memberikan simpangan awal yang terletak di sebelah kiri jalur set point dengan besar simpangan 172 cm, dan pada pengujian kedua, simpangan awal yang terletak disebelah kanan lintasan dengan besar simpangan 263 cm. berdasarkan hasil pengujian, sistem mampu memperbaiki posisi traktor, sehingga traktor bergerak mendekati jalur set point dengan orientasi maju traktor yang sesuai. Koordinat hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar Pengujian lintasan persegi panjang Pada pengujian ini traktor akan diperintahkan untuk bergerak membentuk persegi panjang sesuai dengan lintasan yang telah diatur. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sistem dalam melakukan manuver belok. Lintasan tersebut dibuat berdasarkan kombinasi 4 titik pojok kotakan lahan. Lahan yang digunakan pada pengujian ini berukuran 40 x 20 m dengan titik belok berjarak 3.5 m dari ujung lintasan. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Koordinat pergerakan traktor dapat dilihat pada Gambar 56. Simpangan maksimum dan rata-rata dapat dilihat pada Tabel 6. 74

22 (a) Ulangan 1 (b) Ulangan 2 (c) Ulangan 3 Gambar 56 Pegujian sistem navigasi traktor lintasan kotak Tabel 6 Hasil pengujian sistem navigasi lintasan persegi panjang Ulangan Parameter Rata-rata Simpangan maks (cm) lurus Simpangan rata-rata (cm) lurus Simpangan maks (cm) belok Simpangan rata-rata (cm) belok Berdasarkan hasil pengujian, simpangan yang terjadi akibat manuver belok cukup besar, akan tetapi sistem mampu mengembalikan traktor ke lintasan set-point, sehingga simpangan rata-rata pada lintasan lurus kecil. Berdasarkan hal tersebut, maka pengujian dapat dilanjutkan ke pengujian yang terakhir berupa pengujian pengolahan lahan menggunakan garu rotari. 3. Pengujian pengolahan tanah Pengujian terakhir berupa pengujian pengolahan tanah menggunakan rotary harrower. Lahan yang digunakan berukuran 40 x 20 m. RPM mesin diset pada 2200 rpm, dengan tinggi lower link implemen diset 35 cm atau posisi maksimum menyentuh tanah pada lintasan olah dan terangkat maksimum (83 cm) pada lintasan belok serta area belok. Pengujian hanya dilakukan pada satu pola pengolahan tanah yaitu pola overlapping alteration dengan lebar kerja disesuaikan dengan lebar kerja 75

23 implemen yang digunakan berupa garu rotari sebesar 1.6 m. Pemilihan pola ini dilakukan karena mekanisme belok yang digunakan tanpa menggunakan rem kanan atau kiri, sehingga radius putar yang digunakan masih cukup besar yaitu 3.6 m. lebar lahan olah yang akan diuji harus lebih besar dari 4 kali radius putar sehingga lahan mampu diolah seluruhnya. Koordinat pergerakan traktor dapat dilihat pada Gambar 57. Simpangan maksimum dan rata-rata yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 7. Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Gambar 57 Pegujian sistem navigasi traktor pada pengolahan tanah menggunakan rotary harrower Tabel 7 Hasil pengujian sistem pada pengolahan tanah Ulangan Parameter Rata-rata Simpangan maks (cm) lurus Simpangan rata-rata (cm) lurus Simpangan maks (cm) belok Simpangan rata-rata (cm) belok Berdasarkan hasil pengujian, simpangan yang terjadi pada lintasan lurus memiliki nilai rata-rata 17.9 cm, hal ini masih dapat ditolerir pada pengolahan tanah, dikarenakan lebar kerja alat 1.6 m. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan simpangan yang tejadi antara lain: algoritme pengolahan dan penentuan aksi yang harus dilakukan traktor masih sederhana, hanya berdasarkan simpangan dan error 76

24 orientasi pada satu waktu, sehingga pergerakan traktor masih kasar. Pengembangan algoritma diperlukan agar penentuan sudut belok yang harus dilakukan lebih baik seperti penggunaan beberapa series posisi traktor, sehingga orientasi maju traktor lebih baik dan simpangan yang dihasilkan pun menurun. Pengambilan keputusan sudut belok juga sebaiknya menggunakan algoritme yang lebih kompleks seperti PID ataupun fuzzy logic. Waktu yang dibutuhkan untuk mengolah data GPS menjadi suatu tindakan adalah 18 ms pada kondisi laptop normal. Besarnya getaran dapat menurunkan kinerja prosesor laptop sehingga waktu yang dibutuhkan pun lebih lama. Hal ini juga menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk menerima data GPS dan mengirimkan perintah ke mikrokontroller lebih lama. Hal ini diduga menjadi penyebab masih terdapat data GPS yang terpotong atau tidak sempurna diterima oleh komputer pengendali. Hal yang dilakukan apabila kejadian tersebut terjadi adalah dengan menduga posisi traktor berdasarkan delta posisi sebelumnya. Pada saat masalah tersebut terjadi, sistem menduga posisi traktor dengan menggunakan sistem dead reckoning, yaitu menduga posisi traktor berdarkan posisi terakhir serta asumsi jarak yang terjadi berdsarkan delta perubahan posisi sebelumnya. Contoh data GPS yang tidak sempurna dan data yang sempurna diterima oleh komputer pengendali dapat dilihat pada Gambar ,S, ,E,4,10,0.9, , M,1.035,M,1.2,0444*61 (a) $GPGGA, , ,S, ,E,4,10,0.9, ,M,1.035, M,1.0,0444*61 (b) Gambar 58 Pesan GPS yang diterima; (a) pesan terpotong dan (b) pesan sempurna Pengolahan menggunakan rotary umumnya dilakukan setelah proses pengolahan tanah menggunakan bajak, sehingga kondisi tanah pun bergelombang. Hal ini menyebabkan traktor mengalami kesulitan dalam memperbaiki sudut roda depan dikarenakan torsi yang dibutuhkan menjadi lebih besar. Hal ini diduga meningkatkan nilai simpangan yang terjadi. Kondisi tanah sebelum dan sesudah pengolahan dapat dilihat pada Gambar

25 (a) (b) Gambar 59 Kondisi tanah pengujian; (a) sebelum pengolahan dan (b) setelah pengolahan Hubungan antara besaran simpangan yang terjadi dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan traktor ke lintasan set-point berbentuk logaritmik. Semakin besar simpangan, maka waktu yang dibutuhkan per satuan jarak semakin kecil, yang berarti semakin besar simpangan, semakin besar pula perubahan perbaikan simpangan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 60. Gambar 60 Hubungan besar simpangan dan waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke lintasan set-point Hubungan yang terjadi antara besar simpangan dan panjang lintasan yang dibutuhkan untuk kembali ke lintasan set-point pun membentuk sebuah persamaan logaritmik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 61. Hal ini berarti semakin besar 78

26 simpangan yang terjadi, semakin besar pula panjang lintasan perbaikan simpangan yang terjadi. Nilai simpangan yang digunakan adalah simpangan maksimum yang terjadi pada setiap lintasan terutama ketika traktor selesai melakukan manuver belok. Contoh pengambilan simpangan maksimum dapat dilihat pada Gambar 62. Gambar 61 Hubungan besar simpangan dan panjang lintasan yang dibutuhkan untuk kembali ke jalur set-point Simpangan maksimum lintasan 1 Simpangan maksimum lintasan 1 Panjang lintasan perbaikan Panjang lintasan perbaikan Gambar 62 Contoh penentuan simpangan terbesar dan panjang lintasan perbaikan 79

27 Terdapat perbedaan waktu perbaikan dengan panjang lintasan perbaikan yang dibutuhkan antara hasil pengujian dengan teori yang dibangun. Hal ini dipengaruhi oleh adanya delta orientasi yang terjadi antara orientasi real dengan orientasi yang seharusnya sehingga dibutuhkan waktu bagi traktor untuk membentuk orientasi yang seharusnya. Hal yang mungkin mempengaruhi juga adalah penentuan besarnya sudut roda depan yang harus dibentuk berdasarkan delta orientasi tersebut belum maksimal, sehingga perlu diperbaiki aturan (rules) penentuan sudut roda depan traktor. Secara umum sistem telah bekerja cukup baik, dikarenakan meskipun simpangan maksimum yang terjadi pada saat belok cukup besar, sistem mampu mengembalikan traktor ke jalur set point yang diharapkan, sehingga simpangan yang terjadi pada lintasan lurus menjadi lebih kecil. 80

TINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian III TINJAUAN PUSTAKA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 November 2012 di laboratorium lapangan Siswadi Supardjo, Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan,

Lebih terperinci

PENDEKATAN RANCANGAN. Kriteria Perancangan

PENDEKATAN RANCANGAN. Kriteria Perancangan IV PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototype produk yang sesuai dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI

ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : ALTERNATIF DESAIN MEKANISME PENGENDALI Dari definisi permasalahan yang ada pada masing-masing mekanisme pengendali, beberapa alternatif rancangan dibuat untuk kemudian dipilih dan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL

IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL Tahapan analisis rancangan merupakan tahap yang paling utama karena di tahap inilah kebutuhan spesifik masing-masing komponen ditentukan. Dengan mengacu pada hasil

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL OTOMATIS UNTUK KEMUDI, KOPLING DAN AKSELERATOR PADA TRAKTOR PERTANIAN

RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL OTOMATIS UNTUK KEMUDI, KOPLING DAN AKSELERATOR PADA TRAKTOR PERTANIAN RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL OTOMATIS UNTUK KEMUDI, KOPLING DAN AKSELERATOR PADA TRAKTOR PERTANIAN Desrial, Cecep Saepul R, I Made Subrata dan Usman Ahmad Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum

Lebih terperinci

Rancang Bangun dan Uji Kinerja Mekanisme Pengendali Otomatis Pedal Rem dan Tuas Transmisi Maju-Mundur pada Traktor Roda Empat

Rancang Bangun dan Uji Kinerja Mekanisme Pengendali Otomatis Pedal Rem dan Tuas Transmisi Maju-Mundur pada Traktor Roda Empat Technical Paper Rancang Bangun dan Uji Kinerja Mekanisme Pengendali Otomatis Pedal Rem dan Tuas Transmisi Maju-Mundur pada Traktor Roda Empat Design and Performance Test of Automatic Controlled Mechanism

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA 4.1 Tujuan Tujuan dari pengujian alat pada tugas akhir ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kinerja sistem yang telah dibuat dan untuk mengetahui penyebabpenyebab ketidaksempurnaan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN Gambaran Alat

BAB III PERANCANGAN Gambaran Alat BAB III PERANCANGAN Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai perancangan dan realisasi sistem bagaimana kursi roda elektrik mampu melaksanakan perintah suara dan melakukan pengereman otomatis apabila

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa hal dasar tentang bagaimana. simulasi mobil automatis dirancang, diantaranya adalah :

BAB III PERANCANGAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa hal dasar tentang bagaimana. simulasi mobil automatis dirancang, diantaranya adalah : BAB III PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa hal dasar tentang bagaimana simulasi mobil automatis dirancang, diantaranya adalah : 1. Menentukan tujuan dan kondisi pembuatan simulasi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 Yogyakarta, 26 Juli Intisari

SEMINAR NASIONAL TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011 Yogyakarta, 26 Juli Intisari Sistem Pendorong pada Model Mesin Pemilah Otomatis Cokorda Prapti Mahandari dan Yogie Winarno Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma J1. Margonda Raya No.100, Depok 15424

Lebih terperinci

Input ADC Output ADC IN

Input ADC Output ADC IN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil yang diperoleh dari pengujian alat-alat meliputi mikrokontroler, LCD, dan yang lainnya untuk melihat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. Pengujian minimum system bertujuan untuk mengetahui apakah minimum

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. Pengujian minimum system bertujuan untuk mengetahui apakah minimum BAB IV PENGUJIAN SISTEM Pengujian sistem yang dilakukan penulis merupakan pengujian terhadap perangkat keras dan.perangkat lunak dari sistem secara keseluruhan yang telah selesai dibuat untuk mengetahui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei Adapun tempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei Adapun tempat III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei 2012. Adapun tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Laboratorium Elektronika Dasar

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. DESKRIPSI KERJA SISTEM Gambar 3.1. Blok diagram sistem Satelit-satelit GPS akan mengirimkan sinyal-sinyal secara kontinyu setiap detiknya. GPS receiver akan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras elektronik (hardware) dan pembuatan mekanik robot. Sedangkan untuk pembuatan perangkat

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengujian dan analisis alat peraga sistem kendali pendulum terbalik yang meliputi pengujian dimensi mekanik, pengujian dimensi dan massa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS RANGKAIAN ELEKTRONIK

BAB IV ANALISIS RANGKAIAN ELEKTRONIK BAB IV ANALISIS RANGKAIAN ELEKTRONIK 4.1 Rangkaian Pengontrol Bagian pengontrol sistem kontrol daya listrik, menggunakan mikrokontroler PIC18F4520 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 30. Dengan osilator

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang dibuat merupakan pengembangan dari prototipe pada penelitian sebelumnya (Azis 211) sebanyak satu unit. Untuk penelitian ini prototipe

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran alat, perancangan dan realisasi dari perangkat keras, serta perangkat lunak dari alat peraga sistem kendali pendulum terbalik. 3.1.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dan perancangan tugas akhir dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA 4.1 Tujuan Tujuan dari pengujian alat pada tugas akhir ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kinerja sistem yang telah dibuat dan untuk mengetahui penyebabpenyebab ketidaksempurnaan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN SISTEM BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN SISTEM 4.1 Pengujian Perangkat Keras (Hardware) Pengujian perangkat keras sangat penting dilakukan karena melalui pengujian ini rangkaian-rangkaian elektronika dapat diuji

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Mikrokontroller AVR Mikrokontroller adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan serta keluaran serta dapat di read dan write dengan cara khusus. Mikrokontroller

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA BAB IV Pengujian Alat dan Analisa BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA 4. Tujuan Pengujian Pada bab ini dibahas mengenai pengujian yang dilakukan terhadap rangkaian sensor, rangkaian pembalik arah putaran

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras, serta perangkat lunak dari alat peraga Oscillating Water Column. 3.1. Gambaran Alat Alat yang

Lebih terperinci

Bab IV Pengujian dan Analisis

Bab IV Pengujian dan Analisis Bab IV Pengujian dan Analisis Setelah proses perancangan, dilakukan pengujian dan analisis untuk mengukur tingkat keberhasilan perancangan yang telah dilakukan. Pengujian dilakukan permodul, setelah modul-modul

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi sistem yang dibuat. Gambar 3.1 menunjukkan blok diagram sistem secara keseluruhan. Anak Tangga I Anak Tangga II Anak

Lebih terperinci

SISTEM PENGATURAN POSISI SUDUT PUTAR MOTOR DC PADA MODEL ROTARY PARKING MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS ARDUINO MEGA 2560

SISTEM PENGATURAN POSISI SUDUT PUTAR MOTOR DC PADA MODEL ROTARY PARKING MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS ARDUINO MEGA 2560 1 SISTEM PENGATURAN POSISI SUDUT PUTAR MOTOR DC PADA MODEL ROTARY PARKING MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS ARDUINO MEGA 2560 Adityan Ilmawan Putra, Pembimbing 1: Purwanto, Pembimbing 2: Bambang Siswojo.

Lebih terperinci

(Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC)

(Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC) (Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC) Latar Belakang Tujuan Tugas Akhir merancang sistem pengendalian kecepatan pada mobil listrik 2 1 Mulai No Uji sistem Studi literatur Marancang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras, serta perangkat lunak dari trainer kendali kecepatan motor DC menggunakan kendali PID dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini teknologi dan informasi semakin berkembang pesat, begitu juga teknologi robot. Robotika merupakan bidang teknologi yang mengalami banyak

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian dan analisa dari setiap modul yang mendukung sistem secara keseluruhan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Motor DC merupakan salah satu jenis aktuator yang cukup banyak digunakan dalam bidang industri. Seiring dengan kemajuan teknologi, permasalahan pada dunia industri

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Computer. Parallel Port ICSP. Microcontroller. Motor Driver Encoder. DC Motor. Gambar 3.1: Blok Diagram Perangkat Keras

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Computer. Parallel Port ICSP. Microcontroller. Motor Driver Encoder. DC Motor. Gambar 3.1: Blok Diagram Perangkat Keras BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Blok Diagram Perangkat Keras Sistem perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan oleh blok diagram berikut: Computer Parallel Port Serial Port ICSP Level

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli 36 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Juli 2015. Perancangan, pembuatan dan pengambilan data dilaksanakan di

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PEMASANGAN MOTOR DC PADA SEKUTER DENGAN PENGENDALI PULSE WIDTH MODULATION

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PEMASANGAN MOTOR DC PADA SEKUTER DENGAN PENGENDALI PULSE WIDTH MODULATION NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH PEMASANGAN MOTOR DC PADA SEKUTER DENGAN PENGENDALI PULSE WIDTH MODULATION Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi S-1 Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

Grafik hubungan antara Jarak (cm) terhadap Data pengukuran (cm) y = 0.950x Data pengukuran (cm) Gambar 9 Grafik fungsi persamaan gradien

Grafik hubungan antara Jarak (cm) terhadap Data pengukuran (cm) y = 0.950x Data pengukuran (cm) Gambar 9 Grafik fungsi persamaan gradien dapat bekerja tetapi tidak sempurna. Oleh karena itu, agar USART bekerja dengan baik dan sempurna, maka error harus diperkecil sekaligus dihilangkan. Cara menghilangkan error tersebut digunakan frekuensi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN PROPELLER DISPLAY

BAB IV PENGUJIAN PROPELLER DISPLAY BAB IV PENGUJIAN PROPELLER DISPLAY 4.1 Hasil Perancangan Setelah melewati tahap perancangan yang meliputi perancangan mekanik, elektrik, dan pemrograman. Maka terbentuklah sebuah propeller display berbasis

Lebih terperinci

SISTEM KENDALI JARAK JAUH MINIATUR TANK TANPA AWAK

SISTEM KENDALI JARAK JAUH MINIATUR TANK TANPA AWAK SISTEM KENDALI JARAK JAUH MINIATUR TANK TANPA AWAK OLEH : Eko Efendi (2211030009) Dio Adya Pratama (2211030036) Dosen Pembimbing : Suwito ST.,MT NIP. 19810105 200501 1004 Latar Belakang Meminimalisir prajurit

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pengujian sistem elektronik terdiri dari dua bagian yaitu: - Pengujian tegangan catu daya - Pengujian kartu AVR USB8535

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pengujian sistem elektronik terdiri dari dua bagian yaitu: - Pengujian tegangan catu daya - Pengujian kartu AVR USB8535 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Alat Adapun urutan pengujian alat meliputi : - Pengujian sistem elektronik - Pengujian program dan mekanik 4.1.1 Pengujian Sistem Elektronik Pengujian sistem

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK

BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK 21 BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK 3.1 Gambaran umum Perancangan sistem pada Odometer digital terbagi dua yaitu perancangan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perancangan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGENDALI TRAKTOR OTOMATIS DAN RANCANG BANGUN UNIT PENGENDALI OTOMATIS TUAS TRANSMISI MAJU MUNDUR MENGGUNAKAN ATMEGA 128

MODIFIKASI PENGENDALI TRAKTOR OTOMATIS DAN RANCANG BANGUN UNIT PENGENDALI OTOMATIS TUAS TRANSMISI MAJU MUNDUR MENGGUNAKAN ATMEGA 128 MODIFIKASI PENGENDALI TRAKTOR OTOMATIS DAN RANCANG BANGUN UNIT PENGENDALI OTOMATIS TUAS TRANSMISI MAJU MUNDUR MENGGUNAKAN ATMEGA 128 MUHAMMAD SIGIT GUNAWAN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS

Lebih terperinci

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 Gambar 17 Pegujian sistem navigasi: (a) lintasan lurus tanpa simpangan, (b)lintasan lurus dengan penggunaan simpangan awal, (c) lintasan persegi panjang, (d) pengolahan tanah menggunakan rotary harrower

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISA 54 BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISA 4.1 Pengujian Output PIO Dengan cara memberikan data output pada ketiga alamat PIO, kemudian dilakukan pengukuran level output tegangan pada kondisi high 1 dan low

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT 4.1 Umum Robot merupakan kesatuan kerja dari semua kerja perangkat penyusunnya. Perancangan robot dimulai dengan menggali informasi dari berbagai referensi, temukan ide,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Bab ini akan membahas tentang perancangan sistem deteksi keberhasilan software QuickMark untuk mendeteksi QRCode pada objek yang bergerak di conveyor. Garis besar pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sudah menjadi trend saat ini bahwa pengendali suatu alat sudah banyak yang diaplikasikan secara otomatis, hal ini merupakan salah satu penerapan dari perkembangan teknologi dalam

Lebih terperinci

BAGIAN DUA : INFORMASI LENGKAP MENGENAI ROBOT

BAGIAN DUA : INFORMASI LENGKAP MENGENAI ROBOT BAGIAN DUA : INFORMASI LENGKAP MENGENAI ROBOT 1. Nama Tim : Robot CETE 88 2. Robot : Jumlah Robot (a) Robot Manual 1 Unit (b) Robot Otomatis 3 Unit Pada bagian kedua ini akan di jelaskan deskripsi dari

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM. Bab ini menjelaskan tentang pengujian program yang telah direalisasi.

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM. Bab ini menjelaskan tentang pengujian program yang telah direalisasi. BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM Bab ini menjelaskan tentang pengujian program yang telah direalisasi. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah program yang telah direalisasi sesuai dengan

Lebih terperinci

SEBAGAI SENSOR CAHAYA DAN SENSOR SUHU PADA MODEL SISTEM PENGERING OTOMATIS PRODUK PERTANIAN BERBASIS ATMEGA8535

SEBAGAI SENSOR CAHAYA DAN SENSOR SUHU PADA MODEL SISTEM PENGERING OTOMATIS PRODUK PERTANIAN BERBASIS ATMEGA8535 3 PENERAPAN FILM Ba 0,55 Sr 0,45 TiO 3 (BST) SEBAGAI SENSOR CAHAYA DAN SENSOR SUHU PADA MODEL SISTEM PENGERING OTOMATIS PRODUK PERTANIAN BERBASIS ATMEGA8535 23 Pendahuluan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. eletronis dan software kontroler. Konstruksi fisik line follower robot didesain

BAB III PERANCANGAN ALAT. eletronis dan software kontroler. Konstruksi fisik line follower robot didesain BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1. Konstruksi Fisik Line Follower Robot Konstruksi fisik suatu robot menjadi dasar tumpuan dari rangkaian eletronis dan software kontroler. Konstruksi fisik line follower robot

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT KERAS MOBILE-ROBOT

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT KERAS MOBILE-ROBOT BAB III PERANCANGAN PERANGKAT KERAS MOBILE-ROBOT 3.1. Perancangan Sistem Secara Umum bawah ini. Diagram blok dari sistem yang dibuat ditunjukan pada Gambar 3.1 di u(t) + e(t) c(t) r(t) Pengontrol Plant

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pada blok diagram tersebut antara lain adalah webcam, PC, microcontroller dan. Gambar 3.1 Blok Diagram

BAB III METODE PENELITIAN. pada blok diagram tersebut antara lain adalah webcam, PC, microcontroller dan. Gambar 3.1 Blok Diagram BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Penelitian Pengerjaan Tugas Akhir ini dapat terlihat jelas dari blok diagram yang tampak pada gambar 3.1. Blok diagram tersebut menggambarkan proses dari capture gambar

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 39 BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras elektronik (hardware) dan pembuatan mekanik Eskalator. Sedangkan untuk pembuatan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM KEMUDI OTOMATIS TRAKTOR PERTANIAN BERBASIS NAVIGASI GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) CECEP SAEPUL RAHMAN

RANCANG BANGUN SISTEM KEMUDI OTOMATIS TRAKTOR PERTANIAN BERBASIS NAVIGASI GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) CECEP SAEPUL RAHMAN RANCANG BANGUN SISTEM KEMUDI OTOMATIS TRAKTOR PERTANIAN BERBASIS NAVIGASI GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) CECEP SAEPUL RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Jurnal Sistem Komputer Unikom Komputika Volume 1, No.1-2012 PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Usep Mohamad Ishaq 1), Sri Supatmi 2), Melvini Eka Mustika

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perancangan Perangkat Keras

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perancangan Perangkat Keras BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil perancangan meliputi hasil perancangan perangkat keras dan perancangan sistem kendali. 4.1.1 Hasil Perancangan

Lebih terperinci

KETEPATAN DAN KECEPATAN PEMBIDIKAN PISIR PENJERA PADA LATIHAN BIDIK KERING MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC

KETEPATAN DAN KECEPATAN PEMBIDIKAN PISIR PENJERA PADA LATIHAN BIDIK KERING MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC KETEPATAN DAN KECEPATAN PEMBIDIKAN PISIR PENJERA PADA LATIHAN BIDIK KERING MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC Salman 1*, Aries Boedi Setiawan 1, Nur Rachman Supadmana Muda 2 1 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA Pada bab ini, akan dibahas pengujian alat mulai dari pengujian alat permodul sampai pengujian alat secara keseluruhan serta pengujian aplikasi monitoring alat tersebut. Pengujian

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3. 1. Spesifikasi Sistem Pada tugas akhir ini, penulis membuat sebuah prototype dari kendaraan skuter seimbang. Skuter seimbang tersebut memiliki spesifikasi sebagai

Lebih terperinci

Module : Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC

Module : Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC Module : Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC PERCOBAAN 2 SISTEM PENGATURAN KECEPATAN MOTOR DC 2.1. PRASYARAT Memahami komponen yang digunakan dalam praktikum sistem pengaturan kecepatan motor dc Memahami

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT. 1. Alat yang dibuat berupa pengedali motor DC berupa miniatur konveyor.

BAB III PEMBUATAN ALAT. 1. Alat yang dibuat berupa pengedali motor DC berupa miniatur konveyor. BAB III PEMBUATAN ALAT 3.1 Spesifikasi Alat 1. Alat yang dibuat berupa pengedali motor DC berupa miniatur konveyor. 2. karena berupa miniatur maka motor DC yand dipakai hanya menggunakan motor DC dengan

Lebih terperinci

Deskripsi ALAT DETEKSI LEBAR REL KERETA API SECARA REAL TIME DAN OTOMATIS

Deskripsi ALAT DETEKSI LEBAR REL KERETA API SECARA REAL TIME DAN OTOMATIS 1 Deskripsi ALAT DETEKSI LEBAR REL KERETA API SECARA REAL TIME DAN OTOMATIS Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu alat untuk mendeteksi lebar rel kereta api, khususnya alat ukur tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas dasar teori yang berhubungan dengan perancangan skripsi antara lain motor servo, LCD Keypad Shield, rangkaian pemantik, mikrokontroler arduino uno dan kompor

Lebih terperinci

Rancang Bangun Prototype Alat Sistem Pengontrol Kemudi Kapal Berbasis Mikrokontroler

Rancang Bangun Prototype Alat Sistem Pengontrol Kemudi Kapal Berbasis Mikrokontroler Rancang Bangun Prototype Alat Sistem Pengontrol Kemudi Kapal Berbasis Mikrokontroler Muhammad Taufiqurrohman Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah Jl. Arif Rahman

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN ALAT

BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN ALAT BAB III ANALISIS MASALAH DAN RANCANGAN ALAT III.1. Analisa Permasalahan Masalah yang dihadapi adalah bagaimana untuk menetaskan telur ayam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang bersamaan. Karena kemampuan

Lebih terperinci

MODIFIKASI SISTEM NAVIGASI OTOMATIS PENGENDALIAN TRAKTOR UNTUK PENGOLAHAN LAHAN KERING ANDREAS GONZALES LEPA RATU

MODIFIKASI SISTEM NAVIGASI OTOMATIS PENGENDALIAN TRAKTOR UNTUK PENGOLAHAN LAHAN KERING ANDREAS GONZALES LEPA RATU i MODIFIKASI SISTEM NAVIGASI OTOMATIS PENGENDALIAN TRAKTOR UNTUK PENGOLAHAN LAHAN KERING ANDREAS GONZALES LEPA RATU DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang padat penduduk dan dikenal dengan melimpahnya sumber daya alam.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang padat penduduk dan dikenal dengan melimpahnya sumber daya alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang padat penduduk dan dikenal dengan melimpahnya sumber daya alam. Tidak bisa kita pungkiri dengan kenyataan seperti itu rakyat Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung, dari bulan Februari 2014 Oktober 2014. 3.2. Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Sistem 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Proses pengendalian mobile robot dan pengenalan image dilakukan oleh microcontroller keluarga AVR, yakni ATMEGA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

PERANCANGAN ROBOT OKTAPOD DENGAN DUA DERAJAT KEBEBASAN ASIMETRI

PERANCANGAN ROBOT OKTAPOD DENGAN DUA DERAJAT KEBEBASAN ASIMETRI Asrul Rizal Ahmad Padilah 1, Taufiq Nuzwir Nizar 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer Unikom, Bandung 1 asrul1423@gmail.com, 2 taufiq.nizar@gmail.com ABSTRAK Salah satu kelemahan robot dengan roda sebagai alat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource,

BAB II DASAR TEORI. Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource, BAB II DASAR TEORI 2.1 ARDUINO Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai bidang.

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGENDALI POSISI LINIER UNTUK MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN PID

PERANCANGAN PENGENDALI POSISI LINIER UNTUK MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN PID PERANCANGAN PENGENDALI POSISI LINIER UNTUK MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN PID Endra 1 ; Nazar Nazwan 2 ; Dwi Baskoro 3 ; Filian Demi Kusumah 4 1 Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

CLOSED LOOP CONTROL MENGGUNAKAN ALGORITMA PID PADA LENGAN ROBOT DUA DERAJAT KEBEBASAN BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA16

CLOSED LOOP CONTROL MENGGUNAKAN ALGORITMA PID PADA LENGAN ROBOT DUA DERAJAT KEBEBASAN BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA16 CLOSED LOOP CONTROL MENGGUNAKAN ALGORITMA PID PADA LENGAN ROBOT DUA DERAJAT KEBEBASAN BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA16 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi S-1 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Hasil Perancangan Berikut ini adalah hasil perancangan universal gas sensor menggunakan analog gas detector gas MQ-2 dan arduino uno r3 ditampilkan pada LCD 16x2. Gambar 4.1

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. (secara hardware).hasil implementasi akan dievaluasi untuk mengetahui apakah

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. (secara hardware).hasil implementasi akan dievaluasi untuk mengetahui apakah BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pelaksanaan dari perancangan telah dibuat dan dijelaskan pada Bab 3, kemudian perancangan tersebut diimplementasi ke dalam bentuk yang nyata (secara hardware).hasil implementasi

Lebih terperinci

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital 10 Bab II Sensor 11 2.1. Pendahuluan Sesuai dengan banyaknya jenis pengaturan, maka sensor jenisnya sangat banyak sesuai dengan besaran fisik yang diukurnya

Lebih terperinci

PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SKRIPSI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN SKRIPSI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 167 Telp & Fax. 0341 554166 Malang 65145 KODE PJ-01 PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB V PENGUJIAN DAN ANALISIS. dapat berjalan sesuai perancangan pada bab sebelumnya, selanjutnya akan dilakukan

BAB V PENGUJIAN DAN ANALISIS. dapat berjalan sesuai perancangan pada bab sebelumnya, selanjutnya akan dilakukan BAB V PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan diuraikan tentang proses pengujian sistem yang meliputi pengukuran terhadap parameter-parameter dari setiap komponen per blok maupun secara keseluruhan, dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISIS PERBANDINGAN POSISI SENSOR GARIS PADA ROBOT MANAGEMENT SAMPAH

PERANCANGAN DAN ANALISIS PERBANDINGAN POSISI SENSOR GARIS PADA ROBOT MANAGEMENT SAMPAH PERANCANGAN DAN ANALISIS PERBANDINGAN POSISI SENSOR GARIS PADA ROBOT MANAGEMENT SAMPAH Bambang Dwi Prakoso Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya Dosen Pembimbing : Sholeh Hadi Pramono, Eka Maulana

Lebih terperinci

TIN310 - Otomasi Sistem Produksi. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c. i d

TIN310 - Otomasi Sistem Produksi. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c. i d Sumber: Mikell P Groover, Automation, Production Systems, and Computer-Integrated Manufacturing, Second Edition, New Jersey, Prentice Hall Inc., 2001, Chapter 5 Materi #6 Peralatan Ukur 2 Terdapat berbagai

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisis pada alat Pengendali Ketinggian Meja Otomatis Dengan Kontrol Smartphone Android Menggunakan Media Koneksi Bluetooth.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rancangan Mekanisme Sistem Kendali Rancangan mekanisme sistem kendali terbagi atas dua bagian yaitu mekanisme untuk mengendalikan roda kemudi sebagai kendali belok dan mekanisme

Lebih terperinci

PERTEMUAN #4 SENSOR, AKTUATOR & KOMPONEN KENDALI 6623 TAUFIQUR RACHMAN TKT312 OTOMASI SISTEM PRODUKSI

PERTEMUAN #4 SENSOR, AKTUATOR & KOMPONEN KENDALI 6623 TAUFIQUR RACHMAN TKT312 OTOMASI SISTEM PRODUKSI SENSOR, AKTUATOR & KOMPONEN KENDALI Sumber: Mikell P Groover, Automation, Production Systems, and Computer-Integrated Manufacturing, Second Edition, New Jersey, Prentice Hall Inc., 2001, Chapter 5 PERTEMUAN

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM. didapat suatu sistem yang dapat mengendalikan mobile robot dengan PID

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM. didapat suatu sistem yang dapat mengendalikan mobile robot dengan PID BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Pada bab ini akan dibahas hasil analisa pengujian yang telah dilakukan, pengujian dilakukan dalam beberapa bagian yang disusun dalam urutan dari yang sederhana menuju

Lebih terperinci

BAB III RANGKAIAN PENGENDALI DAN PROGRAM PENGENDALI SIMULATOR MESIN PEMBEGKOK

BAB III RANGKAIAN PENGENDALI DAN PROGRAM PENGENDALI SIMULATOR MESIN PEMBEGKOK BAB III RANGKAIAN PENGENDALI DAN PROGRAM PENGENDALI SIMULATOR MESIN PEMBEGKOK Pada bab ini dibahas tentang perangkat mekanik simulator mesin pembengkok, konstruksi motor DC servo, konstruksi motor stepper,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi dari skripsi meliputi gambaran alat, cara kerja sistem dan modul yang digunakan. Gambar 3.1 merupakan diagram cara

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Bab ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem yang digunakan dari hasil penelitian, prosedur penggunaan alat, dan evaluasi sistem dari data yang di dapat. 4.1 Spesifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat dari pembuatan robot-robot cerdas dan otomatis

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat dari pembuatan robot-robot cerdas dan otomatis BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan manfaat besar dalam segala aspek kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat dari pembuatan robot-robot cerdas

Lebih terperinci

AN-0012 Jenis-jenis Motor

AN-0012 Jenis-jenis Motor AN-0012 Jenis-jenis Motor Motor adalah merupakan bagian utama dari sebuah robot. Hampir semua jenis robot kecuali yang menggunakan muscle wire (kawat otot) selalu menggunakan motor. Jenis turtle, vehicle

Lebih terperinci

APLIKASI ATMEGA 8535 DALAM PEMBUATAN ALAT UKUR BESAR SUDUT (DERAJAT)

APLIKASI ATMEGA 8535 DALAM PEMBUATAN ALAT UKUR BESAR SUDUT (DERAJAT) APLIKASI ATMEGA 8535 DALAM PEMBUATAN ALAT UKUR BESAR SUDUT (DERAJAT) Ery Safrianti 1, Rahyul Amri 2, Setiadi 3 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Bina Widya, Jalan Subrantas

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KENDALI GERAK PADA PLATFORM ROBOT PENGANGKUT

PERANCANGAN SISTEM KENDALI GERAK PADA PLATFORM ROBOT PENGANGKUT PERANCANGAN SISTEM KENDALI GERAK PADA PLATFORM ROBOT PENGANGKUT Ripki Hamdi 1, Taufiq Nuzwir Nizar 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer Unikom, Bandung 1 qie.hamdi@gmail.com, 2 taufiq.nizar@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

Hubungan Antara Tegangan dan RPM Pada Motor Listrik

Hubungan Antara Tegangan dan RPM Pada Motor Listrik 1 Hubungan Antara Tegangan dan RPM Pada Motor Listrik Pada motor DC berlaku persamaan-persamaan berikut : V = E+I a Ra, E = C n Ф, n =E/C.Ф Dari persamaan-persamaan diatas didapat : n = (V-Ra.Ra) / C.Ф

Lebih terperinci