TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur serat selulosa (Beguin & Aubert 1994).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur serat selulosa (Beguin & Aubert 1994)."

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Selulosa Selulosa merupakan polimer karbohidrat terbanyak yang terdapat di alam (Han & Chen 2007). Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tumbuhan bersama-sama dengan hemiselulosa dan pektin. Komposisi selulosa dalam tumbuhan dapat mencapai 40-50% dari massa tumbuhan sehingga selulosa merupakan biopolimer terbarukan yang paling berlimpah di alam (Milala et al. 2005). Classen (1999) menambahkan bahwa diperkirakan 50% dari biomassa tumbuhan berupa selulosa dan jumlahnya sekitar 50 milyar ton. Selulosa merupakan polimer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-d-glukosidik (Gambar 1). Gambar 1 Struktur serat selulosa (Beguin & Aubert 1994). Polimer glukosa tersusun secara paralel dan berikatan silang membentuk struktur kristalin yang disebut mikrofibril. Panjang mikrofibril ini bervariasi dari unit glukosa, tergantung organismenya. Bentuk mikrofibril selulosa ditentukan oleh kompleks geometri sintase dan lingkungan lokal. Pada tumbuhan, unit mikrofibril mempunyai jumlah sekitar 3-4 unit dan terdiri atas sekitar 36 rantai selulosa dan seringkali dikemas dalam bentuk lebih besar (Doblin et al. 2002). Mikrofibril pada selulosa memiliki orientasi beragam, tersusun secara pararel, dan setiap molekul glukosa dapat berotasi hingga (Beguin & Aubert 1994; Brown 1996). Mikrofibril ini pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur yang teratur (crystalin) dan pada tempat-tempat tertentu memiliki struktur yang

2 5 kurang teratur (amorphous). Struktur amorphous terjadi karena proses kristalisasi yang berlangsung secara tidak sempurna pada mikrofibril yang terbentuk (Gambar 2). Dimensi serat selulosa dan proporsi dari bagian kristalin dan amorf sangat tergantung pada keadaan alaminya (Linder & Teeri 1997). Setiap serat selulosa tersusun oleh kira-kira molekul glukosa dan berat molekulnya diperkirakan mencapai (Hardjo et al. 1984). Gambar 2 Struktur selulosa teratur (kristalin) dan kurang teratur (amorphous) (Beguin & Aubert 1994). Secara alamiah molekul selulosa tersusun dalam fibril yang terdiri atas beberapa molekul glukosa yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen yang kuat mengakibatkan dapat tahan terhadap tarikan tinggi. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh lignin, oleh karena itu sumber selulosa dari tumbuh-tumbuhan sulit sekali dihidrolisis secara langsung oleh katalis asam. Molekul selulosa berbentuk lurus dan tidak pernah bercabang, serta gugus hidroksilnya bebas membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil molekul selulosa lainnya yang terletak sejajar (paralel) dengannya (Beguin & Aubert 1994). Rumput Laut Selulosa juga diproduksi oleh tanaman laut yaitu rumput laut (Linder & Teeri 1997). Rumput laut merupakan makroalga laut yang dapat digolongkan ke dalam alga merah, alga hijau, dan alga coklat. Rumput laut tidak memiliki daun, batang, dan akar sejati. Akan tetapi, bagian tubuhnya disebut dengan talus, dapat berupa filamen, lembaran tipis berdaun banyak, persegi dengan kulit keras, dan lumut raksasa. Uji proksimat yang dilakukan pada ampas rumput laut kering

3 6 didapatkan presentase masing-masing komponen kadar air sebesar 11.28%, kadar abu 36,05%, kadar lemak 0,42%, kadar protein 1,86%, kadar serat kasar 8,96% dan karbohidrat 41,43% (Harvey 2009). Jenis rumput laut yang telah banyak dimanfaatkan berasal dari marga Euchema, Gelidium, Gracilaria, Hypnea, dan Sargassum. Selain itu, terdapat jenis lainnya seperti Caulerpa dan Dictosphaeria masih dimanfaatkan dalam skala kecil untuk konsumsi lokal (Atmadja et al. 1996). Beberapa jenis rumput laut memiliki komposisi kandungan selulosa maupun kandungan senyawa kimia lainnya yang berbeda. Berikut ini komposisi kimia dari beberapa jenis rumput laut (Tabel 1). Tabel 1 Komposisi kimia rumput laut (Kim et al. 2008) Jenis alga Selulosa (%) Galaktan (%) Karbohidrat (%) Protein (%) Lipid (%) Alga merah Gelidium amansii, 16,8 55,2 72,0 21,1 6,9 marocco Gelidium amansii, joju Glacilaria E. cottonii 23 19,7 7,1 56,4 54,4 43,4 79,4 74,1 50,5 11,8 11 4,9 8,8 14,9 44,6 Alga hijau Codium fragile 10,9 47,8 58,7 34,7 6,6 Alga coklat Undaria pinattinda Laminaria japonica 2,4 6,7 38,7 40,0 41,1 46,7 24,2 12,2 34,7 38,1 Rumput laut Glacilaria sp. banyak dimanfaatkan dalam industri pengolahan agar-agar. Limbah industri agar-agar yang dihasilkan mengandung selulosa sebesar 15-25% (Kim et al. 2008). Selain itu, limbah agar-agar Glacilaria sp. merupakan salah satu sumber bakteri yang berpotensi menghasilkan enzim selulase. Pemanfaatan limbah agar-agar dan enzim selulase dari bakteri tersebut memegang peranaan yang sangat penting dalam pengembangan bioenergi. Enzim Selulase Enzim selulase atau enzim yang dikenal dengan nama sistematik β-1,4 glukan-4-glukano hidrolase adalah enzim yang dapat menghidrolisis selulosa dengan memutus ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodektrin, selobiosa, dan turunan selulosa lainnya menjadi gula sederhana atau glukosa. Sistem

4 7 pemecahan selulosa menjadi glukosa terdiri atas tiga jenis enzim selulase yaitu endo-β-1,4-glukanase, ekso-β-1,4-glukanase, dan β-glukosidase. Endo-β-1,4- glukanase menyerang bagian tengah rantai secara random, ekso-β-1,4-glukanase (selobiohidrolase) memecah unit-unit disakarida (selobiosa) dari ujung rantai, dan β-glukosidase memecah selobiosa menjadi glukosa (Da silva et al. 2005) (Gambar 3). Gambar 3 Pemecahan selulosa menjadi glukosa oleh enzim selulase. Menurut Enari (1983) (Tabel 2) demikian pula Prescott dan Dunns (1981) (Gambar 4) mengelompokkan enzim utama selulase berdasarkan kespesifikan substrat masing-masing enzim yaitu : 1. Endo-β-1,4-glukanase (β-1,4-d-glukan-4-glukanohidrolase, EC ) menghidrolisis ikatan glikosidik β-1,4 secara acak. Enzim ini dapat bereaksi dengan selulosa kristal tetapi kurang aktif. Enzim ini secara umum dikenal sebagai CMC-ase atau selulase Cx. 2. β -1,4-D-glukan selobiohidrolase (EC ) atau secara umum dikenal dengan selulase C1, menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan membebaskan selobiosa.

5 8 3. β-1,4-d-glukan glukohidrolase (EC ) menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan membebaskan glukosa. Enzim ini menghidrolisis selulosa yang telah dilunakkan dengan asam fosfat, selooligosakarida dan CMC. 4. β-1,4-glikosidase (β-1,4-d-glukosida glukohidrolase, EC ) menghidrolisis selobiosa dan rantai pendek selo-oligosakarida yang menghasilkan glukosa. Enzim ini tidak dapat memecah selulosa dan selodekstrin. Enzim selulase β-1,4 glukanase Endo-β-1,4-glukanase (=Cx-selulase) Ekso-β- 1,4, glukanase β-1,4-glukan selobiohidrolase (=C1 selulase) β-1,4-glukan glukohidrolase β-1,4 glukosidase Gambar 4 Klasifikasi enzim selulase (Prescott & Dunns 1981). Tabel 2 Hidrolisis berbagai substrat oleh enzim selulase (Enari 1983) Substrat Jenis Enzim selulolitik Selulosa CMC Selulosa kristalin amorf Selotetraosa Selobiosa Endoglukanase Selobiohidrolase β- Glukosidase Berdasarkan kelarutannya, selulosa dapat dibagi menjadi dua katagori yaitu substrat yang larut dalam air dan substrat yang tidak dapat larut dalam air beserta enzim selulase yang menghidrolisis substrat tersebut (Tabel 3).

6 9 Tabel 3 Substrat selulosa berdasarkan kelarutan air dan jenis enzim selulase (Zhang et al. 2006) Substrat Selulosa Enzim Selulase Larut dalam air - Rantai pendek (derajat polimerisasi rendah) Silodekstrin Endo, ekso, BG Radio-labeled selodekstrin Endo, ekso, BG - Turunan silodekstrin β-methyllumberlliferil oligosakarida Endo, ekso, BG p-nitrofenol oligosakarida Endo, ekso, BG - Turunan selulosa dengan rantai panjang Carboxymethylecellulose (CMC) Endo Dye CMC Endo Tidak larut dalam air - Selulosa kristalin Katun, selulosa mikrokristalin (Avisel), Total,endo, ekso selulosa bakteri - Selulosa Amorf PASC Total, endo.ekso - Dyed Selulosa Total, endo - Kromogenik dan turunan fluoreforik Trinitrofenil-karboksimetilselulase Endo (TNP-CMC) - Flurant Selulosa Endo, total - α-selulosa Total Endo ; endoglukanase, Ekso ; eksoglukanase, BG ; glukosidase, Total ; ketiga tipe enzim selulase. Perbedaan antara masing-masing enzim selulase terletak pada kespesifikan struktur di sekeliling substrat. Perbedaan kespesifikan dari enzim endoglukanase dan selobiohidrolase bersifat tidak mutlak karena kedua enzim tersebut dapat menghidrolisis ikatan β-1,4 glukosida dari selulosa amorf. Penentuan aktivitas enzim selulase akan sulit apabila filtrat yang akan diukur aktivitas enzimnya merupakan campuran dari berbagai enzim selulase. Enzim-enzim ini tidak hanya dapat menghidrolisis substrat yang sama tetapi juga dapat bekerja secara sinergis memecah substrat yang sama, sehingga menyebabkan aktivitas yang diukur dipengaruhi oleh proporsi dari masing-masing enzim yang ada (Enari 1983). Aktivitas enzim endoglukanase pada umumnya dapat diuji dengan substrat CMC (Carboxymethyl cellulose) sehingga enzim endoglukanase juga disebut dengan istilah CMCase, sedangkan aktivitas enzim selobiohidrolase atau

7 10 eksoglukanase seringkali diuji dengan substrat avisel sehingga enzim eksoglukanase disebut dengan aviselase (Zhang et al. 2006). Tahapan hidrolisis selulosa tergantung kepada struktur selulosa, interaksi antara enzim selulase dengan serat selulosa, mekanisme hidrolisis enzim tersebut di alam dan inhibitor yang terbentuk. Fase adsorbsi dan pembentukan kompleks enzim substrat adalah fase kritis di dalam hidrolisis selulosa. Glukosa dan selobiosa adalah inhibitor enzim dalam menghidrolisis selulosa. Selobiosa menghambat enzim selobiohidrolase dan glukosa menghambat enzim penghidrolisis selobiosa yaitu β-glukosidase pada kompleks enzim selulase. Selobiosa mempunyai potensi lebih kuat menjadi inhibitor dibandingkan dengan glukosa (Coughlan 1985). Laju hidrolisis enzim selulase ditentukan oleh struktur substrat (Mandels 1985). Struktur kristal lebih sulit dihidrolisis dibandingkan dengan struktur amorf maka hidrolisis dilakukan oleh enzim endoselulase atau endoglukanase (Coughlan 1985) (Gambar 5). Gambar 5 Mekanisme degradasi selulosa (Beguin & Aubert 1994). Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain derajat keasaman (ph), suhu, dan senyawa penghambat. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh ph karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh ph sehingga apabila terjadi perubahan ph maka akan menyebabkan denaturasi enzim dan menghilangkan aktivitas enzim. Suhu memiliki peranan yang sangat penting dalam reaksi enzimatik. Ketika suhu

8 11 bertambah sampai suhu optimum, kecepatan reaksi enzim naik karena energi kinetik bertambah. Bertambahnya energi kinetik enzim akan mempercepat gerak vibrasi, translasi, dan rotasi baik enzim maupun substrat. Hal ini akan memperbesar peluang enzim dan substrat bereaksi. Ketika suhu lebih tinggi dari suhu optimum, protein enzim berubah konformasi sehingga gugus reaktif terhambat. Perubahan konformasi ini dapat menyebabkan enzim terdenaturasi. Substrat juga dapat berubah konformasinya pada suhu yang tidak sesuai, sehingga substrat tidak dapat masuk ke dalam sisi aktif enzim (Ottaway 1984). Selain ph dan suhu, faktor lain yang mempengaruhi aktivitas selulase yaitu adanya senyawa penghambat berupa ion logam. Penghambatan tersebut dapat dinetralkan dengan menambahkan sistein sehingga aktivitas enzim dapat berlangsung kembali (Kulp 1975). Beberapa senyawa logam dan senyawa lainnya yang dapat menghambat aktivitas selulase ialah Hg 2+, Ag 2+, dan Cu 2+ (Deng & Tabatai 1994; Oikawa et al. 1994), glukanolakton (Kulp 1975), surfaktan, senyawa pengkelat khususnya Sodium Dodecyl Sulphate (SDS), Ethylene Diamine Tetraacetyc Acid (EDTA) (Oikawa et al. 1994), laktat dalam konsentrasi agak rendah (Chesson 1987), dan etanol serta alkohol lainnya (Ooshima et al. 1985). Senyawa penghambat tersebut dapat menekan seluruh kecepatan hidrolisis dengan menghambat adsorbsi eksoglukanase dan endoglukanase pada selulosa, dan menghambat aksi sinergis eksoglukanase dan endoglukanase yang bekerja pada permukaan selulosa. Mikroorganisme Penghasil Enzim Selulase Mikroorganisme didefinisikan sebagai organisme yang berukuran sangat kecil (biasanya kurang dari 1 milimeter) sehingga untuk mengamatinya diperlukan bantuan mikroskop atau alat pembesar. Mikroorganisme dapat berupa sel tunggal atau kelompok sel yang mempunyai kemampuan untuk mengatur proses hidupnya tanpa bergantung sel lainnya. Mikroorganisme terdiri atas bakteri, virus, dan cendawan (fungi) yang masing-masing memiliki perbedaan karakteristik secara morfologi, ekologi, dan fisiologi. Bakteri merupakan sel prokariot dengan rrna bakteri yang dihubungkan oleh ikatan ester dan membran lipid yang merupakan diasil gliserol dieter (Madigan et al. 2000).

9 12 Beberapa contoh genus bakteri yang diketahui mempunyai aktivitas selulolitik ialah Acetobacter, Bacillus, Clostridium, Cellulomonas, Pseudomonas, Cytophaga, Sarcina, dan Vibrio, sedangkan contoh genus cendawan yang mempunyai aktivitas selulolitik ialah Bulgaria, Chaetomium, Helotium, Coriolus, Phanerochaete, Poria, Schizophyllum, Serpula, Aspergillus, Cladosporium, Fusarium, Geotrichum, Myrothecium, Paecilomyces, Penicillium, dan Trichoderma (Rao 1994). Beberapa jenis organisme juga dapat menghasilkan enzim selulase seperti rayap (Watanabe & Tokuda 2001), remis (Xu et al. 2000), dan arabidopsis. Di alam, degradasi selulosa kebanyakan dilakukan oleh mikroorganisme aerobik. Mikroorganisme aerobik menghasilkan enzim selulase nonkompleks yang terdiri atas endoglukanase, eksoglukanase, dan glukosidase yang bekerja secara sinergis untuk menghidrolisis selulosa. Mikroorganisme anaerobik menghasilkan enzim selulase kompleks yang disebut selulosom (Doi et al. 2003; Bayer et al. 2004). Meskipun mikroorganisme anaerobik hanya menyumbang sekitar 5-10% dari biodegradasi total selulosa di alam, namun peranannya sangat penting karena bertanggung jawab terhadap degradasi daerah anoksik pada danau, laut, dan saluran pencernaan hewan pemamah biak maupun rayap, yang tidak dapat dilakukan oleh mikroorganisme aerobik (Zhang et al. 2006). Pemekatan Enzim Pada tahap awal pemurnian enzim biasanya dilakukan klarifikasi dan pengendapan protein enzim. Klarifikasi berfungsi memisahkan larutan enzim dari partikel-partikel yang tidak larut, misalnya debris sel dan partikel substrat. Klarifikasi dapat dilakukan dengan penyaringan atau sentrifugasi. Pemekatan protein enzim merupakan tahap awal dari prosedur pemurnian enzim sebelum tahap pemurnian berikutnya atau dapat pula digunakan untuk keperluan analisis enzim. Pemekatan protein enzim berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi protein enzim, mereduksi volume larutan enzim, dan memisahkan protein enzim dengan protein pengotor yang lain (Harris 1989). Pemekatan protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu analitik dan preparatif (penyiapan). Metode analitik menggunakan pengendapan asam (misalnya asam trikloroasetat), pengendapan organik (misalnya aseton atau

10 13 etanol), dan imunopresipitasi yang dapat menyebabkan denaturasi protein. Pemekatan protein dengan metode preparatif tetap mempertahankan aktivitas protein misalnya dengan menggunakan pengendapan garam, pengendapan dengan pelarut organik, pengendapan dengan polimer organik, ultrafiltrasi, liofilisasi, dan dialisis (Harris 1989). Metode pengendapan protein yang biasa dilakukan dalam pengendapan selulase ialah dengan menggunakan amonium sulfat (Jung et al. 2008) dan ultrafiltrasi (Arifin 2006). Amonium sulfat merupakan garam yang paling sering digunakan untuk mengendapkan protein karena memiliki daya larut tinggi di dalam air, relatif tidak mahal, dan kestabilan protein di dalam larutan amonium sulfat (2M- 3M) tahan bertahun-tahun (Scopes 1987). Prinsip pengendapan dengan garam berdasarkan pada kelarutan protein yang berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam, dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Kelarutan protein (pada ph dan suhu tertentu) meningkat pada kenaikan konsentrasi garam (salting in). Kenaikan kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu menyebabkan kelarutan protein menurun (salting out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak yang menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan protein. Peristiwa ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, beragregasi, dan kemudian mengendap (Harris 1989; Scopes 1987). Garam berlebih yang terdapat di dalam larutan enzim setelah tahap fraksinasi dapat dihilangkan dengan cara dialisis. Pada tahap dialisis, protein ditempatkan di dalam kantung (membran) semipermeabel yang direndam di dalam larutan bufer tertentu. Molekul yang berukuran kecil akan ke luar melalui membran, dan molekul yang berukuran besar akan tertahan di dalam membran dialisis. Ukuran pori kantung dialisis yang terbuat dari bahan selulosa asetat berdiameter 1-20 nm. Ukuran ini menunjukkan berat molekul minimum yang dapat tertahan di dalam membran. Selain dengan dialisis, penghilangan garam dapat dilakukan dengan filtrasi gel. Metode ini biasanya diterapkan untuk sampel yang sedikit, yaitu tidak melampaui 25-30% volume kolom untuk mendapatkan resolusi yang memadai antara protein dan garam. Matriks filtrasi gel memiliki

11 14 pori yang berukuran kecil, misalnya Sephadex G-25 buatan Phamacia. Kekurangan metode ini adalah terjadi pengenceran sampel protein (Harris 1989). Ultrafiltrasi merupakan suatu metode untuk mengkonsentrasikan protein dengan menekan cairan larutan protein enzim supaya tertahan di dalam membran. Ukuran cairan yang akan ditahan (retentat) dan yang dikeluarkan (permeat) sesuai dengan ukuran membran yang digunakan. Prinsip pemisahan dengan ultrafiltrasi adalah pemisahan komponen berdasarkan berat molekul (Bollag & Edelstein 1991). Pemisahan komponen ini terjadi karena adanya membran ultrafiltrasi. Membran ultrafiltrasi berfungsi sebagai penghalang (barrier) tipis yang sangat selektif di antara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui membran (Mulder 1996). Proses membran ultrafiltrasi merupakan upaya pemisahan dengan membran yang menggunakan gaya dorong beda tekanan yang dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi pori membran (Malleviale 1996). Kromatografi Kolom Kromatografi kolom pada prinsipnya yaitu pengaliran suatu cairan melalui kolom yang mengandung bahan pengisi dan substanta yang ingin dipisahkan menjadi beberapa komponen dengan adanya perbedaan terhadap daya ikat bahan pengisi (Tabel 4). Tabel 4 Metode kromatografi untuk fraksinasi protein (Ersson et al. 1998) Sifat Protein Ukuran dan bentuk Muatan neto dan distribusi grup bermuatan Titik isoelektris Hidrofobisitas Pengikatan logam Kandungan tiol yang terbuka Afinitas biospesifik terhadap ligan, inhibitor, reseptor, antibodi, dsb Jenis Kromatografi Filtrasi gel Penukar ion Kromatofokusing Interaksi hidrofobik dan fase balik Afinitas ion logam terimobilisasi Kovalen Afinitas Teknik kromatografi kolom banyak digunakan dalam bioteknologi untuk mengamati tingkat kemurnian dan stabilitas protein (Neville 1998). Beberapa peneliti melakukan pemurnian enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dengan berbagai teknik kromatografi kolom (Tabel 5).

12 15 Tabel 5 Teknik kromatografi yang digunakan pada pemurnian selulase Selulase Metode Kromatografi Sumber Endoglukanase dari Penukar ion, interaksi Po et al. (2004) Sinorhizobium fredii hidrofobisitas Endoglukanase dari Gel filtrasi Saha (2003) Mucor circinelloides Endoglukanase dari Penukar ion, gel filtrasi Mawadza et al. (2000) Bacillus sp Endoglukanase dari Penukar ion Singh et al. (2004) Bacillus sp Endoglukanase dari Penukar ion, gel filtrasi Bakare et al. (2005) Pseudomonas fluorescens Endoglukanase dari Bacillus sp Penukar ion Ji et al. (2005) Endoglukanase dari Gel filtrasi, penukar ion Christakopoulus et al. Bacillus pumilus (1999) Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara molekul bermuatan di dalam larutan dengan senyawa yang tidak reaktif yang bermuatan berlawanan sebagai pengisi kolom (Scopes 1987). Kromatografi penukar ion memisahkan protein berdasarkan muatan bersih protein dan kekuatan relatif dari muatan bersih protein tersebut. Kromatografi penukar ion memerlukan fase diam yang biasanya merupakan polimer terhidratasi yang bersifat tidak larut seperti selulosa, dekstran dan agarosa. Gugus penukar ion diimobilisasikan pada matriks. Beberapa gugus penukar anion yaitu aminoetil (AE-), kuaternari aminoetil (QAE-), dan dietilaminoetil (DEAE-). Gugus penukar kation yaitu sulfopropil (SP-), metil sulfonat dan karboksimetil (CM-). Penukar ion lemah seperti DEAE- (penukar anion lemah) dan CM- (penukar kation lemah) hanya dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang ph sempit dan kehilangan muatannya pada ph tertentu. Gugus penukar anion lemah DEAE- terionisasi sempurna di bawah ph 6,0 dan akan kehilangan muatannya pada ph 9,0, sedangkan gugus penukar kation lemah CM- akan kehilangan muatannya di bawah ph 4,5. Penukar ion kuat dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang ph yang luas. Gugus penukar ion QAE- (penukar anion kuat) dan SP- (penukar kation kuat) dapat mempertahankan kondisi terionisasi pada rentang ph 1-10 (Coligan et al. 2003).

13 16 Kolom untuk kromatografi penukar ion biasanya tidak panjang dan memiliki diameter lebih besar dari pada kolom untuk filtrasi gel. Banyaknya sampel yang dimasukkan umumnya sekitar 10-20% dari kapasitas kolom. Pembilasan dengan gradien konsentrasi NaCl yang linier baik digunakan untuk memisahkan molekul-molekul yang memiliki perbedaan muatan bersih yang tidak terlalu besar sedangkan gradien NaCl bertahap baik digunakan untuk memisahkan molekul-molekul yang memiliki perbedaan muatan bersih yang besar. Pada dasarnya prinsip kromatografi penukar ion adalah ion bermuatan bebas dipertukarkan dengan ion yang memiliki tipe muatan yang sama. Protein yang bermuatan negatif dapat ditukar dengan ion klorida. Awalnya gugus fungsional matriks yang bermuatan negatif mengikat ion dari bufer (misalnya Na + ). Pada saat sampel dimasukkan ke dalam kolom, maka protein yang bermuatan positif akan menggantikan ion Na + sedangkan protein yang bermuatan negatif atau netral tidak akan terikat. Protein yang tidak terikat dibilas dengan menggunakan bufer (biasanya dengan konsentrasi mm). Selanjutnya ikatan protein yang terikat gugus fungsional matriks akan terlepas setelah dibilas dengan bufer yang mengandung NaCl atau KCl secara linier atau bertahap sehingga protein yang memiliki ikatan lemah dengan matriks akan lepas terlebih dahulu dan diikuti oleh protein yang memiliki ikatan lebih kuat (Gambar 6). Gambar 6 Pemurnian enzim dengan kromatografi pertukar ion (

14 17 Pemilihan penukar ion tergantung pada muatan protein target. Muatan bersih protein tergantung pada ph yaitu protein akan bermuatan positif dengan menurunkan ph dan bermuatan negatif dengan menaikkan ph. Pada saat menentukan ph untuk kromatografi, kestabilan protein target pada ph yang dipilih perlu dijaga. Apabila protein stabil pada ph di atas titik isoelektriknya (pi) maka digunakan penukar anion (positif), tetapi bila protein stabil pada ph di bawah pi nya maka digunakan penukar kation (negatif). Jika protein stabil pada rentang 1 unit di atas dan di bawah pi maka kedua penukar ion dapat digunakan. Matriks yang mengikat gugus fungsional menentukan sifat aliran, ion yang dapat diikat, kestabilan mekanik dan kimia. Ada 3 kelompok matriks yang biasanya digunakan, yaitu: 1) polistiren, poliakrilik atau polifenol; 2) selulosa; dan 3) dekstran (Sephadex) atau agarosa (Sepharose). Matriks polistiren dan polifenolik lebih sering digunakan untuk memisahkan molekul-molekul kecil seperti asamasam amino, peptida kecil, nukleotida, nukleotida siklik, asam-asam organik. Matriks selulosa biasanya digunakan untuk memisahkan protein (termasuk enzim), polisakarida dan asam nukleat. Matriks DEAE-selulosa, CM-selulosa dan fosfoselulosa paling sering digunakan. Matriks polidekstran dan agarosa (misalnya DEAE-Sephadex, CM-Sephadex) digunakan untuk memisahkan protein, hormon, trna dan polisakarida (Scopes 1987). Pemilihan penukar ion kuat atau lemah tergantung pada ph molekul target. Molekul yang memerlukan ph sangat rendah atau sangat tinggi untuk dapat berionisasi atau apabila molekul stabil pada ph ekstrem maka penukar ion kuat harus digunakan. Penukar ion lemah akan memberikan hasil pemisahan yang lebih baik untuk protein-protein yang memiliki muatan bersih yang berdekatan. Keuntungan kromatografi penukar ion diantaranya adalah tidak merusak protein yang dimurnikan dan pada umumnya memiliki kapasitas pengikatan yang tinggi. Kelemahannya adalah protein-protein yang memiliki distribusi gugus bermuatan pada permukaannya atau memiliki pi yang sama atau mirip akan sulit dipisahkan dengan cara kromatografi penukar ion. Selain itu larutan enzim hasil kromatografi penukar ion mengandung kadar garam cukup tinggi yang harus dihilangkan untuk proses pemurnian selanjutnya (Scopes 1987).

15 18 Elektroforesis Elektroforesis adalah suatu proses perpindahan partikel-partikel bermuatan atau suatu cara untuk memisahkan fraksi-fraksi suatu campuran berdasarkan atas pergerakan partikel koloid yang bermuatan di bawah pengaruh medan listrik (Suhartono 1989). Elektoforesis dengan menggunakan gel polakrilamida sodium dodesil sulfat (SDS-PAGE) merupakan teknik elektroforesis gel yang menggunakan poliakrilamida untuk memisahkan protein yang bermuatan berdasarkan berat molekulnya. Penentuan berat molekul yang menyusun enzim selulase dianalisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE (Sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis). Pada metode ini digunakan 2 gel yaitu gel penahan (stacking gel) dan gel pemisah (separating gel). Gel akrilamida diperoleh dengan cara polimerisasi akrilamida dengan sejumlah crosslinking agent metilen bis akrilamida dan amonium persulfat (APS) sebagai katalisator. Radikal bebas yang terbentuk dari pelarutan amonium persulfat dalam air akan bereaksi dengan akrilamida membentuk akrilamida aktif yang dapat bereaksi satu dengan yang lain membentuk polimer (Janson & Ryden 1998). Ada beberapa jenis elektroforesis, yaitu elektroforesis kertas, elektroforesis selulosa asetat/nitrat dan elektroforesis gel. Elektroforesis gel berguna untuk pemisahan protein, sedangkan dua jenis lainnya berguna untuk memisahkan molekul yang lebih kecil. Matriks gel dapat berupa pati, agarosa atau poliakrilamida. Saat ini gel poliakrilamida lebih sering digunakan. Matriks ini disusun oleh akrilamida dan N,N -metilen-bis-akrilamida yang berpolimerisasi dengan bantuan katalisator amonium persulfat dan N,N,N,N tetrametilen diamin (TEMED). Elektroforesis gel dengan SDS digunakan untuk meneliti jumlah dan ukuran rantai protein atau rantai subunit protein. SDS merupakan detergen lemah anionik yang akan memutuskan ikatan di antara subunit penyusun dan membentuk kompleks yang bermuatan negatif sehingga pergerakan protein dalam medan listrik hanya berdasarkan pada ukuran molekul sedangkan β-merkaptoetanol digunakan untuk mereduksi ikatan disulfida pada protein. Protein yang berukuran kecil akan bergerak lebih cepat dibandingkan yang berukuran besar (Copeland 1994).

16 19 Elektroforesis protein dapat dilakukan dengan proses denaturasi (SDS- PAGE) dan nondenaturasi (Native-PAGE). Mekanisme pada SDS-PAGE dijelaskan bahwa protein akan bereaksi dengan SDS yang merupakan detergen anionik membentuk kompleks yang bermuatan negatif. Protein akan terdenaturasi dan terlarut membentuk kompleks berikatan dengan SDS yang berbentuk elips atau batang yang ukurannya sebanding dengan berat molekul protein. Protein dalam bentuk kompleks yang bermuatan negatif ini akan dapat terpisahkan berdasarkan muatan dan ukurannya secara elektroforesis di dalam matriks gel poliakrilamida (Smith 1984). Berbeda dengan SDS-PAGE, pada gel pemisah disisipi substrat yang akan dihidrolisis oleh enzim selama masa inkubasi yang disebut sebagai zimogram. Elektroforesis zimogram memisahkan protein terlarut yang tidak mengendap atau beragregasi selama elektroforesis. Pada elektroforesis gel yang terdenaturasi, seperti pada SDS-PAGE, molekul-molekul protein yang telah terpisah dengan elektroforesis dapat kehilangan aktivitas biologi dan biokimianya, tetapi pada elektroforesis zimogram aktivitas tersebut masih bertahan (Dunn 1989). Enzim dipisahkan dalam gel denaturasi (SDS), namun dalam kondisi tidak tereduksi. SDS dilepaskan dengan penambahan larutan renaturasi (misalnya detergen Triton X-100) dan kembali terjadi pelipatan protein. Kemudian gel diwarnai dengan pewarna yang sesuai dengan enzim yang diujikan. Metode zimogram bersifat mudah, sensitif, dan kuantitatif dalam menganalisis aktivitas enzim (Kleiner & Stetler-Stevenson 1994; Leber & Balkwil 1997). Berat molekul protein dapat ditetapkan dengan menggunakan protein standar yang telah diketahui berat molekulnya dan memperbandingkan nilai Rf (mobilitas relatif) yang diperoleh. Pita pada gel dapat divisualisasi dengan pewarnaan, misalnya menggunakan pewarna coomasie blue atau pewarna perak nitrat (Suhartono 1989). Identifikasi Mikroorganisme dengan 16S-rRNA Madigan et al. (2000) menyatakan bahwa pada bakteri atau prokariot memiliki tiga macam ribosom RNA (rrna) yaitu 23S-rRNA (2900 unit nukleotida), 16S-rRNA (1500 nukleotida) dan 5S-rRNA (sekitar 120 nukleotida). Gen penyandi 16S-rRNA mempunyai daerah sekuen yang konservatif yang dapat

17 20 digunakan untuk menduga hubungan kekerabatan secara alami antara spesies yang mempunyai kekerabatan dekat sehingga sangat menguntungkan untuk analisis filogenetik bakteri di tingkat famili, genus, spesies, maupun subspesies. (Chen et al. 2000). Woese (1987) menambahkan bahwa molekul 16S-rRNA paling banyak digunakan sebagai target asam nukleat untuk mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri yang belum pernah terdeteksi sebelumnya. Sekuen variabel berevolusi pada laju yang berbeda sehingga memberikan cukup informasi untuk menentukan kedekatan atau jauhnya hubungan filogenetik suatu organisme (Woese 1987). Madigan et al. (2000) menyatakan sekuen gen penyandi 16S-rRNA digunakan untuk menentukan pohon filogenetik dari keragaman makhluk hidup di bumi. Kekerabatan evolusi antar spesies dalam keseluruhan sistem biologi diperlukan parameter yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) terdapat pada semua makhluk hidup, 2) fungsinya identik, 3) dapat dibandingkan secara obyektif, dan 4) parameter tersebut berubah sesuai dengan jarak evolusinya sehingga dapat dijadikan sebagai kronometer evolusi yang handal. Analisis molekuler dengan sekuen gen penyandi 16S-rRNA pada prinsipnya meliputi ekstraksi DNA total, amplifikasi gen penyandi 16S-rRNA, penentuan sekuen klon yang mengandung gen 16S-rRNA dan analisis perbandingan sekuen yang telah diketahui dalam database (Madigan et al. 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tumbuhan saat ini telah menjadi sumber karbon terbarukan dan sumber energi baru yang ada di bumi. Setiap tahunnya tumbuhan dapat memproduksi sekitar 4 x

Lebih terperinci

PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM SELULASE DARI BAKTERI YANG DIISOLASI DARI LIMBAH RUMPUT LAUT ISNA RAHMADINI

PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM SELULASE DARI BAKTERI YANG DIISOLASI DARI LIMBAH RUMPUT LAUT ISNA RAHMADINI PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM SELULASE DARI BAKTERI YANG DIISOLASI DARI LIMBAH RUMPUT LAUT ISNA RAHMADINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Produk pertanian yang melimpah menyediakan limbah hasil pertanian yang melimpah pula. Umumnya limbah hasil pertanian ini masih mengandung sejumlah nutrien,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan suatu biokatalisator yang banyak dimanfaatkan saat ini. Bioteknologi enzim telah banyak digunakan dalam industri. Banyak industri telah mengganti proses

Lebih terperinci

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil pertanian dan perkebunan yang cukup tinggi. Indonesia merupakan salah satu sumber penghasil selulosa utama

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL Ani Suryani FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENDAHULUAN Sumber Enzim Tanaman dan Hewan Mikroba Enzim dari Tanaman Enzim dari Hewan Enzim dari Mikroba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan perekonomian serta keberhasilan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat pada akhir dekade ini. Industri enzim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selulase merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan glikosidik -β- 1,4 pada rantai selulosa. Selulase dapat diproduksi oleh fungi, bakteri, protozoa, tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim adalah biokatalisis atau polimer biologis yang dihasilkan oleh tubuh untuk mengkatalisis reaksi kimia dan meningkatkan laju reaksi yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selulase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa kelompok hewan yang mengandung bakteri selulolitik, tumbuhan dan beberapa jenis fungi.

Lebih terperinci

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3 TUJUAN PENELITIAN 5 Penelitian ini akan memproduksi enzim selulase dari tongkol jagung mengunakan Trichoderma reesei, Aspergillus niger dan campuran keduanya dengan waktu fermentasi yang divariasikan. Proses yang dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Selulase Sel hidup mensintesis zat yang bersifat sebagai biokatalisator, yaitu enzim. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi hasilnya (Mc. Kee,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Selulosa Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim selulase termasuk dalam kelas hidrolase (menguraikan suatu zat dengan bantuan air) dan tergolong enzim karbohidrase (menguraikan golongan karbohidrat)

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat petunjuk ilmu maupun manfaat tersendiri dan kewajiban manusia sebagai ulil albab yaitu mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang potensial. Menurut data, produksi rumput laut di Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 910.638 ton, pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup, dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia (Wirahadikusumah, 1977) yang terjadi

Lebih terperinci

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel, bekerja dengan urutanurutan yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan mentransformasikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan 63 pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa, Enzim Selulase, dan Mikroba Selulolitik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa, Enzim Selulase, dan Mikroba Selulolitik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa, Enzim Selulase, dan Mikroba Selulolitik Selulosa merupakan polimer glukosa linear yang seragam dengan ikatan β- 1-4 glikosidik. Beberapa rantai molekul selulosa yang

Lebih terperinci

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar I. Tujuan II. Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar Penamabahan garam pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan kelarutan protein (salting in). tetapi protein akan

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan 27 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Isolasi Enzim katalase dari kentang Enzim katalase terdapat dalam peroksisom, organel yang ditemukan pada jaringan tumbuhan di luar inti sel kentang sehingga untuk mengekstraknya

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH Perionyx excavatus. Oleh : Yumaihana MSi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan komposisi bahan baku pupuk organik yang berkualitas dari sampah kota dan limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Protein merupakan zat yang sangat penting bagi setiap organisme serta merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan Gambut

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan Gambut TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh adanya penimbunan atau akumulasi bahan organik yang berasal dari reruntuhan vegetasi dalam kurun waktu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Selulosa, lignin dan hemiselulosa yang saling berikatan pada dinding sel tumbuhan (Holtzapple et al., 2003).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Selulosa, lignin dan hemiselulosa yang saling berikatan pada dinding sel tumbuhan (Holtzapple et al., 2003). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lignoselulosa Lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan komponen utama lignin, hemiselulosa dan selulosa. Ketersediaannya yang cukup melimpah, terutama

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Onggok Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang diperoleh pada proses ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini diperoleh suspensi pati sebagai filtratnya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

ELEKTROFORESIS. Muawanah. Sabaniah Indjar Gama

ELEKTROFORESIS. Muawanah. Sabaniah Indjar Gama ELEKTROFORESIS Muawanah Sabaniah Indjar Gama Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik Atau pergerakan partikel

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

5/7/2015. Selulosa. Hemiselulosa (%) Lignin (%) (%) Serat kapas Btg kayu Bagase Jerami , ,8

5/7/2015. Selulosa. Hemiselulosa (%) Lignin (%) (%) Serat kapas Btg kayu Bagase Jerami , ,8 Proses-proses yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk mengubah suatu senyawa menjadi suatu produk yang mempunyai struktur kimiawi yang berhubungan Proses yang mengubah suatu bahan organik menjadi produk

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography Merupakan pemisahan senyawa senyawa polar dan ion berdasarkan muatan Dapat digunakan untk hampir semua molekul bermuatan termasuk proteins, nucleotides

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu tanaman yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Jauhari & Tirtoboma (2001) memaparkan bahwa mengkudu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan umumnya jauh lebih besar dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

PEMEKATAN ENZIM SELULASE Penicillium sp. LBKURCC20 DENGAN PENGENDAPAN AMONIUM SULFAT 80% JENUH

PEMEKATAN ENZIM SELULASE Penicillium sp. LBKURCC20 DENGAN PENGENDAPAN AMONIUM SULFAT 80% JENUH PEMEKATAN ENZIM SELULASE Penicillium sp. LBKURCC20 DENGAN PENGENDAPAN AMONIUM SULFAT 80% JENUH Masdalena Sinaga, Titania T. Nugroho, Andi Dahliaty Mahasiswa Program Studi S1 Kimia Bidang Biokimia Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan menjadi energi melalui tahapan metabolisme, dimana semua proses

BAB I PENDAHULUAN. digunakan menjadi energi melalui tahapan metabolisme, dimana semua proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan energi untuk melakukan aktivitas di kehidupannya. Bahan bakar energi tersebut salah satunya adalah makanan berupa karbohidrat,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2009 dan selesai pada bulan November 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Bioteknologi II, Departemen

Lebih terperinci

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Disarikan dari: Buku Petunjuk Praktikum Biokimia dan Enzimologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan limbah lignoselulosik yang terdiri atas sebagian besar selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Fungsi lignin adalah mengikat sel-sel

Lebih terperinci

ISOLASI DNA BUAH I. TUJUAN. Tujuan dari praktikum ini adalah:

ISOLASI DNA BUAH I. TUJUAN. Tujuan dari praktikum ini adalah: ISOLASI DNA BUAH I. TUJUAN Tujuan dari praktikum ini adalah: Mengetahui cara/metode yang benar untuk memisahkan (mengisolasi) DNA dari buah-buahan berdaging lunak. Mengetahui pengaruh kandungan air yang

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak merupakan suatu cara untuk menekan biaya produksi dalam pengembangan usaha peternakan. Gulma tanaman

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di Indonesia banyak ditumbuhi pohon kelapa. Kelapa memberikan banyak hasil misalnya kopra yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Trichoderma sp. Jamur tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongangolongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah : Biokimia I Jumlah SKS : 3 SKS Deskipsi singkat : Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiwa untuk mampu menjelaskan pengertian dan wawasan biokimia, peran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Feses kambing merupakan sisa hasil pencernaan hewan yang dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Feses kambing merupakan sisa hasil pencernaan hewan yang dikeluarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Feses kambing merupakan sisa hasil pencernaan hewan yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk padatan. Ketersediaan limbah peternakan berupa feses kambing seringkali

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari air dan sirip digunakan untuk berenang (Adrim, 2010). Tubuh ikan diselimuti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari air dan sirip digunakan untuk berenang (Adrim, 2010). Tubuh ikan diselimuti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Ikan Pengertian ikan Ikan merupakan hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup dalam air dan memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen yang terlarut

Lebih terperinci

4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies

4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies 4. PEMBAHASAN Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jeruk keprok Malang yang masih mentah. Hal ini disebabkan karena pada buah yang belum matang lamella belum mengalami perubahan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta isu pelestarian lingkungan telah meningkatkan pamor biomassa sebagai salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove Bakteri selulolitik diisolasi dari tanah rhizosfer yang merupakan lapisan tanah tempat perakaran tanaman yang sangat kaya

Lebih terperinci

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan PEMISAHAN CAMPURAN Dalam Kimia dan teknik kimia, proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Sebagian besar senyawa kimia ditemukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK KIMIA KESEHATAN KELAS XII SEMESTER 5

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK KIMIA KESEHATAN KELAS XII SEMESTER 5 KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK n KIMIA KESEHATAN KELAS XII SEMESTER 5 SK dan KD Standar Kompetensi Menjelaskan sistem klasifikasi dan kegunaan makromolekul (karbohidrat, lipid, protein) Kompetensi Dasar Menjelaskan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

I. Tujuan Percobaan menentukan kadar protein yang terdapat dalam sampel dengan metode titrasi formol.

I. Tujuan Percobaan menentukan kadar protein yang terdapat dalam sampel dengan metode titrasi formol. Menentukan Kadar Protein Dengan Metode Titrasi Formol I. Tujuan Percobaan menentukan kadar protein yang terdapat dalam sampel dengan metode titrasi formol. II. Tinjauan Pustaka Protein berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Pemisahan dengan Pengendapan

Pemisahan dengan Pengendapan Pemisahan dengan Pengendapan Reaksi Pengendapan Pemisahan dengan teknik pengendapan membutuhkan perbedaan kelarutan yang besar antara analit dan material pengganggunya. Pemisahan dengan pengendapan bisa

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK Kimia SMK KELAS XII SEMESTER 2 SMKN 7 BANDUNG SK DAN KD Standar Kompetensi Menjelaskan sistem klasifikasi dan kegunaan makromolekul (karbohidrat, lipid, protein) Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekicot (Achatina Fulica) tercakup di dalam subkelas Pulmonata dari kelas Gastropoda yang merupakan kelompok molusca yang sangat besar. Meskipun didalam subkelas ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri selulolitik adalah bakteri yang memiliki kemampuan menguraikan selulosa menjadi monomer glukosa dan menjadikannya sebagai sumber karbon dan sumber energi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi) 76 Lampiran Prosedur uji aktivitas protease (Walter 984, modifikasi) Pereaksi Blanko (ml) Standard (ml) Contoh ml) Penyangga TrisHCl (.2 M) ph 7. Substrat Kasein % Enzim ekstrak kasar Akuades steril Tirosin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci