BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Selulosa Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple et.al 2003). Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan jaringan (Lehninger 1993) (Gambar 1). Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam, tetapi selalu berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin, pectin, hemiselulosa, dan xilan (Goyskor dan Eriksen 1980 dalam Fitriani 2003). Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dihasilkan dari proses fotosintesis. Di dalam tumbuhan molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril yang terdiri atas beberapa molekul paralel yang dihubungkan oleh ikatan glikosidik sehingga sulit diuraikan (Goyskor dan Eriksen 1980 dalam Fitriani 2003). Komponen-komponen tersebut dapat diuraikan oleh aktifitas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme mampu menghidrolisis selulosa untuk digunakan sebagai sumber energi, seperti bakteri dan fungi (Sukumaran et.al 2005). 6

2 7 Gambar 1. Struktur Kimia Selulosa (Sumber : Lehninger 1993). Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan melalui atom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan ß- 1,4-glikosidik. Secara alamiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril-fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh lignin. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat kebanyakan bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras. Sifat kuat dan keras yang dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa membuat bahan tersebut tahan terhadap peruraian secara enzimatik. Secara alamiah peruraian selulosa berlangsung sangat lambat (Fan et al., 1982). Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : 1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak, sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang/kain. Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu bahannya (Nuringtyas 2010) (Gambar 2).

3 8 Gambar 2. Rumus Struktur α selulosa (Sumber : Nuringtyas 2010). 2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan (Gambar 3). Gambar 3. Rumus Struktur β selulosa (Sumber : Nuringtyas 2010). 3. Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15. Bervariasinya struktur kimia selulosa (α, β, γ) mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya. Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerahdaerah amorf sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi, sedangkan gugus-gugus

4 9 hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Pembengkakan awal selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterfikasi (asam) (Sjőstrőm 1995). Selulosa memiliki struktur yang unik karena kecenderungannya membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Ikatan hidrogen intramolekular terbentuk antara: (1) gugus hidroksil C3 pada unit glukosa dan atom O cincin piranosa yang terdapat pada unit glukosa terdekat, (2) gugus hidroksil pada C2 dan atom O pada C6 unit glukosa tetangganya. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk antara gugus hidroksil C6 dan atom O pada C3 di sepanjang sumbu b (Gambar 4). Dengan adanya ikatan hidrogen serta gaya van der Waals yang terbentuk, maka struktur selulosa dapat tersusun secara teratur dan membentuk daerah kristalin. Di samping itu, juga terbentuk rangkaian struktur yang tidak tersusun secara teratur yang akan membentuk daerah nonkristalin atau amorf. Semakin tinggi packing density-nya maka selulosa akan berbentuk kristal, sedangkan semakin rendah packing density maka selulosa akan berbentuk amorf. Derajat kristalinitas selulosa dipengaruhi oleh sumber dan perlakuan yang diberikan. Rantai-rantai selulosa akan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk mikrofibril, bagian kristalin akan bergabung dengan bagian nonkristalin. Mikrofibril-mikrofibril akan bergabung membentuk fibril, selanjutnya gabungan fibril akan membentuk serat (Klemm 1998). (Gambar 5).

5 10 Gambar 4. Ikatan Hidrogen Intra dan Antar Rantai Selulosa (Sumber : Klemm 1998). Gambar 5. Model Fibril Struktur Supramolekul Selulosa (Sumber : Klemm 1998). Selulosa dapat dikonversi menjadi produk-produk bernilai ekonomis yang lebih tinggi seperti glukosa dan etanol dengan jalan menghidrolisis selulosa dengan bantuan selulase sebagai biokatalisator atau dengan hidrolisis secara

6 11 asam/basa (Ariestaningtyas 1991). Selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon tingkat tinggi hingga organisme primitif seperti rumput laut, flagelata, dan bakteria (Fengel and Wegener 1995). Luthfy (1988) menyebutkan bahwa rumput laut jenis Eucheuma sp ternyata mengandung kadar abu 19,92 %, protein 2,80 %, lemak 1,78 %, serat kasar 7,02 % dan mengandung karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sekitar 68,48 %. Kandungan karbohidrat yang tinggi menjadikan makroalga jenis Eucheuma sp berpotensi sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol. Makroalga jenis Sargassum sp mulai dikembangkan sebagai bahan pembuatan etanol. Salah satu negara yang mengembangkannya adalah Jepang. Untuk mengembangkan pembuatan bioetanol berbahan dasar Sargassum sp Jepang membuat proyek bernama Ocean Sunrise Project yang bertujuan untuk memproduksi bioetanol dari rumput laut Sargassum horneri (Maulana dan Wibowo 2011). 2.2 Enzim Selulase Enzim adalah katalis biologis/ senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa ikut bereaksi dalam suatu reaksi kimia organik. Seluruh enzim adalah protein. Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi/ zat yang disebut promoter. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi, membutuhkan waktu lebih lama (Palmer 1995). Salah satu jenis enzim yang dapat menghidrolisis ikatan β(1-4) pada selulosa adalah enzim selulase. Enzim selulase merupakan enzim yang memegang peranan penting dalam proses biokonversi limbah-limbah organik berselulosa menjadi glukosa, protein sel tunggal, makanan ternak, etanol dan lain-lain (Chalal 1983). Selulase merupakan enzim ekstraseluler yang terdiri atas kompleks endoβ-1,4-glukonase (CMCase, Cx selulase endoselulase, atau carboxymethyl

7 12 cellulase), kompleks ekso-β-1,4-glukonase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase), dan β-1,4-glukosidase atau selobiase (Meryandini dkk., 2009). Enzim selulase atau enzim yang dikenal dengan nama sistematik β-1,4 glukan-4-glukano hidrolase adalah enzim yang dapat menghidrolisis selulosa dengan memutus ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodektrin, selobiosa, dan turunan selulosa lainnya menjadi gula sederhana atau glukosa. Sistem pemecahan selulosa menjadi glukosa terdiri atas tiga jenis enzim selulase yaitu endo-β-1,4-glukanase, ekso-β-1,4-glukanase, dan β-glukosidase. (Silva et al. 2005). Proses pemecahan selulosa oleh enzim selulase ditunjukkan pada (Gambar 6). Gambar 6. Skema Tahap-Tahap Pemecahan Selulosa (Sumber : Nugraha 2006) Gambar 6 memperlihatkan tahap-tahap pemecahan selulosa oleh kompleks enzim selulase (endoglukanase, eksoglukanase, dan β-glukosidase). Tahap

8 13 pertama, enzim endoglukonase menyerang daerah amorf dari selulosa secara acak dan membentuk makin banyak ujung-ujung nonpereduksi yang memudahkan kerja eksoglukonase. Enzim eksoglukonase selanjutnya menghidrolisis daerah kristal dari selulosa dengan membebaskan dua unit glukosa. Kerja sama kedua enzim ini menghasilkan unit-unit sakarida yang lebih kecil yang selanjutnya dihidrolisis oleh β-glukosidae menghasilkan glukosa (Nugraha 2006). Menurut Enari (1983) (Tabel 1) serta Prescott and Dunns (1981) (Gambar 7) mengelompokkan enzim utama selulase berdasarkan spesifikasi substrat masing-masing enzim yaitu : 1. Endo-β-1,4-glukanase (β-1,4-d-glukan-4-glukanohidrolase, EC ) menghidrolisis ikatan glikosidik β-1,4 secara acak. Enzim ini dapat bereaksi dengan selulosa kristal tetapi kurang aktif. Enzim ini secara umum dikenal sebagai CMC-ase atau selulase Cx. 2. β-1,4-d-glukan selobiohidrolase (EC ) atau secara umum dikenal dengan selulase C1, memutus ujung rantai selulosa non pereduksi dan membebaskan selobiosa. 3. β-1,4-d-glukan glukohidrolase (EC ) memutus ujung rantai selulosa non pereduksi dan membebaskan glukosa. Enzim ini menghidrolisis selulosa yang telah dilunakkan dengan asam fosfat, selo-oligosakarida dan CMC. 4. β-1,4-glikosidase (β-1,4-d-glukosida glukohidrolase, EC ) menghidrolisis selobiosa dan rantai pendek selo-oligosakarida yang menghasilkan glukosa. Enzim ini tidak dapat memecah selulosa dan selodekstrin.

9 14 Gambar 7. Klasifikasi Enzim Selulase (Sumber : Prescott and Dunns 1981). Tabel 1. Hidrolisis Berbagai Substrat Oleh Enzim Selulase Substrat Jenis Enzim Selulolitik Selulosa CMC Selulosa Selotetraosa Selobiosa kristalin amorf Endoglukonase Selobiohidrolase β- Glukosidase Sumber : Enari (1983) Berdasarkan kelarutan air dan jenis enzim selulasenya, substrat selulosa dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu substrat yang larut dalam air dan substrat yang tidak dapat larut dalam air (Tabel 2).

10 15 Tabel 2. Substrat Selulosa Berdasarkan Kelarutan Air dan Jenis Enzim Selulase Substrat Selulosa Enzim Selulase Larut dalam air - Rantai pendek (derajat polimerasi rendah) Silodekstrin Endo, ekso, BG Radio-labeled selodekstrin Endo, ekso, BG - Turunan silodekstrin β-methyllumberlliferil oligosakarida Endo, ekso, BG p-nitrofenol oligosakarida Endo, ekso, BG - Turunan selulosa dengan rantai panjang Carboxymethylecellulose (CMC) Endo Dye CMC Endo Tidak larut dalam air - Selulosa kristalin Katun, selulosa mikrokristalin (Avisel), Total, endo, ekso selulosa bakteri - Selulosa Amorf PASC Total, endo, ekso - Dyed Selulosa Total, endo - Kromogenik dan turunan fluoreforik Trinitrofenil-karboksimetilselulase Endo (TNP-CMC) - Flurant Selulosa Endo, total - α-selulosa Total Keterangan :Endo ; endoglukanase, Ekso ; eksoglukanase, BG ; glukosidase, Total ; ketiga tipe enzim selulase. Sumber : Zhang et al., (2006) Perbedaan antara masing-masing enzim selulase terletak pada kespesifikan struktur di sekeliling substrat. Perbedaan kespesifikan dari enzim endoglukanase dan selobiohidrolase bersifat tidak mutlak karena ke dua enzim tersebut dapat menghidrolisis ikatan β-1,4 glukosida dari selulosa amorf. Penentuan aktivitas enzim selulase akan sulit apabila filtrat yang akan diukur aktivitas enzimnya merupakan campuran dari berbagai enzim selulase. Enzim-enzim ini tidak hanya dapat menghidrolisis substrat yang sama tetapi juga dapat bekerja secara sinergis memecah substrat yang sama, sehingga menyebabkan aktivitas yang diukur dipengaruhi oleh proporsi dari masing-masing enzim yang ada (Enari 1983). Aktivitas enzim endoglukanase pada umumnya dapat diuji dengan substrat CMC (Carboxymethyl cellulose) sehingga enzim endoglukanase disebut dengan istilah CMCase, sedangkan aktivitas enzim selobiohidrolase atau eksoglukanase

11 16 seringkali diuji dengan substrat avisel sehingga enzim eksoglukanase disebut dengan aviselase (Zhang et al., 2006). Tahapan hidrolisis selulosa tergantung kepada struktur selulosa, interaksi antara enzim selulase dengan serat selulosa, mekanisme hidrolisis enzim tersebut di alam dan inhibitor yang terbentuk. Fase adsorbsi dan pembentukan kompleks enzim substrat adalah fase kritis di dalam hidrolisis selulosa. Glukosa dan selobiosa adalah inhibitor enzim dalam menghidrolisis selulosa. Selobiosa menghambat enzim selobiohidrolase dan glukosa menghambat enzim penghidrolisis selobiosa yaitu β-glukosidase pada kompleks enzim selulase. Selobiosa mempunyai potensi lebih kuat menjadi inhibitor dibandingkan dengan glukosa (Coughlan 1985). Laju hidrolisis enzim selulase ditentukan oleh struktur substrat. Struktur kristal lebih sulit dihidrolisis dibandingkan dengan struktur amorf maka hidrolisis dilakukan oleh enzim endoselulase atau endoglukanase (Coughlan 1985). Faktor yang mempengaruhi aktivitas selulase yaitu adanya senyawa penghambat berupa ion logam. Penghambatan tersebut dapat dinetralkan dengan menambahkan sistein sehingga aktivitas enzim dapat berlangsung kembali (Kulp 1975). Beberapa senyawa logam dan senyawa lainnya yang dapat menghambat aktivitas selulase ialah Hg2+, Ag2+, dan Cu2+ (Deng and Tabatai 1994; Oikawa et al. 1994), glukanolakton (Kulp 1975), surfaktan, senyawa pengkelat khususnya Sodium Dodecyl Sulphate (SDS), Ethylene Diamine Tetraacetyc Acid (EDTA) (Oikawa et al. 1994), laktat dalam konsentrasi agak rendah (Chesson 1987), dan etanol serta alkohol lainnya (Ooshima et al., 1985). Senyawa penghambat tersebut dapat menekan seluruh kecepatan hidrolisis dengan menghambat adsorbsi eksoglukanase dan endoglukanase pada selulosa, dan menghambat aksi sinergis eksoglukanase dan endoglukanase yang bekerja pada permukaan selulosa. 2.3 Bakteri Laut Sekitar 80 persen dari spesies bakteri laut telah teridentifikasi dan diketahui sebagai bakteri kelompok basil gram negatif. Dari pengamatan terhadap koloni yang ditumbuhkan pada cawan petri maupun pemeriksaan mikroskopis

12 17 secara langsung dari bahan laut yang diwarnai dengan metode Gram, diperkirakan sekitar 95 persen dari bakteri laut adalah gram negatif. Hal ini menunjukkan perbedaan yang cukup besar dibandingkan dengan persentasi bakteri gram negatif yang ditemukan di perairan tawar dan dua kali jumlah dari gram negatif yang ditemukan di dalam tanah. Sebagian besar bakteri yang ditemukan di laut termasuk motil aktif (Zobell 1990). Bakteri pembentuk spora juga diketahui tidak banyak ditemukan di lingkungan laut. Bakteri pembentuk spora yang ditemukan di lingkungan laut di antaranya Bacillus abysseus, B.borborokoites, B.cirroflagellosus, B.filicolonicus, B.imomarinus, B.submarinus, B.thalassokoites, dan B.epiphyticus. Secara ratarata, ukuran bakteri laut lebih kecil dibandingkan bakteri yang terdapat di dalam susu, air limbah, air tawar, atau tanah.rata-rata panjang ukuran sel adalah 2 sampai 3 µm dan lebar ukuran sel rata-rata 0,4-0,6 µm (Zobell 1990). Secara umum, bakteri laut tumbuh lebih lambat dan koloninya lebih kecil dibandingkan kebanyakan mikroorganisme dari tanah, limbah, dan susu. Pada pengamatan pertumbuhan bakteri, nampak bahwa bakteri terestrial sudah mencapai pertumbuhan optimum pada usia kultur tujuh hari, sedangkan pada bakteri laut pada usia kultur 10 hari masih tampak kenaikan pertumbuhan (Zobell 1990). Ciri-ciri bakteri yang tumbuh di lingkungan perairan, termasuk bakteri laut adalah bersifat kromogenik, yaitu mampu menghasilkan beragam pigmen. Distribusi warna adalah sebagai berikut: 31,3 persen kuning, 15,2 persen oranye, 9,9 persen kecoklatan, 7,4 persen neon, 5.4 persen merah atau pink, dan 0,2 persen hijau. Jenis paling umum yang berpendar berwarna kehijauan. Bakteri laut yang mempunyai pigmen berwarna kuning diantaranya Flavohaclerium marinotypicum, F.marinovirosum, Fl.okeanokoites, Pseudomonas neritica, Ps. obscura, Ps.oceanica, Ps.vadosa, Ps.xanthochrus, Vibrio adaptatus, V.marinoflavus, dan V.marinovulgaris (Zobell 1990). Bakteri yang hidup di lingkungan laut pada umumnya mampu mendegradasi hampir semua jenis substrat organik, dan banyak senyawa anorganik yang diubah oleh aktifitas mikroorganisme laut. Sebagian besar bakteri

13 18 laut memiliki aktifitas yang cukup tinggi sebagai agen proteolitik, namun sedikit yang merupakan agen sakarolitik. Semua bakteri heterotrofik laut mampu menyerap glukosa, hanya 46 dari 60 kultur yang di fermentasi glukosa dengan pembentukan asam, dan tidak satupun dari mereka menghasilkan "gas" dari glukosa. Hal ini mungkin karena kurangnya kemampuan fermentasi, tetapi lebih besar kemungkinan karena efisiensi dari organisme dalam asimilasi bahan organik. Bila dikultivasi dalam media cair, bakteri laut mampu mengkonversi 30 sampai 35 persen glukosa pada protoplasma atau produk-produk metabolit, sisanya yang teroksidasi menjadi karbon dioksida dan air sebagai sumber energi (Zobell 1990). Bakteri laut dapat dibedakan dari bakteri terestrial berdasarkan toleransinya terhadap garam. Pada penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa bakteri laut mampu mentolerir keberadaan garam hingga konsentrasi diatas 100% dalam medium. Kebutuhan salinitas dari bakteri laut terkait dengan adaptasi fisiologis sel terhadap lingkungan berkadar garam tinggi. Bakteri genus Bacillus dan Micrococcus yang diisolasi dari lingkungan laut diketahui memiliki tingkat toleransi salinitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan genus Pseudomonas atau Vibrio (Zobell 1990). 2.4 Bakteri Selulolitik Mikroorganisme yang mampu mendegradasi selulosa dinamakan mikroorganisme selulolitik. Bakteri yang dapat mendegradasi selulosa disebut juga bakteri selulolitik. Bakteri selulolitik memiliki kemampuan dalam menghidrolisis bahan-bahan dari alam yang mengandung selulosa menjadi produk yang lebih sederhana (Marganingtyas 2011). Beberapa jenis bakteri yang dapat mendegradasi selulosa adalah Chaetonium sp, Chytophaga sp, dan Clostridium sp (Rao dalam Nurmayani 2007). Sebagai contoh, dalam beberapa penelitian yang menggunakan bakteri jenis Clostridium sp untuk produksi beberapa pelarut antara lain dinyatakan Ezeji et.al (2007) memproduksi aseton, butanol dan etanol dari tepung jagung dengan kadar 14,28 g/l.

14 19 Cellulose-decomposing bacteria atau bakteri selulolitik merupakan suatu komunitas bakteri yang hidup pada bahan yang mengandung selulosa di lingkungan laut yang mempunyai kemampuan untuk mendegradasi selulosa. Bahan selulosa yang berada di lingkungan laut misalnya limbah kertas, limbah galangan kapal, kapas, linen, dan selulosa hasil pengendapan organisme laut berupa sedimen laut (Zobell 1990). Kebanyakan bakteri laut merupakan bakteri halofil, bakteri ini memerlukan NaCl untuk pertumbuhan optimumnya dan tumbuh paling baik pada konsentrasi garam 2,5-4,0%, selain itu juga bersifat fakultatif anaerob yang tumbuh lebih baik pada ketersediaan oksigen. Haigler dan Weiner (1991) menyatakan bahwa bakteri selulolitik yang sering dijumpai di laut tropik adalah bakteri yang hidup pada suhu sekitar 35 0 C-40 0 C, yaitu genus Pseudomonas dan Cytophaga. Rheinheimer (1994) dalam Handayani (2002) menyatakan bahwa jenis-jenis bakteri laut yang berperan dalam dekomposisi senyawa karbohidrat adalah jenis bakteri selulolitik aerob seperti Pseudomonas sp dan Bacillus sp serta bakteri selulolitik anaerob seperti Clostridium sp, sedangkan spesies-spesies bakteri selulolitik dari genus Cytophaga dan Sporocytophaga paling berperan dalam mendegradasi selulosa. Bakteri selulolitik dapat mendegradasi molekul komplek pada substrat tidak larut dalam air dengan menggunakan berbagai enzim melalui berbagai cara di dalam memutuskan bagian yang berbeda di dalam substrat. Proses perombakan secara enzimatis terjadi dengan adanya enzim selulase sebagai agen perombak yang bersifat spesifik untuk menghidrolisis ikatan β-(1,4)-glikosidik, rantai selulosa dan derivatnya (Ambriyanto 2010). Hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan monomer selulosa yaitu glukosa, sedangkan hidrolisis tidak sempurna akan menghasilkan disakarida dari selulosa yaitu selobiosa (Fan et.al 1982). Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan media air dan dibantu dengan katalis asam atau enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi menjadi menjadi produk fermentasi yang nantinya dapat diolah lagi menjadi bioetanol. Umumnya degradasi selulosa terjadi pada ph normal (Hatami et al., 2008).

15 Penapisan Gen dengan Metode PCR PCR adalah reaksi berantai suatu primer dari urutan (sequence) DNA dengan bantuan enzym polymerase sehingga terjadi amplifikasi DNA target secara in vitro. Teknik PCR ditemukan oleh Dr. Kary Mullis pada tahun 1985 dan mendapatkan hadiah Nobel atas temuannya pada tahun 1993 (Sunarto 2006). Pada prinsipnya alat PCR merupakan semacam inkubator yang mampu mengatur/mengubah suhu dengan sangat cepat sesuai dengan setting atau program yang dimasukkan. Alat PCR sendiri tidak mampu melakukan amplifikasi DNA, tetapi setting suhu didalamnya merupakan prasyarat bagi berlangsungnya reaksi amplifikasi. Amplifikasi akan berlangsung bila komponen komponennya telah dimasukkan. Adapun komponen yang dibutuhkan pada proses amplifikasi diantaranya adalah : a. Deoxyribonucleotide triphosphate (dntp) yang memberikan energi dan nukleosida untuk sintesis DNA. dntp terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu datp, dctp, dgtp dan dttp. b. DNA polymerase yang akan memanjangkan primer yang telah menempel pada cetakan. Biasanya digunakan enzym Taq Polymerase yang tahan terhadap suhu tinggi. c. Magnesium Chlorida (MgCl 2 ) sebagai kofaktor dalam proses PCR. d. PCR Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase. e. Sepasang primer yang terdiri dari primer F (forward) dan R (reverse) yang akan menentukan urutan (sequence) DNA yang akan disintesa. Primer yang digunakan bisa satu pasang ( 2 buah) atau 2 pasang (4 buah). f. Template yaitu DNA target yang diekstraksi dari sampel dan berfungsi sebagai bahan cetakan DNA yang diperbanyak (amplifikasi) (Sunarto 2006). Proses amplifikasi DNA dalam mesin PCR terdiri dari tiga proses utama. Pertama, denaturasi (pemisahan segmen DNA ganda menjadi DNA untai tunggal) yang berlangsung pada suhu 94 o - 96 o C, kemudian yang kedua adalah terjadinya penempelan primer (annealing) yang berlangsung pada suhu 55 o - 65 o C dan

16 21 proses yang ketiga adalah terjadinya pemanjangan dari primer yang telah menempel (polimerasi) pada suhu 72 o - 75 o C (Setiawan 2003). Menurut Nur utami (2011) tiga tahap utama kerja PCR dalam satu siklus yaitu : a. Denaturation (Pemecahan) Tahap pemecahan berlangsung pada suhu tinggi, 94 o - 96 o C ikatan hidrogen DNA terputus dari DNA utas ganda menjadi utas tunggal. Biasanya pada siklus awal PCR, tahap ini dilakukan lebih lama (5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Denaturation menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi template (patokan) bagi primer. Umumnya waktu durasi yang dibutuhkan yaitu selama 1 sampai 2 menit. b. Annealing (penempelan) Primer menempel pada bagian template DNA yang berkomplementer urutan basanya. Tahap ini dilakukan pada suhu antara 46 o - 60 o C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Umumnya waktu/durasi yang dibutuhkan untuk tahap ini yaitu selama 1 sampai 2 menit. c. Extension (pemanjangan) Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis enzim DNA polimerase yang dipakai. Karena suhu dinaikkan ke dalam kisaran suhu optimum kerja enzim DNA polimerase. Dengan Taq polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 70 o - 76 o C. Pada tahap ini DNA polimerase akan memasangkan dntp yang sesuai pada pasangannya (pasangan A adalah T, dan C dengan G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung (Gambar 8a). Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi, misalnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 basepair (bp). Selain ketiga proses tersebut umumnya tahap kerja PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut : a. Pra-denaturasi : Dilakukan selama 1 sampai 9 menit pada awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktivasi DNA polimerase (jenis hot-start/aktif jika dipanaskan terlebih dahulu).

17 22 b. Final Elongasi : Umumnya dilakukan pada suhu optimum enzim (70 o - 72 o C). Tahap final elongasi dilakukan selama 5 sampai 15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses final elongasi dilakukan setelah PCR terakhir. Karena hasil sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan (template) pada siklus berikutnya, maka jumlah DNA target menjadi berlipat dua pada setiap akhir siklus (Gambar 8b), dengan kata lain DNA target meningkat secara eksponensial, sehingga setelah 30 siklus akan dihasilkan milyaran (2 30 ) amplifikasi DNA target. DNA target yang telah berlipat ganda jumlahnya dapat dideteksi dengan elektroforesis gel agarosa. Setelah diwarnai dengan Ethidium Bromide (EtBr), hasil elektroforesis yang berupa pita DNA dapat dilihat dengan alat UV trans-iluminator (Contoh Gambar 9) dan foto dengan kamera Polaroid atau sistem dokumentasi gel yang lain (Sunarto 2006). a b Gambar 8. Prinsip dan Cara Kerja PCR (Sumber : Sunarto 2006) Tahapan kerja PCR konvensional terdiri dari isolasi DNA/RNA (ekstraksi), amplifikasi menggunakan mesin thermal cycler, visualisasi DNA (elektroforesis) menggunakan tangki elektroforesis dan dokumentasi (Astuti 2011).

18 23 Gambar 9. Elektroforegram Amplifikasi Fragmen Penyandi Kitinase Bakteri Kitinolitik (Sumber : Agustin 2013) Keunggulan metode PCR dapat dilihat dalam hal kecepatan, spesifitas dan sensitifitasnya untuk mendeteksi mikroorganisme patogen. PCR sangat spesifik karena mendeteksi mikroorganisme pada tingkat DNA/RNA. DNA/RNA virus dapat diketahui secara cepat dan sampel yang akan diuji dapat dalam jumlah yang banyak. Penggunaan teknik PCR juga memiliki beberapa kelemahan antara lain kemungkinan memperoleh hasil positif maupun negatif yang salah. Hasil positif yang keliru dapat disebabkan karena adanya kontaminasi oleh kontrol positif maupun sampel yang lain sebelum proses amplifikasi. Hasil negatif yang salah dapat disebabkan karena jumlah kopian DNA yang tidak mencukupi dan tingkat infeksi yang terlalu rendah sehingga pita DNA berpendar redup atau bahkan tidak berpendar (Sukenda et.al 2009). 2.6 Primer Primer adalah untai DNA pendek yang terdiri atas beberapa nukleotida, umumnya nukleotida (oligonukleotida). Primer berperan sebagai pemula pada proses sintesis menggunakan PCR. Primer akan menempel pada DNA target dan membentuk rangkaian komplementer pada untai DNA yang berlawanan serta

19 24 mengapit rangkaian sasaran (DNA cetakan). Konsentrasi primer untuk proses PCR menurut William et al (1990) dalam Ain (2011) berkisar antara μm. Desain primer merupakan salah satu prasyarat sebelum melakukan proses pengkopian gen dengan PCR. Primer PCR biasanya berukuran panjang bp, Ujung 5' pada primer menentukan ujung produk PCR yang dihasilkan. Primer yang ideal memiliki kandungan GC vs. AT yang seimbang (45-55% GC), dan tanpa untaian satu basa yang terlalu panjang. Dua primer dari pasangan primer tidak mengandung struktur komplemen lebih dari 2 kb. Jarak amplifikasi atau sekuens target yang diamplifikasi mempunyai ukuran sekitar bp (David 2005). Menurut Innis and Gelfand (1990), Syarat sebuah primer dalam PCR adalah : 1. Ukuran primer berkisar antara basa 2. Komposisi basa adalah 50-60% (G+C) 3. Tm (suhu leleh) berkisar antara o C. 4. Primer PCR tidak boleh memiliki ujung (3') berupa G atau C, atau CG atau GC. Hal ini menghindari terjadinya "breathing" pada ujung dan meningkatkan efisiensi priming; 5. Tiga atau lebih sekuen C atau G pada ujung 3' primer dapat memicu terjadinya kesalahan priming pada sekuen yang kaya akan G dan C (karena stabilitas annealing), sehingga harus dihindari. 6. Ujung 3' primer bukan merupakan komplementer (pasangan basa), karena akan mengakibatkan terjadinya dimer primer. 7. Primer reverse dan primer forward harus dihindari saling berkomplemen, sehingga saling dapat membentuk ikatan atau menyatu. Primer biasanya terdiri dari nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif dalam genom tersebut. Semakin panjang primer, maka semakin spesifik daerah yang diamplifikasi. Jika suatu kelompok organisme memang berkerabat dekat, maka primer dapat digunakan untuk mengamplifikasi daerah tertentu yang sama dalam genom kelompok tersebut. Beberapa faktor

20 25 seperti konsentrasi DNA contoh, ukuran panjang primer, komposisi basa primer, konsentrasi ion Mg, dan suhu hibridisasi primer harus dikontrol dengan hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik. Keberhasilan teknik ini lebih didasarkan kepada kesesuaian primer dan efisiensi dan optimasi proses PCR. Primer yang tidak spesifik dapat menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau sebaliknya tidak ada daerah genom yang teramplifikasi (Rybicki 1996). Optimasi PCR juga diperlukan untuk menghasilkan karakter yang diinginkan. Optimasi ini menyangkut suhu denaturasi dan annealing DNA dalam mesin PCR. Suhu denaturasi yang rendah dapat menyebabkan belum terbukanya DNA utas ganda sehingga tidak dimungkinkan terjadinya polimerisasi DNA baru. Proses penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak terjadi atau sebaliknya suhu yang terlalu rendah menyebabkan primer menempel pada sisi lain genom yang bukan sisi homolognya; akibatnya dapat teramplifikasi banyak daerah tidak spesifik dalam genom tersebut. Suhu penempelan (annealing) ini ditentukan berdasarkan primer yang digunakan yang dipengaruhi oleh panjang dan komposisi primer. Suhu penempelan ini sebaiknya sekitar 5 0 C di bawah suhu leleh. Tm merupakan temperatur yang diperlukan oleh separuh primer dupleks mengalami disosiasi/lepas ikatan (President's DNA Initiative 2013). Secara umum suhu leleh (Tm) dihitung dengan rumus Tm = 4(G+C) + 2(A+T) 0 C (Rybicky 1996), sedangkan suhu annealing (Ta) dapat dihitung dengan rumus Ta = 0.3 x Tm (primer) Tm (produk) 25 (President's DNA Initiative 2013) Primer-primer degenerate adalah campuran oligonukleotida yang bervariasi dalam hal urutan basa nukleotidanya, tetapi mempunyai panjang atau jumlah nukleotida yang sama. Campuran oligonukleotida tersebut dapat digunakan sebagai primer dalam PCR untuk melakukan amplifikasi suatu gen atau fragmen DNA tertentu. Primer-primer degenerate tersebut berguna dalam PCR jika ingin mengamplifikasikan suatu fragmen DNA yang belum banyak diketahui urutan nukleotidanya sehingga primer yang spesifik tidak dapat dibuat. Primerprimer semacam itu juga berguna jika ingin melakukan amplifikasi suatu gen

21 26 yang belum diketahui urutan nukleotidanya tetapi gen tersebut termasuk dalam kelompok famili gen (gene family) tertentu. Dengan menggunakan informasi mengenai urutan nukleotida gen lain yang termasuk dalam famili yang sama maka dapat menyintesis primer-primer degenerate untuk mengamplifikasi gen yang belum diketahui urutannya tersebut. Di samping itu, primer-primer degenerate juga dapat digunakan untuk melakukan amplifikasi anggota-anggota suatu famili gen untuk identifikasi atau analisis selanjutnya (Yuwono 2006). 2.7 Karakterisasi In Silico Karakterisasi In Silico merupakan salah satu kegiatan penggunaan perangkat bioinformatik untuk mengidentifikasi karakter-karakter pada suatu sekuen gen, diantaranya domain fungsional, sisi aktif, motif protein, analisis homologi, konstruksi pohon filogenetik dan sebagainya. Sebuah aspek penting dari karakterisasi sekuen biologis adalah identifikasi motif dan domain. Ini merupakan cara penting untuk mengkarakterisasi fungsi protein karena sekuen protein baru sering tidak signifikan dengan database sekuen yang ada sehingga sulit untuk diketahui. Dalam hal ini, para ahli biologi dapat mendefinisikan fungsi protein berdasarkan identifikasi sekuen konsensus pendek yang telah diketahui fungsinya. Pola sekuen konsensus ini disebut sebagai motif dan/atau domain (Xiong 2006). Motif adalah suatu pola sekuen lestari yang berukuran pendek yang berkaitan dengan perbedaan fungsi dari suatu protein atau DNA. Sebuah motif yang khas, seperti motif zinc finger (jari-jari zinc) memiliki sepuluh sampai dua puluh asam amino. Sebuah domain juga merupakan sekuen lestari, yang didefinisikan sebagai suatu unit fungsional dan struktural yang independen. Domain biasanya lebih panjang dari motif. Sebuah domain itu terdiri lebih dari 40 residu dan sampai 700 residu, dengan rata-rata panjang 100 residu. Sebuah domain dapat memiliki suatu bagian motif didalamnya dapat pula tidak mengandung motif. Contoh domain adalah domain transmembran dan domain yang berikatan dengan ligan. Motif dan domain secara evolusi lebih lestari dibandingkan dengan daerah lain pada suatu protein dan memiliki kecenderungan

22 27 untuk berevolusi melalui penambahan atau pengurangan suatu unit tertentu pada modul domain tersebut. Identifikasi motif dan domain pada suatu protein merupakan aspek penting pada proses klasifikasi sekuen protein dan annotasi fungsional. Dikarenakan aspek divergensi pada evolusi, hubungan fungsional diantara protein-protein seringkali tidak dapat dibedakan begitu saja melalui BLAST atau pencarian database FASTA. Selain itu, protein atau enzim terkadang memiliki fungsi ganda yang tidak dapat sepenuhnya dijelaskan menggunakan annotasi tunggal melalui pencarian database sekuen sehingga diperlukan identifikasi motif dan domain untuk mengatasi hal tersebut (Xiong 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan perekonomian serta keberhasilan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Produk pertanian yang melimpah menyediakan limbah hasil pertanian yang melimpah pula. Umumnya limbah hasil pertanian ini masih mengandung sejumlah nutrien,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan suatu biokatalisator yang banyak dimanfaatkan saat ini. Bioteknologi enzim telah banyak digunakan dalam industri. Banyak industri telah mengganti proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Selulosa, lignin dan hemiselulosa yang saling berikatan pada dinding sel tumbuhan (Holtzapple et al., 2003).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Selulosa, lignin dan hemiselulosa yang saling berikatan pada dinding sel tumbuhan (Holtzapple et al., 2003). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lignoselulosa Lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan komponen utama lignin, hemiselulosa dan selulosa. Ketersediaannya yang cukup melimpah, terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Selulase Sel hidup mensintesis zat yang bersifat sebagai biokatalisator, yaitu enzim. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi hasilnya (Mc. Kee,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tumbuhan saat ini telah menjadi sumber karbon terbarukan dan sumber energi baru yang ada di bumi. Setiap tahunnya tumbuhan dapat memproduksi sekitar 4 x

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil pertanian dan perkebunan yang cukup tinggi. Indonesia merupakan salah satu sumber penghasil selulosa utama

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim adalah biokatalisis atau polimer biologis yang dihasilkan oleh tubuh untuk mengkatalisis reaksi kimia dan meningkatkan laju reaksi yang terjadi dalam

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selulase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa kelompok hewan yang mengandung bakteri selulolitik, tumbuhan dan beberapa jenis fungi.

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Trichoderma sp. Jamur tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongangolongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri selulolitik adalah bakteri yang memiliki kemampuan menguraikan selulosa menjadi monomer glukosa dan menjadikannya sebagai sumber karbon dan sumber energi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan limbah lignoselulosik yang terdiri atas sebagian besar selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Fungsi lignin adalah mengikat sel-sel

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan produk pertanian diikuti pula oleh meningkatnya limbah hasil pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen para petani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jagung digunakan sebagai salah satu makanan pokok di berbagai daerah di Indonesia sebagai tumbuhan yang kaya akan karbohidrat. Potensi jagung telah banyak dikembangkan menjadi berbagai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan komposisi bahan baku pupuk organik yang berkualitas dari sampah kota dan limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove Bakteri selulolitik diisolasi dari tanah rhizosfer yang merupakan lapisan tanah tempat perakaran tanaman yang sangat kaya

Lebih terperinci

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3 TUJUAN PENELITIAN 5 Penelitian ini akan memproduksi enzim selulase dari tongkol jagung mengunakan Trichoderma reesei, Aspergillus niger dan campuran keduanya dengan waktu fermentasi yang divariasikan. Proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selulase merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan glikosidik -β- 1,4 pada rantai selulosa. Selulase dapat diproduksi oleh fungi, bakteri, protozoa, tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Onggok Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang diperoleh pada proses ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini diperoleh suspensi pati sebagai filtratnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat pada akhir dekade ini. Industri enzim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur serat selulosa (Beguin & Aubert 1994).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur serat selulosa (Beguin & Aubert 1994). 4 TINJAUAN PUSTAKA Selulosa Selulosa merupakan polimer karbohidrat terbanyak yang terdapat di alam (Han & Chen 2007). Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tumbuhan bersama-sama dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa, Enzim Selulase, dan Mikroba Selulolitik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa, Enzim Selulase, dan Mikroba Selulolitik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Selulosa, Enzim Selulase, dan Mikroba Selulolitik Selulosa merupakan polimer glukosa linear yang seragam dengan ikatan β- 1-4 glikosidik. Beberapa rantai molekul selulosa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim selulase termasuk dalam kelas hidrolase (menguraikan suatu zat dengan bantuan air) dan tergolong enzim karbohidrase (menguraikan golongan karbohidrat)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini berlaku global termasuk di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak merupakan suatu cara untuk menekan biaya produksi dalam pengembangan usaha peternakan. Gulma tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kelapa sawit di Indonesia cukup besar, data tahun1999 menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kelapa sawit di Indonesia cukup besar, data tahun1999 menunjukkan 11 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis quineensis Jacq) dari famili Arecaceae merupakan salah satu sumber minyak nabati, dan merupakan primadona bagi komoditi perkebunan. Potensi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah berhubungan erat dengan pencemaran lingkungan yaitu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Sampah berhubungan erat dengan pencemaran lingkungan yaitu sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampah berhubungan erat dengan pencemaran lingkungan yaitu sebagai sumber pencemaran. Permasalahan sampah timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengolahannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Gambut Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan tersebut terus bertambah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) «apikde...

MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) «apikde... http://apikdewefppundip201wordpress.com/2012/06/29/makalah-gene... 1 of 6 19/12/2012 23:43 APIKDEWEFPPUNDIP2011 Just another WordPress.com site MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) JUN 29

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Kakao Buah kakao (Gambar 1) umumnya terdiri dari 73,63% bagian kulit (pod kakao), 24,37% biji (umumnya dalam satu buah kakao terdiri dari 30-40 butir biji kakao) dan 2% plasenta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim memiliki daya katalitik yang tinggi dan mampu meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Feses kambing merupakan sisa hasil pencernaan hewan yang dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Feses kambing merupakan sisa hasil pencernaan hewan yang dikeluarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Feses kambing merupakan sisa hasil pencernaan hewan yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk padatan. Ketersediaan limbah peternakan berupa feses kambing seringkali

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SERAT KELAPA (COCONUT FIBER) Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon kelapa (cocus nucifera) termasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. dihasilkan, digunakan untuk sintesis makromolekul seperti asam nukleat, lipid

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. dihasilkan, digunakan untuk sintesis makromolekul seperti asam nukleat, lipid 6 BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Bakteri selulolitik Bakteri selulolitik adalah bakteri yang mampu mendegradasi dan memanfaatkan selulosa sebagai sumber karbon dan energinya. Energi yang

Lebih terperinci

Fakultas Biologi Unsoed

Fakultas Biologi Unsoed TEKMK PCR oleh Drs. Agus Hery Susanto, M.S. staf pengajar Pendahuluan Teknik PCR (polymerase chain reaction) digunakan untuk menggandakan fragmen DNA (urutan basa nukleotida) tertentu secara invitro melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asam laktat merupakan senyawa asam organik yang telah digunakan dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan farmasi. Asam laktat dapat dipolimerisasi

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL 3.1.1 Isolasi Vibrio harveyi Sebanyak delapan isolat terpilih dikulturkan pada media TCBS yaitu V-U5, V-U7, V-U8, V-U9, V-U24, V-U27, V-U41NL, dan V-V44. (a) (b) Gambar

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai kandungan protein dan kecernaan yang rendah. Limbah pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai kandungan protein dan kecernaan yang rendah. Limbah pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Lignoselulosa Peningkatan produk pertanian diikuti pula oleh meningkatnya limbah hasil pertanian seperti jerami, tongkol jagung, batang kedelai, dan kulit pisang. Limbah

Lebih terperinci

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan 63 pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari

Lebih terperinci

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1)

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2017 METABOLISME Metabolisme adalah proses-proses

Lebih terperinci

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah DESAIN PRIMER LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler oleh : Dhaifan Diza A 1303790 Anisa Suci S 1300904 Novia Rahayu A 1302152 Riani Ulfah 1300952 Shabrina

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci