SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS DI(8-HIDROKSIKUINOLIN)TEMBAGA(II) TRIHIDRAT DAN TRI(8-HIDROKSIKUINOLIN)BESI(III) DIHIDRAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS DI(8-HIDROKSIKUINOLIN)TEMBAGA(II) TRIHIDRAT DAN TRI(8-HIDROKSIKUINOLIN)BESI(III) DIHIDRAT"

Transkripsi

1 SITESIS DA KARAKTERISASI KOMPLEKS DI(8-HIDROKSIKUIOLI)TEMBAGA(II) TRIHIDRAT DA TRI(8-HIDROKSIKUIOLI)BESI(III) DIHIDRAT Disusun oleh SUGIARTO M SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia JURUSA KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM UIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2006 i

2 HALAMA PEGESAHA Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I Pembimbing II Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. IP Sayekti Wahyuningsih, M.Si IP Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada : Hari : Jumat Tanggal : 3 ovember 2006 Anggota Tim Penguji : 1. Dian Maruto Widjonarko, M.Si IP Soerya Dewi Marliana, M.Si IP Disahkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan Ketua Jurusan Kimia Drs. Marsusi, M.S. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. IP IP ii

3 PERYATAA Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul SITESIS DA KARAKTERISASI KOMPLEKS DI(8-HIDROKSIKUIOLI)TEMBAGA(II)TRIHIDRAT DA TRI (8 - HIDROKSIKUIOLI) BESI(III) DIHIDRAT adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan penelitian ilmiah dan gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam naskah daftar pustaka. Surakarta, ovember 2006 SUGIARTO iii

4 ABSTRAK Sugiarto, SITESIS DA KARAKTERISASI KOMPLEKS DI(8-HIDROKSIKUIOLI)TEMBAGA(II)TRIHIDRAT DA TRI(8-HIDROKSIKUIOLI)BESI(III)DIHIDRAT. Surakarta. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Kompleks tembaga(ii)-(8-hidroksikuinolin) dan kompleks besi(iii)- 8-hidroksikuinolin disintesis dengan mencampurkan CuSO 4.5H 2 O dan FeCl 3.6H 2 O dengan 8-hidroksikuinolin pada perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 2 dan 1 : 3 dalam metanol. Terbentuknya kompleks ditandai dengan adanya perubahan serapan maksimum pada spektra elektronik kompleks. Formula kompleks diperkirakan dari analisis kadar logam dalam kompleks dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), analisis H 2 O dalam kompleks dengan Differential Thermal Analyzer (DTA) dan analisis perbandingan muatan kation dan anion kompleks dengan pengukuran daya hantar listrik (DHL) larutan kompleks dengan konduktivitimeter. Sifat kemagnetan ditentukan dengan Magnetic Susceptibility Balance (MSB) dan gugus fungsi dari ligan yang terkoordinasi pada ion pusat diperkirakan dari pergeseran serapan maksimum pada spektra Infra Merah Kompleks Cu(II) dan Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin telah berhasil disintesis, terbentuknya kompleks ditandai adanya perubahan serapan maksimum pada spektra elektronik kedua kompleks dalam metanol yang memperlihatkan beberapa serapan maksimum pada daerah UV dan tampak. Formula kompleks diperkirakan [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O dan Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ].2H 2 O. Serapan maksimum kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3(H 2 O) terjadi pada 316,50 nm (ε= 2044,50 L.mol -1.cm -1 ), 333,50 nm (ε = 2419,23 L.mol -1.cm -1 ), 388,50 nm (ε= 5346,15 L.mol -1.cm -1 ) dan 605,00 nm (ε = 93,4066 l.mol -1.cm -1 ) sedangkan Serapan maksimum pada kompleks Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ].2(H 2 O) terjadi pada 310,00 nm (ε = 3828,85 l.mol -1.cm -1 ), 359,50 nm (ε = 3395,38 l.mol -1.cm -1 ), 458,00 nm (ε = 2583,46 L.mol -1.cm -1 ) dan 576,50 nm (ε = 2002,69 L.mol -1.cm -1 ). Kedua kompleks bersifat paramagnetik dengan µ eff = 1,83-1,87 BM untuk kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ]. 3(H 2 O) dan µ eff = 2,64 2,66 BM untuk kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ].2(H 2 O). Spektrum IR menunjukkan pergeseran serapan gugus C= dan gugus C-O yang mengindikasikan kedua gugus fungsi tersebut terkoordinasi pada ion pusat. Kata kunci: Sintesis, Karakterisasi, Di(8-hidroksikuinolin)Tembaga(II)Trihidrat, Tri(8-hidroksikuinolin)Besi(III) Dihidrat iv

5 ABSTRACT Sugiarto SYTHESIS AD CHARACTERIZATIO COMPLEXES DI(8-HYDROXYQUIOLIE)COPPER(II)TRIHYDRATE AD TRI(8-HYDROXYQUIOLIE)IRO(III)DIHYDRATE. Surakarta. Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University. Complexes of copper(ii)-(8-hydroxyquinoline) and iron(iii)- (8-hydroxyquinoline) are synthesized by mixing CuSO 4.5H 2 O and FeCl 3.6H 2 O with 8-hidroksikuinolin in 1 : 2 and 1 : 3 mole ratio of metal to ligan in methanol. The forming of complex was indicated by maximum absorption shift of electronic spectra of complex. The formula of complexes are predicted from analysis of % metal in complexes by Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), analysis of H 2 O in complexes by Differential Thermal Analyzer (DTA) and analysis the ratio of cation and anion charge of complex by the electric conductivity measurement by conductivitymeter. The nature of magnetism complexes are determined by Magnetic Susceptibility Balance (MSB) and the functional group of ligand is coordinated to the center ion predicted from absorbtion maxima shift of infra red spectra. Complexes of copper(ii)-(8-hydroxyquinoline) and iron(iii)- (8-hydroxyquinoline) have been synthesized succeessfully, the forming of complex was indicated by maximum absorption shift of electronic spectra of both the complexes in methanol displays several absorption maximum in the UV and visible regions. The formula of the complexes are predicted [Cu(8- hydroxyquinoline) 2 ].3H 2 O and [Fe(8-hydroxyquinoline) 3 ].2H 2 O. The maximum absorption of [Cu(8-hydroxyquinoline) 2 ].3H 2 O complex occur at 316,50 nm (ε= 2044,50 L.mol -1.cm -1 ), 333,50 nm (ε = 2419,23 L.mol -1.cm -1 ), 388,50 nm (ε= 5346,15 L.mol -1.cm -1 ) and 605,00 nm (ε = 93,4066 l.mol -1.cm -1 ) while the maximum absorption of Fe(8-hydroxyquinoline) 3 ].2H 2 O complex occur at 310,00 nm (ε=3828,85 l.mol -1.cm -1 ) 359,50 nm (ε = 3395,38 l.mol -1.cm -1 ), 458,00 nm (ε = 2583,46 L.mol -1.cm -1 ) and 576,50 nm (ε = 2002,69 L.mol -1.cm -1 ). Both the complexes were paramagnetic with µ eff = 1,83-1,87 BM for [Cu(8-hydroxyquinoline) 2 ].3H 2 O and µ eff = 2,64 2,66 BM for [Fe(8-hydroxyquinoline) 3 ].2H 2 O. Data of infra red spectra show a shift of C= group and C-O group indicate this functional group coordinated to the center ion. Keyword:Synthesis, Characterization, Di(8-droxyquinoline)Copper(II)Trihydrate, Tri(8-Hydroxyquinoline)Iron(III) Dihydra v

6 MOTTO Hanya kepada Engkaulah kami menyembah Dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan (Q.S Al Fatihah : 5) Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, Kecuali bagi orang-orang yang khusuk. (Q.S Al Baqarah : 45) sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan (Q.S Al Insyirah : 5) vi

7 PERSEMBAHA Karya kecil ini kupersembahkan pada: Ibu dan ayah (Alm) tercinta, Keluarga dan semua teman-temanku vii

8 KATA PEGATAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul SITESIS DA KARAKTERISASI KOMPLEKS DI(8-HIDROKSIKUIOLI)TEMBAGA(II)TRIHIDRAT DA TRI(8- HIDROKSIKUIOLI)BESI(III) DIHIDRAT. Sholawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Rasulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan banyak terima kasih secara khusus kepada : 1. Bapak Drs. Marsusi, MS., selaku Dekan Fakultas MIPA US. 2. Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas MIPA US, selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademis yang telah banyak memberikan pengarahan selama masa kuliah. 3. Ibu Sayekti Wahyuningsih, M.Si. selaku Pembimbing II. 4. Ibu Desi Suci Handayani, M.Si. selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar FMIPA US 5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing dan mengajarkan ilmunya. 6. Teknisi yang ada di Sub Lab. Kimia dan Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA US yang telah membantu saya. 7. Ayah(Alm) ibuku tercinta dan kakak adikku tersayang yang selalu memberikan doa restu, dukungan dan segalanya telah diberikan. 8. Seluruh teman-temanku yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih semuanya atas segala bantuannya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. amun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi pembaca Surakarta, ovember 2006 Sugiarto viii

9 DAFTAR ISI Halaman HALAMA JUDUL... i HALAMA PEGESAHA... ii HALAMA PERYATAA KEASLIA... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v MOTTO... vi HALAMA PERSEMBAHA... vii KATA PEGATAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRA... xvi TABEL LAMPIRA... xvii GAMBAR LAMPIRA... xviii BAB I PEDAHULUA... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah Identifikasi Masalah Batasan Masalah Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 3 BAB II LADASA TEORI... 4 A. Tinjauan Pustaka Senyawa kompleks... 4 a. Kompleks Besi(III)... 4 b. Kompleks Tembaga(II) Ligan 8-hidroksikuinolin Teori Pembentukan Kompleks... 8 ix

10 a. Teori Ikatan Valensi... 8 b. Teori Medan Kristal ) Kompleks Oktahedral ) Kompleks Tetrahedral ) Kompleks Squareplanar c. Teori Orbital Molekul Sifat Senyawa Kompleks a. Spektrum Elektronik ) Transisi yang Meliputi Elektron σ, π, dan n ) Transisi yang Melibatkan Elektron d a. Spektrum Elektronik Kompleks Fe(III) b.spektrum Elektronik Kompleks Cu(III) ) Transisi transfer muatan b. Daya Hantar Listrik c. Spektroskopi Infra Merah d. Sifat Magnetik e. Differential Thermal Analysis (DTA) B. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis BAB III METODOLOGI PEELITIA A. Metode Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Alat dan Bahan yang Digunakan Alat Bahan D. Prosedur Percobaan Skema Percobaan Sintesis Senyawa Kompleks a. Sintesis Besi(III) dengan 8-hidroksikuinolin b. Sintesis Tembaga(II) dengan 8-hidroksikuinolin x

11 3. Penentuan Kadar Cu dan Fe dalam kompleks a. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) b. Kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) Pengukuran Momen Magnet Pengukuran Spektra Elektronik Pengukuran Spektra Infra Merah Pengukuran dengan Differensial Thermal Analyzer (DTA) Pengukuran Daya Hantar Listrik E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data BAB IV HASIL DA PEMBAHASA 37 A. Sintesis Kompleks Sintesis Kompleks Cu(II) dengan 8-hidroksikuinolin Sintesis Kompleks Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin B. Perkiraan Formula Kompleks Penentuan Kadar Logam dalam Kompleks Identifikasi H 2 O dalam Kompleks a. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) b. Kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) Pengukuran Daya Hantar Listrik C. Karakterisasi Kompleks Sifat Kemagnetan Spektra Elektronik Spektra IR a. Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O b. Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O D. Perkiraan Struktur Kompleks Perkiraan Struktur Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O Perkiraan Struktur Kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O 50 xi

12 BAB V PEUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRA xii

13 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Halaman Bentuk Hibridisasi dan Konfigurasi Geometri.. 8 Kadar Logam dalam Kompleks Kadar besi dalam kompleks besi(iii) dengan 8-hidroksikuinolin pada beberapa komposisi secara Teoritis Kadar Tembaga dalam Kompleks Tembaga(II) dengan 8-hidroksikuinolin pada beberapa omposisi secara teoritis Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Senyawa Kompleks dalam metanol Harga Momen Magnet Efektif (µ eff ) Kompleks [Cu(8- hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O dan [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ].2H 2 O Panjang Gelombang maksimum (λ maks ), Absorbansi (A) dan Absortivitas Molar (ε) untuk 8-hidroksikuinolin, CuSO 4.5H 2 O, [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O, FeCl 3.6H 2 O dan [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan Kompleks Cu(II)- (8-hidroksikuinolin (cm -1 ) Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan Kompleks Fe(III)- 8-hidroksikuinolin (cm -1 ) xiii

14 Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. DAFTAR GAMBAR Struktur ligan 8-Hidroksikuinolin... Struktur Kompleks Fe(III) dengan ligan -(2 -hidroxybenzyl)-,-bis(2-benzimidazolylmethyl)amine.. Kompleks besi(iii) dengan ligan 3.3 -bis(triphenylsilyl) biphenoxide dan bipyridyl... Kompleks Bis(L-Methioninato)Copper(II). Ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine... Cu(II) dengan ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine... Kompleks Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin... Hibridisasi kompleks [Fe(C) 6 ] Hibridisasi pada kompleks [Cu(H 3 ) 4 ] Kontur Orbital d... Pemisahan Orbital d Ion Logam Medan Oktahedral... Struktur kompleks oktahedral [Cu(1,3,6,7- tetramethyllumazine) 2 (H 2 O) 2 ] Pemisahan Orbital d Ion Logam medan tetrahedral Struktur kompleks tetrahedral [Cu(qbsa) 2 ]... Distorsi kompleks oktahedral... Pembelahan orbital d kompleks planar segiempat... Struktur senyawa kompleks Cu(troponolato) 2... Tingkat Energi Orbital Molekul pada Kompleks Oktahedral... Tingkat Energi Orbital Molekul pada Kompleks Tetrahedral... Tingkat energi Orbital Molekul pada kompleks Square Planar.. Tingkat energi orgel untuk konfigurasi elektron d 5 dalam medan ligan oktahedral... Tingkat energi orgel untuk elektron konfigurasi d 9 pada medan ligan oktahedral... Kemungkinan ikatan koordinasi antara 8-hidroksikuinolin dengan logam Cu 2+ dan Fe Halaman xiv

15 Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29. Gambar 30. Gambar 31. Gambar 32. Gambar 33. Gambar 34. Gambar 35. Gambar 36. Gambar 37. Gambar 38 Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin... Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Cu(II) dengan 8-hidroksikuinolin... Spektra Elektronik (a) CuSO 4.5H 2 O (b) Cu(II)- (8-hidroksikuinolin) dalam metanol... Spektra Elektronik 8-hidroksikuinolin dalam metanol... Spektra Elektronik (a) FeCl 3.6H 2 O dan (b) Fe(III) (8-hidroksikuinolin) dalam metanol... Termogram DTA kompleks CuSO 4. 5H 2 O Termogram DTA kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)... Termogram DTA FeCl 3.6H 2 O... Termogram DTA kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)... Spektra Serapan Gugus Fungsi C= (a) 8-hidroksikuinolin Dan (b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ]. nh 2 O... Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O (a) 8-hidroksikuinolin dan (b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 )]nh 2 O... Spektra Serapan Gugus Fungsi C= (a) 8-hidroksikuinolin Dan (b) Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin) 3 ]. nh 2 O... Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O (a) 8-hidroksikuinolin dan (b) Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin) 3 )]nh 2 O... Perkiraan Struktur [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O... Perkiraan Struktur [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O xv

16 Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5 Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. DAFTAR LAMPIRA Perhitungan Rendemen Hasil Sintesis Kompleks Pengukuran Kadar Tembaga dan Besi dalam Kompleks dengan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) Pengukuran Sampel Kompleks dengan Differential Thermal Analyzer (DTA) Penentuan Momen Magnet Efektif Pengukuran Daya Hantar Listrik dengan konduktivitimeter Perhitungan ilai Absorbtivitas Molar Perhitungan Energi Transisi 10 Dq... Spektra Infra Merah.. Halaman xvi

17 Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. TABEL LAMPIRA Data dan hasil pengukuran kadar Cu dengan AAS dalam kompleks Cu 2+ -(8-hidroksikuinolin)... Data dan hasil pengukuran kadar Fe dengan AAS dalam kompleks Fe 2+ -(8-hidroksikuinolin)... Kondisi pengukuran sampel kompleks dengan DTA... Hasil pengukuran kerentanan magnetik... Harga μ eff pada beberapa Harga X g dari sampel kompleks [Cu(8- hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O... Harga μ eff pada beberapa harga X g dari sampel kompleks [Fe(8- hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O... Daya hantar listrik larutan standar dan sampel kompleks dalam metanol... Halaman xvii

18 Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. GAMBAR LAMPIRA Kurva standar Cu Kurva standar Fe Spektra infra merah ligan 8-hidroksikuinolin..... Spektra infra merah kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O... Spektra infra merah kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O... Halaman xviii

19 BAB I PEDAHULUA A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem biologi makhluk hidup sejumlah kompleks kelat banyak terjadi secara alamiah. Asam amino, protein, dan asam trikarboksilat merupakan ligan utama dalam kompleks kelat tersebut, sedangkan logamnya antara lain besi, magnesium, mangan, tembaga, kobalt, dan seng. Kompleks kelat yang mengandung besi antara lain hemoglobin dan mioglobin yang terdapat dalam sel darah merah verterbrata dan berperan dalam transport oksigen. Kompleks kelat yang mengandung tembaga terdapat pada enzim oksidase seperti asam askorbat dan tirosinase. Kompleks kelat yang mengandung seng terdapat pada insulin yang berperan dalam mengaktifkan beberapa karboksilase, enzim proteolitik dan fosfatase (Wilson dan Gisvold, 1990: 45-46). Fakta bahwa sejumlah senyawa penting secara biologik adalah kompleks kelat, membuka pendekatan pada kemoterapi dengan pembentukkan kompleks kelat tak alamiah. Salah satu contoh adalah (±) penisilamin yang efektif untuk pengobatan keracunan tembaga (penyakit Wilson). Senyawa (±) Penisilamin dapat meningkatkan ekskresi tembaga dalam urin yang terakumulasi di dalam hati dengan membentuk kompleks kelat dengan logam tersebut. Ligan 8-hidroksikuinolin yang strukturnya ditunjukkan oleh Gambar 1 merupakan senyawa aromatis polisiklis. Senyawa ini memungkinkan membentuk kompleks kelat karena mempunyai dua atom donor elektron, yaitu O pada gugus C-O dan tersier pada rantai siklisnya, terutama dengan logam-logam transisi deret pertama yang mempunyai orbital d yang masih kosong. OH Gambar 1. Ligan 8- hidroksikuinolin 1

20 2 Tembaga(II) dan besi(iii) merupakan contoh logam transisi blok d divalen deret pertama yang mempunyai konfigurasi elektron 3d 8 dan 3d 5. Sifat khas logam-logam transisi blok d adalah kemampuannya membentuk kompleks dengan ligan baik anion maupun molekul netral yang dapat bertindak sebagai donor elektron bebas (Cotton and Wilkinson, 1989: 545). Kompleks 8-hidroksikuinolin dengan tembaga(ii) dan besi(iii) menarik untuk dipelajari karena eksperimen dan uji klinik menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri 8-hidroksikuinolin muncul karena kemampuannya untuk membentuk kelat dengan logam yang esensial dalam metabolisme mikroorganisme terutama dengan tembaga(ii) dan besi(iii) (Schunack et al, 1990: 774). Kompleks kelat 8-hidroksikuinolin dengan logam tersebut mampu mengkatalis oksidasi gugus tiol asam tiositat, suatu koenzim esensial yang diperlukan oleh bakteri untuk proses oksidatif dekarboksilasi asam piruvat (Soekardjo, 1995: 103). B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Beberapa metode yang dapat digunakan untuk sintesis kompleks antara lain merefluks larutan, mencampurkan tanpa pemanasan atau dengan pemanasan. Sintesis kompleks dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain suhu, pelarut, dan bahan tambahan lain. Pelarut yang digunakan dalam sintesis harus sesuai baik dengan logam maupun dengan ligan dan pelarut tidak menimbulkan reaksi samping. Ligan 8-hidroksikuinolin mempunyai dua atom donor elektron, yaitu O pada gugus hidroksil dan pada rantai siklisnya. Adanya dua atom donor ini membuat 8-hidroksikuinolin dengan tembaga(ii) dan besi(iii) dapat membentuk kompleks dengan beberapa kemungkinan atom/ gugus atom yang terkoordinasi pada atom pusat. Koordinasi dapat terjadi pada salah satu atom donor atau terjadi pada kedua atom donor tersebut membentuk kelat. Kemampuan atom donor berikatan dengan atom pusat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keelektronegatifan dan keruahan (sterik hidran). Untuk mengetahui apakah senyawa kompleks yang disintesis telah benarbenar terbentuk, maka dilakukan serangkaian karakterisasi sehingga diperoleh 2

21 3 informasi mengenai sifat fisik dan kimiawi dari bahan seperti formula, struktur, sifat kemagnetan, spektra IR, spektra UV-Vis, daya hantar listrik, ada atau tidaknya H 2 O dalam kompleks dan lain-lain. 2. Batasan Masalah Terbentuknya kompleks ditandai dengan adanya perubahan serapan maksimum pada spektra elektronik kompleks. Formula kompleks diperkirakan dari hasil pengukuran kadar logam dalam kompleks dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Sifat kemagnetan yang menunjukkan jumlah elektron yang tidak berpasangan ditentukan dengan menggunakan Magnetic Susceptibility Balance (MSB). Gugus atom dari ligan yang terkoordinasi pada ion pusat atau logam diperkirakan dari pergeseran puncak serapan pada spektra Infra Merah. Perbandingan muatan kation dan anion diperkirakan dari hasil pengukuran daya hantar listrik (DHL) larutan kompleks dengan konduktivitimeter. Keberadaan H 2 O dalam kompleks diperkirakan dari analisis Differential Thermal Analyzer (DTA). 3. Rumusan Masalah Permasalahan yang timbul adalah: 1. Bagaimana sintesis kompleks tembaga(ii) dan besi(iii) dengan ligan 8-hidroksikuinolin? 2. Bagaimana karakteristik dari masing-masing kompleks yang terbentuk? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui cara sintesis kompleks tembaga(ii) dan besi(iii) dengan ligan 8-hidroksikuinolin. 2. Mengetahui karakteristik dari masing-masing kompleks yang terbentuk. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sintesis dan karakteristik kompleks tembaga(ii) dan besi(iii) dengan ligan 8-hidroksikuinolin sebagai alternatif obat antibakteri untuk bidang kesehatan. 3

22 BAB II LADASA TEORI A. Tinjauan Pustaka Suatu kompleks akan terbentuk antara suatu kation atau logam dengan beberapa molekul netral atau ion donor elektron. Kation atau logam tersebut berfungsi sebagai ion pusat, sedangkan molekul netral atau ion donor elektron berfungsi sebagai gugus pengeliling atau lebih sering disebut ligan. Ikatan kovalen koordinasi dalam senyawa kompleks ini terjadi karena donasi pasangan elektron dari ligan ke dalam orbital kosong dari ion pusat. Pada umumnya, ion pusat memiliki orbital-orbital d yang masih belum terisi penuh elektron sehingga dapat berfungsi sebagai akseptor pasangan elektron tersebut (Syarifudin, 1994: 151). Kestabilan kompleks dipengaruhi oleh ion logam sebagai ion pusat dan ligan penyusunnya. Kestabilan ion kompleks tergantung muatan ion logam, jarijari, dan muatan (medan listrik). Selain itu dipengaruhi pula faktor CFSE (Crystal Field Stabilyzation Energy) dan faktor distribusi muatan (logam-logam transisi deret pertama membentuk kompleks yang stabil dengan yang memilki atom donor, O dan F). Dilihat dari ligannya kestabilan kompleks juga dipengaruhi oleh faktor besar dan muatan ion, sifat basa, faktor pembentukan kelat (ligan-ligan multidentat yang tidak terlalu besar membentuk kompleks yang lebih stabil dari pada ligan monodentat), faktor besar lingkaran dan faktor ruang atau efek sterik, makin banyak cabang makin tidak stabil (Sukardjo, 1992: ). 1. Senyawa Kompleks a. Kompleks Besi(III) Besi merupakan salah satu ion logam transisi trivalensi deret pertama yang cukup labil, sehingga dapat membentuk berbagai macam streokimia pada senyawa kompleksnya. Senyawa kompleks Fe(III) umumnya membentuk struktur oktahedral dengan bilangan koordinasi enam. amun struktur lain seperti tetrahedral dengan bilangan koordinasi empat dan segiempat piramida dengan bilangan koordinasi lima juga dapat terjadi (Cotton dan Wilkinson, 1989: 436 ). 4

23 5 Contoh senyawa kompleks besi(iii) dengan struktur oktahedral adalah kompleks besi(iii) dengan ligan -(2 -hidroxybenzyl)-,-bis(2- benzimidazolylmethyl)amine, pada kompleks ini atom pusat mengikat lima atom dan satu atom O dari ligan seperti ditunjukkan oleh Gambar 2. Spektrum elektroniknya menghasilkan beberapa puncak serapan pada 210, 270, 280, , dan nm (Wang, et al, 1997: 71-77). H 2 C Fe Gambar 2. Kompleks Besi (III) dengan ligan -(2 -hydroxybenzyl)-,-bis(2- benzimidazolylmethyl)amine (Wang, et al, 1997: 71-77) Ajay Kayal dan Sonny C. Lee (2002: ) melaporkan sintesis kompleks besi(iii) dengan ligan 3.3 -bis(triphenylsilyl)biphenoxide dan bipyridyl. Senyawa kompleks yang terbentuk mempunyai struktur segiempat piramida, dengan atom besi(iii) mengikat dua atom O, dua atom dari ligan dan satu Cl - seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. SiPH 3 O O SiPH 3 Gambar 3. Kompleks besi(iii) dengan ligan 3.3 -bis(triphenylsilyl)biphenoxide dan bipyridyl. b. Kompleks Tembaga(II) CH 2 Cl Fe Cu(II) memiliki stabilitas terbesar jika dibandingkan dengan logam transisi deret pertama yang lain dan lebih stabil jika dibandingkan dengan bilangan oksidasi +1 dan +3, karena Cu(I) mudah teroksidasi menjadi Cu(II) dan Cu(III) C H 2 O 5

24 6 mudah tereduksi menjadi Cu(II) (Day and Selbin, 1985: 473 ; Lee, 1991: 827). Cu(II) bisa membentuk senyawa kompleks dengan beberapa bilangan koordinasi, umumnya berada pada bilangan kordinasi 4, 5 dan 6. Cu(II) dengan ligan L-Metionin (L) membentuk senyawa kelat dengan formula [Cu(L) 2 ] dan berada pada bilangan koordinasi 4. Struktur geometri kompleks yang terjadi adalah square planar (hasil dari oktahedral yang terdistorsi) dengan dua atom oksigen dan dua atom nitrogen yang terkoordinasi pada Cu(II) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Momen magnetik kompleks ini pada temperatur kamar menunjukkan 1,79 BM (Wagner and Baran, 2002 : 283). Gambar 4. Struktur senyawa kompleks Bis(L-Methioninato)Copper(II). Kompleks Cu(II) dengan bilangan koordinasi 6 dijumpai pada kompleks Cu(II) dengan ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine. Struktur kompleks ini adalah oktahedral dengan atom Cu(II) mengikat 2 atom dan 2 atom O dari ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine (membentuk cincin lima anggota) dan 2 atom O dari H 2 O seperti ditunjukkan oleh Gambar 6. Momen magnetik kompleks ini 1,95 BM yang meingindikasikan kompleks bersifat paramagnetik (Urena, Jimenez and Moreno, 1997: ). O H 3 C CH 3 H 3 C O CH 3 Gambar 5. Ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine 6

25 7 H 3 C O H CH 3 O CH 3 H 3 C O Cu O H H 3 C CH 3 O H 3 C H H Gambar 6. Struktur kompleks Cu(II) dengan 1,3,6,7-tetramethyllumazine CH 3 O 2. Ligan 8-hidroksikuinolin Ligan 8-hidroksikuinolin (C 9 H 7 O) adalah senyawa yang termasuk dalam senyawa aromatis polisiklis yang mempunyai berat molekul 145,16 g/mol. Senyawa ini larut dalam pelarut organik dan asam seperti asam asetat. Ligan ini relatif cukup stabil dengan titik beku 74 sampai 76 0 C dan mempunyai titik didih C. Ligan 8-hidroksikuinolin akan kurang stabil bila berinteraksi dengan oksidator kuat dan ion logam, dengan ion logam. Ligan 8-Hidroksikuinolin mudah membentuk kompleks kelat. Ligan 8-hidroksikuinolin mempunyai dua atom donor yaitu O pada gugus hidroksil dan pada rantai siklisnya yang masing-masing mempunyai pasangan elektron yang dapat berkoordinasi dengan atom pusat. Alafandy, M., et al, (1996: ) melaporkan sintesis antara Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin. Terbentuknya kompleks ditandai adanya adanya pergeseran spektra IR gugus C= ligan bebasnya dari 1508 cm -1 menjadi 1500 cm -1 dan serapan gugus OH ligan bebas yang muncul pada 3048 cm -1 sedangkan pada kompleksnya serapan pada daerah tersebut tidak muncul. Adanya pergeseran spektra IR pada gugus C= dan OH mengindikasikan terkoordinasinya dua gugus tersebut pada ion pusat. Kompleks Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin berstruktur geometri square planar seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 7 dan mempunyai serapan maksimum pada 363 nm. 7

26 8 O Sn O Gambar 7. Struktur kompleks Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin Ligan 8-Hidroksikuinolin dapat digunakan sebagai zat anti bakteri dan fungi, dimana kemampuan sebagai zat antibakteri dan antifungi diduga karena kemampuannya membentuk kelat dengan mineral-mineral yang esensial pada permukaan bakteri dan fungi. 3. Teori Pembentukan Kompleks Pembentukan kompleks Cu(II) dan Fe(III) dijelaskan dengan teori ikatan valensi, teori medan kristal, dan teori orbital molekul. a. Teori ikatan valensi Teori ikatan valensi atau Valence Bond Theory (VBT) mula-mula diberikan oleh Linus Pauling atas dasar pembentukan ikatan hibrida dalam orbital hibrida (Sukardjo, 1992: 29). Teori ini membahas orbital atom logam dan ligan yang digunakan untuk berikatan. Berdasarkan teori ikatan valensi, ikatan pada ion kompleks terjadi karena ligan mempunyai pasangan elektron bebas dan atom logam mempunyai orbital yang masih kosong (Lee, 1994 : 202). Pauling meramalkan bentuk geometri dari beberapa orbital seperti ditunjukkan oleh Tabel 1 (Sharpe, 1992 : 463) Tabel 1. Bentuk Hibridisasi dan Konfigurasi Geometri Bilangan Koordinasi Geometri Hibridisasi Orbital 2 Linear sp 3 Trigonal planar sp 2 Tetrahedral sp 3 4 Square planar dsp 2 Trigonal bipiramidal dsp 3 5 Square pyramidal dsp 3 6 Oktahedral d 2 sp 3 8

27 9 Dalam pembentukan kompleks, ion pusat harus menyediakan orbital kosong sebanyak ligan yang terkoordinasi untuk ditempati pasangan elektron bebas dari ligan. Misalnya kompleks Fe(III) dengan C 1- yang membentuk geometri oktahedral seperti ditunjukkan oleh Gambar 8. Menurut teori ikatan valensi, Fe(III) harus menyediakan 6 orbital kosong untuk ditempati pasangan elektron bebas dari C 1- seperti diilustrasikan oleh Gambar 8, orbital tersebut adalah dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p. Ditinjau dari bentuk dan energi, orbital 3d, orbital 4s dan orbital 4p berbeda. Akan tetapi penggabungan dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p menghasilkan bentuk oktahedral, ini dapat terjadi karena dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p mengadakan hibridisasi d 2 sp 3 yang berbentuk oktahedral. Ion kompleks [Fe(C) 6 ] 3- disebut sebagai inner orbital complex karena orbital d yang dipakai lebih rendah daripada orbital s dan p dan ion kompleks dalam keadaan spin rendah. Fe [Ar] 3d 4s 4p Fe 3+ [Ar] 3d C 1- C 1- C 1- C 1- C 1- C 1- [Fe(C) 6 ] 3- [Ar] 3d 4s 4p elektron dari C 1- orbital d 2 sp 3 Gambar 8. Hibridisasi pada kompleks [Fe(C) 6 ] 3+ Contoh hibridisasi logam Cu(II) adalah pada kompleks [Cu(H 3 ) 4 ] +2 yang mempunyai bentuk geometri square planar. Menurut teori ikatan valensi, Cu(II) menyediakan 4 orbital kosong untuk ditempati pasangan elektron bebas dari H 3 seperti diilustrasikan oleh Gambar 9, orbital tersebut adalah satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua orbital 4p. Ditinjau dari bentuk dan energi, satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua orbital 4p berbeda. Akan tetapi penggabungan satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua orbital 4p menghasilkan bentuk square planar, ini dapat 9

28 10 terjadi karena satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua orbital 4p mengadakan hibridisasi dsp 2 yang berbentuk square planar. Cu [Ar] 3d 4s 4p Cu 2+ [Ar] 3d H 3 H 3 H 3 H 3 [Cu(H 3 )] 2+ [Ar] 3d 4s 4p elektron dari H 3 orbital hibrida dsp 2 Gambar 9. Hibridisasi pada kompleks [Cu(H 3 ) 4 ] 2+ Teori ikatan valensi mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat menjelaskan terjadinya warna-warna dalam kompleks dan adanya spektra elektronik senyawa kompleks. Maka untuk dapat menjelaskannya dibutuhkan teori medan kristal. b. Teori Medan Kristal Menurut teori medan kristal atau Crytal Field Theory(CFT), ikatan yang terjadi antara ion pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ionik, sehingga gaya-gaya yang terlibat hanya berupa gaya eletrostatik. Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan di sekelilingnya sedangkan medan gabungan dari ligan akan mempengaruhi elektron dari ion pusat. Pengaruh ligan tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan ligan dan kedudukan geometri ligan dalam kompleks. Kedudukan obital-orbital d ion logam terhadap sumbu x, diilustrasikan oleh Gambar 10. dan z Gambar10. Kontur Orbital d 10

29 11 2 Kedudukan orbital d z terkonsentrasi sepanjang sumbu z, sedangkan Orbital d 2 x - 2 y terkonsentrasi sepanjang sumbu x dan y dan kedudukan ketiga orbital d xy, d xz dan d yz terkonsentrasi diantara sumbu x, y dan z. Dalam keadaan bebas, kelima orbital ion logam mempunyai energi yang sama (tergenerasi), bila ligan mendekati ion pusat maka terbentuk medan ligan yang menyebabkan terjadinya pembelahan orbital-orbital d dengan tingkat energi yang berbeda atau dapat dikatakan mengalami splitting. 1) Kompleks Oktahedral Pada kompleks oktahedral, satu ion pusat sebagai pusat oktahedral dikelilingi oleh enam ligan yang terletak pada sumbu oktahedral dalam bidang kubik. Orbital d 2 z, d 2 x - 2 y yang berada pada sumbu oktahedral mengalami tolakan lebih besar dari pada d xy, d xz, d yz yang berada diantara sumbu oktahedral karena adanya tolakan dari ligan. Hal ini mengakibatkan pemisahan (splitting) orbital d, dimana orbital d 2 z dan d 2 x - 2 y (orbital e g ) mengalami kenaikan energi sedangkan orbital d xy, d xz, d yz (orbital t 2g ) mengalami penurunan energi (Huheey and Keither, 1993: ). Pembelahan orbital d pada kompleks oktahedral ditunjukkan oleh Gambar 11. Gambar 11. Pemisahan Orbital d Ion Logam Medan Oktahedral Setelah terjadi splitting atau pembelahan, orbital e g mempunyai energi yang lebih tinggi daripada t 2g. Pada pengisian elektron, orbital t 2g akan terisi terlebih dahulu daripada orbital e g. Perbedaan energi antara e g dan t 2g biasanya dinyatakan sebagai o atau 10 Dq. Karena pada pembelahan tidak terjadi 11

30 12 kehilangan energi, maka energi e g menjadi 0,6 Dq lebih tinggi sedangkan orbital t 2g menjadi 0,4 Dq lebih rendah daripada kompleks hipotesis. Besarnya o untuk bermacam-macam kompleks berkisar antara Kkal/mol. Energi sebesar 0,4 o disebut sebagai Cristal Field Stabilization Energy (CFSE) dari kompleks. CFSE dihitung dengan memberi harga 0,4 o untuk tiap elektron di orbital t 2g dan -0,6 o untuk tiap elektron di orbital e g. Contoh kompleks oktahedral adalah Kompleks [Cu(1,3,6,7- tetramethyllumazine) 2 (H 2 O) 2 ] 2-, atom Cu(II) sebagai ion pusat terletak ditengahtengah medan oktahedral dan dikelilingi oleh dua atom dan dua atom O dari 1,3,6,7-tetramethyllumazine dan dua atom O dari H 2 O, yang terletak pada sumbu oktahedral, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 12. H O H H 3 C O y H 3 C CH 3 O CH 3 Cu O H H H 3 C CH 3 O H 3 C O CH 3 x z Gambar 12. Struktur kompleks oktahedral [Cu(1,3,6,7-tetramethyllumazine) 2 (H 2 O) 2 ] 2- Pada kompleks Fe(III) pembelahan orbital d sangat bergantung pada kekuatan ligan yang terkoordinasi pada Fe(III). Apabila ligan yang digunakan adalah ligan lemah maka medan ligan akan menghasilkan pembelahan orbital d yang tidak terlalu besar. Jika keadaan ini terjadi, maka elektron-elektron berada dalam keadaan spin tinggi. Pada keadaan ini, menghasilkan peningkatan kestabilan total sama dengan nol. amun bila ligan yang digunakan adalah ligan 12

31 13 kuat maka orbital d akan mengalami pembelahan yang cukup besar dan menyebabkan energinya mengalami peningkatan kestabilan total sebesar 20 Dq. Jika keadaan ini terjadi maka elektron-elektron berada dalam keadaan spin rendah (Sukardjo, 1992: 31-51). 2) Kompleks Tetrahedral Koordinasi secara tetrahedral identik dengan koordinasi kubus, jika delapan ligan yang berada pada sudut-sudut kubus mendekati atom logam pusat maka ligan-ligan tersebut akan lebih dekat ke arah orbital t 2g daripada orbital e g sehingga energi orbital t 2g naik 4 Dq dan energi e g terstabilkan turun 6 Dq. Jadi, splitting orbital-orbital d dalam medan tetrahedral adalah kebalikan dari medan oktahedral seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 13. Gambar 13. Pemisahan Orbital d Ion Logam medan tetrahedral Jika empat ligan yang arahnya berseberangan (alternate) menjauhi dari sudut kubus maka ligan yang tetap berada pada sudut kubus akan membentuk struktur geometri tetrahedral disekitar ion logam. Secara kualitatif energi untuk kesimetrian tetrahedral sama dengan kubus tetapi splitting 10 Dq besarnya setengah dari besar kubus. Contoh kompleks tetrahedral adalah kompleks [Cu(qbsa) 2 ] dengan qbsa= -Quinolin-8-yl-benzenesulfonamid (Macias, Villa, Garcia, Castineiras, Borras and Marin, 2003:243). Ligan qbsa mendekati ion pusat secara tetrahedral, dimana arah pendekatan ligan-ligan tersebut tidak searah, baik dengan kelompok 13

32 14 orbital t 2g maupun dengan orbital e g walaupun demikian arah pendekatan ligan menuju ion pusat lebih dekat kepada orbital t 2g (d xy, d xz, d yz ) dibanding dengan orbital e g ( d x 2 -y 2 dan d z 2 ). Struktur kompleks ini ditunjukkan oleh Gambar 14. Cu O y O S O O S x z Gambar 14. Struktur kompleks tetrahedral [Cu(qbsa) 2 ] 3) Kompleks Square planar Apabila kedua ligan pada posisi trans pada kompleks oktahedral bergerak menjauh dari ion pusat, maka kompleks yang dihasilkan adalah kompleks oktahedral terdistorsi secara tetragonal. Distorsi seperti ini dinamakan distorsi Jahn-Teller. Distorsi Jahn-Teller terdapat pada bentuk oktahedral dimana orbital ion pusatnya terisi secara tidak simetris, yaitu seperti pada Tembaga(II) dengan konfigurasi d 9. Kedua ligan disepanjang sumbu z yang menjauhi ion pusat menyebabkan orbital d 2 z, d xz dan d yz terstabilkan dan energinya berkurang karena elektron-elektron yang terdapat pada orbital tersebut memperoleh tolakan yang lebih kecil dibandingkan dengan tolakan yang diperoleh dalam bentuk oktahedral. Berkurangnya energi orbital-orbital di atas, disertai dengan bertambahnya energi 2 orbital-orbital d 2 x -y dan d xy (Huheey and Keither, 1993: ; Miessler and Tar, 1991:349). Selanjutnya apabila kedua ligan di sepanjang sumbu z lepas maka menghasilkan struktur square planar (Gambar 15), seperti yang umumnya 14

33 15 terbentuk pada kompleks tembaga(ii). Pembelahan orbital d pada kompleks square planar dinotasikan sebagai sp (Gambar 16), yaitu energi pembelahan medan kristal square planar (Day and Selbin, 1985:396). Gambar 15. Distorsi kompleks oktahedral yang kemudian menjadi kompleks square planar Gambar 16. Pembelahan orbital d kompleks planar segiempat (Madan, 1987: 1362; Cotton, et al, 1995: 509) Salah satu contoh kompleks dengan bentuk geometri planar segiempat adalah kompleks [CuL 2 ], L=Troponolato. Pada kompleks ini atom pusat Cu 2+ dengan ligan troponolato (L) membentuk senyawa kelat dengan 4 atom oksigen yang terkoordinasi pada atom pusat tersebut seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 17. Serapan maksimum kompleks [Cu(troponolato) 2 ] berada pada 220, 252,9, 267, 387, 338 nm yang merupakan transisi π-π*, sedangkan serapan 15

34 16 maksimum pada daerah 316 nm adalah transisi transfer muatan ligan ke logam atau logam ke ligan (Hasegawa, et al, 1997: ). x O O Cu O O y Gambar 17. Struktur senyawa kompleks Cu(troponolato) 2 c. Teori Orbital Molekul Anggapan bahwa ikatan pada kompleks adalah ikatan ionik murni seperti dinyatakan dalam teori medan kristal ternyata tidak sesuai dengan fakta eksperimen (Huheey and Keither, 1993: 413). Hasil eksperimen mengenai besarnya energi yang dilepas bila kompleks terbentuk memberi petunjuk bahwa terdapat sifat ikatan kovalen dalam kompleks. Adanya ikatan kovalen pada kompleks dapat dijelaskan dengan teori orbital molekul. Seperti halnya orbital molekul pada molekul-molekul sederhana, pada kompleks juga terbentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul anti bonding (Sharpe, 1992: 473). Pada kompleks oktahedral yang digunakan untuk membentuk orbital molekul adalah enam orbital logam (orbital s, p x, p y, p z, d 2 x - 2 y, dan d 2 z ) dan enam orbital ligan (Sharpe, 1992 : 474). Orbital ligan yang simetrinya sesuai akan bertumpang tindih (overlap) dengan orbital logam, tumpang tindih orbital tersebut dapat membentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul antibonding. Tiga orbital d logam t 2g (d xy, d xz, d yz ) merupakan orbital nonbonding, yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t 1u dan orbital molekul antibonding t * 2 1u. Orbital d 2 x -y dan d 2 z membentuk orbital molekul bonding e 1g dan orbital molekul antibonding e * 1g. Orbital s membentuk orbital molekul bonding a 1g dan orbital molekul antibonding a * 1g (Huheey and 16

35 17 Keither, 1993: 396). octahedral ditunjukkan oleh Gambar 18. Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks t 1u * p x * p y * p z * antibonding p a 1g * e g * s a 1g t 1u d x 2 - y 2 d z 2 10 Dq d d x 2 - y 2 d z 2 d xy d xz dyz d xy d xz d yz t 2g nonbonding e g t 2g d x - y dz p x p y p z e g t 1u bonding orbital logam orbital molekul orbital ligan a 1g Gambar 18. Orbital Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Oktahedral Pada kompleks tetrahedral, lima orbital d logam terpisah menjadi dua kelompok yaitu orbital e (d 2 x - 2 y, dan d 2 z ) dan t 2 (d xy, d xz, d yz ). Orbital d 2 x y dan d z merupakan orbital nonbonding, e, yang tak terlibat pada pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t 2 dan orbital molekul antibonding t * 2. Orbital d xy, d xz, dan d yz membentuk orbital molekul bonding t 2 dan orbital molekul antibonding t * 2. Orbital s membentuk orbital molekul bonding a 1 dan orbital molekul antibonding a * 1 (Huheey and Keither, 1993: 396). Empat orbital ligan yang punya simetri sama dengan orbital molekul bonding dan orbital molekul antibonding. Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks tetrahedral ditunjukkan oleh Gambar

36 18 t 2 * p x * p y * p z * antibonding a 1 p t 2 * t 2 s a 1 d xy d xz d yz 10 Dq d e d 2 2 d xy d xz dyz x - y t 2 d z 2 d x 2 - y 2 d z 2 e nonbonding a 1 t 2 bonding d xy d xz d yz t 2 p x p y p z orbital logam orbital molekul orbital ligan Gambar 19. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul pada Kompleks Tetrahedral (Huheey and Keither, 1993 : 411). Pada senyawa kompleks square planar, diagram tingkat energi orbital molekulnya ditunjukkan oleh Gambar 20. Gambar 20. Diagram tingkat energi untuk senyawa kompleks Square Planar (Huheey, 1985 : 412) 18

37 19 Pendekatan teori orbital molekul dapat memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai antaraksi antara ligan dan ion logam. Orbital ligan kuat dan lemah memberikan interaksi yang berbeda terhadap orbital-orbital logam. Orbitalorbital ligan kuat memiliki interaksi yang sangat kuat dengan orbital logam. Interaksi yang sangat kuat tersebut menyebabkan jarak pembelahan antara kelompok orbital e* g dan t 2g besar ( o -nya juga besar). Pada orbital molekul ini, yang tidak terjadi adalah transisi elektron dari logam ligan (π*) yang melibatkan ikatan π juga disebut sebagai ikatan π balik (π back bonding) dimana densitas elektron dari orbital d dikembalikan lagi oleh logam ke ligan (π*) dikarenakan keruahan elektron. Ikatan π dari logam ligan meningkatkan kestabilan kompleks yang tinggi dan menyukai konfigurasi spin rendah (Miessler dan Tarr, 1991). Orbital-orbital ligan lemah lebih berinteraksi lemah dengan orbital logam. Hal ini disebabkan ligan-ligan menghasilkan harga o pembelahan kecil sehingga jarak pembelahan orbital-orbital e* g dan t 2g dari interaksi ligan-logam menjadi kecil. Pendeknya jarak ikatan antara kelompok orbital t 2g dan e* g menyebabkan kelima elektron dari Fe(III) menempati kelompok orbital t 2g dan e*. Kelima elektron ini tidak berpasangan semua. Kompleks tipe ini disebut kompleks spin tinggi. Pada orbital molekul ini terjadi transisi elektron dari ligan ke logam. Ikatan yang terjadi pada umumnya dapat memberikan kestabilan kompleks dan cenderung berada konfigurasi spin tinggi (Huheey and Keither, 1993). 4. Sifat Senyawa Kompleks a. Spektrum Elektronik Salah satu ciri utama dari senyawa kompleks adalah memiliki warna yang bervariasi. Warna ini disebabkan oleh adanya eksitasi elektron dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron yang tereksitasi ini menyerap energi, energi tersebut berbanding terbalik dengan panjang gelombang sinar yang diserap, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (1) (Miessler and Tarr, 1991 : ). _ h.c E = = h.c. ν (1) λ 19

38 20 Keterangan: E = energi (J) H = Konstanta Plank (6, Js) C = Kecepatan cahaya (2, m/s) λ = Panjang gelombang (m) 1/λ= ν _ = Bilangan gelombang (m -1 ) Elektron-elektron yang terlibat dalam pengabsorpsian cahaya oleh senyawa organik adalah: (1) elektron-elektron yang terlibat langsung dalam ikatan antar atom-atom, (2) elektron-elektron bebas/ tak berpasangan seperti oksigen, nitrogen, halogen, dan belerang. Unsur-unsur blok d menyerap sinar pada daerah sinar tampak dengan pita yang lebar, yang puncak spektranya dipengaruhi oleh lingkungan yang mengelilinginya, seperti konsentrasi larutan dan kestabilan kompleks (Hendayana, 1994: 148). Spesies yang mengabsorpsi dapat mengalami transisi meliputi transisi elektron σ, π, dan n, transisi elektron-elektron d dan f, dan transfer muatan. 1) Transisi yang meliputi elektron σ, π, dan n Jenis transisi ini terjadi pada molekul-molekul organik dan sebagian kecil anion anorganik. Molekul tersebut mengabsorpsi radiasi elektromagnetik karena adanya elektron valensi yang akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Pengabsorpsian energi pada tingkat-tingkat energi menyebabkan terjadinya transisi σ-σ*, n-π*, dan π-π* dimana π* dan σ* adalah orbital antiikatan sedang n adalah orbital yang tak berikatan. Transisi σ-σ* mempunyai daerah absorpsi di daerah UV vakum (<180 nm). Transisi σ-σ* terjadi pada panjang gelombang nm, sedangkan transisi n-π*, dan π-π* terjadi pada panjang gelombnag nm. transisi n-π* mempunyai absorpsitivitas molar L. cm -1 mol -1 sedangkan transisi π-π* mempunyai absorpsitivitas molar L. cm -1 mol -1 2) Transisi yang melibatkan elektron d Transisi d-d mempunyai pita lebar dan umumnya terdeteksi pada daerah tampak. 20

39 21 a. Spektrum Elektronik Kompleks Besi(III) Konfigurasi elektron besi(iii) isoelektronik dengan Mn(II), termasuk dalam sistem d 5, pada keadaan ground state medan lemah oktahedral masingmasing orbital d terisi satu elektron, dengan spin pararel sehingga dalam keadaan dasar term simbolnya 6 S. Spektrum yang teramati adalah konsekuensi dari transisi spin terlarang dan sangat lemah, seperti pada [Mn(H 2 O)] 2+ (Miessler and Tarr, 1991 : 332). Diagram tingkat Orgel yang menggambarkan eksitasi elektron besi(iii) dengan konfigurasi d 5 pada medan ligan oktahedral ditunjukkan oleh Gambar 21, yang enam transisinya adalah: 6 A 1g 4 T 1g (G) cm -1 atau 556 nm 6 A 1g 4 T 2g (G) cm -1 atau 435 nm 6 A 1g 4 E g, 4 A 1g (G) cm -1 atau nm 6 A 1g 4 T 2g (D) cm -1 atau 357 nm 6 A 1g 4 E g (D) cm -1 atau 339 nm Transisi pada 4 F dan 4 P tidak terlihat serapannya karena energinya jauh lebih besar dibanding dengan 4 G dan 4 D sehingga serapan transisi elektron yang terjadi tidak terlihat (serapan sangat kecil). 4 T 2g 4 F 4 T 1g 4 A 2g energi 4 D 4 P 4 G 4 T 1g 4 E g 4 T 2u 4 T 2g 4 E g, 4 A 1g 4 T 1g 4 S Daerah Medan Ligan Gambar 21. Diagram tingkat energi orgel untuk konfigurasi elektron d 5 dalam medan ligan oktahedral b. Spektrum Elektronik Kompleks Cu(II) Cu(II) memiliki konfigurasi elektron d 9 dan term simbol 2 D. Term 2 D dalam medan oktahedral maupun tetrahedral mengalami splitting menjadi dua 4 A 1g 21

40 22 tingkat energi yang ditunjukkan oleh diagram orgel pada gambar 22 (Sharpe 1992: 481). Energi T 2g E d 9 oktahedral d 1 tetrahedral d 1 oktahedral d 9 tetrahedral E T 2g Gambar 22. Pembelahan tingkat energi konfigurasi d 9 pada medan oktahedral (Sharpe 1992: 481). Unsur konfigurasi d 9 transisi yaitu 2 E g pada medan oktahedral hanya mempunyai satu 2 T 2g, karena hanya terdapat dua tingkat energi ( 2 E g dan 2 T 2g ) dan hanya satu absorbsi spin yang diperbolehkan dengan energi yang diserap setara dengan 10 Dq. Sebagai contoh kompleks [Cu(H 2 O) 6 ] 2+ hanya menunjukkan satu puncak serapan pada cm -1 dengan panjang gelombang 769,23 nm. 3) Transisi transfer muatan Transisi tranfer muatan adalah transisi elektronik dari molekul elektronik yang kaya elektron (basa lewis, donor) ke molekul miskin elektron (asam lewis, akseptor) (William Kemp, 1987: 211). Spektra dari transisi ini biasanya sangat kuat. Kompleks-kompleks yang meliputi yang mengalami transisi ini, misalnya [Fe(SC) 6 ] 3+, [Fe(o-phen) 3 ] 3+, [Fe 2+ Fe 3+ (C) 6 ] + (SM Khopkar, 1990: 204). Transisi d-d memberikan warna pucat bagi senyawa sedangkan transisi transfer muatan memberikan intensitas yang lebih kuat karena warna yang dihasilkan gelap (Jolly, 1991: 238). b Daya Hantar Listrik Kekuatan Medan Ligan Larutan elektrolit dapat menghantarkan aliran listrik, karena dalam larutan terdapat partikel-partikel bermuatan listrik yaitu ion-ion. Aliran listrik tidak lain adalah aliran elektron. Didalam larutan, elektron-elektron dibawa oleh ion-ion positif dan negatif (Sukardjo, 1992: 89). Daya hantar listrik (conductivity) larutan 22

41 23 elektrolit pada setiap temperatur tergantung pada ion-ion yang ada dan konsentrasi ion-ion tersebut. Apabila larutan suatu elektrolit diencerkan maka daya hantar listriknya akan turun karena ion yang berada dalam larutan per cm 3 membawa arus lebih sedikit. Daya hantar listrik larutan elektrolit dapat dinyatakan sebagai daya hantar listrik molar (molar conductivity) yang didefinisikan sebagai daya hantar yang ditimbulkan oleh satu mol zat, sesuai persamaan (2) (Atkins, 1990 : 303). Λ m = C k... (2) Keterangan : Λ m = daya hantar listrik molar (S.cm 2.mol -1 ) k = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S cm -1 ) C = Konsentrasi molar elektrolit (mol cm -3 ) Apabila satuan Λ adalah Scm 2.mol -1 dan satuan konsentrasi mol.l -1 maka persamaan (3) menjadi: 1000 k Λ m = (3) C keterangan: Λ m = daya hantar listrik molar (S.cm 2.mol -1 ) k = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S cm -1 ) C = Konsentrasi molar elektrolit (mol L -1 ) Jika daya hantar spesifik larutan merupakan daya hantar yang sudah terkoreksi (k*) dalam satuan μs.cm -1 maka daya hantar molar larutan elektrolit dapat ditulis sesuai persamaan (4). Λ m = k *. (4) 1000C keterangan: Λ m = daya hantar listrik molar (S.cm 2.mol -1 ) k* = daya hantar listrik spesifik terkoreksi (μs cm -1 ) = k k pelarut C = Konsentrasi molar elektrolit (mol L -1 ) 23

42 24 Pada senyawa kompleks, anion dapat terkoordinasi pada ion pusat maupun tidak terkoordinasi pada ion pusat. Perbandingan muatan anion dan kation yang terdapat dalam kompleks dapat diketahui dengan pengukuran konduktivitas dari larutan senyawa tersebut. Pengukuran konduktivitas ini memberikan informasi berapa banyak ion (kation dan anion) yang ada dalam larutan saat senyawa itu dilarutkan (Szafran, et al; 1991: ). c Spektroskopi Infra Merah Suatu molekul dapat menyerap energi infra merah apabila gerakan vibrasi dan rotasi dari molekul tersebut menghasilkan perubahan netto momen dwikutubnya, sehingga medan listrik bolak-balik dari sinar infra merah sama dengan frekuensi alamiah dari molekul tersebut maka sinar infra merah diserapmolekul (Silverstein, Bassler and Morril, 1986: 96). Daerah radiasi spektroskopi Infra Merah atau infrared spectroscopy (IR) berkisar pada bilangan gelombang cm -1, atau panjang gelombang 0, µm. Umumnya daerah radiasi IR terbagi dalam daerah IR dekat ( cm -1 ; 3,8-1,2 x Hz; 2,5-50 μm), daerah IR tengah ( cm -1 ; 0,012-6 x Hz; 0,78-2,5 μm), dan daerah IR jauh ( cm -1 ; 60-3 x Hz; μm). Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah cm -1 (12 2 x Hz; 2,5-1,5 µm). Daerah yang biasa disebut sebagai daerah IR tengah (Khopkar, 1990: 231). Daerah antara cm -1 (2,5 sampai kira-kira 7,1 μm) merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus-gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorpsi sinar infra merah yang disebabkan oleh modus uluran. Sedangkan daerah di sebelah kanan 1400 cm -1 sering kali sangat rumit karena baik uluran maupun tekukan dapat mengakibatkan absorpsi sinar infra merah. Dalam daerah ini biasanya korelasi antara suatu pita serapan dan suatu gugus fungsional secara spesifik tidak dapat disimpulkan, namun tiap senyawa organik mempunyai serapannya yang khas. Oleh karena itu bagian spektrum sebelah kanan 1400 cm -1 disebut daerah sidik jari (finger print region) (Fessenden dan Fessenden, 1984: 317). 24

43 25 Frekuensi vibrasi ulur antara dua atom dan ikatan yang menghubungkannya dapat dihitung berdasarkan hukum Hooke yang ditunjukkan oleh persamaan (5) (Kemp, 1987: 18-19). 1/2 1 k ν =..(5) 2π m 1.m2/(m11 + m2) keterangan: ν = frekuensi (detik -1 ) k = tetapan gaya ikatan (m -1 ) m 1 dan m 2 = massa dau atom (g) Gugus yang dapat menyerap sinar infra merah antara lain: 1) Karbon itrogen pada Amina Gugus C- siklik mempunyai vibrasi ulur pada cm -1 (Silverstain, dan Morril, 1986). Gugus C= pada rantai siklik mempunyai serapan pada daerah cm -1 (Alzuet et al, 1998: 317). 2) Karbon-Hidrogen pada metil Vibrasi tekuk gugus CH 3 terletak pada daerah cm -1 dan cm -1, sedangkan vibrasi ulur aromatik CH 3 berada pada daerah cm -1 (Silverstein et al, 1986: 135). 3) Hidrogen-Oksigen pada fenol Gugus OH pada fenol mempunyai vibrasi ulur simetri dengan serapan tajam pada daerah 3600 cm -1 dan vibrasi ulur keadaan melebar pada daerah 3331 cm cm -1 (Silverstein, et al, 1986 : 110). 4) Vibrasi C-C aromatik Gugus C-C aromatik menunjukkan 2 atau 3 pita yang terlihat pada daerah sekitar 1600 cm -1 (Kemp, 1987). Serapan gugus fungsi pada ligan bebas akan mempunyai serapan yang berbeda dengan serapan senyawa kompleks. Sebagai contoh kompleks [Sn(8-hidroksikuinolin) 2 ] mempunyai serapan gugus C= pada 1500 cm -1 sedangkan pada ligan bebasnya terletak pada 1508 cm -1 dan serapan gugus C-O 25

44 26 ligan bebasnya muncul pada 1100 cm -1 sedangkan pada kompleksnya terletak pada 1108 cm -1 (Alafandy, et al, 1997 : ). d. Sifat Magnetik Logam transisi setidaknya mempunyai satu tingkat oksidasi dengan d atau f yang belum terisi elektron. Karena spin elektron menyebabkan medan magnet, maka sifat magnetik dari logam transisi bisa digunakan untuk menentukan tingkat oksidasi, konfigurasi elektronik dan lain-lain. Beberapa senyawa logam transisi mempunyai satu atau lebih elektron tak berpasangan, karenanya mempunyai sifat paramagnetik. Jumlah elektron tak berpasangan pada logam menentukan harga momen magnetik (µ). Momen magnetik efektif dapat dihitung dari harga kerentanan magnetik (Magnetic Susceptibility), X g yang diukur dengan eraca Kerentanan Magnetik atau Magnetic Susceptibility Balance (MSB). ilai X g ini diubah menjadi nilai kerentanan magnetik molar, X M dan selanjutnya ini dikoreksi terhadap faktor diamagnetik, X L, dari ion logam, ligan dan anion, sehingga didapatkan nilai kerentanan magnetik yang terkoreksi, X A (Szafran, Pike, dan Singh, 1991: 49-51). Hubungan nilai momen magnetik (µ eff ) dengan kerentanan magnetik terkoreksi (X A ) ditunjukkan oleh persamaan 6. μ eff X 2 A.T 1/2 3k =...(6) β Subsitusi nilai dan k menghasilkan persamaan (7) [ ] 1/2 μ =.(7) eff 2,828 X A.T Keterangan: = Tetapan Avogadro (6,022 x mol -1 ) k = Tetapan Boltzman (1,381 x erg. det -1 ) β = Konversi Bohr Magneton (9,273 x erg.gauss -1 ) T = Suhu ( o K) Hubungan nilai momen magnetik spin (µ s ) uatu senyawa dengan banyak elektron yang tidak berpasangan dinyatakan dalam persamaan (8) (Jolly, 1991: ). 26

45 27 [ n( n )] 1/2 μ = +..(8) s 2 keterangan: µ s = Momen magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron (Bohr Magneton) n = Jumlah elektron yang tidak berpasangan Dari persamaan (6), terlihat bahwa nilai momen magnetik bergantung pada jumlah elektron yang tidak berpasangan. ilai µ s dari senyawa kompleks besi(iii) pada umumnya mendekati 5,92 BM pada suhu ruangan jika dalam keadaan spin tinggi dan 1,73 BM pada spin rendah (Lee, 1994: 669). e. Differential Thermal Analysis (DTA) Analisis thermal didefinisikan sebagai pengukuran sifat fisika dan kimia dari material sebagai fungsi temperatur. Differential Thermal Analysis (DTA) mengukur perbedaan temperatur (T) antara sampel dengan material pembanding inert (alumina, aluminium, silikon karbida dan gelas), jika temperatur keduanya dinaikkan dengan kecepatan yang sama dan konstan. Panas yang ditambahkan kemudian dicatat dan perubahan ini sebagai konsekuensi dari proses yang terjadi pada sampel yaitu eksotermis atau endotermis (Skoog, 1998 : 803). Prinsip kerja DTA yaitu apabila temperatur sampel dan zat pembanding dipanaskan pada temperatur konstan maka zat pembanding akan mengalami kenaikan temperatur sesuai dengan kenaikan temperatur yang mengenainya, sementara itu pada sampel akan terjadi kenaikaan suhu atau penurunan temperatur pada batas tertentu sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada sampel. Jika perubahan pada sampel telah sempurna maka temperatur sampel akan konstan kembali, seiring dengan zat pembandingnya. Ketika peristiwa yang terjadi adalah eksotermal, maka panas akan dilepaskan oleh sampel sehingga dalam sampel akan terjadi kenaikan temperatur yang ditandai dengan suatu puncak maksimum pada kurva DTA. Sedang apabila perubahan yang terjadi pada sampel adalah proses endotermal maka akan terjadi penyerapan panas oleh sampel yang ditandai dengan penurunan temperatur dari sampel sehingga kurva DTA yang diperoleh adalah sebagai puncak minimum (Currell, 1987 : 117 ). 27

46 28 B. Kerangka Pemikiran Suatu kompleks dapat terbentuk jika terjadi ikatan kovalen koordinasi antara suatu kation atau logam yang mempunyai orbital kosong dengann molekul netral atau anion yang mempunyai atom donor elektron. Senyawa 8-hidroksikuinolin mempunyai dua atom donor elektron, yaitu atom O pada gugus C-O dan tersier pada rantai siklisnya sedangkan tembaga(ii) dan besi(iii) mempunyai orbital d yang masih kosong. Hal ini membuat kompleks 8-hidroksikuinolin dengan tembaga(ii) dan besi(iii) dapat terbentuk. Adanya dua atom donor elektron membuat 8-hidroksikuinolin dapat membentuk kompleks dengan besi(iii) dan tembaga(ii) dengan beberapa kemungkinan atom/gugus yang dapat terkoordinasi pada ion pusat(logam) tetapi ligan-ligan mulltidentat yang tidak terlalu besar cenderung membentuk struktur bidentat (kelat). Pembentukkan kompleks kelat biasanya memberikan kestabilan kompleks yang relatif tinggi akibat penurunan entropi yang signifikan. Berdasarkan kompleks [Sn(8-hidroksikuinolin) 2 ] yang telah disintesis dari SnCl 2.2H 2 O dan 8-hidroksikuinolin oleh Alafandy, et al, (1997) menunjukkan kompleks yang terbentuk adalah kompleks kelat dan atom oksigen terkoordinasi pada atom pusat dalam bentuk anion (ligan mengalami deprotonasi pada gugus OH). Hal ini didukung dengan pergeseran serapan gugus C=, gugus OH dan gugus C-O pada spektra IR-nya. Dengan demikian kemungkinan ikatan koordinasi yang terjadi antara 8-hidroksikuinolin dengan tembaga(ii) dan besi(iii) ditunjukkan oleh Gambar Cu O 3+ Fe O Gambar 23. Kemungkinan ikatan koordinasi antara 8-hidroksikuinolin dengan logam Cu 2+ dan Fe 3+ 28

47 29 C. Hipotesis 1. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) dapat disintesis dengan cara mencampurkan tembaga(ii) dan besi (III) dengan 8-hidroksikuinolin dengan perbandingan tertentu. 2. Karakteristik kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe (III)-(8- hidroksikuinolin) antara lain: a. Kemungkinan formula kompleks tembaga(ii) dengan ligan 8-hidroksikuinolin adalah Cu(L) 2 (H 2 O) n (n = 0, 1, 2, 3, 4, 5, atau 6) sedangkan formula besi(iii) dengan 8-hidroksikuinolin adalah Fe(L) 3 (H 2 O) n (n = 0, 1, 2, 3, 4, 5, atau 6). b. Spektra elektronik kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)- (8-hidroksikuinolin) mempunyai puncak serapan lebih dari satu sebagai hasil transisi transfer muatan dari ligan ke logam, transisi π- π* ligan dan transisi d-d logam. c. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) bersifat paramagnetik. d. Pada spektra IR kompleks terjadi pergeseran puncak serapan pada gugus C= dan gugus C-O dari 8-hidroksikuinolin yang mengindikasikan terkoordinasinya kedua gugus tersebut pada atom pusat. 29

48 BAB III METODOLOGI PEELITIA A. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dibuat dengan mereaksikan ligan 8-hidroksikuinolin dengan CuSO 4.5H 2 O dalam pelarut metanol dan kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) dibuat dengan mereaksikan ligan 8-hidroksikuinolin dengan FeCl 3.6H 2 O dalam pelarut metanol. Karakterisasi kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)-(8- hidroksikuinolin) dilakukan dengan pengukuran terhadap rendemen, spektrum UV-Vis, kadar logam, keberadaan molekul H 2 O, spektra IR, daya hantar listrik dan sifat magnetik senyawa kompleks. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama enam belas bulan yaitu bulan Agustus 2005 ovember Sintesis senyawa kompleks dilakukan Sub. Laboratorium Anorganik Laboratorium FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Penentuan kadar Fe dan Cu dalam kompleks, analisis DTA, pengukuran daya hantar listrik dan pengukuran momen magnet dilakukan di Sub. Laboratorium Kimia Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta sedangkan analisis kompleks dengan FTIR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Kimia Universitas Gajah Mada Yogyakarta. C. Alat dan Bahan yang Digunakan 1. Alat a. Peralatan gelas pyrex b. Magnetik Susceptibility Balance (MSB) AUTO Sherwood Scientific c. Spektrofotometer UV-Vis Double Beam Shimadzu PC 1601 d. Konduktivitimeter 4071 CE Jenway e. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA

49 31 f. Spektrofotometer FTIR Perkin Elmer 2000 g. Pengaduk magnetik Haeidholp M1000 Germany h. eraca Analitik Shimadzu AEL-200 i. Differential Thermal Analyzer Shimadzu DTA-50 j. Desikator 2. Bahan Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki derajat kemurnian proanalisis (pa). e. FeCl 3.6H 2 O (Merck). b. CuSO 4.5H 2 O Merck). c. 8-hidroksikuinolin (Merk) d. Metanol (Merck) e. Asam Klorida (HCl) pekat 37% (Merck) f. Akuades g. Kertas saring 31

50 32 D. Prosedur Percobaan 1. Skema Percobaan Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap seperti ditunjukkan oleh Gambar 24 dan 25 : FeCl 3.6H 2 O dalam pelarut metanol Ligan 8-hidroksikuinolin dalam pelarut metanol Endapan dan Filtrat 1. Diaduk selama 1 jam 2. Didiamkan selama 24 jam Penyaringan Endapan filtrat 1. Dicuci dengan metanol 2. Pengeringan dalam desikator Senyawa Kompleks 1. Pengukuran kadar besi 2. Pengukuran dengan DTA 3. Pengukuran daya hantar listrik 1. Pengukuran momen magnet 2. Pengukuran spektra UV-VIS 3. Pengukuran spektra IR FORMULA SEYAWA KOMPLEKS SIFAT SEYAWA KOMPLEKS Gambar 24. Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin 32

51 33 CuSO 4.5H 2 O dalam pelarut metanol Ligan 8-hidroksikuinolin dalam pelarut metanol 1. Diaduk selama 1 jam 2. Didiamkan selama 24 jam Endapan dan Filtrat Penyaringan Endapan filtrat 1. Dicuci dengan metanol 2. Pengeringan dalam desikator Senyawa Kompleks 1. Pengukuran kadar besi 2. Pengukuran dengan DTA 3. Pengukuran daya hantar listrik 1. Pengukuran momen magnet 2. Pengukuran spektra UV-VIS 3. Pengukuran spektra IR FORMULA SEYAWA KOMPLEKS SIFAT SEYAWA KOMPLEKS Gambar 25. Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Cu(II) dengan 8-hidroksikuinolin 33

52 34 2. Sintesis Kompleks a. Sintesis kompleks besi(iii) dengan 8-hidroksikuinolin FeCl 3.6H 2 O (0,270 gram; 1 mmol) dalam metanol (5 ml) ditambahkan pada 8-hidroksikuinolin (0,435 gram ; 3 mmol) dalam metanol (15 ml), diaduk selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam. Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan metanol kemudian dikeringkan dalam desikator selama 24 jam. b. Sintesis kompleks tembaga(ii) dengan 8-hidroksikuinolin CuSO 4.5H 2 O (0,250 gram; 1 mmol) dalam metanol (5 ml) ditambahkan pada 8-hidroksikuinolin (0,290 gram ; 2 mmol) dalam metanol (15 ml), diaduk selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam. Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan metanol kemudian dikeringkan dalam desikator selama 24 jam. 3. Penentuan Kadar Cu dan Fe dalam kompleks a. Kompleks Cu(II) (8-hidroksikuinolin) Seri larutan standar dibuat dari larutan induk logam Cu(II) masing-masing dengan konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Masing-masing larutan standar diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang gelombang maksimumnya dan dibuat kurva kalibrasi absorbansi vs konsentrasi. Sejumlah sampel senyawa kompleks Cu(II) (8-hidroksikuinolin) (1,4 mg, 2,6 mg dan 2,1 mg) dilarutkan dalam HCl 0,1 M sampai volumenya 50 ml. Larutan sampel diperkirakan berkonsentrasi antara 0-10 ppm kemudian diukur absorbansinya. Hasil pengukuran absorbansi sample diestrapolasi terhadap kurva kalibrasi standart, kadar Cu dalam kompleks dapat ditentukan. b. Kompleks Fe(III) (8-hidroksikuinolin) Seri larutan standar dibuat dari larutan induk logam Cu(II) masing-masing dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Masing-masing larutan standar diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang gelombang maksimumnya dan dibuat kurva kalibrasi absorbansi vs konsentrasi. Sejumlah sampel senyawa kompleks Fe(III) (8-hidroksikuinolin)(1,1 mg, 1,4 mg dan 10 mg) dilarutkan dalam HCl 0,1 M sampai volumenya 50 ml. Larutan sampel diperkirakan berkonsentrasi antara 0-5 ppm kemudian diukur 34

53 35 absorbansinya. Hasil pengukuran absorbansi sampel diestrapolasi terhadap kurva kalibrasi standart, kadar Fe dalam kompleks dapat ditentukan. 4. Pengukuran Momen Magnet Senyawa kompleks padat yang terbentuk yang akan ditentukan harga kemagnetannya dimasukan dalam tabung kosong, diukur tinggi sampel dalam tabung dengan tinggi 1,5 4,5 cm dan ditimbang beratnya dalam satuan gram. Harga momen magnet diukur dengan menggunakan magnetig subsubility balance. 5. Pengukuran Spektra Elektronik Kompleks Cu-(8-hidroksikuinolin) dan kompleks Fe-(8-hidroksikuinolin) dilarutkan dalam pada metanol, pada konsentrasi 10-3 M sampai 10-4 M. Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer UV-VIS double beam pada daerah UV dan tampak. 6. Pengukuran Spektra Infra Merah Kompleks (1mg) dibuat pelet dengan KBr kering (300 mg), diukur spektrumnya dengan spektrofotometer FTIR pada daerah cm Pengukuran dengan Differensial Thermal Analyzer (DTA) Pengukuran DTA dilakukan dengan menempatkan sejumlah sample kompleks (10-30 mg) pada perangkat sampel DTA (platina) dan dianalisis pada temperatur C. 8. Pengukuran Daya Hantar Listrik Zat standar (CuSO 4.5H 2 O, CuCl 2.2H 2 O, dan FeCl 3.6H 2 O) dan sample dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi yang sama yaitu 10-3 M kemudian diukur daya hantar listriknya dengan konduktivitimeter. E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Analisis data meliputi tahap awal sintesis kompleks Cu(II) dan Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin. Setelah itu dilakukan karakterisasi masing-masing kompleks. Data hasil diolah secara non statistik. Pembentukan kompleks dilihat dari adanya pergeseran spektra elektronik kompleks Cu(II) dan Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin. Adanya gugus fungsi 35

54 36 ligan yang terikat pada ion logam diperkirakan dari serapan infra merah dengan cara membandingkan spektra infra merah ligan bebas dan serapan infra merah dari kompleks. Serapan gugus fungsi ligan akan bergeser jika terkoordinasi pada ion pusat logam. Formula senyawa kompleks diperoleh dari hasil analisis SSA yang prosentasenya mendekati perhitungan secara teori. Perbandingan kation dan anion senyawa kompleks diketahui dengan cara membandingkan daya hantar listrik larutan senyawa kompleks dengan daya hantar listrik larutan standar dan adanya molekul H 2 O dalam kompleks diperkirakan dengan DTA. Momen magnetik senyawa kompleks diketahui dari harga kerentanan magnetik per gram (xg). momen magnet yang dapat menunjukkan banyaknya elektron yang tidak berpasangan dan kompleks berada pada spin rendah atau tinggi. 36

55 BAB IV HASIL DA PEMBAHASA A. Sintesis Senyawa Kompleks 1. Sintesis Kompleks Cu(II) Dengan 8-hidroksikuinolin Sintesis kompleks dilakukan dengan mencampurkan CuSO 4.5H 2 O dan ligan 8-hidroksikuinolin (L) dalam metanol dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 2. Reaksi CuSO 4.5H 2 O dengan 8-hidroksikuinolin menghasilkan endapan yang berwarna hijau kecoklatan (0,275 gram; 67,530%), perhitungan selengkapnya pada lampiran 1. Indikasi terbentuknya kompleks Cu(II )-(8-hidroksikuinolin) ditandai oleh adanya perubahan spektra elektronik CuSO 4.5H 2 O yang merupakan bahan awal dalam sintesis kompleks ini, seperti ditunjukkan oleh Gambar nm a b b nm b Gambar 26. Spektra Elektronik (a) CuSO 4.5H 2 O (b) Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dalam metanol Gambar 26 menunjukkan kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) mempunyai spektra elektronik yang berbeda dengan spektra elektronik CuSO 4.5H 2 O maupun spektra elektronik ligan 8-hidroksikuinolin (Gambar 27). Pada spektra kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) muncul tiga puncak serapan yang kuat pada 316,5 nm, 333,5 nm dan 388,5 nm dan satu puncak serapan yang lemah pada 605,0 nm, sedangkan CuSO 4.5H 2 O mempunyai satu puncak serapan yang lemah pada 819,0 nm. Hal ini mengindikasikan terbentuknya kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin). a a 37

56 38 Gambar 27. Spektra Elektronik 8-hidroksikuinolin dalam metanol 2. Sintesis Kompleks Fe(III) Dengan 8-hidroksikuinolin Sintesis komplek Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) dilakukan dengan cara yang sama dengan sintesis kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) yaitu dengan mencampurkan FeCl 3. 6H 2 O dan ligan 8-hidroksikuinolin (L) dalam metanol dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 3. Reaksi FeCl 3. 6H 2 O dengan 8-hidroksikuinolin menghasilkan endapan yang berwarna hitam (0,382 gram; 72,410%), perhitungan selengkapnya pada lampiran 1. Indikasi terbentuknya komplek Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) ditandai dengan adanya perubahan spektra elektronik FeCl 3.6H 2 O yang merupakan bahan awal dalam sintesis kompleks ini, seperti ditunjukkan oleh gambar 28. b a Gambar28. Spektra Elektronik (a) FeCl 3.6H 2 O dan (b) Fe(III)(8-hidroksikuinolin) dalam metanol. 38

57 39 Gambar 28 menunjukkan kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) mempunyai spektra elektronik yang berbeda dengan spektra elektronik FeCl 3.6H 2 O maupun spektra elektronik ligan 8-hidroksikuinolin. Pada spektra kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) muncul puncak-puncak serapan yang kuat pada 310 nm, 359,5 nm, 453,5 nm dan 576,5 nm, sedangkan spektra FeCl 3.6H 2 O mempunyai puncak serapan yang relatif lebih lemah pada pada 355 nm. Hal ini mengindikasikan terbentuknya kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin). B. Perkiraan Formula Kompleks Formula kompleks 8-hidroksikuinolin dengan ion Cu 2+ dan Fe 3+ diperkirakan dari pengukuran kadar logam (besi dan tembaga) dalam kompleks dengan AAS, identifikasi H 2 O dengan DTA dan pengukuran daya hantar listrik dengan konduktivitimeter. 1. Pengukuran Kadar Logam dalam Kompleks Hasil pengukuran kadar besi dan tembaga dalam kompleks ditunjukkan oleh Tabel 2, sedangkan kadar besi dan tembaga dalam kompleks secara teoritis pada berbagai komposisi ditunjukkan oleh Tabel 3 dan 4 (data dan perhitungan selengkapnya pada lampiran 2). Tabel 2. Kadar Logam dalam Kompleks o Kompleks % Logam 1 Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) (15,51± 0,4)% 2 Fe(III)-(8-Hidrosksi Kuinolin) (10,59± 0,3)% Tabel 3. Kadar besi dalam kompleks besi(iii) dengan 8-hidroksikuinolin pada beberapa komposisi secara Teoritis o Formula Kompleks Mr % Cu 1. Fe(8-hidroksikuinolin) 3 491,317 11,38 2. Fe(8-hidroksikuinolin) 3 H 2 O 509,332 10,96 3. Fe(8-hidroksikuinolin) 3 (H 2 O) 2 527,347 10,59 4. Fe(8-hidroksikuinolin) 3 (H 2 O) 3 545,362 10,24 5. Fe(8-hidroksikuinolin) 3 (H 2 O) 4 563,377 9,91 6. Fe(8-hidroksikuinolin) 3 (H 2 O) 5 581,392 9,60 7. Fe(8-hidroksikuinolin) 3 (H 2 O) 6 599,407 9,31 39

58 40 Tabel 4. Kadar tembaga dalam kompleks tembaga(ii) dengan 8-hidroksikuinolin pada beberapa komposisi secara teoritis o Formula Kompleks Mr % Cu 1. Cu(8-hidroksikuinolin) 2 353,872 17,96 2. Cu(8-hidroksikuinolin) 2.H 2 O 371,887 17,09 3. Cu(8-hidroksikuinolin) 2 (H 2 O) 2 389,902 16,30 4. Cu(8-hidroksikuinolin) 2 (H 2 O) 3 407,917 15,58 5. Cu(8-hidroksikuinolin) 2 (H 2 O) 4 425,932 14,92 6. Cu(8-hidroksikuinolin) 2 (H 2 O) 5 443,947 13,76 7. Cu(8-hidroksikuinolin) 2 (H 2 O) 6 461,962 13,24 Formula kompleks ditentukan dengan membandingkan kadar logam hasil eksperimen (Tabel 2) dengan kadar logam secara teoritis (Tabel 3 dan Tabel 4). Dari perbandingan tersebut dapat diperkirakan bahwa formula kompleks untuk Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) adalah Cu(8-hidroksikuinolin) 2 (H 2 O) 3, sedangkan formula kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) adalah Fe(8-hidroksikuinolin) 3 (H 2 O) 2. a. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) 2. Identifikasi H 2 O dalam Kompleks Hasil pengukuran DTA untuk CuSO 4.5H 2 O ditunjukkan oleh Gambar 29 sedangkan kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) oleh Gambar 30. Gambar 29. Termogram DTA kompleks CuSO 4. 5H 2 O 40

59 41 Pada termogram CuSO 4.5H 2 O yang ditunjukkan oleh Gambar 29 muncul tiga puncak endotermis pada 105,30 0 C, 130,09 0 C dan 266,87 0 C. Puncak endotermis di dekat titik didih air (100 0 C) pada 105,30 0 C dan 130,09 0 C menunjukkan lepasnya molekul H 2 O dari CuSO 4.5H 2 O terjadi dalam dua tahap. Pada 266,87 0 C diperkirakan CuSO 4.5H 2 O terdekomposisi. Gambar 30. Termogram DTA kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) Gambar 30 menunjukkan dua puncak endotermis pada 118,46 0 C dan 237, 52 0 C. Puncak endotermis di dekat titik didih air (100 0 C) pada 118,46 0 C mengindikasikan adanya molekul H 2 O yang lepas dari kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin), sedangkan puncak pada 237,52 0 C diperkirakan kompleks terdekomposisi. b. Kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) Hasil pengukuran DTA FeCl 3.6H 2 O ditunjukkan oleh Gambar 31 sedangkan kompleks Fe(II)-(8-hidroksikuinolin) oleh Gambar 32. Gambar 31. Termogram DTA FeCl 3.6H 2 O 41

60 42 Pada Gambar 31 tampak dua puncak endotermis pada 137,00 0 C dan 236,90 0 C. Puncak endotermis di dekat titik didih air (100 0 C) pada 137,00 0 C menunjukkan lepasnya molekul H 2 O dari FeCl 3.6H 2 O. Puncak pada 236,90 0 C diperkirakan FeCl 3.6H 2 O terdekomposisi. Gambar 32. Termogram DTA kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) Gambar 32 menunjukkan dua puncak endotermis pada 105,38 0 C dan 269,96 0 C. Munculnya puncak endotermis di dekat titik didih air (100 0 C) pada 105,38 0 C mengindikasikan adanya molekul H 2 O dalam kompleks Fe(III)-(8- hidroksikuinolin), sedangkan puncak pada 269,96 0 C diperkirakan kompleks terdekomposisi. 3. Pengukuran Daya Hantar Listrik Hasil pengukuran daya hantar listrik terhadap larutan sampel dan standar dalam metanol ditunjukkan oleh Tabel 5. Perhitungan daya hantar listrik secara lengkap terdapat pada lampiran 5. Tabel 5. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Senyawa Kompleks dalam Metanol o Λ * m Perbandingan Larutan (S cm 2.mol -1 ) Kation : Anion 1. Metanol 0-2. CuSO 4.6H 2 O 5 1 : 1 3 CuCl 2.2H 2 O : 1 4 FeCl 3.6H 2 O : 1 5 Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) 0-6 Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) 0-42

61 43 Tabel 5 menunjukkan bahwa kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) mempunyai hantaran molar sebesar 0 S cm 2.mol -1. Hal ini mengindikasikan kompleks bersifat non elektrolit, yang berarti tidak ada anion bebas dalam kompleks dan ligan 8-hidroksikuinolin terkoordinasi pada atom pusat dalam bentuk anion. Dengan demikian formula kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)(H 2 O) 3 adalah [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O dan kompleks Fe(III)(8-hidroksikuinolin) 3 (H 2 O) 2 adalah [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O. C. Karakterisasi Kompleks 1. Sifat Kemagnetan Harga momen magnet efektif (µ eff ) kompleks [Cu(8- hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O dan [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O ditunjukkan oleh Tabel 6 (Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 4). Tabel 6. Harga Momen Magnet Efektif (µ eff ) Kompleks [Cu(8- hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O dan [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ].2H 2 O o Kompleks Mr µ eff rata-rata 1 [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O 407,917 1,85(0,02) 2 [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O 527,347 2,65(0,01) Tabel 6 menunjukkan harga momen magnet efektif (µ eff ) kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O berada pada daerah 1,83-1,87 BM), yang berarti kompleks bersifat paramagnetik dan tidak ada ikatan antara Cu-Cu. Adanya ikatan Cu-Cu dapat mengakibatkan kompleks bersifat diamagnetik dengan harga momen magnet efektif (µ eff ) lebih kecil µ s (1,73 BM) (Zvi and Ronald, 1991: 53). Harga momen magnet efektif (µ eff ) kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O berada pada daerah 2,64 2,66 BM, ini menunjukkan bahwa kompleks Fe bersifat paramagnetik dengan satu elektron yang tidak berpasangan, yang berarti 8-hidroksikuinolin merupakan ligan kuat. Ligan yang kuat akan menyebabkan pembelahan orbital e g dan t 2g yang besar sehingga harga 0 besar dan elektron pada orbital d lebih menyukai berpasangan (spin rendah). 43

62 44 2. Spektra Elektronik Panjang gelombang maksimum (λ maka ) dan absortivitas molar (ε) CuSO 4.5H 2 O, 8-hidroksikuinolin, [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O, FeCl 3.6H 2 O dan [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O ditunjukkan oleh Tabel 7 (perhitungan selengkapnya pada lampiran 3). Tabel 7 Panjang Gelombang maksimum (λ maks ), Absorbansi (A) dan Absortivitas Molar (ε) untuk 8-hidroksikuinolin, CuSO 4.5H 2 O, [Cu(8- hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O, FeCl 3.6H 2 O dan [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O o Kompleks Mr λ maks (nm) A ε (L.mol -1.cm -1 ) 1. CuSO 4.5H 2 O 249,70 819,00 0, , FeCl 3.6H 2 O 270,35 355,00 0, , hidroksikuinolin 145, ,00 0, ,65 4. [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ]. 3H 2 O 5. [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O 407, , ,00 0, , , , ,23 388, , , ,85 359, ,38 453, ,46 576, ,69 Tabel 7 menunjukkan kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O mempunyai tiga puncak serapan yang kuat yang ditandai dengan harga absortivitas molar (ε) besar (> 1000 L.mol -1.cm -1 ), yaitu pada 316,5 nm, 333,5 nm, 388,5 nm dan satu puncak serapan yang lemah dengan harga absortivitas molar (ε) yang kecil, yaitu pada 605,0 nm. Puncak serapan pada 316,5 nm, 333,5 nm, dan 388,5 nm diperkirakan merupakan hasil transisi π - π * ligan 8-hidroksikuinolin dan transisi transfer muatan ligan ke logam. Puncak pada 316 nm yang tidak muncul pada spektra ligan bebas maupun logam bebasnya dimungkinkan adalah hasil transisi transfer muatan ligan ke logam. Hal yang 44

63 45 serupa terjadi pada kompleks [Cu(tropolonato) 2 ] yang mempunyai puncak serapan pada daerah 316 nm yang merupakan hasil transisi transfer muatan intramolekuler ligan ke logam (Hasegawa, et al, 1997: ). Puncak serapan pada 333,5 nm dan 388,50 nm merupakan transisi π - π * dari ligan seperti yang ditunjukkan pada spektra ligan 8-hidroksikuinolin bebas (Gambar 27) yang mempunyai dua puncak serapan hasil transisi π - π * pada 309 nm dan 318 nm. Puncak serapan ini bergeser kearah panjang gelombang yang lebih besar setelah terbentuk kompleks. Pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih besar ini menunjukkan terjadinya pergeseran batokromik yang disebabkan perubahan tingkat energi n, π dan π * akibat terkoordinasinya ligan pada ion logam. Sedangkan puncak lemah pada 605,0 nm dengan harga absortivitas molar (ε) relatif kecil bila dibandingkan dengan absortivitas molar (ε) puncak yang lain diperkirakan merupakan hasil transisi d-d, yaitu transisi 2 E g 2 T 2g yang mengalami pergeseran kearah panjang gelombang yang lebih kecil bila dibanding transisi yang sama dari CuSO 4.5H 2 O (819 nm). Hal ini mengindikasikan bahwa ligan 8-hidroksikuinolin lebih kuat daripada H 2 O. Transisi 2 E g 2 T 2g yang merupakan 10 Dq untuk kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O adalah 16528,925 cm -1 x (1 kj mol -1 /83,6 cm -1 )= 197,714 kjmol -1 dan 12210,012 cm -1 x (1 kj mol -1 /83,6 cm -1 )= 146,053 kjmol -1 untuk CuSO 4.5H 2 O. Pada spektra elektronik kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin) 3 ]. 2H 2 O muncul empat puncak serapan kuat, yaitu pada 310,00 nm, 360,00 nm, 458,00 nm, dan 578,50 nm. Puncak-puncak serapan ini dimungkinkan adalah hasil transisi π - π * ligan dan transisi transfer muatan ligan ke logam. Puncak pada 310,00 nm dan 360,00 nm merupakan transisi π - π * dari ligan yang mengalami pergeseran ke panjang gelombang yang lebih besar bila dibandingkan dengan puncak serapan dari ligan 8-hidroksikuinolin bebas (309 nm dan 318 nm) seperti yang terjadi pada kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O. Sedangkan puncak pada 458,00 nm, dan 578,50 nm yang tidak muncul pada spektra ligan bebas maupun logam bebasnya merupakan transisi transfer muatan dari orbital pπ atom oksigen phenolat ke orbital dπ * besi(iii). Hal yang serupa terjadi pada spektra elektronik 45

64 46 kompleks [Fe(L)( 3 ) 2 ] (L=-(2 -hydroxybenzyl)-,-bis(2-benzimidazolylmethyl) amine) yang memperlihatkan puncak serapan pada daerah nm yang disebabkan karena transisi transfer muatan orbital pπ atom oksigen phenolat ke orbital dπ * besi(iii) (Wang, et al, 1997: 71-77). Pada spektra kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin) 2 ].2H 2 O transisi d-d dari Fe 3+ tidak teramati karena dimungkinkan bertumpang tindih dengan transisi π - π * dari ligan yang mempunyai daerah serapan yang hampir sama. Hal yang serupa terjadi pada transisi 4 T 1g (F) 4 A 2g pada kompleks Co 2+ yang tidak teramati karena biasanya berada tumpang tindih dengan dengan transisi 4 T 1g (F) 4 T 1g (P) (Lee, J.D., 1994: 964). Pada FeCl 3.6H 2 O puncak serapan yang merupakan hasil transisi d-d, yaitu transisi 6 A 1g 4 T 2g berapada pada 355,00 nm. Transisi 6 A 1g 4 T 2g yang merupakan 10 Dq untuk FeCl 3.6H 2 O adalah 28169,901 cm -1 x (1 kj mol -1 /83,6 cm -1 )= 336,950 kjmol Spektra IR a. Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ].3H 2 O Spektra IR ligan bebas 8-hidroksikuinolin dan kompleks Cu(II)- 8-hidroksikuinolin ditunjukkan oleh Gambar 33 dan Gambar 34 sedangkan data serapan IR ditunjukkan oleh Tabel 8. b a 3444,6 nm 3159,43159,4 3159,4 nm 1500,5 cm 1504,4 cm 1326,9 nm 1288,4 nm 40 υ ( ) Gambar 33. Spektra Serapan Gugus Fungsi C= (a) 8-hidroksikuinolin Dan (b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 ]. 3H 2 O 46

65 47 b a 3444,6 nm 3159,4 nm 1114,8 cm 1326,9 nm 1288,4 nm 1095,5 cm 40 υ ( ) Gambar 34. Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O ulur (a) 8-hidroksikuinolin dan (b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin) 2 )].3H 2 O Tabel 8. Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan Kompleks Cu(II)- 8-hidroksikuinolin (cm -1 ) o Senyawa ṽ (C-O) ulur ṽ (C-) ulur ṽ (C= ) ulur ṽ(o-h) ulur fenol aromatik aromatik 1. 8-hidroksikuinolin 1095,5 1288,4 1504,4 3159,4 2. Cu(II)-8-hidroksikuinolin 1114,8 1326,9 1500,5 3444,6 Gambar 33 dan 34 atau Tabel 8 menunjukkan adanya pergeseranpergeseran serapan gugus fungsi yang penting pada ligan bebas 8-hidroksikuinolin. Serapan gugus gugus fumgsi C= bergeser dari 1504,4cm -1 menjadi 1500,5 cm -1. Pergeseran serapan C= kearah bilangan gelombang yang lebih kecil pada spektra IR kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin disebabkan melemahnya ikatan C= karena koordinasi atom dari gugus C= pada atom pusat (Cu 2+ ). Hal yang serupa terjadi pada kompleks Sn(II) dengan ligan 8-hidroksikuinolin, koordinasi atom dari gugus C= pada Sn(II) menyebabkan serapan C= mengalami pergeseran ke bilangan gelombang yang lebih kecil (dari 1508 cm -1 ke 1500 cm -1 ) (Alafandy, M., et al, 1997: ). 47

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS KOBALT(II) DENGAN BENZOKAIN

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS KOBALT(II) DENGAN BENZOKAIN SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS KOBALT(II) DENGAN BENZOKAIN Disusun Oleh : MUHAMMAD RIZQON ARIFIANTO M0308045 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PEDAHULUA A. Latar Belakang Senyawa kovalen koordinasi terbentuk antara ion logam yang memiliki orbital d yang belum terisi penuh (umumnya ion logam transisi) dengan ligan yang memiliki pasangan

Lebih terperinci

Kimia Koordinasi Teori Ikatan Valensi

Kimia Koordinasi Teori Ikatan Valensi Kimia Koordinasi Teori Ikatan Valensi Beberapa teori telah dirumuskan untuk menjelaskan ikatan dalam senyawaan koordinasi dan untuk merasionalisasi serta meramalkan sifat-sifatnya: teori ikatan valensi,

Lebih terperinci

BAB I P ENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I P ENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I P ENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tembaga dalam tubuh manusia mempunyai peranan yang sangat penting, walaupun dalam jumlah yang sedikit (Caret, R.L.; Denniston,K.J.; Topping, J.J., 1993 : 61).

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS TEMBAGA(II) DENGAN DIFENILAMIN

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS TEMBAGA(II) DENGAN DIFENILAMIN SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS TEMBAGA(II) DENGAN DIFENILAMIN Disusun oleh : ENDAH SUCININGRUM M0306026 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

Senyawa Koordinasi. Ion kompleks memiliki ciri khas yaitu bilangan koordinasi, geometri, dan donor atom:

Senyawa Koordinasi. Ion kompleks memiliki ciri khas yaitu bilangan koordinasi, geometri, dan donor atom: Senyawa Koordinasi Terdiri dari atom pusat (kation logam transisi), ligan(molekul yang terikat pada ion kompleks) dan di netralkan dengan bilangan koordinasi. Dari gambar [Co(NH 3 )6]CI 3, 6 molekul NH3

Lebih terperinci

KOMPLEKS TEMBAGA(II)-BENZOKAIN : SINTESIS, KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SECARA IN VITRO

KOMPLEKS TEMBAGA(II)-BENZOKAIN : SINTESIS, KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SECARA IN VITRO KOMPLEKS TEMBAGA(II)-BENZOKAIN : SINTESIS, KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SECARA IN VITRO Disusun Oleh : HUSNA SYAIMA M0311035 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 1 Universitas Diponegoro/Kimia, Semarang (diannurvika_kimia08@yahoo.co.id) 2 Universitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Problem resistensi bakteri terhadap antibakteri mula-mula ditemukan pada tahun 1980-an dengan ditemukannya kasus multipel resisten pada strain bakteri Streptococcus

Lebih terperinci

Teori medan kristal adalah model yang hampir secara menyeluruh menggantikan teori ikatan valensi, pertama kali dimunculkan oleh Hans Bethe pada 1929.

Teori medan kristal adalah model yang hampir secara menyeluruh menggantikan teori ikatan valensi, pertama kali dimunculkan oleh Hans Bethe pada 1929. Teori Medan Kristal Teori medan kristal adalah model yang hampir secara menyeluruh menggantikan teori ikatan valensi, pertama kali dimunculkan oleh Hans Bethe pada 1929. Pada mulanya merupakan model yang

Lebih terperinci

Kimia Koordinasi SOAL LATIHAN. Jawab soal sudah tersedia. Selesaikan soalnya, dan pelajari mengapa dipilih jawaban tersebut

Kimia Koordinasi SOAL LATIHAN. Jawab soal sudah tersedia. Selesaikan soalnya, dan pelajari mengapa dipilih jawaban tersebut Kimia Koordinasi SOAL LATIHAN Jawab soal sudah tersedia. Selesaikan soalnya, dan pelajari mengapa dipilih jawaban tersebut 1. Suatu logam nickel dapat ditulis sebagai [Ar] 4s 2 3d 8, manakah representasi

Lebih terperinci

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT Desi Eka Martuti, Suci Amalsari, Siti Nurul Handini., Nurul Aini Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

1.1 Senyawa Koordinasi (Coordination Coumpond)

1.1 Senyawa Koordinasi (Coordination Coumpond) 1.1 Senyawa Koordinasi (Coordination Coumpond) Sifat yang paling khas pada logam transisi adalah tentang persenyawaan dan ikatannya. Yang biasa disebut dengan ion kompleks. Ion kompleks sendiri terdiri

Lebih terperinci

SENYAWA KOMPLEKS. Definisi. Ion Kompleks. Bilangan koordinasi, geometri, dan ligan RINGKASAN MATERI

SENYAWA KOMPLEKS. Definisi. Ion Kompleks. Bilangan koordinasi, geometri, dan ligan RINGKASAN MATERI KIMIA ANORGANIK 14 OKTOBER 2012 RINGKASAN MATERI SENYAWA KOMPLEKS Definisi Senyawa kompleks itu: Ada ion logam sebagai atom pusat Ada ligan yang berupa anion atau molekul netral Memiliki counter ion supaya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK Nama : Idatul Fitriyah NIM : 4301412036 Jurusan : Kimia Prodi : Pendidikan Kimia Dosen : Ella Kusumastuti Kelompok : 7 Tgl Praktikum : 21 Maret 2014 Kawan Kerja : 1. Izza

Lebih terperinci

KIMIA ANORGANIK TRANSISI

KIMIA ANORGANIK TRANSISI KIMIA ANORGANIK TRANSISI cermin cermin Prof. Drs. Kristian H. Sugiyarto, M.Sc., Ph.D. Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta 2009 i PRAKATA Materi Kimia Anorganik Transisi merupakan

Lebih terperinci

Senyawa Koordinasi (senyawa kompleks)

Senyawa Koordinasi (senyawa kompleks) Senyawa Koordinasi (senyawa kompleks) Salah satu keistimewaan logam transisi adalah dapat membentuk senyawa klompeks, yaitu senyawa yang paling sedikit terdiri dari satu ion kompleks (terdiri dari kation

Lebih terperinci

Senyawa Koordinasi. Kompleks ion dengan pusat d B memiliki empat ligan dengan dengan bentuk persegi planar (B)

Senyawa Koordinasi. Kompleks ion dengan pusat d B memiliki empat ligan dengan dengan bentuk persegi planar (B) Senyawa Koordinasi Aspek umum dari logam transisi adalah pembentukan dari senyawa koordinasi (kompleks). Senyawa koordinasi ini setidaknya memiliki satu ion kompleks yang terdiri dari logam kation yang

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI HEKSASULFANILATOBESI(II) DIHIDRAT

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI HEKSASULFANILATOBESI(II) DIHIDRAT SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI HEKSASULFANILATOBESI(II) DIHIDRAT Disusun Oleh : HERLINA NURWIDYA RATNA M0309066 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

! " "! # $ % & ' % &

!  ! # $ % & ' % & Valensi ! " "! # $ % & ' %& # % ( ) # *+## )$,) & -#.. Semua unsur memiliki bilangan oksidasi +1 Semua unsur memiliki bilangan oksidasi +2 Semua unsur memiliki bilangan oksidasi +3. Tl juga memiliki bilangan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara

I. PENDAHULUAN. Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara mengandung sejumlah oksigen, yang merupakan komponen esensial bagi kehidupan,

Lebih terperinci

Ikatan Kimia. Ikatan kimia adalah gaya tarik antar atom yang pemutusan atau pembentukannya menyebabkan terjadinya perubahan kimia.

Ikatan Kimia. Ikatan kimia adalah gaya tarik antar atom yang pemutusan atau pembentukannya menyebabkan terjadinya perubahan kimia. Ikatan Kimia 1. Ikatan Kimia 1.1 Pengertian Ikatan kimia adalah gaya tarik antar atom yang pemutusan atau pembentukannya menyebabkan terjadinya perubahan kimia. 1.2 Macam-Macam Ikatan Kimia Ikatan Ion:

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KOBALT(II) DENGAN HIDANTOIN SEBAGAI ANTIBAKTERI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KOBALT(II) DENGAN HIDANTOIN SEBAGAI ANTIBAKTERI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KOBALT(II) DENGAN HIDANTOIN SEBAGAI ANTIBAKTERI Disusun Oleh : ATISA JANNATI M0311014 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS Co 2+ DENGAN 4, 4 -DIAMINODIPHENYLSULFONE (DAPSON) SEBAGAI ANTIBAKTERI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS Co 2+ DENGAN 4, 4 -DIAMINODIPHENYLSULFONE (DAPSON) SEBAGAI ANTIBAKTERI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS Co 2+ DENGAN 4, 4 -DIAMINODIPHENYLSULFONE (DAPSON) SEBAGAI ANTIBAKTERI Disusun Oleh : QONITA HAFIDZ AL MUJAHIDAH M0312057 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

kimia REVIEW I TUJUAN PEMBELAJARAN

kimia REVIEW I TUJUAN PEMBELAJARAN KTSP kimia K e l a s XI REVIEW I TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami teori atom mekanika kuantum dan hubungannya dengan bilangan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI ISLAM ADIGUNA PROGRAM STUDI S-1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STRUKTUR LEWIS DAN TEORI IKATAN VALENSI

STRUKTUR LEWIS DAN TEORI IKATAN VALENSI Ikatan Kimia STRUKTUR LEWIS DAN TEORI IKATAN VALENSI Disusun oleh : Kelompok 11 Penty Cahyani 4301411038 Diyah Ayu Lestari 4301411040 Ifan Shovi 4301411041 Rombel 2 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013 A.

Lebih terperinci

BAB 3 GEOMETRI DAN KEPOLARAN MOLEKUL

BAB 3 GEOMETRI DAN KEPOLARAN MOLEKUL GEOMETRI DAN KEPOLARAN MOLEKUL 3.1 PENGANTAR MENGENAI BENTUK MOLEKUL Bentuk molekul mengontrol sifat-sifat fisik maupun kimia molekul. Geometri elektron dan bentuk molekul ditentukan oleh orientasi semua

Lebih terperinci

Penentuan struktur senyawa organik

Penentuan struktur senyawa organik Penentuan struktur senyawa organik Tujuan Umum: memahami metoda penentuan struktur senyawa organik moderen, yaitu dengan metoda spektroskopi Tujuan Umum: mampu membaca dan menginterpretasikan data spektrum

Lebih terperinci

Aris Arianto. Guru Kimia di SMAN Madani Palu. STUDENT S BOOk

Aris Arianto. Guru Kimia di SMAN Madani Palu. STUDENT S BOOk STUDENT S BOOk Aris Arianto Guru Kimia di SMAN Madani Palu Website/blog penulis : Website : http://blendedlearningkimia.com Weblog : 1. http://www.arisarianto.web.id 2. http://arisarianto.wordpress.com

Lebih terperinci

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) 1.PENDAHULUAN 2.KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI 3.SPEKTROSKOPI UV-VIS 4.SPEKTROSKOPI IR 5.SPEKTROSKOPI 1 H-NMR 6.SPEKTROSKOPI 13 C-NMR 7.SPEKTROSKOPI MS 8.ELUSIDASI STRUKTUR Teknik

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN 3 PENENTUAN BILANGAN KOORDINAI KOMPLEKS TEMBAGA (II)

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN 3 PENENTUAN BILANGAN KOORDINAI KOMPLEKS TEMBAGA (II) LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN 3 PENENTUAN BILANGAN KOORDINAI KOMPLEKS TEMBAGA (II) OLEH : NAMA : IMENG NIM: ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI, TANGGAL : RABU, 8 JUNI 2011 ASISTEN

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(II) DENGAN LIGAN 3,6-DI-2-PIRIDIL-1,2,4,5-TETRAZIN (DPTZ)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(II) DENGAN LIGAN 3,6-DI-2-PIRIDIL-1,2,4,5-TETRAZIN (DPTZ) Vol. 7, No. 1, Oktober 005, hal : 16-0 SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(II) DENGAN LIGAN,6-DI--PIRIDIL-1,,4,5-TETRAZIN (DPTZ) ABSTRAK Dini Zakiah Fathiana 1 dan Djulia Onggo 1 Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Ikatan Kimia. 2 Klasifikasi Ikatan Kimia :

Ikatan Kimia. 2 Klasifikasi Ikatan Kimia : Ikatan Kimia Ikatan Kimia : Gaya tarik yang menyebabkan atom-atom yang terikat satu sama lain dalam suatu kombinasi untuk membentuk senyawa yang lebih kompleks. 2 Klasifikasi Ikatan Kimia : 1. Ikatan ion

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA Keteraturan sifat keperiodikan unsur dalam satu periode dapat diamati pada unsur-unsur periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. senyawa kompleks bersifat sebgai asam Lewis sedangkan ligan dalam senyawa

I. PENDAHULUAN. senyawa kompleks bersifat sebgai asam Lewis sedangkan ligan dalam senyawa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa kompleks merupakan senyawa yang memiliki warna yang khas yang diakibatkan oleh adanya unsur yang dari golongan transisi yang biasanya berperperan sebagai atom pusat

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI(III) DAN NIKEL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI(III) DAN NIKEL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI(III) DAN NIKEL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA Disusun Oleh RUS MAYSYAROH M 0304061 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

Ikatan Kimia II: VSEPR dan prediksi geometri Molekular, teori ikatan valensi dan Hibridisasi Orbital Atom; teori orbital atom

Ikatan Kimia II: VSEPR dan prediksi geometri Molekular, teori ikatan valensi dan Hibridisasi Orbital Atom; teori orbital atom Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi 2010 dimodifikasi oleh Dr. Indriana Kartini Chapter 3c Ikatan Kimia II: dan prediksi geometri ar, teori ikatan valensi dan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KOBAL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA. Disusun oleh : NURHALIMAH UMIYATI M

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KOBAL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA. Disusun oleh : NURHALIMAH UMIYATI M SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KOBAL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA Disusun oleh : NURHALIMAH UMIYATI M 0304054 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Lebih terperinci

1. Ikatan Kimia. Struktur Molekul. 1.1 Pengertian. 1.2 Macam-Macam. ~ gaya tarik antar atom

1. Ikatan Kimia. Struktur Molekul. 1.1 Pengertian. 1.2 Macam-Macam. ~ gaya tarik antar atom 1. Ikatan Kimia 1.1 Pengertian ~ gaya tarik antar atom Struktur Molekul 1.2 Macam-Macam 1. Ikatan Ion: ikatan kimia yang terbentuk akibat tarik-menarik elektrostatik antara ion positif (kation) dan ion

Lebih terperinci

Ikatan Kimia II: VSEPR dan prediksi geometri Molekular, teori ikatan valensi dan Hibridisasi Orbital Atom; teori orbital atom

Ikatan Kimia II: VSEPR dan prediksi geometri Molekular, teori ikatan valensi dan Hibridisasi Orbital Atom; teori orbital atom Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi 2010 dimodifikasi oleh Dr. Indriana Kartini Chapter 3c Ikatan Kimia II: VSEPR dan prediksi geometri Molekular, teori ikatan

Lebih terperinci

METODE INOVATIF TERMODIFIKASI UNTUK SINTESIS KOMPLEKS INTI TUNGGAL [Fe(fen) 2 (NCS) 2 ]

METODE INOVATIF TERMODIFIKASI UNTUK SINTESIS KOMPLEKS INTI TUNGGAL [Fe(fen) 2 (NCS) 2 ] METODE INOVATIF TERMODIFIKASI UNTUK SINTESIS KOMPLEKS INTI TUNGGAL [Fe(fen) 2 (NCS) 2 ] Shielda N. Joris 1 dan Yusthinus T. Male 1,* 1 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Pattimura, Ambon Ged. Biotek Lt.II,

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-8- HIDROKSIKUINOLIN DAN Co(II)-8-HIDROKSIKUINOLIN Laelatri Agustina 1, Suhartana 2, Sriatun 3

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-8- HIDROKSIKUINOLIN DAN Co(II)-8-HIDROKSIKUINOLIN Laelatri Agustina 1, Suhartana 2, Sriatun 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-8- HIDROKSIKUINOLIN DAN Co(II)-8-HIDROKSIKUINOLIN Laelatri Agustina 1, Suhartana 2, Sriatun 3 1 Universitas Diponegoro/Kimia, Semarang (laelatriagustina@gmail.com)

Lebih terperinci

STRUKTUR MOLEKUL SEDERHANA

STRUKTUR MOLEKUL SEDERHANA STRUKTUR MOLEKUL SEDERHANA Oleh : Dr. Suyanta Ikatan ionik dibentuk oleh tarikan elekrostatik antara kation dan anion. Karena medan listrik suatu ion bersimetri bola, ikatan ion tidak memiliki karakter

Lebih terperinci

~ gaya tarik antar atom yang pemutusan atau pembentukannya dapat menyebabkan terjadinya perubahan kimia.

~ gaya tarik antar atom yang pemutusan atau pembentukannya dapat menyebabkan terjadinya perubahan kimia. 1. Ikatan Kimia Struktur Molekul 1.1 Pengertian ~ gaya tarik antar atom yang pemutusan atau pembentukannya dapat menyebabkan terjadinya perubahan kimia. 1.2 Macam-Macam 1. Ikatan Ion: ikatan kimia yang

Lebih terperinci

STUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA

STUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA PENULIS : 1. Sus Indrayanah, S.Si 2. Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani ALAMAT : JURUSAN KIMIA ITS SURABAYA JUDUL : STUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA Abstrak :

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III) DENGAN LIGAN 1,10-FENANTROLIN DAN ANION TRIFLUOROMETANASULFONAT

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III) DENGAN LIGAN 1,10-FENANTROLIN DAN ANION TRIFLUOROMETANASULFONAT SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA (Andi Kusyanto )51 SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III) DENGAN LIGAN 1,10-FENANTROLIN DAN ANION TRIFLUOROMETANASULFONAT SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION

Lebih terperinci

BAB 3 IKATAN DAN STRUKTUR MOLEKUL

BAB 3 IKATAN DAN STRUKTUR MOLEKUL BAB 3 IKATAN DAN STRUKTUR MOLEKUL Atom-atom pada umumnya tidak ditemukan dalam keadaan bebas (kecuali pada temperatur tinggi), melainkan sebagai suatu kelompok atom atau sebagai molekul. Hal ini berarti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter atau mikrogram/liter

I. PENDAHULUAN. sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter atau mikrogram/liter I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ion renik (trace) adalah ion yang terdapat di perairan dalam jumlah yang sangat sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter atau mikrogram/liter (Haslam, 1995).

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 4 Kimia Unsur. Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada materi Kimia Unsur.

Kegiatan Belajar 4 Kimia Unsur. Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada materi Kimia Unsur. 1 Kegiatan Belajar 4 Kimia Unsur Capaian Pembelajaran Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada materi Kimia Unsur. Subcapaian pembelajaran: 1. Menjelaskan sifat unsur golongan

Lebih terperinci

IKATAN KIMIA MAKALAH KIMIA DASAR

IKATAN KIMIA MAKALAH KIMIA DASAR IKATAN KIMIA MAKALAH KIMIA DASAR dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai mata kuliah kimia dasar Oleh : AZKA WAFI EL HAKIM ( NPM : 301014000 ) HELGA RACHEL F ( NPM : 3010140014 ) MUHAMMAD

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA) PENULIS : 1. Nur Chamimmah Lailis I,S.Si 2. Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani ALAMAT : JURUSAN KIMIA ITS SURABAYA JUDUL : SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT

Lebih terperinci

I. KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI

I. KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI I. KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI Pendahuluan Spektroskopi adalah studi mengenai antaraksi cahaya dengan atom dan molekul. Radiasi cahaya atau elektromagnet dapat dianggap menyerupai gelombang. Beberapa sifat

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Ion Cd(II) Pada Penentuan Ion Fe(II) dengan Pengompleks 1,10- Fenantrolin Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis

Analisis Pengaruh Ion Cd(II) Pada Penentuan Ion Fe(II) dengan Pengompleks 1,10- Fenantrolin Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis JURAL SAIS DA SEI ITS Vol.6, o.1, (217) 2337-352 (231-928X Print) C-5 Analisis Pengaruh Ion Cd(II) Pada Penentuan Ion Fe(II) dengan Pengompleks 1,1- Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis inda Aprilita Rachmasari

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

TEORI IKATAN VALENSI

TEORI IKATAN VALENSI TEORI IKATAN VALENSI Pembentukan ikatan kovalen dapat dijelaskan menggunakan dua teori yaitu teori ikatan valensi dan teori orbital molekul. Berdasarkan teori ikatan valensi, ikatan kovalen dapat terbentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i LEMBAR PERSEMBAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x GLOSARIUM... xi INTISARI.... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

Sintesis dan Sifat Magnetik Kompleks Ion Logam Cu(II) dengan Ligan 2-Feniletilamin

Sintesis dan Sifat Magnetik Kompleks Ion Logam Cu(II) dengan Ligan 2-Feniletilamin JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Sintesis dan Sifat Magnetik Kompleks Ion Logam Cu(II) dengan Ligan 2-Feniletilamin Lexy Nindia Swastika dan Fahimah Martak Jurusan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS DARI Mn(NO 3 ) 2 DAN Co(NO 3 ) 2 DENGAN CAMPURAN LIGAN 8- HIDROKSIKUINOLINA DAN ANION DISIANAMIDA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS DARI Mn(NO 3 ) 2 DAN Co(NO 3 ) 2 DENGAN CAMPURAN LIGAN 8- HIDROKSIKUINOLINA DAN ANION DISIANAMIDA SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS DARI Mn(NO 3 ) 2 DAN Co(NO 3 ) 2 DENGAN CAMPURAN LIGAN 8- HIDROKSIKUINOLINA DAN ANION DISIANAMIDA Tri Silviana Purwanti 1, I Wayan Dasna 1, dan Neena Zakia 1.

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

Bilangankoordinasi, bentukgeometri, danligandarisenyawakompleks

Bilangankoordinasi, bentukgeometri, danligandarisenyawakompleks Senyawakoordinasi Senyawa koordinasi (coordination coumpounds) yang disebut juga kompleks adalah senyawa yang memiliki paling sedikit satu ion kompleks dengan kation sebagai pusat kompleks dan anion sebagailigan

Lebih terperinci

8.4 Senyawa Kompleks

8.4 Senyawa Kompleks 8.4 Senyawa Kompleks Alfred Werner (1866-1919): kelompok baru senyawa logam transisi yang terdiri dari ion logam transisi (LT) yang dikelilingi oleh ion atau molekul yang lain. Ion atau molekul yang terikat

Lebih terperinci

Disusun oleh: Melin Puspitaningrum M BAB I P ENDAHULUAN

Disusun oleh: Melin Puspitaningrum M BAB I P ENDAHULUAN Sintesis dan karakterisasi kompleks triaqutrisulfisoksazolkobal (II) sulfat.nhidrat (n = 2, 3 atau 4) dan tertraaquadisulfametathazinkobalt (II) sulfat.nhidrat (n = 2 atau 3) Disusun oleh: Melin Puspitaningrum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Terapi Fotodinamik (Photodynamic Therapy, PDT) Proses terapi PDT dapat diilustrasikan secara lengkap pada tahapan berikut. Mula-mula pasien diinjeksi dengan senyawa fotosensitizer

Lebih terperinci

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum a. Percobaan dasar spektrofotometri serapan atom. b. Penentuan konsentrasi sampel dengan alat spektrofotometri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

PB = Psgan elektron bebas Dari BK dan PB atom pusat dpt diramalkan struktur molekul dng teori VSEPR

PB = Psgan elektron bebas Dari BK dan PB atom pusat dpt diramalkan struktur molekul dng teori VSEPR Pasangan elektron valensi mempunyai gaya tolak menolak Pasangan elektron bebas menempati ruang sesuai jenisnya BK = Bilangan Koordinasi = Jumlah atom / substituen yang terikat pada atom pusat PB = Psgan

Lebih terperinci

Jurnal Kimia Indonesia

Jurnal Kimia Indonesia Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1 (1), 2006, h. 7-12 Sintesis Senyawa Kompleks K[Cr(C 2 O 4 ) 2 (H 2 O) 2 ].2H 2 O dan [N(n-C 4 H 9 ) 4 ][CrFe(C 2 O 4 ) 3 ].H 2 O Kiki Adi Kurnia, 1 Djulia Onggo, 1 Dave Patrick,

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN FITA NURDIYAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN FITA NURDIYAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN DIFENILAMIN Disusun oleh : FITA NURDIYAH M 0306033 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia FAKULTAS

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BIS- ETILENDIAMIN TEMBAGA(II) DENGAN ANION NO 3 - dan BF 4

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BIS- ETILENDIAMIN TEMBAGA(II) DENGAN ANION NO 3 - dan BF 4 SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BIS- ETILENDIAMIN TEMBAGA(II) DENGAN ANION NO 3 - dan BF 4 - SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF BIS- ETHYLENEDIAMINE Cu(II) COMPLEXES WITH ANION NO 3 - and BF

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KROM(III) DAN MANGAN(II) DENGAN 8-HIDROKSIKUINOLIN. Disusun oleh PITOYO BAYU AJI M

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KROM(III) DAN MANGAN(II) DENGAN 8-HIDROKSIKUINOLIN. Disusun oleh PITOYO BAYU AJI M SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KROM(III) DAN MANGAN(II) DENGAN 8-HIDROKSIKUINOLIN Disusun oleh PITOYO BAYU AJI M0304057 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

Lebih terperinci

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi Komponen Materi Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi Pengamatan ke Arah Pandangan Atomik Materi Konservasi Massa Komposisi Tetap Perbandingan Berganda Teori Atom Dalton Bagaimana Teori Dalton Menjelaskan Hukum

Lebih terperinci

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Transfer elektron antara material semikonduktor nanopartikel dengan sensitiser, yaitu suatu senyawa berwarna (dye) yang didopingkan pada semikonduktor merupakan subyek

Lebih terperinci

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT Tujuan Berdasarkan metode ph-metri akan ditunjukkan bahwa ion metalik terhidrat memiliki perilaku seperti suatu mono asam dengan konstanta keasaman yang tergantung pada

Lebih terperinci

TUGAS KIMIA ANORGANIK TEORI IKATAN VALENSI DAN HIBRIDISASI ORBITAL

TUGAS KIMIA ANORGANIK TEORI IKATAN VALENSI DAN HIBRIDISASI ORBITAL TUGAS KIMIA ANORGANIK TEORI IKATAN VALENSI DAN HIBRIDISASI ORBITAL ESTER ALNINTA BASA SIAGIAN (21030116140082) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK SEMARANG 2016 A. DASAR TEORI IKATAN VALENSI Ikatan valensi

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III)-EDTA ABSTRAK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III)-EDTA ABSTRAK Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 ISBN 978-979-028-272-8 OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III)-EDTA 1.Harsasi Setyawati,S.Si 2. Dr. rer.

Lebih terperinci

COORDINATION COMPOUND. Disusun oleh : Bintang Ayu Kalimantini NIM : KELAS D 10.30

COORDINATION COMPOUND. Disusun oleh : Bintang Ayu Kalimantini NIM : KELAS D 10.30 COORDINATION COMPOUND Disusun oleh : Bintang Ayu Kalimantini NIM : 21030112120019 KELAS D 10.30 S enyawa kompleks ditemukan sekitar tahun 1890an oleh Alfred Werner. Senyawa kompleks terdiri dari setidaknya

Lebih terperinci

ANALISIS SOAL ULANGAN HARIAN I. Total. Dimensi Proses Pengetahuan Kognitif Menerapkan Menganalisa (C4) 15 3,6,9,11,21 4,12,18,26 5,19,20,25

ANALISIS SOAL ULANGAN HARIAN I. Total. Dimensi Proses Pengetahuan Kognitif Menerapkan Menganalisa (C4) 15 3,6,9,11,21 4,12,18,26 5,19,20,25 ANALISIS SOAL ULANGAN HARIAN I Mata pelajaran Kimia Kelas/Semester XI IPA 1/1 Kisi Butir Soal ClassXI Mudah Sedang Susah C1 C2 and C3 C 4,5,6 Total Presentase 12% 56% 32% 100% Jumlah soal 3 14 8 25 Dimensi

Lebih terperinci

IKATAN KIMIA Isana SYL

IKATAN KIMIA Isana SYL IKATAN KIMIA Isana SYL IKATAN KIMIA Kebahagiaan atom Konfigurasi i elektronik stabil Konfigurasi elektronik gas mulia / gas lamban (Energi ionisasi relatif besar dan afinitas elektron relatif kecil) Ada

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ORGANIK IKATAN KIMIA DAN STRUKTUR MOLEKUL

MAKALAH KIMIA ORGANIK IKATAN KIMIA DAN STRUKTUR MOLEKUL MAKALAH KIMIA ORGANIK IKATAN KIMIA DAN STRUKTUR MOLEKUL Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kimia Organik Dosen Pembimbing : Ir. Dyah Tri Retno, MM Disusun oleh : Kelompok 1 1. Angga Oktyashari

Lebih terperinci

kimia Kelas X REVIEW I K-13 A. Hakikat Ilmu Kimia

kimia Kelas X REVIEW I K-13 A. Hakikat Ilmu Kimia K-13 Kelas X kimia REVIEW I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami hakikat ilmu kimia dan metode ilmiah. 2. Memahami teori atom dan

Lebih terperinci

abc A abc a = koefisien ekstingsi (absorpsivitas molar) yakni tetap b = lebar kuvet (jarak tempuh optik)

abc A abc a = koefisien ekstingsi (absorpsivitas molar) yakni tetap b = lebar kuvet (jarak tempuh optik) I. NOMOR PERCOBAAN : 6 II. NAMA PERCOBAAN : Penentuan Kadar Protein Secara Biuret III. TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan jumlah absorban protein secara biuret dalam spektroskopi IV. LANDASAN TEORI : Protein

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS DIKHLOROPENTASULFAMETOKSAZOLBESI(III) KHLORIDA.nHIDRAT (n = 0, 1, 2, atau 3)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS DIKHLOROPENTASULFAMETOKSAZOLBESI(III) KHLORIDA.nHIDRAT (n = 0, 1, 2, atau 3) SITESIS DA KARAKTERISASI KMPLEKS DIKLRPETASULFAMETKSAZLBESI(III) KLRIDA.nIDRAT (n = 0,, 2, atau 3) Sentot Budi Rahardjo, Sayekti Wahyuningsih, Vivitri Dewi Prasasty Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam karboksilat adalah salah satu grup senyawa organik oleh grup karboksil yang berasal dari dua kata yaitu karbonil dan hidroksil. Pada umumnya formula dari asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan senyawa kompleks yang didopingkan pada material semikonduktor semakin banyak dilakukan dalam rangka mendapatkan material semikonduktor rekaan. Penggunaan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN UJI TOKSISITAS KOMPLEKS LOGAM Co(II)/Zn(II) DENGAN LIGAN ASAM PIRIDIN- 2,6-DIKARBOKSILAT

SINTESIS DAN UJI TOKSISITAS KOMPLEKS LOGAM Co(II)/Zn(II) DENGAN LIGAN ASAM PIRIDIN- 2,6-DIKARBOKSILAT SINTESIS DAN UJI TOKSISITAS KOMPLEKS LOGAM Co(II)/Zn(II) DENGAN LIGAN ASAM PIRIDIN- 2,6-DIKARBOKSILAT Dosen Pembimbing: Dr. Fahimah Martak, M.Si Septy Sara Janny Sinaga NRP 14 09 100 066 Jurusan Kimia

Lebih terperinci

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. :

Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. : DASAR-DASAR KIMIA ANORGANIK TRANSISI Oleh : Kristian H. Sugiyarto Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

UNSUR-UNSUR TRANSISI PERIODE KE EMPAT : TEMBAGA

UNSUR-UNSUR TRANSISI PERIODE KE EMPAT : TEMBAGA Nama : Laurensius E. Seran NIM : 607332411998 UNSUR-UNSUR TRANSISI PERIODE KE EMPAT : TEMBAGA lah soal-soal berikut dengan cara menjodohkan dengan jawaban-jawaban yang telah disiapkan dikolom pilihan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

EKSTRAKSI PIGMEN MERAH DARI KAYU SECANG DAN PENGARUH PENAMBAHAN HIDROKUINON UNTUK APLIKASI CAT AKRILIK ARISTA MARGIANA

EKSTRAKSI PIGMEN MERAH DARI KAYU SECANG DAN PENGARUH PENAMBAHAN HIDROKUINON UNTUK APLIKASI CAT AKRILIK ARISTA MARGIANA EKSTRAKSI PIGMEN MERAH DARI KAYU SECANG DAN PENGARUH PENAMBAHAN HIDROKUINON UNTUK APLIKASI CAT AKRILIK Disusun Oleh: ARISTA MARGIANA M0310009 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

SKL 1. Ringkasan Materi

SKL 1. Ringkasan Materi SKL 1 Menganalisis struktur atom, sistem periodik unsur dan ikatan kimia untuk menentukan sifat-sifat unsur dan senyawa. o o o Mendeskripsikan notasi unsur dan kaitannya dengan konfigurasi elektron serta

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang dan Masalah Penelitian

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang dan Masalah Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang dan Masalah Penelitian Senyawa kompleks oktahedral yang mengandung ion logam pusat transisi seri pertama dengan konfigurasi d 4 d 7 dapat berada dalam dua keadaan elektronik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNETIK BERBASIS SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA MANGAN(II) DENGAN 2,2 -BIPIRIDIN MENGGUNAKAN LIGAN JEMBATAN OKSALAT

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNETIK BERBASIS SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA MANGAN(II) DENGAN 2,2 -BIPIRIDIN MENGGUNAKAN LIGAN JEMBATAN OKSALAT SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNETIK BERBASIS SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA MANGAN(II) DENGAN 2,2 -BIPIRIDIN MENGGUNAKAN LIGAN JEMBATAN OKSALAT SKRIPSI NIRMAWATI EKA PUTRI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

Ikatan dan Isomeri. Prof. Dr. Jumina Robby Noor Cahyono, S.Si., M.Sc.

Ikatan dan Isomeri. Prof. Dr. Jumina Robby Noor Cahyono, S.Si., M.Sc. Ikatan dan Isomeri Prof. Dr. Jumina Robby Noor Cahyono, S.Si., M.Sc. Susunan Elektron dalam Atom Mulai dikenalkan oleh Rutherford: Atom terdiri atas inti yg kecil & padat dan dikelilingi oleh elektron-elektron

Lebih terperinci