DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PERSYARATAN GELAR... LEMBAR PERSETUJUAN... PENETAPAN PANITIA UJIAN... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRACK... DAFTAR ISTILAH...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PERSYARATAN GELAR... LEMBAR PERSETUJUAN... PENETAPAN PANITIA UJIAN... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRACK... DAFTAR ISTILAH..."

Transkripsi

1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PERSYARATAN GELAR... LEMBAR PERSETUJUAN... PENETAPAN PANITIA UJIAN... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... ABSTRACK... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISTILAH... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman i ii iii iv v x xi xii xvi xvii xviii xix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat Teoretis Manfaat Praktis Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup Objek Ruang Lingkup Permasalahan i

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Tinjauan Pustaka Konsep Pola Penataan Ruang Interaksi Sosial Hirarki Sosial Komunitas Pertapa Masa Bali Kuno Landasan Teori Teori Logika Sosial Ruang Teori Arkeologi Pascaprosesual Model Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Jenis Data Sumber Data Instrumen Penelitian Teknik Pengumpulan Data Observasi Wawancara Studi Pustaka Teknik Analisis Data Analisis Tetangga Terdekat Analisis Kontekstual ii

3 3.7 Penyajian Hasil Data BAB IV TINJAUAN UMUM SITUS GUNUNG KAWI Keadaan Lingkungan Situs Pemanfaatan dan Kontribusi Masyarakat Setempat terhadap Situs Gunung Kawi Sejarah Penelitian Situs Gunung Kawi Data Arkeologis Situs Gunung Kawi Subsitus Gunung Kawi A (GKWA) Subsitus Gunung Kawi B (GKWB) Subsitus Gunung Kawi C (GKWC) Subsitus Gunung Kawi D (GKWD) Subsitus Gunung Kawi E (GKWE) Fungsi Situs Gunung Kawi BAB V POLA PENATAAN RUANG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP INTERAKSI DAN HIRARKI SOSIAL MANUSIA MASA LAMPAU DI SITUS GUNUNG KAWI Pola Penataan Ruang Situs Gunung Kawi Pola Penataan Ruang dalam Skala Situs Pola Penataan Ruang dalam Skala Subsitus Penataan Ruang pada Subsitus GKWA Penataan Ruang pada Subsitus GKWB Penataan Ruang pada Subsitus GKWC Penataan Ruang pada Subsitus GKWD Penataan Ruang pada Subsitus GKWE Penataan Ruang pada Fitur-Fitur Ceruk Pertapaan dan Biara iii

4 5.2 Pertimbangan Sosial Pemilihan Situs Gunung Kawi sebagai Situs Mandala Implikasi Penataan Ruang terhadap Interaksi Sosial pada Situs Gunung Kawi Implikasi Penataan Ruang terhadap Hirarki Sosial Penghuni Ruang Situs Gunung Kawi BAB VI PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

5 ABSTRAK Pola Penataan Ruang dan Implikasinya terhadap Interaksi dan Hirarki Sosial Manusia Masa Lampau pada Situs Gunung Kawi, Kabupaten Gianyar, Bali Situs Gunung Kawi merupakan situs terbesar dari periode Hindu Buddha di Bali. Situs ini secara administratif terletak di Banjar Penaka, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Penelitian ini membahas pola penataan ruang dan implikasinya terhadap interaksi dan hirarki sosial manusia masa lampau penghuni situs ini. Penulis menggunakan metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara dan studi kepustakaan serta metode pengolahan data melalui analisis tetangga terdekat dan analisis kontekstual. Teori yang digunakan untuk mempertajam interpretasi hasil analisis adalah Teori Logika Sosial Ruang dan Teori Arkeologi Pascaprosesual menggunakan basis teori mengenai agensi dan kelas yang dikemukakan Pierre Bourdieu dan Anthony Giddens serta relasi kuasa/pengetahuan dan pendisiplinan yang dikemukakan Michel Foucault. Berdasarkan hasil penelitian, pola penataan ruang pada skala situs, Situs Gunung Kawi menunjukan pola mengelompok. Pada skala subsitus pola penataan ruang secara umum menunjukan pola linear yang pada beberapa subsitus dipadukan dengan pola mengelompok. Bentuk penataan ruang dengan pola mengelompok menunjukan adanya pembedaan ruang berdasarkan kelas-kelas tertentu. Bentuk penataan ruang seperti ini berimplikasi pada pembatasan interaksi sosial antar kelas dan menyebabkan terjadinya hirarki sosial. Pembatasan interaksi sosial dibentuk melalui mekanisme regionalisasi yang merupakan bentuk pendisiplinan komunitas pertapa/rsi penghuni situs pada masa lampau. Adapun hirarki ruang sosial yang terbentuk merupakan bentuk materialisasi dari perbedaan status sosial dan tingkat pengetahuan antar penghuni ruang. Kata Kunci: Pola Penataan Ruang, Interaksi Sosial, Hirarki Sosial, Pendisiplinan, Kuasa/Pengetahuan v

6 ABSTRACT Spatial Arrangement Pattern and Its Implication to Social Interaction and Social Hierarchy of Ancient Community in Gunung Kawi Site, Gianyar Regency Gunung Kawi Site is the biggest site from Hindu Buddhist period in Bali. This site located in Banjar Penaka, Tampaksiring Village, Tampaksiring District, Gianyar Region. This research highlight the spatial arrangement pattern and its implication to social interaction and social hierarchy of the ancient community settled the site in the past. Gathered data techniques used were observation, bibliographical study, and interview while the analysis including Nearest Neighbor Analysis and contextual analysis. To enrich the interpretation, The Social Logic of Space Theory and Post-Procesual Theory were used with the basic theory of agency - class a la Pierre Bourdieu and Anthony Giddens, and discipline and power/knowledge theory a la Michel Foucault. Based on the research, spatial arrangement pattern of Gunung Kawi site shows the clustered pattern in site scale. In subsite scale the spatial arrangement generally show linear pattern which combined with clustered pattern. The clustered pattern used in Gunung Kawi site shows the space diferentiation of social classes. This pattern was also implicated on the social interaction bordering and causing social hierarchy. The social interaction bordering made in space regionalisation which was the form of disciplinisation of the ancient ascetic community setlled the site in the past. The social hierarchy develoved from the spatiality of the site is a materialization form of social status and knowledge difference. Key Words: Spatial Arrangement Pattern, Social Interaction, Social Hierarchy, Disciplinization, Power/Knowledge vi

7 vii

8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian arkeologi ruang merupakan salah satu studi khusus yang menitikberatkan perhatian pada pengkajian dimensi ruang (spatial) dari benda atau situs arkeologi daripada pengkajian atas dimensi bentuk (formal) dan dimensi waktu (temporal). Kajian ini, meskipun berakar dari tradisi lama penelitian arkeologi, baru populer pada empat dasawarsa terakhir dan muncul sebagai bagian dari kajian arkeologi modern (Mundardjito, 2002: 2-3; Seibert, 2006: xiii). Bila dilihat dari sisi historis dan sifat pendekatannya, kajian arkeologi keruangan muncul dari dua kutub produsen teori-teori arkeologi dunia, Eropa dan Amerika, serta dipengaruhi dua pendekatan rumpun keilmuan yang berbeda yaitu rumpun ilmu-ilmu alam (geografi dan ekologi) serta rumpun ilmu-ilmu sosial. Awal perkembangan arkeologi keruangan di Eropa sangat dipengaruhi kajian distribusi spasial dengan pengembangan peta-peta sebaran artefak serta upaya-upaya untuk mencari keterkaitan kompleks budaya dengan sumberdaya alam. Produk kajian arkeologi berupa peta sebaran ini pertama kali dilakukan oleh geograf-antropolog Jerman antara tahun dan kemudian berpengaruh pada tradisi kajian arkeologi di Inggris. Kajian arkeologi keruangan di Inggris pada 2

9 awalnya juga menggunakan pendekatan geografi dan lingkungan, akan tetapi pada perkembangannya juga diwarnai oleh pendekatan ekonomi sebagai akibat dari gagasan Vita-Finzi dan Higgs mengenai daerah tangkapan (catchment area) (Mundardjito, 2002: 6-7). Kajian arkeologi keruangan di Amerika pada awalnya juga dipengaruhi oleh pendekatan geografi dan lingkungan akan tetapi pada masa selanjutnya arkeologi ruang di Amerika lebih condong pada analisis sosial. Sebagai contoh dalam hal ini adalah penelitian Julian Steward yang mempelajari pola pemukiman komunitas prasejarah dalam satu wilayah luas dengan proses perkembangan organisasi sosial. Adapun penelitian lain yang membawa banyak perubahan dalam kajian arkeologi ruang di Amerika adalah penelitian Gordon R. Willey yang mempelajari pola ruang pemukiman secara regional di lembah Sungai Viru, Peru (Mundardjito, 2002: 7). Kajian arkeologi ruang di Indonesia dapat dikatakan kajian yang relatif baru. Meskipun arah penelitian arkeologi ruang sudah mulai tampak pada tulisantulisan arkeolog kolonial, kajian arkeologi ruang baru mulai tampak pada tahun 1980-an. Mundardjito dianggap sebagai pionir dalam kajian arkeologi ruang dengan metode dan analisis yang dilakukan secara kuantitatif. Disertasinya yang membahas pertimbangan ekologis masyarakat Jawa Kuno dalam menempatkan bangunan suci Hindu-Buddha di wilayah Yogyakarta menjadi masterpiece utama penelitian arkeologi keruangan di Indonesia. Segera setelah Mundardjito, kajian- 3

10 kajian keruangan mulai muncul sebagai salah satu tren kajian arkeologi Indonesia hingga saat ini. Peneliti-peneliti setelah Mundardjito yang mengkaji arkeologi keruangan di Indonesia misalnya Srijaya (1996) dengan kajian pertimbangan ekologis penempatan situs-situs Hindu Buddha di Kabupaten Gianyar, Bali, dan Degroot (2009) dengan kajian distribusi, orientasi, dan organisasi ruang situs-situs candi di Jawa Tengah. Kajian-kajian arkeologi keruangan juga menjadi topik yang ditulis oleh mahasiswa dalam penelitian skripsinya. Di Universitas Indonesia, kajian keruangan secara umum banyak mengkaji tata kota dan pemukiman, sedangkan di Universitas Gadjah Mada, arkeologi keruangan menjadi tren populer penelitian arkeologi terutama dengan pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam metode penelitiannya. Adapun di Universitas Udayana dan Universitas Hasanuddin kajian arkeologi ruang belum menjadi kajian yang begitu populer. Studi keruangan dalam bidang arkeologi dibagi dalam tiga skala menurut luasan satuan ruang yang dipelajari yaitu skala mikro, skala meso, dan skala makro. Pada skala mikro arkeologi keruangan mengkaji sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dan ruang-ruang dalam suatu bangunan atau fitur. Pada skala selanjutnya yakni skala meso, arkeologi keruangan mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara artefak-artefak dan fitur-fitur dalam suatu situs. Skala makro, merupakan skala tertinggi dalam hirarki penelitian arkeologi ruang 4

11 yang mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dan situs-situs dalam suatu wilayah (Clarke, 1977: 11-16; Mundardjito, 2002: 4-5). Kajian terhadap ruang dalam arkeologi selalu didasari oleh dua dasar pemikiran yang berbeda. Dasar pemikiran pertama dapat ditunjukkan dengan pendekatan ekologis, dimana ruang, dalam hal ini adalah komponen lingkungan, dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi kebudayaan manusia. Dasar pemikiran kedua ditunjukkan dengan pendekatan sosial. Dalam dasar pemikiran yang kedua, manusia dengan segala aktivitasnya dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi ruang. Setiap aktivitas manusia membutuhkan ruang yang khusus sesuai dengan kebutuhannya sehingga berakibat pada rekayasa ruang. Ruang hasil rekayasa ini kemudian dapat dipandang sebagai perwujudan material dari sistem gagasan (ideologi) dan sifat masyarakat pendukungnya (Barceló dan Maximiano, 2006: 2). Kajian sosial dari ruang dalam Arkeologi berkembang seturut kemajuan paradigma keilmuan Arkeologi. Sebelum tahun 1960-an, kajian sosial ruang misalnya terfokus pada tata ruang pemukiman, bentuk-bentuk pemukiman, dan tipologi bangunan. Setelah tahun 1960-an, kajian sosial ruang dipengaruhi oleh munculnya paradigma baru dalam ilmu geografi dan arkeologi. Metode dan model formal yang bersifat matematis mulai digunakan misalnya dengan menerapkan aturan ukuran situs untuk menunjukan hirarki pemukiman, dan model pusat gravitasi untuk menentukan interaksi sosial. Sedangkan setelah tahun 1980-an, 5

12 ketika mulai muncul paradigma Arkeologi Pascaprosesual, kajian sosial ruang semakin berkembang terutama dengan pandangan yang melibatkan ruang sebagai bagian yang secara aktif membentuk kebudayaan manusia. Pada periode ini, kajiankajian arkeologi keruangan terpengaruh oleh teori-teori sosial postmodern seperti Pierre Bourdieu, Anthony Giddens, Andre Lavebre, Michel Foucault, dan lain sebagainya. Tema-tema yang berkembang antara lain misalnya berkenaan dengan kekuasaan dan gender (Preucel dan Meskell, 2007: 219). Salah satu situs arkeologi yang potensial untuk dijadikan bahan kajian arkeologi ruang dengan pendekatan sosial adalah situs candi dan pertapaan Gunung Kawi. Situs ini merupakan situs terbesar dari periode Hindu Buddha di Bali dan terdiri atas dua komponen bangunan yang berbeda yaitu pahatan candi dan cerukceruk pertapaan yang dibuat pada tebing jurang. Adanya pemisahan ruang dan penataan dengan pola-pola tertentu dapat dijadikan data untuk mengetahui bagaimana jalinan interaksi sosial antara penghuninya dipengaruhi oleh tata ruang. Begitu pula gejala pemisahan ruang dapat dibaca sebagai bentuk pengorganisasian secara hirarki baik secara religius maupun sosial. Pahatan-pahatan candi di Situs Gunung Kawi berjumlah sepuluh buah dan dipahat pada tebing-tebing yang dibelah oleh Sungai Pakerisan. Sepuluh buah pahatan candi tersebut ditempatkan pada tiga lokasi yang berbeda. Dua lokasi pertama berada pada tebing sungai yang lebih hulu. Pada lokasi ini dipahatkan lima buah pahatan candi pada sisi timur sungai dan di sisi barat dipahatkan empat buah 6

13 pahatan candi. Adapun pahatan candi yang terakhir berada pada tengah-tengah kompleks pertapaan di sebelah tenggara situs dan hanya berjumlah satu buah pahatan saja. Keterangan mengenai keberadaan bangunan suci dan kompleks pertapaan di sepanjang Sungai Pakerisan terekam dalam prasasti Tengkulak A yang dikeluarkan oleh Raja Marakata pada 945 Saka (1023 M). Prasasti Tengkulak menyebut situs ini sebagai katyagan dan mandala bernama Amarawati. Nama Amarawati dalam Prasasti Tengkulak oleh beberapa ahli diidentifikasi sebagai situs candi dan pertapaan Gunung Kawi (Soekmono, 1974: 211). Pendapat lain mengatakan bahwa pahatan-pahatan candi ini dibangun sekitar abad XI atas perintah Raja Anak Wungsu untuk penghormatan terhadap ayahnya, Raja Udayana (Wiguna, 2008: 40). Interpretasi ini didapat berdasarkan adanya inskripsi yang terdapat pada bagian atas pintu pada pahatan-pahatan candi di kelompok timur. Inskripsi-inskripsi tersebut ditulis dengan tipe huruf Kadiri kuadrat dan berbunyi haji lumāh ing jalu dan rwanakira. Inskripsi haji lumāh ing jalu dipahatkan pada satu buah pahatan candi paling utara. Pahatan candi ini merupakan pahatan candi paling tinggi dan diperkirakan merupakan pahatan candi untuk Raja Udayana (Kempers, 1991: 154). Adapun inskripsi rwanakira terbaca pada pahatan candi kedua sebelah selatan pahatan candi berinskripsi tadi. Inskripsi rwanakira ini merujuk pada dua orang anak Raja Udayana yang memerintah di Bali yaitu Marakata dan Anak Wungsu (Goris, 1957: 22). Selain itu, 7

14 pendapat lain yang bersifat kronologis pernah dikemukakan oleh Damais. Menurut Damais, inskripsi haji lumāh ing jalu sebagai suatu sengkalan yang menghasilkan angka tahun 1001 S atau 1079 M yang cocok dengan masa pemerintahan Raja Anak Wungsu (Damais, 1995: 53) Empat buah pahatan candi pada tebing sebelah barat tidak memiliki inskripsi, akan tetapi sangat mungkin pada zaman dahulu terdapat pula inskripsi pada ambang pintunya namun telah hilang karena kerusakan-kerusakan alami (Srijaya, 1996: 50). Empat buah pahatan candi di sisi barat ini menurut penafsiran Stutterheim kemungkinan merupakan pahatan candi yang dibuat untuk istri-istri atau selir raja setelah meninggal. Tafsiran ini diajukan Stutterheim dengan melihat kenyataan bahwa perempuan telah memiliki peran penting pada masa Bali Kuno. Pentingnya peranan perempuan pada masa Bali Kuno antara lain dapat dilihat pada sumber-sumber prasasti dimana istri atau selir raja acapkali disebutkan namanya serta banyaknya arca-arca yang dibuat secara berpasangan (Kempers, 1991: ). Pahatan candi paling kecil berada di sebelah tenggara situs. Pahatan candi ke sepuluh ini merupakan pahatan candi paling kecil dan berada di tengah-tengah kompleks gua pertapaan di sisi barat aliran Sungai Pakerisan. Pada ambang pintu pahatan candi ini terdapat pula inskripsi rakryān dan diperkirakan merupakan pahatan candi untuk menghormati petugas tinggi dalam kerajaan (Kempers, 1991: 155). 8

15 Pahatan-pahatan candi ini secara arsitektural banyak dipengaruhi oleh pengaruh Jawa, terutama Jawa Timur. Seperti diketahui bahwa candi-candi di Jawa Timur pada umumnya tidak memiliki pernak-pernik hiasan maupun lekuk-lekuk seperti pelipit dan sisi genta. Proporsinya seimbang dan harmonis tidak kelihatan tinggi maupun tambun (Wiguna, 2008: 38). Komponen bangunan kedua yang terdapat pada Situs Gunung Kawi adalah ceruk-ceruk pertapaan. Sama halnya dengan pahatan-pahatan candi, ceruk-ceruk ini juga dibuat pada tebing batu. Ceruk-ceruk pertapaan ini dibangun secara tersebar. Ada yang dibangun di dekat kompleks pahatan candi dan ada pula yang dibangun pada tempat yang berbeda sehingga khusus sebagai tempat pertapaan saja. Keberadaan ceruk-ceruk pertapaan ini merupakan sebuah indikasi mengenai penggunaan situs ini sebagai hunian secara luas oleh suatu komunitas yang disebut sebagai pertapa atau golongan rsi (Astra, 2009: 29-30; Wahyuni, 2015: 4). Pada masa Bali Kuno, kelompok rsi dan para pertapa merupakan salah satu golongan yang selalu mendapatkan perhatian raja. Hal ini dikarenakan pada masa tersebut kaum agamawan memiliki kedudukan yang penting dalam birokrasi pemerintahan (Astra, 2008: 17). Baik pahatan candi dan ceruk-ceruk pertapaan di Situs Gunung Kawi memiliki penataan ruang yang jelas. Secara umum terdapat lima himpunan kompleks bangunan di situs ini dan kelimanya ditata secara terpisah satu sama lain. 9

16 Selain itu terdapat pula perbedaan-perbedaan bentuk ruang yang kemungkinan besar juga berhubungan dengan fungsi dan status sosial penghuni situs ini pada masa lalu. Penelitian mengenai penataan ruang Situs Gunung Kawi pernah dilakukan oleh Gotama (2002) tetapi baru pada tataran fisik dan tafsiran religinya saja sedangkan hubungannya dengan interaksi dan hirarki sosial penghuninya belum pernah dilakukan. Selain itu, penelitian-penelitian secara khusus mengenai Situs Gunung Kawi yang telah dilakukan antara lain membahas kepurbakalaan secara umum (Lama, 1965), tipologi ceruk (Sudiani, 1996), penerapan konsep mandala dan triangga (Wiguna, 2008), proporsi arsitektural pahatan candi (Gunawarman, 2015), semiotika (Schoenfelder, 2010), dan aspek pengelolaan sumberdaya arkeologi (Purniti, 2011). Menyadari hal tersebut, dilakukan penelitian dengan alasan bahwa kajian-kajian keruangan dan sosial pada situs-situs arkeologi masih sedikit sekali mendapatkan perhatian. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai aspek-aspek kehidupan pada masa Bali Kuno terutama berkaitan dengan penataan ruang dan aspek-aspek sosial yang terjadi di dalamnya. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini pada dasarnya ingin menjawab beberapa permasalahan yang berkaitan dengan penataan ruang pada Situs Gunung Kawi dan hubungannya 10

17 dengan sosioaktivitas penghuninya pada masa lampau. Adapun beberapa permasalahan yang dijawab adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pola penataan ruang pada Situs Gunung Kawi? 2. Bagaimana hubungan antara pola penataan ruang dengan interaksi sosial penghuni Situs Gunung Kawi pada masa lampau? 3. Bagaimanakah hirarki sosial ruang pada Situs Gunung Kawi? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini merupakan tolak ukur untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan pada rumusan masalah. Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu tujuan umum dan tujuan khusus Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah merekonstruksi aspek-aspek sosial budaya yang terdapat pada Situs Gunung Kawi. Penelitian ini menekankan pada penataan ruang dan interaksi serta hirarki sosial yang terdapat di dalamnya Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah menjawab permasalahanpermasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Tujuan khusus tersebut antara lain: 1. Mengetahui pola penataan ruang pada Situs Gunung Kawi. Pola penataan ruang yang dimaksud meliputi penataan secara umum dari situs (linear, terpusat, atau 11

18 acak), penataan ruang dalam sub-situs atau beberapa fitur yang mengelompok, serta pembagian ruang sesuai dengan fungsinya baik sebagai ruang privat yang dihuni atau sebagai ruang publik yang mengakomodir banyak interaksi sosial. 2. Mengetahui hubungan antara penataan ruang pada Situs Gunung Kawi dengan pola interaksi sosial penghuninya pada masa lampau. Penataan ruang dengan membagi ruang dalam kelompok-kelompok tertentu menentukan populasi manusia yang berhubungan juga dengan kuantitas dan intensitas interaksi sosial pada Situs Gunung Kawi. 3. Mengetahui hirarki sosial ruang pada Situs Gunung Kawi. Hirarki sosial yang menjadi tujuan penelitian ini ditafsirkan melalui pembacaaan terhadap tata ruang, indikator status sosial, jarak yang memisahkan ruang sebagai indikasi pembatas hirarki sosial, serta data-data epigrafis dan filologis yang terkait dengan penelitian ini. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan sumbangan pemikiran secara teoretis dan praktis. Adapun manfaat itu sebagai berikut Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi data penelitian arkeologi masa Hindu-Buddha terutama dalam kajian arkeologi keruangan dan sosial. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pada penelitian- 12

19 penelitian selanjutnya baik yang membahas Situs Gunung Kawi maupun situs-situs lain di Indonesia Manfaat Praktis Penelitian ini tentu memiliki manfaat-manfaat praktis bagi berbagai kalangan antara lain peneliti, institusi cagar budaya, dan masyarakat Bali sendiri sebagai masyarakat penerus peradaban Hindu. Manfaat praktis penelitian ini antara lain memberikan sumbangan pengetahuan berupa nilai penting budaya (cultural values) dari komplek Situs Gunung Kawi sebagai situs warisan budaya terbesar dari periode Hindu Buddha di Bali. Signifikansi nilai ini dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan situs-situs tersebut dalam berbagai kepentingan seperti kepentingan religius dan pariwisata. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian (research scope) berguna untuk membatasi penelitian sehingga penelitian tidak bergeser atau meluas dari tujuan penelitian. Penentuan ruang lingkup penelitian memberikan batasan-batasan tertentu pada peneliti sehingga hasil penelitian yang dilakukan menjadi lebih terarah dan sesuai dengan tujuan utamanya. Ruang lingkup pada penelitian ini secara umum dibagi dalam dua kategori berdasarkan objek penelitian sebagai data utama yang dikaji untuk menjawab permasalahan serta penalaran yang didasarkan pada permasalahan 13

20 yang telah diajukan sebelumnya. Penjelasan secara lebih khusus berkenaan dengan ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut Ruang Lingkup Objek Ruang lingkup objek penelitian mencakup objek yang diteliti. Objek penelitian yang diteliti adalah lanskap ruang Situs Gunung Kawi. Objek penelitian ini secara umum dibagi menjadi dua yaitu objek berupa fitur yang dibuat oleh manusia masa lampau dan lanskap alami yang ikut membentuk ruang. Fitur-fitur tersebut berupa pahatan candi, ceruk pertapaan, ruang terbuka di depan pahatan candi, jaringan jalan, dan pintu gerbang. Lanskap alami yang menjadi komponen ruang pada Situs Gunung Kawi meliputi tebing, jurang, dan Sungai Pakerisan Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup permasalahan mencakup permasalahan-permasalahan yang menjadi pokok utama dalam penelitian. Penelitian ini dititikberatkan pada pembahasan bentuk penataan ruang, hubungan penataan ruang dengan interaksi sosial, dan hirarki sosial dari ruang pada komplek Situs Gunung Kawi. Variabelvariabel yang dicermati dalam ruang lingkup permasalahan ini adalah bentuk penataan ruang sebagai variabel yang dapat menentukan hirarki sosial ruang, jarak antarruang sebagai variabel yang dapat menentukan intensitas interaksi sosial dan simbol pembatasan hirarki ruang, serta kapasitas ruang sebagai variabel yang dapat menentukan kuantitas interaksi sosial. 14

Pola Penataan Ruang dan Implikasinya Terhadap Interaksi, dan Hirarki Sosial Manusia Masa Lampau pada Situs Gunung Kawi, Kabupaten Gianyar, Bali

Pola Penataan Ruang dan Implikasinya Terhadap Interaksi, dan Hirarki Sosial Manusia Masa Lampau pada Situs Gunung Kawi, Kabupaten Gianyar, Bali Pola Penataan Ruang dan Implikasinya Terhadap Interaksi, dan Hirarki Sosial Manusia Masa Lampau pada Situs Gunung Kawi, Kabupaten Gianyar, Bali Dani Sunjana 1, I Wayan Ardika 2, I Wayan Srijaya 3 123 Prodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

Lebih terperinci

KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBANGUNAN KOMPLEKS CANDI GUNUNG KAWI Local Wisdom in The Construction of Gunung Kawi Temple

KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBANGUNAN KOMPLEKS CANDI GUNUNG KAWI Local Wisdom in The Construction of Gunung Kawi Temple KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBANGUNAN KOMPLEKS CANDI GUNUNG KAWI Local Wisdom in The Construction of Gunung Kawi Temple Anak Agung Gde Bagus dan Hedwi Prihatmoko Balai Arkeologi Bali Jl. Raya Sesetan No. 80,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

PERTAPAAN PADA MASA BALI KUNO ABAD IX-XII MASEHI Ni Made Dewi Wahyuni Program Studi Arkeologi, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

PERTAPAAN PADA MASA BALI KUNO ABAD IX-XII MASEHI Ni Made Dewi Wahyuni Program Studi Arkeologi, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana PERTAPAAN PADA MASA BALI KUNO ABAD IX-XII MASEHI Ni Made Dewi Wahyuni Program Studi Arkeologi, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Abstract At the time of ancient Bali between the 9 th to 12

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pengelolaan terhadap tinggalan arkeologi yang ditemukan di berbagai pelosok tanah air termasuk daerah Bali, sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

Pengembangan Interpretasi Wisata Budaya Guna Mendukung Program Pelestarian Tapak Arkeologi

Pengembangan Interpretasi Wisata Budaya Guna Mendukung Program Pelestarian Tapak Arkeologi Pengembangan Interpretasi Wisata Budaya Guna Mendukung Program Pelestarian Tapak Arkeologi LURY SEVITA YUSIANA 1*, NI NYOMAN ARI MAYADEWI 2 1. Program Studi Arsitektur Pertamanan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama matakuliah Kode/SKS Status mata kuliah Deskripsi Singkat : ARKEOLOGI HINDU-BUDDHA : BDP 1107/ 2 SKS : Wajib : Pengenalan tinggalan arkeologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan kebudayaan tersebut secara kronologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

RELIEF TANTRI DI PERTAPAAN GUNUNG KAWI BEBITRA DESA BITERA, GIANYAR. I Putu Yogi Sudiana Program Studi Arkeologi

RELIEF TANTRI DI PERTAPAAN GUNUNG KAWI BEBITRA DESA BITERA, GIANYAR. I Putu Yogi Sudiana Program Studi Arkeologi 1 RELIEF TANTRI DI PERTAPAAN GUNUNG KAWI BEBITRA DESA BITERA, GIANYAR I Putu Yogi Sudiana Program Studi Arkeologi Abstrak Relief of Tantri that is located in Pertapaan Gunung Kawi Bebitra. This area located

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Salah satu pengaruh kebudayaan India ialah dalam aspek religi, yakni

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA Luh Putu Sri Sugandhini Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana ABSTRACT Based on the fact in a pattern of religious

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dunia pasti dihadapkan dengan dua keadaan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dunia pasti dihadapkan dengan dua keadaan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia di dunia pasti dihadapkan dengan dua keadaan yaitu keadaan yang baik dan keadaan yang buruk. Manusia yang baik adalah menjadikan keadaan baik

Lebih terperinci

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi Made Reisa Anggarini 1, I Wayan Redig 2, Rochtri Agung Bawono 3 123 Program

Lebih terperinci

Gubahan Bentuk Taman dan Bentuk Ruang Taman Kiriman; Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar.

Gubahan Bentuk Taman dan Bentuk Ruang Taman Kiriman; Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar. Gubahan Bentuk Taman dan Bentuk Ruang Taman Kiriman; Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar. Gubahan Bentuk Taman a. Zaman Bali Kuna Bila desain taman peninggalan kerajaan-kerajaan

Lebih terperinci

Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar

Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar PREVIEW IV TUGAS AKHIR I NYOMAN ARTO SUPRAPTO 3606 100 055 Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi

Lebih terperinci

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa lampau adalah merekonstruksi kehidupan masa lalu. Rekonstruksi kehidupan masa lalu yang dimaksud

Lebih terperinci

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia mempunyai sejarah kebudayaan yang telah tua, berawal dari masa prasejarah (masa sebelum ada tulisan), masa sejarah (setelah mengenal tulisan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan

Lebih terperinci

ARKENAS PERSEBARAN DAN BENTUK-BENTUK MEGALITIK INDONESIA: SEBUAH PENDEKATAN KAWASAN. Bagyo Prasetyo

ARKENAS PERSEBARAN DAN BENTUK-BENTUK MEGALITIK INDONESIA: SEBUAH PENDEKATAN KAWASAN. Bagyo Prasetyo PERSEBARAN DAN BENTUK-BENTUK MEGALITIK INDONESIA: SEBUAH PENDEKATAN KAWASAN 1. Pendahuluan Sebagaimana dapat dikenali dari istilah yang digunakan, studi kawasan lebih menekankan aspek ruang dalam pengkajiannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. To live in the future, one must first understand their history by. anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia

BAB I PENDAHULUAN. To live in the future, one must first understand their history by. anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG To live in the future, one must first understand their history by anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia mempelajari benda-benda dari masa lalu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 245 Universitas Indonesia. Tempat duduk..., Yulie Pusvitasary, FIB UI, 2009

BAB 5 PENUTUP. 245 Universitas Indonesia. Tempat duduk..., Yulie Pusvitasary, FIB UI, 2009 BAB 5 PENUTUP Penelitian terhadap pengidentifikasian tempat duduk yang dipahatkan pada relief Lalitavistara Candi Borobudur telah dipaparkan secara sistematis pada bab sebelumnya. Bab 2 merupakan deskripsi

Lebih terperinci

PENDEKATAN DAN KONSEP GEOGRAFI

PENDEKATAN DAN KONSEP GEOGRAFI www.bimbinganalumniui.com 1. Geografi is the mother of all sciences adalah pendapat yang dikemukakan oleh a. Preston E. James b. Bintarto c. Aristoteles d. Vidal de la Blace e. Huntington 2. Istilah geografi

Lebih terperinci

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi

BAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti telah lama diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya peninggalan peninggalan sejarah yang tersebar luas hampir

Lebih terperinci

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala Oleh Junus Satrio Atmodjo Mengapa Kita Harus Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pabrik gula merupakan salah satu peninggalan masa kolonial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pabrik gula merupakan salah satu peninggalan masa kolonial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik gula merupakan salah satu peninggalan masa kolonial yang mempunyai pengaruh cukup besar di Indonesia. Pabrik gula adalah tempat untuk memproduksi gula

Lebih terperinci

Kata kunci: persepsi, partisipasi publik, pemanfaatan, Museum Situs Sangiran, berbasis masyarakat.

Kata kunci: persepsi, partisipasi publik, pemanfaatan, Museum Situs Sangiran, berbasis masyarakat. ABSTRAK Penelitan dengan judul Persepsi dan Partisipasi Publik dalam Upaya Pemanfaatan Museum Situs Sangiran Berbasis Masyarakat ini membahas tentang pandangan dan peran serta masyarakat terhadap berlangsungnya

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

BAGIAN I EXECUTIVE SUMMARY

BAGIAN I EXECUTIVE SUMMARY BAGIAN I EXECUTIVE SUMMARY iii "STRATEGI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI POTENSI SUMBERDAYA ARKEOLOGI DAN BUDAYA LOKAL, SERTA SPESIFIKASI GEOGRAFIS KAWASAN PANTAI UTARA BALI KABUPATEN BULELENG, PROVINSI

Lebih terperinci

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama,

David J. Stuart Fox, penulis buku Pura Besakih; Pura, Agama, IDG Windhu Sancaya Pura Besakih: Di antara Legenda dan Sejarah Penguasa Bali IDG Windhu Sancaya* Judul buku : Pura Besakih; Pura, Agama, dan Masyarakat Bali Penulis : David J. Stuart Fox Penerjemah: Ida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa klasik yang berkembang di Nusantara dipengaruhi oleh masuknya kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7). Masa ini berkembang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan catatan dan

Lebih terperinci

ANALISIS HARGA DAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN SEWON DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS.

ANALISIS HARGA DAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN SEWON DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. ANALISIS HARGA DAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN SEWON DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. ANALYSIS PRICE AND VALUE OF LAND IN SEWON DISTRICT, USING REMOTE SENSING AND GEOGRAPHIC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Pariwisata penting bagi negara karena menghasilkan devisa dan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Pariwisata penting bagi negara karena menghasilkan devisa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Pariwisata merupakan industri global yang bersifat fenomenal. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dari jumlah wisatawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa kebudayaan diantaranya dimulai pada masa prasejarah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. De Casparis (1975) dalam bukunya yang berjudul Indonesian Paleography

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. De Casparis (1975) dalam bukunya yang berjudul Indonesian Paleography BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan tinjauan terhadap beberapa pustaka yang dijadikan sebagai pedoman dalam penulisan ini.

Lebih terperinci

PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA

PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA Irfanuddin Wahid Marzuki (Balai Arkeologi Manado) Abstrak The slopes of Mount Merapi are found the remains of the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa yang memiliki kekayaan akan peninggalan kebudayaan. Bentuk dari peninggalan kebudayaan dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal kehidupan umat manusia berabad- abad silam, untaian sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal kehidupan umat manusia berabad- abad silam, untaian sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah fenomena fundamental dalam kehidupan manusia. Sejak awal kehidupan umat manusia berabad- abad silam, untaian sejarah menggambarkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gedung bouwpleog..., Yuri Arief Waspodo, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Gedung bouwpleog..., Yuri Arief Waspodo, FIB UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari sisa-sisa peninggalan budaya masa lalu untuk mengungkapkan kehidupan masyarakat pendukung kebudayaannya serta berusaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mapun pembahasan, penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kawasan Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah saujana yang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 18 /KPTS/013/2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 18 /KPTS/013/2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 18 /KPTS/013/2015 TENTANG PENETAPAN SATUAN RUANG GEOGRAFIS KAWASAN PENANGGUNGAN SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA PERINGKAT PROVINSI GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Plato 1 Dieng merupakan sebuah dataran tinggi yang berada di atas 2000 m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato Dieng berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman perwujudan bangunan

Lebih terperinci

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA 3.1. Tata letak Perletakan candi Batujaya menunjukkan adanya indikasi berkelompok-cluster dan berkomposisi secara solid void. Komposisi solid ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hasil analisis

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hasil analisis 368 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN A. Kesimpulan Sasaran utama penelitian ini adalah untuk memberi jawaban terhadap permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN MATERI. Ruang lingkup pengetahuan geografi. Konsep esensial geografi dan contoh terapannya

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN MATERI. Ruang lingkup pengetahuan geografi. Konsep esensial geografi dan contoh terapannya KISI-KISI PENULISAN USBN Jenis Sekolah : SMA Mata Pelajaran : Geografi Kurikulum : 2013 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah Soal : Pilihan Ganda : 40 Soal Essay : 5 Soal 1 3.1 Memahami pengetahuan dasar geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang kaya akan situs-situs arkeologi baik yang

Lebih terperinci

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP GEOGRAFI

RUANG LINGKUP GEOGRAFI RUANG LINGKUP GEOGRAFI Definisi menurut Seminar dan Lokakarya Peningkatan Kualitas Pengajaran Geografi 1988. Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena Geosfera dengan sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

Pengelolaan Situs Candi Wasan Pascapemugaran dalam Upaya Meningkatkan Pariwisata Budaya Berbasis Masyarakat

Pengelolaan Situs Candi Wasan Pascapemugaran dalam Upaya Meningkatkan Pariwisata Budaya Berbasis Masyarakat Pengelolaan Situs Candi Wasan Pascapemugaran dalam Upaya Meningkatkan Pariwisata Budaya Berbasis Masyarakat Putu Ayu Surya Andari 1*, I Gusti Ngurah Tara Wiguna 2, Zuraidah 3 123 Program Studi Arkeologi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kabupaten Ngawi mempunyai sumber daya budaya berupa objek/situs cagar budaya yang cukup banyak dan beragam jenisnya. Dari semua objek/situs cagar budaya yang berada

Lebih terperinci

449 IX. PENUTUP 9.1. Kesi mpulan

449 IX. PENUTUP 9.1. Kesi mpulan 449 IX. PENUTUP Bagian yang akan menutup pembahasan tentang ruang lokal Kawasan Pusat Situs Purbakala ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama, adalah kesimpulan hasil penelitian tentang Ruang Kemuliaan

Lebih terperinci

FUNGSI PATIRTHAN DI KABUPATEN GIANYAR, BALI Patirthaan Fuction In The Gianyar Regency, Bali

FUNGSI PATIRTHAN DI KABUPATEN GIANYAR, BALI Patirthaan Fuction In The Gianyar Regency, Bali Heri Purwanto. Fungsi Patirthan di Kabupaten Gianyar Bali FUNGSI PATIRTHAN DI KABUPATEN GIANYAR, BALI Patirthaan Fuction In The Gianyar Regency, Bali Heri Purwanto Mahasiswa Program Studi Arkeologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 2. Penelitian GeografiLatihan Soal 2.1. Lanskap fisik. Kependudukan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 2. Penelitian GeografiLatihan Soal 2.1. Lanskap fisik. Kependudukan 1. Geografi manusia mempelajari tentang... SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 2. Penelitian GeografiLatihan Soal 2.1 Dinamika budaya Lanskap fisik Lanskap lingkungan Kependudukan Lanskap lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan warisan budaya. Salah satu warisan budaya yang penting adalah bangunan-bangunan candi yang merupakan tinggalan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Peninggalan benda-benda purbakala merupakan warisan budaya yang mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi. Dengan demikian peninggalan purbakala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkembang secara dinamis. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Jakarta dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel

Kata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel Eksistensi Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung, Kintamani, Bangli (Kajian Tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah) Oleh : I Wayan Pardi, (NIM 0914021066), (e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kajian pustaka merupakan suatu pustaka yang dijadikan pedoman dalam melakukan suatu penelitian yang sering disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 63 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi dalam penelitian ini mengacu pada tujuan yang telah ditentukan yaitu untuk mengetahui konsep, makna atau nilai dan pengaruh dari perilaku dan tradisi budaya

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Ruang publik, Yaroana Masigi, Pelestarian

ABSTRAK. Kata Kunci : Ruang publik, Yaroana Masigi, Pelestarian ABSTRAK Ruang publik Yaroana Masigi merupakan bagian paling inti dari kawasan Benteng Keraton Buton. Kegiatan Budaya dan adat yang berlangsung di Yaroana Masigi masih terpelihara sampai saat ini. Kajian

Lebih terperinci

Indah Octavia Koeswandari Noorhadi Rahardjo

Indah Octavia Koeswandari Noorhadi Rahardjo PENGGUNAAN PETA UNTUK MENGETAHUI HUBUNGAN ANTARA ARAH PERKEMBANGAN WILAYAH DENGAN KONEKTIVITAS JALAN DAN POLA PERSEBARAN FASILITAS UMUM DI PERKOTAAN KLATEN Indah Octavia Koeswandari indahoctaviakoeswandari@gmail.com

Lebih terperinci

PRASASTI MAYUNGAN DI DESA PAKRAMAN MAYUNGAN, DESA ANTAPAN, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN

PRASASTI MAYUNGAN DI DESA PAKRAMAN MAYUNGAN, DESA ANTAPAN, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN 1 PRASASTI MAYUNGAN DI DESA PAKRAMAN MAYUNGAN, DESA ANTAPAN, KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN Ida Ayu Wayan Prihandari Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Abstract This study

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat. hiasan Matahari dengan Kalimah Toyyibah, nisan ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kubur Pitu merupakan peninggalan bersejarah yang ada hingga sekarang, pada Kubur Pitu ini terdapat nisan yang didalamnya terdapat hiasan Matahari dengan Kalimah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan alam seperti pantai, danau, laut, gunung, sungai, air terjun, gua,

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan alam seperti pantai, danau, laut, gunung, sungai, air terjun, gua, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan beragam suku dengan adat dan istiadat yang berbeda, serta memiliki banyak sumber daya alam yang berupa pemandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Candi Cetho merupakan salah satu candi peninggalan jaman Hindu yang dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi,

Lebih terperinci

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB VII RAGAM SIMPUL BAB VII RAGAM SIMPUL Komunitas India merupakan bagian dari masyarakat Indonesia sejak awal abad Masehi. Mereka datang ke Indonesia melalui rute perdagangan India-Cina dengan tujuan untuk mencari kekayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media tulis prasasti terdiri atas beberapa jenis antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. Media tulis prasasti terdiri atas beberapa jenis antara lain : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prasasti adalah suatu putusan resmi yang di dalamnya memuat sajak untuk memuji raja, atas karunia yang diberikan kepada bawahannya, agar hak tersebut sah dan dapat

Lebih terperinci

SRI HAYATI DEFINISI DAN PERKEMBANGN GEOGRAFI POLITIK

SRI HAYATI DEFINISI DAN PERKEMBANGN GEOGRAFI POLITIK SRI HAYATI DEFINISI DAN PERKEMBANGN GEOGRAFI POLITIK Geografi Politik adalah bagian atau cabang dari Geografi Manusia, yang terutama mempelajari negara sebagai suatu region politik. (Moodie, 1963) Political

Lebih terperinci