449 IX. PENUTUP 9.1. Kesi mpulan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "449 IX. PENUTUP 9.1. Kesi mpulan"

Transkripsi

1 449 IX. PENUTUP Bagian yang akan menutup pembahasan tentang ruang lokal Kawasan Pusat Situs Purbakala ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama, adalah kesimpulan hasil penelitian tentang Ruang Kemuliaan dan konsep-konsep pembangunnya. Bagian kedua merupakan sumbangan penelitian terhadap pengetahuan, bagian ketiga, saran-saran yang berkenaan dengan pengembangan penelitian, dan yang terakhir, saran-saran terhadap praktik perancangan dan perencanaan ruang lokal Kesimpulan 1. Simbol objek material (artefak), interaksi sosial dan interaksi antara pelaku dengan artefak dijumpai pada: a) elemen permanen, yaitu candi, arca, makam, elemen alam (bulan, matahari, air, api, arah mata angin, batu dan pohon), ruang ekonomi formal (lahan persawahan, industri bata, warung/toko) dan ruang ekonomi informal (pedagang kaki lima); b) elemen semi permanen, yaitu setting ruang pada aktivitas tertentu, elemen-elemen artifisial pendukung aktivitas sesajian, perlengkapan khusus untuk ritual (pakaian, payung, genta, bendera, topeng dan alat-alat untuk tarian sakral, wayang, musik dan gamelan, janur, bunga, air, api, burung), perlengkapan umum (foto tokoh tertentu, papan reklame); c) elemen tidak permanen, yaitu hubungan antar objek artefak (objek sakral), ragam aktivitas budaya (spiritual, festival), prosesi dalam aktivitas budaya, ekspresi posisi, postur dan gerakan tubuh, serta wajah dan suara pelaku aktivitas. 2. Ideologi sebagai kesatuan ide, orientasi nilai, agama, mitos, dan struktur kesadaran ditemukan dalam keyakinan religius, kepercayaan, dan orientasi nilai. 3. Terdapat perkembangan pengertian tentang keyakinan religius dan kepercayaan yang bersumber dari referensi formal (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008) pada kenyataan empiris.

2 Dalam penelitian ini, keyakinan religius adalah keyakinan yang didasarkan pada ajaran-ajaran keagamaan yang dianut oleh umat pelaku, yaitu Islam, Hindu dan Buddha, sedangkan kepercayaan adalah keyakinan atas kebenaran sesuatu yang tidak bersumber pada agama tertentu. Penelitian ini menemukan bahwa kepercayaan meliputi keyakinan mitologis, keyakinan kosmologis, dan keyakinan historis. Keyakinan mitologis adalah keyakinan yang didasarkan pada mitos atau kisah-kisah suci pewayangan yang dipercaya oleh komunitas tertentu (Jawa dan Hindu). Keyakinan kosmologis, adalah keyakinan bahwa dunia dalam pengaruh kekuatan magis yang bersumber pada benda-benda di alam semesta, yaitu cahaya dan gerak matahari juga bulan, segara (laut), gunung, pohon, air dan arah mata angin. Dalam keyakinan ini, selain sebagai media perjumpaan pelaku ritual dengan roh leluhur atau dewa, elemen-elemen alam semesta tersebut juga dipercaya sebagai tempat dewa atau roh nenek moyang yang didewakan bersemayam (palinggihan). Komunitas yang mendasarkan ritual pemujaannya pada keyakinan ini adalah komunitas Jawa dan Bali. Keyakinan historis, adalah keyakinan yang didasarkan pada peristiwa sejarah yang dipahami oleh kelompok pelaku tertentu, yaitu sebagian dari masyarakat umum, masyarakat Islam, masyarakat Jawa, Hindu dan Buddha. Keyakinan historis dijumpai bersifat subjektif yang bersumber dari tradisi tutur, dan bersifat objektif yang bersumber dari bukti-bukti arkeologis dan kajian akademis. 4. Dalam penetapan ruang, waktu dan laku, hubungan antar keyakinan religius, mitologis, kosmologis, dan historis adalah arbitrer. Keyakinan menjadi landasan pemaknaan ruang melalui proses: a) interpretasi dalam satuan tunggal; dan b) sintesis antar keyakinan untuk menemukan harmonisasi dari kebenaran suatu nilai antar keyakinan yang beragam. 5. Terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan sumber kesadaran. Dalam penelitian ini, kesadaran bersumber dari intuisi dan intelektual. Kesadaran intuitif adalah pemahaman yang bersumber dari gerak hati atau rasa, sedangkan kesadaran intelektual adalah pemahaman yang bersumber dari olah pikir 450

3 pelaku pemujaan. Sumber tutur dan atau referensial menjadi material penting dalam membangun kesadaran intelektual. 6. Di balik kesetaraan hubungan antar keyakinan, hakekatnya terdapat struktur hierarkis keyakinan. Keyakinan religius adalah azas dari keyakinan lainnya. Pengertian keyakinan religius berkembang dari pengertian semula, yaitu keyakinan yang didasarkan pada ajaran-ajaran keagamaan tertentu. Keyakinan religius adalah keyakinan pelaku ruang tentang adanya Sumber atau Sebab Kemuliaan. Keyakinan tersebut mewujud dalam pandangan pelaku ruang tentang dunia, interaksi sosial supranatural, dan laku membangun kemuliaan. 7. Ruang yang disebut pelaku ruang sebagai dunia adalah ruang eksistensial, yaitu ruang berhuni atau tempat pelaku ruang dapat mengorientasi, mengidentifikasi, dan membangun diri dalam dunia di luarnya. Dalam pemahaman ini, ruang atau dunia dikenali melalui proses strukturisasi yang ditemukan dalam wujud penentuan struktur hierarkis sesuai posisi dan peranannya kelompok sosial yang menempatinya. 8. Kelompok sosial dibedakan menjadi kelompok sosial supranatural dan kelompok sosial manusia. Yang termasuk kelompok sosial supranatural adalah Gusti; leluhur, yaitu raja, resi, tokoh alim, dan patih atau prajurit kerajaan yang telah wafat; tokoh-tokoh mitologis dalam pewayangan dan danyang penguasa wilayah gaib; mahluk gaib lain baik berwujud manusia maupun binatang; dan orang tua yang telah wafat. Meski keseluruhan anggota kelompok ini bersifat gaib (tidak tercerap indera), namun Gusti tidak dapat disamakan dengan mahluk lainnya, bahkan dengan mahluk gaib yang dikenal dalam terminologi lokal. Kelompok sosial manusia adalah sekelompok orang yang disatukan oleh kesamaan ideologi (kepercayaan dan orientasi hidup). 9. Terdapat tiga kategori ruang atau dunia, yaitu 1) dunia supranatural-tak terbatas-tak terjangkau ; 2) dunia antara atau dunia supranatural-terbatas ; dan 3) dunia empiris yang terdiri dari dunia empiris-supranatural, yaitu dunia arwah bagi kelompok sosial terkait dengan pelaku masa kini yang dikategorikan dalam dunia antara dan dunia empiris-terbatas. 451

4 10. Pelaku ruang memahami Kemuliaan dalam dua kategori, yaitu spiritual dan duniawi/materialistik. Kemuliaan spiritual dipahami dalam makna: 1) tercapainya jiwa suci dan luhur; 2) tercapainya kesadaran/penerangan dan ilmu sempurna; 3) tercapainya mahardika, yaitu kebebasan jiwa dari keterikatan material dan ketersambungan dengan yang imaterial; dan 4) tercapainya ke-manunggalan-an hamba dengan Tuhannya. Kemuliaan duniawi dipahami dalam makna: 1) tercapainya kehidupan selamat lahir dan batin; 2) terpenuhinya ilmu; 3) hubungan persaudaraan; 4) kelimpahan rezeki sandang, pangan, dan kesehatan; 5) keluasan kesempatan usaha; dan 6) tercapainya kedudukan sosial tertentu; dilandasi oleh dua ragam keyakinan, yaitu keyakinan religius dan keyakinan duniawi yang tidak terkait dengan keyakinan religius. 11. Gerak Meruang adalah gerak sosial dalam pelampauan ruang dan waktu dalam laku membangun kemulian. 12. Gerak meruang membangun Ruang Kemuliaan dalam dua hal, yaitu restrukturisasi dan reformasi ruang. Restrukturisasi adalah perubahan sekaligus penataan kembali struktur hierarkis ruang, dan reformasi adalah penataan kembali ruang empiris melalui penempatan elemen-elemen ruang dari konsepsi yang disadari semula. 13. Terdapat tiga pola gerak meruang yang menjadi kesatuan utuh dengan pola relasi sosial, yaitu: a) interaksi ruang terjadi antara dunia empiris menuju dunia supranaturaltak terbatas melalui dunia supranatural-terbatas, yang didasarkan pada keyakinan mengenai adanya perbedaan hierarkis antara Gusti dengan leluhur, dan ketidak terjangkauan Gusti. Konsepsi struktur hierarkis ruang berupa penempatan dunia supranatural-tak terbatas-tak terjangkau sebagai dunia atas dan dunia empiris sebagai dunia bawah, serta munculnya dunia antara yang menjembatani dunia atas dan dunia bawah. Reformasi ruang mewujud dalam hal penetapan situs purbakala 452

5 (candi) dan atau makam sebagai objek sakral dan pusat dari ruang pemujaan, yang diikuti oleh penempatan elemen-elemen pendukung ritual; b) interaksi ruang terjadi antara dunia empiris menuju dunia supranaturalterbatas, yang dilandasi oleh keyakinan mengenai relasi sosial berdasarkan pandangan bahwa leluhur adalah manifestasi dari Gusti. Konsepsi struktur hierarkis ruang berupa penempatan dunia supranatural-terbatas atau dunia antara sebagai muara tujuan laku pemujaan, dan dunia empiris sebagai dunia bawah. Reformasi ruang mewujud dalam hal menetapkan situs purbakala (candi), makam, elemen-elemen alam (pohon, batu) sebagai objek sakral. Objek sakral tidak serta-merta ditetapkan sebagai pusat ruang pemujaan. Pusat ruang sekaligus penempatan elemen-elemen pendukung ritual dalam suatu setting ruang ditentukan berdasarkan keyakinan religius pelaku terhadap elemen-elemen alam seperti bulan, matahari, segara (laut), air, dan arah mata angin; dan c) interaksi ruang terjadi antara dunia empiris dengan dunia supranaturaltak terbatas yang dibentuk oleh keyakinan bahwa pertama, manusia badan raga dan batin yang berada di dunia bawah adalah representasi dari dunia supranatural-tak terbatas, sehingga dunia empiris (manusia) dan dunia supramatural-tak terbatas sebenarnya adalah tunggal. Kedua, kualitas batiniah manusia senantiasa berubah, sehingga menciptakan jarak antara manusia dalam dunia bawah atau dunia empiris dengan dunia atas atau dunia ketuhanan. Karena itu, diperlukan upaya mencapai kesatuan kembali dengan dunia atas. Meskipun demikian, keyakinan tentang ketidakmampuan manusia untuk menjangkau dunia supranatural yang tak terbatas, dan tentang dunia supranatural-terbatas atau dunia arwah dan roh adalah manifestasi dunia ketuhanan masih melatarbelakangi pandangan pelaku ruang. Secara konseptual, struktur hierarkis ruang berupa mewujudnya dunia supranatural-tak terbatas atau dunia atas pada dunia supranatural-terbatas atau dunia antara, dan kehadiran dan kesatuannya dengan dunia empiris-terbatas atau dunia bawah. Dengan kehadirannya 453

6 dalam dunia empiris atau pengalaman individual manusia, maka manusia secara konseptual telah berada di dunia supranatural. Dalam pola ini, meskipun reformasi ruang mewujud dalam hal menetapkan manusia sebagai pusat dan objek ruang sakral, namun penempatan elemenelemen pendukung ritual dalam suatu setting ruang tetap ditentukan berdasarkan keyakinan religius pelaku terhadap elemen-elemen alam seperti bulan, matahari, segara (laut), air, dan arah mata angin. Hal ini karena hanya pada ruang dan waktu tersebut manusia menemukan spiritualitasnya. 14. Gerak meruang telah memungkinkan pencairan batas-batas dimensional ruang dan perubahan ruang sekaligus elemen-elemen empiris yang menyertainya menjadi ruang konseptual. 15. Dalam gerak meruang, relasi sosial tercipta bersama ruang-ruang pemujaan dalam kerangka waktu yang subjektif. Bukan waktu vulgar-sekuensial, namun waktu primordial yang dihayati. Gerak meruang adalah gerak mewaktu, yaitu gerak menghayati asal masa lalunya, menghayati masa kininya demi mempersiapkan dan membangun kemuliaan diri di masa mendatang. Keserentakan waktu asali dalam hidup manusia ada bersama gerak meruangnya. Suatu gerak meruang yang tak ditemui dalam upaya membangun kemuliaan duniawi semata. Meski gerak meruang merujuk pada gerak sosial, namun gerak tersebut merupakan gerak sosial eksistensial. Gerak yang hanya dapat dihayati oleh manusia sebagai individual. Karena itu, gerak meruang terjadi didasarkan pada kepercayaan dan pengalaman hidup para pelaku ruang. 16. Dalam kesadaran pelaku, Ruang Kemuliaan adalah Sumber Kemuliaan itu sendiri: Yang Maha Suci (Gusti Kang Maha Suci) ; Yang Maha Memberi Petunjuk (Berilmu atau Kesadaran yang Sempurna) ; Yang Maha Kuasa (Gusti Maha Kuasa) ; Yang Maha Pencipta (Gusti Kang Murbeng Dumadi). 17. Hasil dialog teori menunjukkan bahwa teori Ruang Kemuliaan menyumbangkan warna baru terhadap teori-teori lokal tentang ruang, budaya, dan lingkungan, serta tentang ruang yang terkait dengan spiritualitas dan 454

7 kesejarahan. Persandingan teori ini dengan teori ruang lokal Sistem Spasial Desa Pegunungan di Bali dalam Perspektif Sosial-Budaya (Runa, 2004) yang dilatar belakangi oleh keterikatan sejarah dan sosio-kultural, menunjukkan adanya perbedaan konsepsi keruangan yang disebabkan oleh dinamika dan dialog antar keyakinan sebagai azas kesadaran tentang ruang. Sementara, persandingan teori ini dengan teori ruang Pemufakatan dan Desakralisasi Ruang di Permukiman Kauman Yogyakarta oleh Suastiwi Triatmodjo (2010) berdasarkan adanya kemiripan persoalan dinamika perubahan dan pemufakatan ruang. Kedua teori ini menyatakan bahwa dinamika penggunaan ruang terkait dengan perubahan ideologi penghuni-pengguna ruang. Penciptaan ruang-ruang baru di permukiman Kauman Yogyakarta terutama dilandasi oleh proses rasionalisasi kebudayaan, yang disebut Suastiwi sebagai desakralisasi ruang untuk mencapai kemurniaan Tauhid bagi penghuni ruang, sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan penggunaan ruang dilandasi oleh perubahan secara internal dalam kesadaran dan keyakinan pengguna ruang. Perbedaan ini memperkaya teori-teori ruang berbasis sejarah dan budaya, dan teori dinamika makna ruang. 18. Persandingan teori Ruang Kemuliaan yang tercipta oleh gerak meruang dengan teori Production of Space (Lefebvre, 1991), menunjukkan posisi teori ini dalam teori penciptaan ruang yang selama ini tidak diungkap. Persoalan historisitasi ruang adalah persoalan utama dalam dialog kedua teori ini. Selama ini, persoalan historisitas ruang, dipahami sebagai persoalan sejarah ruang yang sekuensial. Lefebvre menyatakan bahwa persoalan historisitas sebagai keseluruhan rangkaian relasi produktif dalam ruang, dan teori hasil penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa konstruksi keyakinan, wacana sejarah, pengetahuan dan bahasa memungkinkan proses penciptaan ruang ini terjadi. Ketika Lefebvre menyatakan bahwa praktik spasial adalah produk dari praktik sosial di ruang empiris, teori Ruang Kemuliaan menunjukkan bahwa ruang yang tercipta secara konseptual maupun empiris adalah produk dari suatu relasi sosial yang primordial. 455

8 19. Temuan ini menambah warna baru dalam teori tentang makna ruang, teori penataan ruang, teori ruang bersejarah, dan teori ruang sakral Sumbangan Pengetahuan Berdasarkan temuan studi, beberapa hal yang dapat dijadikan sumbangan pengetahuan dan masukan bagi perancangan dan perencanaan kawasan pusat Situs Majapahit Trowulan adalah: a. persoalan ruang menyangkut persoalan ruang fisik yang terkait erat dengan kepercayaan, yaitu keyakinan religius, keyakinan mitologis, keyakinan kosmologis, keyakinan historis, dan orientasi hidup pelaku ruang. Pelaku ruang memaknai ruang melalui proses interpretasi atas keyakinan-keyakinan tersebut. Kesadaran terhadap ruang bersumber dari kerja intelektual dan intuisi melalui pengalaman meruang; b. ruang fisik manusia berhuni adalah kesatuan tunggal dengan dunia atau ruang yang transendental. Karenanya, cara berpikir dikotomis atau reduktif terhadap kesatuan itu akan bermuara pada rusaknya keseimbangan relasi antar dunia sekaligus antar kelompok sosial; c. realita ruang yang tak saja esensial, namun juga eksistensial. Hal ini memunculkan optimisme bahwa ruang tak sekadar menjadi objek atas tindakan manusia di atasnya, lebih dari itu ruang ternyata memungkinkan kemuliaan hidup manusia yang terlibat di dalamnya. Temuan disertasi ini diharapkan dapat memantapkan kesadaran masyarakat lokal tentang kemuliaan ruang bermukimnya, kontribusi ruang terhadap perbaikan hidupnya. Karena itu, semestinya temuan penelitian ini mampu memunculkan rasa kecintaan dan semangat melestarikan ruang oleh manusiamanusia yang menempatinya. 456

9 9.3. Saran Penelitian Lebih Lanjut Beberapa saran untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut: a. penelitian tentang realita ruang kemuliaan merupakan penelitian baru yang dilakukan di kawasan pusat situs Majapahit Trowulan. Penelitian dalam tema sejenis perlu dilakukan tidak saja di kawasan bersejarah, tetapi di ruang-ruang yang lebih beragam; b. perlu dilakukan kajian lebih mendalam tentang ruang kemuliaan pada ruang yang terkait secara sosio-kultural dan sejarah dengan Trowulan atau Majapahit, seperti Bali dan Jawa; c. perlu mengkaji simbol mitologi dan kosmologi dalam praktik-praktik spiritual dalam skala ruang mikro maupun kawasan; d. perlu dilakukan kajian lebih mendalam tentang makna ruang hidup dalam kawasan bersejarah ini bagi masyarakat setempat atau penghuni ruang; e. perlu kajian lebih mendalam tentang hubungan sosial antara masyarakat setempat dengan masyarakat pelaku pemujaan dari luar wilayah untuk memperkuat kajian tentang relasi sosial dalam membangun kemuliaan; f. perlu kajian lebih mendalam tentang masyarakat pendatang, sekaligus pelaku aktivitas spiritual di kawasan ini Saran bagi Perancangan dan Penataan Ruang Saran bagi praktik perancangan dan perencanaan ruang di kawasan pusat situs Majapahit Trowulan adalah: a. kawasan ini memiliki makna mendalam yang terkait dengan keyakinan religius tentang Tuhan sebagai Sumber Kemuliaan. Keyakinan ini menjadi azas dalam pandangan pelaku ruang tentang dunia, laku, dan kebutuhan dasar setiap individu untuk menjalin hubungan sosial dengan sesama manusia maupun dengan kelompok supranatural yang diyakininya. Pandangan ini mempengaruhi realita pemanfaatan ruang. 457

10 Dalam praktik perancangan dan perencanaan ruang makna dan konsep ruang ini perlu dipertimbangkan terutama dalam program penataan ruang dan pengembangan kegiatan; b. keterikatan emosional dan spiritual individu terhadap ruang mengingatkan kembali pentingnya kehati-hatian dalam setiap upaya penataan ruang. Karena itu, pengendalian pemanfaatan ruang adalah rekomendasi kuat dari penelitian ini bagi praktik perancangan dan perencanaan ruang. Dalam hal ini perlu mempertimbangkan adanya peraturan yang mengendalikan agar ketiga tujuan pemanfaatan ruang ekonomi, sosial, spiritual tidak saling menegasikan. Pengendalian pemanfaatan ruang terutama terkait dengan pengendalian aktivitas ekonomi industri bata yang semakin merusak sumber daya pertanian dan sumber arkeologis yang masih belum terungkap, serta pengendalian aktivitas ekonomi pariwisata yang justru cenderung mengkomodifikasi ruang, sejarah dan budaya. Karena itu perlu menciptakan kegiatan-kegiatan baru yang memungkinkan masyarakat setempat mencapai kemuliaan hidup duniawinya tanpa merusak potensi ruang dan budaya yang telah ada; c. sebagai kawasan yang memiliki kekhasan sejarah, perlu dipertimbangkan upaya pelestarian ruang yang diawali dengan inventarisasi simbol-simbol artefak terkait dengan budaya Majapahit dan kemungkinan perkembangannya, serta dilengkapi dengan inventarisasi budaya kontemporer yang menjadi substrat kebudayaan Majapahit masa lalu. Hasil inventarisasi tersebut dapat menjadi masukan dalam menyusun konsep lokal tentang pelestarian ruang, dan tidak sekadar aplikasi dari konsep pelestarian normatif yang telah ada; d. melestarikan pada dasarnya adalah mengelola perubahan, karena itu perlu mempertimbangkan konsep pelestarian yang berorientasi pada pengembangan kegiatan dan ruang, serta penumbuhan kesadaran sosial untuk memperoleh manfaat dari ruang yang selaras dengan makna ruang yang telah ditemukan; e. berdasarkan temuan tentang konsep reformasi ruang dalam pola gerak meruang, maka perlu pengembangan aturan zonasi ruang, antara lain dengan penentuan pusat sakral berupa objek artefak maupun jalur-jalur kultural yang harus dipertahankan; 458

11 f. penelitian ini menemukan bahwa keragaman keyakinan dapat bersatu dalam satu aktivitas spiritual. Hal ini menjadi pertimbangan terwujudnya ruang-ruang komunal yang memungkinkan kesatuan beragam keyakinan dengan tetap menjaga hak-hak spiritual individual; g. bagi pihak-pihak, khususnya perumus dan penentu kebijakan penataan ruang, pendekatan induktif dalam penelitian ini, memungkinkan untuk diterapkan sebagai pendekatan perancangan dan perencanaan ruang. Selain memungkinkan terakomodasinya nilai-nilai lokal, pendekatan yang subjektif ini mereduksi jurang pemisah antara teori dengan praktik perancangan dan perencanaan ruang. 459

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran terdahulu dari nenek-moyang mereka. Ajaran-ajaran ini akan terus diamalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia juga memiliki keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa dan sub-suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tradisional yang tersimpan dalam naskah lontar banyak dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Bab VIII memaparkan pembahasan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, serta implikasi dan saran dalam ranah akademik dan praktis sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian. Pada bagian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh tentang upaya pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai Sembahyang Rebut kepada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan BAB V PENUTUP Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan orang-orang Islam di Jawa. Kedudukan dan kelebihan Masjid Agung Demak tidak terlepas dari peran para ulama yang bertindak

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Kraton Yogyakarta merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang ada di Kota Yogyakarta. Keberadaan Kraton Yogyakarta itu sendiri menjadi salah satu unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH 41 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH Kerangka Berpikir Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian bab demi bab dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam kepercayaan kepada Gikiri Moi

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA I GUSTI NGURAH WIRAWAN, S.Sn., M.Sn NIP : 198204012014041001 INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 ABSTRAK Saradpulagembal, seperti halnya sesajen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif 2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi sudah melewati proses sejarah yang sangat panjang, suatu fenomena yang dirasakan semakin kuat mencengkram memasuki abad dua puluh satu ini. Umat manusia

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mapun pembahasan, penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kawasan Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah saujana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Vitruvius di dalam bukunya Ten Books of Architecture, arsitektur merupakan gabungan dari ketiga aspek ini: firmity (kekuatan, atau bisa dianggap sebagai struktur), venustas (keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN DAN AGAMA Clifford Gerrtz

KEBUDAYAAN DAN AGAMA Clifford Gerrtz KEBUDAYAAN DAN AGAMA Clifford Gerrtz Rudi Irawanto SLIDE 4 Create of Adam RELEGI DAN RITUAL Kepercayaan Spritualitas Keimanan Upacara khusus Memiliki tradisi Petunjuk untuk hidup PAGANISME Paganisme,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. a. Kebudayaan sebagai proses pembangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. a. Kebudayaan sebagai proses pembangunan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Kebudayaan a. Kebudayaan sebagai proses pembangunan Koentjaraningrat dalam Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN 7.1. Ringkasan Temuan

BAB VII KESIMPULAN 7.1. Ringkasan Temuan BAB VII KESIMPULAN Bab ini merupakan akhir dari Disertasi dengan judul Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal, Studi Kasus Kampung Kauman Kudus, Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Jepang terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah olahraga. Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap suatu olahraga.

Lebih terperinci

INTERAKSI KEBUDAYAAN

INTERAKSI KEBUDAYAAN Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Pengantar

BAB V PENUTUP Pengantar BAB V PENUTUP 5.1. Pengantar Bab ini berisi simpulan dan saran. Selain itu, dimunculkan pula refleksi terhadap Mocopat Syafaat, dan implikasi atas teori yang digunakan. Pemahaman teori dipandang perlu,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa

PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU M. Nendisa Kebudayaan suatu masyarakat pada pokoknya berfungsi menghubungkan manusia dengan alam disekitarnya dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar yang digunakan dalam Perancangan Sekolah Seni

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar yang digunakan dalam Perancangan Sekolah Seni 128 BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang digunakan dalam Perancangan Sekolah Seni Pertunjukan Tradisi Bugis ini adalah mencakup tiga aspek yaitu Konsep kosmologis rumah bugis, beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat Bab 5 Ringkasan Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat perayaan-perayaan ataupun festival yang diadakan setiap tahunnya. Pada dasarnya, perayaan-perayaan yang ada di

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan uraian tentang konteks permasalahan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam ritual yang menjadi ciri khasnya. Masyarakat Karo pada masa dahulu percaya akan kekuatan mistis yang

Lebih terperinci

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL 2.1. Seni dan Tari 2.1.1. Pengertian Seni Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 915) didefinisikan sebagai keahlian membuat karya yang bermutu dilihat dari segi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya,

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, 599 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Makna kearifan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan 305 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait dengan keberadaan seni lukis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia yang menjadi pemimpin bagi negara-negara lain disekitarnya dalam berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA. A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu

BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA. A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu 54 BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu Dalam suatu aktivitas budaya pasti melibatkan elemen masyarakat, dimana dalam lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan

BAB I PENDAHULUAN. batas formal namun semua itu tidak begitu subtansial. Mitos tidak jauh dengan 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh bagaimana

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Oleh: Dyah Kustiyanti Tradisi biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, pandangan hidup, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya peninggalan peninggalan sejarah yang tersebar luas hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

Fungsi Produk Seni Kerajinan Ukir Kayu Guwang

Fungsi Produk Seni Kerajinan Ukir Kayu Guwang Fungsi Produk Seni Kerajinan Ukir Kayu Guwang Oleh: Ni Kadek Karuni Dosen PS Kriya Seni Feldman menjelaskan bahwa fungsi-fungsi seni yang sudah berlangsung sejak zaman dahulu adalah untuk memuaskan: (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS IV.1 Karakteristik Kosmis-Mistis pada Masyarakat Jawa Jika ditinjau dari pemaparan para ahli tentang spiritualisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku Bone, Suku Atingola, dan Suku Mongondow. menyebut Gorontalo berasal dari kata hulontalo, yang juga berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. Suku Bone, Suku Atingola, dan Suku Mongondow. menyebut Gorontalo berasal dari kata hulontalo, yang juga berasal dari kata BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gorontalo merupakan penghuni asli bagian Utara Pulau Sulawesi, tepatnya di Provinsi Gorontalo, provinsi ke-32 Indonesia, yang pada tahun 2000 memekarkan diri dari Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kajian pustaka merupakan suatu pustaka yang dijadikan pedoman dalam melakukan suatu penelitian yang sering disebut

Lebih terperinci

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception 88 BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN A. Analisis Resepsi 1. Pengertian Resepsi Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris),

Lebih terperinci

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau

KESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau 1 KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau penyalinan naskah-naskah Jawa mengalami perkembangan pesat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang; rumusan masalah; tujuan; serta metodologi penelitian penyusunan landasan konsepsual Museum Nelayan Tradisional Bali di Kabupaten Klungkung.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. keberlangsungan kehidupan manusia tersebut. Berawal dari proses produksi serta

BAB I. Pendahuluan. keberlangsungan kehidupan manusia tersebut. Berawal dari proses produksi serta BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan benda pakai menjadi salah satu faktor pendorong manusia untuk menciptakan suatu bentuk karya untuk menunjang keberlangsungan kehidupan manusia

Lebih terperinci

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI IV.1 Pengantar Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab I bahwa meskipun sebagian besar masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI

MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Memahami Seni Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. Pada awalnya seni dipandang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1- BAB I. PENDAHULUAN Bab Pendahuluan terdiri dari subbab (I.1) Latar Belakang; (I.2) Pertanyaan Dan Tujuan Penelitian; (I. 3) Manfaat Penelitian; (I. 4) Keaslian Penelitian; (I. 5) Batasan Penelitian; dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, BAB V PENUTUP Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan fenomena-fenomena sosial mengenai pemahaman Komunitas Bupolo di Buru

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini memuat tentang hasil hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

Konsepsi Ideal Kemanusiaan

Konsepsi Ideal Kemanusiaan Konsepsi Ideal Kemanusiaan 1. Perkembangan Konsepsi Ideal Konsepsi ideal kemanusiaan diperlukan sebagai upaya penetapan arah sasaran serta menjadi rujukan operasional sejauh mana pencapaian telah diraih.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004)

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004) BAB II LANDASAN TEORI A. SPIRITUALITAS 1. Definisi Spiritualitas Menurut Berdyaev dan Macquarrie (dalam Peterson & Seligman, 2004) spiritualitas berasal dari kata latin spiritus, yang berarti nafas kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Candi merupakan istilah untuk menyebut bangunan monumental yang berlatar belakang Hindu atau Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa. Orangorang di Jawa Timur menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia memiliki ragam suku dan budaya, dalam proses pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah memiliki nilai sejarah. Pembentukan

Lebih terperinci

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang BAB V KESIMPULAN Permasalahan pertama yang berusaha diungkap melalui penelitian ini adalah membuktikan dan sekaligus mempertegas pernyataan Levi-Strauss, yang mengatakan bahwa mitos asal usul orang Sasak

Lebih terperinci