IV. METODOLOGI PENELITIAN. dan dalam skala besar dengan variabel yang banyak. Data sekunder yang
|
|
- Hadian Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini ditujukan sebagai riset kebijakan yang bersifat menyeluruh dan dalam skala besar dengan variabel yang banyak. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini dikeluarkan oleh instansi resmi. Data sekunder tersebut yaitu data Susenas dan Podes yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia. Penelitian difokuskan pada agroekosistem dengan kriteria dan unit analisis mengikuti Susenas dan Podes. Terminologi yang digunakan dalam penentuan tipe biofisik agroekosistem ini mengacu pada terminologi yang digunakan BPS dalam Susenas dan Podes. Suatu lahan dikatagorikan sebagai lahan basah bila berpengairan lebih dari 75 persen, sedangkan katagori lahan campuran dan lahan kering berpengairan berturut-turut persen dan kurang dari 25 persen. Penentuan dataran tinggi adalah dengan pendekatan topografi, yakni berada lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Agroekosistem dengan biofisik pantai/pesisir adalah desa yang memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan garis pantai/laut atau merupakan desa pulau dengan corak kehidupan rakyatnya tergantung pada potensi laut atau tidak bergantung pada potensi laut. Pada Susenas dan Podes, yang dimaksud dengan desa di dalam dan di tepi hutan yaitu desa yang termasuk di dalam hutan dan desa-desa yang berbatasan dengan hutan menurut undang-undang. Desa di dalam hutan adalah desa yang letaknya di tengah atau dikelilingi hutan. Sedangkan desa yang letaknya di tepi hutan atau di pinggir hutan atau berbatasan dengan hutan. Suatu kawasan disebut sebagai hutan adalah merujuk pada Undang-undang Nomor 41 Tahun Pada Undang-undang ini disebutkan bahwa kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah 61
2 untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kerangka kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Mulai Data PODES N = Data SUSENAS N = Proses Penggabungan data Berdasarkan domisili Data karakteristik Rumah Tangga per desa Logistik Regresion FGT Model Rumah tangga Miskin dan Tidak Miskin Regresi Analisis RT Miskin per Agroekosistem Penciri Kemiskinan per Agroekosistem Simulasi Kenaikan GK 110% dan GK 120% Uji proporsi Indikator Kemiskinan (P 0,P 1, dan P 2) per Agroekosistem Simulasi Kenaikan GK 110% dan GK 120% Kerentanan Kemiskinan Elastisitas Perubahan Penciri Kemiskinan Peluang Jatuh Miskin Pembahasan Tipologi, Kerentanan dan Penciri Kemiskinan per Agroekosistem Analisis Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Implikasi Kebijakan STOP Gambar 4. Kerangka Kerja Penelitian 62
3 Analisis tipologi kemiskinan menurut agroekosistem ini tidak bersifat eksklusif bagi hutan, pantai/pesisir dan dataran tinggi; dalam pengertian suatu desa dapat masuk dalam lebih dari satu katagori; misalnya masuk pada kategori dataran tinggi, saat yang lain masuk pada katagori kawasan sekitar hutan. Dalam hal ini yang ingin dianalisis adalah karakteristik, kontribusi dan magnitut kondisi masing-masing tipologi kemiskinan terhadap tipologi kemiskinan secara keseluruhan. Kondisi tersebut dilakukan sesuai dengan keterbatasan yang ada pada data Podes. Agroekosistem dalam Podes yang bersifat eksklusif adalah lahan basah, lahan kering dan lahan campuran; sehingga terhadap ketiga agroekosistem ini dapat dilakukan uji beda dan dapat diperbandingkan Metoda Analisis Data 1. Menganalisis, menguji variabel-variabel yang menjadi penciri kondisi kemiskinan menggunakan metoda regresi logit. Menurut Agresti dan Finlay (1997), regresi logit dapat digunakan bila sebagian ataupun semua variabel penjelas bersifat katagorik. Model logistik dirancang untuk melakukan prediksi keanggotaan grup. Regresi logistik digunakan bila variabel-variabel prediktor merupakan campuran antara variabel diskrit dan kontinyu serta distribusi data yang digunakan tidak normal. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Maksudnya, variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal, linear, memiliki varian yang sama dalam setiap grup. 2. Variabel-variabel prediktor dalam regresi logistik bisa merupakan campuran dari variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis. 3. Regresi logistik bermanfaat digunakan bila distribusi respon atas variabel hasil diharapkan non linear dengan satu atau lebih prediktor. 63
4 Variabel-variabel prediktor pada penelitian ini digolongkan menjadi empat yaitu variabel sumberdaya manusia dan sosial (human and social capital), variabel modal fisik produktif (physical productive capital) dan variabel atau dimensi spasial serta variabel infrastruktur. Alasan pemilihan variabel ini sudah diuraikan pada bab terdahulu. Variabel independen disusun dalam bentuk nilai diskret, dimana semakin tinggi nilai diskret yang diberikan pada kategori suatu variabel menunjukan kualitas atau kondisi yang semakin baik. Variabel dependen adalah status kemiskinan rumahtangga Indonesia menurut metoda baku menggunakan pendekatan kebutuhan dasar. Variabel-variabel yang diduga menjadi penciri kemiskinan rumahtangga dapat dilihat secara rinci pada Tabel 1, sedangkan penciri kemiskinan infrastruktur fisik dan sosial dapat dilihat pada Tabel 2. Variabel ini disusun dalam bentuk diskret; untuk rumahtangga miskin diberikan nilai 0 dan untuk rumahtangga tidak miskin diberikan nilai 1. Data yang digunakan adalah Susenas 2004 dan PODES Data Susenas dan Podes ini merupakan data terbaru yang dikeluarkan BPS ketika penelitian ini dimulai. Sama halnya dengan analisis penciri kemiskinan rumahtangga, kondisi kemiskinan dari sisi infrastruktur disusun dalam bentuk discrete tiap pilihan dari masing-masing variabel. Hubungan antara variabel-variabel dependen dengan variabel independen menggunakan analisis regresi Logit yang disebutkan oleh Ikhsan 1999) dan LPEM-UI (2001) sebagai metoda yang memberikan misclasification yang lebih rendah daripada metoda lain. Pengolahan data dilakukan dalam dua tahap yaitu pengolahan data awal yakni proses pemilihan variabel prediktor dan tahap lanjutan yakni proses pembentukan model dengan regresi. 64
5 Tabel 1. Variabel Rumahtangga No. Variabel Indikator A Profil Umum Kepala Rumahtangga 1 Jenis kelamin kepala keluarga 1= Perempuan; 2=Laki-laki 2 Usia kepala keluarga 1= 50 th; 2 = th 3 Ratio ketergantungan (dependency ratio) 1= 5; 2 = 2-4; 3 = 0-1 (jml anggota keluarga 0-14 th + usia 65+ Th/Usia, tahun) B Kondisi Fisik Rumahtangga 4 Jenis atap terluas 1= Sirap/ijuk; 2= Beton/genteng/ seng/asbes/lainnya 5 Jenis dinding 1= Bambu; 2= Tembok/kayu/lainnya Tembok/kayu/lainnya 6 Janis lantai 1= Tanah; 2=Bukan tanah 7 Luas lantai per kapita 1= 10 m2; (2) >10M2 8 Akses air minum 1= Tidak aman (lawan dari kode 2) 2= Aman (air kemasan/leding/ Pompa/sumur dan mata air Terlindung dan jarak terhadap tempat pembuangan >10m 9 Tempat pembuangan air besar 1= Tidak punya ; 2= bersama/umum 3= Sendiri 10 Jenis kloset 1=Tidak pakai/tidak punya 2= Plengsengan/cemplung 3= Leher angsa 11 Tempat pembuangan akhir tinja 1= Kolam/sawah/sungai/danau/ Lobang Kebun; 2= Tangki 12 Sumber penerangan 1= Non-listrik, 2= Listrik C Kondisi Kesehatan Rumahtangga 13 Ketersediaan jaminan pembiayaan untuk 1=Tidak punya kesehatan untuk berobat jalan/inap 2=JPKM/Dana Sehat/Kartu sehat Askes/astek/jamsostek/kantor 14 Penggunaan alat kontrasepsi bagi wanita 1=Tidak pakai/cara tradisional berstatus kawin di rumah tangga 2= Pakai dengan cara modern 15 Akses ke fasilitas kesehatan bagi 1= Tidak berobat jalan; 2= Pengobatan anggota keluarga sewaktu sakit tradisional; 3= Tenaga/ fasilitas Modern (Dokter, RS, Puskesmas, Poliklinik, Petugas Kesehatan D Kondisi Pendidikan Rumahtangga 16 Rata-rata lama sekolah kepala keluarga 1= <6; 2= 6-8; 3= Jenjang pendidikan tertinggi kepala 1= Tidak pernah sekolah; 2=SD Keluarga 3=SMP; 4 = SMU + 18 Angka melek huruf latin kepala 1=Tidak Bisa; 2=Bisa Keluarga 65
6 Tabel 1. Lanjutan No. Variabel Indikator E Kondisi Ekonomi Rumahtangga 19 Kegiatan bekerja kepala keluarga 1= Tidak bekerja; 2 = Bekerja 20 Persentase anggota keluarga yang bekerja 1= 0%; 2 = 0.1%-20% 3= 20.1%-50%; 4 = 50%+ 21 Persen anggota keluarga dengan status 1= 50%; 2 = <50% pengangguran terbuka 22 Jumlah jam kerja seminggu kepala keluarga 1= Tidak bekerja atau 35 jam; 2= >35jam 23 Kepala keluarga bekerja di sektor pertanian 1=Ya (termasuk yang tidak kerja) 2=Tidak 24 Kepala keluarga bekerja sebagai pekerja 1=Ya (termasuk yang tidak kerja) bebas pertanian 2=Tidak 25 Kepala keluarga bekerja sebagai pekerja 1=Ya (termasuk yang tidak kerja) tidak dibayar 2=Tidak 26 Kepala keluarga bekerja di sektor informal 1=Ya; 2=Tidak (self employed + unpaid family worker) 27 Pendapatan per kapita anggota keluarga 1= 50%*PovLine yang bekerja 2= 50.1%-75%*PovLine 3= 75.1%-125%*PovLine 4= >125%*PovLine 28 Persen pengeluaran untuk makanan 1= 75%; 2= 50-75% 3= 25-50%; 4= 25% 29 Persen pengeluaran untuk pendidikan 1= <10%; 2= 10-20%; 3= 20%+ 30 Persen pengeluaran untuk kesehatan 1= <10%; 2= 10-20%; 3= 20%+ F Faktor Spasial 31 Tinggal didaerah pantai/pesisir (PANTAI) 1= Ya; 2 = Tdk 32 Tinggal didaerah dataran tinggi (DTRNTG) 1= Ya; 2 = Tdk 33 Tinggal didaerah dataran lahan basah / 1= Ya; 2 = Tdk dataran + pengairan di atas 75% (LHNBSH) 34 Tinggal di daerah dataran lahan kering / 1= Ya; 2 = Tdk dataran + pengairan kurang dari 25 % (LHNKRG) 35 Tinggal di daerah campuran / dataran + 1= Ya; 2 = Tdk pengairan antara 25% sampai 75% (LHNCPR) 36 Tinggal di kawasan sekitar hutan 1= Ya; 2 = Tdk 37 Tinggal di Daerah Aliran Sungai/lembah 1= Ya; 2 = Tdk Pengolahan Data Awal Pertama, memilih beberapa variabel dari Susenas yang akan dimasukkan ke analisis lanjutan. Membuat beberapa katagori baru untuk masing-masing 66
7 variabel sesuai dengan daftar variabel yang sudah dibuat sebelumnya. Satuan pengolahan data adalah rumahtangga, jadi segala informasi mengenai individu ditransfer ke data rumahtangga, seperti umur kepala keluarga, akses ke fasilitas kesehatan untuk anggota rumahtangga, jenjang pendidikan kepala rumahtangga dan sebagainya. Sedangkan informasi rumahtangga tidak perlu ditransfer karena satuan pengolahan adalah rumahtangga, misalnya jenis atap, dinding, lantai rumahtangga, persen pengeluaran pendidikan, kesehatan, pengeluaran per kapita dan sebagainya. Kedua, memilih beberapa variabel dari Podes yang akan dimasukkan ke analisis lanjutan. Membuat beberapa katagori baru untuk variabel Podes yang terpilih. Variabel-variabel Podes satuannya adalah desa. Ketiga, menggabungkan variabel-variabel terpilih dari data Susenas dan Podes. Satuan pengamatan Podes adalah desa, jadi diasumsikan bahwa satu informasi dari satu desa di Podes akan berlaku untuk semua rumahtangga di Susenas yang tinggal di desa tersebut. Misalkan, jenis permukaan jalan di satu desa adalah aspal, maka diasumsikan bahwa rumahtangga tersebut mempunyai akses jalan aspal Pengolahan Data Lanjutan Pengolahan data lanjutan berhubungan dengan metode komputasi statistika seperti yang diterangkan dalam metode penelitian. Ada dua tahap penghitungan yaitu: Pertama, memilih beberapa variabel yang digunakan dalam pembuatan model dengan menggunakan metode Regresi Logistik, dengan pemilihan variabel-variabel independen menggunakan prosedur stepwise. 67
8 Tabel 2. Variabel Infrastruktur Fisik dan Sosial No Variabel Indikator A. Sumber penghasilan sebagian besar penduduk Kehutanan; pertanian tanaman pangan; hortikultura; peternakan; perkebunan; perikanan; pertanian lain-lain; pertambangan; industri; perdagangan; sektor lain-lainnya B C D E Bahan Bakar Yang digunakan sebagian besar Rumahtangga Tempat Buang Sampah Sebagian Besar Rumahtangga Tempat Buang Air Besar Sebagian Besar Rumahtangga Saluran Pembuangan Limbah Cair/Air Kotor Gas Kota/LPG=3; Minyak Tanah=2; Kayu Bakar=1 Tempat Pembuangan sampah=3; Dalam Lubang/bakar=2; Sungai=1 Jamban sendiri milik rumah tangga=4; jamban bersama=3; Jamban umum=2; tidak ada jamban/non jamban=1 Saluran lancar = 4; saluran tidak lancar=3; Saluran menggenang=2; tidak ada saluran =1 F Sumber Air Minum/Memasak Sebagian Besar Rumahtangga Pam=1, pompa=2; sumur=3; mata air =4; sungai=5; lainnya: embung, waduk=6 G Sumber Air Mandi/Cuci Sebagian Besar Rumah Tangga Pam=1, pompa=2; sumur=3; mata air =4; sungai=5; lainnya: embung, waduk=6 H Lalu Lintas Sebagian Besar Rumahtangga Melalui air/sungai=3; melalui darat =2; melalui udara=1 I Jenis Permukaan Jalan Terluas Aspal=4; Batu=3; Tanah=2; Jalan lainlain =1 J Fasilitas Pendidikan SD Negeri dan sederajat=4; SD Swasta dan sederajat=3; SLTP Negeri Sederajat=2; SLTP swasta dan sederajat=1 K Fasilitas Kesehatan Puskesmas=2; posyandu=1 L Transportasi dan Komunikasi RT sbgn besar mempunyai kendaraan mesin roda 4 ; RT sbgn besar mempunyai kendaraan mesin roda 2atau 3; RT sbgn besar mempunyai telepon rumah tangga; RT sbgn besar mempunyai TV M Sosial Kemasyarakatan PKK=1; arisan, jumpitan=2; perkumpulan organisasi petani (P3A, Klp Tani, Klp usaha=3) N Faktor Resiko Bencana Alam Gempa bumi=1, Tanah longsor=2; Banjir=3 O Faktor Gangguan Lingkungan Hidup Pencemaran air=1; pencemaran udara dan bau =2; pencemaran suara=3 P Faktor Penyakit/Wabah Penyakit Kasus busung lapar/ho/kurang gizi/marasmus; Muntaber/diare; Demam Berdarah; Infeksi Saluran Pernafasan; Lainnya 68
9 Kedua, adalah menggunakan variabel terpilih untuk membuat fungsi regresi konsumsi per kapita dengan variabel-variabel terpilih hasil regresi logistik. Untuk tahap kedua ini, peubah bebas yang terpilih harus dibuat dummy karena semua peubah bebas bersifat kategorik Penghitungan indikator kemiskinan menggunakan FGT index; yang diukur adalah headcount index, poverty gap index dan poverty severity index yaitu: P α 1 q = n i= 1 α z yi z dimana: α = 0,1,2; adalah parameter yang menyatakan ukuran sensitivitas kedalaman dan keparahan kemiskinan. Semakin besar α semakin besar pula timbangan yang diterapkan untuk mengukur keparahan dari insiden kemiskinan y i = nilai rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita/bulan dari penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan; dimana i = (1,2,...q) untuk semua y i <z z = garis kemiskinan n = total jumlah penduduk q = jumlah penduduk miskin z-y i merupakan kedalaman kemiskinan untuk penduduk ke i; berurutan menurut besarnya pendapatan; dengan ketentuan: α=0 adalah head-count index; yang mengindikasikan proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, maka Po = q/n, Jadi, bila 20 persen penduduk dari total penduduk diklasifikasikan miskin, maka Po =0,2 69
10 α=1 adalah rata-rata kedalaman kemiskinan (yang dinyatakan sebagai proporsi terhadap garis kemiskinan); jika α=1 maka P 1 = (1/n)Σ(zy i /z) 1. Misalkan P 1 =0,15; ini berarti bahwa gap (kesenjangan)antara total penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan, jika dirataratakan terhadap seluruh rumahtangga (baik miskin maupun tidak miskin), adalah 15 pesen. P1/Po = 1/q Σ(z-y i /z) adalah rata-rata kedalaman kemiskinan sebagai proporsi dari garis kemiskinan. α=2 adalah suatu ukuran yang dalam beberapa hal sensitif terhadap perubahan distribusi pendapatan/pengeluaran diantara penduduk miskin. Kerentanan penduduk miskin jatuh ke bawah garis kemiskinan dihitung dengan melihat laju perubahan dengan simulasi kenaikan garis kemiskinan 10 persen dan 20 persen dari garis kemiskinan versi BPS. Elastisitas indikator kemiskinan meliputi insiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan terhadap garis kemiskinan dilakukan untuk tiap agroekosistem. Elastisitas indikator kemiskinan (P 0,1,2 ) terhadap Garis Kemiskinan didefinisikan sebagai perubahan indikator kemiskinan dibandingkan dengan perubahan garis kemiskinan. Dengan mengadopsi rumus elastisitas dalam Pindyck dan Rubinfeld (2001), maka : E p = (% P i ) / (% GK) atau ( P i /P i ) / ( G k /G k ) dimana: E p = elastisitas indikator kemiskinan P i = indikator kemiskinan; dengan i = 0,1,2 berturut-turut adalah indsiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan. G k = Garis Kemiskinan 70
11 Insiden, kedalaman dan keparahan kemiskinan dikatakan elastis bila nilainya lebih besar daripada satu (>1) dan disebut tidak elastis bila nilainya 1. Estimasi kerentanan terhadap variabel kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan menghasilkan kemiskinan kronis dan tidak kronis. Kemiskinan kronis merupakan kondisi dibawah garis kemiskinan yang mempunyai peluang lebih kecil daripada 0,5 untuk meningkatkan pendapatannya melampaui garis kemiskinan; sementara yang mempunyai peluang lebih besar dari 0,5 disebut sebagai kemiskinan tidak kronis. Pendekatan yang digunakan yaitu batas atau garis kemiskinan versi BPS. Parameter variabel bebas merupakan probabilitas penduduk jatuh pada garis kemiskinan akibat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap pengeluaran konsumsi. Metode estimasi kemiskinan diadopsi dari Chaudhuri (2001) dengan model sebagai berikut: Ln C h = β X h + є h dimana: C h = pengeluaran konsumsi rumahtangga h X h = bundel karakteristik rumahtangga yang dapat diamati, mencakup variabel-variabel independen sebagaimana telah diterapkan di atas. β є h = vektor parameter = faktor pengganggu yang berkontribusi terhadap konsumsi rumahtangga. Probabilitas rumahtangga dengan karakteristik X h menjadi miskin dapat diketahui dari besaran vektor parameter untuk masing-masing karakteristik. Pengeluaran konsumsi rumahtangga diukur per kapita dengan membagi pengeluaran rumahtangga dengan dependen atau jumlah anggota keluarga yang 71
12 ditanggung oleh kepala keluarga. Hal ini untuk menghindari bias pengeluaran antara rumahtangga dengan perbedaan jumlah tertanggung. Karena garis kemiskinan dihitung per kapita, maka kembali dilakukan transfer dengan mengalikan jumlah anggota keluarga dalam rumahtangga. Logaritma terhadap pengeluaran digunakan karena rentang pengeluaran rumahtangga sangat besar yakni berkisar antara Rp sampai dengan Rp Asumsi yang digunakan adalah bahwa penduduk membelanjakan semua pendapatannya pada bundel yang tercakup dalam batas miskin, dan multidimensi kemiskinan dikonversikan dalam pengeluaran penduduk; baik untuk kesehatan, maupun untuk pendidikan dan perbaikan lingkungannya. Parameter-parameter persamaan tersebut di atas akan diestimasi dengan pendekatan Logit dengan menggunakan metoda Maximum Likelihood Estimation. Dengan demikian, model yang akan dikembangkan adalah model kemiskinan menurut agroekosistem. Uji proporsi untuk menguji perbedaan insiden kemiskinan antar agroekosistem (yang bersifat eksklusif) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: χ 2 = i ο i e e i 2 i dimana: O i = frekwensi pengamatan. e i = frekwensi harapan 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang diolah adalah pengeluaran konsumsi rumahtangga dan karakteristiknya bersumber dari data hasil Susenas yang dikeluarkan oleh Badan 72
13 Pusat Statistik. Data karakteristik desa menggunakan data pada Potensi Desa yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik sebagai berikut: 1. Susenas Kor Tahun 2004 Informasi yang diperoleh dari Susenas adalah informasi karakteristik rumah tangga antara lain: kondisi fisik, kondisi kesehatan, kondisi pendidikan, dan keadaan ekonomi rumah tangga. Data Susenas 2004 dipilih karena data ini adalah data terbaru pada saat pengolahan data ini berlangsung. 2. Potensi Desa Tahun 2003 Informasi yang diperoleh dari Podes 2003 adalah informasi karakteristik desa di mana rumah tangga tinggal. Informasi tersebut antara lain: informasi berbagai fasilitas desa, kegiatan sosial-ekonomi desa, dan sejarah desa terhadap bencana alam. 3. Garis Kemiskinan Tahun 2004 Garis Kemiskinan menggunakan Garis Kemiskinan tahun
V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN
V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN Pada tahap pertama pengolahan data, dilakukan transfer data dari Podes 2003 ke Susenas 2004. Ternyata, dari 14.011 desa pada sample SUSENAS 13.349 diantaranya mempunyai
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Aspek-Aspek Kemiskinan Berbasis Agroekosistem Kemiskinan bersifat multikompleks; dapat dipandang sebagai akibat dari suatu keadaan, tetapi secara bersamaan juga bisa dipandang
Lebih terperinciBUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...
Lebih terperinci2016, No Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaks
No.357, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN- DPDTT. Daerah Tertinggal. Penetapan. Juknis. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN
Lebih terperinciBAB III DATA DAN METODOLOGI
BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1. Pengumpulan Data Data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian ini adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) KOR Kabupaten Bogor tahun 2005 dan data hasil survey
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67
RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas
Lebih terperinciJumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.
No. 32/07/14/Th. XVIII, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2017 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan, ketentraman. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dewasa ini tergolong miskin sebagaimana dilaporkan oleh The World Bank
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan telah menjadi isu dunia karena seperempat penduduk dunia dewasa ini tergolong miskin sebagaimana dilaporkan oleh The World Bank (2004). Kemiskinan di Indonesia
Lebih terperinciVII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha
VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 7. Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha Keberadaan pariwisata memberikan dampak postif bagi pengelola, pengunjung, pedagang,
Lebih terperinciMENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciKalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin
418 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Selatan Pasar Terapung Muara Kuin Pasar Terapung Muara [Sungai] Kuin atau Pasar Terapung Sungai Barito adalah pasar terapung tradisional yang berada
Lebih terperinciKONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
49 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai
Lebih terperinciKalimantan Tengah. Jembatan Kahayan
402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini
Lebih terperinciPROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS
PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017
No. 38/07/13/Th. XX/17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 Garis Kemiskinan (GK) selama - Maret 2017 mengalami peningkatan 3,55 persen, yaitu dari Rp.438.075 per kapita per bulan
Lebih terperinciJumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.
No. 35/07/14 Th. XVII, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2016 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015
No. 04 / 01 /13/Th. XIX / 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada adalah 349.529 jiwa. Dibanding (379.609 jiwa) turun
Lebih terperinciBAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA
DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT
BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT Analisa deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pendidikan di Sumatera Barat. 4.1. Karakteristik
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016
No. 04/01/13/Th. XX/3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016 Garis Kemiskinan (GK) mengalami peningkatan 3,04 persen, menjadi Rp 438.075 per kapita per bulan dari Rp 425.141
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR
BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 02/06/3505/Th.I, 13 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2016
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016
No. 42/7/13/Th. XIX/18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada 2016 adalah 371.555 jiwa. Dibanding (349.529 jiwa) naik sebanyak
Lebih terperinciGambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,
Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan
Lebih terperincisebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se
BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/06/33.08/Th.II, 15 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 2016 SEBESAR 12,67 PERSEN Jumlah penduduk miskin
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1
DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. Kawasan ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Kawasan
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1
1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum...... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen... 5 1.4. Sistematika Dokumen RKPD... 5 1.5. Maksud dan Tujuan... Hal BAB II EVALUASI HASIL
Lebih terperinciUNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
PENGGALIAN DATA UNTUK PEMETAAN Rosihan Asmara, SE, MP Email :rosihan@brawijaya.ac.id UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Peta Kerawanan Pangan Peta kerawanan pangan pada tingkat provinsi merupakan alat-bantu
Lebih terperinciBAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)
58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani
Lebih terperinciBPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2015
BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 01/10/1204/Th. XIX, 12 Oktober 2016 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2015 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tapanuli Tengah pada Tahun 2015 mencapai
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 01/11/Th.I, 21 November 2016 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2015
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi
BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun
Lebih terperinciBAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Perhitungan Komponen CDI CDI dihitung pada level kota dan menggambarkan ukuran rata-rata kesejahteraan dan akses terhadap fasilitas perkotaan oleh individu. CDI menurut
Lebih terperincikonsumsi merupakan salahsatu indikator pengukuran tingkat ketahanan pangan. Dengan demikian, bila tingkat konsumsi rumahtangga sudah terpenuhi maka
21 KERANGKA PEMIKIRAN Ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah karakteristik rumahtangga (meliputi ukuran rumahtangga, pendidikan kepala dan ibu rumahtangga, dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah genangan pasang adalah daerah yang selalu tergenang air laut pada waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran rendah di dekat
Lebih terperinciDaftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan
Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut
Lebih terperinciDaftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29
Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi
Lebih terperinciBAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk
BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK A. Gambaran Status Baik Balita di Desa Pecuk Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi,
Lebih terperincisebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya
BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/11/33.08/Th.I, 08 November 2016 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2015 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN 2015 MENCAPAI 13,07 PERSEN Jumlah penduduk miskin
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017
No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada 2017 jika dibandingkan dengan September 2016. Tingkat kemiskinan pada 2017
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan memberikan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan teori dan temuan studi yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Selain itu, juga akan diberikan rekomendasi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan,
III. METODE PENELITIAN Dalam pelaksanaan studi terdiri dari beberapa tahapan proses penelitian antara lain tahap persiapan, tahap pengumpulan data, dan tahap analisis. Tahapan kegiatan ini dimaksudkan
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015
No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,12% Angkatan kerja NTT pada Februari 2015 mencapai 2.405.644 orang, bertambah
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau
Lebih terperinciMETODOLOGI. 3. Cakupan Imunisasi Lengkap, Departemen Kesehatan RI Badan Pusat Statistik RI (BPS RI)
28 METODOLOGI Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengolah data sekunder yang berasal dari berbagai instansi terkait. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016
BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015
No.55 /9 /13/Th. XVIII / 15 September 2015 september2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015 Garis Kemiskinan (GK) 2015 mengalami peningkatan 5,04 persen, menjadi Rp 384.277,00 perkapita
Lebih terperinciANALISIS HASIL PENELITIAN
69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan
Lebih terperinciBPS PROVINSI JAWA TIMUR
BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 06/01/35/Th.X,02 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TIMUR SEPTEMBER 2011 RINGKASAN Penduduk miskin Jawa Timur pada bulan September 2011 sebanyak 5,227 juta (13,85 persen)
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17
DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan laut, dengan dua karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut membuat kawasan pesisir memiliki
Lebih terperinciKEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015
No. 05/01/71/Th. X, 04 Januari 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015
No. 06/01/51/Th. X, 4 Januari 2016 TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada September 2015 jika dibandingkan dengan 2015. Tingkat kemiskinan pada
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013
BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016
BPS KABUPATEN PESISIR SELATAN No.02/07/1302/Th I, 4 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016 Garis kemiskinan (GK) Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2016 sebesar Rp. 366.228,- per kapita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 57/07/21/Th. XI, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN
38/07/Th. XX, 17 JULI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. karantina, para penderita penyakit tersebut berangsur angsur sembuh. Mengingat banyaknya
33 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kelurahan Bumi Waras Pada mulanya wilayah Kelurahan Bumi Waras adalah tempat untuk mengkarantina penderita penyakit menular seperti cacar, kolera,
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
30 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional dalam penelitian ini mencakup seluruh definisi yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis
Lebih terperinciKatalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA
Katalog BPS : 1101002.6271012 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2014 ISSN : 2089-1725 No. Publikasi : 62710.1415 Katalog BPS : 1101002.6271012 Ukuran Buku
Lebih terperinciPenilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal
JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014
No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 195,95 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak
Lebih terperinciSTATISTIK DAN PERANAN PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH Disampaikan oleh: BPS Provinsi Jawa Tengah
STATISTIK DAN PERANAN PENYEDIAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN YANG LAYAK TERHADAP KEMISKINAN DI JAWA TENGAH Disampaikan oleh: BPS Provinsi Jawa Tengah FGD PENINGKATAN KUALITAS RTLH UNTUK MENDUKUNG PENANGGULANGAN
Lebih terperinci14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.
14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014
No. 05 /1 /13/Th. XVIII / 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2014 adalah 354.738 jiwa. Dibanding Maret
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyajian Data Survei Dari survei menggunakan metode wawancara yang telah dilakukan di Desa Karanganyar Kecamatan Karanganyar RT 01,02,03 yang disebutkan dalam data dari
Lebih terperinciRANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4
RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat
Lebih terperinciV. FAKTOR PENENTU KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
V. FAKTOR PENENTU KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Penelitian ini menggunakan model regressi logistik ordinal untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015
PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015 No. 63/09/51/Th. IX, 15 September 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 196,71 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN DI LUWU TIMUR KEADAAN MARET TAHUN 2015
No : 01/10/7325/Th. I, 11 Oktober 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI LUWU TIMUR KEADAAN MARET TAHUN 2015 RINGKASAN Pengukuran kemiskinan oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -
IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015
No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 702,40 RIBU ORANG Pada bulan 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
Lebih terperinciVI. METODE PENELITIAN
VI. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar
Lebih terperinciTinjauan Pustaka. Tinjuan Non Statistik. Tinjauan Statistik. Uji Serentak. Hipotesis:... Statistik Uji: Daerah penolakan: tolak H 0 jika G > 2, p.
Tinjauan Pustaka Tinjauan Tinjuan Non Uji Serentak Hipotesis: H 0 : 1 2... p 0 H 1 : paling sedikit ada satu Uji: n 1 n G 2ln n yi ˆ i 1 Daerah penolakan: tolak H 0 jika G > i i n 1 0 dengan i = 1, 2,
Lebih terperinciTINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011
No. 36/07/51/Th. V, 1 Juli 2011 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011 Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Bali pada Maret 2011 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2010. Tingkat
Lebih terperinciKEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016
No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei Sosial
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE
IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara
Lebih terperinciBPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013
BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 04/09/1204/Th. XII, 30 September 2014 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tapanuli Tengah pada Tahun 2013 mengalami
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2011
No. 05/01/33/Th. VI, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2011 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah
Lebih terperinciBAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT
BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN
BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA 07/01/Th. X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014
No. 31/07/36/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 622,84 RIBU ORANG Pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden 6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kebersihan Desa Galuga Lingkungan
Lebih terperinciKriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.
PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015
No. 05/01/15/Th X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 311,56 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016
BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No 07/01/21/Th. XII, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN
07/07/Th. XI, 18 JULI 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2016
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan
64 III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei. Metode survei merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan langsung terhadap gejala
Lebih terperinciPROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014
No. 07/07/62/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)
Lebih terperinciSTATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013
Katalog BPS : 1101002.6271012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013
Lebih terperinci