6 VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL"

Transkripsi

1 6 VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL 6.1 Model Desain dan Perhitungan Sheet Model pemesanan yang dirancang ini diverifikasi dengan menggunakan data sebelas jenis kemasan. Dari sebelas kemasan tersebut sepuluh merupakan kemasan yang sudah ada dan tersedia saat ini di pasaran. Satu data kemasan lainnya merupakan data hipotetis yang belum pernah diproduksi. Pemilihan kesebelas jenis kemasan ini didasarkan kepada beberapa pertimbangan, yaitu : 1) mencakup cukup banyak variasi desain struktur kemasan yang terdapat pada standar FEFCO/ESBO, yaitu sebanyak 9 jenis desain struktur yang berbeda, 2) mencakup kedua kelompok kemasan, yaitu kemasan karton lipat dan kotak karton gelombang dalam proporsi yang seimbang, 3) kesebelas kemasan memerlukan cukup banyak variasi jenis bahan baku sheet yang tersedia, 4) kemasan yang dipilih diproses pada semua mesin printing yang tersedia, yaitu flexo printing dan offset printing, 5) terdapat beberapa kemasan yang harus diproses secara subkontrak pada beberapa tahapan proses, sehingga alternatif subkontrak yang tersedia pada model dapat teruji, dan 6) jumlah sebelas jenis kemasan cukup untuk menguji berbagai parameter desain dan proses produksi, tetapi masih memungkinkan dilakukannya verifikasi model secara manual, sehingga logika dan jalannya model dapat diuji kebenarannya dalam jangka waktu yang dapat diterima. Tabel 14 memperlihatkan kesebelas jenis kemasan yang digunakan untuk verifikasi model beserta spesifikasinya masing-masing. Spesifikasi produk kemasan yang dipesan, yaitu : desain produk, pola dasar (desain struktur) produk, ukuran kemasan, jenis karton yang menjadi bahan baku utama (jenis sheet), warna produk, perlakuan tambahan yang diberikan untuk produk (additional treatment), cara penyambungan badan produk (finishing), dan jumlah produk yang dipesan. Keluaran dari model ini adalah beberapa data pesanan, dan hasil olahan dari proses yang terjadi pada model ini, yaitu : 1) kode produk, 2) ukuran lembar karton (sheet) yang membentukdesain struktur, 3) jumlah sheet bahan baku, dan 4) kode pesanan.

2 Tabel 14 Data pesanan No Nama Produk Desain Produk Pola Dasar Produk (L) cm (B) cm (H) cm Jenis sheet Kelompo k Warna produk Add treatment Finishing Jumlah pesanan (unit) 1 Kotak hair dryer Duplex dan B- flute folding carton 4 (CMBY) vernis Gluing Kardus susu Indomilk 125 ml B-flute corrugated box 3 (CMB) Gluing Box madu Sumbawa 1000 ml 8,5 8,5 25 Duplex folding carton 4 (CMBY) vernis Gluing Kotak biskuat bolu pandan 15,5 12,5 9,5 Art carton folding carton 4 (CMBY) vernish Gluing Kardus aqua gelas 36 24,5 21 C-flute corrugated box 2 (CM) Gluing

3 111 Tabel14 (Lanjutan) No Nama Produk Desain Produk Pola Dasar Produk (L) cm (B) cm (H) cm Jenis sheet Kelompok Warna produk AT Finish Jml (Unit) 6 Dus Anlene Gold 250 gr 12,5 4,5 18 Duplex folding carton 4 (CMBY) foil stamp, emboss vernis Gluing Kotak Pizza Hut small B-flute corrugated box 1 (M) Gluing Kotak Laptop axioo 40, ,5 B-flute dan duplex folding carton 4 (CMBY) vernis Gluing Kotak kamera Canon A ,8 16,3 6,4 Duplex dan E- flute folding carton 4 (CMBY) vernis Gluing Kotak HP Sony Ericsson J300i 12,4 11 6,2 Duplex dan e- flute folding carton 4 (CMBY) vernis Gluing Kardus radio/tape BCflute corrugated box 2 (MB) Stitching

4 118 Kode produk dihasilkan dengan mengadaptasi sistem kodefikasi produk yang dikembangkan oleh FEFCO/ESBO. Kode FEFCO/ESBO merupakan suatu sistem kodefikasi dan suatu metode untuk mempresentasikan semua desain struktur kemasan karton. Tidak semua pesanan yang diimplementasikan pada model ini bisa langsung menggunakan kode FEFCO/ESBO yang tersedia. Hal ini disebabkan karena masih banyak variasi dan turunan desain (bentuk) kemasan karton yang belum terdapat pada standar kodefikasi yang telah ditetapkan oleh FEFCO/ESBO. Untuk pesanan dengan desain yang belum ada kodenya, kode produk dibuat dengan memodifikasi kode produk yang paling mirip dengan kode produk yang dipesan. Proses untuk menetapkan kode produk yang belum ada standarnya, maupun untuk menentukan kode produk yang sudah ada desainnya dari konsumen, masih dilakukan secara manual oleh desainer atau karyawan bagian desain produk yang terdapat di perusahaan. Pesanan yang sudah memiliki kode produk yang sesuai dengan standar FEFCO/ESBO adalah pesanan no : 1 (kotak hair dryer), 2 (kardus susu indomilk 125 ml), 4 (kotak biskuat bolu pandan 192 g), 5 (kardus aqua gelas), 6 (dus anlene gold 250 g), dan 11 (kardus radio/tape polytron). Pesanan yang perlu diberikan kode baru adalah pesanan no : 3 (kotak Madu Sumbawa 1000 ml), 7 (kardus Pizza Hut small), 8 (kotak laptop Axioo), dan 9 (kotak kamera Canon A530). Beberapa bentuk produk dapat digabungkan untuk menghasilkan suatu bentuk baru tanpa perlu penurunan kode baru. Contoh pesanan yang mengggabungkan dua bentuk standar yang sudah ada adalah pesanan nomor 10 (Kotak HP Sony Ericsson J300i). Pesanan nomor 10 menggabungkan bentuk tutup bagian atas (top flaps) dari produk tipe 0428 dengan bentuk tutup bagian bawah (bottom flaps) dari produk tipe Dari sebelas pesanan, tujuh di antaranya merupakan tipe slotted (slotted-type boxes), tiga merupakan tipe folder dan tray (folder type boxes and trays), dan satu merupakan tipe rigid (rigid type boxes). Data produk dan data identitas pemesan yang menjadi basis data untuk memproses kesebelas pesanan ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Sepuluh data produk merupakan data yang berasal dari produk yang sudah pernah diproduksi, sedangkan satu data pesanan merupakan data yang belum pernah ada, namun didesain

5 119 untuk menguji kemampuan model memproduksi kemasan dalam ukuran besar. Data identitas pemesan merupakan data yang digenerate untuk menguji jalannya model. Output kedua dari model ini adalah ukuran pola dasar (sheet) yang diperlukan untuk membuat satu unit kemasan. Kemasan karton dibuat dari suatu pola dasar yang dibentuk dengan menyambung sisi-sisi/bagian-bagian pola dasar tersebut menggunakan berbagai proses finishing. Untuk menghitung kebutuhan atau ukuran pola dasar diperlukan data dimensi dari produk jadi. Dimensi kemasan karton yang telah ditetapkan pada sistem kodefikasi FEFCO/ESBO adalah : 1) sisi yang lebih panjang pada bagian bukaan kemasan (Length/L), 2) sisi yang lebih pendek pada bagian bukaan kemasan (breath/b), 3) jarak antara bagian dasar kemasan dengan tutup bagian atas (height/h), 4) tinggi bagian penutup atas bagi kemasan tipe telescope (height of upper part/h), dan 5) panjang area overlapping pada bagian penutup kemasan (overlapping/o). Jika pada pola dasar tidak ditetapkan mana sisi yang merupakan panjang, dan mana sisi yang merupakan lebar, maka dimensi dapat ditetapkan sebagai : 1) dimensi 1 (panjang sisi yang sejajar dengan garis pengeleman atau penyambungan kemasan), 2) dimensi 2 (panjang sisi yang tegak lurus dengan garis pengeleman). Pada model ini ditetapkan beberapa parameter baru untuk menghitung kebutuhan ukuran sheet, yaitu : 1) Lebar sisi (flap) yang berfungsi untuk menutup atau mengunci kotak (a), 2) Lebar sisi tempat melekatkan lem untuk menyambungkan badan kotak (b), dan 3) Allowance atau jarak pemotongan antara pola 1 dengan pola 2 yang membentuk kotak (d). Model Perhitungan Ukuran Sheetpola dasar merupakan persamaan aritmetik biasa untuk mendapatkan panjang sheet yang dibutuhkan perunit produk (Pr) dan lebar sheet yang dibutuhkan perunit produk (Lr). Berdasarkan pola kemasan dan dimensi (ukuran) yang ditetapkan pada sistem kodefikasi FEFCO dapat diketahui dimensi-dimensi ukuran yang diperlukan untuk mengukur Pr dan Lr. Untuk mendapatkan bentuk pola dasar kemasan beserta ukuran dimensidimensinya dilakukan pembongkaran kemasan hingga menjadi satu lembar karton yang membentuk pola dasar produk. Proses perhitungan ukuran pola dasar yang dibutuhkan perproduk dilakukan dengan menginput data-data produk (Tabel 13) ke dalam model persamaan yang sudah ada. Sebagai contoh untuk pesanan pertama (kotak hair dryer) diperoleh ukuran sheet untuk pola dasar sebagai berikut : Pr = 2L + 2B + a

6 120 = 2 x x = 640 mm Lr = 1,333B + H + b = 1,333 x = 283,3 mm Pada Tabel 15 di bawah dapat dilihat kode produk yang dipesan dan model perhitungan ukuran pola dasar (sheet) yang diperlukan untuk setiap jenis pesanan. Tabel 15 Output Model Desain Produk No Nama Kode produk Tipe Produk 1 Kotak hair dryer Slotted type boxes 2 Kardus susu Indomilk 125 ml 3 Kotak madu sumbawa 1000 ml 4 Kotak biskuat bolu pandan 192 gr Slotted type boxes Slotted type boxes Slotted type boxes 5 Kardus aqua gelas Slotted type boxes 6 Dus Anlene Gold 250 gr 7 Kardus Pizza Hut small 8 Kotak Laptop Axioo 9 Kotak kamera Canon A Kotak HP Sony Ericsson J300i Slotted type boxes Folder type boxes and trays Slotted type boxes Folder type boxes and trays 0428/0427 Folder type boxes and trays 11 Kardus radio/tape Rigid type boxes Model perhitungan ukuran sheet Pr = 2L + 2B + a, Lr = 0,333B + B + H +b Pr = 2L+2B+a, Lr = B + H Pr=2L+2B+a, Lr=H+1,677B+b Pr = 2L + 2 B + a, Lr = 1,333B + H +b Pr = 2L+2B+a, Lr =B + H Pr = 2L+2B+a, Lr = 2B + H Pr=2B+2H+2b, Lr=L+2H Pr=2L+2B+a, Lr=H+1,75B+b Pr = 2B + 4,667H + a, Lr = L + 2H + 1,5H Pr = 2B + 3H, Lr = L +4H + 0,67H Pr = 2H + 2B, Lr = L+B+2a+d Nilai parameter a, b dan d ditetapkan oleh tim pengembang produk, atau berdasarkan kesepakatan dengan konsumen. Tahap selanjutnya adalah menentukan ukuran bahan baku sheet yang tersedia dan sesuai dengan ukuran pola dasar yang telah dihitung di atas. Jenis

7 121 dan ukuran kertas karton yang tersedia di pasaran sangat beragam. Namun untuk beberapa jenis kertas, seperti kertas duplex dan art carton, ukuran yang paling umum digunakan adalah ukuran plano. Ukuran plano untuk beberapa jenis kertas berbeda-beda. Untuk kertas jenis duplex, 1 plano sama dengan (790x1090) mm2, atau setara dengan 0,861 m 2. Ukuran plano untuk art carton adalah (65 x 1000) mm2 atau setara dengan 0,65 m 2. Jika pesanan folding carton yang akan dibuat menggunakan bahan baku gabungan antara kertas duplex dengan karton gelombang, maka ukuran karton gelombang yang akan diproduksi perlu disesuaikan dengan ukuran kertas duplex yang tersedia di pasaran. Tabel 16 memperlihatkan panjang dan lebar sheet yang dibutuhkan (Pr dan Lr) serta ukuran panjang dan lebar sheet yang tersedia (Ps dan Ls) sebagai bahan baku. Pada model ini ukuran sheet yang digunakan sebagai bahan baku diinput secara manual dari database bahan baku (Lampiran 3). Satu lembar karton yang menjadi bahan baku kemasan seringkali berukuran cukup besar sehingga bisa digunakan untuk membuat lebih dari satu unit produk kemasan. Proses menghitung berapa banyak produk yang bisa dihasilkan dari satu lembar karton merupakan tahap persiapan yang cukup memakan waktu, apalagi jika pola dasar kemasan berbentuk tidak beraturan. Pada sebagian besar industri kemasan karton, proses untuk mengatur pola dasar kemasan pada satu lembar karton (layout) dilakukan dengan bantuan software desain grafis seperti Correll Draw atau Auto CAD. Setelah proses layout yang teliti dan hati-hati, barulah seorang desainer bisa menentukan berapa banyak produk yang bisa dihasilkan dari selembar karton. Pada model ini, untuk keperluan proses pemesanan dan pemberian informasi yang lebih cepat kepada pelanggan mengenai estimasi biaya dan waktu penyelesaian, perhitungan jumlah produk yang bisa dihasilkan perlembar karton dilakukan dengan menggunakan persamaan : Sebagai contoh untuk pesanan kotak hair dryer, maka jumlah produk yang dihasilkan per sheet adalah :

8 122 = 3

9 Tabel 16 Perhitungan Ukuran dan Jumlah Sheet yang Dibutuhkan No Nama Jumlah produk Model perhitungan sheet 1 Kotak hair dryer Pr = 2*L + 2 * B + a Lr = 0,333*B + B + H +b L (mm) B (mm) H (mm) a (mm) b (mm) d (mm) Pr (mm) Lr (mm) Ps (mm) Ls (mm) Jml box/ sheet Jml sheet ,0 283, Kardus susu Indomilk 125 ml 3 Kotak madu sumbawa 1000 ml 4 Kotak biskuat bolu 192 gr Pr = 2*L+2*B+a Lr = B + H Pr=2*L+2*B+a, Lr=H+1,677*B+b Pr = 2*L + 2 * B + a Lr = 0,333*B + B + H +b ,0 450, ,0 412, ,0 291, Kardus aqua gelas Pr = 2*L+2*B+a Lr =B + H 6 Dus Anlene Gold 250 gr 7 Kotak Pizza Hut small 8 Kotak Laptop Axioo 9 Kotak kamera Canon A Pr = 2*L+2*B+a Lr = 2*B + H Pr=2*B+2*H+2*b Lr=L+2*H Pr=2*L+2*B+a Lr=H+1,75*B+b Pr = 2*B + 4*H + 0,667*H + a Lr = L + 2*H + 1,5*H Pr = 2*B + 3*H Lr = L +4*H + 0,67*H 10 Kotak HP Sony Ericsson J300i 11 Kotak radio/tape Pr = 2*H + 2*B Lr = L+B+2*a+d ,0 455, ,0 270, ,0 290, ,0 580, ,7 452, ,0 413, ,0 1091,

10 124 Kotak hair dryer terbuat dari bahan baku karton jenis duplex dan karton gelombang tipe B-flute. Ukuran bahan baku duplex yang tersedia adalah 1090 mm x 790 mm. Karena bahan baku duplex tidak diproduksi sendiri, maka ukuran karton gelombang B-flute yang nantinya harus disesuaikan dengan ukuran duplex yang tersedia. Gambaran pengaturan tata letak (layout) pola dasar kotak hair dryer pada lembar karton yang tersedia dapat dilihat pada Gambar , Gambar 41 Layout Pola Dasar Kemasan Pada Lembaran Karton. Setelah mengetahui jumlah produk persheet berikutnya dilakukan perhitungan jumlah sheet yang diperlukan untuk menyelesaikan sejumlah pesanan yang diminta. Hasil perhitungan jumlah sheet ini dibutuhkan sebagai salah satu input untuk mengkalkulasi waktu produksi dan harga pesanan.untuk produk kotak hair dryer, jumlah sheet diperoleh melalui persamaan: Jumlah toleransi yang diberikan untuk mengantisipasi kerusakan pada tahap produksi selanjutnya diasumsikan sebesar 10 persen, sehingga : = 3667

11 125 Hasil perhitungan ukuran pola dasar kemasan yang dibutuhkan (Pr dan Lr), jumlah produk/sheet dan jumlah sheet yang diperlukan untuk kesebelas pesanan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel17 Kode Pesanan No Nama Pesanan Nama Pemesan Inisial Kelompok Tanggal Pesanan Kode Pesanan 1 Kotak hair dryer PT. Dongguan Electric DEC folding carton oct 1, 2011 F-DEC-Oct Kardus susu Indomilk 125 ml 3 Box madu Sumbawa 1000 ml 4 Kotak biskuat bolu pandan 192 gr PT. Indomilk IML corrugated box PT. Madu Sumbawa Alami PT. Danone Indonesia 5 Kardus aqua gelas PT. Aqua- Danone 6 Dus Anlene Gold 250 gr 7 Kotak Pizza Hut small 8 Kotak Laptop axioo 9 Kotak kamera Canon A Kotak HP Sony Ericsson J300i PT. Fonterra Indonesia Pizza Hut Indonesia PT. Axioo Indonesia PT. Canon Indonesia PT. Sony Ericsson Indonesia MSA DNE ANE FON PHI AXO CAI SEI folding carton folding carton corrugated box folding carton corrugated box folding carton folding carton folding carton oct 3, 2011 oct 3, 2011 oct 4, 2011 oct 4, 2011 oct 5, 2011 oct 5, 2011 oct 6, 2011 oct 6, 2011 oct 6, 2011 C-IML-Oct F-MSA-Oct F-DNE-Oct C-ANE-Oct F-Fon-Oct C-PHI-Oct F-AXO-Oct F-CAI-Oct F-SEI-Oct Kardus radio/tape PT. Polytron Indonesia PYT corrugated box oct 7, 2011 C-PYT-Oct Tahap terakhir pada model Desain dan Perhitungan Sheet adalah pembuatan kode pesanan. Kode pesanan diturunkan (digenerate) berdasarkan input data kelompok kemasan, inisial nama pemesan dan waktu pemesanan (Tabel 17).

12 Model Evaluasi Pesanan Evaluasi Kemampuan Proses Evaluasi kemampuan proses dimulai dari tahap produksi pertama, yaitu pembuatan karton gelombang (corrugating). Adapun data yang dibutuhkan adalah database pesanan yang menginformasikan jumlah sheet, jenis sheet, panjang sheet (Ps) dan lebar sheet (Ls). Faktor pembatas untuk pengambilan keputusan adalah jumlah minimum yang bisa diproduksi dan kemampuan mesin corrugator yang ditentukan oleh parameter lebar sheet maksimum dan minimum. Pada Tabel 18 dapat dilihat data input yang diperlukan untuk mengevaluasi proses corrugating. Evaluasi proses dilakukan dengan menggunakan aturan-aturan yang disusun dengan bantuan pohon klasifikasi. Tabel 18 Data Input untuk Evaluasi Proses Corrugating No Nama Pesanan Jml sheet dibutuhkan (unit) Jenis sheet Ada/tidak ada karton gelombang Panjang sheet (Ps) (mm) Lebar sheet (Ls) (mm) 1 Kotak hair dryer Duplex ada dan B- flute 2 Kardus susu Indomilk 125 ml B-flute ada Kotak madu sumbawa 4 Kotak biskuat bolu pandan 5 Kardus aqua gelas 6 Dus Anlene Gold 250 gr 7 Kotak Pizza Hut small 8 Kotak Laptop Axioo 9 Kotak kamera Canon A Kotak HP Sony Ericsson J300i Duplex tidak Art carton tidak C-flute ada Duplex tidak B-flute ada B-flute dan duplex Duplex dan E- flute Duplex dan e-flute ada ada ada Kotak radio/tape BC-flute ada

13 127 Hasil evaluasi adalah keputusan mengenai kemampuan proses corrugating dalam memproses kesebelas pesanan yang masuk (Tabel 19). Dari sebelas pesanan, dua pesanan (pesanan 9 dan 10) diproses pada mesin C1, lima pesanan (2, 5, 7, 8, 11) diproses pada mesin C2, dan empat pesanan (1, 3, 4, 6) tidak diproses pada mesin corrugating. Ada tiga hal yang menyebabkan pesanan tidak diproses pada mesin corrugating, yaitu : 1) jenis bahan baku yang tidak memerlukan karton gelombang, 2) mesin yang tersedia tidak mampu memproses pesanan tersebut karena spesifikasi pesanan tidak sesuai dengan spesifikasi mesin, dan 3) jumlah pesanan di bawah batas minimal kemampuan produksi, namun masih bisa dikerjakan dengan cara subkontrak. Pesanan yang tidak diproses pada mesin corrugating memerlukan bahan baku yang diperoleh dari pihak lain, baik dengan cara membeli atau mensubkontrakkan ke pihak lain. Keputusan lain yang mungkin terjadi pada evaluasi proses corrugating adalah penolakan pesanan. Penolakan pesanan terjadi karena jumlah yang terlalu kecil sehingga perusahaan tidak bisa memproses pesanan, baik dengan cara diproduksi sendiri atau disubkontrakkan. Penolakan kemungkinan juga bisa terjadi jika tidak ada pihak lain yang bisa menerima subkontrak. Pada kasus ini dari 11 pesanan tidak ada satupun yang ditolak. Pada prinsipnya sebagian besar perusahaan kemasan karton akan berusaha meminimalkan jumlah pesanan yang ditolak untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan menjaga citra perusahaan. Setelah mengetahui hasil evaluasi kemampuan proses, tahap berikutnya adalah menghitung waktu proses yang dibutuhkan bagi pesanan-pesanan yang dikerjakan pada mesin corrugator. Perhitungan waktu produksi memerlukan data panjang sheet yang akan diproduksi pada mesin corrugating. Panjang sheet yang akan diproduksi pada mesin corrugating (Pc) dapat dilihat pada Tabel 19. Total waktu proses pada mesin corrugator (Tc) merupakan penjumlahan waktu setup (Sc) dan waktu running mesin. Waktu setup proses corrugating pada model ini diinput secara manual. Hal ini disebabkan karena belum ada data primer atau sekunder mengenai perkiraan waktu setup, dan juga belum ada suatu formula yang tepat untuk perhitungan waktu setup.

14 128 Tabel 19 Hasil Evaluasi Proses Corrugating No Nama Pesanan Keputusan (Jenis Mesin) panjang sheet di mesin corrugator(pc) C1 C2 Beli Ditolak 1 Kotak hair dryer 2 Kardus susu Indomilk ml 3 Kotak madu sumbawa 1000 ml 4 Kotak biskuat bolu pandan 192 gr 5 Kardus aqua gelas Dus Anlene Gold 250 gr 7 Kotak Pizza Hut small Kotak Laptop Axioo Kotak kamera Canon 790 A Kotak HP Sony 790 Ericsson J300i 11 Kotak radio/tape 2250 Sebagai contoh total waktu proses di mesin corrugator untuk kardus susu indomilk dihitung sebagai berikut : = 3,9 jam Waktu pembelian untuk pesanan yang tidak diproses pada mesin corrugating diinput secara manual berdasarkan kemampuan supplier atau kemampuan perusahaan dalam pengadaan bahan baku. Hasil selengkapnya untuk perhitungan waktu pada proses corrugating dapat dilihat pada Tabel 20.

15 129 Tabel 20 Waktu Pada Proses Corrugating No Nama Pesanan Perhitungan Waktu (jam) Set up C1 (jam) Set up C2 (jam) Proses C1 (jam) Proses C2 (jam) Total waktu (T c ) C1 Total waktu (T c ) C2 Wkt beli 1 Kotak hair dryer 24 2 Kardus susu Indomilk 125 ml 3 Kotak madu sumbawa 1000 ml 4 Kotak biskuat bolu pandan 192 gr 1 2,9 3,9 5 Kardus aqua gelas 1 11,6 12,6 6 Dus Anlene Gold 250 gr 7 Kotak Pizza Hut small 8 Kotak Laptop Axioo 9 Kotak kamera Canon A Kotak HP Sony Ericsson J300i 1 3,9 4,9 1 0,8 1,8 1 2,0 3,0 1 4,0 5,0 11 Kotak radio/tape 1 6,9 7, Tahap berikutnya adalah evaluasi proses printing. Evaluasi kemampuan proses printing dilakukan dengan menggunakan beberapa aturan(rule base) untuk mendapatkan keputusan mengenai proses printing. Input dan hasil evaluasi (keputusan) mengenai proses printing dapat dilihat Pada Tabel 21. Selain jumlah produk, ukuran sheet dan jumlah warna, input lain yang dipertimbangkan untuk proses printing adalah jenis sheet yang menjadi bahan baku. Pesanan yang hanya terdiri dari bahan baku karton gelombang, akan diprint pada mesin flexo printing. Pesanan yang memiliki unsur bahan baku duplex, art carton, atau kertas ivory akan diprint pada mesin offset. Hal ini disebabkan karena pemilihan bahan baku yang ada unsur kertas duplex, art carton atau kertas ivory biasanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hasil cetakan yang hanya bisa diberikan oleh mesin offset. Untuk pesanan dengan bahan baku gabungan antara karton gelombang dengan kertas duplex atau art carton, maka bagian permukaan sheet yang akan diprint adalah sisi kertas yang terbuat dari duplex atau

16 130 art carton, sehingga pesanan dengan bahan baku gabungan ini juga akan diprint menggunakan mesin offset. Tabel 21 Input dan Hasil Evaluasi Proses Printing No Nama Pesanan Jml produk (sheet yg diprint) Jml warna Ukuran sheet /unit kemasan Pr (mm) Lr (mm) FP 1 FP 2 Keputusan OP Subkon Tidak 1 Kotak hair dryer ,0 283,3 2 Kardus susu ,0 450,0 Indomilk 125 ml 3 Kotak madu sumbawa ,0 412,5 4 Kotak biskuat bolu pandan ,0 291,6 5 Kardus aqua gelas 6 Dus Anlene Gold 250 gr 7 Kotak Pizza Hut small 8 Kotak Laptop Axioo 9 Kotak kamera Canon A ,0 455, ,0 270, ,0 290, ,0 580, ,7 452,0 10 Kotak HP Sony Ericsson ,0 413,5 11 Kotak radio/tape ,0 1091,0 Dari hasil evaluasi dapat dilihat bahwa tiga pesanan diproses pada mesin flexo printing 1 (FP 1), empat pesanan diproses pada mesin flexo printing 2 (FP2), enam pesanan diproses pada mesin offset printing (OP), satu pesanan harus disubkontrakkan,dan tidak satupun pesanan yang tidak memerlukan proses printing. Keputusan tidak berarti pesanan tidak memerlukan proses printing sehingga kemasan yang dihasilkan merupakan kemasan polos tanpa cetakan apapun. Dari sebelas kasus kemasan yang diimplementasikan, terdapat tiga pesanan (kardus susu indomilk, kardus aqua gelas dan kardus radio tape) yang bisa diproses pada lebih dari satu mesin. Sebagai contoh kardus susu indomilk bisa diproses pada mesin FP 1 dan FP 2. Hal ini berarti pesanan tersebut bisa

17 131 diproses pada salah satu dari dua alternatif mesin yang tersedia. Sementara itu terdapat enampesanan yang hanya bisa diproses pada satu mesin, yaitu mesin OP, sehingga keenam pesanan tersebut harus menjalani prosesprinting secara bergantian. Penentuan waktu proses pesanan pada mesin printing dilakukan dengan cara yang berbeda dengan proses corrugating. Pada proses printing, waktu proses bukan ditentukan oleh panjang sheet/unit seperti halnya proses corrugating, melainkan oleh jumlah unit pesanan dan kecepatan mesin printing. Selain itu waktu pada mesin printing juga dipengaruhi oleh jumlah warna printing pesanan. Sebagai contoh, total waktu printing pesanan kotak hair dryer(i = 1) pada mesin OP diperoleh sebagai berikut : Pada kasus kotak hair dryer di atas, kecepatan mesin offset printing adalah unit/jam. Pada mesin offset, kecepatan printingini sama untuk semua alternatif jumlah warna. Waktu setup dan persiapan proses printing cukup lama dibandingkan dengan tahapan proses lainnya. Hal ini disebabkan terdapat cukup banyak tahap persiapan yang perlu dilakukan sebelum proses printing. Sebagian proses persiapan ini dilaksanakan di luar perusahaan, seperti pembuatan film cetakan (repro printing). Beberapa persiapan lainnya adalah pengaturan layout desain cetak di atas lembaran karton, proses pencampuran tinta dan pemanasan mesin printing. Karena tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi, waktu setup (persiapan) untuk proses printing masih diinput secara manual. Hasil kalkulasi waktu untuk proses printing dapat dilihat pada Tabel 22.

18 132 Tabel 22 Waktu Proses Printing No Nama Pesanan Jenis Sheet Perhitungan Waktu (jam) 1 Kotak hair dryer Duplex dan B-flute 2 Kardus susu Indomilk 125 ml 3 Kotak madu sumbawa 1000 ml 4 Kotak biskuat bolu pandan 192 gr Set up FP1 Set up FP2 Setup OP Proses FP1 Proses FP2 Proses OP FP1 FP2 OP Wkt beli/ kontrak 12 1,0 13,0 B-flute ,3 20,0 34,3 44,0 Duplex 12 2,0 14,0 Art carton 12 10,0 22,0 5 Kardus aqua gelas C-flute ,2 28,6 38,2 48,6 6 Dus Anlene Gold 250 gr Duplex 12 2,5 14,5 7 Kotak Pizza Hut B-flute 16 22,2 38,2 small 8 Kotak Laptop Axioo B-flute dan duplex 9 Kotak kamera Canon A 530 Duplex dan E-flute 12 2,5 14,5 10 Kotak HP Sony Ericsson J300i Duplex dan e-flute 12 5,0 17,0 11 Kotak radio/tape BC-flute ,6 7,1 21,6 27,

19 133 Pada tahapan selanjutnya, yaitu evaluasi kemampuan proses die cutting, dilakukan pengambilan keputusan berdasarkan input/variabel kelompok kemasan, bentuk produk dan ukuran sheet/unit kemasan. Hasil dari proses evaluasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Hasil Evaluasi Proses Die cutting No Nama Pesanan Bentuk produk Ukuran sheet /unit kemasan Pr Lr (mm) (mm) D 1 D 2 Keputusan D 3 Kelompok Subkon Tidak 1 Kotak hair dryer folding carton 640,0 283,3 2 Kardus susu Indomilk corrugat ed box standar 600,0 450,0 3 Kotak madu sumbawa folding carton 360,0 412,5 4 Kotak biskuat bolu pandan 192 gr 5 Kardus aqua gelas folding carton corrugat ed box 580,0 291,6 1230,0 455,0 6 Dus Anlene Gold 250 gr folding carton 360,0 270,0 7 Kotak Pizza Hut small corrugat ed box tidak standar 510,0 290,0 8 Kotak Laptop Axioo folding carton 1110,0 580,0 9 Kotak kamera Canon A 530 folding carton 654,7 452,0 10 Kotak HP Sony Ericsson folding carton 406,0 413,5 11 Kardus radio/tape corrugat ed box standar 1460,0 1091,0 Dari hasil di atas, ada tiga pesanan yang tidak memerlukan proses die cutting, yaitu kardus susu Indomilk, kardus aqua gelas, dan kardus radio/tape. Satu pesanan disubkontrakkan dan tujuh pesanan lainnya diproses pada mesin die cut yang tersedia. Semua pesanan yang diproduksi pada mesin die cut memiliki alternatif lebih dari satu mesin yang mampu memproses pesanan tersebut.

20 134 Penentuan waktu proses di mesin die cut dipengaruhi oleh variabel kecepatan mesin, waktu setup, jenis sheet dan jumlah pesanan. Kalkulasi waktu pada mesin die cutting dilakukan dengan menggunaan model persamaan yang sama dengan mesin printing. Hasil kalkulasi waktu pada proses die cutting dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Waktu Pada Proses Die cutting No pesanan Set up D1 Set up D2 Setup D3 Perhitungan Waktu (jam) Proses D1 Proses D2 Proses D3 D1 D2 D3 Subkon ,7 8,3 15,1 17,7 20, ,5 13,3 14,3 20,5 23,3 26, ,5 66,7 71,4 70,5 76,7 83, ,6 16,7 17,9 23,6 26,7 29, ,9 153,8 166,7 150,9 163,8 178, ,9 19,2 20,8 25,9 29,2 32, ,7 38,5 41,7 43,7 48,5 53,7 11 Pada tahap finishing, sepuluh jenis pesanan yang diimpelentasikan pada model ini menggunakan cara pengelemen (gluing) untuk menyambung sisi-sisi kemasan, dan satu pesanan menggunakan cara penjepretan dengan kawat (stitching) untuk menyambung sisi-sisi kemasan. Hasil evaluasi kemampuan proses finishing dapat dilihat pada Tabel 25.

21 135 Tabel 25 Hasil Evaluasi Proses Finishing No pesanan Proses finishing 1 Pengeleman 640,0 283,3 2 Pengeleman 600,0 450,0 3 Pengeleman 360,0 412,5 4 Pengeleman 580,0 291,6 5 Pengeleman 1230,0 455,0 6 Pengeleman 360,0 270,0 7 Pengeleman 510,0 290,0 8 Pengeleman 1110,0 580,0 9 Pengeleman 654,7 452,0 10 Pengeleman 406,0 413,5 11 Stitching 1460,0 1091,0 Ukuran sheet /unit Keputusan kemasan (mm) Pr Lr SAG AG Stitch Man Tdk Dari sebelas pesanan yang masuk, tidak ada yang diproses secara manual (man) dan tidak ada yang tidak memerlukan proses finishing (Tdk). Sebanyak enam pesanan dapat diproses pada mesin SAG maupun AG, dan sebanyak empat pesanan hanya bisa diproses pada mesin SAG. Tabel 26 Waktu Proses Finishing No pesanan Set up SAG Set up AG Setup Stitc Perhitungan Waktu (jam) Proses Proses Proses SAG AG Stitch Man SAG AG Stitch 1 0,5 2,8 3,3 2 0,5 1 27,8 10,0 28,3 11,0 3 0,5 1 5,6 2,0 6,1 3,0 4 0,5 1 27,8 10,0 28,3 11,0 5 0,5 55,6 56,1 6 0,5 6,9 7,4 7 0,5 55,6 56,1 8 0,5 1 2,8 1,0 3,3 2,0 9 0,5 1 6,9 2,5 7,4 3,5 10 0,5 1 13,9 5,0 14,4 6,0 11 0,5 4,2 4,7

22 136 Perhitungan waktu untuk proses finishing tergantung kepada variabel jumlah pesanan, waktu setup dan kecepatan mesin. Dengan menggunakan formula yang sama seperti menghitung waktu printing dan die cutting, hasil perhitungan waktu untuk proses finishing dapat dilihat pada Tabel 26. Pada tahap perlakuan tambahan, dilakukan evaluasi kemampuan mesin varnishing. Dua proses lainnya, yaitu foil stamping dan embossing/debossing disubkontrakkan. Pada Tabel 27 dapat dilihat hasil evaluasi perlakuan tambahan beserta variabel penentu keputusannya. Tabel 27 Hasil Evaluasi proses Perlakuan Tambahan No Nama Pesanan 1 Kotak hair dryer 2 Kardus susu Indomilk 3 Box madu Sumbawa 4 Kotak biskuat bolu pandan 5 Kardus aqua gelas 6 Dus Anlene Gold 250 gr 7 Kotak Pizza Hut small 8 Kotak Laptop axioo 9 Kotak kamera Canon 10 Kotak HP Sony Ericsson 11 Kardus radio/tape Perlakuan tambahan Ukuran sheet Keputusan /unit kemasan (mm) Pr Lr Varnish Emboss/ deboss varnishing 640,0 283,3 600,0 450,0 varnishing 360,0 412,5 varnishing, foil stamping, embossing 580,0 291,6 1230,0 455,0 foil stamping 360,0 270,0 subkon subkon 510,0 290,0 varnishing 1110,0 580,0 varnishing 654,7 452,0 varnishing 406,0 413,5 1460,0 1091,0 Hasil perhitungan waktu untuk perlakuan tambahan dapat dilihat pada Tabel 28. Kalkulasi waktu dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah pesanan

23 137 dan kecepatan mesin varnish, sementara waktu yang dibutuhkan untuk subkontrak proses foil stamping dan embossing/debossing diinput secara manual. Tabel 28 Waktu untuk Perlakuan Tambahan No Nama Pesanan Jml produk (sheet ) Perhitungan Waktu (jam) varnish E/D (K) FS (K) 1 Kotak hair dryer ,67 2 Kardus susu Indomilk 125 ml 3 Kotak madu ,33 sumbawa 1000 ml 4 Kotak biskuat bolu ,67 pandan 192 gr 5 Kardus aqua gelas Dus Anlene Gold , gr 7 Kotak Pizza Hut small 8 Kotak Laptop ,67 Axioo 9 Kotak kamera ,17 Canon A Kotak HP Sony ,33 Ericsson J300i 11 Kotak radio/tape Hasil evaluasi kemampuan proses pada setiap tahapan proses pembuatan kemasan karton berupa mesin-mesin yang terpilih untuk memproses setiap pesanan beserta waktu proses pada mesin-mesin tersebut. Disamping itu juga dihasilkan keputusan mengenai pesanan yang tidak bisa diproses pada mesinmesin yang tersedia pada model ini. Keputusan tersebut berupa subkontrak atau penolakan pesanan. Hasil evaluasi seluruh tahapan proses dapat dilihat pada Tabel 29. Dalam industri kemasan karton yang sebenarnya, keputusan penerimaan atau penolakan pesanan seringkali terjadi melalui beberapa kali perundingan atau negosiasi. Bisa jadi pesanan yang diterima pada awalnya dengan keputusan mensubkontrakkan beberapa tahapan proses pada akhirnya terpaksa ditolak karena tidak ada perusahaan subkontraktor yang mampu menerima pekerjaan tersebut.

24 138 Tabel 29 Hasil Evaluasi Kemampuan Proses dan Waktu Proses Pesanan No. Job Job (Pesanan) Waktu Proses (jam) Corrugating Printing Die cutting Finishing Add treatment C1 C2 K FP1 FP2 OP K D1 D2 D3 K SAG AG S Man Varnish em/de (K) f stamp (K) 1 Kotak hair dryer 24,0 13,0 15,1 17,7 20,3 3,3 1,7 2 Kardus susu Indomilk 3,9 34,3 44,0 28,3 11,0 3 Kotak madu 24,0 14,0 20,5 23,3 26,3 6,1 3,0 3,3 4 Kotak biskuat bolu 24,0 22,0 70,5 76,7 83,4 28,3 11,0 16,7 5 Kardus aqua gelas 12,6 38,2 48,6 56,1 6 Dus Anlene Gold 24,0 14,5 23,6 26,7 29,9 7,4 4,2 48,0 48,0 7 Kotak Pizza Hut 4,9 38,2 150,9 163,8 178,7 56,1 8 Kotak laptop 1,8 72,0 48,0 3,3 2,0 1,7 9 Kotak kamera 3,0 14,5 25,9 29,2 32,8 7,4 3,5 4,2 10 Kotak HP Sony 5,0 17,0 43,7 48,5 53,7 14,4 6,0 8,3 11 Kotak radio/tape 7,9 21,6 27,1 4,7 137

25 Kalkulasi Waktu Penyelesaian Pesanan Kalkulasi waktu penyelesaian pesanan bertujuan untuk melihat kapan suatu pesanan bisa diselesaikan dan apakah waktu pesanan tersebut sesuai dengan waktu penyelesaian yang diinginkan konsumen. Untuk mendapatkan jawaban atas masalah tersebut, pada model ini dilakukan pengurutan pesanan-pesanan yang diterima, dan menjadwalkannya dengan suatu model penjadwalan yang sesuai dengan kondisi lantai produksi yang tersedia. Walaupun proses perancangan model ini dibangun dengan fokus perhatian yang cukup besar untuk memuaskan pelanggan, namun dalam pelaksanaan penjadwalannya kriteria/tujuan penjadwalan adalah untuk meminimasi makespan dan bukan untuk meminimasi keterlambatan atau jumlah pekerjaan yang terlambat. Pemilihan kriteria ini dengan pertimbangan untuk mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak, yaitu perusahaan kemasan karton dan konsumen. Kriteria makespan adalah kriteria yang paling umum digunakan pada penjadwalan hybrid flowshop seperti pada kasus industri kemasan karton ini. Makespan dari suatu jadwal (schedule) adalah waktu selesainya semua pekerjaan yang ditandai oleh waktu selesai pekerjaan yang terakhir pada lantai produksi. Penggunaan kriteria makespan akan memungkinkan pihak perusahaan melihat berapa banyak pesanan (job) yang mampu ditangani dalam periode waktu tertentu (Raaymakers dan Weijters, 2003). Penjadwalan yang bertujuan untuk meminimasi makespan dengan sendirinya dapat meningkatkan jumlah job yang mampu ditangani oleh perusahaan dalam periode waktu tertentu. Pada saat yang sama informasi mengenai kapan waktu penyelesaian setiap pesanan tetap dapat diberikan kepada konsumen. Hasil kalkulasi waktu penyelesaian pesanan dapat diperoleh dengan atau tanpa menggunakan algoritma genetika. Namun untuk mendapatkan urutan penjadwalan terbaik yang dapat meminimasi makespan pada jumlah pesanan yang cukup banyak, perlu bantuan algoritma genetika. Langkah-langkah penjadwalan menggunakan algoritma genetika yang dilakukan pada penelitian ini adalah : a. Melakukan representasi kromosom b. Membentuk populasi awal

26 140 c. Menghitung nilai fitness dan nilai makespan setiap kromosom yang berada pada populasi awal d. Melakukan seleksi kromosom e. Menjalankan operator genetika pindah silang f. Menjalankan operator genetika mutasi g. Menghitung nilai fitness dan makespan setelah proses indah silang dan mutasi h. Melakukan iterasi proses genetika hingga batas iterasi yang ditentukan i. Menentukan nilai fitness dan makespan terbaik j. Menghitung waktu penyelesaian akhir (final time) dengan menambahkan waktu proses pada stage 5 Representasi Kromosom Sebagai tahap awal untuk melakukan penjadwalan dengan algoritma genetika, dibutuhkan representasi kromosom yang menggambarkan pesananpesanan yang akan dijadwalkan. Representasi kromosom merupakan cara untuk mengkodekan suatu alternatif solusi penjadwalan menjadi kromosom yang akan diproses menggunakan GA. Representasi kromosom dalam penelitian ini menggunakan teknik real number encoding. Kromosom yang dihasilkan terdiri dari 11 gen yang menggambarkan urutan job yang unik tanpa ada pengulangan. Berikut ini adalah contoh representasi kromosom yang digunakan pada model ini : Gambar 42 Representasi Kromosom untuk Sebelas Pesanan Pembentukan Populasi Awal Sebuah populasi awal yang dibangkitkan terdiri dari sejumlah anggota populasi (kromosom). Pada kasus ini jumlah anggota populasi (Pc) ditentukan sebanyak 20 kromosom dan proses pembangkitan populasi dilakukan secara acak. Source code pada Matlab versi 10a yang digunakan untuk menghasilkan populasi awal ini adalah :

27 141 popawal = myrand(jmlpop,1,11); function result=myrand(row,a,b) % Produce unique random integers ranged from a to b % linear random unique integers clc; %a=1; b=50000; %try this as an example r=a:b; r=r'; for m = 1 : row for i=1:(b-a) % rn=round((a-2)*rand(1,1))+1+(b-a); rn=round((b-a-1)*rand(1,1))+1; tmp=r(i); r(i)=r(rn); end end r(rn)=tmp; result(m,:)=r; Hasil pembangkitan populasi awal yang merupakan generasi pertama dari proses penjadwalan menggunakan GA dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Populasi Awal (Generasi Pertama) No kromo som Urutan Pekerjaan (Job)

28 142 Menghitung Nilai Makespan dan Nilai Fitness Nilai makespan dan nilai fitness dihitung dengan menggunakan data waktu proses masing-masing pesanan pada setiap stage dan mesin yang dilalui (Tabel 29). Pada model ini proses optimasi penjadwalan dengan menggunakan algoritma genetika diberlakukan terhadap 4 tahapan proses (stage) yaitu : proses corrugating (stage 1), proses printing (stage 2), proses die cutting (stage 3) dan proses finishing (stage 4). Terhadap proses perlakuan tambahan tidak dilakukan optimasi dengan menggunakan algoritma genetika, melainkan hanya ditambahkan waktunya terhadap waktu kromosom terbaik yang dihasilkan dari algoritma genetika. Hal ini disebabkan karena mesin varnishing yang tersedia cukup banyak sehingga diasumsikan setiap pekerjaan yang selesai dari proses finishing bisa langsung diproses pada proses varnishing atau perlakuan tambahan lainnya tanpa harus antri mesin terlebih dahulu. Nilai makespan dan nilai fitness dihitung untuk setiap kromosom yang terdapat pada populasi. Langkah-langkah untuk menghitung nilai makespan terdiri dari dua tahap, yaitu perhitungan waktu penyelesaian (completion time) pada stage 1, dan perhitungan waktu penyelesaian (completion time) pada stage 2 sampai stage 4. Sebagai contoh, langkah-langkah perhitungan nilai makespan kromosom 18 pada stage 1 adalah : 1. Pada stage j=1, urutkan job i secara acak dimana i = 1,...n, sehingga diperoleh urutan ke (k) dimana k = 1,...n Urutan job yang diperoleh sesuai dengan urutan gen pada kromosom 18, yaitu : 9, 2, 10, 6, 4, 1, 3, 7, 8, 5, 11. Pada Tabel 30 dapat dilihat urutan job, mesin-mesin yang tersedia untuk memproses, dan waktu proses setiap job. 2. Pada T=0, pilih mesin eligible (e (i),1, (i) ) yg tersedia dengan waktu proses terkecil untuk memproses job i, stage 1 urutan ke 1 (min t e(i),1, (1) ) dimana e (i),j, (k) M j. Job pertama yang diproses adalah job 9, dan mesin yang tersedia hanya satu, yaitu C1 dengan waktu proses =3 3. Hitung waktu selesai job i, stage 1 pada urutan (1)

29 143 C i,1, (1) = 0 + min t e(i),1 (1) Jika tidak ada mesin eligible yang tersedia (job tidak diproses di j=1), set C i,1, (1) = 0. Jika job i pada stage 1 disubkontrakkan dalam waktu t = tc i,1, maka set C i,1, (1) = 0 + tc i Waktu selesai job 9 di stage 1 : (C 9,1, (1) ) = = 3 No Tabel 31 Waktu Proses Pada Stage 1 No. Job Waktu Proses (jam) C1 C2 K 1 Job 1 24,0 2 Job 2 3,9 3 Job 3 24,0 4 Job 4 24,0 5 Job 5 12,6 6 Job 6 24,0 7 Job 7 4,9 8 Job 8 1,8 9 Job 9 3,0 10 Job 10 5,0 11 Job 11 7,9 4. Cek apakah masih ada mesin tersisa pada stage 1 (M 1 0). Jika masih ada mesin tersisa, tugaskan job pada urutan berikutnya ( (k) ) untuk diproses pada t =0, jika tidak tunggu sampai ada mesin yang selesai berproses. Job pada urutan berikutnya adalah job 2, dan mesin yang eligible adalah C2 dengan waktu 3,9 jam. Waktu selesai job 2 di stage 1 = 0 + 3,9 = 3,9. Selanjutnya tidak ada lagi mesin yang bisa diproses pada T=0 hingga job 9 atau job 2 selesai. 5. Jika ada mesin selesai berproses, tugaskan job pada urutan berikutnya ( (k+1)) pada mesin tersebut, jika job yang berada pada (k+1) tidak sesuai dengan mesin yang tersedia, maka penugasan bisa diberikan pada job urutan berikutnya ( (k+2)) dan seterusnya.

30 144 Pada T=3, job 9 selesai. Job yang akan diproses berikutnya adalah job 10 pada mesin C1. 6. Hitung waktu penyelesaian job i yang telah ditugaskan terhadap satu mesin, shg : C i,1, (k) = waktu selesai job sebelumnya pada mesin tsb + min t e(i),1, (k) Waktu selesai job 10 (C10,1, (3)) = = 8 7. Cek apakah i=n dan k=n? Jika tidak, kembali ke langkah 3. Jika ya, penempatan job-job pada stage 1 selesai. Job urutan ke-4 adalah job 6. Job 6 tidak diproses pada salah satu mesin, tapi disubkontrakkan dengan waktu 24 jam, sehingga waktu penyelesaian job 6 di stage 1 (C 6,1, (4) ) = = 24. Urutan pada urutan ke 5, 6 dan 7 berturut-turut adalah job 4, 1, 3. Ketiga job ini disubkontrakkan (diasumsikan pada pemasok yang berbeda) sehingga bisa langsung diproses pada T=0. Waktu penyelesaian ketiga job adalah : Job 4 (C 4,1, (5) ) = = 24 Job 1 (C 1,1, (6) ) = = 24 Job (C 3,1, (7) ) = = 24 Urutan ke-8 adalah job 7 pada mesin C2 dengan t = 4,9. Waktu penyelesaian job 7 adalah : Job (C 7,1, (8) ) = 3,9 + 4,9 = 8,8 Urutan ke-9 adalah job 8 pada mesin C2 dengan t = 1,8. Job 8 baru bisa diproses setelah job 7 selesai diproses pada mesin C2, sehingga waktu penyelesaian job 8 adalah : Job (C 8,1, (9) ) = 8,8 + 1,8 = 10,6 Job 5 dan11 yang berada pada urutan berikutnya dan menggunakan mesin yang sama, yaitu C2 diselesaikan dengan cara yang sama dengan job 8. Hasil penjadwalan semua pesanan pada stage 1 dapat dilihat pada Tabel 32.

31 145 Tabel 32 Waktu penyelesaian pada stage 1 Job (J) Stage 1 (S1) Mesin Waktu Start Finish 9 C1 3,0 0,0 3,0 2 C2 3,9 0,0 3,9 10 C1 5,0 3,0 8,0 6 K 0,0 24,0 24,0 4 K 0,0 24,0 24,0 1 K 0,0 24,0 24,0 3 K 0,0 24,0 24,0 7 C2 4,9 3,9 8,8 8 C2 1,8 8,8 10,6 5 C2 12,6 10,6 23,2 11 C2 7,9 23,2 31,1 Langkah-langkah perhitungan waktu penyelesaian setiap job pada kromosom 18 di stage 2 sampai stage 4 adalah : 1. Untuk stage j=2,...,4, urutkan job i berdasarkan waktu selesai terkecil pada stage sebelumnya (C i,j-1, (k)) dimana i = 1,...n, sehingga diperoleh urutan ke (k) dimana k = 1,...n. Urutan job yang akan dikerjakan pada stage 2 berdasarkan waktu selesai (finish) dari stage 1 adalah : 9, 2, 10, 7, 8, 5, 6, 4, 1, 3, Untuk job i yang berada pada urutan pertama ( (1)) stage j, pilih mesin eligible (e(i),j, (1)) yg tersedia dengan waktu proses terkecil (min t e(i),j, (1) ) dimana e (i),j, (1,) M j. Job pertama adalah job 9 yang diproses pada mesin P3 dengan waktu 14,5 jam (Tabel 32) 3. Hitung waktu selesai job i, stage j pada urutan (1) C i,j, (1) = C i,j-1, (1) + min t e(i),j, (1,) Jika tidak ada mesin eligible yang tersedia (job tidak diproses di j=1), set C i,j, (1) = C i,j-1, (1) Jika job i pada stage j urutan (1) disubkontrakkan dalam waktu t = tc i,j, maka set C i,j, (1) = C i,j-1, (1) + tc i,j Pada contoh kromosom 18, waktu selesai job 9 pada stage 2 adalah C 9,2, (1) = C 9,1, (1) + min t e(9),2, (1,) = ,5 = 17,5

32 146 No Tabel 33 Waktu proses pada stage 2 No. Job Waktu Proses (jam) P1 P2 P3 K 1 Job 1 13,0 2 Job 2 34,3 44,0 3 Job 3 14,0 4 Job 4 22,0 5 Job 5 38,2 48,6 6 Job 6 14,5 7 Job 7 38,2 8 Job 8 72,0 9 Job 9 14,5 10 Job 10 17,0 11 Job 11 21,6 27,1 4. Cek apakah masih ada mesin tersisa pada stage j (M j 0). Jika masih ada mesin tersisa, tugaskan job pada urutan berikutnya ( (k)) untuk diproses pada t =0, jika tidak tunggu sampai ada mesin yang selesai berproses. Urutan berikutnya adalah job 2 yang bisa diproses pada mesin P1 atau P2. Karena lebih dari satu mesin yang tersedia, maka job 2 bisa diproses pada mesin yang memiliki waktu terkecil, yaitu mesin P1 (34,3 jam). Waktu selesai job 2 pada stage 2 adalah : C 2,2, (2) = C 2,1, (2) + min t e(9),2, (2) = 3,9 + 34,3 = 38,2 5. Jika ada mesin selesai berproses, tugaskan job pada urutan berikutnya ( (k+1)) pada mesin tersebut, jika job yang berada pada (k+1) tidak sesuai dengan mesin yang tersedia, maka penugasan bisa diberikan pada job urutan berikutnya ( (k+2)) dst. 6. Jika job i pada stage j urutan (k) disubkontrakkan dalam waktu t = tc i,j, maka set C i,j, (k) = C i,j-1, (k) + tc i,j 7. Hitung waktu penyelesaian job i yang telah ditugaskan terhadap satu mesin (finish time), shg C i,j, (k) = max {C il,j, (kl), C i,,j-1, (k) } + min t e(i),j, (k) Urutan berikutnya adalah job 10 yang diproses pada mesin P3 dengan waktu 17,0. Job 10 ini hanya dapat diproses setelah job 9 yang juga

33 147 menggunakan mesin P3 selesai diproses pada jam ke 17,5. Waktu selesai job 10 pada mesin P3 adalah : C 10,2, (3) = max {C 10,2, (1), C 10,,1, (3) } + min t e(10),2, (3) = max {17; 8,0} + 17,5 =34,5 Urutan ke-4 adalah job 7 yang hanya bisa diproses pada mesin P2 dengan waktu 38,2 jam. Karena mesin P2 belum pernah digunakan oleh job sebelumnya, maka waktu selesai job 4 adalah : C 7,2, (4) = C 7,1, (4) + min t e(7),2, (14,) = 8,8 + 38,2 = 47 Urutan ke 5 adalah job 8 yang diproses dengan cara subkontrak selama 72 jam. Waktu penyelesaian job 8 dihitung dengan cara kasus subkontrak seperti yang dijelaskan pada langkah 3, yaitu : C 8,2, (5) = C 8,1, (5) + tc 8,2 = 10, = 82,6 Urutan ke-6 adalah job 5 yang diproses pada mesin P1 atau P2. Karena kedua mesin sedang digunakan ketika job 5 selesai diproses pada stage 1, maka job 5 terpaksa menunggu sampai salah satu mesin selesai. Mesin yang selesai lebih dulu adalah mesin P1 pada jam ke 38,2, sehingga job 5 diproses pada mesin P1. Waktu penyelesaian pada job 5 adalah : C 5,2, (6) = max {C 2,2, (2), C 5,1, (6) } + min t e(5),2, (6) = max {38,2; 23,2} + 38,2 = 76,4 Urutan ke 7 adalah job 6. Mesin yang diperuntukkan untuk job 6 adalah P3 dengan waktu 14,5. Job 6 harus menunggu job 10 yang berada pada urutan ke-3 selesai diproses pada jam ke 34,5, sehingga waktu penyelesaian job 6 adalah : C 6,2, (7) = max {C 10,2, (3), C 6,1, (7) } + min t e(6),2, (7) = max {34,5; 24,0} + 14,5 = 49 Urutan ke-8 adalah job 4 yang diproses pada mesin P3 dengan waktu 22,2 jam. Waktu selesai untuk job ke-8 adalah : C 4,2, (8) = max {C 6,2, (7), C 4,1, (8) } + min t e(4),1, (8) = max {49; 24,0} + 22,2 = 71 Urutan ke-9 dan ke-10 adalah job 1 dan job 3 yang juga diproses pada mesin P3, sehingga waktu selesai kedua job ini adalah :

34 148 C 1,2, (9) = max {C 4,2, (8) ; C 1,1, (9) } + min t e(1),1, (9) = max {71; 24,0} + 13 = 84 C 3,2, (10) = max {C 1,2, (9) ; C 3,1, (10) } + min t e(1),1, (9) = max {84; 24,0} + 14 = 98 Urutan ke-11 adalah job 11 yang diproses pada mesin P1 atau P2. Dari kedua mesin ini yang selesai duluan adalah mesin P2. Mesin P2 selesai memproses job 7 yang berada pada urutan ke-4 pada jam ke 47, sehingga waktu penyelesaian job 11 di stage 2 adalah : C 11,2, (11) = max {C 7,2, (4) ; C 11,2, (11) } + min t e(11),2, (11) = max {47; 31,1} + 27,1 = 74.1 Hasil perhitungan waktu penyelesaian pesanan di stage 2 secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Waktu penyelesaian pada stage 2 Job (J) Stage 1 (S 1 ) Stage 2 (S 2 ) Finish Urutan Mesin Waktu Start Finish 9 3,0 1 P3 14,5 3,0 17,5 2 3,9 2 P1 34,3 3,9 38,2 10 8,0 3 P3 17,0 17,5 34,5 6 24,0 7 P3 14,5 34,5 49,0 4 24,0 8 P3 22,0 49,0 71,0 1 24,0 9 P3 13,0 71,0 84,0 3 24,0 10 P3 14,0 84,0 98,0 7 8,8 4 P2 38,2 8,8 47,0 8 10,6 5 K 72,0 10,6 82,6 5 23,2 6 P1 38,2 38,2 76, ,1 11 P2 27,1 47,0 74,1 8. Cek apakah i=n dan k=n? Jika tidak, kembali ke langkah 5, jika ya lanjutkan ke langkah berikutnya. Jika semua job sudah dijadwalkan (i=11, dan k=11), maka penjadwalan job pada stage 2 selesai dan selanjutnya dilakukan penjadwalan pada stage 3. Langkah-langkah penjadwalan pada stage 3 sama dengan stage 2. Waktu proses job pada stage 3 dapat dilihat pada Tabel 35 dan hasil penjadwalan job pada stage 3 ditunjukkan pada Tabel 36.

35 149 No Tabel 35 Waktu proses pada stage 3 No. Job Waktu Proses D1 D2 D3 K 1 Job 1 15,1 17,7 20,3 2 Job 2 3 Job 3 20,5 23,3 26,3 4 Job 4 70,5 76,7 83,4 5 Job 5 6 Job 6 23,6 26,7 29,9 7 Job 7 150,9 163,8 178,7 8 Job 8 48,0 9 Job 9 25,9 29,2 32,8 10 Job 10 43,7 48,5 53,7 11 Job 11 Tabel 36 Waktu penyelesaian pada stage 3 Job (J) Stage 3 Urutan Mesin Waktu Start Finish 9 1 D1 25,9 17,5 43, , D2 48,5 34,5 83,0 6 5 D3 29,9 49,0 78,9 4 6 D3 83,4 78,9 162, D2 17,7 84,0 101, D2 23,3 101,7 125,0 7 4 D1 150,9 47,0 197,9 8 9 K 48,0 82,6 130, , ,1 Perbedaan stage 3 dengan stage 2 adalah pada stage 3 terdapat kasus flexible flowshop. Kasus flexible flowshop dicirikan oleh adanya job-job yang melompati salah satu tahapan, seperti job 2, job 5 dan job 11 pada stage 3 ini. Waktu penyelesaian untuk job yang tidak melalui suatu stage dihitung seperti yang dijelaskan pada langkah 3. Sebagai contoh, waktu penyelesaian job 2 pada stage 3 adalah : C i,j, (1) = C i,j-1, (1) C 2,3, (3) = C 2,2, (3) = 38,2

36 150 Proses perhitungan waktu penyelesaian dilanjutkan sampai stage ke 4 dengan langkah-langkah yang sama dengan stage 2. Waktu proses pada Stage 4 dapat dilihat pada Tabel 37, dan waktu penyelesaian pada stage 4 dapat dilihat pada Tabel 38. No Tabel 37 Waktu proses pada stage 4 No. Job Waktu Proses (jam) G1 G2 S M 1 Job 1 3,3 2 Job 2 28,3 11,0 3 Job 3 6,1 3,0 4 Job 4 28,3 11,0 5 Job 5 56,1 6 Job 6 7,4 7 Job 7 56,1 8 Job 8 3,3 2,0 9 Job 9 7,4 3,5 10 Job 10 14,4 6,0 11 Job 11 4,7 Tabel 38 Waktu penyelesaian pada stage 4 Job (J) Stage 4 Urutan Mesin Waktu Start Finish 9 2 G1 7,4 43,4 50,8 2 1 G2 11,0 38,2 49, G2 6,0 83,0 89,0 6 5 G1 7,4 132,5 139, G2 11,0 162,3 173,3 1 7 G1 3,3 139,9 143,2 3 8 G2 3,0 125,0 128, G1 56,1 197,9 253,9 8 9 G2 2,0 130,6 132,6 5 4 G1 56,1 76,4 132, S 4,7 74,1 78,8 9. Cek apakah j=4? Jika tidak kembali ke langkah 1, jika ya, lanjutkan ke langkah berikutnya 10. Hitung makespan F i,4,p(k) = max C i,4,p(k)

37 151 Makespan adalah waktu penyelesaian terbesar dari seluruh job pada stage 4. Pada kromosom 18 ini, waktu penyelesaian terbesar adalah waktu penyelesaian job 7, yaitu 253,9 jam. Masalah penjadwalan flowshop adalah masalah minimasi makespan, maka nilai fungsi evaluasi setiap kromosom harus dikonversi ke dalam nilai fitness sehingga kromosom yang lebih fit (lebih bugar) akan memiliki nilai fitness yang lebih tinggi. Konversi dilakukan dengan menggunakan fungsi persamaan dibawah ini. Nilai fitness kromosom 18 = 1/253,9 = 0, Berikut ini dapat dilihat source code untuk perhitungan nilai fitness : function Fitness = EvalPop(x,y) %x = kueri yang dimasukan %y = populasi u_kromosom = size(y,2); elemen_1 = x * y; for i = 1 : u_kromosom Fitness(i)=elemen_1(i)/(norm(x)*norm(y(:,i))); end end Tabel 39 Nilai makespan populasi pertama (generasi pertama) No kromosom Makespan No kromosom Makespan 1 292, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,8149 Nilai makespan dan nilai fitness dihitung untuk seluruh kromosom yang terdapat pada populasi awal. Pada contoh kasus ini terdapat 20 kromosom yang

38 152 harus dihitung nilai makespannya dan nilai fitnessnya. Pada Tabel 38 dan 39 dapat dilihat nilai makespan dan nilai fitness untuk 20 kromosom yang menjadi anggota populasi pertama. Tabel 40 Nilai fitness populasi pertama No kromosom Nilai fitness No kromosom Nilai fitness 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0036 Elitisme Nilai evaluasi yang dimiliki tiap individu atau kromosom akan diurutkan untuk mengetahui kromosom yang memiliki nilai terbaik. Kromosom dengan nilai terbaik tersebut akan disalin atau disimpan agar tidak rusak akibat proses genetik (Suyanto 2005). Jumlah kromosom yang digunakan pada percobaan ini sebanyak 2 nilai terbaik. Source code untuk proses elitisme adalah sebagai berikut : [sortfit m] = sort(fitness,'descend'); a = size(m,2); elit_1 = Populasi(m(1),:); elit_2 = Populasi(m(2),:); TemPopulasi(1,:) = elit_1; TemPopulasi(2,:) = elit_2; Seleksi Kromosom Seleksi adalah proses memilih individu pada populasi yang memiliki nilai evaluasi baik untuk dilanjutkan ke proses pindah silang dan mutasi (Cox

39 ). Proses seleksi yang digunakan adalah roullete wheel atau tournament selection. Roulette wheel Seleksi dilakukan dengan cara mengambil nilai acak antara nilai minimum dan maksimum evaluasi tiap generasi. Jika nilai tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas kumulatif maka kromosom yang ditunjuk akan dipilih sebagai kromosom induk. Tahap awal dari roulette wheel adalah dengan menghitung probabilitas seleksi dengan rumus: Probabilitas seleksi kumulatif (q k ) untuk setiap kromosom V k : Algoritma seleksi sebagai berikut: Langkah 1 : Bangkitkan bilangan acak r antara [0,1] Langkah 2 : Jika r q 1, pilih kromosom V 1, kalau tidak pilih kromosom k dengan ketentuan : V k (2 k Pop.Size) dan q k-1 r q k Kromosom yang memiliki nilai evaluasi yang besar atau mendekati 1 akan memiliki kemungkinan terpilih yang lebih besar sebagai populasi baru untuk proses genetik selanjutnya. Hal tersebut menyebabkan kromosom akan terpilih lebih dari satu kali. Source Code untuk seleksi kromosom dengan roulette wheel adalah : function newpop = RouletteWheel(PopulasiAwal,Fitness) Jum_Krom=size(PopulasiAwal,1); total_eval = sum(fitness); prob = Fitness/total_eval;

40 154 prob = sort(cumsum(prob)); a = min(prob); b = max(prob); RN=rand(1,Jum_Krom)* a+((b+0.001)-a); fitin = 1; newin = 1; newpop = PopulasiAwal; while newin <= Jum_Krom & fitin <=Jum_Krom if (RN(newIn) <= prob(fitin)) newpop(newin,:)=populasiawal(fitin,:); newin=newin+1; fitin = 1; else fitin=fitin+1; end end Tournament Selection Proses seleksi dengan menggunakan sistem turnamen antara beberapa individu yang dipilih secara acak dari populasi. Pemenang turnamen (yang memiliki nilai fitness terbaik) dari dua individu yang dipilih secara acak akan digunakan sebagai induk untuk melakukan pindah silang dengan peluang seleksi turnamen yang digunakan pt = 0.8 (Wahde & Sandberg 2010). Dengan peluang 1 - pt untuk individu yang memiliki fitness jelek untuk dipilih. Source code untuk seleksi turnamen adalah sebagai berikut : function newpop = tournament (PopulasiAwal,Fitness,) jmlpop = size(populasiawal,1); pt = 0.8; for i = 1:jmlpop itmp1 = 1 + fix(rand*(jmlpop)); itmp2 = 1 + fix(rand*(jmlpop)); r = rand; if (r < pt) if Fitness(iTmp1) > Fitness(iTmp2) newpop(i,:)=populasiawal(itmp1,:); else newpop(i,:)=populasiawal(itmp2,:); end else if Fitness(iTmp1) > Fitness(iTmp2) newpop(i,:)=populasiawal(itmp2,:); else newpop(i,:)=populasiawal(itmp1,:); end end end

41 155 Pindah Silang Pindah silang merupakan proses paling penting dalam GA pada proses genetik. Proses ini melakukan pindah silang antar kromosom induk yang telah dipilih sebelumnya. Pemilihan antar kromosom induk yang akan dipindahsilang ialah dengan cara mengambil nilai acak yang bernilai lebih kecil dari peluang pindah silang Pc. Pada contoh kasus penelitian ini, peluang pindah silang yang digunakan sebesar 0.8. Proses pindah silang dapat dilihat pada Gambar 43. Mulai Kromosom Induk 1 Kromosom Induk 2 P = rand [0,1] P < Pc Tidak Ya Pindah Silang Selesai Gambar 43 Proses pindah silang. Pada masalah flowshop ini, operator penyilangan yang digunakan adalah Partially Mapped Crossover (PMX). Prosedur penyilangan PMX ini yaitu dimulai dengan menentukan dua buah titik penyilangan seara acak pada sepasang kromosom induk. Setelah itu elemen kromosom yang terletak diantara kedua titik tersebut saling dipertukarkan untuk membentuk dua kromosom anak. Kromosom anak yang baru terbentuk kemudian diperiksa kelegalannya. Apabila kromosom tersebut memiliki elemen yang sama, maka kromosom tersebut dilegalkan berdasarkan kaidah pemetaan. Kaidah ini diperoleh dari hasil penukaran elemen antar kromosom induk. Source code pemilihan induk (parents) yang akan di cross over adalah : function Pindex = pilihkros(populasi,pc); %Pc = peluang pindah silang Jum_Krom = size(populasi,2); j=1;

42 156 RN=rand(1,Jum_Krom); for i = 1 : Jum_Krom if RN(i)<Pc Pindex(j) = i; j=j+1; end end bawah ini : Source code untuk proses pindah silang dengan metode PMX diuraikan di function Induk = PindahSilang(Induk,indeks,JumGen) parent = Induk; u_indeks = size(indeks,2); u_induk = size(induk,2); %jika banyaknya yang dikros ganjil..maka dikurangi 1 u_indeks = size(indeks,2); if mod(u_indeks,2)~=0 u_indeks = u_indeks-1; end for i = 1 : 2 : u_indeks a = indeks(i); b = indeks(i+1); TP = sort(1 + fix(rand(1,2)*(jumgen-1))); temp1=induk(a,tp(1):tp(2)) temp2=induk(b,tp(1):tp(2)) Induk(a,TP(1):TP(2))=temp2; Induk(b,TP(1):TP(2))=temp1; %checking legalization for n=1 : numel(induk(a,:)) if( n >= TP(1) & n <= TP(2) ) else loop = 1; while loop == 1 [ok idx] = find(induk(a,n) == temp2); if numel(ok) == 1 Induk(a,n) = temp1(idx); else loop=0; end end end end for n=1 : numel(induk(b,:)) if( n >= TP(1) & n <= TP(2) ) else loop = 1; while loop == 1 [ok idx] = find(induk(b,n) == temp1); if numel(ok) == 1 Induk(b,n) = temp2(idx);

43 157 end end end else loop = 0; end end Mutasi Proses mutasi yang digunakan adalah sistem gen dengan nilai gen mutasi yaitu bilangan bulat. Gen akan mengalami perubahan yang berguna untuk mengembalikan kerusakan gen akibat genetik lainnya (Aly 2007). Mutasi yang digunakan dalam masalah flowshop adalah reciprocal exchange mutation yang merupakan bagian dari swap mutation. Prosedur mutasinya yaitu dimulai dengan menentukan sebiah posisi secara acak pada kromosom anak yang baru terbentuk hasil pindah silang. Elemen kromosom pada posisi ini kemudian akan dipertukarkan dengan elemen lain disebelah kanannya. Apabila posisi acak yang diperoleh terletak pada posisi akhir kromosom, maka penukaran elemen dilakukan dengan elemen yang berada pada posisi awal. Source code mutasi adalah sebagai berikut : function pop = mutasi(newpop,pmutasi) %mengalami revisi setelah sidang [m n] = size(newpop); %banyaknya yang akan termutasi banyakmutasi = Pmutasi*(m*n); for i = 1 : banyakmutasi x = fix(1+((m+1)-1)*rand); %baris y = fix(1+((n+1)-1)*rand); %kolom %proses pertukaran if y ~= n temp = newpop(x,y); newpop(x,y) = newpop(x,(y+1)); newpop(x,(y+1)) = temp; else %jika berada diurutan belakang maka dipertukarkan dengan urutan awal temp = newpop(x,y); newpop(x,y) = newpop(x,1); newpop(x,1) = temp; end end pop = newpop;

44 158 Iterasi Algoritma Genetika Untuk menjalankan operator genetika diperlukan input berupa cara seleksi kromosom, operator pindah silang (crossover), peluang pindah silang (Pc), peluang mutasi (Pc), dan jumlah generasi. Pada kasus ini dilakukan beberapa kali percobaan (iterasi) untuk menghasilkan kromosom dengan nilai makespan yang paling kecil. Iterasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 kali. Jika iterasi telah mencapai maksimum yaitu 100 kali, maka proses genetik pada percobaan ini akan selesai dan menghasilkan populasi yang lebih baik dari sebelumnya. Gambar 44 Hasil evaluasi waktu penyelesaian pesanan. Dari beberapa kali percobaan, didapatkan hasil penjadwalan pesanan seperti dapat dilihat pada Gambar 44. Penjadwalan pesanan dilakukan dengan menggunakan Program Matlab versi 10a. Pada hasil penjadwalan ini maksepan yang dihasilkan adalah 251,7988 jam. Hasil ini diperoleh dengan menggunakan cara seleksi kromosom Tournament, operator pindah silang PMX, peluang pindah silang sebesar 0,8, peluang mutasi 0,01, dan jumlah generasi 100. Jika jam kerja diberlakukan sebanyak 1 shift sehari, dimana satu shift sama dengan delapan jam

45 159 kerja, maka semua pekerjaan dapat diselesaikan dalam waktu 32,14 hari (tanpa memperhitungkan hari libur). Gambar 45 Urutan job, mesin yang terpilih dan waktu selesai setiap job (stage 1 sampai stage 3). Dari grafik nilai fitness pada Gambar 44 dapat dilihat bahwa nilai fitness maksimum (optimal) sudah mulai tercapai mendekati generasi ke 25. Sebelumnya masih terjadi fluktuasi nilai fitness yang disebabkan oleh proses pindah silang dan mutasi yang dilakukan oleh operator genetika. Proses pencarian jadwal (urutan) optimum dari suatu kromosom yang terdiri dari 11 gen, membutuhkan ruang pencarian yang sangat besar. Apabila tidak digunakan algoritma genetika, maka ruang pencarian jadwal optimum ini akan melibatkan alternatif solusi yang sangat banyak. Jumlah alternatif solusi jadwal adalah Nilai ini merupakan hasil permutasi dari 11 faktorial, yang merupakan jumlah job yang akan dijadwalkan. Dengan penggunaan algoritma genetika, besarnya area pencarian jauh berkurang. Dalam kasus ini, jika solusi optimal telah tercapai pada iterasi ke-25, dimana setiap iterasi terdiri dari 20 kromosom, maka besarnya area pencarian adalah : 20 x 25 = 500 alternatif solusi. Persentasi area pencarian yang dilakukan oleh GA pada kasus ini dapat dihitung sebagai berikut :

46 160 (500/ ) x 100 % = 0,0012% Dari nilai di atas dapat dilihat bahwa algoritma genetika bekerja sangat efisien. Hanya dengan melakukan pencarian sebesar 0,0012% dari ruang pencarian yang ada, algoritma genetika sudah bisa memperoleh suatu solusi yang mendekati optimum. Gambar 46 Urutan job, mesin yang terpilih dan waktu selesai setiap job (stage2 sampai stage4). Disamping memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian keseluruhan pekerjaan (makespan), pada Gambar 45 dan 46 juga dapat dilihat waktu penyelesaian setiap pesanan dan mesin-mesin yang digunakan pada setiap stage oleh masing-masing pesanan. Pesanan yang selesai diproses paling akhir adalah pesanan dus anlene gold (pesanan nomor 6), sedangkan pesanan yang selesai diproses paling awal adalah kotak kamera Canon (pesanan nomor 9). Dari hasil penjadwalan juga terlihat bahwa pesanan yang dimulai paling awal belum tentu selesai diproses paling awal juga. Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan waktu penyelesaian suatu pesanan, antara lain desain dan spesifikasi produk, jumlah pesanan, urutan proses serta lamanya waktu proses pada setiap mesin. Gambar 45 memberikan informasi mengenai urutan pekerjaan (pesanan) yang dikerjakan pada proses corrugating (stage 1), proses printing (stage2) dan

47 161 proses die cut (stage 3). Gambar 46 memberikan informasi tambahan mengenai urutan pekerjaan (pesanan) yang dikerjakan pada proses finishing (stage 4). Sebagai contoh pada Gambar 45 dan 46 terlihat bahwa kotak laptop axioo (pesanan/job nomor 8) melalui tahapan : 1) stage 1 diproses pada mesin C2, 2) stage 2 disubkontrakkan, 3) stage 3 disubkontrakkan, dan 4) stage 4 diproses pada mesin G2. Tabel 41 menunjukkan populasi (generasi) terakhir yang dari hasil seleksi kromosom, persilangan dan mutasi yang dilakukan oleh operator genetika. Dari beberapa kali percobaan, metode seleksi kromosom dengan cara tournament memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan seleksi dengan cara roda rolet (roulette wheel). Hal ini terlihat dari kecepatan untuk mencapai nilai optimum dan nilai fitness yang dihasilkan. Tabel 41 Populasi ke-100 (Generasi Akhir) No kromosom Urutan Pekerjaan (Job) Nilai makespan minimum yang dihasilkan populasi terakhir (Tabel 42) memperlihatkan penurunan dibandingkan populasi pertama sebesar 2,11 jam. Hal ini menunjukkan bahwa algoritma genetika mampu untuk menghasilkan jadwal dan pengurutan produksi yang lebih baik.

48 162 Tabel 42 Nilai Makespan Populasi Akhir (Generasi ke-100) No kromosom Makespan No kromosom Makespan 1 251, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Menghitung Nilai Final Time Nilai final time adalah waktu penyelesaian paling akhir setelah ditambahkan dengan additional treatment (stage 5). Final time diperoleh setelah operator genetika dijalankan untuk stage 1 sampai stage 4, yang berarti setelah kromosom dengan nilai fitness terbaik ditemukan. Nilai final time dihitung sebagai berikut : F i,5,p(k) = C i,4,p(k) + ta i,p(k) Waktu final maksimum setelah ditambahkan waktu untuk perlakuan tambahan (stage 5) adalah 257,13 jam. Kalkulasi waktu penyelesaian pesanan juga dapat dilakukan tanpa menggunakan algoritma genetika (GA). Perhitungan tanpa menggunakan GA dilakukan jika jumlah pesanan sangat sedikit, sehingga penggunaan GA tidak terlalu diperlukan untuk menghasilkan optimalitas dalam penjadwalan pesanan. Perhitungan waktu penyelesaian tanpa menggunakan GA juga dapat dilakukan atas dasar kebijakan manajemen, seperti memproses pesanan berdasarkan urutan kedatangan. Namun pemrosesan pesanan berdasarkan urutan kedatangan tidak menjamin bahwa pesanan yang diproses paling awal, akan selesai paling duluan juga. Sebagai contoh hasil penjadwalan pesanan tanpa menggunakan bantuan

49 163 GA, namun diurutkan berdasarkan kedatangan dapat dilihat pada Gambar 47 dan Gambar 48. Gambar 47 Waktu penyelesaian pesanan pada stage 1 sampai 3. Pada Gambar 47 dapat dilihat waktu penyelesaian setiap pesanan pada stage 1 sampai stage 3. Sebagai contoh, pesanan nomor 2 dikerjakan pada mesin C2 (stage1), mesin P1 (stage2) dan tidak perlu diproses pada stage 3. Waktu penyelesaian pesanan nomor 2 pada stage 1 adalah jam ke 3,9, pada stage 2 pada jam ke 38,2, dan pada stage 3 juga pada jam ke 38,2 (waktu selesai stage 3 sama dengan stage 2 karena pesanan tidak diproses pada stage 3). Pada Gambar 48 dapat dilihat waktu penyelesaian setiap job pada stage 3, stage 4 dan pada proses perlakukan tambahan (additional treatment). Sebagai contoh pesanan no 2 dikerjakan pada mesin G2 (stage 4) dan tidak memerlukan proses perlakuan tambahan. Waktu selesai pada stage 4 adalah pada jam ke 49,2. Karena pesanan nomor 2 tidak memerlukan perlakuan tambahan, maka waktu selesai proses produksi adalah waktu penyelesaian pada stage 4.

50 164 Gambar 48 Waktu penyelesaian pesanan pada stage 2 sampai additional treatment. Makespan yang dihasilkan dari kalkulasi waktu penyelesaian pesanan tanpa menggunakan GA adalah sebesar 338,1 jam. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan makespan yang dihasilkan dengan menggunakan GA. Hal ini membuktikan bahwa penjadwalan pesanan dengan menggunakan GA memberikan hasil yang lebih optimum dibandingkan penjadwalan yang hanya dilakukan berdasarkan urutan kedatangan pesanan Kalkulasi Harga Perhitungan (kalkulasi) harga pesanan diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu biaya produksi dan biaya non produksi. Biaya produksi adalah biaya setiap aktivitas yang telah dikelompokkan berdasarkan pendekatan ABC, sedangkan biaya non produksi adalah biaya overhead yang terdiri dari biaya set up, biaya pemeliharaan, biaya energi, biayaadministrasi, biaya asuransi dan depresiasi.

5 PERANCANGAN MODEL. 5.1 Perancangan Model Proses Penerimaan Pesanan MODEL EVALUASI PESANAN

5 PERANCANGAN MODEL. 5.1 Perancangan Model Proses Penerimaan Pesanan MODEL EVALUASI PESANAN 5 PERANCANGAN MODEL 5.1 Perancangan Model Proses Penerimaan Pesanan Berdasarkan kajian situasional, formulasi permasalahan dan identifikasi sistem, dilakukan perancangan Model proses penerimaan pesanan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Database Produk

Lampiran 1 Database Produk 171 Lampiran 1 Database No Tipe Kode 1 Slotted type Desain Pola Dasar Bentuk Perhitungan Ukuran Sheet 0200-0000 Standar Pr = 2*L+2*B+0,25*B, Lr = + 0,5*B Area finishing 2 Slotted type 0201-0000 Standar

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ini berangkat dari kenyataan yang dihadapi oleh industri kemasan karton dewasa ini, yaitu proses produksi dilakukan berdasarkan pesanan (make-to-order),

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Industri Kemasan Karton

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Industri Kemasan Karton 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Industri Kemasan Karton Industri kemasan karton merupakan jenis industri yang terfragmentasi dengan ciri-ciri antara lain terdapat banyak pesaing, tidak ada suatu

Lebih terperinci

7 RANCANGAN IMPLEMENTASI MODEL

7 RANCANGAN IMPLEMENTASI MODEL 7 RANCANGAN IMPLEMENTASI MODEL 7.1 Persyaratan Implementasi Model Model Proses Penerimaan Pesanan ini dirancang untuk mencapai empat tujuan, yaitu untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi informasi pesanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Surindo Teguh Gemilang (PT.STG) merupakan perusahaan yang memproduksi corrugated carton box (kardus). Setiap jenis carton box yang diproduksi memiliki tipe flute

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG Suriadi AS, Ulil Hamida, N. Anna Irvani STMI Jakarta, Kementerian Perindustrian RI ABSTRAK Permasalahan yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemasan mempunyai peranan penting untuk menunjang operasional suatu industri manufaktur maupun industri jasa. Produk kemasan disamping berfungsi untuk mewadahi dan melindungi

Lebih terperinci

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm Jurnal Telematika, vol.9 no.1, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-251 Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Perusahaan X merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai macam produk berbahan baku besi dan stainless steel. Produk yang dihasilkan seperti cabinet, trolley, pagar, tangki

Lebih terperinci

Perhitungan Biaya Cetak PRINTING PROSES - VCD 018

Perhitungan Biaya Cetak PRINTING PROSES - VCD 018 Perhitungan Biaya Cetak PRINTING PROSES - VCD 018 ALOKASI TATAP MUKA 1st week 2nd week 3rd week 4th week 5th week 6th week 7th week 8th week - Digital Input - Graphic Software - Kertas - Sablon & Digital

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10:

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10: BAB III PERANCANGAN Pada bagian perancangan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana mencari solusi pada persoalan pencarian rute terpendek dari n buah node dengan menggunakan algoritma genetika (AG). Dari

Lebih terperinci

PENJADWALAN MESIN BERTIPE JOB SHOP UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS PT X)

PENJADWALAN MESIN BERTIPE JOB SHOP UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS PT X) PENJADWALAN MESIN BERTIPE JOB SHOP UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS PT X) Ria Krisnanti 1, Andi Sudiarso 2 1 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesaingpun bukan hanya berasal dari dalam negeri saja melainkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesaingpun bukan hanya berasal dari dalam negeri saja melainkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar perusahaan semakin ketat, baik dalam segi kualitas, sumber daya manusia, pelayanan, dan harga. Pesaingpun bukan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

BAB III ANALISA. tugas akhir. Acuan tersebut berupa desain artwork, layout, jenis cetak hingga. kualitas cetaknya yang meliputi kemasan dan brosur.

BAB III ANALISA. tugas akhir. Acuan tersebut berupa desain artwork, layout, jenis cetak hingga. kualitas cetaknya yang meliputi kemasan dan brosur. BAB III ANALISA 3.1 Studi Eksiting Tujuan dari studi eksiting ini adalah sebagai acuan atau tolak ukur bagi tugas akhir. Acuan tersebut berupa desain artwork, layout, jenis cetak hingga kualitas cetaknya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PD BLESSING adalah sebuah perusahaan di Kota Bandung yang memproduksi pakaian bayi (Jumper). Perusahaan memproduksi barang sesuai dengan pesanan konsumen (job order). Pesanan dari konsumen dikumpulkan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi kepustakaan dan studi

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi kepustakaan dan studi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi dilakukan di PT. Bella Agung Citra Mandiri Kota Sidoarjo. Metode pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Desain Desain Grafis berasal dari 2 buah kata yaitu Desain dan Grafis, kata Desain berarti proses atau perbuatan dengan mengatur segala sesuatu sebelum bertindak atau merancang.

Lebih terperinci

2.3.1.b Himpunan Fuzzy Trapezodial dengan L Fuzzy Set 12

2.3.1.b Himpunan Fuzzy Trapezodial dengan L Fuzzy Set 12 DAFTAR ISI Halaman Judul i Pernyataan Keaslian Tugas Akhir ii Lembar Pengesahan DosenPembimbingiii Lembar Pengesahan Dosen Penguji iv Halaman Persembahan Halaman Motto Kata Pengantar Abstraksi Daftar Isi

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Genetik dengan Pemodelan Dua Tingkat dalam Permasalahan Penjadwalan Perawat pada Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum XYZ Surabaya

Penggunaan Algoritma Genetik dengan Pemodelan Dua Tingkat dalam Permasalahan Penjadwalan Perawat pada Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum XYZ Surabaya Penggunaan Algoritma Genetik dengan Pemodelan Dua Tingkat dalam Permasalahan Penjadwalan Perawat pada Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum XYZ Surabaya Oleh: Anisa Ulya 5206 100 101 Dosen pembimbing 1:

Lebih terperinci

PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PT. XYZ

PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PT. XYZ PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PT. XYZ Saiful Mangngenre 1, Amrin Rapi 2, Wendy Flannery 3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar, 90245

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan sesuai dengan yang telah di rencanakan. penjadwalan ini merupakan proses yang menyulitkan karena proses ini

BAB I PENDAHULUAN. berjalan sesuai dengan yang telah di rencanakan. penjadwalan ini merupakan proses yang menyulitkan karena proses ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjadwalan merupakan kegiatan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk membantu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih sebuah instansi atau lembaga yang memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Penentuan Komponen Biaya Gambar 4.1 Tahapan proses penentuan komponen biaya Pada gambar 4.1, dalam penentuan komponen biaya terdapat 2 proses, yaitu:

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian PT. Buana Indah Kreasi adalah sebuah perusahaan manufaktur yang memproduksi kardus untuk kemasan (karton box) sebagai produk yang dijual. PT. Buana Indah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL dan ANALISIS PENELITIAN

BAB 4 HASIL dan ANALISIS PENELITIAN BAB 4 HASIL dan ANALISIS PENELITIAN 4.1 Profil Perusahaan 4.1.1 Perkembangan Perusahaan PT. TOP UNION WIDYA BOX INDUSTRIES (UNION BOX), adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang Industri Kotak Karton

Lebih terperinci

2. Perusahaan furniture memiliki variasi produk yang tinggi, sehingga tipe

2. Perusahaan furniture memiliki variasi produk yang tinggi, sehingga tipe BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN OBYEK PENELITIAN Penelitian dilakukan di PT. Hart.Co Kabupaten Kendal yang merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang furniture. Alasan pemilihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN DESAIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN DESAIN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN DESAIN 3.1 Studi Eksisting Studi Eksisting merupakan pembelajaran, penelitian dan penghimpunan data benar keberadaannya di lokasi secara fisik (Dewi A., 2011). Maksud

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN EVALUASI. dilakukan di bagian Departement Design sesuai penempatan yang dilakukan

BAB IV HASIL DAN EVALUASI. dilakukan di bagian Departement Design sesuai penempatan yang dilakukan BAB IV HASIL DAN EVALUASI 4.1 Prosedur Kerja Praktek Pelaksanaan kerja praktek di PT. Krisanthium Offset Printing dilakukan dalam waktu kurang lebih dua bulan (tujuh minggu) yang keseluruhannya dilakukan

Lebih terperinci

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag.

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. 12/11/2009 1 Ditemukan oleh Holland pada tahun 1975. Didasari oleh fenomena evolusi darwin. 4 kondisi yg mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Percetakan (printing) merupakan teknologi atau seni yang memproduksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Percetakan (printing) merupakan teknologi atau seni yang memproduksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Percetakan (printing) merupakan teknologi atau seni yang memproduksi salinan dari sebuah gambar dengan sangat cepat, seperti kata-kata atau gambargambar (image)

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. dari OOP (Object Oriented Programming) di mana dalam prosesnya, hal-hal

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. dari OOP (Object Oriented Programming) di mana dalam prosesnya, hal-hal BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM 3.1 Spesifikasi Rumusan Rancangan Program Algoritma Genetika dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip dan sifatsifat dari OOP (Object Oriented Programming) di mana dalam prosesnya,

Lebih terperinci

Bab III Metode Perancangan Sistem

Bab III Metode Perancangan Sistem 23 Bab III Metode Perancangan Sistem Perancangan sistem yang digunakan dalam membangun sistem ini adalah dengan menggunakan metode prototyping. Proses pada model prototyping yang digambarkan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan BAB III PEMBAHASAN Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour pada pendistribusian roti di CV. Jogja Transport. 3.1 Model Matetematika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Menentukan lokasi dan kapasitas optimal SVC pada sistem transmisi 150 kv subsistem Bandung Selatan dan New Ujungberung menggunakan algoritma genetika membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB II METODE PERANCANGAN BAB II METODE PERANCANGAN A. Orisinalitas Sebuah buku materi pendidikan yang bersifat akademis umumnya berupa buku formal yang dibuka halaman per halaman. Begitu juga dengan buku teoriteori tentang tipografi,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peringkasan Teks Peringkasan teks adalah proses pemampatan teks sumber ke dalam versi lebih pendek namun tetap mempertahankan informasi yang terkandung didalamnya (Barzilay & Elhadad

Lebih terperinci

Perbaikan Penjadwalan Percetakan di PT. Hamudha Prima Media, Surakarta

Perbaikan Penjadwalan Percetakan di PT. Hamudha Prima Media, Surakarta Perbaikan Penjadwalan Percetakan di PT. Hamudha Prima Media, Surakarta Indri Hapsari, Stefanus Soegiharto, Agnes Tria A. Teknik Industri, Universitas Surabaya Jl. Raya Kalirungkut, Surabaya 60293 Email:

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian

BAB III PEMBAHASAN. menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian BAB III PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai pembentukan portofolio optimum menggunakan model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD) dan penyelesaian model Fuzzy Mean Absolute Deviation (FMAD)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini persaingan global merupakan suatu hal yang semakin diperhatikan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini persaingan global merupakan suatu hal yang semakin diperhatikan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persaingan global merupakan suatu hal yang semakin diperhatikan oleh banyak pihak. Belum lagi dengan adanya perdagangan bebas, yang tampaknya sudah dimulai

Lebih terperinci

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM III.1. Analisa Masalah Perkembangan game dari skala kecil maupun besar sangat bervariasi yang dapat dimainkan oleh siapa saja tanpa memandang umur, dari anak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUN PERUSAHAAN. CV. Bayu Mandiri berdiri sejak tahun 2002, dimulai dengan usaha kecilkecilan

BAB II GAMBARAN UMUN PERUSAHAAN. CV. Bayu Mandiri berdiri sejak tahun 2002, dimulai dengan usaha kecilkecilan BAB II GAMBARAN UMUN PERUSAHAAN 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan CV. Bayu Mandiri berdiri sejak tahun 2002, dimulai dengan usaha kecilkecilan yang terletak di Jl. Prambanan No. 3 saat itu perusahaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Sejarah sebelum pabrik ini berdiri, mencoba untuk memproduksi tisu dan tidak lama penjualan atau omset pada tisu kurang menguntungkan.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUN PERUSAHAAN

GAMBARAN UMUN PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUN PERUSAHAAN 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan CV. Bayu Mandiri berdiri sejak tahun 2002, dimulai dengan usaha kecilkecilan yang terletak di Jl. Prambanan No. 3 saat itu perusahaan

Lebih terperinci

PENJADWALAN PRODUKSI MENGGUNAKAN ALGORITMA JADWAL NON DELAY UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN STUDI KASUS DI CV. BIMA MEBEL

PENJADWALAN PRODUKSI MENGGUNAKAN ALGORITMA JADWAL NON DELAY UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN STUDI KASUS DI CV. BIMA MEBEL PENJADWALAN PRODUKSI MENGGUNAKAN ALGORITMA JADWAL NON DELAY UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN STUDI KASUS DI CV. BIMA MEBEL Setyo Harto, Annisa Kesy Garside, dan Dana Marsetya Utama Jurusan Teknik Industri Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jalan Raya Pajang Kartasura Km 8 Surakarta. Untuk memenuhi permintaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jalan Raya Pajang Kartasura Km 8 Surakarta. Untuk memenuhi permintaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT Wangsa Jatra Lestari adalah perusahaan percetakan yang terletak di Jalan Raya Pajang Kartasura Km 8 Surakarta. Untuk memenuhi permintaan konsumen, perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Dasar Penjadwalan Produksi Secara umum, penjadwalan merupakan suatu proses dalam perencanaan dan pengendalian produksi yang merencanakan produksi

Lebih terperinci

KARDUS BOX ARSIP STANDAR KARDUS ARSIP. SPESIFIKASI Bahan Kardus Arsip terbuat dari

KARDUS BOX ARSIP STANDAR KARDUS ARSIP. SPESIFIKASI Bahan Kardus Arsip terbuat dari KARDUS BOX ARSIP INDOCREMA Kearsipan, membuat dan diantaranya menjual kami ATK dan menjual MAP bermerk seperti Hanging MAP, MAP Amplop, Guide, Ordner, kami juga membuat berbagai MAP kertas lipat dan juga

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Pemecahan masalah dalam penyusunan skripsi mempunyai beberapa tahapan penelitian yang digunakan. Tahapan tersebut di tuangkan dalam bentuk diagram alir pemecahan masalah

Lebih terperinci

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat sekarang ini memberikan dampak yang besar terhadap kinerja manusia khususnya dalam bekerja. Segala sesuatu yang dahulu

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai model matematika pada pendistribusian raskin di Kota Yogyakarta, penyelesaian model matematika tersebut menggunakan algoritma genetika serta perbandingan

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA)

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA) Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA) Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Siklus RCGA 2. Alternatif Operator Reproduksi pada Pengkodean Real 3. Alternatif Operator Seleksi 4.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu tahapan yang dicapai dalam menulis sebuah karya ilmiah. Metodologi penelitian diperlukan agar penelitian yang dilakukan dapat ditulis secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Diagram alur proses mutasi. 5 Mulai HASIL DAN PEMBAHASAN Kromosom P = rand [0,1] Ya P < Pm R = random Gen(r) dimutasi Selesai Tidak Gambar 7 Diagram alur proses mutasi. Hasil populasi baru yang terbentuk akan dievaluasi kembali dan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017.

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam bab ini diasumsikan sebagai data perkiraan harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. Dengan demikian dapat disusun model Fuzzy

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 6 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan CV. Lintas Nusa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa percetakan yang terletak di Jl. Kalidami No. 51 Surabaya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukan penelitian ini, perumusan masalah, batasan penelitian yang dikerjakan, tujuan, manfaat penelitian terhadap

Lebih terperinci

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner

Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Vol. 7, 2, 108-117, Januari 2011 Pendekatan Algoritma Genetika pada Peminimalan Fungsi Ackley menggunakan Representasi Biner Jusmawati Massalesse Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan proses

Lebih terperinci

BAB III ANALISA. kualitas cetaknya yang meliputi kemasan dan brosur.

BAB III ANALISA. kualitas cetaknya yang meliputi kemasan dan brosur. BAB III ANALISA 3.1 Studi Eksisting Maksud dari studi eksisting ini adalah sebagai acuan atau tolak ukur bagi tugas akhir. Acuan tersebut berupa desain artwork, layout, jenis cetak hingga kualitas cetaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada zaman modern, internet menjadi bagian dari kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada zaman modern, internet menjadi bagian dari kehidupan manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman modern, internet menjadi bagian dari kehidupan manusia dimanapun tempatnya maupun siapapun penggunanya serta apapun tujuan penggunaanya baik dunia bisnis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

pekerjaan pada mesin dan penugasan tenaga kerja pada mesin. Sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan perencanaan yang tepat pada saat menerima

pekerjaan pada mesin dan penugasan tenaga kerja pada mesin. Sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan perencanaan yang tepat pada saat menerima BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia industri yang semakin pesat, perusahaan dituntut untuk dapat bersaing dengan para kompetitor dengan menciptakan kredibilitas yang

Lebih terperinci

Lina Gozali, Lamto Widodo, Wendy Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jl. S Parman no.1, Jakarta

Lina Gozali, Lamto Widodo, Wendy Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jl. S Parman no.1, Jakarta 1 2 USULAN PENJADWALAN JOB DENGAN METODE CAMPBELL, DUDEK AND SMITH (CDS) DAN METODE NAWAZ, ENSCORE AND HAM (NEH) UNTUK MEMINIMASI MAKESPAN PROSES STAMPING PART ISUZU DI LINE B PT. XYZ Lina Gozali, Lamto

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika

Lebih terperinci

ABSTRAK. Laporan Tugas Akhir. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Laporan Tugas Akhir. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Kerta Laksana adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pembuatan mesin, dimana pesanan pada perusahaan ini bersifat Job Order. Dalam menjadwalkan pesanan yang diterima, perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan teknologi di Indonesia terjadi dengan sangat pesat. Hal tersebut berpengaruh terhadap perkembangan badan usaha, perusahaan, organisasi dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MASALAH

BAB IV ANALISIS MASALAH BAB IV ANALISIS MASALAH 4.1 Tampilan Program Persoalan TSP yang dibahas pada tugas akhir ini memiliki kompleksitas atau ruang solusi yang jauh lebih besar dari TSP biasa yakni TSP asimetris dan simetris.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang CV. Greeng Inspiration merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konveksi, yang menawarkan jasa pembuatan pakaian seperti, kaos oblong, kaos berkerah, polo,

Lebih terperinci

Analisis Pengendalian Persediaan Produk Dengan Metode EOQ Menggunakan Algoritma Genetika untuk Mengefisiensikan Biaya Persediaan

Analisis Pengendalian Persediaan Produk Dengan Metode EOQ Menggunakan Algoritma Genetika untuk Mengefisiensikan Biaya Persediaan JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 A-305 Analisis Pengendalian Persediaan Produk Dengan Metode EOQ Menggunakan Algoritma Genetika untuk Mengefisiensikan Biaya Persediaan Indroprasto,

Lebih terperinci

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS Hafid Hazaki 1, Joko Lianto Buliali 2, Anny Yuniarti 2

Lebih terperinci

komputasi dan memori yang rendah), mampu memecahkan permasalahan dengan area fasilitas yang sama atau tidak sama (equal and unequal area), dan

komputasi dan memori yang rendah), mampu memecahkan permasalahan dengan area fasilitas yang sama atau tidak sama (equal and unequal area), dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan tata letak fasilitas merupakan salah satu area penting dalam merancang sistem produksi sekaligus merupakan kunci untuk meningkatkan produktivitas pabrik.

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI POLA PENYUSUNAN BARANG DALAM RUANG TIGA DIMENSI ABSTRAK

PENERAPAN ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI POLA PENYUSUNAN BARANG DALAM RUANG TIGA DIMENSI ABSTRAK PENERAPAN ALGORITMA GENETIK UNTUK OPTIMASI POLA PENYUSUNAN BARANG DALAM RUANG TIGA DIMENSI Eddy Triswanto Setyoadi, ST., M.Kom. ABSTRAK Melakukan optimasi dalam pola penyusunan barang di dalam ruang tiga

Lebih terperinci

OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG

OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG OPTIMASI RANCANGAN FILTER BANDPASS AKTIF UNTUK SINYAL LEMAH MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK Studi Kasus: Sinyal EEG Oleh : Ellys Kumala P (1107100040) Dosen Pembimbing Dr. Melania Suweni Muntini, MT JURUSAN

Lebih terperinci

Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika

Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika Vol. 14, No. 1, 19-27, Juli 2017 Pemaksimalan Papan Sirkuit Di Pandang Sebagai Masalah Planarisasi Graf 2-Layer Menggunakan Algoritma Genetika Jusmawati Massalesse dan Muh. Ali Imran Abstrak Tulisan ini

Lebih terperinci

B A B 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

B A B 2 GAMBARAN UMUM OBJEK B A B 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ikrar Mandiriabadi, didirikan pada tahun 1988 di daerah Pertukangan utara, Jakarta Selatan. Awal berdirinya, jumlah karyawan hanya

Lebih terperinci

Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika

Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika M. Syafrizal, Luh Kesuma Wardhani, M. Irsyad Jurusan Teknik Informatika - Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak industri yang mengalami perkembangan salah satunya adalah PT DI (Dirgantara Indonesia). Perusahaan ini merupakan satu-satunya badan usaha milik negara

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci

BAB III ANALISA. Selama ini kemasan dari Martabak dan Terang Bulan Mekar Sari yang

BAB III ANALISA. Selama ini kemasan dari Martabak dan Terang Bulan Mekar Sari yang BAB III ANALISA 3.1 Studi Eksisting Maksud dari studi eksisting ini adalah sebagai acuan atau tolak ukur bagi tugas akhir. Acuan tersebut berupa design kemasan, jenis cetak hingga kualitas cetaknya. Selama

Lebih terperinci

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN Studi Pustaka Pembentukan Data

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN  Studi Pustaka Pembentukan Data Gambar 4 Proses Swap Mutation. 8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Proses evaluasi solusi ini akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom sampai terpenuhi kriteria

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN:

Seminar Nasional IENACO ISSN: PENJADWALAN JOB SHOP MESIN MAJEMUK MENGGUNAKAN ALGORITMA NON DELAY (STUDI KASUS DI PT. WANGSA JATRA LESTARI) Hafidh Munawir, Wisnu Nur Cahyanto 1 Pusat Studi Logistik dan Optimisasi Industri (PUSLOGIN),

Lebih terperinci

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Wayan Firdaus Mahmudy (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak.

Lebih terperinci

Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika

Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika Rozak Arief Pratama 1, Esmeralda C. Djamal, Agus Komarudin Jurusan Informatika, Fakultas MIPA Universitas Jenderal

Lebih terperinci

Optimasi Kendali Distribusi Tegangan pada Sistem Tenaga Listrik dengan Pembangkit Tersebar

Optimasi Kendali Distribusi Tegangan pada Sistem Tenaga Listrik dengan Pembangkit Tersebar Optimasi Kendali Distribusi Tegangan pada Sistem Tenaga Listrik dengan Pembangkit Tersebar Soni Irawan Jatmika 2210 105 052 Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Adi Soeprijanto, MT. 2. Heri Suryoatmojo, ST. MT.

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENJADWALAN BABAK PENYISIHAN PERTANDINGAN SEPAK BOLA LIGA MAHASISWA JAWA BARAT MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

OPTIMALISASI PENJADWALAN BABAK PENYISIHAN PERTANDINGAN SEPAK BOLA LIGA MAHASISWA JAWA BARAT MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA OPTIMALISASI PENJADWALAN BABAK PENYISIHAN PERTANDINGAN SEPAK BOLA LIGA MAHASISWA JAWA BARAT MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Nurul Faturakhman S 1), Esmeralda C. Djamal 2), Agus Komarudin 3) 1),2),3 ) Informatika,Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai pedoman perawatan adalah sebuah panduan sebagaimana

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan sebagai pedoman perawatan adalah sebuah panduan sebagaimana BAB II LANDASAN TEORI 2. Konsep Perawatan Pesawat Fokker F27 Buku Pedoman Perawatan yang diberikan oleh pabrik yang akan digunakan sebagai pedoman perawatan adalah sebuah panduan sebagaimana layaknya sebuah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIK DAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIK DAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIK DAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Nico Saputro dan Suryandi Wijaya Jurusan Ilmu Komputer Universitas Katolik Parahyangan nico@home.unpar.ac.id

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 43 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Metodologi penelitian merupakan suatu langkah-langkah sistematis yang akan menjadi pedoman dalam menyelesaan masalah (Sugiyono, 2004). Bab ini

Lebih terperinci

Packing House Jawa Timur

Packing House Jawa Timur Packing House Jawa Timur UPTI mamin & kemasan UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI MAKANAN, MINUMAN DAN KEMASAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR Jl. Raya Trosobo Km. 20, Taman - Sidoarjo

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ekstraksi Hasil Pengumpulan Data Melalui wawancara dan observasi diperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan tugas akhir ini. Data-data perolehan tersebut diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah aktivitas kuliah dan batasan mata kuliah ke dalam slot ruang dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah aktivitas kuliah dan batasan mata kuliah ke dalam slot ruang dan waktu 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penjadwalan merupakan kegiatan administrasi utama di berbagai institusi. Masalah penjadwalan merupakan masalah penugasan sejumlah kegiatan dalam periode

Lebih terperinci

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen produksi dan operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen produksi dan operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen produksi dan operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumber daya antara lain tenaga kerja, mesin, peralatan, bahan mentah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. offset dan digital printing. Perusahaan ini merupakan percetakan dimana jumlah

BAB I PENDAHULUAN. offset dan digital printing. Perusahaan ini merupakan percetakan dimana jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah CV. Lintas Nusa adalah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan offset dan digital printing. Perusahaan ini merupakan percetakan dimana jumlah minimal

Lebih terperinci

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Desain Algoritma Genetika Untuk Optimasi Penjadwalan Produksi Meuble Kayu Studi Kasus Pada PT. Sinar Bakti Utama (oleh Fransiska Sidharta dibawah bimbingan Prof.Kudang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama, maka kesalahan di dalam analisis dan perencanaan layout akan

BAB I PENDAHULUAN. lama, maka kesalahan di dalam analisis dan perencanaan layout akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perencanaan tataletak fasilitas produksi merupakan suatu persoalan yang penting, karena pabrik atau industri akan beroperasi dalam jangka waktu yang lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Algoritma Genetika merupakan metode yang menggunakan evolusi alam sebagai gagasan utamanya dalam menyelesaikan suatu permasalahan tertentu. Algoritma ini diterapkan

Lebih terperinci

MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB

MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB MEMBANGUN TOOLBOX ALGORITMA EVOLUSI FUZZY UNTUK MATLAB Syafiul Muzid 1, Sri Kusumadewi 2 1 Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Komputer, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta e-mail: aakzid@yahoo.com 2 Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki rumah dengan tata ruang (layout) yang sesuai dengan keinginan dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki rumah dengan tata ruang (layout) yang sesuai dengan keinginan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterbatasan lahan dan desain rumah ideal yang nyaman menjadi masalah yang sering dihadapi saat membangun rumah, khususnya bagi orang yang ingin memiliki rumah dengan

Lebih terperinci