5 PERANCANGAN MODEL. 5.1 Perancangan Model Proses Penerimaan Pesanan MODEL EVALUASI PESANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 PERANCANGAN MODEL. 5.1 Perancangan Model Proses Penerimaan Pesanan MODEL EVALUASI PESANAN"

Transkripsi

1 5 PERANCANGAN MODEL 5.1 Perancangan Model Proses Penerimaan Pesanan Berdasarkan kajian situasional, formulasi permasalahan dan identifikasi sistem, dilakukan perancangan Model proses penerimaan pesanan yang terdiri dari tiga model utama, yaitu : Desain dan Perhitungan Sheet, Evaluasi Pesanan dan Kalkulasi Harga (Gambar 16). Model Desain dan Perhitungan Sheet terdiri dari sub model penentuan bentuk (desain) dan kode kemasan, sub model perhitungan ukuran kemasan dan penentuan jenis sheet, serta sub model perhitungan kebutuhan (jumlah) sheet. Input : Data Pesanan MODEL DESAIN DAN PERHITUNGAN SHEET Penentuan bentuk (desain struktur), kode produk dan kode pesanan MODEL EVALUASI PESANAN Evaluasi Kelayakan jumlah pesanan dan kemampuan proses produksi (expert system) MODEL KALKULASI HARGA Perhitungan biaya (Teknik Activity Based Costing) Perhitungan ukuran kemasan dan penentuan jenis sheet (persamaan matematik) Perhitungan kebutuhan sheet (persamaan matematik) Perhitungan waktu proses di setiap mesin yang tersedia (eligible) Kalkulasi waktu penyelesaian pesanan (job scheduling with Genetics Algorithm)) Penentuan harga pesanan Desain Produk Kode Produk Kebutuhan sheet Proses produksi Waktu penyelesaian pesanan Penawaran harga pesanan Keputusan penerimaan/ penolakan pesanan Keputusan penerimaan / penolakan pesanan Gambar 16 Model Proses Penerimaan Pesanan. Model Evaluasi Pesanan mencakup evaluasi kelayakan jumlah pesanan dan kemampuan proses produksi, perhitungan waktu proses pada mesin yang tersedia (eligible), dan kalkulasi waktu penyelesaian pesanan. Jika pesanan dinyatakan layak dan diterima, maka tahap selanjutnya adalah Model Kalkulasi Harga. Pada model ini terdapat submodel perhitungan biaya produksi dan penentuan harga pesanan. Jika pelanggan setuju dengan harga tersebut, maka

2 62 pesanan diterima, sedangkan jika pelanggan tidak menyetujui harga tersebut, maka dilakukan negosisasi lebih lanjut atau pesanan ditolak Model Desain dan Perhitungan Sheet Model Desain dan perhitungan sheet merupakan salah satu model yang membedakan industri kemasan karton dengan industri yang menghasilkan produkproduk komersial lainnya. Tanpa adanya model ini, maka industri kemasan karton akan sulit untuk merespon keinginan konsumen yang sangat banyak jenis dan variasinya. Dua ciri utama dari industri kemasan karton adalah : 1) proses produksi yang sebagian besar berdasarkan pesanan, dan 2) tipe produk yang dibuat spesifik untuk satu konsumen tetapi dalam jumlah besar (mass customization). Model Desain dan perhitungan sheet dapat dilihat pada Gambar 17. Spesifikasi & jumlah Produk Penentuan desain kemasan Data Produk Penentuan jenis sheet dan ukuran sheet Data Bahan Baku Penentuan jumlah sheet Spesifikasi pesanan dan sheet Data Pesanan Gambar 17 Model Desain dan Perhitungan Sheet. McCarthy et al. (2003) mengemukakan dua proses yang harus ada dalam model dasar suatu industri yang bersifat Mass Customization, yaitu : 1) proses penerimaan pesanan dan koordinasi dengan konsumen, dan 2) proses pengembangan dan desain produk.

3 63 Proses yang terjadi pada Model penerimaan pesanan dimulai dari input data pesanan oleh konsumen. Data pesanan yang diterima berupa identitas pemesan, waktu pemesanan dan spesifikasi produk (pesanan). Spesifikasi pesanan mencakup atribut : nama produk (pesanan), bentuk (desain) kemasan, ukuran (dimensi) kemasan, desain dan warna printing, jenis bahan baku utama (sheet), perlakuan tambahan (additional treatment), jumlah pesanan, waktu selesai pesanan yang diharapkan, dan tujuan penggunaan kemasan. Identitas pemesan yang harus diinput oleh konsumen berupa : nama, inisial pemesan, alamat, contact person, nomor telpon, dan cara pembayaran. Nama produk (pesanan) ditentukan sendiri oleh konsumen. Bentuk (desain) kemasan bisa dipilih dari database yang telah ada atau konsumen bisa mengusulkan suatu desain (bentuk) baru yang didiskusikan dan dirancang bersama dengan pihak perusahaan kemasan. Ukuran (dimensi) kemasan terdiri dari beberapa parameter, antara lain panjang, lebar tinggi dan tinggi penutup kemasan untuk kemasan yang memiliki tutup yang terpisah. Jenis bahan baku utama merupakan pilihan yang terdapat pada Database bahan baku. Warna printing produk terdiri dari empat pilihan, yaitu hitam (black/b), biru (cyan/c), merah (magenta/m) dan kuning (yellow/y). Konsumen bisa memilih untuk menggunakan satu, dua atau seluruh warna yang tersedia. Data pesanan selanjutnya diproses sesuai dengan diagram alir desain dan perhitungan sheet (Gambar 18). Pada tahapan ini, bagi pesanan yang sudah pernah dipesan sebelumnya, dilakukan proses input kode pesanan dan langsung ke tahap berikutnya, yaitu menghitung kebutuhan sheet. Untuk pesanan dengan desain yang belum pernah ada sebelumnya, ditetapkan desain struktur produk dan kode produk. Desain struktur dan kode produk dibuat berdasarkan standar yang diterbitkan bersama oleh FEFCO (The European Federation of Corrugated Board Manufacturers) dan ESBO (The European Solid Board Organization) pada tahun 2007.

4 64 Mulai Data konsumen Input : Identitas pemesan (Data Konsumen) panggil Masukkan kode pesanan yang sudah ada ya Apakah produk sdh pernah dipesan? tidak Data pesanan Input : Panjang kemasan (L) Lebar kemasan (B) Tinggi kemasan (H) Tinggi tutup (h) Desain struktur Jenis kertas/sheet (s) Desain printing Jml dan warna printing Perlakuan tambahan Waktu selesai yang diinginkan panggil Data Produk update Buat model perhitungan kebutuhan sheet Desain struktur produk sudah ada dalam database? tidak Tentukan kode untuk desain baru ya update Perhitungan ukuran sheet yang diperlukan/pcs produk (Pr x Lr) Input : Nilai parameter a, b dan d Pilih/tentukan ukuran sheet (Ps x Ls) Data bahan baku Update Hitung jumlah produk/sheet Input : Jumlah Produk (N) Hitung jumlah sheet Output : Kode Pesanan baru Ukuran kemasan/produk (L, B, H, h) Desain printing Jml dan warna printing Perlakuan tambahan Kode produk Jenis sheet Ukuran sheet Jumlah sheet Waktu selesai yang diinginkan Selesai Gambar 18 Diagram Alir Desain dan Perhitungan Sheet.

5 65 Berdasarkan standar FEFCO/ESBO terdapat tujuh kelompok desain struktur kotak karton, yaitu : 1. Slotted type boxes(kategori 02) Kotak jenis ini terdiri dari satu bagian/potongan, menggunakan lem, kawat (paku) atau selotip (tape) untuk menghubungkan sisi-sisi kotak, bagian penutup (flaps) atas dan bawah kotak Kotak dikirim ke pemesan dalam bentuk datar (flat), namun siap untuk digunakan dengan cara menarik/membuka lembaran kotak yang masih datar dan kemudian kotak ditutup dengan menggunakan bagian penutup (flaps) yang tersedia. 2. Telescope type boxes (Kategori 03) Kotak tipe telescope terdiri lebih dari satu bagian, dan dicirikan oleh adanya bagian penutup atau bagian dasar kotak yang terpisah dari badan kotak. 3. Folder type boxes and trays(kategori 04) Kotak tipe folder atau tray biasanya hanya memiliki satu potongan /lembaran karton. Bagian bawah kotak menjadi dasar/rangka dimana bagian dinding, penutup dan semua sisi kotak dibentuk. Bagian pengunci, pegangan dan panel display dapat dibentuk dalam berbagai bentuk desain. 4. Slides type boxes (Kategori 05) Kotak tipe slides terdiri dari beberapa bagian kotak yang saling bergeser dalam arah yang berlawanan untuk membuka/menutup kotak. Kotak jenis ini juga termasuk pelapis bagian luar untuk kotak. 5. Rigid type boxes (Kategori 06) Kotak tipe kaku (rigid) terdiri dari dua bagian yang terpisah dari badan kotak yang membutuhkan proses pemasangan kawat/paku (stitching) sebelum dapat digunakan. 6. Dy-glued Cases (Kategori 07) Kotak tipe ini terdiri dari satu potongan, dikirim dalam bentuk datar (flat) dan siap untuk digunakan dengan proses set up yang sederhana. 7. Interior Fitments (Kategori 09) Merupakan bagian terpisah yang terletak di bagian dalam dari box, seperti lapisan dalam, bantalan (pads), partisi/pembatas atau bentuk-bentuk lain.

6 66 Standar desain kemasan yang dikeluarkan oleh FEFCO/ESBO terdiri dari 4 digit kode yang mengatur klasifikasi produk serta bentuk standar dari kemasan karton. Walaupun standar ini telah mencakup cukup banyak variasi bentuk produk, masih banyak variasi bentuk produk lainnya yang belum termasuk ke dalam kode yang ditetapkan FEFCO/ESBO. Setiap perusahaan memiliki keleluasaan untuk menambah variasi dari desain standar yang telah ada. Untuk mengakomodasi penambahan variasi ini, pada kode bentuk produk diberikan 4 digit tambahan lagi sehingga total digit kode produk adalah sebanyak delapan digit (xxxx-xxxx). Tabel 2 Perhitungan Kebutuhan Ukuran Sheet No Tipe Produk 1 Slotted type boxes Kode Produk Desain Produk Model Perhitungan Ukuran Sheet Pr = 2L+2B+0,25B, Lr = B + H 2 Slotted type boxes Pr = 2L+2B+a, Lr = 2B + H 3 Folder type boxes Pr = 3H + 2B, Lr = L + 4H 4 Folder type boxes Pr = 4H + L + 2b, Lr = 2B + 2H + a 5 Folder type boxes 0428/0427 Pr = 2B + 3H, Lr = L +4H + 0,67H

7 67 Pada model ini, identifikasi bentuk produk yang dipesan dan penentuan kode kemasan masih dilakukan secara manual, yang dipilih dari Database bentuk produk berdasarkan FEFCO/ESBO. Database yang dibuat dilengkapi dengan model matematik perhitungan ukuran sheet yang berbeda-beda untuk setiap desain produk. Jika desain atau bentuk produk yang dipesan tidak terdapat pada Database karena bukan merupakan desain standar FEFCO/ESBO, maka tim desainer pada setiap perusahaan kemasan memiliki keleluasaan untuk memilih desain yang paling mirip dan kemudian memodifikasi kode yang telah ada dengan menambahkan 4 digit lagi di belakang 4 digit standar yang telah ada. Perhitungan ukuran sheet dilakukan setelah mengetahui tipe/bentuk kemasan. Pada Tabel 2 dapat dilihat cara perhitungan ukuran sheet untuk beberapa contoh produk setelah bentuk dan kode kemasan diketahui. Pada model matematik di atas, panjang sheet yang diperlukan (Pr) dan lebar sheet yang diperlukan (Lr) ditentukan oleh panjang kotak (Length/L), lebar kotak (breath/b), tinggi kotak (height/h), tinggi tutup kotak bagi produk jenis telescope (h). dan beberapa parameter lainnya, yaitu : a = Lebar sisi (flap) untuk yang berfungsi untuk menutup/mengunci kotak b = Lebar area tempat melekatkan lem untuk menyambungkan badan kotak d = Allowance atau jarak pemotongan antara sheet 1 dengan sheet 2 yang membentuk kotak. h = Tinggi bagian penutup kotak (untuk kotak tipe telescope) atau tinggi bagian yang overlap antara bagian penutup dengan badan kotak Jenis sheet dibedakan berdasarkan tipe kertas karton atau karton gelombang yang digunakan. Beberapa jenis sheet yang biasa digunakan untuk untuk kotak karton gelombang adalah B-flute, C-flute, BC-flute yang berbentuk single wall atau double wall. Kemasan karton lipat biasanya menggunakan kertas karton jenis duplex atau art carton. Kertas jenis duplex dan art carton biasanya mempunyai ukuran standar tertentu yang biasa dijual di pasaran. Bahan baku sheet yang diperlukan bisa berasal dari bagian corrugating (untuk kemasan kotak karton gelombang), atau langsung dibeli dari supplier (untuk kemasan karton lipat). Untuk sheet yang berasal dari bagian corrugating, ukuran sheet yang diperlukan tidak serta merta menjadi ukuran sheet yang dipesan

8 68 ke bagian corrugating, tetapi akan disesuaikan dulu dengan ukuran sheet yang biasa diproduksi oleh bagian corrugating. Lebar sheet tergantung kepada kapasitas (kemampuan mesin corrugator) yang dimiliki perusahaan. Untuk kemudahan proses, biasanya lebar sheet merupakan kelipatan 5 (60, 65, 70, cm), sedangkan panjang sheet bisa ukuran berapa saja. Sheet yang diproduksi seringkali berukuran lebih besar dibanding sheet yang dibutuhkan untuk membuat satu kotak, sehingga satu lembar sheet yang diproduksi bisa diperuntukkan untuk membuat lebih dari satu kotak (bisa 1, 2, 4 sampai 8 kotak untuk setiap lembar sheet tergantung besar kecilnya ukuran kotak yang dipesan). Selanjutnya adalah tahap pengaturan pola kemasan pada selembar karton. Penempatan pola pada selembar karton bisa diatur secara horizontal atau vertikal dengan tujuan untuk memaksimalkan jumlah kemasan yang bisa dihasilkan dari selembar kertas karton. Hal ini diharapkan dapat mengurangi jumlah bahan baku yang terbuang dan dengan sendirinya bisa mengurangi biaya produksi. Jumlah kemasan yang bisa dihasilkan dari selembar karton dihitung sebagai berikut :... (13) Di mana : Ps = panjang bahan baku sheet yang tersedia Ls = lebar bahan baku sheet yang tersedia Pr = panjang sheet yang diperlukan untuk membuat satu unit kemasan Lr = lebar sheet yang diperlukan untuk membuat satu unit kemasan = simbol integer dengan pembulatan ke bawah (round down) Ukuran bahan baku sheet yang mencakup dimensi panjang dan lebar tergantung kepada kemampuan produksi bagian corrugating atau ketersediaan ukuran bahan baku yang ada di pasaran kertas. Pada tahap berikutnya jumlah lembaran (sheet) yang diperlukan untuk sejumlah pemesanan bisa dihitung dengan menambahkan toleransi untuk mengakomodasi kemungkinan kerusakan kertas pada proses-proses selanjutnya. Toleransi dinyatakan dalam nilai perseratus (persen).

9 69... (14) Tahap terakhir pada model Desain dan Perhitungan Sheet adalah pembuatan kode pesanan. Kode pesanan diberikan untuk setiap kali pemesanan. Pemesanan oleh konsumen yang sama, dengan desain dan jumlah pesanan yang sama tetap harus diberikan kode pesanan baru. Kode pesanan terdiri dari 15 digit yang menggambarkan kelompok kemasan, inisial nama perusahaan atau pihak pemesan, bulan pemesanan dan nomor urut pesanan. Contoh kode pesanan yang dibuat adalah sebagai berikut : F-DNE-Oct Arti dari kode pesanan di atas adalah : pesanan dilakukan oleh PT. Danone Indonesia (DNE) yang memesan jenis kemasan folding carton (F) pada bulan Oktober 2011 dengan nomor urut pesanan pada bulan tersebut Sub Model Evaluasi Pesanan Sub model Evaluasi Pesanan terdiri dari evaluasi kemampuan proses dan kalkulasi waktu penyelesaian pesanan. Model evaluasi kemampuan proses bertujuan untuk menganalisa kemampuan perusahaan memproduksi produk yang dipesan, sedangkan kalkulasi waktu penyelesaian pesanan bertujuan untuk menghitung waktu penyelesaian setiap pesanan pada setiap tahapan produksi. Evaluasi Kemampuan Proses Kemampuan proses produksi dilihat dari tiga faktor atau kriteria, yaitu : kelayakan jumlah pesanan, kemampuan proses dari mesin-mesin yang ada, dan kemampuan memenuhi waktu penyelesaian pesanan yang diinginkan konsumen. Prasetyowibowo (2002) menyatakan bahwa mengenal dan mengetahui kemampuan alat-alat dan fasilitas produksi akan membantu perusahaan dalam mengenal batasan-batasan yang perlu ditetapkan dalam membuat desain produk. Oleh karena itu dalam mewujudkan suatu pesanan produk yang didesain secara khusus sangat diperlukan integrasi antara bagian desain produk dengan perencanaan proses (produksi)

10 70 Spesifikasi Pesanan& bahan baku Data Mesin Penentuan kriteria evaluasi kemampuan proses Evaluasi Kemampuan Proses dan penentuan jenis mesin Sistem pakar untuk evaluasi proses Pengetahuan pakar untuk pemilihan kriteria Pesanan Diterima? ya tidak Hitung waktu proses pada eligible machine tidak Pesanan disubkontrakkan? Tolak pesanan ya Data Produksi Data waktu proses & waktu subkontrak Tentukan waktu subkontrak Gambar 19 Model Evaluasi Kemampuan Proses Produksi. Pada Gambar 19 dapat dilihat model evaluasi kemampuan proses yang digunakan pada penelitian ini. Secara umum kriteria evaluasi kemampuan proses pada setiap tahapan ditentukan berdasarkan pengetahuan pakar di bidang industri kemasan karton. Marimin (2005) menjelaskan bahwa ada dua kelompok orang yang bisa disebut sebagai pakar (ahli), yaitu praktisi dan ilmuwan. Pada penelitian ini digunakan tiga orang pakar yang berasal dari kelompok praktisi. Evaluasi kemampuan proses produksi dilakukan dengan menggunakan sistem pakar yang dibangun melalui tahapan : 1) akuisisi pengetahuan dengan menggunakan pengamatan langsung pada industri kemasan karton dan wawancara dengan pakar, 2) representasi pengetahuan (knowledge representation) dengan menggunakan pohon keputusan (decision tree), 3) perbaikan pengetahuan (knowledge refinement) untuk menguji logika dan jalannya sistem pakar, dan 4) implementasi pengetahuan melalui serangkaian aturan (if then rules).

11 71 Model ini terdiri dari dua tahapan proses, yaitu evaluasi kemampuan proses dan penentuan jenis mesin serta menghitung waktu proses pada setiap mesin yang bisa memproses pesanan tersebut (eligible machine). Kemampuan proses dianalisa secara bertahap untuk setiap tahapan proses pembuatan kemasan. Pada Gambar 20 dapat dilihat diagram alir evaluasi kemampuan proses corrugating. Mulai Input : Jumlah pesanan Kelompok pesanan Jenis flute (sheet) Panjang sheet Lebar sheet Data pesanan Data mesin Evaluasi kebutuhan mesin corrugator Pengetahuan pakar update Output : Keputusan (Tidak perlu mesin corrugator/jenis mesin corrugator terpilih/ beli atau subkon sheet ke supplier/tolak pesanan) Hitung waktu proses di mesin corrugator Input : Waktu subkontrak Waktu setup setiap job pada mesin yg dilalui Data produksi Output : Waktu proses Mesin corrugator, Waktu subkon/ pembelian sheet update Selesai Gambar 20 Diagram Alir Evaluasi Kemampuan Proses Corrugating. Model evaluasi proses corrugating mempunyai kemampuan untuk memutuskan apakah suatu pesanan perlu diproses pada proses corrugating atau

12 72 tidak, dan pada mesin mana saja pesanan tersebut bisa dikerjakan. Jika tidak ada satupun mesin yang mampu memproses pesanan tersebut, maka tahapan corrugating akan disubkontrakkan. Evaluasi kemampuan proses corrugating dilakukan dengan mempertimbangkan empat kriteria yaitu : jumlah sheet, jenis sheet, lebar sheet dan karakteristik mesin corrugator. Tabel 3 Mesin Corrugating No Nama Mesin Lebarsheet min (mm) LC min Lebarsheet maks (mm) LC max Jenis sheet 1 Simon (UK) E-flute, single face 2 Mitsubishi B-flute, C- flute, BCflute Kecepata n (m/jam) Kode mesin 5400 C C2 Pada lantai produksi yang dimodelkan, terdapat dua unit mesin corrugator dengan karakteristik dan kemampuan yang berbeda, seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Lebar sheet maksimum dan minimum adalah kisaran lebar karton gelombang yang bisa diproduksi pada mesin tersebut. Pengambilan keputusan mengenai proses corrugating dihasilkan dengan membangun pohon keputusan (decision tree) berdasarkan data berupa pengetahuan yang diperoleh dari pakar dan hasil studi litertur mengenai proses corrugating, mesin-mesin yang tersedia dan kemampuan serta kapasitas mesin tersebut (Gambar 21). Pengetahuan (knowledge) yang menjadi dasar untuk penyusunan pohon keputusan diperoleh berdasarkan wawancara dengan pakar (expert) dan studi literatur. Terdapat 8 keputusan mengenai proses corrugating, yaitu :1) tolak pesanan, 2) beli sheet, 3) pilih mesin C1 dan tetapkan Pc = min {Ps;Ls}, 4) pilih mesin C1 dan tetapkan Pc = Ps, 5) Pilih mesin C1 dan tetapkan Pc = Ls, 6) pilih mesin C2 dan tetapkan Pc = min {Ps;Ls}, 7) pilih mesin C2 dan tetapkan Pc = Ps, dan 8) pilih mesin C2 dan tetapkan Pc = Ls.

13 73 Jml pesanan J< <=J<10000 J>=10000 Tolak Beli sheet Apakah ada karton gelombang ya tidak Jenis flute Beli sheet Single face atau E-flute lainnya B-Flute atau C-flute Atau BC-flute Apakah 900 Ps 1800 Beli sheet Apakah 600 Ps 00 Yes No yes no Apakah 900 Ls 1800 Apakah 900 Ls 1800 Apakah 600 Ls 00 Apakah 600 Ls 00 yes No yes no yes No yes no Pilih C1 dan set Pc = min {Ps;Ls} Pilih C1 dan set Pc = Ls Pilih C1 dan set Pc = Ps Beli sheet Pilih C2 dan set Pc = min {Ps;Ls} Pilih C2 dan set Pc = Ls Pilih C2 dan set Pc = Ps Beli sheet Gambar 21 Pohon keputusan evaluasi proses corrugating. Keputusan untuk menolak pesanan terjadi karena jumlah yang dipesan sangat sedikit sehingga tidak mampu menutupi biaya produksi tetap untuk memproduksi pesanan. Pada model ini batasan jumlah untuk menolak pesanan ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang diterapkan pada sebagian besar industri kemasan karton. Dari pohon keputusan (Gambar 21) dihasilkan sebanyak dua belas rule untuk evaluasi proses corrugating sebagai berikut : IF jumlah pesanan 500 THEN tolak IF 500 < jumlah pesanan < THEN beli sheet IF jumlah pesanan and ada karton gelombang and jenis flute single face or e-flute and 900 Ps 1800 is true and 900 Ls 1800 is true THEN pilih C1 and set Pc = min {Ps;Ls} IF jumlah pesanan and ada karton gelombang and jenis flute single face or e-flute and 900 Ps 1800 is true and 900 Ls 1800 is false THEN pilih C1 and set Pc = Ls

14 74 IF jumlah pesanan and ada karton gelombang and jenis flute single face or e-flute and 900 Ps 1800 is false and 900 Ls 1800 is true THEN pilih C1 and set Pc = Ps IF jumlah pesanan and ada karton gelombang and jenis flute single face or e-flute and 900 Ps 1800 is false and 900 Ls 1800 is false THEN beli sheet IF jumlah pesanan and ada karton gelombang and jenis flute B-flute or C-flute or BC-flute and 600 Ps 2200 is true and 600 Ls 2200 is true THEN pilih C2 and set Pc = min {Ps;Ls} IF jumlah pesanan and ada karton gelombang and jenis flute B-flute or C-flute or BC-flute and 600 Ps 2200 is true and 600 Ls 2200 is false THEN pilih C2 and set Pc = Ls IF jumlah pesanan and ada karton gelombang and jenis flute B-flute or C-flute or BC-flute and 600 Ps 2200 is false and 600 Ls 2200 is true THEN pilih C2 and set Pc = Ps IF jumlah pesanan and ada karton gelombang and jenis flute B-flute or C-flute or BC-flute and 600 Ps 2200 is false and 600 Ls 2200 is false THEN beli sheet IF jumlah pesanan and ada karton gelombang and jenis sheet bukan SF atau EF atau BF atau CF atau BCF THEN beli sheet IF jumlah pesanan and tidak ada karton gelombang THEN beli sheet

15 75 Pada model ini terdapat dua tahap keputusan. Keputusan yang pertama adalah menentukan jenis mesin yang akan memproduksi pesanan atau keputusan untuk subkontrak atau pembelian bagi pesanan yang tidak bisa diproses pada mesin manapun. Keputusan tahap berikutnya adalah menentukan lebar sheet yang akan diproduksi pada mesin corrugating (Lc) dan panjang sheet (Pc) yang menjadi variabel untuk menghitung waktu produksi. Lebar sheet yang akan diproduksi pada proses corrugatingtergantung kepada ukuran karton bergelombang yang dipilih dan jenis mesin terpilih yang sesuai dengan jenis sheet. Lebar sheet yang akan diproduksi (L C ) bisa merupakan panjang dari ukuran sheet yang akan diproduksi (Ps), tetapi juga bisa merupakan lebar dari sheet yang akan diproduksi (Ls), tergantung kepada dimensi mana di antara Ps atau Ls yang sesuai dengan lebar maksimum yang bisa diproses pada mesin corugator terpilih (Lc max ). Jika Ps atau Ls masuk dalam rentangan kemampuan produksi mesin corrugator terpilih, artinya memenuhi kondisi dan, maka :... ( 15 ) Sehingga :... ( 16 ) dimana : Lc = Lebar sheet/unit yang akan diproduksi pada mesin corrugator Pc = Panjang sheet/unit yang akan diproduksi pada mesin corrugator Jika kondisi yang dipenuhi, hanya maka lebar sheet pada mesin corrugator (Lc) ditetapkan sama dengan Ps, sehingga Pc = Ls. Sedangkan jika kondisi yang terpenuhi adalah, maka ditetapkan Lc = Ls, sehingga Pc = Ps. Jika kedua kondisi tidak terpenuhi, maka sheet dibeli atau disubkontrakkan. Tahap berikutnya adalah perhitungan waktu proses untuk pesanan yang diproses pada mesin C1 atau C2. Waktu proses pada mesin corrugator dihitung sebagai berikut :

16 76 Dimana : T C = waktu proses pada mesin corrugator (jam) N sheet = jumlah sheet yang dibutuhkan (unit) V C = kecepatan mesin corrugator (meter/jam) S C = waktu setup proses corrugating(jam)... ( 17 ) Proses kedua pada pembuatan kemasan karton adalah proses printing. Model evaluasi proses printing bertujuan untuk mengambil keputusan mengenai mesin mana yang akan memproses suatu pesanan. Jika mesin yang tersedia tidak mampu memproses pesanan, maka pesanan akan disubkontrakkan. Tidak tertutup kemungkinan adanya pesanan yang tidak memerlukan proses printing. Input sekaligus kriteria untuk model evaluasi proses printing berupa desain printing, jenis sheet, jumlah warna dan ukuran sheet. Input ini berasal dari data pemesanan. Keputusan mengenai proses printing ditentukan oleh keempat kriteria di atas dan spesifikasi serta kemampuan mesin printing yang tersedia (Tabel 4). Tabel 4 Mesin Printing No Nama mesin L sheet min (mm) L sheet maks (mm) P sheet min (mm) P sheet maks (mm) Kemampuan warna Kode Mesin 1 Flexo Printing FP1 2 Flexo Printing FP2 3 Offset printing OP Diagram alir yang memperlihatkan input, output serta tahapan evaluasi proses printing dapat dilihat pada Gambar 22. Hasil evaluasi proses printing menghasilkan empat keputusan yaitu : pesanan tidak memerlukan proses printing, proses printing disubkontrakkan, diproses pada mesin FP 1, diproses pada mesin FP2, diproses pada mesin FP1 atau FP 2 dan diproses pada mesin Offset Printing (OP).

17 77 Mulai Input : Desain printing Jenis sheet Jumlah warna Ukuran sheet (Panjang dan lebar) panggil Data pesanan Data mesin Evaluasi proses printing Pengetahuan pakar Output : Tidak perlu proses printing/perlu mesin printing dan jenis mesin terpilih/ subkontrak proses printing/ Input : Waktu subkontrak Waktu setup setiap job pada mesin yg dilalui Hitung waktu proses mesin printing / Penentuan waktu subkontrak Output : Waktu proses Mesin printing Waktu subkontrak Data Produksi update Selesai Gambar 22 Diagram alir evaluasi proses printing. Aturan untuk pengambilan keputusan tersebut dibangun melalui pohon keputusan seperti dapat dilihat pada Gambar 23.

18 78 Desain Printing tidak ada ada Tidak ada proses printing Jenis sheet karton gelombang Ukuran sheet/produk (Pr dan Lr) Ada kertas lain (duplex atau art carton atau ivory) Ukuran sheet/produk Lr 1500 dan Pr 1800 Lr 1500 dan 1800<Pr 2100 Lr>1500 atau Pr>2100 Lr 700 dan Pr 1000 Lr>700 atau Pr>1000 Jml warna printing FP1 Subkon Off Print Subkon 1 warna > 1 warna FP2 FP 1 or FP 2 Gambar 23 Pohon keputusan evaluasi proses printing. Keputusan mengenai proses printing ditentukan oleh ada atau tidaknya desain printing, panjang (Pr) dan lebar (Lr) sheet yang akan diprint, jenis sheet yang akan diprint dan jumlah warna printing. Pada proses printing, ukuran sheet yang diperhitungkan adalah ukuran sheet satu pola dasar kemasan yang siap untuk diprint. Ukuran sheet untuk proses printing tidak selalu sama dengan ukuran sheet awal yang diperhitungkan untuk proses corrugating. Satu lembar sheet yang dihasilkan dari proses corrugating bisa digunakan sebagai bahan baku untuk satu atau beberapa unit produk. Sebelum proses printing, sheet yang dihasilkan dari proses corrugating akan dipotong-potong dulu sehingga sesuai dengan kebutuhan sheet untuk satu unit kemasan. Oleh karena itu ukuran sheet yang dipertimbangkan untuk memilih mesin printing adalah ukuran sheet yang sesuai hasil perhitungan kebutuhan sheet/unit produk, yaitu panjang sheet yang dibutuhkan (Pr) dan lebar sheet yang dibutuhkan (Lr). Berdasarkan pohon keputusan diperoleh tujuh aturan (rule) untuk pengambilan keputusan mengenai proses printing sebagai berikut :

19 79 IF desain printing tidak ada THEN tidak ada proses printing IF desain printing ada dan jenis sheet karton gelombang dan ukuran sheet/produk Lr 1500 dan Pr 1800 dan jumlah warna printing 1 warna THEN FP2 IF desain printing ada dan jenis kertas karton gelombang dan ukuran sheet/produk Lr 1500 dan Pr 1800 dan jumlah warna printing>1 warna THEN FP1 or FP2 IF desain printing ada dan jenis kertas karton gelombang dan ukuran sheet/produk Lr 1500 dan 1800<Pr 2100 THEN FP1 IF desain printing ada dan jenis kertas karton gelombang dan ukuran sheet/produk L>1500 atau P>2100 THEN subkon IF desain printing ada dan jenis kertas kertas lain dan ukuran sheet/produk L 700 dan P 1000 THEN off print IF desain printing ada dan jenis kertas kertas lain dan ukuran sheet/produk Lr>700 atau Pr>1000 THEN subkon Input untuk model evaluasi proses die cutting adalah kelompok kemasan (produk), bentuk (desain struktur) produk dan panjang serta lebar sheet yang diperlukan (Pr dan LR). Pada Gambar 24 dapat dilihat diagram alir evaluasi proses die cutting. Kelompok kemasan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu folding carton (F) dan corrugated box (C), sedangkan bentuk produk dikelompokkan menjadi dua, yaitu standar dan tidak standar. Input mengenai desain struktur produk diperlukan untuk mengidentifikasi apakah suatu produk kemasan gelombang (corrugated box) memerlukan proses die cutting atau tidak. Kemasan gelombang dengan kategori desain struktur standar, biasanya sudah langsung bisa dipotong, dibentuk dan diberi garis untuk lekukan kotak (creasing) pada mesin flexo printing sehingga tidak memerlukan proses die cutting lagi.

20 80 Mulai Data produk Input : Kelompok kemasan Ukuran sheet per produk Bentuk produk Data pesanan Data mesin Evaluasi kebutuhan mesin die cut Pengetahuan pakar Input : Waktu subkontrak Waktu setup setiap job pada mesin yg dilalui Output : Keputusan (Tidak perlu mesin die cut / Perlu mesin die cut dan jenis mesin terpilih/subkon) Hitung waktu proses mesin die cut / Penentuan waktu subkontrak Output : Waktu proses Mesin die cut Waktu subkontrak Data Produksi update Selesai Gambar 24 Diagram alir evaluasi proses die cutting. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan desain struktur produk yang terdapat pada kode FEFCO/ESBO. Beberapa produk yang dikategorikan sebagai bentuk standar adalah produk tipe slotted dengan kode : 0200, 0201, 0202, 0203, 0205, 0209, 0214, 0228 dan Produk tipe telescope dengan kategori standar adalah produk dengan kode : 0300,0301, 0302, 0306, 0320, dan Produk yang termasuk tipe folder dan tray, slide dan rigid juga memiliki beberapa jenis kemasan yang dapat diklasifikasikan sebagai standar.

21 81 Semua kemasan yang termasuk kelompok folding carton memerlukan proses die cutting, baik yang memiliki bentuk standar atau tidak. Hal ini disebabkan karena folding carton diprint pada mesin offset printing (OP). Mesin OP tidak memiliki kemampuan untuk langsung membentuk dan memotong sesuai pola produk bentuk standar seperti pada mesin flexo printing. Tabel 5 Mesin Die Cut No Nama Mesin Panjang plate (mm) Lebar plate (mm) P area potong (mm) L area potong (mm) Kode Mesin 1 Die Cut I DC 1 2 Die Cut II DC 2 3 Die Cut III DC 3 Selain kelompok kemasan dan bentuk kemasan, faktor lain yang menentukan hasil evaluasi proses die cutting adalah jenis dan spesifikasi mesin die cut yang tersedia. Jenis dan spesifikasi mesin die cut yang tersedia dapat dilihat pada Tabel 5. Kelompok kemasan Bentuk produk Corrugated box Folding carton Ukuran sheet/produk (Pr dan Lr) Standar Tidak standar Lr<480 dan Pr< Lr<550 atau 680 Pr< Lr 700 atau 810 Pr 1000 Lr>700 atau Pr>1000 Tidak ada proses die cut Ukuran sheet/produk (Pr dan Lr) D1 or D2 or D3 D2 or D3 D3 Subkon Lr<480 dan Pr< Lr Lr<550 atau atau 810 Pr Pr<810 L>700 atau P>1000 D1 or D2 or D3 D2 or D3 D3 Subkon Gambar 25 Pohon keputusan evaluasi proses die cut.

22 82 Hasil evaluasi mesin die cut dengan menggunakan pohon keputusan menghasilkan lima keputusan seperti dapat dilihat pada Gambar 25. Jumlah aturan (rule) yang diperoleh sebanyak 9 (sembilan rule), yaitu : IF kelompok kemasan corrugated box dan bentuk kemasan standar THEN tidak ada proses die cut IF kelompok kemasan corrugated box dan bentuk kemasan tidak standar dan ukuran sheet/produk Lr<480 dan Pr<680 THEN D1 or D2 or D3 IF kelompok kemasan corrugated box dan bentuk kemasan tidak standar dan ukuran sheet/produk 480 Lr<550 atau 680 Pr<810 THEN D2or D3 IF kelompok kemasan corrugated box dan bentuk kemasan tidak standar dan ukuran sheet/produk 550 Lr 700 atau 810 Pr 1000 THEN D3 IF kelompok kemasan corrugated box dan bentuk kemasan tidak standar dan ukuran sheet/produk Lr>700 atau Pr>1000 THEN subkon IF kelompok kemasan folding carton and ukuran sheet/produk Lr<480 dan Pr<680 THEN D1 or D2 or D3 IF kelompok kemasan folding carton and ukuran sheet/produk480 Lr<550 atau 680 Pr<810 THEN D2or D3 IF kelompok kemasan folding carton and ukuran sheet/produk 550 Lr 700 atau 810 Pr 1000 THEN D3 IF kelompok kemasan folding carton and ukuran sheet/produk Lr>700 atau Pr>1000 THEN subkon Proses keempat adalah proses finishing, yaitu penyambungan badan kemasan sehingga siap untuk digunakan oleh konsumen. Penyambungan badan kemasan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu pengeleman (gluing), penjepretan menggunakan semacam kawat (stitching) atau menggunakan selotip /tape (sealing/taping). Cara finishing telah ditentukan dari awal pada saat pemesanan dilakukan. Cara finishing biasanya tergantung kepada tipe ataupun bentuk produk. Sedangkan kriteria penentu jenis mesin untuk pesanan yang menggunakan proses pengeleman atau stitching adalah ukuran produk. Pada Gambar 21 dapat dilihat diagram alir evaluasi proses finishing.

23 83 Mulai Data produk Input : Proses Finishing Kemasan Ukuran sheet per produk Data pesanan Data mesin Evaluasi kebutuhan mesin finishing Pengetahuan pakar Output : Keputusan Pemilihan proses gluing/stitching/ sealer atau tidak ada proses finishing Hitung waktu proses mesin gluing/stitching/sealer Data produksi Input waktu setup setiap job pada mesin yg dilalui Output : Waktu proses di Mesin gluing/ stitching/sealer update Selesai Gambar 26 Diagram Alir Evaluasi Proses Finishing Hasil evaluasi proses finishing juga ditentukan oleh mesin-mesin yang tersedia beserta spesifikasinya masing-masing. Pada Tabel 5 sampai Tabel 7 dapat diihat mesin-mesin finishing yang tersedia. Tabel 6 Mesin lem (gluing machine) No Jenis Mesin Jml Mesin Ukuran sheet min (l x p) mm2 Ukuran sheet max (l x p) mm2 Kecepatan (sheet/ jam) Wkt setup (jam) 1 AG x x ,5 2 SAG x x

24 84 No Jenis / Nama Mesin 1 Mesin stitching Jml mesin Tabel 7 Mesin stitching Kecepatan (sheet/ jam) Panjang jangkauan area stapling (mm) Tebal maks (mm) ,5 atau 7 lapis karton Wkt setup (jam) 0,5 Tabel 8 Mesin sealing No Jenis/Nama Mesin 1 Automatic sealing machine Jml mesin Kecepatan (sheet/m) ukuran kemasan min (pxlxt)mm 3 Ukuran kemasan maks (pxlxt) mm 3 Waktu setup (jam) x164x125 fleksibel 0,5 Aturan (rule) untuk pengambilan keputusan mengenai proses finishing disajikan pada pohon keputusan (Gambar 27). Proses Finishing Gluing Sealing stapling Interlocking Ukuran sheet/produk (Pr dan LR) Mesin sealer Stitching Machine Tidak ada proses finishing Lr<130 dan Pr< Lr<300 atau 170 Pr< Lr< Lr<1200 Lr>1200 atau atau atau Pr> Pr< Pr<2400 Manual SAG SAG & AG AG Stitching Machine Gambar 27 Pohon Keputusan Evaluasi Proses Finishing. Terdapat tujuh keputusan mengenai proses finishing, yaitu produk dilem secara manual, dilem pada mesin Semi Automatic (SAG), dilem pada mesin mesin automatic (AG), dilem pada mesin SAG atau AG, di stapling pada mesin

25 85 stitching, diberi selotip pada mesin sealer, dan tidak perlu proses finishing. Produk yang tidak melalui proses finishing biasanya disambung dengan cara mengaitkan badan kemasan menggunakan sistem pengunci yang merupakan bagian langsung dari kemasan (interlocking). Jumlah aturan (rule) yang dihasilkan dari proses finishing adalah sebanyak tujuh aturan sebagai berikut : IF jenis finishing gluing and ukuran sheet/produk Lr<130 and Pr<170 THEN manual IF jenis finishing gluing and ukuran sheet/produk 130 Lr<300 or 170 Pr<800 THEN SAG IF jenis finishing gluing And ukuran sheet/produk 300 Lr<750 or 800 Pr<1400 THEN SAG or AG IF jenis finishing gluing And ukuran sheet/produk 750 Lr<1200 or 1400 Pr<2400 THEN AG IF jenis finishing gluing And ukuran sheet/produk Lr>1200 or Pr>2400 THEN stitching machine IF jenis finishing sealing THEN mesin sealer IF jenis finishing stapling THEN stitching machine IF jenis finishing interlocking THEN tidak perlu proses finishing Output terakhir dari proses printing, die cutting dan finishing adalah waktu proses pada mesin-mesin terpilih atau waktu proses jika pesanan tersebut disubkontrakkan. Waktu proses untuk pesanan yang disubkontrakkan diinput secara manual, karena sangat tergantung kepada kemampuan perusahaan subkon yang ditentukan. Waktu proses pada mesin-mesin terpilih untuk ketiga tahap ini ditentukan oleh jumlah pesanan dan kecepatan mesin. Jika jumlah produk i yang dipesan dinyatakan sebagai N i (unit), kecepatan mesin j dinyatakan sebagai V j (unit/jam) dan waktu setup produk i pada mesin j dinyatakan sebagai S ij (jam), maka waktu proses produk i pada mesin j dapat dihitung sebagai berikut :... ( 18 )

26 86 Kecepatan mesin printing (Vj) bisa berbeda-beda untuk mesin yang sama, tergantung kepada jumlah warna printingyang diminta pelanggan. Data kecepatan mesin printing untuk berbagai warna ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9 Kecepatan Mesin Printing No Kode Mesin Kemampuan warna Kecepatan proses (unit/jam) 1 warna 2 warna 3 warna 4 warna 1 FP FP OP Kalkulasi waktu printing untuk setiap pesanan memerlukan proses pengambilan keputusan mengenai berapa kecepatan mesin printing yang digunakan. Aturan mengenai kecepatan mesin printing dijelaskan dalam bentuk pohon keputusan pada Gambar 23. Kode mesin FP1 OP FP1 Jumlah warna printing V OP = Jumlah warna printing V FP1 = 9000 V FP1 = 9000 V FP1 = 7000 V FP1 = 7000 V FP2 = 9000 V FP2 = 7000 V FP2 = 5000 V FP2 = 3000 Gambar 28 Pohon Keputusan Kecepatan Mesin Printing. Waktu proses pada mesin die cut tergantung kepada jenis sheet dan waktu setup pada masing-masing mesin. Data kecepatan mesin die cut beserta waktu setup dapat dilihat pad Tabel 9.

27 87 Tabel 10 Data Kecepatan dan Waktu Setup Mesin Die Cut N0 Kode Mesin Kecepatan min (pcs/jam) Kecepatan maks (pcs/jam) Waktu setup (jam) 1 DC DC DC Aturan untuk menentukan kecepatan mesin dan waktu setup yang digunakan untuk menghitung waktu proses die cut disajikan dalam bentuk pohon keputusan pada Gambar 24. Kode mesin DC 1 DC 2 DC 3 Jenis sheet Jenis sheet Jenis sheet Duplex atau Art carton atau Ivory Ada Karton gelombang Duplex atau Art carton atau Ivory Ada Karton gelombang Duplex atau Art carton atau Ivory Ada Karton gelombang V DC1 = 1600 dan S DC1 = 8 V DC1 = 1400 dan S DC1 = 8 V DC2 = 1500 dan S DC2 = 10 V DC2 = 1300 dan S DC2 = 10 V DC3 = 1400 dan S DC3 = 12 V DC3 = 1200 dan S DC3 = 12 Gambar 29 Pohon Keputusan Kecepatan dan Waktu Setup Mesin Die Cut. Pada proses finishing, baik gluing, stitching maupun sealing, tidak terdapat variasi kecepatan mesin untuk berbagai kondisi pesanan. Aturan penentuan kecepatan mesin dengan sendirinya bisa terlihat dari tabel data mesin Finishing. Proses tambahan diberikan kepada produk untuk meningkatkan atau mempercantik penampilan produk. Proses tambahan yang diberikan terhadap kemasan karton adalah varnishing, foil stamping, dan embossing/debossing. Pemberian proses tambahan tidak memerlukan proses keputusan yang rumit karena telah ditetapkan sejak awal proses pemesanan. Pada Gambar 25 dapat dilihat diagram alir evaluasi proses tambahan.

28 88 Mulai Input : Desain printing Additional treatment Data Pesanan Memerlukan Proses Varnish? Memerlukan proses embossing / debossing? Memerlukan Proses foil stamping? ya ya ya Data mesin varnish Hitung kebutuhan waktu varnish Input waktu embossing/ debossing di subkontraktor Input waktu foil stamping di subkontraktor Output : Waktu proses varnish tidak Output : waktu proses embossing/ debossing Output : Waktu proses foil stamping di subkontraktor tidak Data Produksi tidak Finish Gambar 30 Diagram alir evaluasi proses tambahan (additional treatment) Perlakuan tambahan yang bisa dilakukan sendiri adalah proses varnishing, sedangkan untuk proses foil stamping dan embossing/debossing disubkontrakkan karena tidak tersedia mesin/peralatannya. Mesin varnishing yang tersedia berjumlah 3 unit dengan kemampuan dan spesifikasi yang identik (Tabel10). Tabel 11 Mesin varnish No Nama mesin L sheet maks (mm) 1 Automatic UV Varnishing Machine P sheet maks (mm) Kecepatan (sheet/jam) Jml. Mesin Pohon keputusan untuk tahap perlakuan tambahan menghasilkan empat aturan (rules) dan empat keputusan sebagaimana bisa dilihat pada Gambar 26.

29 89 Additional Treatment varnishing Foil stamping Emboss/ deboss Tidak ada Ukuran sheet/produk (Pr dan LR) Subkon Subkon Tidak ada proses add treatment Lr<1000 atau Pr<1400 Pr 1400 atau Lr 1000 Mesin Varnish Subkontrak Gambar 31 Pohon keputusan perlakuan tambahan. Waktu proses pada mesin varnishing dihitung dengan cara yang sama dengan waktu proses pada mesin printing, die cutting, dan finishing, sedangkan waktu proses untuk pesanan yang disubkontrak diinput secara manual. Hasil dari evaluasi kemampuan proses ini adalah keputusan mengenai mesin-mesin terpilih untuk memproduksi suatu pesanan pada setiap tahapan proses produksi, waktu proses dan waktu subkontrak bagi pesanan yang harus disubkontrakkan. Pada model ini juga terdapat kemungkinan suatu produk ditolak jika jumlah pesanannya tidak memenuhi batas minimum. Evaluasi Waktu Penyelesaian Pesanan Model ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian produk dan membantu pengambilan keputusan mengenai kemampuan perusahaan untuk memenuhi waktu pengiriman (delivery time) yang diinginkan konsumen. Informasi mengenai waktu penyelesaian produk diperoleh setelah pesanan (job) melalui tahapan pengurutan dan penjadwalan pesanan. Penjadwalan pesanan diterapkan pada lantai produksi dengan karakteristik hybrid dan flexible flowshop seperti dapat dilihat pada Gambar 32. Pemilihan

30 90 lantai produksi dengan karakteristik hybrid dan flexible flowshop dianggap mendekati kondisi nyata yang terdapat pada sebagian besar perusahaan kemasan karton. Pada model ini proses produksi terdiri dari lima tahap (stage) yaitu pembuatan karton gelombang (corrugating), pencetakan desain kemasan (printing), pemotongan pola kemasan (die cutting), tahap penyambungan badan kemasan (finishing) dan perlakuan tambahan (additional treatment). Mesin-mesin yang terdapat pada stage 1 sampai 4 bersifat tidak identik (memiliki spesifikasi dan kemampuan yang berbeda-beda), sedangkan tiga unit mesin varnish yang terdapat pada stage 5 bersifat identik. Flexo Printing I Die cut machine I Semi automatic gluing machine Corrugating Machine I Flexo Printing II Die cut machine II Automatic gluing machine Additional Treatment (varnishing, foil stamping, embossing/ debossing) Corrugating Machine II Offset Printing Die cut machine III Stitching machine Gambar 32 Susunan mesin-mesin pada model industri kemasan kertas. Ciri-ciri dan gambaran lantai produksi yang terdapat pada model ini adalah sebagai berikut : Semua pengerjaan pesanan (job) mengikuti urutan atau aliran produksi yang sama Pada setiap tahapan produksi terdapat lebih dari satu mesin (mesin paralel) yang tidak identik satu sama lain. Setiap job tidak harus melalui semua tahapan (stage), proses produksi untuk suatu job dapat melompati salah satu stage

31 91 Tidak semua mesin pada suatu stage dapat memproses suatu job. Ada mesinmesin yang diperuntukkan dan sesuai untuk memproses job tersebut (eligible machine). Setiap job pada suatu waktu hanya boleh dikerjakan pada satu mesin yang terdapat pada stage tersebut. Selain ciri-ciri di atas juga ada beberapa asumsi yang digunakan pada model penjadwalan ini, yaitu : a. Satu pesanan dianggap sebagai satu job, kecuali jika jumlah item yang dipesan sangat banyak, maka pesanan bisa dibagi menjadi beberapa job. Proses pembagian pesanan menjadi beberapa job dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan konsumen. b. Pada saat proses produksi sedang berlangsung, tidak diperkenankan adanya job sisipan c. Waktu proses setiap job pada setiap mesin bersifat deterministik dan diperoleh berdasarkan perhitungan waktu proses pada tahap permodelan sebelumnya. d. Waktu transportasi tidak diperhitungkan dan dianggap merupakan bagian dari waktu setup. e. Waktu setup setiap mesin dihitung dan digabungkan ke dalam waktu proses setiap mesin. f. Waktu proses setiap tahapan tidak tergantung kepada urutan job (job independent setup) Salah satu kelebihan model ini adalah kemampuan untuk mengakomodasi proses subkontrak yang dilakukan pada salah satu atau lebih tahapan proses. Proses subkontrak sering dilakukan pada perusahaan kemasan karton skala kecil atau menengah yang memiliki fasilitas produksi terbatas. Kerjasama dengan perusahaan kemasan lain dalam bentuk subkontrak (outsourcing) ini memungkinkan perusahaan kemasan karton meningkatkan kemampuannya untuk menerima pesanan berbagai macam variasi produk. Model perhitungan waktu penyelesaian pesanan dapat dilihat pada Gambar 33. Waktu penyelesaian pesanan dapat diketahui setelah dilakukan proses pengurutan (sequencing) dan penjadwalan (scheduling) terhadap semua pesanan

32 92 yang masuk pada periode tertentu. Pengurutan dan penjadwalan pesanan dilakukan dengan tujuan untuk meminimasi makespan. Makespan adalah waktu penyelesaian pesanan untuk semua pesanan yang dijadwalkan pada seluruh tahapan proses. Perhitungan waktu penyelesaian pesanan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan bantuan algoritma genetika, atau tanpa menggunakan algoritma genetika. Data pesanan Data waktu proses di setiap mesin Urutan pengerjaan pesanan sudah ditentukan? ya tidak Hitung waktu penyelesaian pesanan non GA Hitung waktu penyelesaian pesanan dengan GA Makespan Waktu penyelesaian setiap pesanan Gambar 33 Model Perhitungan Waktu Penyelesaian Pesanan Penjadwalan dengan menggunakan algoritma genetika dilakukan jika jumlah pesanan pada periode waktu tertentu cukup banyak sehingga perlu ada suatu metode untuk mengurutkan dan menjadwalkan pesanan yang masuk agar tercapai suatu kondisi di mana waktu penyelesaian semua pesanan pada periode waktu tertentu dapat diminimasi (minimasi makespan). Jika jumlah pesanan sedikit, atau urutan pengerjaan pesanan sudah ditentukan sesuai kebijakan perusahaan, maka perhitungan waktu penyelesaian pesanan bisa dilakukan dengan menggunakan algoritma perhitungan makespan saja tanpa bantuan algoritma genetika. Namun penjadwalan dengan cara ini tidak menghasilkan penjadwalan yang optimal seperti halnya penjadwalan dengan menggunakan algoritma genetika.

33 93 Start Representasi kromosom Jumlah pesanan / job pembentukan populasi awal Hitung makespan dan nilai fitness setiap kromosom pada populasi awal Jumlah Populasi Jumlah generasi (G) Jumlah stage (s) Jumlah dan Jenis mesin pada tiap stage (m) Waktu proses setiap job pada setiap mesin / waktu subkontrak Seleksi kromosom Penggantian populasi Pindah silang (Crossover) Peluang crossover (Pc) Mutasi Peluang mutasi (Pm) Hitung nilai fitness tidak Apakah g=g? ya Hitung makespan dan waktu penyelesaian setiap job Selesai Gambar 34 Diagram alir penjadwalan pesanan dengan Algoritma Genetika Keluaran dari model perhitungan waktu penyelesaian pesanan ini adalah makespan untuk seluruh pesanan dan waktu penyelesaian masing-masing pesanan

34 94 pada setiap tahapan proses. Data waktu proses dinyakan dalam jam, sedangkan waktu penyelesaian pesanan dinyakan dalam jam dan hari. Jika pesanan yang masuk cukup banyak dan tidak mungkin diselesaikan dalam waktu reguler (1 shift kerja), maka jam kerja bisa ditambah menjadi dua atau tiga shift sehari. Langkah-langkah penjadwalan dengan menggunakan algoritma genetika dapat dilihat pada Gambar 34. Representasi atau pemberian kode kromosom (encoding) merupakan tahap awal dari penyelesaian masalah penjadwalan menggunakan algoritma genetika. Terdapat beberapa cara representasi kromosom, seperti binary encoding, octal encoding, hexadecimal encoding dan permutation (real number) encoding. Pada model ini digunakan real number encoding karena menurut Sivanandam dan Deepa (2008) cara representasi kromosom ini paling sesuai untuk masalah pengurutan (sequencing). Sebagai contoh representasi kromosom untuk penjadwalan 10 job(gambar 5.16) terdiri dari 10 gen yang tersusun dari bilangan string, dimana gen menunjukkan nomor urut setiap job yang akan dijadwalkan. Jumlah gen tergantung kepada jumlah job yang akan dijadwalkan. Kromosom Kromosom Gambar 35 Contoh struktur kromosom penjadwalan pesanan Pembentukan populasi awal atau inisialisasi populasi bertujuan untuk membangkitkan sebuah populasi yang terdiri dari sejumlah kromosom. Dua aspek penting dari inisialisasi populasi adalah bagaimana cara membangkitkan populasi tersebut dan berapa ukuran (jumlah kromosom) yang terdapat pada populasi tersebut (Suyanto, 2005; Sivanandam dan Deepa, 2008). Pada model ini inisialisasi populasi dilakukan secara random, tanpa menggunakan bantuan suatu metode heuristik. Pada beberapa penelitian mengenai penjadwalan job pada lantai produksi flowshop dengan algoritma genetika, terkadang digunakan bantuan metode heuristik tertentu untuk mendapatkan populasi awal. Tujuan penggunaan

35 95 metode heuristik ini adalah untuk mendapatkan nilai fitness yang cukup baik pada populasi awal sehingga algoritma genetika lebih cepat menemukan solusi yang mendekati optimum. Namun kompleksnya permasalahan pada model ini yang disebabkan jenis mesin yang tidak identik pada setiap stage, menyebabkan sulit untuk menerapkan metode heuristik tertentu untuk mendapatkan solusi (populasi) awal. Setelah mendapatkan populasi awal, langkah selanjutnya adalah menghitung nilai kebugaran (fitness) dari setiap kromosom yang terdapat pada populasi tersebut. Pada algoritma genetika, individu (kromosom) yang mempunyai nilai fitness tinggi akan bisa bertahan hidup, sehingga tujuan dari algoritma genetika adalah memperoleh individu dengan nilai fitness yang maksimal. Nilai fitness dari suatu kromosom merupakan fungsi tujuan dari penjadwalan yang dilakukan. Dalam hal ini fungsi tujuan penjadwalan adalah untuk meminimasi makespan (F max ). Makespan adalah waktu penyelesaian paling akhir dari semua pesanan (job) pada semua mesin dan stage. Jika terdapat n pesanan dan s stage, maka : F max = max C i,j, (k)... ( 19 ) Dimana : i = 1,... n j = 1,... s (k) = Urutan job i pada stage j, dimana k = 1,...n C i,j, (k) = waktu selesai proses (completion time) job i yang berada pada urutan (k) di stage j Karena tujuan pernjadwalan adalah untuk meminimasi makespan sementara prinsip algoritma genetika adalah untuk memaksimasi nilai fitness (f), maka nilai fungsi fitness pada kasus ini menjadi :... ( 20 ) Algoritma perhitungan nilai makespan pada job-job yang dijadwalkan dapat dilihat pada Gambar 36 dan 37. Adapun notasi yang dipergunakan pada perhitungan makespan ini adalah sebagai berikut :

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ini berangkat dari kenyataan yang dihadapi oleh industri kemasan karton dewasa ini, yaitu proses produksi dilakukan berdasarkan pesanan (make-to-order),

Lebih terperinci

6 VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL

6 VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL 6 VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL 6.1 Model Desain dan Perhitungan Sheet Model pemesanan yang dirancang ini diverifikasi dengan menggunakan data sebelas jenis kemasan. Dari sebelas kemasan tersebut sepuluh

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Industri Kemasan Karton

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Industri Kemasan Karton 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Industri Kemasan Karton Industri kemasan karton merupakan jenis industri yang terfragmentasi dengan ciri-ciri antara lain terdapat banyak pesaing, tidak ada suatu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Database Produk

Lampiran 1 Database Produk 171 Lampiran 1 Database No Tipe Kode 1 Slotted type Desain Pola Dasar Bentuk Perhitungan Ukuran Sheet 0200-0000 Standar Pr = 2*L+2*B+0,25*B, Lr = + 0,5*B Area finishing 2 Slotted type 0201-0000 Standar

Lebih terperinci

7 RANCANGAN IMPLEMENTASI MODEL

7 RANCANGAN IMPLEMENTASI MODEL 7 RANCANGAN IMPLEMENTASI MODEL 7.1 Persyaratan Implementasi Model Model Proses Penerimaan Pesanan ini dirancang untuk mencapai empat tujuan, yaitu untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi informasi pesanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemasan mempunyai peranan penting untuk menunjang operasional suatu industri manufaktur maupun industri jasa. Produk kemasan disamping berfungsi untuk mewadahi dan melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Surindo Teguh Gemilang (PT.STG) merupakan perusahaan yang memproduksi corrugated carton box (kardus). Setiap jenis carton box yang diproduksi memiliki tipe flute

Lebih terperinci

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm Jurnal Telematika, vol.9 no.1, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung ISSN: 1858-251 Penjadwalan Job Shop pada Empat Mesin Identik dengan Menggunakan Metode Shortest Processing Time dan Genetic Algorithm

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Perusahaan X merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai macam produk berbahan baku besi dan stainless steel. Produk yang dihasilkan seperti cabinet, trolley, pagar, tangki

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENJADWALAN PRODUKSI DI PT DNP INDONESIA PULO GADUNG Suriadi AS, Ulil Hamida, N. Anna Irvani STMI Jakarta, Kementerian Perindustrian RI ABSTRAK Permasalahan yang terjadi

Lebih terperinci

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN Studi Pustaka Pembentukan Data

8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Perumusan Masalah METODE PENELITIAN  Studi Pustaka Pembentukan Data Gambar 4 Proses Swap Mutation. 8. Evaluasi Solusi dan Kriteria Berhenti Proses evaluasi solusi ini akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom sampai terpenuhi kriteria

Lebih terperinci

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat sekarang ini memberikan dampak yang besar terhadap kinerja manusia khususnya dalam bekerja. Segala sesuatu yang dahulu

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

Lingkup Metode Optimasi

Lingkup Metode Optimasi Algoritma Genetika Lingkup Metode Optimasi Analitik Linier Non Linier Single Variabel Multi Variabel Dgn Kendala Tanpa Kendala Numerik Fibonacci Evolusi Complex Combinasi Intelijen/ Evolusi Fuzzy Logic

Lebih terperinci

PENJADWALAN MESIN BERTIPE JOB SHOP UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS PT X)

PENJADWALAN MESIN BERTIPE JOB SHOP UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS PT X) PENJADWALAN MESIN BERTIPE JOB SHOP UNTUK MEMINIMALKAN MAKESPAN DENGAN METODE ALGORITMA GENETIKA (STUDI KASUS PT X) Ria Krisnanti 1, Andi Sudiarso 2 1 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia yang semakin beragam, memicu berbagai sektor riil untuk selalu terus menyediakan barang dan jasa dengan kuantitas memadai, kualitas terbaik, dan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi kepustakaan dan studi

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi kepustakaan dan studi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi dilakukan di PT. Bella Agung Citra Mandiri Kota Sidoarjo. Metode pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA)

Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA) Algoritma Evolusi Real-Coded GA (RCGA) Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Siklus RCGA 2. Alternatif Operator Reproduksi pada Pengkodean Real 3. Alternatif Operator Seleksi 4.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Umum Penjadwalan Produksi Untuk mengatur suatu sistem produksi agar dapat berjalan dengan baik, diperlukan adanya pengambilan keputusan yang tepat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesaingpun bukan hanya berasal dari dalam negeri saja melainkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesaingpun bukan hanya berasal dari dalam negeri saja melainkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar perusahaan semakin ketat, baik dalam segi kualitas, sumber daya manusia, pelayanan, dan harga. Pesaingpun bukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian PT. Buana Indah Kreasi adalah sebuah perusahaan manufaktur yang memproduksi kardus untuk kemasan (karton box) sebagai produk yang dijual. PT. Buana Indah

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10:

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1 di bawah ini mengilustrasikan jalur pada TSP kurva terbuka jika jumlah node ada 10: BAB III PERANCANGAN Pada bagian perancangan ini akan dipaparkan mengenai bagaimana mencari solusi pada persoalan pencarian rute terpendek dari n buah node dengan menggunakan algoritma genetika (AG). Dari

Lebih terperinci

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN

Keywords Algoritma, Genetika, Penjadwalan I. PENDAHULUAN Optimasi Penjadwalan Mata Kuliah Dengan Algoritma Genetika Andysah Putera Utama Siahaan Universitas Pembangunan Pancabudi Jl. Gatot Subroto Km. 4,5, Medan, Sumatra Utara, Indonesia andiesiahaan@gmail.com

Lebih terperinci

Diagram Alir Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Diagram Alir Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan dalam dunia industri yang semakin ketat, mengharuskan industri-industri yang ada untuk dapat menciptakan kredibilitas yang baik di mata konsumen. Salah

Lebih terperinci

USULAN PENERAPAN PENJADWALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA DI PD BLESSING

USULAN PENERAPAN PENJADWALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA DI PD BLESSING USULAN PENERAPAN PENJADWALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA DI PD BLESSING Santoso 1*, Eldad Dufan Sopater Subito 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha

Lebih terperinci

KARDUS BOX ARSIP STANDAR KARDUS ARSIP. SPESIFIKASI Bahan Kardus Arsip terbuat dari

KARDUS BOX ARSIP STANDAR KARDUS ARSIP. SPESIFIKASI Bahan Kardus Arsip terbuat dari KARDUS BOX ARSIP INDOCREMA Kearsipan, membuat dan diantaranya menjual kami ATK dan menjual MAP bermerk seperti Hanging MAP, MAP Amplop, Guide, Ordner, kami juga membuat berbagai MAP kertas lipat dan juga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Pada saat sekarang ini, setiap perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam persaingan dengan perusahaan lainnya, harus bisa membuat semua lini proses bisnis perusahaan tersebut

Lebih terperinci

Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika

Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika Peramalan Kebutuhan Beban Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Algoritma Genetika M. Syafrizal, Luh Kesuma Wardhani, M. Irsyad Jurusan Teknik Informatika - Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

UKDW. Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

UKDW. Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat, perkembangan industri distribusi juga semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhan pasar

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dilingkungan Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika Wayan Firdaus Mahmudy (wayanfm@ub.ac.id) Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Abstrak.

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Pengantar 2. Struktur Algoritma Genetika 3. Studi Kasus: Maksimasi Fungsi Sederhana 4. Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN EVALUASI. dilakukan di bagian Departement Design sesuai penempatan yang dilakukan

BAB IV HASIL DAN EVALUASI. dilakukan di bagian Departement Design sesuai penempatan yang dilakukan BAB IV HASIL DAN EVALUASI 4.1 Prosedur Kerja Praktek Pelaksanaan kerja praktek di PT. Krisanthium Offset Printing dilakukan dalam waktu kurang lebih dua bulan (tujuh minggu) yang keseluruhannya dilakukan

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Optimasi Masalah Kombinatorial

Algoritma Evolusi Optimasi Masalah Kombinatorial Algoritma Evolusi Optimasi Masalah Kombinatorial Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Travelling Salesman Problem (TSP) 2. Flow-Shop Scheduling Problem (FSP) 3. Two-Stage Assembly

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP)

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) Rezki Susan Ardyati dan Dida D. Damayanti Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS BAGIAN PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIK DI PT. PUTRA SEJAHTERA MANDIRI

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS BAGIAN PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIK DI PT. PUTRA SEJAHTERA MANDIRI PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS BAGIAN PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIK DI PT. PUTRA SEJAHTERA MANDIRI TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada penelitian machine learning banyak sekali diperbincangkan tentang perilaku belajar mesin (komputer) agar mampu belajar dan berpikir cerdas layaknya manusia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini persaingan global merupakan suatu hal yang semakin diperhatikan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini persaingan global merupakan suatu hal yang semakin diperhatikan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persaingan global merupakan suatu hal yang semakin diperhatikan oleh banyak pihak. Belum lagi dengan adanya perdagangan bebas, yang tampaknya sudah dimulai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PENJADWALAN MENGGUNAKAN TEKNIK SISIPAN (INSERTION TECHNIQUE)

PENGEMBANGAN MODEL PENJADWALAN MENGGUNAKAN TEKNIK SISIPAN (INSERTION TECHNIQUE) PENGEMBANGAN MODEL PENJADWALAN MENGGUNAKAN TEKNIK SISIPAN (INSERTION TECHNIQUE) IR. DINI WAHYUNI, MT. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara 1. Latar Belakang Kecenderungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Dasar Penjadwalan Produksi Secara umum, penjadwalan merupakan suatu proses dalam perencanaan dan pengendalian produksi yang merencanakan produksi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA. tugas akhir. Acuan tersebut berupa desain artwork, layout, jenis cetak hingga. kualitas cetaknya yang meliputi kemasan dan brosur.

BAB III ANALISA. tugas akhir. Acuan tersebut berupa desain artwork, layout, jenis cetak hingga. kualitas cetaknya yang meliputi kemasan dan brosur. BAB III ANALISA 3.1 Studi Eksiting Tujuan dari studi eksiting ini adalah sebagai acuan atau tolak ukur bagi tugas akhir. Acuan tersebut berupa desain artwork, layout, jenis cetak hingga kualitas cetaknya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM

BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM BAB III ANALISA MASALAH DAN RANCANGAN PROGRAM III.1. Analisa Masalah Perkembangan game dari skala kecil maupun besar sangat bervariasi yang dapat dimainkan oleh siapa saja tanpa memandang umur, dari anak

Lebih terperinci

Bab II Konsep Algoritma Genetik

Bab II Konsep Algoritma Genetik Bab II Konsep Algoritma Genetik II. Algoritma Genetik Metoda algoritma genetik adalah salah satu teknik optimasi global yang diinspirasikan oleh proses seleksi alam untuk menghasilkan individu atau solusi

Lebih terperinci

PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PT. XYZ

PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PT. XYZ PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PT. XYZ Saiful Mangngenre 1, Amrin Rapi 2, Wendy Flannery 3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar, 90245

Lebih terperinci

ABSTRAK. Laporan Tugas Akhir. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Laporan Tugas Akhir. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Kerta Laksana adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pembuatan mesin, dimana pesanan pada perusahaan ini bersifat Job Order. Dalam menjadwalkan pesanan yang diterima, perusahaan

Lebih terperinci

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag.

Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. Zbigniew M., Genetic Alg. + Data Structures = Evolution Program, Springler-verlag. 12/11/2009 1 Ditemukan oleh Holland pada tahun 1975. Didasari oleh fenomena evolusi darwin. 4 kondisi yg mempengaruhi

Lebih terperinci

Packing House Jawa Timur

Packing House Jawa Timur Packing House Jawa Timur UPTI mamin & kemasan UNIT PELAKSANA TEKNIS INDUSTRI MAKANAN, MINUMAN DAN KEMASAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR Jl. Raya Trosobo Km. 20, Taman - Sidoarjo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Percetakan (printing) merupakan teknologi atau seni yang memproduksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Percetakan (printing) merupakan teknologi atau seni yang memproduksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Percetakan (printing) merupakan teknologi atau seni yang memproduksi salinan dari sebuah gambar dengan sangat cepat, seperti kata-kata atau gambargambar (image)

Lebih terperinci

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Kun Siwi Trilestari [1], Ade Andri Hendriadi [2] Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Singaperbanga Karawang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyusun suatu urutan prioritas kerja (sequencing) yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyusun suatu urutan prioritas kerja (sequencing) yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Penjadwalan pekerjaan pada mesin sangat perlu dilakukan oleh perusahaan untuk menyusun suatu urutan prioritas kerja (sequencing) yang sesuai dengan loading

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan BAB III PEMBAHASAN Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour pada pendistribusian roti di CV. Jogja Transport. 3.1 Model Matetematika

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. dari OOP (Object Oriented Programming) di mana dalam prosesnya, hal-hal

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. dari OOP (Object Oriented Programming) di mana dalam prosesnya, hal-hal BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM 3.1 Spesifikasi Rumusan Rancangan Program Algoritma Genetika dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip dan sifatsifat dari OOP (Object Oriented Programming) di mana dalam prosesnya,

Lebih terperinci

2. Perusahaan furniture memiliki variasi produk yang tinggi, sehingga tipe

2. Perusahaan furniture memiliki variasi produk yang tinggi, sehingga tipe BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN OBYEK PENELITIAN Penelitian dilakukan di PT. Hart.Co Kabupaten Kendal yang merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang furniture. Alasan pemilihan

Lebih terperinci

Penerapan Adaptive Genetic Algorithm dengan Fuzzy Logic Controller pada Capacitated Vehicle Routing Problem

Penerapan Adaptive Genetic Algorithm dengan Fuzzy Logic Controller pada Capacitated Vehicle Routing Problem Penerapan Adaptive Genetic Algorithm dengan Fuzzy Logic Controller pada Capacitated Vehicle Routing Problem Tri Kusnandi Fazarudin 1, Rasyid Kurniawan 2, Mahmud Dwi Sulistiyo 3 1,2 Prodi S1 Teknik Informatika,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Pemecahan masalah dalam penyusunan skripsi mempunyai beberapa tahapan penelitian yang digunakan. Tahapan tersebut di tuangkan dalam bentuk diagram alir pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer dan informasi dalam era globalisasi meningkat dengan sangat pesat, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi komputer dan sistem

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 6 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan CV. Lintas Nusa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa percetakan yang terletak di Jl. Kalidami No. 51 Surabaya. Pada

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Pada bab ini akan dibahas tentang analisis permasalahan, solusi permasalahan dan

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Pada bab ini akan dibahas tentang analisis permasalahan, solusi permasalahan dan BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas tentang analisis permasalahan, solusi permasalahan dan perancangan sistem dalam Rancang Bangun Aplikasi Cutting Stock Optimization Dengan

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ALGORITMA MEMETIKA DAN GRASP DALAM MENYELESAIKAN PFSP

BAB III PENERAPAN ALGORITMA MEMETIKA DAN GRASP DALAM MENYELESAIKAN PFSP BAB III PENERAPAN ALGORITMA MEMETIKA DAN GRASP DALAM MENYELESAIKAN PFSP Prosedur AM dan GRASP dalam menyelesaikan PFSP dapat digambarkan oleh flowchart berikut: NEH GRASP SOLUSI NEH SOLUSI ELIT MEMETIKA

Lebih terperinci

Genetic Algorithme. Perbedaan GA

Genetic Algorithme. Perbedaan GA Genetic Algorithme Algoritma ini bekerja dengan sebuah populasi yang terdiri atas individu-individu (kromosom). Individu dilambangkan dengan sebuah nilai kebugaran (fitness) yang akan digunakan untuk mencari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyelesaian masalah yang memiliki peranan penting dalam industri. yang terbatas terhadap pekerjaan yang berlebihan (Pinedo, 1992).

BAB 1 PENDAHULUAN. penyelesaian masalah yang memiliki peranan penting dalam industri. yang terbatas terhadap pekerjaan yang berlebihan (Pinedo, 1992). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjadwalan (scheduling) dan sequencing merupakan suatu bentuk dari penyelesaian masalah yang memiliki peranan penting dalam industri manufaktur dan jasa. Penjadwalan

Lebih terperinci

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PD BLESSING adalah sebuah perusahaan di Kota Bandung yang memproduksi pakaian bayi (Jumper). Perusahaan memproduksi barang sesuai dengan pesanan konsumen (job order). Pesanan dari konsumen dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka. Penelitian serupa mengenai penjadwalan matakuliah pernah dilakukan oleh penelliti yang sebelumnya dengan metode yang berbeda-neda. Berikut

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. yang telah dibuat sebelumnya, sehingga diharapkan dengan adanya implementasi ini

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. yang telah dibuat sebelumnya, sehingga diharapkan dengan adanya implementasi ini BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Implementasi program merupakan implementasi dari hasil analisis dan desain sistem yang telah dibuat sebelumnya, sehingga diharapkan dengan adanya implementasi

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC)

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC) PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DALAM PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM WITH PRECEDENCE CONSTRAINTS (TSPPC) Yayun Hardianti 1, Purwanto 2 Universitas Negeri Malang E-mail: yayunimoet@gmail.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peringkasan Teks 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peringkasan Teks Peringkasan teks adalah proses pemampatan teks sumber ke dalam versi lebih pendek namun tetap mempertahankan informasi yang terkandung didalamnya (Barzilay & Elhadad

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dimulai sejak tanggal 31 Agustus 2004 hingga tanggal 3 November 2004 dilakukan secara cermat dan menyeluruh, baik langsung maupun

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: IMPLEMENTASI MASS CUSTOMIZATION DALAM MINIMASI LEAD TIME DENGAN PENDEKATAN ALGORITMA CDS

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: IMPLEMENTASI MASS CUSTOMIZATION DALAM MINIMASI LEAD TIME DENGAN PENDEKATAN ALGORITMA CDS IMPLEMENTASI MASS CUSTOMIZATION DALAM MINIMASI LEAD TIME DENGAN PENDEKATAN ALGORITMA CDS Jatu Sandyakalaning 1, Salvia Fatma Aulia 2, Vanadhia Amanita 3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Gambaran Umum Departemen Pekerjaan Umum Departemen Pekerjaan Umum, biasa disebut Departemen PU, sempat bernama "Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah" (1999-2000)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Kerta Laksana merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur mesin. Sistem produksi yang diterapkan perusahaan ialah job shop karena perusahaan ini memproduksi banyak variasi mesin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Dalam suatu perusahaan, manajemen produksi dan operasi memegang peranan penting di mana tugas dari manajemen ini tidak lepas dari pengendalian

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang Masalah

Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang Masalah 1 Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Penjadwalan merupakan suatu proses pengurutan pembuatan produk secara menyeluruh pada sejumlah mesin dalam jangka waktu tertentu. Persoalan penjadwalan pada

Lebih terperinci

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS

Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Tugas Mata Kuliah E-Bisnis REVIEW TESIS Desain Algoritma Genetika Untuk Optimasi Penjadwalan Produksi Meuble Kayu Studi Kasus Pada PT. Sinar Bakti Utama (oleh Fransiska Sidharta dibawah bimbingan Prof.Kudang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penjadwalan diperlukan ketika beberapa pekerjaan harus diproses pada suatu mesin tertentu yang tidak bisa memproses lebih dari satu pekerjaan pada saat yang sama. Penjadwalan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian Pembangunan perangkat lunak dalam tugas akhir ini menggunakan seperangkat komputer dengan spesifikasi sebagai berikut :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Alat transportasi ini memiliki

BAB I PENDAHULUAN. hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Alat transportasi ini memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta api merupakan alat transportasi darat utama yang digunakan hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Alat transportasi ini memiliki multi keunggulan komparatif,

Lebih terperinci

dan c C sehingga c=e K dan d K D sedemikian sehingga d K

dan c C sehingga c=e K dan d K D sedemikian sehingga d K 2. Landasan Teori Kriptografi Kriptografi berasal dari kata Yunani kripto (tersembunyi) dan grafia (tulisan). Secara harfiah, kriptografi dapat diartikan sebagai tulisan yang tersembunyi atau tulisan yang

Lebih terperinci

komputasi dan memori yang rendah), mampu memecahkan permasalahan dengan area fasilitas yang sama atau tidak sama (equal and unequal area), dan

komputasi dan memori yang rendah), mampu memecahkan permasalahan dengan area fasilitas yang sama atau tidak sama (equal and unequal area), dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan tata letak fasilitas merupakan salah satu area penting dalam merancang sistem produksi sekaligus merupakan kunci untuk meningkatkan produktivitas pabrik.

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Penjadwalan Asisten Dosen Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus: STIKOM Bali)

Perancangan Sistem Penjadwalan Asisten Dosen Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus: STIKOM Bali) Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Perancangan Sistem Penjadwalan Asisten Dosen Menggunakan Algoritma Genetika (Studi Kasus: STIKOM Bali) I Made Budi Adnyana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN DESAIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN DESAIN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN DESAIN 3.1 Studi Eksisting Studi Eksisting merupakan pembelajaran, penelitian dan penghimpunan data benar keberadaannya di lokasi secara fisik (Dewi A., 2011). Maksud

Lebih terperinci

2.3.1.b Himpunan Fuzzy Trapezodial dengan L Fuzzy Set 12

2.3.1.b Himpunan Fuzzy Trapezodial dengan L Fuzzy Set 12 DAFTAR ISI Halaman Judul i Pernyataan Keaslian Tugas Akhir ii Lembar Pengesahan DosenPembimbingiii Lembar Pengesahan Dosen Penguji iv Halaman Persembahan Halaman Motto Kata Pengantar Abstraksi Daftar Isi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Tahapan-tahapan yang dilalui pada kegiatan penelitian digambarkan pada Gambar 3.1. Untuk mencapai tujuan penelitian maka dilakukan tahap-tahap penelitian

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Leonard Tambunan AMIK Mitra Gama Jl. Kayangan No. 99, Duri-Riau e-mail : leo.itcom@gmail.com Abstrak Pada saat ini proses penjadwalan kuliah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 1.1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan tingkat kebutuhan manusia, dalam kehidupan seharihari pemakaian karton sangat dibutuhkan sebagai suatu wadah untuk melindungi barang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Desain Desain Grafis berasal dari 2 buah kata yaitu Desain dan Grafis, kata Desain berarti proses atau perbuatan dengan mengatur segala sesuatu sebelum bertindak atau merancang.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktuwaktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus. Teknik pengukuran waktu terbagi atas dua bagian

Lebih terperinci

OTOMASI PENJADWALAN KEGIATAN PRKULIAHAN DI PERGURUAN TINGGI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA ( STUDI KASUS STIKI )

OTOMASI PENJADWALAN KEGIATAN PRKULIAHAN DI PERGURUAN TINGGI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA ( STUDI KASUS STIKI ) OTOMASI PENJADWALAN KEGIATAN PRKULIAHAN DI PERGURUAN TINGGI MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA ( STUDI KASUS STIKI ) Siska Diatinari Andarawarih 1) 1) Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T Abstrak : Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 43 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Metodologi penelitian merupakan suatu langkah-langkah sistematis yang akan menjadi pedoman dalam menyelesaan masalah (Sugiyono, 2004). Bab ini

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 42 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah dan Penjelasannya 3.1.1 Studi Pendahuluan Untuk mengidentifikasi masalah yang akan diteliti di PT. Furin Jaya, maka penulis melakukan

Lebih terperinci

Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika

Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika Rozak Arief Pratama 1, Esmeralda C. Djamal, Agus Komarudin Jurusan Informatika, Fakultas MIPA Universitas Jenderal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode pencarian yang disesuaikan dengan proses genetika dari organisme-organisme biologi yang berdasarkan pada teori evolusi

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Dalam menentukan model rumusan masalah perlu serangkaian hipotesis yang membantu alir pemikiran untuk mengambil keputusan

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak industri yang mengalami perkembangan salah satunya adalah PT DI (Dirgantara Indonesia). Perusahaan ini merupakan satu-satunya badan usaha milik negara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan algoritma pencarian heuristik ysng didasarkan atas mekanisme seleksi alami dan genetika alami (Suyanto, 2014). Adapun konsep dasar

Lebih terperinci