BAB II STUDI LITERATUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STUDI LITERATUR"

Transkripsi

1 BAB II STUDI LITERATUR Bab ini berisi mengenai landasan teori yang dapat dipakai untuk mengkaji berbagai aspek yang relevan dengan penelitian seperti bagaimana cara menyusun indikator-indikator penilaian yang dikembangkan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok pada proyek konstruksi dalam rangka pencapaian konstruksi ramping, aspek-aspek apa yang akan menjadi dasar dalam penyusunan indikator serta jenis-jenis data di lapangan seperti apa yang akan menjadi acuan dalam penyusunan indikator. Sehingga untuk mendukung hal tersebut pada bab ini akan dibahas antara lain mengenai konsep dan definisi rantai pasok (supply chain), konsep dan definisi pengelolaan rantai pasok (supply chain management) baik pada industri konstruksi maupun industri lain (manufaktur), serta uraian mengenai konsep konstruksi ramping (lean construction) yang menyertakan pengelolaan rantai pasok (supply chain management) sebagai salah satu aplikasinya di tingkat proyek, selain itu juga dibahas mengenai konsep dan definisi indikator kinerja rantai pasok (supply chain) serta konsep kinerja supply chain di berbagai industri, meliputi pengukuran kinerja supply chain perusahaan manufaktur yang pernah dikembangkan dan pengembangan indikator kinerja berbasiskan konsep konstruksi ramping (lean construction) yang pernah dilakukan. Di dalam proses penelitian, studi literatur ini nantinya akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan indikator penilaian untuk mengukur kinerja dalam rantai pasok (supply chain) pada proyek konstruksi dan juga mendukung terhadap pengembangan instrumen pengumpulan data berupa butir-butir pertanyaan untuk bahan wawancara Konsep dan Definisi Rantai Pasok (Supply Chain) Rantai pasok (supply chain) adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasa kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan, yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran dari barang/jasa tersebut. Dalam hal ini istilah supply yang dimaksudkan tidak hanya meliputi penyaluran barang saja, tetapi juga termasuk 10

2 11 proses dan aktifitas yang terjadi selama perubahan barang tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Christopher (1998) yang menyatakan bahwa rantai pasok (supply chain) merupakan jaringan organisasi-organisasi yang terlibat mulai dari hulu hingga hilir, dalam proses dan aktifitas yang berbeda yang menghasilkan value dalam bentuk produk dan jasa bagi pengguna akhir. Menurut Pujawan (2005), di dalam suatu jaringan rantai pasok (supply chain) terdapat 3 (tiga) macam aliran yang harus dikelola dengan baik, sebagaimana diilustrasikan didalam Gambar 2.1, sehingga efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi dapat ditingkatkan. Gambar 2.1. Tiga macam aliran yang harus dikelola dengan baik dalam suatu jaringan rantai pasok (supply chain) (Sumber: Pujawan.I.N., 2005) 1. barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier material ke suatu pabrik material setengah jadi. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke proyek dan hasilnya kemudian digunakan oleh konsumen. 2. uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. 3. informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Misalnya informasi tentang persediaan produk yang masih ada di suatu proyek, sering dibutuhkan oleh supplier maupun pabrik yang ikut terlibat di dalamnya. Dan sebaliknya informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik maupun proyek. Sedangkan informasi tentang status pengiriman bahan baku juga

3 12 sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima. Perusahaan pengiriman harus membagi informasi seperti ini agar pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat. Berdasarkan aliran yang terjadi di atas, berikut ini terdapat beberapa data terkait dengan aliran barang, aliran uang dan aliran informasi yang umumnya didokumetasikan di proyek-proyek konstruksi, data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1. Data Proyek yang Berhubungan Dengan Barang, Uang dan Informasi Data Proyek Definisi Sumber Variation Order (VO) dan Change Order (CO) Daftar kendala yang terjadi selama masa pelaksanaan Data risalah jenis-jenis rapat yang dilakukan selama masa pelaksanaan Suatu permintaan tertulis secara sepihak kepada kontraktor untuk merubah syarat/ kebutuhan kontrak selama masih di dalam cakupan kontrak dan konsisten dengan isi perjanjian kontrak Suatu formulir yang dibuat oleh kontraktor konstruksi untuk merubah cakupan pekerjaan dan harga kontrak termasuk juga dokumen perjanjian Suatu permintaan tertulis, ditandatangani oleh pejabat kontrak organisasi, ditujukan kepada kontraktor untuk membuat perubahan, di mana di dalam perubahan memuat kewenangan pejabat kontrak untuk meminta tanpa ijin dari kontraktor Suatu dokumen yang memberikan kewenangan perubahan pada beberapa aspek proyek Kondisi-kondisi eksisting di lapangan yang bisa mengganggu flow pekerjaan seperti ketersediaan sumberdaya, disain gambar yang belum selesai, persetujuan dari klien, belum selesainya pekerjaan yang mendahului (downstream), dan lain-lain Suatu form yang berisi catatan dari setiap hasil rapat yang dilakukan di proyek. Biasanya terdiri dari : Jenis rapat yang dilakukan, tanggal rapat dilakukan, daftar hadir pihak yang terlibat, uraian masing-masing perihal yang dibahas dalam rapat, solusi/ tindak lanjut yang akan dilakukan Project Management Dictionary, 2006 Project Management Dictionary, 2006 Project Management Dictionary, 2006 Project Management Dictionary, 2006 Project Management Dictionary, 2006 Hasil wawancara Jenis informasi informasi informasi

4 13 Data Proyek Definisi Sumber Data catatan hasil pengawasan yang dilakukan proyek terkait inspeksi dan tes terhadap subkontraktor Puchase Order (PO) dalam pengadaan material Data monitoring kedatangan material Data material reject Data inventory material di gudang Catatan keikutsertaan subkontraktor dalam perencanaan pelaksanaan Daftar complaints yang terjadi selama masa pelaksanaan Suatu form yang berisi catatan hasil inspeksi dan tes yang dilakukan terhadap subkontraktor atas hasil pekerjaan (keseuaian dengan mutu yang disyaratkan) yang menjadi tanggungjawabnya atau terhadap supplier atas hasil keseuaian dan ketepatan pengiriman material yang juga menjadi tanggungjawabnya Sebuah dokumen standar yang digunakan untuk mendapatkan suplai suatu barang dan bukan merupakan suatu layanan pribadi ketika nilai transaksinya relatif kecil. Dengan mengeluarkan order pembelian, berarti juga menyatakan komitmen kontrak pembelian Sebuah dokumen komitmen yang umumnya hanya untuk memperoleh barang dan alat oleh sebuah organisasi. Penggunaannya dapat terbatas pada nilai transaksi maksimum. Dokumen ditujukan pada supplier dan mengikat organisasi untuk membeli berdasarkan persyaratan tertentu dalam order Suatu form yang berisi catatan kedatangan material/barang di proyek Material/produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diberikan atau tidak sesuai dengan yang diharapkan (material yang rusak/cacat pada saat diterima di proyek) sehingga kemungkinan material/produk tersebut akan langsung di kembalikan atau diperbaiki sebelum diterima Material yang digunakan tetapi kedatangannya di site terlalu cepat dari waktu yang dijadwalkan atau tidak langsung digunakan (misal karena jadwal pemasangan terlambat), sehingga menumpuk di gudang serta menimbulkan tambahan biaya, tempat dan untuk mengelolanya Suatu catatan yang menunjukkan ada tidaknya keikutsertaan sub kontraktor, dan supplier material yang terlibat di dalam perencanaan untuk pelaksanaan Bentuk ketidakpuasan/protes yang dilakukan baik dari pihak owner terhadap kontraktor, maupun dari pihak kontraktor terhadap subkontraktor/ supplier atas hasil kerja atau ketidakesesuaian material terhadap spesifikasi yang telah disyaratkan Hasil wawancara Project Management Dictionary, 2006 Project Management Dictionary, 2006 Hasil wawancara Project Management Dictionary, 2006 Project Management Dictionary, 2006 Hasil wawancara Project Management Dictionary, 2006 Jenis informasi dan material informasi dan material informasi dan material informasi dan material informasi dan material informasi informasi

5 14 Data Proyek Definisi Sumber Invoice Term pembayaran Retur RFQ/RFP Tagihan atau permintaan tertulis seorang kontraktor untuk pembayaran yang termuat dalam kontrak atas pasokan yang dikirimkan atau pelayanan yang dilakukan Sebuah dokumen yang diterbitkan oleh seorang kontraktor sebagai permintaan pembayaran atas pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan persyaratanpersyaratan kontraknya. Invoice harus diperiksa dan diberi kode oleh akuntan proyek sebelum dikirimkan kepada manajer untuk meminta pengesahannya. Invoice adalah dokumen yang mengawali suatu pembayaran Aturan pembayaran material untuk supplier Surat pengembalian barang yang telah dikirim (diterima) dengan alasan rusak, tak laku, dsb Permintaan resmi untuk mengajukan harga barang dan/atau layanan sebagaimana yang ditentukan Permintaan penawaran. Umumnya digunakan dengan prosedur pengadaan/pembelian yang disederhanakan Project Management Dictionary, 2006 Project Management Dictionary, 2006 Project Management Dictionary, 2006 Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 2005 Project Management Dictionary, 2006 Project Management Dictionary, 2006 Jenis finansial finansial material dan Informasi informasi Hal-hal tersebut diatas sejalan dengan pendapat Hanfield dan Nichols (1999) yang mendefinisikan supply chain sebagai semua aktifitas yang berhubungan dengan aliran dan transformasi material mulai dari tahapan material alam hingga pengguna akhir serta aliran informasi baik ke hulu maupun ke hilir. Arbulu dan Ballard (2005), bahkan berpendapat bahwa dalam suatu supply chain yang baik terdapat sistem pasokan yang harus didefinisikan, dirancang, dan diimplementasikan untuk mendapatkan aliran yang efektif dari material, informasi dan dana pada suatu supply chain. Oleh karena itulah peningkatan efektifitas dan efisiensi dalam suatu pelaksanaan proyek konstruksi melalui pemilihan dan pengelolaan yang tepat terhadap jaringan supply chain sangatlah mungkin untuk dilakukan.

6 15 Selain sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasa kepada para pelanggannya, melalui berbagai proses dan aktifitas yang berbeda yang terkait dengan aliran material, uang dan informasi yang harus dikelola dengan baik, konsep supply chain ini juga merupakan suatu konsep baru di dalam melihat persoalan logistik (pengadaan barang dan jasa) dengan pandangan yang berbeda. Dalam konsep lama, logistik dipandang sebagai persoalan intern sehingga pemecahannya pun dititikberatkan pada pemecahan secara intern pada masing-masing perusahaan. Sedangkan dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang. Karenanya optimasi tidaklah mencukupi jika hanya dilakukan pada tingkat organisasi saja, sehingga diperlukan suatu pendekatan baru untuk memenaje hubungan antar pihak tersebut dalam suatu rangkaian rantai yang utuh, dengan melewati batas-batas organisasi yang ada agar optimalisasi total dapat tercapai. Di dunia global yang sangat kompetitif dewasa ini, desakan bagi perusahaan untuk menemukan cara-cara baru dalam menciptakan dan memberikan nilai tambah bagi konsumennya semakin kuat. Perusahaan saat ini dituntut untuk dapat menyampaikan produknya dengan efektif dan efisien, dimana yang menjadi tuntutan terhadap efisiensi tersebut adalah membentuk struktur organisasi yang lebih datar (dengan mengeluarkan fungsi-fungsi pendukungnya), sehingga hal ini mendorong perusahaan untuk lebih fokus pada bisnis intinya (core business) dan mengeluarkan aktifitas pendukungnya (non core business) pada pihak lain diluar perusahaan tersebut. Inilah yang mengakibatkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu bisnis saat ini bukan lagi merupakan output dari satu organisasi secara individu, melainkan merupakan output dari suatu rangkaian organisasi atau Supply Chain (Maylor, 2003). Lebih lanjut dikatakan oleh Maylor bahwa, supply chain pada dasarnya merupakan sekumpulan supplier dan costumer yang terhubung, dimana setiap costumer pada gilirannya akan menjadi supplier bagi organisasi hilir selanjutnya. Rangkaian hubungan tersebut terjadi didalam suatu rentang proses perubahan

7 16 material, yang dimulai dari tahapan material alam hingga produk akhirnya yang diterima oleh pengguna akhir. Namun hal tersebut menjadi sangat kompleks karena perusahaan tertentu memiliki hubungan ke hulu dengan beberapa supplier (multiple suppliers) dan ke hilir dengan beberapa costumer (multiple costumers). Dan meluas antara supplier dengan supplier-nya supplier dan costumer dengan costumer-nya costumer. Karena adanya kompleksitas itulah, maka kemampuan mengintegrasikan mata rantai pasokan (supply chain) dan wawasan serta pengetahuan terkini tentang manajemen rantai pasok (supply chain management), yang telah diakui dapat meningkatkan kompetensi dan pencapaian optimalisasi total bagi perusahaan sangatlah diperlukan. Salah satu konsep dari industri manufaktur yang dapat mendukung hal ini adalah konsep Supply Chain Management (SCM) Konsep dan Definisi Pengelolaan Rantai Pasok (Supply Chain Management) Supply Chain Management (SCM) merupakan pendekatan manajemen yang terintegrasi dari aktifitas-aktifitas yang terjadi dalam proses perubahan material, melalui peningkatan hubungan dalam supply chain (Hanfield & Nichols, 1999). Sedangkan menurut pendapat Paulson et al. (2000), Supply Chain Management merupakan suatu filosofi terintegrasi untuk mengatur dan mengelola aliran total di suatu jaringan supply chain mulai dari supplier hingga konsumen akhir. Pemikiran yang mendasari konsep ini adalah berusaha mengurangi kesia-siaan (ketidakefisienan/inefisiensi) dan optimalisasi pencapaian value dalam jaringan supply chain-nya, agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan memberikan kepuasan pada pelanggan. Selain itu konsep ini juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan suatu perusahaan dalam mengintegrasikan mata rantai pasokan (supply chain) pihak-pihak yang terlibat, agar peningkatan kompetensi dan pencapaian optimalisasi total bagi perusahaan dapat diraih. Untuk dapat mengaplikasikan suatu supply chain management (SCM) yang baik, maka suatu organisasi/perusahaan tentunya harus mempunyai kemampuan yang memadai untuk menunjang pelaksanaannya. Beberapa prasyarat dalam SCM yang harus dimiliki adalah sebagai berikut (Vrijhoef, 1999) :

8 17 Strategi untuk mengatur proses transfer yang lancar dan efektif termasuk pembagian dan pengawasan terhadap informasi dalam supply chain Leadership dalam proses supply chain Keahlian dalam mengatur inventori Keahlian bernegosiasi Keahlian untuk bekerja bersama dengan orang/pihak ketiga Perspektif yang luas antar perusahaan Orientasi pada jangka panjang Hubungan berkembang dalam horizon untuk membagi resiko dan penghargaan secara seimbang sepanjang waktu Bekerja bersama-sama secara akrab/dekat Koordinasi pada level perusahaan dan manajemen Semua partisipan supply chain harus mendapat informasi yang jelas tentang isu-isu kepentingan yang mendasar Level koordinasi dua arah dan visibilitas pada fungsi dan proses bisnis Pada industri manufaktur, dengan potensinya berupa proses pengulangan yang tinggi, serta masa produksi yang relatif panjang, telah memungkinkan industri ini untuk membentuk jaringan supply chain yang stabil, efektif dan efisien pada awal masa produksinya, untuk kemudian mendapatkan manfaat pada proses-proses selanjutnya. Tetapi dalam industri konstruksi, khususnya dalam proyek konstruksi bangunan, kesempatan yang tersedia jauh lebih sempit. Hal ini disebabkan karena keunikan dari masing-masing proyek konstruksi bangunan telah menyebabkan setiap proyek memiliki konstelasi jaringan supply chain yang berbeda. Di samping itu, masa pelaksanaan yang relatif singkat, telah mempersempit proses pembelajaran dalam membentuk jaringan supply chain konstruksinya. Kondisi ini telah membatasi industri konstruksi dalam membentuk jaringan supply chain konstruksi yang efisien seperti halnya dalam industri manufaktur, sehingga diperlukan suatu cara untuk menanggulanginya.

9 18 Meskipun karakteristik industri konstruksi berbeda dengan manufaktur, namun tahapan dan proses kegiatan-kegiatan yang dilakukan bisa diperbaiki secara bertahap, karena selalu terjadi keberulangan proses, meskipun tidak persis sama antara satu proyek dengan proyek lainnya (Egan, 1998), oleh karena itu transfer aplikasi dan teori mengenai pengelolaan supply chain dari sektor manufaktur ke industri ini sangat mungkin untuk dilakukan dan dipercaya sebagai salah satu usaha yang strategis yang dapat meningkatkan daya saing suatu perusahaan konstruksi di tengah semakin ketatnya persaingan lokal, regional maupun global, sebagaimana layaknya industri manufaktur. Berikut ini beberapa pendekatan yang berasal dari industri manufaktur, namun telah dikembangkan oleh beberapa peneliti sehingga dapat digunakan didalam mengelola jaringan supply chain pada industri konstruksi : 1. Penggunaan sistem cluster (kluster) dan collaborative design didalam mengelola fragmentasi pada suatu supply chain dalam proyek konstruksi. Nicolini et al. (2001) menyatakan bahwa ketidakefisienan (inefisiensi) akan terjadi apabila sistem koordinasi terpusat menjadi pilihan dalam mengelola fragmentasi dalam suatu supply chain konstruksi. Oleh karena itu untuk memberikan fasilitas dalam pembagian informasi, disarankan untuk digunakan sistem cluster (kluster), yaitu sebuah organisasi temporer terdiri atas perencana (tim desain) dan supplier untuk mendukung kolaborasi intensif antara berbagai disiplin. Desain kluster ini dianggap dapat meminimalkan interface, sehingga dapat memfasilitasi tranparansi dalam komunikasi. Berdasarkan terminologi collaborative design, Bogus et al. (2000) mengusulkan agar tim perencana yang dimaksud di atas diperluas, termasuk kontraktor, sub kontraktor, dan supplier material, sehingga perencanaan tidak terbatas hanya pada konsultan perencana saja. Meskipun terjadi komunikasi yang lebih sulit, namun dengan bantuan teknologi informasi yang lebih canggih hambatan ini dapat diatasi. 2. Koordinasi dan komunikasi antara para pelaku yang terlibat dalam supply chain di suatu proyek. Arbulu and Tommelein (2002) menekankan pentingnya koordinasi dan komunikasi antara para pelaku yang terlibat dalam supply chain untuk

10 19 menghasilkan produk sesuai dengan waktu yang direncanakan, karena di dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan, waktu yang diperlukan untuk aliran informasi dan material site seringkali tidak diperhitungkan. Sebagai aplikasi didalam mempermudah koordinasi dan komunikasi, Chua et al. (1999) dan Choo & Tommelein (2000) secara ekstensif mendiskusikan aspek perencanaan dan penjadwalan aliran informasi melalui pengembangan model distribusi informasi Integrated Production Scheduler (IPS). Didalam model tersebut semua anggota dalam proyek bertanggung jawab untuk mengeksekusi jadwal dan menyediakan X informasi yang relevan, sehingga seluruh proses menjadi jelas dan dapat diterima oleh semua pihak. Lebih lanjut juga dikatakan proyek yang dinamis dan kompleks menuntut struktur komunikasi yang baik. Mereka juga mengembangkan program database yang disebut WorkMovePlan untuk menyusun perencanaan ke depan dan perencanaan kerja mingguan secara otomatis, yang memungkinkan para pelaku proyek berbagi informasi tentang jadwal terakhir dan konflik yang mungkin terjadi. 3. Fleksibilitas transfer informasi dalam proses delivery proyek. Lane and Woodman (2000) mencoba untuk meningkatkan fleksibilitas transfer informasi dalam proses delivery proyek dengan menggunakan kerangka Last Responsible Movement (LRM), yaitu sebuah mekanisme transfer informasi yang menggunakan konsep JIT (Just in Time). Sedangkan Taylor and Bjomsson (2002), mengusulkan kerangka "the e-chain" untuk mengintegrasikan aliran informasi yang terpisah serta mengefisienkan pertukaran informasi dan aliran material. 4. Penggunaan strategi partnering didalam mengelola hubungan antar pihak yang terlibat dalam proyek. Ohnuma et al. (2000), mengusulkan konsep partnering, yaitu komitmen jangka panjang yang memberikan manfaat bagi semua pihak yang bersepakat berupa peningkatan efisiensi dari sumber daya yang dimiliki. Dasar dari partnering adalah kepercayaan (trust) dan kejujuran (honesty). Penggunaan strategi kemitraan (partnering) ini perlu dilakukan, karena dengan strategi ini akan terbentuk suatu tanggungjawab bersama antara pihak-pihak yang terkait

11 20 (terikat dalam dalam suatu kerjasama), untuk dapat mengembangkan produknya secara terus-menerus, meningkatkan kualitas dengan melakukan berbagai inovasi yang dapat mendukung ke arah yang lebih baik, mengurangi waste serta melakukan perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement). Kumaraswammy (2000), kemudian membedakan partnering kedalam dua bentuk yang didasarkan pada durasi dari kerja sama yang dilakukan, yaitu project partnering dan strategic partnering. Project partnering adalah hubungan yang terjadi dalam satu proyek tertentu saja, sementara strategic partnering adalah hubungan yang terjadi dalam jangka panjang dan melibatkan lebih dari satu proyek konstruksi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan mengenai beberapa hal yang sangat ditekankan dalam mengelola supply chain pada industri konstruksi, salah satunya yaitu pentingnya efisiensi pada aliran material, dana dan informasi dalam suatu jaringan supply chain. Hal ini bisa terwujud dengan adanya dukungan berupa : Perbaikan sistem komunikasi dan pengelolaan aliran informasi melalui dukungan teknologi informasi yang baik Penggunaan alat bantu/tools (seperti pengembangan program database) Planning and Schedulling yang terintegrasi Penggunaan sistem cluster (kluster) dan collaborative design didalam mengelola fragmentasi Penggunaan konsep Just in Time (JIT) dalam transfer informasi Penggunaan strategi kemitraan/ partnering didalam mengelola hubungan antar pihak yang terlibat, dll. Karena itulah dalam konteks ini, konsep Supply Chain Management (SCM) dianggap sebagai salah satu usaha pengaplikasian paling tepat dan sangat penting dalam membentuk suatu jaringan kerjasama yang efisien antar pihak-pihak yang terlibat dalam suatu jaringan supply chain pelaksanaan pekerjaan konstruksi demi tercapainya tujuan bersama, yaitu tercapainya value yang maksimal dengan waste yang minimal bagi customer, di dalam Konstruksi Ramping (Lean Construction).

12 Konsep Konstruksi Ramping (Lean Costruction) Industri konstruksi banyak mengadopsi teori dari industri manufaktur dalam mengelola proses produksinya dengan tujuan mengurangi waste serta meningkatkan value. Salah satu inovasi yang fundamental yang diadopsi dari industri manufaktur adalah teori produksi yang dinamakan Lean Production kepada proses konstruksi, yang selanjutnya disebut Konstruksi Ramping (Lean Construction). Sejarah Lean Construction Penelitian mengenai lean construction dilakukan pertama kali oleh Koskela pada tahun Dalam penelitiannya, Koskela mempelajari dan meneliti kesalahan dan ketidakmampuan model konseptual dari manajemen konstruksi tradisional untuk membawa proyek tepat waktu, biaya dan kualitas berdasarkan sistem produksi ideal yang berasal dari Toyota Production System di Perusahaan Toyota. Kesalahan dan ketidakmampuan ini telah berhasil ditunjukkan melalui suatu data empiris di lapangan yang memperlihatkan rendahnya tingkat efisiensi di proyek konstruksi. Analisa kegagalan perencanaan proyek mengindikasikan bahwa pada umumnya hanya sekitar 50% dari rencana pekerjaan mingguan yang dapat diselesaikan tepat diakhir minggu perencanaan tersebut. Dari hasil analisa itu Koskela mengambil kesimpulan bahwa untuk kebutuhan pengembangan dalam industri konstruksi dibutuhkan adanya suatu teori produksi yang sesuai dengan karakteristik dari proyek konstruksi itu sendiri. Adanya keinginan untuk menjadikan industri konstruksi mengikuti industri manufaktur dalam pengurangan waste, maka diperlukan suatu inovasi yang fundamental. Dalam hal ini, suatu inovasi dalam teori dasar dan paradigma di dunia konstruksi dipercaya dapat memberikan dampak yang menyeluruh dan signifikan. Sebagaimana yang biasa dilakukan, industri konstruksi banyak mengadopsi dan belajar dari industri manufaktur, maka salah satu inovasi yang fundamental itu adalah adopsi teori produksi yang dinamakan Lean Production kepada proses konstruksi, yang selanjutnya disebut sebagai Konstruksi Ramping (Lean Construction). Dengan demikian Konstruksi ramping merupakan penerapan lean principles yang diterapkan pada industri manufaktur kepada industri

13 22 konstruksi dengan tujuan untuk meningkatkan value dan mcngurangi waste. Terdapat lima prinsip utama dalam Lean Production. Prinsip-prinsip lean yang dimaksud adalah sebagai berikut (Womack dan Jones, 1996): 1. Value. Pendefinisian nilai harus sangat spesifik dan dilakukan oleh customer akhir. 2. The Value Stream. Harus didesain sedemikian rupa sehingga terdapat perpindahan nilai yang terdefinisi dari suatu kegiatan ke kegiatan yang lain, mulai dari kegiatan problem-solving di awal, kemudian ke kegiatan pengelolaan informasi, dan kepada kegiatan transformasi dari material mentah hingga produk akhir. 3. Flow. Perpindahan nilai tersebut harus dilakukan secara mengalir, tidak ada hambatan. 4. Pull. Untuk menghindari produk yang tidak terpakai, dan mengurangi waste, maka produk sebaiknya diproduksi ketika diminta oleh pengguna. 5. Perfection. Kegiatan memperbaiki semua proses dengan terus menerus harus dilakukan untuk mencapai kesempurnaan. Konsep Konstruksi Ramping (sumber : Koskela, 1992) Koskela pada tahun 1992, kemudian mengembangkan suatu teori dasar tentang produksi yang berbasiskan proyek konstruksi. Ide dasarnya adalah bahwa konstruksi seharusnya tidak hanya dilihat sebagai proses penciptaan produk dari input menjadi output (Conversion/C) saja namun harus dilihat juga sebagai suatu Flow (F) dari pekerjaan dan suatu penciptaan Value (V) sebaik mungkin. Conversion merupakan suatu proses perubahan input menjadi output sehingga bisa dimanfaatkan oleh konsumen atau digunakan untuk proses produksi berikutnya sebagaimana diilustrasikan melalui Gambar 2.2.

14 23 Gambar 2.2. Konsep Conversion (Sumber: Koskela 1992) Konsep conversion ini menurut Koskela sangat fokus kepada aktifitas, sehingga kurang memperhatikan terhadap aktifitas yang tidak memberikan tambahan value (non-value adding activities). Oleh karena itu, perlu diperlengkapi dengan suatu konsep baru yang bisa lebih memperhatikan terhadap non-value adding activities tersebut. Berdasarkan kondisi tersebutlah, maka Koskela mengembangkan konsep flow. Konsep flow memandang produksi sebagai rangkaian aktifitas proses produksi (processing), aktifitas menunggu (waiting), aktifitas inspeksi (inspecting) dan proses perpindahan aktifitas (transporting/moving). Dalam pandangan konsep flow ini, hanya aktifitas proses produksi (processing) saja yang dilihat sebagai aktifitas yang dapat memberikan tambahan value (value adding activities) pada konsumen, sementara aktifitas menunggu (waiting), inspeksi (inspecting) dan perpindahan (transporting/moving) dikategorikan sebagai aktifitas yang tidak memberikan tambahan value (non-value adding activities), sehingga harus diminimalkan dari proses produksi yang utama. Pada Gambar 2.3. berikut ini diberikan ilustrasi mengenai konsep flow. Gambar 2.3. Konsep Flow (Sumber: Koskela 1992)

15 24 Konsep flow ini sangat menekankan pada usaha meminimalkan non-value adding activities dan meningkatkan value adding activities. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai lean production system dengan sesedikit mungkin atau bahkan tidak ada waste. Mengidentifikasi dan mengurangi sumber dari waste merupakan langkah awal untuk penerapan konsep ini. Berikut ini adalah kategori dari waste yaitu : 1. Overproduction: kategori waste ini dihasilkan karena ketidaksesuaian/ kelebihan produksi dari rencana yang telah ditetapkan. 2. Inventory: produk akhir, semi-finished product, atau sumberdaya yang terdapat dalam gudang yang tidak memberikan tambahan nilai dikategorikan dalam kategori waste ini. Waste dalam ketegori ini biasanya menimbulkan tambahan biaya untuk sistem produksi baik berupa tempat, uang, dan membutuhkan tambahan peralatan dan orang. 3. Repair/rejects: merupakan produk yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, biasanya membutuhkan biaya tambahan untuk memperbaikinya kembali. 4. Motion: perpindahan aktifitas yang tidak memberikan tambahan nilai merupakan aktifitas yang tidak produktif dan termasuk dalam kategori waste 5. Transport: meskipun kadangkala aktifitas ini merupakan hal penting dalam proses produksi, namun perpindahan material dan produk yang tidak memberikan tambahan value tetap dikategorikan sebagai waste 6. Processing: waste dihasilkan dalam proses produksi ketika sistem perencanaan tidak efisien dan kinerja sistem produksi tidak bisa mencapai perencanaan yang telah ditentukan. 7. Waiting: waste ini dihasilkan karena adanya bagian-bagian dalam proses produksi mengalami delay dari schedule yang direncanakan, sehingga aktifitas yang ada sesudahnya mengalami delay juga. Value merupakan nilai yang ditentukan oleh konsumen yang merupakan kebutuhan yang harus diterima secara spesifik sesuai dengan spesifikasi, waktu,

16 25 tempat dan biaya yang telah ditentukan. Konsep value ini harus mencakup seluruh aspek dalam sistem produksi dan persepsi konsumen terhadap value yang diinginkan harus menjadi sumber utama dalam menentukan prioritas strategi dalam sistem produksi. Konsep value ini dapat dilustrasikan melalui Gambar 2.4. Gambar 2.4. Konsep Value (Sumber: Koskela 1992) Berdasarkan berbagai literatur, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan conversion merupakan hal yang penting di konstruksi, yaitu dengan mengontrol dan mengoptimalkan sumberdaya melalui hirarki, sehingga proses produksi dari input menjadi output di proyek konstruksi dapat berjalan dengan baik. Pengelolaan flow di konstruksi dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem perencanaan dan pengendalian proyek. Perencanaan yang bisa menjamin dan mengoptimalkan aktifitas dalam proses produksi yang merupakan value adding activities dan mengurangi non-value adding activities akan mampu menciptakan flow pekerjaan yang lancar. Sementara penciptaan value yang sesuai keinginan konsumen merupakan konsep dasar yang melingkupi semua tahapan dalam proses produksi suatu produk. Sistem produksi yang dikembangkan oleh Koskela dari sistem produksi lean production dengan berbasiskan proyek konstruksi inilah yang kemudian dinamakan sistem produksi konstruksi ramping (lean construction). Beberapa Aplikasi Konstruksi Ramping Dalam pengimplementasian konstruksi ramping terdapat alat (tools) yang dibutuhkan untuk menciptakan rangkaian value dan flow yang baik, yaitu dengan alat Work Structuring dan Production Control. Di dalam setiap tahap dan juga aspek terdapat pula tools lain yang dikembangkan agar setiap tahap dan aspek dapat mendukung penciptaan value yang diinginkan, menciptakan flow yang baik serta mengurangi waste. Beberapa alat yang dimaksud adalah alat manajemen

17 26 yang sudah ada sejak lama di dunia manufaktur dan telah diterapkan dengan berhasil, seperti supply chain management, pre-fabrication, pre-assembly, standardization, constructability, just in time dan lain-lain. Berikut uraian singkat terkait tiga alat yang digunakan, yaitu work structuring, supply chain management, dan production control, berdasarkan satu sumber yang ditulis oleh Abduh (2006). a. Work Structuring Work Structuring (WS) adalah terminologi yang diciptakan oleh Lean Construction Institute (LCI) untuk kegiatan pengembangan rancangan proses dan operasi yang dilakukan bersamaan seiring dengan perancangan produk, penentuan struktur supply chain pengalokasian sumber daya dan usaha perancangan untuk pelaksanaan. Tujuan dan WS ini adalah untuk membuat aliran kegiatan yang lebih andal, dan cepat tanpa mengurangi value kepada customer. Salah satu alat yang banyak digunakan dalam work structuring ini adalah simulasi. Simulasi ini bertujuan untuk mencari kemungkinan permasalahan perancangan proses, misalnya mencari bottle neck, mencari jumlah sumber daya yang optimal, mencari keseimbangan antar pekerjaan, serta mencari produktivitas yang diharapkan. Simulasi ini akan lebih memberikan kepastian kepada rencana yang dikembangkan. b. Supply Chain Management Supply Chain Management (SCM) dalam konteks proyek konstruksi adalah kegiatan mengatur, mengkoordinasikan, dan mengintegrasikan aliran material dengan aliran informasi di antara seluruh pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi. Kondisi konstruksi ramping dalam SCM dapat dicapai bila setiap stakeholder telah memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan proyek. Pada kondisi ini terlihat bahwa waste yang berhubungan dengan aliran material dan aliran informasi dapat diminimalkan bahkan dihilangkan. Hubungan antar stakeholder diikat dalam bentuk relational contract sehingga koordinasi antar stakeholder baik secara horizontal maupun secara vertical dapat berlangsung dengan lebih baik lagi.

18 27 Dengan demikian SCM merupakan pengelolaan seluruh pihak yang terlibat dalam mensuplai sumberdaya mulai dari hulu hingga hilir rantai kegiatan. Pengelolaan tersebut ditekankan agar dapat menghindari penumpukan sumber daya yang tidak berguna (waste) dan terjadi flow antara kegiatan yang memerlukan sumber daya tersebut. Sehingga SCM akan sangat erat kaitannya dengan sistem outsourcing dan procurement serta hubungan antar pihak yang terkait. c. Production Control Pada prakteknya, yang sering dilakukan terkait dengan pengendalian hanya berupa penilaian pelaksanaan pekerjaan dan membandingkannya dengan perencanaan yang dilakukan. Padahal terkadang perencanaan yang dilakukan, misalnya dengan work structuring, belum tentu dapat diandalkan. Sehingga ada kemungkinan deviasi yang terjadi bukan karena kinerja pelaksanaan yang buruk, tetapi lebih kepada perencanaan yang tidak realistis. Dalam sistem pengendalian produksi dengan konsep konstruksi ramping, praktek tersebut dapat diperbaiki dengan menggunakan sistem the Last Planner (Ballard, 2000b). Sistem the Last Planner ini merupakan usaha melihat kembali apa yang telah direncanakan sebelum dieksekusi oleh personil yang paling kompeten akan pekerjaan yang direncanakan dan akan melaksanakan pekerjaan tersebut. Personil tersebut selanjutnya sebagai the last planner. Dengan adanya sistem ini, akan terdapat penilaian kondisi lapangan yang ada baik sumber daya maupun lokasi yang akan memberikan input untuk evaluasi perencanaan yang sudah ada sebelum perencanaan tersebut dilaksanakan. Hasil koreksi tersebut kemudian yang akan dilaksanakan di lapangan. Dengan adanya sistem the Last Planner, maka prinsip push (di mana pekerja lapangan harus melaksanakan apa yang direncanakan) yang biasa dilakukan akan digantikan dengan sistem pull sesuai dengan konsep Konstruksi Ramping (Lean Construction) Konsep dan Definisi Indikator Kinerja Supply Chain Indikator secara umum dapat diartikan sebagai informasi yang disajikan dalam bentuk yang baku untuk mengacu pada status yang sedang berjalan, kecenderungan (trend) atau tindak lanjut yang dibutuhkan (Project Management Dictionary, 2006).

19 28 Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh indikator, yaitu : Universality (bersifat umum dan mudah diukur) Measurability (menjamin bahwa data-data yang diperlukan memang dapat diukur) Consistency (menjamin kekonsistenan pengukuran) (Pires, Silvio, Aravechia dan Carlos, 2001). Kinerja seringkali disamakan dengan performance yang berarti hasil kerja atau prestasi kerja. Padahal kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi (Wibowo, 2007). Indikator kinerja/ performance indicators adalah suatu ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan maupun pada tahap setelah kegiatan selesai dilakukan (qtd. Indikator Kinerja Departemen, 2003). Indikator kinerja atau performance indicators kadang-kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja atau performance measures, tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja (performance measures) berkaitan dengan hasil yang dapat dikuatitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu, indikator kinerja (performance indicators) dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara lebih kualitatif atas dasar prilaku yang dapat diamati. Indikator kinerja juga menganjurkan sudut pandang prosfektif (harapan kedepan) daripada retrospektif (melihat kebelakang). Hal ini menunjukkan jalan pada aspek-aspek kinerja yang perlu diobservasi.

20 29 Menurut Hersey et al. (1996), terdapat tujuh indikator kinerja. Dimana dua diantaranya mempunyai peran sangat penting, yaitu tujuan dan motif. Kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk melakukannya diperlukan adanya motif. Tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan. Dengan demikian, tujuan dan motif menjadi indikator utama dari kinerja. Tetapi selain itu, kinerja juga memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang, standard dan umpan balik. Indikator kinerja memiliki beberapa fungsi, antara lain : Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan Menciptakan konsensus yang dibangun dari berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kegiatan dan dalam menilai kinerjanya Membangun dasar bagi pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja Terdapat dua proses di dalam menetapkan indikator kinerja, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja, melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data/ informasi untuk menentukan tingkat pencapaian kinerja kegiatan. Proses transformasi pengukuran kinerja jika diskemakan dalam suatu kerangka logis seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.5. berikut. Gambar 2.5. Kerangka Logis Proses Penilaian (Sumber : Noor Yasak Manaf, 2005) Sesuai dengan kerangka logis di atas, untuk melakukan penilaian kinerja ada beberapa jenis indikator kinerja yang dapat digunakan, yaitu : Indikator input (masukan) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa anggaran, sumberdaya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya.

21 30 Indikator output (keluaran) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau non fisik. Indikator outcome (hasil) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator benefit (manfaat) adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator impact (dampak) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. Dengan demikian indikator tersebut dapat digunakan untuk evaluasi baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan ataupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Kinerja jika dikaitkan dengan supply chain (kinerja supply chain) akan berarti sebagai semua aktivitas pemenuhan permintaan customer yang dinyatakan secara kuantitatif. Hasil yang diperoleh akan berbentuk angka atau prosentase dari aktivitas suatu proyek dalam memenuhi permintaan customer-nya atau pihak lain di dalam memenuhi permintaan proyek. Sehingga diperlukan suatu pengukuran untuk mengetahui baik buruknya kinerja dari suatu supply chain. Tujuan pengukuran disini adalah: Untuk menciptakan proses delivery secara fisik yang baik (barang mengalir dengan lancar dan inventory tidak terlalu tinggi) di proyek Melakukan stream lining information flow (adanya aliran informasi diantara tiap channel/ pihak yang terlibat) Cash flow yang baik pada setiap channel/ pihak yang terlibat dari supply chain Sedangkan ukuran kinerja/ performance measures merupakan suatu nilai atau karakteristik untuk mengukur suatu output atau hasil. Menurut Tucker dan taylor (1990), ukuran kinerja terdiri dari empat komponen yaitu satuan metrik yang digunakan (kesesuaian, efisiensi, efektivitas, biaya dan reaksi), suatu skala

22 31 (rupiah, jam), suatu rumusan (persentase a terhadap b, rata-rata waktu antara kegagalan) dan suatu kondisi saat penilaian dilakukan. Ukuran kinerja adalah suatu evaluasi kuantitatif dari suatu proses atau produk. Suatu ukuran umumnya terdiri dari suatu angka dan satuannya. Angka tersebut menunjukkan besarnya dan satuan menunjukkan suatu arti atau maksud. Metrik (standar penilaian seperti frekuensi, persentase dan lain sebagainya) digunakan untuk merefleksikan perkembangan suatu produk dan untuk menentukan apakah sesuai atau tidak dengan progres yang diharapkan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pengukuran kinerja berbeda dengan indikator kinerja. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dapat dikuatitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara lebih kualitatif atas dasar prilaku yang dapat diamati. Ukuran kinerja menganjurkan retrospektif (melihat ke belakang) daripada sudut pandang prosfektif (harapan ke depan). Pengukuran kinerja di dalam supply chain sangat penting dilakukan di industri yang ingin meningkatkan kompetensinya sebagai industri yang kuat, termasuk di industri konstruksi. Kalangan industri pada umumnya melakukan pengukuran kinerja terhadap supply chain-nya dengan tujuan mengurangi biaya-biaya, memenuhi customer satisfication, dan meningkatkan keuntungan mereka (Klapper dan Vivar, 1999). Pengukuran kinerja dan analisanya dapat digunakan untuk : memberi pandangan yang luas dalam proses supply chain dan cara-cara perbaikannya, memberikan pandangan mengenai permintaan di dalam proses supply chain, pengontrol biaya, pengontrol kualitas, dan menentukan level dan pengontrol dari pelayanan terhadap konsumen (Trienekens dan Iivolby, 2000). Pengukuran kinerja dari supply chain haruslah mengandung indikator-indikator yang sebaiknya harus berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti berikut : Aspek-aspek apa saja yang harus diukur? Bagaimana mengukur aspek-aspek tersebut?

23 32 Bagaimana menggunakan hasil pengukuran itu untuk menganalisa, memperbaiki dan mengontrol kualitas rantai pasok? Di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, bukanlah merupakan tugas yang mudah. Banyak indikator yang harus disiapkan dan perlu adanya penggunaan ukuran yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan (proyek) yang akan diukur kinerjanya. Ukuran-ukuran kinerja ini akan merefleksikan data kuantitatif yang dapat diperoleh pada suatu proses pengelolaan tertentu, sehingga sangat berkaitan dengan indikator-indikator kinerja yang bersifat kuantitatif. Selain indikator kinerja kuantitatif, terdapat pula indikator kinerja kualitatif sebagai pelengkap, yaitu indikator yang membangun opini kolega (peers) tentang profil terjadinya fakta, sehingga diperlukan kategori-kategori ukuran yang sesuai untuk merepresentasikan indikator-indikator kualitatif tersebut. Ukuran dan kategori inilah yang digunakan sebagai perbandingan secara langsung antara kinerja aktual saat ini dengan sebelumnya dan dapat digunakan sebagai proses benchmarking dengan kinerja lainnya. Selain itu, suatu pengukuran kinerja juga harus menggambarkan suatu feedback dari informasi yang merupakan gabungan antara apa yang diharapkan oleh konsumen dan tujuan yang paling strategis. Menurut Lynch (1991), suatu sistem pengukuran kinerja harus bisa menjawab dua pertanyaan sederhana berikut : Apakah setiap fungsi dan departemen yang ada dalam suatu organisasi telah melakukan pekerjaannya dengan benar? Apakah selama prosesnya mereka telah melakukan yang terbaik? Pengukuran kinerja yang dilakukan harus lebih fokus terhadap tugas yang merupakan bagian dari proses produksi, karena itu harus dilakukan kontrol terhadap masing-masing tugas agar dapat melakukan perbaikan secara terusmenerus terhadap keseluruhan proses produksi. Dengan melakukan pengukuran terhadap tugas-tugas dalam pekerjaan sehari-hari, maka penggunaan indikator kinerja disarankan digunakan untuk mengukur dan meningkatkan efisiensi dan kualitas dari proses produksi dan mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan untuk meningkatkan kemajuan dari kinerja proses.

24 Konsep Kinerja Supply Chain di Berbagai Industri Kajian Berbagai Model Pengukuran Kinerja Supply Chain di Industri Manufaktur Industri manufaktur merupakan salah satu industri yang telah banyak melakukan berbagai studi dan penelitian terkait dengan peningkatan kinerja dalam supply chain. Hal inilah yang menjadikan industri manufaktur sebagai sumber inovasi bagi industri lain termasuk industri konstruksi, untuk mengembangkan kinerja dari supply chain-nya. Salah satu studi terkait dengan hal ini adalah studi yang dilakukan Salla (2003). Studi tersebut dilakukan untuk mengukur kinerja supply chain di suatu perusahaan dimana hasil dari pengukurannya nanti diharapkan dapat membantu perusahaan dalam menentukan strategi yang akan dijalankan di masa mendatang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Setelah pengukuran dilakukan, kemudian dilakukan perbaikan dimana perbaikan disini terdiri dari perbaikan inventory, produksi, dan kemungkinan perbaikan yang lain. Setelah dilakukan perbaikan kemudian akan disimulasi berdasarkan kebijakan yang dihasilkan dari perbaikan ataupun dengan kebijakan yang lain. Hasilnya adalah nilai untuk tiap kinerja supply chain management dan penentuan terhadap kebijakan yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai nilai tersebut. Kinerja yang telah dikembangkan dalam penelitian ini akan ditujukan pada proses-proses yang terjadi di dalam perusahaan sehari-hari, dan kemudian dengan didasarkan atas kinerja yang telah didapat dari berbagai referensi akan dilakukan penilaian atas proses yang terjadi yang menggambarkan kinerja yang diukur tersebut. Berikut ini adalah indikator kinerja yang telah dikembangkan oleh Salla (2003) dan kemudian diaplikasikan dalam pengukuran kinerja di suatu perusahaan manufaktur, antara lain :

25 34 Tabel 2.2. Kinerja Supply Chain Perusahaan Manufaktur No Kinerja Definisi 1. Delivery performance to request Kinerja perusahaan dalam memenuhi permintaan untuk dapat sesuai dengan jumlah yang diminta oleh customer 2. Order fulfillment lead time Waktu yang diperlukan perusahaan untuk memenuhi permintaan customer 3. Perfect order Tingkat keakuratan perusahaan dalam melakukan pemenuhan permintaan dari customer 4. Order fill rate Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan customer pada kedatangan pertama kali 5. Performance to promise Keadaan perusahaan berkaitan dengan pemenuhan janji yang diberikan oleh perusahaan jika terjadi kekurangan atau jika terjadi kekosongan dari barang yang diminta 6. Upside production flexibility Fleksibilitas dari supplier perusahaan dalam memenuhi permintaan perusahaan 7. Fixed production Stabilitas produksi yang dilakukan oleh perusahaan 8. Total supply management cost : Order manufacturing cost Biaya order dari pesanan Equipment related to production as Besarnya pembelian perlengkapan yang a% of revenue diperlukan perusahaan Inventory carrying cost Biaya simpan dari inventory Inventory investment as % of sales Besarnya investasi dari inventory % of raw material, purchased Jumlah bahan baku yang dibeli perusahaan component, product compare to total inventory investment 9. Measure of excess/obsolete inventory Adanya inventory yang kelebihan/menjadi tidak digunakan 10. Projected inventory turns Perpindahan inventory yang diinginkan perusahaan di masa depan 11. Inventory accuracy Ketepatan penggunaan dari jumlah inventory yang dilakukan 12. Value of slow maving product Ketepatan dari besarnya nilai yang harus disediakan 13. Forecast accuracy : Unit of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang dilakukan Dollar of forecast accuracy Ketepatan dari peramalan yang dilakukan dari besarnya nilai yang harus disediakan

26 35 No Kinerja Definisi 14. Transportation Freight cost per unit shipped Outbound freight cost as percentage of net sales Inbound freight cost as percentage of purchases Claims as % og freight costs Accecorials as percent of total freight Percent of truckload capacity utilized Mode selection vs optimal Truckturn around time Shipment visibility/ traceability percent Number of carries per mode On time pickups 15. Return Return processing cost as % of product revenue Return inventory status Return cycle time : - Cycle times to process excess product return to re sale Cycle time to process obsolete & end of life product return disposal Cycle time to repair of refurbish return for use Percent actual achievement versus published service agreement cycle time # of repairs performed as % of total units shipped annualy # of repairs performed internally as a % of total # repairs performed # of repairs performed externally (by third party) as a % of total # repairs performed. Cost of units repaired/refusbished internally as a % of total Cost of units repaired/refusbished externally as a % of total Defect free order to total order Biaya angkut dari pengiriman per unit Biaya kirim yang dibandingkan terhadap penjualan Biaya angkut yang terjadi di dalam perusahaan dibandingkan terhadap pembelian Biaya klaim yang dibandingkan terhadap biaya angkut Biaya tambahan dalam mengirim Pengunaan ruang dalam kendaraan Cara pengiriman yang paling opimal Lama waktu untuk mengisi kendaraan yang datang Kemampuan melihat kinerja pengiriman dari ekspedisi yang digunakan perusahaan Jumlah ekspedisi yang menggunakan cara pengangkutan yang sama dengan perusahaan Ketepatan waktu pengambilan ke perusahaan Biaya memproses barang yang dikembalikan terhadap penerimaan produk yang sejenis yang dikirim Jumlah inventory dari barang yang dikembalikan Waktu untuk memproses barang yang dikembalikan untuk dijual kembali Waktu untuk memproses barang yang dikembalikan yang sudah habis masa expired Waktu untuk memperbaiki barang yang dikembalikan untuk digunakan kembali Waktu yang direncanakan dibandingkan waktu actual yang dilakukan berkaitan dengan return Jumlah yang diperbaiki dibandingkan terhadap jumlah yang dikirim Jumlah yang diperbaiki oleh perusahaan sendiri dibandingkan terhadap jumlah total perbaikan yang harus dilakukan Jumlah yang diperbaiki oleh pihak luar dari perusahaan Biaya memperbaiki barang yang dikembalikan Biaya perbaikan yang dilakukan oleh pihak luar dari perusahaan Jumlah pemenuhan permintaan yang tanpa return

BAB IV PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

BAB IV PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG BAB IV PENGEMBANGAN INDIKATOR PENILAIAN KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG Studi mengenai supply chain konstruksi yang mendukung perkembangan ke arah konstruksi ramping (lean construction)

Lebih terperinci

5.1. Analisa Pengukuran Kinerja Supply Chain Pada Proyek Studi Kasus

5.1. Analisa Pengukuran Kinerja Supply Chain Pada Proyek Studi Kasus BAB V PENERAPAN INDIKATOR KINERJA SUPPLY CHAIN PADA PROYEK STUDI KASUS Pada bab 4 telah coba dikembangkan 10 (sepuluh) indikator penilaian kinerja supply chain yang didasarkan atas telaah terhadap studi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain : 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Supply Chain Management Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain : 1. Levi, et.al (2000) mendefinisikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai

Lebih terperinci

Bab VI Kesimpulan dan Saran

Bab VI Kesimpulan dan Saran VI. Bab VI Kesimpulan dan Saran VI.1 Kesimpulan Berdasarkan proses pengukuran dan kajian terhadap kinerja supply chain dari empat proyek konstruksi bangunan sebagai studi kasus yang telah dilakukan diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. proyek ini adalah metode kontrak umum (generally contract method), dengan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. proyek ini adalah metode kontrak umum (generally contract method), dengan BAB IV Bab IV Analisis dan Pembahasan ANALISIS DAN PEMBAHASAN Proyek studi kasus adalah proyek konstruksi bangunan gudang yang berfungsi sebagai sarana penyimpanan beras. Proyek gudang ini memiliki kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri konstruksi dianggap sebagai industri yang memiliki tingkat fragmentasi tinggi. Terpecah-pecahnya suatu proyek konstruksi ke dalam beberapa paket pekerjaan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 5. Indrajit, R.E, Djokopranoto, R (2003), Konsep Manajemen Supply Chain, PT. Gramedia Pustaka Utama

DAFTAR PUSTAKA. 5. Indrajit, R.E, Djokopranoto, R (2003), Konsep Manajemen Supply Chain, PT. Gramedia Pustaka Utama VII. DAFTAR PUSTAKA 1. Aravechia, Carlos H.M. dan Pires, Silvio R.I., (2000), Supply Chain Performance Evaluation : A Case Study, University off Piracicaba, Sao Paolo, Brazil - http://www.unimep.br 2.

Lebih terperinci

BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA

BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA BAB III SURVEY KETERSEDIAAN DATA 3.1. Rancangan Survey 3.1.1. Tujuan survey Survey ini didesain dengan tujuan untuk mengidentifikasi terhadap ketersediaan data primer berupa jenis-jenis data yang dianggap

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengembangan Perumahan Pengembangan perumahan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengembang secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain untuk mencapai tujuan ekonomi dan

Lebih terperinci

#4 KONSEP LEAD TIME DALAM SCM

#4 KONSEP LEAD TIME DALAM SCM #4 KONSEP LEAD TIME DALAM SCM 1. Kompetisi Waktu Salah satu komponen yang dapat menentukan sebuah perusahaan dapat bersaing adalah waktu. Ada pepatah yang mengatakan WAKTU ADALAH UANG. Pepatah ini masih

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan Pendahuluan Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #4

Pembahasan Materi #4 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Kompetisi Waktu Alasan Perhitungan Waktu Siklus Hidup Produk Waktu Sebagai Strategi Konsep dan Cara Pandang Lead Time Manajemen Pipeline Logistik Added Cost

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Integrasi rantai pasok dalam organisasi 2. Dinamika rantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Supply chain (rantai pasok) merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis pada suatu produk mulai dari hulu hingga ke hilir dengan tujuan menyampaikan

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1 B A B 5 1 VSM adalah suatu teknik / alat dari Lean berupa gambar yg digunakan untuk menganalisa aliran material dan informasi yg disiapkan untuk membawa barang dan jasa kepada konsumen. VSM ditemukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. integrasi yang efisien antara pemasok (Supplier), pabrik (manufacture), pusat

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. integrasi yang efisien antara pemasok (Supplier), pabrik (manufacture), pusat BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. 1.1 Latar Belakang Supply Chain Management (SCM) adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk mencapai efisiensi

Lebih terperinci

KONSEP SISTEM INFORMASI

KONSEP SISTEM INFORMASI CROSS FUNCTIONAL MANAGEMENTS Materi Bahasan Pertemuan 6 Konsep Dasar CRM Contoh Aliran Informasi CRM Konsep Dasar SCM Contoh Aliran Informasi SCM 1 CRM Customer Relationship Management Konsep Dasar CRM

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Lean Thinking dan Lean Manufacturing Lean Thinking dan Lean Manufacturing Christophel Pratanto No comments Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Konsep, Pengelolaan, Kolaborasi SCM Sistem Informasi Terpadu Tahapan Evolusi Pengembangan Aspek Pengembangan 6623 - Taufiqur Rachman 1 Konsep SCM 3 SCM Memperlihatkan

Lebih terperinci

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ A. Supply Chain Proses distribusi produk Tujuan untuk menciptakan produk yang tepat harga, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat

Lebih terperinci

Enterprise Resource Planning

Enterprise Resource Planning MODUL PERKULIAHAN Enterprise Resource Planning Supply Chain Management and Customer Relationship Management Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Sistem Informasi Sistem Informasi 04 MK18046

Lebih terperinci

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT Supply Chain Management Tita Talitha,MT 1 Materi Introduction to Supply Chain management Strategi SCM dengan strategi Bisnis Logistics Network Configuration Strategi distribusi dan transportasi Inventory

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI

STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI STUDI PENERAPAN MANAJEMEN RANTAI PASOK PENGADAAN MATERIAL PROYEK KONSTRUKSI Steven 1, Richard Ch Ali 2, Ratna Setiawardani Alifen 3 ABSTRAK : Pengadaan material dalam sebuah proyek konstruksi merupakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi proses penerimaan order sampai dengan proses packing dengan mengeliminasi non-value added activities (aktivitas yang tidak bernilai

Lebih terperinci

Enterprise Resource Planning (ERP)

Enterprise Resource Planning (ERP) Enterprise Resource Planning (ERP) ERP adalah sebuah system informasi perusahaan yang dirancang untuk mengkoordinasikan semua sumber daya, informasi dan aktifitas yang diperlukan untuk proses bisnis lengkap.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian III. Bab III Metodologi Penelitian Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dalam mencari jawaban. Dengan ungkapan lain metodologi adalah pendekatan umum untuk

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SUPPLY CHAIN MANAGEMENT Disusun Oleh: Puput Resno Aji Nugroho (09.11.2819) 09-S1TI-04 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) AMIKOM YOGYAKARTA Jalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Produksi dan Proses Produksi Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat

Lebih terperinci

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2 outline Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Rantai Pasok, SCM dan ERP Kebutuhan dan Manfaat Sistem Terintegrasi Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur Sub Bab

Lebih terperinci

PERAN, SEJARAH DAN ARAH AKUNTANSI MANAJEMEN

PERAN, SEJARAH DAN ARAH AKUNTANSI MANAJEMEN PERAN, SEJARAH DAN ARAH AKUNTANSI MANAJEMEN A. Sistem Informasi Akuntansi Manajemen Sistem informasi akuntansi manajemen asalah sistem informasi yang menghasilkan keluaran (output) dengan menggunakan masukan

Lebih terperinci

PENILAIAN PERSEPSI RISIKO MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG DI SURABAYA. Disampaikan Oleh: Hendro Sutowijoyo (

PENILAIAN PERSEPSI RISIKO MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG DI SURABAYA. Disampaikan Oleh: Hendro Sutowijoyo ( PENILAIAN PERSEPSI RISIKO MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG DI SURABAYA Disampaikan Oleh: Hendro Sutowijoyo (3107.203.002) 1. Pendahuluan Latar Belakang Perumusan Masalah Batasan Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Factors Influencing Contractor Performance in Indonesia: A Study of Non Value-Adding Activities

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Factors Influencing Contractor Performance in Indonesia: A Study of Non Value-Adding Activities BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Factors Influencing Contractor Performance in Indonesia: A Study of Non Value-Adding Activities Alwi et al. (2002) melakukan studi mengenai non value adding activities pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi saat ini, persaingan usaha semakin kompetitif dan kreatif. Untuk dapat bertahan dalam persaingan usaha yang ketat, pihak manajemen dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan yang dihadapi oleh dunia usaha saat ini semakin kompleks, termasuk pula pada sektor jasa konstruksi. Persaingan global antar perusahaan penyedia jasa konstruksi

Lebih terperinci

Deskripsi Mata Kuliah

Deskripsi Mata Kuliah Materi #1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Deskripsi Mata Kuliah 2 Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management/SCM) merupakan mata kuliah yang akan membahas pengelolaan kegiatan-kegiatan dalam rangka

Lebih terperinci

Proses pengolahan merupakan metode yang digunakan untuk pengolahan masukan

Proses pengolahan merupakan metode yang digunakan untuk pengolahan masukan BAB I PENDAHULUAN Produksi dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan untuk mengolah atau membuat bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.produksi

Lebih terperinci

PROJECT MANAGEMENT BODY OF KNOWLEDGE (PMBOK) PMBOK dikembangkan oleh Project Management. Institute (PMI) sebuah organisasi di Amerika yang

PROJECT MANAGEMENT BODY OF KNOWLEDGE (PMBOK) PMBOK dikembangkan oleh Project Management. Institute (PMI) sebuah organisasi di Amerika yang PROJECT MANAGEMENT BODY OF KNOWLEDGE (PMBOK) PMBOK dikembangkan oleh Project Management Institute (PMI) sebuah organisasi di Amerika yang mengkhususkan diri pada pengembangan manajemen proyek. PMBOK merupakan

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

Analisis Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung Analisis Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung Andi Maddeppungeng Email: arsitek17@yahoo.com Irma Suryani Rohaesih Yuliatin Abstract. Suatu proyek memiliki item pekerjaan yang banyak.

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Waktu merupakan salah satu inti dari masalah logistik. Bagi pelanggan waktu adalah layanan yang dibutuhkan, sedangkan bagi penjual barang waktu adalah biaya. Sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Penelitian Ravishankar (2011) Penelitian yang dilakukan Ravishankar (2011) bertujuan untuk menganalisa pengurangan aktivitas tidak bernilai tambah

Lebih terperinci

Bab 9 KONSEP e SUPPLY CHAIN DALAM SISTEM INFORMASI KORPORAT TERPADU

Bab 9 KONSEP e SUPPLY CHAIN DALAM SISTEM INFORMASI KORPORAT TERPADU Bab 9 KONSEP e SUPPLY CHAIN DALAM SISTEM INFORMASI KORPORAT TERPADU Sistem Informasi Korporat Terpadu Konsep manajemen supply chain memperlihatkan adanya proses ketergantungan antara berbagai perusahaan

Lebih terperinci

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga

BAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga BAB II A. Manajemen Operasi Manajemen Operasi membahas bagaimana membangun dan mengelola operasi suatu organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga pengendalian sistim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

Hakikat Rantai Pasokan

Hakikat Rantai Pasokan 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Hakikat Rantai Pasokan 2 Jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu (upstreams) dan ke hilir (downstreams), dalam proses dan kegiatan yang berbeda yang menghasilkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk mencapai efisiensi mutu,

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu menjelaskan perancangan dan pengelolaan rantai pasok dalam organisasi 1. Rancangan rantai pasok dalam organisasi 2. Rantai pasok pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha peningkatan produktivitas, perusahaan harus mengetahui kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan jasa)

Lebih terperinci

Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt

Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt 1. Apa Itu Lean? Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt Lean adalah suatu upaya terus-menerus (continuous improvement efforts) untuk: menghilangkan pemborosan

Lebih terperinci

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

: Yan Ardiansyah NIM : STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH E-BUSSINESS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : Nama : Yan Ardiansyah NIM : 08.11.2024 Kelas : S1TI-6C JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Waste (Pemborosan) Menurut Al-Moghany (2006), waste bisa diartikan sebagai segala macam kehilangan pada material, waktu dan hasil moneter dari sebuah kegiatan tetapi tidak menambah

Lebih terperinci

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK

ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK ANALISIS BULLWHIP EFFECT DALAM MANAJEMEN RANTAI PASOK Tita Talitha 1 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I No. 5-11 Semarang Email : tita@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria kepuasan konsumen seperti ketepatan dalam pengiriman, cost yang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria kepuasan konsumen seperti ketepatan dalam pengiriman, cost yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekarang ini terjadi perubahan paradigma mengenai kualitas. Suatu produk yang berkualitas tidak hanya merupakan produk dengan kinerja yang baik tetapi juga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan (inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi Supply Chain dan Supply Chain Management Menurut Punjawan (2005) definisi dari supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

Menghilangkan kegagalan/kesalahan dalam segala bentuk Percaya bahwa biaya persediaan dapat dikurangi Perbaikan secara terus menerus

Menghilangkan kegagalan/kesalahan dalam segala bentuk Percaya bahwa biaya persediaan dapat dikurangi Perbaikan secara terus menerus PENERAPAN JUST IN TIME PADA INDUSTRI FASHION SEBAGAI PENJAMINAN KUALITAS (QUALITY ASSURANCE) ABSTRAKSI Sistem Just in Time telah menjadi satu pendekatan umum dalam pengelolaan bahan baku/persediaan. Semakin

Lebih terperinci

Lab. Teknik Industri Lanjut LEMBAGA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI. p j UNIVERSITAS GUNADARMA

Lab. Teknik Industri Lanjut LEMBAGA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI. p j UNIVERSITAS GUNADARMA Enterprise Resource Planning Visual Manufacturing ERP Infor Visual Alur Part Maintenance Modul Dengan menggunakan Visual Manufacturing Unit Of Measure, Vendor, Shop Resource, maintenance Engineering Master

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. produk akhir bagi pihak pengguna jasa konstruksi (Formoso et al, 2002).

TINJAUAN PUSTAKA. produk akhir bagi pihak pengguna jasa konstruksi (Formoso et al, 2002). II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waste (Pemborosan) Waste dapat diartikan sebagai kehilangan atau kerugian berbagai sumber daya, yaitu material, waktu (yang berkaitan dengan tenaga kerja dan peralatan) dan modal,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Logistik

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Logistik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Logistik Distribusi fisik dan efektivitas logistik memiliki dampak yang besar pada kepuasan dan biaya perusahaan. Manajemen logistik penting dalam rantai pasokan, tujuan dari

Lebih terperinci

16. Indrajit, R.E., Djokopranoto. R. (2003), Manajemen Persediaan, Grasindo, Jakarta. 17. Koskela, L. (1992), Application of the New Production

16. Indrajit, R.E., Djokopranoto. R. (2003), Manajemen Persediaan, Grasindo, Jakarta. 17. Koskela, L. (1992), Application of the New Production DAFTAR PUSTAKA 1. Abduh, M. (2005), Konstruksi Ramping: Memaksimalkan Value dan Meminimalkan Waste, Prosiding 25 tahun Pendidikan Manajemen dan Rekayasa Konstruksi di Indonesia, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk

Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk Darsini Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, kebutuhan manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM. PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE) DAN LEAN SIX SIGMA DI PT. XYZ TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

Supply Chain. Management. an overview. MUSTHOFA HADI, SE mister-ebiz.blogspot.com

Supply Chain. Management. an overview. MUSTHOFA HADI, SE mister-ebiz.blogspot.com Supply Chain Management an overview MUSTHOFA HADI, SE mister-ebiz.blogspot.com Beberapa Issu Penting Aliran material/produk adalah sesuatu yang komplek. Munculnya SCM dilatar belakangi oleh perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #2

Pembahasan Materi #2 Materi #2 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan Materi #2 2 Konsep Dasar Pemain Utama SC Pengelolaan Aliran SC The Interenterprise Supply Chain Model Inventory Optimalisasi Rantai Pasokan Push & Pull

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. PT. BIKA SOLUSI PERDANA adalah perusahaan yang bergerak. pelanggan dan pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholder), PT.

BAB IV PEMBAHASAN. PT. BIKA SOLUSI PERDANA adalah perusahaan yang bergerak. pelanggan dan pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholder), PT. BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan PT. BIKA SOLUSI PERDANA adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa konsultasi dan pelatihan sistem manajemen dan teknologi. Perusahaan ini beroperasi dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 21 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, telah meningkatkan daya saing perusahaan menjadi penting dalam hal efektifitas dan

Lebih terperinci

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain MANAJEMEN OPERASIONAL BAB VI Supply Chain Pengertian Supply Chain Supply chain adalah jaringan perusahaan yang bekerja sama untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-

Lebih terperinci

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK Krisna Ardi Wibawa, I Nyoman Pujawan Program Magister Manajemen Teknologi ITS Jl. Cokroaminoto 12 A Surabaya E-mail: WibawaCTI@yahoo.com

Lebih terperinci

TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN

TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN Di susun oleh: Bayu Saputra 09.11.3160 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Advance supply chain planning Tinjauan sekarang banyak perubahan yang cepat pada

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #1

Pembahasan Materi #1 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Istilah Definisi SCM Ruang Lingkup SCM Model Umum SCM Dasar Pemikiran SCM Tingkat Kepentingan SCM Teknik Penerapan SCM Efektifitas SCM Keuntungan SCM 6623

Lebih terperinci

Implementasi Permainan sebagai Sarana Peningkatan Pemahaman Mahasiswa dalam Pembelajaran Matakuliah di Jurusan Teknik Industri

Implementasi Permainan sebagai Sarana Peningkatan Pemahaman Mahasiswa dalam Pembelajaran Matakuliah di Jurusan Teknik Industri Implementasi Permainan sebagai Sarana Peningkatan Pemahaman Mahasiswa dalam Pembelajaran Matakuliah di Jurusan Teknik Industri YULI DWI ASTANTI 1 DAN TRISMI RISTYOWATI 2 1,2 Universitas Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

ANALISA & PERANCANGAN SISTEM

ANALISA & PERANCANGAN SISTEM ANALISA & PERANCANGAN SISTEM Pengembangan Sistem Informasi Mulyadi, S.Kom, M.S.I Proses dalam Pengembangan Sistem Proses pengembangan sistem - serangkaian kegiatan, metode, praktik, dan alat-alat terotomatisasi

Lebih terperinci

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi

Sistem Produksi. Produksi. Sistem Produksi. Sistem Produksi Sistem Produksi Sistem Produksi 84 Produksi Produksi disebut juga dengan istilah manufaktur merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan (fungsi lainnya a.l pemasaran, personalia, dan finansial). Produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan Faktor sukses adalah suatu bagian penting, dimana prestasi yang memuaskan diperlukan untuk suatu organisasi agar dapat mencapai

Lebih terperinci

ANALISA PROSES BISNIS

ANALISA PROSES BISNIS ANALISA PROSES BISNIS Pertemuan 2: Manajemen Proses Bisnis Credit to. Mahendrawati ER, Ph.D. Outline Materi 1 1. Konsep Proses Bisnis 2. Peningkatan Kinerja 3. Dokumentasi Proses Pikirkan sebuah produk/jasa

Lebih terperinci

PERFORMANCE MEASUREMENT (Pengukuran Kinerja) Supply Chain Management. Ir. Dicky Gumilang, MSc. Universitas Esa Unggul July 2017

PERFORMANCE MEASUREMENT (Pengukuran Kinerja) Supply Chain Management. Ir. Dicky Gumilang, MSc. Universitas Esa Unggul July 2017 PERFORMANCE MEASUREMENT (Pengukuran Kinerja) Supply Chain Management Ir. Dicky Gumilang, MSc. Universitas Esa Unggul July 2017 Objektif Pembelajaran (Learning Objectives) Mahasiswa bisa: Menjelaskan mengapa

Lebih terperinci

V. Bab V Kajian Kinerja Supply Chain Proyek Bangunan Gedung

V. Bab V Kajian Kinerja Supply Chain Proyek Bangunan Gedung V. Bab V Kajian Kinerja Supply Chain Proyek Bangunan Gedung Kajian ini dimaksudkan untuk mencari gambaran kinerja supply chain dari masing-masing pola supply chain yang telah teridentifikasi terhadap implementasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lead Time Istilah lead time biasa digunakan dalam sebuah industri manufaktur. Banyak versi yang dapat dikemukakan mengenai pengertian lead time ini. Menurut Kusnadi,

Lebih terperinci

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business Supply Chain Management Pengertian supply adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar

Lebih terperinci

Informasi harus memeiliki karakteristik seperti di bawah ini agar berguna dalam mengambil keputusan pada rantai pasok :

Informasi harus memeiliki karakteristik seperti di bawah ini agar berguna dalam mengambil keputusan pada rantai pasok : 16.1 PERAN IT DALAM RANTAI PASOK Teknologi informasi adalah poros dan kunci sukses dalam supply chain karena teknologi informasi dapat menciptakan integrasi dan koordinasi pada ranrai pasok. Informasi

Lebih terperinci

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi IV.1 Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi dengan Val IT Perencanaan investasi TI yang dilakukan oleh Politeknik Caltex Riau yang dilakukan

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) INTRODUCTION T I P F T P U B KONTRAK 50 % UTS 30 % Tugas 20 % Kuis/ present WHAT IS SUPPLY CHAIN? Sebuah rantai pasokan yang terdiri dari semua pihak yang terlibat, secara

Lebih terperinci

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom Persediaan merupakan aset terbesar yang dimiliki supply chain. Banyak perusahaan yang memiliki nilai persediaanya melebihi 25% dari nilai keseluruhan aset. Manajemen persediaan

Lebih terperinci

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan

V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan V. Hasil 3.1 Proses yang sedang Berjalan Dalam industri komponen otomotif, PT. XYZ melakukan produksi berdasarkan permintaan pelanggannya. Oleh Marketing permintaan dari pelanggan diterima yang kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian Bentuk penelitian pada penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Sujarweni (2015:74), penelitian komparatif adalah

Lebih terperinci

Dwi Hartanto, S,.Kom 03/04/2012. E Commerce Pertemuan 4 1

Dwi Hartanto, S,.Kom 03/04/2012. E Commerce Pertemuan 4 1 1.Pengertian E Market Place 2.Pertimbangan Bergabung g ke dalam E Market Place Suatu lokasi diinternet, di mana suatu perusahaan dapat memperoleh atau memberikan informasi, mulai transaksi pekerjaan, atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Teori 2.1.1 Tingkat Pelayanan (Service Level) Service level merupakan istilah yang banyak digunakan dalam manajemen persediaan yang merupakan besar presentase dari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN PROSES BISNIS DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR (Studi Kasus : Perusahaan Benang Polyester X )

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN PROSES BISNIS DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR (Studi Kasus : Perusahaan Benang Polyester X ) Media Informatika Vol.13 No.2 (2014) PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN PROSES BISNIS DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR (Studi Kasus : Perusahaan Benang Polyester X ) Hartanto Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk gudang persediaan. Biaya seperti ini biasanya disebut dengan carrying cost.

BAB I PENDAHULUAN. untuk gudang persediaan. Biaya seperti ini biasanya disebut dengan carrying cost. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan yang semakin ketat dalam dunia indusri, menuntut perusahaan untuk dapat memenangkan persaingan di antara perusahaan sejenisnya. Hal ini secara

Lebih terperinci

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ENTERPRISE RESOURCE PLANNING 06 ERP: SCM SUPPLY CHAIN MANAGEMENT SCM adalah satu rangkaian bisnis demand dan supply yang melibatkan perusahaan dengan mitra kerjanya. Kelancaran proses dalam supply chain

Lebih terperinci