RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria."

Transkripsi

1 RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat) Oleh FEBRI SATIVIANI PUTRI CANTIKA A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat) Oleh FEBRI SATIVIANI PUTRI CANTIKA A Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 RINGKASAN FEBRI SASTIVIANI PUTRI CANTIKA. RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA. Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (Di bawah bimbingan SITI SUGIAH MUGNIESYAH). Penelitian ini secara umum mengacu pada beragam konsep, pendekatan dan teori-teori berkenan dengan gender dan pembangunan, sosiologi agraria, sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria. Tujuan skripsi ini adalah untuk menganalisis lebih jauh mengenai: (1). Sistem nilai mengenai status anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga/rumahtangga petani yang berkaitan atas hak harta (termasuk sumberdaya agraria) pada masyarakat petani Desa Cipeuteuy serta menganalisis adil gender dalam sistem nilai tersebut; (2). Hubungan antara sistem nilai mengenai status anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga/rumahtangga petani dengan hukum adat yang berhubungan dengan alokasi harta kekayaan (termasuk sumberdaya agraria) dalam keluarga serta pola kepemilikan lahan pada rumahtangga petani; (3). Pengakuan anggota masyarakat/komunitas pertanian terhadap sistem nilai tentang status anak dalam rumahtangga dan hubungannya dengan pola penguasaan sumberdaya agraria pada rumah tanga petani; (4). Dinamika relasi gender dalam pengelolaan sumberdaya agraria, khususnya yang berkenaan dengan akses dan kontrol anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan terhadap pengelolaan sumberdaya agraria yang dimiliki dan dikuasai. Selain itu juga untuk mengetahui akses dan kontrol mereka terhadap manfaat dari pengelolaan

4 sumberdaya agraria yang mereka lakukan; (5) Pengakuan aparat desa terhadap kepemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria pada tingkat individu, laki-laki dan perempuan sebagaimana tercermin dalam dokumen Letter C dan bukti formal lainnya (sertifikat, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau SPPT, dan PBB) Penelitian ini dilakukan di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September hingga Desember Pemilihan lokasi tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian dari wilayah Desa Cipeuteuy termasuk ke dalam wilayah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Wilayah tersebut berada pada daerah dengan latar belakang budaya Sunda yang Bilateral dengan asumsi baik laki-laki dan perempuan mempunyai akses dan kontrol terhadap penguasaan dan kepemilikan lahan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pencacahan lengkap atau full enumeration survey, survei rumah tangga kasus, wawancara mendalam (indepth interview) dan diskusi kelompok terarah (FGD). Data sekunder diperoleh melalui kegiatan studi dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa, catatan lapangan, dokumentasi foto, dokumen pribadi, memo, dan catatan-catatan resmi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Terletak di sekitar kawasan hutan, Desa Cipeuteuy merupakan salah satu desa agraris yang memiliki luas wilayah 3746,5 hektar dan sebagian besar wilayah Desa Cipeuteuy adalah Hutan Produksi (2000 hektar) dan Hutan Konvesi (115 hektar) dan lebih dari setengah wilayah Desa Cipeuteuy beririsan langsung

5 dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak seluas hektar. Jika dilihat dari proporsi jumlah lahan sawah dan kebun dan pemanfaatan lahan kebun yang dilakukan oleh masyarakat, maka wilayah Desa Cipeuteuy termasuk dalan komunitas padi sawah, sehingga berbeda dengan komunitas lahan kering yang cenderung egaliter. Dari tingkat stratifikasi yang diperoleh dari hasil FGD, Stratum A (atas), tergolong dalam rumahtangga petani berlahan luas dengan jumlah penguasaan lahan 5.000m 2 ->20.000m 2, Stratum B (menengah), tergolong dalam rumahtangga petani berlahan sedang dengan jumlah penguasaan lahan 2000m m 2, Stratum C (bawah), tergolong dalam rumahtangga petani berlahan sederhana dengan jumlah penguasaan lahan <2.000m 2 dan Stratum D, merupakan petani tidak berlahan (tunakisma). Ditinjau dari profil anggota rumahtangga petani (ART) yang disurvei, persentase jumlah perempuan lebih tinggi dibandingkan anggota rumahtangga petani laki-laki dengan tingkat komposisi penduduk tergolong pada usia muda dengan tingkat ketergantungan (dependency ratio) yang rendah. Adapun tingkat pendidikan anggota rumahtangga di desa Cipeuteuy sebagaimana halnya tipikal masyarakat pedesaan di Indonesia tergolong rendah. Secara umum jumlah ART laki-laki yang mengatakan memiliki pekerjaan utama lebih banyak dari anggota rumahtangga perempuan.dan diketahui bahwa kesenjangan antara laki-laki dan perempuan yang memiliki pekerjaan utama cukup tinggi. Jenis pekerjaan utama dapat memberikan gambaran bahwa anggota rumahtangga perempuan pada ketiga kampung kasus sudah dapat menyatakan diri mereka memiliki pekerjaan utama yang berrarti mereka bekerja

6 untuk berkontribusi dalam penghidupan keluarga selayaknya suami mereka bekerja, meskipun jumlahnya masih lebih rendah dan penghasilannya masih relatif lebih rendah daripada yang diperoleh laki-laki. Hal ini diduga dipengaruhi oleh masih kuatnya pemikiran penduduk, bahwa pencari nafkah utama adalah laki-laki sedangkan perempuan yang berpenghasilan hanya membantu suaminya, sehingga tidak berkontribusi penuh dalam pendapatan keluarga. Jika dianalisis melalui jenis kelaminnya, jumlah perempuan yang berstatus sebagai pekerja keluarga lebih banyak dari jumlah anggota rumahtangga laki-laki. yakni sebesar 26 orang dari 82 orang anggota rumahtangga perempuan yang mempunyai pekerjaan utama. Dengan demikian sebanyak 26 orang perempuan yang mengaku mempunyai pekerjaan utama tidak memperoleh penghasilan dari apa yang mereka kerjakan, namun tetap berkontribusi dalam penghasilan keluarga dengan tenaganya yang menghemat tenaga upahan. Mengutip pernyataan Mugniesyah dan Mizuno (2007) bahwa sistem kekerabatan akan mempengaruhi dinamika internal rumahtangga petani, termasuk relasi gender dalam hal kepemilikan, penguasaan dan pengelolaan. Selanjutnya ditemukan tiga bentuk sistem pewarisan yang berlaku di Desa Cipeuteuy, dimana yang pertama, sistem pewarisan menggunakan syari at Islam (2:1), dan kebijakan penambahan bagian pun akan lebih besar kepada laki-laki. Sejalan dengan yang ditemukan Mugniesyah (2003) pada Desa Kemang, Cianjur, sistem pembagian waris kedua dilakukan dengan dua tahapan. Tahapan pertama dilakukan dengan cara Islam, dan dilanjutkan dengan tahapan kedua sesuai dengan kebijakan keluarga dan kondisi masing-masing anak laki-laki dan anak perempuan. Adapun pembagian warisan dengan pemikiran yang ketiga lebih mengedepankan keadilan

7 yang merata antara laki-laki dan perempuan, dengan membagi rata antara laki-laki dan perempuan. Cara inilah yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Desa Cipeuteuy secara umum. Berangkat dari adanya sistem pewarisan yang terjadi pada masyarakat Sunda yang Bilateral, maka di lapangan diperoleh dua kategori kepemilikan sumberdaya agraria. Adapun kepemilikan yang pertama adalah kepemilikan sumberdaya agraria oleh laki-laki/suami dan perempuan/istri secara individu, yakni berupa warisan/hibah. Kategori kedua adalah gono-gini atau guna kaya, dimana kepemilikannya merupakan kepemilikan bersama yang diperoleh setelah menikah melalui pembelian dari hasil keduanya dan jika terjadi perceraian, maka harta tersebut akan dibagi agar masing-masing memperoleh bagiannya. Dari bentuk kepemilikan tersebut kemudian ditemukan kombinasi tiga bentuk kepemilikan dan pola-pola kepemilikan. Kombinasi yang pertama adalah kombinasi satu bnetuk kepemilikan saja, yakni milik suami (S), milik istri (I) dan gono-gini (G). Selanjutnya adalah kombinasi dua bentuk kepemilikan yakni milik suami dan milik istri (S-I), milik suami dan gono-gini (S-G), milik istri dan gonogini (I-G). Yang terakhir adalah kombinasi tiga bentuk kepemilikan dalam satu rumahtangga yakni milik suami, milik istri dan gono-gini (S-I-G). Selanjutnya ditemukan tujuh bentuk penguasaan lahan yang ada pada tiga kampung kasus, terdiri dari satu bentuk penguasaan lahan yakni garap, sewa, bagi hasil dan hibah. Kombinasi dua bentuk penguasaan lahan, yakni garap-bagi hasil dan sewa- bagi hasil dan komposisi dari tiga betuk penguasaan lahan yakni garapsewa- hibah.

8 Menurut tingkat stratifikasinya perempuan pada rumahtangga sampel memiliki hak kepemilikan secara adat (customary right of posession 1 ) lebih dari 52,7 persen dengan 35,8 persen pada stratum atas 11,5 persen pada stratum menengah dan 5,4 persen pada stratum bawah. Selanjutnya, lebih dari 34,2 persen, sekitar 18,0 persen luas lahan stratum atas, 10,4 persen luas lahan stratum menengah dan 5,7 persen luas lahan stratum bawah merupakan lahan dimana perempuan memiliki hak pembagian secara khusus (exclusive right of disposal) 2 atas kepemilikan lahan. Sedangkan perempuan juga memiliki hak kepemilikan secara sah (customary legal right) 3 sama dengan laki-laki lebih dari 5,1 persen luas lahan stratum atas yang dimiliki oleh rumahtangga kasus, 5,6 persen luas lahan stratum menengah dan 2,5 persen luas lahan pada stratum bawah. Dari pola pengambilan keputusan tersebut diketahui bahwa meskipun persentasenya lebih rendah dari laki-laki, namun perempuan memiliki partisipasi dalam pengambilan keputusan yang cukup tinggi karena selain sebesar 21,4 persen pengambilan keputusan dilakukan oleh perempuan sendiri, masih terjadi pengambilan keputusan yang melibatkan perempuan sebanyak 37,1 persen. Menurut pemaparan responden dalam FGD dan wawancara mendalam yang dilakukan di kampung Cisalimar diungkapkan bahwa perempuan dan laki-laki tetap menjadi pelaku utama dan penentu utama atas masing-masing sumberdaya agraria yang dimilikinya, namun keduanya tetap saling membantu dalam pengelolaannya. 1 Perempuan memiliki hak kepemilikan secara adat, atau yang disebut oleh Mugniesyah sebagai customary right of posession sebanyak lebih dari jumlah lahan yang dimiliki oleh laki-laki. 2 Perempuan mempunyai hak pembagian secara khusus sebanyak lebih dari jumlah persentase yang dimiliki oleh perempuan 3 Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk memiliki lahan secara individu sebanyak lebih dari persentase lahan gono-gini.

9 Pengelolaan sumberdaya agraria merupakan cara bagaimana lahan tersebut termanfaatkan. Di tiga kampung kasus, dikembangkan beberapa komoditi yang tentunya memiliki cara tanam dan perlakuan yang bervariasi. Keberagaman komoditas dan kondisi sumberdaya agraria tersebut yang lantas mempengaruhi kontribusi ART laki-laki dan perempuan terhadap pengelolaan lahan. Tenaga kerja keluarga laki-laki memiliki kontribusi waktu lebih banyak daripada tenaga kerja keluarga perempuan pada lahan kering dan lahan sawah. Lain halnya dengan tenaga kerja luar keluarga, dimana kontribusi buruh perempuan dua kali lipat lebih tinggi dibanding buruh lak-laki pada lahan padisawah, namun tidak demikian pada lahan kebun yang membutuhkan waktu lebih banyak untuk pengelolaannya. Kemudian, jika dibandingkan dengan hari kerja pada lahan kebun, maka sesungguhnya, kontribusi waktu yang dialokasikan pada lahan kebun, lebih lama dibandingkan lahan padi-sawah meskipun umur tanamnya lebih lama padi dibandingkan tanaman hortikultura. Untuk kegiatan-kegiatan yang membutuhkan kontribusi dengan rata-rata hari kerja terbanyak dilakukan oleh laki-laki yakni pada kegiatan pengolahan lahan dan pengontrolan hama, sedangkan perempuan memiliki jumlah tinggi pada kegiatan persemaian dan panen. Pada stratum atas dan menengah, seterusnya pada stratum bawah keduanya memiliki akses yang sama, selanjutnya perempuan lebih akses pada kebutuhan rumahtangga dan pada hasil produksi, karena beberapa responden mengaku bahwa laki-lakinya yang bekerja di luar sektor usahatani memiliki akses yang lebih kecil dari perempuan. Akses perempuan dikatakan kurang pada pemenuhan kebutuhan pribadi karena perempuan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga daripada kebutuhan pribadi.

10 Pada usahatani kebun, terlihat sekali adanya kesenjangan antara persentase rumahtangga yang berpola pengambilan keputusan secara individu (suami sendiri dan perempuan sendiri). Pada lahan kebun perempuan tetap memiliki kontrol yang tinggi pada kegiatan penyiangan dan persemaian, diduga karena perempuan menjadi pelaku pada proses persemaian/bungbung pada tanaman cabai dan tomat. Sedangkan kontrol atas kegiatan lainnya masih dilakukan oleh suami dan bersama (suami istri, suami dominan; suami istri setara; suami istri, istri dominan) kontrol perempuan sangat rendah pada lahan kebun dikarenakan proses usahatani cukup rumit. Disamping itu lahan usahatani kebun merupakan satu-satunya pendapatan yang diperoleh, karena lahan sawah hanya untuk dikonsumsi secara pribadi (subsisten) sehingga pengambilan keputusan pada lahan usahatani sawah akan menentukan pendapatan rumahtangga. Dari hasil wawancara mendalam, perempuan di kampung Sukagalih menyatakan bahwa mereka memiliki kontrol yang tinggi atas lahan kebun, mereka selama ini hanya membantu menjadi pekerja keluarga, jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Relasi gender dalam rumahtangga petani atas kepemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria dipengaruhi pula oleh tingkat akses dan kontrol terhadap manfaat dari pengelolaan usahatani. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan bertujuan untuk mendukung penghidupan keluarga. Hasil pengelolaan lahan usahatani padi-sawah adalah beras yang menjadi makanan pokok pada setiap rumahtangga, sedangkan hasil dari lahan kebun adalah komoditas-komoditas hortikultura yang dapat dikonsumsi dan dijual untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk uang. Dengan demikian akses

11 anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan terhadap pengelolaan usahatani menentukan akses anggota ruamah tangga laki-laki dan perempuan terhadap manfaat dari pengelolaan sumberdaya agraria. Secara keseluruhan perempuan memiliki akses terhadap manfaat pengelolaan lahan lebih besar dari laki-laki. Perempuan lebih akses pada kebutuhan rumahtangga dan pada hasil produksi, karena beberapa responden mengaku bahwa laki-lakinya yang bekerja di luar sektor usahatani memiliki akses yang lebih kecil dari perempuan. Dalam pemanfaatan hasil pengelolaan sumberdaya agraria, akses perempuan dikatakan kurang pada pemenuhan kebutuhan pribadi karena perempuan cenderung mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga daripada kebutuhan pribadi.

12 FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun: Nama : Febri Sastiviani Putri Cantika No. Pokok : A Judul : Relasi Geder dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria (Kasus Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS. NIP Mengetahui, Fakultas Pertanian Dekan Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus Ujian:

13 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (KASUS DESA CIPEUTEUY, KECAMATAN KABANDUNGAN KABUPATEN SUKABUMI) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Maret 2008 Febri Sativiani Putri Cantika A

14 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 8 Februari 1986 di kota Yogyakarta dengan nama Febri Sastiviani Putri Cantika. Putri dari pasangan Eko Putranto dan Mutia Novarida ini memulai pendidikan formalnya pada usia 4 tahun di SDN Muktiharjo 10 Semarang, setelah lulus Sekolah Dasar, penulis melanjutkan pendidikannya di SMPN 15 Semarang. Karena pekerjaan ayahnya yang mengharuskan sang ayah tinggal di Jakarta dan sesekali melaksanakan studi di Luar Negeri, maka keluarganya memutuskan untuk pindah ke kota Bogor agar mempermudah mobilisasi ayahnya. Penulis kemudian melanjutkan sekolahnya di SMPN 4 Bogor dan lulus pada bulan Juni SMUN 2 merupakan sekolah menengah atas yang dipilih penulis untuk melanjutkan studinya. Penulis lulus pada Juni 2003 dan melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor dan memilih Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian melalui jalur USMI Di Institut Pertanian Bogor, penulis cukup aktif mengikuti beberapa kegiatan diantaranya: Organisasi Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Sosial Politik (MISETA) sebagai Ketua Departemen Sosial pada periode ; Gema Almamater periode ; Ladang Seni periode ; Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Sosial Politik Indonesia (POPMASEPI) periode ; Ladang Seni, sebagai Sekretaris Umum periode dan Forum Silaturahmi Mahasiswa Alumni ESQ (FOSMA) Bogor.

15 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pustaka dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Tak lupa shalawat serta salam yang selalu dilimpahkan kepada idola dan panutan seluruh muslimin di dunia Rasulullah Muhammad SAW atas segala ajarannya menjadi umat muslim yang selalu mencari ridha Allah SWT. Skripsi yang berjudul Relasi Gender dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria (Kasus Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) ini mengulas tentang bagaimana sistem kekerabatan mempengaruhi relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria termasuk pola pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria di Desa cipeuteuy yang notabene mempunyai sistem kekerabatan yang bilateral. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk mmeperoleh gelar sarjana pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada: 1. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS., selaku pembimbing utama yang telah mengarahkan dan memberi masukan sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Martua Sihaloho SP. MS., selaku penguji utama yang telah memberikan banyak masukan dalam rangka perbaikan Skripsi ini. 3. Ir. Dwi Sadono, MS., selaku penguji dari Departemen KPM yang telah banyak mengoreksi kesalahan dalam penulisan Skripsi ini. 4. Ir. Endriatmo Soetarto, MS., selaku pembimbing akademik yang banyak memberikan bimbingan dan nasehat. 5. Keluarga yang tercinta, Bapak dan Ibu yang telah memberikan kasih sayang dan doanya. Adik-adik terkasihku Joe dan Gemz. 6. Seluruh Warga Desa Cipeuteuy, terutama Keluarga besar Amih, Uwa Unen, Bapak Kosi, Bapak Ahim, Bapak Atin, Uwa Uneb dan Kang Hendy

16 yang telah menjadi keluarga dan memberikan tempat tinggal pada saat penulis melakukan penelitian. Juga kepada Izrom, Ipong, Lurah Acun Mansyur, Bapak Ida, Bapak Endang, Bapak Ustad Tirta, yang telah mendoakan, mendukung dan membantu kelancaran penelitian penulis. 7. Okty, teman sepanjang masaku, Hendrik, Putra, Bobby, Jhony, Poppy, terimakasih atas dukungan dan doanya dan Dian Annisa sebagai teman seperjuanganku, terima kasih untuk berbagi dan mendoakanku. 8. Bapak Ahmad Baehaqie, Ibu Melani, Pak Jajat dan Ibu Ira PSW dan Mas Anthon atas masukan, dukungan dan doanya. 9. Teman-teman komunitasku SALAM, KALAM, Kampoeng Bogor, Circle Clan, RCxHC, dan D.O.D yang telah memberikan doa dan dukungan. Terutama Januar Sena dan Aji Sarsito (alm) yang banyak membantu dalam saat-saat yang sulit dan memberikan masukan pada penelitian ini. 10. Teman-teman seperjuangan KPM 40, yang telah banyak membantu, terutama untuk Widi, Iq, Emma, Puput, Mine, Karin, Dephie, Ciendo, Veni, Irma, Susan, Cencen, Tika, Tata, Sasti, Nayda, Yoyo, Yuni, Jaum, Joko, Yudi, 11. Tim dosen KPM SOSEK IPB, terimakasih telah memberikan pengajaran yang terbaik, juga untuk seluruh staff KPM (Mbak Maria dan Mbak Nisa) yang telah membantu selama perkuliahan. 12. Tidak lupa rasa terima kasih juga kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu atas bantuannya dalam penyusunan dan penyelesaian Skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap bahwa Skripsi ini bermanfaat bagi pihakpihak yang mempunyai perhatian terhadap masalah gender dalam kaitannya dengan sumberdaya agraria. Bogor, Maret 2008 Penulis

17 i DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... vii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan... 8 BAB II PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pengertian Rumahtangga Pertanian Konsep Gender Jenis Peran dan Relasi Gender Kesetaraan dan Keadilan Gender Pengertian dan Lingkup Agraria Konsep dan Definisi Lahan Struktur Agraria Pola Penguasaan dan Kepemilikan Lahan Kerangka Pemikiran Definisi Operasional BAB III METODOLOGI Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan Sampel dan Responden Pengolahan dan Analisis Data BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis Keadaan Umum Penduduk Kelembagaan Sarana dan Prasarana... 59

18 ii BAB V PROFIL RUMAH TANGGA PETANI Karakteristik Individu Jenis Kelamin Umur Tingkat Pendidikan Jenis Pekerjaan Status Bekerja Karakteristik Rumahtangga Kepemilikan Benda Berharga Partisipasi Kelembagaan BAB VI SISTEM KEKERABATAN DAN DERAJAT PENGAKUAN TOKOH MASYARAKAT Sistem Kekerabatan Sistem Nilai yang Mengakui Status Laki-laki dan Perempuan dalam Keluarga Hukum Adat yang Mengatur Kepemilikan Sumberdaya Agraria oleh Laki-laki dan Perempuan Pengakuan Komunitas/Desa terhadap Kepemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria oleh Laki-laki dan Perempuan Derajat Pengakuan Tokoh Masyarakat terhadap Kepemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria oleh Laki-laki dan Perempuan Pencatatan Kepemilikan Lahan dalam Letter C Bukti SPPT Iuran Desa Menurut Individu Pemiliknya BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY BAB VIII RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA Pola Kepemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria Pola kepemilikan Sumberdaya Agraria Pola Penguasaan Sumberdaya Agraria Pemilikan Sumberdaya Agraria Tingkat Akses Anggota Rumahtangga Petani Lakilaki dan Perempuan terhadap Kepemilikan Sumberdaya Agraria

19 iii Tingkat Kontrol Anggota Rumahtangga Petani Laki-laki dan Perempuan terhadap Kepemilikan Sumberdaya Agraria Penguasaan Sumberdaya Agraria Tingkat Akses Anggota Rumahtangga Petani Lakilaki dan Perempuan terhadap Penguasaan Sumberdaya Agraria Pengelolaan Sumberdaya Agraria Tingkat Kontribusi Waktu Anggota Rumahtangga Petani Laki-laki dan Perempuan terhadap Pengelolaan Sumberdaya Agraria Tingkat kontrol Anggota Rumahtangga Petani Lakilaki dan Perempuan terhadap Pengelolaan Sumberdaya Agraria Manfaat dari Pengelolan Sumberdaya Agraria Tingkat Akses Anggota Rumahtangga Petani Lakilaki dan Perempuan terhadap Manfaat dari Pengelolaan Sumberdaya Agraria Tingkat kontrol Anggota Rumahtangga Petani Lakilaki dan Perempuan terhadap Manfaat dari Pengelolaan Sumberdaya Agraria IX. KESIMPULAN Kesimpulan Saran... Error! Bookmark no DAFTAR PUSTAKA

20 iv DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1. Tabel 2. Teks Halaman Luas Wilayah Desa Cipeuteuy Menurut Penggunaannya Tahun 2004 (dalam hektar) Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Angkatan Kerja Tahun Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Cipeuteuy Menurut Jenis Pekerjaan Tahun Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kepemilikan Lahan Tahun Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Jumlah Rumahtangga Pertanian Menurut Jumlah Kepemilikan Lahan Tahun Jumlah Anggota Rumahtangga Desa Cipeuteuy Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun Jumlah Sarana pengairan dan Rumahtangga Penerima Manfaat Sarana Pengairan di Desa Cipeuteuy Tahun Jumlah ART Laki-laki dan Perempuan Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi dan Golongan Umur Tahun 2007(dalam persen) Tabel 10. Jumlah ART Laki-laki dan Perempuan di Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi dan Pendidikan Terakhir Tahun 2007 (dalam persen) Tabel 11. Jumlah ART Laki-laki dan Perempuan pada Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi dan Jenis Pekerjaan (dalam persen) Tabel 12. Jumlah ART Laki-laki dan Perempuan pada Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi dan Jenis Pekerjaan Sampingan (dalam persen) Tabel 13. Jumlah ART Laki-laki dan Perempuan pada Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi dan Status Pekerjaan Tahun 2007 (dalam persen) Tabel 14. Kondisi Kepemilikan Ternak pada Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi Tahun 2006 (dalam persen)... 91

21 v Tabel 15 Kondisi Kepemilikan Benda Teknologi Rumahtangga pada Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Stratifikasi Tahun 2006 (dalam persen) Tabel 16. Kondisi RTP di Tiga Kampung Kasus Menurut Tingkat Partisipasi dan Jenis Kelamin Tabel 17. Pola Kepemilikan Lahan Pada Tiga Kampung Kasus Tahun 2007 (dalam Persen) Tabel 18 Distribusi Sumberdaya Agraria Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Menurut Tingkat Stratifikasi, dan Pola Kepemilikan Sumberdaya Agraria Tahun 2007 (dalam persen dan total jumlah dalam are) Tabel 19. Pola Penguasaan Lahan Pada Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy berdasarkan Jenis Lahan Tahun 2007 (dalam are dan persen) Tabel 20. Distribusi Sumberdaya Agraria Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Menurut Status Kepemilikan Lahan dan Jenis Lahan Tahun 2007 (dalam persen dan total jumlah dalam are) Tabel 21. Distribusi Sumberdaya Agraria Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Menurut Tingkat Stratifikasi dan Kepemilikannya Tahun 2007 (dalam persen dan jumlah total dalam are) Tabel 22. Tingkat Kontrol ART Terhadap Kepemilikan Sumberdaya Agraria Tahun 2007 (dalam persen) Tabel 23. Distribusi Sumberdaya Agraria Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Menurut Tingkat Stratifikasi, Bentuk Penguasaan dan Jenis Lahan Tahun 2007 (dalam persen dan jumlah total dalam are) Tabel 24. Distribusi Sumberdaya Agraria Menurut Tingkat Stratifikasi Berserta Status Kepemilikan yang Dikuasai Tahun 2007 (dalam persen dan jumlah total dalam are) Tabel 25 Tingkat Kontrol Terhadap Penguasaan Sumberdaya Agraria Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Tahun 2007 (dalam persen) Tabel 26. Kalender Musim Tanam (Kebun-Cabai) Desa Cipeuteuy Tahun 2007 (untuk 1 Rol Mulsa) Tabel 27. Kalender Musin Tanam Tomat Desa Cipeuteuy Tahun 2007 (untuk 1 rol mulsa) Tabel 28. Kalender Musim Tanam (Sawah) Desa Cipeuteuy Tahun

22 vi Tabel 29. Rata-rata dan Persentase Jam Kerja dalam Kegiatan Usahatani Padi Sawah di Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Tahun 2007 (dalam hektar) Tabel 30. Rata-rata dan Persentase Jam Kerja dalam Kegiatan Usahatani Kebun di Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Tahun 2007 (dalam hektar) Tabel 31. Rata-rata dan Persentase Hari Kerja dalam Kegiatan Usahatani Padi Sawah di Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Kec. Kabandaungan Kab. Sukabumi Jawa Barat Tahun 2007 (dalam hektar) Tabel 32. Rata-rata dan Persentase Hari Kerja dalam Kegiatan Usahatani Kebun di Dusun Pandan Arum Desa Cipeuteuy Kec. Kabandaungan Kab. Sukabumi Jawa Barat Tahun 2007 (dalam hektar) Tabel 33. Penentu Utama dalam Kegiatan Usahatani Padi Sawah di Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Kec. Kabandaungan Kab. Sukabumi Jawa Barat Tahun Tabel 34. Penentu Utama dalam Kegiatan Usahatani Lahan Pasir/Kebun di Tiga Kampung Kasus Desa Cipeuteuy Kec. Kabandaungan Kab. Sukabumi Jawa Barat Tahun Tabel 35. Tingkat Akses Terhadap Manfaat dari Pengelolaan Sumberdaya Agraria Tabel 36. Tingkat Kontrol Terhadap Manfaat dari Pengelolaan Sumberdaya Agraria

23 vii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagan Struktur Agraria Gambar 2 Kerangka Pemikiran Relasi Gender dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria Gambar 3. Peta Lokasi Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Gambar 4. Bagan Struktur Agraria Desa Cipeuteuy

24 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya agraria merupakan sumber penghidupan terpenting bagi masyarakat di Indonesia yang sebagian besar penduduknya menggantungkan diri dari proses produksi pertanian. Data Potensi Desa Sensus Pertanian (ST) 2003 melaporkan bahwa sektor pertanian menjadi sumber penghasilan sebagian besar penduduk, yakni 88,10 persen dari desa di Indonesia. Berdasar sektor mata pencaharian, sebagian besar bekerja di sektor tanaman pangan sebesar 71,71 persen diikuti oleh mereka yang bekerja di sektor perkebunan (17,55 persen), perikanan (4,70 persen), hortikultura (2,54 persen), pertanian lain (1,9 persen), kehutanan (1,27 persen) dan sisanya di sektor peternakan sebesar 0,30 persen. Lebih lanjut hasil ST 2003 menunjukkan bahwa sekitar 115 juta rumahtangga, 54 persen diantaranya adalah rumahtangga pertanian, yang terdiri atas 21,6 persen rumahtangga pertanian, 20,9 persen rumahtangga pengguna lahan, dan sekitar 11,5 persen adalah rumahtangga petani gurem (Badan Pusat Statistik dalam Mugniesyah, 2006). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumberdaya agraria, khususnya lahan menjadi tumpuan utama rumahtangga petani di Indonesia. Terjadinya krisis ekonomi multidimensional yang berkepanjangan telah menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat, yang tercermin dari tingginya jumlah penduduk miskin di pedesaan Indonesia. Data tahun 2004 menunjukkan bahwa dari 36,15 juta penduduk miskin di Indonesia, sebanyak 68,5 persen diantaranya adalah adalah penduduk di pedesaan (Badan Pusat Statistik,

25 2 2004). Pemerintah mengakui bahwa hal tersebut antara lain disebabkan masyarakat miskin di pedesaan menghadapi masalah keterbatasan akses terhadap sumberdaya alam dan ketimpangan struktur pemilikan dan penguasaan lahan, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Karenanya, dalam RPJMN dinyatakan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin, antara lain hak-hak atas tanah, lingkungan hidup, dan sumberdaya alam. Sesungguhnya sejak tahun 1960, kebijakan pemerintah sudah mengakui hak laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria, sebagaimana tercantum pada pasal 9 ayat 2 dalam Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Namun demikian, data yang dilaporkan Badan Pusat Statistik pada tingkat makro masih menggunakan rumahtangga sebagai unit analisisnya, sedangkan di tingkat mikro sebagaimana dikutip Mugniesyah dan Mizuno (2007), beberapa studi yang dilakukan para ahli agraria seperti van der Kroef, Hüsken, White dan Wiradi, sebagian besar hanya menggunakan data sekunder dan data primer dengan unit analisis rumahtangga. Itu sebabnya, keduanya menyatakan bahwa ketika membicarakan mengenai masalah agraria, maka tidak cukup hanya mengkaji pada tingkat rumahtangga saja, namun hingga tingkat individu baik lakilaki dan perempuan yang mempunyai kepentingan atas lahan. Dengan demikian pengakuan negara atas hak individu, baik laki-laki dan perempuan belum dimanifestasikan dengan ketersediaan data pada tingkat individu.

26 3 Kondisi tersebut nampaknya dimungkinkan karena masih adanya perbedan pendapat di kalangan birokrat dan pakar serta pelaksana pembangunan pertanian pada umumnya. Pertama, sebagaimana dikemukakan Mugniesyah dan Mizuno (2003), masih kuatnya persepsi yang bias gender di kalangan para pakar, birokrat dan pelaksana program pembangunan pertanian yang beranggapan bahwa pengelolaan usahatani dilakukan oleh rumahtangga, sehingga kepala rumahtanggalah yang bertanggungjawab atas semua hal yang berkenaan dengan usahatani. Akibat dari terjadinya internalisasi stereotipi nilai gender, secara de jure timbul asumsi bahwa yang berstatus sebagai kepala rumahtangga pertanian adalah laki-laki, dengan demikian pemilikan, penguasaan dan pengambilan keputusan yang berkenaan dengan sumberdaya agraria, khususnya lahan adalah laki-laki. Hal inilah yang selanjutnya membuat hampir seluruh sasaran dalam pembangunan pertanian pada masa lalu adalah petani laki-laki (Mugniesyah dan Fadhilah, 2001; Fakih dalam Bachriadi et.al.,1997). Dari asumsi tersebut, timbul beberapa pernyataan, salah satunya dari FSPI (2006) yang menyatakan bahwa bagi petani perempuan akses terhadap sumberdaya agraria bisa dikatakan tidak ada sama sekali, karena dalam budaya perempuan hanya mempunyai hak untuk bekerja dan mengolah sawah sementara kepemilikan berada di tangan suami/kepala keluarga, karena itu segala keputusan yang menyangkut tanah berada di tangan laki-laki. Berseberangan dengan pernyataan tersebut, selain mengutip dari hasil studi Simbolon (1998) serta Quisumbing dan Otsuka (2001), Mugniesyah dan Mizuno (2007) berhasil membuktikan adanya hubungan antara sistem nilai dan hukum adat yang disertai dengan bukti empiris rumahtangga petani lahan kering

27 4 Cianjur, Jawa Barat 4. Keduanya mengemukakan bahwa sistem kekerabatan akan mempengaruhi dinamika internal rumahtangga petani 5, termasuk relasi gender dalam hal kepemilikan, penguasaan dan pengelolaan sumberdaya agraria, antara lain melalui sistem nilai dan hukum adat yang mengatur kepemilikan lahan dan sumberdaya agraria lainnya. Sayangnya, banyak studi yang berkaitan dengan kepemilikan lahan sama sekali tidak menyinggung dan menyebutkan mengenai sistem nilai dan pembagian lahan pada anggota keluarga dengan memperhatikan laki-laki dan perempuan, padahal menurut Soepomo (1982) dalam Mugniesyah dan Mizuno (2007), laki-laki (suami) dan perempuan (istri) mempunyai hak yang sama dalam pernikahan, termasuk individu dan hak kepemilikan. Adanya perbedaan pendapat tersebut, menuntut adanya penelitianpenelitian yang berkenaan dengan relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria di kalangan masyarakat petani. Hal ini menjadi penting, untuk beberapa alasan; pertama, sebagaimana diungkapkan oleh Fakih (1997) 6, bahwa para pakar yang mencoba mencari solusi masalah kemiskinan dan pedesaan melalui usaha pembaruan agraria, belum berhasil memasukkan analisis yang tajam mengenai bagaimana relasi gender terjadi dan sering justru menjadi sumber marjinalisasi kaum perempuan. Kedua, penelitian ini penting untuk mendukung ketersediaan data kepemilikan dan penguasaan lahan menurut jenis kelamin, 4 Mugniesyah dan Mizuno (2007) mengemukakan bahwa adanya sistem nilai adil gender dan hukum adat yang setara gender di kalangan masyarakat petani lahan kering, petani perempuan dan laki-laki akses dan kontrol terhadap kepemilikan dan penguasaan lahan pertanian dan pengelolaan usahatani, baik itu sistem padi sawah maupun sistem huma talun. Keduanya mengemukakan hasil studi Simbolon (1998) yang menemukan bahwa pada masyarakat Batak yang patrilineal sekalipun, perempuan petani bisa akses dan kontrol terhadap lahan. Berkenaan hasil studi Quisumbing dan Otsuka (2001), dilaporkan bahwa pada masyarakat Sumatera Barat yang matrilineal, adanya individualisasi dalam hak atas lahan telah membawa dampak pada sistem yang lebih egalitarian, dimana laki-laki dan perempuan memiliki hak waris atas lahan (Quisumbing dan Otsuka,2001) 5 Keluarga/rumahtangga petani adalah unit terkecil suatu masyarakat, maka sistem kekerabatan dimana rumahtangga petani menjadi anggotanya akan mempengaruhi dinamika internal rumahtangga petani. 6 Fakih (1997) dalam prolog pada buku Reformasi Agraria

28 5 sebagai suatu prasyarat bagi terselenggaranya pembangunan pertanian yang responsif gender sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No.9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) 7. Kebutuhan ini juga perlu diteliti lebih lanjut mengingat akses terhadap lahan merupakan strategi oleh pemerintah sehubungan dengan RPJMN , yang menyatakan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan harus disertai upaya untuk menjamin dan melindungi hak perorangan dan komunal atas tanah dengan cara meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah bagi masyarakat miskin tanpa diskriminasi gender yang juga didukung oleh UU No 7 Th 1984 mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang juga merupakan kesepakatan terhadap Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (CEDAW) Perumusan Masalah Rumahtangga petani terdiri atas individu-individu laki-laki dan perempuan, sebagaimana dikatakan Slyter dan Rocheleau (1995) dalam Mugniesyah dan Mizuno (2003) bahwa dalam tataran dunia, baik perempuan maupun laki-laki merupakan sumberdaya pemakai dan pengelola dimana keduanya memiliki perbedaan peran, kewajiban, kesempatan, dan ketidakleluasaan dalam mengelola sumberdaya baik dalam tataran rumahtangga maupun komunitas. Dengan demikian pengelolaan sumberdaya agraria menuntut partisipasi anggota masyarakat, laki-laki dan perempuan, khususnya di pedesaan, karena mereka pada dasarnya memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya 7 Inpres No.9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional yang menetapkan pengintegrasian perspektif gender dalam pembangunan, baik pembangunan nasional, daerah maupun sektoral, guna mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

29 6 tersebut melalui hak-hak adat dari sistem kekerabatan dimana mereka menjadi anggotanya, yang dikenal sebagai kelembagaan kepemilikan lahan. Mengacu kepada pendapat Soepomo, Koentjaraningrat dan Ekadjati dalam Mugniesyah dan Mizuno (2007), masyarakat Desa Cipeuteuy diduga tergolong masyarakat Sunda yang memiliki sistem kekerabatan Bilateral. Masyarakat petani Desa Cipeuteuy yang diduga tidak homogen, memiliki sistem nilai tersendiri (lokal) berkenaan dengan status anak laki-laki dan perempuan dalam hak atas harta (termasuk sumberdaya agraria) dalam keluarga/rumahtangga mereka. Sehubungan dengan itu, adakah sistem nilai yang mengatur status anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga/rumahtangga dan apakah sistem tersebut adil gender? Menurut ahli antropologi seperti Koentjaraningrat dan ahli sosiologi seperti Soerjono Soekanto, sistem nilai (values) mempengaruhi perilaku anggota masyarakat dalam mencapai tujuan mereka berkeluarga dan bermasyarakat, Bahkan Soerjono dan Taneko menyatakan bahwa sistem kekerabatan juga mengatur hukum adat yang berhubungan dengan alokasi harta kekayaan (termasuk sumberdaya agraria) dalam keluarga. Sehubungan dengan itu, apakah sistem nilai yang ada mempengaruhi hukum adat yang setara gender dalam hal sistem alokasi sumberdaya agraria diantara anak laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga petani. Bagaimanakah relasi gender dalam hal kepemilikan sumberdaya agraria dalam rumahtangga petani tersebut? Bagaimana pula pengaruhnya pada pola kepemilikan lahan pada tingkat rumahtangga petani? Mengingat rumahtangga petani adalah unit terkecil dalam komunitas/masyarakat pertanian, apakah sistem nilai dan hukum adat dalam sistem alokasi sumberdaya agraria pada tingkat rumahtangga petani juga diakui

30 7 oleh komunitas masyarakat petani yang lebih luas? Apakah sistem nilai tersebut juga mempengaruhi alokasi sumberdaya agraria pada tingkat komunitas? Mengacu pada hasil empiris White dan Wiradi (1987) serta Mugniesyah dan Mizuno (2007) tentang pola penguasaan lahan, bagaimana pula pengaruhnya terhadap pola penguasaan lahan oleh anggota rumahtangga petani? Sebagaimana dikemukakan oleh pakar gender dalam pembangunan, upaya untuk memahami relasi gender dalam rumahtangga petani dapat dilakukan dengan menggunakan teknik analisis gender yang diartikan sebagai pengujian secara sistematis terhadap peranan-peranan, hubungan-hubungan dan prosesproses yang memusatkan perhatiannya pada ketidakseimbangan kekuasaan, kesejahteraan dan beban kerja antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat (Mosher dalam Mugniesyah, 2004). Karenanya, apakah pola kepemilikan dan penguasaan lahan tersebut juga mempengaruhi pola pengelolaan sumberdaya agraria oleh anggota rumahtangga petani? Berhubungan dengan komponen yang perlu dianalisis dalam teknik analisis gender, apakah anggota rumahtangga petani dewasa, laki-laki dan perempuan mempunyai akses dan kontrol terhadap pengelolaan sumberdaya agraria? Di pihak lain, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 pasal 9 ayat 2, apakah anggota rumahtangga petani di Desa Cipeuteuy juga memiliki akses dan kontrol terhadap manfaat dari pengelolaan sumberdaya agraria yang mereka lakukan? Pada tingkat makro, pemerintah mengakui kepemilikan lahan pada tingkat individu, laki-laki dan perempuan. Mengacu pada Mugniesyah dan Mizuno (2007), apakah kepemilikan lahan pada tingkat individu tersebut diakui

31 8 oleh desa/aparat desa, sebagaimana dicerminkan dalam Letter C dan bukti formal lainnya (sertifikat, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau SPPT, dan PBB)? Akses dan kontrol anggota rumahtangga petani/buruh tani laki-laki dan perempuan atas lahan sangat dipengaruhi oleh pemanfaatan sumberdaya agraria, karenanya perlu diketahui bagaimanakah kondisi sumberdaya agraria dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumberdaya agraria? Akses dan kontrol atas sumberdaya agraria akan menunjukkan bagaimana laki-laki dan perempuan mempunyai peluang dan hak untuk mengambil keputusan untuk memiliki, menguasai, mengelola dan memanfaatkan hasilnya, sehingga perlu diketahui, bagaimanakah akses dan kontrol atas sumberdaya agraria menentukan pola pemilikan, penguasaan, pengelolaan dan manfaat yang diperoleh atas lahan 1.3. Tujuan dan Kegunaan Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Sistem nilai mengenai status anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga/rumahtangga petani yang berkaitan atas hak harta (termasuk sumberdaya agraria) pada masyarakat petani Desa Cipeuteuy serta menganalisis adil gender dalam sistem nilai tersebut. 2) Hubungan antara sistem nilai mengenai status anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga/rumahtangga petani dengan hukum adat yang berhubungan dengan alokasi harta kekayaan (termasuk sumberdaya agraria) dalam keluarga serta pola kepemilikan lahan pada rumahtangga petani.

32 9 3) Pengakuan anggota masyarakat/komunitas pertanian terhadap sistem nilai tentang status anak dalam rumahtangga dan hubungannya dengan pola penguasaan sumberdaya agraria pada rumah tanga petani. 4) Dinamika relasi gender dalam pengelolaan sumberdaya agraria, khususnya yang berkenaan dengan akses dan kontrol anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan terhadap pengelolaan sumberdaya agraria yang dimiliki dan dikuasai. Selain itu juga untuk mengetahui akses dan kontrol mereka terhadap manfaat dari pengelolaan sumberdaya agraria yang mereka lakukan. 5) Pengakuan aparat desa terhadap kepemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria pada tingkat individu, laki-laki dan perempuan sebagaimana tercermin dalam dokumen Letter C dan bukti formal lainnya (sertifikat, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau SPPT, dan PBB) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan referensi bagi berbagai pihak yang tertarik dan terkait dengan kajian gender dalam penguasaan dan kepemilikan lahan serta potensi konflik yang ada di dalamnya, khususnya bagi: 1. Peneliti sendiri, sebagai proses pembelajaran yang akan memberikan pengalaman dan pembelajaran dalam penerapan konsep, teori dan metodologi yang telah dipelajari, terutama teori-teori mengenai gender dan sosiologi agraria. 2. Peneliti dan akademisi lainnya, penelitian ini dapat memberikan sumbangsih berupa tambahan literatur dan informasi dasar berkenaan

33 10 dengan relasi gender dalam penguasaan dan kepemilikan sumberdaya agraria. 3. Non-akademisi yang meliputi pemerintah pusat maupun daerah, lembagalembaga pemberdayaan perempuan, swasta dan masyarakat dapat bermanfaat dalam mendukung kebutuhan data terpilah menurut jenis kelamin yang dibutuhkan dalam pelaksanaan PUG dan penyelenggaraan program yang sensitif gender serta mendukung bagi terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.

34 11 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka Pengertian Rumahtangga Pertanian Rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik serta biasanya tinggal bersama dan mengkonsumsi makanan yang berasal dari satu dapur, dimana kebutuhan seharihari anggotanya dikelola menjadi satu (BPS, 1996). Adapun yang dimaksud dengan rumahtangga pertanian adalah rumahtangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, keramba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak atau unggas ataupun berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual untuk memperoleh pendapatan ataupun keuntungan atas resiko sendiri. Dengan demikian, yang dimaksud dengan rumahtangga usahatani adalah rumahtangga yang salah satu atau lebih anggotanya mengolah lahan pertanian, baik lahan basah (sawah) maupun lahan kering, membudidayakan tanaman pertanian, melakukan pengambilan hasil lahan pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dimanfaatkan sendiri atau dijual untuk memperoleh pendapatan ataupun keuntungan atas resiko sendiri Konsep Gender Gender, secara etomologis diartikan sebagai menjadi laki-laki dan perempuan seta terkait denga isu-isu mengenai perbedaan, relasi dan peranan gender. Gender pertama kali dinyatakan sebagai suatu karakteristik sosial pada

35 12 tahun 1792 oleh Mary Wollstonecraft. Ivy dan Barklund (1995) dalam Mugniesyah (2005) mengemukaan bahwa gender merupakan sesuatu yang dikonstruksikan, karena gender bukanlah suatu fakta alamiah tetapi secara historis dapat merubah suatu hubungan sosial. Selanjutnya, para ahli peminat studi gender, diantaranya: Donnel (1988); Eviota (1993); Kabeer (1990); Sudrajat (1994); Fakih (1994); ILO (2000); Wood (2001) mengemukakan definisi gender yang dapat disimpulkan bahwa gender tidak sama dengan jenis kelamin dan gender bukan berarti perempuan. Gender merupakan suatu bentukkan/ konstruksi sosial mengenai perbedaan peran, fungsi serta tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan serta bagaimana laki-laki berperilaku maskulin dan perempuan berperilaku feminin menurut budaya yang berbeda-beda. Perbedaan gender dapat menimbulkan adanya permasalahan seputar ketidakadilan gender yang mencakup stereotipi, beban kerja, subordinasi, marjinalisasi dan kekerasan. Menyusul pernyataan dari Fakih tersebut, Mugniesyah mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin telah mempengaruhi manusia untuk memberi persepsi identitas peranan gender atau mengakibatkan perbedaan peranan gender (Mugniesyah, 2006, 8). Perbedaan biologis seringkali menjadi landasan masyarakat untuk mengkotakkan peran perempuan dan lakilaki. Seorang perempuan yang berperan sebagai ibu dengan kemampuan reproduktif untuk melahirkan dan menyusui membawa masyarakat untuk menempatkan perempuan kedalam peran-peran pengasuhan yang berkorelasi dengan ibu. Demikianlah sehingga perempuan mengalami proses domestikasi atas statusnya sebagai ibu. Demikian halnya dengan laki-laki yang di label i sebagai pencari nafkah dan pekerja, sehingga ia memiliki kekuasaan yang tinggi

36 13 atas sumberdaya ekonomi keluarga dan dalam proses pengambilan keputusan sementara perempuan tersubordinasi oleh peranan laki-laki yang dominan Jenis Peran dan Relasi Gender Peran gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Adapun yang dimaksud dengan peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu di persepsikan sebagai peranan perempuan dan laki-laki. Mosher (1993) dalam Mugniesyah (2006) mengemukakan adanya tiga kategori peranan gender (triple role), yaitu: 1. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan lakilaki untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai atau sejenisnya. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumahtangga/subsistem dengan suatu nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial. Contohnya: kegiatan bekerja baik di sektor formal maupun informal. 2. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan tenaga. Contoh: Melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan, membersihkan rumah, memperbaiki baju dan lainnya.

37 14 3. Peranan Pengelolaan Masyarakat dan Politik. Peranan ini dibedakan ke dalam dua kategori sebagai berikut: a. Peranan Pengelolaan Masyarakat (Kegiatan Sosial), yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan dalam tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunteer dan tanpa upah. b. Pengelolaan Masyarakat Politik (Kegiatan Politik), yakni peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung ataupun tidak langsung), dan meningkatkan kekuasaan atau status. Peranan gender berhubungan dengan relasi gender yang menurut Agarwal (1994) dalam Mugniesyah (2006) diartikan sebagai suatu hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan (ide), praktek dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan Kesetaraan dan Keadilan Gender Menurut konsepsi ILO (2001), Mugniesyah (2005) mengemukakan tentang pengertian keadilan dan kesetaraan gender, dimana keadilan gender (gender equity) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup perlakuan setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan dan manfaat. Kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotipi, prasangka, dan peran gender yang kaku. Dalam hal ini kesetaraan bukanlah berarti bahwa laki-laki dan perempuan menjadi sama, akan tetapi hak-

38 15 hak, tanggung jawab dan kesempatan mereka tidak ditentukan karena mereka terlahir sebagai laki-laki dan perempuan (ILO, 2001). Upaya pemerintah dalam menghapuskan ketidakadilan gender di Indonesia, salah satunya melalui pembuatan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan gender, diantaranya adalah Inpres No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan, Keputusan Menteri dalam Negeri No. 132 tahun 2003, Undang-undang No. 7 tahun 1984 tentang rativikasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elemination of All from of Discrimination Against Women atau CEDAW), GBHN dan UU No. 25 tahun Dikeluarkannya Inpres No. 9 tahun 2000 adalah dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan, serta upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dipandang perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender kedalam seluruh proses pembangunan nasional (Mugniesyah, 2004). Untuk menyikapi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor. 132 Tahun 2003 tentang pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan di daerah. Kebijakan ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pedoman pelaksanaan PUG pada pembangunan di daerah. Pembuatan kebijakan-kebijakan dalam upaya penghapusan ketidakadilan gender diharapkan dapat dilaksanakan diseluruh wilayah di Indonesia dan ditaati oleh semua lapisan warga masyarakat Indonesia agar kesetaraan dan keadilan gender dapat terwujud.

39 Pengertian dan Lingkup Agraria Tjondronegoro dan Wiradi (2001) mengemukakan bahwa pengertian agraria secara etimologis berasal dari bahasa Latin ager yang dapat berarti lapangan, pedusunan, wilayah; aggeer yang berarti tanggul pelindung, pematang, tanggul sungai, jalan tambak, reruntuhan tanah dan bukit. Kedua ahli agraria tersebut mengatakan bahwa agraria sangat berkonotasi dengan tanah, hal ini menunjukkan bahwa agraria mencakup segala sesuatu yang ada di atas tanah yang dapat meliputi air, sungai, tumbuhan, bangunan, bahkan manusia yang menghuni di atasnya. Berdasarkan Pasal 1 (ayat 2,4,5,6) UUPA 1960, Sitorus (2004) menyimpulkan konsep agraria yang merujuk pada obyek atau sumber agraria yang meliputi:(1) Tanah, atau permukaan bumi, yang merupakan modal alami utama dalam kegiatan; (2) Perairan, baik di darat maupun di laut, yang merupakan modal alami utama dalam kegiatan perikanan dan area penangkapan ikan (fishing ground) bagi komunitas nelayan; (3) Hutan, meliputi kesatuan flora dan fauna dalam suatu kawasan tertentu yang merupakan modal alami utama dalam kegiatan ekonomi komunitas perhutanan; (4) Bahan Tambang mencakup beragam barang tambang dan mineral yang terkandung di dalam perut;(5) Udara, dalam arti ruang di atas bumi dan air maupun materi udara (O2) itu sendiri Konsep dan Definisi Lahan Menurut Soepardi (1983) lahan merupakan tanah (sekumpulan tubuh alamiah, mempunyai kedalaman lebar yang ciri-cirinya mungkin secara langsung berkaitan dengan vegetasi dan pertanian sekarang ) ditambah ciri-ciri fisik lain seperti penyediaan air dan tumbuhan penutup yang dijumpai. Lahan merupakan

40 17 sumberdaya dasar sumber makanan, serat, bahan-bahan bangunan, mineral, energi, dan bahan-bahan alamiah lain yang dibutuhkan manusia untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya (Winoto, 1997) Lahan bersama faktor produksi lainnya akan dijadikan dasar untuk menciptakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh manusia, Dengan demikian lahan dapat diartikan sebagai sebidang tanah dalam penampakan fisik yang digunakan sebagai sumberdaya ekonomi wilayah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup Struktur Agraria Seperti yang sebelumnya dinyatakan oleh Tjondronegoro dan Wiradi (2001) bahwa agraria mencakup semua sumberdaya dan manusia yang ada di atas suatu wilayah. Unsur kekayaan alam dan kehidupan sosial mempunyai hubunganhubungan yang saling berkaitan dalam pengelolaan agraria. Unsur pertama dalam agraria adalah sumber agraria yang kemudian disebut sebagai objek agraria, sedangkan manusia sebagai pengelola sumber agraria disebut sebagai subjek agraria. Subjek agraria dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok sosial, yaitu (1) komunitas yang meliputi individu, keluarga kelompok; (2) pemerintah mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa; (3) pihak swasta (private sector), yang mencakup perusahaan kecil, sedang dan perusahaan besar. Dengan mengacu kepada pendapat Habermas 8, Sitorus (2004) merumuskan dimensi kerja dan interaksi yang terdapat pada bidang keagrariaan. Ketiga subjek agraria yang telah dijelaskan mempunyai hubungan satu sama lain 8 J. Habermas dalam tesisnya menuliskan tentang dua dimensi tindakan manusia, yaitu dimensi kerja yang merupakan tindakan teknis dan dimensi interaksi atau komunikasi yang merupakan tindakan sosial.

41 18 yang disebut hubungan sosio agraria yang diwujudkan dalam interaksi antara ketiga subjek agraria dalam memanfaatkan objek agraria. Hubungan ini menggambarkan hubungan yang terjadi antara manusia dengan manusia. Hubungan yang terjadi antara pihak-pihak yang berkepentingan atas sumber agraria ini bersifat dua arah. Hal yang mendasari timbulnya hubungan ini adalah hak yang dimiliki tiap subjek agraria atas pengelolaan sumber agraria. Pola hubungan tersebut dapat terjadi antara subjek agraria dan intra subjek agraria. Hubungan antar subjek agraria tercemin dari hubungan antara pemerintah dengan komunitas, pemerintah dengan swasta dan komunitas dengan swasta. Sedangkan hubungan intra subjek agraria digambarkan lewat hubungan antara kelompok komunitas, contohnya adalah hubungan antara individu dengan keluarga; hubungan antar kelompok pemerintah yang tercermin antara pemerintah pusat dengan daerah; dan antar swasta yaitu antara perusahaan nasional dan multinasional. Hubungan teknis terjadi antara masing-masing subjek agraria dengan objek agraria yang diwujudkan dalam hubungan kerja yang berupa pengelolaan dan penguasaan terhadap sumber agraria. Pola hubungan ini mencerminkan hubungan antara manusia dengan sumber agraria. Hubungan teknis bersifat searah dan menunjukkan cara kerja subjek dalam mengelola sumber-sumber agraria untuk memenuhi kebutuhannya. Subjek agraria akan memanfaatkan sumber agraria sesuai dengan kebutuhannya, karenanya cara-cara yang digunakan dalam mengelola sumberdaya agraria berbeda-beda sesuai dengan kepentingan. Dua cara pengelolaan yang digunakan subjek agraria adalah dengan (1) konservatif, yang memperhatikan kelestarian sumberdaya dan (2) eksploitatif yang akan berdampak

42 19 pada degradasi lingkungan hidup yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat sekitar. Perbedaan pola penguasaan antar subjek agraria (komunitas, pemerintah dan pihak swasta) direpresentasikan dengan suatu hubungan kelas-kelas sosial seperti hubungan antara pemilik dengan pemilik, pemilik dengan penyewa dan lainnya. Sitorus (2004) menyebutkan bahwa hubungan antara kelas sosial dalam penguasaan sumber agraria mengandung dimensi sosiologis, antropologis, ekonomi politik, budaya yang membentuk suatu tatanan sosial yang disebut struktur sosial. Struktur agraria menunjukkan cara produksi dari subjek-subjek agraria yang juga sangat ditentukan oleh formasi sosial yang ada dalam masyarakat. Terdapat lima tipe struktur agraria yang menunjukkan cara produksi baik yang eksis maupun dominan diantaranya ( Jacoby, 1971; Wiradi, 2000 dalam): 1. Tipe Naturalisme Komunitas lokal seperti komunitas adat menguasai sumber agraria secara kolektif, atau dimiliki secara bersama-sama. 2. Tipe Feodalisme Sumber agraria dikuasai oleh tuan tanah yang biasanya merupakan patronpolitik. 3. Tipe Kapitalisme Sumber agraria dikuasai oleh perusahaan-perusahaan pemilik modal (nonpenggarap) atau perusahaan kapitalis. 4. Tipe Sosialisme Sumber agraria dikuasai oleh negara atas nama kelompok pekerja.

43 20 5. Tipe Populisme/ Neo populisme Sumber agraria dikuasai oleh keluarga/ rumah tangga pengguna. Dalam suatu masyarakat ditemukan setidaknya dua atau tiga jenis tipe penguasaan agraria dan tidak ditemukan secara mutlak hanya satu tipologi saja. Kelima tipe tersebut menunjukkan struktur agraria dalam penguasaan sumber agraria dimana satu tipe akan lebih dominan dalam masyarakat dibanding tipe lainnya. Misalkan dalam tipe kapitalis, hubungan yang akan terbentuk adalah hubungan majikan-buruh, sedangkan untuk sosialis akan akan tercipta hubungan ketua-anggota antara pemerintah dengan komunitas. Hubungan teknis dan sosio agraria yang tercipta dalam pola penguasaan agraria dapat digambarkan sebagai hubungan antara subjek dengan pusatnya yaitu objek agraria, yang dapat ditunjukkan oleh Gambar 1. Gambar 1. Bagan Struktur Agraria Keterangan: : Hubungan teknis agraria : Hubungan sosio agraria

44 Pola Penguasaan dan Kepemilikan Lahan Menurut Wiradi (1984), Kata pemilikan menunjuk kepada penguasaan formal, sedangkan kata penguasaan menunjuk pada penguasaan efektif. Lahan yang tergolong kedalam lahan milik mempunyai bukti-bukti kepemilikan secara sah yang mengikat lahan tersebut dengan pemiliknya. Sebagaimana diungkapkan oleh Kano (1984), pola kepemilikan lahan dibagi menjadi tiga kategori yakni: milik perorangan turun menurun 9, tanah komunal dan tanah bengkok. Adapun milik perorangan dapat diperoleh melalui proses jual beli dan pemindahtanganan dengan cara waris dan hibah. Adapun penguasaan lahan berkenaan dengan sejumlah lahan yang digarap dan dimanfaatkan yang menurut Wiradi (1984) meliputi hal-hal yang menyangkut hubungan penggarapan tanah. Dengan demikian pemilikan lahan tidak selalu mencerminkan penguasaan lahan, karena ada berbagai jalan untuk menguasai tanah yaitu melalui sewa, sakap, gadai dan sebagainya. Selanjutnya, laporan Tjondronegoro (1869) menerangkan tentang bagi hasil yang terjadi di atas tanah sendiri yang disewakan, dimana penyewa bertindak sebagi pemberi tanah garapan, sedangkan pihak yang menyewakan tanah, yaitu pemiliknya, bertindak sebagai penyakap. Adapun bentuk-bentuk bagi hasil dan sewa menyewa tanah seperti studi yang dilakukan oleh Biro Penelitian Umum RI di pedesaan Jawa Barat (Kroef, 1896) meliputi: 9 Milik perorangan turun menurun adalah suatu bentuk penguasaan tanah dimana seseorang menduduki sebidang tanah secara kekal, dapat menyerahkannya kepada ahli warisnya beik melalui pemindahtangannan hak penguasaan tersebut sebelum ia meninggal, atas kemauannya atau pemindahtanganan tersebut pada saat meninggalnya.

45 22 1. Mertelu, Pemilik tanah menanggung biaya benih (sampai pada saat penghapusan sistem ini, juga membayar pajak-pajak tanah) dan memungut 2/3 hasil panen, sisanya merupakan hak penyewa atau penyakap. 2. Merapat, Persyaratannya sama dengan di atas, kecuali bahwa pemilik tanah mendapat ¾ bagian hasil panen dan bagian untuk penyakap. 3. Nyeblok/Ngepak: Dalam hal ini penggarap melakukan semua pekerjaan, dari membajak, menyiang sampai menanam. Kemudian pemilik tanah mengambil alih pekerjaan (mengatur pengairan dan panen). Penggarap menerima 1/5 hasil panen. 4. Derep:Penggarap/buruh terutama menanam padi, tetapi dapat diminta membantu pekerjaan lain sampai panen tiba. Bagian buruh adalah 1/5 padi bulir, tetapi bilamana hasilnya jelek bagiannya dapat berkurang. 5. Gotong royong: Suatu kegiatan yang biasanya mengikutsertakan anggota keluarga saja. Penggarap mendapat bagian yang telah ditentukan sebelumnya dan sesuai dengan kebiasaan. Pemilik tanah yang luas biasanya tidak selalu menggarap tanahnya sendiri, sebaliknya, pemilik tanah yang sempit dapat pula menggarap tanah orang lain melalui sewa atau sakap, disamping menggarap tanahnya sendiri. Dengan demikian, penduduk pedesaan tidak hanya menggarap tanah milik, namun juga menggarap lahan orang lain, sehingga menurut pola penguasaannya dapat dikelompokkan menjadi: 1. Pemilik Penggarap murni, yakni petani yang hanya menggarap tanahnya sendiri.

46 23 2. Penyewa dan penyakap murni, yakni mereka yang tidak memiliki tanah tapi mempunyai tanah garapan melalui sewa dan /atau bagi hasil. 3. Pemilik penyewaan/atau pemilik penyakap, yaitu mereka yang disamping menggarap tanahnya sendiri juga menggarap tanah orang lain 4. Pemilik bukan penggarap 5. Tunakisma mutlak, yaitu mereka yang tidak memiliki tanah dan tidak memilik tanah garapan. Sebagian dari mereka adalah buruh tani dan hanya sedikit yang memang tidak bekerja di bidang pertanian Kerangka Pemikiran Penelitian mengenai Relasi Gender dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria, kasus pada rumahtangga petani Desa Cipeuteuy ini didasarkan pada hasil sintesis dari beragam konsep, pendekatan dan teori khususnya mengenai gender dan agraria yang dirumuskan dalam kerangka pemikiran seperti yang tertera pada Gambar 2. Adapun lingkup sumberdaya agraria dalam studi ini mencakup jenis-jenis lahan, meliputi rumah/ pemukiman, sawah, pekarangan, tanah darat, lahan kering atau tegalan, kolam, hutan milik individu (penduduk asli desa/pendatang), komunal, desa, swasta dan atau subjek agraria lainnya, serta taman nasional. Relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria, dalam studi ini dianggap sebagai variabel-variabel tidak bebas (dependent variable). Keluarga/rumahtangga petani merupakan unit terkecil dalam masyarakat hukum adat pada tingkat sistem kekerabatan, komunitas dan desa (Soekanto, 1979; Soekanto dan Taneko, 1981). Mengacu pada konsep akses dan kontrol dari Hagiss, dkk. dan Agarwal serta hasil empiris dari studi Mugniesyah

47 24 dan Mizuno (2007) pada masyarakat petani lahan kering di Cianjur, relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria pada tingkat keluarga/rumahtangga petani/buruh tani dalam studi ini akan ditelaah melalui indikator-indikator akses dan kontrol anggota rumahtangga petani laki laki dan perempuan terhadap pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria, serta akses dan kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan terhadap pengelolaan dan manfaat pengelolaan sumberdaya agraria. Sehubungan dengan itu, relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria diukur oleh variabel-variabel :tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria (Y1), tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria (Y2), tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas penguasaan sumberdaya agraria (Y3), tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas penguasaan sumberdaya agraria (Y4), tingkat kontribusi waktu dalam pengelolaan sumberdaya agraria (Y5), tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan sumberdaya agraria (Y6), tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan terhadap manfaat dari pengelolaan usahatani, (Y7), dan tingkat kontrol anggota rumahtangga petani lakilaki dan perempuan terhadap manfaat dari pengelolaan usahatani (Y8). Selanjutnya, variabel tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria (Y1) dan tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria (Y2), diduga akan mempengaruhi pola kepemilikan sumberdaya agraria.

48 25 Variabel tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas penguasaan sumberdaya agraria (Y3) dan tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas penguasaan sumberdaya agraria (Y4) diduga akan mempengaruhi pola penguasaan sumberdaya agraria. Mengacu pada konsep peranan produktif menurut Mosher (1993) dan pengalaman empiris dari studi terdahulu, seperti laporan Pudjiwati Sajogyo (1991), Mugniesyah, dkk (2001), serta Mugniesyah dan Mizuno (2003), tingkat kontribusi anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan lahan dapat dilihat dari peranan anggota rumahtangga petani dalam mengelola sumberdaya agraria sebagai kegiatan produktif yang secara kualitatif diketahui melalui variabel pembagian kerja dalam mengelola sumberdaya agraria. Secara kuantitatif dilihat dengan tingkat kontribusi waktu anggota rumahtangga petani dalam mengelola sumberdaya agraria (sistem sawah, sistem kebun, hutan rakyat, taman nasional, lahan swasta dan/ negara, kolam, lahan pekarangan, dan lainnya). Adapun kontrol terhadap pengelolaan sumberdaya agraria diukur melalui pola pengambilan keputusan dalam mengelola sumberdaya agraria yang disesuaikan dengan tahapan kegiatan pengelolaan sumberdaya agraria yang dimiliki atau dikuasai oleh anggota rumahtangga petani. Tingkat akses terhadap manfaat hasil pengelolaan sumberdaya agraria dapat diukur dari akses mengkonsumsi hasil produk, pengelolaan sumberdaya agraria dan akses terhadap hasil penjualan (pendapatan dari produk pengelolaan sumberdaya agraria), sedangkan tingkat kontrol terhadap hasil pengelolaan sumberdaya agraria diukur dengan pola pengambilan keputusan dalam

49 26 menentukan alokasi produk dan pola pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi hasil penjualan produk. Mengingat relasi gender pada tingkat rumahtangga petani merupakan hasil konstruksi sosial budaya masyarakat, dimana rumahtangga petani menjadi anggotanya maka diduga relasi gender dalam pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria dianggap sebagai variabel tidak bebas (dependent variabel) yang dipengaruhi oleh sejumlah variabel yang ada pada masyarakat hukum adat petani. Pola kepemilikan dan penguasaan lahan dipengaruhi oleh sistem kekerabatan. Mengacu kepada Mugniesyah dan Mizuno (2007), dalam kenyataannya individu memperoleh akses dan kontrol dari sistem kekerabatan dengan diakuinya penguasaan dan kepemilikan atas lahan. Sistem kekerabatan yang diduga mempengaruhi tingkat akses dan kontrol anggota rumahtangga petani atau buruh tani laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria terdiri dari sistem nilai yang mengakui status laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga/keluarga (X1) dan hukum adat yang mengatur kepemilikan laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria (X2). Hukum adat mempengaruhi kepemilikan dan penguasaan lahan oleh laki-laki dan perempuan lewat aturan dan tata cara pemberian warisan, hibah, pembelian dan sewa menyewa. Dalam hal akses dan kontrol terhadap sumberdaya agraria diluar milik, dimungkinkan adanya kelembagaan (sistem nilai dan norma) penguasaan sumberdaya agraria pada tingkat komunitas, masyarakat. Hal ini diduga mempengaruhi relasi gender pada pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria yang akan diukur melalui variabel derajat pengakuan tokoh masyarakat atas kepemilikan laki-laki dan perempuan (X3) dan variabel pencatatan kepemilikan

50 27 lahan dalam Letter C (X4), khusus ditingkat desa serta bukti SPPT iuran desa menurut individu pemiliknya (X5). Rumahtangga petani merupakan bagian dari sistem kekerabatan yang terdiri dari individu-individu laki-laki dan perempuan. Individu-individu tersebut merupakan suatu entitas yang unik, sehingga setiap individu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena rumahtangga terdiri dari individu, dimana menurut Grijns dkk. (1992) siklus hidup perempuan mempengaruhi status bekerja mereka, dengan ini maka karakteristik sumberdaya manusia juga ikut menentukan akses dan kontrol terhadap sumberdaya agraria yaitu dari kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki oleh individu (pendidikan, pengetahuan, dll). Karakteristik individu yang diduga menentukan akses dan kontrol anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria terdiri dari tingkat pendidikan (X6), jenis pekerjaan utama (X7), jenis pekerjaan sampingan (X8), dan status bekerja (X9). Karakteristik sumberdaya rumahtangga diduga juga mempengaruhi tingkat akses dan kontrol anggota rumahtangga petani atau buruh tani laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria melalui tingkat stratifikasi (X10), dan kepemilikan benda berharga (X11). Sumberdaya agraria memiliki banyak fungsi dan tidak hanya digunakan untuk bercocok tanam. Dengan sumberdaya yang beragam, maka kondisi sumberdaya (X12) agraria diduga mempengaruhi tingkat akses dan kontrol lakilaki dan perempuan atas sumberdaya agraria melalui proses pengolahan sumberdaya agraria.

51 28 Sistem kekerabatan X1 : Sistem nilai yang mengakui status laki-laki dan perempuan dalam keluarga X2 : Hukum adat yang mengatur kepemilikan laki-laki dan perempuan atas sumberdaya agraria X 3 X 4 X 5 Pengakuan Komunitas/ Desa : Derajat pengakuan tokoh masyarakat terhadap kepemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria oleh lakilaki dan perempuan : Pencatatan pemilikan lahan dalam letter C : Bukti SPPT iuran desa menurut individu pemiliknya Karakteristik sumberdaya Rumahtangga X 10 : Kepemilikan benda berharga X 11 : Tingkat stratifikasi Y 1 : Y 2 : Y 3 : Y 4 : Y 5 Y 6 Y 7 Y 8 Relasi Gender dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria Tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria. Tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas pemilikan sumberdaya agraria Tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas penguasaan sumberdaya agraria. Tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan atas penguasaan sumberdaya agraria. : Tingkat kontribusi waktu dalam pengelolaan sumberdaya agraria. : Tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan sumberdaya agraria : Tingkat akses anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan terhadap manfaat dari pengelolaan usahatani. : Tingkat kontrol anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan terhadap manfaat dari pengelolaan Pola kepemilikan sumberdaya agraria Pola penguasaan sumberdaya agraria Karakteristik Sumberdaya Manusia X 6 : Tingkat pendidikan X 7 : Jenis pekerjaan utama X 8 : Jenis pekerjaan sampingan : Status bekerja X 9 Kondisi Sumberdaya Agraria X 10 : Proses pengolahan Sumber daya Agraria Gambar 2 Kerangka Pemikiran Relasi Gender dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria

52 Definisi Operasional 1. Tingkat pendidikan, merupakan lamanya atau banyaknya pendidikan lakilaki dan perempuan dalam satu rumahtangga yang meliputi pendidikan formal, yakni yang ditempuh di bangku sekolah yang ditamatkan. 2. Jenis pekerjaan menunjuk pada pekerjaan yang dilakukan selama survei, terlepas dari industri atau status dalam pekerjaan yang dimiliki. Jenis pekerjaan diklasifikasikan menjadi: PNS/ABRI, pensiunan PNS/ABRI, petani milik, petani penggarap, buruh tani, pedagang, pemilik warung, buruh angkut dan petani pemilik dan penggarap, 3. Status pekerjaan berkenaan dengan status dalam mendirikan/ membuat usaha atau melakukan suatu pekerjaan yang diklasifikasikan dalam: Berusaha sendiri, berusaha dengan tenaga kerja keluarga, berusaha dengan tenaga kerja upahan, karyawan/ buruh, pekerja keluarga dan berusaha dengan tenaga kerja keluarga dan upahan. 4. Tingkat Akses atas kepemilikan lahan adalah peluang atau kesempatan anggota rumahtangga petani, laki-laki dan perempuan untuk memiliki sumberdaya agraria melalui pembelian, pewarisan dan hibah, yang dibedakan ke dalam milik suami, milik isteri, dan gono-gini. Tingkat akses dikatakan tinggi jika laki-laki dan perempuan mempunyai akses yang sama terhadap lahan orang tua melalui hibah dan pewarisan serta keduanya mempunyai hak yang sama untuk membeli secara individu. 5. Tingkat kontrol atas kepemilikan sumberdaya agraria adalah partisipasi anggota rumahtangga petani dalam pengambilan keputusan untuk mempertahankan sumberdaya agraria yang dimilikinya (pewarisan, hibah

53 30 orangtua dan yang dibelinya sendiri) untuk membeli dan menjual. Tingkat kontrol atas kepemilikan sumberdaya agraria dikatakan tinggi, jika pengambilan keputusan atas sumberdaya agraria sepenuhnya dilakukan oleh masing-masing individu yang memiliki. Dikatakan rendah jika yang mengambil keputusan adalah pasangannya, dan dikatakan setara jika pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama. 6. Tingkat Akses atas penguasaan lahan adalah peluang atau kesempatan anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan untuk menguasai sumberdaya agraria milik orang lain, pemerintah, swasta atau lainnya dengan sistem kontrak yang dibedakan ke dalam sistem sewa, gadai, bagi hasil, gadai akad dan atau lainnya sesuai temuan di lapangan. Tingkat akses atas penguasaan lahan dikatakan tinggi jika laki-laki dan perempuan mempunyai akses yang sama untuk menguasai sumberdaya agraria milik orang lain, pemerintah, swasta atau lainnya dengan sistem kontrak. 7. Tingkat Kontrol atas penguasaan lahan adalah kekuasan yang dimiliki anggota rumahtangga petani dalam pengambilan keputusan untuk menyewa, menyakap/bagi hasil, untuk gadai akad, menggarap lahan pemerintah. Tingkat kontrol atas penguasaan lahan dikatakan tinggi, jika sepenuhnya dilakukan oleh masing-masing individu yang menguasai, dan dikatakan rendah jika yang mengambil keputusan adalah individu pasangannya, dan dikatakan setara jika pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama. 8. Tingkat Kontribusi Waktu dalam pengelolaan lahan adalah curahan waktu (jam kerja dan hari kerja) anggota rumahtangga petani, laki-laki dan

54 31 perempuan dalam pengelolaan usahatani mencakup proses produksi dan pasca panen, sesuai temuan di lapangan. 9. Tingkat Kontrol dalam pengelolaan lahan adalah kekuasan yang dimiliki oleh anggota rumahtangga petani untuk mengambil keputusan dalam aktivitas pengelolaan lahan usahatani yang mencakup proses produksi dan pasca panen. Tingkat kontrol dalam pengelolaan lahan dikatakan tinggi jika dilakukan oleh suami dan istri setara, rendah jika suami atau istri saja, dan sedang jika suami dan istri tapi salah satu diantaranya dominan. 10. Tingkat Akses terhadap manfaat dari pengelolaan usahatani adalah peluang yang diperoleh anggota rumahtangga petani untuk menikmati hasil produksi secara langsung dan hasil penjualan produksi untuk pemenuhan kebutuhan pribadi dan rumahtangga. Diketahui dari ikut tidaknya individu mengonsumsi pangan dan menikmati hasil jumlah dalam nilai rupiah. 11. Tingkat Kontrol terhadap manfaat dari pengelolaan usahatani adalah kekuasan yang dimiliki oleh anggota rumahtangga petani untuk menikmati hasil produksi secara langsung dan hasil penjualan produksi untuk mengambil keputusan dalam pemanfaatan hasil produksi dan hasil penjualan produksi untuk kebutuhan pribadi maupun rumahtangga. 12. Pola pemilikan sumberdaya agraria adalah kombinasi dari beragam bentuk kepemilikan lahan pada rumahtangga petani, yang dibedakan ke dalam : kombinasi semua bentuk kepemilikan (kombinasi tiga bentuk milik: S-I- G; kombinasi dua bentuk kepemilikan: S-I, S-G, I-G; dan salah satu bentuk kepemilikan saja S,I,G).

55 Derajat pengakuan tokoh masyarakat adalah bagaimanakah para tokoh masyarakat mengakui adanya kepemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria oleh individu laki-laki dan perempuan. Derajat pengakuan dikatakan tinggi jika tokoh masyarakat mengakui adanya kepemilikan sumberdaya agraria oleh laki-laki dan perempuan secara setara. Derajat pengakuan dikatakan rendah jika tokoh masyarakat hanya mengakui kepemilikan oleh laki-laki saja atau hanya perempuan saja. 14. Pencatatan kepemilikan letter C adalah pencatatan kepemilikan buktibukti bahwa anggota rumahtangga petani laki-laki dan perempuan memiliki sumberdaya agraria melalui letter C. 15. Bukti SPPT adalah bukti kepemilikan sumberdaya agraria melalui pembayaran pajak yang dilakukan pemiliknya. 16. Proses pengolahan sumberdaya agraria adalah bagaimana sumberdaya agraria dikelola, yakni dengan cara dimanfaatkan sebagai lahan bercocok tanam (lahan kering, lahan basah), berternak (kolam, peternakan), lahan industri, dan lainnya sesuai dengan apa yang ditemukan di lapangan. 17. Pola penguasaan sumberdaya agraria adalah kombinasi dari beragam bentuk penguasaan lahan pada rumahtangga petani, dibedakan ke dalam: kombinasi semua bentuk penguasaan, kombinasi tiga bentuk kekuasaan, dua bentuk kekuasaan dan satu bentuk kekuasaan saja. 18. Kepemilikan benda berharga merupakan jumlah benda-benda berharga yang dimiliki oleh anggota rumahtangga petani yang menggambarkan karakteristik rumahtangga.

56 33 BAB III METODOLOGI 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif. Metode penelitian yang digunakan berupa (a) full enumeration survey, yaitu mewawancarai seluruh rumahtangga yang ada dalam suatu dukuh/kampung, atau dalam desa yang bersangkutan sehingga data yang disajikan merupakan gambaran lengkap dari dukuh penelitian (Wiradi, 1984).; (b) Survei pada rumahtangga kasus yang dipilih sesuai dengan tingkat stratifikasi yang ditentukan dari jumlah lahan yang dikuasainya. Wawancara mendalam (indepth interview) maupun diskusi kelompok terarah (FGD) dilakukan untuk mengumpulkan data berkenaan sistem kekerabatan, khususnya aspek budaya dan adat masyarakat yang berhubungan dengan nilai-nilai (values) gender baik pada tingkat keluarga maupun dalam masyarakat. Wawancara mendalam (indepth interview) juga dilakukan untuk mengetahui pengakuan desa atas kepemilikan lahan oleh laki-laki dan perempuan. Pengumpulan data yang dilakukan dengan full enumeration survey dan survei rumahtangga kasus menggunakan kuesioner terstruktur yang mencakup kuesioner-kuesioner profil rumahtangga, usahatani pendapatan rumahtangga dan akses kontrol anggota rumahtangga atas kepemilikan sumberdaya agraria, penguasaan sumberdaya agraria dan manfaat dari pengelolaan sumberdaya agraria. Adapun kuesioner profil rumahtangga, usahatani dan pendapatan rumahtangga diadopsi dari penelitian Riset Unggulan Terpadu (RUT), Mugniesyah dkk ( ).

57 34 Data yang akan digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer mencakup semua data yang berkaitan dengan variabel bebas (independent variable) dan tidak bebas (dependent variable) yang tertera dalam bagan kerangka pemikiran. Data primer juga mencakup informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Full enumeration survey, sebagai salah satu alat untuk mengumpulkan data primer, dilakukan setelah melakukan seleksi dusun dan kampung. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran realita karakteristik rumahtangga pengelola sumberdaya agraria dari aspek demografi, kepemilikan dan penguasaan lahan, benda berharga lainnya yang berhubungan dengan pertanian, menyangkut akses terhadap beragam kelembagaan formal maupun informal serta hal-hal yang berhubungan dengan kondisi perumahan mereka. Kondisi sosial ekonomi ini penting untuk digali guna memperoleh gambaran bagaimanakah kondisi gender dalam rumahtangga petani Teknik diskusi kelompok terarah dan pertemuan kelompok menjadi bagian integral dalam mengenali berbagai hal yang berhubungan dengan praktekpraktek usahatani yang telah dikembangkan, serta menjadi alat untuk menggali sistem nilai serta derajat pengakuan tokoh masyarakat atas kepemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria oleh laki-laki dan perempuan. Data sekunder yang dikumpulkan mencakup data, dokumen-dokumen, hasil dokumentasi serta laporan-laporan penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Data sekunder mencakup semua data yang mendukung penelitian ini, baik data yang diperoleh dari pemerintah maupun dari kelembagaan setempat, baik lembaga pemerintahan dan NGO setempat

58 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purpossive) dengan pertimbangan bahwa sebagian dari wilayah Desa Cipeuteuy termasuk ke dalam wilayah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Wilayah tersebut berada pada daerah dengan latar belakang budaya Sunda yang Bilateral dengan asumsi baik laki-laki dan perempuan mempunyai akses dan kontrol terhadap penguasaan dan kepemilikan lahan. Penelitian ini dilaksanakan pada tiga kampung di Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yaitu Kampung Sukagalih, Cisalimar dan Pasir Masigit. Pada desa tersebut dipilih satu Dusun yang memiliki pola penguasaan lahan yang beragam, yakni Dusun Pandan Arum dan setelahnya dipilih 3 Kampung yang menjadi sampel penelitian. Adapun pemilihan Dusun dan Kampung dilakukan secara purpossive, selain sesuai dengan tujuan juga mencakup desa yang memiliki potensi pertanian yang berbeda Penentuan Sampel dan Responden Populasi penelitian ini adalah masyarakat di Kampung Sukagalih, Cisalimar dan Pasir Masigit yang berlokasi di Dusun Pandan Arum, Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan, Sukabumi, Jawa Barat. Analisis yang digunakan mencakup individu dan rumahtangga. Unit analisis individu digunakan untuk memperoleh informasi, khususnya yang menyangkut persepsi, pengetahuan, sikap dan tindakan dalam pengelolaan lahan. Unit analisis rumahtangga digunakan untuk menganalisis/mempelajari dinamika intra dan inter rumahtangga petani yang berkenaan dengan pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

59 36 Adapun rumahtangga sampel pada penelitian ini adalah seluruh rumahtangga pertanian yang ada di tiga Kampung tersebut. Pemilihan rumahtangga sampel dilakukan secara acak terstratifikasi (stratified random sampling) berdasar stratifikasi penguasaan lahan (luas, sedang, sederhana dan Tunakisma/landless). Masing-masing pada tiga tingkatan stratum diambil secara purpossive sebanyak 10 rumahtangga. Responden terdiri dari anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan usia produktif. Selain responden, akan dipilih aparat desa, dan tokoh masyarakat baik laki-laki dan perempuan sebagai informan dalam penelitian ini. Dari hasil pencacahan lengkap (full enumeration survey) diketahui jumlah rumahtangga yakni berturut turut sebayak 30 rumahtangga di kampung Sukagalih, 39 rumahtangga di Cisalimar, dan 31 rumahtangga di Pasir Masigit. Lebih lanjut, dari hasil sensus rumahtangga tersebut diperoleh gambaran stratifikasi rumahtangga, seperti pada Gambar 1. yang dirumuskan dari FGD yang dilakukan pada tiga kampung, yakni sebagai berikut: 1. Stratum A, yang selanjutnya akan disebut dengan Stratum Atas adalah tingkat stratifikasi yang tergolong dalam rumahtangga petani berlahan luas dengan jumlah penguasaan lahan 5000 m 2 - > m Stratum B, yang selanjutnya disebut sebagai Stratum Menengah adalah tingkat stratifikasi yang tergolong dalam rumahtangga petani berlahan sedang dengan jumlah penguasaan lahan 2000 m m Stratum C, yang selanjutnya disebut sebagai Stratum Bawah adalah tingkat stratifikasi yang tergolong dalam rumahtangga petani berlahan sederhana dengan jumlah penguasaan lahan < 2000 m 2.

60 37 4. Stratum D, yang selanjutnya disebut dengan Tunakisma adalah tingkat stratifikasi yang tergolong dalam rumahtangga petani tidak berlahan (landless), yakni para petani yang tidak mempunyai lahan milik maupun lahan garapan. Adapun komposisi responden yang di survei dari tiga kampung menurut tingkat stratifikasinya adalah sebagai berikut: 1. Kampung Sukagalih, dari 30 rumahtangga yang di survei terdistribusi ke dalam delapan rumahtangga (26.67 persen) stratum atas (A), delapan rumahtangga (26,67 persen) stratum menengah (B), sebelas rumahtangga (36,67 persen) stratum bawah (C), dan tiga rumahtangga (10,00 persen) Tunakisma pada stratum D. 2. Kampung Cisalimar, dari 39 rumahtangga yang di survei terdistribusi ke dalam sembilan rumahtangga (23.08 persen) stratum atas (A), tujuh rumahtangga (17,95 persen) stratum menengah (B), 20 rumahtangga (51,28 persen) stratum bawah (C), dan tiga rumahtangga (7,69 persen) Tunakisma pada stratum D. 3. Kampung Pasir Masigit, dari 31 rumahtangga yang di survei terdistribusi ke dalam tiga rumahtangga (9.68 persen) stratum atas (A), sembilan rumahtangga (29,03 persen) stratum menengah (B), sepuluh rumahtangga (32,26 persen) stratum bawah (C), dan sembilan rumahtangga (29,03 persen) Tunakisma pada stratum D. Setelah memperoleh gambaran stratifikasi rumahtangga, selanjutnya dilakukan pemilihan sampel rumahtangga untuk mendapat gambaran hubungan relasi gender dalam rumahtangga petani. Kegiatan survei ini berhubungan dengan

61 38 pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria. Adapun jumlah sampel rumahtangga, berturut turut sebanyak 12 rumahtangga di kampung Sukagalih, 11 rumahtangga di Kampung Cisalimar dan 8 rumahtangga di Pasir Masigit Pengolahan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan melalui full enumeration survey maupun survei rumahtangga kasus diolah dengan menggunakan Micro-Exel dan program SPSS untuk kemudian dianalisis kedalam tabulasi frekuensi sesuai dengan penelitian ini dengan mengacu pada konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Data kualitatif yang diperoleh berupa transkrip wawancara, catatan lapangan, dokumentasi foto, dokumen pribadi, memo, dan catatan-catatan resmi lainnya dianalisis dengan mereduksi data, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data, sehingga sesuai dengan kebutuhan data untuk mendukung data-data kuantitiatif. Hasil analisis data kuantitatif dan kualitataif kemudian disinergiskan sehingga dapat saling melengkapi jawaban penelitian.

62 39 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Secara administratif, Desa Cipeuteuy termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat dan berbatasan dengan Desa Cihamerang, di sebelah Selatan, Desa Kabandungan, di sebelah Timur Desa Ciasmara Kabupaten Bogor di sebelah Utara dan Kabubaten Bogor di sebelah Barat. Gambar 3. Peta Lokasi Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat) Oleh FEBRI SATIVIANI PUTRI CANTIKA

Lebih terperinci

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria. RINGKASAN FEBRI SASTIVIANI PUTRI CANTIKA. RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA. Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai 163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif.

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif. 33 BAB III METODOLOGI 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif. Metode penelitian yang digunakan berupa (a) full enumeration survey, yaitu mewawancarai seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008) Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) Oleh: SITI NURUL QORIAH A14204066 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ERNA SAFITRI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB VI SISTEM KEKERABATAN DAN DERAJAT PENGAKUAN TOKOH MASYARAKAT

BAB VI SISTEM KEKERABATAN DAN DERAJAT PENGAKUAN TOKOH MASYARAKAT 101 BAB VI SISTEM KEKERABATAN DAN DERAJAT PENGAKUAN TOKOH MASYARAKAT 6.1. Sistem Kekerabatan 6.1.1. Sistem Nilai yang Mengakui Status Laki-laki dan Perempuan dalam Keluarga Status laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK (Kasus : Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan) Oleh DYAH ISTYAWATI A 14202002 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Oleh: NORTHA IDAMAN A 14105583 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat) Oleh:

PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat) Oleh: PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat) Oleh: GADI RANTI A09400002 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN (Studi Kasus Nelayan Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ABDUL MUGNI A14202017 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KONDISI DAN DAMPAK PUTTING OUT SYSTEM TERHADAP RUMAHTANGGA PEKERJA PEREMPUAN (Kasus:Usaha Kecil Menengah Industri Tas, Desa Bojongrangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) OLEH : CUT AYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak)

ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak) ANALISIS KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Di Perkebunan Cisalak Baru-Bantarjaya, Kabupaten Lebak) Oleh : ASTRID INDAH LESTARI A14103027 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PAPRIKA

ANALISIS GENDER DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PAPRIKA ANALISIS GENDER DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PAPRIKA (Kasus Komunitas Petani Kampung Pasirlangu, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat) Oleh : YANITA DWI CHAIRNANI

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI TERHADAP TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI DALAM USAHA SAYURAN ORGANIK

PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI TERHADAP TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI DALAM USAHA SAYURAN ORGANIK PENGARUH KARAKTERISTIK PETANI TERHADAP TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI DALAM USAHA SAYURAN ORGANIK (Kasus: Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) Oleh: MENDEZ FARDIAZ A14202050

Lebih terperinci

LEONARD DHARMAWAN A

LEONARD DHARMAWAN A ANALISIS PENGARUH PROGRAM PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN RAKSA DESA (Kasus Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

Gender menurut pendapat Wood (2001) yang dicuplik oleh Mugniesyah. (2005) merupakan suatu bentukan atau kontruksi sosial mengenai perbedaan

Gender menurut pendapat Wood (2001) yang dicuplik oleh Mugniesyah. (2005) merupakan suatu bentukan atau kontruksi sosial mengenai perbedaan 6 2. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Gender Gender menurut pendapat Wood (2001) yang dicuplik oleh Mugniesyah (2005) merupakan suatu bentukan atau kontruksi sosial mengenai perbedaan

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan

Lebih terperinci

ARTANTI YULAIKA IRIANI A

ARTANTI YULAIKA IRIANI A DISTRIBUSI KEPEMILIKAN LAHAN PERTANIAN DAN SISTEM TENURIAL DI DESA-KOTA (Kasus Desa Cibatok 1, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) ARTANTI YULAIKA IRIANI A14204004 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI Oleh YORI AKMAL A14302024 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT

ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT ANALISIS GENDER DALAM BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN OBAT (Studi Kasus Pengrajin Industri Rumah Tangga Pengolahan Tanaman Obat Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT Oleh: Mewa Arifin dan Yuni Marisa') Abstrak Membicarakan masalah kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, berarti membicarakan distribusi

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A

ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: KRUSTIN HALYANI A ANALISIS KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI WORTEL DI DESA SUKATANI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PROPINSI JAWA BARAT Oleh: KRUSTIN HALYANI A14301085 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN Oleh : Ratri Hanindha Majid A14303031 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si. Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor)

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) Oleh : WAHYUNI RAHMIATI SIREGAR A14204045 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM GERAKAN REHABILITASI LOKAL HUTAN MANGROVE

ANALISIS GENDER DALAM GERAKAN REHABILITASI LOKAL HUTAN MANGROVE ANALISIS GENDER DALAM GERAKAN REHABILITASI LOKAL HUTAN MANGROVE (BAKAU) PADA KELOMPOK MASYARAKAT PEDULI LINGKUNGAN (PAPELING) DI DESA SIDODADI, KECAMATAN PADANG CERMIN, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN, PROPINSI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG Oleh : THESISIANA MAHARANI A14302058 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KONSEP DIRI ANAK JALANAN

KONSEP DIRI ANAK JALANAN KONSEP DIRI ANAK JALANAN (Kasus: Anak Jalanan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) YUNDA PRAMUCHTIA A14204050 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia)

POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia) POLA PENGGUNAAN DAN DAMPAK INTERNET DI KALANGAN MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Kasus Mahasiswa Strata 1 Fakultas Ekologi Manusia) Oleh: Sushane Sarita A14203008 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

DAMPAK PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL (P2BN) TERHADAP PENDAPATAN PETANI. Oleh : ROHELA A

DAMPAK PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL (P2BN) TERHADAP PENDAPATAN PETANI. Oleh : ROHELA A DAMPAK PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI BERAS NASIONAL (P2BN) TERHADAP PENDAPATAN PETANI Oleh : ROHELA A14105699 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A14104010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN PROGRAM SIARAN RADIO PERTANIAN CIAWI: KASUS IKLAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU DI KECAMATAN CIAWI, BOGOR.

KEEFEKTIFAN PROGRAM SIARAN RADIO PERTANIAN CIAWI: KASUS IKLAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU DI KECAMATAN CIAWI, BOGOR. KEEFEKTIFAN PROGRAM SIARAN RADIO PERTANIAN CIAWI: KASUS IKLAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU DI KECAMATAN CIAWI, BOGOR Oleh LUTFI ARIYANI A14204059 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

ARI SUPRIYATNA A

ARI SUPRIYATNA A ANALISIS INTEGRASI PASAR JAGUNG DUNIA DENGAN PASAR JAGUNG DAN DAGING AYAM RAS DOMESTIK, SERTA PENGARUH TARIF IMPOR JAGUNG DAN HARGA MINYAK MENTAH DUNIA Oleh: ARI SUPRIYATNA A14303050 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI JAMBU BIJI MELALUI PENERAPAN IRIGASI TETES DI DESA RAGAJAYA KEC. BOJONG GEDE, KAB. BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI JAMBU BIJI MELALUI PENERAPAN IRIGASI TETES DI DESA RAGAJAYA KEC. BOJONG GEDE, KAB. BOGOR ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI JAMBU BIJI MELALUI PENERAPAN IRIGASI TETES DI DESA RAGAJAYA KEC. BOJONG GEDE, KAB. BOGOR FADIL DHIKAWARA A14103535 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 13/12/Th. VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 29.083 RUMAH TANGGA, TURUN 36,17 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga usaha

Lebih terperinci

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor)

NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor) NILAI KERJA PERTANIAN PADA MAHASISWA BATAK TOBA (Kasus Pada Mahasiswa Batak Toba Angkatan Tahun 2005 Institut Pertanian Bogor) Oleh: Rianti TM Marbun A14204006 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR .36 POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara bertujuan untuk mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG Bab ini mendeskripsikan profil rumahtangga peserta PNPM MP di Desa Kemang yang di survei

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: Intan Kusumawardani A14204040 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 57/12/31 Th. XV, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 8.611 RUMAH TANGGA,

Lebih terperinci