Gender menurut pendapat Wood (2001) yang dicuplik oleh Mugniesyah. (2005) merupakan suatu bentukan atau kontruksi sosial mengenai perbedaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gender menurut pendapat Wood (2001) yang dicuplik oleh Mugniesyah. (2005) merupakan suatu bentukan atau kontruksi sosial mengenai perbedaan"

Transkripsi

1 6 2. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender menurut pendapat Wood (2001) yang dicuplik oleh Mugniesyah (2005) merupakan suatu bentukan atau kontruksi sosial mengenai perbedaan peran, fungsi, serta tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan serta bagaimana laki-laki berperilaku maskulin dan perempuan berperilaku feminin menurut budaya yang berbeda-beda. Relasi gender secara lebih luas dapat dikatakan sebagai sebuah faktor penentu yang dapat menentukan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, sumberdaya, kesehatan, harapan hidup, dan kebebasan dalam bergerak dan kebebasan dalam menentukan pilihan. Relasi gender dapat berubah dan berbeda dari satu budaya, kawasan dan wilayah tertentu. Istilah gender merupakan penafsiran masyarakat tentang perbedaan peranan, fungsi, dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan bentukan yang terjadi dalam waktu yang lama mengikuti perkembangan zaman dan lingkungan masyarakat sehingga menjadi suatu kebudayaan yang kerapkali mempengaruhi interaksi antar-masyarakat (laki-laki dan perempuan) (Fakih 1996). Konsep gender diartikan sebagai perbedaan-perbedaan (dikotomi) sifat perempuan dan laki-laki yang dikontruksikan oleh sistem nilai budaya dan struktur sosial dimana perempuan dan laki-laki menjadi anggotanya dan kemudian menentukan peranan dan status perempuan dan laki-laki dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan bernegara. Sehubungan dengan hal tersebut, analisis gender perlu dilakukan dalam tingkatan keluarga, masyarakat, dan negara. Di tingkat keluarga atau rumahtangga, analisis gender dilihat dari (1) pembagian

2 7 kerja antara perempuan dan laki-laki dalam kegiatan produktif, reproduktif, dan pengelolaan kelembagaan masyarakat serta curahan waktu dalam kegiatan tersebut, (2) akses dan kontrol perempuan terhadap sumberdaya keluarga (lahan, anak, harta, dan pendidikan). Di tingkat masyarakat, analisis gender menyoroti akses dan kontrol laki-laki serta perempuan terhadap sumberdaya yang mencakup informasi, kredit, teknologi, pendidikan/penyuluhan/ pelatihan, sumberdaya alam, peluang bekerja, dan berusaha, sementara di tingkat negara atau pemerintahan dapat dipelajari melalui kebijaksanaan pembangunannya (Connel 1988; Feldstein dan Poats 1989; FAO 1990; Anonymous (1991) dalam Mugniesyah 2002)). Perbedaan gender sesungguhnya tidak menimbulkan permasalahan sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan adalah jika perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dalam sistem tersebut. Perbedaan gender dapat menimbulkan permasalahan seputar ketidakadilan gender yang mencakup stereotipe, beban kerja, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan. (Fakih 1996). Menyusul pernyataan tersebut, Mugniesyah mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin telah mempengaruhi manusia untuk memberi persepsi identitas peranan gender atau mengakibatkan perbedaan peranan gender (Mugniesyah 2006). Perbedaan seks seringkali menjadi landasan masyarakat untuk mengotakkan peran perempuan dan laki-laki. Seorang perempuan yang berperan sebagai ibu dengan kemampuan reproduktif untuk melahirkan dan menyusui membawa masyarakat untuk menempatkan perempuan ke dalam peran-peran

3 8 pengasuhan yang berkorelasi dengan ibu. Sedangkan laki-laki diberikan status sebagai si pencari nafkah. Status ini mewajibkan mereka untuk berupaya terhadap pemenuhan nafkah keluarga yang kemudian menjadikan peran produktif dekat dengan laki-laki (Mugniesyah 2006). Peran dan Relasi Gender Peran gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya, dan struktur masyarakatnya. Adapun yang dimaksud dengan peranan gender adalah perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas, dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas, tugas-tugas, dan tanggungjawab tertentu dipersepsikan sebagai peran perempuan dan laki-laki. Moser (1993) berpendapat seperti yang telah dicuplik oleh Mugniesyah (2006) mengemukakan adanya tiga kategori peranan gender yaitu: 1. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai atau sejenisnya. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumahtangga/subsisten dengan nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial. Contohnya: kegiatan bekerja baik di sektor formal maupun informal. 2. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggungjawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan tenaga. Contoh: melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju, dan lain sebagainya.

4 9 3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan ke dalam dua kategori berikut: a. peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial), yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan dalam tingkat komunitas sebagai kepanjangan peran reproduktif, bersifat sukarela (volunteer), dan tanpa upah. b. pengelolaan masyarakat politik, yakni peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung ataupun tidak langsung), dan meningkatkan kekuasaan atau status. Peranan gender berhubungan dengan relasi gender yang menurut Agarwal (1994) dalam Mugniesyah (2006) diartikan sebagai suatu hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan, praktik dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Grijins dkk (1992) menegaskan bahwa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan masih dipengaruhi oleh nilai dan norma masyarakat, dimana semua jenis pekerjaan yang bersifat domestik atau feminin yang menggunakan teknologi tradisional yang tidak memerlukan tenaga kerja yang kuat dominan dikerjakan oleh perempuan. Kesetaraan dan Keadilan Gender Menurut konsep ILO dalam Mugniesyah (2007), pengertian tentang keadilan gender (gender equity) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup perlakuan

5 10 setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan, dan manfaat. Selanjutnya, kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotipe, prasangka, dan peran gender yang kaku. Dalam hal ini kesetaraan gender bukanlah berarti laki-laki dan perempuan menjadi sama, akan tetapi pada hak-hak, tanggungjawab, dan kesempatan mereka yang tidak ditentukan karena mereka terlahir sebagai laki-laki dan perempuan (ILO 2001 dalam Mugniesyah 2007) Usahatani dan Rumatangga Pertanian Definisi usahatani menurut Rifai dalam Soehardjo (1973) ialah setiap organisasi dari alam tenaga kerja dan modal, yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian. Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang. Dari batasan itu dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama dengan fasilitas yang ada di atasnya seperti bangunan-bangunan, saluran air), dan tanaman ataupun hewan ternak. Usahatani merupakan unit usaha yang dilakukan oleh petani dalam mempengaruhi komponen agroekosistem dan interaksinya untuk mendapatkan hasil dalam bentuk tanaman, ternak, ikan baik di lahan basah maupun lahan kering, dimana hasilnya dimaksudkan untuk digunakan oleh keluarganya sendiri atau dijual untuk mencapai status sosial serta untuk konservasi tanah, air, dan keanekaragaman hayati (Baliwati 2001). Kemudian menurut Fardiyanti dalam Sunarso (2005) usahatani adalah kegiatan pertanian

6 11 yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja, dan modal yang ditujukan untuk produksi di bidang pertanian. Usahatani merupakan kegiatan yang memanfaatkan faktor produksi (sumberdaya modal, tenaga kerja dan alam) dalam proses produksinya untuk diolah guna menghasilkan produk yang berguna bagi kelangsungan hidup manusia baik dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan secara subsisten ataupun secara komersil. Menurut Moser dalam Soehardjo (1973) pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisasi, dan mengkoordinasi penggunaan faktor-faktor produksi seefektif mungkin sehingga produksi pertanian memberikan hasil yang lebih baik. Pengelolaan usahatani terdiri dari beberapa tahapan pengambilan keputusan. Selanjutnya, dalam pengambilan keputusan menurut Moser dalam Soehardjo (1973), petani dihadapkan pada berbagai prinsip usahatani yaitu: 1. Penentuan perkembangan harga. Pengetahuan tentang harga faktor produksi dan komoditas yang akan diusahakan relatif penting karena keuntungan usaha tergantung pada harga yang berlaku. 2. Kombinasi beberapa cabang usaha. Jika terdapat lebih dari satu cabang usaha, seorang petani akan dihadapkan pada pilihan kombinasi yang baik sehingga didapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya dalam setahun.

7 12 3. Pemilihan cabang usaha. Penentuan cabang usahatani, tipe usahatani, produktivitas tanah, persediaan tenaga kerja, biaya mendirikan cabang usaha, dan keadaan harga di waktu cabang usaha itu menghasilkan. 4. Penentuan cara produksi yang terdiri dari penentuan jumlah dan jenis pupuk yang digunakan, jarak tanam, cara bercocok tanam, dan sebagainya. 5. Pembelian saran produksi yang diperlukan. Petani perlu menentukan apakah uang yang dimilikinya hendak digunakan untuk membeli makanan, pupuk, atau membeli peralatan. 6. Pemasaran hasil pertanian. Masalah pemasaran yang sering dihadapi adalah waktu, tempat, cara penjualan, kualitas produksi, cara pengepakan yang efisien, alat yang digunakan, dan lain-lain. 7. Pembiayaan usahatani yaitu biaya jangka panjang (biaya pengembangan dan perluasan usaha) dan biaya jangka pendek (biaya pertanaman, biaya perbaikan alat, serta biaya hidup petani dan keluarganya selama menunggu musim panen). 8. Pengelolaan modal dan pendapatan. Perubahan usahatani ke arah yang lebih komersil untuk memperoleh peningkatan pendapatan merupakan masalah karena kurangnya modal yang mereka miliki. Pendapatan yang diperoleh dari hasil produksi kebanyakan ditujukan untuk konsumsi keluarga. Sehubungan dengan rumahtangga pertanian, Nurhilailah (2003) dalam Hartomo (2007) menyatakan bahwa rumahtangga pertanian adalah rumahtangga

8 13 yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, budidaya ikan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak seperti unggas atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual atau untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan atas resiko sendiri. Rumahtangga petani monokultur sayuran adalah rumahtangga yang salahsatu atau lebih anggota rumahtangga memiliki kegiatan utama mengusahakan tanaman sayuran dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual atau untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan atau resiko sendiri. Roger dan Shoemaker dalam Hartomo (2007) menyatakan terdapat tiga karakteristik yang melekat pada masyarakat petani sebagai adopter inovasi yaitu status sosial ekonomi, kepribadian, dan perilaku komunikasi. Karakteristik sosial ekonomi meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat melek huruf, status sosial, mobilitas sosial, luas lahan, orientasi usaha, dan sikap terhadap kredit. Karakteristik kepribadian diantaranya empati, dogmatisme, sikap terhadap perubahan, sikap terhadap resiko, aspirasi (terhadap pekerjaan dan pendidikan), serta motivasi, sementara perilaku komunikasi mencakup partisipasi sosial, integrasi sosial, perilaku kosmopolit, serta kontak dengan penyuluh, dan media massa. Berpijak dari konsep tersebut, maka karakteristik petani adalah ciri-ciri yang melekat pada individu petani yang dapat membedakannya dengan petani lainnya. Dalam penelitian ini karakteristik pribadi petani akan dibatasi pada lingkup: (1) pendidikan formal yang dialami petani, (2) umur, (3) pengalaman berusahatani, (4) pendapatan, dan (5) tingkat kekosmopolitan petani.

9 14 Istilah pendidikan yang dibatasi oleh Padmowihardjo (1994) dalam Subagio (2008) adalah sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman-pangalaman yang sudah diakui dan diterima oleh masyarakat. Lebih lanjut, Winkel (2006) dalam Subagio (2008) menyebutkan bahwa pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku. Pendidikan yang diperoleh secara garis besar meliputi pendidikan formal dan nonformal. Umur seseorang dapat mempengaruhi tingkat kemampuan yang dimiliki dalam melakukan aktivitas atau usaha. Selanjutnya, pengalaman berusahatani dapat memiliki makna sebagai sesuatu yang pernah dirasakan, dialami, dan ditanggung oleh petani yang terkait dengan berbagai macam kegiatan pada pertanian dengan mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai tujuan usahatani yaitu memperoleh pendapatan bagi kebutuhan hidup petani dan keluarganya. Adapun tingkat kekosmopolitan menurut Murdikanto (1993) dalam Subagio (2008) adalah tingkat hubungan seseorang dengan dunia luar di luar sistem sosialnya sendiri Relasi Gender dalam Usahatani Status sosial perempuan tani dalam masyarakat dapat digambarkan sebagai suatu kedudukan sosial petani dalam kelompok sosial. Kedudukan sosial tersebut sangat berkaitan dengan lingkungan, prestise, hak, dan kewajiban. Talcott dalam Sunarto (1988), mengemukakan beberapa macam sumber status, yaitu keanggotaan dalam famili, kualitas pribadi, prestasi, pemilikan wewenang, dan kekuasaan. Dalam masyarakat petani, biasanya status sosial dikaitkan dengan

10 15 jabatan atau kekuasaan seseorang dalam pemerintahan atau kepemimpinan suatu struktur masyarakat maupun pengakuan dalam masyarakat terhadap kelebihankelebihan yang dimiliki seseorang secara informal (kekayaan, kepribadian, kepandaian, atau prestasi dalam keagamaan). Semakin tinggi status sosial seseorang biasanya akan memiliki akses yang tinggi pula dalam berbagai kegiatan dalam pembangunan pertanian yang berdampak pada keberdayaan petani. Status perempuan tani dalam keluarga dan rumahtangga, serta masyarakat luas berdasar peranannya yang banyak menurut Sajogyo (1985) dalam Palit (2009) adalah: (1) selain sebagai ibu rumahtangga dalam keluarga masing-masing, perempuan berperan juga sebagai tenaga kerja dalam keluarga (domestik) yang tidak mendatangkan hasil secara langsung. Namun demikian, perempuan dalam kedudukannya sebagai tenaga kerja dalam keluarga tersebut memberikan dukungan bagi anggota lain untuk mencari nafkah dengan memanfaatkan peluang kerja yang ada, (2) di lain pihak, sesuai dengan perkembangan masyarakat agraris, terlihat dengan nyata perempuan sebagai tenaga kerja di bidang pencarian nafkah mendatangkan hasil secara langsung. Usahatani keluarga dipimpin oleh kepala keluarga yang pada umumnya adalah seorang laki-laki. Sebagai kepala keluarga laki-laki berperan memutuskan segala sesuatunya yang bersangkutan dengan operasi usahatani. Laki-laki memutuskan tanaman atau hewan apa yang akan diusahakan, kapan waktu bertanam, kapan menjual hasil, dan sebagainya. Disamping itu, sebagai kepala keluarga ia berkewajiban memimpin dan melindungi keluarganya. Dengan demikian tujuan usahataninya berhubungan erat dengan kepentingan hidup keluarganya. Akhirnya, petani juga adalah seorang manusia yang hidup di tengah-

11 16 tengah masyarakatnya. Sebagian besar usahatani keluarga tidak memiliki pemisah yang jelas antara pengeluaran untuk keperluan hidup rumahtangganya dengan keperluan usahataninya. Analisis pendapatan yang tepat sukar dilakukan pada usahatani yang demikian. Usahatani yang kompleks ini banyak terdapat di daerahdaerah dengan tanah usahatani sempit (Soehardjo 1973). Mengacu kepada analisis gender yang digunakan dalam studi ini relasi gender dilihat dengan membahas tiga peranan dalam pertanian yang mencakup kegiatan reproduktif, produktif, dan kegiatan sosial. Hal ini lebih ditekankan pada: (1) pembagian kerja dan curahan waktu dalam kegiatan reproduktif, (2) pembagian kerja dan curahan waktu dalam kegiatan usahatani dengan rincian menurut komoditi yang diusahakan petani (dalam musim tanam) dan usaha ternak, (3) curahan waktu dalam kegiatan produktif (pertanian dan non-pertanian) serta kegiatan sosial dengan referensi waktu satu bulan, (4) akses dan kontrol terhadap beragam sumberdaya, dan (5) analisis ekonomi di tingkat rumahtangga petani (Fardiaz 1996). Relasi gender dalam rumahtangga petani menurut penelitian Pudjiwati (1981), menyatakan bahwa nilai-nilai gender masih sangat kuat dianut masyarakat. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar kegiatan reproduksi lebih didominasi oleh perempuan dalam hal curahan waktu. Lebih jauh, Fardiaz (1996) mengemukakan bahwa usahatani hortikultura menyerap tenaga kerja laki-laki dan perempuan, baik dari dalam keluarga maupun di luar keluarga. Tingginya penggunaan tenaga kerja pada usahatani hortikultura ini, karena komoditi yang diusahakan berupa tanaman kentang, bunga kol, kol,

12 17 dan caisim yang selain intensif dalam penggunaan input produksi (pupuk dan pestisida) dan modal juga intensif dalam penggunaan tenaga kerja Analisis Gender Kajian terhadap konsep analisis gender dalam pembangunan secara berkesinambungan dimulai dari pembahasan perempuan dalam pembangunan menuju gender dan pembangunan; peran ganda gender (pembagian gender pekerja, tanggungjawab, sumberdaya dan hubungan gender), pembagian data (rumah tangga, tempat kerja, dan komunitas) (Handayani 2002). Analisis gender adalah analisis sosial (mencakup ekonomi, budaya, dan sebagainya) yang melihat perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi; (1) kondisi (situasi), dan (2) kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan komunitas atau masyarakat. Fokus utama analisis situasi gender adalah (1) pembagian kerja atau peran, (2) akses dan kontrol (peluang penguasaan terhadap sumberdaya serta manfaat), serta (3) partisipasi dalam kelembagaan dan pengambilan keputusan di dalam keluarga. Hasil analisis situasi gender adalah (1) identifikasi kepentingan praktis yaitu: kepentingan laki-laki dan perempuan yang perlu diperhatikan, (2) kepentingan strategis yaitu: penyetaraan status, peran, akses, dan kontrol antara laki-laki dan perempuan (Prasodjo dkk 1993). Profil akses dan kontrol merupakan alat untuk mempertimbangkan apa akses yang dimiliki perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya produktif, kontrol apa yang mereka miliki terhadap sumberdaya tersebut, dan siapa yang memperoleh keuntungan dari penggunaan sumberdaya tersebut (siapa memiliki apa) misalnya siapa yang mengontrol pendapatan yang dikeluarkan, siapa yang memiliki dan menggunakan aset-aset yang ada (Overholt dkk 1985 dalam

13 18 Handayani 2002). Teknik analisis gender merupakan suatu teknik yang mampu menggambarkan tentang adanya perbedaan saling ketergantungan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, serta adanya perbedaan tingkat manfaat yang diperoleh antara laki-laki dan perempuan dari hasil pembangunan. Sebagai suatu alat, analisis gender tidak hanya melihat peran, aktivitas, tetapi juga hubungan, sehingga pertanyaan yang diajukan tidak hanya pada siapa mengerjakan apa, tetapi juga meliputi siapa yang membuat keputusan, dan siapa menggunakan sumberdaya pembangunan seperti tanah, kredit, serta siapa yang menguasai sumberdaya pembangunan, dan kemudian faktor-faktor apa yang mempengaruhi hubungan tersebut, apakah faktor hukum, ekonomi, atau sosial. Teknik analisis Harvard merupakan teknik analisis gender yang digunakan untuk melihat sutau profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen yaitu: profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt dkk 1985 dalam Handayani 2002). Analisis kebutuhan praktis dan strategis berguna untuk melihat dan menimbang pemenuhan kebutuhan yang dirasakan oleh laki-laki dan perempuan. Kebutuhan praktis biasanya berhubungan dengan keadaan hidup yang tidak memuaskan, misalnya kurangnya sumberdaya atau tidak dipenuhi kebutuhan dasar, contoh: masalah air minum pangan, dan kesehatan. Selanjutnya, dapat diidentifikasi karena langsung dirasakan, dapat dipenuhi dalam waktu relatif pendek melalui intervensi tertentu, misalnya membangun sumur, menjalankan posyandu; sedangkan kebutuhan strategis berkaitan dengan peranan dan kedudukan di masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor struktural seperti ekonomi,

14 19 sistem politik, perundang-undangan, kebijakan kesejahteraan, norma-norma sosial dan budaya. Kebutuhan strategis juga menyangkut peluang dan kekuasaan (akses dan kontrol) terhadap sumberdaya dan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara hidup. Pada umumnya kebutuhan strategis ini menyangkut kepentingan hampir semua perempuan dan dapat dipenuhi melalui suatu proses yang memakan waktu yang panjang (Moser dalam Prasodjo, et al 1993). 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian relasi gender pada kelompok tani tanaman hortikultura dataran rendah, kasus rumahtangga petani Rawa Banteng, Desa Gempol Sari, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang ini, didasarkan atas berbagai konsep yakni konsep usahatani yang dikaitkan dengan relasi gender untuk mendeskripsikan relasi gender dalam pengelolaan usahatani yang diawali dengan proses praproduksi hingga pascapanen (pemasaran). Adapun variabel yang digunakan meliputi variabel bebas (independent) dan variabel tidak bebas (dependent). Relasi gender dalam rumahtangga petani digunakan sebagai variabel tidak bebas. Relasi gender yang akan dibahas diberi indikator peubah seperti akses, kontrol, pembagian kerja, peranan, dan alokasi sumberdaya yang dilihat dalam setiap kegiatan usahatani pada rumahtangga petani, kelompok tani Rawa Banteng (praproduksi, produksi dan pascaproduksi) serta pola pengambilan keputusan kegiatan usahatani di dalam rumahtangga petani. Keberadaan variabel ini dipengaruhi oleh tiga variabel bebas terpilih yakni: X 1 karakteristik petani, X 2 aksesibilitas pada informasi, dan X 3 faktor lingkungan meliputi permasalahan ekonomi-sosial-budaya petani.

15 20 Pola tanam hortikultura (komoditas sayuran) sangat beragam dan selalu berubah-ubah dalam penanaman komoditas sehingga perlu dianalisis siapakah yang memiliki akses dan kontrol dalam menentukan pola tanam dan jenis tanaman yang dipilih. Analisis ini akan dilihat pada kegiatan praproduksi yang meliputi penentuan pemilihan komoditas, dan pemilihan saprotan. Demikian juga dengan kegiatan produksi dan kegiatan panen, melihat bagaimana kontribusi masingmasing (laki-laki dan perempuan) perolehan hasil panen yang dibawa ke pasar. Aksesibilitas pada informasi yang dimaksud disini adalah sumber yang diperoleh masyarakat terkait usahatani dan informasi mengenai permasalahan gender. Hal ini diukur dengan melihat ketersediaan sumber informasi yang dapat dipercaya secara baik dan ketersediaan informasi yang berkaitan dengan pengetahuan petani terhadap usahatani dan pengetahuan gender. Aksesibilitas ini dihubungkan dengan variabel Y dengan maksud melihat keterkaitan dan bagaimana akses rumahtangga petani terhadap informasi dan bagaimana penerimaan informasi dalam rumahtangga. Karakteristik petani terdiri dari tingkat pendidikan, umur, lama berusahatani, tingkat pendapatan dan tingkat kekosmopolitan. Hal ini adalah variabel yang penting dalam menganalisis karakterisitik rumahtangga petani yang ada pada kelompok petani Rawa Banteng karena ini merupakan variabel yang melekat langsung pada pribadi petani yang membedakan petani yang satu dengan yang lain. Kemudian, faktor lingkungan yang terdiri dari; budaya, penguasaan aset ekonomi, interaksi petani dengan tokoh masyarakat dan interaksi dengan penyuluh. Kebudayaan masyarakat setempat dapat memberikan informasi mengenai cara masyarakat menilai peran perempuan dan bagaimana masyarakat

16 21 memberi penilaian terhadap peran laki-laki dalam berusahatani, dan bagaimana interaksi petani dengan tokoh masyarakat. X 1 Karakteristik Petani X 1.1 Umur(dalam tahun) X 1.2 Pengalaman X 1.3 Berusahatani(tahun) X 1.4 Tingkat kekosmopolitan X 1.5 Lama pendidikan formal X 1.6 Tingkat pendapatan petani X 2 Aksesbilitas pada Informasi X 3 Faktor Lingkungan X 3.1 Budaya X 3.2 Interaksi dengan Tokoh Masyarakat X 3.3 Penguasaan aset ekonomi Y. Relasi Gender dalam Usahatani (hubungan penguasaan sumberdaya) Akses, kontrol* Pembagian kerja (profil aktivitas dan curahan waktu)* Pola pengambilan keputusan Mempengaruhi * Dianalisis dengan Pendekatan Kualitatif Gambar 1. Kerangka Pemikiran 2.3 Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir penelitian diajukan hipotesis berikut : 1. Karakteristik petani memiliki hubungan positif dengan relasi gender dalam usahatani. 2. Aksesibilitas pada informasi memiliki hubungan positif dengan relasi gender dalam usahatani.

17 Definisi Operasional 1. Karakteristik pribadi petani (X 1 ) adalah ciri-ciri yang melekat bagi seseorang sebagai pelaku utama yang berkaitan erat dengan kesiapannya untuk mengembangkan diri. Karakteristik ini meliputi: X1.1 Umur petani, waktu sejak lahir hingga dilakukan penelitian yang dihitung dalam satuan tahun. X1.2 Lama berusahatani yang dilakukan dengan menghitung jumlah tahun mulai berusahatani hingga waktu penelitian dilakukan. X1.3 Lamanya pendidikan formal: waktu yang dibutuhkan oleh responden dalam mengikuti pendidikan formal hingga penelitian dilakukan, yang dihitung dalam tahun. X1.4 Tingkat pendapatan: terbagi dua yaitu pendapatan dalam usahatani dan luar usahatani yang dihitung dalam satuan rupiah. X1.5 Tingkat kekosmopolitan: tingkat keterbukaan petani dalam menerima inovasi, mobilitas petani dan kemudahan petani dalam menjalin hubungan dengan dunia di luar lingkungannya. Misal: pergaulan petani dengan petani dan masyarakat lain, jumlah waktu yang digunakan untuk media informasi, keaktifan mencari informasi. Penghitungannya adalah dengan memberikan skor pada sebagai berikut:

18 23 1 = tingkat kekosmopolitan rendah, skor 7 2 = tingkat kekosmopolitan sedang, skor = kekosmopolitan tinggi, skor > Aksesibilitas pada informasi (X 2 ), adalah kesempatan dan aktivitas yang dilakukan oleh petani dalam upaya meraih pengetahuan (pesan) terkait dengan usahatani dan pengetahuan tentang gender. Aksesibilitas ini diukur dengan melihat ketersediaan sumber informasi dan kedekatan responden dengan sumber informasi. Skor dalam penghitungan aksesibilitas ini dibagi menjadi tiga yakni: 1 = aksesibilitas rendah, skor 8 2 = aksesibilitas sedang, skor = aksesibilitas tinggi, skor >14 3. Faktor Lingkungan (X 3 ) adalah individu atau kelompok individu dan sistem kemasyarakatan yang telah menjadi tradisi dan atau kelembagaan yang mengandung nilai dan norma serta pemanfaatan keberadaannya mempengaruhi pola pikir dan tindakan petani dalam melaksanakan usahatani. X.3.1 Penguasaan aset ekonomi dilakukan dengan mengukur luas lahan garapan petani baik berupa sewa, milik, maupun kontrak yang diukur dalam satuan m 2 (meter persegi). Kemudian berdasarkan sebaran yang diperoleh dikategorikan menjadi rendah (<4133,33m 2 ), sedang (4133,33m 2 hingga m 2 ), dan tinggi (> m 2 ).

19 24 X.3.2 Budaya: pada penelitian ini; hal-hal yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat, pola pikir, merasakan dan bertindak terkait dengan tingkat keharmonisan relasi gender yang dimiliki masyarakat setempat 1. Pengukuran budaya ini dilakukan dengan melihat pandangan laki-laki terhadap perempuan. Dan sebaliknya, serta kebiasaan masyarakat setempat dalam mengatur relasi gender yang sebaiknya di masyarakat. 1 = rendah, nilai skor = sedang, nilai skor = tinggi, nilai skor X.3.3 Interaksi dengan tokoh masyarakat: tingkat dukungan tokoh formal terhadap petani, tingkat dukungan tokoh non-formal terhadap petani, tingkat kekerapan pertemuan dengan tokoh formal dan non-formal terkait pandangan mengenai relasi gender. Interaksi tersebut diukur sebagai berikut. 1 = rendah, skor 5 2 = sedang, skor = tinggi, skor > Y. Relasi gender yang terdiri dari: Y.1 Akses yaitu kesempatan atau peluang anggota rumahtangga (laki-laki dan perempuan) dalam memperoleh serta ikut dalam berbagai kegiatan usahatani (produktif), kegiatan 1 Robert L. Sutherland dkk, Introductory Sociology, edisi ke-6, J.B. Lippincott Company, Chicago, Philadelphia, New York, 1961, halaman dalam Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 1990, halaman 173

20 25 rumahtangga (reproduktif), dan kemasyarakatan. Akses diukur dengan melihat kekutsertaan rumahtangga (suami atau istri) dalam setiap kegiatan (reproduktif, produktif, dan sosial kemasyarakatan). Y.2 Kontrol yaitu kemampuan dan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota rumahtangga responden dalam mengambil keputusan dalam kegiatan usahatani, rumahtangga, dan kegiatan kemasyarakatan. Kontrol diukur dengan melihat setiap kesempatan bagi rumahtangga (suami atau istri) dalam memiliki kekuasaan seperti dengan mengambil keputusan, atau tanggung jawab atas setiap kegiatan (reproduktif, produktif, dan sosial kemasyarakatan). Y.3 Pembagian kerja yaitu profil seluruh aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga selama sehari. Analisis pembagian kerja dalam rumatangga petani dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang mencakup kegiatan reproduktif, produktif (usahatani), dan sosial kemasyarakatan. Hal ini diukur dengan melihat curahan waktu yang diberikan oleh anggota rumahtangga (suami, istri, dan anak) dalam setiap kegiatan rumahtangga (reproduktif, produktif, dan sosial kemasyarakatan). Y.4 Pola pengambilan keputusan yaitu siapa yang lebih dominan (laki-laki dan perempuan) untuk melakukan

21 26 sesuatu atau tidak melakukan sesuatu kegiatan. Untuk kepentingan peneliti diperoleh tiga variasi dalam pengambilan keputusan yaitu: 1 = pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh suami sendiri atau istri sendiri 2 = pengambilan keputusan dilakukan bersama oleh suami dan istri namun salahsatunya dominan 3 = pengambilan keputusan dilakukan bersama oleh suami dan istri setara

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai 163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria. RINGKASAN FEBRI SASTIVIANI PUTRI CANTIKA. RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA. Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat) Oleh FEBRI SATIVIANI PUTRI CANTIKA

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 36 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sebagai upaya terencana untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan penduduk khususnya di negara-negara berkembang senantiasa mencurahkan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian menjadi dasar dalam pemenuhan kebutuhan pokok nasional. Disamping produk pangan, produk pertanian lainnya seperti produk komoditas sayuran, sayuran, perikanan,

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 69 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini dimulai dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993:9-10) menyatakan bahwa setiap kompetensi tampak pada individu dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Peranan bagi wanita secara keseluruhan dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mulia dan dijunjung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bawang Merah Menurut Rahayu dan Berlian (1999) tanaman bawang merah dapat di klasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 39 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pembagian peran/aktivitas yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian 46 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross-sectional karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan (Singarimbun dan Effendi 1991). Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan

TINJAUAN PUSTAKA. seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Petani Salah satu indikator utama untuk mengukur kemampuan masyarakat adalah dengan mengetahui tingkat pendapatan masyarakat. Pendapatan menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Gender dan Ketidakadilan Gender Hal penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah perempuan adalah membedakan antara konsep seks dan gender. Kedua konsep

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian 41 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei. Terdapat dua peubah yaitu peubah bebas (X) dan peubah tidak bebas (Y). Peubah bebas (independen) yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan 1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan memperhatikan tiap-tiap gejala

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY

PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY MANAJEMEN Manajemen adalah upaya untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki seoptimal mungkin untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses dalam

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman jeruk (Citrus sp) adalah tanaman tahunan berasal dari Asia Tenggara, terutama Cina. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Dari uraian dan berbagai temuan serta hasil pengkajian dari temuan lapang di Indramayu dan Pontianak tersebut, secara sederhana dapat disajikan beberapa simpulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 45 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pengambilan keputusan yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR 31 KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR Pengertian kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu, 2004). BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Perilaku keluarga dan peran serta setiap individu anggota keluarga akan membantu kita untuk mengerti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara pertanian dengan daratannya yang subur dan didukung oleh iklim yang menguntungkan. Usaha pertanian, budidaya tanaman dan

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB 14 INSTRUMEN PENELITIAN STUDI KELUARGA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 14 INSTRUMEN PENELITIAN STUDI KELUARGA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 14 INSTRUMEN PENELITIAN STUDI KELUARGA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Instrumen Penelitian Kehidupan Keluarga Variabel: Identitas Keluarga Nama Pekerjaan Umur (tahun) Pendidikan Suami IBU Nama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Anorganik Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea berkadar N 45-46

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya partisipasi aktif segenap komponen masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Namun

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani

A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani A. Definisi dan Tujuan Usaha Tani Pertanian merupakan suatu kegiatan menghasilkan produk yang dihasilkan dari kegiatan budidaya yang kegiatannya bergantung dengan alam. Kegiatan pertanian juga dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani (wholefarm) adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Petani dan Usahatani Menurut Hernanto (1995), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditi hortikultura dalam negara agraris seperti Indonesia sangat besar,

BAB I PENDAHULUAN. Komoditi hortikultura dalam negara agraris seperti Indonesia sangat besar, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditi hortikultura dalam negara agraris seperti Indonesia sangat besar, hal ini disebabkan cakupan komoditi hortikultura yang luas serta didukung oleh faktor alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di

TINJAUAN PUSTAKA. tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Yanti (2004) dalam penelitiannya yang menggunakan tabel frekwensi dan tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di Limbang Weton

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjaun Pustaka Mempelajari peranan wanita pada dasarnya adalah menganalisis tentang dua peranan dari wanita itu. Pertama,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Padi Perekonomian padi dan beras merupakan pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Kasryno dan Pasandaran (2004), beras serta tanaman pangan umumnya berperan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan alur berpikir proses penelitian yang akan dilakukan. Alur berpikir dimulai dari kenyataan masalah tentang kerawanan pangan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Kesempatan Kerja Penduduk terbagi menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Penduduk usia kerja terdiri atas angkatan kerja(15-64 tahun) dan bukan angkatan kerja(

Lebih terperinci

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian merupakan salah satu

Lebih terperinci

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Apakah Gender itu? Pengertian awal: Pembedaan ketata-bahasaan (gramatical) penggolongan kata benda menjadi feminin,

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER

DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER DEFINISI & TERMINOLOGI ANALISIS GENDER ISTILAH GENDER DIGUNAKAN UNTUK MENJELASKAN PERBEDAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG BERSIFAT BAWAAN SEBAGAI CIPTAAN TUHAN DAN PERBEDAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi BPPKP sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 52 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci