III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Terdapat berbagai macam fungsi produksi yang bisa digunakan sebagai alternatif dalam melakukan analisis untuk mengetahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output), diantaranya adalah: fungsi produksi linier, kuadratik, polinominal akar pangkat dua, eksponensial, CES (Constant Elasticity of Substitution) dan translog. Memilih fungsi produksi apa yang akan digunakan dalam suatu penelitian diperlukan banyak pertimbangan, karena masing-masing fungsi produksi memiliki keunggulan dan keterbatasan. Selain disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, jenis data yang digunakan dan tujuan analisis, Soekartawi (2003), juga menganjurkan tindakan berikut dalam memilih model atau bentuk fungsi produksi yaitu: (1) identifikasi masalah secara jelas, variabel-variabel apa saja yang berfungsi sebagai penjelas dan apa variabel yang dijelaskannya, (2) tindakan pertama tersebut kemudian harus dilanjutkan dengan studi pustaka untuk melihat apakah identifikasi masalah sesuai dengan teori yang benar yang dikombinasikan dengan pengalaman sendiri serta belajar dari penelitian lain, dan (3) melakukan trial and error untuk menguatkan model yang dipakai. Fungsi produksi eksponensial yang biasanya disebut juga dengan fungsi Cobb-Douglas adalah fungsi yang sering dipakai sebagai model analisis produksi dalam penelitian usahatani, karena penggunaannya yang lebih

2 21 sederhana dan mudah untuk melihat hubungan input-output. Menurut Debertin (1986), walaupun memiliki beberapa keterbatasan, penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan atas pertimbangan: (1) secara metodologis lebih representatif dibandingkan dengan fungsi keuntungan misalnya, karena variabel bebas yang dimasukkan adalah kuantitas dari input, data cross section akan lebih tepat dianalisis dengan fungsi produksi dibandingkan dengan fungsi keuntungan, (2) dalam penerapan secara empiris lebih sederhana dan lebih mudah karena nilai parameter dugaan sekaligus juga menunjukkan elastisitas produksi dan ekonomi skala usaha, dan (3) dari fungsi tersebut dapat diturunkan fungsi permintaan input. Soekartawi (2003), menyebutkan ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti yaitu: (1) penyelesaiannya relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan fungsi produksi yang lain karena dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier, (2) hasil pendugaan garis fungsi ini menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas, dan (3) besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale. Terlepas dari kelebihan tertentu yang dimiliki fungsi produksi Cobb- Douglas jika dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain, bukan berarti fungsi tersebut sempurna. Kesulitan umum yang dijumpai dalam penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas atau kelemahan dan keterbatasan fungsi ini adalah: (1) spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Hal ini juga mendorong terjadinya multikolinearitas pada variabel independen yang

3 22 dipakai, masalah ini sering terjadi dalam pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil, (2) kesalahan pengukuran variabel, hal ini terletak pada validitas data apakah terlalu ekstrim ke atas atau ke bawah, (3) bias terhadap variabel manajemen karena kadang-kadang sulit diukur dan dipakai sebagai variabel independen dalam pendugaan karena erat hubungannya dengan variabel independen yang lain, dan (4) multikolinearitas. Selain itu ada asumsi yang perlu diikuti dalam menggunakan fungsi Cobb-Douglas, seperti misalnya asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinya intercept boleh berbeda, tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama dan asumsi bahwa sampel dianggap price takers (Soekartawi, 2003) Fungsi Produksi Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Fungsi produksi merupakan fungsi dari kuantitas input tidak tetap dan input tetap. Menurut Debertin (1986), fungsi produksi menerangkan hubungan teknis yang mentransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas. Atau bisa juga dikatakan bahwa fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukan hubungan teknis antara jumlah faktor produksi yang digunakan dengan jumlah hasil produksi yang dihasilkan per satuan waktu. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Q = (X 1, X 2, X 3,...X n /Z n )...(1) dimana: Q = Output atau produksi X 1, X 2, X 3,...X n = Input tidak tetap ke-1, 2, 3,..., n

4 23 Z n = Input tetap ke-n Petani yang maju dalam melakukan usahatani akan selalu berfikir bagaimana mengalokasikan input atau faktor produksi seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimum. Gambar 4 menggambarkan keterkaitan antara hasil produksi (Q) yang dalam grafik dilambangkan dengan Y, dengan faktor produksi yang digunakan (X). Keterkaitan tersebut bisa dilihat dari hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marginal (PM) dan Produk Rata-rata (PR). Produk Total (PT) merupakan produksi total yang dihasilakan oleh suatu proses produksi. Produk Marginal (PM) menunjukkan perubahan produksi yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan satu satuan faktor produksi variabel, sedangkan Produk Rata-rata (PR) menunjukkan besarnya rata-rata produksi yang dihasilkan oleh setiap penggunaan faktor produksi. Berdasarkan Gambar 4 terlihat apabila faktor produksi X terus-menerus ditambah jumlahnya, pada mulanya pertambahan PT akan semakin banyak, tetapi ketika mencapai suatu tingkat tertentu, produksi tambahan yang akan diperoleh akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Keadaan yang menyebabkan pertambahan produksi yang semakin melambat sebelum akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun dikenal dengan hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (the law of deminishing marginal return). Hubungan antara tingkat produksi dengan jumlah input variabel yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap daerah produksi, yaitu: (1) daerah I yang terjadi pada saat PR naik hingga PR maksimum di titik B, (2) daerah II yang dimulai dari saat PR

5 24 maksimum di titik B sampai hingga PT maksimum di titik C, dan (3) daerah III adalah daerah saat PT menurun mulai dari titik C. C B A Sumber: Doll dan Orazem, 1984 Gambar 4. Produk Total, Produk Marginal, Produk Rata-Rata dan Tiga Tahapan Produksi Daerah I dikatakan irrational region karena penggunaan input masih menaikkan PT sehingga pendapatan masih dapat terus diperbesar. Daerah II adalah rational region karena pada daerah ini dimungkinkan pencapaian pendapatan maksimum, pada daerah ini pula PT maksimum tercapai, sedangkan daerah III adalah irrational region karena PT telah menurun. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala usahatani pada model fungsi produksi komoditas gambir berada pada rational region.

6 Analisis Efisiensi Produksi Istilah efisiensi dikenal dalam teori produksi. Tersedianya faktor produksi belum berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi. Bagaimana petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Menurut Nicholson (2002), konsep efisiensi bisa dibedakan atas efisiensi teknis, efisiensi ekonomi dan efisiensi alokasi. Menurutnya alokasi sumberdaya disebut efisien secara teknis (technically efficient) jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lainnya. Jadi efisiensi teknis adalah suatu pengalokasian sumberdaya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga untuk memproduksi satu atau lebih produk menyebabkan pengurangan produksi barang-barang lainnya. Berproduksi efisien secara teknis yaitu dengan berada pada batas kemungkinan produksi, jika kita ingin menggambarkan efisiensi teknis secara grafik. Sedangkan alokasi sumberdaya yang efisien secara ekonomis (economic efficiency) adalah sebuah alokasi sumberdaya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat. Agar alokasi sumberdaya menjadi efisien, harga harus sama dengan biaya marginal sosial yang sebenarnya pada setiap pasar (efisiensi alokasi). Lau dan Yotopoulus (1971), mendefinisikan efisiensi teknis sebagai hasil produksi yang dapat dicapai untuk suatu kombinasi faktor produksi yang diberikan. Efisiensi harga (alokatif) didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan dengan menyamakan nilai

7 26 produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan dengan harga inputnya, sedangkan efisiensi ekonomis adalah gabungan antara efisiensi teknis dan efisiensi harga. Produsen mengelola usahanya bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan, yang merupakan faktor penentu bagi produsen dalam mengambil keputusan untuk usahanya. Produsen akan meningkatkan produksinya apabila mengetahui bahwa tambahan faktor produksi yang diberikan memberi tambahan keuntungan. Peningkatan keuntungan itu didapat bila penerimaan marginal hasil lebih besar daripada biaya marginal faktor produksi. Karena itu diperlukan efisiensi usaha dimana efisiensi itu dapat dilakukan dengan pendekatan maksimalisasi produk dengan pengeluaran biaya tertentu, atau minimisasi biaya untuk mendapatkan output tertentu. Bisa juga dengan pendekatan maksimalisasi keuntungan dimana setiap faktor input harus digunakan pada nilai produk marginal masing-masing faktor sama dengan harganya. Pemilihan fungsi produksi yang baik dan benar dari berbagai fungsi produksi yang ada sebenarnya merupakan pendugaan subjektif. Sekalipun demikian ada beberapa pedoman yang perlu diikuti untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik dan benar yaitu: (1) bentuk aljabar fungsi produksi itu dapat dipertanggungjawabkan, (2) bentuk aljabar fungsi produksi itu mempunyai dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi, (3) mudah dianalisis, dan (4) mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi et al. 1986). Untuk analisis fungsi produksi dengan menggunakan data survei usahatani yang dirancang secara khusus untuk memperoleh data bagi pendugaan fungsi

8 27 produksi, hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam melakukan pekerjaan ini adalah: (1) variasi dari berbagai variabel yang tidak disertakan dalam analisis seperti jenis tanah, cara bercocok tanam, iklim, hendaknya kecil, (2) sebaliknya variasi dari kombinasi masukan yang dipakai oleh sampel lebih beragam, misalnya tidak semua sampel memakai pupuk dalam dosis yang hampir sama, dan (3) jumlah sampel yang digunakan harus memadai, misalnya paling sedikit 40 responden (Soekartawi et al. 1986). Metode pengukuran efisiensi dengan menggunakan fungsi produksi yang telah digunakan secara luas untuk analisis usahatani, salah satunya adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang secara metematis dituliskan sebagai berikut: Y = a x a x a x a n 1 2,...,...(2) n dimana: Y 0 X 1, X 2, X n 1, 2, n = Produksi komoditas pertanian atau output (variabel tidak bebas/dependent variable) = Konstanta atau intersep = Faktor produksi atau input ke-1, 2,..., n (variabel bebas/independent variable) = Koefisien arah regresi masing-masing variabel bebas ke-1, 2,..., n = Gangguan stokhastik/kesalahan (disturbance term) Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi berpangkat yang terdiri dari dua variabel atau lebih, dimana variabel yang satu disebut variabel yang dijelaskan Y (variabel tak bebas) dan yang lain disebut variabel yang menjelaskan X (variabel bebas). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya adalah dengan cara regresi dimana variasi Y akan dipengaruhi oleh

9 28 variasi X (Soekartawi, 2003). Fungsi di atas dapat dilinierkan dengan mentransformasi variabel tersebut menggunakan logaritma natural sebagai berikut: ln Y = ln ln x ln x n ln x n + ε.....(3) dimana: ln = Logaritma natural ε = Error term atau disturbance term Pendekatan yang digunakan sebagai alat untuk menganalisis tingkat efektivitas dan efisiensi usahatani melalui fungsi produksi adalah pendekatan produk marjinal. Dalam fungsi produksi ini sebagai variabel bebas adalah lahan garapan, bibit, pupuk buatan, pestisida dan tenaga kerja. Dengan cara analisis ini dapat diketahui sampai sejauh mana kontribusi faktor produksi terhadap hasil produksi yang dicapai. Mubyarto (1989), menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi dalam usahatani pada umumnya adalah bagaimana mengalokasikan secara tepat sumber-sumber daya atau faktor-faktor produksi yang terbatas agar dapat memaksimumkan pendapatan. Berkaitan dengan masalah efisiensi, ada dua pendekatan yang dapat mengukur efisiensi tersebut yakni: (1) pendekatan produk marjinal yaitu pendekatan melalui konsep produksi marjinal mencapai maksimum, dan (2) pendekatan efisiensi ekonomis yaitu pendekatan melalui konsep keuntungan mencapai maksimum. Kedua pendekatan ini merupakan cara analisis untuk mendapatkan gambaran tentang efisiensi usahatani dan apabila efisiensi ini tercapai maka keuntungan maksimum akan tercapai, sehingga pendapatan petani yang lebih tinggi akan tercapai pula.

10 29 Fungsi produksi merupakan hubungan teknis, maka fungsi produksi dapat berubah akibat pengaruh penggunaan faktor produksi. Perubahan tersebut ditunjukkan oleh kenaikan hasil, karena itu terdapat tiga bentuk kenaikan hasil dalam fungsi produksi yaitu: (1) kenaikan hasil tetap artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan kenaikan hasil yang tetap dengan kata lain produk marjinal naiknya tetap, (2) kenaikan hasil bertambah artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan hasil yang bertambah dengan kata lain produk marjinal semakin meningkat, dan (3) kenaikan hasil berkurang artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan kenaikan hasil yang semakin berkurang dengan kata lain produk marjinal semakin berkurang. Untuk mengetahui tingkat efisiensi alokatif penggunaan faktorfaktor produksi pada usahatani gambir dilakukan dengan menghitung rasio nilai produk marjinal suatu input (NPM x ) dengan harga inputnya (P x ) Teori Pemasaran Komoditas Pertanian Kegiatan produksi dan pemasaran seperti dua sisi mata uang. Upaya peningkatan produksi dalam pengembangan suatu komoditas harus diikuti oleh kegiatan pemasaran yang baik, karena kedua kegiatan ini merupakan satu kesatuan yang berkaitan dan saling memperkuat. Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output yang akan dijual ke konsumen/pasar. Pemasaran adalah kegiatan yang menjembatani proses pertukaran produk dari produsen sampai produk tersebut diterima oleh konsumen. Kinerja pemasaran memegang peranan sentral dalam pengembangan komoditas pertanian. Perumusan strategi dan program pengembangan

11 30 pemasaran yang mampu menciptakan kinerja pemasaran yang kondusif dan efisien, akan memberikan kontribusi positif terhadap beberapa aspek yaitu: (1) mendorong adopsi teknologi, peningkatan produktivitas dan efisiensi, serta daya saing komoditas pertanian, (2) meningkatkan kinerja dan efektivitas kebijakan pengembangan produksi, khususnya kebijakan yang terkait dengan program stabilisasi harga keluaran, dan (3) perbaikan perumusan kebijakan perdagangan domestik dan internasional (ekspor dan impor) secara efektif dan optimal (Rusastra et al. 2003). Definisi pemasaran yang berorientasi pada pertanian sebagian besar merujuk pada peristiwa yang terjadi setelah produk atau komoditas meninggalkan titik awal produksi. Hal ini disebut dengan pendekatan gerbang pertanian (farm gate). Kohls dan Uhl (2002), mendefinisikan pemasaran dalam pertanian sebagai sebuah sistem. Pemasaran menurut mereka adalah semua bentuk kegiatan bisnis yang meliputi seluruh sistem aliran produk dan jasa-jasa yang ada, mulai dari titik awal produksi pertanian sampai semua produk dan jasa tersebut di tangan konsumen. Sedangkan Dahl dan Hammond (1977), mendefinisikan pemasaran sebagai rangkaian urutan fungsi-fungsi yang dilakukan ketika produk bergerak dari titik produksi sampai ke konsumen akhir. Pemasaran merupakan suatu proses yang berjalan di dalam sistem pertukaran yang berfungsi menjembatani antara produsen dan konsumen. Tugas pemasaran dalam suatu sistem pertukaran tersebut adalah mempengaruhi koordinasi antara apa yang diproduksi dan apa yang dibutuhkan konsumen.

12 31 Kaitannya dengan analisis produksi dan pemasaran gambir dalam penelitian ini, pemasaran yang dimaksud pada intinya didefinisikan seperti yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002), yaitu sebagai semua kegiatan bisnis yang meliputi seluruh sistem aliran produk dan jasa-jasa yang terlibat dalam arus komoditas gambir, mulai dari titik awal produksi/petani produsen sampai gambir tersebut di tangan konsumen akhir. Lamb et al. (2001), berpendapat bahwa dari segi ekonomi, pemasaran merupakan tindakan atau kegiatan yang produktif, menghasilkan pembentukan kegunaan, yaitu kegunaan waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan, sehingga mempertinggi nilai guna dari suatu barang yang diminta atau dibutuhkan oleh konsumen. Fungsi penting lainnya dalam pemasaran ialah sistem harga dan mekanisme pembentukan harga yang banyak ditentukan oleh faktor waktu, tempat dan pasar. Hal tersebut di atas akan mempengaruhi penawaran dan permintaan suatu barang/jasa. Pembentukan harga suatu komoditas pada setiap tingkat pasar tergantung pada struktur pasar tersebut, sehingga hubungan harga antara tingkat pasar konsumen dengan tingkat pasar produsen tergantung kepada struktur pasar yang menghubungkannya. Dalam struktur pasar yang bersaing sempurna misalnya, hubungan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar konsumen atau hubungan antar tingkat pasar, akan erat sekali. Keadaan ini merupakan salah satu cermin dari sistem pemasaran yang efisien. Mekanisme harga berfungsi sebagai sistem komunikasi untuk meneruskan informasi mengenai keinginan konsumen kepada produsen.

13 32 Sinyal harga menjadi pesan dari konsumen kepada produsen. Bila suatu produk atau mutu tertentu dari suatu produk sangat dibutuhkan oleh konsumen, maka harganya menjadi relatif lebih tinggi. Sinyal harga ini disampaikan melalui sistem tersebut menuju ke produsen, sehingga dalam waktu tertentu produsen melakukan penyesuaian yang menurutnya tepat secara ekonomi, dengan mengalokasikan faktor produksi untuk memproduksi produk dengan tingkat mutu seperti yang dikehendaki oleh konsumen. Prosesnya tentu tidak sesederhana uraian di atas. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi supaya mekanisme pembentukan harga ini sampai ke produsen dan mendorong respon yang dikehendaki yaitu: (1) nilai produk harus dijelaskan dan dikategorikan berdasarkan tingkatan atau istilah penjelas lainnya sehingga pembeli maupun penjual mempunyai sebuah penafsiran yang umum atau sama mengenai harga produk tersebut, (2) kekuatan permintaan dan penawaran yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi harga atau segi-segi lain dalam perdagangan, harus sama untuk pembeli dan penjual, dan (3) harga tidak terlalu mudah berubah-ubah pada tingkatan produsen atau tingkat lain dalam sistem pemasaran sehingga sinyal harga tersebut menjadi salah atau tidak jelas Pendekatan dalam Studi Pemasaran Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan studi pemasaran menurut Kohl dan Uhl (2002), yaitu: 1. Pendekatan serba fungsi, dimana berbagai aktivitas pemasaran diklasifikasikan kedalam berbagai fungsi pemasaran. Penekanannya pada

14 33 isu what is done. Beberapa fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengolahan, penyimpanan dan transportasi) dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, pengelolaan resiko, penelitian atau riset pasar). 2. Pendekatan institusi, dimana evaluasi pemasaran dilakukan dengan mempelajari perantara atau struktur bisnis yang membentuk proses pemasaran yang dititikberatkan pada siapa yang mengerjakan dan terlibat dalam proses pemasaran (who is involved). 3. Pendekatan perilaku, menggabungkan pendekatan fungsional dan institusional yang sangat berguna untuk menganalisis keberadaan aktivitas pemasaran, bagaimana perubahan dan perilaku lembaga pemasaran dalam proses pemasaran, mengapa ada perantara dalam industri. Purcell (1979), menjelaskan ada empat pendekatan yaitu pendekatan komoditas, pendekatan kelembagaan, pendekatan fungsional dan pendekatan sistem. Pada pendekatan komoditas (serba produk) dibahas segala aspek barang atau komoditas mulai dari titik produksi sampai pada titik konsumsi. Pendekatan ini mengikuti komoditas sepanjang lintasan antara produsen dan konsumen, sehubungan dengan apa yang dilakukan dan bagaimana komoditas tersebut bisa ditangani dengan lebih efisien. Misalnya tentang sifat khas dari barang, lembaga yang mentransfer, sumber permintaan dan penawaran, fasilitas pemasaran, serta peraturan pemerintah yang berhubungan dengan barang yang bersangkutan.

15 Konsep Efisiensi Pemasaran Pemasaran menginginkan adanya efisiensi yaitu pengorbanan yang sekecil mungkin terhadap barang atau jasa yang diminta konsumen. Efisiensi pemasaran menurut Soekartawi (2002), adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Ada beberapa faktor yang dapat dipakai sebagai ukuran efisiensi pemasaran yaitu keuntungan pemasaran, harga yang diterima petani, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan kompetisi pasar. Purcell (1979), menyebutkan ada dua tipe efisiensi yang berkaitan dengan pemasaran yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi teknis merujuk pada hubungan input-output yang terlibat dalam tugas pemanfaatan produksi diseluruh sistem pemasaran, dimana biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses untuk membawa barang ke tangan konsumen meliputi biaya perubahan bentuk, biaya penyimpanan dan biaya pengangkutan. Pada umumnya efisiensi pelaksanaan aktivitas dan fungsi ini dianggap tergantung pada teknologi yang tersedia. Efisiensi harga merujuk pada kemampuan sistem untuk mempengaruhi perubahan dan mendorong relokasi sumberdaya agar dapat mempertahankan kesesuaian antara apa yang diproduksi dan apa yang dibutuhkan konsumen. Kohls dan Uhl (2002), menyatakan bahwa perubahan sistem pemasaran yang berakibat mengecilnya biaya kegiatan pemasaran tanpa mengurangi kepuasan konsumen menunjukkan suatu perbaikan dari tingkat efisiensi pemasaran. Sedangkan perubahan yang mengurangi biaya pemasaran tetapi diikuti dengan berkurangnya kepuasan konsumen menunjukkan penurunan

16 35 tingkat efisiensi pemasaran. Efisiensi pemasaran akan tercapai jika struktur pasar dapat menciptakan iklim yang mendorong terjadinya proses yang seimbang antara pelaku-pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Efisiensi pasar secara teoritis dapat dicapai jika pelaku-pelaku pasar tidak melakukan suatu upaya rekayasa untuk mempengaruhi harga pasar, atau bila pemasaran tersebut dapat memberikan semua pihak (petani produsen, pedagang perantara dan konsumen) kepuasan balas jasa yang seimbang sesuai dengan sumbangannya masing-masing meskipun sifatnya relatif (adil yang proporsional). Kohls dan Uhl (2002), lebih lanjut mengungkapkan bahwa analisis sistem pemasaran dapat juga dikaji melalui pendekatan struktur, perilaku dan keragaan pasar. Struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menentukan hubungan antara penjual dengan pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, pangsa pasar, konsentrasi pasar dan kondisi keluar masuk pasar. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang dihadapinya, yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga dan siasat pemasaran seperti potongan harga. Struktur, perilaku dan kinerja merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi di pasar. Struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut, yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara keseluruhan.

17 Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Soekartawi (2002), mengemukakan bahwa pemasaran hasil-hasil pertanian sering dihadapkan pada kata efisiensi, baik cara pengukurannya maupun kriteria yang dipakai. Setidaknya ada dua kesulitan untuk menilai efisien atau tidaknya suatu proses pemasaran. Pertama, efisiensi pemasaran tidak mampu menunjukkan ukuran yang konsisten untuk mengukur efisiensi pemasaran secara keseluruhan. Kedua, efisiensi pemasaran seringkali melupakan aspek kesejahteraan masyarakat (welfare aspect of the society). Dalam hal ini untuk meningkatkan efisiensi pemasaran dan sekaligus juga memperhatikan welfare society, pendekatan dengan konsep SCP (Structure- Conduct-Performance) merupakan pendekatan yang bisa digunakan untuk mengurangi tidak efisiennya suatu pemasaran. Pendekatan SCP adalah pendekatan organisasi pasar yang mencakup atau mengkombinasikan semua aspek dari sistem pemasaran atau tataniaga yaitu: market structure, market conduct dan market performance. Dasar paradigma SCP dicetuskan oleh Mason (1939), yang mengemukakan bahwa struktur (structure) suatu industri akan menentukan bagaimana para pelaku industri berperilaku (conduct), yang pada akhirnya menentukan keragaan atau kinerja (performance) industri tersebut. a. Struktur Pasar Struktur pasar (market structure) dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan suatu resultan atau saling mempengaruhi perilaku dan keragaan pasar. Antara lain ada empat faktor yang menjadi penentu yaitu: jumlah dan

18 37 ukuran perusahaan (isu pangsa pasar dan konsentrasi pasar), kondisi dan keadaan produk (homogen atau diferensiasi), mudah atau sukarnya untuk masuk dan keluar pasar atau industri (barrier to entry) dan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran. Struktur pasar dapat juga diartikan sebagai tipe dan jenis-jenis pasar, yang secara garis besar dibagi atas dua kelompok, yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna. Pasar Persaingan Sempurna (PPS) adalah kondisi pasar ideal dan kompetitif yang berjalan dengan efektif dan efisien dengan beberapa asumsi yang harus terpenuhi yaitu: (1) ada sangat banyak penjual dan pembeli di pasar, (2) tidak ada pelaku pasar yang dominan yang dapat mempengaruhi pesaingnya di pasar, (3) penjual dan pembeli hanya price taker serta tidak ada persaingan di luar harga, (4) tidak ada hambatan untuk masuk/keluar pasar, dan (5) jenis produk homogen dan identik, serta semua partisipan pasar mempunyai cukup informasi dan pengetahuan tentang produk dan harga. Sisi yang berlawanan sangat ekstrim dengan pasar persaingan sempurna adalah pasar monopoli dimana pasar dikuasai oleh satu penjual, berikutnya pasar oligopoli (sedikit penjual) dan pasar monopolistik (banyak penjual). Jika diurutkan menurut kedekatan karakteristik masing-masing pasar satu sama lain, maka struktur pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, pasar monopolistik, pasar oligopoli dan terakhir pasar monopoli. Imperfect competition bisa juga dilihat dari perspektif pembeli atau konsumen, sehingga selain ketiga jenis pasar tidak bersaing sempurna tersebut (monopolistik, oligopoli dan monopoli) juga dikenal struktur pasar monopsoni

19 38 dan oligopsoni. Pasar monopsoni menurut Kohls dan Uhl (2002), adalah pasar dimana hanya terdapat satu pembeli atau kondisi dimana hanya ada satu perusahaan pengguna pada pasar input tertentu dan oligopsoni adalah sebuah situasi pasar dimana hanya ada beberapa pembeli dari satu produk atau komoditas (a few large buyers of a product). Struktur pasar sebagian besar komoditas hasil-hasil pertanian terutama di negara-negara berkembang, tergolong ke dalam struktur pasar monopsoni atau oligopsoni, yang mayoritas pertaniannya merupakan usahatani subsistem karena beragam faktor yang mempengaruhinya. Hal ini sangat merugikan petani karena dampak dari mekanisme pembentukan harga yang terjadi adalah tidak ada harga terbaik, pembeli membeli hasil panen di bawah harga pasar yang seharusnya (harga pada PPS) sehingga bagian harga yang seharusnya dinikmati petani diambil oleh pembeli. Struktur pasar biasanya diukur dengan rasio konsentrasi, indek atau share tertentu. Setiap perusahaan mempunyai pangsa pasar (market share) yang berbeda-beda berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar menggambarkan bagian yang diperoleh perusahaan dari total penjualan industri. Semakin tinggi share suatu perusahaan maka akan semakin besar peranan dan pengaruhnya di pasar. Derajat konsentrasi pasar dapat diukur dengan menggunakan Herfindahl Hirchman Index (HHI). Jika nilai HHI antara dinyatakan sebagai konsentrasi moderat, sedangkan lebih dari 1800 adalah konsentrasi tinggi. Concentration Ratio (CR) juga merupakan metode untuk mengukur derajat konsentrasi pasar. Cara penghitungan melalui CR terbagi atas CR1, CR2,

20 39 CR3, CR4 dan lainnya, tergantung kebutuhan dan kondisi struktur pasar yang akan dinilai. Angka 1, 2 dan seterusnya mengindikasikan jumlah share perusahaan yang akan dinilai CR-nya. Rasio konsentrasi merupakan akumulasi share perusahaan utama dalam industri, atau persentase dari total output masing-masing perusahaan yang mendominasi industri atau pendapatan penjualannya, dibagi dengan total output atau penjualan keseluruhan industri (rasio pangsa pasar relatif dari total output industri). b. Perilaku Pasar Perilaku pasar (market conduct) merupakan perilaku partisipan (pembeli dan penjual), strategi atau reaksi yang dilakukan partisipan pasar secara individu atau kelompok dalam hubungan kompetitif atau negosiasi terhadap partisipan lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran tertentu. Misalnya praktek-praktek bisnis yang dilakukan perusahaan dalam kebijakan penentuan harga, promosi penjualan dan berbagai strategi penjualan lainnya yang dilakukan untuk mencapai hasil pasar yang spesifik. Pada prinsipnya hubungan pembeli dan penjual adalah hubungan persaingan, tetapi setelah ada kesepakatan atau negosiasi, hubungan itu menjadi transaksi. Firdaus et al. (2008), lebih lanjut menyebutkan bahwa perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh pelaku pasar dan juga pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar dapat dikelompokkan menjadi perilaku dalam strategi harga, produk dan promosi. Perilaku antara lain juga bisa dilihat dari tingkat persaingan ataupun kolusi antar partisipan di pasar.

21 40 c. Kinerja Pasar Kinerja atau keragaan pasar (market performance) merupakan hasil atau pengaruh dari struktur dan perilaku pasar yang dalam realita dapat terlihat dari produk atau output, harga dan biaya pada pasar-pasar tertentu. Misalnya efisiensi harga atau biaya produksi, biaya promosi penjualan, termasuk nilai informasi, volume penjualan dan efisiensi pertukaran di pasar. Keragaan atau kinerja suatu industri diukur antara lain dari derajat inovasi, efisiensi dan profitabilitas (Firdaus et al. 2008). Struktur dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya pemasaran, margin serta distribusi pemasaran, jumlah komoditas yang diperdagangkan, korelasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen, elastisitas transmisi harga dan keterpaduan pasar. Terdapat sejumlah faktor intrinsik dan eksternal yang berpengaruh terhadap kinerja pemasaran produk pertanian. Secara intrinsik faktor yang berpengaruh diantaranya adalah struktur pasar, tingkat integrasi pasar dan margin pemasaran. Bentuk pasar yang terjadi dalam struktur suatu pasar akan mempengaruhi tingkat kompetisi yang akan berdampak pada proses pembentukan harga, transmisi harga dan bagian harga yang diterima petani. Jadi secara implisit struktur pasar akan berdampak terhadap kinerja integrasi pasar dan nilai margin pemasaran. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kinerja pemasaran produk pertanian adalah terkait dengan kebijakan pemerintah seperti pengembangan infra struktur pemasaran (fisik dan kelembagaan), program stabilisasi harga output, perpajakan dan retribusi, kebijakan pengembangan produk dan

22 41 pengolahan hasil pertanian dan lain-lain. Pemahaman di atas dan perbaikan terhadap kinerja pemasaran produksi pertanian akan bermanfaat dalam mendorong peningkatan produksi dan pendapatan petani, karena kinerja pemasaran yang kondusif akan mendorong adopsi teknologi dan bagian harga yang diterima petani. Kebijakan pemerintah yang kondusif akan mendorong peningkatan produksi, distribusi, pengembangan produk dan insentif yang proporsional bagi pelaku tataniaga dan kesejahteraan petani (Rusastra et al. 2003) Margin Pemasaran Nicholson (2002), mengemukakan bahwa pola pembentukan harga tergantung dari kekuatan-kekuatan pelaku dalam pasar. Dengan kata lain penjual dan pembeli bertemu langsung, harga hanya ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan secara agregat, sehingga jumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen sama dengan jumlah yang diterima produsen. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antara harga di antara keduanya. Namun dari hasil penelitian dalam bidang pemasaran pertanian ternyata terdapat perbedaan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pengecer dan konsumen akhir. Perbedaan yang terjadi inilah yang disebut marjin pemasaran yang merupakan keuntungan dari kegiatan yang dilakukan dalam pemasaran (Cramer et al. 1997). Bila dalam pemasaran suatu produk pertanian terdapat lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran, maka marjin pemasaran diperoleh dari jumlah marjin pemasaran dari tiap-tiap lembaga pemasaran.

23 42 Irawan dan Sudjoni (2001), berpendapat banyaknya lembaga pemasaran dan jarak antara produsen ke konsumen sangat berpengaruh terhadap arus distribusi barang dan tingkat harga yang diterima oleh produsen ataupun tingkat harga yang harus dibayar oleh konsumen. Jika dalam penyaluran barang dari produsen ke konsumen melalui banyak lembaga pemasaran yang terlibat, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut pada produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen, dalam hal ini tidak memberikan keuntungan yang wajar, baik bagi petani maupun bagi konsumen. Dengan demikian pemasaran yang melibatkan banyak lembaga pemasaran dapat menyebabkan rendahnya harga di tingkat produsen dan tingginya harga di tingkat konsumen sehingga marjin pemasaran menjadi tinggi. Nilai marjin pemasaran pada tiap komoditas berbeda-beda, dikarenakan untuk tiap produk mempunyai jasa pemasaran yang berbeda-beda dan tiap bentuk nilai tersebut memiliki geometrik dalam proses penjualannya. Lebih lanjut Dahl dan Hammond (1977), mengemukakan nilai marjin pemasaran ini umumnya ditetapkan dalam bentuk absolut seperti dalam persen. Dalam hal ini pedagang besar dalam memberikan tambahan harga (mark up) biasanya dalam bentuk konstan yaitu persen yang disebut sebagai biaya marjin tetap (margin fixed cost) dan untuk pengecer dalam menetapkan tambahan harga dalam bentuk absolut tetap secara marjin uang (absolute). Tomek dan Robinson (1977), mendefinisikan margin pemasaran sebagai berikut: (1) perbedaan antara harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen, dan (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh

24 43 jasa pemasaran sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran. Dalam definisi yang pertama, margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang sederhana antara kurva permintaan asal (primary demand) dan permintaan turunan (derived demand) untuk setiap bagian produk. Permintaan asal ditentukan oleh respon dari kepuasan konsumen, yang tercermin dalam harga di tingkat konsumen, sedangkan kurva permintaan turunan adalah kurva yang sebenarnya dihadapi oleh petani produsen. Sumber: Tomek dan Robinson, 1977 Gambar 5. Kurva Permintaan Asal, Permintaan Turunan, Penawaran Asal dan Penawaran Turunan Gambar 5 menjelaskan margin secara grafis. Kurva tersebut dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa: (1) elastisitas substitusi antara produk pertanian dengan input tataniaga (misalnya tenaga kerja) adalah nol, dan (2) jumlah produk di tingkat petani atau Q f, sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Q r, dimana Q f = Q r = Q (kondisi ekuilibrium). Apabila asumsi

25 44 tersebut tidak digunakan, maka kemiringan (slope) atau koefisien arah kurva permintaan maupun kurva penawaran di tingkat petani dengan di tingkat pengecer tidak akan sejajar (sama).besar kecilnya margin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah atau belum efisien. Tinggi rendahnya margin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan pemasaran, antara lain ketersediaan fasilitas fisik pemasaran seperti pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, pengelolaan resiko kerusakan dan lain-lain. Secara umum bisa dikatakan semakin panjang saluran pemasaran atau pihak yang terlibat dalam saluran pemasaran, maka margin pemasaran akan semakin besar Bagian Harga yang Diterima Petani Efisiensi pemasaran dapat juga dianalisis dengan menghitung bagian harga yang diterima petani atau farmer s share. Soekartawi (2002), mengemukakan untuk mengukur efisiensi pemasaran digunakan harga jual petani sebagai dasar (P f ) dan dibandingkan dengan harga beli pedagang di tingkat konsumen akhir (P r ) dikalikan dengan 100 persen. Hal ini berguna untuk mengetahui porsi harga yang berlaku di tingkat konsumen yang dinikmati oleh petani. Besar farmer s share (FS) menurut Kohls dan Uhl (2002), dipengaruhi oleh: (1) tingkat pemrosesan, (2) biaya transportasi, (3) keawetan produk, dan (4) jumlah produk. Rumusannya sederhana, dinyatakan dalam persentase (%), yang dirumuskan dalam persamaan FS = P f /P r x 100%. Apabila dari hasil pengujian diperoleh bagian harga yang diterima petani rendah, maka saluran pemasaran tidak/belum efisien.

26 Elastisitas Transmisi Harga Elastisitas transmisi harga adalah nisbah perubahan relatif harga di tingkat pengecer (P r ) terhadap perubahan relatif harga di tingkat produsen (P f ) (George dan King, 1971). Pengertian ini erat kaitannya dengan anggapan bahwa margin tataniaga merupakan akibat adanya permintaan turunan dari pedagang eceran kepada petani produsen, atau margin tataniaga merupakan selisih dari harga di tingkat pedagang eceran dengan harga di tingkat petani. Secara matematik elastisitas transmisi harga adalah: E t = Pr P f Pr P f = Pr P f x Pf P r...(4) dimana: E t P r P f = Elastisitas transmisi harga = Perubahan harga di tingkat pedagang pengecer = Perubahan harga di tingkat petani Keterpaduan Pasar Pengertian keterpaduan pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komodidas pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya. Pengaruh ini dapat diduga melalui regresi sederhana, analisis korelasi harga di setiap tingkat baik secara vertikal maupun horizontal dan melalui elastisitas transmisi harga (E t ). Dalam suatu sistem pasar terpadu yang efisien akan terlihat adanya korelasi positif yang tinggi sepanjang waktu dari beberapa pasar (Heytens, 1986). Pada umumnya pendekatan ini banyak dipakai untuk menguji apakah pasar setempat terpadu dan efisien. Dalam hal ini kelancaran informasi dan

27 46 pengangkutan memberi peranan yang penting dalam membentuk perdagangan antarpasar yang efisien. Pengujian akan hubungan harga-harga ditambah dengan pengamatan tentang kegiatan perdagangan merupakan metode uji hipotesis yang berguna. Harga-harga pada suatu sistem pasar yang efisien cenderung bergerak bersama-sama, tetapi hal ini dapat terjadi karena sebabsebab yang lain. Pergerakan harga umum, musim bersama atau setiap faktor kebersamaan, dapat memberikan perubahan harga yang selaras walaupun pasar tersebut tidak berhubungan (Heytens, 1986). Pendekatan lain yang digunakan adalah metode autoregresive distributed lag yang dapat mengatasi masalah kelemahan model regresi sederhana yang menganggap perubahan harga di tingkat konsumen dan produsen bergerak pada waktu yang sama. Model ini dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). Model didasarkan pada hubungan bedakala (lag) bersebaran autoregresive antara harga disuatu tingkat atau pasar tertentu dengan harga di pasar atau tingkat lainnya. Analisis ini dapat menerangkan adanya hubungan antara perubahan harga di suatu pasar tertentu dengan harga di pasar lainnya. Lebih lanjut dapat diungkapkan proses pembentukan harga, misalnya Pi t adalah harga di pasar i waktu t, sedangkan PA t adalah harga di pasar acuan waktu t, maka model dapat dirumuskan sebagai berikut: (Pi t Pi t-1 ) = (α i - 1) (Pi t-1 - PA t-1 ) + β i0 (PA t - PA t-1 ) + (α i + β i0 + β i1-1 ) PA t-1 + γ i X + e...(5) dimana: Pi t = Harga di pasar i waktu t PA t = Harga di pasar acuan waktu t X = Vektor musiman atau variabel lain yang dianggap relevan

28 47 e = Error term di pasar i waktu t Persamaan (5) menjelaskan bahwa perubahan harga di suatu tempat adalah fungsi dari selisih harga pasar setempat dengan pasar acuan pada waktu yang sebelumnya, perubahan harga pasar acuan pada waktu sebelumnya, harga di pasar acuan waktu sebelumnya dan ciri-ciri pasar setempat. Persamaan (5) bisa disederhanakan dengan mengubah lambang-lambang koefisien: α i 1 = b 1, β i0 = b 2 dan α i + β i0 + β i1-1 = b 3, sehingga persamaan dapat ditulis sebagai berikut: (Pi t - Pi t-1 ) = b 1 (Pi t-1 PA t-1 ) + b 2 (PA t PA t-1 ) + b 3 PA t-1 + b 4 X + e...(6) Persamaan (6) dapat disusun kembali menjadi persamaan: Pi t = (1+b 1 ) Pi t-1 + b 2 (PA t PA t-1 ) + (b 3 -b 1 ) PA t-1 + b 4 X + e...(7) Apabila pasar acuan kita anggap berada pada keseimbangan jangka panjang maka (PA t PA t-1 ) = 0 dan juga b 4 = 0, sehingga didapatkan: Pi t = (1+b 1 ) Pi t-1 + (b 3 -b 1 ) PA t-1...(8) Nilai parameter (1+b 1 ) dan (b 3 -b 1 ) akan menggambarkan sumbangan relatif harga pasar setempat dan acuan terdahulu terhadap pembentukan harga tingkat sekarang. Apabila harga pasar acuan sebelumnya merupakan penentu dari harga, maka pasar-pasar ini terintegrasi dengan baik. Artinya keadaan penawaran dan permintaan pada pasar acuan akan dikomunikasikan secara efektif ke pasar-pasar setempat dan akan mempengaruhi harga-harga di sana walau bagaimanapun keadaan pasar lokal sebelumnya. Untuk menangkap besarnya pengaruh ini secara efektif, dikembangkan suatu indek hubungan pasar atau Index of Market Connection (IMC) atau disebut juga indek yang

29 48 dibatasi sebagai nisbah koefisien pasar setempat terdahulu terhadap koefisien pasar acuan terdahulu. Dari persamaan (8) diperoleh: IMC = 1 b1 b b (9) Secara umum, semakin dekat indek tersebut ke-0 atau koefisien bernilai lebih kecil dari 1 maka semakin tinggi derajat keterpaduan pasar Tahapan Penelitian Upaya peningkatan pendapatan petani tergantung pada pengelolaan produksi dan pengalokasian faktor produksi yang dimiliki, kemudian menindaklanjutinya dengan memasarkan komoditas yang telah diproduksi tersebut. Dengan demikian upaya peningkatan pendapatan petani salah satunya sangat ditentukan oleh faktor bagaimana petani melakukan pengelolaan produksi dan pemasaran komoditas yang diusahakannya. Kegiatan produksi dan pemasaran tidak bisa berjalan sendiri karena saling terkait dalam menentukan keberhasilan usahatani. Pengusahaan gambir sebagai komoditas pertanian tidak terlepas dari ketergantungan usahatani tanaman tropis ini pada faktor alam. Kondisi alam seperti curah hujan, karakteristik tanah, kesuburan tanah serta faktor lainnya akan sangat berpengaruh pada produksi dan produktivitas tanaman. Disamping faktor alam, teknologi yang digunakan petani dalam proses produksi, kondisi sosial ekonomi dan kelembagaan serta situasi pasar yang berkaitan dengan permintaan, penawaran dan proses pemasaran gambir akan sangat berpengaruh pada pembentukan harga gambir di pasar.

30 49 G A M B I R Salah Satu Komoditas Unggulan Sumatera Barat dan Kabupaten Lima Puluh Kota Untuk Ekspor Usahatani perkebunan rakyat yang dikelola secara tradisional dengan teknologi pengolahan sederhana Masalah utama dalam pengelolaan komoditas gambir selama ini: 1. Produksi, produktivitas, serta mutu hasil gambir yang rendah 2. Rendahnya posisi tawar petani di pasar Bagaimana keterkaitan antara sektor on farm dengan off farm usahatani gambir yang terhubung dalam suatu kesatuan sistem pemasaran serta peranannya dalam menentukan harga gambir Analisis Produksi Analisis Pemasaran Efisiensi pengalokasian sumberdaya Profil dan kinerja kelembagaan pemasaran gambir Pendekatan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dan metode untuk analisis pemasaran menggunakan the market structure-conduct-performance relationship Gambaran menyeluruh mengenai keragaan usahatani gambir mulai dari on farm sampai off farm secara terpadu di Kabupaten Lima Puluh Kota Gambar 6. Tahapan Analisis Produksi dan Pemasaran Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Masalah utama dalam usahatani gambir seperti yang terlihat dalam di Gambar 6 adalah menyangkut produksi, produktivitas serta mutu hasil gambir

31 50 yang rendah. Proses produksi gambir memerlukan sumberdaya (input) yang bersifat tetap dan input tidak tetap. Faktor yang akan diuji sebagai hipotesis penelitian adalah bagaimana pengaruh luas areal tanam, jumlah pohon dan umur tanaman, tenaga kerja (curahan waktu kerja) serta penerapan faktor produksi lainnya, terhadap produksi gambir. Apakah pengaruhnya signifikan dan sudah efisien dalam pengalokasiannya. Disamping itu akan dilakukan juga analisis efisiensi pemasaran gambir dengan menggunakan pendekatan SCP untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai struktur pasar, perilaku dan keragaan usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data 21 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Jambi. Lokasi yang dipilih yaitu Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Bungo.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian 8 informal kelompok yang mempengaruhi daya tawar dan ketersedian informasi harga serta dampaknya pada harga yang berlaku. Analisis berikutnya yaitu mekanisme penentuan harga, faktor yang mempengaruhi penetapan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

III. KERANGKA KONSEPTUAL

III. KERANGKA KONSEPTUAL III. KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. Structure-Conduct Performance Model Pendekatan Structure, Conduct, and Performance (SCP) adalah pendekatan organisasi pasar atau pelaku pasar yang mencakup atau mengkombinasikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun 38 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.. Kerangka Pemikiran Teoritis 3... Konsep Pangsa Pasar Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun dalam dunia bisnis pada umumnya, untuk menunjukkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan daerah sentra produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 17 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, sejak bulan Mei hingga Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di tujuh (7) pasar (Lampiran 2a dan 2b),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menjelaskan teori-teori yang digunakan untuk melakukan studi tentang struktur dan kinerja industri telekomunikasi seluler. Bab ini juga akan menjadi panduan untuk memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi terhadap jumlah output yang dihasilkan. Kegiatan produksi bertujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa, adapun sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang optimasi penggunaan input produksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti pada komoditas lain, seperti pada tanaman bawang merah dan kubis.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Budidaya Padi Konvensional Menurut Muhajir dan Nazaruddin (2003) Sistem budidaya padi secara konvensional di dahului dengan pengolahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali diperkenalkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali diperkenalkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Ekonomi pertanian merupakan suatu aplikasi ilmu ekonomi dengan bidang pertanian, dimana ilmu ini digunakan untuk memecahkan permasalahanpermasalahan pertanian.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan, III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup fungsi produksi dan elastisitas,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENELITIAN

III. KERANGKA PENELITIAN 23 III. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Teori Harga Harga merupakan sinyal utama yang menjadi arah bagi pengambilan keputusan produsen, konsumen dan dan pelaku pemasaran dalam pasar. Menurut Kohls & Uhl (2002),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat 10330.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Usahatani Komoditas Gambir Penelitian usahatani gambir yang dilakukan oleh Yuhono (2004), Ermiati (2004) dan Tinambunan (2007), masing-masing memiliki metode, lokasi dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Produksi Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to produce yang artinya menghasilkan. Produksi adalah proses dimana input diubah menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian ini berisi tentang perkembangan oleokimia dan faktor apa saja yang memengaruhi produksi olekomian tersebut. Perkembangan ekspor oleokimia akan

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA ATAU STRUCTURE- CONDUCT-PERFORMANCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA ATAU STRUCTURE- CONDUCT-PERFORMANCE BAB II TINJAUAN PUSTAKA. HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA ATAU STRUCTURE- CONDUCT-PERFORMANCE BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Salah satu kerangka dasar dalam analisis ekonomi industri

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangka pemikiran konseptual berisi teori dan konsep kajian ilmu yang digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Penekanan hutan sebagai suatu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai . II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang analisis produksi sehingga akan sangat membantu dalam mencermati masalah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN tidak diizinkan untuk melakukan pembelian langsung ke nelayan agar tidak terjadi permainan harga. Komponen pembentukan lembaga penunjang tersebut terdiri dari pengaturan pasar, informasi pasar, penyuluhan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Definisi Ekonomi Pertanian Ekonomi pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari dan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN PENAMPILAN PASAR OUTPUT DAN PASAR INPUT KEDELAI LOKAL DI DESA MLORAH PENDAHULUAN

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN PENAMPILAN PASAR OUTPUT DAN PASAR INPUT KEDELAI LOKAL DI DESA MLORAH PENDAHULUAN P R O S I D I N G 369 ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN PENAMPILAN PASAR OUTPUT DAN PASAR INPUT KEDELAI LOKAL DI DESA MLORAH Excel Virgi Swastika¹, Nur Baladina² 1 Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap.

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap. 7 II. LANDASAN TEORI 1. Konsep Pendapatan Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai. Pendapatan tunai merupakan ukuran kemampuan usaha dalam menghasilkan uang tunai.

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan antara Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure-Conduct-Performance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan antara Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure-Conduct-Performance BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Salah satu kerangka dasar dalam analisis ekonomi industri adalah hubungan antara Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure-Conduct-Performance (SCP). Hubungan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

pada persepsi konsumen.

pada persepsi konsumen. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada industri otomotif di Indonesia tahun 1983-2013, maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu: 1. Struktur

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

PROSIDING ISSN: E-ISSN: ANALISIS STRUKTUR PASAR INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2015 Leni Evangalista Marliani E-Mail: 1 lenievangalista02@gmail.com Abstak Industri perbankan merupakan industri yang memiliki peranan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Aktivitas usahatani sangat terkait dengan kegiatan produksi yang dilakukan petani, yaitu kegiatan memanfaatkan sejumlah faktor produksi yang dimiliki petani dengan jumlah yang terbatas.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data nilai dan jumlah ekspor teh baik menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pasar Definisi yang tertua dan paling sederhana bahwa pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual beli atau suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Teori Pemasaran Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani 6 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kelayakan Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soeharjo dkk (1973) dalam Assary (2001) Suatu usahatani dikatakan layak atau berhasil apabila usahatani tersebut dapat menutupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci