III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun"

Transkripsi

1 38 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.. Kerangka Pemikiran Teoritis 3... Konsep Pangsa Pasar Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun dalam dunia bisnis pada umumnya, untuk menunjukkan besarnya andil atau saham dalam pemasaran suatu komoditas. Pasar merupakan salah satu syarat yang esensial bagi kemajuan pembangunan pertanian, sehingga kegiatan pemasaran menjadi aspek penting yang tidak dapat diabaikan. Pemasaran komoditas pertanian ditandai oleh besarnya gejolak harga akibat perubahanperubahan pada sisi permintaan (demand side) oleh konsumen, maupun sisi penawaran (supply side) yang bersumber dari fluktuasi pasokan oleh produsen. Fluktuasi ini terjadi akibat gangguan iklim, dampak daur komoditas yang dipicu oleh imbas daur perekonomian internasional. Gejolak harga menjadi semakin tajam akibat rendahnya elastisitas, baik pada sisi permintaan maupun penawaran dari komoditas tersebut (Dillon dan Suryana, 999). Dalam penelitian ini, sebaran market share atau pangsa pasar kopi arabika akan dianalisis dengan menggunakan metode Markov Chain. Secara umum rantai Markov atau Markov Chain adalah teknik matematik yang dapat digunakan untuk meramalkan perubahan-perubahan nilai variabel di masa yang akan datang berdasarkan pada perubahan-perubahan nilai variabel tersebut di masa yang lalu dan memungkinkan untuk menganalisis fakta-fakta yang terjadi secara berurutan. Markov Chain dapat diterapkan pada berbagai bidang ilmu seperti pertanian, indistri, kependudukan, ekonomi dan politik (Abdurrahman, 999). Berikut akan dijelaskan uraian tentang teori model rantai markov secara statistik dan matematik.

2 Proses Stokastik Jika t adalah peubah acak yang mencirikan keadaan sistem pada waktu t dan jika terdapat titik-titik diskret dengan waktu {t} untuk t =,2,,n; maka kumpulan peubah acak ini { t } akan membentuk suatu proses stokastik. Keadaan pada waktu t menggambarkan perilaku sistem pada waktu tersebut. Proses stokastik adalah sekumpulan peubah acak yang didefenisikan dalam beberapa ruang contoh (Isaacson & Madsen, 976; Revuz, 975). Proses stokastik terbagi dua yaitu proses dengan waktu diskret dan proses dengan waktu kontinu. Proses dengan waktu diskret terjadi jika banyaknya anggota ruang contoh dari keadaan-keadaan dapat dihitung dan dinotasikan dengan, 2, 3,, n. Proses dengan waktu kontinu terjadi jika banyaknya anggota tidak dapat dihitung dan dinotasikan dengan { n : n 0 }. Jika suatu himpunan nilai-nilai diasumsikan sebagai proses stokastik, maka nilai-nilai tersebut akan membentuk suatu ruang contoh. Jika banyaknya ruang contoh dapat dihitung maka proses yang terbentuk akan merupakan suatu rantai Proses Markov Proses Markov adalah proses stokastik yang tepat untuk setiap kejadian di masa datang tergantung pada kejadian sebelumnya. Bila t 0 < t < t n ( n = 0,,2, ) mewakili titik-titik pada saat tersebut, kumpulan peubah acak { tn } adalah proses Markov jika memenuhi kriteria : P[ t n = i n t n = i n-, t 0 untuk setiap nilai yang mungkin dari = i 0 ] = P[ t 0, t, t n = i n t 2,, t n = i n- ] t n. Peluang transisi dapat dinyatakan sebagai P i n. i n = P [ t n = i n t n = i n- ]. Hal tersebut menyatakan kondisi peluang dimana sistem berada di i n pada waktu t n jika sebelumnya berada di i n- pada waktu t n-. Peluang ini juga disebut

3 40 peluang transisi satu tahap, karena menggambarkan sistem yang berada diantara t n- dan t nj. Untuk peluang transisi m-tahap didefenisikan dengan : P i n i n. m. = P [ = i n+m + t n m t n = i n ] Rantai Markov Rantai Markov adalah suatu proses stokastik dengan waktu diskret yang tiap peubah acaknya i, hanya tergantung pada nilai sebelumnya, i-, dan hanya berpengaruh terhadap nilai sesudahnya, i+. Istilah rantai menyatakan hubungan antara peubah-peubah acak yang saling berdekatan pada suatu deret (Ravindran,et.al, 987). Dengan asumsi bahwa sistem memenuhi kaidah Markov maka dapat didefenisikan: P ij = P [ t n = j t n = i ] yaitu peluang satu tahap transisi dari lokasi i pada saat t n- ke lokasi j pada saat t n (Haan, 982; Tijms, 986) Matriks Transisi Secara lengkap suatu rantai Markov terdefinisi oleh matriks peluang transisinya. Matriks peluang transisi adalah suatu matriks yang memuat semua informasi yang mengatur perpindahan sistem dari satu state ke state lainnya. Unsur-unsur dari matriks tersebut menunjukkan besarnya peluang perpindahan sistem dari satu state ke state lainnya. Peluang perpindahan dari lokasi S i ke lokasi S j dapat disusun dalam bentuk matriks seperti berikut : P P 2 P 3. P = P 2 P 22 P 23. P 3 P 32 P

4 4 Matriks P disebut matriks transisi sebab matriks tersebut menggambarkan peluang perpindahan dari i ke j yang bernilai tetap dan bebas terhadap waktu. Peluang dari p ij harus memenuhi syarat sebagai berikut : n p ij i=. =. i 2. p ij 0, i dan j Matriks transisi di atas memberikan informasi pergerakan dari rantai di antara lokasi-lokasi dalam ruang contohnya. Peluang perpindahan dari satu lokasi ke lokasi lainnya dapat diduga mengingat p ij merupakan peluang bersyarat yang artinya : p ij = P [berada di lokasi i dan berpindah ke lokasi j atau P [berada di lokasi i] Konsep Struktur, Perilaku, Kinerja Pemasaran suatu produk sering juga disebut tataniaga. Tataniaga merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa mulai dari tingkat produsen sampai di tangan konsumen (Kohls dan Downey, 972). Kotler (999), mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial. Individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran produkproduk yang bernilai. Kohls dan Downey (972), mendefinisikan tataniaga sebagai semua bentuk kegiatan bisnis yang menangani pergerakan atau aliran produk yang sampai ke konsumen. Menurut Hammond dan Dahl (977), tataniaga diinterpretasikan sebagai suatu unit fungsi. Kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran bekerja, biasanya dipengaruhi oleh harga dan tempat terjadinya proses pemindahan kepemilikan barang dan jasa melalui transaksi.

5 42 Menurut Purcell (979) serta Kohl dan Uhl (990), dalam menganalisis pemasaran dapat digunakan beberapa pendekatan, yaitu :. Pendekatan fungsi (the functional approach), yaitu pendekatan yang mempelajari fungsi pemasaran apa yang dilakukan oleh pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. 2. Pendekatan kelembagaan (the institutional approach), yaitu pendekatan yang mempelajari bermacam-macam lembaga yang terlibat dalam proses penyaluran komoditas dari produsen ke konsumen. Lembaga-lembaga tersebut adalah pedagang perantara yang terdiri atas pedagang pengumpul, pengecer, pedagang spekulan, pengolah dan organisasiorganisasi yang memberikan fasilitas pemasaran. 3. Pendekatan barang (the commodity approach), merupakan suatu pendekatan yang menekankan terhadap kegiatan atau tindakan-tindakan yang diperlukan terhadap barang atau jasa selama proses penyampaiannya mulai dari produsen sampai konsumen. 4. Pendekatan sistem (the system approach), merupakan pendekatan dengan sistem harus memperhatikan beberapa aspek yaitu proses ekonomi yang sedang berjalan dan kesinambungannya. Hal tersebut mengindikasikan pusat-pusat pengawasan dan aktivitas-aktivitas yang sedang berjalan serta mekanisme yang mengintegrasikan aktivitas-aktivitas dalam suatu proses dan sistem yang sedang berjalan. Berbagai penjelasan yang telah di kemukakan menunjukkan bahwa tataniaga adalah suatu sistem pertukaran yang akan mengkoordinasikan apa yang telah diproduksi oleh produsen dengan apa yang diminta oleh konsumen. Setiap tingkatan mata rantai tersebut akan menciptakan tambahan nilai guna, baik berupa bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan.

6 43 Dalam lembaga tataniaga, dikenal konsep SCP yang digunakan untuk melihat efisiensi pemasaran. Untuk menuju suatu sistem pemasaran yang efisien dengan cara memperbaiki tataniaga, Hammond dan Dahl (977) mengungkapkan bahwa analisis sistem pemasaran dapat dikaji melalui struktur pasar (structure), perilaku pasar (conduct), dan kinerja pasar (performance). Struktur pasar merupakan karakteristik organisasi yang menentukan hubungan antara para penjual dengan para pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, pangsa pasar, konsentrasi pasar dan kondisi keluar masuk pasar. Berdasarkan sifat dan bentuknya, pasar dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu pasar yang bersaing sempurna dan pasar yang bersaing tidak sempurna (Kottler,999). Pasar bersaing tidak sempurna terdiri dari pasar monopoli murni, pasar duopoli, pasar oligopoli, pasar monopsoni dan pasar oligopsoni. Ada lima jenis struktur pasar untuk sistem pemasaran pertanian, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7. Pada umumnya petani menjual produknya berhadapan dengan struktur pasar yang oligopoli murni dan sebaliknya apabila membeli input atau kebutuhan sehari-hari, petani berhadapan dengan pasar yang bersifat oligopoli differensiasi (Dahl dan Hammond, 977). Oleh karena itu petani berada pada situasi yang lemah yaitu berhadapan dengan pasar yang tidak bersaing. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang dihadapinya, yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga dan siasat pemasaran seperti curang timbang, potongan timbangan dan potongan harga.

7 44 Tabel 7. Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan dan Sifat Produk Karakteristik Struktur Pasar Jumlah Perusahaan Banyak Sifat Produk Standar/homogen Dari sudut Penjual Persaingan murni Dari sudut Pembeli Persaingan murni Banyak Sedikit Differensiasi Standar Persaingan monopolistik Oligopoli murni Persaingan monopolistik Oligopsoni murni Sedikit Satu Differensiasi Unik Oligopoli differensiasi Monopoli Oligopsoni differensiasi Monpsoni Sumber: Dahl dan Hammond, 977. Struktur dan perilaku pasar akan menentukan kinerja pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga-harga, biaya pemasaran, margin serta distribusi margin pemasaran, jumlah komoditi yang diperdagangkan, korelasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen, elastisitas transmisi harga dan keterpaduan pasar. Analisa terhadap kinerja pasar dapat dilakukan melalui analisis perkembangan harga, margin pemasaran dan penyebarannya, korelasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen, elastisitas transmisi harga dan keterpaduan pasar. Namun dalam penelitian ini analisa kinerja lembaga tataniaga kopi arabika di Propinsi Sulawesi Selatan difokuskan pada marjin pemasaran dan distribusinya, bagian harga yang diterima oleh petani, elastisitas transmisi harga dan keterpaduan pasar Margin Pemasaran Tomek dan Robinson (977) mendefinisikan margin pemasaran sebagai berikut: () margin pemasaran merupakan perbedaan harga antara produsen

8 45 dengan konsumen, dan (2) margin pemasaran merupakan kumpulan balas jasa yang diterima oleh lembaga pemasaran. Dalam margin pemasaran terdapat dua komponen yaitu komponen biaya pemasaran dan komponen keuntungan lembaga pemasaran. Margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : dimana : M m = P k - P f M m P k = margin pemasaran = harga di tingkat konsumen P f = harga di tingkat petani Melalui analisis margin, akan dapat diketahui penyebab tingginya margin tersebut, sehingga dicarikan pemecahan masalahnya agar distribusi margin tersebut dapat menyebar secara wajar diantara lembaga pemasaran maupun di tingkat petani. Saefuddin (983) menyatakan bahwa margin pemasaran dapat berubah menurut waktu dan keadaan ekonomi serta tergantung kepada harga yang dibayar konsumen. Bila harga yang dibayar konsumen kecil, turun atau berkurang, maka produsen akan menerima harga relatif lebih kecil. Akan tetapi apabila harga yang dibayar konsumen naik, maka produsen akan menerima harga relatif lebih besar. Biasanya margin pemasaran bersifat kurang fleksibel secara relatif atau tidak banyak berubah, misalnya bila harga suatu barang naik, tetapi biaya pemasaran tetap, maka harga yang diterima produsen akan menjadi lebih besar. Margin pemasaran yang tinggi dianggap sebagai indikator belum efisiennya sistem pemasaran, namun hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab tingginya margin tersebut. Margin pemasaran yang tinggi yang disebabkan oleh biaya pemasaran yang tinggi dikatakan tidak efisien, karena kepuasan konsumen berkurang. Tingginya margin akibat derajat

9 46 pengolahan yang semakin tinggi, yang mengakibatkan kepuasan konsumen bertambah, dianggap lebih efisien. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya margin pemasaran adalah biaya pengangkutan, biaya perlakuan baru, biaya penyusutan / kerusakan, tingkat harga beli untuk setiap komoditas, besarnya keuntungan pedagang, modal kerja dan kapasitas penjualan. Purcell (977), Kohl dan Uhl (990) menyatakan bahwa ada tiga tipe dari margin pemasaran, yaitu :. Persentase yang konstan dengan asumsi bahwa margin merupakan persentase tertentu dari tingkat harga pada petani atau pengecer. M = k P r P r = P f + k P r sehingga : P f = ( k ) P r dimana : M P f P r k = margin pemasaran = harga di tingkat petani = harga di tingkat eksportir = konstan atau persentase tertentu dari harga di tingkat eksportir 2. Margin absolut, dengan asumsi bahwa nilai margin tetap P r = P f + M o dimana : M o = margin absolut 3. Margin merupakan fungsi linear dari quantity (Q) M = a + bq, maka : P r = a + bq + P f

10 47 dimana : a b = konstanta fungsi = koefisien regresi fungsi Lebih lanjut dikatakan tidak pernah dijumpai margin merupakan persentase yang konstan atau margin merupakan nilai absolut yang konstan, akan tetapi yang mungkin dijumpai adalah kombinasi antara keduanya. Hubungan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar konsumen akhir merupakan fungsi linear yang dapat diturunkan dari fungsi penawaran, yaitu penawaran kepada pedagang pengumpul di tingkat petani dan penawaran kepada konsumen akhir di tingkat pedagang pengecer. Dengan demikian, margin pemasaran merupakan fungsi linear dari tingkat harga eceran yang dirumuskan sebagai berikut : M P r = a + b P r = P f + M P r = P f + a + b P r P f = - a + ( - b) P r Apabila a = - a ; dan b = ( - b), maka : P f = a + b P r Jika b =, berarti laju kenaikan harga di tingkat petani sama dengan laju kenaikan harga di tingkat konsumen. Margin pemasaran tidak terpengaruh oleh harga di tingkat konsumen dan jumlah komoditi yang ditawarkan. Margin absolutnya adalah konstan (absolut constant marketing margin). Jika b <, berarti laju kenaikan harga di tingkat petani lebih kecil dari laju kenaikan harga di tingkat konsumen. Laju kenaikan harga ini dinikmati oleh lembaga pemasaran. Margin absolutnya adalah margin yang meningkat (absolut increasing marketing margin).

11 48 Jika b >, berarti laju kenaikan harga di tingkat petani lebih besar dari laju kenaikan harga di tingkat konsumen. Laju kenaikan harga ini akan dinikmati oleh petani sebagai produsen. Margin absolutnya adalah margin yang menurun (absolut decreasing marketing margin) Bagian Harga yang Diterima Petani Banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran produk-produk pertanian disebabkan oleh tersebarnya lokasi produksi, luasnya wilayah produksi serta jauhnya dari pusat pemasaran hasil. Hal ini akan membawa konsekwensi yang besar dalam proses penyampaian produk dari petani produsen ke konsumen, khususnya menyangkut biaya pemasaran. Konsep pemasaran suatu produk sangat erat kaitannya dengan bagian harga yang diterima petani (farmer s share). Farmer s share merupakan bagian dari harga konsumen akhir yang diterima oleh petani yang dinyatakan dalam persentase. Hal ini berguna untuk mengetahui porsi harga yang berlaku di tingkat konsumen yang dapat dinikmati oleh petani atau untuk mengetahui bagian harga yang diterima petani dari harga ekspor atau harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Semakin tinggi bagian harga yang diterima petani, maka kinerja pasar semakin baik dari sisi petani. Semakin panjang rantai pemasaran maka biaya pemasaran akan semakin besar. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran pemasaran suatu komoditas, maka marjin pemasaran akan semakin besar, sehingga bagian harga yang diterima petani (farmer s share) semakin kecil. Pada komoditas pertanian, faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran dan bagian harga yang diterima petani meliputi: biaya transportasi, biaya perlakuan, biaya penyusutan atau kerusakan, tingkat harga beli, besarnya

12 49 keuntungan yang diharapkan, keawetan produk, modal kerja dan kapasitas penjualan (Kohl dan Uhl, 990). Effisiensi pemasaran suatu produk akan tercapai bila mampu memberikan kepuasan kepada semua pihak yang terlibat dan dapat mendorong terjadinya proses yang seimbang di antara para pelaku pasar. Secara teknis, syarat tercapainya effisiensi pemasaran tersebut adalah: () mampu menyampaikan suatu produk dari petani produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya, dan (2) mampu memberikan pembagian yang adil dari seluruh harga yang dibayar oleh konsumen akhir kepada semua lembaga pemasaran yang terlibat (Harsoyo, 999). Keadilan yang dimaksud adalah pembagian harga dan keuntungan yang seimbang antara pelaku pasar seperti petani produsen, pedagang dan konsumen. Dengan demikian, para pelaku pasar tersebut dapat memperoleh kepuasan yang seimbang dan sesuai dengan besarnya resiko yang harus ditanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Secara matematis, bagian harga yang diterima oleh petani dirumuskan dengan formula sebagai berikut: P f FS = x 00 % P r dimana: FS P f P r = bagian harga yang diterima petani = harga di tingkat petani = harga di tingkat eksportir Elastisitas Transmisi Harga Elastisitas transmisi harga dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen. Dari

13 50 hubungan tersebut secara tidak langsung dapat diperkirakan tingkat efektifitas suatu informasi pasar, bentuk struktur pasar dan efesiensi sistem pemasaran. Dengan menggunakan konsep bahwa marjin keuntungan pemasaran merupakan fungsi linier dari harga komoditas di tingkat pengecer, sedangkan harga di tingkat konsumen merupakan fungsi linier dari harga di tingkat produsen, maka tingkat elastisitas transmisi harga dapat diturunkan sebagai berikut (George and King, 97): dimana : M = a + b P r..... () P r = P f + M (2) P r = P f + a + b P r.... (3) P r - b P r = a + P f (4) ( - b) P r = a + P f.... (5) P r = (a + P f ).. (6) ( - b) M = marjin pemasaran P f = harga di tingkat petani P r = harga di tingkat eksportir atau konsumen a = konstanta b = koefisien regresi harga di tingkat eksportir terhadap marjin keuntungan pemasaran. e t = koefisien elastisitas transmisi harga di tingkat petani dengan tingkat konsumen. Bila e r adalah elastisitas permintaan di tingkat eksportir, maka e r dapat dirumuskan sebagai berikut :

14 5 Q Q e r = / Pr = Ρr... (7) Q Ρr Pr Q Selanjutnya elastisitas permintaan di tingkat produsen (e f ) dapat dirumuskan sebagai berikut : e f = Q Pf Q Ρf / =... (8) Q Ρf Ρf Q Faktor Q Pf dari persamaan (8) dapat dinyatakan sebagai berikut : Q Pf = Q Pf Pr Pr = Q ( Pr ) (9) Pr Pf Dari persamaan (6) dimana : Pr = Pf ( b)... (0) Bila nilai persamaan (0) dimasukkan ke dalam persamaan (9) maka dapat diperoleh : Q Pf = Q Ρ r. ( b) () Selanjutnya, nilai persamaan () dimasukkan ke dalam persamaan (8), hasilnya adalah sebagai berikut : Q e f = (. Pr ( b) ) Ρ f... (2) Q e f = ( Q Ρ r. ( b) ) Ρf Q ( Pr ) Pr e f = Q Ρ r. Q Pr. ( b). Ρf Ρr e f = e r. ( b). Ρf Ρr...(3)

15 52 Elastisitas transmisi harga (e t ) dapat dirumuskan sebagai berikut : e t = Ρ Ρ r f Ρf Ρr (4) Karena di ketahui bahwa Ρ Ρ r f = ( b) pada persamaan (0), maka elastisitas transmisi harga (e t ) dapat dituliskan sebagai berikut : e t = ( b) Ρf Ρr (5) Akhirnya bila persamaan (3) digabungkan dengan persamaan (5) akan diperoleh : e f = e t. e r... (6) Persamaan (6) di atas menunjukkan bahwa elastisitas permintaan di tingkat petani adalah hasil kali elastisitas transmisi harga dengan elastisitas permintaan di tingkat eksportir. Nilai e t di hitung dengan menggunakan persamaan (5). Bila hasil perhitungan menunjukkan nilai e t =, berarti e f = e r. Kesamaan e f = e r, menunjukkan bahwa laju perubahan harga di tingkat produsen adalah sama besarnya dengan laju perubahan harga di tingkat eksportir. Bila hal ini terjadi, maka akan mempunyai implikasi bahwa : (a) marjin pemasaran tidak dipengaruhi oleh harga di tingkat eksportir, (b) pasar yang dihadapi oleh seluruh pelaku dalam pemasaran kopi arabika di daerah penelitian adalah bersaing sempurna (perfect competition), (c) sistem pemasaran yang berlaku sudah cukup efisien (George and King, 97). Bila nilai e t <, berarti e f < e r. Hal ini menunjukkan bahwa laju perubahan harga di tingkat produsen lebih kecil bila dibandingkan dengan laju

16 53 perubahan harga di tingkat pedagang pengecer. Keadaan seperti ini juga mengandung arti bahwa pasar yang dihadapi oleh pelaku pemasaran adalah bersaing secara tidak sempurna (imperfectly competition), dimana terdapat kekuatan monopsoni atau oligopsoni dalam pasar. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa sistem pemasaran yang berlaku tidak efisien. Selanjutnya bila e t >, berarti e f > e r. Hal ini menunjukkan bahwa laju perubahan harga di tingkat produsen lebih besar daripada laju perubahan harga di tingkat eksportir. Keadaan seperti ini juga menjadi indikator bahwa pasar yang dihadapi adalah pasar bersaing tidak sempurna dan sistem pemasaran kopi arabika tersebut tidak efisien. Pada dasarnya persaingan dapat membantu untuk mempertahankan efisiensi pemasaran. Dalam hal ini para pelaku pemasaran bersaing untuk memuaskan keinginan konsumen dengan menurunkan biayabiaya tataniaga dan memperbesar efisiensi operasional bilamana memungkinkan. Pada saat yang sama terdapat pula tekanan persaingan terhadap pelaku tataniaga lainnya untuk menambah kegunaan komoditas yang diperdagangkan yaitu dengan maksud untuk memperbesar pangsa pasar (market share) tetapi tetap mempertahankan keinginan-keinginan konsumen. Dalam prakteknya sistem pasar bersaing sempurna seringkali tidak terjadi dalam kenyataan, terutama di daerah-daerah pedesaan yang cukup terpencil. Pada daerah seperti ini, pasar lebih cenderung kepada bentuk-bentuk pasar persaingan tidak sempurna, seperti pasar monopoli/oligopsoni. Timbulnya pasar monopsoni/oligopsoni disebabkan oleh kurangnya persaingan antar para pedagang perantara di tingkat kecamatan/desa karena jumlah pedagang tersebut banyak, namun mereka dikuasai oleh satu atau beberapa pedagang tertentu, sehingga di pasar terbentuk persekongkolan (collusion) yang menciptakan pembeli tunggal (Azzaino, 98). Pasar monopsoni dapat saja

17 54 terjadi bersama-sama dengan pasar monopoli di suatu wilayah pedesaan. Karena hubungan hutang yang berlangsung sangat lama, seorang petani harus menjual hasil usahataninya kepada hanya seorang pedagang tertentu Keterpaduan Pasar Keterpaduan pasar merupakan indikator sampai berapa jauh pembentukan harga suatu komoditi pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Dua pasar dikatakan terpadu apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar yang lainnya. Semakin cepat laju penyaluran, maka pasar akan semakin terpadu (Simatupang dan Situmorang, 988). Dalam suatu sistem pasar yang terpadu dan efisien, akan terlihat adanya korelasi positif yang tinggi sepanjang waktu dari beberapa pasar. Daerah pengembangan yang tersebar dan jauh dari pusat perdagangan maupun informasi akan dapat mempengaruhi efisiensi pemasaran, karena biaya angkutan dan komunikasi yang mahal tidak menunjang terjadinya perdagangan antar pasar yang efisien (Hutabarat, 988). Sistem pemasaran telah bekerja secara efisien atau pasar terpadu secara sempurna apabila harga yang dibayar oleh konsumen (Pr) dan jumlah produksi yang ditawarkan petani tidak berpengaruh terhadap margin pemasaran atau dengan kata lain presentase margin tiap lembaga pemasaran tetap atau konstan, sistem pemasaran yang efisien harus dapat membentuk harga pasar yang saling berkaitan (market integration) dengan perubahan tempat melalui biaya pengangkutan (market in space), perubahan bentuk melalui biaya pengolahan (market in form) dan dengan perubahan waktu melalui biaya penyimpanan (market in time). Kecenderungan harga pasar yang stabil diluar negeri tidak selamanya merupakan jaminan terhadap harga di tingkat petani, karena hal ini sangat berkaitan erat dengan sistem pemasaran yang terjadi. Hubungan antara harga

18 55 yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen sangat tergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya dan biaya transfer (Gonarsyah, 992). Sampai saat ini, yang lazim digunakan untuk mengukur keterpaduan pasar adalah penentuan korelasi harga, walaupun pendekatan ini mempunyai kelemahan yang mendasar. Penggunaan analisis korelasi harga untuk mengetahui tingkat keterpaduan pasar terkadang kurang memberikan hasil yang memuaskan. Keterpaduan harga pasar yang terjadi belum tentu disebabkan oleh perubahan harga yang diakibatkan adanya aktivitas-aktivitas pemasaran, namun dapat juga disebabkan oleh adanya inflasi. Pendekatan lain yang digunakan adalah metode autoregressive distributed lag (autoregresi) yang dapat mengatasi kelemahan model regresi sederhana yang menganggap perubahan harga di tingkat konsumen dan produsen bergerak pada waktu yang sama. Model keterpaduan pasar tersebut dikembangkan oleh Ravallion (986) dan Heytens (986), secara lebih rinci ditulis dengan formulasi sebagai berikut: i ( L) Pit βi( L) PAt + δi( L) it μit α = +... (7) (i =,2, k) (t =,2, n) dimana: P it = harga di pasar setempat (waktu t) P At = harga di pasar acuan (waktu t) it = vektor musiman atau peubah lain yang relevan di pasar setempat (waktu t) μ it = galat

19 56 α i (L), β i (L) dan δ i (L) menggambarkan polinomial dalam operator lag, (L i P t = P t- ), dengan menetapkan: α i (L) = - i β i (L) = i0 α L αin L n β + βi L βim L m δ i (L) = i0 δ + δi L δin L n Untuk penggunaan dalam penelitian empirik, maka persamaan (7) ditulis lagi sebagai perbedaan pertama dari harga di pasar setempat sebagai peubah tak bebas dengan menetapkan sebagai operator perbedaan waktu (misalnya P it = P it P it- ) dan I adalah perbedaan harga berdasarkan jarak ( = P it P At ). Pada kasus n m, persamaan (7) dapat ditulis: n m j i t j ΔP = ( α L ) L) Δ P + ( α + β ) L ΔP it j= ij j= 0 j k = 0 ik j k = 0 ik At + n m ( j= j= 0 α ij + β ij ) PAt + i ( L) + μit.... (8) dimana α i0 =, sehingga persamaan (7) dapat diolah. Perubahan harga pada periode saat ini merupakan suatu lag sebaran dari perbedaan harga berdasarkan tempat dan waktu dari waktu-waktu sebelumnya. Peubah-peubah harga ini dapat merupakan angka-angka mutlak atau logaritma sehingga Δ ini dapat dianggap sebagai perubahan harga mutlak atau persentase. Tetapi persamaan (2) agak sulit untuk ditafsirkan sehingga perlu disederhanakan dalam satu lag untuk setiap beda harga pasar setempat dan pasar acuan (n = m = ) sehingga persamaan (8) dapat ditulis :

20 57 Δ i = ( α L L) Δ P + β ΔP + ( α + β + β ) P + + μ...(9) Pit i t i0 At i io i At t it Apabila tanda kita buang, maka persamaan (9) akan menjadi: ( Pit Pit ) = ( α i )( Pit PAt ) + β i0 ( PAt PAt ) + ( α i + β i0 + β i ) P +ϑ + μ At it... (20) Jadi persamaan (20) menyatakan bahwa perubahan harga di suatu tempat adalah fungsi dari perbedaan harga pasar acuan waktu sebelumnya, perubahan harga di pasar acuan pada waktu yang sama, harga di pasar acuan waktu sebelumnya dan ciri-ciri pasar setempat. Dengan mengolah persamaan (20) lebih lanjut akan dapat diperoleh indikator keterpaduan pasar yang lebih tepat dan umum. Andaikan koefisien-koefisien dalam persamaan (20) dilambangkan sebagai berikut: α - = b, β i0 = b 2, dan (α i + β i0 + β i - ) = b 3 dan seterusnya, maka persamaan (20) dapat ditulis sebagai berikut: (P it P it- ) = b (P it P At- ) + b 2 (P At P At- ) + b 3 P At- + b 4 + μ it... (2) dan kemudian disusun kembali sebagai berikut: P it = ( + b ) P it- + b 2 (P At P At- ) + (b 3 b ) P At- + b 4 + μ it.... (22)

21 58 Dalam penelitian ini, harga pasar setempat diidentifikasi sebagai harga kopi arabika yang dihasilkan oleh petani (P f ), sedangkan harga pasar acuan adalah harga yang berlaku di tingkat eksportir (P e ), sehingga model diatas ditulis sebagai berikut: P = b ( Pf Pe ) + b2 ( Pe Pe ) + b3pe + b4 f Pf + t t t t t t t t u...(23) Persamaan tersebut di atas dapat disederhanakan menjadi: P ( + b ) Pf + b2 ( Pe Pe ) + ( b3 b ) Pe + b4 = f + t t t t t t u...(24) dimana: P f t = harga di tingkat petani (waktu t) P f t = harga di tingkat petani (waktu t-) P e t = harga di tingkat eksportir (waktu t) P e t = harga di tingkat eksportir (waktu t ) u t = galat Model keterpaduan pasar ini dapat digunakan untuk menguji keterpaduan pasar jangka pendek dan keterpaduan pasar jangka panjang. Keterpaduan pasar jangka pendek tercapai bila perubahan harga yang terjadi pada tingkat eksportir segera diikuti oleh perubahan harga di tingkat petani. Koefisien b 2 pada persamaan diatas menunjukan berapa jauh perubahan harga di tingkat eksportir ditransmisikan di tingkat petani. Apabila parameter dugaan b 2 bernilai, maka perubahan harga satu persen pada suatu tingkat pasar, akan menyebabkan perubahan harga di tingkat pasar yang lainnya dalam presentase yang sama. Oleh karena itu semakin dekat nilai parameter b 2 dengan maka akan semakin baik keterpaduan pasar, sedangkan koefisien ( + b ) dan (b 3 b )

22 59 masing-masing mencerminkan seberapa jauh kontribusi relatif harga periode sebelumnya baik di tingkat petani maupun eksportir terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di tingkat petani. Rasio antara kedua koefisen tersebut ( + b ) / (b 3 b ) menunjukan indeks hubungan pasar atau indeks of marketing connection (IMC) yang menunjukan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar yang bersangkutan. Indeks Hubungan Pasar tersebut dirumuskan sebagai berikut: IMC = ( + b ) ( b b ) 3 dimana: IMC = Indeks of marketing connection (indeks hubungan pasar) IMC yang semakin mendekati nol menunjukan adanya keterpaduan pasar jangka panjang antara harga di tingkat petani dan harga di tingkat eksportir. Dalam suatu sistem pasar yang efisien, harga-harga cenderung bergerak bersama-sama, namun adakalanya kondisi seperti ini terjadi bukan disebabkan oleh ketidakefisienan ekonomi. Gerakan harga bersama seperti inflasi umum, musim bersama seperti dalam pertanian atau setiap faktor kebersamaan yang lain dapat memberikan perubahan harga yang selaras walaupun pasar-pasar tersebut tidak berhubungan. Sebaliknya suatu pasar monopoli sempurna atau pasar yang harganya ditetapkan oleh suatu badan yang berwenang dengan mudah dapat memberikan koefisien korelasi yang bernilai satu sehingga dianggap sebagai suatu pasar yang bersaing sempurna.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

III. KERANGKA KONSEPTUAL

III. KERANGKA KONSEPTUAL III. KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. Structure-Conduct Performance Model Pendekatan Structure, Conduct, and Performance (SCP) adalah pendekatan organisasi pasar atau pelaku pasar yang mencakup atau mengkombinasikan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data 21 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Jambi. Lokasi yang dipilih yaitu Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Bungo.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Terdapat berbagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian 8 informal kelompok yang mempengaruhi daya tawar dan ketersedian informasi harga serta dampaknya pada harga yang berlaku. Analisis berikutnya yaitu mekanisme penentuan harga, faktor yang mempengaruhi penetapan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangka pemikiran konseptual berisi teori dan konsep kajian ilmu yang digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat 10330.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 17 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pasar Definisi yang tertua dan paling sederhana bahwa pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual beli atau suatu

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Para ahli telah mendefinisikan pemasaran atau

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Evi Naria ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Efendi H. Silitonga Staf Pengajar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Medan Abstract North

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENELITIAN

III. KERANGKA PENELITIAN 23 III. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Teori Harga Harga merupakan sinyal utama yang menjadi arah bagi pengambilan keputusan produsen, konsumen dan dan pelaku pemasaran dalam pasar. Menurut Kohls & Uhl (2002),

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pemasaran Mubyarto (1977), mengemukakan bahwa di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang membawa atau menyampaikan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 34 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditas kakao dunia tidak ditentukan. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan daerah sentra produksi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, sejak bulan Mei hingga Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di tujuh (7) pasar (Lampiran 2a dan 2b),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Tataniaga Pertanian Menurut Limbong dan Sitorus (1985), tataniaga pertanian adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING

PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L) DENGAN ANALISIS HARGA KOMODITAS DI SENTRA PRODUKSI DAN PASAR INDUK (Suatu Kasus pada Sentra produksi Cabai Merah Keriting di Kecamatan Cikajang,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung pada bulan Maret 2012 B. Objek dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen (petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pupuk Bersubsidi Pupuk bersubsidi ialah pupuk yang pengadaanya dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebtuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI ANALISIS PEMASARAN KEDELAI Bambang Siswadi Universitas Islam Malang bsdidiek171@unisma.ac.id ABSTRAK. Tujuan Penelitian untuk mengetahui saluran pemasaran dan menghitung margin serta menganalisis efisiensi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN Analisis Tataniaga Pertanian Pendekatan Fungsi (The Functional Approach) Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach)

Lebih terperinci

Agriekonomika, ISSN ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN

Agriekonomika, ISSN ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN e ISSN 2407-6260 April 2013 ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN Siti Sumaiyah Slamet Subari Aminah Happy M.Ariyani Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Penekanan hutan sebagai suatu

Lebih terperinci

MINGGU 6. MARKETING MARGIN

MINGGU 6. MARKETING MARGIN MINGGU 6. MARKETING MARGIN Oleh TIM TATANIAGA PRODUK AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 MARGIN TATANIAGA Konsep Margin Tataniaga (Margin Total)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kepiting adalah binatang crustacea. Hewan yang dikelompokkan ke dalam Filum Athropoda, Sub Filum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang atau membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai. Penelitian

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

11. KERANGKA PEMIKIRAN

11. KERANGKA PEMIKIRAN 11. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pemasaran Pemasaran adalah semua kegiatan penyediaan barang atau jasa yang tepat kepada konsumen pada waktu, tingkat harga serta komunikasi dan promosi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tomat (Lycopersicum Esculentum L. Mill.) Di Desa Bangun Rejo Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Tomat (Lycopersicum Esculentum L. Mill.) Di Desa Bangun Rejo Kecamatan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian dilakukan oleh Sabang (2008), tentang Sistem Pemasaran Tomat (Lycopersicum Esculentum L. Mill.) Di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tenggarong Seberang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah TINJAUAN PUSTAKA Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan

Lebih terperinci

KOMPARASI TRANSMISI HARGA KARET ALAM INDONESIA DENGAN MALAYSIA DAN THAILAND. Rosihan Asmara dan Nuhfil Hanani. Abstrak

KOMPARASI TRANSMISI HARGA KARET ALAM INDONESIA DENGAN MALAYSIA DAN THAILAND. Rosihan Asmara dan Nuhfil Hanani. Abstrak 1 KOMPARASI TRANSMISI HARGA KARET ALAM INDONESIA DENGAN MALAYSIA DAN THAILAND Rosihan Asmara dan Nuhfil Hanani Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat transmisi harga karet alam di pasar internasional

Lebih terperinci

MARGIN PEMASARAN PRODUK PERTANIAN DAN ELASTISTAS TRANSMISI. Lecture Notes : Tatiek Koerniawati A.,SP.MP.

MARGIN PEMASARAN PRODUK PERTANIAN DAN ELASTISTAS TRANSMISI. Lecture Notes : Tatiek Koerniawati A.,SP.MP. MARGIN PEMASARAN PRODUK PERTANIAN DAN ELASTISTAS TRANSMISI Lecture Notes : Tatiek Koerniawati A.,SP.MP. Harga produk pertanian: antara teori dan realita Asumsi dasar teori harga dalam tata niaga produk

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani 6 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kelayakan Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soeharjo dkk (1973) dalam Assary (2001) Suatu usahatani dikatakan layak atau berhasil apabila usahatani tersebut dapat menutupi

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA PASAR KARET DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS DAN KECAMATAN BUNUT KABUPATEN PELALAWAN

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA PASAR KARET DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS DAN KECAMATAN BUNUT KABUPATEN PELALAWAN ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA PASAR KARET DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS DAN KECAMATAN BUNUT KABUPATEN PELALAWAN Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Karet di Kecamatan Pangkalan Kuras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN tidak diizinkan untuk melakukan pembelian langsung ke nelayan agar tidak terjadi permainan harga. Komponen pembentukan lembaga penunjang tersebut terdiri dari pengaturan pasar, informasi pasar, penyuluhan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Tanaman karet berasal dari bahasa latin, yaitu Havea brasiliensis, dari negara

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Tanaman karet berasal dari bahasa latin, yaitu Havea brasiliensis, dari negara 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Biologi Tanaman Karet Tanaman karet berasal dari bahasa latin, yaitu Havea brasiliensis, dari negara Brazil. Tanaman ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Teori Pemasaran Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 6, Nomor 1, Juli 2016 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PEMASARAN IKAN PATIN SALAI DI KECAMATAN XIII KOTO KAMPAR KABUPATEN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Usahatani Komoditas Gambir Penelitian usahatani gambir yang dilakukan oleh Yuhono (2004), Ermiati (2004) dan Tinambunan (2007), masing-masing memiliki metode, lokasi dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis yang berhubungan

Lebih terperinci

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN Pengaruh Biaya Pemasaran Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Kopra Di Kecamatan Tobelo Selatan Kabupaten Halmehara Utara Stefen Popoko * Abstrak Kecamatan Tobelo Selatan, Kabupaten Halmahera Utara merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JERUK SIAM DI KECAMATAN TEBAS KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JERUK SIAM DI KECAMATAN TEBAS KABUPATEN SAMBAS Jurnal Sains Mahasiswa Pertanian Vol 1, No 1, Desember 2012, hal 22-31 www.junal.untan.ac.id ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JERUK SIAM DI KECAMATAN TEBAS KABUPATEN SAMBAS ANALYSIS EFFICIENCY OF CITRUS NOBILIS

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di desa Banjar, Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan pertimbangan bahwa desa tersebut

Lebih terperinci

Gambar 2. Ikan Koi Sumber : Dokumentasi penelitian

Gambar 2. Ikan Koi Sumber : Dokumentasi penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Koi Ikan koi merupakan keturunan dari ikan karper hitam atau ikan mas yang melalui proses perkawinan silang yang menghasilkan keturunan dengan bentuk tubuh indah

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut:

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut: Pemasaran komoditas pertanian dari proses konsentrasi yaitu pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lembab, dan tepiannya bergelombang. Diameter jamur tiram dapat mencapai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lembab, dan tepiannya bergelombang. Diameter jamur tiram dapat mencapai 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jamur Tiram Jamur tiram (Pleurotus sp.) adalah jamur pangan dengan tudung mirip cangkang tiram, dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna putih hingga berwarna krem. Permukaan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci