V. KESIMPULAN DAN SARAN. Iidanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia maupun di

Transkripsi

1 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. EEesimpulan Iidanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia maupun di Jawa Barat pada setiap tahun El-Nino menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kejadian El-Nino dengan kekeringan, penurunan curah hujan dan penurunan produksi~ padi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk memahami sensitivitas tingkat kerawanan produksi padi akibat kekeringan dan El-Nino. Lokasi penelitian adalah sentra produks 1 padi Pantura Jawa Barat yang mencakup 106 stasiun curah hujan tersebar di 64 kecarnatan di Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu. Pada penelitkm ini dilakukan analisis korelasi dan regresi untuk melihat tingkat korelasi dan sensitivitas anomali curah hujan di lokasi penelitian terhadap anomali SST pada zone NINO-3 (5 OLU - 5 OLS dan OBB) di Pasifik Ekuator. Tingkat korelasi ditentukan pada taridnyata 0,05. Tingkat sensitivitas dibedakan setelah dilakukan pengelompokkan koefisien bl melalui uji beda ragam kisaran anomali curah hujan sebagai akibat pengaruh dari anomali SST. Uji keragaman menunjukkan bahwa stasiun-stasiun yang tergolong sensitif adalah stasiun-stasiun yang berkorelasi nyata dan mengalami penurunan curah hujan le bih besar dari 14,7 mm pada musim kemarau atau lebih besar dari 21,3 mm pada musim hujan bila terjadi peningkatan anomali SST sebesar 1 OC pada zone NINO-3. Pada penelitiim ini juga dilakukan pemodelan peluang kejadian deret hari kering sebagai fungs.i tlari curah hujan bulanan. Pada tahap selanjutnya dikaji tingkat kerawanan

2 produksi padi sebagai fungsi dari laju penyusutan luas lahan sawah dan tingkat sensitivitas anomali curah hujan. Pada bagian akhir dilakukan analisis korelasi dan pemodelan produksi padi sebagai fungsi luas panen padi di tingkat kecamatan, dan pemodelan luas panen padi sebagai fungsi dari peluang deret hari kering dm luas kerus'akm~ pertanaman padi akibat hama tikus, wereng batang coklat dan penggerek batang padi putih, serta simulasi pendugaan luas panen dan produksi padi untuk MK 2002, ME[ dan MK 2003 menggunakan masukan prakiraan anomali SST. Hsil analisis korelasi dan regresi menunjukkan bahwa pada musim kemarau terdapat 46 persen stasiun curah hujan memiliki anomali curah hujan yang berkorelasi nyata dengan anomali SST bulanan, di mana 17 persen di antaranya memiliki anomali curah hujlan yang sensitif terhadap anomali SST bulanan. Stasiun-stasiun yang berkorelasi nyata sebagian besar menyebar di Kabupaten Karawang. Pada musim hujan terdapat 70 persen stasiun memiliki anomali curah hujan yang berkorelasi nyata dengan anomali SST bulanan, di mana 45 persen di antaranya memiliki anomali curah hujan yang sensitif terhadap anomali SST bulanan. Stasiun-stasiun yang berkorelasi nyata sebagian besar menyebar di Kabupaten Indrarnayu. Pada musim kemarau persen stasiun memiliki anomali curah hujan yang tidak berkorelasi dengan anomali SST bulanan pada lag satu hingga empat bulan sebe1umn:ya. Pada musim hujan hanya persen stasiun memiliki anomali curah hujan yqy berkorelasi nyata dengan anomali SST bulanan pada lag satu hingga empat bulan seb&unnya. Dengan demikian curah hujan musim kemarau hanya sedikit yang dipengaruhi oleh anomali SST satu hingga empat bulan sebelumnya, sebaliknya curah

3 hujan musim hujan sebagian dipengaruhi oleh anomali SST satu hingga empat bulan sebelumn ya. Korelasi nyata antara anomali SST musim kemarau dengan anomali curah hujan lag- 1 hingga lag-3 bulan sesudahnya terjadi di persen stasiun. Jumlah terbanyak terjadi pada lag-2. Korelasi nyata antara anomali SST musim hujan dengan anomali curah hujan hanya terjadi di sebagian kecil stasiun, kecuali pada lag-4 terjadi di 74 persen stasiun. Dengan demikian anomali SST musim kemarau mempengaruhi sebagian besar kondisi ctlrah hujan satu hingga tiga bulan sesudahnya, terutarna pada lag-2. Anomali SST musim hujan tidak berpengaruh pada kondisi curah hujan sesudahnya kecuali pada lag-4. Berdasarkan hasil yang dikemukakan tersebut, maka data anomali SST pada musim kemarau &pat digunakan untuk membangkitkan data atau memprakira kondisi curah hujan khususnya untuk periode dua bulan ke depan. Anomali SST musim hujan dapat digunakan untuk membangkitkan data atau memprakira kondisi curah hujan pada periode ymg sarna. Hal ini sangat mendukung dalam perencanaan ketahanan pangan sekaligus bermanfaat untuk mengantisipasi kerawanan pangan pasca kemarau panjang misalnya iikibat El-Nino. Terdapat empat pola korelasi antara anomali curah hujan dengan anomali SST bulanan, yaitu (1) pola di mana korelasi terjadi pada musim karnarau dan musim hujan (Pola KIELI), (2) pola di mana korelasi hanya terjadi pada musim hujan (Pola&H1), (3) pola di mima korelasi hanya terjadi pada musim kemarau (Pola Kl&), dan (4) pola di mana kore lasi tidak terjadi baik pada musirn kemarau maupun musirn hujan (Pola KO).

4 Pola yang, paling banyak terjadi adalah pola KIH-l. Pola ini terutama menyebar di Kabupate~i Karawang dan Indramayu. Pola berikutnya adalah pola &HI yang terutama menyebar di Indramayu dan pola Kl& yang terutama menyebar di Kabupaten Subang. Pola yang paling sedikit adalah pola hho yang sebagian besar terjadi di Kabupaten Karawang;. Rz~ta-rata laju penyusutan luas lahan sawah di Kabupaten Karawang, Subang dan Indrarnayu, berturut-turut setiap tahunnya adalah 5 13 ha, 501 ha dan 344 ha. Rata-rata laju penjrllsutan luas lahan sawah di tingkat kecamatan adalah 32 ha setiap tahun. Sembilan belas kecamatan memiliki laju penyusutan luas lahan sawah yang tinggi e32 ha per tahun). Kecamatan-kecamatan tersebut urnumnya merupakan pusat kota, pusat pemukim;in penduduk dan daerah pengembangan industri. Zc~nasi tingkat kerawanan penurunan produksi padi sebagai hgsi laju penyusutan lahan sawah dan tingkat sensitivitas terhadap anomali iklirn menghasilkan empat zorla. Zona rawan mencakup 14 kecamatan, zona agak rawan I mencakup lima kecamatai, zona apak rawan I1 mencakup 28 kecamatan, dan zona kurang rawan mencakup 17 kecamatan. Hu~bungan antara curah hujan bulanan dengan peluang deret hari kering adalah eksponen:;ial dan terbalik. Semakin tinggi curah hujan maka semakin kecil peluang deret hari kering. Peluang kejadian deret hari kering berturut-turut 25, 210 atau 215 hari mendekati~ no1 pada saat curah hujan tinggi, kemudian meningkat dengan menurumya curah hujim. Peluang deret hari kering lebih dari 5 hari berturut-turut nyata bila curah hujari berada di bawah 100 mm/bulan. Peluang deret hari kering lebih dari 10 hari

5 81 berturut-twut nyata bila curah hujan di bawah 40 mm/bulan. Peluang deret hari kering lebih dari 15 hari berturut-turut nyata bila curah hujan di bawah 20 dulan. Pada tahun El-Nino terjadi penurunan curah hujan tahunan sebesar persen dibandingkan tahun Normal. Kontribusi terbesar penurunan curah hujan terjadi pada musirn kemarau dengan penurunan sebesar persen. Pada tahun La-Nina curah hujan tah~mnan tidak berbeda terhadap tahun Normal Sa ran-saran Evaluasi perkembangan luas lahan sawah dan analisis sensitivitas anomali curah hujan terl~adap anomali iklim dapat digunakan untuk melihat tingkat kerawanan penurunarl produksi padi sawah. Hal ini dapat digunakan dalam perencanaan dan pengelolaim tata ruang daerah, misalnya dalam menentukan kawasan sentra produksi padi sawah, kawasan pemukiman dan industri, atau kawasan lahan kering. Mengingat ada beberapa hasil prakiraan anomali SST yang bisa diakses melalui internet nlaka disarankan dalam memprediksi prakiraan kondisi iklim global tidak bersumbei. pada satu model saja, karena setiap model memiliki batasan dan kelebihan. Terlebih lagi prakiraan seperti tersebut diatas belurn dapat dijadikan patokan untuk mencn<;lm kondisi hingga tiga musirn ke depan, karena hasil prediksi anomali SST juga perlu'diverifikasi secara terus menerus.