GAYA PELATIH EMOSI AYAH IBU HUBUNGANNYA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAYA PELATIH EMOSI AYAH IBU HUBUNGANNYA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Transkripsi

1 GAYA PELATIH EMOSI AYAH IBU HUBUNGANNYA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR ARYANI DELANITA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Gaya Pelatih Emosi Ayah Ibu Hubungannya dengan Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2012 Aryani Delanita NIM I

4

5 ABSTRACT ARYANI DELANITA. Parental Emotional Style and Its Relation Between Emotional Intelligence and Academic Achievement of Human Ecology Faculty Bogor agricultural university s students. Supervised by DIAH KRISNATUTI. Adolescent with good academic achievement not necessarily had good emotional intelligence also. Emotional intelligence could be developed through the pattern of parental emotional style that were carried out by parents. The objective of the research was to analyze parental emotional style, emotional intelligence, and student s academic achievement at human ecology faculty Bogor agricultural university. This research used cross sectional study design with proportional random sampling method that involved 77 students of the human ecology faculty. Results of the research showed parental emotional style was negatively correlatte with family size. Woman s emotional intelligence was higher than men s. Father s parental emotional style was positively correlated with self regulation and empathy. Mother s parental emotional style was positively correlated with empathy. Father s occupation was positively correlated with adolescent s self-regulation and mother s occupation was negatively correlated with adolescent s self-awareness. Parental emotional style was positively correlated with emotional intelligence. Parental emotional style and emotional intelligence did not have significant relationship with student s academic achievement. Keywords: adolescent, emotional, father s parental emotional style ABSTRAK ARYANI DELANITA. Gaya Pelatih Emosi Ayah Ibu Hubungannya dengan Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI. Remaja dengan prestasi akademik baik belum tentu memiliki kecerdasan emosional yang baik pula. Kecerdasan emosional dapat dikembangkan melalui gaya pelatih emosi yang dilakukan orang tua. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis gaya pelatih emosi, kecerdasan emosional, dan prestasi akademik mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode proporsional random sampling yang melibatkan 77 mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Hasil penelitian menunjukkan gaya pelatih emosi berhubungan negatif besar keluarga. Kecerdasan emosional remaja perempuan lebih baik dari remaja laki-laki. Gaya pelatih emosi ayah berhubungan positif signifikan dengan penagturan diri dan empati. Gaya pelatih emosi ibu berhubungan positif dengan empati. Ayah yang bekerja berhubungan positif signifikan dengan pengaturan diri remaja dan ibu yang bekerja berhubungan negatif signifikan dengan kesadaran diri remaja. Gaya pelatih emosi juga berhubungan positif signifikan dengan kecerdasan emosional. Gaya pelatih emosi dan kecerdasan emosional tidak berhubungan dengan prestasi akademik mahasiswa. Kata kunci: gaya pelatih emosi ayah, pelatih emosi, remaja

6

7 RINGKASAN ARYANI DELANITA. Gaya Pelatih Emosi Ayah Ibu Hubungannya dengan Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pola asuh emosi, kecerdasan emosional, dan prestasi akademik mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi gaya pelatih emosi yang diterapkan orang tua menurut persepsi contoh, (2) mengukur tingkat kecerdasan emosional contoh (kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial), (3) mengukur prestasi akademik contoh, (4) menganalisis hubungan variabel gaya pelatih emosi, kecerdasan emosional, dan prestasi akademik. Desain penelitian adalah cross sectional study. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli- Agustus Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Metode penarikan contoh dilakukan secara proportional random sampling, jumlah contoh yang diambil sebanyak 77 mahasiswa angkatan 47 (2010) dengan pertimbangan mahasiswa angkatan 47 yang saat ini menjalani semester lima sudah cukup memiliki pengalaman tentang kehidupan dan kegiatan akademik di kampus. Data primer dalam penelitian ini meliputi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pola asuh emosi, kecerdasan emosional, dan prestasi akademik yang diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Data sekunder dalam penelitian ini adalah daftar nama mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) yang diperoleh dari komisi pendidikan tiap departemen. Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, dan cleaning data. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif, uji beda paired sample T test, dan uji korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan yang berusia 20 tahun dan merupakan anak pertama dalam keluarga. Lebih dari separuh keluarga contoh (57,1%) termasuk dalam kategori keluarga sedang (5-7 orang). Hampir seluruh orang tua contoh berada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun). Persentase terbesar pendidikan ayah adalah S1/sarjana dan persentase terbesar pendidikan ibu adalah tamat SMA. Mayoritas pekerjaan ayah contoh (35%) adalah wiraswasta sedangkan ibu contoh tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Mayoritas pendapatan keluarga contoh (42,9%) berada pada kisaran Rp Rp per bulan. Gaya pelatih emosi terbagi menjadi empat, yaitu disapproving style, dismissing style, laissez faire, dan emotional. Gaya pelatih emosi yang dilakukan ayah dan ibu mayoritas berada pada gaya emotional dengan persentase 44,2 persen untuk ayah dan 65,1 persen untuk ibu. Terdapat 19,4 persen ayah dan 10,3 persen ibu yang melakukan pola asuh emosi jenis laissez faire, 364 persen ayah yang melakukan pola asuh emosi jenis dismissing dan ibu sebanyak 24,6 persen, dan tidak terdapat orang tua yang melakukan pola asuh emosi jenis disapproving. Kecerdasan emosional memiliki lima dimensi, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Sebanyak 74,0

8 persen contoh memiliki kecerdasan emosional pada kategori tinggi, 26,0 persen contoh memiliki kecerdasan emosional pada kategori sedang, dan tidak ada contoh yang memiliki kecerdasan emosional kategori rendah. Lebih dari separuh contoh memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) lebih dari 2,75. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa gaya pelatih emosi berhubungan negatif dengan besar keluarga. Kecerdasan emosional berhubungan positif signifikan dengan jenis kelamin. Pekerjaan ayah berhubungan positif signifikan dengan pengaturan diri remaja dan pekerjaan ibu berhubungan negatif signifikan dengan kesadaran diri remaja. Terdapat hubungan yang positif signifikan antara gaya pelatih emosi dengan kecerdasan emosional. Gaya pelatih emosi ayah berhubungan positif signifikan dengan kecerdasan emosional dimensi pengaturan diri dan empati. Gaya pelatih emosi ibu berhubungan positif signifikan dengan empati. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gaya pelatih emosi dan kecerdasan emosional dengan prestasi akademik remaja. Kecerdasan emosional dimensi keterampilan sosial berhubungan negatif signifikan dengan prestasi akademik. Beberapa saran yang disampaikan dalam penelitian ini diantaranya: orang tua perlu untuk menambah wawasan tentang gaya pelatih emosi. Ibu yang bekerja tetap mementingkan perkembangan anak dengan cara meningkatkan kualitas hubungan dengan anak diantara sedikitnya kuantitas waktu yang tersedia. Keterampilan sosial yang masih dalam kategori rendah perlu ditingkatkan dengan cara memperbanyak acara atau training soft skill. Ruang lingkup responden diperluas dengan proporsi yang seimbang antara perempuan dan laki-laki serta menambahkan variabel keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak dan hubungan orang tua dengan sekolah. Kata kunci: gaya pelatih emosi ayah, pelatih emosi, remaja

9 Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

10

11 GAYA PELATIH EMOSI AYAH IBU HUBUNGANNYA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR ARYANI DELANITA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

12

13 Judul Skripsi : Gaya Pelatih Emosi Ayah Ibu Hubungannya dengan Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Nama : Aryani Delanita NIM : I Disetujui, Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S Pembimbing Diketahui, Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Tanggal Lulus:

14

15 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan anugerah-nya sehingga skripsi yang berjudul Gaya Pelatih Emosi Ayah Ibu Hubungannya dengan Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sains di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran. 2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi penulis. 3. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati,MFSA dan Alfiasari, SP,Msi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan koreksi untuk perbaikan skripsi penulis. 4. Ir. Melly Latifah, MSi, sebagai dosen pembimbing akademik penulis selama ini. 5. Semua dosen departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) yang telah memberikan ilmu selama tiga tahun serta staf Komisi Pendidikan IKK yang telah membantu selama ini. 6. Papa, mama, dan adik yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan kepada penulis selama ini. 7. Seluruh teman-teman IKK 45 yang telah berbagi suka dan duka selama tiga tahun ini, khususnya Atika dan Olivia yang selama ini telah membantu dan memberikan dukungan terhadap penulis. 8. Teman-temanku Liza, Resya, Nindyta, dan teman kos Pondok Nuansa Sakinah yang telah mengisi hari-hari dan terus membantu penu lis sampai saat ini. 9. Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia angkatan 47 yang telah bersedia menjadi responden dari penelitian penulis. 10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan semua namanya yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Bogor, Desember 2012 Penulis

16

17 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 5 Manfaat Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA... 7 Prestasi Akademik... 7 Kecerdasan Emosional... 8 Gaya Pelatih Emosi Dismissing style Disaproving style Laissez faire Emotional Remaja KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pemilihan Responden Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Responden Karakteristik Keluarga Gaya Pelatih Emosi Gaya Pelatih Emosi Ayah Gaya Pelatih Emosi Ibu Kecerdasan Emosional Kesadaran Diri Pengaturan Diri Motivasi Empati Keterampilan Sosial Prestasi Akademik Hubungan Antar Variabel Hubungan Karakteristik dengan Kecerdasan Emosional Hubungan Karakteristik dengan Gaya Pelatih Emosi Hubungan Gaya Pelatih Emosi dengan

18 Kecerdasan Emosional Hubungan Kecerdasan Emosional dan Gaya Pelatih Emosi dengan Prestasi Akademik PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP xi

19 DAFTAR TABEL No Halaman 1. Jenis dan cara pengumpulan data Pengkategorian variabel penelitian Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran contoh berdasarkan usia Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga Sebaran keluarga berdasarkan usia ayah dan ibu Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu Sebaran ayah berdasarkan jenis pekerjaan ayah Sebaran ibu berdasarkan jenis pekerjaan ibu Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Sebaran contoh berdasarkan gaya pelatih emosi Sebaran contoh berdasarkan gaya pelatih emosi ayah Sebaran contoh berdasarkan gaya pelatih emosi ibu Uji beda gaya pelatih emosi ayah dan ibu Sebaran contoh berdasarkan kecerdasan emosional Sebaran contoh berdasarkan kesadaran diri Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi kesadaran diri Sebaran contoh berdasarkan pengaturan diri Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi pengaturan diri Sebaran contoh berdasarkan motivasi Sebaran contoh berdasarkan kategori motivasi Sebaran contoh berdasarkan empati Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi empati Sebaran contoh berdasarkan keterampilan sosial Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi keterampilan sosial Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik Koefisien korelasi karakteristik dengan kecerdasan emosional Koefisien korelasi karakteristik dengan gaya pelatih emosi Hubungan gaya pelatih emosi dengan kecerdasan Emosional Hubungan kecerdasan emosional dan gaya pelatih emosi dengan prestasi akademik... 40

20 DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Kerangka Pemikiran Gaya Pelatih Emosi Ayah Ibu dan Hubungannya dengan Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Kerangka Penarikan Contoh xiii

21 DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Kuesioner penelitian Nilai koefisien korelasi pearson antar variabel penelitian Sebaran contoh berdasarkan pola asuh emosi ayah Sebaran contoh berdasarkan pola asuh emosi ibu xiv

22 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk memasuki era globalisasi yaitu, era dimana pertukaran budaya, seni, dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Salah satu hal yang perlu dipersiapkan adalah memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi tidak hanya dari segi IQ (Intelligence Quotient) melainkan juga EQ (Emotional Quotient), kesehatan yang prima, handal, serta berdaya saing tinggi. Proses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dari kegiatan sehari-hari dalam keluarga dengan menjalankan fungsi sosialisasi dan pengasuhan anak. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki peranan penting sebagai pendidik pertama dan utama setiap anak. Namun demikian, kenyataan yang terjadi di lapangan saat ini menunjukkan orang tua yang hanya memikirkan cara untuk mengoptimalkan kecerdasan intelektual anak (IQ) dan sedikit mengabaikan aspek kecerdasan emosional (EQ). Padahal menurut Goleman (2007) EQ menyumbang 80 persen bagi keberhasilan hidup di masa dewasa sedangkan IQ hanya menyumbang 20 persen dari keberhasilan hidup seseorang. Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia prasekolah dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosional tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, minuman keras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Sekarang ini dapat dilihat bahwa orang yang memiliki IQ tinggi belum tentu sukses dan hidup bahagia. Orang dengan IQ tinggi tetapi emosinya tidak stabil dan mudah marah sering keliru dalam menentukan dan memecahkan persoalan hidup karena tidak dapat berkonsentrasi. Emosi yang tidak berkembang dan terkuasai akan menimbulkan berbagai konflik. Emosi yang kurang terolah juga menyebabkan seseorang tidak konsisten terhadap keputusannya (Goleman 2007). Disisi lain, beberapa orang yang tidak memiliki IQ tinggi, karena ketekunan dan emosinya yang seimbang akan sukses dalam belajar dan bekerja. Orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan berupaya menciptakan

23 2 keseimbangan diri dan lingkungannya, mengusahakan kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri, dapat mengubah sesuatu yang buruk menjadi lebih baik, serta mampu bekerja sama dengan orang lain yang mempunyai latar belakang yang beragam. Kecerdasan emosional dapat dipelajari dan guru pertama yang dapat mengajarkan mengenai emosi kepada anak adalah orang tua. Pola interaksi antara orang tua dengan anak dalam sebuah keluarga untuk mengajar, membimbing, dan mendidik dengan suatu tujuan tertentu dinamakan gaya pengasuhan (parenting style). Gaya pengasuhan merupakan cara yang khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam berinteraksi antara orang tua dengan anaknya. Gaya pengasuhan yang diterapkan orang tua dalam keluarga sangat penting bagi anak karena pengaruhnya sangat besar pada kehidupan anak di masa depan. Pola asuh yang keliru dapat menjadikan anak bermasalah (Gottman & DeClaire, 1997). Lingkungan keluarga merupakan tempat orang tua melakukan bimbingan, pengasuhan, dan pemberian kasih sayang secara langsung maupun tidak langsung akan membawa dampak yang cukup besar terhadap perkembangan moral anak. Kondisi lingkungan keluarga dengan model pola asuh tertentu akan memengaruhi cara bertutur kata, cara bersikap, dan pola tingkah laku anak termasuk perkembangan jiwanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pola asuh orang tua (parenting style) memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak (Collins & Kuczaj, 1991). Orang tua dapat membantu mengembangkan kecerdasan emosional anak dengan memberikan pelatihan emosi pada anak yang disebut dengan istilah emotion. Anak yang orang tuanya secara baik dan stabil memraktekkan emotion akan memperoleh nilai yang lebih tinggi secara akademik bila dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak secara baik dan stabil dalam memberikan emotion (Gottman & DeClaire, 1997). Hasil penelitian lain menunjukkan kecerdasan emosional bisa dijadikan prediktor kuat atas keberhasilan akademik karena kecerdasan emosional berkaitan dengan kompetensi individual yang mengarah pada perilaku yang task-oriented atau berorientasi pada tugas (Schickedanz 1995). Kecerdasan intelektual anak (IQ) dalam hal ini dibahas sebagai capaian prestasi akademik. Kualitas mahasiswa dapat dilihat dari prestasi akademik yang diraihnya. Prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kecakapan

24 3 ataupun kemampuan akademik yang bertambah selama beberapa waktu yang tidak disebabkan oleh proses pertumbuhan tetapi karena adanya situasi atau kegiatan belajar, sehingga prestasi akademik dapat dipandang sebagai bukti usaha yang diperoleh mahasiswa. Hasil penelitian Abimsara (2000) menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik. Hal ini juga ditunjang oleh hasil penelitian Low dan Nelson (2004) yang mengatakan tingkat kecerdasan emosional menjadi faktor kunci dalam pencapaian prestasi akademik seseorang. Perumusan Masalah Saat ini tuntutan globalisasi semakin mendesak bangsa Indonesia untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) terutama di bidang pendidikan baik laki-laki maupun perempuan. HDI (Human Development Index) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara di seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara termasuk negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang. HDI Indonesia pada tahun 2011 menempati peringkat 124 dari 187 negara yang menggambarkan bahwa pembangunan manusia di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara asia tenggara lainnya, seperti Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina (Maulia, 2011). Pola pembangunan SDM di Indonesia selama ini terlalu mengedepankan IQ (kecerdasan intelektual) dalam hal ini prestasi akademik dan materialisme tetapi mengabaikan EQ (kecerdasan emosional). Pada umumnya masyarakat Indonesia memang memandang IQ paling utama dan menganggap EQ hanya sebagai pelengkap. Fenomena ini sering tergambar dalam pola asuh dan arahan pendidikan yang diberikan orang tua dan juga instansi pendidikan. Hal tersebut menjadikan banyak remaja yang memiliki prestasi akademik baik tetapi tidak stabil secara emosi dan berperilaku menyimpang. Ketidakseimbangan antara EQ dan IQ bisa menimbulkan beberapa masalah seperti kenakalan pelajar. Kenakalan pelajar adalah perilaku menyimpang dari aturan dan norma yang berlaku secara umum dimana kenakalan itu bisa berupa pelanggaran lalu lintas, narkoba, seks bebas, mencuri atau merampas barang milik orang lain, dan sebagainya. Data populasi kenakalan remaja di Indonesia pada tahun 2004 berkisar anak dan

25 4 terdapat pelaporan kenakalan remaja setiap 28,17 menit di daerah Jabodetabek (Kusuma 2006). Remaja sebagai generasi penerus memang dihadapkan pada tuntutan intelektual, selalu berperilaku baik, dan tuntutan untuk memenuhi harapan dari lingkungan sekitarnya. Disinilah pentingnya para remaja mengembangkan kecerdasan emosional secara baik dan tidak hanya mementingkan prestasi akademiknya agar remaja bisa sukses dalam hidupnya baik dalam pekerjaan maupun keluarga. Berdasarkan permasalahan diatas, terdapat pertanyaan yang ingin ditemukan jawabannya melalui penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana karakteristik mahasiswa dan keluarganya? 2. Bagaimana gaya pelatih emosi yang diterapkan orang tua? 3. Bagaimana kecerdasan emosional mahasiswa Institut Pertanian Bogor? 4. Bagaimana prestasi akademik mahasiswa Institut Pertanian Bogor?

26 5 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya pelatih emosi ayah ibu hubungannya dengan kecerdasan emosional dan prestasi akademik mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi gaya pelatih emosi yang diterapkan ayah ibu menurut persepsi contoh 2. Mengukur tingkat kecerdasan emosional contoh (kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial) 3. Mengukur prestasi akademik contoh 4. Menganalisis hubungan gaya pelatih emosi, kecerdasan emosional, dan prestasi akademik Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana berlatih untuk memelajari fenomena yang terjadi di masyarakat sehingga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah agar bermanfaat bagi orang banyak. 2. Bagi para orang tua, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai suatu kajian mengenai gaya pengasuhan pelatih emosi dan kecerdasan emosional serta hubungannya dengan prestasi akademik remaja. 3. Bagi remaja, sebagai sumber informasi tentang kecerdasan emosional dan prestasi akademik yang dimilikinya untuk dapat digunakan dalam membantu meningkatkan kualitas dirinya. 4. Bagi institusi pendidikan, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk meningkatkan kualitas yang berkaitan dengan kecerdasan emosional dan prestasi akademik mahasiswa. 5. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi yang berkaitan dengan hubungan gaya pelatih emosi dan kecerdasan emosional dengan prestasi akademik remaja sehingga masyarakat diharapkan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai hal ini.

27 6

28 7 TINJAUAN PUSTAKA Prestasi Akademik Prestasi akademik adalah istilah untuk menunjukkan suatu pencapaian tingkat keberhasilan tentang suatu tujuan, akibat proses belajar yang telah dilakukan oleh seseorang secara optimal (Setiawan 2006). Sobur (2006) menjelaskan prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kecakapan tingkah laku, ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama beberapa waktu dan tidak disebabakan oleh proses pertumbuhan, tetapi karena adanya situasi belajar. Perwujudan bentuk hasil proses belajar tersebut dapat berupa pemecahan lisan maupun tulisan, dan keterampilan serta pemecahan masalah langsung dapat diukur atau dinilai dengan menggunakan tes yang standar. Nilainilai tersebut akan menunjukkan apakah prestasi akademik seseorang termasuk kategori tinggi atau rendah. Ciri individu yang memiliki keinginan berprestasi tinggi menurut Sobur (2006) antara lain: a) memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatankegiatan yang dilakukan; b) adanya kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang dilakukan sehingga dapat diketahui dengan cepat hasil yang diperoleh dari kegiatannya, lebih baik atau lebih buruk; c) menghindari tugastugas yang sulit atau terlalu mudah, akan tetapi memilih tugas yang tingkat kesulitannya sedang; d) inovatif, yaitu dalam melakukan suatu pekerjaan dilakukan dengan cara yang berbeda, efisien, dan lebih baik dari cara sebelumnya. Hal ini dilakukan agar individu mendapat cara yang lebih baik dan menguntungkan dalam mencapai tujuan; e) tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain, dan ingin merasakan kesuksesan yang disebabkan oleh tindakan individu itu sendiri. Faktor yang memengaruhi prestasi akademik Rola (2006) diacu dalam Sahputra (2009): a) keluarga dan kebudayaan: besarnya kebebasan yang diberikan orang tua kepada anaknya, jenis pekerjaan orang tua, jumlah serta urutan anak dalam keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan prestasi. Produk-produk kebudayaan pada suatu daerah seperti cerita rakyat yang sering mengandung tema prestasi bisa meningkatkan semangat; b) jenis kelamin: prestasi akademik yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak wanita yang belajar tidak maksiamal khususnya jika wanita tersebut berada diantara pria. Pada wanita terdapat

29 8 kecenderungan takut akan kesuksesan yang artinya pada wanita terdapat kekhawatiran bahwa dirinya akan ditolak oleh masyarakat apabila dirinya memperoleh kesuksesan, namun sampai saat ini konsep tersebut masih diperdebatkan; c) peranan konsep diri: konsep diri merupakan bagaimana individu berpikir tentang dirinya sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam tingkah lakunya; d) pengakuan dan prestasi: individu akan bekerja keras jika dirinya merasa dipedulikan oleh orang lain. Dimana prestasi sangat dipengaruhi oleh peran orang tua, keluarga, dan dukungan lingkungan tempat dimana individu berada. Individu yang diberi dorongan untuk berprestasi akan lebih realistis dalam mencapai tujuannya. Selain keempat faktor diatas, motivasi hasil belajar juga memengaruhi prestasi akademik. Jika motivasi individu untuk berhasil lebih kuat daripada motivasi untuk tidak gagal, maka individu akan segera merinci kesulitan-kesulitan yang akan dihadapinya. Sebaliknya, jika motivasi individu untuk tidak gagal lebih kuat maka individu akan mencari soal yang lebih mudah (Soemanto, 2006). Menurut hasil penelitian Schickedanz (1995), anak yang orang tuanya tidak melakukan pengasuhan dengan baik dan bersikap pasif memiliki prestasi akademik yang kurang baik. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional atau emotional intelligence merupakan suatu kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan diri sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan (Goleman 1999). Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan

30 9 dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya (Fitri 2008). Daengsari (2009) menjelaskan bahwa pada dasarnya, perkembangan emosi dipengaruhi perkembangan beberapa aspek seperti fisik-motorik, kognitif, maupun sosial. Sifat bawaan atau tempramen anak, pola asuh, dan lingkungan sosial tempat anak dibesarkan juga berpengaruh terhadap perkembangan emosinya. Emosi ternyata banyak memengaruhi fungsi-fungsi psikis seperti pengamatan, tanggapan, pemikiran, dan kehendak. Seseorang akan mampu melakukan pengamatan atau pemikiran dengan baik jika disertai dengan emosi yang baik pula. Seseorang juga akan memberikan tanggapan yang positif terhadap suatu objek manakala disertai dengan emosi yang positif juga. Sebaliknya, seseorang akan melakukan pengamatan atau tanggapan negatif terhadap suatu objek, jika disertai dengan emosi negatif terhadap objek tersebut (Ali & Asrori 2009). Model six seconds yang dijelaskan oleh Hastuti (2008) menyebutkan bahwa ada sebelas indikator yang dapat digunakan untuk melihat tingkat kecerdasan emosional seorang anak yaitu: (1) memiliki kemampuan mengekspresikan emosi dan memahami emosi orang lain; (2) kemampuan mengelola emosi; (3) kemampuan memberikan empati pada orang lain; (4) bersikap mandiri; (5) mudah beradaptasi dengan beragam situasi dan kondisi; (6) disukai lingkungannya; (7) memiliki orientasi untuk mencari solusi; (8) mudah berteman dan berbagi; (9) bersikap gigih; (10) bersikap penolong dan; (11) menghormati orang lain. Lima dasar kecakapan emosi dan sosial (Goleman 1999): 1) kesadaran diri: mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri; memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat; 2) pengaturan diri: menanganani emosi diri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada pelaksaan tugas; peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran; mampu pulih kembali dari tekanan emosi; 3) motivasi: menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun diri menuju sasaran, membantu diri mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi; 4) empati: merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif orang lain,

31 10 menumbuhkan hubungan saling percaya, dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang; 5) keterampilan sosial: menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial; berinteraksi dengan lancar; menggunakan keterampilanketerampilan ini untuk memengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, dan untuk menjaga kerja sama dan bekerja dalam tim. Menurut Goleman (2007) IQ hanya menyumbang kira-kira dua puluh persen bagi faktor-faktor yang mendukung kesuksesan dalam hidup seseorang sedangkan sisanya yaitu delapan puluh persen diperoleh dari EQ. Goleman juga menjelaskan bahwa kecerdasan emosional seseorang dapat dilihat dari kemampuan dalam memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa. Gaya Pelatih Emosi Pada sebuah keluarga, interaksi antara orang tua dengan anaknya melibatkan pola tingkah laku tertentu dari orang tua. Pola interaksi antara orang tua dengan anak dalam sebuah keluarga untuk mengajar, membimbing dan mendidik dengan suatu tujuan tertentu dinamakan gaya pengasuhan (parenting style). Gaya pengasuhan merupakan cara yang khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam berinteraksi antara orang tua dengan anaknya. Penelitian tentang gaya pengasuhan orang tua telah dilakukan sejak tahun 1930-an. Salah seorang peneliti yang teorinya banyak digunakan hingga sekarang adalah teori pola asuh emosi dari John Gottman. John Gottman (2007) dalam Dini (2010) mengidentifikasi empat gaya pengasuhan, yaitu: dismissing style, disapproving style, laissez faire style, dan emotional. Keempat gaya pengasuhan tersebut memiliki ciri khasnya sendiri dan masing-masing memberikan efek yang berbeda terhadap tingkah laku dan kecerdasan emosional anak. Dismissing style (pengabai) Orang tua tidak memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mengatasi emosi anak, takut lepas kendali, tidak tahu teknik untuk mengatasi emosi negatif anak, dan percaya bahwa emosi negatif sebagai cerminan buruknya ketrampilan pengasuhan. Menurut Gottman & De Claire (1997) tipe orang tua pengabai

32 11 emosi tidak mendukung perkembangan kecerdasan emosional anak. Orang tua merasa tidak nyaman jika anak merasa sedih atau marah. Mereka sangat yakin bahwa emosi negatif merupakan sesuatu yang berbahaya atau tidak penting, dan sebaiknya dihindari. Ciri dismissing style (Gottman & De Claire 1997) adalah: a) orang tua memperlakukan perasaan anak sebagai hal yang tidak penting; b) orang tua melepaskan diri atau mengabaikan perasaan-perasaan anak; c) orang tua menginginkan agar emosi-emosi negatif anak hilang dengan cepat; d) orang tua menggunakan pengalih perhatian untuk menutup emosi anak; e) orang tua memperlihatkan sedikit minat pada apa yang ingin disampaikan oleh anak; f) orang tua barangkali tidak mempunyai kesadaran akan emosi-emosinya sendiri dan orang lain; g) orang tua merasa tidak nyaman, penuh rasa takut, cemas, terganggu, sakit hati, atau kewalahan dengan emosi-emosi anak; h) orang tua takut lepas kendali secara emosional; i) orang tua memusatkan perhatian lebih pada bagaimana mengatasi emosi dan bukan pada makna emosi itu sendiri; j) orang tua berpendapat bahwa emosi-emosi itu merugikan atau beracun; k) orang tua berpendapat bahwa jika memusatkan perhatian pada emosi negatif maka hanya akan memperburuk keadaan; l) orang tua tidak mengetahui dengan pasti bagaimana atau apa yang harus dilakukan untuk menghadapi emosi anak; m) orang tua percaya bahwa emosi negatif berarti bahwa seorang anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik; n) orang tua berpendapat emosi negatif anak secara buruk mencerminkan orang tua mereka; o) orang tua menganggap kecil perasaan-perasaan anak dan meremehkan peristiwa yang menimbulkan emosi tersebut; p) orang tua tidak menyelesaikan masalah bersama dengan anak melainkan membiarkannya karena seiring berjalannya waktu maka sebagian besar masalah akan selesai dengan sendirinya. Disapproving style (tidak menyetujui) Gaya pengasuhan ini mirip dengan dismissing style dan biasanya dilakukan dengan cara yang lebih negatif, dimana orang tua tidak hanya mengabaikan, menyangkal, atau meremehkan emosi negatif anaknya tapi juga tidak menyetujui perbuatan anak. Sikap penolakan dari orang tua menjelaskan bahwa emosi merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima sehingga mereka mencoba untuk memahami emosi anak dengan mendisiplinkan atau menghukum anak terkait dengan apa yang mereka rasakan.

33 12 Contoh disapproving style (Hastuti, 2008): a) orang tua menganggap kesedihan anak sebagai upaya agar orang tua merasa kasihan padanya; b) orang tua menghukum dan mengucilkan jika anak marah; c) orang tua mencemaskan anak dan menganggapnya memiliki kepribadian negatif jika anak merasa sedih; d) orang tua menganggap bahwa emosi negatif itu harus dibatasi waktunya dan harus dikendalikan sehingga tidak baik jika anak mengungkapkan kemarahan; e) orang tua memukul anak atau menilainya sebagai anak yang tidak hormat kepada orang tua jika anak marah; f) orang tua memiliki anggapan bahwa saat anak marah, maka hal itu dilakukan anak sebagai upaya untuk mendapatkan keinginannya; g) orang tua menganggap anak keras kepala ketika anak mengungkapkan kesedihan; h) orang tua berpendapat bahwa emosi negatif itu membuat orang lemah. Laissez faire style Menurut Gottman (2007) dalam Dini (2010) gaya laissez-faire merupakan suatu kebebasan bagi seorang anak dalam mengekspresikan apa yang mereka rasa, baik kebahagiaan, kemarahan, atau kesedihan. Akan tetapi laissez-faire tidak memberikan batasan terhadap kebebasan tersebut dan hanya ada sedikit bimbingan. Orang tua dengan gaya pengasuhan seperti ini sebenarnya menerima ungkapan atau ekspresi emosi anak, namun gagal dalam memberitahukan kepada anak bagaimana mengatasi perasaan yang mereka rasakan. Menurut Gottman & De Claire (1997), ciri orang tua yang menerapkan laissez faire style adalah: a) orang tua mendengarkan saat anak bersedih namun tidak dapat melakukan apapun selain menghibur anak; b) orang tua tidak mampu mengajarkan cara mengenal emosi; c) orang tua tidak dapat memberikan arahan tentang tingkah laku tertentu; d) orang tua tidak menentukan batasan sehingga terlalu mudah memberikan izin; e) orang tua tidak memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang bagaimana anak mereka dapat belajar dari pengalaman emosional. Ciri diatas menunjukkan orang tua dengan gaya pengasuhan laissez faire style memiliki kedudukan yang hampir sama dengan orang tua dengan gaya pengasuhan disapproving style dan dismissing style. Oleh sebab itu, anak dari orang tua laissez faire tidak mampu belajar mengatur emosi, seringkali anak tidak memiliki kemampuan untuk menenangkan diri sendiri saat mereka marah, sedih, dan gelisah.

34 13 Emotional Menurut Gottman dan DeClaire (1997) emotional merupakan suatu proses dimana orang tua dengan aktif mendengarkan ungkapan perasaan anaknya, menerima perasaan anaknya serta memberikan bimbingan, batasan perilaku, dan membantu anak menyelesaikan permasalahannya agar anak dapat belajar bagaimana mengendalikan perasaan atau emosi yang dirasakannya dengan cara yang benar. Hal paling mendasar dalam emotion yang perlu dimiliki oleh orang tua adalah perasaan empati yaitu kemampuan orang tua untuk menempatkan diri mereka dalam kedudukan anak mereka dan memberi tanggapan sesuai dengan situasi tersebut. Emotion adalah suatu proses dimana orang tua mendengarkan dan menerima ungkapan perasaan anaknya, memberikan bimbingan serta mengajarkan kepada anaknya bagaimana mengendalikan perasaannya dengan cara yang sesuai. Emotion dapat diberikan oleh orang tua untuk membantu mengembangkan kecerdasan emosional anak. Orang tua dapat melatih emosi anaknya dengan menenangkan perasaan anak, mendengarkan, memahami pemikiran, dan perasaan yang dirasakan anak serta membantu anak untuk memahami dirinya sendiri. Remaja Kata adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock 1980). Orang-orang barat menyebut remaja dengan istilah puber sedangkan orang Amerika menyebutnya adolesensi dan keduanya merupakan transisi dari masa anak-anak menjadi dewasa (Zulkifli 1995). Menurut (Zulkifli 1995), anak-anak yang berusia dua belas atau tiga belas tahun sampai dengan sembilan belas tahun berada dalam masa pertumbuhan remaja sehingga tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya anak-anak tersebut juga belum dapat dikatakan orang dewasa. Sedangkan Monks (2001) menjelaskan bahwa remaja adalah individu yang berusia antara tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian tahun masa remaja awal, tahun masa remaja pertengahan, dan tahun masa remaja akhir. Piaget (1969) diacu dalam Hurlock (1980) menjelaskan bahwa masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa

35 14 atau usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Steinberg (1993) menyatakan bahwa remaja perempuan lebih mudah terkena pengaruh orang lain atau figur otoritas, apabila dibandingkan dengan remaja laki-laki. Ciri-ciri masa remaja menurut Zulkifli (1995) antara lain: a) pertumbuhan fisik terjadi dengan cepat bahkan lebih cepat dibandingkan dengan masa anakanak; b) perkembangan seksual. Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya alat produksi sperma mulai beroperasi, mengalami mimpi pertama yang tanpa sadar mengeluarkan sperma (biasanya terjadi ketika berusia tiga belas tahun yang merupakan awal dari masa pubertas dan masa itu akan berakhir pada sekitar usia 21 tahun), sedangkan pada anak perempuan antara lain mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang pertama sehingga rahim sudah bisa dibuahi (biasanya terjadi ketika usia dua belas tahun yang merupakan awal masa pubertas dan masa itu akan berakhir pada sekitar usia sembilan belas tahun); c) cara berpikir kausalitas yang menyangkut hubungan sebab dan akibat. Remaja sudah mulai berpikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, dan lingkungan masih menganggapnya sebagai anak kecil; d) emosi yang meluap-luap atau keadaan emosi yang masih labil sangat erat kaitannya dengan keseimbangan hormon. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis; e) mulai tertarik kepada lawan jenis dan mulai berpacaran. Secara biologis anak perempuan lebih cepat matang daripada anak laki-laki; f) menarik perhatian lingkungan dengan berusaha mendapatkan status dan peranan seperti kegiatan remaja di kampung-kampung yang diberi peranan; g) terkait dengan kelompok sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan sedangkan kelompoknya dinomorsatukan. Tugas-tugas perkembangan bagi seorang remaja menurut (Havighurst 1972, diacu dalam Hurlock 1980) antara lain: 1. Mancapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. 2. Mencapai peran sosial sebagai pria maupun wanita. 3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. 4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

36 15 5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. 6. Mempersiapkan karir ekonomi. 7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. 8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dan mengembangkan ideologi.

37 16

38 17 KERANGKA PEMIKIRAN Perkembangan kecerdasan emosional dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti fisik-motorik, kognitif, dan sosial. Selain itu sifat bawaan dan tempramen anak, pola asuh, dan lingkungan sosial tempat anak dibesarkan juga berpengaruh terhadap perkembangan emosi. Sifat bawaan atau tempramen anak dapat dilihat dari karakteristik anak yang terdiri dari usia, jenis kelamin, dan urutan kelahiran dalam keluarga. Lingkungan sosial juga dapat dilihat dari karakteristik keluarga mahasiswa yaitu usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Kecerdasan emosional mempunyai lima dimensi, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, keterampilan sosial. Orang tua dapat membantu mengembangkan kecerdasan emosional anak dengan memberikan gaya pelatih emosi pada anak. Kecerdasan emosional memiliki lima dimensi, yaitu: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Gaya pelatih emosi ada empat jenis, yaitu dismissing style, disapproving style, laissez faire style, dan emotional. Orang tua yang secara baik memraktekkan emotional akan memiliki anak yang memperoleh nilai yang lebih tinggi secara akademik bila dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak secara baik memberikan emotional (Gottman & DeClaire, 1997), hasil penelitian lain menujukkan kecerdasan emosional bisa dijadikan prediktor kuat dari keberhasilan akademik dan terdapat hubungan yang positif antara keduanya (Abisamra, 2000). Secara umum penelitian ini dilakukan untuk melihat gaya pelatih emosi ayah ibu hubungannya dengan kecerdasan emosional dan prestasi akademik mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Kerangka pemikiran dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 1.

39 18 Karakteristik anak: Usia anak Urutan kelahiran Jenis kelamin Karakteristik keluarga: Usia orang tua Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Pendapatan keluarga Besar keluarga Gaya pelatih emosi: Dismissing style Disapproving style Laissez faire style Emotional Kecerdasan emosional: Kesadaran diri Pengaturan diri Motivasi Empati Keterampilan sosial Prestasi akademik Gambar 1: Gaya Pelatih Emosi Ayah Ibu Hubungannya dengan Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

40 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Lokasi penelitian di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ditentukan secara purposive dengan pertimbangan lokasi penelitian adalah salah satu universitas terkemuka di Indonesia. Pemilihan fakultas yaitu Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) juga dilakukan secara purposive dengan pertimbangan FEMA merupakan fakultas paling baru yang dibentuk IPB dan dalam masa perkembangan serta peningkatan akreditasi. Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli Agustus Jumlah dan Cara Pemilihan Responden Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia angkatan 47 (angkatan 2010, yang saat ini menjalani semester lima) sehingga dirasa cukup memiliki pengalaman tentang kehidupan dan kegiatan akademik di kampus. Penarikan contoh dilakukan secara proporsional random sampling. Jumlah contoh yang diambil sebanyak 77 mahasiswa menggunakan rumus Slovin (1960): Keterangan: N= populasi n= sampel d 2 = 0,1 ( ) Pemilihan universitas Mahasiswa FEMA angkatan 47 (N=331) Purpossive Purposive Gizi Masyarakat (n=129) Ilmu Keluarga dan Konsumen (n=62) Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (n=140) Laki-laki (n=38) Perempuan (n=91) Laki-laki (n=4) Perempuan (n=58) Laki-laki (n=30) Perempuan (n=110) n= 9 n= 21 n= 1 n= 13 n= 7 n= 25 Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh

41 20 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari contoh yang mencakup kecerdasan emosional, gaya pelatih emosi, prestasi akademik, karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, dan urutan kelahiran), dan karakteristik keluarga (usia orang tua, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga) dengan alat bantu kuesioner. Data sekunder adalah data yang diperoleh dan/atau diolah oleh pihak lain, seperti daftar nama mahasiswa fakultas ekologi manusia angkatan 47. Tabel 1 menunjukkan jenis dan cara pengumpulan data. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data No Variabel dan Dimensi Jenis Data Cara Pengambilan Data I. Karakteristik keluarga 1 Usia ayah 2 Usia ibu 3 Pendidikan ayah 4 Pendidikan ibu 5 Pekerjaan ayah 6 Pekerjaan ibu 7 Pendapatan keluarga 8 Besar keluarga Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer II. Karakteristik contoh 9 Jenis kelamin Primer 10 Usia Primer 11 Urutan kelahiran Primer Sumber III. Kecerdasan emosional 12 Kesadaran diri Primer 13 Pengaturan diri Primer 14 Motivasi Primer Wawancara Nadhirin (2009) 15 Empati Primer dengan kuesioner 16 Keterampilan sosial Primer IV. Gaya pelatih emosi 17 Disapproving style Primer 18 Dismissing style Primer 19 Laissez faire Primer 20 Emotional Primer V. Prestasi akademik 21 Indeks prestasi akademik (IPK) Primer VI Daftar nama mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia angkatan 47 Sekunder Komisi pendidikan departemen

42 21 Pengolahan dan Analisis Data Instrumen penelitian yang telah disusun, kemudian diuji realibilitas dan validitasnya. Uji realibilitas merupakan konsistensi dan stabilitas nilai hasil pengukuran tertentu disetiap kali pengukuran dilakukan pada hal yang sama. Validitas merupakan suatu skala pengukuran yang dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dan inferensi yang dihasilkan mendekati kebenaran (Sarwono 2012). Nilai Cronbach alpha dari kecerdasan emosional sebesar 0,776 dari 50 item pernyataan dan gaya pelatih emosi sebesar 0,942 dari 40 item pernyataan. Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, dan analyzing. Tabel 2 menunjukkan pengkategorian variabel penelitian. Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian Variabel Skala Data Kategori 1. Karakteristik keluarga Usia ayah (tahun) Ordinal [1] Dewasa muda (18-40 tahun) Usia ibu (tahun) Ordinal [2] Dewasa madya (41-60 tahun) [3] Dewasa tua ( > 60 tahun) Besar keluarga (orang) Ordinal [1] Keluarga kecil ( 4 orang) [2] Keluarga sedang (5-7 orang) [3] Keluarga besar ( 8 orang) Pendidikan ayah Ordinal [1] Tamat SD/sederajat [2] Tamat SMP/sederajat Pendidikan ibu Ordinal [3] Tamat SMA/sederajat [4] Tamat D1/sederajat [5] Tamat D3/sederajat [6] Tamat S1 [7] Tamat S2 [8] Tamat S3 Pekerjaan ayah Nominal [1] Karyawan swasta [2] Wiraswasta [3] Pegawai Negeri Sipil [4] Pensiun [5] Petani Pekerjaan ibu Nominal [1] Ibu rumah tangga [2] Karyawan swasta [3] Wiraswasta [4] Pegawai Negeri Sipil [5] Pensiun [6] Petani Pendapatan keluarga (rupiah) Interval [1] < Rp [2] [3] [4] [5] > Karakteristik contoh Usia contoh (tahun) Jenis kelamin Rasio Nominal [1] 18 tahun [2] 19 tahun [3] 20 tahun [4] 21 tahun [1] laki-laki

43 22 Urutan kelahiran Nominal [2] perempuan [1] sulung [2] tengah [3] bungsu 3. Kecerdasan emosional (skor) Ordinal [1] Rendah (50-100) [2] Sedang ( ) [3] Tinggi ( ) 4. Gaya pelatih emosi Ordinal [1] Disaproving [2] Dismissing [3] Laissez faire [4] Emotional 5. Prestasi akademik (IPK) Ordinal [1] < 2.00 [2] [3] > 2.75 Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS. Data pengukuran dianalisis menggunakan analisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat sebaran karakteristik keluarga (usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, besar keluarga, pendapatan keluarga), karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, urutan kelahiran), kecerdasan emosional, gaya peltih emosi, dan prestasi akademik. Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Uji Korelasi Pearson. Uji korelasi digunakan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosional, gaya pelatih emosi, dan prestasi akademik. Selain itu juga digunakan uji beda pada gaya pelatih emosi ayah dan gaya pelatih emosi ibu. Variabel kecerdasan emosional menggunakan analisis deskriptif, selanjutnya menggunakan interval kelas menggunakan rumus: Keterangan : = Interval Setelah itu, kecerdasan emosional dikategorikan menjadi tiga yaitu, rendah, sedang, dan tinggi. Sedangkan untuk gaya pelatih emosi dikategorikan menjadi empat yaitu, disapproval style, dismissing style, laissez faire, dan emotional berdasarkan gaya pelatih yang paling sering diterapkan oleh orang tua. Gaya pelatih emosi Kuesioner gaya pelatih emosi dalam penelitian ini terdiri dari 40 pernyataan dengan empat pilihan respon yang masing-masing respon

44 23 menunjukkan jenis gaya pelatih emosi, untuk mengetahui kecenderungan jenis gaya pelatih emosi dilakukan skoring yaitu, masing-masing bernilai satu untuk setiap jenis respon. Hasil skoring selanjutnya dijumlahkan sehingga diperoleh jenis gaya pelatih emosi yang mendapatkan skor paling tinggi. Gaya pelatih emosi dengan skor tertinggi itulah yang dijadikan gaya pelatih emosi yang diterapkan orang tua. Kecerdasan emosional Kuesioner kecerdasan emosional terdiri dari 50 item pernyataan yang terdiri atas 10 item pernyataan untuk setiap dimensi. Skor jawaban setiap pernyataan yaitu, 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), dan 1(sangat tidak setuju). Prestasi akademik Data prestasi akademik adalah nilai indeks prestasi dan indeks prestasi kumulatif dari semester 1 sampai semester 4. Definisi Operasional Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh, mulai dari SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi. Pekerjaan adalah jenis kegiatan yang rutin dilakukan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang meliputi pekerjaan utama dan sampingan. Usia ayah dan ibu adalah usia terakhir ayah dan ibu saat penelitian dilaksanakan dan dinyatakan dalam tahun. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan orang tua, dinyatakan dalam orang. Pendapatan keluarga adalah sejumlah uang yang diterima dari seluruh anggota keluarga yang bekerja, baik melalui pekerjaan utama maupun sampingan dan diukur dalam rupiah/bulan menurut persepsi contoh. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan perasaan diri sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Lima dimensi kecerdasan emosional yaitu: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.

45 24 Kesadaran diri adalah kemampuan contoh untuk mengetahui perasaan apa yang dirasakan pada satu waktu. Pengaturan diri adalah cara contoh untuk menangani emosi diri yang dirasakan. Motivasi adalah hasrat dari dalam diri contoh yang menggerakkan dan menuntun contoh menuju sasaran. Empati adalah kemampuan contoh untuk merasakan dan memahami perasaaan orang lain. Keterampilan sosial adalah kemampuan contoh untuk menangani emosi diri ketika berhadapan dengan orang lain. Gaya pelatih emosi adalah gaya interaksi yang terjadi antara orang tua dengan anak dalam hal pola asuh secara emosi. Dismissing style adalah gaya pelatih emosi orang tua yang tidak memiliki kesadaran untuk mengatasi emosi anak. Disapproving style adalah gaya pelatih emosi orang tua yang tidak menyetujui, meremehkan, dan menyangkal emosi anak. Laissez faire adalah gaya pelatih emosi orang tua yang memberikan kebebasan pada anak untuk mengekspresikan emosi tanpa memberikan batasan. Emotional adalah gaya pelatih emosi orang tua yang menerima, memberikan bimbingan, dan batasan terhadap emosi yang dirasakan anak. Prestasi akademik adalah capaian akademik contoh yang diukur melalui indeks prestasi kumulatif hingga semester terakhir yang dituntaskan.

46 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (FEMA IPB) merupakan fakultas yang termuda di IPB, dibentuk pada 2 Agustus 2005 berdasarkan Surat Keputusan Rektor No. 112/K13/OT/2005. Pembentukan FEMA IPB sejalan dengan berbagai perubahan yang terjadi di IPB memasuki era otonomi perguruan tinggi (IPB BHMN) yang memiliki kewenangan untuk untuk membentuk program studi, departemen dan fakultas baru. FEMA IPB merupakan fakultas ekologi manusia pertama dan satu-satunya di Indonesia serta satu dari tiga fakultas ekologi manusia yang ada di Asia Tenggara. Dua fakultas lainnya adalah College of Human Ecology, University of Philippines at Los Banos (UPLB) dan Faculty of Human Ecology, Universiti Putra Malaysia (UPM). FEMA beralamat di Jl. Kamper Kampus IPB Dramaga, Bogor FEMA IPB terdiri dari tiga departemen, yaitu Departemen Gizi Masyarakat (GM) yang beralamat di Gedung FEMA, Kampus IPB Dramaga Jl. Lingkar Akademik, Bogor 16680, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) yang beralamat di Gedung GMSK Lantai 2, Kampus IPB Dramaga Jl. Lingkar Akademik, Bogor 16680, dan Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) yang beralamat di Gedung FEMA Wing 1 Lantai 5 Jl. Kamper Kampus IPB Dramaga, Bogor Departemen GM dan IKK adalah pengembangan dari Departemen GMSK Faperta, sedangkan Departemen KPM pengembangan dari Program Studi KPM Departemen Sosek Faperta IPB. Departemen GM mempunyai kompetensi dalam pengembangkan ilmu gizi (human nutrition) dan aplikasinya di keluarga dan masyarakat (community nutrition) yang mengaitkan pertanian, pangan, gizi, dan kesehatan dalam upaya peningkatan kualitas manusia. Departemen IKK bergerak pada pengembangan ilmu dan teknologi di bidang keluarga dan konsumen untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga dengan fokus pada pengembangan kualitas anak serta pemberdayaan keluarga dan konsumen. Departemen KPM memiliki mandat dalam pengembangan ilmu sosiologi, antropologi, psikologi, kependudukan, komunikasi, ekologi manusia, pendidikan penyuluhan, dan pengembangan masyarakat untuk mendorong pemberdayaan masyarakat pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, dan pesisir.

47 26 Fasilitas penunjang kegiatan belajar mahasiswa yang terdapat di fakultas ekologi manusia adalah ruang kelas modern yang dilengkapi dengan perangkat audio visual, perpustakaan, laboratorium komputer, akses internet, ruang baca, laboratorium keluarga dan anak, laboratorium pertumbuhan dan laboratorium konsumen, klinik ilmu gizi, laboratorium analisa ilmu kimia dan ilmu gizi, laboratorium biokimia dan fisiologi, laboratorium percobaan makanan, laboratorium organoleptic, pendidikan ilmu gizi, diet, dan masak-memasak. Jenis Kelamin Karakteristik Responden Contoh dalam penelitian ini berjumlah 77 orang yang terdiri dari 17 orang laki-laki dengan persentase 22,1 persen dan 60 orang perempuan dengan persentase 77,9 persen. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin n % Laki-laki 17 22,1 Perempuan 60 77,9 Total ,0 Usia Usia contoh berkisar antara tahun. Lebih dari separuh contoh (63,6%) berusia 20 tahun dan hanya 1,3 persen yang berusia 18 tahun dan 21 tahun. Usia tahun masuk dalam fase remaja akhir (Monks 2001). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia Usia Contoh n % 18 tahun 1 1,3 19 tahun 20 tahun 21 tahun ,8 63,6 1,3 Total ,0 Urutan Kelahiran Berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga, tersebar mulai anak pertama hingga anak keenam dengan persentase terbesar (45,5%) sebagai anak pertama. Anak pertama dalam sebuah keluarga digambarkan sebagai anak yang lebih dewasa, penolong, mengalah, dan lebih cemas (Santrock 2003). Hurlock (1978) anak pertama lebih merasa tidak pasti, tidak mudah percaya, lihai, bergantung, bertanggung jawab, berkuasa, iri hati, konservatif, kurang adanya dominasi dan agresifitas, mudah dipengaruhi, mudah merasa senang, sensitive,

48 27 murung, introvert, sangat terdorong berprestasi, membutuhkan afiliasi, pemarah, manja, dan mudah terlibat dalam gangguan perilaku. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga Urutan Kelahiran n % Sulung Tengah Bungsu ,5 26,0 28,6 Total ,00 Usia ayah dan ibu Karakteristik Keluarga Usia ayah dan ibu dalam penelitian ini mengacu pada Hurlock (1980), usia dewasa dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa tua (> 60 tahun). Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga memiliki ayah pada usia dewasa madya (97,4%). Sama dengan usia ayah, sebanyak 93,5 persen keluarga memiliki ibu pada usia dewasa madya. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa usia ayah dan ibu berada pada usia produktif. Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan usia ayah dan ibu Usia Ayah Ibu n % n % Dewasa muda (18-40 tahun) 0 0,0 5 6,5 Dewasa madya (41-60 tahun) 75 97, ,5 Dewasa tua (>60 tahun) 2 2,6 0 0,0 Total , ,0 Min-max (tahun) Rataan ± std. (tahun) 50,51 ± 4,82 46,90 ± 4,55 Pendidikan Ayah dan Ibu Pendidikan ayah dan ibu dalam penelitian ini dilihat dari lama pendidikan yang ditempuh pada pendidikan formal. Tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 37,7 persen ayah lulus S1 dan 39,0 persen ibu lulus SMA/sederajat. Jenjang pendidikan tertinggi yang dicapai ibu adalah S2 (3,9%) dan jenjang pendidikan tertinggi yang dicapai ayah adalah S3 (1,3%). Tabel7 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu Pendidikan Ayah Ibu n % n % Tamat SD/sederajat 4 5,2 6 7,8 Tamat SMP/sederajat 2 2,6 5 6,5 Tamat SMA/sederajat 28 36, ,0 D ,2 D3/diploma 8 10,4 6 7,8

49 28 Pendidikan Ayah Ibu n % n % S1/sarjana 29 37, ,9 S2 5 6,5 3 3,9 S3 1 1,3 0 0 Total , ,0 Min-max Rataan ± std. 4,53 ± 1,75 4,04 ± 1,73 Pekerjaan Ayah Pekerjaan ayah pada penelitian ini cukup beragam. Proporsi terbesar ayah bekerja sebagai wiraswasta (35,1%), persentase terkecil untuk pekerjaan ayah adalah petani dan ada juga ayah yang sudah pensiun (6,5%). Tabel 8 Sebaran ayah berdasarkan jenis pekerjaan ayah Jenis Pekerjaan n % Karyawan swasta 21 27,3 Wiraswasta 27 35,1 PNS 19 24,7 Pensiun Petani 5 5 6,5 6,5 Total ,0 Pekerjaan Ibu Tabel 9 menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga memiliki ibu yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Ibu yang tidak bekerja akan memiliki kuantitas waktu yang cukup melakukan pengasuhan yang baik pada anak. Kuantitas waktu yang digunakan dalam pengasuhan pun akan berhubungan dengan kualitas pengasuhan. Tabel 9 Sebaran ibu berdasarkan jenis pekerjaan ibu Jenis Pekerjaan n % Tidak bekerja/ ibu rumah tangga 46 59,7 Karyawan swasta 8 10,4 Wiraswasta 8 10,4 PNS 13 16,9 Pensiun Petani 1 1 1,3 1,3 Total ,0 Pendapatan Keluarga Tabel 10 menunjukkan pendapatan keluarga berkisar antara Rp Rp per bulan. Mayoritas pendapatan keluarga contoh (42,9%) berada pada kisaran Rp Rp per bulan, sedangkan untuk pendapatan keluarga kurang dari Rp sebesar 3,9 persen.

50 29 Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan Keluarga(Rp/bulan) n % < Rp ,9 Rp Rp ,9 Rp Rp ,3 Rp Rp ,5 > Rp ,5 Total ,0 Min-max (Rp/bulan) Rataan ± std. (Rp/bulan) ± Besar Keluarga Menurut BKKBN (1995), besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar ( 8 orang). Tabel 11 menunjukkan sebanyak 57,1 persen contoh memiliki besar keluarga kategori sedang. Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga n % Keluarga kecil ( 4 orang ) Keluarga sedang (5-7 orang) Keluarga besar (8 orang) ,4 57,1 6,5 Total ,00 Gaya Pelatih Emosi Gaya pelatih emosi yang dilakukan ayah dan ibu mayoritas berada pada gaya emotional dengan persentase 44,2 persen untuk ayah dan 65,1 persen untuk ibu (merujuk pada lampiran 3 dan 4). Hal ini menunjukkan bahwa gaya pelatih emosi yang dilakukan orang tua sudah cukup baik. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan gaya pelatih emosi Gaya Pelatih Emosi Ayah Ibu n % n % Disapproving style 0 0,0 0 0,0 Dismissing style 28 36, ,6 Laissez faire 15 19,4 8 10,3 Emotional 34 44, ,1 Total , ,0 Gaya Pelatih Emosi Ayah Tabel 13 menunjukan gaya pelatih emosi yang dilakukan oleh ayah menurut persepsi contoh. Lebih dari 50 persen ayah menunjukkan gaya pengasuhan laissez faire pada saat contoh merasa bahagia ketika UKM yang diikutinya memenangkan suatu kompetisi (55,8%), contoh merasa bahagia saat IP semester ini meningkat dari IP semester sebelumnya dan ketika contoh merasa bahagia karena dapat kembali ke rumah untuk berkumpul bersama

51 30 keluarga (50,6%). Lebih dari 50 persen ayah menunjukkan gaya pengasuhan emotional saat contoh merasa sedih ketika nilai ujiannya rendah dan contoh merasa takut kalau IP semester ini menurun (62,3%), contoh merasa takut kalau perkataannya akan menyinggung perasaan teman (54,5%), dan saat contoh merasa takut berada sendiri di kost dan contoh merasa marah ketika dijelek-jelekkan temannya (50,6%). Ayah menunjukkan gaya pengasuhan dismissing saat contoh merasa sedih ketika mengetahui koleksi DVD miliknya hilang/rusak (58,4%), contoh merasa marah saat anggota UKM yang diikutinya tidak menjalankan tugas (50,6%) dan saat orang lain merusak DVD film miliknya (57,1%), dan saat contoh merasa takut untuk meminjamkan DVD film miliknya pada orang lain (54,5%). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan gaya pelatih emosi ayah No Pernyataan Jawaban (%) Bahagia ketika UKM yang saya ikuti memenangkan 0,0 15,6 55,8 28,6 suatu kompetisi. 2 Bahagia saat IP saya meningkat dari semester 0,0 10,4 50,6 39,0 sebelumnya. 3 Bahagia saat mendapat teman baru. 0,0 39,0 36,4 24,7 4 Bahagia ketika saya bisa memuaskan hobi saya 1,3 39,0 41,6 18,2 menonton film. 5 Bahagia ketika kembali ke rumah untuk berkumpul 0,0 10,4 50,6 39,0 bersama keluarga. 6 Sedih saat saya tidak bisa mengikuti UKM yang saya 3,9 37,7 29,9 28,6 inginkan. 7 Sedih ketika nilai ujian saya rendah. 1,3 24,7 11,7 62,3 8 Sedih saat bertengkar dengan teman baik saya. 3,9 32,5 26,0 37,7 9 Sedih saat mengetahui koleksi DVD film saya ada yang 11,7 58,4 18,2 11,7 rusak/hilang. 10 Sedih saat harus berpisah dengan keluarga dan 0,0 32,5 23,4 44,2 kembali ke Bogor. 11 Marah saat anggota UKM tidak menjalankan tugasnya 1,3 50,6 15,6 32,5 dengan baik. 12 Marah saat ada orang lain meniru tugas saya. 1,3 33,8 24,7 40,3 13 Marah ketika ada teman yang menjelek-jelekkan saya. 2,6 32,5 14,3 50,6 14 Marah saat orang lain merusak DVD film saya. 2,6 57,1 23,4 16,9 15 Marah saat teman kost masuk ke dalam kamar saya 2,6 41,6 22,1 33,8 tanpa izin. 16 Takut kalau tim UKM saya tidak memenangkan suatu 1,3 39,0 19,5 40,3 kompetisi. 17 Takut kalau IP saya menurun dibanding IP semester 1,3 20,8 15,6 62,3 sebelumnya. 18 Takut perkataan saya akan menyinggung perasaan 1,3 23,4 20,8 54,5 teman. 19 Takut untuk meminjamkan koleksi DVD saya pada 2,6 54,5 15,6 27,3

52 31 No Pernyataan Jawaban (%) orang lain. 20 Takut saat berada sendiri di kost. 5,2 32,5 11,7 50,6 Ket: 1= disapproving 2= dismissing 3= laissez faire 4= emotional Gaya Pelatih Emosi Ibu Tabel 14 menunjukan gaya pelatih emosi yang dilakukan oleh ibu menurut persepsi contoh. Ibu menunjukkan gaya pelatih emosi yang lebih baik jika dibandingkan dengan ayah. Lebih dari separuh ibu menunjukkan gaya pengasuhan emotional saat contoh merasa sedih ketika nilai ulangannya rendah (71,4%) dan bertengkar dengan teman baiknya (52,3%), contoh merasa marah saat ada orang lain meniru tugasnya (54,5%) dan ketika dijelek-jelekkan teman (63,6%), saat contoh merasa takut kalau IP akan menurun (67,5%), kalau perkataannya akan menyinggung perasaan teman (66,2%), dan saat sendiri berada di kost (59,7%). Sebanyak 55,8 persen ibu menunjukkan gaya pengasuhan laissez faire saat contoh merasa bahagia ketika UKM yang diikutinya memenangkan suatu kompetisi. Ibu menunjukkan gaya pengasuhan dismissing saat contoh merasa sedih ketika mengetahui koleksi DVD film miliknya rusak/hilang (54,5%) dan saat contoh merasa marah ketika mengetahui DVD filmnya dirusak oleh orang lain (51,9%). Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan gaya pelatih emosi ibu No Pernyataan Jawaban (%) Bahagia ketika UKM yang saya ikuti memenangkan 0,0 7,8 55,8 36,4 suatu kompetisi. 2 Bahagia saat IP saya meningkat dari semester 0,0 9,1 45,5 45,5 sebelumnya. 3 Bahagia saat mendapat teman baru. 0,0 35,1 39,0 26,0 4 Bahagia ketika saya bisa memuaskan hobi saya 1,3 33,8 39,0 26,0 menonton film. 5 Bahagia ketika kembali ke rumah untuk berkumpul 0,0 9,1 42,9 48,1 bersama keluarga. 6 Sedih saat saya tidak bisa mengikuti UKM yang saya 1,3 29,9 26,0 42,9 inginkan. 7 Sedih ketika nilai ujian saya rendah. 2,6 15,6 10,4 71,4 8 Sedih saat bertengkar dengan teman baik saya. 1,3 23,4 22,1 53,2 9 Sedih saat mengetahui koleksi DVD film saya ada yang 10,4 54,5 13,0 20,8 rusak/hilang. 10 Sedih saat harus berpisah dengan keluarga dan 0,0 32,5 20,8 46,8 kembali ke Bogor. 11 Marah saat anggota UKM tidak menjalankan tugasnya 1,3 42,9 16,9 39,0 dengan baik. 12 Marah saat ada orang lain meniru tugas saya. 1,3 24,7 19,5 54,5

53 32 No Pernyataan Jawaban (%) Marah ketika ada teman yang menjelek-jelekkan saya. 1,3 22,1 13,0 63,6 14 Marah saat orang lain merusak DVD film saya. 2,6 51,9 20,8 24,7 15 Marah saat teman kost masuk ke dalam kamar saya 1,3 36,4 20,8 41,6 tanpa izin. 16 Takut kalau tim UKM saya tidak memenangkan suatu 1,3 29,9 23,4 45,5 kompetisi. 17 Takut kalau IP saya menurun dibanding IP semester 1,3 18,2 13,0 67,5 sebelumnya. 18 Takut perkataan saya akan menyinggung perasaan 0,0 11,7 22,1 66,2 teman. 19 Takut untuk meminjamkan koleksi DVD saya pada 2,6 49,4 13,0 35,1 orang lain. 20 Takut saat berada sendiri di kost. 2,6 27,3 10,4 59,7 Ket: 1= disapproving 2= dismissing 3= laissez faire 4= emotional Uji Beda Gaya Pelatih Emosi Ayah dan Ibu Tabel 15 menunjukkan hasil uji beda paired sample T test menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak nyata antara pola asuh emosi ayah dan pola asuh emosi ibu. Skor pola asuh emosi ayah lebih kecil dari skor pola asuh emosi ibu. Tabel 15 Uji beda gaya pelatih emosi ayah dan ibu Mean Sig. (2-tailed) Gaya pelatih emosi ayah 0,44 0,004 Gaya pelatih emosi ibu 0,65 Kecerdasan Emosional Tabel 16 dibawah ini menjelaskan tingkat kecerdasan emosional contoh. Lebih dari separuh contoh (74,0%) berada pada kecerdasan emosional yang tergolong tinggi dan tidak ada contoh yang berada pada kecerdasan emosional kategori rendah. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan kecerdasan emosional Kecerdasan Emosional n % Rendah (50-100) 0 0,0 Sedang ( ) 20 26,0 Tinggi ( ) 57 74,0 Total ,0 Kesadaran Diri Kesadaran diri contoh baik, hal ini terlihat sebanyak 53,2 persen contoh menjawab sangat setuju pada item pernyataan saya tahu kalau saya sedang sedih dan sebanyak 58,4 persen contoh menjawab sangat setuju pada item pernyataan saya sadar bahwa perasaan malu untuk bertanya dapat

54 33 mengganggu kesulitan saya dalam belajar. Lebih dari separuh contoh menjawab setuju pada item saya mengetahui sifat buruk yang saya miliki (54,5%), saya tahu kalau saya sedang cemas (62,3%), saya menyadari kekurangan saya di sekolah dan berusaha mengimbanginya dengan belajar lebih giat (58,4%), suasana yang menegangkan membuat saya tidak bisa berpikir dengan tenang (51,9%), saya tahu hal yang menyebabkan saya malas belajar (63,6%), dan saya tahu hal apa saja yang bisa membuat saya bahagia (64,9%). Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan kesadaran diri No Pernyataan Jawaban (%) Saya tahu kalau saya sedang sedih. 0,0 0,0 46,8 53,2 2 Saya mengetahui sifat buruk yang saya miliki. 0,0 2,6 54,5 42,9 3 Saya sadar bahwa perasaan malu untuk bertanya 0,0 3,9 37,7 58,4 dapat menganggu kesulitan saya dalam belajar. 4 Saya tahu kalau saya sedang cemas. 0,0 1,3 62,3 36,4 5 Saya sering merasa tidak mampu melakukan hal yang 6,5 31,2 44,2 18,2 baru. 6 Saya menyadari kekurangan saya di sekolah dan 0,0 5,2 58,4 36,4 berusaha mengimbanginya dengan belajar lebih giat. 7 Suasana yang menegangkan membuat saya tidak bisa 3,9 13,0 51,9 31,2 berfikir dengan tenang. 8 Saya tahu hal-hal yang menyebabkan saya malas 0,0 5,2 63,6 31,2 belajar. 9 Saya merasa banyak kekurangan dibandingkan dengan 5,2 33,8 40,3 20,8 orang lain. 10 Saya tahu hal-hal apa saja yang membuat saya bahagia. 0,0 5,2 64,9 29,9 Ket: 1= sangat tidak setuju 2= tidak setuju 3= setuju 4= sangat setuju Tabel 18 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (67,5%) memiliki kesadaran diri yang tergolong tinggi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa contoh sudah mampu mengenal, melabel, mengenal perbedaan perasaan, dan memahami penyebab timbulnya perasaan. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi kesadaran diri Kesadaran Diri n % Rendah (10-20) 0 0,0 Sedang (21-30) 25 32,5 Tinggi (31-40) 52 67,5 Total ,0 Pengaturan diri Pada dimensi pengaturan diri, sebesar 64,9 persen contoh menjawab setuju pada item pernyataan saya mampu menahan keinginan pribadi demi mencapai sesuatu yang lebih besar dan saya mampu menahan marah kepada

55 34 teman saya walau dia menyakiti saya. Lebih dari separuh contoh menjawab setuju pada item saya berusaha bersabar ketika diejek oleh teman (68,8%), ketika saya marah saya akan melampiaskannya dengan gerakan tubuh tapi tidak merusak atau menyakiti orang lain (51,9%), saya berusaha untuk tidak menyontek saat ujian (54,5%), saya mampu menahan marah pada teman walaupun ia menyakiti saya (64,9%), saya mampu bersabar, menahan diri ketika menghadapi kemarahan orang lain dan saya membuang sampah di tempat samapah (59,7%), dan saya berusaha mengalihkan perhatian dari rasa sedih dan berusaha menghibur diri (62,3%). Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan pengaturan diri No Pernyataan Jawaban (%) Saya berusaha untuk sabar ketika diejek oleh teman. 1,3 1,3 68,8 28,6 2 Saya selalu belajar sesuai dengan jadwal yang telah 6,5 44,2 42,9 6,5 saya susun. 3 Saya tetap belajar walau tidak ada ulangan. 5,2 45,5 42,9 6,5 4 Saya mampu menahan keinginan pribadi demi 0,0 13,0 64,9 22,1 mencapai suatu yang lebih besar. 5 Ketika saya merasa marah, saya akan melampiaskanya 3,9 26,0 51,9 18,2 dengan gerakan tubuh tapi tidak merusak sesuatu atau menyakiti orang lain, contohnya mengepalkan tangan. 6 Saya berusaha untuk tidak menyontek saat ujian. 0,0 3,9 54,5 41,6 7 Saya mampu menahan marah kepada teman saya 2,6 10,4 64,9 22,1 walau dia menyakiti saya. 8 Saya mampu bersabar, menahan diri, dan bersikap 2,6 16,9 59,7 20,8 tenang ketika menghadapi kemarahan orang lain terhadap saya. 9 Saya membuang sampah di tempat sampah. 0,0 9,1 59,7 31,2 10 Saya akan mengalihkan perhatian dari rasa sedih yang saya rasakan dan berusaha menghibur diri. 0,0 13,0 62,3 24,7 Ket: 1= sangat tidak setuju 2= tidak setuju 3= setuju 4= sangat setuju Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (55,8%) memiliki pengaturan diri pada kategori sedang, sedangkan 44,2 persen contoh lainnya memiliki pengaturan diri pada kategori tinggi. Selain itu dapat dikatakan contoh sudah cukup mampu mengatur emosinya sehingga dapat menyelaraskan diri dengan teman dan lingkungannya. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi pengaturan diri Kemampuan Mengelola Emosi Diri n % Rendah (10-20) 0 0,0 Sedang (21-30) 43 55,8 Tinggi (31-40) 34 44,2 Total ,0

56 35 Motivasi Pada dimensi motivasi terdapat dua item yang mendapat respon sangat setuju yaitu, saya selalu berusaha untuk dapat mewujudkan cita-cita saya (55,8%) dan saya berusaha meningkatkan IP ditiap semester (67,5%). Selebihnya sebaran mayoritas jawaban berada pada respon setuju pada item pernyataan saya akan terus berusaha mendapat nilai-nilai yang terbaik diantara teman-teman sekelas dan saya hanya belajar pelajaran yang saya sukai (54,5%), saya percaya dengan cita-cita saya meski orang lain tidak memahaminya, saya termotivasi untuk berprestasi lebih dari teman sekelas saya, dan saya selalu berkonsentrasi mendengarkan penjelasan dosen selama kuliah (55,8%), saya sangat yakin terhadap kemampuan diri saya dalam menyelesaikan masalah dan saya bertekad mencapai target belajar yang sudah saya tetapkan (64,9%), dan jika saya menginginkan sesuatu saya pasti berusaha keras untuk mendapatkannya (61,0%). Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan motivasi No Pernyataan Jawaban (%) Saya selalu berusaha untuk dapat mewujudkan cita-cita 0,0 0,0 44,2 55,8 saya. 2 Saya berusaha meningkatkan IP di tiap semester. 0,0 2,6 29,9 67,5 3 Saya akan terus berusaha mendapat nilai-nilai yang 0,0 5,2 54,5 40,3 terbaik di antara teman-teman sekelas. 4 Saya percaya dengan cita-cita saya meski orang lain 0, ,8 40,3 tidak memahaminya. 5 Saya sangat yakin terhadap kemampuan diri saya 0,0 6,5 64,9 28,6 sendiri dalam menyelesaikan masalah. 6 Saya termotivasi untuk berprestasi lebih daripada 0,0 6,5 55,8 37,7 teman sekelas saya. 7 Saya selalu berkonsentrasi mendengarkan penjelasan 0,0 31,2 55,8 13,0 dosen di kelas. 8 Saya bertekad mencapai target belajar yang sudah 0,0 1,3 64,9 33,8 saya tetapkan. 9 Jika saya menginginkan sesuatu saya pasti berusaha 0,0 9,1 61,0 29,9 keras untuk mendapatkannya. 10 Saya hanya belajar dan memperhatikan pelajaran yang saya sukai.* 2,6 31,2 54,5 11,7 Ket: 1= sangat tidak setuju 2= tidak setuju 3= setuju 4= sangat setuju *= pernyataan negatif Pada dimensi motivasi sebagian besar contoh (72,7%) termasuk dalam kategori tinggi dan sisanya masuk dalam kategori sedang dengan nilai 27,3 persen. Hal ini menunjukkan contoh memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai sasaran atau target yang telah mereka tetapkan.

57 36 Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi motivasi Motivasi n % Rendah (10-20) 0 0,0 Sedang (21-30) 21 27,3 Tinggi (31-40) 56 72,7 Total ,0 Empati Seluruh item pernyataan pada dimensi empati mayoritas berada pada sebaran setuju. Lebih dari separuh contoh menjawab setuju pada item pernyataan saya merasa bahagia melihat teman yang tidak saya sukai sedih, saya bersedia mendengar keluh kesah teman, dan saya akan berempati dan prihatin bila ada teman yang terkena musibah (62,3%), saya menghormati pendapat orang lain, saya bisa menjaga rahasia teman, dan saya ikut bahagia bila teman saya berprestasi (68,8%), saya dapat menerima pikiran orang lain meskipun berbeda dengan pemikiran saya (77,9%), saya merasa biasa saja saat melihat berita bencana di TV (67,5%), saya dapat mengenali ekspresi orang lain dengan melihat ekspresi wajahnya (54,5%), dan ketika teman saya sedih saya akan berusaha menghiburnya (70,1%). Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan empati No Pernyataan Jawaban (%) Saya merasa bahagia melihat teman yang tidak saya 1,3 9,1 62,3 27,3 sukai sedih.* 2 Saya dapat menerima pikiran orang lain meskipun 0,0 5,2 77,9 16,9 berbeda dengan pemikiran saya. 3 Saya merasa tidak sedih atau biasa saja ketika melihat 0,0 14,3 67,5 18,2 berita bencana di TV.* 4 Saya bersedia mendengar keluh kesan teman saya. 0,0 6,5 62,3 31,2 5 Saya akan ikut prihatin dan berempati bila ada teman 1,3 2,6 62,3 33,8 yang terkena musibah. 6 Saya dapat mengenali emosi orang lain dengan melihat 0,0 5,2 54,5 40,3 ekspresi wajahnya. 7 Saya menghormati pendapat orang lain. 0,0 2,6 68,8 28,6 8 Saya bisa menjaga rahasia teman. 0,0 2,6 68,8 28,6 9 Saya merasa ikut bahagia bila teman saya berprestasi. 0,0 3,9 68,8 27,3 10 Ketika teman saya sedang sedih saya akan berusaha menghiburnya. 0,0 0,0 70,1 29,9 Ket: 1= sangat tidak setuju 2= tidak setuju 3= setuju 4= sangat setuju *= pernyataan negatif Berdasarkan Tabel 24 dapat dikatakan bahwa lebih dari separuh contoh (59,7%) termasuk dalam kategori yang memiliki empati tinggi, 40,3 persen contoh termasuk dalam kategori empati sedang, dan tidak ada contoh yang

58 37 berada pada empati kategori rendah. Hal ini menunjukkan contoh dapat merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif orang lain, dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi empati Empati n % Rendah (10-20) 0 0,0 Sedang (21-30) 31 40,3 Tinggi (31-40) 46 59,7 Total ,0 Keterampilan sosial Pada dimensi keterampilan sosial, lebih dari 60 persen contoh menjawab setuju pada item pernyataan saya selalu menyapa dosen saat bertemu (75,3%), saya rajin mengikuti kegiatan sosial karena menyukainya (64,9%), dan saya bersikap acuh tak acuh saat mendengar pengumuman gotong-royong di lingkungan rumah (70,1%). Lebih dari 50 persen contoh menjawab setuju pada item saya akan berusaha bersikap baik pada teman yang menemui saya dan saya mudah bergaul dengan teman yang tidak sekelas dengan saya (59,7%), saya kesulitan mengajak bermain teman baru, dan saya bersikap hormat kepada orang yang lebih tua ketika bertemu atau berpamitan (50,6%), saya dapat dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolah (57,1%), dan saya lebih suka mengerjakan tugas sendiri (58,4%). Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan keterampilan sosial No Pernyataan Jawaban (%) Saya selalu menyapa dosen bila bertemu dengan 1,3 10,4 75,3 13,0 mereka. 2 Saya kesulitan mengajak bermain teman yang baru 11,7 31,2 50,6 6,5 saya kenal.* 3 Pada hari pertama masuk sekolah saya dapat dengan 1,3 35,1 57,1 6,5 cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolah. 4 Saya lebih suka mengerjakan tugas sendiri dari pada 6,5 31,2 58,4 3,9 berdiskusi dengan teman.* 5 Saya bergaul tanpa membedakan latar belakang, ras, 1,3 1,3 48,1 49,4 dan agama. 6 Saya rajin mengikuti kegiatan sosial (seperti bakti sosial 0,0 16,9 64,9 18,2 dan menyantuni anak yatim) karena saya menyukainya. 7 Saya bersikap hormat pada orang yang lebih tua ketika 0,0 3,9 50,6 45,5 bertemu dan berpamitan. 8 Saya akan berusaha bersikap baik pada teman yang 0,0 2,6 59,7 37,7 menemui saya. 9 Saya mudah bergaul dengan teman yang tidak sekelas 0,0 22,1 59,7 18,2 dengan saya. 10 Saya berikap acuh tak acuh bila mendengar 3,9 15,6 70,1 10,4

59 38 No Pernyataan Jawaban (%) pengumuman kegiatan gotong-royong membersihkan lingkungan di sekitar rumah saya.* Ket: 1= sangat tidak setuju 2= tidak setuju 3= setuju 4=sangat setuju *= pernyataan negatif Keterampilan sosial contoh lebih dari separuh (64,9%) berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukan bahwa contoh sudah cukup mampu membina hubungan baik dengan orang disekitarnya dan mengatur emosinya ketika berhubungan dengan orang lain. Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan kategori dimensi keterampilan sosial Keterampilan Sosial n % Rendah (10-20) 0 0,0 Sedang (21-30) 50 64,9 Tinggi (31-40) 27 35,1 Total ,0 Prestasi akademik Prestasi akademik contoh diukur melalui indeks prestasi kumulatif (IPK). Tabel 27 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (72,7%) memiliki IPK lebih dari 2.75 dan hanya 2,6 persen contoh yang memiliki IPK dibawah Hal ini membuktikan bahwa contoh memiliki prestasi akademik yang baik. Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik Indeks Prestasi Kumulatif n % < , ,7 > ,7 Total ,0 Hubungan Karakteristik dengan Kecerdasan Emosional Uji hubungan antara karakteristik contoh dan keluarga dengan kecerdasan emosional dilakukan dengan uji korelasi Pearson. Hasil uji hubungan menunjukkan terdapat hubungan yang negatif signifikan antara pekerjaan ibu dengan dimensi kesadaran diri, hal ini menunjukkan bahwa ibu yang bekerja memiliki anak dengan kesadaran diri yang rendah. Terdapat hubungan positif signifikan antara pekerjaan ayah dengan dimensi pengaturan diri, hal ini menunjukkan bahwa ayah yang bekerja memiliki anak dengan pengaturan diri yang baik. Jenis kelamin contoh berhubungan positif signifikan dengan dimensi kesadaran diri, hal ini menunjukkan remaja perempuan memiliki kesadaran diri yang lebih baik dibanding remaja laki-laki.

60 39 Tabel 28 Koefisien korelasi karakteristik dengan kecerdasan emosional Karakteristik Kesadaran diri Pengatura n diri Motivasi Empati Keteram pilan sosial Kecerdasan emosional total Usia -0,040-0,004 0,090 0,107 0,024 0,004 Urutan -0,073-0,163-0,053-0,007-0,111-0,060 kelahiran Jenis kelamin 0.300** -0,031-0,115-0,118-0,003 0,042 Besar 0,121-0,038 0,036 0,034 0,096-0,102 keluarga Pendidikan 0,053 0,013-0,097 0,068 0,010 0,001 ayah Pendidikan 0,032 0,010-0,071 0,019 0,125 0,059 ibu Pendapatan -0,055 0,046-0,018-0,049-0,169-0,071 keluarga Usia ayah -0,061-0,145 0,100-0,199 0,051-0,089 Usia ibu 0,155 0,022 0,075 0,106 0,083 0,084 Pekerjaan 0,042 0,234* 0,075-0,001-0,138 0,084 ayah Pekerjaan ibu -0,299** -0,013-0,049-0,213 0,083-0,134 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the level (2-tailed). Hubungan Karakteristik dengan Gaya Pelatih Emosi Uji hubungan antara karakteristik contoh dan keluarga dengan gaya pelatih emosi dilakukan dengan uji korelasi Pearson. Hasil uji pada Tabel 29 menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan antara gaya pelatih emosi ayah dengan besar keluarga. Artinya, semakin besar jumlah anggota keluarga maka gaya pelatih emosi yang diterapkan ayah akan semakin buruk. Tabel 29 Koefisien korelasi karakteristik dengan gaya pelatih emosi Karakteristik Gaya Pelatih Emosi Ayah Gaya Pelatih Emosi Ibu Usia 0,194 0,111 Urutan kelahiran -0,008-0,069 Jenis kelamin 0,158 0,212 Besar keluarga -0,262* -0,136 Pendidikan ayah 0,148-0,010 Pendidikan ibu 0,086 0,167 Pendapatan keluarga -0,026 0,054 Usia ayah -0,145-0,055 Usia ibu 0,022 0,032 Pekerjaan ayah -0,084 0,032 Pekerjaan ibu 0,040 0,110 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Hubungan Gaya Pelatih Emosi dengan Kecerdasan Emosional Uji hubungan antara gaya pelatih emosi dengan kecerdasan emosional dilakukan dengan uji korelasi Pearson. Hasil uji hubungan pada Tabel 30 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara keduanya. Hal ini menjelaskan bahwa semakin baik gaya pelatih emosi yang dilakukan orang tua

61 40 maka akan semakin tinggi kecerdasan emosional anak. Gaya pelatih emosi ayah berhubungan positif signifikan dengan pengaturan diri dan empati. Hal ini menunjukkan bahwa ayah yang memberikan pola asuh emosi yang baik akan memiliki anak dengan pengaturan diri dan empati yang baik pula. Gaya pelatih emosi ibu berhubungan positif signifikan dengan empati. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang memberikan gaya pelatih emosi yang baik akan memiliki anak dengan empati yang baik pula. Tabel 30 Hubungan gaya pelatih emosi dengan kecerdasan emosional Variabel Kesadaran diri Pengaturan diri motivasi empati Keterampilan sosial Kecerdasan emosional Gaya ,263* 0,192 0,357** 0,114 0,348** pelatih emosi ayah Gaya pelatih emosi ibu 0,014 0,105 0,161 0,340** 0,198 0,372** * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the level (2-tailed). Hubungan Kecerdasan Emosional dan Gaya Pelatih Emosi dengan Prestasi Akademik Uji hubungan antara kecerdasan emosional dan gaya pelatih emosi dengan prestasi akademik dilakukan dengan uji korelasi Pearson. Hasil uji hubungan pada Tabel 31 menunjukkan kecerdasan emosional dimensi keterampilan sosial berhubungan negatif signifikan dengan prestasi akademik. Hal ini menjelaskan bahwa remaja dengan keterampilan sosial baik memiliki prestasi akademik yang buruk. Tabel 31 Hubungan kecerdasan emosional dan gaya pelatih emosi dengan prestasi akademik Variabel Prestasi akademik Kecerdasan emosional -0,056 Kesadaran diri -0,025 Pengaturan diri 0,059 Motivasi -0,130 Empati -0,221 Keterampilan sosial -0,316** Gaya pelatih emosi ayah -0,094 Gaya pelatih emosi ibu -0,110 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the level (2-tailed)

62 41 Pembahasan Gaya pelatih emosi dalam penelitian ini merupakan sebuah persepsi contoh terhadap gaya pelatih emosi yang diterima atau dirasakan oleh contoh mengenai pola asuh yang diterapkan orang tua. Gaya pelatih emosi yang diterapkan orang tua termasuk pada kategori emotional, hal ini menunjukkan bahwa orang tua sudah menerapkan pengasuhan emosi yang baik. Gottman dan De Claire (1997) menjelaskan bahwa ciri orang tua atau pengasuh yang menerapkan pola asuh emotional antara lain orang tua mengenalkan pada anak bahwa semua emosi dapat memiliki tujuan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, termasuk umumnya emosi yang dianggap negatif seperti marah, takut, dan sedih. Orang tua juga mengajarkan pada anak bagaimana mengatasi emosi negatif tersebut dengan cara yang positif. Pada gaya pelatih emosi yang dilakukan oleh ayah, besar keluarga berkorelasi negatif signifikan terhadap pola asuh emosi. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka pola asuh emosi yang dilakukan akan semakin buruk. Hal ini karena kepadatan anggota keluarga atau banyaknya anggota keluarga dapat mengganggu pola dan interaksi antar anggota keluarga sehingga muncul berbagai reaksi seperti acuh tak acuh, sikap bersaing, dan perasaan tersisih (Gunarsa dan Gunarsa 2000 Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan untuk menyadari perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan mengelola emosi diri dengan baik, kemampuan memotivasi diri, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain (Goleman 1999). Seseorang dapat dikatakan memilliki emosi yang positif jika ia dapat memberikan tanggapan yang positif terhadap suatu objek (Ali & Asrori 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja memiliki kecerdasan emosional kategori tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Katyal dan Awasthi (2005) yang menjelaskan bahwa kecerdasan emosional remaja tergolong baik. Kecerdasan emosional memiliki lima dimensi, yaitu: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Jenis kelamin remaja berkorelasi positif dengan dimensi pengaturan diri. Remaja perempuan memiliki kesadaran emosi diri yang lebih baik dibanding remaja laki-laki. Hal ini sejalan dengan Goleman (2007) yang mengatakan remaja laki-laki kurang peka terhadap keadaan emosi diri sendiri maupun orang lain. Pekerjaan ayah berkorelasi positif signifikan dengan dimensi pengaturan diri. Ayah yang bekerja memiliki remaja

63 42 yang pengaturan dirinya baik. Hal ini dapat terjadi karena ayah yang bekerja memberikan kesempatan pada remaja untuk lebih mandiri dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam hal kemandirian secara emosi yang membuat remaja dapat menangani emosinya sendiri sehingga akan berdampak postif pada pelaksanaan tugasnya. Pekerjaan ibu berkorelasi negatif signifikan dengan dimensi kesadaran diri. Ibu yang bekerja memiliki remaja yang kesadaran dirinya rendah. Sebaliknya, ibu yang tidak bekerja akan memiliki remaja dengan kesadaran diri tinggi. Adanya asumsi bahwa ibu yang tidak bekerja atau berprofesi sebagai ibu rumah tangga akan memiliki kuantitas waktu yang baik dengan remaja. Kuantitas waktu yang baik sangat mendukung perkembangan kecerdasan emosional remaja karena mereka akan mendapatkan perhatian yang cukup, interaksi yang baik antara ibu dan anak, dan lain-lain. Kuantitas waktu yang digunakan dalam pengasuhan pun akan berhubungan dengan kualitas dari pengasuhan itu sendiri. Gaya pelatih emosi berkorelasi positif signifikan dengan kecerdasan emosional. Semakin baik gaya pelatih emosi yang dilakukan orang tua maka remaja akan memiliki kecerdasan emosional yang semakin baik pula. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Karamoy (2008) yang mengatakan bentuk gaya pelatih emosi yang memengaruhi kecerdasan emosional remaja dan kepribadiannya adalah emotional atau pelatih emosi. Rahayu (2011) juga mengatakan bahwa penerapan gaya pelatih emosi yang baik oleh orang tua akan menjadikan remaja memiliki kecerdasan emosional yang baik pula. Gaya pelatih emosi berkorelasi positif signifikan dengan pengaturan diri dan empati remaja. Semakin baik pola asuh emosi yang dilakukan orang tua maka remaja akan memiliki pengaturan diri dan empati yang semakin baik pula. Hal ini karena orang tua yang menerapkan emotional mengajarkan anak bagaimana cara menangani emosi yang dirasakannya sehingga tidak merugikan diri sendiri dan berdampak positif terhadap pelaksanaan tugas remaja sehari-hari. Orang tua yang menerapkan emotional memberikan contoh pada remaja tentang bagaimana berempati, sehingga remaja akan memiliki empati yang tinggi karena mendapat contoh dari orang tua dalam praktek pengasuhannya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Gaya pelatih emosi dan kecerdasan emosional tidak berkorelasi signifikan terhadap prestasi akademik. Hal ini bertentangan dengan hasil beberapa penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Schickedanz (1995) yang

64 43 mengatakan kecerdasan emosional bisa dijadikan prediktor kuat atas keberhasilan akademik karena kecerdasan emosional berkaitan dengan kompetensi individual yang mengarah pada perilaku yang berorientasi pada tugas, Low dan Nelson (2004) yang mengatakan tingkat kecerdasan emosional seseorang menjadi faktor kunci dalam pencapaian prestasi akademik, Tella dan Tella (2003) yang mengatakan kecerdasan emosional dan keterlibatan orang tua dalam pembelajaran anak berhubungan positif dengan prestasi akademik, dan penelitian Abisamra (2000) yang menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan prestasi akademik. Gaya pelatih emosi yang tidak berhubungan dengan prestasi akademik juga bertentangan dengan Gottman dan De Claire (1997) menyatakan bahwa anak yang orang tuanya secara baik dan stabil memraktekkan emotional akan mendapatkan nilai yang lebih tinggi secara akademik bila dibandingkan dengan anak yang orang tuanya tidak secara baik dan stabil memberikan emotional. Hasil yang bertentangan dalam penelitian ini disebabka oleh sebaran nilai IPK mahasiswa yang tidak merata. Keterampilan sosial berkorelasi negatif signifikan dengan prestasi akademik. Semakin baik prestasi akademik remaja maka semakin buruk keterampilan sosial yang dimilikinya. Hal tersebut bisa terjadi karena remaja yang terlalu fokus pada prestasi akademiknya sehingga sedikit mengabaikan hubungan sosialnya dengan orang lain, sehingga membuat remaja tidak memiliki keterampilan sosial yang cukup baik.

65 44

66 45 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan berusia 20 tahun dan tergolong pada kategori anak sulung dalam keluarga. Hampir seluruh ayah dan ibu contoh berada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun), persentase terbesar pendidikan ayah adalah S1/sarjana dan ibu adalah tamat SMA. Mayoritas pekerjaan ayah adalah wiraswasta sedangkan ibu contoh tidak bekerja. Mayoritas pendapatan keluarga contoh berada pada kisaran Rp Rp per bulan. Lebih dari separuh keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga sedang (5-7 orang). Gaya pelatih emosi yang dilakukan hampir separuh ayah dan lebih dari separuh ibu mayoritas berada pada gaya emotional. Kecerdasan emosional contoh berada pada kategori tinggi. Kecerdasan emosional dimensi kesadaran diri, motivasi, dan empati contoh berada pada kategori tinggi. Kecerdasan emosional dimensi pengaturan diri dan keterampilan sosial berada pada kategori sedang. Prestasi akademik contoh yang diukur melalui Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) menunjukkan lebih dari separuh contoh memiliki IPK lebih dari 2,75. Besar keluarga berhubungan negatif signifikan dengan gaya pelatih emosi ayah. Remaja perempuan memiliki kecerdasan emosional dimensi kesadaran diri yang lebih baik dibanding remaja laki-laki. Status pekerjaan ayah berhubungan positif signifikan dengan kecerdasan emosional dimensi pengaturan diri. Status pekerjaan ibu berkorelasi negatif signifikan dengan kecerdasan emosional dimensi kesadaran diri. Gaya pelatih emosi ayah berhubungan positif signifikan dengan kecerdasan emosional dimensi pengaturan diri dan empati. Gaya pelatih emosi ibu hanya berhubungan positif signifikan dengan kecerdasan emosional dimensi empati. Gaya pelatih emosi dan kecerdasan emosional total tidak berhubungan dengan prestasi akademik contoh. Kecerdasan emosional dimensi keterampilan sosial berhubungan negatif signifikan dengan prestasi akademik.

67 46 Saran Orang tua harus menambah wawasan mereka tentang pola asuh emosi agar bisa memberikan pengasuhan yang lebih baik pada remaja. Remaja dengan ibu yang bekerja memiliki kesadaran diri yang rendah, sehingga diharapkan para ibu yang bekerja tetap mementingkan perkembangan anak dengan cara meningkatkan kualitas hubungan dengan anak diantara sedikitnya kuantitas waktu yang tersedia. Beberapa cara yang bisa dilakukan ibu diantaranya lebih banyak berdiskusi tentang hal apa saja yang terjadi pada anak dan memberikan cara penyelesaian masalah terhadap permasalahan sehari-hari yang dihadapi anak. Institut Pertanian Bogor perlu menambahkan training soft skill untuk mahasiswa agar mahasiswa dapat melatih kecerdasan emosional dimensi ketrampilan sosial. Pada penelitian ini responden yang diambil hanya dari Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), diharapkan untuk penelitian selanjutnya lingkup responden bisa menjadi lebih luas dan proporsi yang seimbang antara responden perempuan dan laki-laki. Masih banyaknya variabel lain yang memengaruhi prestasi akademik yang tidak terdapat dalam model. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya juga disarankan untuk menambahkan variabel keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak dan hubungan orang tua dengan sekolah.

68 47 DAFTAR PUSTAKA AbiSamra N The Relationship Between Emotional Intelligence and Academic Achievement in Eleven Graders. Journal Research in Education. Vol 4, No. 4, Ali M, Asrori M Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara Collins, WA. & Kuczaj, SA Developmental Psychology: Childhood and Adolescence. New York: Macmillan. Daengsari D Perkembangan emosi si prasekolah.[internet]. [29 November 2011]. Tersedia pada: Dini NR Hubungan kecerdasan emosional dengan kepatuhan dan kemandirian santri remaja di pondok pesantren [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Fitri Pengertian kecerdasan emosi.[internet]. [19 Desember 2011]. Tersedia pada: Goleman D Kecerdasan Emosional Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Widodo AT, penerjemah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka. Terjemahan dari: Working wih EI Kecerdasan Emosional, Mengapa Emotional Intelligence Lebih Penting Daripada Intelligence Quotient. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka. Gottman J. & DeClaire J The Heart of Parenting. Great Britain: Clays Ltd, St Ives plc. Gunarsa SD, Gunarsa YS Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hastuti D Pengasuhan: Teori Serta Prinsip dan Apolikasinya di Indonesia. Diktat kuliah, Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Hurlock Adolescent Development Fourth Edition. Tokyo: McGraw-Hill Kogasuka, Ltd.

69 Perkembangan Anak Edisi Ke- 6. Tjandrasa M. Zarkasih M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Child Development Sixth Edition PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Karamoy ST Gaya Pengasuhan Orang Tua dalam Perkembangan Anak. Jurnal FORMAS, Vol 1, No.4, Katyal S, Awasthi E Gender Differences in Emotional Intelligence Among Adolescences of Chandigarh. Journal Human Ecology. Vol 12, No.2, Kusuma, WM Kejahatan remaja terjadi tiap 28,17 menit.[internet]. [30 September 2012]. Tersedia pada: Low GR,dan Nelson DA Emotional Intelligence: Effectively Bridging The Gap Between High School and College. Journal of Education Psychology. Vol 92, No.2, Maulia, Erwida Indonesia ranks 124th in 2011 Human Development Index.[internet]. [23 Februari 2012]. Tersedia pada: Monks FJ, Knoers AMP, dan Haditono SR Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rahayu IP Hubungan pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosi anak [skripsi]. Surabaya: Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga. Sahputra N Hubungan konsep diri dengan prestasi akademik Mahasiswa S1 keperawatan [skripsi]. Medan: Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Santrock JW Adult Development and Aging. Iowa: Wm C.Brown Adolescence: Perkembangan Remaja (Edisi ke-6). Penerjemah; Adelar S, Saragih S. Terjemahan dari: Adolescence. Sarwono J Metode riset skripsi: pendekatan kuantitatif (menggunakan prosedur SPSS). Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Schickedanz JA Familty Socialization and Academic Achievement. Journal of Education. Vol 2, No. 1, Setiawan Meraih nilai akademik maksimal.[internet]. [26 April 2012]. Tersedia pada: Sobur A Psikologi umum. Bandung: Pustaka Setia.

70 49 Soemanto W Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Steinberg Adolescence, Third Edition. New York: McGraw-Hill, Inc. Tella A, Tella A Parental Involvement, Home Background and School Environment as Determinant of Academic Achievement of Secondary School Students In Osun State, Nigeria. Journal of Cross Cultural Psychology and Sport Facilitation. Vol 5, No. 2, Zulkifli Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

71 50

72 LAMPIRAN 51

73 52

74 53 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN GAYA PELATIH EMOSI AYAH IBU HUBUNGANNYA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR No urut responden :..(diisi oleh enumerator) Tanggal wawancara :. Enumerator :. Nama responden :. Angkatan :. Fakultas :. Departemen :. Usia :. Jenis kelamin* : 1. Laki-laki 2. Perempuan Anak ke-* : Lainnya Besar keluarga :. Uang saku perbulan : Rp.. Alamat :.. No HP :. No. Karakteristik keluarga Ayah Ibu 1 Nama orang tua 2 Usia orang tua 3 Pekerjaan orang tua 4 Pendapatan keluarga 5 Pendidikan orang tua Keterangan: *pilih salah satu dengan melingkari nomor jawaban

75 54 A. Kuesioner Gaya Pelatih Emosi No. Isilah dengan menulis macam respon yang menurut anda paling sesuai pada kolom yang tersedia. Pernyataan 1. Saya merasa bahagia ketika UKM yang saya ikuti memenangkan suatu kompetisi. 2. Saya merasa bahagia saat IP saya meningkat dari semester sebelumnya. 3. Saya merasa bahagia saat mendapat teman baru. 4. Saya merasa bahagia ketika saya bias memuaskan hobi saya menonton film. 5. Saya merasa bahagia ketika Bersikap biasa saja. Bersikap biasa saja. Bersikap biasa saja. Bersikap biasa saja. Bersikap biasa saja. Respon yang Macam Respon Ditunjukkan A B C D Ayah Ibu Meremehkan kebahagiaan yang saya rasakan. Meremehkan kebahagiaan yang saya rasakan. Meremehkan kebahagiaan yang saya rasakan. Meremehkan kebahagiaan yang saya rasakan. Meremehkan kebahagiaan yang Ikut merasakan apa yang saya rasakan. Ikut merasakan apa yang saya rasakan. Ikut merasakan apa yang saya rasakan. Ikut merasakan apa yang saya rasakan. Ikut merasakan apa yang saya rasakan. Ikut merasakan kebahagian saya dan memberi contoh cara mengekspresikan kebahagiaan dengan tepat. Ikut merasakan kebahagian saya dan memberi contoh cara mengekspresikan kebahagiaan dengan tepat. Ikut merasakan kebahagian saya dan memberi contoh cara mengekspresikan kebahagiaan dengan tepat. Ikut merasakan kebahagian saya dan memberi contoh cara mengekspresikan kebahagiaan dengan tepat. Ikut merasakan kebahagian saya dan

76 55 kembali ke rumah untuk berkumpul bersama keluarga. 6. Saya merasa sedih saat saya tidak bias mengikuti UKM yang saya inginkan. 7. Saya merasa sedih ketika nilai ujian saya rendah. 8. Saya merasa sedih saat bertengkar dengan teman baik saya. 9. Saya merasa sedih saat mengetahui koleksi DVD film saya ada yang rusak/hilang. Mengatakan saya tidak perlu merasa sedih hanya karena hal tersebut. Mengatakan saya tidak perlu merasa sedih hanya karena hal tersebut. Mengatakan saya tidak perlu merasa sedih hanya karena hal tersebut. Mengatakan saya tidak perlu merasa sedih hanya karena hal tersebut. saya rasakan. Mengucilkan rasa sedih yang sayarasakan. Mengucilkan rasa sedih yang sayarasakan. Mengucilkan rasa sedih yang sayarasakan. Mengucilkan rasa sedih yang sayarasakan. Memahami kesedihan saya tapi tidak memberikan arahan bagaimana mengatasi kesedihan saya. Memahami kesedihan saya tapi tidak memberikan arahan bagaimana mengatasi kesedihan saya. Memahami kesedihan saya tapi tidak memberikan arahan bagaimana mengatasi kesedihan saya. Memahami kesedihan saya tapi tidak memberikan arahan bagaimana mengatasi kesedihan saya. memberi contoh cara mengekspresikan kebahagiaan dengan tepat. Mendengarkan dan memahami kesedihan saya lalu membantu saya memikirkan cara menyelesaikan masalah tersebut. Mendengarkan dan memahami kesedihan saya lalu membantu saya memikirkan cara menyelesaikan masalah tersebut. Mendengarkan dan memahami kesedihan saya lalu membantu saya memikirkan cara menyelesaikan masalah tersebut. Mendengarkan dan memahami kesedihan saya lalu membantu saya memikirkan cara menyelesaikan masalah tersebut.

77 Saya merasa sedih saat harus berpisah dengan keluarga dan kembali ke Bogor. 11. Saya marah saat anggota UKM tidak menjalankan tugasnya dengan baik. 12. Saya merasa marah saat ada orang lain meniru tugas saya. 13. Saya marah ketika ada teman yang menjelekjelekkan saya. 14. Saya marah saat orang lain Mengatakan saya tidak perlu merasa sedih hanya karena hal tersebut. Mengatakan bahwa tidak perlu marah hanya karena hal kecil seperti itu. Mengatakan bahwa tidak perlu marah hanya karena hal kecil seperti itu. Mengatakan bahwa tidak perlu marah hanya karena hal kecil seperti itu. Mengatakan bahwa tidak perlu Mengucilkan rasa sedih yang sayarasakan. Memberikan hukuman atas kemarahan saya. Memberikan hukuman atas kemarahan saya. Memberikan hukuman atas kemarahan saya. Memberikan hukuman atas Memahami kesedihan saya tapi tidak memberikan arahan bagaimana mengatasi kesedihan saya. Menerima kemarahan saya tapi tidak memberikan arahan bagaimana baiknya saya bersikap. Menerima kemarahan saya tapi tidak memberikan arahan bagaimana baiknya saya bersikap. Menerima kemarahan saya tapi tidak memberikan arahan bagaimana baiknya saya bersikap. Menerima kemarahan saya Mendengarkan dan memahami kesedihan saya lalu membantu saya memikirkan cara menyelesaikan masalah tersebut. Menerima dan menenangkan lalu mengajarkan saya batasan dan bagaimana sebaiknya saya menunjukkan rasa marah. Menerima dan menenangkan lalu mengajarkan saya batasan dan bagaimana sebaiknya saya menunjukkan rasa marah. Menerima dan menenangkan lalu mengajarkan saya batasan dan bagaimana sebaiknya saya menunjukkan rasa marah. Menerima dan menenangkan lalu

78 57 merusak DVD film saya. 15. Saya marah saat teman kost masuk ke dalam kamar saya tanpa izin. 16. Saya takut kalau tim UKM saya tidak memenangkan suatu kompetisi. 17. Saya merasa takut kalau IP saya menurun dibanding IP semester sebelumnya. 18. Saya takut perkataan saya akan menyinggung perasaan teman. marah hanya karena hal kecil sepertii tu. Mengatakan bahwa tidak perlu marah hanya karena hal kecil seperti itu. Meminta saya untuk menghilangkan rasa takut itu secepatnya. Meminta saya untuk menghilangkan rasa takut itu secepatnya. Meminta saya untuk menghilangkan rasa takut itu secepatnya. kemarahan saya. Memberikan hukuman atas kemarahan saya. Menganggap ketakutan saya tidak masuk akal dan memberikan hukuman. Menganggap ketakutan saya tidak masuk akal dan memberikan hukuman. Menganggap ketakutan saya tidak masuk akal dan memberikan hukuman. tapi tidak memberikan arahan bagaimana baiknya saya bersikap. Menerima kemarahan saya tapi tidak memberikan arahan bagaimana baiknya saya bersikap. Hanya menghibur saya tanpa memberikan nasihat tentang bagaimana saya menangani perasaan tersebut. Hanya menghibur saya tanpa memberikan nasihat tentang bagaimana saya menangani perasaan tersebut. Hanya menghibur saya tanpa memberikan nasihat tentang bagaimana saya mengajarkan saya batasan dan bagaimana sebaiknya saya menunjukkan rasa marah. Menerima dan menenangkan lalu mengajarkan saya batasan dan bagaimana sebaiknya saya menunjukkan rasa marah. Membantu dan mengajari saya cara untuk mengatasi rasa takut tersebut. Membantu dan mengajari saya cara untuk mengatasi rasa takut tersebut. Membantu dan mengajari saya cara untuk mengatasi rasa takut tersebut.

79 Saya merasa takut untuk meminjamkan koleksi DVD saya pada orang lain. 20. Saya merasa takut saat berada sendiri di kost. Meminta saya untuk menghilangkan rasa takut itu secepatnya. Meminta saya untuk menghilangkan rasa takut itu secepatnya. Menganggap ketakutan saya tidak masuk akal dan memberikan hukuman. Menganggap ketakutan saya tidak masuk akal dan memberikan hukuman. menangani perasaan tersebut. Hanya menghibur saya tanpa memberikan nasihat tentang bagaimana saya menangani perasaan tersebut. Hanya menghibur saya tanpa memberikan nasihat tentang bagaimana saya menangani perasaan tersebut. Membantu dan mengajari saya cara untuk mengatasi rasa takut tersebut. Membantu dan mengajari saya cara untuk mengatasi rasa takut tersebut.

80 59 B. Kecerdasan Emosional Remaja Isilah dengan menceklist ( ) salah satu kolom di bawah ini yang menurut Anda paling sesuai. Keterangan: STS: Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju No. Pernyataan Pilihan Jawaban 1 Saya tahu kalau saya sedang sedih. Saya mengetahui sifat buruk yang 2 saya miliki. Saya sadar bahwa perasaan malu 3 untuk bertanya dapat menganggu kesulitan saya dalam belajar. Saya tahu kalau saya sedang 4 cemas. Saya sering merasa tidak mampu 5 melakukan hal yang baru. Saya menyadari kekurangan saya di sekolah dan berusaha 6 mengimbanginya dengan belajar lebih giat. Suasana yang menegangkan 7 membuat saya tidak bisa berfikir dengan tenang. Saya tahu hal-hal yang 8 menyebabkan saya malas belajar. Saya merasa banyak kekurangan 9 dibandingkan dengan orang lain. Saya tahu hal-hal apa saja yang 10 membuat saya bahagia. 11 Saya berusaha untuk sabar ketika diejek oleh teman. 12 Saya selalu belajar sesuai dengan jadwal yang telah saya susun. 13 Saya tetap belajar walau tidak ada ulangan. 14 Saya mampu menahan keinginan STS TS S SS

81 60 pribadi demi mencapai suatu yang lebih besar. 15 Ketika saya merasa marah, saya akan melampiaskanya dengan gerakan tubuh tapi tidak merusak sesuatu atau menyakiti orang lain, contohnya mengepalkan tangan. 16 Saya berusaha untuk tidak menyontek saat ujian. 17 Saya mampu menahan marah kepada teman saya walau dia menyakiti saya. 18 Saya mampu bersabar, menahan diri, dan bersikap tenang ketika menghadapi kemarahan orang lain terhadap saya. 19 Saya membuang sampah di tempat sampah. 20 Saya akan mengalihkan perhatian dari rasa sedih yang saya rasakan dan berusaha menghibur diri. 21 Saya selalu berusaha untuk dapat mewujudkan cita-cita saya. 22 Saya berusaha meningkatkan IP di tiap semester. 23 Saya akan terus berusaha mendapat nilai-nilai yang terbaik di antara teman-teman sekelas. 24 Saya percaya dengan cita-cita saya meski orang lain tidak memahaminya. 25 Saya sangat yakin terhadap kemampuan diri saya sendiri dalam menyelesaikan masalah. 26 Saya termotivasi untuk berprestasi lebih daripada teman sekelas saya. 27 Saya selalu berkosentrasi mendengarkan penjelasan dosen di kelas. 28 Saya bertekad mencapai target belajar yang sudah saya tetapkan. 29 Jika saya menginginkan sesuatu saya pasti berusaha keras untuk mendapatkannya. 30 Saya hanya belajar dan memperhatikan pelajaran yang saya sukai.* 31 Saya merasa bahagia melihat teman yang tidak saya sukai sedih.* 32 Saya dapat menerima pikiran orang lain meskipun berbeda dengan pemikiran saya.

82 61 33 Saya merasa tidak sedih atau biasa saja ketika melihat berita bencana di TV.* 34 Saya bersedia mendengar keluh kesan teman saya. 35 Saya akan ikut prihatin dan berempati bila ada teman yang terkena musibah. 36 Saya dapat mengenali emosi orang lain dengan melihat ekspresi wajahnya. 37 Saya menghormati pendapat orang lain. 38 Saya bisa menjaga rahasia teman. 39 Saya merasa ikut bahagia bila teman saya berprestasi. 40 Ketika teman saya sedang sedih saya akan berusaha menghiburnya. 41 Saya selalu menyapa dosen bila bertemu dengan mereka. 42 Saya kesulitan mengajak bermain teman yang baru saya kenal.* 43 Pada hari pertama masuk sekolah saya dapat dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolah. 44 Saya lebih suka mengerjakan tugas sendiri dari pada berdiskusi dengan teman.* 45 Saya bergaul tanpa membedakan latar belakang, ras, dan agama. 46 Saya rajin mengikuti kegiatan sosial (seperti bakti sosial dan menyantuni anak yatim) karena saya menyukainya. 47 Saya bersikap hormat pada orang yang lebih tua ketika bertemu dan berpamitan. 48 Saya akan berusaha bersikap baik pada teman yang menemui saya. 49 Saya mudah bergaul dengan teman yang tidak sekelas dengan saya. 50 Saya berikap acuh tak acuh bila mendengar pengumuman kegiatan gotong-royong membersihkan lingkungan di sekitar rumah saya.*

83 62 C. Prestasi Akademik Isilah tabel dibawah ini sesuai dengan nilai yang anda dapatkan. No. Semester/ tahun ajaran Indeks Prestasi (IP) Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)

84 63 Lampiran 2 Nilai koefisien korelasi pearson antar variabel penelitian Us ia Jeni s kela min Usia 1-0,05 7 Jenis kelamin Urutan lahir Bsr kelrg Usia ayah Urut an lahir 0, ,04 2 Bsr kelrg - 0,12 9-0, ,03 47** Usia ayah 0,10 8-0,11 0 0,22 6* 1 0,22 4 Usia ibu 0,02 5-0,11 3 0,07 2 0, ,04 3 Pkrj ayah - 0,17 5-0,14 0-0,30 3** - 0,04 5-0,28 8* Usia ibu 1-0,06 9 Pkrj ayah Pkrji bu - 0,75-0,02 4-0,15 6 0,09 3-0,13 0-0, ,00 6 Pnd dkn ayah - 0,30 4** 0,03 7 0,03 5-0,23 9* - 0,09 6 0,08 0-0,16 1 Pkrj ibu 1-0,16 6 Pnddkn ayah Pnddkn ibu Pdpt kelrg Pola asuh Pnd dkn ibu - 0,19 9-0,00 6-0,12 0-0,19 5-0,19 3 0,12 8 0,03 7 0,71 9** 1 -,571 ** Pdpt kelrg -,209-0,03 2-0,03 1-0,09 7-0,00 9-0,07 0 0,13 3 0, ,20 2 Pola asuh emo si total 0,12 1 0,29 8** - 0,08 0-0,21 9-0,18 9-0,01 5-0,01 5 0,04 6 0,06 9 0, ,00 8 Pola asuh emosi ayah Pola asuh emosi ibu Kecerda san emosion al total Kesad aran diri Penga turan diri Moti vasi 0,073 0,075 0,004-0,040-0,004 0,09 0 0,282* 0,281* 0,042 0,300* * -0,031-0,11 5 0,002-0,065-0,060-0,073-0,163-0,05 3-0,335* * - 0,288* - 0,273* -0,102 0,121-0,038 0,03 6-0,204-0,089-0,061-0,145 0,10 0 0,032 0,006 0,084 0,155 0,022 0,07 5-0,064 0,006 0,084 0,042 0,234* 0,07 5-0,001 0,092-0,134-0,299* * -0,013-0,04 9 0,228* 0,091 0,001 0,053 0,013-0,09 7 0,146 0,250* 0,059 0,032 0,010-0,07 1-0,047 0,078-0,071-0,055 0,046-0, ,786* * 0,869* * 0,265* 0,128 0,242* 0,17 7 Emp ati 0,10 7-0,11 8-0,00 7 0,03 4-0,19 9 0,10 6-0,00 1-0,21 3 0,06 8 0,01 9-0,04 9 0,25 2* Ketera mpilan sosial Prest asi akad emik 0,024-0,051-0,003 0,179-0,111-0,27 0,096-0,038 0,051-0,064 0,083 0,052-0,138 0,052 0,083-00,10 6* 0,010-0,084 0,125-0,178-0,169-0,125-0,024-0,029

85 64 emosi total Pola asuh emosi ayah Pola asuh emosi ibu Kecerda san emosio nal total Kesadar an diri Pengatu ran diri 1 0,861* * 0,289* 0,086 0,243* 0, ,256* 0,072 0,228* 0, ,412* * 0,467* * 0,56 8** 0,36 2** 0,21 3 0,48 0** -0,031-0,011 0,029-0, ,226* 0,26 0* 0,22 3 0,045-0, ,36 0,19 0,114 0,059 8** 7 Motivasi 1 0,27-0,039-0* 0,130 Empati 1 0,326* - * 0,221 Ketera 1 - mpilan 0,316 sosial Prestasi akadem ik * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the level (2-tailed). 0,311* * 0,062 1

86 65 Lampiran 3 sebaran contoh berdasarkan pola asuh emosi ayah No. Disapproving Dismissing Laissez faire Emotional Gaya pelatih emosi Dismissing Dismissing Dismissing Dismissing Emotional Dismissing Dismissing Dismissing Emotional Dismissing Dismissing Dismissing Dismissing Laissez faire Emotional Dismissing Dismissing Dismissing Laissez faire Laissez faire Emotional Laissez faire Emotional Emotional Emotional Emotional Dismissing Dismissing Emotional Emotional Dismissing Laissez faire Laissez faire Laissez faire Emotional

87 66 No. Disapproving Dismissing Laissez faire Emotional Gaya pelatih emosi Emotional Emotional Emotional Emotional Laissez faire Emotional Emotional Dismissing Emotional Emotional Emotional Dismissing Emotional Emotional Dismissing Emotional Emotional Dismissing Laissez faire Dismissing Emotional Dismissing Emotional Dismissing dismissing Dismissing Laissez faire Laissez faire Emotional Laissez faire Laissez faire Emotional

88 67 No. Disapproving Dismissing Laissez faire Emotional Gaya pelatih emosi Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional Laissez faire Laissez faire Dismissing Emotional Dismissing

89 68 Lampiran 4 sebaran contoh berdasarkan pola asuh emosi ibu No. Disapproving Dismissing Laissez faire Emotional Gaya pelatih emosi Dismissing Emotional Dismissing Dismissing Emotional Laissez faire Emotional Dismissing Emotional Dismissing Dismissing Dismissing Dismissing Laissez faire Emotional Emotional Dismissing Emotional Laissez faire Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional Dismissing Dismissing Emotional Emotional

90 69 No. Disapproving Dismissing Laissez faire Emotional Gaya pelatih emosi Dismissing Emotional Laissez faire Laissez faire Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional Laissez faire Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional Dismissing Emotional Emotional Dismissing Emotional Emotional Dismissing Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional

91 70 No. Disapproving Dismissing Laissez faire Emotional Gaya pelatih emosi Dismissing Dismissing Emotional Dismissing Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional Emotional Laissez faire Emotional Emotional Emotional Laissez faire Emotional Emotional Dismissing

92 71 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, Kota Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 8 Agustus Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Achmadsyah Kidam dan Erni Rita. Pada tahun 2002, penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 06 Pagi Cipinang Jaya, Jakarta Timur. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di sekolah menengah pertama di SMP Negeri 52 Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun 2008, penulis menamatkan sekolah mengengah atas di SMA Negeri 50 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan strata satu ke Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Petanian Bogor melalui jalur SNMPTN. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kepanitian sebagai divisi logistik dan transportasi pada Masa Perkenalan Departemen tahun Penulis juga merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk memasuki era globalisasi yaitu, era dimana pertukaran budaya, seni, dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Salah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan

METODE PENELITIAN. SMP Negeri 1 Dramaga. Siswa kelas 8 (9 kelas) Siswa kelas 8.4 dan 8.6 n= siswa laki-laki 30 siswa perempuan 18 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian interaksi keluarga yang memfokuskan pada interaksi antara ibu dengan anak. Desain yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yakni data yang dikumpulkan pada suatu waktu dan tidak berkelanjutan (Singarimbun & Efendi 1995). Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, pengaruh globalisasi bukan hanya membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan juga membawa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross-Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cepat, lengkap serta dalam satu waktu dan tidak berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu. Lokasi penelitian adalah Desa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan.

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan. 27 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh penelitian. Purposive. Proporsional random sampling. Mahasiswa TPB-IPB 2011/2012 (N=3494) 19 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengumpulan data hanya dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan, serta retrospektif karena

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR ELIS TRISNAWATI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan 60 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Bogor, Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh 29 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yaitu suatu penelitian yang dilakukan pada saat dan waktu tertentu. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja. Hal ini termasuk latar belakang penelitian, rumusan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI 1 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

METODE Desain, Lokasi dan Waktu Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

METODE Desain, Lokasi dan Waktu Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 29 METODE Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Bogor, terdiri dari tiga

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DAN KESIAPAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : RESTY HERMITA NIM K4308111 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 17 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pola penggunaan jejaring sosial terhadap motivasi dan alokasi waktu belajar siswa SMPN 1 Dramaga, menggunakan desain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak 25 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang hanya dilakukan pada satu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Penurunan kinerja karyawan akan

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Penurunan kinerja karyawan akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, kecerdasan emosional menjadi bahan pembicaraan yang semakin hangat diperbincangkan. Dalam berbagai teori, kecerdasan emosional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Era globalisasi merupakan suatu zaman dimana pertukaran budaya, seni dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS 1 PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT ULFAH MUSHLIHA ADHANI PUARADA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemillihan tempat dilakukan dengan cara pupossive, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 36 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study dengan metode survey. Penelitian dengan desain Cross Sectional Study yaitu penelitian yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB-UB). Jika

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB-UB). Jika 76 BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Obyek Penelitian JAFEB-UB merupakan salah satu jurusan dari tiga jurusan yang ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB-UB).

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

GAYA PENGASUHAN, INTERAKSI AYAH-REMAJA, KELEKATAN, DAN KEPUASAN AYAH

GAYA PENGASUHAN, INTERAKSI AYAH-REMAJA, KELEKATAN, DAN KEPUASAN AYAH GAYA PENGASUHAN, INTERAKSI AYAH-REMAJA, KELEKATAN, DAN KEPUASAN AYAH HUSFANI ADHARIANI PUTRI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ABSTRACT Husfani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Dengan menggunakan rumus dan margin error 0,1 diperoleh jumlah contoh sebagai berikut:

METODE PENELITIAN. Dengan menggunakan rumus dan margin error 0,1 diperoleh jumlah contoh sebagai berikut: METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan metode survei. Penelitian dengan desain cross sectional study adalah penelitian yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan 46 KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan keluarga yang mengalami perpisahan dengan istri dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketiadaan istri dalam keluarga menjadi tantangan

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak terlupakan karena penuh dengan kegembiraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1.

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa disajikan pada gambar 1. 20 KERANGKA PEMIKIRAN Menurut seorang pakar ekologi keluarga yaitu Bronfenbrener menyatakan bahwa anak adalah salah sebuah unsur dalam lingkungan. Hal tersebut ditinjau dari sudut pandang dalam perpsektif

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di 6 sekolah yang terdiri dari SMA dan SMK negeri dan swasta di Kota Bogor.

Lebih terperinci

Riza Arisandi 1 dan Melly Latifah 2

Riza Arisandi 1 dan Melly Latifah 2 ANALISIS PERSEPSI ANAK TERHADAP GAYA PENGASUHAN ORANGTUA, KECERDASAN EMOSIONAL, AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 3 SUKABUMI (Analysis of Children Perspective Parenting Form,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya

Lebih terperinci

No urut responden :..(diisi oleh enumerator) Tanggal wawancara :. Enumerator :. Nama responden :. Departemen :.

No urut responden :..(diisi oleh enumerator) Tanggal wawancara :. Enumerator :. Nama responden :. Departemen :. LAMPIRAN 1 2 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN GAYA PELATIH EMOSI AYAH IBU HUBUNGANNYA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan sosial (social skill) adalah kemampuan untuk dapat berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain. Keterampilan sosial meliputi beberapa hal, diantaranya

Lebih terperinci

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR LAMPIRAN I KATA PENGANTAR Dengan hormat, Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai hubungan antara kemandirian dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR GIYARTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross-sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Belajar merupakan masalah bagi setiap orang, dan tidak mengenal usia dan waktu lebih-lebih bagi pelajar, karena masalah belajar tidak dapat lepas dari dirinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa dimana usianya berkisar antara 12-21 tahun. Pada masa ini individu mengalami berbagai

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah didera oleh berbagai keterpurukan, yang diantara penyebab keterpurukan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Masih banyak sekolah yang menerapkan betapa pentingnya kecerdasan IQ (Intelligence Question) sebagai standar dalam kegiatan belajar mengajar. Biasanya, kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Hal ini berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Untuk itu diharapkan

Lebih terperinci

Interpersonal Communication Skill

Interpersonal Communication Skill Modul ke: 07 Dra. Fakultas FIKOM Interpersonal Communication Skill Kecerdasan Emosi Tri Diah Cahyowati, Msi. Program Studi Marcomm & Advertising Emotional Equotion (Kecerdasan Emosi) Selama ini, yang namanya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Cara Pemilihan Contoh 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yakni data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik dan Cara Pemilihan Sampel

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik dan Cara Pemilihan Sampel 15 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional study yaitu suatu teknik pengambilan data yang dilakukan melalui survey lapang

Lebih terperinci

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH CHANDRIYANI I24051735 DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digunakan beserta definisi operasionalnya adalah sebagai berikut : 1. Variabel Independen atau Variabel Bebas (X)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digunakan beserta definisi operasionalnya adalah sebagai berikut : 1. Variabel Independen atau Variabel Bebas (X) 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian Variabel adalah apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai (Uma Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K KONTRIBUSI IQ (INTELLIGENCE QUOTIENT) DAN EQ (EMOTIONAL QUOTIENT) TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : SITI FATIMAH NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

ARIS RAHMAD F

ARIS RAHMAD F HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DANKEMATANGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ARIS RAHMAD F. 100 050 320

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dicapai setiap siswa baik dalam jenjang pendidikan dasar, menengah maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh dan perubahan yang besar dalam dunia pendidikan. Begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh dan perubahan yang besar dalam dunia pendidikan. Begitu pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan era globalisasi saat ini telah membawa pengaruh dan perubahan yang besar dalam dunia pendidikan. Begitu pula dengan persaingan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena emosinya tidak stabil dan mudah marah seringkali keliru dalam menentukan dan memecahkan masalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional karena data yang diambil berkenaan dengan pengalaman masa lalu yaitu saat keluarga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2010). Sehingga diupayakan generasi muda dapat mengikuti setiap proses

BAB I PENDAHULUAN. 2010). Sehingga diupayakan generasi muda dapat mengikuti setiap proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan salah satu bentuk usaha sadar yang terencana, terprogram dan berkesinambungan dalam upaya menumbuhkembangkan kemampuan peserta didik secara optimal,

Lebih terperinci

EFFECTIVENESS OF GROUP COUNSELING SERVICES TO IMPROVE EMOTIONAL INTELLIGENCE

EFFECTIVENESS OF GROUP COUNSELING SERVICES TO IMPROVE EMOTIONAL INTELLIGENCE EFFECTIVENESS OF GROUP COUNSELING SERVICES TO IMPROVE EMOTIONAL INTELLIGENCE 1 Prof. Dr. Mudjiran, MS.Kons. Dosen Bimbingan dan Konseling, UNP Padang Email: mudjiran.01@yahoo.com Abstract The research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI 1 KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI Oleh: FRISKA AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanakkanak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik dalam aspek fisik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Disain eksperimental penelitian Motivasi Pesan Faktor. positif dan dengan cara penyajian tanpa penjelasan.

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Disain eksperimental penelitian Motivasi Pesan Faktor. positif dan dengan cara penyajian tanpa penjelasan. 23 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain eksperimental yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktorial 2x2 dengan pre test dan post test. Disain penelitian ini melibatkan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci