IV. METODOLOGI PENELITIAN
|
|
- Adi Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Kawasan Bandung Utara (disingkat KBU). Wilayah KBU memiliki luas total sekitar 38548,33 ha yang secara administratif berada di dalam tiga wilayah administrasi pemerintahan yaitu Kota Cimahi terdiri dari 2 kecamatan dan 9 kelurahan, Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 7 kecamatan dan 51 desa, Kabupaten Bandung terdiri dari 2 kecamatan dan 11 dessa, serta Kota Bandung terdiri dari 10 kecamatan dan 35 kelurahan. B. Metode Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk (1) mengetahui struktur ruang KBU terutama terkait dengan hirarki kota dan sistem perkotaan, sistem penggunaan lahan kota dan diferensiasi perubahan guna lahan dari guna lahan kota sampai ke guna lahan kedesaan.; (2) mengetahui tingkat transformasi struktur penggunaan lahan sebagai dasar pemberian insentif dan disinsentif; (3) menghitung besaran nilai manfaat hidrologi untuk rumah tangga; (4) menghitung besaran nilai lahan berdasarkan NJOP, harga jual setempat dan nilai harapan tanah, dengan mempertimbangkan zona guna lahan; (5) menghitung besaran PDR dan PES serta efektivitasnya di setiap zona guna lahan dan wilayah administrasi kabupaten/kota di KBU; (6) merumuskan konsep penerapan PES dan PDR; dan (5) merumuskan tahapan kemungkinan penerapan PES dan PDR. C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Jenis Data Data utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data struktur ruang kota Data utama, berupa: - Data pusat-pusat pertumbuhan yang ada - Data kedudukan kota - Jangkauan pelayanan kota
2 82 - Kepadatan penduduk - Fasilitas pelayanan - Infrastruktur - Jenis kegiatan utama b. Data tingkat kerawanan perubahan guna lahan Data utama berupa: - Asal perjalanan dan tujuan perjalanan pada lokasi tertentu - Data guna lahan - Jarak antar pusat pertumbuhan c. Data nilai lahan dan produktivitas lahan Data utama berupa: - NJOP tiap kelas tanah - Harga jual tanah pertanian dan tanah permukiman - Harga bangunan (rumah) - Biaya produksi pertanian, jumlah produksi pertanian dan harga jual pertanian d. Data jasa lingkungan (hidrologis) Data utama berupa: - Jumlah rumah tangga yang tinggal menetap - Pendapatan rata-rata per tahun setiap anggota rumah keluarga - Sumber air rumah tangga - Jumlah air rata-rata yang dibutuhkan dalam satu hari - Korbanan yang dilakukan rumah tangga untuk memperoleh satu meter kubik air (biaya pengadaan, seperti biaya operasi, biaya perawatan untuk jangka waktu tertentu) e. Data nilai harapan tanah - Luas hutan produksi dan hutan lindung di KBU - Jumlah pohon per kelas umur - Jumlah pohon yang dijarangi tiap kelas umur - Produksi getah per pohon per kelas umur - Jumlah produksi kayu penjarangan dan akhir per ukuran diameter
3 83 - Biaya produksi - Biaya penanaman sampai awal pemanenan - Suku bunga f. Data penetapan harga insentif PDR dan PES - Data status kepemilikan lahan KBU - Data luas wilayah masing-masing kabupaten/kota di KBU - Data penyebaran luas guna lahan di KBU - Data luas kawasan lindung bukan kawasan hutan g. Data kebijakan dan APBD - Data kebijakan terkait dengan KBU - Data APBD Kabupaten/Kota yang masuk KBU Data penunjang yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: - Data umum lokasi penelitian - Peta Kawasan Bandung Utara - Peta Peta Hutan Produksi dan Hutan Lindung - Data monografi desa Metode Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan cara: a. Studi literatur untuk mengumpulkan data terkait dengan data kebijakan dan APBD, profil desa, monografi desa, data terkait diferensiasi guna lahan, peta-peta dan sebagainya; b. Obeservasi dengan mengamati segala hal yang berhubungan dengan KBU baik menyangkut permukiman, lahan pertanian, perkotaan maupun hutan c. Wawancara D. Alur Penelitian Secara skematis alur penelitian dalam menentukan besaran PDR dan PES dalam mencegah terjadinya perubahan guna lahan dan mendorong menanam pohon di KBU untuk meningkatkan efektivitas pengendalian tata ruang dapat dilihat pada gambar berikut.
4 84 PENGENDALIAN TATA RUANG KBU ANALISIS NILAI LAHAN ANALISIS STRUKTUR RUANG KBU ANALISIS NILAI JASA HIDROLOGI Lahan Milik Lahan Hutan Guna Lahan Hirarki Kota Surplus Konsumen Harga jual lahan NHTp NHTh Diferensiasi Guna Lahan Nilai Jasa Hidrologi PDR PES KLNH dan H Zona Guna Lahan NPV Jasa Hidrologi PDR Zona Gina Lahan PES KLNH & PES H Efektivitas PDR Efektivitas PES EFEKTIVITAS PENGENDALIAN TATA RUANG Gambar 15. Alur Penelitian
5 85 E. Metode Analisis 1. Analisis Penentuan struktur ruang KBU Struktur ruang KBU yang akan diteliti adalah hirarki kota dan sistem perkotaan yang ada di KBU, sistem penggunaan lahan kota dan diferensiasi perubahan guna lahan dari guna lahan kota sampai ke guna lahan kedesaan dan transformasi struktur penggunaan lahan. Penentuan hirarki kota ditujukan untuk mengetahui satuan-satuan wilayah pengembangan (SWP) yang menjadi dasar untuk mengetahui sistem penggunaan lahan di setiap SWP dan diferensiasinya. a. Penentuan hirarki kota Metode penentuan hirarki kota dan sistem perkotaan dilakukan dengan cara mengidentifikasi perkembangan fasilitas pelayanan dan infrastruktur dari pusat-pusat pertumbuhan yang telah diidentifikasi sebelumnya. Adapun fasilitas pelayanan dan infrastruktur yang jadi indikator masing-masing pusat pertumbuhan adalah sebagai berikut: Kedudukannya sebagai pusat pemerintahan atau pelayanan umum lainnya; Jangkauan pelayanan yakni cakupan luas pelayanan yang dibedakan atas jangkauan nasional, kabupaten dan lokal; Kepadatan penduduk; Fasilitas pelayanan yang meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, perdagangan, pariwisata, dan fasillitas pelayanan lainnya. Infrastruktur terkait dengan jaringan jalan, pelabuhan udara dan infrastruktur lainnya. Kegiatan perdagangan dan peindustrian, dibedakan atas skala besar, sedang dan kecil. Sebagai acuan penetapan orde kota adalah yang dikembangkan Sinulingga (2005) yang telah disesuaikan sebagaimana Tabel 23.
6 86 Tabel 23. Kriteria Penetapan Orde Kota di KBU Orde Kota I Sumber: Sinulingga (2005, hal. 68) Kedudukan Ibukota propinsi atau pusat-pusat pembangunan nasional atau ibukota provinsi II Ibukota kabupaten/ kota, atau dan pusat pengembangan wilayah, atau kota besar Jangkauan Pelayanan km Cakupan nasional Cakupan propinsi dan kabupaten/kota III Ibukota kecamatan Cakupan pelayanan beberapa kecamatan IV Ibukota kecamatan Cakupan kecamatan ybs Kepadatan penduduk per ha > 100 jiwa Universitas, rumah sakit tipe A, pusat import dan ekspor, gedung pembelajaan/pusat pasar, pusat bank/ kantor wilayah bank, dan kantor pemerintah Sekolah Menengah Atas, rumah sakit tipe B, pusat pasar/bank, kantor pemerintah Fasilitas pelayanan Infrastruktur Kegiatan Sekolah Menengah Atas, rumah sakit tipe C, pasar dan kantor pemerintah 5 20 SMP, puskesmas pembantu, kantor pemerintah Lapangan udara internasional/ nasional, jalan nasional, station kereta api, terminal bis terpadu Jalan nasional dan jalan propinsi, jaringan kereta api utama dan terminal bis Industri besar yang modern, ekspor, jasa perdagangan, dan perbankan internasional Agro industri, jasa perdagangan, grosir, dan bank Jalan provinsi Industri kecil, sortir dan dan jalan penyimpanan hasil kabupaten, jalan produksi kereta api, terminal bis Jalan kabupaten Perdagangan eceran, penyimpanan sementara hasil pertanian
7 87 b. Penentuan sistem penggunaan lahan kota Sistem penggunaan lahan kota yang diidentifikasi terlebih dahulu adalah penetapan zona perkotaan dan zona perumahan. Penetapan kedua zona ini didasarkan pada bangkitan perjalanan (trip generation) yang ditandai produksi perjalanan (trip production) atau asal perjalanan berasal dari perumahan dan tarikan perjalanan (trip atraction) atau tujuan dari kegiatan perkantoran, perdagangan, jasa, pendidikan, dan kegiatan perkotaan lainnya. Tingginya angka produksi perjalanan dibandingkan tarikan di suatu zona menandakan pemanfaatan lahan lebih dominan untuk kegiatan perumahan, sebaliknya angka tarikan perjalanan yang tinggi menunjukkan kegiatan perkotaan lebih dominan sehingga menarik perjalanan dari beberapa zona lainnya. Analisis produksi dan tarikan untuk Kota Bandung dan Kabupaten Bandung menggunakan hasil analisis sekunder hasil penelitian LPM-ITB (1998) dan proyeksi dari Bappeda Propinsi Jawa Barat (1998). Selain menggunakan bangkitan perjalanan penetapan zona perumahan dan zona perkotaan dilakukan dengan melihat kepadatan lalu lintas jaringan jalan yang dihitung dalam VCR (Volume Capacity Ratio). Data yang digunakan adalah hasil perhitungan estimasi Bappeda Propinsi Jawa Barat (1998) untuk kurun waktu 2010 terhadap kapasitas jalan utama di KBU, dengan asumsi tidak ada penambahan jaringan jalan baru. c. Metode penentuan diferensiasi penggunaan lahan KBU Metode penentuan diferensiasi penggunaan lahan kota dari daerah kekotaan (built-up area) sampai ke daerah kedesaan murni (rural areal), menggunakan metode segitiga penggunaan lahan desa kota yang dikembangkan Yunus (2005), seperti gambar dan kriteria berikut:
8 D Rural - Urban Fringe E 88 Urban Fringe Urral Fringe Rural Fringe A B C Kriteria: A : Persentase jarak lahan kota ke desa B : Persentase guna lahan kota C : Persentas guna lahan desa D : Batas areal built-up kota E : Batas areal desa Urban area : Daerah dimana 100% penggunaan lahannya berorientasi kekotaan; Urban fringe area : Daerah yang sebagian besar guna lahan didominasi oleh bentuk bentuk guna lahan kekotaan atau > 60% penggunaan lahannya urban land use, dan <40% penggunaan lahannya rural land use. Terletak dari titik perbatasan urban built up land sampai ke jarak 40% dari titik tersebut (jarak dihitung dari urban real sampai rural real). Terjadi perubahan transformasi struktural penggunaan lahan sangat cepat walau tidak secepat urban area. Urral fringe area : Daerah yang persentase guna lahan kota seimbang dengan guna lahan desa berkisar antara 40 60%, dan dalam jangka pendek transformasi struktural penggunaan lahan akan terjadi walaupun tidak secepat pada subzone urban fringe. Rural fringe area : Daerah yang sebagian besar guna lahan didominasi oleh bentuk bentuk guna lahan kedesaan atau > 60% penggunaan lahannya rural land use, dan <40% penggunaan lahannya urban land use. Tereltak dari titik perbatasan rural sampai ke jarak 40% dari titik tersebut (jarak dihitung dari urban real sampai rural real). Terjadi perubahan transformasi struktural penggunaan lahan meskipun cukup lambat. Rural area : Daerah dimana 100% penggunaan lahannya berorientasi agraris. Sumber: Yunus (2005, hal. 168) Gambar 16. Metode Segitiga Penentuan Penggunaan lahan Kota Desa d. Metode penentuan tingkat transformasi struktural penggunaan lahan KBU Metode penentuan tingkat transformasi penggunaan lahan dilakukan dengan melakukan evaluasi arahan penggunaan lahan yang menunjukkan kesesuaian lahan yang dibedakan atas sawah irigasi teknis, tegalan/ladang, kebun campuran, tanaman sayuran, hutan sejenis dan hutan lebat. Lokasi-lokasi tersebut kemudian diidentifikasi letaknya terhadap subzone guna lahan. Kemudian sesuai dengan kategori subzone di atas, maka ditetapkan tingkat transformasi struktural penggunaan lahan di setiap jenis guna lahan.
9 89 2. Analisis Manfaat Hidrologi Sebagai acuan kelayakan dalam penerapan implementasi PDR dan PES adalah nilai manfaat hidrologis atas dasar nilai sumber air untuk kebutuhan rumah tangga. Konsumsi air untuk rumah tangga meliputi air untuk kebutuhan minum, memasak, dan MCK. Penentuan nilai ekonomi air untuk konsumsi kebutuhan rumah tangga dilakukan dengan metode biaya pengadaan yang merupakan modifikasi dari metode biaya perjalanan dan metode kontingensi dengan menggunakan kurva permintaan, yang tahapannya sebagai berikut: 1) Menentukan model (kurva) permintaan dengan meregresikan permintaan (Y) sebagai variabel terikat dengan harga (biaya pengadaan) sebagai variabel bebas dan faktor sosial ekonomi lainnya. Y = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X β n X n Y X 1 β 0 β 1,2,3.. n X 2, 3,...n = Permintaan atau konsumsi (satuan atau kapita) = Biaya pengadaan (Rp/satuan) = Intersep = Koefisien regresi = Peubah bebas/faktor sosek...(1) 2) Menentukan intersep baru β 0 fungsi permintaan dengan peubah bebas X 1 dan faktor lain (X 2, X 3, X n ) tetap sehingga persamaan menjadi : Y = β 0 + β 1 X 1...(2) 3) Menginversi persamaan fungsi asal sehingga X 1 menjadi peubah terikat dan Y menjadi peubah bebas, sehingga persamaan menjadi : Y - β 0 X 1 =...(3) β 1 4) Menduga rata-rata WTP dengan cara mengintegralkan persamaan (3) a U = ƒ(y)dy...(4) 0 5) Menentukan nilai X 1 pada saat Y dengan cara mensubstitusikan nilai Y ke persamaan (3) 6) Menentukan rata-rata nilai yang dikorbankan oleh konsumen dengan cara mengalikan X 1 dengan Y. 7) Menentukan nilai total WTP, nilai yang dikorbankan dan surplus konsumen dengan cara mengalikan nilai tersebut dengan populasi. Harga air dihitung berdasarkan pada biaya pengadaan, yaitu biaya yang harus dikorbankan untuk mendapatkan dan menggunakan air tersebut. Untuk penentuan nilai
10 90 ekonomi air rumah tangga, maka dihitung harga (biaya pengadaan) air untuk rumah tangga dengan rumus sebagai berikut : HA RTi = BPA RTi K RTi...(5) HA RTi = Harga/biaya pengadaan air responden ke i (Rp/ m 3 ) BPA RTi = Biaya pengadaan air rumah tangga ke i (Rp) K RTi = Jumlah kebutuhan air rumah tangga ke i (m 3 ) Nilai ekonomi total air rumah tangga didasarkan pada konsumsi air rumah tangga per kapita sehingga pengganda yang digunakan adalah jumlah penduduk desa penelitian yang menggunakan air untuk kebutuhan rumah tangganya bersumber dari aliran yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu yakni yang mewakili DAS hulu, tengah dan hilir. Untuk menentukan total nilai penggunaan air digunakan rumus sebagai berikut: NART = RNA RT X P...(6) NART = Nilai air rumah tangga (Rp/tahun) RNA RT = Rata-rata nilai air rumah tangga (Rp/org/tahun) P = Jumlah penduduk Untuk menjadi acuan kelayakan pemberian insentif atas model PDR dan PES dihitung nilai air rumah tangga per satuan luas dengan rumus sebagai berikut: NART NART HA = L...(7) NART HA = Nilai Air Rumah Tangga Per ha per tahun (Rp/ha/tahun) L = Luas KBU dalam ha Untuk menetapkan kelayakan pemberian insentif maka NART HA tersebut dilakukan discounting menjadi NART Had, dengan rumus sebagai berikut. NART HAd = NART HA 1.0p r 1...(8)
11 91 Suku bunga yang dipakai adalah suku bunga riil (p) yakni selisih antara re-rata BI rate dengan re-rata inflasi. Sedangkan waktu (r) yang dipakai adalah 20 tahun yakni analog dengan masa ekonomis rumah. Penetapan waktu 20 tahun ini dengan asumsi bahwa lahan pertanian jika dijual untuk dikonversi menjadi lahan permukiman dan diatasnya dibangun rumah. 3. Analisis Nilai Lahan Pertanian dan Permukiman Nilai tanah diartikan sebagai kekuatan nilai dari tanah untuk dipertukarkan dengan barang lain. Sebagai contoh tanah yang mempunyai produktivitas rendah seperti tanah padang rumput relatif lebih rendah nilainya karena keterbatasan dalam penggunaannya. Sedangkan nilai pasar tanah didefinisikan sebagai harga (yang diukur dalam satuan uang) yang dikehendaki oleh penjual dan pembeli (Shenkel, 1988 dalam Sutawijaya, 2004). Nilai lahan pertanian dan permukiman yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada nilai jual objek pajak (NJOP), harga jual setempat dan nilai harapan tanah (NHT). a. Nilai lahan berdasarkan NJOP Nilai lahan yang digunakan berdasarkan NJOP yang dilakukan melalui pencatatan bukti PBB dan dengan menggunakan metode CVM. Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP) lahan, yaitu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam penentuan klasifikasi bumi adalah (1) letak, (2) peruntukan, (3) pemanfaatan, dan (4) kondidi lingkungan dan lain-lain. Sementara faktor-faktor yang diperhatikan dalam penentuan klasifikasi bangunan adalah: (1) bahan yang digunakan, (2) rekayasa, (3) letak dan (4) kondisi lingkungan dan lainlain. Berdasarkan criteria tersebut, maka NJOP dapat dijadikan gambaran nilai lahan saat sekarang. Klasifikasi besaran NJOP dibedakan atas NJOP di pusat kota (pertumbuhan) dan NJOP di daerah pengaruhnya (hinterland-nya) pada kisaran NJOP terkecil dan NJOP terbesar. b. Nilai lahan berdasarkan harga jual setempat Nilai lahan (tanah) pertanian dan permukiman berdasarkan harga jual setempat dihitung dengan menggunakan metode CVM (Contingent Valuation Method) yakni dengan cara menanyakan besarnya nilai kesediaan menjual lahannya yang dijadikan
12 92 responden. Besarnya nilai jual tanah dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : NLRt = WTP rj... (9) n WTPrj = WTPij / nij...(10) i=1 NLRt = Nilai jual tanah pada zona guna lahan ke-j (Rp/m 2 ) WTPrj = Rata-rata kesediaan menjual pada zona ke-j (Rp/m2) WTPij = Kesediaan menjual responden ke- i pada zona ke -j (Rp/m 2 /orang) nij = Jumlah responden (orang) pada zona ke-j Dalam penelitian ini ingin diketahui pola hubungan nilai jual lahan pertanian dan permukiman yang dihipotesiskan dipengaruhi oleh variabel bebas yakni variabel kategori zona (x 1 ) dan variabel hirarki kota (x 2 ), maka digunakan analisis regresi berganda dengan metode stepwise (mengeluarkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh). Model regresi yang digunakan sebagai berikut : Yi = a + b 1 x 1 + b 2 x 2...(11) Yi = Nilai jual tanah (Rp/m 2 ) a,b = konstanta x 1, x 2 = kategori zona lahan dan hirarki kota c. Nilai lahan pertanian berdasarkan nilai harapan tanah (NHT) KBU telah ditetapkan sebagai kawasan lindung dan diindikasikan memiliki kawasan konservasi potensial sangat tinggi dan tinggi mencapai 87% dari luas KBU, namun sebagian lahan milik dijadikan lahan budidaya pertanian. Kondisi ini mengingat status kepemilikan lahan di KBU didominasi oleh lahan milik (54%) dan lahan publik 46%. Maka untuk menghitung nilai lahan berdasarkan NHT menggunakan nilai harga sekarang (Net Present Value, NPV) dari budidaya tanaman pertanian. Oleh karena sebagian besar budidaya lahan pertanian didominasi oleh tanaman sayuran, sawah irigasi, bunga potong, ternak sapi perah, ternak sapi potong dan ternak domba; maka NPV yang dihitung berdasarkan NPV tanaman pertanian dan ternak. NHT dihitung sebagai berikut: NHTp = Yr E 1.0p r 1...(12)
13 93 NHTp = Nilai harapan tanah pertanian (Rp/m 2 ) Yr = Nilai bersih produksi hasil pertanian selama setahun (Rp/m 2 /thn) p = Suku bunga riil r = Lamanya produksi (thn) E = Total pengeluaran setiap produksi selama setahun (Rp/m 2 /thn) Tingkat suku bunga yang dipakai adalah suku bunga riil yakni selisih antara rerata BI rate dengan re-rata inflasi. Sedangkan lamanya waktu yang dipakai adalah 20 tahun yakni analog dengan masa ekonomis rumah. Penetapan waktu 20 tahun ini dengan asumsi bahwa lahan pertanian jika dijual untuk dikonversi menjadi lahan permukiman dan diatasnya dibangun rumah. Dalam penelitian ini ingin diketahui pola hubungan NHT lahan pertanian yang dihipotesiskan dipengaruhi oleh variabel bebas yakni variabel kategori zona (x 1 ) dan variabel hirarki kota (x 2 ), dengan model regresi berikut. Y i = a + b 1 x 1 + b 2 x 2...(13) Y i = Nilai harapan tanah (Rp/m 2 ) a,b = konstanta x 1, x 2 = kategori zona lahan dan hirarki kota Variebal kategori zona direpresentasikan sebagai persentase lahan rural di setiap zona guna lahan yakni zona kekotaan memiliki persentase lahan rural (0%), sampai zona rural area yang memiliki persentase lahan rural (100%). Sedangkan hirarki kota diberikan definisi atas tingkat hirarki kota yakni orde 1 merupakan orde kota tertinggi dimana tidak ada fasilitas kekotaan yang tidak dipenuhi (0%), sampai orde IV dimana fasilitas kota tidak dipenuhi (100%). Metode yang digunakan adalah metode stepwise menggunakan software SPSS Versi 6.0. Berdasarkan hasil analisis regresi dibuatkan kurva sewa lahan (bid land rent curva) pertanian atas dasar NHT. 4. Analisis Nilai Bangunan Dalam penentuan nilai bangunan pun dilakukan dengan dua cara yaitu berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) bangunan yang dilakukan melalui pencatatan bukti PBB dan dengan menggunakan metode CVM. Faktor-faktor yang dijadikan dasar
14 94 klasifikasi bangunan dalam NJOP adalah (1) bahan yang digunakan, (2) rekayasa, (3) letak, dan (4) kondisi lingkungan dan lain-lain. Nilai bangunan dihitung dengan menggunakan metode CVM (Contingent Valuation Method) yakni dengan cara menanyakan besarnya nilai kesediaan menjual bangunan (rumah) dari responden. Besarnya nilai bangunan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : NLR b = WTP b...(14) n WTP b = WTP i / ni...(15) i=1 dimana : NLR b = Nilai Perumahan klasifikasi tipe rumahke-i (Rp/m 2 ) WTP b = Rata-rata kesediaan menjual rumah (Rp/m 2 ) WTP i = Kesediaan menjual responden ke i (Rp/m 2 /orang) ni = Jumlah responden (orang) Adapun klasifikasi rumah sebagai berikut: Tabel 24. Klasifikasi kelas rumah berdasarkan kondisi fisik bangunan No Parameter Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 1 Luas lantai < 50 m m 2 > 100 m 2 2 Jenis lantai Tanah/tegel Tegel/keramik Keramik/marmer 3 Jens atap Ijuk/genteng tanah Genteng tanah/semen Genteng tanah/ keramik/kayu 4 Jenis dinding terluas Batako/papan kayu biasa/ bambu Tembok/ kayu indah Tembok/ kayu indah 5 Penerangan Minyak tanah/listrik (<450 Watt) Listrik ( Watt) Listrik ( > 900 Watt) 6 Sumber air Sumur/sungai Sumur/PAM/ PAM/pompa air minum pompa air 7 MCK Sungai/MCK umum MCK Sendiri MCK Sendiri Dalam penelitian ini ingin diketahui pola hubungan nilai bangunan yang dihipotesiskan dipengaruhi oleh variabel bebas yakni variabel kategori zona (x 1 ) dan variabel hirarki kota (x 2 ), dengan model regresi berikut. Y i = a + b 1 x 1 + b 2 x 2...(16) Y i = Nilai bangunan (Rp/m 2 ) a,b = konstanta x 1, x 2 = kategori zona lahan dan hirarki kota
15 95 Variebal kategori zona direpresentasikan sebagai persentasi lahan rural di setiap zon yakni zona kekotaan memiliki persentase lahan rural (0%), sampai zona rural area yang memiliki persentase lahan rural (100%). Sedangkan hirarki kota diberikan definisi atas tingkat hirarki kota yakni orde 1 merupakan orde kota tertinggi dimana tidak ada fasilitas kekotaan yang tidak dipenuhi (0%), sampai orde IV dimana fasilitas kota tidak dipenuhi (100%). Metode yang digunakan adalah metode stepwise menggunakan software SPSS Versi 6.0. Berdasarkan hasil analisis regresi dibuatkan kurva nilai bangunan. 5. Analisis nilai lahan berdasarkan NHT lahan hutan produksi Hutan produksi di KBU didominasi oleh jenis hutan pinus yang menghasilkan kayu dan getah, dengan asumsi sistem penanaman tidak dilakukan dengan sistem tumpangsari. Dengan demikian rente hutan didefinisikan sebagai nilai sekarang diskonto hanya dari tegakan kayu dan getah. Nilai tegakan kayu dihitung menggunakan nilai harapan tanah hutan per ha dengan rumus sebagai berikut: NHT H = Y r + T a 1.0p r-a T q 1.0p r-a - C.1.0p r - E...(17) 1.0p r 1 NHT H = Nilai harapan tanah hutan Yr = Nilai bersih pada akhir daur Ta..Tq = Nilai bersih penjarangan C = Biaya penanaman sampai awal pemanenan p = Suku bunga riil r = lamanya daur a.. q = Tahun penjarangan E = Total pengeluaran selama daur 6. Analisis Penentuan Besarnya Nilai PDR Lahan Milik Penggunaan NHT berdasarkan NPV diasumsikan sebagai harga dasar nilai jual tanah yang dipertimbangan pemilik lahan dalam menjual tanahnya, sehingga pemilik lahan akan menjual tanahnya apabila nilai jual tanah setempat melebihi NHT P nya. Terkait dengan penentuan besarnya nilai pembelian hak membangun (Purchase of development right, PDR) untuk menahan pemilik lahan tidak menjual lahannya menggunakan rumus sebagai berikut: PDR = NLRt NHTp...(18)
16 96 PDR = Nilai hak membangun (Rp/m 2 ) NLRt = Nilai jual tanah pada zona guna lahan (Rp/m 2 ) NHTp = Nilai harapan tanah pertanian (Rp/m 2 ) Sebagai ukuran efektivitas penerapan PDR adalah nilai manfaat hidrologi yang telah didiscounting (NART HAd ), oleh karena itu maka pembelian hak membangun diizinkan apabila NART HAd > PDR. 7. Analisis Penentuan Besarnya Nilai insentif Penanam Pohon (PES) Penggunaan NHT hutan pinus produksi dalam penentuan besarnya pemberian insentif bagi penanam pohon untuk menanam pohon di lahannya, diasumsikan bahwa nilai produktivitas pohon lainnya sama dengan pohon pinus. Oleh karena itu petani akan menanam pohon dan tidak menebangnya apabila mendapatkan kompensasi dari NHT tertinggi yang akan diperoleh jika mengusahakan kayu dan getah pinus selama daur produksinya, dengan rumus sebagai berikut: PES = NHT HS NHT Hop...(19) PES = Nilai jasa lingkungan hutan (Rp/ha) NHT HS = Nilai harapan tanah hutan tahun sewa (Rp/ha) NHT Hop = Nilai harapan tanah hutan optimum (Rp/ha) Sedangkan manfaat hidrologis yang diterima publik dari tidak menebang pohon tersebut adalah NART HAd dalam waktu tidak terbatas. Oleh karena itu penentuan efektivitas lamanya pohon disewa pada saat selisih (NART HAd ) dengan PES tertinggi. 8. Implementasi Penerapan PDR dab PES di KBU Kemungkinan penerapan PDR dan PES akan dilihat dari dua aspek yakni aspek kebijakan terkait KBU dan aspek penyediaan anggaran APBD di 4 kabupaten/kota yang ada di KBU yakni Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung. Dari aspek kebijakan akan dibandingkan dengan prasyarat bisa diterapkannya PDR dan PES di negara-negara yang telah menggunakannya. Sementara dari aspek APBD, ingin melihat peluang APBD sebagai sumberdana pembelian hak membangun dan pemberian insentif penanaman pohon.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Rangkuman (Sintesa) Temuan KBU merupakan kawasan lindung yang sangat dekat dengan pusat kegiatan ekonomi dan pusat pengembangan wilayah yakni Kota Bandung. Sebagai bagian dari
Lebih terperinciPrinsip Pembagian Biaya-Manfaat Menggunakan Model Pembelian Hak Membangun (PDR)
Prinsip Pembagian Biaya-Manfaat Menggunakan Model Pembelian Hak Membangun (PDR) Purchase of Development Rights (PDR) Mechanism Application on Cost-Benefit Sharing Principles Endang Hernawan 1*, Hariadi
Lebih terperinciJMHT Vol. XV, (2): 45-53, Agustus 2009 Artikel Ilmiah ISSN: X
Insentif Ekonomi dalam Penggunaan Lahan (Land Use) Kawasan Lindung di Kawasan Bandung Utara Incentive of Economy for Land Use in The North Bandung Area Endang Hernawan 1 *, Hariadi Kartodiharjo 2, Dudung
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Batasan Penelitian Lingkup Wilayah Penelitian Batasan Nilai Ekonomi yang dihitung
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pengolahan data spasial citra satelit Ikonos penelitian dilakukan di laboratorium Spatial Database and Analysis Facilities (SDAF) Jurusan Konservasi Sumberdaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. No. Kabupaten/Wilayah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki kebijakan untuk mengalokasikan wilayah daratannya seluas 45% sebagai kawasan berfungsi lindung pada tahun 2010 melalui Peraturan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,
Lebih terperinci4. METODE PENELITIAN
4. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi total dari Hutan Kota Srengseng adalah menggunakan metoda penentuan nilai ekonomi sumberdaya
Lebih terperinciBab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik
Lebih terperinciINSENTIF EKONOMI DALAM PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) KAWASAN LINDUNG DI JAWA BARAT (Studi Kasus Kawasan Bandung Utara) ENDANG HERNAWAN
INSENTIF EKONOMI DALAM PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) KAWASAN LINDUNG DI JAWA BARAT (Studi Kasus Kawasan Bandung Utara) ENDANG HERNAWAN SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 iii PERNYATAAN
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Penggunaan/Penutupan Lahan dan Perubahan Luasannya di Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11.267 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dan Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi
Lebih terperinciV HASIL DAN PEMBAHASAN
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang
IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur
47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang diperlukan untuk mendukung
Lebih terperinciKEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA
31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan
Lebih terperinciDRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI
Lebih terperinciPENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN
PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya (UU RI No.41
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup
39 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Lebih terperinciV. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan
V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun
Lebih terperinciBAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007
BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Metode Pengumpulan Data
3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Pulau Pasi, Kabupatenn Kepulauann Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan Bulan Juni 2010. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandung dengan luas wilayah 16.730 ha semula dirancang hanya untuk berpenduduk 500.000 jiwa. Namun kenyataannya, kini berpenduduk 3 juta jiwa (siang hari) dan 2,5
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian dan kehutanan, pemukiman penduduk, komersial, dan penggunaan untuk industri serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar. Air diperlukan untuk menunjang berbagai kegiatan manusia sehari-hari mulai dari minum, memasak,
Lebih terperinciKalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin
418 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Selatan Pasar Terapung Muara Kuin Pasar Terapung Muara [Sungai] Kuin atau Pasar Terapung Sungai Barito adalah pasar terapung tradisional yang berada
Lebih terperinci28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No
28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No. 2355-9292 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN RUANG PADA KORIDOR JL. LANGKO PEJANGGIK SELAPARANG DITINJAU TERHADAP RTRW KOTA MATARAM Oleh : Eliza Ruwaidah Dosen tetap Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga
Lebih terperinciPangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi sering dipertentangkan dengan konservasi sumber daya alam. Bahkan ada yang mengatakan konservasi sumber daya alam dapat menghambat pembangunan
Lebih terperinciBAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA
DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan
BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas
Lebih terperinciKalimantan Tengah. Jembatan Kahayan
402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi
IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dian Mayasari, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan wilayah dengan kejadian bencana cukup besar mulai dari bencana geologi, vulkanologi, klimatologi, lingkungan, dan lain-lain. Struktur geologi
Lebih terperinciBAB V SUMBER DAYA ALAM
BAB V SUMBER DAYA ALAM A. Pertanian Kota Surakarta Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk karena migrasi yang cepat. Pertumbuhan ini mengakibatkan luas
Lebih terperinciPaket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU
Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Lebih terperinciVIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH
VIII. STRUKTUR HAK KEPEMILIKAN LAHAN DALAM KAWASAN SUB DAS BATULANTEH Deng Xio Ping suatu ketika pernah mengatakan bahwa the China s problem is land problem, and the land problem is rural problem. Persoalan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik
Lebih terperinciV. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010
65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan
Lebih terperinciSosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya
Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mencakup wilayah kawasan hutan dimana akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi (PT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi sumber daya alam dari kehutanan. Hasil hutan dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara
Lebih terperinciKONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º
Lebih terperinciAnalisis Nilai Pasar Tanah Perumahan Kawasan Industri Tuban (KIT) dengan Metode Pengembangan Lahan
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-98 Analisis Nilai Pasar Tanah Perumahan Kawasan Industri Tuban (KIT) dengan Metode Pengembangan Lahan Devi Santi Maharani dan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu pada bulan Agustus 2013. B. Alat dan Objek Penelitian Alat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemukiman sering menjadi masalah bagi setiap individu karena individu membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, tempat pendidikan keluarga dan pemberi ketentraman hidup.
Lebih terperinci4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik
GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA
Lebih terperinci3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan
VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Lampung yang selalu bertambah pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan otonomi daerah, serta pertambahan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau
Lebih terperinciKatalog BPS :
Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung
Lebih terperinciAnalisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang
Analisis Kelayakan Proyek Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang Kebijakan Publik Perlukah membangun rumah sakit baru? Membangun bandara atau menambah
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang
Lebih terperinciKETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP
LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciKAJIAN POLA KONSUMSI AIR BERSIH RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SETIAMANAH, KOTA CIMAHI SEBAGAI MASUKAN BAGI UPAYA KONVERSI
KAJIAN POLA KONSUMSI AIR BERSIH RUMAH TANGGA DI KELURAHAN SETIAMANAH, KOTA CIMAHI SEBAGAI MASUKAN BAGI UPAYA KONVERSI TUGAS AKHIR Disusun oleh: Dian Mangiring Arika (NIM 154 03 047) PROGRAM STUDI PERENCANAAN
Lebih terperinciBUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH
BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciPotensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON
Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006
KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1
1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum...... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen... 5 1.4. Sistematika Dokumen RKPD... 5 1.5. Maksud dan Tujuan... Hal BAB II EVALUASI HASIL
Lebih terperinciDUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN
DUKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dengan sungai yang banyak dan besar. Hal ini memberikan potensi yang besar bagi pengembangan lahan pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, jumlah penduduk Indonesia berkembang pesat. Kondisi perkembangan ini akan memberikan dampak pada berbagai bidang kehidupan. Salah satunya adalah dampak
Lebih terperinciKELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK
Kelayakan Ekonomi Bendungan Jragung Kabupaten Demak (Kusumaningtyas dkk.) KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Ari Ayu Kusumaningtyas 1, Pratikso 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa Program Pasca
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105
Lebih terperinci1 of 11 7/26/17, 12:19 AM
1 of 11 7/26/17, 12:19 AM KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-24/PJ/2016 TENTANG TATA CARA PENILAIAN UNTUK PENENTUAN NILAI JUAL
Lebih terperinciKEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN
KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN SOLUSI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UNTUK KEGIATAN NON KEHUTANAN Disampaikan oleh : Kementerian
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.
Lebih terperinciBUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...
Lebih terperinciVI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN
VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS
KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini bersifat studi kasus dimana objek yang diteliti adalah peluang usaha produksi alat pemerah susu sapi SOTE di Jawa Barat. Waktu penelitian
Lebih terperinciIV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas
IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN
BAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan : 1. Tarikan perjalanan pada kawasan bandara dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu perjalanan masuk, perjalanan keluar
Lebih terperinci