3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan
|
|
- Hamdani Cahyadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi sumber daya dalam pengembangan wilayah. Kabupaten Bima dan Dompu memiliki karakteristik sebagai daerah pertanian dan perdagangan sedangkan Kota Bima dengan karakteristik sebagai kota jasa dan perdagangan. Dengan laju pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat (rata-rata 4.45 % pertahun atas dasar harga konstan dan % atas dasar harga berlaku) di atas pertumbuhan ekonomi propinsi, dapat menjadikan kawasan ini sebagai prime mover bagi pertumbuhan wilayah sekitarnya, namun di sisi lain, ketersedian infrastruktur sosial ekonomi relatif terbatas dan kurang merata, disamping belum optimalnya pengelolaan lahan kering, kawasan pesisir dan kelautan, serta masih lemahnya komunikasi dan koordinasi antar pelaku pembangunan kawasan sehingga orientasi dan kepentingan pembangunan masih bersifat parsial. 2. Sektor yang memiliki tingkat keunggulan paling tinggi di Kapet Bima (Skor keunggulan = 3) adalah sektor tanaman bahan makanan dan industri pengolahan non migas. Sektor tanaman bahan makan merupakan sektor basis (LQ-PDRB > 1) dengan output ekonomi yang paling tinggi yakni sebesar Rp.1.02 trilyun serta memiliki daya dorong yang tinggi terhadap sektor lainnya. Sedangkan kegiatan industri pengolahan non migas juga merupakan sektor yang memiliki output ekonomi yang tinggi serta memiliki tingkat keterkaitan yang tinggi baik kedepan maupun kebelakang dengan sektor lainnya, sehingga dapat memberikan multiplier effect yang besar terhadap total pertumbuhan ekonomi wilayah. Sektor unggulan kedua (skor keunggulan = 2) adalah peternakan dan hasilnya, perikanan, bangunan, perdagangan besar dan eceran, angkutan, bank dan lembaga keuangan bukan bank serta sektor jasa pemerintahan umum. Sektor-sektor ini memenuhi dua dari tiga indikator keunggulan sektor
2 Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan gambaran sebagai berikut : a. Penduduk di Kapet Bima melakukan perjalan untuk memenuhi berbagai kebutuhan sosial maupun ekonomi. Sekitar % kebutuhan penduduk dapat dipenuhi dalam kawasan (intra regional) sedangkan sisanya % dipenuhi dari luar kawasan (inter regional). Hubungan Interregional Kapet Bima secara garis besar melalui tiga jaringan transportasi, yaitu darat, udara dan laut. Melalui jaringan transportasi darat, Kapet Bima dominan berinteraksi dengan daerah-daerah lain di Propinsi NTB, Bali, Jatim, Jateng, Yogyakarta, DKI Jakarta dan Banten. Melalui jaringan transportasi udara, Kapet Bima dominan berinteraksi dengan daerah-daerah lain di Propinsi NTB, Propinsi NTT, Bali, Jatim, DKI Jakarta dan Banten. Melalui jaringan transportasi laut, Kapet Bima dominan berinteraksi dengan daerah-daerah lain di Propinsi NTB, NTT, Bali, Jatim, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. b. Berdasarkan model grafitasi melalui jalur transportasi laut terlihat bahwa dinamika interaksi spasial inter regional yang tergambar dari nilai arus penumpang dari Kapet Bima, secara sigifikan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi wilayah daerah tujuan (b = 0.82) dan menurun seiring dengan makin jauh jarak antar wilayah (c = -2.68), sedangkan arus barang dari Kapet Bima secara signifikan menurun seiiring dengan peningkatan jumlah penduduk (b = -0.50) dan PDRB wilayah tujuan (b = -0.31).Arus penumpang dari berbagai daerah menuju Kapet Bima ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi wilayah asal (b = 0.64) dan menurun seiring dengan makin jauhnya jarak wilayah tersebut dengan Kapet Bima (c = -2.31). sedangkan arus barang menuju Kapet Bima secara signifikan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Kapet Bima (b = 39.98) dan jarak antar wilayah (c = 93.74), namun menurun seiring peningkatan jumlah penduduk daerah asal (a = ). Fenomena ini menunjukkan bahwa dinamika sosial (yang ditunjukkan dengan arus
3 185 penumpang) di Kapet Bima lebih tinggi dari pada dinamika ekonomi (yang ditunjukkan dengan arus barang). c. Dalam interaksi wilayah secara nasional, Kapet Bima memegang peranan cukup penting karena merupakan salah satu simpul jaringan transportasi penyeberangan lintas selatan dan terhubung dengan daerah-daerah yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Kawasan Indonesia Barat dan Timur. Sedangkan dalam kajian sejarah Kapet Bima juga melakukan hubungan internasional khususnya dengan Negara-Negara Timur Tengah. Keberadaan Kapet Bima tersebut memiliki posisi strategis dalam hubungan intra-interregional, serta memberikan dampak pada perkembangan sosial, ekonomi dan politik wilayah. 4. Dalam menyusun strategi pengembangan wilayah Kapet Bima, maka digunakan analisis stakeholders, analisis hirarki proses, analsis SWOT serta disintesakan (kolaborasi) dengan analisis sebelumnya. Adapun rumusan strategi umum pengembangan wilayah Kapet Bima sebagai berikut : a. Pengembangan kerjasama dan peningkatan kapasitas institusi, yakni meliputi : - Pengembangan kerjasama antar kabupaten/kota dalam Kapet Bima. Peluang kerja sama yang dapat dilakukan adalah pada bidang transportasi/perhubungan, pengelolaan sumber daya hutan dan wilayah perbatasan, pengelolaan pesisir dan kelautan, pengelolaan air bersih dan energi kelistrikan, pengembangan kegiatan ekonomi, industri dan perdagangan serta pengembangan sosial budaya dan pariwisata. - Promosi dan kerjasama intra-interregional. - Reposisi dan restrukturisasi BP Kapet Bima. - Perencanaan dan penganggaran pembangunan wilayah Kapet Bima secara reguler pada jangka pendek, menengah dan jangka panjang. b. Pengembangan sosial ekonomi perdesaan, yakni meliputi : - Peningkatan kualitas SDM dan ketrampilan usaha masyarakat perdesaan - Pemberdayaan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK) serta lembaga lokal lainnya
4 186 - Pengembangan infrastruktur sosial ekonomi perdesaan - Pengembangan pusat pertumbuhan/pelayanan di daerah hinterland. c. Pengembangan sektor unggulan dan optimalisasi sumber daya lahan kering dan pesisir/kelautan, yakni meliputi : - Pengembangan daya saing produk unggulan melalui kebijakan pendukung - Pengembangan sektor unggulan melalui kegiatan agribisnis dan agroindustri - Pengembangan industri pengolahan berbasis sumber daya lokal baik di sektor hulu maupun di hilir - Pengembangan pemanfaatan sumber daya pesisir dan kelautan - Pengembangan sumber daya lahan kering melalui melalui usaha tani lahan kering, industri dan perdagangan d. Pengembangan infrastruktur transportasi dan perdagangan skala regional 6.2. Saran Sehubungan dengan kesimpulan di atas, berikut ini disampaikan beberapa saran berkenaan dengan kebijakan pemerintah dan pengembangan studi ke depan, yakni sebagai berikut : 1. Potensi berbagai sumber daya wilayah potensial di Kapet Bima, khususnya di sektor pertanian cukup tinggi dan diusahakan oleh sebagian besar masyarakat di Kapet Bima, namun pengelolaannya masih sederhana dan bersifat tradisional. Untuk itu Pemerintah Daerah perlu melakukan pembinaan/pendampingan dengan melibatkan stakeholders lainnya terutama pada kegiatan agribisnis subsistem pascapanen dan pemasaran sehingga petani atau masyarakat mendapatkan nilai tambah (value added) produk yang berkorelasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya. Selain itu juga perlu dioptimalkan pemanfaatan sumber daya buatan, pariwisata, sumber daya hayati, sumber daya sosial dan nilai budaya dalam pengembangan wilayah secara terpadu.
5 Peningkatan keterkaitan antar sektor dan pengembangan sektor unggulan dapat memberikan dampak pengganda yang besar bagi pengembangan wilayah, untuk itu perlu diperhatihan beberapa hal sebagai berikut : a. Dalam pengembangan wilayah Kapet Bima dibutuhkan suatu kebijakan yang strategis bagi total pertumbuhan wilayah, untuk itu perlu diprioritaskan pengembangan sektor unggulan dengan meningkatkan produktivitas, melalui investasi dan pengembangan teknologi khususnya usaha tani lahan kering (pertanian lahan kering, peternakan, perkebunan dan tanaman industri/kehutanan), membangun industri baik industri hulu, pengadaan sarana produksi yang terjangkau, industri hilir/pengolahan yang dapat meningkatkan keterkaitan antar sektor serta dengan meningkatkan daya saing sektor unggulan tersebut. b. Dibutuhkan promosi dan kerjasama yang yang efektif untuk membangun pencitraan komoditi dan wilayah yang didukung oleh pengembangan mutu dan ciri produk yang khas (varietas/spesifik lokal) sehingga dapat membentuk image dan trade mark komoditi unggulan Kapet Bima. Selain itu untuk mendukung promosi dan keberlanjutan kegiatan perdagangan di butuhkan pengadaan gudang, cold storage dan etalase khususnya untuk komoditi unggulan baik dalam kawasan maupun di daerah-daerah pasar potensial luar kawasan. Pengadaan gudang, cold storage dan etalase komoditi dapat menciptakan pencitraan komoditi yang baik, menjaga/mengendalikan tingkat harga yang layak serta dapat meningkatkan daya saing komoditi dari Kapet Bima. Kegiatan ini dapat melibatkan pihak perbankan dan swasta/kadin. 3. Interaksi spasial intra dan inter regional perlu ditingkatkan untuk mendukung pergerakan sumber daya yang optimal dan berimbang di Kapet Bima, untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : a. Peningkatan interaksi spasial intra dan inter regional melalui pengembangan infrastruktur transportasi, meliputi peningkatan kapasitas jalan raya, khususnya jalan negara yang dilalui oleh kendaraan besar dan berat lintas propinsi, serta pengembangan pelabuhan laut dan udara yang dapat melayani pada skala regional (daerah-daerah di Pulau Lombok,
6 188 Sumbawa dan NTT) dalam interaksinya dengan wilayah lain secara nasional dan internasional sehingga memberikan dampak positif pada perkembangan sosial, ekonomi wilayah. b. Perkembangan wilayah yang cenderung mengikuti sepanjang jalan raya negara dapat menciptakan pertumbuhan yang terpusat dan linear, dampaknya mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dan fisik wilayah yang lamban dan tidak merata. Untuk mengembangkan ekonomi daerah-daerah hinterland (daerah pinggir) yang memiliki sumber daya alam yang besar, maka pengelolaannya membutuhkan infrastruktur yang memadai. Untuk itu perlu dikembangkan instalasi listrik yang dapat berupa energi listrik alternatif dengan menggunakan sumber-sumber energi lokal khususnya untuk mendukung home industri/indutri mikro-kecil dan menengah diperdesaan. Selain itu juga perlu dibangun infrastruktur air bersih, transportasi dan komunikasi serta pasar-pasar tingkat desa untuk membantu kegiatan pemasaran komoditi lokal, sehingga terbentuk pusatpusat pertumbuhan baru yang berbasis sumber daya local di wilayahwilayah hinterland. c. Alasan utama perpindahan penduduk dari desa/kelurahan di Kapet Bima ke daerah lain adalah untuk melanjutkan pendidikan dan mencari pekerjaan. Ketersediaan sekolah masih dirasakan terbatas. Perbandingan jumlah sekolah dengan jumlah penduduk masih tinggi, karena itu perlu dikembangkan lembaga pendidikan khususnya pendidikan kejuruan yang dibangun di daerah pedesaan yang dibutuhkan dalam pengembangan sumber daya setempat untuk meningkatkan SDM yang trampil di perdesaan serta diharapkan secara signifikan dapat membuka lapangan pekerjaan, hal ini dapat mengurangi migrasi keluar kawasan perdesaan di Kapet Bima. 4. Untuk mendukung strategi pengembangan wilayah Kapet Bima, maka beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a. Tiap stakeholders memiliki fungsi peran masing-masing dalam pengembangan wilayah Kapet Bima, namun hubungan dan kerja sama secara kelembagaan belum optimal. Sehingga berbagai stakeholders perlu
7 189 duduk bersama untuk menyusun kerangka kerja dan membangun kemitraan efektif dalam suatu pola yang saling menguntungkan (win-win solution) dalam berbagai kegiatan pengembangan sumber daya wilayah. Untuk itu pemerintah daerah khususnya di tingkat kabupaten/kota perlu menyiapkan perangkat kebijakan (misalnya Perda atau Peraturan Bupati/Walikota) yang memberikan kemudahan atau insentif sehingga dapat mendorong terjadinya kemitraan/keterlibatan khususnya pihak swasta/perbankan. b. Kerjasama antar pemerintah kabupaten/kota dalam lingkup wilayah Kapet Bima merupakan pilihan utama dalam pengembangan wilayah Kapet Bima secara terpadu karena adanya permasalahan struktural, teknis dan keterbatasan infrastruktur yang merupakan kendala utama dalam kegiatan pembangunan. Selain itu alternatif lainnya adalah dengan melakukan penggambungan daerah administratif. Hal ini sesuai dengan pasal 4 sampai dengan pasal 7 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang dalam pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 yang sekarang sedang dalam proses revisi, namun alternatif penggabungan beberapa daerah administratif dapat dilakukan apabila adanya usulan dan persetujuan dari daerah yang bersangkutan dan memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik wilayah. Berbagai pilihan alternatif ini dalam pelaksanaannya harus melalui kajian yang lebih mendalam sehingga tujuan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah secara terpadu dapat diwujudkan. c. Kerja sama antar daerah telah diamatkan dalam Undang-Undang 32 tahun 2004, khususnya pasal 195 dan 196, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta efisiensi dan efektifitas dalam mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya. Untuk pengelolaan kerja sama ini daerah dapat membentuk Badan Kerja Sama Antar Daerah (Bakesda). yang dibentuk sesuai dengan bidang kerja sama, sehingga badan ini berjalan lebih fokus dan terarah.
8 190 d. BP Kapet Bima yang diharapkan sebagai ujung tombak pengembangan wilayah Kapet Bima berjalan stagnan, karena kurang tegasnya fungsi dan kewenangan BP Kapet sebagai lembaga pengelola pembangunan wilayah di Kapet Bima, untuk itu keberadaan BP Kapet Bima perlu dilakukan reposisi dan restrukturisasi, yang kelembagaannya dapat diarahkan sebagai Badan Kerja Sama Antar Daerah (Bakesda) dibidang pengembangan Ekonomi, Industri dan Perdagangan. e. Badan Kerja Sama Antar Daerah (Bakesda) ini bertugas untuk melakukan kajian, perencanaan, pengelolaan dan evaluasi atas pelaksanaan kerja sama. Sehingga Badan Kerjasama Antar Daerah (Bakesda) dapat memberikan masukan atau saran secara lebih efektif kepada masingmasing Kepala Daerah mengenai kebijakan dan program pengembangan wilayah pada bidang kerja sama dimaksud. f. Badan Kerja Sama Antar Daerah (Bakesda) didalam penyelenggaraan kerja sama perlu menyusun program kerja baik untuk periode jangka pendek (satu tahun) maupun untuk jangka menengah dan panjang. Program kerja tersebut terintegrasi dengan program pembangunan wilayah daerah masing-masing sehingga segala pembiayaan dan pendapatan daerah sebagai akibat kerja sama ini dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sebelumnya telah dikonsultasikan dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masing-masing. Selain itu pembiayaan dapat pula diusahakan melalui pembiayaan APBD Propinsi, APBN atau dari pihak ketiga. g. Pemerintah Daerah Propinsi NTB memiliki kewenangan yang lebih besar dalam pengembangan wilayah Kapet Bima, namun tingkat peran (keterlibatan)nya relatif masih rendah. Untuk itu Pemerintah Daerah Propinsi NTB perlu berperan lebih besar dengan menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk pengembangan wilayah Kapet Bima, baik sebagai jabatan Gubernur (Kepala Daerah Propinsi) yang secara ad.interm selaku ketua BP Kapet Bima maupun selaku pimpinan kelembagaan pemerintah yang bersifat otonom, yang memiliki kewenangan dalam bentuk desentralisasi dan dekonsentrasi (pasal 1 UU
9 191 Nomor 32 Tahun 2004), yang melaksanakan fungsinya dalam mengelola sumber daya wilayah lingkup propinsi, serta melakukan koordinasi dan fasilitasi lintas pemerintah daerah kabupaten/kota dalam lingkup propinsi (pasal 13, pasal 15, pasal 16, pasal 17 dan pasal 18 UU Nomor 32 Tahun 2004). 5. Penelitian ini mengkaji pengembangan wilayah di Kapet Bima masih pada tingkat wilayah kabupaten/kota, sehingga kesimpulan dan rekomendasi masih bersifat umum, untuk itu dibutuhkan penelitian lanjutan yang mengkaji wilayah secara lebih mikro, minimal sampai pada kajian tingkat kecamatan, sehingga kajian tipologi/karakteristik wilayah dan rekomendasi hubungan fungsional dan kerja sama intra regional dapat ditentukan secara lebih spesifik.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata
Lebih terperinci1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja
156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH
BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dengan upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciSTUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN
STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya
Lebih terperinciBAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,
BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru
Lebih terperinciREKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005
BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
Lebih terperinci6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM
48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama
Lebih terperinciMATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010
MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN BIDANG: WILAYAH DAN TATA RUANG (dalam miliar rupiah) PRIORITAS/ KEGIATAN PRIORITAS 2012 2013 2014 I PRIORITAS BIDANG PEMBANGUNAN DATA DAN INFORMASI SPASIAL A
Lebih terperinciIX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Maluku, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:
IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengembangan kawasan sentra produksi dalam meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan Provinsi Maluku,
Lebih terperinciFORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun
FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun 2017-2020 SK KETUA DEWAN RISET NASIONAL NOMOR: 27/Ka.DRN/X/2017 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA PERIODE
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PENANAMAN MODAL
Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciPENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago
PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia
Lebih terperinciSTUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN
STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan
Lebih terperincib. Kepala Sub Bagian Keuangan; c. Kepala Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.
BAB XX DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 400 Susunan organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012
LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)
PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH
Lebih terperinciAnalisis Isu-Isu Strategis
Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,
SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.
RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,
PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan
Lebih terperinciBAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada
BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah, LKPJ Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan
Lebih terperinciPenyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah
Deddy Supriady Bratakusumah * Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah I. Pendahuluan Sejak beberapa dekade yang lalu beberapa negara telah dan sedang melakukan desentralisasi, motivasi
Lebih terperinciMendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia
E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan
Lebih terperinciKEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR: 03 TAHUN 2001 T E N T A N G
KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR: 03 TAHUN 2001 T E N T A N G PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS-DINAS PROPINSI KALIMANTAN TIMUR GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang
IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinci10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG
10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008
No. 10, 2008 LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*)
BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*) Oleh M. RUSMIN NURYADIN, SE.M.Si I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi sudah berjalan selama 11 tahun. Seperti kita
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi
Lebih terperinciDIN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG
DIN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH, SEKRETARIAT DPRD DAN DINAS DAERAH PROVINSI KEPULAUAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI
BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA DUMAI
KOTA DUMAI PEMERINTAH KOTA DUMAI PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI
Lebih terperinciLAMPIRAN III PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TANGGAL.. INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN (KONSEPSI) ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KAPET SERAM
LAMPIRAN III PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TANGGAL.. LIMA TAHUNAN (KONSEPSI) ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KAPET SERAM - 1 - LIMA TAHUNAN (KONSEPSI) ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KAPET SERAM
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI
RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor
Lebih terperinciBAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015
BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON
BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 068 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 068 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2016-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
Lebih terperinciBAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM
BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciII PENDAHULUAN PENDAHULUAN
I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan
Lebih terperinciPDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp miliar.
PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp15.184 miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp 11.451 miliar. Perekonomian triwulan II-2015 tumbuh sebesar 3,93 persen, namun mengalami
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT. dan GUBERNUR JAWA BARAT
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2014
LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG
Lebih terperinciNo. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)
E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan
Lebih terperinciBUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI BADAN PELAKSANA PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BIMA BUPATI
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 8-2003 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 89, 2007 OTONOMI. PEMERINTAHAN. PEMERINTAHAN DAERAH. Perangkat Daerah. Organisasi.
Lebih terperinci3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis
3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH, STAF AHLI DAN
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN, Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memantapkan situasi keamanan dan ketertiban
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa ketimpangan persebaran
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari berbagai data dan informasi yang diperoleh, selanjutnya dilakukan berbagai teknik analisis untuk bisa menjawab rumusan masalah penelitian. Berikut ini adalah uraian pembahasan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciREVITALISASI INSTITUSI PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH
Karya Tulis REVITALISASI INSTITUSI PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk penyelenggaraan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU
PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DALAM WILAYAH KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Lebih terperinciKAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL
KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA BADAN KOORDINASI PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH II PROVINSI JAWA
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciBUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,
Lebih terperinciIII. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya
Lebih terperinciBAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha
Lebih terperinci