Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di Rumah Potong Ayam Modern PT. X, Semi Modern Y, dan Tradisional Z Tahun 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di Rumah Potong Ayam Modern PT. X, Semi Modern Y, dan Tradisional Z Tahun 2013"

Transkripsi

1 Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di Rumah Potong Ayam Modern PT. X, Semi Modern Y, dan Tradisional Z Tahun 2013 Abstrak Amelia Hanis, Ratu Ayu Dewi Sartika Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Gizi Kesehatan Masyarakat Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dengan pendekatan prinsip HACCP di RPA modern PT. X, RPA semi modern Y, dan RPA tradisional Z. Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat analitik deskriptif dengan metode studi kasus. Informan penelitian ini berjumlah 8 orang, yaitu supervisor di RPA PT. X yang berasal dari divisi Quality Assurance (QA), Quality Control (QC), Produksi, dan Warehouse, pemilik, pekerja di RPA Y, pemilik, dan pekerja di RPA Z. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam, observasi, dan telusur dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RPA PT. X sudah menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dan prinsip HACCP pada seluruh tahapan proses pemotongan ayam mulai dari penerimaan, penyembelihan, pengeluaran jeroan, pencucian, pendinginan, pemotongan karkas, penyimpanan, hingga pendistribusian. Sedangkan RPA Y dan Z belum menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dan prinsip HACCP. Saran dari peneliti, diharapkan RPA PT. X melakukan evaluasi terutama pada tindakan pencegahan. Sedangkan RPA Y dan Z sebaiknya berusaha menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dan prinsip HACCP dalam proses pemotongan ayam. Kata Kunci : cara produksi yang baik, cara penanganan yang baik, HACCP, pemotongan ayam, Rumah Potong Ayam Abstract The purpose of this study is to analyze the implementation of Good Manufacturing and Handling Practices with HACCP Principles Aproach in Modern Chicken Slaughterhouse PT. X, Semi Modern Chicken Slaughterhouse Y, and Traditional Chicken Slaughterhouse Y. This study was conducted in April and May The design of this study is descriptive analitic qualitative design with case study method. The informants of this study are 8 persons, which are supervisors of Quality Assurance (QA), Quality Control (QC), Production, and Warehouse Division in PT. X, owner and employee in Chicken Slaughterhouse Y, owner and employee in Chicken Slaughterhouse Z. Data was collected by conducting in depth interview, observation, and document review. The result of this study shows that PT. X has implemented Good Manufacturing and Handling Practices and 7 principles of HACCP in all stages of chicken slaughtering process, including receiving, slaughtering, evisceration, washing and chilling, cutting, storing, and distribution. Chicken Slaughterhouse Y and Z has not implemented Good Manufacturing and Handling Practices and HACCP principles. The author suggest that PT. X should evaluate the system, especially the preventive actions. Slaughterhouse Y and Z should try to implement Good Manufacturing and Handling Practices and HACCP principles in chicken slaughtering process. Key Words : Good Manufacturing Practices, Good Handling Practices, HACCP, food safety, chicken slaughter, chicken slaughterhouse

2 Pendahuluan Konsumsi daging unggas, terutama ayam telah meningkat tajam dalam dekade terakhir karena harganya yang relatif lebih murah, bergizi tinggi dan rendah lemak, serta mudah dan cepat dipersiapkan (FAO, 2010; Mulder, 1999). Namun demikian, daging ayam rentan untuk menjadi pembawa bakteri patogen seperti serotipe Salmonella, Campylobacter jejuni, Listeria monocytogenes, Clostridium perfringens, dan Staphylococcus aureus yang dapat menyebabkan demam typhoid, demam paratyphoid, dan penyakit gastroenteritis (Sams, 2001). Proses pemotongan ayam merupakan proses yang berisiko tinggi terjadinya kontaminasi, terutama oleh bakteri patogen (Sams, 2001). Tingginya kebutuhan akan daging ayam mendorong berkembangnya bisnis komoditi daging ayam. Namun sayangnya, hal ini tidak dibarengi dengan penerapan aspek higiene sanitasi pada proses pemotongan sehingga daging ayam yang beredar di masyarakat tidak terjamin mutu dan keamanannya (Kementan, 2010). Untuk meminimalisir kasus keracunan dan penyakit bawaan makanan terutama yang disebabkan oleh daging ayam, maka penting bagi Rumah Potong Ayam untuk menerapkan higiene sanitasi dan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik (Kementan, 2010) dengan pendekatan prinsip HACCP karena sistem HACCP merupakan pendekatan ilmiah dan sistematis yang dapat mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya untuk menjamin keamanan pangan (Winarno, 2004). RPA PT. X merupakan RPA yang modern, sudah menerapkan GMP, SSOP, dan HACCP. RPA Y merupakan RPA semi modern yang prosesnya dibantu dengan mesin, namun masih banyak yang dilakukan secara manual, namun belum menerapkan GMP, SSOP, dan HACCP. Sedangkan RPA Z merupakan RPA tradisional yang prosesnya masih banyak dilakukan secara manual, serta belum menerapkan GMP, SSOP, dan HACCP. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan penerapan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik dengan pendekatan prinsip HACCP di RPA modern PT. X, RPA semi modern Y, dan RPA tradisional Z. Tinjauan Teoritis Proses pemotongan ayam secara umum terdiri dari proses penerimaan dan penampungan ayam hidup, penyembelihan, pengeluaran jeroan, pencucian dan pendinginan, pemotongan karkas, penyimpanan produk jadi, dan pendistribusian (Sams, 2001).

3 Setelah tiba di rumah potong ayam, ayam diturunkan dari truk pengangkut, dihitung dan ditimbang untuk mengetahui tingkat susut ayam selama di perjalanan. Setelah itu ayam diistirahatkan minimal 2 jam agar ayam tidak stress. Ayam juga diperiksa oleh dokter hewan atau paramedik kesehatan hewan. Ayam yang sakit tidak boleh dipotong dan harus dipisahkan dari ayam yang sehat (Kementan, 2010). Sebelum disembelih, ayam dapat dipingsankan terlebih dahulu agar kesadarannya menurun (Kementan, 2010). Penyembelihan harus dilakukan dengan pisau yang tajam dan bersih dan memotong 3 saluran sekaligus, yaitu saluran makanan, saluran pernafasan, dan urat nadi (Kementan, 2010). Penggunaan pisau untuk menyembelih secara bergantian dapat menyebabkan kontaminasi silang dan bakteri dapat masuk ke aliran darah (Barbut, 2002; Mead, 2004). Kontaminasi silang ini dapat dicegah dengan cara mensterilkan pisau dengan menggunakan panas atau dengan mengalirkan air berklorinasi ke mesin penyembelih secara terus-menerus (Mead, 2004). Setelah leher teriris, ayam dibiarkan tuntas darahnya selama 3-5 menit (Kementan, 2010). Selanjutnya dilakukan pencabutan bulu. Pencelupan dengan air panas menyingkirkan sebagian tanah, feses, dan kontaminan lain yang menempel di bulu. Tetapi, kontaminan ini dapat menyebar ke karkas lain melalui air pencelup (Sams, 2001). Pencabutan bulu memang mengurangi jumlah bakteri pada ayam, terutama bakteri yang menempel pada bulu. Tetapi penggunaan mesin pencabut bulu secara bergantian dan pencabutan sisa bulu secara manual dapat menimbulkan kontaminasi silang (Sams, 2001). Menurut Kementan (2010), pengeluaran jeroan dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin. Apabila secara manual, pekerja harus sering mencuci tangan untuk mengurangi peluang kontaminasi dari tangan pekerja ke karkas yang dipegang (Sams, 2001). Pengeluaran jeroan yang tidak hati-hati dapat mengakibatkan robeknya usus sehingga menyebabkan kontaminasi feses dan bakteri menempel pada karkas (Sams, 2001). Setelah pengeluaran jeroan, harus dilakukan pemeriksaan postmortem untuk mengeliminasi karkas dan jeroan yang tidak aman dan layak untuk dikonsumsi (Kementan, 2010). Pencucian karkas sebelum pendinginan dimaksudkan untuk menghilangkan materi organik dan feses yang mungkin menempel pada karkas (Sams, 2001). Pendinginan karkas bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba sehingga mencapai batas yang aman bagi kesehatan manusia dan memperpanjang masa simpan karkas (Kementan, 2010). Segera setelah pengeluaran jeroan, kurang lebih 1-2 jam setelah disembelih, suhu karkas harus diturunkan hingga 4 C atau kurang.

4 Setelah pendinginan, karkas dinilai mutunya. Penilaian mutu, penimbangan, dan pengemasan harus dilakukan secepatnya dan tanpa penundaan agar tidak terjadi pertumbuhan mikroba yang berarti yang akan merusak mutu karkas (Mead et al., 1993 dalam Mead, 2004). Pemotongan karkas dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin. Kontaminasi silang dapat terjadi karena bakteri dapat berpindah melalui permukaan yang kontak dengan karkas, peralatan atau pisau yang digunakan, maupun pekerja (Sams, 2001). Oleh karena itu, peralatan harus sering dibersihkan dan didesinfeksi, peralatan dan permukaan juga harus dijaga agar kering (Mead, 2004). Selama proses pemotongan karkas, suhu karkas dijaga agar tidak melebihi 10 C dan dilakukan dalam waktu yang seminimal mungkin untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada karkas ayam (Sams, 2001). Suhu ruangan juga harus dijaga agar tetap sejuk untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri perusak (Mead, 2004). Produk jadi sebaiknya dikemas untuk melindungi dari mikroorganisme, tikus, debu, kontaminan luar, cahaya, oksigen, dan menjaga kelembaban (Sams, 2001). Produk ayam segar harus disimpan pada suhu maksimal 4 C sedangkan produk ayam beku harus disimpan pada suhu maksimal -18 C. Pada proses ini terdapat bakteri patogen L. monocytogenes yang mampu bertahan hidup pada suhu yang dingin (Sams, 2001). Proses yang terakhir adalah proses pendistribusian ke distributor maupun konsumen. Karkas dan daging ayam yang sebelumnya sudah dikemas, sebaiknya dimasukkan ke dalam kemasan sekunder untuk melindungi dari kerusakan, kebocoran, tanah, dan debu selama pendistribusian. Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba sehingga dapat mempengaruhi masa simpan produk. Produk jadi harus didistribusikan dengan menggunakan truk berpendingin yang mampu menjaga suhu produk hingga maksimal 4 C untuk produk segar dan -18 C untuk produk beku (Mead, 2004) atau menggunakan boks yang ditambah pecahan es pada bagian teratas karkas (Kementan, 2010). Sistem HACCP merupakan pendekatan ilmiah dan sistematis dalam mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP merupakan alat untuk menilai bahaya dan membuat suatu sistem pengendalian yang berfokus pada upaya pencegahan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan, mulai dari produk primer hingga konsumsi akhir (SNI ). Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu melaksanakan analisa bahaya, menentukan Titik Kendali Kritis (Critical Control Points-CCPs), menetapkan batas kritis, menetapkan sistem untuk memantau pengendalian TKK (CCP), menetapkan tindakan

5 perbaikan apabila hasil pemantauan menunjukkan bahwa terdapat titik kendali kritis yang menyimpang, menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif, dan menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapannya (SNI ). Metode Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat analitik deskriptif dengan metode studi kasus. Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2013 di RPA modern PT. X yang terletak di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, RPA semi modern Y yang terletak di Kampung Kedaung, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, dan RPA tradisional Z yang terletak di Pamulang, Tangerang Selatan. Informan penelitian ini di RPA modern PT. X adalah 4 orang supervisor yang masing-masing berasal dari divisi Quality Assurance (QA), Quality Control (QC), Produksi, dan Warehouse. Di RPA semi modern Y, informan penelitian berjumlah 2 orang, yaitu pemilik RPA dan pekerja. Sedangkan di RPA tradisional Z, informan berjumlah 2 orang yaitu pemilik RPA dan pekerja. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan informan dan hasil observasi di RPA. Sedangkan data sekunder berupa prosedur, instruksi kerja, formulir, dokumen, surat, foto, dan sertifikat. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri dengan cara melakukan wawancara mendalam, observasi, dan telusur dokumen. Untuk menjaga validitas data dalam penelitian ini, maka dilakukan triangulasi sumber dan metode. Hasil wawancara mendalam, observasi, dan dokumen yang ditelusur kemudian disajikan dalam bentuk narasi, dianalisis, dibandingkan dengan teori dan ditarik kesimpulan. Hasil Penelitian dan Pembahasan - Proses Penerimaan Di RPA PT. X, dilakukan pemeriksaan SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan) atau walaupun tidak semua peternak sudah memiliki SKKH sedangkan di RPA Y dan Z tidak diperiksa. Padahal sebaiknya ayam yang diterima disertai SKKH, karena surat tersebut menerangkan kesehatan ayam yang akan dipotong. Di RPA PT. X, ayam ditimbang lalu diistirahatkan 1-2 jam, setelah itu digantung di shackle sambil dihitung. Di RPA Y, setelah sampai, ayam ditimbang, lalu langsung dipotong, tidak diistirahatkan, kecuali apabila persiapan potong belum selesai, maka ditunggu dulu dan ayam disiram air agar tidak kepanasan dan mati. Di RPA Z, ayam sudah ditimbang dan dihitung di peternakan, setelah sampai, ayam langsung dilepas dan

6 diistirahatkan sampai pagi. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui tingkat susut selama di perjalanan. Sedangkan pengistirahatan sebaiknya dilakukan untuk memulihkan kondisi ayam dan mengurangi stres (Kementan, 2010). Di RPA PT. X, sambil diistirahatkan, dilakukan pemeriksaan antemortem. Staf Quality Control (QC) yang juga merupakan paramedik kesehatan hewan, memeriksa kenampakan, memarnya, dan kesehatan ayam. Di RPA Y dan Z, tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan dan tidak ada tenaga dokter hewan atau paramedik veteriner yang bertanggung jawab memeriksa kesehatan ayam, tapi pada saat menangkap ayam, diusahakan hanya dipilih ayam yang sehat. Padahal sebaiknya dilakukan pemeriksaan antemortem oleh dokter hewan atau paramedik veteriner sebelum menyembelih agar ayam yang sakit tidak sampai disembelih karena ayam yang sakit dapat menimbulkan pencemaran pada peralatan, pekerja, dan tempat pemotongan (Kementan, 2010). Tabel 6.1 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Penerimaan RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan PT. X Patogen Ayam sakit dan carrier Melakukan pemeriksaan kesehatan ayam Y Patogen Ayam sakit dan carrier Memilih ayam yang sehat Z Patogen Ayam sakit dan carrier Memilih ayam yang sehat Tabel 6.2 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Penerimaan RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen SKKH, PT. X Laporan Ayam sehat harian tidak Membuat Pemeriksaan Pemeriksaan pemeriksaan menunjukkan Berita Acara Audit antemortem antemortem ayam hidup, tanda-tanda Penolakan Berita acara sakit penolakan ayam hidup Y Z Ayam tidak menunjukkan tanda sakit seperti ngorok, bulu leher berdiri, malas jalan. Ayam tidak menunjukkan tanda sakit seperti ngorok, bulu leher berdiri, malas jalan. Pada saat memilih ayam, dilihat tandatanda sakit Pada saat memilih ayam, dilihat tandatanda sakit, ayam sakit tetap dipotong. Apabila saat memilih ayam banyak yang sakit, maka pindah ke peternakan lain. RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya dan tindakan pencegahan, penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan

7 dokumentasi. Sedangkan RPA Y dan Z belum menerapkan seluruh prinsip HACCP pada proses ini. - Proses Penyembelihan Di RPA PT. X, ayam dipingsankan dulu sebelum disembelih dengan stunner, yaitu bak berisi air yang dialiri listrik sekitar 70 volt selama 1-2 detik. Sedangkan di RPA Y dan Z ayam tidak dipingsankan sebelum disembelih. Namun RPA Y berencana untuk memasang shackle dan stunner. Pemingsanan ini bertujuan untuk menurunkan kesadaran ayam dan mengurangi rasa sakit. Pemingsanan harus cukup, karena apabila kurang dapat menyulitkan proses penyembelihan, sedangkan apabila berlebihan, ayam dapat mati sebelum disembelih sehingga tidak halal dan penirisan darahnya menjadi tidak sempurna (Kementan, 2010). Di RPA PT. X, Y, dan Z, penyembelihan dilakukan secara manual, yaitu dengan pisau yang tajam, sambil membaca doa, dan harus mengenai saluran pernafasan, pencernaan, dan pembuluh darah. karena untuk menjaga kehalalannya. Di RPA PT. X, penyembelih sudah mendapat sertifikat dari MUI dan ayam digantung pada shackle. Sedangkan di RPA Y dan Z, ayam tidak digantung, tetapi dipegang dengan tangan. Hal yang penting dalam penyembelihan adalah pisau yang digunakan harus steril karena pisau yang kotor dapat menyebabkan kontaminasi bakteri (Barbut, 2002; Mead, 2004). Di RPA PT. X, pisau rutin dibersihkan dan diasah setiap 15 menit sekali. Namun di RPA Y dan Z, pisau hanya dibersihkan setelah selesai produksi. Di RPA PT. X, setelah ayam disembelih, ayam dibiarkan tergantung pada shackle yang bergerak selama rata-rata 3 menit untuk meniriskan darah. Sedangkan di RPA Y dan Z, penirisan darah dilakukan di dalam bak atau tong, ayam dibiarkan selama kira-kira 5 hingga 10 menit, agak lebih lama karena tidak menggunakan shackle. Darah harus ditiriskan sempurna karena akan mempengaruhi kualitas daging ayam yang dihasilkan dan warna daging menjadi merah (Kementan, 2010). Di RPA PT. X, Y, dan Z, penirisan darah sudah dilakukan dengan baik karena berdasarkan observasi peneliti, tidak ditemukan ayam yang dagingnya merah. Di RPA PT. X, ayam lalu dimasukkan ke mesin scalder 1 yang bersuhu C selama 1 menit lalu ke scalder 2 yang bersuhu C selama 1 menit. Di RPA Y, ayam yang sudah ditiriskan darahnya lalu dimasukkan ke mesin rebus yang bersuhu sekitar C selama kurang lebih 1 menit. Sedangkan di RPA Z, ayam dimasukkan ke dalam panci berisi air panas selama 3-5 menit hingga kulit di bagian ceker ayam mengelupas. Perebusan dilakukan untuk mempermudah pencabutan bulu dan mengurangi jumlah

8 bakteri yang menempel pada ayam. Suhu dan lama perendaman sebaiknya dikendalikan dan air di dalam scalder harus diganti secara berkala untuk mengurangi cemaran (Kementan, 2010; Sams, 2001). Di ketiga RPA, air scalder sudah diganti berkala, yaitu setiap sehabis produksi. Di RPA PT. X, Y, dan Z, setelah keluar dari tangki scalding, pencabutan bulu dilakukan dengan mesin plucker. Bedanya adalah di RPA PT. X, ayam masih tergantung pada shackle lalu shackle bergerak melalui mesin pencabut bulu. Sedangkan di RPA Y dan Z, ayam dimasukkan ke mesin pencabut bulu yang berbentuk seperti drum. Di RPA Y, ayam dipindahkan ke mesin pencabut bulu dengan conveyor, sedangkan di RPA Z, ayam diangkat dari panci, lalu diletakkan di lantai, baru dimasukkan ke mesin pencabut bulu. Hal ini kurang baik karena dapat menyebabkan kontaminasi dari bakteri yang ada di lantai. Di RPA PT. X, setelah keluar dari mesin plucker, ayam dipotong kepala lehernya secara manual, lalu melewati mesin pemotong kaki, ayam dijatuhkan ke ruang pengeluaran jeroan, lalu digantung kembali secara manual. Di RPA Y, ayam keluar dari mesin pencabut bulu langsung masuk ke bak stainless, dimuat ke keranjang, lalu diangkat ke meja untuk dikeluarkan jeroannya. Di RPA Z, ayam yang keluar dari mesin pencabut bulu kemudian dimasukkan ke bak untuk kemudian dikeluarkan jeroannya. Hal ini sudah baik karena tidak ada kontak langsung dengan lantai. Namun berdasarkan observasi peneliti, di ketiga RPA, karkas dipegang langsung dengan tangan sehingga dapat meningkatkan kontaminasi bakteri dari tangan pekerja (Sams, 2001). Apalagi di RPA Y dan Z tidak terdapat fasilitas cuci tangan sehingga kemungkinan untuk membawa kontaminan lebih besar. Tabel 6.3 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Penyembelihan RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan Pisau yang tidak bersih, Pencucian pisau pemotong, cuci tangan, kontaminasi tangan mengganti air scalder PT. X pekerja, air scalder Melakukan perawatan plucker, mengatur suhu air Benda asing Bulu yang tidak tercabut Y Z Kontaminasi dari pisau, tangan pekerja, air scalder, Kontaminasi dari pisau, tangan pekerja, air rebusan, lantai, Tabel 6.4 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Penyembelihan scalder Membersihkan pisau setelah produksi, mengganti air scalder Membersihkan pisau setelah produksi, mengganti air scalder RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen Penyembelihan Terpotong 3 Mengontrol Ayam merah Checklist PT. X Audit halal saluran (nafas, terpotongnya dimusnahkan killling-

9 Y Z Penyembelihan darah, pencernaan) Terpotong sempurna dan penirisan darah tuntas Warna daging tidak merah 3 saluran eviscerating Melihat warna daging ayam tidak merah Melihat warna daging ayam tidak merah Ayam merah dimusnahkan Ayam merah dimusnahkan RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya, penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi. RPA Y dan Z hanya menerapkan tindakan perbaikan pada proses ini. Sedangkan prinsip lainnya belum dilakukan. - Proses Pengeluaran Jeroan Di RPA PT. X, ayam disayat di bagian dekat kloaka, jeroan dikeluarkan dengan menggunakan spoon, setelah itu ada operator yang menarik jeroan satu per satu, mulai dari hati ampela, empedu, usus, tembolok. Di RPA Y dan Z, ayam dilubangi di bagian dekat kloaka lalu dibuka dan jeroan diambil langsung dengan tangan. Hal ini kurang baik karena kontak dengan tangan pekerja dapat meningkatkan peluang kontaminasi bakteri (Sams, 2001). Agar usus dan tembolok tidak robek, ditempatkan pekerja yang terlatih. Tapi menurut informan di RPA Y, usus dan tembolok robek tidak menjadi masalah karena akan direndam di bak pencucian dan di bak berisi air es. Padahal robeknya usus dan tembolok akan menyebabkan karkas ayam tercemar bakteri dari kotoran dan sisa makanan ayam (Sams, 2001). Di RPA PT. X, setelah jeroan dikeluarkan, dilakukan pemeriksaan postmortem. QC memeriksa kualitas jeroan secara visual atau organoleptik dan melihat apakah hati, usus dan jantung menunjukkan kelainan seperti berwarna pucat, berbintik-bintik, abnormal, hipermi atau tidak. QC yang memeriksa jeroan merupakan paramedik veteriner sehingga benar-benar mengerti jeroan dan karkas yang jelek. Di RPA Y dan Z, hati ampela dipilih dan disortir oleh pekerja sendiri, tidak ada dokter hewan ataupun paramedik veteriner. Jeroan yang jelek misalnya hati yang hancur, terbungkus jaringan putih apabila terkena gumboro, berbintik merah bercampur putih, atau usus ada bulat-bulat putih akan dibuang. Pemeriksaan postmortem ini berguna untuk mengantisipasi ayam sakit yang tidak terdeteksi sebelum disembelih, mendeteksi kelainan pada karkas maupun jeroan dan memisahkan jeroan dan karkas yang aman untuk dikonsumsi (Kementan, 2010).

10 Tabel 6.5 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Pengeluaran Jeroan RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan PT. X Kontaminasi dari karyawan, pisau, spoon, kotoran ayam, ayam sakit yang tidak terdeteksi saat pemeriksaan antemortem Y Z PT. X Kontaminasi tangan pekerja, pisau, kotoran ayam Kontaminasi tangan pekerja, pisau yang jugadipakai untuk menyembelih, lantai Sanitasi pisau, spoon saat produksi, cuci tangan karyawan Membersihkan pisau setelah produksi, memisahkan pisau untuk menyembelih dan untuk mengeluarkan jeroan Tabel 6.6 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Pengeluaran Jeroan RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen Checklist Pemeriksaan Mengecek Jeroan jelek Jeroan normal Audit killlingeviscerating postmortem secara visual dimusnahkan Pengecekan terakhir karkas sebelum masuk area bersih jeroan dan bulu yang tertinggal di karkas Y Jeroan normal Z Jeroan normal Mengecek secara visual Pekerja memeriksa jeroan Pekerja memeriksa jeroan Jeroan dikeluarkan dan bulu dicabuti Jeroan jelek dibuang Jeroan jelek dibuang Audit Checklist killlingeviscerating Catatan berat jeroan, kaki, kepala RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya, penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi. RPA Y dan Z hanya menerapkan tindakan perbaikan pada proses ini. Sedangkan prinsip lainnya belum dilakukan. - Proses Pencucian dan Pendinginan Di RPA PT. X, ayam dimasukkan ke chilling tank 1 untuk pencucian dengan air yang bersuhu 10 C dan mengalir berlawanan arah dengan masuknya karkas, serta ditambahkan klorin dioksida secara otomatis dengan dosing pump. Pemberian klorin dioksida ini sudah baik karena dapat membunuh kuman yang ada di air dan di karkas (Kemenkes, 2010). Di RPA Y, ayam yang sudah dikeluarkan jeroannya dicuci dan diperiksa apabila masih ada bulu maupun maras yang tertinggal. Maras dan bulu ini dapat mempercepat pembusukan dan dapat menimbulkan bau tidak sedap. Di RPA Z, ayam dicuci dengan air biasa di

11 dalam bak. Ketiga RPA sudah melakukan pencucian. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan materi organik dan kotoran yang menempel pada karkas (Sams, 2001). Di RPA PT. X, setelah keluar dari chilling tank 1, karkas masuk ke chilling tank 2 untuk didinginkan dengan air mengalir yang bersuhu maksimal 2 C. Karkas yang keluar diharapkan bersuhu maksimal 4 C. Di RPA Y, setelah dicuci, karkas dimasukkan ke bak pendinginan yang diisi air yang ditambah 10 balok es dan direndam selama 1-2 jam. Menurut informan, suhu air kurang lebih 5 C tetapi suhu karkas tidak dicek. Terdapat 2 bak pendinginan, setiap selesai merendam, ayam diangkat, lalu airnya dibuang dan diganti. Sedangkan di RPA Z, ayam tidak didinginkan. Padahal pendinginan harus dilakukan untuk menghambat pertumbuuhan mikroba dan segera setelah jeroan dikeluarkan, suhu karkas harus diturunkan hingga maksimal 4 C (Sams, 2001) atau akan segera terjadi pembusukan (Murtidjo, 2003). Tabel 6.7 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Pencucian dan Pendinginan RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan Kontaminasi dari air dan Mengecek kualitas air dan es setiap 2 minggu PT. X es sekali Residu klorin Kerusakan dosing pump Mengecek residu klorin Y Maras yang menempel, tidak ada sirkulasi air di Mencuci karkas, menambahkan klorin, es bak Z yang menempel di karkas, kenaikan suhu Melakukan pencucian Tabel 6.8 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Pencucian dan Pendinginan RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen Suhu karkas Mengecek Menambahkan Laporan keluar chilling suhu karkas es ke chilling inspeksi PT. X Pendinginan tank 4 C, keluar chilling Audit tank, koreksi chilling residu klorin tank dan kadar klorin grading 0,8-3 ppm, residu klorin Y Pendinginan Bak diberi 10 balok es Z Pencucian Apabila karkas rusak, dibuang Apabila karkas rusak, dibuang RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya, penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi. Sedangkan RPA Y dan Z belum menerapkan prinsip HACCP pada proses ini, kecuali tindakan perbaikan.

12 - Proses Pemotongan Karkas Di RPA PT. X, ayam keluar dari chilling tank langsung digantung kembali dan ditiriskan pada shackle yang berjalan. Suhu di area chilling-grading merupakan suhu ruang, sehingga walaupun suhu karkas keluar dari chilling tank 4 C, dapat terjadi kenaikan suhu. Setelah itu, operator produksi memilah karkas menjadi grade A dan B, setelah itu baru dipisahkan berdasarkan ukuran karkas. Penilaian mutu dan penimbangan ini seharusnya dilakukan secepat mungkin untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Namun, berdasarkan observasi peneliti, proses ini cukup memakan waktu dan suhu ruang yang tidak dikontol menyebabkan munculnya potensi pertumbuhan bakteri. Di RPA Y dan Z tidak dilakukan grading menjadi grade A dan B karena di RPA Y khusus memproduksi boneless, sedangkan RPA Z biasanya menjual daging ayam sebagai parting. Di RPA PT. X, setelah grading, karkas dipindahkan secepat mungkin ke chiller, lalu karkas diambil sesuai jumlah pesanan dan dipotong di ruang cut up (pemotongan) sesuai keinginan customer. Pemotongan karkas menjadi boneless dilakukan secara manual dengan pisau sedangkan parting dilakukan dengan mesin parting. Suhu di ruang cut up dijaga agar 10 C dan karkas ditambah es agar tetap dingin. Hal ini dilakukan untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Di RPA Y, ayam dipotong dulu sayapnya, lalu pahanya. Setelah itu, bagian dada dan paha diproses menjadi boneless dengan pisau, dibuang kulitnya sesuai permintaan pelanggan, setelah itu dibungkus, ditumpuk, dan ditutup es. Sayangnya, suhu di ruang pemotongan adalah suhu ruang, tidak ada pendingin ruangan. Walaupun selama menunggu dipotong, karkas ditutupi taburan es, masih ada kemungkinan suhu karkas naik sehingga lebih rentan terhadap berkembangnya bakteri. Di RPA Z, ayam dipotong dengan golok di talenan yang diletakkan di atas lantai, dicuci, lalu ditiriskan di keranjang yang juga diletakkan di atas lantai. Padahal kontak dengan lantai sebaiknya dihindari karena di lantai terdapat banyak bakteri. Seharusnya pemotongan dilakukan di atas meja yang tidak terbuat dari kayu, tidak toksik, dan mudah dibersihkan (SNI ). RPA Z juga tidak memiliki pendingin ruangan dan ayam juga tidak ditutupi taburan es sehingga sangat mendukung tumbuhnya bakteri. Di RPA PT. X, produk ada yang dikemas dengan menggunakan plastik, tray, dikemas secara vakum, hot seal, lalu diberi label, maupun dengan keranjang untuk produk curah. Di RPA Y, produk dikemas secara manual per 2 kg dengan kantong plastik PP. Sedangkan di RPA Z, ayam dikemas dengan kantong plastik kresek bening. Ketiga RPA sudah melakukan pengemasan. Pengemasan ini bertujuan untuk melindungi produk dari cemaran (Sams, 2001).

13 Tabel 6.9 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Pemotongan Karkas RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan PT. X Kontaminasi pekerja, pisau, talenan, kenaikan suhu Y Z Sisa plastik dan seal tape Cemaran logam Sisa plastik dan seal tape belum dirapikan Kontaminasi tangan pekerja, pisau, kenaikan suhu, Pisau untuk menyembelih juga dipakai untuk memotong karkas Pisau berkarat masih digunakan Mencuci peralatan setiap 4 jam sekali, menjaga suhu ruang maks 10 C, mengadakan cuci tangan keliling Menyediakan wadah untuk sisa plastik Memberi es pada karkas, membersihkan pisau setelah produksi Mencuci pisau setelah produksi Tabel 6.10 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Pemotongan Karkas RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen Suhu karkas Mengecek Form pengecekan PT. X Pembekuan keluar dari suhu produk, Pembekuan area packing Audit cepat blast freezer suhu blast ulang frozen, maks. -18 C freezer laporan in-out blast freezer Y Pemberian es Z Apabila daging kebiruan, dipotong Apabila daging merah, memar dibuang Catatan berat dan jumlah daging RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya, penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi. Sedangkan RPA Y dan Z belum menerapkan seluruh prinsip HACCP pada proses ini. - Proses Penyimpanan Di RPA PT. X, produk segar disimpan di chiller dengan suhu maksimal 4 C selama maksimal 3 hari, sedangkan produk frozen dibekukan dahulu di blast freezer dengan suhu sekitar -40 C selama 4 jam agar suhu karkas bisa mencapai -18 C, setelah itu dikemas dengan karung, lalu disimpan di cold storage dengan suhu maksimal -18 C selama maksimal 1 tahun. Suhu penyimpanan harus diperhatikan karena kenaikan suhu dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Standar suhu di anteroom dan loading dock adalah 7 C agar kenaikan suhu produk tidak signifikan.

14 Di RPA Y, produk beku dibekukan dulu di blast freezer dengan suhu -40 C selama 4-8 jam, setelah itu dikeluarkan, dikemas dalam karung per 20 ekor, lalu disimpan di cold storage dengan suhu -20 C maksimal selama 6 bulan. Tetapi menurut informan, biasanya 1-2 bulan sudah habis barangnya. Sedangkan produk segar ditaburi es dan langsung diangkut atau disimpan di dalam ruang es apabila harus menunggu. Di RPA Z, ayam tidak pernah disimpan karena apabila ada pesanan baru dipotong. Seharusnya suhu penyimpanan harus dijaga 1-4 C untuk produk segar dan -18 C untuk produk beku agar bakteri tidak tumbuh (Murtidjo, 2003). Tabel 6.11 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Penyimpanan RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan PT. X Kenaikan suhu chiller dan cold storage Kenaikan suhu ruang es Y dan cold storage, akumulasi kotoran di ruang es dan cold storage Mengecek suhu chiller dan cold storage, membersihkan chiller dan cold storage Tidak dilakukan pengecekan suhu. Cold storage dibersihkan tetapi tidak rutin Z Kenaikan suhu produk Tabel 6.12 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Penyimpanan RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen Standar Memperbaiki Laporan suhu chiller Mengecek mesin Pengecekan 4 C, cold suhu chiller PT. X pendingin, Audit Suhu Ruang storage dan cold evakuasi Penyimpanan maksimal - storage. produk FGWH. 18 C Y Penyimpanan dingin Suhu cold storage dapat mencapai - 40 C Memperbaiki mesin pendingin Catatan keluar masuk barang Z RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya, penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi. RPA Y hanya menerapkan tindakan perbaikan. Sedangkan RPA Z belum menerapkan seluruh prinsip HACCP pada proses ini. - Proses Pendistribusian Di RPA PT. X, produk yang akan dikirim telah dikemas dengan kemasan sekunder berupa kardus, karung untuk produk beku, dan keranjang untuk produk curah. Di RPA Y, kemasan yang digunakan untuk produk fresh adalah plastik, sedangkan produk frozen dikemas dengan karung. Sedangkan di RPA Z, kemasan yang digunakan adalah kantong plastik. Ketiga RPA sudah melakukan pengemasan. Pengemasan sekunder ini penting

15 untuk melindungi produk dari kerusakan, kebocoran, cemaran, dan debu selama pendistribusian (Sams, 2001). Kemasan harus cukup kuat, dapat melindungi produk dari cemaran tapi tidak mengandung bahan yang dapat mempengaruhi isi kemasan (Murtidjo, 2003). Di RPA PT. X, sebelum mobil diberangkatkan, mobil harus didinginkan terlebih dahulu. Standar di PT. X adalah suhu mobil untuk produk fresh harus mencapai 0-4 C sedangkan untuk produk beku suhunya maksimal -12 C. Hal ini sudah baik, yaitu agar tidak terjadi lonjakan suhu saat produk dimasukkan ke mobil. Barang dikeluarkan dari chiller dan cold storage secara FIFO (First in First Out) untuk produk fresh dan FEFO (First Expired First Out) untuk produk frozen. Hal ini sudah baik, produk yang dihasilkan lebih dulu didistribusikan lebih dulu untuk menjaga kualitas produk. Persiapan dilakukan di dalam chiller untuk produk fresh, di anteroom untuk produk dalam jumlah besar dan di cold storage untuk produk frozen dalam jumlah kecil. Namun sayangnya, suhu di anteroom 1 dan 2, yang berdekatan dengan loading dock selalu di atas standar (standarnya adalah 7 C) karena pendingin di loading dock rusak. Hal ini dapat menyebabkan suhu produk naik saat persiapan kirim, sehingga terdapat kemungkinan terjadi pertumbuhan mikroba. Di RPA Y, produk segar dikeluarkan dari ruang es, lalu ditimbang dan dikemas ulang sesuai pesanan. Suhu saat menimbang dan mengemas ulang adalah suhu ruang sehingga terdapat kemungkinan bakteri dapat tumbuh. Produk segar yang akan dikirim dimasukkan ke boks plastik lalu ditaburi es, ditutup dan dimasukkan ke mobil biasa. Hal ini kurang baik, karena tidak ada pendingin, maka es bisa meleleh di perjalanan dan bakteri rentan tumbuh. Produk beku dikeluarkan dari cold storage lalu ditimbang dan dimasukkan ke mobil berpendingin yang dapat mencapai suhu -20 C. Pengeluaran produk belum dilakukan secara FIFO, tetapi diambil secara acak. Hal ini kurang baik untuk kualitas produk karena produk yang lebih dulu diproduksi dapat menumpuk di cold storage dan apabila rusak, dapat terjadi kontaminasi ke produk yang masih baik. Sedangkan di RPA Z, apabila barang harus diantarkan, maka diantar dengan motor dan produk tidak didinginkan dengan es. Padahal suhu merupakan faktor penting karena mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan masa simpan produk (Sams, 2001). Tabel 6.13 Analisa Bahaya dan Tindakan Pencegahan di Proses Pendistribusian RPA Bahaya Penyebab Tindakan Pencegahan PT. X Kenaikan suhu anteroom, loading dock, dan mobil Mengecek suhu anteroom dan mobil

16 Y Kenaikan suhu saat pendistribusian Pengiriman produk beku dengan mobil berpendingin. Tapi produk segar hanya ditaburi es. Z Kenaikan suhu Tabel 6.14 Penerapan Prinsip HACCP di Proses Pendistribusian RPA CCP Batas Kritis Monitoring Koreksi Verifikasi Dokumen Standar suhu anteroom 7 C, standar suhu mobil saat Apabila sudah precooling 0- PT. X jelek, maka Audit 4 C untuk dimusnahkan. Y Pengiriman dingin produk fresh dan -12 C untuk produk frozen. QC mengecek suhu anteroom, suhu mobil saat precooling, dan suhu selama di perjalanan terekam Tidak dilakukan pengecekan suhu Z Apabila rusak dibuang. Apabila rusak dibuang. Catatan data logger (suhu mobil selama di perjalanan) dan catatan komplain dari customer. Catatan jumlah, berat barang, alamat pengiriman RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP, mulai dari analisa bahaya, penentuan Titik Kendali Kritis (CCP), penentuan batas kritis, penentuan tindakan monitoring, penentuan tindakan perbaikan, tindakan verifikasi, dan dokumentasi. RPA Y hanya melakukan tindakan perbaikan. Sedangkan RPA Z belum menerapkan seluruh prinsip HACCP pada proses ini. Kesimpulan RPA PT. X sudah menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik, kecuali bak celup tangan kurang efektif dan pendingin di loading dock rusak. RPA PT. X sudah memiliki sarana prasarana yang cukup memenuhi SNI RPA, kecuali lantai licin, tergenang, berlubang dan masih ada lalat. RPA PT. X sudah menerapkan seluruh prinsip HACCP. RPA Y belum menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik karena tidak melakukan pemeriksaan antemortem, tidak membersihkan pisau pada saat produksi, tidak melakukan pemeriksaan postmortem, meletakkan jeroan di atas lantai, tidak memasang pendingin di ruang pemotongan karkas, belum melakukan pembersihan cold storage secara rutin, dan tidak mendistribusikan produk segar dengan mobil berpendingin. RPA Y belum memiliki sarana prasarana yang memenuhi SNI RPA, karena tidak ada tempat cuci tangan, foot bath, dinding yang kurang tinggi, lantai yang licin dan tergenang, dan sarana

17 pengendalian hama. RPA Y juga belum menerapkan prinsip HACCP, kecuali tindakan perbaikan. RPA Z belum menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik karena tidak melakukan pemeriksaan antemortem, tidak membersihkan pisau pada saat produksi, tidak melakukan pemeriksaan postmortem, menggunakan pisau yang sudah berkarat, meletakkan karkas maupun jeroan di atas lantai, tidak mendinginkan karkas dengan es, dan mencampur antara peralatan yang digunakan untuk menyembelih dengan peralatan untuk memotong karkas. RPA Z belum memiliki sarana prasarana yang memenuhi SNI RPA karena tidak dipisahkan area kotor dan bersih, tidak ada sarana cuci tangan, pencegahan serangga, dan konstruksi bangunan belum memenuhi SNI RPA. RPA Z juga belum menerapkan prinsip HACCP, kecuali tindakan perbaikan. Saran RPA Y dan Z sebaiknya menerapkan cara produksi dan penanganan daging ayam yang baik, memperbaiki dan menyediakan sarana prasarana yang belum sesuai dengan SNI, dan mulai berusaha menerapkan prinsip-prinsip HACCP setelah GMP dan SSOP terpenuhi. RPA PT. X sebaiknya melakukan evaluasi terhadap prinsip-prinsip HACCP yang telah diterapkan, memperbaiki sarana prasarana yang rusak. Kepustakaan Barbut, Shai Poultry Product Processing An Industry Guide. Boca Raton: CRC Press. Buzby, Jean C International Trade and Food Safety: Economic Theory and Case Studies. USDA. FAO Agribusiness Handbook Poultry Meat & Eggs. FAO dan WHO Salmonella and Campylobacter in Chicken Meat. Guerrero-Legarreta, Isabel Handbook of Poultry Science and Technology. Hoboken: John Wiley & Sons Inc. Kementrian Pertanian Pedoman Produksi dan Penanganan Daging Ayam yang Higienis. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen Direktorat Jenderal Peternakan dan Pertanian. Mead, G.C Poultry Meat Processing and Quality. Boca Raton: CRC Press.

18 Mulder, R.W.A.W Safety of Poultry Meat: From Farm to Table. International Consultative Group on Food Irradiation (ICGFI) Murtidjo, Bambang Agus Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sams, Alan R Poultry Meat Processing. Boca Raton: CRC Press. Standar Nasional Indonesia tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Standar Nasional Indonesia tentang Rumah Pemotongan Unggas. Thaheer, Hermawan Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Jakarta: PT. Bumi Aksara. Winarno, F.G. dan Surono HACCP dan Penerapannya Dalam Industri Pangan. Bogor: M-BRIO PRESS, Cetakan 2.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa bangunan yang didesain dan dibangun khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan

Lebih terperinci

[Pengelolaan Rumah Potong Unggas]

[Pengelolaan Rumah Potong Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan Rumah Potong Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

Mutu karkas dan daging ayam

Mutu karkas dan daging ayam Standar Nasional Indonesia Mutu karkas dan daging ayam ICS 67.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) Diterbitkan : Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Grobogan Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat umum (SNI, 1999). Tujuan utamanya didirikan RPU adalah untuk

KAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat umum (SNI, 1999). Tujuan utamanya didirikan RPU adalah untuk 1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Rumah Pemotongan Hewan Unggas Rumah pemotongan unggas (RPU) adalah komplek bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu

Lebih terperinci

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Pasar merupakan tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Secara umum berdasarkan kelas mutu pelayanan terbagi menjadi

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PENANGANAN PENDAHULUAN Instruksi kerja merupakan dokumen pengendali yang menyediakan perintah-perintah untuk pekerjaan atau tugas tertentu dalam penanganan pascapanen mangga Gedong Gincu. 1. Struktur kerja

Lebih terperinci

26 Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, P

26 Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, P HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam Tiga pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan menjadi lokasi pengambilan sampel daging ayam, yaitu Pasar Modern, Pasar Bukit, dan Pasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tempat Pemotongan Ayam Daging ayam di Bali seluruhnya disediakan oleh pihak swasta, yang terdiri dari 2 unit Rumah Pemotongan Unggas (RPU) yang berbentuk perusahaan masing-masing

Lebih terperinci

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A 4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa sebuah proses produksi dari

Lebih terperinci

RPA objectives, development, principles, management and food safety

RPA objectives, development, principles, management and food safety RPA objectives, development, principles, management and food safety TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Peserta dapat menjelaskan tentang prinsip dan manajemen RPA agar menghasilkan daging yang berkualitas dan aman

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 88 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Quality Function Deployment (QFD) Harapan Konsumen (Costumer Needs and Benefits ) Pengumpulan data primer dengan wawancara langsung kepada konsumen produk karkas ayam pedaging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelahan daging ayam untuk mengeluarkan jeroan, dan proses pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. pembelahan daging ayam untuk mengeluarkan jeroan, dan proses pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber kontaminasi bakteri pada daging ayam dapat berasal dari lingkungan sekitar pemotongan (rumah potong hewan), proses pemotongan daging ayam (perendaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan

Lebih terperinci

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT >> PENDAHULUAN Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional adalah acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional dan dalam rangka pengawasan keamanan pangan

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP 90 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP Checklist Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) (Lampiran 4) menunjukkan nilai akhir 83. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN Oleh: Amanda Gabriella Chandra (6103008080) Ivana Halingkar (6103008103) Lita Kuncoro (6103008104) Catherine Tanaya (6103008105) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT SARANG WALET UNTUK PENGELUARAN KE NEGARA REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU Disampaikan Oleh : Ir. Fini Murfiani,MSi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam Sampel daging ayam yang diteliti diperoleh dari pasar-pasar di Kota Tangerang Selatan. Selama pengambilan kuisioner terdapat 24 pedagang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Pendahuluan Dan makanlah makanan yang Halal lagi Baik dari apa yang

Lebih terperinci

Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005

Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005 Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005 Aspek SSOP Kondisi TPA dibina Kondisi Seharusnya Keterangan Penanggung Jawab Kesehatan Hewan dan

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

KARKAS PT. SIERAD SEKOLAH

KARKAS PT. SIERAD SEKOLAH STRATEGI MANAJEMEN MUTU PROSES PRODUKSI KARKAS AYAM PEDAGING DI RUMAH PEMOTONGAN AYAM (RPA) PT. SIERAD PRODUCE, Tbk, PARUNG, BOGOR NUR FITRIANII USDYANA ATTAHMID SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Hadiwiardjo, B.H Memasuki Pasar Internasional Dengan ISO 9000 Sistem Manajemen Mutu. PT. Ghalia, Jakarta.

Hadiwiardjo, B.H Memasuki Pasar Internasional Dengan ISO 9000 Sistem Manajemen Mutu. PT. Ghalia, Jakarta. 166 DAFTAR PUSTAKA [AS/NZS] Australian New Zealand Standard. 2001. ISO 9001:2000 : Quality Management Systems Foundamentals and Vocabulary. New South Wales : Standard Australia International Ltd and Standard

Lebih terperinci

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk

Bgn-2. Penanganan Mutu Produk Bgn-2. Penanganan Mutu Produk 1. Proses produksi 2. Pengolahan 3. Teknologi 4. Pemasaran A. Sasaran B. Hazard Analysis Critical Control Point, meliputi 2 aspek : 1. SSOP (Sanitation Standar Operating Procedure)

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya No. unit prosesing CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya 1. Sortasi daging biologis (bakteri pathogen, jamur, serangga dsb.),cemaran kimia (logam berat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

Badan Standardisasi Nasional

Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia SNI 01-6159 1999 Rumah Pemotongan Hewan Badan Standardisasi Nasional Rumah Pemotongan Hewan Pendahuluan Penetapan standar Rumah Pemotongan Hewan merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan 67 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP Penelitian ini dimulai dengan observasi pada suatu proses produksi di katering A di Semarang, Jawa Tengah dengan acuan checklist SSOP dan GMP.

Lebih terperinci

PENANGANAN DAGING KURBAN

PENANGANAN DAGING KURBAN 1 2 PENANGANAN DAGING KURBAN Daging kurban harus ditangani secara baik dan benar agar daging yang dihasilkan aman dan layak untuk dikonsumsi masyarakat. Penanganan daging kurban yang tidak higienis dapat

Lebih terperinci

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BAHAN AJAR PELATIHAN JURU SEMBELIH HALAL KODE UNIT KOMPETENSI : A. 016200.006.01 MENERAPKAN HIGIENE SANITASI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Tiga Bawang merupakan sebuah industri kecil menengah yang bergerak dibidang pembuatan keripik dengan bahan baku ubi kayu. UD. Tiga Bawang adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara bahan makanan kering dan basah serta mencatat serta pelaporannya. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima harus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di desa Pandanarum kecamatan Sutojayan kabupaten Blitar, khususnya di rumah potong ayam yang ada di desa Pandanarum.

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 ) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat,

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam penanganan pasca panen (pembekuan) untuk hasil perikanan, yang merupakan milik Bapak

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN)

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) Post 04 Desember 2014, By Ir. Elvina Herdiani, MP. bbpplbungapotperkembangan bisnis bunga potong meningkat dengan cukup pesat dari waktu ke waktu, hal ini menunjukkan

Lebih terperinci

STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG

STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG STUDI PENGENDALIAN MUTU KACANG TANAH SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUKSI KACANG SHANGHAI PADA PERUSAHAAN PUTRI PANDA TULUNGAGUNG Miftakhurrizal Kurniawan 1, Isna Arofatus Zahrok 2 Jurusan Teknologi Industri Pertanian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU Mangga merupakan salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan dan diusahakan Varietas mangga yang banyak dibudidayaka adalah Mangga Arum Manis, Dermayu dan G Komoditas

Lebih terperinci

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) *) **) Michelia Rambu Lawu *), Sri Yuliawati **), Lintang Dian Saraswati **) Mahasiswa Bagian Peminatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan Asal Hewan

TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan Asal Hewan 5 TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan Asal Hewan Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia, sehingga perlu diperhatikan kualitas dan kuantitasnya. Perhatian pemerintah terhadap ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal) TINJAUAN PUSTAKA Karkas Ayam Pedaging Ayam dibagi menjadi 2 tipe yaitu ayam petelur dan ayam pedaging. Ayam petelur adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil telurnya sedangkan ayam pedaging adalah ayam

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 381/Kpts/OT.140/10/2005 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI KONTROL VETERINER UNIT USAHA PANGAN ASAL HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan bangunan atau kompleks bangunan yang dibuat menurut bagan tertentu di suatu kota yang digunakan sebagai tempat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/Permentan/PD.410/5/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/Permentan/PD.410/5/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/Permentan/PD.410/5/2014 TENTANG TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN HASIL BAHAN ASAL HEWAN KONSUMSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CV Cita Nasional merupakan salah satu industri yang bergerak pada olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat mudah terkontaminasi karena kandungan

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

Evaluasi Untuk Peningkatan Mutu dan Keamanan Proses Produksi Ikan Goreng Pada Perusahaan Katering di Semarang Melalui Penerapan Prinsip HACCP

Evaluasi Untuk Peningkatan Mutu dan Keamanan Proses Produksi Ikan Goreng Pada Perusahaan Katering di Semarang Melalui Penerapan Prinsip HACCP Evaluasi Untuk Peningkatan Mutu dan Keamanan Proses Produksi Ikan Goreng Pada Perusahaan Katering di Semarang Melalui Penerapan Prinsip HACCP Evaluation of Quality and Safety of Fried Fish Production at

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Pedoman

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Kuisioner Penyediaan telur yang aman dan berkualitas sangat diperlukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Penanganan telur mulai dari sesaat setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci