I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 1998 rasio ekspor terhadap impor (X/M) dalam kelompok perdagangan non migas meningkat dari sekitar 0.6 pada tahun 1973 menjadi 1.7. Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan migas di dalam ekspor total nasional makin kecil. Sektor migas secara bertahap tidak bisa lagi menjadi sumber utama devisa negara. Sektor industri yang berbasis resource base secara perlahan mulai menggantikan peranan sektor migas dalam perolehan devisa (Tambunan, 2002). Penurunan peran ekspor migas terkait dengan adanya perubahan kebijakan industrialisasi pada dekade 1980-an, yaitu dari substitusi impor ke orientasi ekspor. Perubahan kebijakan tersebut juga berdampak pada perubahan struktur ekspor yaitu makin besarnya kontribusi kelompok manufaktur terhadap nilai total ekspor. Meskipun struktur ekspor Indonesia belum begitu baik tetapi ketergantungan terhadap minyak dan gas sudah mulai berkurang secara signifikan. Produk-produk industri dari kayu yang termasuk kelompok industri manufaktur juga mengalami peningkatan peran yang cukup besar dalam perdagangan, baik perdagangan luar negeri maupun domestik. Perdagangan luar negeri (ekspor) merupakan masalah yang cukup vital bagi pendapatan negara. Jika nilai ekspor negara lebih besar daripada nilai impor maka negara akan mengalami surplus neraca perdagangan. Sebaliknya jika nilai impor yang lebih besar negara akan mengalami devisit neraca perdagangan.

2 2 Berdasarkan data BPS menunjukkan total nilai ekspor-impor dengan migas maupun tanpa migas mengalami peningkatan selama periode , sedangkan tahun 1998 dan 1999 kinerja ekspor dan impor mengalami penurunan drastis karena krisis ekonomi. Pada tahun 2000 kinerja ekspor dan impor tersebut secara berlahan mengalami kenaikan. Sejak Pelita I sampai dengan Pelita VI, subsektor kehutanan memiliki peran yang cukup penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 1980-an Indonesia menyumbang sekitar 40 persen terhadap ekspor kayu dunia, dengan negara tujuan ekspor utama ke Jepang, Taiwan, Korea, Singapura dan China (Timotius, 2000). Ekspor kayu tersebut didominasi oleh kayu bulat, namun dominasi ekspor kayu bulat berakhir pada tahun 1985 sejak diberlakukannya larangan ekspor kayu bulat dan mulai digantikan dengan peningkatan ekspor produk hasil industri pengolahan kayu primer (kayu gergajian dan kayu lapis pada akhir tahun 1980-an) dan peningkatan nilai ekspor pulp pada tahun 1990-an. Ekspor pulp berkembang sangat pesat yaitu pada tahun 1993 tercatat nilai ekspor hanya mencapai US $ juta sedangkan pada tahun 2002 telah mencapai US$ juta atau tumbuh rata-rata per tahun (Indonesia Pulp and Paper Association, IPPA 2003). Dalam waktu empat tahun terakhir, nilai total ekspor produk industri kayu berimbang antara produk industri kayu primer dan produk industri kayu lanjutan. Total nilai ekspor produk industri kayu pada tahun 1998 tercatat US $ milyar yang terdiri dari produk industri kayu primer berkisar 47 persen dan masih didominasi oleh kayu lapis diikuti oleh pulp dan kayu gergajian, sedangkan 53 persen adalah ekspor produk industri kayu lanjutan (ITTO, 2004).

3 3 Kebijakan larangan ekspor kayu bulat pertama kali diberlakukan pada Mei 1980 melalui Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan). Larangan ekspor kayu bulat pada awalnya diberlakukan secara bertahap, dan baru pada tahun 1985 diberlakukan secara total. Sesudah krisis atas desakan IMF larangan dihentikan pada tahun 1998 tetapi diberlakukan kembali pada tahun 2001 sampai dengan saat ini. Pada awalnya larangan ekspor kayu bulat bertujuan untuk : (1) meningkatkan pendapatan ekspor dari sektor kehutanan melalui peningkatan ekspor kayu olahan, (2) meningkatkan penyerapan tenaga kerja, (3) meningkatkan nilai tambah produk kayu bulat, dan (4) mendorong pembangunan ekonomi regional. Kebijakan larangan ekspor kayu bulat diberlakukan kembali melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kehutanan Nomor: 1132/Kpts-II/2001 dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 192/MPP/Kep/10/2001, tertanggal 8 Oktober Tujuannya disebutkan antara lain untuk mencegah dimanfaatkannya kebijakan ekspor kayu bulat/bahan baku serpih oleh pelaku penebangan liar (illegal logging) dan perdagangan gelap (illegal trading) yang mengancam kelestarian sumber daya hutan dan kerusakan lingkungan. Subsektor kehutanan dan industri berbasis kehutanan memiliki kontribusi yang rendah terhadap PDB, yaitu hanya berkontribusi sebesar 3.6 persen (termasuk pulp dan kertas dengan 90 bahan baku dari kayu), meskipun subsektor kehutanan mampu menampung tenaga kerja yang sangat besar terutama dari industri kayu bulat, industri kayu olahan primer dan industri kayu olahan lanjutan (ITTO, 2004). Dalam sepuluh tahun mendatang Indonesia menargetkan menjadi

4 4 produsen dan pengekspor pulp terbesar keenam dunia, dengan volume produksi sekitar 10 juta ton per tahun atau 4 produksi dunia (Ibnusantoso, 1997). Produk hasil industri pengolahan kayu primer berupa kayu gergajian pada awalnya merupakan produk industri pengolahan kayu hulu yang cukup dominan, kemudian secara bertahap mulai digantikan oleh kayu lapis, kemudian pulp yang nilai ekpornya selalu naik. Tetapi sejak adanya krisis ekonomi pada tahun 1997, terjadi penurunan ekspor hasil industri pengolahan kayu primer. Kemudian secara perlahan ekspor produk industri pengolahan kayu primer berfluktuasi, naik dan turun sesuai dengan kondisi makroekonomi Indonesia. Penurunan kinerja ekspor kayu lapis kecenderungannya konsisten baik volume maupun nilainya. Berdasarkan data Departemen Kehutanan (2004), penurunan ekspor produk industri pengolahan kayu primer juga dipicu oleh penurunan pemanfaatan kapasitas industri perkayuan dari rata-rata 66 pada tahun 1996 menjadi sekitar 45 pada tahun Sejak tahun 1997 ekspor produk industri pengolahan kayu primer Indonesia terutama kayu lapis cenderung menurun baik nilai maupun volume. Tabel 1 menunjukkan bahwa sejak tahun 2002 ada sedikit perbaikan kinerja pada ekspor produk pulp dan kayu gergajinan. Pulp berfluktuatif dan kecenderungannya meningkat baik volume maupun nilainya demikian pula kayu gergajian kecenderungannya menurun baik volume maupun nilainya. Kayu lapis sebelumnya merupakan salah satu andalan ekspor produk industri pengolahan kayu primer Indonesia dan mampu menguasai pasar kayu lapis dunia. Tetapi dalam perkembangannya peran produk kayu lapis di dalam perdagangan internasional terus menurun. Pada tahun 2002 nilai pangsa pasar kayu lapis masih

5 tertapi pada tahun 2005 menjadi Demikian juga kayu gergajian dari 9.3 menajdi 6.7. Teatepi pulp perannya mengalami kenaikan dari 7.1 pada tahun 2002 menjadi 12.2 pada tahun Tabel 1. Peran Ekspor Produk Industri Pengolahan Kayu Primer Indonesia terhadap Perdagangan Produk Industri Pengolahan Kayu Primer Dunia Pulp Unit Dunia Juta US $ Ton Indonesia Juta US$ Ton % INA Thd Dunia Nilai Volume Kayu Lapis Dunia Juta US $ Ton Indonesia Juta US$ Ton % INA Thd Dunia Nilai Volume Kayu Gergajian Dunia Juta US $ Ton Indonesia Juta US$ Ton % INA Thd Dunia Nilai Volume Sumber : COMTRADE, 2007 (diolah) Penurunan peran ekspor produk industri pengolahan kayu primer utamanya kayu lapis dan kayu gergajian di pasar internasional berpengaruh terhadap peran Indonesia dalam menentukan harga di pasar dunia, dan melemahkan kekuatan lobby Indonesia di dalam menentukan kebijakan perdagangan internasional terhadap produk kayu lapis. Perubahan ini harus diantisipasi secara seksama dalam rangka menjaga peran Indonesia dalam perdagangan produk kayu olahan di pasar internasional. Walaupun secara de facto

6 6 industri perkayuan Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dari sumber bahan baku kayu tropis yang relatif lebih berlimpah dibanding negara lain. Potensi bahan baku kayu bulat dari hutan alam masih mungkin untuk ditingkatkan melalui program silvikultur intensif dan pembangunan hutan tanaman. Kecenderungan kenaikan nilai ekspor produk kayu olahan terutama pulp diharapkan akan terus terjadi, mungkin volume mengalami penurunan tetapi nilai ekspor diharapkan terus naik. Kondisi ini sangat membantu pengembangan industri pengolahan kayu primer baik dari sisi pendapatan devisa maupun dari sisi lingkungan. Penghematan bahan baku akan memperpanjang umur tegakan kayu yang akan dieksploitasi sehingga mengurangi luasan areal hutan yang akan dieksploitasi. Di Indonesia peran kenaikan nilai ekspor pulp pada perdagangan internasional makin besar karena selain harga internasional pulp yang membaik, volume ekspor juga mengalami kenaikan. Hal ini akan mendorong kenaikan investasi pembangunan hutan tanaman industri sehingga bahan baku pulp akan lebih terjamin. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 162 tahun 2003 merencanakan percepatan pembangunan hutan tanaman industri dengan target 5 juta hektar sampai tahun 2009, dimana pada tahun 2007 realisasinya sudah mencapai 3.4 juta hektar (Dephut, 2007). Sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2016 Departemen Kehutanan Menetapkan Target untuk membangun 5.4 juta hektar hutan tanaman rakyat. Ketersediaan bahan baku yang cukup nantinya diharapkan akan mendorong investasi pada industri pengolahan kayu primer khususnya pulp. Sesudah krisis ekonomi pada tahun 1997, kondisi makroekonomi Indonesia cenderung stabil. Hal ini mendorong stabilnya proses produksi dan

7 7 perdagangan secara umum. Dalam upaya mencari alternatif kebijakan untuk meningkatkan masa depan produk industri pengolahan kayu primer, diperlukan antisipasi terhadap terjadinya perubahan kondisi makro dan kemungkinan perubahan kebijakan di bidang perdagangan dan kehutanan. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan penelitian yang dapat mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer dan mampu mengevaluasi kebijakan-kebijakan periode historis yang nantinya dapat meramalkan alternatif kebijakan masa depan Perumusan Masalah Kebijakan perdagangan dapat berdampak kepada semua subsektor baik sektor industri, perdagangan, investasi, pertanian, kehutanan dan sebagainya. Subsektor kehutanan memiliki potensi yang besar untuk menjadi salah satu sumber penerimaan devisa ekonomi Indonesia. Subsektor kehutanan merupakan suatu sektor yang memiliki banyak persinggungan dengan berbagai sektor lain. Subsektor ini terkait dengan berbagai kebijakan perdagangan baik dalam maupun luar negeri. Melalui kebijakan perdagangan yang tepat diharapkan dapat mendorong kinerja ekspor produk industri kehutanan menjadi lebih baik. Kemampuan produk kehutanan Indonesia bersaing dengan produk kehutanan sejenis dari negara-negara pesaing masih rendah. Rendahnya daya saing ekspor produk industri kehutanan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain teknologi, kualitas produksi ataupun kebijakan perdagangan yang belum menunjang kinerja perdagangan produk industri kehutanan. Permasalahan perdagangan yang menjadi perhatian para penentu kebijakan ekonomi di Indonesia adalah semakin turunnya surplus neraca perdagangan

8 8 Indonesia. Turunnya surplus neraca perdagangan terutama disumbang oleh kenaikan yang signifikan terhadap impor barang konsumsi dan bahan baku penolong yang cukup besar, selain karena adanya kenaikan impor barang modal. Penurunan surplus neraca perdagangan mempengaruhi posisi neraca transaksi berjalan Indonesia. Dalam masa krisis terlihat bahwa industri manufaktur yang tidak berbasis pada sumber daya lokal mengalami kolaps. Industri kehutanan masih mampu mengalami laju pertumbuhan yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil, sedangkan sektor industri manufaktur yang kandungan lokalnya sedikit, mengalami laju pertumbuhan yang negatif. Penerapan kebijakan ekonomi yang kondusif akan berdampak positif terhadap kinerja perdagangan secara keseluruhan. Produk kayu olahan yang merupakan salah satu komoditi ekspor yang diandalkan, juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi tersebut. Permasalahan perdagangan ekspor produk industri pengolahan kayu primer adalah sangat kompleks tetapi secara garis besar terbagi pada dua hal yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang berkaitan dengan komitmen perdagangan dunia dan hambatan-hambatan non tarrif barriers yang diciptakan negara lain. Non tarrif barriers bisa dengan alasan HAM, lingkungan hidup, dan sebagainya. Indonesia memiliki komitmen untuk melaksanakan kebijakan perdagangan dunia seperti yang telah diatur oleh World Trade Organization (WTO) dan telah meratifikasinya melalui UU No.7 tahun Pada tingkat regional, Indonesia telah menandatangani kesepakatan Asean Free Trade Agreement (AFTA) tentang perdagangan bebas di lingkungan negara-negara Asia Tenggara (Association of

9 9 South East Asian Nation, ASEAN), serta deklarasi Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) tentang sistem perdagangan bebas dan investasi. Kesepakatan-kesepakatan internasional tersebut selain berdamapk positif juga mempunyai dampak negatif terutama bila terkait produk yang sensitif terhadap lingkungan. Di samping itu juga merupakan tantangan bagi Indonesia untuk lebih siap menghadapi persaingan di masa depan. Permasalan perdagangan lainnya adalah yang permasalahan internal di dalam negeri atau kebijakan-kebijakan sektoral yang terkait baik langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja perdagangan. Untuk subsektor kehutanan banyak kebijakan yang terkait dengan produk industri pengolahan kayu primer yang mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja ekspornya. Sejak tahun 1970, komoditi produk kayu mengalami perkembangan kebijakan terutama pada sektor kehutanan. Perkembangan tersebut erat kaitannya dengan sektor perdagangan yang mempengaruhi kinerja ekspor produk kayu primer. Perkembangan terkait kebijakan perdagangan dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan perkembangan kebijakan kehutanan setiap sepuluh tahunan yang dapat dibagi dalam empat periode. Periode pertama dan kedua ( ) merupakan masa keemasan (booming) produksi dan ekspor kayu bulat. Hal tersebut dikarenakan terbitnya PP 21/1970 tentang HPH dan HPHH. Pada tahun 1980 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang larangan ekspor kayu bulat. Pada periode ketiga dan ke empat pada tahun 1990-an dan 2000-an, ditandai dengan munculnya isu global di bidang hak asasi manusia, ekonomi, dan lingkungan.

10 PP 21/1970 HPH dan HPHH UU 5/1967 Pokok-pokok Kehutanan PP 18/1975 Ketentuan Pemohon HPH Inpres Reboisasi dan Penghijauan (1976) SKB Tiga Menteri Larangan Ekspor Kayu Bulat (1980) Keppres 31/1989 dan 29/1990 Dana Reboisasi UU 5/1990 Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya SK Menperindag Ketentuan Ekspor Kayu Bulat (1998) SKB Tiga Menteri Pencabutan Larangan Ekspor Kayu Bulat (1998) UU 41/1999 Kehutanan SKB Menhut- - Mendag Penghentian Ekspor Kayu Bulat/BBS (2001). SK Menhut Penurunan Pajak Ekspor Kayu Bulat (2000) SK Menhut Soft Landing (2003) Keterangan DR = Dana Reboisasi PSDH = Provisi Sumber Daya Hutan, BBS = Bahan Baku Serpih (Sumber: Justianto, diolah 2005) : Gambar 1. Perkembangan Kebijakan Kehutanan terkait Perdagangan Inpres No 4/2005 Pemberantasan Penebangan dan Perdagangan Ky Ilegal SK Menhut Percepatan Pembangunan HTI utk Pemenuhan Bhn Baku Pulp dan Kertas (2003) 10

11 119 Kondisi subsektor kehutanan setelah krisis ekonomi mendorong Pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan kehutanan menurunkan pajak ekspor kayu bulat. menjadi maksimum 10 persen sebelum akhir Desember 2000 dan 0 persen pada tahun Setelah pajak ekspor kayu bulat diturunkan, ekspor kayu bulat berlangsung kembali namun volumenya sangat kecil. Perubahan kebijakan kehutanan pada era tahun 2000-an diawali dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan dirangsang juga oleh adanya desentralisasi pemerintahan sejalan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 dan 25 tahun Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 memberikan perhatian khusus pada aspek perencanaan kehutanan secara partisipatif, pemberdayaan ekonomi masyarakat, penyerahan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan kehutanan, peran serta masyarakat, dan pengawasan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan (Departemen Kehutanan, 1987) Pada tahun 2003 pemerintah mengeluarkan kebijakan soft landing yaitu kebijakan penurunan produksi kayu bulat sebesar 50 persen dari produksi tahun sebelumnya karena isu-isu lingkungan yang makin gencar, sehingga berakibat menurunnya produksi kayu secara drastis pada beberapa provinsi. Penerapan kebijakan Soft Landing, dilakukan dengan menerapkan pengurangan jatah produksi tahunan sebesar 30 persen dari tahun sebelumnya pada tahun 2003, dan dilanjutkan masing-masing sebesar 10 persen pada tahun 2004 dan Kebijakan perdagangan Indonesia yang akan dikaji adalah kebijakan perdagangan yang terfokus pada : (l) larangan ekspor kayu bulat dan (2) kebijakan sektor kehutanan tentang pungutan terhadap kayu bulat yaitu Provisi Sumber

12 12 10 Daya Hutan (pengganti Iuran Hasil Hutan, IHH) dan Dana Reboisasi. Selain kedua kebijakan tersebut, kebijakan ekonomi yang terkait dengan kebijakan perdagangan juga menjadi bahasan dalam penelitian ini, yaitu kebijakan yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja perdagangan antara lain adalah (1) kebijakan kenaikan upah tenaga kerja (2) kenaikan harga kayu bulat dunia dan (3) nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar US. Nilai tukar rupiah yang pada dasarnya bukan merupakan suatu kebijakan, karena sistem nilai tukar di Indonesia sudah bebas mengambang yang artinya sangat tergantung pada pasar dan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap mata uang asing dalam batas-batas yang rasional juga akan meningkatkan daya saing ekspor. Melemahnya nilai tukar rupiah yang tidak terkendali dapat mengganggu kondisi ekonomi nasional dan sangat tidak kondisif untuk perdagangan internasional. Ekspansi moneter yang jika berlebihan juga akan menyebabkan inflasi tehadap rupiah sehingga akan meningkatkan bunga bank. Bunga bank yang naik akan menahan laju daya saing barang ekspor Indonesia karena adanya kenaikan biaya produksi. Kebijakan yang terpadu untuk menjaga kondisi makro ekonomi yang stabil menjadi suatu persyaratan dalam meningkatkan kinerja ekspor Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor suatu negara terutama negara berkembang seperti Indonesia dimana pendapatan ekspor merupakan hal vital bagi perekonomian negara. Ekspor komoditi sektor kehutanan cukup berpengaruh terhadap perolehan devisa negara. Tinggi rendahnya ekspor tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor suatu komoditi. Oleh

13 13 11 karena itu, penelitian ini akan menganalisis dampak kabijakan perdagangan terhadap kinerja perdagangan produk industri pengolahan kayu primer. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik beberapa rumusan pertanyaan penelitian sebagai berikut yaitu : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer? 2. Bagaimanakah dampak kebijakan larangan ekspor kayu bulat terhadap kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer (tahun )? 3. Bagaimanakah dampak kebijakan larangan ekspor kayu bulat terhadap kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer pada periode mendatang (tahun )? 4. Alternatif kebijakan apa yang perlu ditempuh untuk meningkatkan kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kebijakan perdagangan terhadap kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer Indonesia. Secara spesifik, tujuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer. 2. Mengevaluasi dampak kebijakan perdagangan kayu bulat terhadap kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer periode tahun

14 Meramalkan dampak kebijakan perdagangan kayu bulat terhadap kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer periode tahun Mengidentifikasi alternatif kebijakan yang perlu ditempuh untuk meningkatkan kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan masukan baik dalam segi ilmu pengetahuan maupun bagi kepentingan pengambil kebijakan, khususnya dalam hal : 1. Memperkaya kajian-kajian di subsektor kehutanan terutama yang berkaitan dengan produk-produk kayu olahan primer dan perdagangannya. 2. Memberikan masukan kepada pemerintah dalam rangka merumuskan alternatif kebijakan perdagangan yang perlu dilakukan untuk mendorong kinerja ekspor produk industri kayu olahan primer Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Model analisis dalam penelitian ini adalah model ekonometrika yang mencoba menggambarkan realitas perdagangan yang terjadi antara Indonesia dengan beberapa negara mitra dagang yang dominan terbesar, dimana realitas perdagangan tersebut sangat erat kaitannya dengan kebijakan perdagangan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada kinerja ekspor terutama untuk produk-produk yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Kebijakan perdagangan yang dimaksudkan adalah yang telah atau yang akan ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan perdagangan produk kayu olahan, mulai dari sisi produksi sampai pasar komoditi.

15 15 13 Dalam penelitian ini kebijakan perdagangan yang akan dikaji adalah kebijakan perdagangan yang terkait dengan kinerja ekspor kayu olahan primer meliputi : (1) kebijakan terhadap bahan baku input, yaitu pungutan terhadap kayu bulat yaitu Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi, tingkat suku bunga/kredit, kebijakan upah tenaga kerja, dan (2) larangan ekspor kayu bulat. Penelitian ini mengkaji aspek produksi untuk menggambarkan fenomena perdagangan sebenarnya bahwa kinerja perdagangan produk kayu olahan tidak bisa dipisahkan dengan kinerja industri kayu olahan itu sendiri dan intervensi kebijakan pemerintah yang diterapkan. Pemilihan komoditi produk industri kayu olahan primer yaitu kayu gergajian, kayu lapis dan pulp dengan mempertimbangkan peran produk-produk tersebut yang cukup dominan pada perekonomian Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan nilai ekonomi kehutanan, sedangkan produk-produk lain dari kayu tidak menjadi obyek penelitian. Hal ini bukannya produk-produk tersebut tidak penting tetapi supaya penelitian ini lebih fokus. Jenis produk industri yang dipilih sebagian besar merupakan industri yang padat modal dan juga padat karya serta banyak menggunakan input lokal. Bahan baku kayu bulat dalam penelitian ini tidak dibedakan apakah bersumber dari hutan alam atau dari hutan tanaman. Pembedaan ini sangat perlu dilakukan karena sangat berbeda baik kualitas maupun harganya. Tetapi karena data yang tersedia tidak dibedakan dengan jelas sehingga dalam penelitian ini belum dapat dibedakan asal sumber bahan bakunya. Kinerja ekspor dapat ditunjukkan melalui pendekatan pengukuran indikator peningkatan volume dan nilai ekspor produk industri pengolahan kayu

16 16 14 primer yang merupakan perolehan nilai devisa dari ekspor. Kinerja ekspor produk kayu diharapkan dapat kembali meningkat dengan adanya intervensi kebijakan yang tepat. Dimana kebijakan yang diterapkan harus merupakan kebijakan yang komprehensif dimulai dari kelestarian pasokan bahan baku kayunya. Bahan baku kayu komponen terbesar biaya produksi lebih dari 70 persen biaya produksi pengolahan kayu primer.

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran sub sektor kehutanan pada perekonomian nasional Indonesia cukup menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode Pembangunan Lima Tahun Pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Dalam hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan Republik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja.

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja. 43 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Produksi Kayu Bulat Produksi kayu bulat Indonesia saat ini jumlahnya terus menurun. Pada tahun 2009 produksi kayu bulat dari hutan alam hanya mencapai rata-rata sekitar 5 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tiga dasawarsa terakhir sektor kehutanan memberikan kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia. Selama periode tahun 1980-2005 penerimaan dari sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA. Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D.

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA. Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D. DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D. Sehubungan dengan rencana Departemen Kehutanan untuk membuka keran ekspor kayu bulat di tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan kegiatan transaksi jual beli antar negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh setiap negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi luar negeri. Apalagi bila negara tersebut semakin terbuka, keterbukaan

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia diestimasikan akan mengalami tantangan baru di masa yang akan datang. Di tengah liberalisasi ekonomi seperti sekarang suatu negara akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

Herdiansyah Eka Putra B

Herdiansyah Eka Putra B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Hasalah

1.1 Latar Belakang Hasalah 1.1 Latar Belakang Hasalah Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir semua negara disertai dengan perubahan struktur produksi yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa latin, yaitu texere

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Sumber daya hutan menjadi pilihan Indonesia sebagai andalan sumber keuangan negara disamping minyak dan gas bumi. Hal ini didasari atas ketersediaan kayu hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Uang mempermudah manusia untuk saling memenuhi kebutuhan hidup dengan cara melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

Dewasa ini lndustri kehutanan di lndonesia telah berkembang pesat. sejaian dengan era industrialisasi yang sedang berkembang, disatu sisi

Dewasa ini lndustri kehutanan di lndonesia telah berkembang pesat. sejaian dengan era industrialisasi yang sedang berkembang, disatu sisi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini lndustri kehutanan di lndonesia telah berkembang pesat sejaian dengan era industrialisasi yang sedang berkembang, disatu sisi produk-produknya telah mampu memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri manufaktur. Industri manufaktur dipandang sebagai pendorong atau penggerak perekonomian daerah. Seperti umumnya

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan dalam pembangunan. Salah satu penyebabnya adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk menunjukan kuat atau lemahnya fundamental perekonomian suatu negara. Selain itu,

Lebih terperinci

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan

Lebih terperinci

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Model Input-Output Ekonometrika Indonesia dan Aplikasinya Untuk Analisis Dampak Ekonomi dapat diperoleh beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. 6.1 Kesimpulan. sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 6.1 Kesimpulan Perubahan iklim diperkirakan memberikan dampak pada perekonomian dan sektor kehutanan yang relatif besar. Simulasi model menunjukkan bahwa perubahan iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir

BABI PENDAHULUAN merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu lapis merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir yang menggunakan bahan baku kayu log. Produk ini merupakan komoditi hasil pengembangan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap negara dan keterbukaan untuk melakukan hubungan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Oleh. masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Oleh. masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu Indonesia harus giat melaksanakan pembangunan disegala bidang. Tujuan utama pembangunan adalah tercapainya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenaitentang dampak kebijakan tarif dan kuota impor terhadap kinerjainerja industri tepung terigu Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kemampuan bersaing produk Indonesia khususnya yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan. merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan. merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk bertambah terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis ekonomi global pada tahun 1998 yang tidak hanya melanda di negara

Lebih terperinci