BAB III IMPLEMENTASI MODEL MONTE CARLO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III IMPLEMENTASI MODEL MONTE CARLO"

Transkripsi

1 BAB III IMPLEMENTASI MODEL MONTE CARLO Sasaran dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk memodelkan prediksi perubahan lahan dengan memanfaatkan metode Monte Carlo. Data ng digunakan untuk implementasi model Monte Carlo adalah tiga buah tutupan lahan Wilah Bandung, untuk tahun 1994, tahun 1997, dan tahun Data ng digunakan, memiliki format data raster. Format raster dipilih karena struktur penyimpanann ng berupa piksel (pixel / picture element) akan dipakai untuk memperoleh prediksi lahan di masa datang. Setiap piksel dari data Landsat ini memiliki resolusi spasial 30 x 30 m atau setiap piksel berukuran 900 m 2. Tahun 1994 Tahun 1997 Tahun 2001 Gambar 3.1 Data Tutupan Lahan Wilah Bandung Jumlah kelas penggunaan lahan pada ketiga citra adalah sama ng masingmasing terdiri atas 10 kelas seperti ditunjukan tabel berikut ini. Tabel 3.1 Nilai Piksel dan Klasifikasin No. Lahan Warna 0 : non area kajian (region_0) 1 : bangan awan 2 : awan 3 : jalan 4 : pemukiman 5 : sawah 6 : kebun 7 : semak dan lahan kering 8 : perairan 9 : hutan 21

2 Secara umum pemodelan prediksi perubahan lahan pada penelitian ini, mengikuti diagram proses seperti gambar 3.2 berikut ini. Mulai Tutupan Lahan Waktu t 1 Tutupan Lahan Waktu t 2 Tutupan Lahan Waktu t 3 Normalisasi Data Tutupan Lahan t 1 Ternormalisir Tutupan Lahan t 2 Ternormalisir Perhitungan Cross Tab Matriks Cross Tab Uji Kebergantungan Stop Bergantung? Perhitungan Probabilistik Kelas Lahan Perhitungan Kondisi Equilibrium Kondisi Equilibrium Matriks Probabilitas Transisi Lahan Perhitungan Alokasi Prediksi Alokasi Windowing Tag Numbering Generates Random Value Penentuan Kelas Lahan prediksi Jml_Piksel == Jml_Piksel Data t 2? Citra Prediksi Waktu t 2 VALIDASI Gambar 3.2 Metode Monte Carlo 22

3 3.1 Implementasi Rantai Markov Implementasi model Rantai Markov digunakan karena perubahan lahan dalam penelitian ini didefiniskan sebagai fungsi peluang. Fungsi peluang dari penggunaan lahan mengacu pada konsep First Order Markov Chain. Komponen peluang perubahan lahan dalam hal ini dintakan dalam suatu Matriks ng dikenal dengan Matriks Probabilitas Transisi ng menggambarkan peluang perubahan setiap kelas lahan. Setiap kelas lahan memiliki peluang perubahan ng berbeda-beda antara kelas lahan satu dan kelas lahan lainn. Pada penelitian ini perbedaan peluang perubahan lahan han dipengaruhi oleh perubahan fisik ng telah terjadi pada saat sebelumn. Matriks Probabilitas Transisi ng diperoleh tersebut, kemudian digunakan untuk proses selanjutn hingga dihasilkan model prediksi alokasi maupun lokasi perubahan lahann Normalisasi Data Pemodelan prediksi perubahan lahan dilakukan untuk melihat seberapa besar perubahan satu kelas lahan menjadi kelas lahan lainn. Pertumbuhan atau penurunan suatu kelas lahan suatu kelas lahan dipengaruhi oleh peluang perubahan lahan ng diperoleh dari Rantai Markov. Dengan demikian peluang perubahan tersebut han berisi representasi unsur-unsur perubahan lahan kni kelas-kelas tutupan lahan/penggunaan lahan ng terdapat pada data tutupan lahan ng digunakan. Pada data tutupan lahan tahun 1994 dan tahun 1997 ng digunakan sebagai data masukan untuk proses pemodelan prediksi terdapat unsur-unsur ng bukan merupakan fenomena perubahan lahan seperti region_0, awan, dan bangan awan. Unsur-unsur tersebut pada proses pemodelan mengalami perubahan menjadi kelas lahan lainn, hal ini dapat terlihat pada hasil cross tabulation (penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini akan dijabarkan pada bagian 3.1.2) seperti berikut. 23

4 Tabel 3.2 Hasil Cross-Tabulation REG_0 B_AWN AWN JLN PKM SWH KBN SMK AIR HTN REG_ B_AWN AWN JLN PKM SWH KBN SMK AIR HTN Keterangan singkatan : REG_0 : Region 0, B.AWN : Bangan Awan AWN : Awan, JLN : Jalan, PKM : Pemukiman, SWH : Sawah, KBN : Kebun, SMK : Semak dan Lahan Kering, AIR : Perairan, dan HTN : Hutan. Pada tabel cross-tabulation diatas juga terlihat bila unsur region_0, awan, serta bangan awan pada data tutupan lahan tahun 1994, ada ng mengalami perubahan menjadi kelas lain pada tahun Semestin baik region_0, awan, dan bangan awan diikut sertakan dalam proses ini, karena perubahan ng terjadi dapat dikatakan sebagai hasil prediksi kondisi tutupan lahan. Hal tersebut dikarenakan region_0, awan, dan bangan awan bukan merupakan fenomena perubahan lahan sehingga termasuk dalam ruang lingkup kajian. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dilakukan proses normalisasi pada data. Pada prinsipn proses normalisasi adalah membuat menjadi sama jumlah dan posisi dari unsur-unsur ng bukan fenomena perubahan lahan pada dua data masukkan ng digunakan untuk pemodelan prediksi. Bila pada data tutupan lahan pada waktu t 1 piksel dengan baris ke - i serta kolom ke - j merupakan region_0, awan, atau bangan awan, maka piksel baris ke - i dan kolom ke - j pada data tutupan lahan pada waktu t 2 dirubah nilain menjadi region_0, awan, atau bangan awan. Proses normalisasi ini dilaksanakan dengan terlebih dahulu merubah format data kelas lahan dari bentuk brightness value (BV) ke dalam bentuk numeris. Ilustrasi mengenai hal ini ditunjukkan pada gambar 3.3 di bawah ini dengan keterangan warna dan penomoran kelas lahan mengacu pada tabel

5 Data dalam bentuk BV citra saat t 1 citra saat t 2 citra saat t 1 citra saat t 2 kondisi sebelum dilakukan normalisasi kondisi setelah dilakukan normalisasi 6 Data dalam bentuk numeris citra saat t 1 citra saat t 2 citra saat t 1 citra saat t 2 kondisi sebelum dilakukan normalisasi kondisi setelah dilakukan normalisasi Gambar 3.3 Ilustrasi Proses Normalisasi Selanjutn piksel-piksel ng memiliki nilai kelas region_0, awan, atau bangan awan dianggap sebagai outlier pada proses prediksi. Unsur region_0 merupakan daerah ng termasuk wilah studi, namun terdapat pada data tutupan lahan. Dari hasil cross-tabulation diatas terlihat daerah region_0 pada data tutupan lahan tahun 1994, ada ng mengalami perubahan menjadi kelas lain pada tahun 1997, demikian pula sebalikn. Ini berarti piksel pada data tutupan lahan Wilah Bandung tahun 1994 benar-benar bertampalan dengan piksel data tutupan lahan Wilah Bandung tutupan lahan pada baris dan kolom ng sama. Dengan kata lain terdapat pergeseran, meskipun pergeseran ng terjadi dianggap masih berada pada batas toleransi. Secara umum proses normalisasi dapat digambarkan dalam diagram berikut ini. 25

6 Mulai Tutupan Lahan Waktu t 1 Tutupan Lahan Waktu t 2 S t1 (i,j) = Region_0 S t2 (i,j) = Region_0 S t2 (i,j) = Region_0 S t1 (i,j) = Region_0 S t1 (i,j) = Awan S t2 (i,j) = Awan S t2 (i,j) = Awan S t1 (i,j) = Awan Keterangan : S t1 (i,j) = Nilai kelas lahan pada data t 1 dengan posisi baris i dan kolom j. S t2 (i,j) = Nilai kelas lahan pada data t 2 dengan posisi baris i dan kolom j. S t1 (i,j) = B. Awan S t2 (i,j) = B. Awan S t2 (i,j) = B. Awan S t1 (i,j) = B. Awan Tutupan Lahan t 1 Ternormalisir Tutupan Lahan t 2 Ternormalisir Gambar 3.4 Diagram Proses Normalisasi Menentukan Matriks Cross Tabulation Prinsip stasioneritas dari Rantai Markov mentakan bahwa untuk rentang waktu ng sama memiliki besar nilai transisi perubahan ng sama. Maka besar nilai transisi perubahan penggunaan lahan ng diperoleh dengan mengacu pada data 26

7 tutupan lahan Wilah Bandung di tahun 1994 dan tahun 1997 memiliki besar nilai perubahan ng sama untuk setiap periode waktu ng sama. Penentuan transisi perubahan penggunaan lahan antara tahun dilakukan dengan perhitungan cross-tabulation. Perhitungan ini merupakan representasi laju perubahan penggunaan lahan antara dua data tutupan lahan dalam satu periode waktu, ng secara langsung menggambarkan perubahan dari satu keadaan menuju keadaan-keadaan lainn. SWH (i,j) HTN (i,j+1) HTN (i,j+2) SWH (i,j) SWH (i,j+1) HTN (i,j+2) SWH (i+1,j) HTN (i+1,j+1) HTN (i+1,j+2) SWH (i+1,j) SWH (i+1,j+1) HTN (i+1,j+2) KBN (i+2,j) HTN (i+2,j+1) HTN (i+2,j+2) KBN (i+2,j) KBN (i+2,j+1) KBN (i+2,j+2) citra saat t 1 citra saat t 2 keterangan : KBN = Kebun HTN = Hutan SWH = Sawah KBN (i+2,j+2) Kelas Lahan Posisi Piksel Gambar 3.5 Ilustrasi Data pada Waktu t 1 dan pada Waktu t 2 Perhatikan ilustrasi ng ditunjukkan pada gambar 3.5. Asumsikan diketahui suatu data tutupan lahan berukuran 3 x 3 piksel untuk tahun 1994 sebagai waktu t 1 dan tahun 1997 sebagai waktu t 2. Adapun kelas lahan piksel untuk baris ke - i dan kolom ke - j pada waktu t 1 adalah sawah, kelas lahan untuk baris ke - i dan kolom ke - j+2 pada waktu t 1 adalah hutan, dst. Sementara itu kelas lahan piksel untuk baris ke-i dan kolom ke - j pada waktu t 2 adalah sawah, kelas lahan untuk baris ke - i dan kolom ke - j+2 pada waktu t 2 adalah hutan, dst. Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa tutupan lahan waktu t 1 pada piksel baris ke - i dan kolom ke - j dan tutupan lahan waktu t 2 pada piksel baris dan kolom ng sama, nilain mengalami perubahan, kni tetap menjadi kelas lahan sawah. Sementara tutupan lahan waktu t 1 pada piksel baris ke - i dan kolom ke - j+1, dan kolom ke - j dan tutupan lahan waktu t 2 pada piksel baris dan kolom ng 27

8 sama, nilain mengalami perubahan, kni kelas lahan asal adalah hutan pada waktu t 1, berubah menjadi kelas lahan sawah pada waktu t 2. Demikian seterusn sehingga kemudian dapat disusun cross-tabulation ng menggambarkan jumlah piksel ng mengalami perubahan lahan atau mengalami perubahan lahan, untuk ilustrasi diatas adalah : t 2 t 1 Total SWH KBN HTN Piksel SWH KBN HTN Total Piksel Setelah proses normalisasi data tutupan lahan selesai dilakukan, maka dengan menggunakan data tutupan lahan tahun 1994 dan tahun 1997 diperoleh hasil perhitungan cross-tabulation berikut ini. Tabel 3.3 Hasil Cross-Tabulation Setelah Normalisasi Data REG_0 B_AWN AWN JLN PKM SWH KBN SMK AIR HTN REG_ B_AWN AWN JLN PKM SWH KBN SMK AIR HTN Dari hasil cross-tabulation setelah proses normalisasi dapat terlihat bahwa region_0, awan dan bangan awan, ada ng berubah menjadi kelas lainn, dan sebalikn, ada kelas lain ng berubah menjadi region_0, awan dan bangan awan. Kemudian unsur ng bukan merupakan fenomena perubahan lahan (outlier) dihilangkan, maka diperoleh hasil cross-tabulation antara data tutupan lahan tahun 1994 dengan data tahun 1997 adalah : 28

9 Tabel 3.4 Hasil Cross-Tabulation Setelah Outlier Dihilangkan 1997 Total JLN PKM SWH KBN SMK AIR HTN 1994 Piksel JLN PKM SWH KBN SMK AIR HTN Total Piksel Setelah diperoleh cross-tabulation antara data tutupan lahan Wilah Bandung tahun 1994 dengan tahun 1997, selanjutn dapat lalukan uji kebergantungan pada antara kedua data tersebut Uji Hipotesa Kebergantungan Rantai Markov memiliki dua karakteristik ng ng menyebabkan konsep Rantai Markov dapat digunakan untuk model simulasi, kni: 1. Sifat kebergantungan, artin probabilitas suatu keadaan di masa depan bergantung pada keadaan masa kini. Pengujian mengenai kebergantungan pun ada dua macam, kni apakah Rantai Markov berbentuk first order ataukah second order, dan apakah Rantai markov tersebut memiliki sifat kebergantungan atau. 2. Sifat stasioneritas, artin nilai probabilitas transisi besarn selalu tetap. Menguji sifat stationeritas dapat dilakukan dengan menganalisis dua buah matriks probabilitas transisi, masing-masing untuk waktu transisi ng berbeda. Bila nilai tiap elemen matriks probabilitas transisi pernah berubah, maka dapat disimpulkan proses bersifat stasioner. Dari karateristik ini, dapat disimpulkan bahwa ada tiga pengujian ng harus dilakukan itu : 1. Menguji hipotesis kebergantungan dengan hipotesis ke bergantungan 2. Menguji hipotesis first order dengan hipotesis second order, dan 3. Menguji hipotesis stasioner dengan hipotesis stasioner. Uji hipotesis bagian kedua dan ketiga han dapat dilakukan bila minimal ada tiga buah data, ng terbagi dalam dua periode waktu. Karena pada pembentukan citra 29

10 prediksi perubahan lahan dalam simulasi ini, data ng digunakan han dua buah data tutupan lahan ng terbagi dalam satu periode waktu, maka uji hipotesis ng dapat dilakukan hanlah uji hipotesis kebergantungan. Pada pengujian hipotesis kebergantungan, hipotesis nol dan hipotesis tandingan ng digunakan adalah : : sistem bersifat independent. : sistem terdapat kebergantungan. Hipotesis awal dapat diterima bila nilai untuk titik kritis dengan derajat kebebasan berada didalam daerah Chi-square. Untuk mengetahui apakah hipotesis nol diterima atau ditolak, maka harus ditentukan nilai beserta titik kritis Chi-square dengan derajat kebebasan. Rumusan untuk menentukan nilai adalah sebagai berikut. dimana, Nilai elemen matriks cross-tabulation antara data tahun 1994 dengan citra 1997 pada baris ke-i dan kolom ke- j, dan. Kemudian, ; dan Setelah dilakukan perhitungan, ternta nilai diperoleh sebesar ,17. Untuk derajat kebebasan sebesar 36, dan probabilitas sebesar 0.05, nilai kritis chi-square sebesar 50,99. Karena nilai jauh melebihi nilai kritis, maka hipotesis nol ditolak. Kesimpulann adalah pada sistem perubahan penggunaan lahan di Wilah Bandung, terdapat sifat 30

11 kebergantungan. Dengan demikian proses pemodelan prediksi dapat dilanjutkan pada tahapan selanjutn Menentukan Matriks Probabilitas Transisi Pada proses prediksi penentuan alokasi penggunaan lahan pada area studi di Wilah Bandung tahun 2001 ng diasumsikan sebagai tahun prediksi, membutuhkan probabilitas perubahan kelas lahan. Probabilitas ini diperoleh dengan mengacu pada data tutupan lahan tahun 1997 untuk area studi ng sama serta memanfaatkan prinsip kebergantungan dari Rantai Markov. Mengikuti seperti apa ng telah diuraikan pada mengenai matriks probabilitas transisi, bahwa suatu matriks probabilitas transisi memiliki jumlah elemen pada setiap barisn harus sama dengan satu, dan semua elemen harus bernilai positif. Dengan menggunakan data cross-tabulation sebagai transisi perubahan lahan ng besarn tetap dalam satu periode waktu sesuai dengan prinsip stasioneritas Rantai markov, maka matriks probabilitas transisi dapat ditentukan menggunakan rumus : Besarn probabilitas suatu luasan lahan untuk berubah dari keadaan i pada tahun 1994, menjadi keadaaan j pada tahun 1997 adalah. Sementara luas lahan untuk ng berubah keadaan i menjadi keadaaan j pada rentang waktu ng sama adalah, ng besarn bisa dilihat pada data cross-tabulation. Maka berdasarkan hasil perhitungan diperoleh matriks probabilitas transisi, P sebagai berikut, Urutan baris dan kolom pada matriks P diatas, sesuai dengan urutan kelas lahan seperti ng tercantum pada tabel cross-tabulation. 31

12 3.1.5 Kondisi Ekuilibrium Perhitungan kondisi ekuilibrium pada dasarn adalah untuk mengetahui berapa lama waktu ng dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan dari sistem perubahan lahan ng sedang diprediksi. Berdasarkan konsep kesetimbangan, bahwa kesetimbangan dapat ditentukan dengan menghitung berapa bank n kali perpangkatan dari P, sampai kondisi pemangkatan berikut lagi berpengaruh terhadap P konstan, artin P konstan. Laman periode waktu ng dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan dinkan dengan n. Maka untuk menentukan kapan akan terjadi kesetimbangan, Diagram alir pemrograman ng diterapkan ditunjukan gambar Mulai Matriks Probabilitas Transisi P P n n=n+1 P n == P n+1? Waktu kesetimbangan : n Matriks kesetimbangan : P n Gambar 3.6 Diagram Perhitungan Kondisi Kesetimbangan Menggunakan proses perhitungan seperti ng diperlihatkan dalam flowchart diatas, maka diperoleh hasil sebagai berikut, Setelah dilakukan proses perhitungan kondisi ekuilibrium, maka diperoleh hasil, itu: 1. Waktu ekuilibrium = 7 x satu periode = 21 tahun, dimana, satu periode transisi dalam proses ini adalah 3 tahun. 2. Matriks probabilitas transisi ekuilibrium hasil perhitungan : 32

13 3. Distribusi luas penggunaan lahan saat keadaan ekuilibrium Pada keadaan ekuilibrium memiliki distribusi luas penggunaan lahan ng ekuilibrium, dimana akan terjadi perubahan distribusin pada periode waktu berikutn. distribusi luas penggunaan lahan pada saat ke-n sebagai waktu ng dibutuhkan untuk mencapai keadaan ekuilibrium, dapat ditentukan dengan : Berdasarkan nilai distribusi luas penggunaan lahan ekuilibrium, terlihat bila dalam kondisi setimbang ada distribusi luas penggunaan lahan ng hilang. Kondisi ekuilibrium di Wilah Bandung ini akan dianalisis lebih lanjut pada BAB V Menentukan Distribusi Luas Penggunaan Lahan Dengan menggunakan prinsip stasioneritas dari Rantai Markov dimana peluang perubahan dalam satu periode waktu ng sama, besar peluang perubahann selalu tetap. Dengan demikian besar peluang perubahan antara tahun 1994 dan tahun 1997 adalah sama dengan besar perubahan ng terjadi antara tahun 1997 dan tahun 2001 sebagai tahun prediksi. Maka apabila diketahui alokasi luas penggunaan lahan pada tahun 1997 dengan menggunakan matriks probabilitas transisi tahun 1994 dan tahun 1997, dapat ditentukan prediksi alokasi distribusi penggunaan lahan Wilah Bandung pada tahun prediksi 2001, itu dengan mengalikan keadaan awal tahun 1997 terhadap matriks probabilitas. Prediksi alokasi distribusi luas penggunaan lahan pada data tutupan lahan dalam bentuk matrik baris pada penelitian ini dapat dintakan dengan : 33

14 Alokasi luas penggunan lahan untuk setiap kelas lahan Wilah Bandung pada tahun 1997 adalah p (1). Berdasarkan data cross-tabulation dari tabel 3.4, dapat diperoleh nilai p (1) sebagai berikut. Kemudian prediksi alokasi penggunaan lahan tahun 2001, dengan cara :, dapat ditentukan Selanjutn cross-tabulation antara data tutupan lahan tahun 1997 dan hasil prediksi alokasi, untuk mengetahui berasal dari mana saja penambahan piksel pada satu kelas lahan, atau sebalikn, berpindah kemana saja piksel dari salah satu kelas lahan. Data ng digunakan adalah alokasi luas penggunaan lahan beserta matriks probabilitas transisi P. Pada penelitian ini diterapkan algoritma pengerjaan seperti berikut ini. (2) p Mulai Distribusi Luas Lahan Tahun 1997 Matriks Probabilitas Transisi P Distribusi Luas Lahan Tahun 1997 (1,j) x Matriks P (i,j) Matriks Distribusi Luas Lahan Prediksi (1,j) Gambar 3.7 Diagram Pembentukan Matriks Distribusi Luas Lahan 34

15 Apabila kita terapkan pehitungan cross-tabulation dengan sedikit modifikasi algoritma maka dapat hasil sebagai berikut. Tabel 3.5 Hasil Cross-Tabulation (prediksi) 1997 Total JLN PKM SWH KBN SMK AIR HTN 1994 Piksel JLN PKM SWH KBN SMK AIR HTN Total Piksel Hasil prediksi alokasi distribusi penggunaan lahan Wilah Bandung ada tahun prediksi 2001, beserta hasil cross-tabulation akan dianalisis lebih lanjut pada BAB IV. 3.2 Implementasi Metode Monte Carlo dan Moore Neighborhood Model prediksi lokasi perubahan lahan dalam penelitian ini dibuat dengan memanfaatkan metode Monte Carlo dan moore neighborhood. Prediksi lokasi perubahan lahan ng dibuat agar dapat melihat pola distribusi perubahan lahan secara spasial di Wilah Bandung hingga tingkatan piksel Windowing Metode Monte Carlo tersendiri han dapat memodelkan kepastian dari perubahan lahan ng terjadi seperti ng telah dijelaskan pada bagian Oleh karena itu digunakan moore neighborhood untuk memprediksi posisi dari piksel ng mengalami perubahan. Proses windowing ini dimaksudkan untuk membuat suatu representasi hubungan antara piksel ng akan mengalami perubahan dengan keadaan piksel-piksel lain disekitarn. Representasi ini dibuat dengan menerapkan kaidah moore neighborhood seperti ng telah dibahas pada bagian 2.4. Hasil ng diperoleh pada proses windowing ini adalah kelas jumlah piksel ng dianggap memiliki pengaruh perubahan pada piksel pusat sekaligus posisi serta identifikasi kelas lahann. Secara khusus dalam penelitian ini diterapkan algoritma pemrograman untuk windowing seperti pada diagram alir berikut. 35

16 Mulai Ukuran Window (a) Posisi Piksel Pusat (i,j) Total Jml Baris (r) Total Jml Kolom (c) Selisih = (a 1)/2 Boundary Neighboorhood kolom atas (j selisih) kolom bawah (j+selisih) baris kiri (i selisih) baris kanan (i+selisih) kolom atas < 0? kolom atas = 0 kolom bawah > c? kolom bawah = c baris kiri < 0? baris kiri = 0 baris kanan > r? baris kanan = r Posisi dan Kelas lahan dari Piksel dalam window Menghitung Jumlah Piksel dalam Satu Window Jumlah Piksel dalam window Gambar 3.8 Algoritma Revisi Proses Windowing Total jumlah baris, r, dan kolom, c, pada algoritma tersebut merupakan total jumlah baris dan kolom pada data penggunaan lahan ng dijadikan sebagai base condition. Posisi baris i dan kolom j dari pusat piksel merupakan variabel pada 36

17 proses windowing ini. Pada keseruhuan proses simulasi, jumlah window ng dibuat selama proses simulasi adalah sebank perkalian jumlah baris dari dan dan jumlah kolom dari data atau sama dengan bankn jumlah piksel pada data tutupan lahan ng dijadikan base input. Dalam penelitian tugas akhir ini, proses simulasi menggunakan beberapa ukuran window kni 3 x 3, 5 x 5, 7 x 7, 9 x 9, dan 11 x 11. Namun, hasil ng dipilih adalah hasil ng diperoleh dengan menggunakan ukuran window 11 x 11. Penjelasan mengenai hal ini selanjutn akan dijelaskan pada bagian analisis dalam BAB IV Menentukan Tag Number Setelah proses windowing dilakukan, kemudian dibentuk selang-selang interval ng berfungsi sebagai aturan sampling pada proses simulasi ng merupakan komponen pembentuk metode Monte Carlo. Selang-selang interval ng menjadi aturan sampling ini disebut dengan tag number. Tag number merupakan sejumlah interval-interval kecil ng menjadi fungsi seleksi keadaan dari peluang perubahan lahan ng di-generate secara acak, sehingga dapat diketahui probabilitas tersebut memiliki suatu representasi akan prediksi penggunaan lahan ng terjadi di waktu ng diperdiksikan. Seandain diketahui pada posisi piksel (i,j) memiliki kelas lahan hutan. Kemudian dengan proses windowing berukuran 3 x 3, diketahui posisi piksel disekitarn beserta kelas lahan ng dimilikin seperti pada gambar SWH SWH HTN) SWH HTN HTN KBN KBN KBN keterangan : KBN = Kebun HTN = Hutan SWH = Sawah Gambar 3.9 Ilustrasi Tag Number 37

18 Maka proses pembentukan tag number ng dilakukan pada simulasi ini adalah membentuk tabel ng berisi beberapa kolom untuk mempermudah proses pembentukan interval-interval penyeleksi. Dari ilustrasi di atas, pada proses pembuatan tag number ng pertama kali harus dilakukan adalah mengisi kolom pertama dari tabel ng dimaksud dengan mendaftar kelas-kelas lahan ng terdapat dalam window tersebut kni kelas lahan sawah, kelas lahan kebun dan kelas lahan hutan, kni: Tabel 3.6 Ilustrasi Tag Numbering Kelas Lahan Jml. Piksel Prob Perkalian Normalisasi CDF Tag Number Sawah 3 0,14 0,42 0,13 0,13 0 < S 0,13 Kebun ,13 < S 0.37 Hutan ,00 0,24 < S 1,00 Selanjutn mengisi kolom kedua dengan bankn jumlah piksel dari setiap kelas ng ada pada window. Kolom ketiga diisi dengan nilai probabilitas transisi ng telah diperoleh pada bagian Pada pengisian kolom ketiga ini nilai ng diisikan adalah probabilitas transisi dari kelas lahan piksel pusat window kni kelas lahan hutan. Nilain diperoleh dengan memotongkan baris probabilitas transisi dari kelas lahan piksel pusat window kni baris terakhir matriks P, dengan kolom-kolom kelas perubahann itu, sawah, kebun dan hutan ng berturut terdapat pada kolom 3, 4, dan 7. Kemudian kolom keempat berisi hasil perkalian kolom 2 dengan kolom 3. Dikarenakan srat untuk mengisi kolom keenam adalah jumlah dari kolom empat sama dengan 1 sebagai srat dari peluang itu sendiri dimana peluang terjadi atau nilai peluang minimum adalah 0 dan peluang terjadi atau nilai peluang adalah 1. Maka pada kolom kelima diisi dengan hasil perkalian ng telah dinormalisasi, ng diperoleh melalui persamaan : dimana, i adalah baris pada tabel 38

19 adalah hasil perkalian jumlah piksel dengan probabilitas transisi pada baris i Kolom keenam disi dengan nilai cumulative distribution frequency (CDF) atau distribusi frekuensi kumulatif, dengan persamaan : Terakhir adalah kolom ketujuh ng diisi dengan interval-interval probabilitas ng dapat dintakan sebagai berikut. dalam hal ini S merupakan peluang perubahan lahan ng kelak di-generate scara acak pada proses selanjutn. Proses pembentukan tabel dan mengisi kolom pertama hingga kolom ketujuh dari tabel tersebut merupakan satu tahapan dari proses tag numbering. Seperti haln pada proses windowing, jumlah tag number ng dibuat selama proses simulasi adalah sebank jumlah piksel pada sistem Men-generate Angka Acak Setelah pembentukan tag number selesai dilakukan, maka proses selanjutn adalah men-generate sejumlah nilai acak. Seperti ng telah diuraikan pada bagian bahwa sub-sistem window ini merupakan representasi hubungan antara piksel ng akan mengalami perubahan dengan keadaan piksel-piksel lain disekitarn. Dengan demikian bankn jumlah data nilai acak ng akan digenerate adalah sama dengan jumlah piksel ng ada dalam satu window, kni sebank 9 buah nilai acak. Proses ini, pada penelitian tugas akhir ini dilakukan dengan memanfakan fitur random number ng sudah tersedia dengan suatu batasan seperti ng telah di tentukan kni berada dalam interval {0,1}. Dengan menggunakan ilustrasi ng sama dengan bagian maka dapat dilakukan generate nilai acak, S, pada interval {0,1} ng hasiln adalah : 39

20 Dari himpunan hasil ng diperoleh, selanjutn dilakukan proses sampling dengan menerapkan aturan sampling (tag number) ng telah dibuat Menentukan Kelas Lahan Prediksi Tahapan akhir dari metode Monte Carlo adalah menentukan perubahan lahan dari setiap piksel. Setiap piksel diprediksikan menjadi kelas lahan apa, sehingga hasil akhir ng dicapai adalah terbentukn citra prediksi. Mengacu pada ilustrasi pada bagian sebelumn maka dari hasil generate nilai acak ditentukan himpunan kelas lahan prediksin dengan menerapkan aturan sampling ng ada ng terdapat pada tabel 3.6, dan diperoleh hasil pada tabel 3.7. Tabel 3.7 Penentuan Kelas Lahan dari Setiap Random Value Probabilitas (Random Value) Appropriate Tag Number Kelas Lahan Prediksi 0,338 0,13 < S 0,37 Kebun 0,124 0 < S 0,13 Sawah 0,889 0,37 < S 1,00 Hutan 0,328 0,13 < S 0,37 Kebun 0,165 0,13 < S 0,37 Kebun 0,715 0,37 < S 1,00 Hutan 0,188 0,13 < S 0,37 Kebun 0,320 0,13 < S 0,37 Kebun 0,645 0,37 < S 1,00 Hutan Dari hasil diatas kemudian ditabulasikan berapa bank kemunculan setiap kelasn, dan hasiln adalah : Kelas Lahan Frekuensi Kemuculan Sawah 1 Hutan 3 Kebun 5 Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kemunculan dari kelas lahan kebun memiliki frekuensi terbank. Selanjutn dari data ini dapat ditentukan kelas lahan prediksi dimasa ng akan datang dari kelas lahan ng memiliki frekuensi tertinggi. Maka dengan ilustrasi ini diperoleh bahwa piksel diprediksikan memiliki kelas lahan kebun pada satu periode prediksi mendatang. Artin pada piksel pusat window tersebut kemungkinan ng terjadi, bahwa piksel tersebut mengalami perubahan menjadi kelas lahan kebun. 40

21 Kemudian dibuat suatu proses windowing berjalan pada data tutupan lahan ng dijadikan citra dasar posisi piksel dari kiri atas berjalan pada setiap piksel sepanjang baris hingga posisi piksel kanan bawah. Setiap perubahan piksel pusat pada window dilakukan proses tag number, generate angka acak, dan penentuan kelas baru pada piksel pusat tersebut hingga diperoleh suatu citra prediksi seperti pada gambar 3.10 Gambar 3.10 Citra Prediksi Tahun 2001 Pada penelitian ini proses simulasi ng dilakukan untuk memperoleh citra prediksi han sebank satu kali saja. Hal ini berarti terdapat proses iterasi untuk memperoleh hasil citra prediksi ng lebih baik. Penjelasan mengenai hal ini secara lebih lanjut pada BAB IV. Berikut ini adalah diagram proses pembentukan model prediksi perubahan lahan secara keseluruhan. 3.3 Validasi Citra Prediksi Proses validasi ini dimaksudkan untuk melihat tingkat ketepatan ng diperoleh dari citra prediksi. Tabel 3.8 Hasil Cross-Tabulation Citra Prediksi C_P Total JLN PKM SWH KBN SMK AIR HTN 2001 Piksel JLN PKM SWH KBN SMK AIR HTN Total Piksel

22 Proses validasi ng dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan membentuk suatu matriks cross tabulation antara citra prediksi dengan data tutupan lahan tahun 2001 ng implementasin mengikuti algoritma ng sama seperti pada bagian Pada penelitian ini dipilih ukuran window dari moore neighborhood sebesar 3 x 3 dan diperoleh hasil perhitungan pada tabel 3.8 di atas. Dari tabel 3.8 di atas, jumlah piksel ng tepat sama secara lokasi antaraa data tutupan lahan 1997 dengan citra prediksi terdapat pada diagonal dari tabel (kotak ng diberi warna kuning). Maka dengan menjumlahkan nilai ng terdapat didalamn dapat diketahui berapa jumlah piksel ng tepat sama secara lokasi. Bankn jumlah piksel ng tepat sama secara lokasi adalah sebank piksel. Artin tingkat akurasi ng dicapai citra prediksi secara keseluruhan adalah sekitar 59,81%. Hasil tingkat ketepatan dari Citra Prediksi ng diperoleh akan dianalisis lebih lanjut pada BAB V. 42

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis terhadap Data Tutupan Lahan

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis terhadap Data Tutupan Lahan BAB IV ANALISIS Pada bagian ini, dilakukan analisis terhadap pemanfaatan metode Monte Carlo untuk analisis perubahan lahan secara spasial. Analisis yang dilakukan dalam hal ini terbagi menjadi dua bagian,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Tata Guna/Tutupan Lahan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Tata Guna/Tutupan Lahan BAB II DASAR TEORI Prediksi perubahan lahan merupakan salah satu informasi penting untuk mendukung perencanaan penggunaan lahan. Untuk itu perlu dibuat suatu model yang mampu mewakili prediksi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini erat berkaitan dengan keinginan manusia untuk meningkatan mutu kehidupannya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE MONTE CARLO UNTUK ANALISIS PERUBAHAN LAHAN SECARA SPASIAL (Studi Kasus: Wilayah Bandung)

PEMANFAATAN METODE MONTE CARLO UNTUK ANALISIS PERUBAHAN LAHAN SECARA SPASIAL (Studi Kasus: Wilayah Bandung) PEMANFAATAN METODE MONTE CARLO UNTUK ANALISIS PERUBAHAN LAHAN SECARA SPASIAL (Studi Kasus: Wilayah Bandung) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh Rahmat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012 dengan memilih Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau sebagai studi kasus penelitian.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peluang Peluang mempunyai banyak persamaan arti, seperti kemungkinan, kesempatan dan kecenderungan. Peluang menunjukkan kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang bersifat acak.

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Terhadap Hasil Pengolahan Data Gambar IV-1 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di bidang informasi spasial dan fotogrametri menuntut sumber data yang berbentuk digital, baik berformat vektor maupun raster. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan diuraikan beberapa landasan teori untuk menunjang penulisan skripsi ini. Uraian ini terdiri dari beberapa bagian yang akan dipaparkan secara terperinci

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

-eq/(ha.tahun). Keluaran matriks emisi untuk tab unit perencanaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

-eq/(ha.tahun). Keluaran matriks emisi untuk tab unit perencanaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Keluaran Matriks Emisi Keluaran dari matriks emisi adalah total hasil perhitungan matriks yang terbagi atas tab unit perencanaan, emisi bersih, emisi total, dan sekuestrasi total dengan satuan unit ton

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Data Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa foto dijital berwarna ITB2-05.bmp dan ITB2-06.bmp yang diambil dengan kamera small format Nikon Colpix dengan resolusi 24

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS ALGORITMA

BAB 3 ANALISIS ALGORITMA BAB 3 ANALISIS ALGORITMA 3.1 Analisis Masalah Permainan congklak merupakan permainan ng diperlukan strategi dan kemampuan matematika untuk bisa memenangkan permainan. Umumn congklak menggunakan papan dengan

Lebih terperinci

Pengantar Proses Stokastik

Pengantar Proses Stokastik Bab 6: Rantai Markov Waktu Kontinu Atina Ahdika, S.Si, M.Si Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 2015 Pendahuluan Rantai Markov Waktu Kontinu Pendahuluan Pada bab ini, kita akan belajar mengenai

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH

ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH Analisis Algoritma Kode... Sihar arlinggoman anjaitan ANALISIS ALGORITMA KODE KONVOLUSI DAN KODE BCH Sihar arlinggoman anjaitan Staf engajar Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik USU Abstrak: Tulisan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 17 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Fenomena menunggu untuk kemudian mendapatkan pelayanan, seperti halnya nasabah yang menunggu pada loket bank, kendaraan yang menunggu pada lampu merah, produk yang

Lebih terperinci

Journal of Informatics and Technology, Vol 1, No 4, Tahun 2012, p 1-8

Journal of Informatics and Technology, Vol 1, No 4, Tahun 2012, p 1-8 PREDIKSI PENDAPATAN PEMERINTAH INDONESIA MENGGUNAKAN SIMULASI MONTE CARLO Afry Rachmat, Sukmawati Nur Endah, Aris Sugiharto Program Studi Teknik Informatika, Universitas Diponegoro afry.rachmat27@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Korpus Data korpus berisi berita-berita nasional berbahasa Indonesia dari tanggal 11 Maret 2002 sampai 11 April 2002. Berita tersebut berasal dari berita online harian

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2016 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Optimasi Persediaan Sparepart Menggunakan Model

Lebih terperinci

Pendeteksian Arah Jalan pada Gps Googlemaps sebagai Navigasi Mobil Tanpa Pengemudi

Pendeteksian Arah Jalan pada Gps Googlemaps sebagai Navigasi Mobil Tanpa Pengemudi JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F 201 Pendeteksian Arah Jalan pada Gps Googlemaps sebagai Navigasi Mobil Tanpa Pengemudi Hendijanto Dian Pradikta dan Arif Wahyudi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Koreksi Geometrik Langkah awal yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan koreksi geometrik pada citra Radarsat. Hal ini perlu dilakukan karena citra tersebut

Lebih terperinci

5. Representasi Matrix

5. Representasi Matrix 5. Representasi Matrix Oleh : Ade Nurhopipah Pokok Bahasan : 1. Matrix Ketetanggaan 2. Walk Pada Graph dan Digraph 3. Matrix Insidensi Sumber : Aldous, Joan M.,Wilson, Robin J. 2004. Graph and Applications.

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan pengambilan data, penentuan titik tengah area yang akan menjadi sampel, pengambilan sampel, penentuan ukuran window subcitra

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

PENENTUAN KLASIFIKASI STATE PADA RANTAI MARKOV DENGAN MENGGUNAKAN NILAI EIGEN DARI MATRIKS PELUANG TRANSISI

PENENTUAN KLASIFIKASI STATE PADA RANTAI MARKOV DENGAN MENGGUNAKAN NILAI EIGEN DARI MATRIKS PELUANG TRANSISI PENENTUAN KLASIFIKASI STATE PADA RANTAI MARKOV DENGAN MENGGUNAKAN NILAI EIGEN DARI MATRIKS PELUANG TRANSISI Yohanes A.R. Langi 1) 1) Program Studi Matematika FMIPA Universitas Sam Ratulangi, Manado 95115

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 2 (2018), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 2 (2018), Hal ISSN : Pemodelan Penyebaran Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Mempawah Menggunakan Metode Cellular Automata Maria Sofiani a, Joko Sampurno a *, Apriansyah b a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov

Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) A 39 Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov Risa Septi Pratiwi Daryono Budi Utomo Jurusan

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA Tahap pengolahan data pada penelitian ini meliputi pemilihan data penelitian, penentuan titik pengamatan pada area homogen dan heterogen, penentuan ukuran Sub Citra Acuan (SCA)

Lebih terperinci

Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov

Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov A39 Prediksi Indeks Saham Syariah Indonesia Menggunakan Model Hidden Markov Risa Septi Pratiwi dan Daryono Budi Utomo Departemen Matematika, Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi

Lebih terperinci

6.6 Rantai Markov Kontinu pada State Berhingga

6.6 Rantai Markov Kontinu pada State Berhingga 6.6 Rantai Markov Kontinu pada State Berhingga Markov chain kontinu 0 adalah proses markov pada state 0, 1, 2,.... Diasumsikan bahwa probabilitas transisi adalah stasioner, pada persamaan, (6.53) Pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pengenalan gender pada skripsi ini, meliputi cropping dan resizing ukuran citra, konversi citra

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari 3 bagian. Pada bagian pertama diberikan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pada bagian kedua diberikan teori penunjang untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komoditas, model pergerakan harga komoditas, rantai Markov, simulasi Standard

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komoditas, model pergerakan harga komoditas, rantai Markov, simulasi Standard BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas beberapa tinjauan mengenai teori yang diperlukan dalam pembahasan bab-bab selanjutnya antara lain tentang kontrak berjangka komoditas, model pergerakan

Lebih terperinci

Pemilihan / Percabangan / IF

Pemilihan / Percabangan / IF http://pelatihan-osncom Diktat Pelatihan Olimpiade Komputer Oleh Fakhri Pertemuan ke 3 : Pemilihan / Percabangan / IF Pemilihan atau percabangan atau If adalah perntaan pada program ng menyebabkan komputer

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 12 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang diteliti adalah wilayah pesisir Kabupaten Karawang (Gambar 3), yang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor

Lebih terperinci

BAB 3 PENGENALAN WAJAH

BAB 3 PENGENALAN WAJAH 28 BAB 3 PENGENALAN WAJAH DENGAN PENGENALAN DIMENSION WAJAH BASED DENGAN FNLVQ DIMENSION BASED FNLVQ Bab ini menjelaskan tentang pemodelan data masukan yang diterapkan dalam sistem, algoritma FNLVQ secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

OPERASI MATRIKS. a 11 a 12 a 13 a 14 A = a 21 a 22 a 23 a 24 a 31 a 32 a 33 a 34 a 41 a 42 a 43 a 44

OPERASI MATRIKS. a 11 a 12 a 13 a 14 A = a 21 a 22 a 23 a 24 a 31 a 32 a 33 a 34 a 41 a 42 a 43 a 44 OPERASI MATRIKS Topik yang akan dibahas transpose perkalian TRANSPOSE Definisi: a 11 a 12 a 13 a 14 A = a 21 a 22 a 23 a 24 a 31 a 32 a 33 a 34 a 41 a 42 a 43 a 44 a 11 a 21 a 31 a 41 A T = a 12 a 22 a

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Analisis Regresi Perubahan nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, namun perubahan nilai variabel itu dapat disebabkan oleh berubahnya variabel lain yang berhubungan

Lebih terperinci

dan 3. Jumlah partisi vertikal (m) dari kiri ke kanan beturut-turut adalah 1, 2, 3, 4, dan 5. akurasi =.

dan 3. Jumlah partisi vertikal (m) dari kiri ke kanan beturut-turut adalah 1, 2, 3, 4, dan 5. akurasi =. dan 3. Jumlah partisi vertikal (m) dari kiri ke kanan beturut-turut adalah 1, 2, 3, 4, dan 5. Gambar 5 Macam-macam bentuk partisi citra. Ekstraksi Fitur Pada tahap ini semua partisi dari citra dihitung

Lebih terperinci

Rantai Markov Diskrit (Discrete Markov Chain)

Rantai Markov Diskrit (Discrete Markov Chain) #10 Rantai Markov Diskrit (Discrete Markov Chain) 10.1. Pendahuluan Berbagai teknik analitis untuk mengevaluasi reliability dari suatu sistem telah diuraikan pada bab terdahulu. Teknik analitis ini mengasumsikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat

Lebih terperinci

Monte Carlo. Prihantoosa Toosa

Monte Carlo. Prihantoosa  Toosa Monte Carlo Prihantoosa pht854@yahoo.com toosa@teknosoftmedia.com Pendahuluan Simulasi Monte Carlo dikenal dengan intilah sampling simulation atau Monte Carlo Sampling Technique Istilah Monte Carlo pertama

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu 31 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie (100-101) suatu konsepsi ke arah penerbitan bidang filsafat secara luas mengemukakan pengertian metodologi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

BAB III. Hidden Markov Models (HMM) Namun pada beberapa situasi tertentu yang ditemukan di kehidupan nyata,

BAB III. Hidden Markov Models (HMM) Namun pada beberapa situasi tertentu yang ditemukan di kehidupan nyata, BAB III Hidden Markov Models (HMM) 3.1 Pendahuluan Rantai Markov mempunyai state yang dapat diobservasi secara langsung. Namun pada beberapa situasi tertentu yang ditemukan di kehidupan nyata, beberapa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan Citra SPOT 4 dan IKONOS yang digunakan merupakan dua citra yang memiliki resolusi spasial yang berbeda dimana SPOT 4 memiliki resolusi

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks

Gambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks BAB 4 HASIL DA A ALISA Banyak komponen mesin yang memiliki bentuk yang cukup kompleks. Setiap komponen tersebut bisa jadi memiliki CBV, permukaan yang berkontur dan fitur-fitur lainnya. Untuk bagian implementasi

Lebih terperinci

Simulasi Monte Carlo

Simulasi Monte Carlo Simulasi Monte Carlo Simulasi Monte Carlo Simulasi monte carlo melibatkan penggunaan angka acak untuk memodelkan sistem, dimana waktu tidak memegang peranan yang substantif (model statis) Pembangkitan

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengantar Proses Stokastik Bab 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan penjelasan singkat mengenai pengantar proses stokastik dan rantai Markov, yang akan digunakan untuk analisis pada bab-bab selanjutnya. 2.1 Pengantar Proses

Lebih terperinci

Pelabelan matriks menggunakan huruf kapital. kolom ke-n. kolom ke-3

Pelabelan matriks menggunakan huruf kapital. kolom ke-n. kolom ke-3 MATRIKS a. Konsep Matriks Matriks adalah susunan bilangan yang diatur menurut aturan baris dan kolom dalam suatu jajaran berbentuk persegi atau persegipanjang dan diletakkan di dalam kurung biasa ( ) atau

Lebih terperinci

Sistem, Model dan Simulasi

Sistem, Model dan Simulasi Sistem, Model dan Simulasi Sistem dan model Sistem merupakan kumpulan elemen ng bekerja bersama untuk mencapai tujuan ng diharapkan. Karakteristik atau ciri-ciri system : Sistem terdiri dari berbagai elemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Tulisan Tangan angka Jawa Digitalisasi Pre-Processing ROI Scalling / Resize Shadow Feature Extraction Output Multi Layer Perceptron (MLP) Normalisasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) Metode GLCM menurut Xie dkk (2010) merupakan suatu metode yang melakukan analisis terhadap suatu piksel pada citra dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilaksanakan ditunjukan pada Gambar 6. Akusisi Citra INPUT Citra Query Preprocessing Citra Pre processing Citra Ekstraksi Fitur

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis dan perancangan pada sistem ng dibangun, itu penerapan algoritma Backtrack dalam membangkitkan elemen awal permainan Sudoku.

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI. mahasiswa Binus University secara umum. Dan mampu membantu

ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI. mahasiswa Binus University secara umum. Dan mampu membantu BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI 3.1. Analisa Sistem 3.1.1. Sejarah Umum Perusahaan Binus Learning Community adalah komunitas belajar binus yang berada dibawah sub unit mentoring Student

Lebih terperinci

Bab 7 Fusi Data Dan Deteksi Perubahan

Bab 7 Fusi Data Dan Deteksi Perubahan Fusi Data Dan Deteksi Perubahan 7.1 Fusi Data Fusi data dua sumber citra melalui klasifikasi bergantung pada pengklasifikasi dan keputusan fusi. Berdasarkan fusi data yang telah dilakukan para peneliti

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN PRODUK

BAB 3 METODE PERANCANGAN PRODUK BAB 3 METODE PERANCANGAN PRODUK Berikut merupakan flow diagram dari tahapan-tahapan ng dilakukan dari awal sampai akhir dalam melakukan proses pengembangan produk : Perencanaan (perntaan misi) Identifikasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

BAB III HIDDEN MARKOV MODELS. Rantai Markov bermanfaat untuk menghitung probabilitas urutan keadaan

BAB III HIDDEN MARKOV MODELS. Rantai Markov bermanfaat untuk menghitung probabilitas urutan keadaan BAB III HIDDEN MARKOV MODELS Rantai Markov bermanfaat untuk menghitung probabilitas urutan keadaan yang dapat diamati. Tetapi terkadang ada urutan dari suatu keadaan yang ingin diketahui tetapi tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

Bab III. Penentuan Alternatif, Evaluasi dan Perancangan

Bab III. Penentuan Alternatif, Evaluasi dan Perancangan Bab III Penentuan Alternatif, Evaluasi dan Perancangan 3.1 Analisis Sistem Berjalan Analisis sistem berjalan adalah analisa tentang program ng telah ada sebelumn ng akan dikembangkan oleh pengembang. Pada

Lebih terperinci

INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA

INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA DAN REGRESI LOGISTIK BINER UNTUK PEMODELAN DINAMIKA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( Studi Kasus Kota Salatiga) Muhammad Sufwandika Wijaya sufwandika.geo@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma A Star pada Pemecahan Puzzle 8

Implementasi Algoritma A Star pada Pemecahan Puzzle 8 1 Implementasi Algoritma A Star pada Pemecahan Puzzle 8 Yuliana, Ananda dan Ibnu Sur Progr;am Studi Teknik Informatika Politeknik Caltek Riau, Jln. Umbansari no.1 Rumbai Pekanbaru 28261 1 can_1ee14@hoo.com,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Computer Vision terutama dalam bidang pengenalan wajah berkembang pesat, hal ini tidak terlepas dari pesatnya

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisa Program Aplikasi Dalam proses identifikasi karakter pada plat nomor dan tipe kendaraan banyak menemui kendala. Masalah-masalah yang ditemui adalah proses

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan Gambar 8 Struktur PNN. 1. Lapisan pola (pattern layer) Lapisan pola menggunakan 1 node untuk setiap data pelatihan yang digunakan.

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. X(t) disebut ruang keadaan (state space). Satu nilai t dari T disebut indeks atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. X(t) disebut ruang keadaan (state space). Satu nilai t dari T disebut indeks atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Stokastik Menurut Gross (2008), proses stokastik adalah himpunan variabel acak Semua kemungkinan nilai yang dapat terjadi pada variabel acak X(t) disebut ruang keadaan

Lebih terperinci

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Universitas Komputer Indonesia

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Universitas Komputer Indonesia MODEL INVENTORY Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Pendahuluan Inventory merupakan pengumpulan atau penyimpanan komoditas yang akan digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Algoritma Pengolahan Data Algoritma pengolahan data ini merupakan tahapan-tahapan logis dari pengerjaan olah data penelitian yang hasilnya berupa angka-angka parameter yang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PERSEDIAAN YANG DIKELOLA PEMASOK (VENDORS MANAGED INVENTORY) DENGAN BANYAK RETAILER

IMPLEMENTASI MODEL PERSEDIAAN YANG DIKELOLA PEMASOK (VENDORS MANAGED INVENTORY) DENGAN BANYAK RETAILER Perjanjian No. III/LPPM/2013-03/10-P IMPLEMENTASI MODEL PERSEDIAAN YANG DIKELOLA PEMASOK (VENDORS MANAGED INVENTORY) DENGAN BANYAK RETAILER Disusun Oleh: Alfian, S.T., M.T. Dr. Carles Sitompul Lembaga

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Proses Pencabangan model DTMC SIR Proses pencabangan suatu individu terinfeksi berbentuk seperti diagram pohon dan diasumsikan bahwa semua individu terinfeksi adalah saling independent

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA 4.1. PENDAHULUAN

BAB IV ANALISA DATA 4.1. PENDAHULUAN BAB IV ANALISA DATA 4.1. PENDAHULUAN Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai proses analisa data, termasuk gambaran umum data yang di analisa guna mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian dan pengolahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH Teknologi penginderaan jauh merupakan teknologi yang memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen bencana salah

Lebih terperinci

MODUL UJI NON PARAMETRIK (CHI-SQUARE/X 2 )

MODUL UJI NON PARAMETRIK (CHI-SQUARE/X 2 ) MODUL UJI NON PARAMETRIK (CHI-SQUARE/X 2 ) Tujuan Praktikum: Membantu mahasiswa memahami materi Distribusi Chi Square Pengambilan keputusan dari suatu kasus dengan menggunakan kaidah dan syarat Distribusi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tutupan lahan adalah bergesernya jenis tutupan lahan dari jenis satu ke jenis lainnya diikuti dengan bertambah atau berkurangnya tipe penggunaan dari waktu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Antrian Suatu antrian ialah suatu garis tunggu dari nasabah yang memerlukan layanan dari satu atau lebih fasilitas pelayanan. Kejadian garis tunggu timbul disebabkan oleh

Lebih terperinci

Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA)

Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) 37 Bab VI Perbandingan Model Simulasi menggunakan Metode Monte Carlo dan Metode Functional Statistics Algorithm (FSA) VI.1 Probabilitas Integral (Integral Kumulatif) Ketika menganalisis distribusi probabilitas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dikemukakan metode-metode yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Metode-metode pada bab ini yaitu metode Value at Risk dengan pendekatan distribusi normal

Lebih terperinci

Modifikasi Histogram

Modifikasi Histogram Modifikasi Histogram Ekualisasi histogram Nilai-nilai intensitas di dalam citra diubah sehingga penyebarannya seragam Tujuannya untuk memperoleh penyebaran histogram yang merata sehingga setiap derajat

Lebih terperinci

BAB VII METODE TRANSPORTASI

BAB VII METODE TRANSPORTASI BAB VII METODE TRANSPORTASI Pada umumnya masalah transportasi berhubungan dengan distribusi suatu produk tunggal dari beberapa sumber, dengan penawaran terbatas, menuju beberapa tujuan, dengan permintaan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH SIMULASI (KB) KODE / SKS : KK / 3 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH SIMULASI (KB) KODE / SKS : KK / 3 SKS KODE / SKS : KK-01333 / 3 SKS 1 Pengertian dan tujuan 1. Klasifikasi Model 1 Simulasi. Perbedaan penyelesaian problem Dapat menjelaskan klasifikasi model dari matematis secara analitis dan numeris suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Definisi lahan menurut Sitorus (2004) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (UU No. 26 tahun

Lebih terperinci

Silabus. Proses Stokastik (MMM 5403) Proses Stokastik. Contoh

Silabus. Proses Stokastik (MMM 5403) Proses Stokastik. Contoh Silabus Proses Stokastik (MMM 5403) Status: Wajib Minat Statistika Rantai Markov, klasifikasi rantai Markov. Limit rantai Markov dan aplikasinya. Rantai Markov kontinu, contoh-contoh klasik. Proses renewal,

Lebih terperinci

3 BAB III METODE PENELITIAN

3 BAB III METODE PENELITIAN 20 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Penenelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan melalui beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Pengumpulan data Tahapan ini merupakan langkah

Lebih terperinci