BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga tidak ada kekosongan data. Citra yang di Gap Filling adalah citra Landsat TM tahun 2005,2007,2008,2009 dan Proses ini dilakukan dengan menggunakan software Frame and Fill for windows 32. Gambar 4.1 Perbandingan Citra Landsat TM 2013 Sebelum dan Sesudah Gap Filling Proses ini dilakukan sebelum semua band digabungkan sehingga pengisian kekosongan akibat stripping ini terjadi pada setiap band. Untuk citra utama dan citra pengisi sebaiknya tidak dalam tahun yang jauh berbeda dan baiknya terdapat dalam satu tahun sehingga terjadi korelasi antara citra utama dan citra pengisinya dan hasil Gap Filling terlihat lebih baik. IV.2. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik dilakukan untuk membuat citra yang digunakan sesuai dengan koordinat yang digunakan untuk proses-proses selanjutnya. Dengan menggunakan software er-mapper dan dengan data citra Landsat TM tahun 2013 yang telah terkoreksi dari BAPPEDA dengan sistem proyeksi UTM zona 48S IV-1

2 Kabupaten Muaro Jambi dilakukan proses koreksi geometrik. Ketelitian dari koreksi geonetrik dapat dilihat pada nilai RMS error pada setiap titik kontrolnya. Semakin kecil nilai RMS errornya maka semakin baik karena menunjukan bahwa koreksi geometrik yang dilakukan sudah mendekati benar. Berikut merupakan nilai RMS error dari lima citra yang akan diproses lebih lanjut. Gambar 4.2 Nilai RMS error Citra Tahun 2005 Gambar 4.3 Nilai RMS error Citra Tahun 2007 IV-2

3 Gambar 4.4 Nilai RMS error Citra Tahun 2008 Gambar 4.5 Nilai RMS error Citra Tahun 2009 IV-3

4 Gambar 4.6 Nilai RMS error Citra Tahun 2013 IV.3. Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki nilai piksel dan mempertajam kontras warna pada citra sehingga secara visualisasi citra yang telah dikoreksi radiometrik akan mempermudah dalam membedakan setiap objek kenampakan pada citra. Metode yang digunakan adalah pergeseran histogram merupakan metode paling sederhana dalam memperbaiki spektral pada citra. Perbedaan citra yang sudah dikoreksi radiometrik dan belum dikoreksi radiometrik dapat dilihat seperti berikut: Gambar 4.7 Citra Landsat TM Tahun 2013 Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pergeseran Histogram IV-4

5 Untuk membuktikan atau cek seberapa besar pergeseran keadaan di lapangan dengan keadaan pada hasil citra rektifikasi dilakukan validasi lapangan. Pada penelitian ini, dilakukan uji ketelitian dengan mengukur panjang Jembatan sebanyak dua panjangan. Gambar 4.8 Pengukuran Pada Citra dan Pengukuran Pada Lapangan Dari hasil pengukuran pada citra dan pengukuran di lapangan, diperoleh hasil dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.1 Perbandingan Citra dan Hasil Lapangan Jembatan Aurduri I No Tahun Citra (m) Lapangan (m) Selisih (m) ,56 583,4 3, ,69 583,4 5, ,32 583,4 1, ,22 583,4 1, ,36 583,4 0,94 Jembatan Aurduri II No Tahun Citra (m) Lapangan (m) Selisih (m) ,62 612,5 3, ,41 612,5 3, ,5 612, ,98 612,5 2, ,68 612,5 3,82 (Sumber : Hasil Analisis, 2013) IV-5

6 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selisih antara pengukuran pada citra dan lapangan memiliki selisih yang cukup besar, namun apabila dilihat dari resolusi citra yaitu 30mx30m, sehingga selisih paling besar adalah pada tahun 2005 yang hampir 1 piksel. Hal tersebut menunjukkan bahwa citra hasil rektifikasi masuk dalam persyaratan ketelitian yang dianjurkan. IV.4. Aplikasi NDVI Citra Landsat Gambar 4.9 Perbandingan Citra Sesudah dan Sebelum NDVI tahun 2005 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa gambar pertama merupakan citra Landsat TM tahun 2005 sedangkan gambar kedua merupakan hasil NDVI namun masih dalam 255 colour dan gambar ketiga merupakan hasil NDVI dalam pseudocolour. Seperti yang terlihat pada gambar ketiga, dapat diartikan bahwa semakin putih warna yang dihasilkan, maka semakin rapat vegetasi yang ada, begitu pula sebaliknya semakin hitam warna yang dihasilkan maka vegetasinya semakin berkurang. Nilai NDVI rata-rata yang dihasilkan dari hasil proses ini adalah - IV-6

7 0,992 sampai 0,990. Ini berarti nilai vegetasi ditunjukan dengan rentang 0 0,990 sedangkan nilai 0 menunjukan tidak ada vegetasi. IV.5. Klasifikasi Hasil NDVI Seperti yang dijelaskan pada subbab di atas bahwa nilai indeks vegetasi pada citra tahun 2005, 2007, 2008, 2009, dan 2013 adalah -0,992 sampai 0,990. Untuk rentang vegetasi yang digunakan adalah dari 0 sampai dengan 1, sehingga untuk nilai klasifikasinya adalah nilai NDVI maksimum yaitu 1 dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan (Nanik Suryo, 2005). Dalam penelitian ini digunakan lima kelas yaitu kelas vegetasi sangat jarang, vegetasi jarang, vegetasi sedang, vegetasi rapat, dan vegetasi sangat rapat. Nilai rentang yang dihasilkan adalah sebagai berikut: a. sangat jarang dengan rentang 0 0,2 b. jarang dengan rentang 0,2 0,4 c. sedang dengan rentang 0,4 0,6 d. lebat dengan rentang 0,6 0,8 e. sangat lebat dengan rentang 0,8 1 Dari proses reclassify pada software ArcGis dengan didasarkan pada rentang yang tertera di atas, diperoleh lah hasil sebagai berikut. 1. Hasil reklasifikasi NDVI tahun 2005 Gambar 4.10 Hasil Klasifikasi Indeks tahun 2005 IV-7

8 Luas (Ha) Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagaian besar vegetasi yang ada di kabupaten muaro jambi adalah bervegetasi Jarang dengan indeks vegetasi 0,2 0,4. Berikut merupakan Tabel klasifikasi NDVI. Tabel 4.2 Hasil Klasifikasi Nilai NDVI Citra Landsat TM Tahun 2005 No Kerapatan Keterangan Jumlah Piksel Luas (Ha) Persentase 1 0% Tidak Ada ,06 12,1 2 < 20 % Sangat Jarang ,83 15, % Jarang ,80 46, % Sedang ,37 25, % Lebat 107 9,63 0,0 6 > 80 % Sangat Lebat ,87 0,1 Sumber: Citra Landsat TM Tahun 2005 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Dari hasil proses reclassify pada NDVI akan diperoleh data dari atribut berupa banyaknya piksel pada setiap kelas, oleh karena itu untuk luasannya didapat dari luas satu piksel pada citra Landsat TM sama dengan 30 x 30 meter, sehingga luasan setiap kelas dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut. Luas (Ha) = Jumlah Piksel x 900.(Boy Yudhistira, 2011) Tabel di atas menunjukan bahwa vegetasi dominan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2005 adalah vegetasi jarang yaitu sebesar 46,9% dari keseluruhan wilayah. Berikut adalah grafik dari persebaran vegetasi di Kabupaten Muaro Jambi. Pesebaran Tahun Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.1 Persebaran Tahun 2005 IV-8

9 2. Hasil reklasifikasi NDVI tahun 2007 Gambar 4.11 Hasil Klasifikasi Indeks tahun 2007 Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa warna dominan yang muncul adalah warna orange yang menunjukan kelas vegetasi jarang dengan rentang 0,2 0,4 pada nilai NDVInya. Informasi mengenai luasan tutupan lahan yang didasarkan pada nilai NDVI yang tercantum dalam tabel berikut ini. Tabel 4.3 Hasil Klasifikasi Nilai NDVI Citra Landsat TM Tahun 2007 No Kerapatan Keterangan Jumlah Piksel Luas (Ha) Persentase 1 0% Tidak Ada ,74 6,2 2 < 20 % Sangat Jarang ,81 23, % Jarang ,04 69, % Sedang ,46 0, % Lebat ,62 0,0 6 > 80 % Sangat Lebat ,26 0,1 Sumber: Citra Landsat TM Tahun 2007 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Pada prinsipnya informasi yang dipaparkan pada tabel di atas sama dengan yang telah dijelaskan pada tahun sebelumnya. Dari hasil luasannya dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2007 kabupaten Muaro Jambi hampir 70% bervegetasi jarang sama sperti pada tahun Berikut adalah diagram luasan dari kelas vegetasi tahun IV-9

10 Luas (Ha) Persebaran Tahun Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.2 Persebaran Tahun Hasil reklasifikasi NDVI tahun 2008 Gambar 4.12 Hasil Klasifikasi Indeks tahun 2008 Berdasarkan hasil reclassify pada hasil NDVI, terlihat hampir sama dengan tahun sebelumnya, sebagian besar wilayah kabupaten Muaro Jambi bervegetasi jarang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 4.4 Hasil Klasifikasi Nilai NDVI Citra Landsat TM Tahun 2008 No Kerapatan Keterangan Jumlah Piksel Luas (Ha) Persentase 1 0% Tidak Ada ,61 9,0 2 < 20 % Sangat Jarang ,14 18, % Jarang ,93 65, % Sedang ,20 6, % Lebat ,53 0,0 6 > 80 % Sangat Lebat ,18 0,1 Sumber: Citra Landsat TM Tahun 2008 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 IV-10

11 Luas (Ha) Dari tabel di atas dapat diamati bahwa 65% tutupan lahan didominasi oleh vegetasi jarang, namun apabila dibandingkan dengan tahun 2007, nilai ini sudah berkurang sekitar 4%, dan meningkat pada kelas tidak ada vegetasi. Pada vegetasi sedang, mengalami peningkatan sebesar lebih dari 5 % dari tahun sebelumnya. Hal ini dapat diartikan adanya perubahan penggunaan lahan yang terjadi di kabupaten Muaro Jambi. Berikut adalah diagram dari vegetasi yang ada di kabupaten Muaro Jambi. Persebaran Tahun Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.3 Persebaran Tahun Hasil reklasifikasi NDVI tahun 2009 Gambar 4.13 Hasil Klasifikasi Indeks tahun 2009 Dari hasil reclassify nilai NDVI tahun 2009 di atas dapat dilihat bahwa vegetasi sedang mulai meningkat dan vegetasi jarang menurun. Berikut adalah tabel hasil klasifikasi NDVI. IV-11

12 Luas (Ha) Tabel 4.5 Hasil Klasifikasi Nilai NDVI Citra Landsat TM Tahun 2009 No Kerapatan Keterangan Jumlah Piksel Luas (Ha) Persentase 1 0% Tidak Ada ,15 11,1 2 < 20 % Sangat Jarang ,36 14, % Jarang ,63 39, % Sedang ,35 34, % Lebat ,11 0,0 6 > 80 % Sangat Lebat ,38 0,0 Sumber: Citra Landsat TM Tahun 2009 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Dari paparan tabel di atas dapat dilihat bahwa vegetasi jarang masih mendominasi hanya saja persentasenya sudah mulai menurun jauh disusul oleh vegetasi sedang yang meningkat jauh dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk vegetasi lainnya persentasenya tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Berikut adalah diagram kelas vegetasi NDVI. Persebaran Tahun Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.4 Persebaran Tahun 2009 IV-12

13 5. Hasil reklasifikasi NDVI tahun 2013 Gambar 4.14 Hasil Klasifikasi Indeks tahun 2013 Pada gambar di atas merupakan hasil reclassify nilai NDVI tahun 2013, dimana dapat dilihat bahwa warna orange kembali mendominasi vegetasi yang ada di Kabupaten Muaro Jambi. Berikut adalah tabel hasil klasifikasi NDVI berdasarkan rentang nilainya. Tabel 4.6 Hasil Klasifikasi Nilai NDVI Citra Landsat TMTahun 2013 No Kerapatan Keterangan Jumlah Piksel Luas (Ha) Persentase 1 0% Tidak Ada ,45 10,0 2 < 20 % Sangat Jarang ,47 13, % Jarang ,65 67, % Sedang ,59 8, % Lebat , > 80 % Sangat Lebat , Sumber: Citra Landsat TM Tahun 2013 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa vegetasi jarang kembali meningkat menjadi 67,8% atau sekitar 28,4% apabila dibandingkan dengan tahun Sedangkan vegetasi sedang menurun 26% dibandingkan tahun Berikut adalah diagram dari kelas vegetasi yang ada di Kabupaten Muaro Jambi tahun IV-13

14 Luas (Ha) Luas (Ha) Persebaran Tahun 2013 Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.5 Persebaran Tahun 2013 Dari hasil reclassify citra-citra di atas dengan menggunakan rentang nilai NDVI yang ada secara umum terjadi perbedaan pada tiap-tiap tahunnya dalam hal luasan per kelasnya. Perubahan tiap tahun per kelas vegetasi dapat dilihat dalam grafik berikut Perubahan Kelas Tidak Ada Sangat Jarang Jarang Sedang Lebat Sangat Lebat Diagram 4.6 Perubahan Kelas Dari grafik perubahan kelas vegetasi di atas dapat diartikan bahwa dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 kelas vegetasi yang paling banyak adalah vegetasi jarang, namun pada tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup besar kemudian naik kembali pada tahun IV-14

15 sangat jarang terlihat dalam kondisi yang stabil hampir sama dengan vegetasi lebat. sangat jarang sedikit meningkat pada tahun 2007 dan mengalami penurunan kembali ditahun-tahun sesudahnya. Sebaliknya dengan kelas vegetasi sangat jarang, kelas vegetasi lebat pada tahun 2007 mengalami penurunan dan peningkatan ditahun-tahun sesudahnya. Kelas vegetasi sangat lebat terlihat pada grafik di atas dalam bentuk konstan, namun bukan berarti luasan per tahunnya sama, dikarenakan luasannya sangat kecil dan perubahannya pun sangat kecil jika dibandingkan dengan luasan kelas vegetasi lainnya.untuk yang tidak bervegetasi di dalamnya mencakup sungai, awan, lahan tandus dan stripping yang masih ada pada citra. IV.6. Dijitasi Citra Landsat TM Selain menggunakan metode NDVI untuk menganalisis vegetasi, dijitasi merupakan metode lain yang mengutamakan aspek visualisasi dan kemampuan interpretasi citra dari pengguna yang hasilnya akan digunakan untuk mengetahui penurunan hutan tiap tahunnya. Dijitasi dilakukan dengan mengacu pada Peta Penggunaan Lahan BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2011 yang mengklasifikasikan penggunaan lahan menjadi delapan jenis. Berikut merupakan hasil dari dijitasi citra Landsat TM menggunakan software ArcGis Hasil Dijitasi Citra Tahun 2005 Gambar 4.15 Hasil Dijitasi Citra Landsat TM Tahun 2005 Gambar di atas adalah peta penggunaan lahan yang merupakan hasil dijitasi pada citra Landsat TM tahun Peta penggunaan tersebut juga disesuaikan IV-15

16 Luas (Ha) dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi tahun 2011 serta peta administrasi Kabupaten Muaro Jambi tahun Berdasarkan peta penggunaan lahan di atas diperoleh informasi sebagai berikut : Tabel 4.7 Luas Penggunaan Lahan Tahun 2005 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Lahan Gambut ,482 12,35 2 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi ,473 9,04 3 Hutan Sekunder ,424 6,11 4 Pemukiman ,866 6,16 5 Perkebunan Rakyat/Lahan yang Dikelola ,439 53,20 6 Sawah 7.349,229 1,40 7 Semak Belukar ,953 8,91 8 Tanah Terbuka ,835 2,84 Total , Sumber : Citra Satelit Landsat TM 2005 dan pengolahan citra tahun 2013 Dari tabel tersebut, terdapat delapan kategori Penggunaan lahan yang digunakan, ini disesuaikan dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan lahan tahun Penggunaan Lahan Tahun Diagram 4.7 Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2005 Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa penggunaan lahan didominasi oleh perkebunan rakyat atau sekitar 53,14% dari luas secara keseluruhan dan disusul IV-16

17 oleh hutan lahan gambut sebesar 12,35%. Sedangkan pemukiman rakyat hanya sebesar 6,16%. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa mayoritas mata pencaharian masyarakat di kabupaten ini adalah sebagai petani perkebunan seperti sawit dan karet, hal ini juga dikuatkan dengan luas sawah yang hanya 1,40%. 2. Hasil Dijitasi Citra Tahun 2007 Gambar 4.16 Hasil Dijitasi Citra Landsat TM Tahun 2007 Gambar di atas merupakan hasil dijitasi citra Landsat TM tahun 2007 dengan data pendukung yang sama seperti pada tahun 2005 yaitu data peta penggunaan lahan tahun 2011 maka terbentuklah peta penggunaan lahan tahun Dibawah ini merupakan paparan hasil dijitasi tahun 2007 sebagai berikut. Tabel 4.8 Luas Penggunaan Lahan Tahun 2007 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Lahan Gambut ,437 12,16 2 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi ,403 9,25 3 Hutan Sekunder ,171 5,59 4 Pemukiman ,924 6,75 Perkebunan Rakyat/Lahan yang ,107 5 Dikelola 51,43 6 Sawah/ Rawa 6.710,976 1,27 7 Semak Belukar ,893 9,41 8 Tanah Terbuka ,721 4,13 Total , Sumber : Citra Satelit Landsat TM 2007 dan pengolahan citra tahun 2013 IV-17

18 Luas (Ha) Dari tabel tersebut, terdapat delapan kategori Penggunaan lahan yang digunakan, ini disesuaikan dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan lahan tahun Penggunaan Lahan Tahun Diagram 4.8 Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007 Dari diagram di atas, perkebunan rakyat masih yang memiliki wilayah yang paling luas, secara keseluruhan apabila dibandingkan dengan tahun 2005 tidak terlalu banyak yang berubah. Hutan lahan gambut terdegradasi, pemukiman, semak belukar dan tanah terbuka mengalami peningkatan walau tidak terlalu besar, dan sebaliknya tutupan lahan lainnya mengalami penurunan walau dalam jumlah yang kecil. 3. Hasil Dijitasi Citra Tahun 2008 Gambar 4.17 Hasil Dijitasi Citra Landsat TM Tahun 2008 IV-18

19 Luas (Ha) Seperti pada hasil dijitasi lainnya, berlaku juga pada tahun Peta penggunaan lahan di atas merupakan hasil dijitasi citra Landsat TM tahun 2008, dengan data pendukung yang sama dengan tahun sebelumnya. Tabel 4.9 Luas Penggunaan Lahan Tahun 2008 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Lahan Gambut ,008 11,12 2 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi ,589 9,43 3 Hutan Sekunder ,143 5,66 4 Pemukiman ,592 7,16 Perkebunan Rakyat/Lahan yang ,204 5 Dikelola 53,30 6 Sawah/ Rawa 6.921,958 1,31 7 Semak Belukar ,624 8,90 8 Tanah Terbuka ,198 3,11 Total , Sumber : Citra Satelit Landsat TM 2008 dan pengolahan citra tahun 2013 Dari tabel tersebut, terdapat delapan kategori Penggunaan lahan yang digunakan, ini disesuaikan dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan lahan tahun Penggunaan Lahan Tahun 2008 Diagram 4.9 Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2008 IV-19

20 Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, perkebunan rakyat masih yang tertinggi dibandingkan tutupan lahan lainnya yaitu sebesar 53,30%, disusul oleh hutan lahan gambut sebesar 11,12% dan hutan lahan gambut terdegradasi sebsar 9,43%. Secara keseluruhan kawasan hutan kabupaten muaro jambi meliputi hutan sekunder, hutan lahan gambut, dan hutan hutan lahan gambut terdegradasi mengalami penurunan. 4. Hasil Dijitasi Citra Tahun 2009 Gambar 4.18 Hasil Dijitasi Citra Landsat TM Tahun 2009 Seperti pada hasil dijitasi lainnya, berlaku juga pada tahun Peta penggunaan lahan di atas merupakan hasil dijitasi citra Landsat TM tahun 2009, dengan data pendukung yang sama dengan tahun sebelumnya. Tabel 4.10 Luas Penggunaan Lahan Tahun 2009 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Lahan Gambut ,342 10,91 2 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi ,544 9,50 3 Hutan Sekunder ,906 5,59 4 Pemukiman ,061 7,37 Perkebunan Rakyat/Lahan yang 5 dikelola ,118 53,08 6 Sawah/ Rawa 6.293,027 1,19 7 Semak Belukar ,245 8,88 8 Tanah Terbuka ,372 3,48 Total , Sumber : Citra Satelit Landsat TM 2009 dan pengolahan citra tahun 2013 IV-20

21 Luas (Ha) Dari tabel tersebut, terdapat delapan kategori Penggunaan lahan yang digunakan, ini disesuaikan dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan lahan tahun Penggunaan Lahan Tahun Diagram 4.10 Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2009 Perkebunan rakyat pada tahun 2009 kembali memiliki luas yang paling besar, hanya saja sedikit mengalami penurunan sebesar 0,22% dari tahun Hal ini dapat diartikan bahwa wilayah non hutan mengalami perubahan fungsi penggunaan lahan yang juga menyebabkan penurunan wilayah hutan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 5. Hasil Dijitasi Citra Tahun 2013 Gambar 4.19 Hasil Dijitasi Citra Landsat TM Tahun 2013 IV-21

22 Luas (Ha) Seperti pada hasil dijitasi lainnya, berlaku juga pada tahun Peta penggunaan lahan di atas merupakan hasil dijitasi citra Landsat TM tahun 2013, dengan data pendukung yang sama dengan tahun sebelumnya, berikut adalah paparan luasan tata guna ahan dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.11 Luas Penggunaan Lahan Tahun 2013 No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Lahan Gambut ,420 10,47 2 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi ,772 9,64 3 Hutan Sekunder ,877 5,52 4 Pemukiman ,976 9,16 5 Perkebunan Rakyat/Lahan yang Dikelola ,477 53,43 6 Sawah/ Rawa ,01 7 Semak Belukar ,323 5,53 8 Tanah Terbuka ,196 5,24 Total , Sumber : Citra Satelit Landsat TM 2013 dan pengolahan citra tahun 2013 Dari tabel tersebut, terdapat delapan kategori Penggunaan lahan yang digunakan, ini disesuaikan dengan peta penggunaan lahan dari BAPPEDA Kabupaten Muaro Jambi. Berikut diagram yang menggambarkan penggunaan lahan tahun Penggunaan Lahan Tahun Diagram 4.11 Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2013 IV-22

23 Luas (Ha) Diagram di atas menunjukan kondisi penggunaan lahan yang terbaru karena menggunakan citra Landsat TM tahun 2013 pada bulan februari. Sama halnya dengan tahun sebelumnya urutan berdasarkan luasannya masih sama dengan perkebunan paling besar.. Seperti terlihat dalam grafik perubahan penggunaan lahan dari tahun 2005, 2007, 2008, 2009 dan 2013 sebagai berikut Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Lahan Gambut Hutan Lahan Gambut Terdegradasi Hutan Sekunder Semak Belukar Pemukiman Perkebunan Rakyat Tanah Terbuka Sawah Diagram 4.12 Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi Dari grafik di atas terlihat bahwa selama kurun waktu tersebut perkebunan rakyat masih menempati wilayah paling luas, terjadi penurunan luas pada tahun 2007 dan tahun 2011 meskipun demikian pada tahun 2013 kembali naik. Karena wilayahnya yang begitu luas, sehingga perubahan yang terlihat dalam grafik tidak terlalu drastis. Begitu pula pada tutupan lahan lainnya, mengalami perubahan yang tidak terlalu besar. Khususnya pada wilayah hutan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. NDVI berfungsi untuk mengetahui kerapatan vegetasi yang ada pada jenis penggunaan lahan khususnya wilayah hutan, agar pemerintah mendapat informasi mengenai area yang harus segera ditangani. Besarnya perubahan pertahunnya dapat dilihat dalam tabel berikut. IV-23

24 Penggunaan Lahan Tabel 4.13 Perubahan Penggunaan Lahan Kab. Muaro Jambi Perubahan Penggunaan Lahan (Ha) 2005 ke ke ke ke 2013 Hutan Lahan Gambut -974, , , ,922 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 1.121, , , ,227 Hutan Sekunder ,252-4, , ,028 Pemukiman 3.127, , , ,915 Perkebunan Rakyat/Lahan yang Dikelola , , , ,359 Sawah/ Rawa -638, , , ,615 Semak Belukar 2.651, , , ,922 Tanah Terbuka 6.372, , , ,824 Total -2,066 0,683-1,702-1,162 Sumber : Pengolahan Citra Tahun 2013 dan Citra Landsat TM Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa selama delapan tahun atau dari tahun 2005 sampai tahun 2013 wilayah pemukiman naik sebesar ,111 Ha, perkebunan rakyat/lahan yang dikelola naik sebesar 1.192,038 Ha, sawah/vegetasi rawa menurun hingga 2.026,817 Ha, semak belukar menurun hingga ,629 dan tanah terbuka naik sebesar ,361. Perubahan penggunaan lahan tersebut berkaitan erat dengan kondisi hutan yang ada, untuk perubahan wilayah hutan akan dijelaskan di subbab selanjutnya. IV.7. Perhitungan Deforestasi Hutan Deforestasi adalah perusakan lapisan atas hutan dengan cara merubah penggunaan lahan secara permanen, berdasarkan ketentuan dari departemen kehutanan Indonesia, perhitungan deforestasi hutan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: IV-24

25 Gambar 4.21 Diagram Perhitungan Deforestasi Hutan ( Keterangan : H(t0) = Hutan Tahun ke-0 H(t1) = Hutan Tahun ke-1 NH(t0) = Non Hutan Tahun ke-0 NH(t1) = Non Hutan Tahun ke-1 Berdasarkan diagram di atas untuk perhitungan deforestasi hutan dilakukan pemisahan wilayah hutan dan wilayah non hutan tiap tahunnya untuk mempermudah perhitungan.perhitungan penurunan lahan hutan secara keseluruhan tahun 2005, 2007, 2008, 2009, 2011 dan 2013 IV-25

26 Tabel 4.14 Perhitungan Selisih Wilayah Hutan dan Non Hutan Tahun Luas Wilayah Hutan (Ha) Selisih (Ha) , , , , , , , , ,069 Total ,310 Tahun Luas Wilayah Non Hutan (Ha) Selisih (Ha) , , , , , , , , ,384 Total 9.832,063 Berdasarkan tabel di atas, wilayah hutan hampir setiap tahunnya mengalami penurunan luas. Sedangkan wilayah non hutan mengalami peningkatan hampir disetiap tahunnya, ini dapat diartikan bahwa terjadi perubahan penggunaan tanah dari hutan menjadi non hutan. Berikut adalah diagram perubahan wilayah hutan kabupaten Muaro Jambi pada tahun 2005, 2007, 2008, 2009 dan IV-26

27 Luas (Ha) Perubahan Wilayah Hutan Tahun Diagram 4.13 Perubahan Wilayah Hutan Secara keseluruhan, penurunan wilayah hutan selama delapan tahun adalah sebesar ,310 Ha dari luas pada tahun Hal ini terjadi disebabkan banyaknya penebangan liar yang dilakukan oleh oknum masyarakat setempat, dan adanya perluasan wilayah perkebunan yang mulai menggerogoti wilayah hutan. Berdasarkan laporan moratorium Dinas Kehutanan Provinsi Jambi tahun 2009 lalu, Luas wilayah hutan di Kabupaten Muaro Jambi adalah seluas ,70 Ha yang terdiri dari Hutan lahan gambut yang termasuk dalam kawasan hutan lindung gambut yang berfungsi untuk penyeimbang tata air yang dikenal dengan nama air hitam dalam. Hutan lahan gambut terdegradasi adalah hutan lahan gambut yang sudah mulai mengalami penurunan kerapatan hutan namun masih masuk dalam kawasan hutan. Sedangkan untuk hutan sekunder terdiri dari hutan produksi tetap, hutan produksi tetap terbatas, kawasan suaka alam dan areal penggunaan lain (APL). Berikut adalah persebaran hutan di wilayah kabupaten muaro jambi beserta kelas vegetasinya. IV-27

28 Tabel 4.15 Persebaran Hutan dan Kerapatan Tahun 2005 Kecamatan Jenis Hutan Kerapatan (Ha) Tahun Total BAHAR SELATAN Hutan Sekunder 0, , ,186 8,881 0,000 0, ,557 JAMBI LUAR KOTA Hutan Sekunder 8, , , ,578 0,000 0, ,623 Hutan Lahan Gambut 0, , , ,685 3,211 47, ,790 Hutan Lahan KUMPEH Gambut Terdegradasi 13, , , ,973 0,540 42, ,390 KUMPEH ULU Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 56, , , ,228 0,000 0, ,306 Hutan Sekunder 6, , , ,779 0,000 0, ,777 Hutan Lahan SUNGAI GELAM Gambut Terdegradasi 12, , , ,891 2,880 0, ,397 TAMAN RAJO Hutan Sekunder 0, , , ,951 43,603 0, ,629 Total 97, , , ,966 50,234 89, ,470 Sumber : Citra Landsat TM Tahun 2005 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Tabel 4.16 Persebaran Hutan dan Kerapatan Tahun 2007 Kecamatan Jenis Hutan Kerapatan (Ha) Tahun Total BAHAR SELATAN Hutan Sekunder 0, , ,058 15,775 0,000 0, ,685 JAMBI LUAR KOTA Hutan Sekunder 3,440 97, , ,663 0,000 0, ,040 Hutan Lahan Gambut 0, , , ,768 0,000 0, ,309 Hutan Lahan KUMPEH Gambut Terdegradasi 12, ,689 66, ,814 0,000 0, ,791 KUMPEH ULU Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 38, , ,618 0,000 0,000 0, ,236 Hutan Sekunder 0, , ,558 18,172 0,000 0, ,974 Hutan Lahan SUNGAI GELAM Gambut Terdegradasi 39, , ,259 0,000 0,000 0, ,509 TAMAN RAJO Hutan Sekunder 6, , ,126 0,000 0,000 0, ,894 Total 99, , , ,192 0,000 0, ,438 Sumber : Citra Landsat TM Tahun 2007 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 IV-28

29 Tabel 4.17 Persebaran Hutan dan Kerapatan Tahun 2008 Kecamatan Jenis Hutan Kerapatan (Ha) Tahun Total BAHAR SELATAN Hutan Sekunder 0, , ,693 4,043 0,000 0, ,109 JAMBI LUAR KOTA Hutan Sekunder 6, ,375 0, ,164 0,000 0, ,350 KUMPEH KUMPEH ULU SUNGAI Hutan Lahan Gambut 0, , , ,477 3, , ,033 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 6, , , ,487 0,000 0, ,284 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 49, ,258 0, ,262 0,000 0, ,204 Hutan Sekunder 0, , , ,420 0,000 0, ,453 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi ,312 0, ,502 0,000 0, ,814 GELAM TAMAN RAJO Hutan Sekunder 0, , , ,870 0,000 0, ,477 Total 62, , , ,226 3, , ,724 Sumber : Citra Landsat TM Tahun 2008 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Tabel 4.18 Persebaran Hutan dan Kerapatan Tahun 2009 Kecamatan Jenis Hutan Kerapatan (Ha) Tahun Total BAHAR SELATAN Hutan Sekunder 2, , ,051 9,760 0,000 0, ,704 JAMBI LUAR KOTA Hutan Sekunder 4, , , ,639 0,000 0, ,174 KUMPEH KUMPEH ULU SUNGAI Hutan Lahan Gambut 0, , , ,401 0,000 86, ,677 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 4, , , ,044 0,000 0, ,404 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 61,884 0,000 0, ,126 0,000 0, ,010 Hutan Sekunder 0, , , ,684 0,000 0, ,759 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 21, , , ,071 0,000 0, ,231 GELAM TAMAN RAJO Hutan Sekunder 1, , , ,192 0,000 0, ,456 Total 96, , , ,916 0,000 86, ,415 Sumber : Citra Landsat TM Tahun 2009 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 IV-29

30 Tabel 4.19 Persebaran Hutan dan Kerapatan Tahun 2013 Kecamatan Jenis Hutan Kerapatan (Ha) Tahun Total BAHAR SELATAN Hutan Sekunder 0, ,028 0, ,946 0,000 0, ,973 JAMBI LUAR KOTA Hutan Sekunder 2, , ,321 0,000 0,000 0, ,424 KUMPEH KUMPEH ULU SUNGAI GELAM Hutan Lahan Gambut 0, , , ,535 1,319 3, ,158 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 27, , ,237 37,229 0,000 0, ,418 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 24, , , ,334 0,000 0, ,448 Hutan Sekunder 0, ,648 67,324 0,000 0,000 0, ,972 Hutan Lahan Gambut Terdegradasi 12, ,482 0, ,045 0,000 0, ,024 TAMAN RAJO Hutan Sekunder 5, , ,139 0,000 0,000 0, ,812 Total 72, , , ,089 1,319 3, ,229 Sumber : Citra Landsat TM Tahun 2013 dan Pengolahan Citra Tahun 2013 Tabel di atas merupakan persebaran wilayah hutan berdasarkan kerapatan vegetasinya. Kerapatan vegetasi dominan yang ada pada kawasan hutan berkisar antara vegetasi sangat jarang, vegetasi jarang dan vegetasi sedang. lebat dan vegetasi sangat lebat hanya terdapat pada hutan lahan gambut di kecamtan Kumpeh pada tahun 2005, 2008 dan Kerapatan vegetasi ini selain dipengaruhi oleh perekaman citra pada muka bumi tapi juga dipengaruhi oleh kualitas citra tersebut. Dari sebelas kecamatan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi, Hanya ada enam kecamatan yang memiliki kawasan hutan. Kecamatan Kumpeh adalah kecamatan dengan kawasan hutan yang paling luas karena memiliki Hutan Lahan Gambut yang termasuk salah satu hutan lindung yang ada di Provinsi Jambi. Namun meskipun tergolong kawasan hutan lindung, hutan lahan gambut tidak lepas dari penjarahan liar dan kebakaran hutan, sehingga masih saja mengalami penurunan tiap tahunnya. Untuk kawasan hutan sekunder, pada dasarnya dimaksudkan untuk digunakan sebagai hutan produksi maupun sebagai kawasan cadangan yang IV-30

31 sewaktu-waktu dapat berubah fungsi atau disebut juga area penggunaan lain agar menghindari kasus penyerobotan kawasan hutan lainnya. Secara keseluruhan, selama delapan tahun atau mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 kawasan hutan mengalami penurunan. Untuk kawasan hutan lahan gambut berkurang sebesar 9.898,062 Ha yang dibuktikan dengan naiknya kawasan hutan lahan gambut terdegradasi sebesar 3.183,299 Ha, sehingga dapat diartikan bahwa berkurangnya hutan lahan gambut sebagian disebabkan adanya degradasi sedangkan selebihnya disebabkan perubahan fungsi hutan. Sedangkan hutan sekunder sendiri mengalami penurunan sebesar 3.121,547 Ha. IV.8. Survei Lapangan Tahap validasi data dilakukan dengan menggunakan survei lapangan dengan menggunakan uji ketelitian terhadap hasil interpretasi dan untuk memperoleh data variabel kualitas lingkungan yang tidak dapat diperoleh melalui interpretasi citra. Validasi data merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh pengguna data penginderaan jauh sebelum melakukan analisis selanjutnya. Hal ini karena ketelitian data hasil interpretasi sangat berpengaruh terhadap besarnya kepercayaan yang dapat diberikan oleh data tersebut (Sutanto, 1986). Kegiatan validasi data hasil interpretasi dan perolehan data variabel non interpretasi dilakukan terhadap sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu. IV.9. Penentuan Jumlah Sampel Metode pemilihan sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode stratified random sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dengan sebelumnya membagi populasi ke dalam beberapa tingkatan dan dari setiap tingkatan dapat diambil sampel secara acak dengan jumlah yang telah ditentukan (Meita, 2011). Penentuan jumlah sampel dan lokasi sampel dapat ditentukan setelah satuan pemetaan dibuat. Satuan pemetaan yang berupa wilayah hutan terdiri dari 40 poligon. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus pada persamaan 1.1. IV-31

32 Untuk mempermudah perhitungan, persamaan 1.1 dijabarkan terlebih dahulu. Misalkan dengan mencari nilai D terlebih dahulu dan seterusnya, sehingga perhitungan untuk memperoleh data sampel menjadi seperti berikut ini : D = B2 4 D = 0,12 4 = 0,0025 Pada penelitian ini derajat ketepatan yang diharapkan adalah 90%, sehingga nilai bound on error (B) adalah 10% (0,1). Langkah selanjutnya yaitu mencari nilai N 2 D dan [Ni.Pi (1-Pi)]. Pada penelitian ini total polulasi hutan yang diperoleh pada satuan pemetaan sebanyak 583 poligon, sehingga : N 2 D = (40) 2 x 0,0025 = 3,61 Untuk mempermudah perhitungan nilai [Ni.Pi (1-Pi)], maka dapat dibuat matriks seperti pada tabel berikut : Tabel Perhitungan Matriks Nama Ni Pi (1-Pi) Ni.Pi Ni.Pi.(1-Pi) Hutan Lahan 3 0,75 0,25 2,25 0,563 Gambut Hutan Lahan 9 0,75 0,25 6,75 1,688 Gambut Terdegradasi Hutan Sekunder 26 0,75 0,25 19,5 4,875 7,126 Keterangan : Pi Ni = Total unit sampling pada suatu kategori tertentu dalam strata i Jumlah sampel pada setiap kelas (sub populasi) yang memiliki nilai variabel yang sesuai kelas (baik/sedang/buruk) terbanyak diperkirakan mencapai 75% (0,75). = Total sub populasi dari strata i n = N [Ni Pi 1 Pi ] N 2 D+ [Ni Pi 1 Pi ] IV-32

33 n = 38 x 7,126 3,61 + 7,126 n = 270,788 10,736 n = 25,222 Dari perhitungan di atas diperoleh sampel yang harus di uji ketelitiannya (validasi data) sebanyak 26 poligon. Dengan besarnya sampel per jenis adalah sebagai berikut : n i = Ni N x n n Hutan Lahan Gambut = 3 38 x 26 = 2 n k.sedang = 9 38 x 26 = 6 n k.buruk = x 26 = 18 Berdasarkan perhitungan jumlah sampel dengan menggunakan persamaan yang telah ditentukan, maka jumlah tiap sampel jenis hutan disajikan pada tabel berikut ini : Tabel Jumlah Sampel Jenis Hutan No Klasifikasi Jumlah Poligon Jumlah Sampel 1 Hutan Lahan Gambut Hutan Lahan Gambut 9 6 Terdegradasi 3 Hutan Sekunder Total (Sumber : Hasil Analisis, 2013) Setelah jumlah sampel tiap kelas diketahui, maka pemilihan lokasi sampel dilakukan secara random dengan mempertimbangkan luas dan persebarannya disetiap Kecamatan, sehingga tiap jenis hutan memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai lokasi sampel. IV-33

Jurnal Geodesi Undip APRIL 2014

Jurnal Geodesi Undip APRIL 2014 ANALISIS DEFORESTASI HUTAN DI PROVINSI JAMBI MENGGUNAKAN METODE PENGINDERAAN JAUH ( Studi Kasus Kabupaten Muaro Jambi ) Cindy Puspita Sari, Sawitri Subiyanto, Moehammad Awaluddin *) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber kehidupan manusia dimana fungsi hutan adalah sebagai paru-paru dunia yang menghasilkan oksigen untuk keberlanjutan hidup umat manusia

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus : Sub Das Brantas Bagian Hulu, Kota Batu) Oleh : Aning Prastiwi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Koreksi Geometrik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Koreksi geometrik citra adalah proses memberikan sistem referensi dari suatu citra satelit. Dalam penelitian ini sistem koordinat yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data dan langkah-langkah pengolahan datanya. Data yang digunakan meliputi karakteristik data land use dan land cover tahun 2005 dan tahun 2010.

Lebih terperinci

Hasil Cek Lapangan Wilayah Hutan Tahun 2013 No Gambar Keterangan Pada Citra 1

Hasil Cek Lapangan Wilayah Hutan Tahun 2013 No Gambar Keterangan Pada Citra 1 Hasil Cek Lapangan Wilayah Hutan Tahun 2013 No Gambar Keterangan Pada Citra 1 Hutan sekunder merupakan salah satu cagar alam yang diresmikan oleh pangeran Charles dan di danai oleh kerajaan Inggris. 2

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent BAGIAN 1-3 Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent 54 Belajar dari Bungo Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi PENDAHULUAN Kabupaten Bungo mencakup

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016

Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 Jurnal Penelitian Sains Volume 18 Nomor 1 Januari 2016 Penggunaan Data Inderaja untuk Mengkaji Perubahan Kawasan Hutan Lindung Pantai Utara Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Sejak Tahun 1978-2014

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Analisis Distribusi Klorofil A Dengan Pengaruhnya Terhadap Hasil Perikanan Menggunakan Metode Penginderaan Jauh ( Studi Kasus Pesisir Pantai Pesawaran Lampung ) Henndry, Andri Suprayogi, Bambang Darmo

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009 ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009 Prenita Septa Rianelly 1, Teguh Hariyanto 1, Inggit Lolita Sari 2 1 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B Tabel 5 Matriks Transformed Divergence (TD) 25 klaster dengan klasifikasi tidak terbimbing 35 36 4.1.2 Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel

Lebih terperinci

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O Sidang Tugas Akhir Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur Agneszia Anggi Ashazy 3509100061 L/O/G/O PENDAHULUAN Latar Belakang Carolita

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo)

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo) KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo) Oleh: IB Ketut Wedastra Sr. Officer Conservation Spatial Planning WWF Indonesia PENGINDERAAN JAUH

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORESTASI HUTAN DI PROVINSI JAMBI MENGGUNAKAN METODE PENGINDERAAN JAUH (STUDI KASUS KABUPATEN MUARO JAMBI) TUGAS AKHIR

ANALISIS DEFORESTASI HUTAN DI PROVINSI JAMBI MENGGUNAKAN METODE PENGINDERAAN JAUH (STUDI KASUS KABUPATEN MUARO JAMBI) TUGAS AKHIR UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS DEFORESTASI HUTAN DI PROVINSI JAMBI MENGGUNAKAN METODE PENGINDERAAN JAUH (STUDI KASUS KABUPATEN MUARO JAMBI) TUGAS AKHIR CINDY PUSPITA SARI L2M 009 009 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2009. Lokasi Penelitian adalah di Kawasan Agropolitan Cendawasari, Desa Karacak,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN VI. PERPETAAN HUTAN Perpetaan Kehutanan adalah pengurusan segala sesuatu yang berkaitan dengan peta kehutanan yang mempunyai tujuan menyediakan data dan informasi kehutanan terutama dalam bentuk peta,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada 82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014 ANALISIS PERUBAHAN KERAPATAN VEGETASI HUTAN JATI DENGAN METODE INDEKS VEGETASI NDVI (Studi Kasus: Kawasan KPH Randublatung Blora) Arif Witoko, Andri Suprayogi, Sawitri Subiyanto *) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009 ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009 Oleh: Prenita S. Rianelly 3507 100 024 Dosen Pembimbing: Dr.Ing. Ir. Teguh Hariyanto, MSc.

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Karangawen Studi Kasus : Pembangunan Karang Awen, Demak Hadi Winoto, Bambang Sudarsono, Arief Laila Nugraha* ) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Interpretasi dan Klasifikasi Citra. Tabel 4.1 Titik kontrol GCP dan nilai RMS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Interpretasi dan Klasifikasi Citra. Tabel 4.1 Titik kontrol GCP dan nilai RMS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Interpretasi dan Klasifikasi Citra 4.1.1 Rektifikasi dan Pemotongan Citra Proses rektifikasi citra adalah proses memberikan sistem referensi citra satelit. Dalam

Lebih terperinci

5. SIMPULAN DAN SARAN

5. SIMPULAN DAN SARAN 5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Citra ALOS PALSAR dapat digunakan untuk membangun model pendugaan biomassa di ekosistem transisi yang telah mengalami transformasi dari hutan sekunder menjadi sistem pertanian

Lebih terperinci

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan. Gambar 4.16 Teras sungai pada daerah penelitian. Foto menghadap timur. 4.2 Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada daerah penelitian

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal Oleh : Fidiyawati 3507 100 046 Pembimbing : 1. M. Nur Cahyadi, ST, MSc 2. Danang Surya Chandra,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012 dengan memilih Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau sebagai studi kasus penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu 31 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie (100-101) suatu konsepsi ke arah penerbitan bidang filsafat secara luas mengemukakan pengertian metodologi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5 TUGAS AKHIR RG 091536 ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5 DESI HALFIATI ISNANINGSIH NRP 3506 100 014 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya)

Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) A554 Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) Deni Ratnasari dan Bangun Muljo Sukojo Departemen Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Identifikasi merupakan langkah strategis dalam menyukseskan suatu pekerjaan. (Supriadi, 2007). Tujuan pemerintah dalam rangka penertiban dan pendayagunaan tanah

Lebih terperinci

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Hana Sugiastu Firdaus (3509100050) Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Muhammad

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Mahasiswa : Cherie Bhekti Pribadi (3509100060) Dosen Pembimbing : Dr. Ing. Ir. Teguh Hariyanto, MSc Udiana Wahyu D, ST. MT Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Diagram Alir Penelitian yang dilakukan menggunakan diagram alir yang disesuaikan dengan metode yang telah disesuaikan dengan data yang ada sebgai berikut ; Citra Landsat

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang

Lebih terperinci

ANALISA NDVI CITRA SATELIT LANDSAT MULTI TEMPORAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORESTASI HUTAN KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA NDVI CITRA SATELIT LANDSAT MULTI TEMPORAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORESTASI HUTAN KABUPATEN ACEH UTARA Jurnal Inotera, Vol. 2,.1, Januari-Juni 2017 ANALISA NDVI CITRA SATELIT LANDSAT MULTI TEMPORAL UNTUK PEMANTAUAN DEFORESTASI HUTAN KABUPATEN ACEH UTARA Meraty Ramadhini 1, Bangun Muljo Sukojo 2. 1 Program

Lebih terperinci

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Ardiawan Jati, Hepi Hapsari H, Udiana Wahyu D Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Koreksi Geometrik Langkah awal yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan koreksi geometrik pada citra Radarsat. Hal ini perlu dilakukan karena citra tersebut

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1 Analisa Perubahan Tutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Brantas Bagian Hilir Menggunakan Citra Satelit Multitemporal (Studi Kasus:

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Aninda Nurry M.F ( ) Dosen Pembimbing : Ira Mutiara Anjasmara ST., M.Phil-Ph.D

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh: Aninda Nurry M.F ( ) Dosen Pembimbing : Ira Mutiara Anjasmara ST., M.Phil-Ph.D SEMINAR TUGAS AKHIR Oleh: Aninda Nurry M.F (3510100010) Dosen Pembimbing : Ira Mutiara Anjasmara ST., M.Phil-Ph.D PENDAHULUAN Contoh: Bagian Tengah :Danau, Waduk Contoh: Sub DAS Brantas Landsat 7 diperlukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM Klasifikasi Dari hasil confusion matrix didapatkan ketelitian total hasil klasifikasi (KH) untuk citra Landsat 7 ETM akuisisi tahun 2009 sebesar 82,19%. Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan citra

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN DEM (Digital Elevation Model) Wilayah Penelitian Proses interpolasi beberapa data titik tinggi yang diekstraksi dari berbagai sumber dengan menggunakan metode semivariogram tipe ordinary

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 yang

Lebih terperinci

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT THEMATIC MAPPER Ipin Saripin 1 Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama foto udara dianggap paling baik sampai saat ini karena

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pembangunan dan pengembangan wilayah di setiap daerah merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat di wilayah

Lebih terperinci

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Anita Dwijayanti, Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, Evaluasi Tutupan Lahan Terhadap Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTRK) Surabaya Pada Citra Resolusi Tinggi Dengan EVALUASI TUTUPAN LAHAN PERMUKIMAN TERHADAP RENCANA DETIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) SURABAYA

Lebih terperinci

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) A758 Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) Agita Setya Herwanda, Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU

LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU Disusun oleh : 1. Muhammad Hitori (105040200111056) 2. Astrid Prajamukti Saputra (105040201111075)

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 2 (1) (2013) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage ANALISIS PERUBAHAN KERAPATAN VEGETASI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Drs. Dede Sugandi, M.Si. Drs. Jupri, MT. Nanin Trianawati Sugito, ST., MT. Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No.1 Vol. XV Institut Teknologi Nasional Januari Maret 2011 Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis M. ABDUL BASYID, DIAN SURADIANTO Jurusan Teknik Geodesi FTSP

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) A-572 JURNAL TEKNIK ITS Vol., No., (01) ISSN: 33-353 (301-1 Print) A-5 Analisa Kondisi Ekosistem Mangrove Menggunakan Data Citra Satelit Multitemporal dan Multilevel (Studi Kasus: Pesisir Utara Surabaya) Deni

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci