HEAD INJURY Pendahuluan Insiden

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HEAD INJURY Pendahuluan Insiden"

Transkripsi

1 HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala masih menjadi penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat, meskipun sudah terjadi kemajuan dalam bidang ilmu kegawatdaruratan, perawatan intensif, dan ilmu bedah saraf mengenai trauma. Adanya berbagai program pencegahan seperti penggunaan peralatan keselamatan seperti sabuk pengaman, kantung udara (airbag), penggunaan helm, dan batas kadar alkohol dalam darah yang diizinkan, telah memberikan dampak yang positif pada epidemiologi cedera kepala berat. Hasil keluaran dari pasien yang mengalami cedera kepala, kadang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar kontrol para klinisi, seperti tingkat keseriusan dari cedera kepala yang mendasari dan adanya cedera pada sistem organ utama yang lainnya. 1-2 Cedera kepala mayor didefinisikan oleh Yayasan Cedera Kepala Nasional di Amerika Serikat sebagai akibat traumatik pada otak yang dapat menyebabkan perubahan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan tingkah laku. Cedera kepala berat umumnya didefinisikan sebagai cedera yang mengakibatkan kondisi koma, dimana koma yang terjadi tidak disebabkan oleh kondisi ekstrakranial (seperti intoksikasi yang berat) dan tetap berlanjut setidaknya dalam beberapa waktu setelah periode resusitasi akut. Dengan menggunakan Skala Koma Glasgow, yang merupakan metode yang paling umum untuk mendiagnosis koma traumatik, adalah pada pasien yang tidak membuka matanya meskipun telah diberikan stimulus nyeri, tidak mengluarkan kata-kata, atau bahkan mengikuti perintah sederhana, dinyatakan dalam keadaan koma. 3-4 Insiden Insiden cedera kepala di Amerika Serikat adalah sekitar 200/ orang setiap tahun. Dari jumlah penduduk Amerika Serikat yaitu sekitar 250 juta jiwa, 1

2 sekitar orang mengalami cedera kepala setiap tahun yang cukup berat dan membutuhkan pertolongan medis. Diantara mereka, sekitar orang meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Di Amerika Serikat setiap tahun, sekitar 1 juta orang dirawat akibat cedera kepala, dan sekitar orang lainnya masuk ke rumah sakit akibat cedera kepala. Di Amerika Serikat, sekitar 50% cedera kepala merupakan akibat dari kecelakaan lalu lintas, dan sekitar 13-15% cedera kepala merupakan akibat dari luka tembak. Di Amerika Serikat, lebih dari separuh kasus kecelakaan lalu-lintas mengakibatkan kematian (15% dari semua kematian merupakan akibat dari kecelakaan lalu lintas) atau cedera kepala berat. Diperkirakan sekitar 5,3 juta penduduk Amerika Serikat saat ini hidup dengan disabilitas yang permanen akibat cedera otak traumatik. Penggunaan helm telah terbukti dapat mengurangi kasus ini secara signifikan. Sedangkan di negara lainnya, didapatkan pola kejadian cedera yang berbeda. Cedera kepala yang terjadi pada pejalan kaki, insidennya tinggi di Nigeria dan beberapa tempat di Inggris. Di beberapa tempat di Afrika Selatan, cedera otak akibat luka tusuk pisau merupakan hal yang sangat sering terjadi. Cedera otak didapatkan pada setengah dari kematian akibat trauma, dan penggunaan alkohol serta obat-obatan ditemukan pada setengah dari kasus tersebut. Para pengguna alkohol kronik memiliki risiko yang lebih tinggi akibat tingginya frekuensi kejadian cedera kepala, atrofi cerebral, dan koagulopati. Biaya finansial yang dibutuhkan sangat tinggi (lebih dari 4 milyar dolar setiap tahun) tidak hanya untuk perawatan pada kasus akut tetapi juga untuk biaya perawatan jangka panjang serta hilangnya kemampuan kerja akibat yang terkena cedera kepala biasanya mereka yang tergolong umur produktif (umur rata-rata 30 tahun). 1, 4-7 Insiden puncak dari kejadian cedera kepala terjadi pada umur tahun atau pada dekade kedua sampai ketiga. Insiden puncak yang kedua terjadi pada bayi dan orang berumur tua. Cedera kepala masih tetap merupakan penyebab kematian utama pada dewasa muda dan 2 sampai 3 kali lebih sering terjadi pada laki-laki. Perbandingan antara laki-laki dengan perempuan bervariasi antara 2:1 dan 3:1. Orang yang memiliki risiko tinggi untuk terjadinya cedera otak traumatik adalah dewasa 2

3 muda berumur tahun, bayi umur 6 bulan sampai 2 tahun, anak umur sekolah, dan orang berumur tua. Bayi memiliki risiko yang lebih tinggi karena ukuran dari kepala yang relatif lebih besar, dan kompresibilitas dari tulang tengkorak. Orang berumur tua memiliki risiko tinggi untuk terjadinya cedera intrakranial, khususnya hematom subdural. Atrofi cerebral menyebabkan peregangan vena-vena penghubung antara duramater dengan parenkim otak, dan membuat vena ini rawan untuk mengalami robekan akibat kekuatan deselerasi. Cedera kepala traumatik ditemukan paling sering pada orang kulit hitam dan keluarga berpenghasilan rendah. Pasien dengan cedera kepala berat, atau mereka yang masuk rumah sakit dalam keadaan koma, merupakan sebagian kecil dari pasien dengan cedera kepala, tetapi mereka memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang paling tinggi. 1, 3, 5, 6, 8 Anatomi A. Kulit Kepala 1,2 Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan perikranium. Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh darah besar. Bila robek, pembuluh-pembuluh darah ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang bermakna pada penderita laserasi kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruangan subaponeurotika yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluhpembuluh darah ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak. Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. 3

4 Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum. Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna, dan dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisi arteri meningea anterior, media, dan posterior. B. Meningen 1,2 Gambar 1. Meningen dikutip dari kepustakaan Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang 4

5 menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu duramater, arakhnoid dan piamater. 1. Duramater 1,2 Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). 2. Selaput Arakhnoid 1,2 5

6 Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis (LCS). Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak. Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukan-lekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum danme oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di permukaan venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala. 3. Piamater Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap lekukanlekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.1,2 6

7 C. Otak Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum. 1,2 Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan. 1,2 E. Sistem Ventrikel 7

8 Gambar 2. Sistem Ventrikel dikutip dari kepustakaan Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV. Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing ventrikel terdiri dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium. Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata. 1,2 F. Tentorium 8

9 Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior). 1 G. Vaskularisasi Otak Gambar 3. Pembuluh darah arteri pada otak dikutip dari kepustakaan Otak disuplai oleh dua pasang arteri, yaitu dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis. Sirkulasi darah dari otak dibagi menjadi dua yaitu sirkulasi anterior dan posterior dimana sirkulasi anterior ini terdiri dari arteri karotis, arteri cerebri media 9

10 dan arteri cerebri anterior sedangkan sirkulasi posterior terdiri dari arteri vertebralis, arteri basilaris dan arteri posterior.2 Sirkulus Willisi adalah yang utama. Merupakan sistem arteri yang kompleks yang terdapat di otak yang terletak pada bagian dasar dari tulang tengkorak. Walaupun ukuran diameternya tidak lebih dari 1 inci, sirkulus Willisi ini mampu menyediakan suplai darah yang adekuat untuk mencapai ke seluruh bagian otak meski satu atau lebih arteri yang mensuplai bagian otak tersebut diligasi. Tidak seperti arteri lainnya pada tubuh yang memiliki vena yang berjalan bersama, sirkulus Willisi tidak memiliki vena tersebut. Tiga sinus utama yang harus diketahui adalah pertama, sinus sagitalis yang merupakan tempat bermuaranya cairan LCS. Kedua, sinus kavernosus yang merupakan tempat bermuaranya vena yang berasal dari mata. Banyak struktur penting yang berjalan melewati sinus kavernosus ini termasuk seluruh nervus yang masuk ke dalam rongga orbita dan arteri karotis. Ketiga, sinus transversus yang berjalan di dekat telinga dan mungkin terlibat dengan terjadinya infeksi pada telinga tengah. Vena dan sinus pada otak memiliki keunikan bila dibandingkan dengan vena lainnya yaitu tidak memiliki katup. 10

11 Gambar 4. Pembuluh darah vena pada otak Dikutip dari kepustakaan Vena pada otak bermuara pada vena jugularis interna. Otak dipisahkan dari tulang tengkorak oleh meningen yaitu piamater, arakhnoid dan duramater. Meningen disuplai oleh darah yang berasal dari arteri anterior, media dan posterior. Piamater yang tipis dan memiliki vaskuler berada di atas otak. Lapisan arakhnoid yang avaskuler terletak di antara piamater dan duramater. Duramater yang tebal menempel pada tulang tengkorak. Sinus terletak di antara dua lapisan jaringan ikat tersebut. Meningen menutupi seluruh sistem saraf pusat termasuk medula spinalis dan nervus optik. 11

12 Etiologi Hampir semua cedera otak traumatik disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, akibat peristiwa yang berhubungan dengan aktivitas olehraga, dan akibat tindakan kekerasan. Penyebab yang paling sering dari cedera kepala tertutup adalah kecelakaan lalu lintas, dimana hal ini meliputi cedera yang terjadi pada penumpang kendaraan bermotor, pejalan kaki, pengendara motor, dan pengendara sepeda. Penyebab yang lainnya adalah akibat terjatuh. Cedera akibat luka tembak merupakan penyebab utama dari cedera kepala penetrasi di Amerika Serikat dan terhitung sebanyak 44% dari semua kasus cedera kepala. Dewasa muda merupakan orang yang paling sering terlibat dalam kecelakaan lalu lintas (umur 5-64 tahun), tetapi populasi ini memiliki sedikit insiden dari lesi massa intrakranial. Sedangkan pasien berumur tua (65 tahun atau lebih) paling sering mengalami cedera akibat terjatuh dan memiliki insiden yang tinggi dari lesi massa intrakranial. Intoksikasi alkohol dan obat-obatan lainnya merupakan faktor yang signifikan sebagai penyebab cedera dan tersebar hampir sama pada semua kelompok umur, kecuali pada umur sangat muda dan sangat tua. 3, 5, 8, 9 Tabel 1 Penyebab cedera kepala Jenis cedera Coup dan countrecoup 3 Mekanisme Objek yang membentur bagian depan (coup) atau bagian belakang (countrecoup) kepala; objek yang membentur bagian samping kepala (coup atau countrecoup); kepala yang mengenai objek dengan kecepatan rendah Hematom ekstradural Kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, kecelakaan saat olahraga Hematom subdural Kecelakaan lalu lintas atau terjatuh, khususnya pada orang berusia tua atau orang dengan penyalahgunaan alkohol yang kronik 12

13 Perdarahan Kontusi yang disebabkan oleh gaya dengan kekuataan yang intracerebral besar, biasanya akibat kecelakaan lalu lintas atau terjatuh Fraktur campuran dari jarak yang jauh Objek yang mengenai kepala dengan kekuatan yang besar atau kepala yang membentur objek dengan sangat kuat; fraktur tulang temporal, fraktur tulang occipital, dampak ke arah atas dari vertebra cervical (fraktur dasar tulang tengkorak) Cedera penetrasi Misil (peluru) atau proyektil yang tajam (pisau, pemecah es, kapak, baut) Cedera aksonal difus Kepala yang sedang bergerak dan membentur permukaan yang keras atau objek yang sedang bergerak membentur kepala yang dalam kondisi diam; kecelakaan lalu lintas (saat kerja atau pejalan kaki); gerakan kepala memutar Klasifikasi Cedera kepala secara umum dikelompokkan menjadi trauma tertutup (tumpul) dan trauma terbuka (penetrasi) Trauma kepala nonpenetrasi Trauma kepala nonpenetrasi atau trauma kepala tertutup, merupakan akibat dari cedera tumpul. Tidak ada penetrasi benda asing pada dura (dura masih intak), meskipun dapat terjadi laserasi dura akibat terjadinya fraktur tulang tengkorak, dan jaringan otak tidak terpapar dengan lingkungan luar. Trauma tumpul lebih sering terjadi dan meliputi benturan kepala pada permukaan yang keras, atau objek berkecepatan tinggi yang mengenai kepala.. Trauma tumpul dapat mengakibatkan baik cedera otak fokal maupun cedera aksonal difus. 1, 3 13

14 2. Trauma kepala penetrasi Saat terjadi penetrasi pada dura, maka akan menimbulkan paparan dari isi tengkorak pada lingkungan luar, dimana terjadi trauma terbuka, yang mengakibatkan cedera otak fokal. Cedera kepala penetrasi dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan, tingkat mortalitas setiap tahun adalah sekitar 2,4/ orang di Amerika Serikat, dimana nilai ini dipengaruhi oleh umur, ras, dan jenis kelamin. Cedera kepala penetrasi semakin meningkat frekuensinya dan sekarang ini terhitung sebanyak 15% kematian akibat cedera kepala. Peluru dan fragmen tulang yang masuk ke intrakranial dapat menyebabkan terjadinya gelombang getaran dan cedera kavitasi yang dapat menimbulkan destruksi yang luas. Terjadinya destruksi jaringan dihubungkan dengan koagulopati konsumtif dan vasospasme, yang selanjutnya dapat memperberat cedera. Tingkat mortalitas melebihi 60%, dan diantara orang yang berhasil bertahan, 10% diantaranya tetap dalam kondisi vegetatif dan memiliki ketidakmampuan (disabilitas) yang berat. 1, 3, 7 Cedera kepala penetrasi dapat disebabkan oleh mekanisme trauma yang berbeda. Trauma dapat disebabkan oleh proyektil yang memiliki kecepatan tinggi atau rendah. Cedera lainnya dapat meliputi luka tusukan, cedera akibat terkena panah, cedera senjata di industri dan cedera akibat penggunaan mesin bor. Pada cedera otak yang disebabkan oleh objek dengan kecepatan rendah, kerusakan hanya terbatas pada adanya disrupsi jaringan secara langsung. Kadang-kadang tidak terjadi hilangnya kesadaran. Pada cedera yang disebabkan oleh misil, cavitasi dapat terbentuk di sepanjang jalur misil, dan tergantung pada ukuran dan kecepatan misil, maka disrupsi dari jaringan otak di sekitarnya kadang-kadang dapat menyebar dan sifatnya berat. Baik cedera penetrasi dengan kecepatan tinggi maupun rendah dapat menyebabkan disrupsi dari kulit, tulang tengkorak, dan selaput otak, sehingga dapat memudahkan kontaminasi cairan cerebrospinal atau otak dengan mikroorganisme infektif. 1, 4 Cedera kepala yang paling sering terjadi disebabkan oleh misil seperti peluru, fragmen batu atau logam, atau pecahan peluru. Dalam usaha untuk lebih memahami penemuan patologis yang akan didapatkan, maka diperlukan pemeriksaan balistik. 14

15 Misil dengan kecepatan rendah dapat hanya menyebabkan cedera pada kulit atau otot kepala, tanpa menimbulkan adanya penetrasi tulang tengkorak. Hal ini biasanya terjadi jika senjata ditembakkan dari jarak jauh. Saat misil dapat menembus tulang tengkorak, dan menimbulkan lubang atau fraktur, maka bentuk dari peluru dapat berubah. Ada energi yang hilang selama proses benturan pada kepala. Penetrasi dan kerusakan otak, selanjutnya akan bergantung pada jumlah energi kinetik yang tersisa. Gelombang energi merupakan akibat langsung dari penetrasi pada jaringan. Kematian yang terjadi segera setelah kejadian trauma, dapat merupakan akibat dari peningkatan tekanan intrakranial yang signifikan yang disebabkan oleh benturan tersebut. Kerusakan yang disebabkan oleh gelombang, juga dapat berjarak jauh dari jalur misil. Setelah misil menembus otak, maka dapat terbentuk jalur yang selanjutnya kadang menjadi rongga yang permanen. Selain itu juga dapat terbentuk rongga yang bersifat sementara (temporer), yang selanjutnya kolaps dalam waktu yang singkat, sekitar 20 milidetik. Diameter dari rongga yang temporer ini, dapat lebih besar dari diameter misil dan merupakan akibat dari kecepaan misil. Saat misil menembus tulang tengkorak dan otak, maka jalur yang terjadi dapat berbentuk tidak reguler secara sempurna. Debris, rambut, dan fragmen tulang dapat ikut masuk, tetapi tetap lebih dekat pada tempat masuk karena energi kinetiknya yang rendah. 1 Misil dengan energi yang rendah dapat tidak keluar dari tulang tengkorak, tetapi dapat berubah arah dan terpantul (richochet) dan mengakibatkan kerusakan tambahan pada otak. Sebaliknya, pada senjata dengan kaliber yang besar, jika ditembakkan pada jarak yang dekat, dapat membawa energi yang cukup besar untuk dapat masuk sekaligus keluar dari tulang tengkorak. Fraktur tulang tengkorak yang bersifat ledakan pada lokasi keluar dari misil, dapat ditemukan pada cedera misil dengan kecepatan tinggi. 1 Berdasarkan beratnya trauma kepala dapat dikelompokkan berdasarkan GCS menjadi: 4, 5 Cedera Kepala Ringan (TCR) pada GCS

16 Cedera Kepala Sedang (TCS) pada GCS 9-13 Cedera Kepala Berat (TCB) pada GCS 3-8 GCS digunakan sebagai alat bantu diagnosis untuk menentukan tingkat kegawatan pasien cedera kepala saat datang di Rumah Sakit. Dalam perkembangannya GCS dapat juga digunakan sebagai evaluasi dan prediksi perkembangan pasien cedera kepala selama perawatan. Adanya perbaikan GCS dalam kurun waktu tertentu setelah cedera kepala dapat menilai keadaan pasien. 4, Penilaian perbaikan GCS pasien cedera kepala dapat dikelompokkan menjadi: 4, 5 Perbaikan cepat jika terjadi kenaikan 4 skor GCS dalam 24 jam Perbaikan sedang jika terjadi kenaikan 4 skor GCS dalam 3 hari Perbaikan lambat jika terjadi kenaikan 4 skor GCS dalam 7 hari Perbaikan sangat lambat jika terjadi kenaikan 4 skor GCS lebih dari 7 hari Penilaian GCS meliputi respon membuka mata, respon bicara/ verbal, dan respon motorik. 4, 5 Masing-masing respon tersebut mempunyai nilai sebagai berikut: 4, 6 Respon membuka mata Jenis Pemeriksaan Spontan Dengan Panggilan Dengan Rangsang Nyeri Tidak ada respon Score Respon Motorik Jenis Pemeriksaan Menurut perintah Melokalisasi rasa nyeri Menolak rangsang nyeri Gerakan Fleksi Abnormal Gerakan Ekstensi Abnormal Tidak ada Respon Score Respon Verbal Jenis Pemeriksaan Score 16

17 Orientasi penuh Kalimat yang membingungkan Kata-kata yang tidak berarti Suara yang tidak jelas Tidak ada respon Patofisiologi trauma kraniocerebral Cedera akselerasi-deselerasi Cedera pada otak disebabkan oleh transfer energi pada tengkorak dan struktur di dalamnya. Cedera akselerasi deselerasi terjadi sebagai akibat dari mekanisme benturan atau impuls yang dapat menyebabkan disrupsi dari jaringan otak (laserasi dan atau kontusi), cedera aksonal difus, atau keduanya. Pada cedera tumpul, dorongan akselerasi-deselerasi angular menyebabkan timbulnya strain (gaya) yang terbagi secara merata pada parenkim otak, dimana hal ini bertanggung jawab pada terjadinya cedera aksonal difus. Adanya dorongan atau benturan ini, dapat secara langsung terjadi pada kepala (cedera benturan) atau secara tidak langsung melalui tubuh (cedera impuls). Tanda fisiologis dari terjadinya cedera otak difus adalah hilangnya kesadaran. 8 Cedera otak dapat terjadi secara langsung di bawah lokasi cedera (cedera coup), tetapi karena otak sifatnya lebih relatif dibandingkan tulang tengkorak dan dura, maka kompresi otak yang berjauhan dengan lokasi benturan juga dapat terjadi, dimana dapat ditemukan pada permukaan orbitofrontal dari lobus frontal dan atau di bagian anterior dari lobus temporal, yang jauh dari lokasi benturan (cedera countrecoup). Hal ini dapat menjelaskan mengapa cedera otak dapat terjadi pada daerah intrakranial yang berlawanan dengan lokasi trauma atau benturan (cedera countrecoup). Trauma kraniocerebral dapat menyebabkan konkusi, kontusi cerebral, perdarahan intrakranial, atau cedera aksonal difus. 2, 8 Patofisiologi 17

18 Mekanisme cedera otak merupakan hal yang bersifat kompleks, bervariasi, dan belum sepenuhya dipahami. Trauma mekanik, iskemia, kerusakan energi seluler, cedera reperfusi eksitotoksin, edema, cedera vaskuler, dan cedera yang menginduksi apoptosis, merupakan factor-faktor yang berpengaruh pada hampir semua cedera otak akut. Ada dua fase utama dari cedera kepala yang diakibatkan oleh trauma kepala. Fase pertama adalah kerusakan otak awal yang terjadi segera pada saat benturan, yang meliputi cedera neural, cedera glial primer, dan respon vaskuler, dimana hal ini dapat meliputi laserasi kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, kontusi, perdarahan pungtat, perdarahan subarachnoid dan cedera aksonal difus. Ada dua jenis cedera primer yang dapat terjadi yaitu cedera otak fokal dan difus. Tipe yang paling sering dari cedera otak traumatik (75-90%) adalah konkusi ringan dan konkusi cerebral klasik. Cedera otak fokal terhitung sebanyak lebih dari dua per tiga dari kematian akibat cedera otak, sedangkan cedera aksonal difus terhitung sebanyak kurang dari sepertiganya. Sedangkan fase kedua dari cedera merupakan perkembangan kerusakan neurologi yang terjadi setelah cedera primer, dimana hal ini dapat berkembang dalam waktu beberapa hari sampai minggu. Cedera sekunder dapat diakibatkan oleh adanya edema cerebral, hipoksia, dan perdarahan yang tertunda. 1, 3, 10 Cedera primer Cedera primer didefinisikan sebagai cedera otak traumatik primer yang disebabkan oleh kekuatan eksternal pada kepala yang menimbulkan kerusakan jaringan di luar toleransi strukturalnya. Kekuatan ini daapat dikelompokkan menjadi kekuatan kontak atau inersia. Kekuatan kontak umumnya menimbulkan cedera fokal seperti fraktur tulang tengkorak, kontusi, hematom epidural dan subdural. Kekuatan inersia terjadi akibat otak yang mengalami akselerasi atau deselerasi (tranlasional, rotasional, atau keduanya). Kekuatan inersia dapat menyebabkan cedera otak fokal atau difus, dimana akselerasi tranlasional yang murni dapat menyebabkan cedera fokal seperti kontusi countrecoup, hematom intracerebral, dan hematom subdural, sedangkan akselerasi rotasional atau angular (sering terjadi pada kecelakaan lalu 18

19 lintas dengan kecepatan tinggi), biasanya menyebabkan cedera otak difus. Cedera primer ini dapat berlanjut pada kerusakan yang irreversibel akibat disrupsi sel, bergantung pada mekanisme dan keseriusan dari kejadian tersebut. Trauma kepala dapat mengakibatkan kerusakan pada kulit kepala, tulang tengkorak dan otak. Laserasi kulit kepala, dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan tetapi pada hampir semua kasus, hemostasis dapat terjadi dengan mudah. Fraktur dapat dikelompokkan menjadi fraktur linier, depresi, campuran, atau melibatkan dasar tengkorak. Fraktur tulang tengkorak linier atau simpel merupakan tipe yang paling sering terjadi, umumnya terjadi pada konveksitas lateral dari tulang tengkorak, dan tidak membutuhkan terapi yang spesifik. Fraktur tulang tengkorak depresi terjadi saat tabula eksterna dari tengkorak mengalami depresi atau penurunan di bawah tabula interna dan dapat menyebabkan robeknya dura atau laserasi otak. Biasanya terjadi akibat trauma tumpul oleh objek yang memiliki area permukaan yang relatif kecil seperti palu. Mungkin dibutuhkan perbaikan operatif, khususnya pada fraktur depresi yang melibatkan dinding posterior sinus frontal atau berhubungan dengan perdarahan intrakranial. Fraktur depresi campuran didefinisikan sebagai fraktur yang disertai laserasi dari kulit kepala dan dapat ditangani dengan debridement luka melalui operasi. Fraktur dasar tengkorak dapat terjadi akibat trauma tumpul yang berat pada daerah frontal atau occiput, dan didiagnosis dengan penemuan klinik dari adanya ekimosis periorbital (raccoon eyes), ekimosis pada daerah postaurikuler (Battle s sign), hemotimpanum, atau kebocoran cairan cerebrospinal, dapat memiliki penyulit berupa meningitis atau abses otak. Pasien dengan fraktur tulang tengkorak memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya hematom intrakranial yang tertunda, dan harus diobservasi dalam waktu jam setelah cedera awal. Cedera primer dapat meliputi cedera aksonal difus kontusi hematom, dan perdarahan subarachnoid traumatik. 2, 4, 5 Konkusi 19

20 Konkusi merupakan kehilangan fungsi neurologik sentral yang sifatnya segera, terjadi tiba-tiba, dan tanpa disertai sekuel yang diakibatkan oleh trauma kraniocerebral. Karakteristiknya adalah hilangnya kesadaran, amnesia sementara (hilangnya memori), konfusi, disorientasi, perubahan visual, disfungsi otonom, sakit kepala, tinitus, dan iritabilitas dengan derajat yang bervariasi, tanpa adanya abnormalitas cerebral yang bermakna (tidak disertai adanya kerusakan patologis pada otak). 2, 6, 9 Kontusi cerebral Kontusi cerebral merupakan area yang mengalami kerusakan pada parenkim otak dan dapat menimbulkan defisit neurologis bergantung pada lokasi anatominya. Kontusi umumnya ditemukan paling sering pada lobus frontal, khususnya pada bagian ujung dan sepanjang permukaan orbital inferior; pada lobus temporal, khususnya pada kutub anterior dan sepanjang permukaan inferior; dan pada daerah sambungan frontotemporal. Bagian anterior dari lobus frontal dan temporal merupakan bagian yang rawan atau rapuh karena kontur yang kasar dari tulang tengkorak pada regio ini. Kontusi kadang dihubungkan dengan disrupsi dari sawar darah otak dan dapat disertai penyulit berupa perluasan dari perdarahan yang terjadi, pembentukan edema, atau kejang. Kontusi yang besar dapat menimbulkan efek massa yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi otak. Hal ini mengakibatkan perubahan pada fungsi perhatian, memori, afek, emosi, dan tingkah laku. Pada kasus yang jarang terjadi, kontusi terjadi pada lobus parietal dan occipital. Kontusi cerebral fokal dapat bersifat superfisial, dan hanya melibatkan girus otak. Kontusi hemoragik dapat berkumpul menjadi hematom intrakranial konfluen yang luas. 1-3 Kontusi biasanya bersifat lokal dan dihubungkan dengan adanya perdarahan, edema, dan nekrosis. Kontusi dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kontusi coup lebih berat pada jaringan otak dibawah lokasi benturan dan biasanya berhubungan dengan cedera akselerasi. Kontusi countrecoup berlokasi pada permukaan otak yang 20

21 berlawanan dengan lokasi trauma dan dihubungkan dengan cedera deselerasi. Kontusi traumatik juga dihubungkan dengan kejadian hematom intracerebral superfisial. Edema yang terjadi di sekitar kontusi merupakan jenis vasogenik. Edema vasogenik uumnya terjadi pada substansi alba, dan merupakan akibat dari adanya destruksi jaringan dan disrupsi sawar darah otak. Perdarahan yang terjadi pada otak dapat bersifat fokal atau multifokal. Hematom intracerebral juga dapat terjadi pada lobus frontal dan temporal, dan kadang muncul sebagai perluasan perdarahan dari kontusi. Lokasi terjadinya kontusi yang kurang sering ditemukan adalah pada fossa posterior dan ganglia basalis. 1 Hematom intrakranial Cedera kepala dapat menyebabkan perdarahan pada ruang epidural, subdural atau subarachnoid. Perdarahan intrakranial ini, yang mungkin membutuhkan evakuasi melalui tindakan operasi, bergantung pada ukuran dan lokasinya. Perdarahan intrakranial dapat menyebabkan efek massa dimana dapat hal ini dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi otak disertai kompresi struktur otak yang vital. 1 Hematom epidural Hematom epidural terhitung sebanyak 1-2% dari cedera otak mayor dan terjadi pada semua kelompok umur tetapi paling sering pada umur tahun. Sumber perdarahan berasal dari arteri (85%) dan akibat dari cedera pada vena meningea atau dura sinus (15%). Mayoritas hematom epidural terjadi pada daerah temporal atau parietal, tetapi juga dapat terjadi pada lobus frontal atau oksipital, dan pada kasus yang jarang terjadi pada fossa posterior. Fossa temporalis merupakan lokasi yang paling sering dari hematom ekstradural yang disebabkan oleh cedera pada arteri dan vena meningea media. Lesi ini umumnya diakibatkan oleh fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah meningeal, paling sering pada cabang posterior dari arteri meninga media. Hal ini dapat terjadi setelah terjadinya cedera 21

22 benturan dengan kecepatan rendah. Karena dura melekat dengan erat pada tabula interna dari tulang tengkorak, maka hematom yang terjadi biasanya memiliki konfigurasi lentiformis homogen. Lobus temporal dapat bergeser ke medial, mempresipitasi herniasi girus uncal dan hippocampal melalui celah tentorial. Perdarahan ekstradural umumnya ditemukan pada area subfrontal, khususnya pada populasi berumur muda dan tua yang disebabkan oleh cedera pada arteri meningea anterior atau sinus venosus. Dan pada area suboccipital dapat mengakibatkan herniasi dari isi fossa posterior melalui foramen mágnum. 2-3, 5 Pada hematom epidural bentuk klasik, pasien yang mengalami kehilangan kesadaran akibat konkusi awal, secara perlahan dapat pulih dalam waktu beberapa menit, dan memasuki lucid interval dimana pasien relatif tidak mengalami gejala (asimtomatik) dengan hasil pemeriksaan neurologik yang normal. Selama interval ini, akumulasi dari darah arteri pada ruang epidural, kadang dapat menyebabkan kompresi dan pergesaran otak dari garis tengah. Proses ini diikuti oleh penurunan level kesadaran dan tanda herniasi pada pupil dan motorik pasien. Bentuk klasik ini hanya terjadi pada sekitar 30% kasus. 6, 9 Gambar 5. CT-Scan pada Epidural Hematoma Dikutip dari kepustakaan Hematom subdural 22

23 Hematom subdural terhitung sebanyak 10-20% dari orang yang mengalami cedera otak traumatik. Hematom subdural akut dapat berkembang dengan cepat, biasanya timbul dalam 3 hari pertama setelah cedera. Pada gambaran CT scan terdapat daerah hiperdens berbentuk bulan sabit dan biasanya terletak di bagian atas tengkorak (pada konveksitas cerebral). Jika penderita mengalami anemis berat atau terdapat CSS yang mengencerkan darah di subdural, gambaran tersebut bisa isodens atau hipodens. Hematom subdural subakut berkembang dalam waktu yang lebih lambat, yaitu gejala timbul antara hari ke 4 sampai 20. Gambaran CT scan berupa campuran hiper, iso, dan hipodens. Hematom subdural kronik umumnya ditemukan pada orang berumur tua dan orang dengan penyalahgunaan alkohol yang mengalami kondisi atrofi otak dengan konsekuensi penambahan pada ruang ekstradural, sehingga perkembangannya dapat berlangsung dalam waktu setelah 3 minggu. Adanya robekan dari vena penghubung (bridging vein) dapat menyebabkan timbulnya hematom subdural yang bersifat akut maupun subakut.. Hematom subdural ini, berperan seperti massa yang sifatnya makin meluas, dan dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial, sehingga juga dapat menyebabkan herniasi. Hematom subdural juga dapat disebabkan oleh robeknya pembuluh darah kortikal seperti vena penghubung yang berjalan dari korteks menuju sinus sagital superior. Hal ini umumnya disertai dengan cedera lain seperi kontusi cerebral, dan memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan hematom epidural. Karena tidak berhubungan dengan perlekatan dura, maka perdarahan biasanya meluas secara difus pada permukaan korteks. 2-3, 5, 11 23

24 Gambar 6. CT-Scan pada Subdura Hematoma Dikutip dari kepustakaan Hematom subarachnoid Perdarahan subarachnoid paling sering disebabkan oleh trauma kranicerebral. Perdarahan subarachnoid sendiri biasanya tidak menyebabkan kerusakan neurologik, tetapi hidrocephalus dan vasospasme cerebral, yang merupakan komplikasi lambat biasanya terlihat beberapa hari atau minggu setelah terjadinya perdarahan. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa perdarahan subarachnoid akibat trauma dapat menyebabkan vasospasme cerebral yang signifikan yang dapat diukur melalui peningkatan kecepatan aliran pada evaluasi Doppler transkranial. Perdarahan subarachnoid traumatik cenderung terdistribusi pada konveksitas otak, dan juga dapat terjadi pada basal, intrasilvial, dan intraventrikular. 1-2 Hematom intracerebral Hematom intracerebral terjadi pada 2-3% orang yang mengalami cedera kepala, dapat bersifat tunggal atau multipel, dan juga dapat disertai kontusi otak. Meskipun paling sering terjadi pada lobus frontal atau temporal, hematom ini juga dapat terjadi pada substansi alba dari bagian dalam hemisfer otak. Pembuluh darah 24

25 yang kecil mengalami trauma akibat cedera penetrasi atau benturan dengan tenaga yang besar. Selanjutnya hematom intracerebral berperan seperti massa yang makin meluas, dapat meningkatkan tekanan intrakranial, menimbulkan kompresi jaringan otak, dan menyebabkan koma. Hematom intracerebral yang tertunda dapat terjadi dalam waktu 3-10 hari setelah kejadian cedera kepala. 3 Gambar 8. CT-Scan pada Intracerebral Hematoma Dikutip dari kepustakaan Cedera aksonal difus Cedera aksonal difus menggambarkan kerusakan otak dimana terjadi disrupsi dari proyeksi akson neuronal pada substansi alba cerebral, dan terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan kesadaran segera atau menjadi koma pada saat terjadinya trauma kepala. Bergantung pada tingkat keseriusan cedera, pasien dapat mengalami cedera aksonal difus yang ringan, sedang, atau berat. Akibat adanya perbedaan gradien akselerasi pada beberapa area di otak selama terjadintya benturan primer, maka dapat terjadi efek kekuatan yang tersebar pada perhubungan substansi alba dengan grissea, corpus callosum, atau batang otak. Akibat dari kekuatan ini adalah robekan difus dari akson-akson dan pembuluh darah kecil. Cedera aksonal difus merupakan akibat dari efek kocokan (efek inersia dari input mekanik pada kepala yang berhubungan dengan level akselerasi dan deselerasi yang tinggi, efek gerakan kepala). Akselerasi rotasional (gerakan memutar) merupakan mekanisme primer 25

26 cedera, yang menimbulan adanya gaya dan distorsi di dalam otak. Gerakan kepala yang secara bebas melekat pada leher, memberikan dorongan atau gaya rotasional untuk menimbulkan dorongan atau gaya yang disebarkan pada jaringan otak. Cedera aksonal yang paling berat berlokasi lebih perifer dari batang otak, dan dapat menimbulkan gangguan kognitif dan afektif yang luas. Kerusakan yang terjadi, dapat mengurangi kemampuan dalam proses dan respon terhadap informasi, dan mengganggu perhatian. 1-3, 6 Secara patofisologi, kerusakan aksonal hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron dimana melibatkan banyak akson, baik terjadi sendiri maupun disertai dengan robekan jaringan. Area dimana akson dan pembuluh darah kecil mengalami kerusakan, dapat terlihat sebagai perdarahan kecil, khususnya pada corpus callosum dan kuadran dorsolateral dari batang otak bagian rostral di superior pedunculus cerebellar. Akson yang mengalami kerusakan dapat terlihat dalam waktu 12 jam sampai beberapa hari setelah terjadinya cedera. Tingkat keseriusan dari kerusakan difus bergantung pada seberapa besar daya benturan mengenai batang otak. Cedera aksonal difus tidak dihubungkan dengan hipertensi intrakaranial yang segera terjadi setelah cedera, tetapi kadang dapat terjadi pembengkakan otak yang sifatnya akut yang disebabkan oleh peningkatan volume darah intravaskuler di dalam otak dan vasodilatasi. 3 Cedera sekunder Banyak penelitian yang telah melaporkan bahwa autoregulasi cerebral dapat mengalami gangguan setelah terjadinya cedera otak traumatik. Hal ini menyebabkan pasien dengan cedera kepala menjadi rawan terhadap akibat dari cedera sekunder seperti hipotensi, hipertensi intrakranial, hipoksia, perdarahan intrakranial, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial, infeksi, dan ketidakseimbangan elektrolit dan metabolik. Insiden cedera sekunder umumnya semakin meningkat dengan keseriusan cedera primer meskipun hubungan dari kedua hal ini tidak sepenuhnya sama. Pasien 26

27 dengan cedera primer yang berat, mungkin awalnya masih mengalami cedera sekunder yang sedikit. Sebaliknya, pasien dengan cedera primer yang ringan, dapat meninggal atau menjadi lumpuh akibat adanya perluasan hematom intrakranial. Secara klinik, gangguan neurologik yang disebabkan oleh cedera primer sifatnya maksimal pada onset trauma dan selanjutnya semakin berkurang atau tetap stabil. Tetapi, adanya cedera sekunder dapat memperburuk status neurologik pasien, dimana efeknya ditambahkan dengan gangguan neurologi pada cedera primernya. Proses sekunder ini dapat dimulai pada waktu terjadinya cedera atau beberapa waktu setelahnya, dimana hal ini dapat memicu lebih buruknya cedera yang sudah terjadi pada otak. Setelah terjadinya cedera otak traumatik, banyak sel yang mengalami kerusakan secara langsung dan irreversibel. Tetapi sel-sel yang lainnya masih dapat dipertahankan dan fungsinya tidak terganggu dan tidak rusak secara mekanik. Hal ini dapat pulih jika tersedia kondisi lingkungan yang optimal untuk dapat bertahan. 2, 8 Cedera sekunder secara potensial dapat dicegah dan ditangani. Cedera sekunder meliputi efek hipotensi, hipoksia, dan herniasi dengan peningkatan tekanan intrakranial akibat efek massa. Kerusakan otak hipoksik dapat ditimbulkan oleh tingginya tekanan intrakranial atau vasospasme. Koreksi dari kondisi syok dan hipoksia merupakan manajemen pertama pada pasien yang mengalami cedera kepala, dan setiap pasien cedera kepala yang dicurigai memiliki kemampuan ventilasi yang buruk harus segera mendapatkan intubasi. 4 Kejang post trauma dapat dikelompokkan menjadi segera (terjadi dalam waktu 7 hari setelah trauma), atau lambat (terjadi > 7 hari setelah trauma). Beberapa faktor yang menempatkan pasien pada risiko tinggi untuk terjadiya kejang post truama antara lain skor GCS < 10, kontusi kortikal, fraktur depresi tengkorak, hematom subdural, hematom epidural, hematom intracerebral, luka penetrasi, dan kejang dalam waktu 24 jam setelah trauma. Edema otak difus atau lokal merupakan komplikasi yang serius dari cedera kepala dan dapat berlanjut pada peningkatan tekanan intrakranial. Efek massa dari edema meningkat dalam waktu 72 jam setelah trauma. 1, 4 27

28 Akibat intrakranial sekunder (peningkatan tekanan intrakranial) Hipertensi intrakranial setelah terjadinya trauma kranioserebral dapat disebabkan oleh hematom intrakranial, edema cerebral, atau hiperemia cerebral. Hukum Monro Kellie menyatakan bahwa adanya sedikit perubahan pada volume intrakranial dapat secara jelas menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial karena sifat tulang tengkorak yang rigid (kaku) dan inelastik. Pada situasi normal, volume intrakranial terdiri dari 80% jaringan otak, 10% cairan cerebrospinal, dan 10% volume darah intrakranial yang terdapat didalam tulang tengkorak yang kaku dan tidak dapat meluas. Tiga komponen ini memiliki pengaruh terhadap tekanan intrakranial yang secara normal tetap terjaga dalam batas 0-15 mmhg sat diukur pada ventrikel lateral. Adanya peningkatan volume dari salah satu kompartemen atau adanya penambahan kompartemen baru yang sifatnya patologis (seperti perdarahan intrakranial), harus dapat dikompensasi oleh pengurangan volume dari kompartemen lainnya. Mekanisme kompensasi yang merupakan buffer atau penyangga seperti perubahan volume, meliputi peningkatan absorpsi cairan cererospinal, redistribusi cairan cerebrospinal dari ruang intrakranial ke ruang subarachnod medula spinalis, dan reduksi volume darah cerebral. Daya tampung (komplians) cerebral menunjukkan adanya perubahan volume intrakranial dapat mempengaruhi perubahan tekanan intrakranial. Saat terjadi edema otak, cerebrum meluas dan cairan mengalami pergeseran tempat dari kompartemen intrakranial. Sehingga, komplians akan menurun dan tekanan intrakranial meningkat dengan cepat. Saat uncus ipsilateral dari lobus temporal bagian medial membengkak dan menekan serat saraf pupilokonstriktor dari nervus oculomotorius perifer maka dapat terjadi dilatasi pupil. 2, 6, 7, 12 Falx cerebri, tentorium cerebelli, dan foramen magnum merupakan struktur yang relatif kaku (rigid) dan menjadi pemisah daerah otak. Karena banyak proses patologik bersifat fokal, maka gradien tekanan dapat disebarkan secara merata diantara setiap kompartemen intrakranial. Adanya peningkatan tekanan intraranial dapat menimbulkan efek yang buruk melalui adanya gradien tekanan diantara setiap 28

29 kompartemen otak yang berbeda. Kombinasi dari pergeseran otak akibat adanya massa fokal, tekanan intrakranial yang tinggi, dan gradien tekanan diantara pemisah dura dan tulang (falx cerebri, tentorium, dan foramen magnum) dapat menyebabkan jaringan otak mengalami herniasi dari kompartemen dengan tekanan yang tinggi ke kompartemen dengan tekanan yang rendah. Jika gradien tekanan ini memiliki besar yang cukup, maka dapat terjadi pergeseran atau herniasi jaringan otak dan dapat mengakibatkan kompresi struktur yang vital. Sebagai contoh, herniasi transtentorial dapat terjadi saat peningkatan tekanan dan volume supratentorial cukup untuk menggeser uncus dan bagian medial dari lobus temporal melalui celah tentorial; yang menyebabkan kompresi dan disfungsi dari midbrain dan nervus okulomotorius. Herniasi transtentorial ditunjukkan oleh adanya pupil yang dilatasi ipsilateral dan pupil yang terfiksasi atau reaktif. Kompresi medula terjadi saat tekanan intrakranial meningkat dan tonsilla cerebellar mengalami herniasi melalui foramen magnum. Kondisi ini yang dikenal sebagai herniasi tonsilar, dapat berakibat fatal karena lokasi pusat respirasi dan vasomotor yang vital berada pada area di batang otak ini. Selain itu, karena tekanan perfusi cerebral berhubungan dengan tekanan intrakranial, maka peningkatan tekanan intrakranal dapat menimbulkan gangguan perfusi cerebral. Pada otak yang normal, aliran darah ke otak tetap konstan sekitar 50 ml/100 gr jaringan otak per menit, selama mekanisme autoregulasi cerebral masih intak, dimana terjadi perubahan diameter dan resistensi dari pembuluh darah cerebral akibat adanya perubahan tekanan, sehingga aliran darah ke otak yang konstan tetap dipertahankan selama tekanan perfusi cerebral sekitar mmhg. Jika tekanan rata-rata arteri sangat menurun atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial, maka selanjutnya tekanan perfusi cerebral menjadi sangat rendah untuk dapat dikoreksi oleh mekanisme autoregulasi, sehingga hal ini dapat menimbulkan iskemi cerebral. Jika tekanan perfusi cerebral berkurang dalam jumlah yang besar (< mmhg) maka dapat terjadi iskemi atau infark cerebral. Sehingga monitoring tekanan darah sistemik merupakan hal yang penting dilakukan saat terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 2, 8 29

30 Saat hematom intrakranial makin meluas, maka akan menimbulkan kompresi dan pergeseran dari struktur di sekitarnya. Perluasan ini dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial saat kapasitas penyangga dari isi tengkorak sudah habis. Bukti adanya iskemia kadang ditemukan pada saat autopsi setelah cedera kepala tumpul. Iskemi fokal dapat terjadi pada lokasi kontusi atau dapat diakibatkan oleh vasospasme yang diinduksi oleh perdarahan subarachnoid traumatik. Iskemi global dapat disebabkan oleh hipotensi sistemik atau menurunnya tekanan perfusi cerebral yang ditimbulkan oleh peningkatan tekanan intrakranial. 8 Iskemia pasca trauma dapat menginisiasi kaskade peristiwa metabolik yang berlanjut menjadi peningkatan produksi radikal bebas oksigen, asam amino eksitatorik, sitokin, dan agen inflamasi lainnya. Glutamat dan aspartat merupakan asam amino eksitatorik yang paling sering terbentuk pada cedera eksitotoksik, dimana pembentukannya dimediasi oleh aktivasi N-metil-D-aspartat, alfa-amino-3-hidroksi5-metilisoazol-4-proprionic acid, atau reseptor asam kainak. Adanya overaktivasi dari reseptor-reseptor ini, dapat menyebabkan influx yang besar dari kalsium yang terionisasi ke dalam sitosol, dan menyebabkan peningkatan jumlah kalsium terionisasi intraseluler yang memegang peranan pada terjadinya neurodegenerasi setelah cedera pada sistem saraf pusat. 5 Infeksi dapat bersifat lokal (meningitis atau abses otak) atau sistemik. Infeksi lokal dapat terjadi saat timbul gangguan pada integritas menings yang diakibatkan oleh cedera penetrasi atau fraktur campuran pada atap dan basis tengkorak. Infeksi sistemik umumnya melibatkan saluran pernafasan dan genitourinarius. Sepsis sistemik dapat menyebabkan gangguan neurologis yang dapat semakin membaik dengan resolusi dari infeksi. Hipertermia yang terjadi kadang dapat menjadi penyulit masalah tekanan intrakranial yang sudah ada. 8 Akibat sistemik sekunder Diantara akibat sistemik sekunder, yang paling signifikan adalah meliputi hipoksia dan hipotensi. Penelitian klinis prospektif telah menunjukkan bahwa dua kondisi ini memiliki pengaruh dan hasil keluaran yang jelek pada cedera kepala berat. 30

31 Hipotensi sistemik yang terjadi pada saat kedatangan pasien cedera kepala berat di rumah sakit, telah terbukti berhubungan dengan peningkatan 150% terjadinya kematian. Pada pasien dengan cedera kepala yang signifikan, hipoksemia dapat disebabkan oleh obstruksi saluran nafas bagian atas, pneumothorax, hemothorax, edema pulmonal, dan hipoventilasi. Hipoksemia harus dikoreksi dengan cepat untuk mencegah potensi kerusakan jaringan saraf. Hipotensi dapat menurunkan perfusi cerebral, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemi dan infark cerebral. Hal ini berbahaya jika disertai dengan peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu, gangguan pada autoregulasi cerebral dapat terjadi setelah cedera otak. Dengan auoregulasi yang normal, maka aliran darah ke otak tetap konstan meskipun terjadi fluktuasi dari tekanan arteri rata-rata antara 60 dan 180 mmhg. Autoregulasi dibutuhkan untuk memberikan pasokan yang tetap stabil dari oksigen dan nutrii ke jaringan otak dan membuang sampah metabolik. Konstriksi dan dilatasi dari arteriol yang terjadi dengan cepat merupakan respon dari adanya perubahan tekanan. Dilatasi pembuluh darah cerebral terjadi saat tekanan darah arteri menurun atau saat metabilisme otak meningkat. Tetapi, jika respon normal ini terganggu, maka aliran darah ke otak secara langsung akan berhubungan dengan tekanan darah sistemik. Sehingga jika terjadi hipotensi, maka dapat terjadi penurunan perfusi jaringan dan iskemi. Operasi yang berhubungan dengan episode hipotensi dapat menimbulkan dampak yang negatif untuk perfusi otak dan dapat mempengaruhi kualitas hasil keluaran. Penyebab sistemik lainnya dari cedera otak sekunder, yang masih dapat dicegah antara lain adanya ketidakseimbangan elektrolit, anemia, hipoglikemia, hipertermia, gangguan pembekuan darah (koagulopati), dan kejang. 2, 6, 10 Gangguan elektrolit sering ditemukan pada pasien dengan cedera kepala sedang dan berat. Yang paling sering terjadi adalah sindrom sekresi antidiuretik hormon yang tidak sesuai. Serum sodium dapat menurun secara signifikan, dimana gangguan status neurologi pasien dapat terjadi pada level dibawah meq/l. Diabetes Insipidus dapat terjadi pada cedera kepala yang lebih berat, kadang sebagai 31

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam

Lebih terperinci

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C TRAUMA KEPALA Doni Aprialdi C11050165 Lusi Sandra H C11050171 Cynthia Dyliza C11050173 PENDAHULUAN Insidensi trauma kepala di USA sekitar 180-220 kasus/100.000 populasi (600.000/tahunnya) 10 % dari kasus-kasus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Trauma Kapitis Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan

Lebih terperinci

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di kalangan anak muda di seluruh dunia, prediksi hasil saat masuk RS sangat

Lebih terperinci

Author : Olva Irwana, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UR

Author : Olva Irwana, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UR Author : Olva Irwana, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR http://www.yayanakhyar.co.nr 0 CEDERA KEPALA 1. Definisi Cedera kepala adalah trauma mekanik

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

Sistem Saraf. Dr. Hernadi Hermanus

Sistem Saraf. Dr. Hernadi Hermanus Sistem Saraf Dr. Hernadi Hermanus Neuron Neuron adalah unit dasar sistem saraf. Neuron terdiri dari sel saraf dan seratnya. Sel saraf memiliki variasi dalam bentuk dan ukurannya. Setiap sel saraf terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma kepala (cedera kepala) adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi neurologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

TRAUMA KEPALA. DR. dr. David Gunawan, Sp.S (K)

TRAUMA KEPALA. DR. dr. David Gunawan, Sp.S (K) TRAUMA KEPALA DR. dr. David Gunawan, Sp.S (K) NERVOUS SYSTEM CENTRAL NERVOUS SYSTEM Brain /Cerebrum Telencephalon Cerebral Cortex Subcortical white matter Commissure Basal ganglia Diencephalon Cerebellum

Lebih terperinci

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN Definisi : penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15) Riwayat : Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan Mekanisme cedera

Lebih terperinci

NEUROIMAGING Fadel Muhammad Garishah Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi

NEUROIMAGING Fadel Muhammad Garishah Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi NEUROIMAGING Fadel Muhammad Garishah Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi Neuroimaging merupakan salah satu peranan radiodiagnostik di bidang ilmu penyakit saraf.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis crania serta organ didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh: ADE SOFIYAN J500050044 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Struktur anatomi pada kepala terdiri dari: tengkorak, kulit kepala, otot kepala, otak, dan vaskularisasi otak (Peter, 2006). Tengkorak berfungsi sebagai pelindung otak

Lebih terperinci

Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular

Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Patofisiologi penurunan kesadaran: Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi kelainan pada kedua

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Cedera Kepala Akibat Trauma Cedera kepala umumnya diklasifikasikan atas satu dari tiga sistem utama, yaitu: keparahan klinis, tipe patoanatomi dan mekanisme fisik.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan penyakit dengan defisit neurologis permanen akibat perfusi yang tidak adekuat pada area tertentu di otak atau batang otak. Stroke dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Diperkirakan insidensinya lebih dari 500 per 100.000 populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi terutama dalam bidang transportasi mengakibatkan meningkatnya jumlah dan jenis kendaraan bermotor dan hal ini berdampak pada meningkatnya kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tujuan untuk memperbaiki kerusakkan pada jaringan otak. 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tujuan untuk memperbaiki kerusakkan pada jaringan otak. 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Trauma kapitis. Trauma kapitis merupakan trauma pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak dengan

Lebih terperinci

TANDA-TANDA RADIOLOGIK

TANDA-TANDA RADIOLOGIK Peranan Radiologik Pada Kelainan Otak dr. Susworo Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta PENDAHULUAN Pemeriksaan radiologi pada kelainan otak dapat dibagi atas : 1. Konvensional

Lebih terperinci

VASKULARISASI OTAK PENDARAHAN. Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran USU. Pendarahan otak cabang dari : arteri carotis interna dan arteri vertebralis

VASKULARISASI OTAK PENDARAHAN. Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran USU. Pendarahan otak cabang dari : arteri carotis interna dan arteri vertebralis VASKULARISASI OTAK Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran USU PENDARAHAN Pendarahan otak cabang dari : arteri carotis interna dan arteri vertebralis 1 VARIASI ARCUS AORTA ARTERIA CAROTIS INTERNA sinus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, A. 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, A. 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer,

Lebih terperinci

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH Topik : Bedah saraf Judul : Cedera Kepala ( 3b) Tujuan pembelajaran Kognitf II. 1. Menjelaskan anatomi kepala 2. Menjelaskan patogenesa cedera kepala 3. Menjelaskan diagnosis

Lebih terperinci

MELAPORKAN HASIL CT SCAN KEPALA PADA PASIEN STROKE. DR. PAGAN PAMBUDI, Sp.S

MELAPORKAN HASIL CT SCAN KEPALA PADA PASIEN STROKE. DR. PAGAN PAMBUDI, Sp.S MELAPORKAN HASIL CT SCAN KEPALA PADA PASIEN STROKE DR. PAGAN PAMBUDI, Sp.S PERAN CT SCAN Gold standard dalam diagnosis stroke Dapat dijumpai gambaran Stroke iskemik Infark emboli Stroke hemorragik Intraserebral

Lebih terperinci

Asuhan Keprawatan Cedera Kepala Agus K Anam,M.Kep

Asuhan Keprawatan Cedera Kepala Agus K Anam,M.Kep Asuhan Keprawatan Cedera Kepala Agus K Anam,M.Kep TERJADI TIAP 15 DETIK MATI TIAP 12 MENIT CEDERA KEPALA 50 % KEMATIAN PADA TRAUMA 60 % KEMATIAN AKIBAT KLL TATALAKSANA P R I M A R Y S U R V E Y A AIRWAY

Lebih terperinci

Otak Sistem Ventrikel Tentorium

Otak Sistem Ventrikel Tentorium 1. SCALP Skin Close connective tissue & cutaneous vessels & nerves. Aponeurosis (epicranial aponeurosis) Loose connective tissue (scalping layer, "Danger Zone") Pericranium (periosteum of skull bones)

Lebih terperinci

Primary Cerebellar Haemorrhage : Complications, Treatment and Outcome

Primary Cerebellar Haemorrhage : Complications, Treatment and Outcome Jurnal Bedah Saraf Primary Cerebellar Haemorrhage : Complications, Treatment and Outcome (Clinical Neurology and Neurosurgery Journal, Elsevier 2013) Oleh: Fadhilah Pembimbing: dr. Hanis Setyono, SpBS

Lebih terperinci

Tekanan Tinggi Intra Kranial (TTIK) dr. Syarif Indra, Sp.S Bagian Neurologi FK UNAND RS Dr. M. Djamil Padang

Tekanan Tinggi Intra Kranial (TTIK) dr. Syarif Indra, Sp.S Bagian Neurologi FK UNAND RS Dr. M. Djamil Padang 4 Tekanan Tinggi Intra Kranial (TTIK) dr. Syarif Indra, Sp.S Bagian Neurologi FK UNAND RS Dr. M. Djamil Padang OBJEKTIF Memahami tekanan tinggi intrakranial (TTIK) dan berbagai penyebabnya Memahami bahaya

Lebih terperinci

PENDARAHAN Pendarahan otak cabang arteri carotis interna dan arteri vertebralis

PENDARAHAN Pendarahan otak cabang arteri carotis interna dan arteri vertebralis VASKULARISASI OTAK Departemen Anatomi Fakultas Kedokteran USU PENDARAHAN Pendarahan otak cabang arteri carotis interna dan arteri vertebralis VARIASI ARCUS AORTA ARTERIA CAROTIS INTERNA sinus caroticus

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.S Dengan CKR ( CIDERA KEPALA RINGAN )

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.S Dengan CKR ( CIDERA KEPALA RINGAN ) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.S Dengan CKR ( CIDERA KEPALA RINGAN ) Disusun oleh: Endri Normawati (2520142434 / 08) AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA 2016 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN : CEDERA KEPALA POST KRANIOTOMI HARI KE-2 DI RUANG SOFA RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : WIJAYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 45-54 tahun, yakni mencapai 15,9% dan meningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur 55-64 tahun. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau organ intra toraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena trauma tajam. Trauma tumpul toraks

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

Sinonim: Head injuri=cedera kepala=trauma kapitis=trauma kranioserebral=traumatic brain injury Cedera kepala merupakan cedera mekanik terhadap kepala

Sinonim: Head injuri=cedera kepala=trauma kapitis=trauma kranioserebral=traumatic brain injury Cedera kepala merupakan cedera mekanik terhadap kepala Sinonim: Head injuri=cedera kepala=trauma kapitis=trauma kranioserebral=traumatic brain injury Cedera kepala merupakan cedera mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. 1. Tinjauan Pustaka. Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan. fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun

BAB II. Tinjauan Pustaka. 1. Tinjauan Pustaka. Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan. fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun BAB II Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Pustaka 1.1. Definisi Stroke Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik pada kepala baik secara langsung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik pada kepala baik secara langsung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Cedera Kepala Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik pada kepala baik secara langsung atau tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan

Lebih terperinci

2. Ruda paksa luar yang mengenai bagian luar kepala (tengkorak) yang menjalar ke dalam otak.

2. Ruda paksa luar yang mengenai bagian luar kepala (tengkorak) yang menjalar ke dalam otak. Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degenerative-non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang mencederai kepala yang kemungkinan berakibat gangguan kognitif, fisik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur dibawah 45 tahun di negara maju dan di negara berkembang. Kepala juga merupakan bagian yang paling sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab paling

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke masih menjadi pusat perhatian dalam bidang kesehatan dan kedokteran oleh karena kejadian stroke yang semakin meningkat dengan berbagai penyebab yang semakin

Lebih terperinci

KONSEP DASAR SISTEM SARAF. Chairul Huda Al Husna

KONSEP DASAR SISTEM SARAF. Chairul Huda Al Husna KONSEP DASAR SISTEM SARAF Chairul Huda Al Husna DIVISI SISTEM SARAF Sistem saraf pusat (SSP) : Otak Medula spinalis Sistem saraf perifer : Motorik (eferen) Sensorik (aferen) Sistem saraf otonom Simpatik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala traumatik merupakan masalah utama kesehatan dan sosial ekonomi di seluruh dunia (Ghajar, 2000; Cole, 2004). Secara global cedera kepala traumatik merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat 46 BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Desain penelitian Penelitian ini merupakan study prognostik dengan desain kohort. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat yang dirawat

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini diperoleh 70 subyek penelitian yang dirawat di bangsal

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini diperoleh 70 subyek penelitian yang dirawat di bangsal BAB HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.1 Hasil Penelitian.1.1. Karakteristik Umum Subyek Penelitian Pada penelitian ini diperoleh 0 subyek penelitian yang dirawat di bangsal B1 Saraf RS Dr. Kariadi Semarang

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di Anatomi Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus

Lebih terperinci

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF

biologi SET 17 SISTEM SARAF DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. PEMBAGIAN SUSUNAN SARAF 17 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 17 SISTEM SARAF Segala aktivitas tubuh manusia dikoordinasi oleh sistem saraf dan sistem hormon (endokrin). Sistem saraf bekerja atas

Lebih terperinci

Yayan Akhyar Israr, S.Ked Christopher A.P, S. Ked Riri Julianti, S.Ked Ruth Tambunan, S. Ked Ayu Hasriani, S. Ked

Yayan Akhyar Israr, S.Ked Christopher A.P, S. Ked Riri Julianti, S.Ked Ruth Tambunan, S. Ked Ayu Hasriani, S. Ked Authors : Yayan Akhyar Israr, S.Ked Christopher A.P, S. Ked Riri Julianti, S.Ked Ruth Tambunan, S. Ked Ayu Hasriani, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Di Inggris misalnya, setiap tahun sekitar 100.000 kunjungan pasien

Lebih terperinci

TEKANAN INTRA KRANIAL

TEKANAN INTRA KRANIAL TEKANAN INTRA KRANIAL Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran

Lebih terperinci

Peningkatan atau penurunan kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas

Peningkatan atau penurunan kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas Lobus Otak dan Fungsinya Lobus Frontal Lobus frontal adalah rumah bagi pemikiran kognitif kita, dan itu adalah proses yang menentukan dan membentuk kepribadian seorang individu. Pada manusia, lobus frontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

Head Injury (Cedera Kepala) Galuh Kencana A Zaesi Purwanti Waldian F Ismail

Head Injury (Cedera Kepala) Galuh Kencana A Zaesi Purwanti Waldian F Ismail Head Injury (Cedera Kepala) Galuh Kencana A Zaesi Purwanti Waldian F Ismail Pengertian Menurut Irwana (2009), cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera atau trauma adalah permasalahan yang berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera atau trauma adalah permasalahan yang berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera atau trauma adalah permasalahan yang berkembang dengan tiga penyebab utama kematian secara global. Tiga hal tersebut adalah kecelakaan lalu lintas, pembunuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkonsumsi jumlah besar dari volume darah yang beredar. Seperenam dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkonsumsi jumlah besar dari volume darah yang beredar. Seperenam dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Otak Rata-rata otak manusia dewasa terdiri dari 2% berat badan tubuh, dengan kisaran 1,2-1,4 kg. Otak merupakan organ yang sangat vital, dan sangat penting

Lebih terperinci

DIENCEPHALON. Letak: antara telencephalon dan midbrain, dan mengelilingi ventrikel ketiga. Dua struktur utama: Thalamus Hipothalamus

DIENCEPHALON. Letak: antara telencephalon dan midbrain, dan mengelilingi ventrikel ketiga. Dua struktur utama: Thalamus Hipothalamus DIENCEPHALON Letak: antara telencephalon dan midbrain, dan mengelilingi ventrikel ketiga Dua struktur utama: Thalamus Hipothalamus THALAMUS Thalamos = ruangan di dalam Letaknya di bagian dorsal diencephalon

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke STROKE Penuntun untuk memahami Stroke Apakah stroke itu? Stroke merupakan keadaan darurat medis dan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat. Terjadi bila pembuluh darah di otak pecah, atau yang lebih

Lebih terperinci

OTAK Otak berperan dalam gerakan sadar, interpretasi dan integrasi sensasi, kesadaran dan fungsi kognitif

OTAK Otak berperan dalam gerakan sadar, interpretasi dan integrasi sensasi, kesadaran dan fungsi kognitif Sistem Syaraf Pusat OTAK Otak berperan dalam gerakan sadar, interpretasi dan integrasi sensasi, kesadaran dan fungsi kognitif BAGIAN DAN ORGANISASI OTAK Otak orang dewasa dibagi menjadi: Hemisfere serebral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. detik seseorang akan terkena stroke. 6 Sementara di Inggris lebih dari. pasien stroke sekitar milyar dolar US per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. detik seseorang akan terkena stroke. 6 Sementara di Inggris lebih dari. pasien stroke sekitar milyar dolar US per tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Stroke menurut World Health Organization (WHO) 1995 adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi. 50 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi. 3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Tempat : bangsal saraf dan bedah saraf RSUP

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 3. Sistem Koordinasi dan Alat InderaLatihan Soal 3.1 1. Perhatikan gambar berikut! Sel yang ditunjukkan gambar diatas adalah... neuron nefron neurit nucleus Kunci Jawaban : A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan dengan pleositosis cairan serebrospinalis

Lebih terperinci

Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview

Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview Advanced Neurology Life Support Course (ANLS) Overview 1 Motto : Save our brain and nerve!! Time is brain!! 2 Latar belakang Sebagian besar kasus neurologi merupakan kasus emergensi. Morbiditas dan mortalitas

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Trauma Lahir dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Jenis trauma lahir 1. Trauma lahir pada kepala Ekstrakranial Intrakranial 2. Trauma Medulla Spinalis 3. Trauma

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah suatu disfungsi neurologis akut (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala - gejala dan tanda

Lebih terperinci

sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;

sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; 1.1. Akibat trauma Kelainan yang terjadi akibat trauma dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu : a. Aspek medik Konsekuensi dari luka oleh trauma dapat berupa : 1) Kelainan fisik / organic Bentuk dari kelainan

Lebih terperinci

TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA

TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA TUGAS PENGAYAAN KEPANITRAAN KLINIK MADYA LABORATORIUM NEUROLOGI AMNESIA PASCA TRAUMA Nindy OLEH : Maria Natalia Putri 115070107111078 Pembimbing : dr. Sri Budhi Rianawati, Sp.S PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

REFERAT CEDERA KEPALA

REFERAT CEDERA KEPALA REFERAT CEDERA KEPALA DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK BIDANG Ilmu Penyakit Saraf DI BLU RSUD KOTA SEMARANG Oleh : M Agung Santara, S.Ked 030.09.139 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

PRIMARY SURVEY. A : Airway, menjaga airway dengan control servikal (servical spine control) B : Breathing, menjga pernafasan dengan ventilasi

PRIMARY SURVEY. A : Airway, menjaga airway dengan control servikal (servical spine control) B : Breathing, menjga pernafasan dengan ventilasi PRIMARY SURVEY Pengertian Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah, terapi9 yang di berikan

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Materi 12 CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Oleh : Agus Triyono, M.Kes A. CEDERA KEPALA Pengertian : Semua kejadian pada daerah kepala yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur os nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior wajah merupakan faktor

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk

Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENGERTIAN Hydrocephalus berasal dari bahasa Latin yaitu "Hydro" yang berarti "air" dan

Lebih terperinci

KOMPLIKASI TRAUMA KEPALA

KOMPLIKASI TRAUMA KEPALA Referat Trauma dr. Krisna Murti Sp BS KOMPLIKASI TRAUMA KEPALA Komplikasi dari suatu trauma kepala merupakan masalah terbanyak yang dihadapi para ahli bedah saraf, terutama di senter-senter trauma. Komplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Rancang Bangun Penelitian Jenis penelitian : observasional Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal Sembuh P N M1 U1n mg I mg II mg III mg IV mg V mg VI Tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam pembangunan nasional di bidang kesehatan. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci