VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Sarana Produksi Pada umumnya kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di lokasi penelitian memiliki karakteristik usaha yang hampir sama antara satu unit analisis dengan unit analisis yang lainnya. Berikut ini adalah deskripsi mengenai sarana yang digunaka n dalam kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di lokasi penelitian Lahan Tambak Tambak merupakan sarana yang digunakan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Kabupaten Serang. Gambar 13 menunjukkan gambaran areal pertambakan di Zona Tirtayasa. Dalam gambar tersebut terlihat, bahwa alur tambak mengelompok dalam arah alur muara sungai. Pada daerah muara sungai luas areal tambak yang berwarna kuning tampak lebih besar dibanding daerah yang jauh dari alur sungai. Sumber: Dokumentasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang,2004 Gambar 13. Areal pertambakan di Zona Tirtayasa.

2 56 Usaha budidaya tambak yang dikembangkan oleh masyarakat pesisir Kabupaten Serang, tepatnya masyarakat pesisir di Kawasan Zona Tirtayasa merupakan usaha turun temurun, sehingga kepemilikan lahan tambak di kawasan tersebut rata-rata juga merupakan warisan turun temurun. Areal pertambakan yang secara administrasi terletak dalam wilayah Kecamatan Pontang, mendapatkan supply air tawar dari Sungai Ciujung Lama dan anak-anak Sungai Ciujung Lama, diantaranya adalah Sungai Cikemanyungan, Kali Teluk, dan Sungai Cianyar. Lokasi tambak yang secara administrasi terletak dalam wilayah Kecamatan Tirtayasa juga mendapatkan supply air tawar dari Sungai Ciujung lama, sementara lokasi tambak yang secara administrasi termasuk dalam wilayah Keca matan Tanara mendapatkan supply air tawar dari sungai dan anak-anak Sungai Ciujung dan Cidurian. Gambar 14 adalah gambar beberapa sungai yang menjadi sumber air tawar bagi kegiatan budidaya tambak Bandeng di Kawasan Zona Tirtayasa. (a) (b) (c) Gambar 14. Sungai Sungai yang Menjadi Sumber Air Tawar Bagi Kegiatan Budidaya Tambak di Kawasan Zona Tirtayasa Pada saat ini rata-rata luasan lahan yang diusahakan oleh masyarakat di masing-masing unit analisis hampir sama yaitu 2 Ha 3 Ha di Kecamatan Pontang, 2 Ha di Kecamatan Tirtayasa dan Tanara. Data mengenai luasan lahan yang diusahakan oleh petambak di masing-masing unit analisis disajikan dalam Tabel 18.

3 57 Tabel 18. Rata-Rata Luasan Lahan Tambak Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng di Masing -Masing Unit Analisis Kecamatan Luas Lahan (Ha) 1. Pontang Tirtayasa 2 3. Tanara 2 Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, rata -rata jenis kepemilikan lahan tambak di masing-masing unit analisis adalah milik sendiri yang dimiliki secara turun temurun, namun demikian ada juga beberapa petambak yang menyewa lahan tambak untuk kegiatan budidaya perikanan tambak. Harga sewa lahan tambak berkisar antara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 per Ha per tahun. Harga lahan tambak di masing-masing unit analisis sendiri bekisar antara Rp 4.000,00 sampai dengan Rp 5.000,00 per M 2. Data mengenai harga lahan di masing-masing unit analisis disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19. Harga Lahan Tambak di Maisng -Masing Unit Analisis Kecamatan / Desa Harga Lahan (Rp) 1. Pontang 4.000, ,00 2. Tirtayasa 5.000,00 3. Tanara 5.000, , Peralatan Kegiatan Budidaya Sarana lainnya yang digunakan adalah peralatan pendukung budidaya Bandeng. Ada beberapa jenis alat yang digunakan dalam kegiatan budidaya tambak Bandeng, antara lain jaring untuk memanen hasil tambak; pompa untuk memompa air sungai agar supplay air tawar kontinyu; keranjang ikan; petromaks untuk penerangan selama masa pemeliharaan dan bangunan yang terletak di areal pertambakan sebagai tempat untuk penjaga tambak selama kegiatan pemeliharaan berlangsung. Tidak semua jenis peralatan tersebut digunakan di masing-masing unit analisis, untuk lebih jelasnya penggunaan peralatan budidaya tambak bandeng di masing-masing unit analisis, dapat dilihat dalam Tabel 20.

4 58 Tabel 20. Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Tambak Bandeng di Masing- Masing Unit Analisis Kecamatan Jenis Jlm Satuan Harga (Rp) 1. Pontang Jaring Pompa Keranjang Petromaks Bangunan 2. Tirtayasa Jaring Keranjang Petromaks Bangunan 3. Tanara Pompa Keranjang Petromaks Bangunan Jaring Unit Unit Buah Unit M 2 Unit Buah Unit M 2 Unit Buah Unit M 2 Unit , , , , , , , , , , , , , ,00 Umur Teknis (Tahun) B. Operasional / B. Pemeliharaan (Rp per Siklus / RpperTahun) / / / / / Data Tabel 20 memberikan informasi bahwa para petambak disemua unit analisis membangun sebuah bangunan di areal tambaknya sebagai tempat tinggal penjaga tambak yang rata-rata lusnya adalah 12 M 2. Luas bangunan yang sama tidak berarti biaya yang dikeluarkan untuk membengunnya sama di masingmasing unit analisis. Di Pontang rata -rata biaya yang dikeluarkan untuk membangunan bangunan di areal tambak adalah sebesar Rp ,00 dengan biaya pemeliharaan Rp ,00 per tahunnya, sementara di Tirtayasa, rata -rata biaya yang dikeluarkan Rp ,00 dengan biaya pemeliharaan Rp ,00 per tahun dan di Tanara rata-rata biaya yang dikeluarkan adalah Rp ,00 dengan biaya pemeliharaan pertahun Rp ,00. Umur Teknis bangunan di areal tambak berkisar antara 3 sampai dengan 5 tahun. Tidak ada jaringan listrik yang masuk di areal petambakan di Kabupaten Serang, oleh sebab itu untuk sarana penerangan terutama di malam hari petambak menggunakan alat petromaks. Biaya operasional petromaks dalam 1 siklus produksi rata-rata adalah sebesar Rp ,00 dan biaya pemeliharaanya per tahun berkisar antara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00.

5 59 Tidak semua petambak menggunakan pompa untuk menarik air dari sungai. Rata-rata petambak yang menggunakan pompa adalah petambak yang lokasi tambaknya sedikit jauh dari sumber air. Beberapa petambak yang menggunakan pompa antara lain beberapa petambak di Kecamatan Pontang dan Tanara. Biaya operasional Pompa yang dikeluarkan dalam 1 siklus produksi budidaya Ikan Bandeng rata-rata adalah Rp ,00, sementara biaya pemeliharaan pompa untuk 1 tahunnya berkisar antara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00. Perlengkapan lainnya dalam usaha budidaya Bandeng di lokasi penelitian adalah keranjang ikan dan jaring yang digunakan pada saat kegiatan pemanenan ikan Benih Ikan Bandeng Benih Ikan Bandeng dikenal dengan nama nener. Diakui oleh pa ra petambak Bandeng di kawasan Zona Tirtayasa bahwa dahulu nener diperoleh dari hasil tangkapan dari alam, yang kemudian dibesarkan dalam media tambak. Pada saat ini nener alam tersebut sudah sangat terbatas jumlahnya dan untuk memenuhi kebutuhan nener bagi kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng, saat ini para petambak memperolehnya dari panti-panti benih baik yang berada di dalam Kabupaten Serang ataupun di luar Kabupaten Serang seperti misalnya dari panti benih di daerah Lampung dan Sulawesi Selatan. Kegiatan pembesaran bandeng yang dilakukan oleh petambak di masing-masing unit analisis menggunkan benih yang berumumr 60 hari yang disebut dengan sodok atau gelondongan. Harga benih ukuran sodok ini cukup beragam, ya itu berkisar antara Rp 125,00 sampai dengan Rp 140,00. Padat tebar nener untuk 1 Ha di masing-masing unit analisis cukup beragam. Pada dasarnya padat tebar benih juga sangat ditentukan oleh modal yang dimiliki oleh petambak untuk diinvestasikan dalam kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng itu. Selain itu pertimbangan lainnya adalah daya dukung dan kapasitas perairan, karena kegiatan budidaya tambak Bandeng di Pesisir Kabupaten Serang pada umumnya sangat mengandalkan pakan alami yang disediakan oleh perairan tersebut. Tabel 21 menginformasikan mengenai padat

6 60 tebar nener dalam 1 Ha lahan tambak dan harga beli nener di masing-masing unit analisis. Tabel 21. Padat Tebar Per Ha dan Harga Benih Ikan Bandeng di Masing- Masing Unit Analisis Kecamatan Padat Tebar (ekor / Ha) Harga (Rp/ ekor) 1. Pontang ,00 130,00 2. Tirtayasa ,00 140,00 3. Tanara ,00 130,00 Sumber: Diolah dari data primer, Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng, dibagi ke dalam 3 bagian sesuai dengan 3 tahap pada kegiatan tersebut. Pada masa persiapan di Pontang rata-rata dibutuhkan antara 3 sampai dengan 5 orang dengan masa kerja berkisar antara 6 sampai dengan 5 hari. Di Tirtayasa dan Tanara rata -rata dibutuhkan antara 3 sampai dengan 4 orang dengan masa kerja berkisar antara 6 sampai dengan 7 hari. Pada masa pemeliharaan di Pontang rata-rata dibutuhkan 1 sampai dengan 2 orang untuk menjaga dan mengawasi kegiatan budidaya sementara di Tirtayasa dan Tanara rata-rata hanya dibutuhkan 1 orang. Pada masa panen di Pontang dan Tirtayasa rata-rata dibutuhkan 7 sampai dengan 10 orang, sementara di Tanara tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan pemanenan berkisar antara 6 sampai dengan 7 orang. Tabel 22 menampilkan data kebutuhan tenaga kerja dalam kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis. Tabel 22. Jumlah Tenaga Kerja Pada Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing-masing unit analisis. Kecamatan Luas Lahan (Ha) Masa Persiapan (Orang) Masa Pemeliharaan (Orang) Masa Panen (Orang) 1. Pontang Tirtayasa Tanara Sumber: Diolah dari data primer,2005

7 61 Sistem kerja tenaga kerja tersebut juga bervariasi di setiap unit analisis, ada yang dibayar secara borongan, ada yang dibayar harian/bulanan dan juga ada yang dibayar dengan sistem bagi hasil. Di Pontang pada masa persiapan tenaga kerja biasanya dibayar dengan sistem harian sebesar Rp ,00 per hari per orang, atau dengan sistem borongan sebesar Rp ,00 sampai dengan Rp ,00, sementara pada masa pemeliharaan tenaga kerja dibayar dengan sistem bulanan yang berkisar antara Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 atau dengan sistem harian sebesar Rp ,00 per hari per orang dan pada masa pemane nan tenaga kerja dibayar dengan sistem borongan yang nilainya mencapai Rp ,00 Rp ,00 atau sesuai dengan hasil panen. Di Tirtayasa tenaga kerja pada masa persiapan rata-rata dibayar dengan sistem harian sebesar Rp ,00 per hari per orang, sementara pada masa pemeliharaan tenaga kerja juga dibayar harian sebesar Rp ,00 per hari per orang dan pada masa panen tenaga kerja dibayar dengan sistem borongan sebesar Rp ,00 atau sesuai dengan besarnya hasil panen. Di Tanara tenaga ke rja pada masa pemeliharaan dibayar dengan sistem borongan rata-rata sebesar Rp ,00, sementara untuk masa pemeliharaan tenaga kerja dibayar dengan sistem bulanan sebesar Rp ,00 per bulan dan pada masa panen tenaga kerja dibayar dengan sistem borongan rata-rata sebesar Rp ,00 atau sesuai dengan hasil panen. Selain jenis sistem kerja diatas ada juga sistem kerja dengan bagi hasil dari jumlah hasil panen yang besarannya ditetapkan dan disepakati sebelumnya dengan perbandingan hasil pemilik tambak dan pekerja rata -rata 70:30 atau 80:20. Tabel 23 menampilkan data mengenai sistem kerja tenaga kerja dalam kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis. Tabel 23. Sistem Kerja Tenaga Kerja dalam Kegiatan Budidaya Tambak Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis. Kecamatan Masa Persiapan Masa Pemeliharaan Masa Panen 1. Pontang Harian / Rp ,00 Borongan/ Rp ,00 Bulanan/ Rp ,00 - Rp ,00 Harian / Rp ,00 Borongan / Rp ,00 Rp ,00 2. Tirtayasa Harian / Rp ,00 Harian / Rp ,00 Borongan/ 3. Tanara Borongan/ Rp ,00 Bulanan/ Rp ,00 Rp ,00 Borongan/ Rp ,00

8 Sarana Produksi Lainnya Sarana pendukung lainnya dalam kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng lainnya antara lain adalah pupuk, bahan kimia pembasmi hama, pakan atau vitamin untuk bandeng. Pupuk dibutuhkan dalam masa persiapan lahan tambak, yang dimaksudkan untuk menyuburkan lahan tambak dan memicu pertumbuhan pakan alami di perairan. Di lokasi penelitian pada umumnya jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik, yaitu Urea dan TSP dengan perbandingan 1:1. Dosis yang diberikan untuk 1 ha luasan tambak berkisar antara 75 sampai dengan 100 Kg. Salah satu permasalahan yang umumnya dihadapi oleh hampir semua petambak di lokasi penelitian adalah adanya hama sumpil. Untuk memberantas hama tersebut pada saat ini petambak menggunakan obat pembasmi hama yang bermerek dagang Bristan atau Bentan. Untuk 1 Ha luasan lahan tambak dibutuhkan kurang lebih 0,5 Kg obat pembasmi hama tersebut. Untuk menunjang pertumbuhan Ikan Bandeng, petambak memberikan sejenis vitamin yang bernama Raja Bandeng. Dosis yang diberikan untuk 1 Ha lahan tambak adalah 15 Kg, namun tidak semua petambak menggunakan bahan tambahan ini, rata-rata hanya sebahagian petambak di Pontang dan Tanara yang menggunakannya. Tabel 24 menampilkan data penggunaan pupuk dan bahan kimia pembasmi hama di masing-masing unit analisis. Penggunaan Pupuk di Pontang dengan luasan lahan berkisar antara 2-3 Ha adalah berkisar antara Kg, sementara di Tirtayasa dengan luasan lahan 2 Ha pupuk yang digunakan rata -rata 150 Kg dan Tanara denga n luas lahan 2 Ha penggunaan pupuk rata-rata Kg. Tabel 24. Dosis Penggunaan Pupuk di Masing-Masing Unit Analisis Kecamatan Luas Lahan (Ha) Urea (Kg) TSP (Kg) Bristan/ Bentan (Kg) 1. Pontang Tirtayasa Tanara

9 Modal Investasi Modal usaha dapat menjadi ukuran skala kegiatan usaha yang dilakukan. Pada umumnya yang termasuk biaya modal usaha dalam kegiatan budidaya Ikan Bandeng di lokasi penelitian adalah pembelian atau penyewaan lahan tambak, peralatan budidaya, dan juga biaya operasional kegiatan budidaya tambak Bandeng. Sumber permodalan dalam usaha budidaya tambak Bandeng di lokasi penelitian, pada umumnya berasal dari dana pribadi yang sengaja diinvestasikan untuk kegiatan ini. Modal usaha tersebut juga merupakan warisan turun temurun dalam masyarakat komunitas masyarakat pesisir di lokasi penelitian. Tabel 25, menampilkan data mengenai rata-rata jumlah modal yang dikeluarkan oleh petambak untuk memulai usaha budidaya Ikan Bandeng. Tabel 25. Rata-Rata Jumlah Modal Usaha Kegiatan B udidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis Kecamatan Jumlah Modal (Juta Rp) Sumber Modal Pontang Sendiri Tirtayasa 100 Sendiri Tanara Sendiri Saat ini para petambak mengakui masih membutuhkan modal untuk pengembangan usaha budidaya tambak Ikan Bandeng, namun dirasakan sulit untuk dapat memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan formal setempat. Jika pun ada petambak yang meminjam uang untuk modal usaha ini adalah bersumber dari lembaga keuangan informal yaitu juragan. Diakui oleh petambak, hal ini sangat memberatkan, karena kelak hasil produksi harus dijual kepada juragan tersebut dan dalam hal ini para petambak memiliki posisi tawar yang sangat lemah dalam menentukan harga jual Ikan Bandeng. 6.2 Kegiatan Produksi Satu siklus kegiatan pembesaran Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis rata -rata akan berlangsung selama 4 bulan, yang terdiri atas masa persiapan, masa pemeliharaan dan masa pemanenan, sehingga dalam satu tahun

10 64 petambak dapat melakukan kegiatan usaha ini sebanyak 3 siklus. Selain itu ada juga beberapa petambak di Pontang yang melakukan pemeliharaan sampai dengan 6 bulan. Tabel 26 berisi tentang informasi siklus budidaya di masing-masing unit analisis. Tabel 26. Siklus Budidaya di Masing-Masing Unit Analisis Kecamatan 1 Siklus (Bulan) 1 Tahun (Siklus) Pontang Tirtayasa 4 3 Tanara Masa Persiapan Kegiatan yang dilakukan dalam masa persiapan adalah mempersiapkan lahan tambak agar siap dan layak untuk digunakan sebagai media budidaya ikan Bandeng. Masa persiapan ini akan memaka n waktu kurang lebih 7 sampai dengan 10 hari. Adapun kegiatan yang dilakukan selama masa persiapan antara lain adalah sebagai berikut: 1) Membalikkan lahan tambak, menyingkirkan lumpur-lumpur hitam dan mengeringkan lahan selama beberapa hari. Kegiatan dimaksudkan untuk menjaga kualitas tanah agar tidak bermasalah pada saat kegiatan pemeliharaan dan juga untuk mematikan hama atau mikro organisme yang tidak menguntungkan bagi kegiatan budidaya Ikan Bandeng. Salah satu contoh hama yang sering mengganggu kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Kabupaten Serang adalah hama Sumpil. Sumpil merupakan jenis kerang-kerangan kecil yang menjadi saingan Ikan Bandeng dalam memperoleh pakan alami yang ada di perairan. Jadi jika Sumpil ini banyak ditemukan di perairan tambak, sudah dapat dipastikan pertumbuhan Ikan Bandeng akan terganggu. Salah satu jalan yang ditempuh oleh para petambak untuk membasmi hama ini adalah dengan mengeringkan lahan dan juga memberikan obat pembasmi hama yaitu Bristan. Dosis yang digunakan adalah 0,5 kg bristan untuk 1 Ha lahan Tambak. 2) Setelah lahan tambak diolah, kemudian diberi pupuk yang bertujuan untuk menyuburkan lahan agar dapat menunjang pertumbuhan pakan alami, yaitu kelekap. Jenis pupuk yang digunakan adalah paduan antara Urea dan TSP.

11 65 Dosis yang diberikan adalah 100 Kg Urea dan 100 Kg TSP untuk 1 Ha lahan tambak. 3) Setelah lahan siap digunakan, kemudian setiap petakan tambak di isi air setinggi Cm, dan benih siap untuk ditebar Masa Pemeliharaan Masa pemeliharaan dimulai sejak nener ditebar dalam petakan tambak, dan ini akan berlangsung selama kurang lebih 4 sampai 6 bulan. Masyarakat pesisir Kabupaten Serang pada umumnya masih menggunakan teknologi tadisional dalam melakukan kegiatan usaha budidaya tambak Ikan Bandeng. Hal ini dicirikan dengan padat tebar benih yang hanya berkisar antara ekor sampai dengan ekor per Ha. Selain itu, dalam menunjang pertumbuhan Ikan Bandeng, pada umumnya petambak hanya mengandalkan pakan alami berupa kelekap yang ada di perairan, jikapun ada petambak yang memberikan pellet sebagai pakan tambahan, namun jumlahnya sangat sedikit. Untuk menunjang pertumbuhan Ikan Bandeng, petambak hanya memberi nutrisi berupa vitamin yang dikenal dengan nama Raja Bandeng. Dosis yang diberikan adalah 15 Kg untuk 1 Ha lahan Masa Pemanenan Masa pemanenan adalah akhir dari 1 siklus kegiatan budidaya Bandeng. Selama pemeliharaan di petak tambak selama kurang lebih 4 bulan ikan sudah siap dipanen, dengan berat berkisar antara 200 gram sampai dengan 250 gram per ekor. Petambak memanen Bandeng dengan menggunakan jaring. Dari hasil pengamatan selama masa pemeliharaan, jika diperkirakan ukuran Ikan Bandeng relatif seragam, maka petambak akan melakukan pemanen total, namun jika dari hasil pengamatan pertumbuhan ikan tidak merata, maka dilakukan panen selektif. Pemanena n selektif dilakukan dengan cara menggunakan jaring, sementara pemanenan secara total dilakkan dengan cara mengeringkan petakan tambak. Air dikeringkan, sampai yang tersisa hanya di bagian caren saja, selanjutnya penangkapan dilakukan dengan tanggok dan jaring.

12 66 Petambak di lokasi penelitian, biasanya melakukan kegiatan pemanenan ikan pada pagi hari sebelum matahari terbit, dengan persiapan pada malam harinya. 6.3 Hasil Produksi dan Pemasaran Hasil Produksi Hasil produksi kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng pada umumnya tidak selalu sama dari satu siklus dengan siklus berikutnya atau sebelumnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yaitu kondisi lahan dan air, kualitas benih dan juga ketersediaan pakan alami di perairan tambak. Dari pengalaman bertahun-tahun melakukan kegiatan ini para petambak di lokasi penelitian menyampaikan bahwa jumlah produksi per Ha berkisar antara 150 sampai dengan 700 Kg. Di Pontang, tingkat produksi 1 Ha lahan pada saat ini berkisar antara 350 sampai dengan 450 Kg, namun pada waktu sebelumnya tingkat produksi tersebut pernah mencapai 700 kg per ha tertinggi dan 200 Kg per ha terendah. Di Tirtayasa tingkat produksi saat ini rata -rata mencapai 375 Kg per Ha, namun sebelumnya pernah mencapai 600 Kg tertinggi dan 250 Kg per Ha terendah. Di Tanara, pada saat ini nilai produksi berkisar antara Kg per Ha, namun pada waktu sebelumnya pernah mencapai 650 Kg per Ha tertinggi dan 250 Kg per Ha terendah. Tabel 27 menya jikan data-data tersebut. Tabel 27. Jumlah Produksi Ikan Bandeng Per Ha di Masing-Masing Unit Analisis Luas Lahan Hasil Panen (Kg / Ha) Kecamatan (Ha) Saat Ini Tertinggi Terendah 1. Pontang Tirtayasa Tanara Pemasaran Hasil Produksi Simpul pertama penjualan atau pemasaran usaha budidaya tambak Ikan Bandeng di lokasi penelitian adalah di tepi tambak, karena pada umumnya petambak menjual hasil produksi mereka kepada tengkulak yang datang langsung

13 67 ke tambak, namun demikian ada juga petambak yang langsung menjual hasil produksi mereka ke pasar. Harga Ikan Bandeng di tingkat petambak berfluktuasi berdasarkan penawaran dan permintaan Ikan Bandeng di pasaran. Harga Ikan Bandeng saat ini adalah Rp ,00 per Kg. Tabel 28 menampilkan data harga Ikan Bandeng di tingkat petambak di masing-masing unit analisis. Tabel 28. Harga Ikan Bandeng per Kg di Masing -Masing Unit Analisis Kecamatan Luas Lahan Hasil Panen (Kg / Ha) (Ha) Saat Ini Tertinggi Terendah 1. Pontang , , , ,00 2. Tirtayasa , , ,00 3. Tanara , , , ,00 Berdasarkan informasi yang didapat dari petambak dan tengkulak atau pedagang pengumpul, ikan hasil produksi di lokasi penelitian, pada umumnya untuk konsumsi dalam Kabupaten Serang. Jarak Kabupaten Serang dengan Ibukota Jakarta relatif dekat, namun demikian Ikan Bandeng yang diproduksi di Kabupaten Serang masih kalah bersaing di pasar Jakarta dengan Ikan Bandeng yang dihasilkan dari daerah lainnya seperti Pati, Gersik dan Lampung. Ikan Bandeng yang diproduksi dari daerah tersebut memiliki ukuran yang lebih besar dan tekstur daging yang padat. Pada umumnya petambak atau tengkulak membawa dan memasarkan hasil produksi ikan Bandeng di Pasar Rau, yang secara Administratif terletak di Kota Serang. Tabel 29 menampilkan informasi rata-rata jarak lokasi pasar dengan masing-masing unit analisis. Tabel 29. Jarak Masing -Masing Unit Analisis Ke Pasar Rau No. Kecamatan Jarak Rata-RataKe Pasar Rau (Km) 1. Pontang Tirtayasa Tanara 39 Sumber: Survei Peta Digital Kabupaten Serang,2005

14 68 Ikan Bandeng di bawa ke pasar dengan menggunakan transportasi mobil Pick-Up yang dimiliki atau di sewa oleh tengkulak atau petambak, atau juga di bawa dengan menggunakan transportasi angkutan ikan yang ada di sekitar lokasi tambak. Alat transportasi tersebut rata-rata memiliki kapasitas Kg. Biaya transportasi yang dikeluarkan dalam kegiatan pemasaran hasil produksi ikan Bandeng di Pontang yang jarak rata-ratanya ke pasar mencapai 21 Km adalah Rp ,00, sementara di Tirtayasa yang jarak rata-ratanya ke pasar mencapai 30 Km adalah Rp ,00 dan di Tanara yang jarak rata -ratanya dari pasar mencapai 39 Km adalah Rp ,00. Tabel 30, menampilkan data jenis angkutan, kapasitas angkut dan biaya transportasi untuk pemasaran Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis. Tabel 30. Jenis Angkutan, Kapasitas Angkut dan Biaya Transportasi Untuk Pemasaran Ikan Bandeng di Masing -Masing Unit Analisis. Desa Jenis Angkutan/ Kapasitas Biaya Transportasi 1. Pontang Pick Up / Kg Rp ,00 2. Tirtayasa Pick Up / Kg Rp ,00 3. Tanara Pick Up / Kg Rp , Analisis Nilai Land Rent Nilai land rent yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai surplus suatu bidang lahan yang didapat dari penggunaan lahan tersebut untuk suatu kegiatan ekonomi tertentu yang dalam hal ini adalah kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng. Konsep yang digunakan adalah Ricardian land rent, dikatakan demikian karena konsep ini dikembangkan oleh seor ang ahli ekonomi yang bernama David Ricardo. Dalam konsepnya Ricardo menyatakan bahwa rente ekonomi dari sebidang lahan adalah nilai perbedaan produktivitas antara sebidang lahan dengan sebidang lahan yang lebih buruk kualitasnya atau yang lebih jauh jaraknya yang mengakibatkan biaya produksi lebih besar (Tietenberg 2001). Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai land rent dari sebidang lahan ditentukan oleh kesuburan dan jarak lahan tersebut dari pusat pasar. Analisis nilai land rent dalam penelitian ini dilakukan dengan pembahasan

15 69 mengenai faktor kesuburan dan faktor jarak lahan tambak di masing-masing unit analisis Produktivitas Lahan Produktivitas diartikan sebagai jumlah produksi per satuan luas. Produktivitas digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan lahan, dimana jika tingkat produkivitas suatu lahan lebih tinggi dibandingkan lahan yang lainnya, maka dapat dikatakan bahwa lahan tersebut memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi, sehingga surplus produksi antara lahan tersebut dengan lahan yang lainnya itulah yang dinamakan sebagai land rent. Hasil penelitian memberikan informasi mengenai jumlah total produksi Ikan Bandeng yang dihasilkan di masing-masing unit analisis, seperti tampak dalam Tabel 31 dan diilustrasikan pada Gambar 15. Tabel 31. Nilai Produktivitas Rata-Rata Lahan Tambak di Masing-Masing Unit Analisis No Kecamatan Luas Lahan Total Produksi Produktivitas (Ha) (Kg) (Kg/Ha) 1 Pontang ,0 2 Tirtayasa ,0 3 Tanara Tanara Tirtayasa Pontang Produktivitas Gambar 15. Produktivitas Lahan Tambak Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis

16 70 Dengan padat tebar benih yang sama sebesar ekor per Ha, tingkat produktivitas budidaya Ikan Bandeng yang tertinggi adalah di Kecamatan Pontang. Data responden menunjukkan dari luasan 24 Ha lahan tambak diperoleh produksi sebesar Kg, dan berarti tingkat produktivitas rata -rata mencapai 400 Kg per Ha per siklus produksi. Produksi per responden berkisar antara 700 Kg sampai dengan Kg per siklus produksi untuk luasan lahan seluas 2 sampai dengan 3 Ha. Di Kecamatan Tirtayasa dari 12 Ha luasan lahan tambak, dihasilkan produksi Ikan Bandeng sebanyak Kg, yang berarti produktivitas lahan tambak mencapai 375 Kg per Ha per siklus produksi. Produksi per responden berkisar antara Kg per 2 Ha luasan lahan per siklus produksi. Kecamatan Tanara memiliki tingkat produksi terendah dari 12 Ha luasan lahan tambak hanya dihasilkan Kg Ikan Bandeng, dengan produktivitas per Ha yaitu Kg per Ha per siklus produksi. Jumlah produksi per responden berkisar antara Kg per 2 Ha luasan lahan tambak per siklus produksi. Banyak hal yang menjadi faktor penentu tingkat produktivitas kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis, antara lain adalah kualitas lahan, kualitas air, benih dan juga pakan. Kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Kabupaten Serang pada umumnya hanya mengandalkan pakan alami saja, sehingga faktor keberhasilan panen benar-benar bergantung kepada kualitas lahan dan air serta benih yang digunakan sebagai sarana dalam kegiatan budidaya Ikan Bandeng. Tabel 32 menyajikan informasi mengenai kondisi lahan dan sumber air untuk kegiatan produksi tambak Bandeng di masing-masing unit analisis. Data pada Tabel 32 memberikan gambaran bahwa wilayah pertambakan di Kecamatan Pontang pada umumnya mendapat supply air tawar yang kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya, namun demikian tidak semua lokasi tambak bedekata n dengan sumber air, sehingga sebagian petambak memerlukan pompa sebagai alat bantu untuk menjaga kontinuitas volume air dalam tambak. Berbeda dengan kondisi di Pontang, kondisi sumber air di Kecamatan Tanara diidentifikasikan memiliki kualitas yang lebih rendah, hal ini diakibatkan, karena di hulu sungai yang menjadi sumber air kegiatan tambak banyak berdiri kegiatan industri yang membuang limbahnya kedalam sungai. Meskipun setiap industri yang berdiri telah dilengkapi dengan alat pengolah

17 71 limbah, namun telah terjadi akumulasi limbah di perairan sungai yang mengakibatkan tingkat pencemaran cukup tinggi. Berdasarkan informasi dari penduduk dan pengamatan lapang memang terlihat banyak lahan lahan tambak yang saat ini tidak produktif di wilayah Keamatan Tana ra. Pada umunya lahan tambak di Kecamatan Tanara, sebelumnya berkembang sebagai tambak Udang Windu, namun ketika mulai banyaknya berdiri industri di hulu sungai yang mengakibatkan adanya akumulasi limbah pabrik mengakibatkan kualitas air turun dan petamba k mengalami kegagalan panen, karena komoditas udang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Oleh karena itu banyak petambak yang mengalami kebangkrutan dan akhirnya tidak melakukan usaha budidaya udang lagi, namun ada sebagian petambak yang masih mengembangkan usaha tambak Ikan Bandeng, karena Ikan Bandeng dinilai memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap perubahan lingkungan. Tabel 32. Informasi Kondisi Sumber Air di Lokasi Penelitian No Kecamatan Kondisi Lahan Kondisi Sumber Air 1. Pontang Lahan pesisir Kabupaten Pontang teksturnya berberlumpur. Petambak melakukan pengeringan lahan Sumber air pertambakan berasal dari Sungai Cikamanyungan dan anakanak Sungai Ciujung lama. Tingkat pencemaran di hulu sungai relative rendah, hanya dari limbah rumah tangga. 2. Tirtayasa Sebagian besar lahan pesisir di Kecamatan Tirtayasa teksturnya berpasir 3. Tanara Lahan pesisir Kecamatan Tanara tekstrnya berlumpur. Sebelumnya banyak ditumbuhi pohon bakau namun banyak yang dikonversi menjadi lahan tambak. Sumber air berasal dari Sungai Cijung lama. Bagian hulu sungai yang melintas di Kecamatan Tirtayasa dipadati penduduk, sehingga adanya akumulasi limbah rumah tangga Sumber air dari Sungai Cidurian dan Ciujung. Tingkat pencemaran di hulu sungai relative tinggi, karena banyakya industri yang membuang limbah ke perairan sungai sehingga limbah terakumulasi dan mengakibatkan penurunan kualitas perairan Sumber: Data Laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2004 dan Pengamatan Lapang.

18 Biaya Produksi Biaya produksi dalam kegiatan perikanan tambak, terdiri atas biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi. 1) Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja merupakan perkalian dari jumlah tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Dalam kegiatan perikanan tambak biaya tenaga kerja biasanya dibedakan pada saat masa persiapan, masa pemeliharaan dan masa panen. Total biaya kenaga kerja merupakan penjumlahan dari keseluruhan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dalam masa produksi. Data hasil penelitian mengenai biaya tenaga kerja untuk kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 33. Tabel 33. Biaya Tenaga Kerja Kegiatan Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis No Kegiatan Satuan Besaran Biaya Satuan (Rp/Ha) Total Biaya (Rp/Ha) Kecamatan Pontang 1 Persiapan HOK 10, , ,00 2 Pemeliharaan HOK 63, , ,00 3 Pemanenan HOK 4, , ,00 Total Biaya ,00 Kecamatan Tirtayasa 1 Persiapan HOK 11, , ,00 2 Pemeliharaan HOK 60, , ,00 3 Pemanenan HOK 4, , ,00 Total Biaya ,00 Kecamatan Tanara 1 Persiapan HOK 10, , ,33 2 Pemeliharaan HOK 60, , ,00 3 Pemanenan HOK 2, , ,67 Total Biaya ,00

19 73 Data Tabel 33 merupakan biaya tenaga kerja per 1 Ha luasan lahan tambak. Dari data tersebut diketahui bahwa biaya tenaga kerja di Kecamatan Pontang, yaitu Rp ,00 per Ha per siklus produksi, sementara di Kecamatan Tirtayasa biaya tenaga kerja mencapai Rp ,00 per Ha per siklus produksi dan di Kecamatan Tanara biaya tenaga kerja adalah yang terendah dibandingkan dengan 2 unit analisis yang lainnya, yaitu sebesar Rp ,00. Dibandingkan dengan Kecamatan Tirtayasa dan Tanara, total biaya tenaga kerja Kecamatan Pontang nilainya lebih besar. Dari data Tabel 33 dapat dilihat bahwa perbedaan terutama untuk biaya tenaga kerja pada masa pemeliharaan dan pemanenan. Hal ini dikarenakan luas lahan yang dikelola di Kecamatan Pontang antara 2 samapi 3 Ha. Petambak yang mengolah lahan tambak Ikan Bandeng seluas 3 Ha rata-rata membutuhkan 2 orang pekerja pada masa pemeliharaan. Jumlah produksi di Kecamatan Pontang juga lebih besar dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya, hal ini berpengar uh terhadap besarnya biaya pemanenan yang harus dikeluarkan oleh petambak, karena sistem yang diterapkan adalah bagi hasil berdasarkan jumlah produksi yang didapat pada saat panen. Dari keterangan dan data -data di atas ada satu hal yang menarik untuk dibahas lebih mendalam dalam struktur biaya tenaga kerja produksi budidaya ikan bandeng di lokasi penelitian, yaitu kaitan antara luas lahan dan jumlah tenaga kerja serta biaya yang dikeluarkan. Dari kasus di Kecamata Pontang diketahui bahwa dalam masa pemeliharaan untuk petambak yang mengusahakan 2 Ha lahan diperlukan 1 orang tenaga kerja sementara untuk petambak yang mengusahakan 3 Ha lahan, pada masa pemeliharaan membutuhkan tenaga kerja 2 orang. Data tersebut menggambarkan bahwa untuk masa pemeliharaan 1 orang pekerja memiliki kapasitas maksimal bekerja pada luasan 2 Ha lahan, sehingga dapat dikatakan pengusahaan 2 ha lahan tambak dan kelipatannya merupakan luasan optimal dalam struktur biaya tenaga kerja pada masa pemeliharaan. Tabel 34 menampilkan Total biaya tenaga kerja per Ha per siklus produksi kegiatan budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis, yang juga diilustrasikan pada Gambar 16.

20 74 Tabel 34. Total Biaya Tenaga Kerja Per Ha Per Siklus Produksi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng di Masing Masing Unit Analisis No Kecamatan Biaya Tenaga Kerja (Rp/Ha) 1 Pontang ,00 2 Tirtayasa ,00 3 Tanara ,00 1,150,000 1,100,000 1,137,500 1,112,500 Biaya Tenaga Kerja (Rp/Ha) 1,050,000 1,000, , ,000 1,000,000 Pontang Tirtayasa Tanara Gambar 16. Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja / Ha Produksi Budidaya Ikan Bandeng di Lokasi Penelitian 2) Biaya Sarana Produksi Biaya sarana produksi kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng antara lain terdiri atas biaya pembelian bibit (nener), pupuk, bahan kimia pembasmi hama, bahan tambahan (vitamin), biaya operasional petromaks dan biaya operasional pompa. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa struktur biaya sarana produksi budidaya Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis sedikit berbeda. Tabel 35 menginformasikan jenis dan besarnya biaya sarana produksi di lokasi penelitian. Data Tabel 35 merupakan biaya sarana produksi per 1 Ha luasan lahan tambak dalam 1 siklus produksi. Dari data tersebut diketahui bahwa biaya sarana produksi di Kecamatan Pontang, yaitu Rp ,00 per Ha per siklus produksi, sementara di Kecamatan Tirtayasa biaya sarana produksi mencapai Rp

21 ,00 per Ha per siklus produksi dan di Kecamatan Tanara biaya sarana produksi adalah sebesar Rp ,00. Tabel 35. Biaya Sarana Produksi Kegiat an Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis (Rp / Ha) No Biaya sarana produksi Satuan Besaran Biaya Satuan (Rp) Total Biaya (Rp) Kecamatan Pontang 1 Nener Ekor 4000,00 125, ,00 2 Raja Bandeng Kg 8, , ,67 3 Urea Kg 81, , ,00 4 TSP Kg 75, , ,00 5 Bristan Kg 0, , ,33 6 Ops. Petromaks Liter 35, , ,00 7 Ops. Pompa Liter 20, , ,00 Total ,00 Kecamatan Tirtayasa 1 Nener Ekor 4000,00 125, ,00 2 Urea Kg 75, , ,00 3 TSP Kg 75, , ,00 4 Bristan Kg 0, , ,00 5 Ops. Petromaks Liter 35, , ,00 Total ,00 Kecamatan Tanara 1 Nener Ekor 4000,00 125, ,00 2 Raja Bandeng Kg 7, , ,00 3 Urea Kg 87, , ,00 4 TSP Kg 87, , ,00 5 Bentan Kg 0, , ,00 6 Ops.Petromaks Liter 35, , ,00 7 Ops Pompa Liter 25, , ,00 Total ,00 Dibandingkan dengan Kecamatan Pontang dan Tanara, total biaya tenaga kerja Kecamatan Tirtayasa nilainya lebih kecil. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan budidaya Ikan Bandeng di Kecamatan Tirtayasa tidak menggunakan sarana pompa dan vitamin raja bandeng, sehingga dalam struktur biayanya tidak terdapat biaya operasional pompa dan biaya vitamin. Pada dasarnya struktur biaya

22 76 sarana produksi di Kecamatan Pontang dan Tanara adalah sama, namun ada perbedaan penggunaan jenis obat kimia pembasmi hama, sehingga nilainya sedikit berbeda. Di Kecamatan Pontang, petambak menggunakan jenis bristan yang harganya mencapai Rp ,00 per Kg sementara di Kecamatan Tanara petambak menggunakan jenis Bentan yang harganya lebih murah, yaitu Rp ,00 per Kg. Tabel 36 menampilkan data Total Biaya Sarana Produksi per Ha per siklus produksi dan diilustrasikan pada Gambar 17 Tabel 36. Total Biaya Sarana Produksi Per Ha Per Siklus Produksi Budidaya Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis Kecamatan Biaya Sarana Produksi (RP/ Ha) Pontang ,00 Tirtayasa ,00 Tanara ,00 Biaya Sarana Produk (Rp/Ha) 1,190,000 1,185,000 1,180,000 1,175,000 1,170,000 1,165,000 1,160,000 1,155,000 1,150,000 1,145,000 1,188,750 1,187,000 1,160,000 Pontang Tirtayasa Tanara Gambar 17. Total Biaya Sarana Produksi Per Ha Per Siklus Produksi Budidaya Ikan Bandeng di Masing-Masing Unit Analisis Berdasarkan hasil analisis struktur biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi diatas, maka dapat diketahui besarnya biaya produksi kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di masing-masing unit analisis, sebagimana tampak dalam Tabel 37.

23 77 Tabel 37. Total Biaya Produksi Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Masing - Masing Unit Analisis No Kecamatan Biaya Tenaga Kerja (Rp/Ha) Biaya Sarana Produksi (Rp/Ha) Total Biaya Produksi (Rp/Ha) 1 Pontang , , ,00 2 Tirtayasa , , ,00 3 Tanara , , ,00 Biaya Produksi per Ha per siklus kegiatan budidaya tambak Ikan Bandeng di kawasan Zona Tirtayasa pada umumnya di atas Rp ,00. Total biaya tertinggi adalah di Kecamatan Pontang, sebesar Rp ,00 per Ha per siklus, kemudian Kecamatan Tirtayasa, sebesar Rp ,00 per Ha per siklus dan yang terendah adalah Kecamatan Tanara, sebesar Rp ,00 per Ha per siklus Biaya Transportasi Dalam analisis nilai land rent, faktor jarak atau aksesibilitas lokasi lahan tambak dinilai akan mempengaruhi besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarka n, sehingga akan berpengaruh terhadap besarnya nilai land rent dari pemanfaatan lahan tersebut. Hasil penelitian mendapatkan bahwa Ikan Bandeng yang diproduksi di lokasi penelitian, pada umumnya dipasarkan di Pasar Rau yang secara geografis terletak di Kota Serang. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, jarak rata -rata dari Kecamatan Pontang ke pusat pasar adalah 21 Km, dari Kecamatan Tirtayasa ke pusat Pasar adalah 30 Km dan dari Kecamatan Tanara ke pusat pasar adalah 39 Km. Data tersebut menginformasikan bahwa rata - rata jarak unit analisis yang terjauh dari pasar adalah Kecamatan Tanara, sedangkan yang terdekat adalah Kecamatan Pontang. Ilustrasi mengenai letak dan lokasi masing-masing unit analisis dan Pasar Rau, dapat dilihat dalam Gambar 18. Gambar 18 memperlihatkan bahwa ada dua akses jalan dari lokasi penelitian menuju pasar, yaitu melewati jalan tembusan Ciruas dan juga menggunakan jalan tembusan Banten Lama. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapang, rata -rata petambak di Kecamatan Tirtayasa dan Tanara menggunakan akses jalan tembusan Ciruas untuk sampai ke Pasar Rau, sedangkan

24 78 rata-rata petambak di Kecamatan Pontang menggunakan akses jalan tembusan Banten Lama. Pontang Tirtayasa Tanara 2 1 Kota Serang Sumber : RPP Kabupaten Serang, 2005 Keterangan : Jalan Tol Jalan Klas III dan Klas II Jalan Klas I 1 Jalur Tembusan Ciruas 2 Jalur Tembusan Banten Lama Gambar 18. Jaringan Jalan di Zona Tirtayasa Kabupaten Serang Untuk mengangkut hasil produksi dari tambak ke pasar, digunakan angkutan mobil bak terbuka dengan kapasitas maksimal adalah Kg atau 1,5 Ton. Biaya yang dikeluarkan untuk 1 kali pengangkutan adalah Rp ,00 untuk pengangkutan dari Kecamatan Pontang yang menggunakan akses jalan tembusan Banten lama, Rp ,00 untuk biaya pengangkutan dari Tirtayasa dan Rp ,00 untuk biaya pengangkutan dari Tanara, dengan menggunakan akses jalan tembusan Ciruas. Jarak berbanding lurus dengan biaya transportasi dalam arti semakin jauh jarak lokasi dari pusat pasar, maka semakin besar pula biaya transportasi yang dikeluarkan. Data hasil penelitian mengemukakan bahwa di lokasi penelitian ada range jarak dimana besar biaya transportasi masih sama, misalnya di Kecamatan Pontang titik titik lokasi tambak terletak dalam kisaran jarak Km dan

25 79 biaya transportasi yang dikeluarkan adalah Rp ,00 begitu pula dengan di Kecamatan Tirtayasa dan Tanara. Dari data rata-rata tersebut diatas, dapat dibuktikan bahwa faktor jarak berpengaruh secara berbanding lurus terhadap besarnya biaya transportasi. Kecamatan Pontang yang jaraknya relatif lebih dekat daripada unit analisis lainnya, yaitu Kecamatan Tirtayasa dan Tanara, juga memiliki biaya transportasi yang lebih rendah dari pada dua kecamatan lainnya. Data mengenai besarnya biaya transportasi untuk mengangkut Ikan Bandeng ke Pasar Rau dari masing-maisng unit analisis disajikan dalam Tabel 38. Tabel 38. Biaya Transportasi dari Masing-Masing Titik Unit Analisis ke Pasar Rau No Titik Produksi Biaya Jarak Ongkos Angkut Rata-Rata Transport (Km) (Rp) (Kg) Rp/Kg/Km 1 Pontang , ,40 2 Tirtayasa , ,33 3 Tanara , ,61 Selain jarak yang berpengaruh terhadap biaya transportasi, dalam penelitian ini dinyatakan bahwa nilai produksi juga berpengaruh terhadap efisiensi biaya transportasi. Hal ini berkaitan dengan kapasitas maksimal alat angkut yang digunakan. Di lokasi penelitian, alat angkut yang digunakan rata-rata memiliki kapasitas angkut maksimal Kg, ketika jumlah produksi Ikan bandeng di suatu unit analisis kurang dari jumlah kapasitas maksimal tersebut, maka bia ya transportasi per Kg, nilainya akan lebih tinggi, semakin kecil jumlah produksi dari kapasitas maksimal, maka biaya transportasi per Kg akan semakin mahal. Begitu pula jika produksi berada diatas Kg sampai mencapai nilai kelipatannya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa di lokasi penelitian jumlah produksi optimal untuk biaya tra nsportasi yang paling ef isien adalah Kg dan kelipatannya atau sesuai denga n kapasitas alat angkut yang digunakan.

26 Land Rent Berdasarkan Kesuburan dan Jarak Lokasi Tambak Ke Pusat Pasar Konsep Ricardian Land Rent dibangun berdasarkan faktor kesuburan lahan dan jarak lokasi produksi terhadap pasar. Dalam sub-bab sebelumnya, telah diidentifikasi dan dianalisis mengenai variabel-variabel yang mewakili faktor kesuburan dan komponen jarak. Berdasarkan pembahasan tersebut, pada sub-bab ini akan dianalisis nilai land rent lahan tambak yang digunakan untuk kegiatan budidaya Ikan Bandeng dengan menggunakan konsep Ricardian Land Rent. Data variabel-variabel dalam perhitungan land rent dan nilai land rent yang dihasilkan di masing-masing unit analisis disajikan dalam Tabel 39. Tabel 39. Nilai Land Rent Berdasarkan Faktor Kesuburan dan Jarak Tambak No Kecamatan Produktivitas (Kg/Ha) Biaya Tenaga Kerja (Rp/Ha) Biaya Sarana Produksi (Rp/Ha) Harga (Rp/Kg) Biaya Transportasi (Rp/Kg/Km) Jarak Ke Pasar (Km) Rente (Rp/Ha) 1 Pontang , , ,00 12, ,00 2 Tirtayasa , , ,00 13, ,00 3 Tanara , , ,00 15, ,00 Analisis land rent dilakukan terhadap tiga titik analisis yaitu Pontang, Tirtayasa dan Tanara. Berdasarkan nilai produktivitas (y), biaya produksi (C) yang terdiri dari biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi, harga komoditas Bandeng (p), biaya transportasi per Km per Kg (t), dan jarak lokasi ke pusat pasar C (x), nilai land rent ditentukan berdasarkan persamaan π = y( p tx ( )). y Berdasarkan Tabel 39, nilai land rent pemanfaatan lahan tambak untuk kegiatan budidaya Ikan Bandeng di titik Pontang adalah Rp ,00, sementara di Tirtayasa adalah Rp ,00 dan di Tanara adalah Rp ,00. Gambar 19 merupakan ilustrasi nilai land rent di tiga titik analisis tersebut. Dari hasil analisis tersebut, diketahui bahwa berdasarkan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, wilayah titik Pontang dinilai memiliki surplus pemanfaatan sumbe rdaya lahan yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya dalam zona Tirtayasa. Dari aspek kesuburan lahan, titik

27 81 Pontang memiliki nilai produktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan titik Tirtayasa dan Tanara dan dari aspek jarak lokasi tambak ke pusat pasar, titik pontang merupakan yang terdekat dengan pusat pasar dengan jarak rata-rata, yaitu 21 Km. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pemanfaatan lahan tambak untuk ke giatan budidaya Ikan Bandeng di Titik Pontang lebih efisien dibandingkan dengan di titik Titayasa dan Tanara. Rent (Rp/Ha) 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000, , , , ,000-1,571,237 1,327, ,000 Pontang Tirtayasa Tanara Gambar 19. Nilai Land Rent Pemanfaatan Lahan Tambak untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Untuk melihat seberapa besar nilai land rent dipengaruhi oleh faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar di Zona Tirtayasa, maka dilakukan analisis regresi berganda (Lampiran 1). Analisis tersebut dilakukan terhadap data land rent, produktivitas dan jarak di ketiga unit analisis, dengan tingkat kepercayaan 99%. Sebagaimana terlihat dalam data Lampiran 1, output analisis regresi menghasilkan nilai R 2 sebesar 1 yang artinya bahwa 100% nilai land rent dipengaruhi oleh tingkat produktivitas dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, namun hasil output analisis regresi dengan menggunakan perangkat lunak exel tersebut tidak dapa t menampilkan data F hitung dan signifikan F dan P-value. Hal ini diidentifikasikan karena jumlah

28 82 sampel yang kecil (n=3), sehingga karena keterbatasan perangkat yang digunakan data tersebut tidak dapat ditampilkan. Koefisien regresi yang dihasilkan membentuk persamaan regresi antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan jarak lokasi tambak ke pusat pasar yang secara matematis ditulis sebagai berikut: π = , , x1 1630, x. 2 dimana: ð adalah land rent; x1 variabel produktivitas dan x2 variabel jarak Persamaan tersebut menggambarkan bahwa nilai produktivitas berhubungan secara positif dengan nilai land rent yang artinya semakin besar nilai produktivitas, maka akan semakin tinggi pula nilai pemanfaatan lahan tambak Ikan Bandeng tersebut, adapun besar perubahan nilai land rent yang diakibatkan oleh adanya perubahan satu satuan produktivitas adalah sebesar Rp 9.140,91 per Kg. Persamaan tersebut juga menggambarkan bahwa jarak lokasi tambak ke pusat pasar berhubungan secara negatif dengan besarnya nilai land rent. Adapun besar perubahan nilai land rent yang diakibatkan perubahan satu satuan jarak adalah sebesar Rp 1.630,09 per Km. Untuk mengilustrasikan hubungan antara nilai land rent dengan faktor kesuburan dan nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, digunakan perangkat lunak Maple 9.5 seperti tampak dalam Lampiran 2 yang memplot variabel-variabel tersebut, sehingga dihasilkan grafik seperti yang tampak pada Gambar 20 dan Gambar 21 yang menampilkan hubungan antara nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar. Gambar 20 menampilkan hubungan antara nilai land rent dengan produktivitas. Dalam menggambarkan hubungan tersebut, variabel jarak nilainya dianggap tetap dan menjadi parameter, sehingga Gambar 20 dibangun berdasarkan persamaan: rent = , ,905433x1 (Lampiran 2), yang mengartikan jika produktivitas Ikan Bandeng sama dengan 0 Kg, maka nilai rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp ,54, dan setiap terjadi perubahan satu Kg produktivitas Ikan Bandeng, akan merubah nilai land rent sebesar Rp 9.140,91. Melalui analisis gambar tersebut dapat diketahui bahwa nilai pemanfaatan lahan atau land rent di Zona Tirtayasa akan bernilai positif atau lebih besar dari nol jika nilai produktivitas Ikan Bandeng mencapai lebih dari 230 Kg per Ha. Sementara ini diketahui bahwa produktivitas di masing-masing unit

29 83 analisis nilainya masih lebih besar dari 230 Kg, sehingga dapat dikatakan berdasarkan faktor kesuburan, pemanfaatan lahan tambak di Zona Tirtayasa masih memberikan nilai pemanfaatan yang positif atau surplus. Rent (Rp/Ha) Produktivitas (Kg/Ha) Gambar 20. Hubungan Antara Nilai Land Rent dengan Produktivitas Lahan Grafik yang menghubungkan antara besarnya nilai land rent dengan jarak lokasi tambak ke pusat pasar, dalam ilmu ekonomi sumberda ya lahan dikenal dengan nama bid rent schedulle. Gambar 21 adalah bid rent schedulle kegiatan tambak Ikan Bandeng di Zona Tirtayasa Kabupaten Serang Provinsi Banten. Dalam menggambarkan hubungan antara nilai rent dengan jarak, variabel produktivitas dianggap tetap dan menjadi parameter, sehingga Gambar 21 dibangun berdasarkan persamaan rent = , ,08607x 2, yang mengartikan jika lokasi tambak berjarak 0 Km dari pusat pasar, maka nilai rent yang akan diperoleh adalah sebesar Rp ,05, dan setiap terjadi perubahan satu satuan jarak akan merubah nilai land rent sebesar Rp 1.630, 09. Tanda negatif pada koefisien jarak mengartikan adanya hubungan negatif antara nilai rent dengan variabel jarak, yang artinya semakin jauh jarak lokasi tambak dari

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitin ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) PEMBESARAN BANDENG DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) Usaha pembesaran bandeng banyak diminati oleh orang dan budidaya pun tergolong cukup mudah terutama di keramba jaring apung (KJA). Kemudahan budidaya bandeng

Lebih terperinci

Oleh: Moch. Prihatna Sobari 1), Tridoyo Kusumastanto 1), dan Sandra D.E. Kaunang 2)

Oleh: Moch. Prihatna Sobari 1), Tridoyo Kusumastanto 1), dan Sandra D.E. Kaunang 2) ANALISIS LAND RENT PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI PESISIR KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN LAND RENT ANALYSIS OF POND LAND USAGES IN SERANG REGION COASTAL AREA, BANTEN PROVINCE Oleh: Moch. Prihatna Sobari

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2

PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Oleh : Hamdani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan usaha diseluruh penjuru Indonesia yang bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan usaha diseluruh penjuru Indonesia yang bebas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan usaha diseluruh penjuru Indonesia yang bebas seperti sekarang ini membuat masyarakat harus membuat terobosan baru dalam suatu pekerjaan dan tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan salah satu peluang untuk kegiatan budidaya tambak baik yang dilakukan secara tradisional maupun intensif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan Bangsa Indonesia bidang ekonomi telah mendapat prioritas

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa hanya ada 3 tambak yang menerapkan system silvofishery yang dilaksanakan di Desa Dabung, yaitu 2 tambak

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 65 LAMPIRAN 66 Lampiran 1. Kuisioner Survei Analisis Nilai Ekonomi Tambak Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian No: Waktu: Hari/Tanggal: A. Identitas Responden / Informan 1. Nama

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Secara geografis letak Kabupaten Bandung berada pada 6,41' - 7,19' Lintang Selatan dan diantara 107 22' - 108 5' Bujur Timur dengan ketinggian 500m-1.800m dpl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive method), yaitu di Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik. Alasan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih padi pada petani yang melakukan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu 6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak Karakteristik sosial ekonomi

Lebih terperinci

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Pendahuluan Berdasarkan kajian dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA), diperoleh temuan bahwa kelompok komoditas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

Sebagai acuan / pedoman pelaku percontohan budidaya lele dengan menggunakan pakan (pellet) jenis tenggelam.

Sebagai acuan / pedoman pelaku percontohan budidaya lele dengan menggunakan pakan (pellet) jenis tenggelam. PETUNJUK TEKNIS DEMPOND BUDIDAYA LELE MENGGUNAKAN PAKAN (PELET) TENGGELAM DI KAB I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Usaha Budidaya lele sampe sekarang banyak diminati masyarakat dikarenakan dalam perlakuannya

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan usahatani

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG e-j. Agrotekbis 2 (3) : 337-342, Juni 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG Feasibility Analysis Of Milkfish Farms

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesisir LIPI (2007), menyatakan daerah pesisir adalah jalur tanah darat atau kering yang berdampingan dengan laut, di mana lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi secara langsung

Lebih terperinci

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Dalam menjalankan usaha sebaiknya terlebih dahulu mengetahui aspek pasar yang akan dimasuki oleh produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang akan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT 5.1 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasokan ikan nasional saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan ikan di laut, namun pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap disejumlah negara dan perairan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09 KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM :11.12.5999 KELAS : S1-SI-09 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul BISNIS DAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Budidaya Bandeng ( Chanos chanos

KATA PENGANTAR Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Budidaya Bandeng ( Chanos chanos KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Usaha Budidaya Udang Usaha budidaya udang merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh petambak atau petani ikan dengan menggabungkan sumberdaya (lahan, tenaga

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Kelompok Budi Daya Mitra Gemah Ripah merupakan salah satu kelompok usaha kecil menengah bidang perikanan darat yaitu budi daya udang galah. Kelompok usaha tersebut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dari Afrika. Tahun 1969, ikan nila pertama kali didatangkan dari Taiwan ke Balai

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dari Afrika. Tahun 1969, ikan nila pertama kali didatangkan dari Taiwan ke Balai II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pembesaran ikan nila Ikan nila merupakan salah satu komoditi penting perikanan budidaya air tawar di Indonesia. Ikan ini bukan asli perairan Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

DAMPAK AKTIVITAS ANTROPOGENIK PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR

DAMPAK AKTIVITAS ANTROPOGENIK PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR DAMPAK AKTIVITAS ANTROPOGENIK PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR Oleh: Arif Supendi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Muhammadiyah Sukabumi Abstrak

Lebih terperinci

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung V.1. Kajian keberlanjutan dengan Metode Ecological Footprint Seperti telah disebutkan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencarian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung Oleh: Agus Wahyudi (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (Sumber : SINAR TANI Edisi 17 23 November 2010)

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

Lampiran 1.Karakteristik Responden Pembudidaya Ikan Bandeng di Kelompok Pembudidaya Ikan Mina Lestari Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal No. Resp.

Lampiran 1.Karakteristik Responden Pembudidaya Ikan Bandeng di Kelompok Pembudidaya Ikan Mina Lestari Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal No. Resp. LAMPIRAN 7 8 Lampiran 1.Karakteristik Responden Pembudidaya Ikan Bandeng di Kelompok Pembudidaya Ikan Mina Lestari Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal No. Resp. Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Pendidikan Jumlah

Lebih terperinci

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Kondisi terkini budidaya ikan bandeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Septyan Andriyanto) KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Septyan Andriyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya

METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010).

1. PENDAHULUAN. masyarakat dan kesadaran masyarakat pentingnya mengkonsumsi protein nabati, utamanya adalah bungkil kedelai (Zakaria, 2010). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor tanaman pangan merupakan penghasil bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia salah satunya adalah komoditi kedelai.kedelai merupakan tanaman pangan yang penting

Lebih terperinci

Widi Setyogati, M.Si

Widi Setyogati, M.Si Widi Setyogati, M.Si Pengertian Tambak : salah satu wadah budidaya perairan dengan kualitas air cenderung payau/laut, biasanya terdapat di pesisir pantai Tambak berdasarkan sistem pengelolaannya terbagi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 109 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan pengolahan dan hasil analisis data yang telah penulis lakukan dalam penelitian tentang Pengaruh Agribisnis Hortikultura Terhadap Kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambakan Udang di Kawasan pesisir

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambakan Udang di Kawasan pesisir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambakan Udang di Kawasan pesisir Kawasan pesisir Indonesia memiliki ekosistem yang cocok bagi pengembangan kegiatan budidaya udang di tambak air payau. Pengoperasian tambak

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting Dari hasil analisi sensitivitas, maka diketahui bahwa air merupakan paremater yang paling sensitif terhadap produksi jagung, selanjutnya berturut-turut adalah benih, pupuk, penanganan pasca panen, pengendalian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa. 31 IV. KEADAAN UMUM DAERAH A. Letak Geografis Kecamatan Galur merupakan salah satu dari 12 kecamatan di Kabupaten Kulonprogo, terdiri dari 7 desa yaitu Brosot, Kranggan, Banaran, Nomporejo, Karangsewu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan tumpuan harapan yang diandalkan oleh pemerintah untuk ikut berperan dalam upaya pemulihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pertanian masih mendapatkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1 1 Abstrak ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1 Zainal Abidin 2 Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

VII. IMPLEMENTASI MODEL

VII. IMPLEMENTASI MODEL VII. IMPLEMENTASI MODEL A. HASIL SIMULASI Simulasi model dilakukan dengan menggunakan data hipotetik berdasarkan hasil survey, pencarian data sekunder, dan wawancara di lapangan. Namun dengan tetap mempertimbangkan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI Tingkat efisiensi ekonomi dari faktor-faktor produksi dapat dilihat dari besarnya rasio Nilai Produk Marjinal (NPM)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci