KAJIANKEPUSTAKAAN. Klasifikasi kelinci menurut Sarwono (2001) adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIANKEPUSTAKAAN. Klasifikasi kelinci menurut Sarwono (2001) adalah"

Transkripsi

1 9 II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelinci Klasifikasi kelinci menurut Sarwono (2001) adalah Kingdom Phylum Sub phylum Kelas Ordo Family Genus Species : Animal : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Legomorpha : Leporidae : Oryctogalus : Oryctogalus cuniculus Pada saat ini di Indonesia terdapat tiga macam kelinci yaitu kelinci lokal, kelinci unggul, dan kelinci hasil persilangan. Kelinci lokal adalah keturunan kelinci yang masuk ke Indonesia sejak lama yang memiliki ciri-ciri berbentuk dan berbobot kecil (sekitar 1,5 kg), bulu berwarna putih, hitam, belang, dan abu-abu, serta apabila diperhatikan memiliki ciri-ciri keturunan kelinci Belanda (Dutch) dan atau kelinci New Zealand (Whendrato dan Madyana, 1989). Kelinci lokal walaupun bukan berasal dari Indonesia asli, terjadi akibat perkawinan silang yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi, faktor makanan, faktor cuaca, faktor pemeliharaan dan lain-lain sehingga terjadilah kelinci yang biasa disebut kelinci local. Kelinci crossing merupakan kelinci hasil silang antara kelinci lokal dengan kelinci unggul atau hasil silang dua jenis strain unggul (Whendrato dan Madyana, 1989).

2 10 Kelinci lokal lebih kecil dari kelinci impor, laju pertumbuhannya lebih lambat, tetapi kelinci ini diduga mempunyai toleransi terhadap panas dan tahan terhadap penyakit, sehingga mempunyai angka kematian lebih rendah bila dibandingkan dengan kelinci impor (Sartika dkk, 1986). Kebanyakan jenis-jenis kelinci luar negeri yang terdapat di Indonesia sudah tidak murni lagi karena merupakan hasil perkawinan campuran (blaster) dari beberapa jenis yang ada. Karena di dalam pembibitannya kurang diperhatikan, bentuk dan timbangan badannya rata-rata ada dibawah kelinci luar negeri. Sebaliknya, kelinci-kelinci luar negeri yang dibawa ke Indonesia sudah menyesuaikan diri dengan keadaan iklim dan alam yang ada (Rukmana, 2011) Kulit Kulit ternak merupakan salah satu hasil sampingan (by-product) yang berasal dari pemotongan ternak baik ternak besar, ternak kecil maupun jenis unggas (Said, 2012). Kulit mentah adalah bahan baku kulit hewan yang baru ditanggalkan dari hewannya sampai kepada yang telah mengalami proses-proses pengawetan (Judoamidjojo, 1974). Dalam dunia perkulitan, kulit mentah dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kulit dari hewan besar seperti sapi, kerbau, kuda, dalam istilah asing disebut hides dan kelompok kulit dari hewan kecil seperti kambing, domba, anak sapi, kelinci dan dalam istilah asing disebut skins (Purnomo, 1991). Sesuai dengan bentuk badan hewan maka kulitnya pun terdiri dari daerahdaerah punggung, perut, kaki, leher dan ekor bahkan ada pula daerah kepala. Daerah satu dan lainnya mempunyai sifat-sifat berbeda, diantaranya tebal kulit hewan kira-kira bergeser dari daerah pundak (gumba) yang bertebal dan

3 11 berangsur-angsur semakin tipis sampai ke daerah ekor, sedangkan secara lateral maka daerah tulang punggung bertebal dan berangsur-angsur menipis ke daerah perut. Kepadatan dari pada jaringan serat kolagen pun tidak sama pada daerah satu dan lainnya. Daerah tulang punggung adalah yang terpadat yang berangsurangsur semakin longgar pada daerah yang menjauhi daerah ini kecuali didaerah kaki yang dibeberapa tempat terdapat daerah-daerah yang berjaringan padat (Judoamidjojo, 1974). Menurut Judoamidjojo (1974), secara topografi (Ilustrasi 1) kulit hewan terdiri dari beberapa daerah sebagai berikut : a. Daerah croupon (butt), daerah ini mempunyai mutu yang relatif paling baik dibandingkan dengan daerah-daerah yang lain. Daerah ini meliputi kira-kira 55% dari seluruh kulit dan mempunyai jaringan kuat, rapat, padat, dan merata. b. Daerah kepala dan leher, daerah ini relatif lebih tebal daripada daerah croupon dan daerah lain tetapi mempunyai tenunan yang lebih longgar dibandingkan dengan daerah croupon dan kira-kira 23% dari seluruh kulit. c. Daerah kaki, perut dan ekor, daerah ini meliputi kira-kira 22% dari seluruh kulit. Pada daerah perut, kulit relatif tipis dan bertenunan longgar sedangkan daerah kaki lebih tebal dan bertenunan lebih padat. Keterangan : a. Croupon b. Kepala dan Leher c. Kaki, Perut, dan Ekor Ilustrasi 1. Pembagian Kulit Hewan secara Topografi (Judoamidjojo, 1974)

4 12 Menurut Purnomo (1991) kulit mentah segar mengandung 65% air, lemak 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas 3 lapisanyaitu lapisan epidermis, lapisan corium atau cutis, dan lapisan subcutis. Lapisan dermis dibuang sampai bersih. Lapisan corium atau dermis sebagian besar terdiri dari jaringan serat kolagen, elastin, dan retikulin. Lapisan subcutis akan terlepas pada saat pengapuran (Judoamidjojo, 1974) Pengawetan Kulit Kulit mentah segar (yang baru ditanggalkan dari hewannya) bersifat mudah busuk karena merupakan media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya mikroorganisme (Judoamidjojo, 1974). Selain itu, sebabsebab kulit mentah perlu diawetkan adalah karena proses pengolahan kulit pada umumnya tidak dilakukan segera setelah pengulitan, dalam proses penimbunan dan pemasaran kulit mentah memerlukan proses mutasi dan transportasi (Djojowidagdo, 1979). Pengawetan kulit secara umum didefinisikan sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah terjadinya lisis atau degradasi komponen-komponen dalam jaringan kulit. Prinsip pengawetan kulit adalah menciptakan kondisi yang tidak cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme perusak kulit. Hal tersebut dilakukan dengan mengurangi kadar air yang terkandung didalamnya sampai batas maksimum bagi kehidupan mikroorganisme (Judoamidjojo, 1974). Menurut Aten dkk (1995), beberapa metode dalam pengawetan kulit adalah pengeringan, penggaraman (penggaraman kering dan basah) dan pengasaman (pickle). Perbedaan yang nyata dari prinsip-prinsip tersebut adalah kadar air kulit awetnya. Pengawetan dengan pengeringan kadar air maksimal

5 13 hanya 12-15%, sedangkan pada pemberian bahan pengawet kadar air kulit minimal sekitar 40% dan untuk kombinasi dari kedua prinsip tersebut akan menghasilkan kadar air maksimal 25-30% (Judoamidjojo, 1974). Metode pengawetan dengan cara kering garam menghasilkan kualitas kulit awetan yang sangat baik. Hal ini dapat dilihat mudahnya proses perendaman yang dapat memudahkan proses selanjutnya sehingga kualitas kulit samak menjadi baik. Pengawetan kulit dengan cara penggaraman kristal dapat dilakukan apabila kulit kelinci disimpan untuk waktu yang tidak terlalu lama (Rossuartini dkk, 1999). Pengawetan dengan cara penggaraman mengakibatkan penyusutan luas kulit setelah pengeringan membuat bulu lebih kuat oleh lapisan epidermis sehingga tidak mudah rontok. Kadar air kulit segar yang berasal 60-65% setelah proses penggaraman menjadi 15% (Rossuartini dkk, 1999). Jumlah garam yang banyak dapat mengadakan plasmolisa sel-sel mikroorganisme. Chlorida dalam garam berguna sebagai racun mikroorganisme (Frazier, 1976). Pada pengawetan kulit, perubahan komposisi kimia dan sifat-sifat fisis terjadi selama penyimpanan diantaranya denaturasi bahkan degradasi dari komponen penyusun kulit. Banyak sedikitnya air yang terkandung dan diserap kulit akan mempengaruhi sifat-sifat fisis. Sifat-sifat fisis kulit adalah ketahanan kulit terhadap pengaruh luar, antara lain pengaruh mekanik dan lingkungan. Dalam penyimpanan terjadi peristiwa hidrolisis di dalam kulit (Pertiwiningrum, 1998). Pemberian garam pada penggaraman kering berjumlah 40-50% untuk kulit pedet dan 30-40% untuk kulit hewan besar dari berat kulit segar dengan lama penggaraman 1 2 hari untuk kulit pedet dan 3 4 hari untuk kulit hewan besar

6 14 (Djojowidagdo, 1979). Menurut Sasanadharma (1992) pengawetan kulit kelinci Rex yang terbaik adalah dengan penggaraman 30% menghasilkan kulit jadi dengan mutu dibawah kulit segar dan lebih baik dibandingkan dengan pengawetan dengan cara kering biasa dan kering racun. Sama hal nya dengan Anwar (2002) bahwa pengawetan terbaik adalah dengan garam tidak jenuh yang menggunakan 30% garam tidak seperti garam jenuh, larutan garam, dan penggaraman basah yang mendapatkan penambahan garam kembali. Bienkiewicz (1983) menambahakan bahwa pada semua penggaraman terdapat reaksi osmotik dari garam ke kulit karena garam dari permukaan menyerap air yang ada di dalam kulit. Pada perlakuan pengawetan garam jenuh penaburan garam ke bagian subcutis kulit lebih banyak daripada perlakuan pengawetan garam tidak jenuh sehingga banyaknya air yang terserap akibat sifat higroskopis garam ini berbeda Kerupuk Kulit Kerupuk kulit adalah produk makanan ringan, dibuat dari kulit sapi (Bos indicus), atau kerbau (Bos bubalus) melalui tahap proses pembuangan bulu, pengembangan kulit, perebusan, pengeringan dan perendaman bumbu untuk kerupuk mentah atau dilanjutkan penggorengan untuk kerupuk kulit siap dikonsumsi (SNI ). Syarat mutu kerupuk kulit tercantum pada Tabel 1.

7 15 Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Kulit (SNI, 1996) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mentah Siap dikonsumsi 1. Keadaan : 1.1. Bau - normal normal 1.2. Rasa - khas khas 1.3. Warna - normal normal 1.4. Tekstur - renyah renyah 2. Keutuhan % b/b min.95 min Benda-benda asing, - Tidak boleh ada Tidak boleh ada serangga, dan potonganpotongannya 4. Air % b/b maks.8 maks.6 5. Abu tanpa garam % b/b maks.1 maks.1 6. Asam lemak bebas % b/b maks.1,0 maks.0,5 (dihitung sebagai asam laurat) 7. Cemaran logam : 7.1. Timbal (Pb) mg/kg maks.2,0 maks.2, Tembaga (Cu) mg/kg maks.20,0 maks.20, Seng (Zn) mg/kg maks.40,0 maks.40, Timah (Sn) mg/kg maks.40,0 maks.40, Raksa (Hg) mg/kg maks.0,03 maks.0,03 8. Arsen (As) mg/kg maks.1,0 maks.1,0 9. Cemaran mikroba : 9.1. Angka lempeng total koloni/g maks.5 x 10 4 maks.5 x Coliform APM/g < 3 < Salmonella koloni/g negatif negatif Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa syarat mutu kerupuk kulit mentah maupun siap dikonsumsi harus memiliki bau normal, rasa khas, warna normal, tekstur renyah, keutuhan minimal 95%, dan tidak boleh ada benda-benda asing seperti serangga dan potongan-potongannya didalamnya. Terdapat perbedaan persyaratan kandungan air, pada kerupuk kulit mentah maksimal 8% sedangkan pada kerupuk kulit siap dikonsumsi maksimal 6% dan persyaratan komposisi kimia lainnya memiliki nilai yang sama.

8 Proses Pembuatan Kerupuk Kulit Perendaman Tujuan perendaman adalah sebagai berikut (Judoamidjojo, 1980): a. Melemaskan kulit, terutama kulit kering, sehingga mendekati kulit hewan yang baru lepas dari badannya (kulit segar). Dalam hal ini terjadi peresapan air ke dalam jaringan atau tenunan kulit (rehidrasi). Untuk kulit segar atau kulit awet garam, cukup dicuci dengan air mengalir (Purnomo, 1991). b. Membuang darah, feses, tanah dan lain-lain bahan atau zat-zat asing yang tidak hilang pada waktu pengawetan. c. Membuka tenunan kulit, artinya tenunan kulit disiapkan untuk dapat bereaksi dengan bahan kimia yang akan dibubuhkan kemudian. d. Membuang garam karena garam dapat memberikan pengaruh kurang baik pada reaksi dalam proses lebih lanjut. Faktor utama yang perlu diperhatikan pada proses perendaman adalah waktu perendaman, karena kulit adalah bahan yang mudah rusak oleh mikroorganisme jadi lamanya perendaman sebaiknya tidak lebih dari 24 jam (Purnomo, 1991). Pembuangan Bulu Proses pembuangan bulu yang paling mudah adalah dengan pengapuran. Tujuan proses pengapuran yang dikemukakan oleh Judoamidjojo (1980) sebagai berikut: a. Untuk menghilangkan atau melepaskan epidermis sehingga baik rambut atau wol dapat lepas.

9 17 b. Untuk menghilangkan kelenjar keringat, urat saraf, vena dan pembuluh darah yang terdapat dalam substansi kulit. c. Untuk memperlunak dan menghilangkan tenunan retikular, menggabungkan fibril serta membuka tenunan serat. d. Untuk membengkakkan sisa-sisa daging serta tenunan pengikat yang terdapat pada permukaan daging guna memudahkan pembuangannya dalam pengerjaan lebih lanjut. Menurut Judoamidjojo (1980) banyaknya kapur dalam proses pengapuran sebesar 0,4 kg kapur dalam 5 liter air untuk 1 kg kulit, sama halnya dengan pendapat Amertaningtyas dkk (2010) bahwa teknik buang bulu yang paling baik adalah dengan menggunakan konsentrasi kapur 2 0 Be sebesar 4% untuk menghasilkan kualitas kerupuk kulit kelinci terbaik. Buang kapur dilakukan setelah kulit mengalami pengapuran dengan cara mencuci dengan air yang mengalir sambil diperas dengan tangan, tetapi jika dikerjakan dengan air mengalir di atas bangku kulit berkali-kali serta dikerok menggunakan pisau tumpul maka zat kapur dapat diperas ke luar dari kulit (Judoamidjojo, 1980). Perebusan Menurut Sudarminto dkk (2000) bahwa lama perebusan akan meningkatkan kadar air, volume kerupuk mentah dan matang, daya rekah, sedangkan daya patah dan kadar protein akan mengalami pernurunan sebagai akibat dari lama perebusan. Pemanasan terhadap kolagen pada suhu >80 0 C akan mengubah kolagen menjadi gelatin. Kulit akan menyerap air dan mengalami

10 18 superkontraksi dari panjang semula. Dalam kondisi ini kulit menjadi matang, tekstur yang dihasilkan lunak dan warna kulir transparan (Widati dkk, 2007). Pemotongan Kulit Menurut Sutejo (2000) bahwa pemotongan kulit melalui cara pengguntingan dengan posisi miring di setiap sisinya. Tujuan pengguntingan dengan cara ini adalah untuk mendapatkan hasil potongan dalam jumlah maksimal. Kulit yang telah ditiriskan dan dibersihkan dari lapisan subcutis selanjutnya digunting dengan ukuran 2 x 3 cm. Pemotongan dilakukan untuk menghasilkan kulit dengan luas yang cukup sehingga memudahkan perambatan panas yang akan mempercepat proses pengeringan. Pada saat penggorengan kerupuk cepat terambati oleh panas yang akan memudahkan minyak mendorong dan melepaskan air yang masih tersisa sehingga kerupuk mengembang sempurna. Pengeringan Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai batas mikroba tidak dapat tumbuh (Buckle dkk, 1985). Pengeringan ini dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau alat pengering. Menurut Buckle dkk (1985) keuntungan utama dehidrasi (pengeringan) dengan menggunakan sinar matahari adalah : 1) Bobot menjadi ringan karena kandungan air pada bahan pangan yang semula sekitar 60 90% sebagian dikeluarkan dengan dehidrasi.

11 19 2) Produk yang dikeringkan membutuhkan tempat lebih sedikit dari aslinya. 3) Stabil pada suhu penyimpanan, yaitu suhu kamar, tetapi ada batasan pada suhu penyimpanan maksimal untuk masa simpan yang cukup baik. Sedangkan kerugiannya adalah : 1) Semua bahan pangan mempunyai derajat kepekaan terhadap panas tertentu dan dapat menimbulkan bau gosong pada kondisi pengeringan yang tidak terkendalikan. 2) Hilangnya flavor yang mudah menguap. 3) Reaksi pencoklatan non enzimatis. Kerupuk mentah dikatakan kering apabila bersifat keras dan mudah dipatahkan (getas), sedangkan yang belum cukup kering bersifat keras tetapi tidak getas dan kerupuk mentah yang basah sekali bersifat lentur dan tidak getas.pengeringan menggunakan panas matahari dilakukan selama 2 hari bila cuaca cerah dan sekitar 4 5 hari bila cuaca kurang cerah (Koswara, 2009). Apabila kulit tidak dijemur sampai kering dapat membuat kerupuk hancur pada saat penggorengan (Amertaningtyas, 2011). Penggorengan Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan dalam ketel penggorengan. Pada umumnya proses penggorengan ada dua macam yaitu proses gangsa (pan frying) dan menggoreng biasa (deep frying). Pada proses gangsa, bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak. Pada proses penggorengan dengan sistem deep frying, bahan pangan digoreng terendam dalam minyak (Ketaren, 1986).

12 20 Pada proses penggorengan dengan sistem deep frying, suhu minyak dapat mencapai C tapi untuk menggoreng berbagai jenis kerupuk yang terbaik pada suhu C. Pada proses gangsa, suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu pemanasan pada sistem deep frying (Ketaren, 1986). Prinsip penggorengan sistem deep frying dapat dilihat pada Ilustrasi 2, ditunjukkan input dari ketel penggorengan adalah minyak, bahan pangan yang digoreng dan panas, sedangkan outputnya adalah bahan pangan hasil gorengan, uap panas, minyak jelantah, hasil samping berminyak dan potongan-potongan bahan pangan (Ketaren, 1986). Ilustrasi 2. Proses penggorengan sistem deep frying (Ketaren, 1986) Penampakan potongan melintang dari bahan pangan yang digoreng dapat dilihat pada Ilustasi 3. Ilustrasi 3. Penampang melintang makanan goreng (Ketaren, 1986) Ilustrasi di atas memperlihatkan potongan melintang dari bahan pangan digoreng. Inner zone atau core merupakan bagian dalam dari bahan pangan

13 21 berkadar air tinggi dan umum terdapat pada bahan pangan yang digoreng. Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak yang masuk ke dalam bahan pangan. Proses pemasakan ini dapat merubah atau tidak merubah karakter bahan pangan, tergantung dari bahan pangan yang digoreng. Permukaan lapisan luar (outer zone surface) akan berwarna coklat kemasan akibat penggorengan. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi Maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan, sedangkan jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan. Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng yang mengembang dan renyah. Pada saat proses penggorengan, kerupuk mentah mengalami pemanasan pada suhu tinggi, sehingga molekul air yang masih terikat pada struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap yang mengembangkan struktur kerupuk tersebut (Lavlinesia, 1998). Secara umum cara penggorengan kerupuk ada dua macam, yaitu penggorengan langsung dalam minyak yang telah dipanaskan dan penggorengan dengan mencelupkan terlebih dahulu kerupuk mentah yang akan digoreng dalam minyak dingin atau minyak hangat baru kemudian digoreng dalam minyak yang telah dipanaskan untuk mendapatkan pengembangan kerupuk (Koswara, 2009) 2.6. Sifat Fisik Kerupuk Kulit Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen

14 22 berdasarkan persentase perbandingan antar berat akhir dengan berat awal proses (Amiarso, 2003). Rendemen dapat dinyatakan dalam desimal atau persen. Rendemen dipengaruhi oleh kadar air. Semakin kecil kadar air yang terkandung dalam produk (berarti semakin besar jumlah air yang menguap) maka nilai rendemennya semakin kecil dan demikian sebaliknya, semakin besar kadar air yang terkandung dalam produk (berarti semakin kecil jumlah air yang menguap) maka nilai rendemennya semakin besar (Wulandari, 2002) Daya Rekah Daya rekah merupakan kemampuan pengembangan produk kering hasil tekanan uap air, udara, dan gas lain yang diperoleh dari pemanasan kemudian mendesak struktur bahan, sehingga menimbulkan penggosongan yang membentuk kantong-kantong udara pad kerupuk (Nabil, 1983). Pengembangan merupakan salah satu parameter mutu kerupuk goreng (Muliawan, 1991). Menurut Lavlinesia (1995), daya rekah kerupuk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a) Sumber pati yang digunakan. Penggunaan sumber pati yang berbeda akan menghasilkan daya rekah kerupuk yang berbeda. Penggunaan pati tapioka dan sagu memberikan derajat pengembangan linear yang tinggi dibandingkan dari jenis pati lainnya pada pembuatan kerupuk. b) Kandungan dan jenis protein. Kandungan protein yang tinggi cenderung menurunkan daya rekah kerupuk. Selain jumlah protein yang mempengaruhi daya rekah kerupuk,

15 23 sumber protein yang berbeda juga berpengaruh terhadap daya rekah kerupuk. c) Kadar air. Pengembangan kerupuk selama digoreng sangat ditentukan oleh kandungan air yang terikat pada kerupuk sebelum digoreng. Jumlah air yangterikat dalam bahan akan menentukan banyaknya letusan yang menguap selama penggorengan. Jumlah uap air yang terdapat di dalam bahan, selain ditentukan oleh lamanya pengeringan, suhu penggorengan, kecepatan aliran udara, kondisi bahan dan cara penumpukan. Selain itu juga dipengaruhi oleh penambahan air sewaktu pembuatan adonan pada proses gelatinisasi. d) Suhu penggorengan. Kerupuk yang digoreng dalam minyak yang kurang panas dalam waktu yang lama akan dihasilkan pengembangan yang kurang baik, sedangkan bila suhu penggorengan yang terlampau panas, walaupun waktu dibutuhkan untuk mengembang lebih cepat akan tetapi kerupuk goreng akan mudah hangus. e) Penggunaan bahan pengembang. Penggunaan bahan pengembang seperti soda kue, soda abu dan amoniak kue dapat meningkatkan kerupuk sekitar 20 %. f) Pengadukan berpengaruh terhadap volume pengembangan karena berkaitan dengan pengumpulan udara, gas dan juga proses gelatinisasi pati.

16 Kerenyahan Kerenyahan merupakan indikator bahwa kerupuk dapat dikonsumsi atau tidak, jika renyah dimungkinkan produk tersebut dapat dikonsumsi. Kerenyahan dipengaruhi oleh daya rekah, makin tinggi daya rekah semakin tinggi pula kerenyahannya (Amertaningtyas dkk, 2010). Menurut Muliawan (1991) kekerasan kerupuk dipengaruhi oleh kadar air kerupuk mentah. Peningkatan kekerasan menyebabkan penurunan daya rekah. Penurunan daya rekah menunjukkan pembentukan rongga-rongga udara yang semakin menurun, sehingga kekerasan kerupuk meningkat. Kekerasan berbanding terbalik dengan kerenyahan, semakin tinggi nilai kerenyahannya maka semakin rendah nilai kekerasannya (Wulandari, 2002) Garam Dapur Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu C (Burhanuddin, 2001) Garam biasa ditambahkan pada proses pengolahan tertentu. Penambahan garam tersebut bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang menghasilkan enzim atau mikroorganisme yang tahan garam (halofilik) bereaksi menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu. Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme

17 25 yang tahan garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Pengolahan dengan garam biasanya merupakan kombinasi dengan pengolahan lain seperti fermentasi dan enzimatis (Desrosier, 1988). Peran garam NaCl dalam proses pengawetan yang dikemukakan oleh Frazier (1976) adalah sebagai berikut : - Garam NaCl dalam larutannya akan terurai menjadi anion (Na + ) yang menghambat pertumbuhan bakteri dan kation (Cl - ) yang dapat menurunkan daya larut O 2 dari udara, - Bekerjanya sistem osmosa terhadap bakteri hidup, karena sel-sel bakteri hidup bekerja sebagai membrane yang semi-permeabel maka larutan garam yang ada di sekelilingnya dapat menarik air, sehingga terjadi proses plasmolysis pada tubuh bakteri, - Dehidratasi, bakteri kekurangan air karena plasmolysis dimana air yang ada pada sel bakteri ditarik keluar, yang mengakibatkan hancurnya dinding sel bakteri dan terjadi pengeringan, - Garam dalam kadar yang tinggi akan mengekstraksi air dari bahan maupun bakteri, sehingga menghilangkan syarat hidup bakteri pembusuk dan menyebabkan bahan pangan menjadi awet. Widati dkk (2007) meneliti mengenai pengaruh lama pengapuran terhadap kadar air, kadar protein, kadar kalsium, daya rekah dan sifat organoleptik kerupuk kulit sapi. Hasilnya menunjukkan bahwa waktu pengapuran yang semakin tinggi akan menghasilkan kadar kalsium, kerenyahan, rasa, dan daya rekah semakin tinggi, sedangkan kadar air dan kadar protein memberikan nilai yang lebih rendah

18 26 yang terbaik pada proses pengapuran selama 4 hari. Kerupuk kulit tersebut mempunyai kandungan protein sebesar 6,10%, kadar air 0,11%, kadar kalsium 1,88%, daya rekah 372,12%, skor kerenyahan 5,38 dan skor rasa 6,89. Semakin lama proses pengapuran, maka proses penghilangan globular protein maupun perontokkan bulu bisa berjalan dengan baik, yang mengakibatkan sebagian lemak tersabun menjadi sabun kalsium yang tidak larut dalam air, sehingga air akan sulit terserap dalam kulit dan hal ini akan meningkatkan daya rekah dari kerupuk kulit sapi yang dihasilkan. Amertaningtyas dkk (2009 dan 2010) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan kualitas pada teknik buang bulu pembuatan kerupuk kulit kelinci. Perbedaan teknik buang bulu tersebut memberikan perbedaan kualitas kadar air, daya rekah, dan organoleptik (kerenyahan dan rasa). Teknik buang bulu dengan cara pengapuran (4%) menghasilkan kerupuk kulit kelinci paling baik dengan nilai kadar air 1,5922%, daya rekah 855,3798%, skor kerenyahan 4,067 dan rasa 4,053 dibandingkan dengan cara perebusan (suhu 50 0 C selama 3 5 menit) yang menghasilkan nilai kadar air 0,0635%, daya rekah 330,8329%, skor kerenyahan 3,587 dan rasa 3,877. Sabtu, Soemitro, dan Soeharjono (2000) menjelaskan bahwa sifat fisik, kimia dan organoleptik kerupuk kulit kerbau yang dibuat dari stratum papilare sama dengan stratum retikulare. Kualitas sifat fisik dan organoleptik dipengaruhi oleh lama perebusan dan lama pengungkepan yang terbaik bila direbus selama lebih dari 60 menit pada suhu 90 0 C dan diungkep minimal selama 6 jam pada suhu C. Widati (1988) menjelaskan bahwa proses perebusan terbaik pada pembuatan kerupuk kulit kelinci yaitu selama yang ditunjukkan dengan

19 27 tingkat pengembangan kerupuk kulit kelinci paling besar dan pengaruh perebusan tersebut juga akan menurunkan kadar air kerupuk kelinci sebelum digoreng. Cayana dan Sumang (2008) meneliti bahwa perendaman dengan air kapur memberikan kemekaran 13,33% yang lebih baik dibanding dengan perendaman dengan asam cukadengan kemekaran 7,92%. Kandungan gizi kerupuk kulit cakar ayam dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Gizi Kerupuk Kulit Cakar Ayam Zat Gizi Kandungan (%) Kapur Sirih Asam Cuka Air 16,45 16,45 Protein 45,43 45,43 Lemak 21,45 19,42 Abu 8,87 6,72 Sumber : Cayana dan Sumang (2008) Kartiwa (2002) membuat kerupuk kulit dari ikan kambing-kambing, ternyata metode blanching dengan larutan kapur 5% pada suhu 50 0 C selama 10 menit menghasilkan kerupuk kulit dengan tingkat penyusutan paling kecil (9,72%) dan tingkat kemekaran yang terbaik,serta kandungan gizi masih cukup tinggi, yaitu kadar protein 43,35 79,96% (bb) dan kadar lemak 0,14 0,85%. Malawat dkk (1994) membuat kerupuk kulit dari ikan cucut, ternyata perebusan kulit cucut selama 45 menit dalam larutan garam 10% menghasilkan komposisi kimia dengan kadar air 12%, protein 75,6%, lemak 3,1%, abu 2,7%, dengan kandungan asam amino essensial yang sedikit dan mempunyai daya rekah 2 3 kali serta rendemen 27%. Wulandari (2002) menjelaskan bahwa adanya perbedaan kualitas kerupuk kulit itik yang mendapat perlakuan pengeringan dan tanpa pengeringan sebelum digoreng. Metode pembuatan kerupuk kulit dengan tahap tanpa pengeringan menghasilkan kerupuk kulit itik yang terbaik dengan nilai rendemen 21,14%, volume pengembangan 64,27%, kekerasan 1,559 kgf/mm, skor warna 2,20,

20 28 kerenyahan 2,52, dan rasa 3,44, sedangkan melalui tahap pengeringan menghasilkan rendemen 16,49%, volume pengembangan 23,38%, kekerasan 2,504 kgf/mm, skor warna 4,60, kerenyahan 4,00, dan rasa 3,40 Suryani (2007) menjelaskan bahwa adanya perbedaan kualitas kerupuk kulit kambing PE (Peranakan Etawa) dan PB (Peranakan Boer) ditinjau dari kadar air, daya rekah, rasa dan kerenyahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air dan rasa kerupuk kulit kambing PE tidak berbeda nyata dengan PB, sedangkan daya rekah dan kerenyahan berbeda nyata. Kualitas kerupuk kulit kambing PB menghasilkan nilai daya rekah 416,67%, kadar air 3,22%, skor rasa 4,48 dan kerenyahan 4,75 lebih baik dibandingkan kualitas kerupuk kulit kambing PE dengan nilai daya rekah 600%, kadar air 3,26%, skor rasa 4,11 dan kerenyahan 4,38 meskipun keduanya masih memenuhi standar SNI. Alawiyah (1999) menjelaskan bahwa kerupuk kulit kerbau yang digoreng dengan minyak menghasilkan kadar air 5,52%, kadar lemak 31,86%, kadar protein 63,93%, volume pengembangan 2193%, dan nilai rata-rata kerenyahan sebesar 5,2 sedangkan kerupuk yang digoreng dengan oven gelombang mikro memiliki kadar air 3,52%, kadar lemak 2,61%, kadar protein 88,13%, volume pengembangan 1847% dan nilai rata-rata kerenyahan sebesar 4, Sifat Organoleptik Penilaian dengan indera manusia menggunakan indera penglihatan, indera penciuman, dan indera pencicipan adalah instrumen yang digunakan dalam analisis sensori. Penilaian ini sudah ada sejak manusia mulai menggunakan inderanya untuk menilai kualitas dan keamanan suatu makanan dan minuman. Faktor yang berhubungan dengan organoleptik antara lain warna, aroma, rasa,

21 29 kerenyahan, dan total penerimaan. Penilaian terhadap kerupuk kulit tergantung tingkat kesukaan dan selera konsumen dan kepuasan mengkonsumsi kerupuk kulit, yang dipengaruhi oleh sifat fisik serta masing-masing individu (Soewarno, 1985). Uji penerimaan menyangkut nilai seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Uji penerimaan termasuk uji kesukaan (hedonik). Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Dalam menganalisis skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik dan menurun tingkat kesukaan, dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis statistik (Setyaningsih dkk, 2010). Dalam pengujian organoleptik dilakukan oleh orang atau kelompok orang yang disebut panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Penggunaan panel dapat berbeda tergantung dari tujuan. Ada 6 macam panel yang biasa digunakan dalam penelitian organoleptik (Soewarno, 1985) sebagai berikut : 1. Panel pencicip perorangan Panel pencicip peroorangan disebut juga pencicip tradisional, memiliki kepekaan indrawi yang sangat tinggi. Keistimewaan pencicip ini adalah dalam waktu yang sangat singkat dapat menilai mutu dengan tepat, bahkan dapat menilai pengaruh dari proses yang dilakukan dan penggunaan bahan baku. 2. Panel pencicip terbatas Panel pencicip terbatas dengan menggunakan 3 5 orang ahli yang memiliki tingkat kepekaan tinggi, berpengalaman, terlatih, dan kompeten

22 30 untuk menilai beberapa atribut mutu sensori. Hasil penilaian adalah kesepakatan dari anggota panel. 3. Panel terlatih Panel terlatih adalah panel yang anggotanya orang berasal dari personal laboratorium atau pegawai yang terlatih secara khusus untuk kegiatan pengujian. Kemampuan terbatas pada uji yang masih parsial (tidak menyeluruh pada semua atribut utuh). Hasil pengujian yang diperoleh dari pengolahan data seccara statistik, sehingga untuk beberapa jenis uji sangat tepat dan dapat bersifat representative (mewakili). 4. Panel agak terlatih Diantara panel terlatih dan tidak terlatih anggotanya orang. Panel ini tidak dipilih menurut prosedur pemilihan panel terlatih, tetapi juga tidak diambil dari prosedur pemilihan tidak terlatih. Termasuk dalam kategori panel agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa atau staf ahli yang dijadikan panelis secara musiman atau hanya kadang-kadang. Kalau akan dijadikan panel mereka dikumpulkan dan dilatih sebentar atau diberi penjelasan secukupnya. 5. Panel tak terlatih Panel yang anggotanya tidak tetap, anggotanya orang dapat dari karyawan atau bahkan dari tamu yang datang ke perusahaan. Seleksi hanya berdasarkan latar belakang sosial seperti latar belakang pendidikan, asal daerah, kelas ekonomi dalam masyarakat, dan sebagainya. 6. Panel konsumen Panel ini mempunyai anggota orang. Pengujiannya biasanya mengenai uji kesukaan dan dilakukan sebelum pengujian pasar. Hasil uji

23 31 kesukaan dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu jenis makanan dapat diterima oleh masyarakat. Anggota panel konsumen dapat diambil dari sejumlah orang yang ada di pasar atau dapat pula dilakukan dengan mendatangi rumah konsumen.

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci, 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerupuk adalah bahan cemilan bertekstur kering, memiliki rasa yang enak dan renyah sehingga dapat membangkitkan selera makan serta disukai oleh semua lapisan masyarakat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

B. Struktur Kulit Ikan

B. Struktur Kulit Ikan B. Struktur Kulit Ikan 1. Struktur Kulit Kulit adalah lapisan luar tubuh hewan yang merupakan suatu kerangka luar dan tempat bulu hewan tumbuh atau tempat melekatnya sisik (Sunarto, 2001). Kulit tidak

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad METODA PENGAWETAN KULIT BULU (FUR) KELINCI REX DENGAN CARA PENGGARAMAN KERING (DRY SALTING) ROSSUARTINI DAN R. DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Berbagai metoda pengawetan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerupuk Kerupuk merupakan jenis makanan kering dengan bahan baku tepung tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa misalnya, kerupuk udang, kerupuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mie kering Mie adalah produk olahan makanan yang berbahan dasar tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (Faridah

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh,

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh, II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Garut Asal usul domba Garut diyakini berasal dari Kabupaten Garut sebagai Sumber Daya Genetik Ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh, Cikandang, dan Cikeris,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk Kerupuk merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung tapioka atau sagu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan lain yang diizinkan, serta disiapkan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tahu Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakar Bakso merupakan produk daging olahan yang berasal dari daging sapi. Menurut SNI 01 3818 1995 definisi dari bakso daging yaitu produk makanan yang berbentuk bulat,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang Lokal 1 dan Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment Rendemen_Kelolosan N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 6 91.03550

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN 1 DAFTAR ISI I. Kata Pengantar II. Daftar Isi III. Pendahuluan...1 IV. Bahan Tambahan 1. Pemanis...1 2. Asam Sitrat...1 3. Pewarna...1 4. Pengawet...2 5. Penstabil...2 V. Bentuk Olahan 1. Dodol...2 2.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Syarat Mutu Sosis Daging Menurut SNI

Lampiran 1. Syarat Mutu Sosis Daging Menurut SNI LAMPIRAN 69 70 Lampiran 1. Syarat Mutu Sosis Daging Menurut SNI 01-3820-1995 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - Bulat Panjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Jahe untuk bahan baku obat

Jahe untuk bahan baku obat Standar Nasional Indonesia Jahe untuk bahan baku obat ICS 11.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

8. LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil Uji Pendahuluan

8. LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil Uji Pendahuluan 8. LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Uji Pendahuluan Bahan Subtitusi Pengeringan Subtitusi nanas Parameter Bonggol Daging nanas buah nanas Sangrai Oven 75% 50% 25% Overall 2,647 2,653 2,513 2,787 2,880 2,760

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seluruh lapisan masyarakat indonesia. Kebutuhan akan minyak goreng setiap tahun mengalami peningkatan karena makanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu hasil dari ternak yang memiliki kandungan gizi lengkap yang disukai oleh masyarakat. Daging yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gembili Menurut Nur Richana (2012), gembili diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh- tumbuhan) Divisio : Magnoliophyta ( tumbuhan berbiji

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini, 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Itik merupakan salah satu unggas air yang lebih dikenal dibanding dengan jenis unggas air lainnya seperti angsa dan entog. Itik termasuk ke dalam kelas Aves,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Ayam Ayam merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino essensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Susy Lesmayati 1 dan Retno Endrasari 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan 2 Balai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR LINGKUNGAN BISNIS BISNIS RAMBAK KULIT IKAN

TUGAS AKHIR LINGKUNGAN BISNIS BISNIS RAMBAK KULIT IKAN TUGAS AKHIR LINGKUNGAN BISNIS BISNIS RAMBAK KULIT IKAN MUHAMAD AZIS MUSLIM KELAS : 11-D3MI-01) NIM : 11.02.7919 KELOMPOK : A STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 ABSTRAK Karya tulis ini dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada dinding-dinding alveoli dalam pundi susu hewan yang sedang menyusui anaknya.

Lebih terperinci