IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komponen Kimia Tempurung Kemiri Hasil analisa komponen kimia tempurung kemiri yang digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Komponen kimia tempurung kemiri No. Komponen Kadar (% dari berat kayu) Holoselulosa (Polisakarida) Pentosan Lignin Ekstraktif : - Larut air dingin - Larut air panas - Larut alkohol-benzena (1:2) - Larut NaOH 1% 49,22 14,55 54,46 1,96 6,18 2,69 17,14 5. Abu 8,73 Pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa tempurung kemiri mengandung holoselulosa sebesar 49,22 %. Kadar holoselulosa (polisakarida) tempurung kemiri ini lebih rendah dari polisakarida kayu yang besarnya antara % (Fengel dan Wegener, 1995), akan tetapi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kadar holoselulosa pada tempurung Brazil nut yang besarnya 48,5 % (Bonelli et al. 2001). Hemiselulosa kayu tersusun dari lima jenis gula : 3 heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa), dan 2 pentosa (xilosa dan arabinosa) (Achmadi, 1990). Pada penetapan pentosa yang dilakukan dengan cara gravimetri didapatkan kadar pentosa tempurung kemiri sebesar 14,55 %. Lignin merupakan komponen kimia dalam bagian pohon yang selalu bergabung dengan selulosa dan bukan merupakan karbohidrat, melainkan didominasi oleh gugus aromatis berupa fenilpropana. Di dalam struktur jaringan kayu lignin terutama terdapat di dalam lamela tengah dan dinding sel primer (Fengel dan Wegener, 1995). Kandungan lignin dalam tempurung kemiri sebesar 54,68 %. Kadar lignin tempurung kemiri ini relatif sama dengan kadar lignin tempurung Brazil nut yang besarnya 54,9 % (Bonelli et al. 2001), akan tetapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar lignin kayu pada umumnya yang

2 40 berkisar antara 20 40% (Fengel dan Wegener. 1995) dan hampir dua kali lebih tinggi dari lignin kayu kemiri itu sendiri yang besarnya 24,9% (Martawijaya et al. 2005). Achmadi (1990) menyatakan bahwa dari viskositasnya yang rendah, diketahui bahwa molekul lignin bersifat kompak. Selanjutnya dikemukakan bahwa komponen lignin lebih berperan dalam pembentukan arang dibandingkan dengan selulosa, dan lapisan arang membantu mengisolasi polimer dinding sel terhadap degradasi termal selanjutnya. Zat ekstraktif merupakan komponen kimia non struktural di dalam sel organ tumbuhan. Jumlah bahan ekstraktif yang terdapat dalam tumbuhan tergantung pada letaknya dan jenis tumbuhan. Zat ekstraktif pada tempurung kemiri yang larut dalam air dingin sebesar 1,96 %. Komponen utama yang larut air terdiri dari karbohidrat, protein dan garam-garam anorganik (Achmadi, 1990). Ekstraktif tempurung kemiri yang larut dalam air panas sebesar 6,18 %. Dalam proses ekstraksi dengan air panas, maka yang akan terlarut antara lain tanin, getah, gula, bahan pewarna dan pati (Fengel dan Wegener, 1995; ASTM, 1996). Zat ekstraktif tempurung kemiri yang larut dalam alkohol benzena sebesar 2,69 %. Zat ekstraktif yang dapat terlarut dalam pelarut organik seperti larutan alkoholbenzena antara lain lilin, lemak, resin, minyak dan tanin serta komponen tertentu yang tidak larut dalam eter (ASTM, 1996). Kelarutan ekstraktif tempurung kemiri dalam NaOH 1 % sebesar 17,14 %. Besarnya bahan yang larut dalam NaOH dapat digunakan sebagai indikator tingkat kerusakan pada bahan akibat pelapuk (decay), panas, cahaya dan oksidasi (Wardhani et al. 2005). Abu merupakan komponen penyusun sel tumbuhan yang tidak dapat larut dalam air atau pelarut organik. Kandungan abu tempurung kemiri sangat tinggi, yaitu sebesar 8,73 %. Kulit pada umumnya lebih kaya akan mineral daripada kayu. Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa hasil analisa unsur dalam kulit dan kayu pohon daun lebar menunjukkan kandungan abu dalam kulit biasanya lebih dari 10% dan sepuluh kali lebih tinggi daripada dalam kayu. Selanjutnya dikemukakan bahwa kommponen abu utama kayu adalah kalsium, kalium dan magnesium. Dalam banyak kayu jumlah Ca hingga 50% dan lebih dari unsur total dalam abu kayu. K dan Mg menduduki tempat kedua dan ketiga, diikuti Mn, Na, P dan Cl.

3 Rendemen Arang dan Arang Aktif Dari proses karbonisasi tempurung kemiri dalam tungku drum dihasilkan arang dengan rendemen rata-rata 39,49 % (38,50-41,30 %). Rendemen arang ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan rendemen arang tempurung kelapa hibrida yang besarnya 36,04 % (Nurhayati et al. 1997), akan tetapi lebih rendah daripada rendemen arang tempurung kemiri (50,00 %) yang berasal dari Mataram NTB yang dikarbonisasi menggunakan reaktor pirolisis (Darmawan, 2008). Rendemen arang yang diproses dengan retort berkisar %, sedang dengan tungku sekitar % (Sudrajat dan Soleh, 1994). Rendemen arang yang dihasilkan sangat bergantung pada jenis bahan baku, kadar air bahan baku serta teknologi pengolahan. Aktivasi arang tempurung kemiri dengan menggunakan berbagai perlakuan di dalam retort listrik menghasilkan arang aktif dengan rendemen seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rendemen arang aktif tempurung kemiri No. Perlakuan Rendemen (%) No. Perlakuan Rendemen (%) 1. A1W1S1 77,33 7. A2W1S1 77,00 2. A1W1S2 75,33 8. A2W1S2 72,67 3. A1S1S3 74,33 9. A2W1S3 63,00 4. A1W2S1 76, A2W2S1 75,67 5. A1W2S2 74, A2W2S2 69,33 6. A1W2S3 73, A2W2S3 56,67 Jumlah 865,67 Rata-rata 72,14 Keterangan : A1 = aktivator panas A2 = aktivator uap H 2 O W1 = waktu aktivasi 90 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi C S2 = suhu aktivasi C S3 = suhu aktivasi C Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa aktivasi arang tempurung kemiri menjadi arang aktif diperoleh rendemen antara 56,67 77,33 % dengan rata-rata 72,14 %.

4 42 Rendemen arang aktif dari hasil penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan rendemen arang aktif tempurung kemiri (47,30 70,80 %) yang diaktivasi dengan bahan kimia (H 3 PO 4 ) dan uap air pada suhu C selama 60 dan 90 menit (Hendra dan Darmawan, 2007). Juga lebih tinggi dibanding rendemen arang aktif tempururung kelapa (36,7 51,5 %) yang diaktivasi menggunakan uap pada suhu C selama 105 menit (Hartoyo dan Pari, 1993) maupun rendemen arang aktif kelapa hibrida (65, 82 %) yang diaktivasi dengan uap air pada suhu C (Rumidatul, 2006). Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa peningkatan suhu aktivasi cenderung menurunkan rendemen arang aktif. Peningkatan suhu aktivasi akan menyebabkan reaksi dalam retort semakin cepat dan berakibat pada peningkatan degradasi pada arang. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Paris et al. (2005) bahwa peningkatan suhu pada proses pembakaran akan mengakibatkan sebagian arang dapat berubah menjadi abu, gas CO, H 2 dan gas-gas hidrokarbon. Peningkatan waktu aktivasi juga mengakibatkan berkurangnya rendemen arang aktif. Semakin lama waktu aktivasi semakin banyak bagian arang yang terdegradasi. Di samping itu, aktivasi dengan uap H 2 O juga berpengaruh terhadap berkurangnya rendemen arang aktif dibanding tanpa menggunakan uap. Penggunaan uap H 2 O dalam proses aktivasi menyebabkan pencucian hidrokarbon yang terdapat pada permukaan arang sehingga menyebabkan berkurangnya berat arang aktif yang dihasilkan. 4.3 Struktur Tempurung Kemiri, Arang dan Arang Aktif Gugus Fungsi Analisa dengan FTIR (Fourier Transform Infrared) bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi dari bahan yang diamati dimana gugus fungsi tersebut dipakai untuk menduga sifat permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif. Hasil analisa spektrum serapan IR (infra red) dapat memberikan petunjuk tentang perubahan gugus fungsi senyawa akibat karbonisasi dan aktivasi. Gugus fungsi dari bahan yang berbeda karena perbedaan suhu dan lama aktivasi diperlihatkan pada Gambar 2, sedangkan serapan terhadap radiasi IR ditunjukkan oleh bilangan gelombang yang disajikan pada Tabel 4.

5 43 Tabel 4 Bilangan gelombang tempurung kemiri, arang dan arang aktif No. Bahan Bilangan gelombang (cm -1 ) Tempurung Arang Arang aktif A1W2S1 A1W2S2 A1W2S3 A2W1S3 A2W2S Keterangan : A1 = aktivator panas A2 = aktivator uap H 2 O W1 = waktu aktivasi 90 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi C S2 = suhu aktivasi C S3 = suhu aktivasi C Pola spektrum serapan IR dari bahan baku dan arang hasil karbonisasi mengalami perubahan oleh karena pengaruh suhu. Selama proses karbonisasi terjadi penguraian struktur kimia yang diperlihatkan oleh adanya perubahan spektrum, yaitu dengan menurunnya intensitas serapan di daerah bilangan gelombang 3402, 2928, 1427, dan 1038 cm -1. Serapan yang hilang ditunjukkan di daerah bilangan gelombang 1736, 1624, 1508, 1269 dan 1038 cm -1. Serapan yang bergeser terjadi di bilangan gelombang 2928 cm -1 ke 2924 cm -1 dan 1508 cm -1 ke 1581 cm -1. Pada arang yang dihasilkan terdapat serapan baru di daerah bilangan gelombang 2854 cm -1 dan 2527 cm -1. Proses karbonisasi pada pembuatan arang mengakibatkan perubahan gugus fungsi pada tempurung kemiri, yang diikuti terbentuknya senyawa baru pada hasil arang melalui mekanisme radikal. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Demibras (2005) bahwa makin tinggi suhu karbonisasi makin banyak gugus fungsi yang teroksidasi atau terurai sehingga menjadi hilang atau tingkat serapannya berkurang atau menyebabkan pergeseran bilangan gelombang serapan. Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada bahan baku tempurung kemiri antara lain adanya vibrasi OH regangan dengan serapan kuat di daerah bilangan gelombang 3402 cm -1, vibrasi C-H regangan alifatik (dari CH 3 dan CH 2 ) dengan serapan di bilangan gelombang 2928 cm -1, vibrasi C-H asimetri di bilangan gelombang 1427 cm -1, dan C-H regangan dari struktur aromatik

6 44 (berbagai subtitusi cincin benzena) pada bilangan gelombang 876, ikatan C=O (karbonil) di bilangan gelombang 1735 dan 1624 cm -1, Vibrasi cincin guasil (C=C) dengan serapan tajam di bilangan gelombang 1508 cm -1, gugus eter teridentifikasi dengan adanya vibrasi C-O di bilangan gelombang 1038 cm -1 dan vibrasi C-C di bilangan gelombang 1038 cm -1. Berdasarkan hasil analisa komponen kimia tempurung kemiri didapatkan kadar lignin sebesar 54,68 % dan holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) sebesar 49,22%. Menurut Achmadi (1990) lebih dari 2/3 unit fenilfropana dalam lignin dihubungkan melalui ikatan eter (C-O), sedangkan sisanya (1/3) melalui ikatan karbon-karbon (C-C), selulosa mempunyai gugus fungsi OH, sementara hemiselulosa mempunyai ikatan ester dan gugus asetil (CH 3 CO-). Selanjutnya dikemukakan bahwa ekstraktif yang memiliki gugus fungsi karboksil (-COOH) diantaranya asam karboksilat, asam resin dan asam lemak, alkohol dan sterol (triterpen) yang dijumpai dalam ekstraktif memiliki gugus hidroksil (-OH) sedangkan terpenoid dapat mengandung gugus fungsi hidroksil, karbonil, karboksil dan ester. Besarnya gugus hidroksil merupakan cerminan dari banyaknya senyawa kimia pada tempurung kemiri yang mengandung gugus OH seperti senyawa alkohol (dikoniferil alkohol dan furanmetanol), fenol (benzena, benzenadiol dan etanon) dan asam (asam asetat, asam hexana dan benzena asam asetat) dan dimana selengkapnya dapat dilihat pada hasil analisa Pyr-GCMS yang disajikan pada Lampiran 1. Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada arang hasil karbonisasi tempurung kemiri antara lain adanya pita serapan yang melebar dari vibrasi OH di bilangan gelombang 3406 cm -1 dari senyawa yang mengandung alkohol, vibrasi C-H regangan dari gugus metil (CH 3 ) dan metilen (CH 2 ) dengan serapan di bilangan gelombang 2924, 2854 dan 2527 cm -1, Vibrasi C-H asimetri dibilangan gelombang 1427 cm -1, vibrasi C-H regangan dari struktur aromatik ditunjukkan di bilangan gelombang 876 cm -1 dan vibrasi C-O di bilangan gelombang 1061 cm -1. Pola serapan IR pada arang dan arang aktif menunjukkan penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang cm -1. Pada bilangan gelombang tersebut merupakan daerah serapan gugus OH, dimana tempurung kemiri memiliki intensitas paling tinggi kemudian menurun setelah melalui proses karbonisasi dan aktivasi. Menurunnya intensitas serapan pada bilangan gelombang cm -1 merupakan petunjuk mulai terbentuknya

7 45 senyawa aromatik (Kimura dan Kaito, 2004). Senyawa tersebut merupakan penyusun struktur kristalit heksagonal arang dan arang aktif. C-H C-H C=O C-H C-H C=O O-H O-H C=O C=C C-H C-H C=O C-H C-H C=O C-H C=O C-O C=C C-H C-C O-H Keterangan : Tempurung kemiri Arang Arang aktif (Panas/120 mnt/550 0 C) Arang aktif (Panas/120 mnt/650 0 C) Arang aktif (Panas/120 mnt/750 0 C) Arang aktif (Uap/90 mnt/750 0 C) Arang aktif (Uap/120 mnt/750 0 C) Gambar 2 Spektogram FTIR pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif. Aktivasi dengan menggunakan uap air nampaknya tidak meningkatkan gugus OH pada arang aktif. Arang aktif tempurung kemiri yang dihasilkan dari semua perlakuan dalam penelitian ini secara umum memiliki gugus fungsi (jenis ikatan) dengan pola spektrum serapan IR yang relatif sama, dan hanya berbeda dalam intensitas serapannya. Gugus fungsi dan jenis ikatan yang terdapat pada

8 46 arang aktif antara lain OH, C-H dan C=O. Berdasarkan jenis ikatan tersebut dan terdapatnya senyawa Carbamic acid dan senyawa Ditertbutyl dimethoxy cyclohexa dienone dan Pyranone yang mengandung gugus karbonil dengan ikatan C=O dan hidroksil (OH) dari hasil analisa Pyr-GCMS (Lampiran 1). Gugus karbonil (C=O) memiliki sifat kepolaran yang tinggi sedangkan C-H bersifat bipolar (Hendayana, 1994), sedangkan gugus hidroksil OH) relatif cenderung bersifat polar (Houghton dan Raman, 1998). Berdasarkan gugus fungsi yang dimiliki, arang aktif tempurung kemiri yang dihasilkan relatif bersifat polar sehingga diharapkan dapat berperan sebagai penyerap larutan atau gas yang juga bersifat polar Kristalinitas Pengujian dengan difraktometer sinar-x (XRD) bertujuan untuk mengetahui derajat kristalinitas (X), jarak antar lapisan (d), tinggi lapisan aromatik (Lc) dan lebar lapisan aromatik (La) serta jumlah lapisan aromatiknya (N). Pada penelitian ini karakterisasi struktur kristalin dilakukan terhadap bahan tempurung kemiri, arang dan arang aktif yang hasilnya sebagaimana disajikan pada Tabel 5 dan spektogram XRD pada bahan yang dianalisa seperti pada Gambar 3. Tabel 5 Struktur kristalin dan lapisan aromatik pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif No. Bahan baku X θ (002) d Θ (100) D Lc N La (%) ( o ) (nm) ( o ) (nm) (nm) (nm) (nm) 1. Tempurung 18,86 22,30 0, Arang 18,65 23,36 0, ,35 0,2085 1,3263 6,36 8, A1W2S1 16,40 23,10 0, ,8 0,2085 1,6385 7,84 7, A1W2S2 20,89 22,75 0, ,65 0,2096 1,6557 7,90 7, A1W2S3 23,60 23,35 0, ,90 0,2091 1,7634 8,43 6, A2W1S3 20,53 22,95 0, ,00 0,2092 1,5911 7,58 7, A2W2S3 24,99 23,93 0, ,83 0,2097 2,0759 9,90 6,2913 Keterangan : A1 = aktivator panas A2 = aktivator uap H 2 O W1 = waktu aktivasi 90 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi C S2 = suhu aktivasi C S3 = suhu aktivasi C

9 47 Hasil analisa komponen kimia menunjukkan bahwa komponen struktural tempurung kemiri terdiri dari lignin dengan kadar sebesar 54,68 % yang lebih tinggi dari kadar holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) yang besarnya 49,22%. Pada umumnya lignin dan hemiselulosa memiliki struktur amorf, sedangkan selulosa sendiri hanya memiliki sebagian struktur yang kristalin. Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa selulosa kayu memiliki kristalinitas antara 60 70%. Selanjutnya dikemukakan bahwa kulit mempunyai kisi kristal yang sama seperti yang dikenal dari selulosa kayu, tetapi derajat kristalinitasnya lebih rendah. Dengan rendahnya kadar selulosa pada tempurung kemiri menyebabkan bahan ini memiliki derajat kristalinitas yang cukup rendah yaitu 18,86 %. Derajat kristalinitas tempurung kemiri sedikit lebih tinggi dibanding dengan derajat kristalinitas arangnya (18,65 %). Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran intensitas pada sudut difraksi dari θ 22,30 menjadi θ 23,36 dan terbentuknya sudut baru di θ 43,35. Pergeseran dan terbentuknya sudut difraksi baru tersebut menunjukkan bahwa antara struktur kristalin tempurung kemiri dan arangnnya berbeda. Pada tempurung kemiri struktur kristalin berada pada struktur selulosa, sedangkan pada arang struktur kristalin terbentuk dari senyawa karbon yang membentuk lapisan heksagonal (Pari, 2004). Kristalinitas suatu bahan terinduksi dengan sejumlah cara, antara lain pendinginan leburan polimer, evaporasi larutan polimer atau pemanasan suatu polimer dalam kondisi hampa udara atau suatu atmosfer yang lembam (untuk mencegah oksidasi) pada suhu tertentu (Stevens, 2007). Pada proses aktivasi menggunakan aktivator panas, peningkatan suhu aktivasi dari C menyebakkan derajat kristalinitas arang aktif juga meningkat. Peningkatan derajat kristalinitas ini terjadi melalui induksi pemanasan yang semakin meningkat. Peningkatan kristalinitas tersebut terjadi karena jarak antar lapisan aromatik (d) semakin berkurang disertai penyempitan lebar lapisan aromatik (La). Perubahan ini menyebabkan tingkat keteraturan yang semula rendah (amorf) berubah menjadi lebih teratur. Hal ini didukung oleh pernyataan Stevens (2007) bahwa kecendrungan terbentuknya kekristalan makin bertambah dengan naiknya stereoregularitas (keteraturan stereo). Keteraturan tersebut terjadi karena adanya pergeseran pada struktur kristalin arang aktif (Schukin et al. 2002). Pergeseran

10 48 terjadi pada penambahan tinggi lapisan aromatik (Lc) yang diikuti dengan penyempitan lapisan aromatik (La) serta terjadinya peningkatan jumlah lapisan aromatik (Kercher dan Nagle, 2003). Gambar 3 Spektogram XRD pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif. Peningkatan kristalinitas arang aktif tempurung kemiri akibat bertambahnya suhu aktivasi didukung oleh hasil penelitian Schukin et al. (2002) dan Pari et al. (2006) yang menunjukkan bahwa kristalinitas arang aktif meningkat dengan semakin meningkatnya suhu aktivasi. Aktivasi menggunakan aktivator uap H 2 O juga menunjukkan peningkatan kristalinitas bila dibanding dengan aktivasi yang hanya menggunakan aktivator panas. Waktu aktivasi juga berpengaruh pada pembentukan struktur kristalin arang aktif yang diaktivasi

11 49 menggunakan aktivator uap H 2 O, dimana semakin meningkat waktu aktivasi derajat kristalinitas arang aktif juga meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan pertambahan tinggi lapisan maupun jumlah lapisan aromatik dan sebaliknya lebar lapisan aromatik semakin berkurang Porositas Pengamatan porositas tempurung kemiri, arang dan arang aktif pada penampang atas (transversal) secara visual dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) berkekuatan 20 kv. Pengambilan gambar pada penampang atas menggunakan perbesaran 5000 kali. Diameter pori tempurung, arang dan arang aktif disajikan pada Tabel 6 dan hasil scanning menggunakan SEM ditunjukkan pada Gambar 4. Tabel 6 Diameter pori pada permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif No. Bahan baku Diameter Pori (µm) Presentasi Diameter Por 1. Tempurung kemiri Tidak tampak 2. Arang Tidak tampak Arang Aktif Minimal Maksimal < 5 µm 5-25 µm > 25 µm Tidak tampak Tidak tampak A1W2S1 0,4 3,3 100, A1W2S2 1,2 6,2 79,13 20,83-5. A1W2S3 1,5 8,7 66,72 33,28-6. A2W1S3 1,4 6,7 71,67 28,33-7. A2W2S3 1,6 8,3 64,84 35,16 - Keterangan : A1 = aktivator panas A2 = aktivator uap H 2 O W1 = waktu aktivasi 90 menit W1 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi C S2 = suhu aktivasi C S3 = suhu aktivasi C Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa pada penampang atas tempurung kemiri tidak terlihat adanya pori-pori yang terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa tempurung kemiri merupakan bahan masif yang memiliki ukuran pori yang sangat kecil. Bentuk pori pada tempurung kemiri yang dimaksudkan dalam penelitian ini

12 50 secara anatomi sama dengan bentuk pori pada kayu, sedangkan pori pada arang dan arang aktif menggambarkan rongga-rongga kecil yang terdapat di dalam suatu bahan padat yang tersusun dari karbon. Gambar 4 Mikrofotogram SEM pada permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif (Pembesaran 5000x) Setelah tempurung kemiri dikarbonisasi pada suhu 500 C untuk menghasilkan arang, pori-pori pada penampang atas arang hasil karbonisasi juga belum terlihat karena keseleluruhan permukaan arang masih tertutup dengan senyawa hidrokarbon dan abu. Pemanasan sampai dengan suhu 500 C telah menyebabkan terdegradasinya komponen holoselulosa dan lignin yang

13 51 menghasilkan produk gas (antara lain CO 2, H 2, CO, CH 4 dan benzena), produk cair (tar, hidrokarbon dengan berat molekul tinggi dan air) dan produk padatan berupa arang (Vigouroux, 2001). Pada karbonisasi akan dihasilkan lebih banyak karbon, sedikat hidrogen dan oksigen, namun demikian pada arang masih terdapat cukup banyak senyawa hidrokarbon sebagaimana disajikan pada Lampiran 1. Senyawa tersebut menutupi pori dan permukaan arang yang menyebabkan kemampuan daya serap. Aktivasi menyebabkan semakin banyaknya bahan mudah terbang (volatile) terlepas dari arang sehingga menyebabkan terbukanya struktur seluler yang tersisa yang berakibat pada pembentukan pori. Aktivasi arang menjadi arang aktif pada suhu 550 C selama 120 menit ternyata telah mampu membuka pori-pori kecil dan mengurangi penutupan hidrokarbon pada permukaan arang, walaupun demikian pori-pori yang terbentuk keseluruhannya tergolong mikro pori (< 5 µ) dengan ukuran 0,4-3,3 µ. Pembentukan meso pori (5 25 μ) sebanyak 20,83 % mulai terbentuk pada suhu C. Jumlah meso pori semakin bertambah banyaknya (33,28 %) sejalan dengan peningkatan suhu aktivasi yaitu pada C. Peningkatan suhu aktivasi menyebabkan penyusutan pada arang karena semakin banyak bahan volatil yang terlepas. Hal tersebut dapat dilihat pada rendemen (Tabel 3) yang semakin rendah dan kadar zat terbang pada arang aktif yang semakin berkurang (Tabel 6). Peningkatan suhu akan menyebabkan terbentuknya mikro pori baru dan kerusakan dinding mikro pori sehingga diameternya bertambah besar. Terbentuknya meso pori ini dapat berasal dari mikropori yang semakin membesar akibat meningkatnya suhu aktivasi atau bergabungnya mikro pori yang berdekatan membentuk meso pori. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Bonelli et.al. (2001) bahwa pembentukan dan pembesaran pori disebabkan oleh penguapan komponen yang terdegradasi dan lepasnya zat terbang. Dengan berkurangnya senyawa hidrokarbon maka permukaan arang aktif semakin jelas terlihat (Gambar 4). Penghilangan komponen yang heterogen dan menyatukan karbon alifatik ke dalam lapisan aromatik dan menghilangkan penyumbat pada struktur akan mengakibatkan peningkatan pembukaan mikro pori (Byrne dan Nagle, 1997). Komponen kimia yang masih tertinggal dalam arang aktif pada suhu aktivasi yang lebih tinggi jumlahnya semakin berkurang. Hal ini dapat

14 52 dilihat dari semakin berkurangnya senyawa kimia arang aktif dari hasil analisa Pyr-GCMS (Lampiran 5). Secara keseluruhan diameter pori pada permukaan arang aktif tempurung kemiri hasil analisa SEM termasuk ke dalam struktur mikro pori (< 5 µ ) yang lebih dominan, sampai meso pori (5-25 µ) dengan diameter 0,2 11,3 µ Komponen Penyusun Pemisahan komponen dengan kromatografi didasarkan pada perbedaan kesetimbangan komponen-komponen campuran diantara fasa gerak (fasa mobil) dan fasa diam. Analisa komponen tempurung kemiri, arang dan arang aktif di dalam penelitian ini menggunakan kromatografi Pyr-GCMS dengan gas helium (He) sebagai fasa gerak. Kromatogram Pyr-GCMS dari tempurung kemiri, arang dan arang aktif ditunjukkan pada Gambar 5, sedangkan senyawa-senyawa yang teridentifikasi disajikan pada Lampiran 1. Gambar 5 memperlihatkan sejumlah puncak muncul pada kromatogram dimana puncak-puncak tersebut merupakan komponen yang dipisahkan dari sampel yang dianalisa. Di dalam analisa tempurung kemiri, puncak-puncak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5(a), mulai muncul pada waktu retensi 3,04 hingga 36,79 menit dan senyawa yang dapat teridentifikasi jumlahnya sebanyak 43 (Lampiran 1). Di antara komponen yang teridentifikasi senyawa golongan alkohol, keton, fenolik, aldehida, asam karboksilat, hidrokarbon, organik ikatan rangkap, ester, eter dan karbohidrat. Tempurung kemiri yang disusun oleh 43 senyawa mengalami perubahan setelah dikarbonisasi menjadi arang. Pada pembuatan arang, bahan baku tempurung kemiri mengalami degradasi termal yang menyebabkan penguraian hemiselulosa, selulosa dan lignin. Penguraian tersebut menghasilkan larutan pirolignat (asam asetat, asam format dan metanol), gas kayu (CO, CO 2, CH 4 ) dan ter (Byrne dan Nagle, 1997), dimana komponen-komponen tersebut sebagian besar terpisah dari arang. Perubahan ini ditunjukkan oleh banyaknya puncak-puncak yang hilang pada kromatogram analisa arang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5(b). Di dalam analisa arang, puncak-puncak dari senyawa penyusun muncul dengan waktu retensi 3,72 hingga 32,49 menit dan jumlah senyawa yang teridentifikasi sebanyak 21

15 53 (Lampiran 1). Di antara senyawa-senyawa yang teridentifikasi terdapat senyawa golongan alkohol, karbonil (keton), fenol, fenil, aldehida, asam karboksilat, dan ester. Gambar 5 Kromatogram Pyr-GCMS pada (a) tempurung kemiri, (b) arang dan (c) arang aktif (A2W2S3).

16 54 Aktivasi arang dengan aktivator uap H 2 O dengan waktu 120 menit pada suhu C menghasilkan arang aktif yang mengalami peruhahan senyawa penyusunnya yang cukup besar bila dibanding dengan senyawa penyusun arangnya. Kromatogram Pyr-GCMS arang aktif (A2W2S3) ditunjukkan pada Gambar 5(c), sedangkan senyawa-senyawa penyusun arang aktif tersebut disajikan pada Lampiran 1. Aktivasi arang pada suhu C merupakan tahap pemurnian arang atau peningkatan kadar karbon (Sudrajat dan Soleh, 1994). Pada proses aktivasi, heterogenitas senyawa penyusun arang seperti asam karboksilat, alkohol, keton, fenol, aldehida, hidrokarbon dan beberapa senyawa organik lainnya mengalami pemurnian sehingga arang aktif yang dihasilkan hanya disusun oleh beberapa 5 komponen saja. Puncak-puncak dari komponen penyusun arang aktif, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5(c), muncul dengan waktu retensi 3,72 hingga 55,81 menit dan jumlah komponen yang teridentifikasi sebanyak 5 (Lampiran 1).Komponen tersebut terdiri senyawa golongan asam karboksilat, keton dan hidrokarbon ikatan rangkap. Jika diperhatikan pada kromatogram Pyr-GCMS yang ditunjukkan pada Gambar 5(a), 5(b) dan 5(c), maka waktu rentensi senyawa-senyawa yang dianalisa pada tempurung kemiri (36,79 menit) lebih lama dari waktu retensi senyawa-senyawa pada analisa arang (32,49 menit) dan lebih singkat dari waktu retensi senyawa-senyawa pada analisa arang aktif (55,81 menit). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa arang aktif lebih tahan terhadap degradasi panas dibanding tempurung kemiri maupun arang. Hal tersebut mendukung pernyataan Stevens (2007) bahwa ketika zat-zat organik dipanaskan sampai suhu tinggi mereka memiliki kecenderungan untuk membentuk senyawa-senyawa aromatik yang lebih tahan terhadap suhu tinggi. 4.4 Sifat-sifat dan Mutu Arang dan Arang Aktif Mutu arang dan arang aktif yang dihasilkan pada suatu proses, antara lain dapat diketahui melalui analisa sifat-sifatnya yang meliputi parameter kadar air, kadar abu, zat terbang, karbon terikat dan daya serap terhadap iodium dan benzena. Arang dan arang aktif yang dihasilkan masing-masing dihaluskan dan diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh. Serbuk yang lolos ayakan tersebut digunakan sebagai sampel untuk analisa sifat-sifat arang dan arang aktif.

17 Sifat-sifat dan mutu arang Karbonisasi tempurung kemiri dalam tungku drum menghasilkan arang yang umumnya memiliki penampilan fisik yang cukup seragam dan bersih dari benda asing, akan tetapi warnanya belum merata hitam. Arang tempurung kemiri ini mengandung air dengan kadar sebesar 4,90 %, abu 2,07%, zat terbang 22,14% dan karbon terikat 75,79%. Tinggi rendahnya kadar air arang banyak dipengaruhi oleh sifat higroskopis dan porositas dari arang tersebut, juga dipengaruhi oleh waktu penayangan arang pada tempat terbuka selama proses pendinginan. Kadar abu arang yang dihasilkan ini jauh lebih rendah bila dibanding dengan kadar abu tempurung kemiri (12,85 %) yang digunakan sebagai bahan bakunya. Kadar abu arang tempurung kemiri yang didapatkan dalam penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan JICA (1997) bahwa arang pada umumnya mengandung abu sebesar 2 3 %. Besarnya kadar abu sangat dipengaruhi oleh garam-garam karbonat dari kalium, kalsium, magnesium dan kadar silikat dalam tempurung. Kadar zat terbang pada arang tergolong tinggi yaitu 22,14 %. Masih tingginya zat terbang ini mungkin disebabkan oleh belum sempurnanya proses karbonisasi yang dilakukan. Oleh karena itu masih banyak senyawa seperti CO, CO 2, H 2 dan CH 4 yang tidak sempat menguap pada waktu proses karbonisasi, sehingga senyawa tersebut masih menempel pada arang. Kuantitas karbon terikat pada arang dipengaruhi oleh kadar abu dan zat terbang serta senyawa hidrokarbon yang masih menempel pada permukaan arang. Kadar karbon terikat pada arang selalu berbanding terbalik dengan kadar abu dan zat terbang, dimana semakin tinggi kadar abu dan zat terbang semakin rendah kadar karbon terikat. Kadar karbon terikat pada arang tempurung kemiri sebesar 65,01%. Secara umum ukuran daya serap terhadap iodium sering dijadikan sebagai dasar untuk menilai kualitas suatu bahan dalam hal kemampuan serapnya, terutama dalam menyerap larutan yang berwarna. Nilai daya serap arang terhadap iodium yang didapatkan pada penelitian ini sebesar 156,90 mg/g. Nilai ini lebih rendah dari nilai daya serap iodium arang tempurung kelapa hibrida yang besarnya 193,90 mg/g (Nurhayati dan Syahri, 1997), akan tetapi lebih tinggi dari daya serap iodium tempurung kelapa (Cocos nucifera) yang besarnya 120,90

18 56 121,40 mg/g (Rumidatul, 2006). Masih rendahnya daya serap arang terhadap iodium dipengaruhi oleh masih tingginya abu dan hidrokarbon yang menyumbat pori dan menutupi permukaan arang. Kedaan tersebut dapat dilihat pada mikrofotogram hasil analisa SEM permukaan arang (Gambar 4) dimana pori-pori belum kelihatan karena permukaan arang tertutup oleh hidrokarbon, abu dan senyawa lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agustina (2004) bahwa rendahnya daya serap arang terhadap suatu bahan bisa bisebabkan karena masih banyaknya senyawa hidrokarbon dan komponen lain seperti ter, abu, air, nitrogen dan sulfur yang terdapat pada permukaan arang. Penetapan daya serap arang terhadap uap benzena bertujuan untuk mengetahui kemampuan arang menyerap berbagai macam gas yang bersifat nonpolar. Nilai daya serap arang terhadap benzena dalam waktu 24 jam yaitu 7,56 %. Rendahnya daya serap benzena ini disebabkan oleh karena benzena bersifat nonpolar, sementara arang masih mengandung banyak senyawa golongan asam karboksilat, alkohol, fenol, karbonil (keton) dan aldehida sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 1. Senyawa golongan tersebut bersifat polar, dan terutama golongan korbonil yang menurut Hendayana (1994) memiliki sifat kepolaran yang tinggi. Untuk menilai mutu arang tempurung kemiri yang dihasilkan, maka sifatsifatnya dibandingkan dengan standar SNI tentang persyaratan mutu arang tempurung kelapa. Hasil penilaian mutu arang tempurung kemiri yang dihasilkan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Penilaian mutu arang tempurung kemiri berdasarkan SNI No. Jenis uji Satuan Persyaratan SNI Arang tempurung kemiri 1. Air % Maks. 6 4,90 2. Abu % Maks. 3 2,07 3. Zat terbang % Maks ,14 4. Warna - Hitam merata Hitam tidak merata 5. Benda asing - Tidak boleh ada Tidak ada Tabel 7 menunjukkan bahwa jenis uji kadar air, kadar abu dan benda asing pada arang tempurung kemiri memenuhi standar SNI ,

19 57 sedangkan kadar zat terbang dan warna tidak memenuhi standar. Oleh karena terdapat dua jenis uji yang tidak memenuhi syarat, maka arang tempurung kemiri yang dihasilkan tidak memenuhi standar SNI , atau dengan kata lain memiliki mutu yang masih rendah sehingga perlu diaktivasi untuk menghasilkan arang aktif dengan mutu yang lebih tinggi Sifat-sifat dan mutu arang aktif Arang aktif yang diperoleh dari proses aktivasi arang hasil karbonisasi tempurung kemiri secara umum memiliki penampakan fisik dan ukuran yang relatif sama dengan arang sebagai bahan bakunya, akan tetapi memiliki warna hitam yang lebih merata dan lebih mengkilap. Mutu arang aktif yang dihasilkan dari suatu proses, antara lain dapat diketahui melalui analisa sifat-sifatnya yang meliputi variabel kadar air, abu, zat terbang, karbon terikat, daya serap benzena dan iodium. Data hasil analisa sifat-sifat arang aktif disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Penilaian mutu arang aktif berdasarkan SNI Kadar Daya serap Perlakuan Air Abu Zat terbang karbon terikat Iodium Benzena (%) (%) (%) (%) (mg/g) (%) A1W1S1 0,44 1,76 7,19 91,05 229,20 10,64 A1W1S2 0,39 1,82 6,26 91,91 283,60 11,01 A1W1S3 1,94 1,74 6,28 91,99 303,25 11,19 A1W2S1 0,39 1,57 6,86 91,57 280,50 11,01 A1W2S2 0,34 1,47 5,15 93,38 301,55 11,23 A1W2S3 1,33 1,62 6,39 91,99 313,25 11,42 A2W1S1 0,59 1,76 7,04 91,20 361,95 11,24 A2W1S2 1,77 1,48 7,73 90,79 527,05 14,10 A2W1S3 1,83 1,09 6,50 92,41 683,05 17,12 A2W2S1 0,74 1,94 5,51 92,55 479,85 11,95 A2W2S2 1,66 1,27 8,25 90,48 612,20 14,63 A2W2S3 1,56 1,25 7,29 91,45 758,70 17,88 SNI maks. 15 maks. 10 maks. 25 min. 65 min. 750 _ Keterangan : Aktivator : panas (A1) dan uap H 2 O (A2) Waktu aktivasi : 90 menit (W1) dan 120 menit (W2) Suhu aktivasi : C (S1), C (S2) dan C (S3).

20 58 1. Kadar air Kadar air arang sebelum diaktivasi untuk menghasilkan arang aktif sebesar 4,90 %. Setelah diaktivasi kadar air arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 0,34 1,94 % atau rata-rata 1,08 %. Kadar air arang aktif ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar air arang aktif tempurung kemiri asal Mataram NTB (4,19 %) hasil penelitian Darmawan (2008). Kadar air arang aktif yang dikehendaki harus bernilai sekecil-kecilnya karena akan mempengaruhi daya serapnya terhadap gas maupun cairan (Pari, 1996). Kadar air yang terkandung dalam arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara, lama proses pendinginan, penggilingan dan pengayakan (Hendaway, 2003). Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 4) dapat diketahui bahwa baik faktor aktivator, waktu, suhu, maupun interaksi aktivator-suhu dan waktu-suhu memberi pengaruh nyata terhadap kadar air arang aktif. Selanjutnya hasil uji Duncan (Lampiran 13) menunjukkan bahwa penggunaan aktivator uap H 2 O menghasilkan arang aktif dengan kadar air yang lebih tinggi dibanding perlakuan Panas. Semakin lama waktu aktivasi semakin rendah kadar air arang aktif yang dihasilkan. Demikian juga dengan pengaruh suhu terhadap kadar air, semakin tinggi suhu aktivasi semakin rendah kadar air arang aktif. Pada interaksi faktor aktivator-suhu menunjukkan bahwa ada kecenderungan faktor aktivator lebih besar pengaruhnya dari pada faktor suhu, dimana pada umumnya arang aktif yang diaktivasi dengan uap menghasilkan kadar air yang lebih tinggi. Sedangkan pada interaksi faktor waktu-suhu menunjukkan pengaruh yang tidak menentu terhadap kadar air arang aktif. Kadar air terendah (0,34 %) didapatkan pada arang aktif yang diaktivasi dengan menggunakan aktivator panas selama 120 menit pada suhu C, sedangkan yang tertinggi (1,94 %) didapatkan pada arang aktif yang diaktivasi dengan aktivator panas selama 90 menit pada suhu C. 2. Kadar abu Kadar abu dari arang sebelum diaktivasi rata-rata 2,07 %. Kadar abu arang aktif yang dihasilkan berkisar 1,09 1,94 % atau rata-rata 1,57 %. Kadar abu arang aktif yang dihasilkan pada berbagai perlakuan cenderung fluktuatif secara tidak menentu. Tingginya kadar abu yang terdapat pada arang aktif disebabkan oleh terjadinya reaksi oksidasi selama proses aktivasi berlangsung. Menurut Pari

21 59 (2004) kadar abu yang besar dapat mengurangi daya serap arang aktif baik terhadap larutan maupun gas, karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalium, kalsium, natrium dan magnesium akan menyebar dalam kisi-kisi arang aktif, sehingga mangakibatkan kinerja arang aktif berkurang. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat diketahui bahwa faktor aktivator, suhu, interaksi aktivator-waktu dan interaksi aktivator-suhu berpengaruh nyata pada kadar abu arang aktif. Sedangkan faktor waktu dan interaksi faktor waktu-suhu berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu arang aktif. Selanjutnya hasil uji Duncan (Lampiran 14) menunjukkan bahwa aktivasi menggunakan aktivator uap H 2 O menghasilkan arang aktif yang kadar abunya lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kadar abu arang aktif yang diaktivasi dengan aktivator panas. Semakin tinggi waktu aktivasi semakin rendah kadar abu. Walaupun demikian aktivasi pada suhu C dan C menghasilkan arang aktif dengan kadar abu yang berbeda tidak nyata. Aktivasi menggunakan panas selama 90 menit dan menggunakan uap H 2 O selama 120 menit menghasilkan arang aktif dengan kadar abu yang berbeda nyata. Sedangkan aktivasi menggunakan panas selama 90 menit, panas selama 120 menit dan uap H 2 O selama 90 menit menghasilkan arang aktif dengan kadar abu yang berbeda tidak nyata. Aktivasi menggunakan uap H 2 O pada suhu C, panas pada suhu C, panas pada suhu C dan panas pada suhu C menghasilkan arang aktif dengan kadar abu yang berbeda tidak nyata, akan tetapi masing-masing berbeda nyata dengan kadar abu arang aktif yang diaktivasi dengan menggunakan uap H 2 O pada suhu C dan uap H 2 O pada suhu C. Sedangkan aktivasi menggunakan uap H 2 O pada suhu C dan uap H 2 O pada suhu C menghasilkan arang aktif dengan kadar abu yang berbeda tidak nyata. Kadar abu tertinggi (1,94%) didapatkan pada arang aktif yang diaktivasi menggunakan aktivator uap H 2 O dengan waktu 120 menit pada suhu C, sedangkan kadar abu terendah (1,09 %) didapatkan pada arang aktif yang diaktivasi menggunakan aktivator panas dengan waktu 90 menit pada suhu C. 3. Kadar zat terbang Kadar zat terbang arang aktif pada berbagai kondisi aktivasi berkisar antara 5,15 8,25 % atau rata-rata 6,70 % (Tabel 8). Hasil analisis sidik ragam

22 60 (Lampiran 6) menunjukkan bahwa faktor aktivator berpengaruh nyata terhadap zat terbang arang aktif, sedangkan suhu dan waktu aktivasi berpengaruh tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh tunggal faktor suhu dan waktu aktivasi kurang mendorong terlepasnya zat terbang dari arang aktif. Interaksi faktor aktivator-waktu-suhu juga menunjukkan pengaruh nyata pada kadar zat terbang arang aktif. Selanjutnya hasil uji Duncan (Lampiran 15) menunjukkan bahwa aktivasi menggunakan aktivator uap H 2 O menghasilkan arang aktif dengan kadar zat terbang yang lebih tinggi (7,05 %) dan berbeda nyata dengan kadar zat terbang arang aktif yang diaktivasi dengan menggunakan aktivator panas (6,35 %). Kadar zat terbang tertinggi (8,25%) didapatkan pada arang aktif yang diaktivasi dengan menggunakan aktivator uap H 2 O dengan waktu aktivasi 120 menit pada suhu C, sedangkan kadar zat terbang terendah (5,15 %) didapatkan pada arang aktif yang diaktivasi menggunakan aktivator panas dengan waktu 120 menit pada suhu C. Kadar zat terbang arang aktif tempurung kemiri yang diperoleh dalam penelitian ini (5,15 8,25 %) relatif sama dengan kadar zat terbang arang aktif tempurung kemiri (5,34 8,21 %) asal Mataram NTB (Darmawan, 2008), akan tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan zat terbang baik arang aktif kelapa hibrida (7,62 10,50 %) hasil penelitian Nurhayati dan Syahri (1997) maupun aktif tempurung kelapa Cocos nucifera (6,77 11,44 %) hasil penelitian Rumidatul (2006). Kadar zat terbang yang tinggi pada arang aktif tidak diinginkan, karena senyawa yang menempel pada permukaan arang aktif dapat mengurangi daya serapnya baik terhadap larutan maupun gas. 4. Kadar karbon terikat Kadar karbon terikat arang aktif tempurung kemiri berkisar antara 90,48 93,38% atau rata-rata 91,73 %. Kadar karbon mempunyai hubungan yang tidak searah dengan kadar abu dan zat terbang. Pada perlakuan aktivasi menggunakan aktivator panas selama 120 menit pada suhu C menghasilkan arang aktif dengan kadar zat terbang yang paling rendah (5,15 %) dan kadar abu yang relatif cukup rendah (1,47 %) dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga menghasilkan kadar karbon terikat yang paling tinggi (93,38 %). Keadaan sebaliknya terjadi pada perlakuan aktivasi menggunakan aktivator uap H 2 O selama 120 menit pada suhu C. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7)

23 61 menunjukkan bahwa faktor tunggal aktivator dan interaksi aktivator-waktu-suhu berpengaruh nyata pada kadar karbon terikat arang aktif. Selanjutnya dari hasil uji Duncan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kadar karbon arang aktif yang diaktivasi menggunakan aktivator panas (91,98%) lebih tinggi dan berbeda nyata dengan yang diaktivasi menggunakan aktivator uap H 2 O (91,48%). Kadar karbon terikat yang tertinggi (93,38 %) dihasilkan dari perlakuan aktivasi menggunakan aktivator panas selama 120 menit pada suhu C, sedangkan yang terendah (90,48 %) diperoleh dari perlakuan aktivasi menggunakan aktivator uap H 2 O dengan waktu 120 menit pada suhu C. Secara umum kadar karbon terikat yang diperoleh dari hasil penelitian ini (90,48 93,38 %) sama dengan kadar karbon terikat arang aktif tempurung kemiri (89,78 93,95 %) asal Mataram NTB (Darmawan, 2008), akan tetapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar karbon terikat baik pada arang aktif kelapa hibrida (85,59 90,14 %) hasil penelitian Nurhayati dan Syahri (1997) maupun arang aktif tempurung kelapa Cocos nucifera (86,33 91,04 %) hasil penelitian Rumidatul (2006). Kadirvelu et al. (2001) telah membuktikan kemampuan arang aktif sebagai adsorben terhadap logam Hg, Pb, Cd, Ni, Cu dalam limbah cair industri radiator, pelapisan nikel dan pelapisan tembaga. Pada hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa kemampuan arang aktif sebagai penghilang logam dipengaruhi oleh ph dan konsentrasi karbon. Kenaikan kadar karbon menaikkan persen penyerapan ion logam. 5. Daya serap benzena Daya serap arang aktif terhadap benzena berkisar antara 10,64 17,88 % (Tabel 8). Benzena digunakan untuk menguji sifat ke non-polaran dari arang aktif. Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan aktivator, waktu dan suhu aktivasi masing-masing memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya serap arang aktif terhadap benzena. Di samping itu, interaksi aktivator-waktu dan aktivator-suhu juga berpengaruh nyata terhadap daya serap arang aktif terhadap benzena. Aktivator uap H 2 O dapat meningkatkan daya serap arang aktif terhadap benzena dan ini sebabkan oleh terjadinya pencucian uap H 2 O terhadap senyawasenyawa yang bersifat non polar pada permukaan arang aktif. Daya serap terhadap benzena cenderung meningkat dengan bertambahnya waktu dan suhu aktivasi. Aktivasi dengan uap H 2 O dengan waktu 120 menit pada suhu C

24 62 menghasilkan arang aktif dengan daya serap tertinggi terhadap benzena (17,88%), sedangkan daya serap yang terendah (10,64 %) didapatkan pada perlakuan aktivator panas dengan waktu 90 menit pada suhu C. Daya serap benzena yang diperoleh dari hasil penelitian ini sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan daya serap benzena arang aktif tempurung kemiri (10,83 24,09 %) asal Mataram NTB (Darmawan, 2008), akan tetapi jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan daya serap benzena arang aktif tempurung kelapa Cocos nucifera (4,00 7,49 %) hasil penelitian Rumidatul (2006). Molekul benzena berukuran kecil dan mudah menguap. Berdasarkan sifatnya tersebut, maka benzena digunakan untuk menguji kemampuan arang aktif dalam menyerap gas (Hendra dan Darmawan, 2007). Salah satu faktor yang mempengaruhi daya serap arang aktif yaitu sifat polaritas dari permukaannya. Sifat ini sangat bervariasi untuk setiap jenis arang aktif, karena hal ini sangat bergantung pada bahan baku, cara pembuatan arang dan bahan pengaktif yang digunakan (Lee dan Radovic, 2003). Rendahnya daya serap terhadap benzena mengindikasikan bahwa arang aktif tempurung kemiri yang dihasilkan bersifat polar. Gugus fungsi pada permukaan arang aktif yang diaktivasi dengan uap H 2 O membentuk arang aktif yang bersifat polar. Dari hasil analisa Pyr-GCMS (Lampiran 1) arang aktif tempurung kemiri antara lain tersusun dari senyawa Carbamic acid dan senyawa Ditertbutyl dimethoxy cyclohexa dienone dan Pyranone yang mengandung gugus karbonil dengan ikatan C=O dan gugus hidroksil (OH) seperti hasil spektogram FTIR (Gambar 2). Gugus karbonil (C=O) memiliki sifat polar yang tinggi dan gugus C-H bersifat bipolar (Hendayana, 1994), sedangkan gugus hidroksil (OH) relatif cenderung bersifat polar (Houghton dan Raman, 1998). Berdasarkan gugus fungsi yang dimiliki, arang aktif tempurung kemiri yang dihasilkan relatif bersifat polar sehingga diharapkan dapat berperan sebagai penyerap larutan atau gas yang juga bersifat polar. 6. Daya serap iodium Daya serap arang aktif tempurung kemiri terhadap iodium berkisar antara 229,20-758,70 mg/g (Tabel 8) atau rata-rata 427,85 mg/g. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa aktivator, waktu dan suhu aktivasi masing-masing memberikan pengaruh sangat nyata pada daya serap arang aktif

25 63 terhadap iodium. Selain itu, interaksi aktivator-waktu dan interaksi aktivator-suhu juga berpengaruh sangat nyata pada daya serap arang aktif terhadap iodium. Selanjutnya dari hasil uji Duncan (Lampiran 18) secara umum dapat dijelaskan bahwa aktivasi menggunakan aktivator uap H 2 O dapat meningkatkan daya serap arang aktif terhadap iodium. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa semakin meningkat waktu dan suhu aktivasi, daya serap arang aktif terhadap iodium juga semakin meningkat. Aktivasi dengan uap H 2 O dengan waktu 120 menit pada suhu C menghasilkan arang aktif dengan daya serap terhadap iodium yang tertinggi (758,70 mg/g), sedangkan daya serap iodium yang terendah (229,20 mg/g) didapatkan pada arang aktif yang diaktivasi menggunakan aktivator panas dengan waktu 90 menit pada suhu C. Kemampuan penyerapan arang aktif terhadap beberapa bahan tidak sama, dimana penyerapan yang baik terhadap suatu bahan belum tentu baik terhadap bahan lainnya. Perbedaan ukuran partikel pori dan tingkat aktivasi dapat mempengaruhi optimalisasi penggunaan arang aktif (Bikerman, 1958 dalam Pari, 2004). Besarnya daya serap arang aktif terhadap iodium menggambarkan semakin banyaknya struktur mikropori yang terbentuk dan memberikan gambaran terhadap besarnya diameter pori yang dapat dimasuki oleh molekul yang ukurannya tidak lebih besar dari 10 Å (Smisek dan Cerny, 2002 dalam Hendra dan Darmawan, 2007). Hal ini juga mengindikasikan bahwa luas permukaan arang aktif akan semakin besar. 7. Mutu arang aktif Untuk menilai mutu arang aktif tempurung kemiri yang dihasilkan, maka sifat-sifatnya dibandingkan dengan standar SNI (BSN, 1995) tentang syarat mutu arang aktif teknis. Penilaian mutu untuk arang aktif dalam bentuk serbuk dengan menggunakan standar tersebut menggunakan jenis uji kadar air, abu, zat terbang, karbon terikat dan daya serap iodium. Pada Tabel 8 ditunjukkan bahwa kadar air, abu, zat terbang dan karbon terikat arang aktif tempurung kemiri yang dihasilkan pada semua perlakuan aktivasi memenuhi standar SNI , sedangkan daya serap iodium yang memenuhi standar SNI tersebut hanya didapatkan pada arang aktif yang diaktivasi menggunakan aktivator uap H 2 O dengan waktu 120 menit pada suhu C. Dengan demikian,

26 64 dapat disimpulkan bahwa arang aktif tempurung kemiri dari hasil penelitian ini yang mutunya memenuhi standar SNI adalah arang aktif yang diaktivasi dengan menggunakan perlakuan aktivator uap H 2 O dengan waktu 120 menit pada suhu C (A2W2S3), dimana dengan perlakuan tersebut didapatkan arang aktif dengan rendemen sebesar 56,67 %. 4.5 Aplikasi Arang Aktif pada Tanaman Melina Aplikasi arang aktif tempurung kemiri pada tanaman sangat penting dilakukan untuk mendapatkan bukti secara nyata akan fungsi atau manfaat produk tersebut. Penelitian aplikasi arang aktif sebagai komponen media tumbuh tanaman merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk diversifikasi pemanfaatan arang aktif tempurung kemiri. Di samping itu, juga untuk kebutuhan informasi tentang tingkat pertumbuhan dan biomassa tanaman yang ditumbuhkan pada media yang diberi arang aktif. Penambahan suatu bahan ke dalam tanah yang bertujuan untuk meningkatkan hara tanaman disebut pupuk, sedangkan jika penambahan bahan tersebut bertujuan hanya untuk memperbaiki sifat tanah disebut amelioran (Hanafiah, 2007). Manfaat penambahan arang aktif ke dalam tanah antara lain dapat meningkatkan total organik karbon dan mengurangi biomassa mikroba, respirasi, dan agregasi serta pengaruh pembekuan cahaya pada tanah, karena arang aktif dapat menyerap dan menyimpan panas (Weil et al. 2003). Selanjutnya Gusmailina et al. (2002) menyebutkan bahwa keuntungan pemberian arang pada tanah, antara lain memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar dan memberikan habitat untuk pertumbuhan semai tanaman Pertumbuhan dan mutu bibit tanaman melina 1. Pertumbuhan tinggi dan diameter batang Pertambahan ukuran tanaman melina ditentukan dengan cara mengukur tinggi dan diameter batang tanaman tersebut. Data hasil pengukuran pertumbuhan tinggi dan diameter batang tanaman melina disajikan pada Lampiran 2. Rataan pertumbuhan tinggi dan diameter batang tanaman melina dalam waktu 60 hari disajikan pada Tabel 9.

27 65 Tabel 9 Rataan pertumbuhan tinggi dan diameter batang melina Pertumbuhan Tinggi Peningkatan Diameter Peningkatan Perlakuan tinggi terhadap batang diameter batang Control terhadap control (cm) (%) (mm) (%) P0 86,6-7,4 - P1 87,9 1,50 8,0 8,11 P2 89,5 3,35 8,4 13,51 P3 79,2-8,54 8,6 16,22 P4 99,6 15,01 8,6 16,22 P5 103,0 18,94 9,4 27,03 P6 93,7 8,20 10,8 45,95 Keterangan : P0 = kontrol P1 = 5% arang P2 = 10% arang P3 = 15% arang P4 = 5% arang aktif P5 = 10% arang aktif P6 = 15% arang aktif Berdasarkan data pada Lampiran 2 diketahui bahwa secara umum tinggi tanaman melina mengalami peningkatan seiring bertambahnya umur tanaman. Dalam waktu 60 hari bibit tanaman melina mengalami peningkatan pertumbuhan tinggi antara 79,2 103,0 cm atau rata-rata 91,4 cm. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan media tumbuh (campuran media) berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Selanjutnya hasil uji Duncan (Lampiran 19) menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman berbeda tidak nyata pada media tumbuh yang diberi arang aktif 5 %, 10 % maupun 15 %. Pertumbuhan tinggi tanaman pada media yang diberi 5% dan 10% arang aktif berbeda nyata dengan pertumbuhan tinggi tanaman baik pada media kontrol maupun pada media yang diberi 5%, 10% dan 15% arang. Pertumbuhan tinggi tanaman melina umur 70 hari pada tiga perlakuan media tumbuh ditunjukkan pada Gambar 6.

28 66 Gambar 6 Pertumbuhan tinggi tanaman melina umur 70 hari : media kontrol (P0), media arang 10 % (P2) dan media arang aktif 10 % (P5). Pertumbuhan tinggi melina yang tertinggi (103,0 cm) ditunjukkan oleh tanaman pada media yang diberi 10% arang aktif (P5), dan yang terendah (79,2 cm) adalah tanaman pada media yang diberi 15% arang (P3). Pada Tabel 9 ditunjukkan bahwa pemberian 5 10% arang pada media hanya dapat meningkatkan peningkatan pertumbuhan tinggi sebesar 1,50 3,35% dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman pada media kontrol (P0), selanjutnya pemberian 15% arang pada media tidak dapat lagi meningkatkan pertumbuhan tinggi. Peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman melina (3,35%) pada media yang diberi 10% arang tempurung kemiri lebih rendah bila dibandingkan dengan peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman cabai merah (11%) pada media yang diberi 5% arang bambu dan 10% arang sekam (Gusmailina dan Pari, 2002). Penambahan arang aktif dengan kadar 5 10% pada media dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 15,01 18,94%, akan tetapi jika pemberian arang aktif pada media ditingkatkan menjadi 15%, pertumbuhan tinggi tanaman justru menurun menjadi hanya 8,20 %. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Gusmailina et al.(2001) yang menemukan bahwa penambahan arang dan arang aktif bambu pada media tumbuh dapat meningkatkan pertumbuhan

29 67 tinggi anakan Eucalyptus urophylla lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan data pada Lampiran 2 dapat diketahui bahwa secara umum diameter batang tanaman melina mengalami peningkatan seiring bertambahnya umur tanaman. Pertumbuhan diameter batang melina umur 70 hari pada tiga perlakuan media tumbuh seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 7. Pertumbuhan diameter batang tanaman melina umur 70 hari : media kontrol (P0); media arang 10% (P2); media arang aktif 10% (P5). Dalam waktu 60 hari tanaman melina mengalami peningkatan pertumbuhan diameter batang antara 7,4 10,8 mm atau rata-rata 8,7 mm. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan media tumbuh (campuran media) berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman melina. Selanjutnya hasil uji Duncan (Lampiran 20) menunjukkan bahwa pertumbuhan diameter batang yang tertinggi (10,8 mm) dimiliki oleh tanaman pada media tumbuh yang diberi 15% arang aktif dan berbeda nyata dengan diameter batang tanaman pada semua perlakuan (media tumbuh) lainnya. Pertumbuhan diameter batang tanaman pada media tumbuh yang diberi 5% dan 10% arang aktif serta media yang diberi 10% dan 15% arang masing-masing berbeda tidak nyata, akan tetapi berbeda nyata dengan pertumbuhan diameter tanaman pada media kontrol maupun media yang diberi 5% arang. Pertumbuhan diameter batang yang tertinggi (10,8 mm) dimiliki oleh tanaman melina pada media tumbuh yang diberi 15% arang aktif, sedangkan yang terendah (7,4 mm) adalah tanaman pada media kontrol. Pada Tabel 9 ditunjukkan bahwa pada media

30 68 tumbuh yang diberi 5 15% arang hanya dapat meningkatkan pertumbuhan diameter batang sebesar 8,11 16,22% dibandingkan dengan diameter tanaman pada media kontrol, sedangkan media yang diberi 5 15% arang aktif dapat meningkatkan pertumbuhan diameter tanaman melina sebesar 16,22 45,95 %. 2. Bobot biomassa Pertambahan bobot biomassa tanaman melina diukur dengan cara memanen seluruh tanaman dengan memisahkan bagian pucuk dengan akarnya, kemudian dikeringkan dan ditimbang untuk mendapatkan bobot biomassa kering masingmasing bagian. Rataan bobot biomassa kering melina umur 70 hari disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Rataan bobot biomassa kering melina umur 70 hari Bobot biomassa kering Peningkatan Perlakuan Tajuk Akar Tajuk + akar (tajuk + akar) Terhadap control (gr) (gr) (gr) (%) P0 15,5 3,2 18,7 - P1 17,8 3,6 21,4 14,44 P2 20,3 3,7 24,0 28,34 P3 17,0 5,1 22,1 18,18 P4 24,5 4,7 29,2 56,15 P5 27,0 5,0 32,0 71,12 P6 23,8 5,9 29,7 58,82 Keterangan : P0 = kontrol P1 = 5% arang P2 = 10% arang P3 = 15% arang P4 = 5% arang aktif P5 = 10% arang aktif P6 = 15% arang aktif Dari data pada Tabel 10 dapat dijelaskan bahwa hasil aplikasi arang aktif tempurung kemiri sebagai komponen media tumbuh menunjukkan respon positif baik terhadap pertumbuhan biomassa tajuk maupun akar tanaman melina. Sidik ragam bobot biomassa tanaman melina (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan media tumbuh (campuran media) berpengaruh sangat nyata terhadap

31 69 bobot biomassa. Selanjutnya dari hasil uji Duncan (Lampiran 21) dapat dijelaskan bahwa media tumbuh yang diberi 10% arang aktif menghasilkan tanaman dengan bobot biomassa yang tertinggi (32,0 g) dan berbeda tidak nyata dengan bobot biomassa tanaman pada media tumbuh yang diberi 5% dan 15% arang aktif, akan tetapi berbeda nyata dengan bobot biomassa tanaman baik pada media kontrol maupun media yang diberi 5 15% arang. Tanaman melina yang ditanam pada media tumbuh yang diberi 5 15% arang aktif dapat meningkatkan bobot biomassa sebesar 56,15-71,12%, sedangkan yang ditanam pada media yang diberi 5 15% arang dapat meningkatkan bobot biomassa hanya sebesar 14,44 28,34 %. Hasil penelitian ini menguatkan pernyataan Ciner & Tipirdamaz (2002) yang mengemukakan bahwa arang aktif memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan akar dan bobot biomassa tanaman pule landak, serta pengembangan stek tanaman Capsicum omnium. Lebih tingginya bobot biomassa tanaman pada media tumbuh yang diberi arang atau arang aktif daripada bobot biomassa tanaman pada media kontrol, tidak hanya merupakan sumbangan dari pertumbuhan tinggi dan diameter batang tanaman, tetapi juga merupakan sumbangan dari pertumbuhan akar. Gambar 8 Pertumbuhan akar tanaman melina umur 70 hari : media kontrol (P0); media arang 10 % (P2); media arang aktif 10 % (P5). Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa tanaman melina pada media yang diberi 10% arang (P2) atau 10% arang aktif (P5) menghasilkan rambut akar yang lebih banyak dibanding tanaman pada media kontrol (P0). Pembentukan rambut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan spektrofotometri inframerah (IR) bertujuan mengetahui adanya gugus fungsi pada suatu bahan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI C7 PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis L.f) DAN TONGKOL JAGUNG (Zea mays LINN) SEBAGAI ADSORBEN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) Oleh : J.P. Gentur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan September 2007 hingga Mei 2008 di: 1. Laboratorium Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan, Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Nopember 2008 sampai Mei 2009 di : 1. Laboratorium dan green house Balai Penelitian Kehutanan Makassar. 2. Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, negara yang sangat subur tanahnya. Pohon sawit dan kelapa tumbuh subur di tanah Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN C8 STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Veronika Yuli K. Alumni Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF J. P. Gentur Sutapa 1 dan Aris Noor Hidayat 2 1 Dosen Jurusan Teknologi Hasil Hutan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Erlinda Sulistyani, Esmar Budi, Fauzi Bakri Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

Bilangan gelombang (Wave number), cm-1. Gambar 1. Spektrum FTIR lignin Figure 1. Spectrum of lignin FTIR

Bilangan gelombang (Wave number), cm-1. Gambar 1. Spektrum FTIR lignin Figure 1. Spectrum of lignin FTIR Transmisi (Transmitance), % Kajian struktur arang dari... (Gustan Pari, Kurnia Sofyan, Wasrin Syafii, Buchari & Hiroyuki Yamamoto) Bilangan gelombang (Wave number), cm-1 Gambar 1. Spektrum FTIR lignin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Sampel Buatan Pada prosedur awal membuat sampel buatan yang digunakan sebagai uji coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair Bab IV Pembahasan Asap cair yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pirolisis tempurung kelapa, yaitu suatu proses penguraian secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan pada suhu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei tahun 2011. Pembuatan serat karbon dari sabut kelapa, karakterisasi XRD dan SEM dilakukan di

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BUAH LONTAR (Borassus flabellifer Linn.) SEBAGAI ABSORBEN LIMBAH BATIK KAYU

PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BUAH LONTAR (Borassus flabellifer Linn.) SEBAGAI ABSORBEN LIMBAH BATIK KAYU PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BUAH LONTAR (Borassus flabellifer Linn.) SEBAGAI ABSORBEN LIMBAH BATIK KAYU 1. 2. I Ketut Gede Intan Kurniawan 1, J.P. Gentur Sutapa 2 Alumni Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Arang Aktif 4.1.1 Sifat Arang Aktif Sifat arang aktif yang diamati adalah rendemen, kadar air, abu, zat terbang, dan karbon terikat (Tabel 5). Seluruh sifat arang aktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X KARAKTERISTIK ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN PENGAKTIVASI H 2SO 4 VARIASI SUHU DAN WAKTU Siti Jamilatun, Intan Dwi Isparulita, Elza Novita Putri Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) 17 IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas) Nilai ph merupakan ukuran konsentrasi ion-h (atau ion-oh) dalam larutan yang digunakan untuk menentukan sifat keasaman, basa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Padat Agar-agar Limbah hasil ekstraksi agar terdiri dari dua bentuk, yaitu padat dan cair. Limbah ini mencapai 65-7% dari total bahan baku, namun belum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Menentukan Suhu dan Waktu Karbonisasi Pada penentuan suhu dan waktu karbonisasi yang optimum, dilakukan pemanasan sampel sekam pada berbagai suhu dan waktu pemanasan. Hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air bersih merupakan sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air bersih merupakan sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air bersih merupakan sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan industri, kebutuhan air bersih terus meningkat, disamping

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi Arang sekam yang telah diaktivasi disebut arang aktif. Arang aktif yang diperoleh memiliki ukuran seragam (210 µm) setelah

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Landiana Etni Laos, Arkilaus Selan Prodi Pendidikan Fisika STKIP Soe, Nusa Tenggara Timur E-mail: etni.laos@yahoo.com Abstrak. Karbon aktif merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI

TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI Kegiatan Praktikum 1: Titrasi Penetralan (Asam-Basa)... Judul Percobaan : Standarisasi Larutan Standar Sekunder NaOH... Kegiatan Praktikum

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PERMUKAAN ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG

KARAKTERISASI PERMUKAAN ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 15, NO. 1, APRIL 2011: 17-24 KARAKTERISASI PERMUKAAN ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG Santiyo Wibowo 1*), Wasrin Syafi 2, dan Gustan Pari 3 1. Balai Penelitian Kehutanan Aek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri EBT 02 Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri Abdul Rahman 1, Eddy Kurniawan 2, Fauzan 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Malilkussaleh Kampus Bukit Indah,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini jenis akasia (Acacia mangium Willd) yang sebagian besar berasal dari areal Hutan Tanaman Indusrti (HTI) telah banyak digunakan sebagai bahan baku kayu gergajian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik tersusun atas bahan-bahan yang sangat beraneka berupa zat yang ada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik yang sedang menjalani perombakan,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED Daerah radiasi IR: 1. IR dekat: 0,78 2,5 µm 2. IR tengah: 2,5 50 µm 3. IR jauh: 50 1000 µm Daerah radiasi spektroskopi IR: 0,78 1000 µm Penggunaan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (MUSA ACUMINATE L) SEBAGAI KARBON AKTIF YANG TERAKTIVASI H 2 SO 4

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (MUSA ACUMINATE L) SEBAGAI KARBON AKTIF YANG TERAKTIVASI H 2 SO 4 Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang.. (Sari Wardani) SEMDI UNAYA-2017, 271-280 PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (MUSA ACUMINATE L) SEBAGAI KARBON AKTIF YANG TERAKTIVASI H 2 SO 4 Sari Wardani 1, Elvitriana

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI AKTIVATOR ZnCl 2 TERHADAP KUALITAS KARBON AKTIF DARI KULIT UBI KAYU UNTUK PENYERAPAN LOGAM BERAT

PENGARUH KONSENTRASI AKTIVATOR ZnCl 2 TERHADAP KUALITAS KARBON AKTIF DARI KULIT UBI KAYU UNTUK PENYERAPAN LOGAM BERAT PENGARUH KONSENTRASI AKTIVATOR ZnCl 2 TERHADAP KUALITAS KARBON AKTIF DARI KULIT UBI KAYU UNTUK PENYERAPAN LOGAM BERAT Ellis Fitriyani 1, Rakhmawati Farma 2 Mahasiswa Program Studi S1 Fisika 1 Dosen Bidang

Lebih terperinci

Bab IV Pembahasan. Gambar IV 1 alat pirolisator sederhana

Bab IV Pembahasan. Gambar IV 1 alat pirolisator sederhana Bab IV Pembahasan IV.1 Rancangan alat Asap cair dari tempurung kelapa dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tebu Ampas tebu adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya pada industri pengolahan gula pasir. Ampas tebu juga dapat dikatakan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifatsifat Fisik Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. blender, ukuran partikel yang digunakan adalah ±40 mesh, atau 0,4 mm. 30 4.1.Perlakuan Pendahuluan 4.1.1. Preparasi Sampel BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Proses perlakuan pendahuluan yag dilakukan yaitu, pengecilan ukuran sampel, pengecilan sampel batang jagung dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit adalah salah satu jenis tumbuhan yang memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai jenis industri, seperti industri kosmetik, industri pangan, industri margarin,

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.2, No.1, Juni 2010 : 21 26 PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA EFFECT OF ACTIVATOR IN THE MAKING OF ACTIVATED CARBON FROM COCONUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci