III. BAHAN DAN METODE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. BAHAN DAN METODE"

Transkripsi

1 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan September 2007 hingga Mei 2008 di: 1. Laboratorium Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan, Laboratorium Teknologi Serat dan Laboratorium Produk Majemuk pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor 2. Laboratorium Geologi Quarter Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Bandung 3. Laboratorium Keteknikan Kayu Fakultas Kehutanan IPB Bogor 4. Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Kimia FMIPA UPI Bandung Bahan dan Alat Bahan baku pembuatan arang dan arang aktif pada penelitian ini adalah tempurung kemiri dari Mataram NTB, pulp Thermo Mechannical Pulping (TMP) kayu mangium (Acacia mangium) dan karet (Hevea braziliensis) dengan perbandingan 3:1 dari PT Masari Dwi Sepakat Fiber, Karawang dan perekat urea formaldehide type UE-140 dari PT Pamolite Adhesive Industry Jakarta. Bahan kimia yang digunakan diantaranya asam phosfat, iodium (I 2 ), NaOH, benzena, formalin, KI, biru metilen, Natrium thiosulfat (Na 2 S 2 O 3 ), kanji dan HCl. Peralatan yang digunakan untuk pengarangan adalah tungku pengarangnan (retort pirolisis) kapasitas 5 kg, retort aktivasi kapasitas ± 300 g, alat kempa panas, desikator, oven, Scanning Electron Mikroscope (SEM) JSM 6360 LA 20 kv, X-Ray Difraction (XRD) 7000 series 40 kv, Fourier Transform Infra Red (FTIR) 8400 series, UV-Spektrofotometer 1700 series, Pyrolisis GCMS GC-2010 series dan Universal Testing Method (UTM) merk Instron.

2 Metode Penelitian Analisa Bahan Baku Tempurung Kemiri Analisis komponen kimia bahan baku tempurung kemiri yang diamati adalah kadar lignin berdasarkan TAPPI T 222om-88 dan kadar holoselulosa (Browning, 1967), sedangkan struktur yang diamati: (1). Komponen kimia tempurung menggunakan Pirolisis GCMS, (2). Identifikasi gugus fungsi menggunakan FTIR yaitu dengan cara mencampur contoh uji dengan KBr yang kemudian dibuat dalam bentuk pelet dan diukur serapannya pada bilangan gelombang cm -1. (3). Derajat kristalinitas, tinggi, lebar, jarak dan jumlah lapisan aromatik dengan cara menginterpretasikan pola difraksi dari hamburan sinar X contoh (XRD). (4). Topografi permukaan dan diameter pori menggunakan SEM Pembuatan dan Karekterisasi Struktur Arang Arang tempurung kemiri dibuat menggunakan retort pirolisis dengan pemanas listrik pada suhu 500 o C selama 5 jam kemudian didinginkan jam. Arang yang dihasilkan dianalisa sifat-sifatnya berdasarkan SNI 1995 yang meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, dan daya serap terhadap benzena, karbon tetraklorida (CCl 4 ), kloroform, formaldehida dan iod. Karakteristik struktur arang tempurung kemiri yang diamati adalah (1). Komponen kimia arang menggunakan Pirolisis GCMS, (2). Gugus fungsi: untuk mengetahui perubahannya akibat dari karbonisasi dengan FTIR, (3). Derajat kristalinitas, tinggi, lebar, jarak dan jumlah lapisan aromatik arang dengan XRD. (4). Topografi permukaan dan diameter pori arang dengan SEM Pembuatan dan Karakterisasi Struktur Arang Aktif Arang aktif dibuat menggunakan retort aktivasi kapasitas 300 g berbahan stainless steel dengan pemanas listrik. Bahan baku arang diberi perlakuan perendaman selama 24 jam dengan asam phosfat (H 3 PO 4 ) teknis sebanyak 10% berdasarkan berat arang (b/v). Setelah perendaman, arang diaktivasi pada suhu 600 o C, 700 o C dan 800 o C, masing-masing selama 90, 120 dan 150 menit dengan

3 15 menggunakan aliran uap 0,5 kg/jam. Arang aktif yang dihasilkan dianalisa sifatsifatnya berdasarkan SNI 1995 yang meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, dan daya serap terhadap benzena, karbon tetraklorida (CCl 4 ), kloroform, formaldehida dan iod. Karakteristik struktur arang aktif yang diamati adalah (1). Komponen kimia menggunakan Pirolisis GCMS untuk arang aktif yang diaktivasi pada suhu 600 o C, 700 o C dan 800 o C dengan lama aktivasi 150 menit (2). Gugus fungsi: untuk mengetahui perubahan gugus fungsi setelah arang diaktifkan dengan FTIR, (3). Derajat kristalinitas, tinggi, lebar, jarak dan jumlah lapisan aromatik arang aktif dengan XRD (4). Topografi permukaan dan diameter pori arang aktif dengan SEM. Analisa FTIR dan SEM arang aktif dilakukan pada contoh yang diaktivasi pada suhu 600 o C dan 700 o C pada lama aktivasi 150 menit, serta suhu 800 o C dengan lama aktivasi 90, 120 dan 150 o C Pembuatan MDF dengan Aplikasi Arang Aktif Bahan baku serat dikeringkan dalam oven pada suhu 60 o C selama 24 jam hingga mencapai kadar air sekitar 6-8%. Papan serat dibuat melalui proses kering dengan ukuran sasaran 30cm x 30cm x 1cm dan kerapatan 0,77 g/cm 3. Perekat UF yang gunakan sebanyak 12 % (w/w) dari berat pulp dengan kandungan solid content 50%, sebagai pengeras (hardener) digunakan ammonium kloride (NH 4 Cl) 1% berdasarkan berat resin UF dan ditambahkan 0,5% lilin berdasarkan berat kering serat. Kondisi pengempaan dilakukan pada suhu 160 o C selama 10 menit dengan tekanan sekitar 25 kg/cm 2. Penambahan perekat pada pembuatan papan serat dengan proses kering pada umumnya berkisar antara 8-12 % (Tsoumis 1991). Pemberian perekat sebanyak 12 % pada penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana emisi formaldehida yang dihasilkan dapat diserap oleh arang aktif, dimana semakin banyak perekat yang diberikan maka akan semakin besar emisi formaldehida yang dikeluarkan (untuk perekat jenis UF). Arang aktif hasil perlakuan aktivasi yang optimal, diaplikasikan untuk menyerap emisi formaldehida dengan ukuran arang aktif lolos 120 mesh. Pemberian arang aktif dilakukan dengan 2 (dua) cara, pertama mencampurkannya pada perekat sebesar 0, 2, 4, dan 6 persen berdasarkan berat resin UF dan kedua

4 16 ditambahkan pada serat sebanyak 0, 2, 4, dan 6 persen berdasarkan berat serat. Papan serat yang dihasilkan kemudian dikering udarakan selama 14 hari hingga diperoleh kadar air kesetimbangan. Selanjutnya dilakukan pengujian sifat fisik, mekanik dan emisi formaldehidnya Diagram Alir Penelitian Rangkaian kegiatan penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan dengan menggunakan diagram alir seperti disajikan pada Gambar 6 dibawah ini. Karbonisasi (500 o C, 5 jam) Rendam dengan H 3 PO 4 10%, lalu diaktivasi pada Suhu 600, 700 & 800 o C Waktu 90, 120, 150 mnt TEMPURUNG KEMIRI ARANG ARANG AKTIF SIFAT ARANG AKTIF OPTIMAL Analisa : Lignin, Holoselulosa Kadar air, abu, karbon Kadar zat terbang Uji struktur : FTIR, Pyr GCMS XRD, SEM Analisa : Rendemen, Kadar air, abu, karbon Kadar zat terbang, dan Daya serap benzena, karbon tetraklorida, kloroform, formaldehida, iod Uji struktur : FTIR, Pyr GCMS, XRD, SEM Penambahan Arang Aktif APLIKASI UNTUK PEMBUATAN MDF 0; 2; 4; 6 % pada perekat 0; 2; 4; 6 % pada serat MDF Analisa : Fisik-Mekanik MDF Emisi formaldehida Gambar 6. Diagram alir penelitian

5 Standar dan Prosedur Pengujian Standar dan Prosedur Pengujian Arang dan Arang Aktif Prosedur pengujian arang dan arang aktif dilakukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang arang aktif teknis yang meliputi penetapan rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon, serta daya serap terhadap benzena, karbon tetraklorida, kloroform, formaldehida dan iod. a. Penetapan rendemen Penetapan rendemen arang aktif dilakukan dengan menghitung perbandingan berat arang setelah diaktivasi terhadap berat bahan baku sebelum diaktivasi. Berat arang aktif Rendemen = x 100% Berat bahan baku b. Penetapan kadar air Contoh arang aktif sebanyak 2 gram dimasukan ke dalam cawan petri dan dikering ovenkan pada suhu 110 o C selama 3 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan. Berat basah berat kering Kadar air (%) = x 100% Berat basah c. Penetapan kadar abu Contoh arang aktif sebanyak 2 gram dimasukan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, kemudian di panaskan dalam tanur listrik pada suhu 700 o C selama 6 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan. Berat sisa contoh Kadar abu (%) = x 100% Berat contoh awal

6 18 d. Penetapan kadar zat terbang Contoh arang aktif sebanyak 2 gram dimasukan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, kemudian dimasukan ke dalam tanur listrik pada suhu 950 o C selama 10 menit. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan. Berat contoh yang hilang Kadar zat terbang (%) = x 100% Berat contoh awal e. Penetapan kadar karbon Kadar karbon arang aktif dihitung dengan cara pengurangan dari kadar abu dan zat terbang. Kadar karbon = 100% (kadar abu + kadar zat terbang) f. Penetapan daya serap terhadap iod Contoh arang aktif seberat 0,2 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 25 ml larutan iod 0,1 N dan dikocok selama 15 menit pada suhu kamar, larutan kemudian disaring. Larutan tersebut dipipet sebanyak 10 ml dan dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N sampai diperoleh larutan berwarna merah muda lalu ditambahkan beberapa tetes larutan kanji 1% sebagai indikator. Kemudian dilakukan titrasi lagi sampai saat warna biru hilang. Daya serap iod (mg/g ) = [10 (ml x N Na 2 S 2 O 3 )] x 126,93 x fp Bobot contoh (g) g. Penetapan daya serap terhadap uap benzena, karbon tetraklorida, kloroform dan formaldehida Contoh arang aktif sebanyak 1,5 gram dimasukkan ke dalam kaca arloji, selanjutnya ditempatkan dalam desikator yang telah dijenuhkan masing-masing dengan uap benzena, karbon tetraklorida, kloroform dan formaldehida selama 24

7 19 jam. Sebelum ditimbang, contoh dibiarkan selama 5 menit untuk mengeluarkan uap yang menempel pada permukaan kaca. Berat uap yang terserap Daya serap (%) = x 100 % Berat contoh awal Standar dan Prosedur Pengujian MDF Prosedur pengujian MDF dilakukan berdasarkan Standar Industri Jepang (JIS) A tentang fiberboards. Untuk memperoleh contoh uji, lembaran papan serat dipotong menurut pola pemotongan seperti Gambar cm cm 1 5 Gambar 7. Pola pemotongan contoh uji MDF Keterangan: 1 : Contoh uji untuk kerapatan dan kadar air (10 cm x 10 cm) 2 : Contoh uji untuk MOR dan MOE (5 cm x 20 cm) 3 : Contoh uji untuk keteguhan rekat internal (5 cm x 5 cm) 4 : Contoh uji untuk pengembangan tebal (5 cm x 5 cm) 5 : Contoh uji untuk daya serap air (10 cm x 10 cm) 6 : Contoh uji untuk emisi formaldehida (5 cm x 15 cm) a. Kerapatan Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dengan contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm. Contoh uji ditimbang berat awalnya dan diukur dimensinya menggunakan kaliper dan mikrometer. Kerapatan dihitung dengan rumus:

8 20 Kerapatan kering udara (g/cm 3 ) = Berat kering udara (g) Volume (cm 3 ) b. Kadar air Contoh uji yang digunakan sama dengan contoh uji kerapatan. Contoh uji dikering udarakan kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103 ± 2 o C hingga mencapai berat konstan. Kadar air dihitung dengan rumus: berat kering udara (g) berat kering oven (g) Kadar air (%) = x 100% berat kering oven (g) c. Pengembangan tebal Contoh uji diukur tebal awalnya menggunakan mikrometer, kemudian direndam secara horizontal dalam air selama 24 jam. Setelah itu contoh uji diukur kembali tebalnya. Pengembangan tebal contoh uji dihitung dengan rumus: tebal akhir tebal awal Pengembangan tebal (%) = x 100% tebal awal d. Daya serap air Contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awalnya, kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Setelah itu ditimbang kembali beratnya. Besarnya daya serap air dihitung dengan rumus: berat akhir - berat awal Daya serap air (%) = x 100% berat awal e. Keteguhan patah (MOR) dan keteguhan lentur (MOE) Lebar contoh uji dibuat sebesar 5 cm sedangkan panjangnya disesuaikan dengan tebal papan dan jarak sangga yang digunakan. Jarak sangga yang digunakan adalah 15 kali tebal papan dan minimal 15 cm. Sehingga dengan tebal 1 cm maka jarak sangga yang digunakan adalah 15 cm. Panjang contoh uji dibuat

9 21 dengan ukuran 20 cm (jarak sangga + 5 cm). Skema pengujian disajikan pada Gambar 8. Contoh uji diukur lebar dan tebalnya tepat ditengah (ditempat yang akan diberikan beban, kemudian diuji dengan alat UTM Instron. Dari hasil pengujian diperoleh beban dan defleksi papan. Besarnya MOR dan MOE dihitung dengan rumus: 3PL MOR (kgf/cm 2 ) = 2bt 2 PL 3 MOE (kgf/cm 2 ) = 4 Ybt 3 dimana: P : Besar perubahan beban (kgf) Y : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm) L : Panjang bentang contoh uji (cm) P : Beban maksimum pada saat contoh uji mengalami kerusakan (kgf) b : Lebar penampang contoh uji (cm) t : Tebal penampang contoh uji (cm) beban contoh uji penyangga Jarak sangga Gambar 8. Ilustrasi pengujian keteguhan patah dan lentur e. Keteguhan rekat (internal bond) Contoh uji direkatkan pada plat baja atau aluminium dengan menggunakan perekat epoxy. Penentuan keteguhan rekat ditentukan sebagai berikut: P IB (kgf/cm 2 ) = bl dimana: IB : Keteguhan rekat internal (kgf/cm 2 ) P : Beban maksimum pada saat pemisahan (kgf) b : Lebar contoh uji (cm) l : Panjang contoh uji (cm)

10 Penentuan Derajat Kristalinitas dan Turunannya Untuk mengetahui derajat kristalinitas (X), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc) dan lebar (La) antar lapisan aromatik serta jumlah (N) lapisan aromatik digunakan difraksi sinar-x (XRD) dengan sumber radiasi tembaga/cu (Iguchi, 1997; Kercher dan Nagle, 2003). Struktur kristalit diilustrasikan pada Gambar 9, perhitungan dan persamaan rumusnya adalah sebagai berikut: bagian kristal Derajat kristalinitas (X) = x 100%. bagian kristal + bagian amorf Jarak antar lapisan aromatik (d 002 ) : λ = 2 d sin θ Tinggi lapisan aromatik (L c ) : L c(002) = K λ / β cos θ Lebar lapisan aromatik (L a ) : L a(100) = K λ / β cos θ Jumlah lapisan aromatik (N) : N = L c /d dimana: λ = 0,15406 nm (panjang gelombang radiasi sinar Cu) β = Intensitas ½ tinggi dan lebar (radian θ) K = Tetapan untuk lembaran grafit (0,89) θ = Sudut difraksi. Gambar 9. Skema jarak antara lapisan (d), tinggi lapisan (Lc), jumlah lapisan (N) dan lebar lapisan (La) aromatik dan unit terkecil penyusun struktur kristalit arang dan arang aktif

11 Standar dan Prosedur Pengujian Emisi Formaldehida Emisi formaldehida diuji dan ditetapkan berdasarkan SNI tentang emisi formaldehida pada panel kayu dengan metode desikator. Contoh uji berukuran 5 cm x 15 cm sebanyak 10 buah dikondisikan selama satu minggu, kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang di dalamnya telah diletakkan gelas piala berisi air suling sebanyak 300 ml. Desikator ditutup rapat dan disimpan selama 24 jam pada suhu ruang 20 o C. Larutan contoh uji dipipet sebanyak 25 ml dan ditambahkan 25 ml larutan asetil aseton-ammonium asetat kemudian dipanaskan selama 10 menit diatas penangas air pada suhu o C. Larutan contoh kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Prosedur yang sama dikerjakan juga pada blanko, yaitu desikator tanpa diisi contoh uji. Contoh uji dan blanko diukur adsorpsinya (%) dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 412 nm. Konsentrasi emisi formaldehida (ppm) diperoleh dengan jalan membaca dari hasil pembacaan spektro UV Pengujian Perekat Urea Formaldehida Penetapan mutu perekat urea formaldehida dilakukan berdasarkan SNI mengenai urea formaldehida cair untuk perekat papan partikel yang terdiri dari penetapan kekentalan, ph, dan waktu gelatinasi Rancangan Percobaan dan Analisis Data Sifat Tempurung dan Arang Tempurung Rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar karbon terikat untuk bahan baku tempurung kemiri dianalisa secara deskriptif Sifat Dasar dan Daya Serap Arang Aktif Rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap terhadap benzena, karbon tetraklorida, kloroform, formaldehida dan iod dianalisa menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 3 x 3, dengan perlakuan suhu (S) dan lama (W) aktivasi masing-masing tiga taraf yaitu 600, 700,

12 o C dan 90, 120 dan 150 menit, kemudian dilanjutkan dengan uji beda Duncan (Matjik dan Sumertajaya, 2002). Model persamaannya adalah sebagai berikut: Y ijk = i j ( sw ) ε ijk μ + S + W + + ij Yijk = Nilai pengamatan pada faktor suhu taraf ke-i, faktor lama aktivasi taraf ke-j dan ulangan ke k, μ, = Komponen aditif dari rataan, = Pengaruh utama faktor suhu aktivasi S i W j = Pengaruh utama faktor lama aktivasi (sw ij ) = Interaksi dari faktor suhu dan lama aktivasi εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2) Karakteristik Struktur Tempurung, Arang dan Arang Aktif Karakterisasi struktur tempurung kemiri, arang dan arang aktif yang dilakukan dengan instrument Pirolisis GCMS, FTIR, X-Ray Difraktometer dan SEM dianalisis secara deskriptif Sifat Fisik dan Mekanis Papan Serat Perancangan percobaan dengan rancangan acak lengkap dilakukan mengetahui pengaruh penambahan arang aktif pada MDF terhadap sifat fisik dan mekanik papan yang dihasilkannya. Kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata (Matjik dan Sumertajaya, 2002). Model persamaannya adalah sebagai berikut: Yij = μ + τ + ε i ij dimana: i = 1, 2,, 7 dan j=1, 2,,r Yij = Sifat fisik dan mekanik MDF perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum τi = Pengaruh penambahan arang aktif ke-i εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

13 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Struktur Tempurung Kemiri, Arang dan Arang Aktif Gugus Fungsi Analisis dengan Fourier Transform Infrared (FTIR) bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi dari bahan yang diamati dimana gugus fungsi tersebut dipakai untuk menduga sifat permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif. Gugus fungsi dari bahan yang berbeda karena perbedaan suhu dan lama aktivasi diperlihatkan pada Gambar 10 sedangkan vibrasi yang ditunjukkan oleh bilangan gelombangnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Bilangan gelombang tempurung kemiri, arang dan arang aktif No. Bahan baku Bilangan gelombang (cm -1 ) 1. Tempurung Arang Arang Aktif o C/150 mnt o C/150 mnt o C/150 mnt o C/120 mnt o C/ 90 mnt Hasil analisa FTIR pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif menunjukkan penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang cm cm -1. Pada bilangan gelombang tersebut merupakan daerah serapan gugus OH, dimana tempurung kemiri memiliki intensitas paling tinggi kemudian menurun setelah melalui proses karbonisasi dan aktivasi sejalan meningkatnya suhu. Menurunnya intensitas serapan pada bilangan gelombang cm -1 merupakan petunjuk mulai terbentuknya senyawa aromatik

14 26 (Kimura dan Kaito, 2004). Senyawa tersebut merupakan penyusun struktur kristalit heksagonal arang dan arang aktif. Vibrasi di bilangan gelombang 1620 cm -1 pada tempurung kemiri menunjukkan adanya ikatan C=O. Setelah dikarbonisasi maka terbentuk ikatan C=C aromatik di sekitar cm -1. Gugus fungsi pada tempurung kemiri adalah gugus hidroksil yang merupakan OH terikat (3.402 cm -1 ) dengan jenis ikatan C=O (1.620 cm -1 ) dan C-H alifatik (2.923 cm -1 ) serta C-O (1.045 dan cm -1 ). Gugus OH pada tempurung kemiri berasal dari OH pada holoselulosa maupun lignin. Dengan meningkatnya suhu saat karbonisasi hingga sekitar 500 o C maka senyawa tersebut telah terurai dan membentuk struktur baru yaitu rantai karbon, sedangkan senyawa hidrokarbon yang terurai dan tersisa membentuk senyawa radikal bebas. Besarnya gugus hidroksi merupakan cerminan dari banyaknya senyawa kimia pada tempurung kemiri yang mengandung gugus OH seperti senyawa alkohol, phenol dan asam asetat, dimana selengkapnya disajikan pada Lampiran 5. Transmisi (%) Tempurung C=O OH OH OH OH C=C Ar C=C Ar. C=C Ar. Arang Arang aktif 600 o C/150 menit 700 o C/150 menit 800 o C/150 menit OH OH OH C=C Ar. C=C Ar. C=C Ar. 800 o C/120 menit 800 o C/90 menit cm -1 Gambar 10. Pola serapan FTIR pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif

15 27 Hasil analisis FTIR pada arang dan arang aktif tidak menunjukkan adanya vibrasi lentur di serapan cm -1 (C-H) sebagaimana terdapat pada tempurung kemiri. Ikatan C-H (pada CH 3 dan CH 2 ) yang terjadi diidentifikasi oleh vibrasi diserapan sekitar cm -1. Penggunaan uap air saat aktivasi ternyata masih berperan dalam teridentifikasinya gugus OH pada arang aktif. Gugus tersebut bukan berasal dari bahan seperti halnya tempurung kemiri namun cenderung pada reaksi antara uap air dengan senyawa bebas pada permukaan arang yang diaktivasi. Proses aktivasi juga menyebabkan terbentuknya gugus fungsi baru yaitu -P-OH pada serapan sekitar cm -1, dimana pada tempurung kemiri dan arangnya tidak ada serapan di bilangan gelombang tersebut. Gugus fungsi -P-OH diduga terbentuk akibat penggunaan H 3 PO 4 sebagai activating agent didalam pembuatan arang aktif dimana pada saat aktivasi, senyawa tersebut masih terdapat atau tertinggal pada arang aktif sebagaimana hasil analisa Pyr-GCMS (Tabel 5). Arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800 o C dengan lama aktivasi yang berbeda (90, 120 dan 150 mnt) memiliki pola serapan yang relatif sama yaitu dengan jenis ikatan -P-OH, OH, C=C, C-H dan C-O. Berdasarkan jenis ikatan tersebut dan terdapatnya senyawa carbamic acid dan cyclopropyl carbinol dengan ikatan C-O dan OH dari hasil analisis Pyr-GCMS (Lampiran 5), maka arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800 o C akan bersifat polar sehingga diharapkan dapat berperan sebagai penyerap emisi formaldehida yang juga bersifat polar Pola Struktur Kristalit Tempurung Kemiri, Arang dan Arang Aktif Pengujian dengan difraktometer sinar-x (XRD) bertujuan untuk mengetahui derajat kristalinitas (X), jarak antar lapisan (d), tinggi lapisan aromatik (Lc) dan lebar lapisan aromatik (La) serta jumlah lapisan aromatiknya (N). Pada penelitian ini analisis dilakukan terhadap tempurung kemiri, arang dan arang aktif sebagaimana disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 11. Derajat kristalin tempurung kemiri lebih rendah dibandingkan dengan derajat kristalin arangnya yaitu sebesar 24,08% dan 25,35%. Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran intensitas pada sudut difraksi dari θ 22,08 menjadi θ 23,62 dan terbentuknya sudut baru di θ 43,35. Pergeseran dan terbentuknya

16 28 sudut difraksi baru tersebut menunjukkan bahwa antara struktur kristalit tempurung kemiri dan arangnnya berbeda. Pada tempurung kemiri struktur kristalit didominasi oleh struktur kristalit pada selulosa sedangkan pada arangnya struktur kritalit terbentuk dari senyawa karbon yang membentuk lapisan heksagonal (Pari 2004). Intensitas Tempurung Arang Arang aktif 600 o C/150 mnt 600 o C/120 mnt 600 o C/90 mnt Arang aktif 700 o C/150 mnt 700 o C/120 mnt 700 o C/90 mnt Arang aktif 800 o C/150 mnt 800 o C/120 mnt 800 o C/90 mnt θ (deg) Gambar 11. Difraksi sinar-x tempurung kemiri, arang dan arang aktif

17 29 Aktivasi arang pada suhu o C yang diikuti dengan pemberian uap air menyebabkan derajat kristalinitas arang aktif lebih menjadi rendah atau bersifat lebih amorf dibandingkan dengan arangnya. Sifat amorf tersebut terjadi karena jarak antar lapisan aromatik bertambah. Perubahan ini menyebabkan tingkat keteraturan yang semula tinggi (kristalin) berubah menjadi tidak beraturan (amorf) sehingga celah diantara kristalit semakin lebar. Hal tersebut didukung karena adanya pergeseran pada struktur kristalin arang aktif (Jimenez et.al., 1999 dan Schukin et.al., 2002). Pergeseran terjadi pada penambahan tinggi lapisan aromatik (Lc) yang diikuti dengan penyempitan lapisan aromatik (La) serta terjadinya peningkatan jumlah lapisan aromatik (Kercher dan Nagle, 2003), sehingga penyusutan ini menyebabkan celah diantara kristalit semakin lebar dan pori yang terbentuk bertambah besar (Pari, 2004). Tabel 5. Struktur kristalit dan lapisan aromatik pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif No. Bahan baku X (%) θ (002) ( o ) d (nm) θ (100) ( o ) d (nm) Lc (nm) N La (nm) 1 Tempurung 24,08 22,08 0, Arang 25,35 23,62 0, ,35 0,2085 1,4524 6,97 26,0797 Arang aktif o C/ 90 mnt 21,99 23,92 0, ,22 0,2091 1,4598 6,97 21, o C/ 90 mnt 22,75 24,36 0, ,06 0,2099 1,6070 7,66 16, o C/ 90 mnt 23,42 24,38 0, ,22 0,2091 1,7225 8,24 9, o C/120 mnt 20,50 24,02 0, ,12 0,2096 1,4600 6,97 14, o C/120 mnt 20,50 24,25 0, ,10 0,2097 1,6328 7,79 11, o C/120 mnt 21,21 24,30 0, ,30 0,2087 1,7697 8,48 9, o C/150 mnt 18,74 23,58 0, ,20 0,2092 1,4859 7,10 13, o C/150 mnt 19,33 24,20 0, ,14 0,2095 1,6563 7,91 10, o C/150 mnt 20,53 24,60 0, ,33 0,2086 1,7726 8,50 8,0890 Selanjutnya berdasarkan data diatas, peningkatan rata-rata suhu aktivasi menyebabkan derajat kristalinnya bertambah. Hal ini terjadi karena jarak antara lapisan aromatik (d) semakin dekat sehingga struktur kristalinya lebih rapat dan teratur. Hasil ini sejalan dengan penelitian Schukin et.al. (2002) dan Pari et.al.

18 30 (2006c). Berbeda dengan pengaruh suhu, rata-rata lama aktivasi justru akan membentuk struktur kristalin arang aktif yang lebih amorf. Dengan meningkatnya lama aktivasi, secara umum ada kecenderungan memperbesar jarak antar lapisan aromatik (d) yang menyebabkan celah diantara lapisan aromatik lebih besar Penampakan Permukaan Tempurung Kemiri, Arang dan Arang Aktif Pengamatan tempurung kemiri, arang dan arang aktif pada penampang atas (transversal) secara visual dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) berkekuatan 20 kv. Pengambilan gambar pada penampang atas dan samping masing-masing menggunakan perbesaran dan kali. Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa pada penampang atas dan samping tempurung kemiri tidak terlihat adanya pori-pori yang terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa permukaan tempurung masih ditutupi oleh senyawa hidrokarbon. Bentuk pori secara fisik yang dimaksudkan dalam penelitian ini berbeda dengan pori pada kayu, pori fisik disini menggambarkan rongga-rongga yang terdapat didalam zat padat tempurung kemiri, arang dan arang aktif. Setelah dikarbonisasi pada suhu 500 o C, pori-pori pada penampang atas mulai terlihat dengan diameter pori 0,676 4,074 μ yang didominasi pori berdiameter 1-2 μ sebanyak 54,22% (Tabel 6). Terbukanya pori pada penampang atas ternyata belum diikuti dengan terbentuknya pori pada penampang samping. Pemanasan sampai dengan suhu 500 o C telah menyebabkan terdegradasinya komponen holoselulosa dan lignin yang menghasilkan produk gas (antara lain CO 2, H 2, CO, CH 4 dan benzena), produk cair (tar, hidrokarbon dengan berat molekul tinggi dan air) dan produk padatan berupa arang (Vigouroux, 2001). Pada karbonisasi akan dihasilkan lebih banyak karbon, sedikit hidrogen dan oksigen, namun demikian pada arang masih terdapat cukup banyak senyawa hidrokarbon sebagaimana disajikan pada Lampiran 5. Senyawa tersebut akan menutupi permukaan arang yang menyebabkan kemampuan daya serap kemiri dalam bentuk arangnya masih terbatas. Aktivasi arang menjadi arang aktif pada suhu diatas 500 o C disertai dengan pengaliran uap air ternyata mampu membuka pori-pori kecil pada permukaan arang yang masih tertutup. Pori-pori pada arang yang telah diaktivasi mulai terlihat pada penampang samping. Jumlah pori-pori kecil berukuran 0-1 μ mendominasi ukuran pori yang ada yaitu sebesar 36,59-79,57 %, dimana fenomena tersebut dapat dilihat dari data pada Tabel 6 dan Gambar 12.

19 31 Penampang atas Penampang samping Tempurung Arang tempurung Arang aktif (600 o C/150 mnt) Arang aktif (700 o C/150 mnt)

20 32 Penampang atas Penampang samping Arang aktif (800 o C/150 mnt) Arang aktif (800 o C/120 mnt) Arang aktif (800 o C/ 90 mnt) Gambar 12. Permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif pada penampang atas (perbesaran 2.000x) dan samping (perbesaran 1.500x) Diameter pori arang aktif meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu dan waktu aktivasi. Menurut Novicio et.al. (1998) dan Bonelli et.al. (2001), pembentukan dan pembesaran pori disebabkan oleh penguapan komponen selulosa yang terdegradasi dan lepasnya zat terbang. Dengan berkurangnya senyawa hidrokarbon maka permukaan arang aktif semakin jelas terlihat. Komponen kimia yang masih tertinggal dalam arang aktif pada suhu aktivasi yang

21 33 lebih tinggi jumlahnya semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkurangnya senyawa kimia arang aktif dari hasil analisa Pyr-GCMS (Lampiran 5). Secara keseluruhan diameter pori pada permukaan arang dan arang aktif tempurung kemiri hasil analisis SEM termasuk ke dalam struktur makropori dengan diameter lebih dari 0,025 μ. Tabel 6. Diameter pori pada permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif No. Bahan Diameter Pori (μ) Persentase Diameter Pori Baku Minimal Maksimal 0-1 μ 1-2 μ 2-3 μ 3-4 μ Bahan baku Arang Arang aktif o C/150 mnt o C/150 mnt o C/150 mnt o C/120 mnt o C/90 mnt Rangkuman Pembahasan Struktur Tempurung Kemiri, Arang dan Arang Aktif Karbonisasi Tempurung Kemiri Karbonisasi tempurung kemiri menjadi arang menyebabkan terjadinya penguraian struktur kimia sebagaimana hasil analisa FTIR pada Gambar 10 dan Tabel 4. Pada arang tempurung kemiri terjadi penurunan intensitas serapan di bilangan gelombang cm -1, dan penurunan intensitas serta terjadinya pelebaran di bilangan gelombang cm -1. Data tersebut mengindikasikan terbentuknya pola struktur aromatik yang berasal dari atom karbon sebagaimana juga didukung adannya serapan di bilangan gelombang cm -1 yang merupakan C=C dari cincin aromatik dan vibrasi C-H dari cincin aromatik di bilangan gelombang Pemanasan pada tempurung kemiri hingga suhu 500 o C menyebabkan terjadinya perubahan gugus fungsi dan terbentuknya senyawa radikal tidak stabil yang kemudian saling bereaksi membentuk senyawa baru (Pari, 2004).

22 34 Berdasarkan hasil analisa Pyr-GCMS, senyawa tersebut diantaranya adalah asam asetat dan phenol. Pada tempurung kemiri sendiri, didominasi oleh senyawa yang mengandung senyawa phenol, alkohol dan hidroksi (Lampiran 5). Perubahan struktur kimia dari tempurung kemiri menjadi arang yang terlihat dari hasil analisa FTIR juga dapat teridentifikasi dari hasil analisa XRD yaitu dengan terbentuknya struktur kristalit baru pada sudut θ 43 (Gambar 11 dan Tabel 5) yang berbeda dengan bahan bakunya. Struktur baru tersebut tersusun dari atom karbon yang membentuk senyawa aromatik dengan struktur kristalit hexagonal. Hasil analisa Pyr-GCMS juga menunjukkan adanya senyawa benzena. Karbonisasi menyebabkan terbentuknya ikatan kovalen diantara 4 atom karbon membentuk unit terkecil penyusun struktur kristalit hexagonal arang dan arang aktif yang menyerupai grafit (Gambar 9). Berdasarkan analisa SEM, tempurung kemiri tidak berpori (rongga) baik pada penampang atas maupun samping. Hal ini terjadi karena struktur tempurung kemiri masih didominasi oleh struktur kristal holoselulosa dan terdapatnya senyawa hidrokarbon dalam jumlah cukup banyak (Lampiran 5). Karbonisasi menyebabkan terurainya holoselulosa sehingga terjadi kerusakan pada struktur mikrofibril. Kerusakan akibat keluarnya senyawa tersebut dan senyawa volatil yang masih tertinggal menyebabkan terbentuknya pori baru (rongga) sehingga penampang atas pada arang mulai terlihat adanya pori (Novicio et.al., 1998 dan Pari, 2004). Terdegradasinya senyawa hidrokarbon tersebut dapat dilihat dari semakin sedikitnya senyawa yang terdapat pada arang sebagaimana diperlihatkan dari hasil analisa Pyr-GCMS Aktivasi Arang Aktivasi arang menjadi arang aktif dengan bahan pengaktif asam phosfat pada suhu lebih tinggi serta dialirkannya uap air berakibat pada berubahnya gugus fungsi. Pada arang aktif menunjukkan adanya gugus OH dari senyawa asam phosfat dan OH yang kemungkinan terbentuk dari reaksi antara uap air dan permukaan bahan. Selain OH terdapat juga ikatan C-O dan C-H. Gugus-gugus fungsi tersebut mengindikasikan bahwa arang aktif bersifat polar. Sifat kepolaran tersebut dibuktikan dengan kemampuannya menyerap uap formaldehida (bersifat polar) lebih besar dibandingkan dengan bahan kimia lainya yang sedikit polar dan tidak polar (kloroform, karbon tetraklorida dan benzena).

23 35 Hasil analisa XRD memperlihatkan, aktivasi arang menjadi arang aktif menyebabkan struktur kristalitnya menjadi lebih amorf dibandingkan dengan arangnya. Pada arang aktif, kenaikan suhu aktivasi dari o C menyebabkan jarak antar lapisan kristalit semakin rapat akibat terjadinya penyusutan struktur kristalit dan jumlah atom karbon yang membentuk kristalit (N) lebih banyak (Kercher dan Nagle, 2003). Sedangkan bertambahnya lama aktivasi mengakibatkan struktur kristalit arang aktif menjadi lebih amorf (Chung, 2001). Berdasarkan hasil analisa SEM, perubahan arang menjadi arang aktif menyebabkan terbentuknya pori-pori kecil pada penampang atas dan terbukanya pori pada penampang samping. Semakin tinggi suhu dan lama aktivasi, jumlah diameter pori semakin meningkat serta permukaan arang aktif menjadi lebih bersih dari kotoran (abu). Aktivasi menyebabkan semakin sedikitnya senyawa selain karbon yang masih terdapat pada arang aktif sebagaimana hasil analisa Pyr-GCMS (Lampiran 5), bersifat polar, struktur kristalitnya lebih amorf, terjadi pembentukan dan pembesaran pori dengan permukaannya bersih dari kotoran sehingga diharapkan daya serapnya akan baik dan dapat berfungsi sebagai catching agent emisi formaldehida pada MDF Mutu Arang Aktif Tempurung Kemiri Sifat Arang Aktif Sifat arang aktif yang diamati pada penelitian ini adalah rendemen, kadar air, abu, zat terbang dan karbon terikat (Tabel 7). Keseluruhan sifat arang aktif tersebut telah memenuhi SNI Rendemen arang aktif berkisar antara 50,50 88,50% (Tabel 7). Kenaikan suhu dan lama aktivasi menyebabkan reaksi antara karbon dengan uap air berjalan lebih intensif, sehingga senyawa hidrokarbon yang terurai leebih banyak seperti CO 2 dan H 2 O. Hal ini menyebabkan rendemen yang diperoleh cenderung turun dengan meningkatnya kondisi aktivasi. Kadar air arang aktif berkisar 4,16-8,30%, perbedaan kadar air akibat suhu dan lama aktivasi, nilainya berfluktuatif dan lebih dipengaruhi oleh strukrur pori akibat proses pemanasan tertentu dibandingkan dengan kelembaban lingkungan

24 36 disekitarnya (Pari, 2004). Perlakuan suhu dan lama aktivasi serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap kandungan kadar air arang aktif (Lampiran 1). Kadar abu arang aktif cukup rendah yaitu sebesar 1,10-2,03%. Keberadaan abu didalam arang aktif diupayakan sekecil mungkin karena akan menurunkan kemampuan daya serapnya baik dalam bentuk gas maupun larutan. Kandungan abu terdiri dari seperti kalsium, kalium, magnesium dan natrium yang dapat menutup dan menghalangi pori-pori arang aktif (Benaddi et.al., 2002). Kadar abu untuk setiap suhu dan lama aktivasi nilainya berfluktuatif dan berdasarkan analisa sidik ragam (Lampiran 1) hasilnya tidak berbeda pada taraf 5%. Tabel 7. Sifat arang dan arang aktif tempurung kemiri pada berbagai suhu dan lama aktivasi No. Aktivasi Rendemen Kadar Suhu Waktu Air Abu Zat Karbon Terbang Terikat ( o C) (mnt) (%) Arang SNI < 15 < 10 < 25 > 65 Kadar zat terbang arang aktif pada berbagai kondisi aktivasi berkisar antara 5,34-8,21%. Semakin tinggi suhu aktivasi cenderung menurunkan kadar zat terbangnya. Hal ini menunjukkan bahwa zat terbang telah menguap pada suhu 600 o C sehingga pada suhu 700 o C dan 800 o C kadar zat terbang yang tersisa menjadi lebih sedikit. Penentuan kadar zat terbang ini merupakan suatu cara untuk mengetahui seberapa besar permukaan arang aktif masih mengandung zat lain selain karbon.

25 37 Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 1, menunjukkan bahwa perbedaan suhu aktivasi pengaruhnya nyata terhadap kadar zat terbang arang aktif sedangkan lama aktivasi tidak berbeda nyata. Selanjutnya berdasarkan uji beda nyata pada Lampiran 2, memperlihatkan bahwa pada suhu 800 o C kadar zat terbang memberikan respon yang berbeda dengan suhu aktivasi lainnya. Kadar karbon arang aktif berkisar 89,78-93,95%. Kadar karbon mempunyai hubungan yang tidak searah dengan kadar abu dan zat terbang. Pada kondisi suhu aktivasi C kandungan zat terbangnya relatif kecil sehingga kadar karbon yang dihasilkan lebih besar. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1, kadar karbon sangat dipengaruhi oleh suhu aktivasi. Selanjutnya dari hasil uji beda menunjukkan bahwa kadar karbon yang diaktivasi pada suhu 800 o C berbeda dengan suhu aktivasi lainnya Daya Serap Benzena dan Karbon Tetraklorida Daya serap arang aktif terhadap benzena dan karbon tetraklorida (CCl 4 ) berkisar antara 10,83-24,09% dan 7,09-30,78%. Benzena dan CCl 4 digunakan untuk menguji sifat ke non-polaran dari arang aktif, dimana benzena lebih bersifat non-polar dibandingkan dengan CCl 4. Daya serap terhadap dua senyawa ini cenderung meningkat dengan bertambahnya suhu dan lama aktivasi tetapi kemampuan daya serap terhadap benzena belum memenuhi standar SNI yaitu minimal 25% (Tabel 8). Molekul benzena berukuran kecil dan mudah menguap pada suhu ruangan. Berdasarkan sifatnya tersebut maka benzena digunakan untuk menguji kemampuan arang aktif dalam menyerap gas (Hendra dan Darmawan, 2007). Rendahnya daya serap terhadap benzena mengindikasikan bahwa arang aktif yang dihasilkan lebih bersifat polar. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1, menunjukkan bahwa suhu aktivasi berpengaruh sangat nyata terhadap daya serap terhadap benzena dan CCl 4. Selanjutnya dari hasil uji beda memperlihatkan bahwa daya serap arang aktif terhadap benzena pada suhu aktivasi 800 o C berbeda nyata dengan suhu aktivasi 700 o C dan 600 o C sedangkan diantara kedua suhu tersebut tidak berbeda nyata. Sementara daya serap arang aktif terhadap CCl 4 pada setiap suhu aktivasi akan memberikan perbedaan pada daya serapnya (Lampiran 2).

26 38 Tabel 8. Daya serap arang dan arang aktif tempurung kemiri pada berbagai suhu dan lama aktivasi No. Aktivasi Daya Serap Suhu Waktu Benzena Karbon Tetraklorida Kloroform Formaldehida ( o C) (mnt) (%) (mg/g) ,83 7,09 15,81 12,34 380, ,52 12,45 21,04 17,75 608, ,55 17,89 23,03 22,18 678, ,90 7,94 16,33 13,69 489, ,13 12,44 20,68 19,64 609, ,69 24,76 27,45 32,42 829, ,26 8,38 16,50 13,73 435, ,53 12,43 21,74 17,66 611, ,09 30,78 37,84 39,34 923, Arang 7,35 4,47 10,97 7,48 191,00 SNI > > 750,00 Iod Daya Serap Kloroform dan Formaldehida Daya serap arang aktif terhadap kloroform (15,81-37,84%) dan formaldehida (12,34-39,34%) cenderung bertambah dengan meningkatnya suhu dan lama aktivasi. Dilihat dari kepolarannya, formaldehida lebih bersifat polar dibandingkan kloroform. Sehingga tingginya daya serap terhadap formaldehida menunjukkan bahwa arang aktif tempurung kemiri lebih bersifat polar. Polaritas arang aktif dapat disebabkan oleh proses aktivasi dan penggunaan bahan pengaktif H 3 PO 4 yang ternyata masih terdapat pada arang yang telah diaktivasi sebagaimana dibuktikan dari hasil analisa Pyr-GCMS (Lampiran 5). Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa suhu aktivasi berpengaruh terhadap daya serap terhadap kloroform dan formaldehida. Berdasarkan uji lanjut, setiap suhu aktivasi memberikan pengaruh yang berbeda pada daya serap arang aktif terhadap kloroform. Sedangkan daya serap terhadap formaldehida pada suhu 700 o C dan 600 o C relatif sama (Lampiran 2).

27 Daya Serap Iod Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa daya serap arang aktif terhadap iod berkisar antara 380,15-923,58 mg/g. Daya serap arang aktif terhadap iod pada suhu 800 o C dengan lama aktivasi 120 dan 150 menit telah memenuhi SNI yaitu diatas 750 mg/g. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu aktivasi memberikan pengaruh sangat nyata dan lama aktivasi pengaruhnya nyata sedangkan interaksinya tidak berbeda nyata (Lampiran 1). Selanjutnya dari hasil uji beda diketahui bahwa setiap suhu aktivasi pengaruhnya nyata sedangkan lama aktivasi antara 120 dan 150 menit tidak berbeda nyata (Lampiran 2). Menurut Smisek dan Cerny dalam Hendra dan Darmawan (2007), besarnya daya serap arang aktif terhadap iod menggambarkan semakin banyaknya struktur mikropori yang terbentuk dan memberikan gambaran terhadap besarnya diameter pori yang dapat dimasuki oleh molekul yang ukurannya tidak lebih besar dari 10 Amstrong. Hal ini juga mengindikasikan bahwa luas permukaan arang aktif akan semakin besar. Pembahasan daya serap arang aktif Kemampuan daya serap arang aktif akan cenderung meningkat dengan bertambah tingginya suhu dan lama aktivasi. Fenomena ini dapat diindikasikan atau dilihat dari struktur permukaan hasil analisa SEM, derajat kristalinitas, struktur kristalin heksagonal hasil analisa X-ray difraktometer, dan gugus fungsi serta kandungan senyawa kimia hasil analisa FTIR dan pyr-gcms. Meningkatnya suhu dan lama aktivasi menyebabkan semakin terbukanya pori arang aktif baik pada penampang atas maupun samping (Gambar 12). Hal ini didukung oleh hasil analisa struktur kristalin heksagonalnya (Tabel 5), dimana semakin tinggi suhu aktivasi akan menyebabkan bertambahnya tinggi dan lebarnya lapisan aromatik (Lc dan La) serta jumlah lapisan aromatik (N) sehingga celah atau pori yang terbentuk diantara lapisan kristalit heksagonal juga semakin besar dan banyak (Yue et.al., 2003 dan Pari et.al., 2006c). Perubahan struktur tersebut terjadi karena adanya dekomposisi senyawa hidrokarbon dan terbentuknya senyawa aromatik yang merupakan dasar penyusun struktur kristalin heksagonal arang aktif.

28 40 Gugus fungsi pada permukaan arang aktif yang diaktivasi dengan H 3 PO 4 dan uap air akan membentuk arang aktif yang bersifat polar. Hal ini dapat dilihat dari adanya ikatan C-O dan OH hasil analisa FTIR dimana berdasarkan analisa pyr-gcms senyawa tersebut diantara adalah cyclopropyl carbinol. Arang aktif yang bersifat polar dapat juga dilihat dari semakin tingginya daya serap terhadap uap formaldehida dan kecilnya daya serap terhadap benzena. Selanjutnya adanya H 3 PO 4 yang masih terperangkap di dalam arang juga akan menimbulkan struktur mikropori dan mesopori pada struktur bagian dalamnya (Yue et.al., 2003). Dengan terbentuknya struktur mesopori maka luas permukaan dan volume pori arang semakin besar, hal ini dapat dilihat dari semakin besarnya daya serap arang aktif terhadap iod. Dengan demikian meningkatnya kondisi aktivasi akan membentuk struktur kristalin yang lebih amorf dan porous serta bersifat polar sehingga arang aktif yang dihasilkan dapat digunakan untuk menyerap emisi formaldehida yang juga bersifat polar Mutu Arang Tempurung Kemiri Untuk mengetahui sifat arangnya maka dilakukan juga pengamatan mutu arang tempurung kemiri sebagaimana halnya mutu arang aktif. Rendemen arang terhadap bahan baku diperoleh sebesar 50%. Berdasarkan analisa SEM (Gambar 12) nampak bahwa pada penampang atas arang kemiri sudah terbentuk pori namun belum diikuti dengan terbentuk dan terbukanya pori pada penampang samping, hal ini berbeda dengan struktur arang aktifnya. Diameter pori arang pada Tabel 6 berkisar antara 0,676-4,074 μ yang didominasi diameter berukuran 1-2 μ yaitu sebesar 54,22% sedangkan diameter pori kecilnya (0-1 μ) sebanyak 9,64%. Hal ini berbeda dengan arang aktifnya dimana diameter pori didominasi oleh pori yang lebih kecil (0-1 μ). Tertutupnya sebagian pori pada arang kemiri disebabkan masih banyaknya senyawa kimia yang terdapat pada arang (Lampiran 5). Selanjutnya berdasarkan analisa sifat arangnya pada Tabel 7, ternyata hal tersebut juga diakibatkan oleh masih tingginya kadar abu dan zat terbang serta rendahnya kadar karbon. Fenomena ini menyebabkan mutu arang bila dibandingkan dengan arang aktifnya jauh lebih rendah. Kemampuan daya serap arang yang rendah juga dapat dilihat dari

29 41 rendahnya daya serap baik terhadap benzena, karbon tetraklorida, kloroform formaldehida maupun iod (Tabel 8). Namun demikian sifat-sifat arang tempurung kemiri telah memenuhi Standar SNI Aplikasi Arang Aktif dalam Pembuatan MDF Penentuan arang aktif yang dipilih untuk diaplikasikan sebagai penyerap emisi formaldehida pada papan serat berkerapatan sedang (Medium Density Fiberboard: MDF) adalah arang aktif hasil aktivasi pada suhu 800 o C dengan lama aktivasi 120 menit dengan pertimbangan: 1). Daya serap terhadap iod telah memenuhi standar SNI yaitu diatas 750 mg/g, 2). Aktivasi arang aktif pada suhu 800 o C selama 120 menit berdasarkan analisa FTIR memiliki gugus fungsi yang sama dengan arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800 o C selama 150 menit yaitu bersifat polar, 3). Penilaian optimal dalam penentuan arang aktif menurut Hartoyo et.al. (1990) didasarkan pada pertimbangan daya serap iod dan rendemennya. Pada suhu aktivasi 800 o C selama 120 menit diperoleh indeks sebesar 49,978 dan pada suhu 800 o C selama 150 menit indeksnya 46,640. Nilai dengan indeks tertinggi adalah yang dipilih Sifat Perekat (kekentalan, waktu tergelatinasi dan ph) Analisa dilakukan pada perekat dengan komposisi perekat urea formaldehida (solid content 50%), hardener ammonium klorida (NH 4 Cl) 1% dan arang aktif masing-masing sebesar 0, 2, 4 dan 6% terhadap berat perekat. Hasil analisa perekat disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Sifat perekat urea formaldehida dengan penambahan arang aktif No Penambahan Arang Aktif Pada perekat (%) Viskositas (CPs) Derajat Keasaman ( ph) Waktu Gelatinitas (dtk) 1 0% 12,17 4, % 12,33 4, % 13,33 4, % 14,67 5, Viskositas dan ph perekat meningkat sejalan dengan bertambahnya bagian arang aktif dalam formulasi perekat dan sebaliknya terhadap waktu gelatin. Menurut Pari (2004), arang aktif bersifat polar dan didalam formulasi perekat

30 42 berperan menangkap air sehingga meningkatkan kekentalan perekat. Tingkat kekentalan perekat ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Park et.al. (2006) yaitu sebesar 27 CPs pada kandungan solid content 58%. Perekat UF sebelum diformulasikan mempunyai ph 7,6 8,6. Dengan penambahan hardener sebesar 1% maka perekat menjadi bersifat asam dengan ph 4,77 5,01. Hasil ini sejalan dengan penelitian (Kim dan Lee, 2003) bahwa penambahan aditif menjadikan perekat bersifat asam (ph 4,5). Bertambahnya persentase arang aktif terhadap perekat dapat menaikkan nilai ph (Tabel 9) tetapi masih dalam kondisi asam. Perubahan ini terjadi karena arang aktif bersifat basa dengan ph 8-9 (Kim dan Lee, 2003). Waktu tergelatin pada penelitian ini bertambah cepat dengan meningkatnya jumlah arang yang ditambahkan, sehingga jumlah perekat lebih sedikit dan pengerasan lebih cepat terjadi Sifat Fisik MDF Penampilan MDF dengan penambahan arang aktif disajikan pada Gambar 13, kerapatan MDF berkisar antara 0,76-0,78 g/cm 3. Kerapatan MDF cenderung turun dengan semakin besarnya arang aktif yang ditambahkan baik pada perekat maupun pada arang. Nilai kerapatan tersebut tidak jauh berbeda dengan kontrol (0,77 g/cm 3 ). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Lee (2003). Berdasarkan analisa sidik ragam pada Lampiran 3, menunjukkan bahwa penambahan arang aktif pada MDF pengaruhnya tidak nyata. Kerapatan MDF yang dibuat telah memenuhi standar JIS (2003) yaitu diatas 0,35 g/cm 3 (Gambar 14). Kadar air MDF terendah dihasilkan pada pemakaian arang sebanyak 2% terhadap perekat dan tertinggi pada panambahan arang aktif sebanyak 6% terhadap serat. Berdasarkan statistik, panambahan arang aktif pengaruhnya tidak nyata terhadap kadar air MDF (Lampiran 3). Penggunaan arang aktif pada MDF dari 2% hingga 6% cenderung meningkatkan kandungan airnya. Peristiwa ini terjadi karena arang aktif memiliki kemampuan mengikat air sehingga kandungan air MDF cenderung meningkat pula dengan bertambahnya persentase arang aktif.

31 43 Kontrol 2% S 2% P 4% S 4% P 6% S Gambar 13. Penampilan MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat. 6% P

32 44 Daya serap air dan pengembangan tebal MDF berkisar antara 14,38-20,91% dan 4,60-7,53%. Kedua sifat tersebut mempunyai hubungan yang linier, peningkatan atau penurunan daya serap air akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan pengembangan tebal. Besarnya pengembangan tebal telah memenuhi Standar Jepang yaitu dibawah 12%. Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa penambahan arang aktif tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal tetapi nyata untuk daya serap air. Berdasarkan uji beda nyata (Lampiran 4), penambahan arang aktif pada serat sebesar 4 dan 6% menghasilkan daya serap yang berbeda dengan perlakuan lainnya. Tabel 10. Sifat MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat. No Penambahapatan Air -bangan serap Kera- Kadar Pengem Daya Keteguhan arang tebal air patah lentur rekat aktif (g/cm 3 ) (%) (%) (%) (kg/cm 2 ) (kg/cm 2 ) (kg/cm 2 ) 1, Kontrol 0,77 8,43 7,53 14, ,533 3,54 2, 2% P 0,78 8,26 5,83 14, ,709 5,68 3, 4% P 0,77 8,41 4,84 14, ,797 5,15 4, 6% P 0,76 8,45 4,60 14, ,009 2,51 5, 2% S 0,78 8,25 5,51 17, ,387 4,14 6, 4% S 0,77 8,72 6,06 19, ,068 7,57 7, 6% S 0,76 9,17 6,63 20, ,319 3,26 8, JIS (30) > 0, < 12 - > 306 > 25,500 > 5,10 JIS (25) > 0, < 12 - > 255 > 20,400 > 4,08 JIS (15) > 0, < 12 - > 153 > 13,260 > 3,06 Pada Tabel 10 dan Gambar 15 menunjukkan bahwa penambahan arang aktif sebagai formulasi perekat, menghasilkan daya serap terhadap air yang relatif sama dengan kontrol tetapi pengembangan tebalnya lebih kecil. Penggunanan arang aktif dalam jumlah cukup besar pada MDF yaitu penambahannya sebagai campuran bahan baku serat mempunyai kemampuan menyerap air lebih besar tetapi dengan pengembangan tebal yang tetap lebih kecil dari kontrol (Tabel 10 dan Gambar 15). Serat kayu mempunyai sifat higroskopis

33 45 sehingga MDF mampu menyerap air yang berakibat pada perubahan dimensi dengan bertambahnya pengembangan tebal. Sementara itu arang aktif juga mempunyai kemampuan menyerap air karena struktur yang porous, tetapi karena bentuknya berupa kristal maka penyerapan air pada arang aktif mungkin lebih kecil diikuti dengan pengembangan tebal arang aktif sebagaimana halnya serat kayu. Kerapatan (g/cm 3 ) Kadar air (%) Kerapatan (g/cm3) 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 Kontrol 2% P 4% P 6% P 2% S 4% S 6% S JIS (30) Kerapatan Kadar Air Kadar Air (%) Gambar 14. Kerapatan (g/cm 3 ) dan kadar air (%) MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat. 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 - Kontrol 2% P 4% P 6% P 2% S 4% S 6% S JIS Pengembangan Tebal Daya Serap Air Gambar 15. Pengembangan tebal (%) dan daya serap air MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat.

34 46 Berdasarkan sifatnya tersebut maka arang aktif memberikan kontribusi yang positif terhadap sifat MDF. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kim dan Lee (2003), bahwa penambahan arang dalam pembuatan papan serat sebesar 20-80% terhadap bahan baku serat, ternyata papan yang dihasilkan mempunyai kemampuan menyerap air dalam jumlah cukup besar dengan pengembangan tebal yang kecil Sifat Mekanis MDF Penggunaan arang aktif dalam upaya menurunkan emisi formaldehida pada MDF ternyata tidak mengurangi sifat mekanisnya bahkan dalam jumlah tertentu justru mampu meningkatkan sifatnya (Tabel 10 Gambar 16). Analisa sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa penambahan arang aktif baik pada perekat maupun serat pengaruhnya tidak nyata pada taraf 5% terhadap keteguhan patah (MOR), lentur (MOE) dan rekat (IB). Keteguhan patah MDF dengan penambahan arang aktif baik pada perekat maupun serat lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Penggunaan arang aktif sebesar 4% memberikan keteguhan patah tertinggi. Apabila dilihat dari hasil SEM pada Gambar 17 nampak bahwa pada MDF kontrol jalinan antar seratnya masih kurang baik. Disekitar serat terdapat ruang-ruang kosong yang seharusnya terjadi ikatan diantara serat. Apabila dibandingkan dengan MDF yang dibuat dengan menambahkan arang aktif pada bahan baku seratnya nampak bahwa jarak antar seratnya lebih rapat sejalan dengan bertambahnya jumlah arang aktif yang diberikan. Fenomena ini terjadi karena arang aktif mampu mengisi ruang-ruang kosong diantara serat sehingga saat dikempa jarak antar serat menjadi lebih rapat dan terjalin ikatan. Penambahan arang aktif yang terlalu besar (6% terhadap serat) dapat menurunkan MORnya. Pada beberapa bagian ikatan antar seratnya nampak kurang baik (adanya ikatan antar serat yang terlepas), hal ini terjadi karena bagian perekat yang terikat oleh arang aktif lebih banyak, tetapi nilainya masih tetap lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Analisa dengan SEM belum mampu menunjukkan sejauh mana kemampuan arang aktif menyebar atau masuk kedalam pori-pori kayu, tetapi sudah cukup menggambarkan pengaruhnya bersama-sama dengan perekat dalam mendistribusikan perekat diantara serat kayu.

35 47 Keteguhan patah MDF dengan penambahan arang aktif pada perekat juga lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pada Gambar 17 nampak bahwa penyebaran perekat pada serat lebih merata dibandingkan dengan kontrol sehingga memberikan nilai MOR yang lebih baik. Penambahan arang aktif dalam jumlah kecil yaitu 2-6% terhadap perekat mampu meningkatkan kelenturan MDF dibandingkan dengan kontrol bahkan dengan standar Jepang tertinggi. Arang aktif dalam formulasi perekat mampu berperan dalam mendistribusikan perekat pada serat. Keteguhan lentur (elastisitas) maksimum dihasilkan pada penambahan perekat sebesar 4% terhadap perekat. Selanjutnya penambahan arang aktif dalam jumlah cukup besar yaitu terhadap berat bahan baku serat ternyata cenderung menurunkan sifat kelenturannya dibandingkan dengan kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan arang aktif tempurung kemiri dalam jumlah banyak memberikan sifat kekakuan pada MDF. MOR (kg/cm 2 ) Kontrol2% P 4% P 6% P 2% S 4% S 6% S MOR MOE MOE (kg/cm 2 ) JIS (30) Gambar 16. Keteguhan patah (MOR) dan lentur (MOE) MDF dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat. Keteguhan rekat MDF berkisar antara 2,51-7,57 kg/cm 2, keteguhan rekat tertinggi dihasilkan MDF dengan penambahan arang aktif pada serat sebesar 4% (Gambar 18). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penggunaan arang aktif dalam pembuatan MDF pengaruhnya tidak nyata terhadap keteguhan rekat. -

36 48 Perbesaran 150x Perbesaran 3.000x Kontrol 2% S 4% S 6% S

37 49 Perbesaran 150x Perbesaran 3.000x 4% P Gambar 17. Penampakkan MDF dengan penambahan arang aktif pada serat (S) dan perekat (P) Penambahan arang aktif baik pada perekat maupun serat lebih dari 4% dapat menurunkan keteguhan rekatnya. Penelitian pembuatan papan partikel dengan penambahan arang yang dilakukan oleh Park et.al. (2006) juga menunjukkan hal sama, dimana keteguhan rekat akan menurun dengan penambahan arang lebih dari 6%. Gambar 18 menunjukkan bahwa tingginya keteguhan rekat MDF dengan penambahan arang aktif sebesar 4% pada perekat terjadi karena penyebaran perekat pada serat lebih merata dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sifat fisik dan mekanis MDF dengan penambahan arang aktif pada serat sebesar 2 dan 4% serta penambahan pada serat sebanyak 4% telah memenuhi standar Jepang pada grade tertinggi yaitu termasuk dalam type 30 (Tabel 10). kg/cm (kg/cm2) 2 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 Kontrol 2%P 4%P 6%P 2%S 4%S 6%S JIS Gambar 18. Keteguhan rekat (kg/cm Keteguhan 2 ) MDF Rekat dengan penambahan arang aktif pada (P) perekat dan (S) serat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei tahun 2011. Pembuatan serat karbon dari sabut kelapa, karakterisasi XRD dan SEM dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan spektrofotometri inframerah (IR) bertujuan mengetahui adanya gugus fungsi pada suatu bahan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 8 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan bahan-bahan berupa tandan kosong sawit (TKS) yang diperoleh dari pabrik kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kertajaya,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 204 di Workshop Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara untuk membuat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2009 dengan rincian waktu penelitian terdapat pada Lampiran 3. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober 2015. Pembuatan papan dan pengujian sifat fisis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Nopember 2008 sampai Mei 2009 di : 1. Laboratorium dan green house Balai Penelitian Kehutanan Makassar. 2. Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku dan pembuatan papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komponen Kimia Tempurung Kemiri Hasil analisa komponen kimia tempurung kemiri yang digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Komponen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2010. Tempat yang dipergunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut : untuk pembuatan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 12 METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pembuatan papan komposit dari limbah kayu dan karton dilaksanakan di Lab Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium

Lebih terperinci

Bilangan gelombang (Wave number), cm-1. Gambar 1. Spektrum FTIR lignin Figure 1. Spectrum of lignin FTIR

Bilangan gelombang (Wave number), cm-1. Gambar 1. Spektrum FTIR lignin Figure 1. Spectrum of lignin FTIR Transmisi (Transmitance), % Kajian struktur arang dari... (Gustan Pari, Kurnia Sofyan, Wasrin Syafii, Buchari & Hiroyuki Yamamoto) Bilangan gelombang (Wave number), cm-1 Gambar 1. Spektrum FTIR lignin

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2006 bertempat di

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2006 bertempat di BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2006 bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Energi Biomassa, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Produk Majemuk dan Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF J. P. Gentur Sutapa 1 dan Aris Noor Hidayat 2 1 Dosen Jurusan Teknologi Hasil Hutan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokompsit Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kekuatan Bahan dan Laboratorium

Lebih terperinci

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 48 4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 4.1 Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, kekuatan papan yang dihasilkan masih rendah utamanya nilai MOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Agustus 2011. Pemotongan kayu dilakukan di Work Shop Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Produk Majemuk Kelompok Peneliti Pemanfaatan Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juli 2008. Pembuatan OSB dilakukan di Laboratorium Biokomposit, pembuatan contoh uji di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari bulan Mei sampai Juli 2011 bertempat di Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Papan Partikel 4.1.1 Kerapatan Kerapatan merupakan perbandingan antara massa per volume yang berhubungan dengan distribusi partikel dan perekat dalam contoh

Lebih terperinci

Peran Resorsinol Sebagai Aditif Dalam Perekat Tanin Urea Formaldehida (TUF) Untuk Kayu Lapis Mahoni

Peran Resorsinol Sebagai Aditif Dalam Perekat Tanin Urea Formaldehida (TUF) Untuk Kayu Lapis Mahoni Peran Resorsinol Sebagai Aditif Dalam Perekat Tanin Urea Formaldehida (TUF) Untuk Kayu Lapis Mahoni Iwan Setiawan Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jalan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku,

Lebih terperinci

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 77 6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 6.1 Pendahuluan Pengempaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas papan yang dihasilkan (USDA, 1972). Salah satu hal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 Juli 2012. Dilaksanakan di Laboratorium Bio Komposit, Laboratorium Rekayasa Departemen Hasil Hutan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 23 MATERI DAN METODE Materi Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di aboratorium Biokomposit, aboratorium Keteknikan Kayu dan aboratorium Kayu Solid, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE

BAB III. BAHAN DAN METODE 10 BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari dan berakhir pada bulan Agustus 2011. Proses pembuatan dan pengujian arang aktif dilakukan

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN C8 STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Veronika Yuli K. Alumni Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Papan partikel adalah salah satu jenis produk papan komposit yang dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan bahan baku kayu, serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.)

Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.) 1 Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.) Kartika Tanamal Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jalan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL

PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL III. PENGARUH PERLAKUAN PENDAHULUAN PARTIKEL TERHADAP KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL Pendahuluan Pembuatan papan partikel tanpa perekat pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Prinsip dasar dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Medium Density Fiberboard

II. TINJAUAN PUSTAKA Medium Density Fiberboard 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Medium Density Fiberboard Papan serat berkerapatan sedang (medium density fiberboard/mdf) adalah papan yang terbuat dari serat kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, dijadikan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 lat dan Bahan lat yang digunakan pada pembuatan karbon aktif pada penilitian ini adalah peralatan sederhana yang dibuat dari kaleng bekas dengan diameter 15,0 cm dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI C7 PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis L.f) DAN TONGKOL JAGUNG (Zea mays LINN) SEBAGAI ADSORBEN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) Oleh : J.P. Gentur

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari hingga Desember 2011. Pembuatan dan karakterisasi arang aktif dilakukan di Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan

Lebih terperinci

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 17 3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT 3.1 Pendahuluan Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PERMUKAAN ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG

KARAKTERISASI PERMUKAAN ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 15, NO. 1, APRIL 2011: 17-24 KARAKTERISASI PERMUKAAN ARANG AKTIF TEMPURUNG BIJI NYAMPLUNG Santiyo Wibowo 1*), Wasrin Syafi 2, dan Gustan Pari 3 1. Balai Penelitian Kehutanan Aek

Lebih terperinci

SIFAT ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENYERAP EMISI FORMALDEHIDA PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG SAPTADI DARMAWAN

SIFAT ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENYERAP EMISI FORMALDEHIDA PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG SAPTADI DARMAWAN SIFAT ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENYERAP EMISI FORMALDEHIDA PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG SAPTADI DARMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii PENYATAAN

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X KARAKTERISTIK ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN PENGAKTIVASI H 2SO 4 VARIASI SUHU DAN WAKTU Siti Jamilatun, Intan Dwi Isparulita, Elza Novita Putri Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah karakter zeolit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup SNI 01-5009.12-2001 G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup Standar ini menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan gondorukem, sebagai pedoman pengujian gondorukem yang

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI

PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI Landiana Etni Laos 1*), Masturi 2, Ian Yulianti 3 123 Prodi Pendidikan Fisika PPs Unnes, Gunungpati, Kota Semarang 50229 1 Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Arang Aktif 4.1.1 Sifat Arang Aktif Sifat arang aktif yang diamati adalah rendemen, kadar air, abu, zat terbang, dan karbon terikat (Tabel 5). Seluruh sifat arang aktif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4 POSTER Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PRODUCTION

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini

BAHAN DAN METODE. Penelitian di laksanakan bulan September - November Penelitian ini BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian di laksanakan bulan September - November 2016. Penelitian ini akan dilakukan di Work Shop (WS) dan Laboratorium Teknonologi Hasil Hutan (THH) Program Studi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

Uji emisi formaldehida panel kayu metoda analisis gas

Uji emisi formaldehida panel kayu metoda analisis gas Standar Nasional Indonesia Uji emisi formaldehida panel kayu metoda analisis gas ICS 79.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

SIFAT ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENYERAP EMISI FORMALDEHIDA PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG SAPTADI DARMAWAN

SIFAT ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENYERAP EMISI FORMALDEHIDA PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG SAPTADI DARMAWAN SIFAT ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENYERAP EMISI FORMALDEHIDA PAPAN SERAT BERKERAPATAN SEDANG SAPTADI DARMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii PENYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel

TINJAUAN PUSTAKA. Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat menggunakan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3.

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3. 11 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 sampai Juli 2012, Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Laboratorium Bio Komposit Departemen

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat penelitian BAB III BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Landiana Etni Laos, Arkilaus Selan Prodi Pendidikan Fisika STKIP Soe, Nusa Tenggara Timur E-mail: etni.laos@yahoo.com Abstrak. Karbon aktif merupakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan meliputi tahap studi literatur, persiapan alat dan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah nata de banana. 3.1. Persiapan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah spent bleaching earth dari proses pemurnian CPO yang diperoleh dari PT. Panca Nabati Prakarsa,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci