Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair"

Transkripsi

1 Bab IV Pembahasan Asap cair yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pirolisis tempurung kelapa, yaitu suatu proses penguraian secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan pada suhu tinggi tanpa melibatkan udara luar. IV.1 Pembuatan Asap cair Pada pembuatan asap cair ini, tempurung kelapa dihancurkan kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam kaleng kecil, kemudian dibakar dengan menggunakan pembakar Bunsen yang diatur suhu pirolisisnya mulai dari suhu kamar sampai 500 o C. Proses pembakaran dijaga, agar tempurung kelapa tersebut tidak kontak langsung dengan api. Setelah tempurung kelapa mencapai suhu tertentu, maka mulai mengeluarkan asap. Selanjutnya asap yang terperangkap dalam tabung itu semakin banyak dan akan terdorong keluar tabung menuju ke pipa tembaga yang disambung dengan selang silikon yang telah terhubung ke labu leher tiga dan kondensor spiral yang terisi air. Asap berwarna putih yang telah berada dalam labu leher tiga bergerak ke arah kondensor dan terlihat mulai mencair, kemudian turun dan di tampung dalam labu leher tiga. Asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis ini berwarna coklat kemerahan dengan aroma asap yang sangat kuat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar IV.1 Gambar IV.1 Asap cair hasil pirolisis Pada penelitian ini, tempurung kelapa diperoleh dari pasar Balubur, Kota Bandung. Dari 4 kg tempurung kelapa, volume asap cair yang dihasilkan sebanyak 1060 ml dengan = 1,0816 g/ml. Efisiensi asap cair diperoleh sebesar 28,66 % melalui perhitungan berikut ini: 23

2 Asap cair hasil pirolisis yang diperoleh perlu diolah lebih lanjut, sebelum digunakan dalam pengawetan ikan tongkol. Proses pemurnian asap cair dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yang bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang bebas dari senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet makanan. VI.2 Pemurnian Asap Cair IV.2.1 Tahap dekantasi asap cair Dekantasi merupakan salah satu proses pemisahan dua cairan yang tidak saling bercampur yang didasarkan pada perbedaan berat jenis kedua cairan tersebut. Asap cair yang diperoleh dari hasil pirolisis didiamkan selama 1 minggu, agar senyawa benzo(a) piren yang memiliki berat jenis yang lebih besar akan mengendap atau berkumpul di bagian bawah dan selanjutnya bagian atas asap cair dipisahkan dengan cara penuangan biasa. Asap cair hasil dekantasi ditunjukkan pada Gambar IV.2 bagian atas bagian bawah Gambar IV.2 Asap cair hasil dekantasi 24

3 Setelah didekantasi, diperoleh asap cair bagian atas sebanyak 950 ml yang berwarna coklat kemerahan dan bagian bawah sebanyak 110 ml yang berwarna hitam. IV.2.2 Tahap destilasi asap cair Tahapan kedua dari proses pemurnian asap cair adalah asap cair yang diperoleh dari bagian atas dari hasil dekantasi, dimasukkan ke dalam labu destilasi. Destilasi dilakukan sampai suhu 150 o C. pengaturan Hal ini dimaksudkan agar senyawasenyawa benzo(a) piren yang bersifat karsinogenik dan memiliki titik didih sekitar 495 o C tidak ikut terdestilasi. Destilat asap cair mulai menetes pada suhu 90 o C dan destilasi terus dilanjutkan hingga suhu destilat mencapai 150 o C. Dari proses ini diperoleh volume asap cair hasil destilasi sebanyak 780 ml yang berwarna kuning, dan sedikit residu yang berwarna hitam, seperti ditunjukkan pada Gambar IV.3 Gambar IV.3 Asap cair hasil destilasi IV.2.3 Tahap adsorpsi destilat oleh zeolit aktif Proses adsorpsi destilat oleh zeolit aktif sebagai adsorben bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang tidak mengandung zat berbahaya. Salah satu keunggulan zeolit dibandingkan kebanyakan media penyerap atau pemisah yang lain adalah strukturnya yang membentuk media berongga dengan distribusi diameter yang lebih besar dan sangat selektif, sehingga zeolit mampu berfungi sebagai penyerap sekaligus memisahkan zat berdasarkan perbedaan ukuran, 25

4 bentuk dan polaritas dari molekul yang disaring. Dengan demikian, senyawa benzo(a) piren yang memiliki ukuran molekul yang agak besar akan terjebak ke dalam rongga zeolit, sehingga asap cair yang dihasilkan bebas dari kandungan senyawa tersebut. Destilat asap cair yang diperoleh dari proses destilasi di atas, dialirkan ke dalam kolom zeolit aktif. Kolom yang digunakan berdiameter 2 cm, tinggi zeolit dalam kolom 10 cm dengan laju alir 1 ml/menit. Proses adsorpsi ini menghasilkan volume asap cair sebesar 770 ml dan adsorbat berwarna kuning agak pekat dibandingkan dengan destilatnya. Adapun proses adsorpsi asap cair dengan zeolit aktif ditunjukkan pada Gambar IV.4 Gambar IV.4 Asap cair hasil adsorpsi zeolit aktif IV.2.4 Tahap adsorpsi oleh arang aktif Proses adsorpsi asap cair dengan arang aktif bertujuan untuk mendapatkan asap cair dengan bau asap yang ringan dan tidak terlalu menyengat serta warna yang agak jernih. Arang aktif dapat berfungsi sebagai adsorben, disebabkan adanya pori-pori mikro yang jumlahnya banyak yang dapat menimbulkan gejala kapiler dan luas permukaan arang aktif sekitar cm 2 /gram, sehingga mempunyai kemampuan daya serap yang besar. Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras dengan diameter pori berkisar antara Å dan tipe pori yang lebih halus (Meilita, 2003). 26

5 Ukuran pori yang kecil, menyebabkan arang aktif dapat menyerap bau dan warna dari komponen penyusun asap cair. Asap cair yang diperoleh dari proses sebelumnya, dialirkan ke dalam kolom yang berisi arang aktif. Ukuran kolom yang digunakan sama dengan sebelumnya dengan laju alir 2 ml/menit. Adapun adsorbat asap cair yang dihasilkan sebanyak 761 ml. Asap cair yang diperoleh memiliki bau asap yang ringan atau tidak terlalu menyengat dan warna kuning yang lebih jernih dibandingkan dengan produk asap cair sebelumnya. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.5 berikut, Gambar IV.5 Asap cair hasil adsorpsi dengan arang aktif Setelah melewati proses-proses di atas, maka asap cair tersebut dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan GC, GC-MS, dan spektroskopi IR. Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi tingkat kemurnian asap cair yang akan digunakan sebagai bahan pengawet untuk mengawetkan ikan tongkol. IV.3 Karakterisasi Asap Cair dengan Spektroskopi IR dan GC Dari spektrum inframerah dapat disimpulkan adanya gugus fungsi berdasarkan serapan pada bilangan gelombang tertentu. Bilangan gelombang untuk beberapa gugus fungsi berbeda, tergantung pada jenis vibrasinya. Serapan untuk beberapa gugus fungsi disajikan pada Tabel IV. 1 berikut: 27

6 Tabel IV. 1 Serapan beberapa gugus fungsi pada spektroskopi IR Panjang gelombang ( m) Bilangan gelombang (cm -1 ) Ikatan yang menyebabkan absorpsi 2,7-3, Regang O-H, N-H 3,0-3, C=C-H, Ar-H (regang C-H) 3,3-3, CH 3 ; -CH 2 ; -CH 4,2-4, Regang C=C ; C=N 5,3-6, Regang C=O (asam, aldehid, keton, amida, ester) 5,9-6, Regang C=C (alifatik dan aromatik); C=N 6,8-7, Lentur CH Lentur C=C, Ar-H (luar 10,0-15, bidang) Pada spektrum IR dari asap cair terdapat gugus O-H, indikasinya adalah adanya vibrasi ulur O-H pada serapan dengan bilangan gelombang 3425,58 cm -1 Spektrum inframerah dari asap cair hasil pirolisis langsung, terlihat pada Gambar IV.6 berikut. 100 %T Asap Cair Hasil pirolisis tempurung kelapa Gambar IV. 6 Spektrum inframerah asap cair hasil pirolisis 500 1/cm 28

7 Serapan gugus O-H atau hidroksil yang muncul memiliki pita serapan yang melebar. Dengan melebarnya pita serapan pada 3425,43 cm -1 menunjukkan adanya ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang ada dalam asap cair bisa terjadi karena asap cair terdiri atas campuran senyawa yang memungkinkan terjadinya ikatan hidrogen antar molekul atau intra molekul. Serapan pada bilangan gelombang 1716,65 cm -1 menunjukkan adanya gugus karbonil, walaupun secara umum serapan dari vibrasi ulur C=O muncul pada daerah antara cm -1. Karena asap cair bersifat campuran, kemungkinan besar gugus karbonil yang ada dalam asap cair dipengaruhi oleh adanya ikatan hidrogen, konjugasi dan gugus-gugus yang bertetangga. Selain gugus O-H dan gugus C=O, asap cair juga mengandung gugus C=C aromatik dengan serapan terjadi pada daerah 1637,95 cm -1. Serapan gugus C-O pada daerah 1271,09 cm -1 kemungkinan besar merupakan gugus eter yang terikat dengan cincin aromatik sedangkan gugus metil (CH 3 ) yang menyerap pada daerah 1332,96 cm -1, besar kemungkinan merupakan gugus metil pada posisi ujung. Asap cair hasil pirolisis diinjeksikan pada alat GC yang sudah diatur sesuai kondisi. Senyawa dalam destilat akan menguap dan dibawa oleh gas pembawa menuju kolom. Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas kolom dari fasa diam, kemudian akan merambat dengan laju rambatan masing-masing komponen yang sesuai dengan tetapan partisi (Kd) masing masing komponen. Komponenkomponen tersebut terelusi sesuai dengan urutan makin membesarnya nilai koefisien partisi menuju ke detektor. Detektor mencatat sederetan sinyal yang timbul akibat perubahan konsentrasi dan perbedaan laju elusi. Sinyal akan tampak sebagai kurva antara waktu terhadap komposisi aliran gas pembawa. Dari kromatografi gas diperoleh beberapa puncak dengan waktu retensi yang berbeda. Waktu retensi adalah waktu yang diperlukan oleh suatu zat terlarut untuk bergerak melalui kolom dari awal injeksi sampai ke detektor. Untuk mengidentifikasi jumlah komponen yang terdapat dalam asap cair dapat dilihat pada puncakpuncak kromatogram yang muncul. Adapun kromatogram asap cair hasil pirolisis ditunjukkan pada Gambar IV.7 29

8 % Area Waktu retensi (menit) Gambar IV. 7 Kromatogram asap cair hasil pirolisis Dari kromatogram di atas dapat diamati bahwa ada sekitar 37 komponen dengan waktu retensi dan persen luas area yang berbeda. Asap cair hasil dekantasi memiliki kemiripan gugus fungsi dengan hasil pirolisis, hanya perbedaannya pada intensitas serapannya dan puncak serapan dari gugus O-H lebih melebar disebabkan karena ikatan hidrogen yang kuat. Spektrum asap cair hasil dekantasi dapat dilihat pada Gambar IV.8 di bawah ini. 105 %T Asap Cair Hasil tempurung kelapa Hsl dekantasi /cm Gambar IV. 8 Spektrum Inframerah asap cair hasil dekantasi 30

9 Pada asap cair hasil dekantasi mulai nampak ada komponen yang tidak muncul dalam kromatogram, dengan kata lain hanya ada 36 komponen dengan waktu retensi dan persen luas area yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat pada Gambar IV. 9 berikut, % Area Waktu retensi (menit) Gambar IV. 9 Kromatogram asap cair hasil dekantasi Asap cair hasil destilasi mempunyai gugus fungsi yang mirip dengan asap cair hasil pirolisis dan dekantasi, akan tetapi yang berbeda adalah spektrum inframerah yang muncul lebih sederhana, karena yang terukur hanyalah destilatnya saja, sementara itu ada sebagian lain yang tinggal sebagai residu. Kemungkinan besar adalah senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik yang salah satumya adalah benzo(a) pyren, yang memiliki titik didih yang tinggi. Perbedaan yang lain adalah adanya serapan gugus karbonil yang hampir tidak terlihat atau serapan bahu, sedangkan intensitas serapan gugus aromatik menjadi meningkat. Serapan bahu dari gugus karbonil ini kemungkinan disebabkan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat dalam campuran asap cair tersebut. Spektrum inframerah hasil destilasi ditunjukkan oleh Gambar IV

10 105 %T Asap Cair Hasil tempurung kelapa Hsl Destilasi /cm Gambar IV. 10 Spektrum Inframerah asap cair hasil destilasi Pada tahapan destilasi, jumlah komponen dari asap cair semakin berkurang, karena yang diambil adalah destilatnya saja. Ada sebagian senyawa-senyawa yang tertinggal sebagai residu yang kemungkinan memiliki titik didih tinggi, misalnya senyawa-senyawa HPA. Hasil GC untuk asap cair hasil destilasi dapat ditunjukkan oleh Gambar IV.11 % Area Waktu retensi (menit) Gambar IV. 11 Kromatogram asap cair hasil destilasi 32

11 Dari kromatogram di atas, dihasilkan jumlah komponen sekitar 23 komponen dengan waktu retensi yang berlainan. Asap cair hasil filtrasi dengan zeolit aktif dan arang aktif sebagai adsorben, pada dasarnya memiliki gugus fungsi yang sama dengan hasil proses sebelumnya. Pada proses filtrasi, jumlah komponen penyusun asap cair menjadi lebih sedikit karena sebagian komponennya telah teradsorpsi oleh zeolit aktif dan arang aktif. Fungsi kedua adsorben ini adalah untuk menyerap senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul yang besar seperti senyawa benzo(a) pyren, menjernihkan warna asap cair dan mengurangi bau asap yang menyengat. Asap cair hasil adsorpsi dengan arang aktif memiliki intensitas serapan yang lebih tinggi di bandingkan hasil adsorpsi dari zeolit aktif. Kedua spektrum inframerah hasil filtrasi dengan zeolit aktif dan arang aktif, dapat dilihat pada Gambar IV. 12 dan IV. 13 berikut, 100 %T Asap Cair Hasil tempurung kelapa Hsl yang diabsorpsi dengan zzeolit 1/cm Gambar IV. 12 Spektrum inframerah asap cair hasil filtrasi dengan zeolit aktif 33

12 %T ASAP cair tepurung kelapa yang DILEWATKAN karbon aatif /cm Gambar IV. 13 Spektrum inframerah asap cair hasil filtrasi dengan arang aktif Kromatogram asap cair hasil filtrasi dengan zeolit aktif menunjukkan jumlah komponen yang semakin berkurang. Kemungkinan besar ada beberapa komponen yang ukurannya sama atau lebih kecil dari rongga zeolit yang terjebak dalamnya dan sebagian yang lain yang akan turun melewati zeolit aktif, sehingga yang terukur hanya sekitar 20 komponen. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada Gambar IV

13 % area Waktu retensi (menit) Gambar IV. 14 Kromatogram asap cair hasil adsorpsi zeolit aktif Ada kemungkinan komponen yang terdeteksi adalah senyawa-senyawa yang memiliki titik didih yang rendah atau mudah menguap karena memiliki waktu retensi yang lebih kecil. Untuk asap cair hasil adsorpsi arang aktif menunjukkan bahwa semakin sedikit komponen-komponen pada asap cair yang tersisa. Peran arang aktif sebagai adsorben menyebabkan adanya komponen yang terserap dan tertahan dalam rongga arang aktif. Hal ini dibuktikan dengan jumlah komponen sekitar 17 komponen dan menurunnya luas area masing-masing puncak kromatogram. Adapun puncak-puncak kromatogram yang tersisa ditunjukkan pada Gambar IV. 15 di bawah ini, 35

14 % Area Waktu retensi (menit) Gambar IV. 15 Kromatogram asap cair hasil adsorpsi arang aktif IV.4 Karakterisasi Asap Cair dengan GC-MS Sebelum digunakan dalam pengawetan ikan, asap cair hasil adsorpsi dengan arang aktif, diekstrak dengan pelarut n-heksan. Fasa asap cair yang terekstrak, dikarakterisasi dengan GC-MS. Hasil dari GC-MS menunjukkan adanya beberapa senyawa yang terkandung dalam asap cair, seperti yang ditunjukkan berikut ini, Tabel IV.2 Hasil analisis asap cair dengan GC-MS Waktu retensi Berat molekul Nama senyawa Area % Area 2, Metil Pentana ,18 2, Metil Pentana ,59 2, Metil Butanal ,81 2, Metil Siklopentana ,56 8, Fenol ,12 Salah satu komponen yang terkandung dalam asap cair yang berperan dalam proses pengawetan ikan adalah senyawa fenol. Dengan adanya senyawa fenol, diasumsikan bahwa asap cair yang diperoleh melalui beberapa proses yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat memberikan efektifitas pengawetan yang lebih baik dan maksimal. 36

15 IV.5 Pemanfaatan asap cair untuk pengawetan ikan tongkol Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol yang diperoleh dari Pasar Ciroyom kota Bandung. Ikan tongkol merupakan salah satu bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat dan jika dibiarkan pada suhu kamar, maka terjadi proses penurunan mutu menjadi busuk. Hal ini terjadi karena senyawa penyusun tubuh ikan mudah sekali mengalami penguraian oleh mikroba yang secara alami terdapat pada tubuh ikan. Proses perubahan pada tubuh ikan terjadi karena adanya aktivitas enzim, mikroorganisme atau oksidasi asam lemak. Setelah ikan mati berbagai proses perubahan fisik maupun kimia berlangsung lebih cepat,yang semua perubahannya mengarah ke pembusukan. Ikan yang sudah mengalami proses pembusukan ini, sudah tidak layak dikonsumsi oleh konsumen. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara pengawetan ikan tongkol yang lebih praktis dan ekonomis, sehingga ikan tongkol tersebut dapat dikonsumsi oleh masyarakat dalam kurun waktu yang relatif lama (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Salah satu cara pengawetan ikan tongkol yang lebih praktis dan ekonomis adalah dengan metode pengasapan menggunakan asap cair atau liquid smoke. Menurut Margono (2000) larutan asap cair 25 % (v/v) dapat mengawetkan ikan bandeng dengan waktu perendaman 15 menit. Adapun golongan senyawa penyusun asap cair yang berperan dalam proses pengawetan pada produk asapan adalah senyawa fenolik yang diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang waktu simpan produk asapan. Sedangkan golongan asam karboksilat dan golongan senyawa yang lain berperan dalam citarasa, pewarnaan dan pembentukan aroma pada produk asapan. (Adawiyah, 2007). 37

16 Mula-mula ikan tongkol yang segar dibersihkan, dipotong-potong kecil dengan berat sekitar 20 gr dan ditambahkan sedikit garam serta larutan asap cair sebanyak 40 ml dengan berbagai konsentrasi. Kemudian ikan tongkol direndam dalam larutan asap cair selama 10 menit dan selanjutnya dipanaskan dalam oven sampai matang dengan suhu pemanasan 150 o C serta waktu pemanasan 2 jam. Dalam penelitian ini, dilakukan 2 perlakuan yaitu perlakuan pertama, ikan tongkol segar yang telah dimasukkan ke dalam oven, selanjutnya direndam dalam larutan asap cair, dan perlakuan yang kedua ikan tongkol segar direndam dalam larutan asap cair terlebih dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam oven. Larutan asap cair tersebut, divariasikan waktu perendaman dan konsentrasinya. IV.5.1 Variasi Konsentrasi Pada perlakuan yang pertama, diperoleh ikan tongkol dengan hasil yang tidak optimal, dalam arti bahwa efektivitas pengawetannya tidak maksimal atau lamanya waktu simpan tidak signifikan. Adapun perbandingan tekstur ikan tongkol pada masing-masing konsentrasi dengan waktu perendaman selama 10 menit, dari saat pertama diawetkan dan saat mulai terlihatnya jamur dapat ditunjukkan pada Gambar IV.16 dan IV.17 di bawah ini 38

17 Gambar IV.16 Tekstur ikan tongkol yang dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu, sebelum direndam dalam larutan asap cair pada berbagai konsentrasi Keterangan Gambar 1. Lar. asap cair 1 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 3 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 5 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 8 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 15 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 20 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 25 %, t = 10 menit, hari ke 1 39

18 Gambar IV.17 Keterangan Gambar Tekstur ikan tongkol yang dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu, sebelum direndam dalam larutan asap cair pada berbagai konsentrasi (pada saat munculnya jamur) 1. Lar. asap cair 1 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 3 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 5 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 8 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 15 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 20 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 25 %, t = 10 menit, hari ke 11 Dari hasil di atas dapat diasumsikan bahwa ikan tongkol yang di matangkan terlebih dahulu, memiliki efektivitas pengawetan yang lebih singkat atau lama waktu simpan pada masing-masing konsentrasi tidak signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan protein pada daging ikan tongkol segar ketika dipanaskan, telah terdenaturasi sekaligus merusak sistem enzim yang bekerja. Secara otomatis penambahan larutan asap cair pada ikan tongkol dengan berbagai 40

19 konsentrasi tidak terlalu berpengaruh, sehingga waktu simpan ikan tongkol asap relatif lebih pendek. Hal ini dapat dilihat pada Tabel IV.3 dan Gambar IV.18 di bawah ini Tabel IV.3 Uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu, sebelum direndam dalam larutan asap cair Konsentrasi asap cair (% v/v) Lama waktu simpan (hari) lama waktu simpan (hari) konsentrasi ( % v/v) Grafik IV.18 Grafik uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu, sebelum direndam dalam larutan asap cair 41

20 Grafik di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi asap cair 25 % merupakan kondisi optimal pengawetan untuk ikan tongkol yang dimasukkan ke dalam oven terlebih dahulu, dibandingkan dengan konsentrasi yang lain. Untuk perlakuan pertama ini, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asap cair, maka waktu simpan ikan tongkol asap akan semakin lama. Sebagai pembandingnya dibuat kontrol, yaitu ikan tongkol yang dipanaskan di dalam oven dan tidak ditambahkan asap cair. Kontrol ini hanya mampu bertahan sampai 3 hari, setelah itu pada tekstur ikannya mulai terlihat adanya jamur. Timbulnya jamur pada ikan diduga karena sistem enzim yang bekerja pada tubuh ikan tongkol yang telah mati, tidak terkontrol lagi dalam artian dapat merusak organ yang lain seperti dinding usus dan daging ikan tersebut. Biasanya proses ini selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri, karena semua hasil penguraian enzim pada proses tersebut merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain. Hal ini dapat dilihat pada Gambar IV.19 berikut ini, Gambar IV.19 Ikan tongkol sebagai control Pada perlakuan yang kedua, ikan tongkol segar terlebih dahulu direndam dengan larutan asap cair dengan perbandingan 1 : 2 persen w/v, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 150 o C selama 2 jam. Konsentrasi yang digunakan sama dengan perlakuan pertama, dengan waktu perendaman selama 10 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pengawetan jauh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pertama. Ikan tongkol asap yang diperoleh mempunyai masa simpan yang lebih lama. Adapun tekstur ikan tongkol dapat ditunjukkan pada Gambar IV.20 dan IV.21 berikut ini, 42

21 Gambar IV.20 Tekstur ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair pada berbagai konsentrasi, kemudian dimasukkan ke dalam oven Keterangan Gambar 1. Lar. asap cair 1 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 3 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 5 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 8 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 15 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 20 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 25 %, t = 10 menit, hari ke

22 Gambar IV.21 Tekstur ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair pada berbagai konsentrasi, kemudian dimasukkan ke dalam oven (saat muncul jamur) Keterangan Gambar 1. Lar. asap cair 1 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 3 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 5 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 8 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 15 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 20 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 25 %, t = 10 menit, hari ke 40 Adapun variabel yang diteliti yaitu pengaruh konsentrasi terhadap lama waktu simpan ikan tongkol asap dapat dilihat pada Tabel IV.4 dan Gambar IV. 22 di bawah ini, 44

23 Tabel IV. 4 Uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair kemudian dimasukkan ke dalam oven Konsentrasi asap cair (% v/v) Lama waktu simpan (hari) lama waktu simpan (hari) konsentrasi (% v/v) Grafik IV.22 Grafik uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair, kemudian dimasukkan ke dalam oven Dari grafik di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi larutan asap cair 1%, 3%, 5 % dan 8 % dengan waktu perendaman selama 10 menit, cukup mengindikasikan efektifitas pengawetan yang baik. Akan tetapi pada konsentrasi 10 %, 15 %, 20 % dan 25 % dengan waktu perendaman yang sama, memiliki 45

24 efektivitas pengawetan yang relatif lebih lama. Dari beberapa konsentrasi larutan asap cair tersebut, konsentrasi 10 % yang dianggap merupakan kondisi optimal yang dicapai dalam proses pengawetan ikan tongkol dengan perbandingan 1 : 2. Dari segi aroma, tekstur dan citarasa pada kondisi ini, masih layak diterima para konsumen. IV.5.2 Variasi Waktu Perendaman Untuk variasi waktu perendaman, yang dilakukan hanya pada perlakuan yang kedua, karena dinilai pada perlakuan pertama efektifitas pengawetannya tidak signifikan. Dengan kata lain digunakan perlakuan yang kedua untuk mencapai hasil yang maksimal. Waktu perendaman sebagai variable yang bergerak divariasikan mulai dari dan 60 atau 1 jam dan konsentrasi larutan asap cair yang digunakan adalah 10 %. Tekstur ikan tongkol setelah perlakuan ini, ditunjukkan pada Gambar IV. 23 dan IV. 24 berikut ini, 46

25 Gambar IV.23 Tekstur ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair dengan waktu perendaman yang bervariasi, kemudian dimasukkan ke dalam oven Keterangan Gambar 1. Lar. asap cair 10 %, t = 1 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 5 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 20 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 30 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 40 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 50 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 60 menit, hari ke 1 47

26 Gambar IV.24 Tekstur ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair dengan waktu perendaman yang bervariasi, kemudian dimasukkan ke dalam oven (saat muncul jamur) Keterangan Gambar 1. Lar. asap cair 10 %, t = 1 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 5 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 10 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 20 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 30 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 40 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 50 menit, hari ke Lar. asap cair 10 %, t = 60 menit, hari ke 55 Untuk mengetahui pengaruh waktu perendaman terhadap lamanya waktu simpan ikan tongkol, dapat dilihat pada Tabel IV.5 dan Gambar IV. 25 berikut ini, 48

27 Tabel IV.5 Uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair kemudian dimasukkan ke dalam oven waktu perendaman (menit) Lama waktu simpan (hari) lama waktu simpan (hari) waktu perendaman (menit) Gambar IV.25 Grafik uji efektivitas pengawetan ikan tongkol yang direndam dalam larutan asap cair, kemudian dimasukkan ke dalam oven Grafik di atas menunjukkan bahwa secara umum efektifitas pengawetan pada konsentrasi tetap dengan berbagai variasi waktu perendaman dapat memenuhi standar proses pengawetan yang dilakukan para peneliti sebelumnya. Akan tetapi 49

28 dari segi cita rasa dan aroma pada waktu perendaman lebih dari 10 menit, rasa asapnya masih mendominasi. Oleh sebab itu, efektivitas pengawetan ikan tongkol dengan kosentrasi 10 % dan variasi waktu perendaman mulai dari 1 10 menit merupakan kondisi optimum yang telah dicapai pada proses pengawetan ini, dan ikan tongkol asap yang diperoleh dianggap masih layak diterima oleh para konsumen. Sedangkan pada konsentrasi dan waktu perendaman lebih dari itu, ikan tongkol asap tersebut belum terlihat adanya jamur, tetapi tekstur ikan tongkol tidak mengkilap lagi dan dagingnya mulai mengeras. Adanya perubahan rasa, bau dan tekstur pada ikan tongkol disebabkan karena terjadinya penguraian komponen ikan tongkol asap oleh bakteri, sehingga kualitasnya mengalami penurunan seiring dengan semakin bertambahnya waktu penyimpanan (Hadiwiyoto, 1993). Faktor lain yang mempengaruhi kualitas ikan tongkol asap adalah kadar air. Kadar air suatu bahan pangan turut menentukan tingkat keawetannya selama masa penyimpanan. Semakin besar kadar air ikan asap, akan diikuti oleh peningkatan jumlah bakteri dalam produk tersebut. Nurwantoro (1994) mengatakan bahwa air merupakan media penting untuk pertumbuhan dan kehidupan semua mikroba selain suhu. Dari hasil pengukuran kadar air, diperoleh kadar air ikan tongkol asap adalah sebesar 46,68 mg/10 ml. 50

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan untuk membuat asap cair disebut juga alat pirolisator yang terdiri dari pembakar bunsen, 2 buah kaleng berukuran besar dan yang lebih

Lebih terperinci

Bab IV Pembahasan. Gambar IV 1 alat pirolisator sederhana

Bab IV Pembahasan. Gambar IV 1 alat pirolisator sederhana Bab IV Pembahasan IV.1 Rancangan alat Asap cair dari tempurung kelapa dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Definisi Asap Cair Bab II Tinjauan Pustaka Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas. Asap dari kayu berisi beberapa komponen seperti partikel gas, cairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifatsifat Fisik Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat yang digunakan

Bab III Metodologi III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat yang digunakan Bab III Metodologi Penelitian terdiri dari beberapa bagian yaitu perancangan alat sederhana untuk membuat asap cair dari tempurung kelapa, proses pembuatan asap cair dan karakterisasi asap cair yang dihasilkan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat NP 4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat CEt + FeCl 3 x 6 H 2 CEt C 8 H 12 3 C 4 H 6 C 12 H 18 4 (156.2) (70.2) (270.3) (226.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Adisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NP 4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NaEt C 10 H 18 4 Na C 2 H 6 C 8 H 12 3 (202.2) (23.0) (46.1) (156.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komposisi buah kelapa terdiri dari 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging buah dan 25% air. Industri pengolahan buah kelapa masih terfokus pada pengolahan hasil daging

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU

IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU IV. PEMBAHASAN A. KARAKTERISIK BAHAN BAKU Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung yang merupakan varietas jagung Hawaii dan memiliki umur tanam 9 hari. Varietas jagung ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Uji fitokimia daun tumbulian Tabernaenwntana sphaerocarpa Bl Berdasarkan hasil uji fitokimia, tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa Bl mengandung senyawa dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Sampel Buatan Pada prosedur awal membuat sampel buatan yang digunakan sebagai uji coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Lebih terperinci

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NP 5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NH 4 HC 3 + + 2 C 2 C 2 C 2 H CH 3 H 3 C N CH 3 H + 4 H 2 + C N 3 C 7 H 6 C 6 H 10 3 C 19 H 23 4 N C 2 (79.1) (106.1) (130.1)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini telah banyak industri kimia yang berkembang, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Kebanyakan industriindustri

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Analisa 4.1 Ekstraksi likopen dari wortel dan pengukurannya dengan spektrometer NIR

Bab IV Hasil dan Analisa 4.1 Ekstraksi likopen dari wortel dan pengukurannya dengan spektrometer NIR Bab IV Hasil dan Analisa 4.1 Ekstraksi likopen dari wortel dan pengukurannya dengan spektrometer NIR Ekstraksi likopen dari tomat dilakukan dengan menggunakan pelarut aseton : metanol dengan perbandingan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON SEMINAR HASIL PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON OLEH : FITHROTUL MILLAH NRP : 1406 100 034 Dosen pembimbing : Dra. SUKESI, M. Si. Surabaya, 18 Januari 2010 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka. 2.1 Asap Cair Cara Pembuatan Asap Cair

2. Tinjauan Pustaka. 2.1 Asap Cair Cara Pembuatan Asap Cair 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Asap Cair Asap cair dibuat dari hasil pirolisis yang terkontrol. Asap yang dihasilkan kemudian dikondensasi yang akan mengubah asap tersebut menjadi berbentuk cairan. Asap adalah

Lebih terperinci

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN PENGAWET MAKANAN

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN PENGAWET MAKANAN Modul: PEMBUATAN ASAP CAIR DARI SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN PENGAWET MAKANAN I. DESKRIPSI SINGKAT S aat ini isu lingkungan sudah menjadi isu nasional bahkan internasional, dan hal-hal terkait lingkungan

Lebih terperinci

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Kelompok 2: Kromatografi Kolom Kelompok 2: Kromatografi Kolom Arti Kata Kromatografi PENDAHULUAN chroma berarti warna dan graphien berarti menulis Sejarah Kromatografi Sejarah kromatografi dimulai sejak pertengahan abad ke 19 ketika

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di TINJAUAN PUSTAKA Daging Itik Itik manila (entog) merupakan unggas air yang banyak tersedia dipasar setia budi. Selama ini entok masih dimanfaatkankan sebagai penghasil telur dan sebagai sarana pengeram

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Sintesis dan Karakterisasi Resin Pengkhelat Sintesis resin pengkhelat dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari karakteristik retensi ion logam Cu 2+ pada resin PSDVB-NN. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan 5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan H O O O NO 2 + HO HO 4-toluenesulfonic acid + NO 2 O H 2 C 7 H 5 NO 3 C 2 H 6 O 2 C 7 H 8 O 3 S. H 2 O C 9

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,

Lebih terperinci

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI Materi ( zat ) adalah segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Batu, kayu, daun, padi, nasi, air, udara merupakan beberapa contoh materi. Sifat Ekstensif

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS Amalia Choirni, Atik Setiani, Erlangga Fitra, Ikhsan Fadhilah, Sri Lestari, Tri Budi Kelompok 12 Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan 3.1.1 Bahan yang digunakan Pada proses distilasi fraksionasi kali ini bahan utama yang digunakan adalah Minyak Nilam yang berasal dari hasil penyulingan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

JKK, Tahun 2016, Vol 5(4), halaman ISSN

JKK, Tahun 2016, Vol 5(4), halaman ISSN PENGARUH DESTILASI BERULANG DAN PEMURNIAN MENGGUNAKAN ZEOLIT TERAKTIVASI H 2 SO 4 TERHADAP KOMPOSISI ASAP CAIR TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) Ervie Oktafany 1*, Nora Idiawati 1, Harlia 1 1 Jurusan Kimia,

Lebih terperinci

Mengapa Air Sangat Penting?

Mengapa Air Sangat Penting? Mengapa Air Sangat Penting? Kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung pada air. Kita banyak menggunakan air untuk keperluan sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mencuci, 1 mandi

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana

4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana 4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana karboksilat H yeast C 8 H 12 3 C 8 H 14 3 (156.2) (158.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reduksi, reduksi stereoselektif

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian pengaruh konsentrasi larutan tawas terhadap protein terlarut dan kandungan asam amino pada ikan tongkol adalah melalui eksperimen di bidang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DALAM PENGAWETAN IKAN TONGKOL (Axuis thazard) TESIS

PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DALAM PENGAWETAN IKAN TONGKOL (Axuis thazard) TESIS PEMANFAATAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA DALAM PENGAWETAN IKAN TONGKOL (Axuis thazard) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh KURNIAWATY

Lebih terperinci