BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU"

Transkripsi

1

2

3 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU

4 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Penyunting Gambar Kulit Diterbitkan Oleh : 21 cm x 15 cm : x + 88 Halaman : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Luwu Dicetak Oleh : Catatan: Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya.

5 SAMBUTAN BUPATI LUWU Perkembangan pembangunan yang semakin pesat, kompleks dan penuh dengan dinamika, adalah merupakan kosekuensi tuntutan ketersediaan data yang lengkap, faktual, terpercaya, dan tepat waktu. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab, adalah merupakan tantangan sekaligus peluang yang harus dijawab dan dijabarkan. Optimalisasi pemberdayaan potensi daerah, efisiensi, dan efektifitas serta penganekaragaman pemanfaatan produksi, memerlukan perencanaan yang baik dan cermat. Sejalan dengan itu, mutlak diperlukan adanya informasi aktual dan akurat sebagai bahan kajian dalam merumuskan berbagai kebijakan pembangunan dan pengambilan keputusan. Dengan terbitnya publikasi INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014 yang mencakup berbagai aspek informasi pembangunan Kabupaten Luwu, diharapkan dapat membantu dalam memenuhi keperluan tersebut di atas. Saya anjurkan kepada semua pihak agar menjadikan publikasi ini sebagai sumber data yang resmi. Upaya BPS Kabupaten Luwu dan BAPPEDA Kabupaten Luwu dalam menyusun buku ini serta dukungan instansi, dinas, perusahaan baik pemerintah maupun swasta, dan semua pihak yang telah membantu adalah partisipasi positif dalam mewujudkan pembangunan di Kabupaten Luwu. Untuk itu diucapkan terima kasih dan diharapkan dapat lebih ditingkatkan di masa yang akan datang. Belopa, Juli 2014 BUPATI LUWU, Ir. H. ANDI MUDZAKKAR, M. H. INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014 iii

6 SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN LUWU Publikasi INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014 merupakan publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Luwu bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Luwu. Data yang disajikan dalam publikasi ini adalah angka Indeks Kemahalan Konstruksi keadaan tahun Penghitungan angka indeks ini berasal dari hasil survei serentak harga bahan bangunan dan diagram timbang di Kabupaten Luwu serta data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Luwu. Angka indeks ini digunakan sebagai salah satu variable penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU). Disadari sepenuhnya bahwa publikasi ini masih memerlukan penyempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan pada penerbitan selanjutnya. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan publikasi ini. Semoga buku ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Belopa, Juli 2014 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN LUWU, Drs. ANDI MUSAKKIR, M. M. NIP iv INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

7 PENGANTAR KEPALA BPS KABUPATEN LUWU Publikasi INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014 merupakan publikasi yang diterbitkan oleh BPS Kabupaten Luwu bekerja sama dengan BAPPEDA Kabupaten Luwu. Data yang disajikan dalam publikasi ini adalah angka indeks kemahalan konstruksi tahun 2013, dengan menggunakan Kota Samarinda sebagai kota acuan seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Penghitungan angka indeks ini berasal dari hasil survei serentak harga bahan bangunan/konstruksi dan diagram timbang di Kabupaten Luwu serta data perkiraan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Luwu tahun Angka indeks ini dibutuhkan untuk melihat perkembangan IKK khususnya harga bahan bangunan/konstruksi menurut jenis bangunan/konstruksi. Kami sadari bahwa publikasi ini masih kurang sempurna, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Selanjutnya, tak lupa disampaikan terima kasih kepada semua pihak, khususnya sumber data yang telah banyak membantu hingga terwujudnya publikasi ini. Belopa, Juli 2014 KEPALA BPS KABUPATEN LUWU, HASIMI, S. Sos. NIP INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014 v

8 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN KATALOG PUBLIKASI... SAMBUTAN BUPATI LUWU... SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN LUWU... PENGANTAR KEPALA BPS KABUPATEN LUWU... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv v vi viii x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Manfaat Ruang Lingkup Sistematika Penulisan... 7 BAB II METODOLOGI Konsep dan Defenisi Sumber Data dan Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Metode Penghitungan Metode Analisis BAB III TINJAUAN UMUM Gambaran Umum Wilayah Gambaran Umum Kependudukan Gambaran Umum Perekonomian vi INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

9 BAB IV ANALISIS IKK Diagram Timbang Umum Kabupaten Luwu IKK Kabupaten Luwu Secara Umum Perbandingan IKK Kabupaten/Kota di Daerah Sekitar Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional BAB V PENUTUP Kesimpulan LAMPIRAN INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014 vii

10 DAFTAR TABEL Tabel 1. Jarak Dari Ibu Kota Kabupaten ke Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Luwu, Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Luwu, Tabel 3. Struktur Ekonomi (Persentase Kontribusi PDRB ADH Berlaku per Sektor Ekonomi) Kabupaten Luwu, (Persen). 46 Tabel 4. PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu, Tabel 5. Diagram Timbang Umum Berdasarkan Kelompok Jenis Bangunan di Kabupaten Luwu, Tabel 6. Tabel 7. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Kabupaten Luwu dan Kota Samarinda, IKK Kabupaten/Kota se-provinsi Sulawesi Selatan dan Peringkatnya, viii INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Administratif Kabupaten Luwu Gambar 2. Persentase Ketinggian Daerah di Kabupaten Luwu, Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Junlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, Diagram Struktur Ekonomi Kabupaten Luwu, 2013 (Persen) Peta IKK Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, Perbandingan IKK Kabupaten/Kota di Daerah Sekitar Luwu, Gambar 7. Peta IKK Provinsi di Indonesia, INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014 ix

12 x INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

13 BAB I PENDAHULUAN

14 Dalam formulasi DAU, salah satu variabel yang dibutuhkan adalah indeks kemahalan harga bangunan/konstruksi (IKK) kabupaten/kota yang merupakan pendekatan terhadap keadaan geografis suatu wilayah.

15 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Otonomi daerah yang dilaksanakan sejak 1 Januari 2001 berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 dan direvisi melalui UU No. 32 tahun 2004 adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Daerah otonom diberikan wewenang untuk melakukan urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah tersebut, kepada daerah diberikan kewenangan untuk mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan antar daerah yang berupa Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dalam formulasi DAU, salah satu variabel yang dibutuhkan adalah indeks kemahalan harga bangunan/konstruksi (IKK) kabupaten/kota yang merupakan pendekatan terhadap keadaan geografis suatu wilayah. IKK kabupaten/kota pertama kali dihitung oleh BPS pada tahun 2002 untuk keperluan penghitungan DAU tahun INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

16 PENDAHULUAN BAB I Sesuai UU Nomor 25 tahun 1999 yang direvisi melalui UU Nomor 33 tahun 2004 dan PP 55 tahun 2005, untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi tersebut, pemerintah akan mengalokasikan DAU dan dinyatakan dalan UU tersebut bahwa formula DAU secara efektif dilaksanakan pada tahun anggaran Dengan demikian alokasi DAU murni telah diterapkan mulai tahun anggaran Dengan diterapkannya formula DAU murni, ada kemungkinan suatu daerah mendapat DAU lebih rendah atau tidak mendapatkan DAU. Dalam UU No. 25 tahun 1999 juga dinyatakan bahwa sekurang-kurangnya jumlah DAU adalah 25 persen dari total penerimaan dalam negeri netto pada APBN, untuk periode transisi dinyatakan 25,5 persen dan untuk tahun 2008 dinyatakan sekurangkurangnya 26 persen dari pendapatan dalam negeri netto. DAU merupakan dana yang bersumber dari Pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang merupakan instrumen transfer yang bertujuan untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antar daerah, sekaligus memeratakan kemampuan antar daerah (equalization grant). Prinsip alokasi DAU meliputi: - Pemerataan keuangan antar daerah; - Untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah; - Penerapan formula; dan - Mempertimbangkan kebutuhan potensi daerah. 4 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

17 BAB I PENDAHULUAN 1.2 TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan utama penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) tahun 2013 adalah menyediakan data dasar dalam rangka kebijakan dana perimbangan tahun 2014 dan utamanya digunakan sebagai salah satu variable kebutuhan fiskal dalam penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk pengalokasian tahun Sedangkan tujuan dari penyusunan publikasi Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten Luwu 2014 ini adalah: i. Memberikan gambaran komponen-komponen penyusun IKK Kabupaten Luwu tahun 2013; ii. Mengetahui berapa nilai IKK Kabupaten Luwu tahun 2013; iii. Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan daerah dan pembangunan daerah, sehingga perencanaan pembangunan Kabupaten Luwu kedepannya dapat lebih terarah dan tepat sasaran; iv. Merupakan salah satu ukuran yang dapat menjadi starting point bagi Pemerintah Kabupaten Luwu dalam perencanaan pembangunan sumber daya manusia Kabupaten Luwu pada tahun-tahun yang akan datang; dan v. Untuk membantu pengambil kebijakan, peneliti atau konsumen data lainnya dalam memahami keadaan masyarakat Kabupaten Luwu secara lebih spesifik. IKK Kabupaten Luwu tahun 2013 diharapkan dapat menjadi indikator keterbandingan tingkat kemahalan konstruksi antar daerah. Dalam jangka panjang, IKK dapat dipakai sebagai bahan masukan dalam penyusunan INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

18 PENDAHULUAN BAB I perencanaan dan perumusan kebijaksanaan pembangunan yang berkesinambungan di Kabupaten Luwu. Salah satu contoh kegunaan IKK adalah sebagai rujukan dalam memperkirakan besaran nilai proyek pembangunan terutama yang berkaitan dengan pembangunan fisik, seperti tempat tinggal, sekolah, jalan, jembatan, dan lain sebagainya, agar penentuan besaran nilai proyek pembangunan fisik tersebut menjadi efisien dan tepat sasaran. 1.3 RUANG LINGKUP Secara nasional, IKK tahun 2013 dihitung mencakup 491 kabupaten/kota dan 33 provinsi. Data dasar yang digunakan dalam penghitungan IKK adalah data harga perdangangan besar bahan bangunan/konstruksi, data harga sewa alat berat yang diperoleh melalui survei yang dilakukan di seluruh kabupaten/kota, dan Diagram Timbang (DT) yang terdiri dari DT kelompok jenis bangunan (5 kelompok bangunan) dan DT umum masing-masing kabupaten/kota. Publikasi Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten Luwu 2014 ini mencakup wilayah Kabupaten Luwu dengan cakupan tingkat keragaman yang bervariasi. Selain itu, untuk melihat keterbandingan dengan daerah lain, juga dilakukan analisis keterbandingan untuk melihat posisi Kabupaten Luwu di antara kabupaten/kota lainnya, baik dalam satu regional lokal daerah Luwu Raya, Provinsi Sulawesi Selatan, maupun skala nasional. 6 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

19 BAB I PENDAHULUAN 1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Publikasi Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten Luwu 2014 terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama dijelaskan tentang latar belakang penyusunan, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, dan sistematika penulisan. Pada bagian kedua diulas tentang metodologi yang mencakup konsep dan definisi, sumber data dan pengumpulan data, metode pengolahan data, metode penghitungan, dan metode analisis. Bagian tiga disajikan tinjauan umum Kabupaten Luwu berupa gambaran umum wilayah dan gambaran umum kependudukan. Pada bagian empat disajikan analisis data IKK Kabupaten Luwu berupa diagram timbang umum Kabupaten Luwu, IKK Kabupaten Luwu secara umum, dan perbandingan IKK kabupaten/kota di daerah Luwu Raya, Provinsi Sulawesi Selatan, dan nasional. Pada bagian lima disajikan kesimpulan dari ulasan-ulasan yang telah dibahas pada bagianbagian sebelumnya. Selanjutnya, bagian 6 yang merupakan bagian terakhir dilampirkan tabel-tabel pokok yang menyajikan data dasar, data pendukung, dan data hasil penghitungan IKK kabupaten/kota dan provinsi seluruh Indonesia, khususnya Kabupaten Luwu. INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

20 PENDAHULUAN BAB I 8 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

21 BAB II METODOLOGI

22 Tingkat Kemahalan Kontruksi (TKK) merupakan cerminan dari suatu nilai bagunan/kontruksi, biaya yang dibutuhkan untuk membagun 1 (satu) unit bagunan per satuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota atau provinsi. Sedangkan IKK adalah angka indeks yang mengambarkan perbandingan TKK suatu kabupaten/kota atau provinsi lain.

23 BAB II METODOLOGI BAB II METODOLOGI 2.1 KONSEP DAN DEFINISI Tingkat Kemahalan Kontruksi (TKK) merupakan cerminan dari suatu nilai bagunan/kontruksi, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk membagun 1 (satu) unit bagunan per satuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota atau provinsi. TKK diperoleh melalui pendekatan terhadap sejumlah bahan bangunan/kontruksi dan harga sewa alat berat yang mempunyai nilai atau andil cukup besar dalam bangunan tersebut. Indeks Kemahalan Kontruksi (IKK) adalah angka indeks yang mengambarkan perbandingan TKK suatu kabupaten/kota atau provinsi lain. IKK juga dapat menunjukkan perbandingan tingkat kemahalan harga dan bangunan suatu kabupaten/kota atau provinsi terhadap tingkat kemahalan harga bangunan rata-rata nasional. IKK dihitung menurut kelompok jenis bangunan (3 kelompok), mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Sesuai dengan pergertiannya, IKK dapat dikategorikan sebagai indeks spasial, yaitu indeks yang mengambarkan perbandingan harga untuk wilayah yang berbeda pada periode waktu tertentu. Berbeda dengan pengertian indeks periodikal atau temporal yang selama ini sudah kita kenal, seperti Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) atau Indeks Harga Konsumen (IHK), kedua indeks harga tersebut menggambarkan INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

24 METODOLOGI BAB II perkembangan harga di suatu wilayah pada periode waktu tertentu terhadap harga periode tahun dasar. IKK terdiri dari IKK kabupaten/kota dan IKK propinsi. IKK kabupaten/kota adalah angka yang menunjukan perbandingan tingkat kemahalan harga bangunan suatu kabupaten/kota terhadap tingkat kemahalan harga bangunan rata-rata nasional. Tingkat kemahalan harga bangunan kabupaten/kota merupakan cerminan dari suatu nilai bangunan/biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 (satu) unit bangunan persatuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota. Nilai bangunan/biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 unit bangunan persatuan ukuran luas tersebut di atas diperoleh melalui pendekatan terhadap sejumlah jenis bahan bangunan, termasuk sewa alat berat dan upah jasa, dengan kualitas/ volumenya. Pengertian IKK propinsi hampir sama dengan pengertian IKK kabupaten/kota yaitu angka yang menunjukan perbandingan tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi suatu propinsi terhadap tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi rata-rata nasional. Harga jenis bahan bangunan yang dipakai untuk menghitung tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi propinsi adalah harga rata-rata seluruh kabupaten/kota propinsi masing-masing. IKK dihitung sejak tahun 2003 dengan rata-rata nasional sebagai acuan (sama dengan 100). Tahun 2005 sampai dengan 2009, IKK disajikan dengan memperhitungkan pula perkembangan harga periode tertentu terhadap harga periode dasar (Februari 2004, periode harga yang digunakan 12 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

25 BAB II METODOLOGI dalam perhitungan IKK tahun 2004). IKK tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013 menggunakan Kota Samarinda dan Provinsi Kalimantan Timur sebagai acuan. Berikut adalah istilah-istilah beserta pengertiannya yang sering digunakan dalam penghitungan IKK dan dalam penyusunan publikasi ini, yaitu: a. Harga Perdagangan Besar (HPB) adalah harga transaksi yang terjadi antara pedagang besar pertama sebagai penjual dengan pedagang besar berikutnya sebagai pembeli secara party/grosir di pasar pertama atas suatu barang. b. HPB bahan bangunan/konstruksi adalah harga berbagai jenis bahan bangunan yang digunakan dalam kegiatan konstruksi dalam jumlah besar (party) yang merupakan hasil transaksi antara pedagang besar/distributor/supplier bahan bangunan/konstruksi dengan pengguna bahan bangunan tersebut. c. Pedagang Besar (PB) adalah pedagang/distibutor yang menjual bahan bangunan/konstruksi secara party/grosir atau dalam jumlah besar. d. Pedagang campuran adalah pedagang yang dapat menjual barang dagangannya dalam jumlah besar maupun eceran. e. Party/grosir atau jumlah besar yang dimaksud adalah bukan eceran. Batasan ini relatif mengingat sulit menentukan besarannya, baik kuantitas maupun nilai dari suatu komoditas. Hal ini sangat tergantung dari karakteristik komoditasnya sendiri. f. Kegiatan Konstruksi adalah suatu kegiatan yang hasil akhirnya berupa bangunan/konstruksi yang menyatu dengan lahan tempat kedudukannya baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana kegiatan lainnya. Hasil kegiatan antara lain seperti gedung, jalan jembatan, rel dan jembatan kereta api, terowongan, bangunan air dan drainase, bangunan INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

26 METODOLOGI BAB II sanitasi, landasan pesawat terbang, dermaga, bangunan pembangkit listrik, transmisi, distribusi dan bangunan jaringan komunikasi. Kegiatan konstruksi meliputi perencanaan, persiapan, pembuatan, pembongkaran, dan perbaikan bangunan. Berdasarkan KBLI 2005 yang disusun Badan Pusat Statistik yang merupakan revisi KBLI 2000, secara umum jenis bangunan konstruksi dikelompokkan menjadi lima macam, yaitu: i. Bangunan Tempat Tinggal dan Bukan Tempat Tinggal, mencakup rumah dan gedung yang digunakan untuk tempat tinggal oleh rumah tangga. Bangunan bukan tempat tinggal meliputi hotel, sekolah, rumah sakit, pusat pertokoan, perkantoran dan pusat perdagangan, industri atau pabrik, bangunan perdagangan, bangunan tempat pemeliharaan hewan, ternak dan unggas, banguan tempat ibadat, bangunan gedung kesenian dan olahraga serta bangunan bukan tempat tinggal lainnya. ii. Prasarana Pertanian meliputi pembuatan kolam pemeliharaan ikan, pintu pengendali air, bagan, percetakan tanah sawah, pembukaan hutan, irigasi, dan sejenisnya. iii. Jalan, Jembatan, dan Pelabuhan, mencakup pembuatan sarana jalan dan jembatan untuk angkutan jalan raya maupun kereta api, pelabuhan laut dan udara, dermaga, landasan pesawat terbang, tempat parkir, trotoar dan sejenisnya. iv. Bangunan & Instalasi Listrik, Gas, Air Minum dan Komunikasi Mencakup Bangunan Pengolahan Penyaluran dan Penampungan Air Bersih/Air Limbah/Drainase, Bangunan Pengolahan/Penyaluran dan Penampungan Barang Migas, Bangunan Elektrikal, Konstruksi Telekomunikasi Sarana Bantu Navigasi Laut dan Rambu Sungai, Konstruksi Telekomunikasi Navigasi Udara, Konstruksi Sinyal dan Telekomunikasi Kereta Api, Konstruksi Sentral Telekomunikasi, 14 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

27 BAB II METODOLOGI Konstruksi Elektrikal dan Telekomunikasi Lainnya, Pembuatan/Pengeboran Sumur Air tanah, Instalasi Listrik Bangunan Sipil, Instalasi Navigasi Laut dan Sungai, Instalasi Meteorologi dan Geofisika, Instalasi Navigasi Udara, Instalasi Sinyal dan Telekomunikasi Kereta Api, Instalasi Sinyal dan Rambu-Rambu Jalan Raya, Instalasi Telekomunikasi. v. Bangunan Lainnya Mencakup Bangunan Terowongan, Bangunan Sipil Lainnya, Pemasangan Perancah, Pemasangan Bangunan Kostruksi Prefab dan Pemasangan Kerangka Baja, Pengerukan, Konstruksi Khusus Lainnya, Instalasi Jaringan Pipa, Instalasi Bangunan Sipil Lainnya, Dekorasi Eksterior, serta bangunan sipil lainnya termasuk peningkatan mutu tanah melalui pengeringan dan pengerukan. Berdasarkan asas keterbandingan penghitungan IKK, bahwa untuk setiap daerah harus mempunyai bobot nilai di setiap jenis bangunan sedangkan pada kenyataannnya tidak setiap kabupaten/kota memiliki kelima jenis bangunan tersebut, maka dalam penghitungan IKK jenis bangunan dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: i. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, terdiri dari: - Kontruksi gedung tempat tinggal, meliputi rumah yang dibangun sendiri, real estate, rumah susun dan perumahan dinas. - Konstruksi gedung bukan tempat tinggal, meliputi konstruksi gedung perkantoran, industri, kesehatan, pendidikan, tempat hiburan, tempat ibadah, terminal, stasiun dan bangunan monumental. ii. Bangunan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan dan pelabuhan terdiri dari: INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

28 METODOLOGI BAB II - Bangunan jalan, jembatan dan landasan meliputi pembangunan jalan, jembatan, landasan pesawat terbang, pagar/tembok, drainase jalan, marka jalan dan rambu-rambu lalu lintas. - Bangunan jalan dan jembatan kereta. - Bangunan dermaga meliputi pembangunan, pemeliharaan dan perbaikan dermaga/pelabuhan, sarana pelabuhan dan penahan gelombang. iii. Bangunan lainnya terdiri dari: - Bangunan sipil, pembangunan lapangan olah raga, lapangan parkir dan sarana lingkungan pemukiman. - Bangunan pekerjaan umum untuk pertanian meliputi Bangunan pengairan, diantaranya pembangunan waduk (reservoir), bendung, embung, jaringan irigasi, pintu air, sipon dan drainase irigasi, talang, check dam, tanggul pengendali banjir, tanggul laut, krib dan viaduk. Bangunan tempat proses hasil pertanian, diantaranya bangunan penggilingan dan bangunan pengeringan. - Bangunan elektrikal meliputi pembangkit tenaga listrik, transmisi dan transmisi tegangan tinggi. - Konstruksi telekomunikasi udara meliputi konstruksi bangunan telekomunikasi dan navigasi udara, bangunan pemancar/ penerima radar, dan bangunan antena. - Konstruksi sinyal dan telekomunikasi kereta api, pembangunan konstruksi sinyal dan telekomunikasi kereta api. - Konstruksi sentral telekomunikasi meliputi bangunan sentral telepon/telegraph, konstruksi bangunan menara pemancar dan bangunan stasiun kecil. - Instalasi air meliputi instalasi air bersih dan air limbah dan saluran drainase pada gedung. 16 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

29 BAB II METODOLOGI - Instalasi listrik meliputi pemasangan instalasi jaringan listrik tegangan lemah dan pemasangan instalasi jaringan listrik tegangan kuat. - Instalasi gas meliputi pemasangan instalasi gas pada gedung tempat tinggal dan pemasangan instalasi gas pada gedung bukan tempat tinggal. - Instalasi listrik jalan. - Instalasi jaringan pipa jaringan pipa gas, jaringan air dan jaringan minyak. g. Harga sewa alat berat konstruksi adalah harga yang terjadi ketika seseorang/organisasi/institusi menyewa alat-alat berat yang digunakan untuk kegiatan konstruksi dalam periode tertentu seperti dalam waktu jam, hari, minggu, atau bulan. Satuan/unit yang digunakan dalam harga sewa ini adalah satu unit/hari. h. Upah adalah uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu. Dalam kegiatan konstruksi, upah jasa konstruksi meliputi upah mandor, kepala tukang, tukang, pembantu tukang. Satuan/unit yang digunakan dalam upah jasa ini adalah satu orang/hari. i. Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) merupakan cerminan dari suatu nilai bangunan/konstruksi yang akan dibandingkan antar daerah, yaitu besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 (satu) unit bangunan per satuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota atau provinsi yang diukur melalui sekelompok barang dan jasa yang digunakan. j. Paket komoditas adalah sejumlah barang terpilih yang digunakan sebagai komponen penghitungan IKK. Komoditas/jenis barang tersebut dipilih karena memenuhi asas representativeness dan comparibility yaitu andil yang cukup besar dan data harganya dapat dipantau dan INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

30 METODOLOGI BAB II mempunyai tingkat keterbandingan antar kabupaten/kota. Paket komoditas disebut juga sebagai kualitas nasional. k. Kualitas provinsi adalah kualitas yang dominan disuatu provinsi tetapi tidak dominan bila ditinjau secara nasional. Kualitas provinsi digunakan sebagai dasar konversi kedalam kualitas nasional untuk kualitas nasional yang memang tidak terdapat di provinsi tersebut. l. Diagram Timbang atau bobot yang digunakan dalam penghitungan IKK terdiri dari diagram timbang IKK menurut kelompok jenis bangunan (3 kelompok) dan diagram timbang umum. Diagram timbang kelompok jenis bangunan adalah bobot setiap jenis barang dan jasa dalam memperoleh nilai TKK masin-masing kelompok jenis bangunan. Diagram timbang umum adalah bobot setiap jenis bangunan dalam memperoleh IKK umum setelah diperoleh IKK masing-masing kelompok jenis bangunan. m. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) adalah angka indeks yang menggambarkan perbandingan Tingkat Kemahalan Konstruksi suatu kabupaten/kota atau provinsi terhadap Tingkat Kemahalan Konstruksi rata-rata Nasional. n. Inflator merupakan nilai yang digunakan sebagai penyesuaian IKK terhadap kenaikan bahan bangunan/konstruksi. Pada penghitungan IKK tahun 2005 sampai tahun 2009 inflator menggambarkan kenaikan IHPB bahan bangunan/konstruksi pada Februari 2004 sampai dilaksanakan survei serentak periode berjalan. Penghitungan IKK tahun 2010 tidak menggunakan inflator melainkan menggunakan Kota Samarinda sebagai kota acuan. Tahun 2011 kembali digunakan inflator yang mencerminkan kenaikan IHPB konstruksi selama periode , serta Kota Samarinda tetap sebagai kota acuan. o. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Bahan Bangunan/Konstruksi merupakan salah satu indikator ekonomi yang 18 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

31 BAB II METODOLOGI digunakan untuk keperluan perencanaan pembangunan yang dapat menggambarkan perkembangan statistik harga bahan bangunan/konstruksi di suatu daerah. Manfaat IHPB bahan bangunan/konstruksi semakin diperlukan terutama di dalam penghitungan eskalasi nilai kontrak sesuai dengan Keppres No. 80 Tahun 2003 dan telah direkomendasikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 105/PMK.06/2005 tanggal 9 Nopember 2005, serta didukung oleh Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 11/SE/M/2005 tanggal 16 Desember Paket komoditas yang akan digunakan dalam penghitungan IHPB Bahan Bangunan/Konstruksi terdiri dari 25 kelompok barang mencakup 54 jenis barang konstruksi terpilih. Jenis barang tersebut dipilih karena mempunyai nilai pemakaian yang cukup berarti (share yang besar terhadap pembangunan suatu bangunan/konstruksi) dan data harganya dapat dipantau secara berkesinambungan. Pengelompokan barang/komoditas dan jenis bangunan dilakukan berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan atas kebutuhan lainnya. Ada 2 (dua) macam diagram timbang yang digunakan dalam proses penghitungan IHPB Bahan Bangunan/Konstruksi, yaitu: i. Diagram timbang kelompok jenis bangunan. Diagram timbang kelompok jenis bangunan disusun berdasarkan besarnya volume masing-masing jenis bahan bangunan untuk membangun satu unit bangunan per satuan ukuran luas. ii. Diagram timbang umum. Diagram timbang umum disusun berdasarkan perkiraan persentase pengeluaran untuk pembangunan fisik yang dirinci menurut 5 (lima) kelompok jenis bangunan/konstruksi. Untuk melakukan penghitungan IHPB konstruksi diperlukan series data harga yang berkesinambungan. Lima puluh empat jenis barang akan INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

32 METODOLOGI BAB II dikumpulkan melalui survei di seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia yang dilakukan setiap bulannya melalui Survei Harga Perdagangan Besar (SHPB). Dalam penghitungan IHPB Bahan Bangunan/Konstruksi digunakan formula Indeks Laspeyres yang dimodifikasi. IHPB konstruksi menurut kelompok bangunan dibagi dalam 5 jenis bangunan/konstruksi, yaitu: i. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; ii. Bangunan pekerjaan umum untuk pertanian; iii. Bangunan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan; iv. Bangunan dan instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi; dan v. Bangunan lainnya. IHPB konstruksi yang digunakan dalam penyesuaian IKK secara nasional adalah IHPB konstruksi Umum yang merupakan indeks tertimbang dari seluruh indeks kelompok bangunan di atas. 2.2 SUMBER DATA DAN PENGUMPULAN DATA Dalam menghitung IKK nasional, digunakan data harga rata-rata seluruh kabupaten/kota. Untuk penghitungan IKK provinsi, menggunakan data harga rata-rata seluruh kabupaten/kota di masing-masing provinsi. Harga bahan bangunan/konstruksi yang dikumpulkan meliputi barang-barang natural/hasil galian, barang-barang hasil industri pengolahan, jasa sewa alat berat, dan upah tenaga kerja. Selain data harga, data lain yang digunakan dalam penghitungan IKK adalah Diagram Timbang (DT) yang terdiri dari DT kelompok jenis bangunan (3 kelompok bangunan) dan DT umum masingmasing kabupaten/kota. 20 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

33 BAB II METODOLOGI Secara nasional, pengumpulan data harga dilakukan secara bulanan menggunakan daftar HPB-K2 di 105 kabupaten/kota yang terkena sampel. Kabupaten Luwu tidak termasuk dalam kabupaten/kota yang terkena sampel survei HPB-K2. Data harga yang dikumpulkan terdiri 60 jenis barang yang mencakup sekitar 145 kualitas barang. Untuk keperluan penghitungan IKK tahun 2013, selain survei HPB-K2, dilakukan pula survei serentak khusus untuk barang-barang konstruksi yang menjadi paket komoditas IKK di seluruh kabupaten/kota. Pengumpulan data kuantitas atau volume barang-barang konstruksi dan sewa alat berat tersebut diperoleh melalui kegiatan yang disebut studi tingkat kemahalan konstruksi. Kegiatan studi ini dilakukan di 20 (dua puluh) kabupaten/kota terpilih yang menyebar di 10 (sepuluh) provinsi yang dilaksanakan pada bulan April 2003 dan April Kabupaten/Kota tersebut dipilih berdasarkan letak dan kondisi geografis serta struktur tanah yang berbeda sehingga data yang diperoleh dapat mewakili keseluruhan kondisi kabupaten/kota di Indonesia. Dalam menyusun diagram timbang kelompok jenis bangunan, selain data hasil studi, ditunjang pula dengan data tabel Input-Output dan data yang diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum. Dengan asumsi bahwa pengunaan (kuantitas/volume) barang untuk menbangun satu unit bangunan per satuan ukuran luas di masing-masing kabupaten/kota adalah sama, maka diagram timbang kelompok jenis bangunan yang digunakan sama untuk seluruh kabupaten/kota. Data lain yang dikumpulkan adalah perkiraan persentase pengeluaran kegiatan pembangunan fisik gedung/konstruksi setiap kelompok INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

34 METODOLOGI BAB II jenis bangunan terhadap total nilai pengeluaran kegiatan pembangunan tersebut. Data ini diperoleh dari setiap pemerintah kabupaten/kota. Data diagram timbang umum ini, dari tahun ke tahun selalu up-date berdasarkan perkembangan data penunjang. 2.3 METODE PENGOLAHAN DATA Setelah tahap pengumpulan data selesai, tahap berikutnya adalah pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dan software yang meliputi tahapan: - pemeriksaan data; - editing dan coding (penyuntingan data dan pengkodean); - entry data (perekaman data); dan - validasi dan tabulasi data. Tingkat heterogenitas yang tinggi baik antar kabupaten maupun antar kecamatan membutuhkan proses pengolahan data yang cukup lama. Heterogenitas yang dimaksud adalah data variabel ekonomi menyebar dan berfluktuasi tidak sesuai dengan penyebaran wilayah administratif melainkan mengikuti jalur distribusinya. Oleh karena itu diperlukan adanya rekonsiliasi data untuk menjaga konsistensi dan agregasi data. Selain itu, dalam penghitungan IKK diperlukan data keterbandingan secara nasional terutama mengenai rata-rata Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) tingkat nasional. Angka IKK Kabupaten Luwu diperoleh dengan membandingkan TKK Kabupaten Luwu dengan TKK secara nasional. 22 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

35 BAB II METODOLOGI 2.4 METODE PENGHITUNGAN IKK dihitung menurut pengelompokan jenis bangunan yang mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonasia (KBLI) yang disesuikan agar memenuhi azas komparabilitas. Seperti halnya IKK tahun 2010, penghitungan IKK tahun 2012 juga mengunakan 3 (tiga) kelompok jenis bangunan, yaitu: a. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; b. Jalan, jembatan, dan pelabuhan; dan c. Bangunan lainnya. IKK tahun 2003 dan IKK tahun 2004 disajikan menggunakan acuan rata-rata nasional sama dengan 100. IKK tahun 2005 disajikan menggunakan acuan rata-rata nasional dikalikan dengan perkembangan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) barang-barang konstruksi dari bulan Februari 2004 sampai dengan bulan Mei 2005 yang merupakan periode pencacahan serentak paket komoditi IKK dan sampai dengan tahun 2009 disajikan dengan rata-rata nasional mengunakan inflator sebagai acuan. Seperti halnya IKK tahun 2010, 2011, dan 2012, IKK tahun 2013 mengunakan Kota Samarinda sebagai kota acuan dan Provinsi Kalimantan Timur sebagai provinsi acuan. IKK tahun 2013 dihitung dengan mengunakan inflator 1,0357. Data dasar penghitungan IKK adalah harga bahan bangunan/konstruksi dan sewa alat berat yang diperoleh dari survei secara serentak seluruh kualitas dari jenis barang yang memberikan andil besar dalam pembuatan suatu bangunan/konstruksi di seluruh kabupaten/kota. Dalam pemilihan paket komoditas IKK, perlu diperhatikan azas pemilihan paket komoditas sebagai berikut: INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

36 METODOLOGI BAB II a. Comparability (keterbandingan). - Specific product description - Characteristic determining price b. Representativeness (mewakili). - Commonly used in the region c. Trade off comparability vs representativeneness. Berdasarkan azas tersebut dapat ditentukan paket komoditas yang digunakan dalam penghitungan IKK 2013 sebanyak 22 yaitu terdiri dari 17 jenis barang, 4 sewa alat berat, dan upah. Jenis barang yang digunakan dalam penghitungan IKK meliputi pasir, batu, papan, balok, kayu lapis, cat tembok, cat kayu/besi, aspal, pipa PVC, kaca, batu bata, semen, batu split, keramik lantai, besi beton, seng plat, seng gelombang. Sewa alat berat meliputi sewa alat berat excavator, bulldozer, three wheel roller (mesin gilas), dan dump truck. Jenis barang, sewa alat berat, dan upah tersebut dipilih karena mempunyai nilai atau andil cukup besar dalam membangun setiap kelompok jenis bangunan serta harga barang-barang tersebut comparable atau mempunyai keterbandingan antar kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Setelah menetapkan paket komoditas IKK 2013, kegiatan selanjutnya adalah melakukan Kegiatan Survei Identifikasi Kualitas Barang (KIKB). Kegiatan ini dimaksudkan untuk validasi data harga dengan cara mengumpulkan data harga seluruh kualitas dari komoditas terpilih dan memastikan/mencocokkan bahwa jenis barang dan harga adalah untuk jenis barang dengan kualitas yang ditetapkan dalam paket komoditas IKK. KIKB juga digunakan sebagai dasar justifikasi untuk mendapatkan harga dengan 24 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

37 BAB II METODOLOGI kualitas barang yang setara maupun kualitas provinsi jika kualitas yang tercakup dalam paket komoditas nasional tidak terdapat di provinsi tertentu. Setelah menentukan kualitas nasional, maka dilakukan kegiatan rekonsiliasi data untuk memastikan harga komoditi yang dikumpulkan pada saat survei sesuai kualitas/merk maupun satuannya. Rekonsiliasi dilaksanakan di seluruh provinsi dengan peserta kepala seksi statistik distribusi BPS kabupaten/kota. Peserta diharapkan memahami data lapangan sehingga segala permasalahan di lapangan bisa didiskusikan. IKK merupakan indeks spasial yang akan digunakan sebagai pendekatan terhadap tingkat kesulitan geografis antar daerah sehingga data harga harus mempunyai tingkat keterbandingan, yaitu mempunyai kualitas dan satuan yang standar untuk seluruh tempat/daerah. Untuk daerah yang tidak terdapat barang sesuai kualitas dalam paket komoditas IKK akan dilakukan estimasi harga untuk mendapatkan data harga jenis barang dengan mendapatkan harga pada kualitas provinsi selanjutnya disesuaikan harganya sehingga sesuai kualitas nasional. Diagram timbang atau bobot terdiri dari Diagram timbang kelompok jenis bangunan dan Diagram timbang umum. Diagram timbang kelompok jenis bangunan digunakan untuk menghitung TKK sedangkan Diagram timbang umum digunakan untuk menghitung IKK. a. Diagram Timbang Kelompok Jenis Bangunan. Diagram Timbang kelompok jenis bangunan disusun berdasarkan besarnya andil atau nilai masing-masing jenis bahan bangunan untuk membangun satu unit bangunan per satuan ukuran luas dan digunakan untuk menghitung tingkat kemahalan konstruksi. Diagram timbang INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

38 METODOLOGI BAB II kelompok jenis bangunan menggunakan data kuantitas atau volume barang-barang konstruksi termasuk sewa alat yang dibutuhkan atau digunakan untuk membangun 1 (satu) unit jenis bangunan. Jenis bangunan yang dimaksud terdiri dari 3 (tiga) kelompok jenis bangunan, yaitu: i. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; ii. Bangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan; dan iii. Bangunan lainnya. Data kuantitas atau volume barang-barang konstruksi dan sewa alat berat tersebut diperoleh melalui kegiatan yang disebut Studi Tingkat Kemahalan Konstruksi. Pada awal kegiatan studi ini dilakukan di 20 (dua puluh) kabupaten/kota terpilih yang menyebar di 10 (sepuluh) provinsi yang dilaksanakan pada bulan April 2003 dan April Kabupaten/kota tersebut dipilih berdasarkan letak dan kondisi geografis serta struktur tanah yang berbeda sehingga data yang diperoleh dapat mewakili keseluruhan kondisi kabupaten/kota di Indonesia. Guna penyempurnaan penimbang, kegiatan serupa juga dilakukan pada tahun 2009 di beberapa provinsi yang dianggap memiliki karakteristik bangunan mewakili seluruh wilayah Indonesia. Dalam menyusun diagram timbang kelompok jenis bangunan, selain data hasil studi, ditunjang pula dengan data tabel input-output dan data yang diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum. Sesuai dengan tujuan penyusunan IKK, maka penggunaan (kuantitas/volume) barang untuk membangun satu unit bangunan per satuan ukuran luas di masing-masing kabupaten/kota adalah sama, atau diagram timbang kelompok jenis bangunan yang digunakanpun sama untuk seluruh kabupaten/kota. 26 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

39 BAB II METODOLOGI b. Diagram Timbang Umum. Diagram timbang umum disusun berdasarkan data realisasi APBD masing-masing Pemerintah Kabupaten/kota yang dikeluarkan untuk pembangunan fisik, seperti pembangunan gedung kantor, rumah dinas, jalan, jembatan, lapangan olah raga dalam beberapa tahun. Nilai pengeluaran tersebut kemudian dikelompokkan sesuai dengan kelompok jenis bangunannya, lalu dibuat perkiraan persentase total pengeluaran masing-masing kelompok jenis bangunan tersebut terhadap total seluruh pengeluaran. Data diagram timbang umum dari tahun ke tahun selalu di update berdasarkan perkembangan data penunjang. Seperti halnya diagram timbang kelompok jenis bangunan, IKK kabupaten/kota dan IKK provinsi juga dihitung menurut kelompok jenis bangunan yang mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Pada tahun 2004 angka IKK rata-rata nasional sama dengan 100, untuk tahun 2005 angka IKK rata-rata nasional disesuaikan menjadi 125,10; kenaikan sebesar 25,10 persen ini dihitung berdasarkan perkembangan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) barang-barang konstruksi dari bulan Februari 2004 ke bulan Mei Kemudian untuk tahun 2006 angka IKK rata-rata nasional adalah 150,92 disesuaikan dengan kenaikan IHPB barangbarang konstruksi dari bulan Februari 2004 ke bulan Mei Untuk tahun 2007 IKK rata-rata nasional adalah 170,17 disesuaikan dengan kenaikan IHPB barang-barang konstruksi dari bulan Februari 2004 ke bulan April Selanjutnya melalui penyesuaian kenaikan IHPB konstruksi bulan Februari 2004 Mei 2008 IKK rata-rata nasional tahun 2008 menjadi 204,79 dan 2009 menjadi 231,60 yang merupakan penyesuaian kenaikan IHPB konstruksi bulan Februari 2004 Mei Periode penyesuaian ini mengikuti bulan INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

40 METODOLOGI BAB II dilaksanakannya survei harga secara serentak di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Penghitungan IKK dengan periode penyesuaian dilakukan sampai tahun 2009, sedangkan pada tahun 2010 menggunakan Kota Samarinda sebagai kota acuan. Kota Samarinda terpilih karena mempunyai nilai IKK yang mendekati 100 pada tahun Pada tahun 2013, Kota Samarinda tetap sebagai kota acuan dan inflator kembali digunakan sebagai periode penyesuaian kenaikan IHPB konstruksi tahun Inflator pada tahun 2013 adalah sebesar 1,0846 sehingga IKK Kota Samarinda sebagai kota acuan di tahun 2013 menjadi 108,46. sebagai berikut: Dalam aplikasinya, penghitungan angka IKK dapat diformulasikan a. Tingkat Kemahalan Konstruksi Kelompok Jenis Bangunan Kabupaten/Kota (TKK kab ) j. Dimana, ଶଵ (TKK kab ) j = ୧ ଵ P ୧ Q ୧୨ i = Jenis barang/bahan bangunan dan sewa alat berat; j = kelompok jenis bangunan (j = 1, 2, 3); P i = harga jenis barang/bahan bangunan i; dan Q ij = kuantitas/volume bahan bangunan I kelompok jenis bangunan ke-j. b. Tingkat Kemahalan Konstruksi Kelompok Jenis Bangunan Rata-Rata Nasional (TKK nj ). Dimana, TKK nj = రవభ ౡసభ ( ౡౘ) ౠ ସଽଵ 28 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

41 BAB II METODOLOGI k = kabupaten/kota (1, 2,, 491). c. Indeks Kemahalan Konstruksi Kelompok Jenis Bangunan Kabupaten/Kota (IKK kab ) j. (IKK kab ) j = ( ౡౘ) ౠ ౠ x 100 d. Indeks Kemahalan Konstruksi Umum Kabupaten/Kota (IKK umum ) k. Dimana, ଷ (IKK kab ) = ୨ ଵ (IKK ୩ୟୠ ) ୨ Q ୨ (IKK umum ) k = ( ౡౘ ) ౡ ( ౡౘ ) ౩ ౨ x 100 x I Q j = Diagram timbang IKK umum kabupaten/kota; dan I = Suatu konstanta yang menggambarkan perkembangan harga barangbarang yang digunakan di sektor konstruksi di Indonesia (IHPB sektor konstruksi) Juni 2012 s/d April 2013, yaitu sebesar 1, METODE ANALISIS Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan analisis kuantitatif yang digunakan untuk mempermudah analisis tabel-tabel dan grafik secara sederhana sehingga didapatkan gambaran mengenai perkembangan dari obyek penelitian. Dalam publikasi ini, analisis tersebut digunakan untuk menginterpretasikan angka IKK Kabupaten Luwu, jika dibandingkan dengan angka IKK kabupaten/kota lain di Provinsi Sulawesi Selatan dan nasional. Beberapa hal yang perlu dijelaskan dalam analisis IKK tahun 2013 adalah sebagai berikut: INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

42 METODOLOGI BAB II i. Pada tahun 2009 dan tahun-tahun sebelumnya, angka IKK disajikan menggunakan IKK rata-rata nasional sama dengan 100 yang kemudian dikalikan dengan suatu bilangan/inflator. IKK 2010, 2011, 2012, dan 2013 disajikan dengan model yang berbeda yaitu dengan menentukan salah satu ibu kota provinsi, dimana terdapat satu kabupaten/kota dalam provinsi tersebut yang memiliki IKK mendekati angka rata-rata sebagai kota acuan atau provinsi acuan. ii. Kota Balikpapan adalah salah satu kota di Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki angka IKK sebesar 100,08 di tahun 2010 yaitu angka yang paling dekat dengan rata-rata IKK 491 Kabupaten/kota sama dengan 100, sehingga Kota Samarinda sebagai ibu kota provinsi akan diipilih sebagai kota acuan. Kota Samarinda sebagai kota acuan pada penghitungan IKK 2010 juga akan digunakan untuk penghitungan IKK tahun-tahun berikutnya. iii. Pertimbangan penggunaan salah satu ibu kota provinsi sebagai acuan dalam menghitung IKK adalah memberikan fleksibilitas dalam penghitungan IKK apabila ada penambahan jumlah kabupaten/kota yang akan dihitung IKK-nya dan literatur tentang indeks spasial pada umumnya mengacu pada satu wilayah tertentu sebagai dasar. Perbedaan model penyajian IKK tahun 2009 ke bawah dengan IKK tahun 2010 ke atas menyebabkan angka-angka tersebut tidak dapat diperbandingkan secara langsung, melainkan dibutuhkan langkah-langkah khusus untuk membandingkannya sesuai dengan metodologi dan kaidah statistik yang berlaku. 30 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

43 BAB III TINJAUAN UMUM

44 Dilihat dari letak geografis, Kabupaten Luwu terbilang cukup strategis dikarenakan bersebelahan dengan Kota Palopo yang terletak di jalur Trans Sulawesi, yang menghubungkan daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

45 BAB III TINJAUAN UMUM BAB III TINJAUAN UMUM 3.1 GAMBARAN UMUM WILAYAH Awalnya, Kabupaten Luwu adalah sebuah kabupaten besar di Provinsi Sulawesi Selatan yang kemudian mekar menjadi empat wilayah strategis. Bermula dari pemekaran yang menjadikan Kabupaten Luwu Utara dengan ibu kota kabupatennya Kecamatan Massamba dan Kabupaten Luwu itu sendiri dengan ibu kota kecamatannya masih tetap di Palopo. Kemudian Kabupaten Luwu Utara memekarkan sebuah kabupaten baru yaitu Kabupaten Luwu Timur dengan ibu kota kabupatennya bertempat di Kecamatan Malili, dan di saat yang hampir bersamaan Kabupaten Luwu juga memekarkan Kota Palopo menjadi pemerintahan otonomi Kota Palopo. Pasca pemekaran Kabupaten Luwu dan Kota Palopo atas dasar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2003, pusat pemerintahan dipindahkan dari Kota Palopo ke Kecamatan Belopa sejak tahun 2006, seiring ditetapkannya Kecamatan Belopa sebagai ibu kota Kabupaten Luwu berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2005, dan diresmikan menjadi ibu kota sejak 13 Februari Periode , Kabupaten Luwu dipimpin oleh Bupati H. M. Basmin Mattayang. Kemudian dilakukan pemilihan kepala daerah langsung untuk pertama kalinya dan terpilih H. Andi Mudzakkar sebagai bupati terpilih periode Pada periode berikutnya ( ), H. Andi Mudzakkar terpilih kembali sebagai bupati melalui Pemilihan Kepala Daerah yang diselenggarakan di tahun INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

46 TINJAUAN UMUM BAB III Gambar 1. Peta Administratif Kabupaten Luwu Secara geografis, Kabupaten Luwu terletak pada koordinat antara sampai LS dan sampai BB, dengan batas administratif sebagai berikut: 34 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

47 BAB III - TINJAUAN UMUM Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Tana Toraja; - Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Wajo; - Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Enrekang; dan - Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dilihat dari letak geografis, Kabupaten Luwu terbilang cukup strategis dikarenakan bersebelahan dengan Kota Palopo yang terletak di jalur Trans Sulawesi, yang menghubungkan daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Pelabuhan Tanjung Ringit yang berada di Kota Palopo turut menjadikan Kabupaten Luwu sebagai salah satu dari kabupaten/kota lainnya di daerah Luwu Raya sebagai pintu gerbang utama Sulawesi Selatan bagian utara, dimana pelabuhan ini merupakan salah satu pintu penghubung untuk mendistribusikan hasil pertanian Kabupaten Luwu ke luar daerah. Wilayah Kabupaten Luwu bagian timur terbentang pantai yang panjangnya 100 km sarat dengan potensi usaha perikanan, dan sebelah barat terbentang pegunungan yang sangat berpotensi untuk agrowisata serta kandungan alamnya memiliki beberapa jenis bahan tambang. Luas wilayah Kabupaten Luwu sekitar 3.000,25 km2, dengan jarak tempuh dari Kota Makassar lebih dari 367 km dan terdiri dari 21 kecamatan pada tahun 2012, namun pada tahun 2013 bertambah secara administratif menjadi 22 kecamatan akibat dari pemekaran Kecamatan Bassesangtempe menjadi Kecamatan Bassesangtempe dan Kecamatan Bassesangtempe Utara INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

48 TINJAUAN UMUM BAB III pada bulan Agustus tahun Kabupaten Luwu dibagi habis menjadi 227 desa/kelurahan. Kecamatan Latimojong adalah kecamatan terluas di Kabupaten Luwu, luas Kecamatan Latimojong tercatat sekitar 467,75 km2 atau sekitar 15,59 persen dari luas Kabupaten Luwu, menyusul kemudian Kecamatan Walenrang Utara dan Walenrang Barat dengan luas masingmasing sekitar 259,77 km2 dan 247,13 km2 atau 8,66 persen dan 8,24 persen. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Belopa Utara dengan luas kurang lebih 34,73 km2 atau hanya sekitar 1,16 persen. Kecamatan Bassesangtempe dengan ibu kota kecamatannya adalah Lissaga merupakan kecamatan terjauh dari ibu kota Kabupaten Luwu dengan jarak sekitar 110 km, terjauh kedua adalah Kecamatan Walenrang Barat dengan jarak sekitar 89 km, dan ketiga adalah Kecamatan Walenrang Timur dengan jarak sekitar 88 km. Sementara itu, yang terdekat adalah Kecamatan Belopa Utara yang hanya sekitar 1 km, sedangkan kecamatan yang lain tercatat hanya sekitar 6 87 km. 36 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

49 BAB III TINJAUAN UMUM (1) (2) LAROM PONG (3) (4) (5) (6) (7) (8) ( 9) (10) (11) (12) (13) ( 14) (15) (16) (17) (18) (19) Larompong Bonepute 15 SULI Suli 7 22 SULI BARAT Lindajang BELOPA Tampumia Radda KAM ANRE Cilallang BELOPA UTARA Pammanu BAJO Bajo BAJO BARAT Bonelemo BASSESANGTEMPE Lissaga LATIM OJONG Kadundung 42 BASSESANGTEMPE UTARA Pantilang BUPON Noling PONRANG Paddang Sappa PONRANG SELATAN Pattedong BUA Bua WALENRANG Batusitanduk WALENRANG TIMUR LAM ASI # WALENRANG BARAT (21) (22) (23) (24) # Tabah WALENRANG UTARA Bosso WALENRANG BARAT Ilan Bat u LAM ASI TIM UR To'lemo Lamasi (20) # 44 LAROMPONG SELATAN WALENRANG UTARA Capitals WALENRANG TIMUR KECAMATAN PONRANG SELATAN NAMA IBU KOTA BASSESANGTEMPE UTARA Regency LAROMPONG SELAT AN KECAMATAN BASSESANGTEMPE Tabel 1. Jarak Dari Ibu Kota Kabupaten ke Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Luwu, Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2014) Menurut ketinggian daerah, sebagian besar wilayah Kabupaten Luwu berada di ketinggian 100 m ke atas. Seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah, INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

50 TINJAUAN UMUM BAB III luas wilayah yang berada di atas 100 m tercatat sekitar 63,99 persen, sisanya sekitar 36,01 persen wilayah berada pada ketinggian m. Gambar 2. Persentase Ketinggian Daerah di Kabupaten Luwu, m 19,4 2 % > m 2 3,6 2 % m 16,5 8 % m 18,3 4 % m 2 2,0 3 % Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2014) Di Kabupaten Luwu tercatat 11 sungai yang cukup besar dan panjang, kesebelas sungai tersebut masing-masing adalah: i. Sungai Lamasi melintasi Kecamatan Walenrang Barat, Kecamatan Walenrang, dan Kecamatan Lamasi; ii. Sungai Makawa melintasi Kecamatan Lamasi Timur; iii. Sungai Bua melintasi Kecamatan Bua; iv. Sungai Pareman (Noling) melintasi Kecamatan Bupon, Kecamatan Ponrang, Kecamatan Ponrang Selatan, dan Kecamatan Kamanre; 38 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

51 BAB III TINJAUAN UMUM v. Sungai Bajo melintasi Kecamatan Bajo Barat, Kecamatan Bajo, dan Kecamatan Belopa; vi. Sungai Suli melintasi Kecamatan Suli Barat dan Kecamatan Suli; vii. Sungai Larompong melintasi Kecamatan Larompong; viii. Sungai Tembo'e melintasi Kecamatan Larompong Selatan; ix. Sungai Rante Belu melintasi Kecamatan Larompong; x. Sungai Sampano melintasi Kecamatan Larompong Selatan; dan xi. Sungai Kandoa (Balambang) melintasi Kecamatan Bua. Dari kesebelas sungai tersebut, yang terpanjang adalah Sungai Pareman (Noling) dengan panjang tercatat sekitar 73 km. Sepuluh sungai lainnya panjangnya tercatat sekitar km. 3.2 GAMBARAN UMUM KEPENDUDUKAN Jumlah penduduk Kabupaten Luwu tahun 2013 yang disajikan pada Gambar 3 di bawah ini merupakan angka hasil proyeksi Sensus Penduduk 2010 dan hasil olahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Jumlah penduduk Kabupaten Luwu tahun 2013 adalah sebesar jiwa, terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

52 TINJAUAN UMUM BAB III Gambar 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL PEREMPUAN TOTAL LAKI-LAKI Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2014) Laju pertumbuhan penduduk dari tahun mengalami peningkatan sebesar 1,53 persen, dengan jumlah penduduk pada tahun sebelumnya sebesar jiwa terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Luwu. Tahun 2013, jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bua yaitu sebesar 9,31 persen dan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Latimojong sekitar 1,64 persen penduduk. Sementara jika dilihat dari kepadatan penduduk per km2, 40 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

53 BAB III TINJAUAN UMUM Kecamatan Lamasi merupakan daerah terpadat yaitu 498,84 penduduk per kilometer persegi (km2) dengan luas wilayah hanya 1,40 persen dari luas Kabupaten Luwu, sementara yang paling rendah kepadatannya terdapat di Kecamatan Latimojong yaitu hanya 12,03 penduduk per kilometer persegi (km2) dengan luas wilayah 15,60 persen dari luas Kabupaten Luwu. Rasio jenis kelamin Kabupaten Luwu di tahun 2013 berada di bawah angka 100, tercatat hanya sekitar 96,90. Ini berarti bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-laki. Atau dengan kata lain, dari 100 penduduk perempuan terdapat sekitar 96 penduduk lakilaki. Kendati demikian jika dilihat dari kelompok umurnya penduduk umur tahun memiliki rasio jenis kelamin tertinggi yaitu sebesar 105,99 yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan. Begitu pula jika diamati menurut kecamatan, di Kecamatan Suli Barat, Kecamatan Bassesangtempe, Kecamatan Latimojong, Kecamatan Bassesangtempe Utara, dan Kecamatan Walenrang Barat keadaannya menjadi terbalik, dimana angka rasio jenis kelamin melebihi angka 100, yang berarti bahwa di kecamatan tersebut penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan. Jumlah rumah tangga keadaan akhir tahun 2013 tercatat sebanyak rumah tangga dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga sekitar 4 5 orang. Jumlah rumah tangga ini terbanyak di Kecamatan Bua yaitu sekitar rumah tangga dan terkecil di Kecamatan Latimojong dengan jumlah rumah tangga hanya tercatat rumah tangga. INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

54 TINJAUAN UMUM BAB III 3.3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB (Atas Dasar Harga Konstan) yang berhasil diperoleh pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai PDRB tahun sebelumnya. Penggunaan angka atas dasar harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perubahan harga, perubahan yang diukur adalah perubahan produksi sehingga menggambarkan pertumbuhan riil ekonomi. Sejak tahun 1993, pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun regional provinsi dan kabupaten/kota dihitung dengan menggunakan harga konstan 1993 sebagai tahun dasar. Akan tetapi sejak sekitar 8 tahun lalu, pertumbuhan ekonomi dihitung dengan menggunakan harga konstan tahun Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan tahun dasar 1993 menjadi semakin tidak realistis, karena perubahan struktur ekonomi yang relatif cepat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan tahun 1993 menjadi terlalu rendah. Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Luwu, ADH Berlaku Tahun PDRB (Juta Rupiah) ADH Konstan 2000 Perkembangan Ekonomi (Persen) PDRB (Juta Rupiah) Pertumbuhan Ekonomi (Persen) (1) (2) (3) (4) (5) ,47 18, ,42 6, ,93 16, ,74 6, ,40 17, ,58 7, * ,95 15, ,35 7, ** ,16 14, ,83 7,78 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara 42 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

55 BAB III TINJAUAN UMUM Pada tabel di atas dapat dilihat angka PDRB, Perkembangan Ekonomi, dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Luwu selama tahun Perkembangan Ekonomi menjelaskan tentang perkembangan perekonomian suatu daerah yang terlihat melalui besaran PDRB ADH Berlaku pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya. Sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB ADH Konstan 2000 pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya, di mana penggunaan nilai harga atas dasar harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perubahan harga, sehingga perubahan yang diukur merupakan pertumbuhan riil ekonomi. Perlu diketahui bahwa dalam penulisan ini, dimaksudkan sebenarnya untuk istilah memudahkan perkembangan dalam dan membedakan pertumbuhan penafsiran pertumbuhan ekonomi riil (ADH Konstan 2000) dengan pertumbuhan non-riil (ADH Berlaku). Pada tahun 2013, PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu mencapai nilai 5,78 triliun rupiah. Dibandingkan tahun 2012, angka PDRB ini meningkat cukup signifikan yaitu sekitar 0,75 triliun rupiah atau naik sekitar 14,99 persen. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2012, 2011, 2010, dan Selama kurun waktu tersebut, PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu secara terus-menerus mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2008 PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu mencapai angka 2,69 triliun rupiah, di tahun 2009 kembali meningkat sekitar 18,52 persen menjadi 3,19 triliun rupiah, dan di tahun 2010 kembali meningkat sekitar 16,33 persen menjadi 3.71 triliun rupiah, begitu seterusnya hingga tahun Begitu juga atas dasar harga konstan tahun 2000, PDRB Kabupaten Luwu setiap tahunnya juga mengalami peningkatan secara terus menerus. INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

56 TINJAUAN UMUM BAB III Pada tahun 2013, PDRB ADH Konstan 2000 Kabupaten Luwu mencapai 2,10 triliun rupiah atau naik sekitar 0,15 triliun rupiah, bertumbuh sekitar 7,78 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan tahun 2012 mencapai 1,95 triliun rupiah atau naik sekitar 0,13 triliun rupiah, bertumbuh 7,49 persen dibandingkan tahun 2011 yang nilainya mencapai 1,81 triliun rupiah. Kenaikan juga terjadi pada tahun 2011, 2010, dan Gambar 4. Diagram Struktur Ekonomi Kabupaten Luwu, 2013* (Persen) Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sangat Sementara Pada tahun 2013, kontribusi Sektor Pertanian dalam pembentukan nilai total PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu adalah sebesar 50,30 persen, atau separuhnya total PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu berasal dari Sektor Pertanian. Besarnya kontribusi Sektor Pertanian erat kaitannya dengan peran 44 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

57 BAB III TINJAUAN UMUM Sub-Sektor Perkebunan, Sub-Sektor Perikanan, dan Sub-Sektor Tanaman Bahan Makanan. Sektor lain yang cukup besar peranannya terhadap perekonomian Kabupaten Luwu pada tahun 2013 sesuai urutan dengan kontribusi terbesar setelah Sektor Pertanian adalah Sektor Jasa-Jasa sebesar 19,06 persen, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran sebesar 12,23 persen, Sektor Bangunan sebesar 7,22 persen, dan Sektor Industri Pengolahan sebesar 5,41 persen. Sedangkan sisa sektor lainnya seperti Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Listrik, Gas, dan Air bersih, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, dan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, kontribusinya terhadap pembentukan total PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu masih kecil yakni di bawah 3 persen. INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

58 TINJAUAN UMUM BAB III Tabel 3. Struktur Ekonomi (Persentase Kontribusi PDRB ADH Berlaku per Sektor Ekonomi) Kabupaten Luwu, (Persen) Sub-Sektor (1) Struktur Ekonomi (Persen) * * 2013** (2) (3) (4) (5) (6) 1. Pertanian 51,27 49,76 49,44 49,71 50,30 2. Pertambangan & Penggal. 0,85 0,76 0,79 0,80 0,82 3. Industri Pengolahan 7,99 7,16 6,44 5,87 5,41 4. Listrik, Gas, & Air Bersih 0,19 0,19 0,20 0,21 0,21 5. Bangunan 7,57 7,08 7,28 7,22 7,22 6. Perdag., Hotel, & Restoran 9,54 11,17 11,94 12,07 12,23 7. Pengangkutan & Komuni. 1,73 1,77 1,93 2,02 2,08 8. Keu., Pers., & Jasa Perus. 2,21 2,49 2,44 2,45 2,67 9. Jasa-Jasa PDRB ADH Berlaku Sumber Catatan 18,64 19,63 19,55 19,64 19,06 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Dapat dilihat pada Tabel 5 di atas, struktur ekonomi Kabupaten Luwu pada kurun waktu tahun tampaknya tidak mengalami pergeseran. Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian daerah ini masih cukup besar yakni rata-rata sekitar 50 persen. Struktur perekonomian Kabupaten Luwu selama periode tahun masih didominasi oleh Sektor Pertanian, yang berarti bahwa basis utama perekonomian Kabupaten Luwu adalah Sektor Pertanian, meskipun setiap tahunnya hingga tahun 2011, kontribusinya semakin menurun dan bergeser ke sektor lainnya seperti Sektor Jasa-Jasa, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Sektor Bangunan, dan Sektor Industri Pengolahan, namun di tahun 2012 kontribusi Sektor Pertanian 46 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

59 BAB III TINJAUAN UMUM ini meningkat sedikit menjadi sekitar 49,71 persen dan di tahun 2013 kembali meningkat menjadi 50,30 persen. Sementara itu, setiap tahunnya PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu terus mengalami pertumbuhan positif, seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 4. PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu, Tahun PDRB Perkapita Penduduk Kab. Luwu (Rupiah) PDRB Perkapita Penduduk Prov. Sul-Sel (Rupiah) Peringkat se-prov. Sul-Sel (1) (2) (3) (4) , , , , , , * , , , , ** Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Perlu diketahui bahwa nilai yang tertera pada tabel di atas adalah nilai setelah direvisi akibat dari perubahan jumlah penduduk yang diproyeksi ulang dari tahun berdasarkan angka jumlah penduduk hasil olah Sensus Penduduk 2010 (SP2010). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selama periode tahun , PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009, PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu sebesar Rp ,12 meningkat menjadi Rp ,22 di tahun Tahun 2011 juga meningkat menjadi Rp ,87. Tahun 2012 juga meningkat menjadi Rp ,30 dan INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

60 TINJAUAN UMUM BAB III di tahun 2013 menembus angka di atas 16 juta sebesar Rp ,48. Namun begitu, ternyata PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu tahun 2013 berada di peringkat 12 dari 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan masih di bawah angka Provinsi Sulawesi Selatan yang mencapai Rp , INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

61 BAB IV ANALISIS IKK

62 Tahun 2012, IKK Kabupaten Luwu mencapai 99,76 persen. Bila dibandingkan dengan Kota Samarinda yang mencapai 108,46 persen dapat diartikan bahwa tingkat kemahalan harga bahan bangunan di tahun 2012 lebih rendah 8,70 persen dibandingkan IKK Kota Samarinda. Hal ini juga menunjukkan bahwa nilai untuk pembangunan di Kabupaten Luwu masih lebih murah bila dibandingkan dengan Kota Samarinda.

63 BAB IV ANALISIS IKK BAB IV ANALISIS IKK 4.1 DIAGRAM TIMBANG UMUM KABUPATEN LUWU Diagram timbang umum IKK Kabupaten Luwu tahun 2013 disusun berdasarkan data realisasi APBD untuk pengeluaran belanja pembangunan dan rutin di tahun yang bersangkutan. Dari data APBD ini, dipilih pengeluaran yang digunakan untuk kegiatan konstruksi dan dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kelompok jenis bangunan, seperti yang tertera pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Diagram Timbang Umum Berdasarkan Kelompok Jenis Bangunan di Kabupaten Luwu, * Kelompok Jenis Bangunan Bangunan Tempat Tinggal dan Bukan Tempat Tinggal Bangunan Pekerjaan Umum untuk Pertanian Pekerjaan Umum untuk Jalan, Jembatan, dan Pelabuhan Diagram Timbang Umum (Persen) (1) (2) (3) (4) (5) Bangunan dan Instalasi Listrik, Gas, Air Minum, dan Komunikasi 30,38 55,27 49,02 48,57 36,28 18,67 17,71 16,97 33,20 25,54 31,24 32,18 0,09 0,16 0,97 0,55 Bangunan Lainnya 0,04 0,36 1,06 1,73 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan : * Berdasarkan Realisasi Nilai Penggunaan APBD Pemerintah Kabupaten Luwu INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

64 ANALISIS IKK BAB IV Di tahun 2010, bila dilihat dari masing-masing jenis bangunan, persentasenya bisa dikatakan berimbang pada 3 kelompok pertama (bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; bangunan pekerjaan umum untuk pertanian; dan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan) dengan porsi masing-masing sekitar 30-an persen. Namun pada tahun 2011, mulai terlihat perbedaan yang cukup signifikan pada 3 kelompok bangunan pertama tersebut, begitu juga di tahun 2012 dan Kelompok bangunan yang paling besar diagram timbangnya di tahun 2013 yaitu pada bangunan tempat tinggal dan bangunan bukan tempat tinggal. Pada tahun 2012, penyerapan APBD untuk bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal sekitar 49,02 persen, yang kemudian turun menjadi 48,57 persen pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa belanja modal pengadaan pembangunan gedung untuk sarana pemerintahan/perkantoran, perumahan, rumah sakit, tempat ibadah, dan lain sebagainya masih berlangsung hingga saat ini meskipun porsinya sedikit dikurangi untuk pembangunan di kelompok bangunan yang lain. Porsi kedua terbesar ada di kelompok pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan. Tahun 2012 sekitar 31,24 persen, namun di tahun 2013 persentasenya naik menjadi 32,18 persen. Dari sini terlihat bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu menggiatkan kembali pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, baik perbaikan/rehabilitasi maupun pembangunan baru. Pembangunan di kelompok ini dirasakan perlu mengingat akses transportasi darat yang layak adalah salah satu penunjang kegiatan perekonomian masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan. 52 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

65 BAB IV ANALISIS IKK Porsi ketiga terbesar ada pada kelompok bangunan pekerjaan umum untuk pertanian. Pada tahun 2010 menyedot 36,28 persen realisasi APBD, sedangkan tahun 2011 mengambil porsi 18,67 persen APBD, di tahun 2012 porsinya kembali turun menjadi 17,71 persen, dan tahun 2013 kembali turun menjadi 16,97 persen. Tingginya alokasi belanja pembangunan untuk pertanian di tahun 2010 adalah berupa pengadaan konstruksi jaringan air untuk lahan sawah yang difokuskan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu, namun di tahun 2011 hingga 2013 porsinya menurun drastis dikarenakan tahapan intinya sudah dianggarkan dan dikerjakan pada tahun 2010, sedangkan di tahun-tahun berikutnya hanya melakukan tahap penyelesaiannya saja. Selain itu, porsi ini juga dialokasikan untuk pengadaan alat pengolahan pertanian dan peternakan. Sementara itu, kelompok atau jenis yang masih relatif sedikit diagram timbangannya yaitu untuk kelompok bangunan dan instalasi listrik, gas, air minum, dan kelompok bangunan lainnya. Kelompok bangunan lainnya terus meningkat dari tahun ke tahun yang artinya dapat dikatakan bahwa kelompok ini sudah menjadi perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu untuk meningkatkan pembangunannya dari tahun ke tahun. Untuk kelompok bangunan instalasi listrik, gas, dan air minum, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, diagram timbang kelompok ini terjadi kenaikan dari 0,09 persen di tahun 2010 menjadi 0,16 persen di tahun 2011, kembali meningkat menjadi 0,97 di tahun 2012, dan turun menjadi 0,55 persen di tahun Sedangkan untuk kelompok jenis bangunan lainnya menunjukkan peningkatan juga dari 0,04 persen pada tahun 2010 menjadi 0,36 persen pada tahun 2011, kembali meningkat menjadi 1,06 di tahun 2012, dan menjadi 1,73 persen di tahun INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

66 ANALISIS IKK BAB IV 4.2 IKK KABUPATEN LUWU SECARA UMUM Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) merupakan indeks yang menggambarkan perbandingan TKK suatu kabupaten/kota atau provinsi terhadap daerah lainnya. Sesuai dengan pengertiannya, maka IKK dapat dikategorikan sebagai indeks spasial, yaitu indeks yang menggambarkan perbandingan harga untuk lokasi/wilayah yang berbeda pada periode waktu tertentu. Berbeda pengertian dengan indeks periodikal, seperti Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) atau Indeks Harga Konsumen (IHK), kedua indeks harga tersebut menggambarkan perkembangan harga di suatu lokasi/wilayah pada periode waktu tertentu terhadap harga tahun dasar. Dengan begitu, angka IKK tidak dapat membandingkan antara dua atau beberapa kurun waktu. Tabel 6. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Kabupaten Luwu dan Kota Samarinda, Kabupaten/Kota IKK (Persen) (1) (2) (3) (4) (5) Kota Samarinda 100,00 103,57 108,46 100,00 Kabupaten Luwu 87,74 89,89 99,76 101,37 Sumber: Badan Pusat Statistik Pada tabel di atas dapat dilihat IKK Kabupaten Luwu dan IKK Kota Samarinda. Untuk tahun 2010 ke atas, Kota Samarinda dan Provinsi Kalimantan Timur digunakan sebagai acuan bagi kabupaten/kota dan provinsi di seluruh Indonesia, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. 54 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

67 BAB IV ANALISIS IKK Di tahun 2010, IKK Kabupaten Luwu sekitar 87,74 persen, yang artinya tingkat kemahalan harga bahan bangunan di Kabupaten Luwu lebih rendah 12,26 persen dibandingkan Kota Samarinda. Hal ini menunjukkan bahwa nilai untuk pembangunan di Kabupaten Luwu masih lebih murah bila dibandingkan dengan di Kota Samarinda. Di tahun 2011, IKK Kabupaten Luwu mencapai 89,89 persen. Bila dibandingkan dengan Kota Samarinda yang mencapai 103,57 persen dapat diartikan bahwa tingkat kemahalan harga bahan bangunan di Kabupaten Luwu pada tahun 2011 lebih rendah 13,68 persen dibandingkan Kota Samarinda. Hal ini juga menunjukkan bahwa nilai untuk pembangunan di Kabupaten Luwu masih lebih murah bila dibandingkan dengan di Kota Samarinda. Di tahun 2012, IKK Kabupaten Luwu mencapai 99,76 persen. Bila dibandingkan dengan Kota Samarinda yang mencapai 108,46 persen dapat diartikan bahwa tingkat kemahalan harga bahan bangunan di tahun 2012 lebih rendah 8,70 persen dibandingkan Kota Samarinda. Hal ini juga menunjukkan bahwa nilai untuk pembangunan di Kabupaten Luwu masih lebih murah bila dibandingkan dengan Kota Samarinda. Di tahun 2013, IKK Kabupaten Luwu mencapai 101,37 persen. Bila dibandingkan dengan Kota Samarinda sebesar 100,00 persen dapat diartikan bahwa tingkat kemahalan harga bahan bangunan di Kabupaten Luwu tahun 2013 lebih tinggi 1,37 persen dibandingkan Kota Samarinda. Hal ini juga menunjukkan bahwa nilai untuk pembangunan di Kabupaten Luwu lebih mahal bila dibandingkan dengan Kota Samarinda. INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

68 ANALISIS IKK BAB IV Terdapat perbedaan penimbang yang digunakan untuk tahun 2013 ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebagaimana diketahui bahwa IKK telah dihitung sejak tahun Saat ini perkembangan teknik sipil sangat cepat ditambah lagi dengan pesatnya industry bahan bangunan. Sehingga, material yang digunakan untuk kegiatan konstruksi sudah banyak yang berubah atau muncul model baru seperti batako ringan, atap baja ringan, kusen aluminium, dan sebagainya. Peraturan pemerintah baik pusat mauoun daerah yang mempengaruhi kegiatan konstruksi juga banyak berubah. Halhal tersebut mengakibatkan Bill of Quantity (BoQ) tahun 2013 yang selama ini digunakan untuk menghitung IKK tidak lagi sesuai dengan kondisi di lapangan. Oleh karena itu, mulai tahun 2013, penghitungan IKK sudah menggunakan BoQ terbaru yang dikumpulkan pada tahun Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, IKK tahun 2013 menggunakan data harga komoditi yang dikumpulkan dalam 2 periode pencacahan, yaitu periode akhir Januari dan periode akhir April, sehingga lebih tervalidasi dibandingkan hanya menggunakan satu kali pengambilan data lapangan. Dengan menggunakan BoQ tahun 2012, realisasi APBD pembentukan modal tetap tahun 2012, dan rata-rata harga komoditi Januari April, diperoleh Indeks Kemahalan Konstruksi untuk tahun 2013 tersebut. Hal penting lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah perubahan metodologi dalam penghitungan IKK menyebabkan seolah-olah angka IKK tahun 2010 ke atas lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun hal ini tidak menunjukkan bahwa IKK tahun 2010 ke atas lebih rendah. Pada tahun 2009 dan tahun-tahun sebelumnya, angka IKK disajikan menggunakan IKK rata-rata nasional sama dengan 100 yang kemudian dikalikan dengan suatu bilangan/inflator. IKK tahun 2010 ke atas disajikan 56 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

69 BAB IV ANALISIS IKK dengan model yang berbeda yaitu dengan menentukan salah satu ibu kota provinsi, dimana terdapat satu kabupaten/kota dalam provinsi tersebut yang memiliki IKK mendekati angka rata-rata nasional sebagai kota acuan dan provinsi acuan. Kota Balikpapan adalah salah satu kota di Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki angka IKK sebesar 100,08 yaitu angka yang paling dekat dengan rata-rata IKK 491 kabupaten/kota sama dengan 100, sehingga Kota Samarinda sebagai ibu kota provinsi akan diipilih sebagai kota acuan. Kota Samarinda yang digunakan sebagai kota acuan pada penghitungan IKK tahun 2010 tersebut juga digunakan untuk penghitungan IKK tahun-tahun berikutnya. 4.3 PERBANDINGAN IKK KABUPATEN/KOTA DI DAERAH SEKITAR LUWU, PROVINSI SULAWESI SELATAN, DAN NASIONAL IKK adalah angka indeks spasial yang artinya hanya diperbandingkan antar daerah, bukan antar waktu. Maka dari itu, IKK Kabupaten Luwu sangat tepat jika menganalisanya dengan cara membandingkannya dengan kabupaten/kota tetangganya, se-provinsi, maupun secara nasional. Berikut ditampilkan IKK kabupaten/kota se-provinsi Sulawesi Selatan dan peringkatnya untuk tahun INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

70 ANALISIS IKK BAB IV Tabel 7. IKK Kabupaten/Kota se-provinsi Sulawesi Selatan dan Peringkatnya, Kabupaten/Kota IKK Peringkat Peringkat IKK Nasional Provinsi Nasional Provinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kepulauan Selayar 105, , Bulukumba 97, , Bantaeng 92, , Jeneponto 82, , Takalar 92, , Gowa 81, , Sinjai 87, , Maros 88, , Pangkajene Kepulauan 103, , Barru 92, , Bone 95, , Soppeng 92, , Wajo 96, , Sidenreng Rappang 89, , Pinrang 90, , Enrekang 95, , Luwu 99, , Tana Toraja 105, , Toraja Utara 106, , Luwu Utara 92, , Luwu Timur 93, , Makassar 85, , Pare-Pare 91, , Palopo 87, , Provinsi Sulawesi Selatan 85, ,89 30 Sumber: Badan Pusat Statistik Pada tahun 2012, nilai IKK yang paling rendah (termurah) di Provinsi Sulawesi Selatan terdapat di Kabupaten Gowa (81,19) dan yang paling tinggi 58 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

71 BAB IV ANALISIS IKK (termahal) terdapat di Kabupaten Kabupaten Toraja Utara (106,23). Di tahun 2013, nilai IKK yang paling rendah (termurah) di Provinsi Sulawesi Selatan berpindah ke Kabupaten Pinrang (80,97) dan yang paling tinggi (termahal) tetap berada di Kabupaten Toraja Utara (103,65). Terjadi pergeseran peringkat IKK pada tahun 2012 dan tahun 2013, seperti yang terlihat pada tabel di atas. Hal ini wajar terjadi akibat dari inflasi dan permintaan barang bangunan/konstruksi di masing-masing kabupaten/kota berbeda. Lima kabupaten/kota dengan IKK tertinggi di tahun 2013 adalah Kabupaten Toraja Utara, diikuti Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Luwu, dan Kabupaten Luwu Timur. Gambar 5. Peta IKK Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 2013 Sumber: Badan Pusat Statistik INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

72 ANALISIS IKK BAB IV Jika dibandingkan kabupaten/kota di daerah Luwu Raya, IKK tertinggi ada di Kabupaten Luwu, diikuti Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, dan Kota Palopo, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Gambar 6. Perbandingan IKK Kabupaten/Kota di Daerah Sekitar Luwu, 2013 Palopo 81,52 Luwu Timur 100,37 Luwu Utara 96,04 Luwu 101, Sumber: Badan Pusat Statistik Secara proxy geografis, Kabupaten Luwu memiliki kondisi geografis yang berbatasan dengan Kota Palopo, dimana barang bangunan yang datang dari Kota Makassar masuk terlebih dahulu ke gudang di Kota Palopo. Dari situ baru didistribusikan ke toko-toko bahan bangunan di Kabupaten Luwu. Selain dari itu, terdapat beberapa bahan bangunan yang didatangkan langsung dari Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Luwu Utara. Hal ini yang menyebabkan biaya yang diperlukan untuk membangun suatu bangunan/konstruksi di Kabupaten Luwu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota di sekitarnya. 60 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

73 BAB IV ANALISIS IKK Paket Komoditas dapat dikategorikan menjadi barang alam/natural seperti pasir, batu, papan, balok, batu split, dan barang pabrikan seperti tripleks, cat, aspal, kaca, dan sebagainya. Dilihat dari rata-rata harga di Provinsi Sulawesi Selatan, harga barang natural di Kabupaten Luwu relatif lebih murah dibandingkan kabupaten/kota di sekitarnya dan rata-rata kabupaten/kota se-provinsi Sulawesi Selatan. Lain halnya dengan barang pabrikan yang relatif lebih mahal. Selain itu, sewa alat dan upah jasa konstruksi di Kabupaten Luwu juga lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata provinsi. Dari paparan di atas mengenai perbandingan harga, sarana pengangkutan, dan kondisi geografisnya, maka didapatkan penjelasan sebagai berikut: i. Kabupaten Luwu mendapatkan sebagian besar bahan bangunan/konstruksi langsung dari Kota Palopo yang menjadi tempat pemberhentian utama (gudang) dari Kota Makassar, dengan menggunakan akses jalan raya dan pelabuhan yang terdapat di Kota Palopo. ii. Kota Palopo menjadi tempat persinggahan utama barang bangunan/konstruksi yang dikirim dari Kota Makassar, untuk seterusnya barang tersebut didistribusikan ke Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, dan Kabupaten Luwu Timur. iii. Sebagian bahan bangunan yang ada di Kabupaten Luwu juga didatangkan langsung dari Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Luwu Utara. Berdasarkan kondisi arus barang bangunan/konstruksi dari keempat kabupaten/kota tersebut, dapat dikatakan bahwa hampir semua distributor di INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

74 ANALISIS IKK BAB IV Kabupaten Luwu mengambil bahan bangunan/konstruksi utamanya dari Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara, dan Kabupaten Luwu Timur. Sehingga, berdasarkan peringkat IKK, Kabupaten Luwu menempati urutan pertama dari empat kabupaten/kota yang ada di daerah sekitar Luwu. Untuk skala nasional, jika dibandingkan dengan 491 kabupaten/kota di Indonesia di tahun 2013, IKK Kabupaten Luwu menempati urutan 199. Nilai IKK terendah untuk adalah Kabupaten Lombok Utara dengan nilai 70,46 dan IKK tertinggi ada di Kabupaten Puncak dengan nilai 461,52. Kabupaten Jember tidak lagi menduduki peringkat terendah IKK. Besar upah di Kabupaten Jember ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Lombok Utara, sehingga perbedaan upah menyebabkan pergeseran peringkat IKK. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bagian lampiran buku ini. Sementara itu, IKK Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013 menduduki peringkat 30 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia dengan nilai IKK sebesar 85,89. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Provinsi Sulawesi Selatan berubah dari peringkat 26 ke peringkat 30 dengan nilai IKK tahun 2012 sebesar 86,51. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bagian lampiran buku ini. Berikut ditampilkan gambar peta tematik IKK tahun 2013 seluruh provinsi di Indonesia. 62 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

75 BAB IV ANALISIS IKK Gambar 7. Peta IKK Provinsi di Indonesia, 2013 Sumber: Badan Pusat Statistik Pada hakikatnya, IKK merupakan pendekatan untuk menggambarkan tingkat kesulitan geografis melalui Tingkat Kemahalan Konstruksi (TKK) yang diwakilkan oleh harga barang-barang konstruksi, harga sewa alat berat, dan besarnya upah buruh konstruksi. IKK merupakan satu variable yang masuk dalam kelompok kebutuhan fiskal dan menjadi faktor penambah yang mempunyai bobot cukup besar dalam penghitungan DAU. Di satu sisi, tingginya angka IKK mempunyai keuntungan bagi suatu kabupaten/kota dalam penentuan besarnya dana DAU yang akan diterima. Namun di sisi lain, tingginya angka IKK suatu kabupaten/kota mencerminkan bahwa daerah tersebut relatif lebih sulit dijangkau. Hal ini bisa disebabkan INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

76 ANALISIS IKK BAB IV oleh letak geografis atau bisa juga disebabkan oleh karena minimnya infrastruktur dan fasilitas transportasi yang kurang memadai hingga mengakibatkan harga barang-barang di daerah tersebut menjadi lebih mahal dibandingkan daerah lain, khususnya barang bangunan/konstruksi. Akhirnya, angka IKK bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi jika angka IKK tinggi akan menguntungkan dalam hal penerimaan DAU bagi kabupaten/kota. Di sisi lain, jika dari tahun ke tahun urutan/peringkat IKK tidak berubah bahkan cenderung naik dibandingkan kabupaten/kota lain tingkat provinsi maupun tingkat nasional, menunjukkan bahwa kabupaten/kota tersebut tertinggal dibandingkan kabupaten/kota lain dalam hal pembangunan infrastruktur serta perbaikan sarana dan prasarana transportasi yang mengakibatkan TKK di daerah tersebut masih tetap tinggi. 64 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

77 BAB V PENUTUP

78 Tahun 2012, Kabupaten Luwu menjadi wilayah dengan IKK termahal dari 4 kabupaten/kota di daerah Luwu Raya, urutan tertinggi ke-5 untuk 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan, dan urutan ke-218 termahal dari 491 kabupaten/kota di Indonesia.

79 BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penyusunan publikasi IKK ini adalah sebagai berikut: i. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) merupakan salah satu variabel yang digunakan dalam penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU) sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 33 tahun ii. IKK pertama kali dihitung BPS pada tahun 2003 atas permintaan Departemen Keuangan untuk keperluan penghitungan DAU 2004 kemudian dilanjutkan sampai sekarang. iii. IKK digunakan sebagai proxy untuk mengukur tingkat kesulitan geografis suatu daerah, semakin sulit letak geografis suatu daerah maka semakin tinggi pula tingkat harga di daerah tersebut. iv. IKK merupakan spatial index, hanya digunakan untuk membandingkan antar wilayah, bukan perbandingan antar waktu. v. Setelah dilakukan penghitungan untuk tahun 2013 Kabupaten Luwu menjadi wilayah dengan IKK termahal dari 4 kabupaten/kota di daerah sekitar Luwu, urutan tertinggi ke-4 untuk 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan, dan urutan ke-199 termahal dari 491 kabupaten/kota di Indonesia. INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

80 PENUTUPBAB V 68 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

81 LAMPIRAN

82 Pada bagian lampiran ini terlampir 6 (enam) tabel pokok mengenai penghitungan dan analisis IKK Kabupaten Luwu.

83 LAMPIRAN Tabel 1. Panjang Jalan Menurut Kondisi dan Status Jalan Di Kabupaten Luwu (Km), KONDISI JALAN Road Condition (1) STATUS JALAN Road State JALAN NEGARA JALAN PROPINSI State Road Province Road JALAN KAB/ KOTA Regency Road (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Baik/ Good 115,50 115,50 16,00-412,55 445,36 2. Sedang/ Fairly Good ,00 8,13 447,53 492,18 3. Rusak/ Damaged ,86 509,34 548,27 4. Rusak Berat ,01 193,45 232,52 JUMLAH/ Total 115,50 115,50 32,00 32, , ,33 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2014) INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

84 LAMPIRAN Tabel 2. IKK Seluruh Provinsi di Indonesia Beserta Peringkatnya, KODE PROVINSI IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 11 ACEH 92, , , , SUMATERA UTARA 86, , , , SUMATERA BARAT 85, , , , RIAU 96, , , , JAMBI 89, , , , SUMATERA SELATAN 87, , , , BENGKULU 87, , , , LAMPUNG 83, , , , KEP. BANGKA BELITUNG 95, , , , KEPULAUAN RIAU 101, , , , DKI JAKARTA 90, , , , JAWA BARAT 85, , , , JAWA TENGAH 83, , , , DI YOGYAKARTA 83, , , , JAWA TIMUR 83, , , , BANTEN 84, , , , BALI 85, , , , NUSA TENGGARA BARAT 87, , , , NUSA TENGGARA TIMUR 97, , , , KALIMANTAN BARAT 96, , , , KALIMANTAN TENGAH 100, , , , KALIMANTAN SELATAN 90, , , , KALIMANTAN TIMUR 100, , , , SULAWESI UTARA 98, , , , SULAWESI TENGAH 90, , , , SULAWESI SELATAN 85, , , , SULAWESI TENGGARA 92, , , , GORONTALO 90, , , , SULAWESI BARAT 89, , , , MALUKU 110, , , , MALUKU UTARA 110, , , , PAPUA BARAT 142, , , , PAPUA 210, , , ,70 1 Sumber: Badan Pusat Statistik 72 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

85 LAMPIRAN Tabel 3. IKK Seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia Beserta Peringkatnya, KODE PROVINSI KABUPATEN/KOTA IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (8) (9) 1101 ACEH KAB SIMEULUE 116, , , , ACEH KAB ACEH SINGKIL 100, , , , ACEH KAB ACEH SELATAN 90, , , , ACEH KAB ACEH TENGGARA 92, , , , ACEH KAB ACEH TIMUR 95, , , , ACEH KAB ACEH TENGAH 91, , , , ACEH KAB ACEH BARAT 89, , , , ACEH KAB ACEH BESAR 89, , , , ACEH KAB PIDIE 87, , , , ACEH KAB BIREUEN 93, , , , ACEH KAB ACEH UTARA 98, , , , ACEH KAB ACEH BARAT DAYA 95, , , , ACEH KAB GAYO LUES 100, , , , ACEH KAB ACEH TAMIANG 93, , , , ACEH KAB NAGAN RAYA 89, , , , ACEH KAB ACEH JAYA 93, , , , ACEH KAB BENER MERIAH 98, , , , ACEH KAB PIDIE JAYA 88, , , , ACEH KOTA BANDA ACEH 86, , , , ACEH KOTA SABANG 101, , , , ACEH KOTA KOTA LANGSA 95, , , , ACEH KOTA LHOKSEUMAWE 98, , , , ACEH KOTA SUBULUSSALAM 93, , , , SUMATERA UTARA KAB NIAS 98, , , , SUMATERA UTARA KAB MANDAILING NATAL 86, , , , SUMATERA UTARA KAB TAPANULI SELATAN 87, , , , SUMATERA UTARA KAB TAPANULI TENGAH 85, , , , SUMATERA UTARA KAB TAPANULI UTARA 85, , , , SUMATERA UTARA KAB TOBA SAMOSIR 88, , , , SUMATERA UTARA KAB LABUHAN BATU 86, , , , SUMATERA UTARA KAB ASAHAN 83, , , , SUMATERA UTARA KAB SIMALUNGUN 83, , , , SUMATERA UTARA KAB DAIRI 85, , , , SUMATERA UTARA KAB KARO 85, , , , SUMATERA UTARA KAB DELI SERDANG 81, , , , SUMATERA UTARA KAB LANGKAT 81, , , , SUMATERA UTARA KAB NIAS SELATAN 109, , , , SUMATERA UTARA KAB HUMBANG HASUNDUTAN 84, , , , SUMATERA UTARA KAB PAKPAK BHARAT 87, , , , SUMATERA UTARA KAB SAMOSIR 89, , , , SUMATERA UTARA KAB SERDANG BEDAGAI 82, , , , SUMATERA UTARA KAB BATU BARA 85, , , , SUMATERA UTARA KAB PADANG LAWAS UTARA 87, , , , SUMATERA UTARA KAB PADANG LAWAS 87, , , , SUMATERA UTARA KAB LABUHAN BATU UTARA 87, , , , SUMATERA UTARA KAB LABUHAN BATU SELATAN 86, , , , SUMATERA UTARA KAB NIAS UTARA 88, , , , SUMATERA UTARA KAB NIAS BARAT 86, , , , SUMATERA UTARA KOTA SIBOLGA 84, , , , SUMATERA UTARA KOTA TANJUNGBALAI 83, , , , SUMATERA UTARA KOTA PEMATANG SIANTAR 84, , , , SUMATERA UTARA KOTA TEBING TINGGI 81, , , , SUMATERA UTARA KOTA MEDAN 89, , , , SUMATERA UTARA KOTA BINJAI 105, , , , SUMATERA UTARA KOTA PADANGSIDIMPUAN 104, , , , SUMATERA UTARA KOTA GUNUNG SITOLI 89, , , , SUMATERA BARAT KAB KEPULAUAN MENTAWAI 111, , , , SUMATERA BARAT KAB PESISIR SELATAN 92, , , , SUMATERA BARAT KAB SOLOK 85, , , , SUMATERA BARAT KAB SWL/SIJUNJUNG 87, , , , SUMATERA BARAT KAB TANAH DATAR 84, , , , SUMATERA BARAT KAB PADANG PARIAMAN 84, , , , SUMATERA BARAT KAB AGAM 88, , , , SUMATERA BARAT KAB LIMA PULUH KOTA 85, , , , SUMATERA BARAT KAB PASAMAN 85, , , , SUMATERA BARAT KAB SOLOK SELATAN 85, , , , SUMATERA BARAT KAB DHARMASRAYA 86, , , , SUMATERA BARAT KAB PASAMAN BARAT 90, , , , SUMATERA BARAT KOTA PADANG 82, , , , SUMATERA BARAT KOTA SOLOK 85, , , , SUMATERA BARAT KOTA SAWAH LUNTO 85, , , , INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

86 LAMPIRAN Lanjutan Tabel 3. KODE PROVINSI KABUPATEN/KOTA IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (8) (9) 1374 SUMATERA BARAT KOTA PADANG PANJANG 86, , , , SUMATERA BARAT KOTA BUKITTINGGI 86, , , , SUMATERA BARAT KOTA PAYAKUMBUH 84, , , , SUMATERA BARAT KOTA PARIAMAN 83, , , , R I A U KAB KUANTAN SINGINGI 95, , , , R I A U KAB INDRAGIRI HULU 98, , , , R I A U KAB INDRAGIRI HILIR 102, , , , R I A U KAB PELALAWAN 93, , , , R I A U KAB SIAK 102, , , , R I A U KAB KAMPAR 94, , , , R I A U KAB ROKAN HULU 95, , , , R I A U KAB BENGKALIS 103, , , , R I A U KAB ROKAN HILIR 102, , , , R I A U KAB KEPULAUAN MERANTI 92, , , , R I A U KOTA PEKANBARU 102, , , , R I A U KOTA DUMAI 108, , , , J A M B I KAB KERINCI 91, , , , J A M B I KAB MERANGIN 91, , , , J A M B I KAB SAROLANGUN 93, , , , J A M B I KAB BATANG HARI 91, , , , J A M B I KAB MUARO JAMBI 90, , , , J A M B I KAB TANJUNG JABUNG TIMUR 95, , , , J A M B I KAB TANJUNG JABUNG BARAT 96, , , , J A M B I KAB TEBO 92, , , , J A M B I KAB BUNGO 89, , , , J A M B I KOTA JAMBI 87, , , , J A M B I KOTA SUNGAI PENUH 91, , , , SUMATERA SELATAN KAB OGAN KOMERING ULU 84, , , , SUMATERA SELATAN KAB OGAN KOMERING ILIR 90, , , , SUMATERA SELATAN KAB MUARA ENIM 86, , , , SUMATERA SELATAN KAB LAHAT 91, , , , SUMATERA SELATAN KAB MUSI RAWAS 92, , , , SUMATERA SELATAN KAB MUSI BANYUASIN 94, , , , SUMATERA SELATAN KAB BANYU ASIN 100, , , , SUMATERA SELATAN KAB OKU SELATAN 85, , , , SUMATERA SELATAN KAB OKU TIMUR 87, , , , SUMATERA SELATAN KAB OGAN ILIR 88, , , , SUMATERA SELATAN KAB EMPAT LAWANG 86, , , , SUMATERA SELATAN KOTA PALEMBANG 86, , , , SUMATERA SELATAN KOTA PRABUMULIH 91, , , , SUMATERA SELATAN KOTA PAGAR ALAM 92, , , , SUMATERA SELATAN KOTA LUBUKLINGGAU 87, , , , BENGKULU KAB BENGKULU SELATAN 90, , , , BENGKULU KAB REJANG LEBONG 89, , , , BENGKULU KAB BENGKULU UTARA 89, , , , BENGKULU KAB KAUR 94, , , , BENGKULU KAB SELUMA 89, , , , BENGKULU KAB MUKOMUKO 91, , , , BENGKULU KAB LEBONG 90, , , , BENGKULU KAB KEPAHIANG 91, , , , BENGKULU KAB BENGKULU TENGAH 88, , , , BENGKULU KOTA BENGKULU 88, , , , LAMPUNG KAB LAMPUNG BARAT 89, , , , LAMPUNG KAB TANGGAMUS 87, , , , LAMPUNG KAB LAMPUNG SELATAN 87, , , , LAMPUNG KAB LAMPUNG TIMUR 87, , , , LAMPUNG KAB LAMPUNG TENGAH 87, , , , LAMPUNG KAB LAMPUNG UTARA 87, , , , LAMPUNG KAB WAY KANAN 87, , , , LAMPUNG KAB TULANG BAWANG 90, , , , LAMPUNG KAB PESAWARAN 86, , , , LAMPUNG KAB PRINGSEWU 85, , , , LAMPUNG KAB MESUJI 85, , , , LAMPUNG KAB TULANG BAWANG BARAT 87, , , , LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG 92, , , , LAMPUNG KOTA METRO 89, , , , KEP. BANGKA BELITUNG KAB BANGKA 94, , , , KEP. BANGKA BELITUNG KAB BELITUNG 100, , , , KEP. BANGKA BELITUNG KAB BANGKA BARAT 99, , , , KEP. BANGKA BELITUNG KAB BANGKA TENGAH 97, , , , KEP. BANGKA BELITUNG KAB BANGKA SELATAN 101, , , , INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

87 LAMPIRAN Lanjutan Tabel 3. KODE PROVINSI KABUPATEN/KOTA IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (8) (9) 1906 KEP. BANGKA BELITUNG KAB BELITUNG TIMUR 101, , , , KEP. BANGKA BELITUNG KOTA PANGKAL PINANG 92, , , , KEPULAUAN RIAU KAB KARIMUN 102, , , , KEPULAUAN RIAU KAB BINTAN 101, , , , KEPULAUAN RIAU KAB NATUNA 110, , , , KEPULAUAN RIAU KAB LINGGA 103, , , , KEPULAUAN RIAU KAB KEP. ANAMBAS 110, , , , KEPULAUAN RIAU KOTA BATAM 101, , , , KEPULAUAN RIAU KOTA TANJUNG PINANG 100, , , , JAWA BARAT KAB BOGOR 87, , , , JAWA BARAT KAB SUKABUMI 86, , , , JAWA BARAT KAB CIANJUR 83, , , , JAWA BARAT KAB BANDUNG 82, , , , JAWA BARAT KAB GARUT 84, , , , JAWA BARAT KAB TASIKMALAYA 82, , , , JAWA BARAT KAB CIAMIS 86, , , , JAWA BARAT KAB KUNINGAN 87, , , , JAWA BARAT KAB CIREBON 84, , , , JAWA BARAT KAB MAJALENGKA 83, , , , JAWA BARAT KAB SUMEDANG 83, , , , JAWA BARAT KAB INDRAMAYU 89, , , , JAWA BARAT KAB SUBANG 84, , , , JAWA BARAT KAB PURWAKARTA 82, , , , JAWA BARAT KAB KARAWANG 85, , , , JAWA BARAT KAB BEKASI 88, , , , JAWA BARAT KAB BANDUNG BARAT 83, , , , JAWA BARAT KOTA BOGOR 85, , , , JAWA BARAT KOTA SUKABUMI 88, , , , JAWA BARAT KOTA BANDUNG 84, , , , JAWA BARAT KOTA CIREBON 85, , , , JAWA BARAT KOTA BEKASI 88, , , , JAWA BARAT KOTA DEPOK 86, , , , JAWA BARAT KOTA KOTA CIMAHI 87, , , , JAWA BARAT KOTA KOTA TASIKMALAYA 83, , , , JAWA BARAT KOTA BANJAR 84, , , , JAWA TENGAH KAB CILACAP 84, , , , JAWA TENGAH KAB BANYUMAS 83, , , , JAWA TENGAH KAB PURBALINGGA 84, , , , JAWA TENGAH KAB BANJARNEGARA 83, , , , JAWA TENGAH KAB KEBUMEN 85, , , , JAWA TENGAH KAB PURWOREJO 83, , , , JAWA TENGAH KAB WONOSOBO 85, , , , JAWA TENGAH KAB MAGELANG 85, , , , JAWA TENGAH KAB BOYOLALI 84, , , , JAWA TENGAH KAB KLATEN 85, , , , JAWA TENGAH KAB SUKOHARJO 84, , , , JAWA TENGAH KAB WONOGIRI 86, , , , JAWA TENGAH KAB KARANGANYAR 84, , , , JAWA TENGAH KAB SRAGEN 83, , , , JAWA TENGAH KAB GROBOGAN 87, , , , JAWA TENGAH KAB BLORA 89, , , , JAWA TENGAH KAB REMBANG 86, , , , JAWA TENGAH KAB PATI 85, , , , JAWA TENGAH KAB KUDUS 86, , , , JAWA TENGAH KAB JEPARA 85, , , , JAWA TENGAH KAB DEMAK 85, , , , JAWA TENGAH KAB SEMARANG 85, , , , JAWA TENGAH KAB TEMANGGUNG 85, , , , JAWA TENGAH KAB KENDAL 87, , , , JAWA TENGAH KAB BATANG 86, , , , JAWA TENGAH KAB PEKALONGAN 85, , , , JAWA TENGAH KAB PEMALANG 86, , , , JAWA TENGAH KAB TEGAL 85, , , , JAWA TENGAH KAB BREBES 85, , , , JAWA TENGAH KOTA MAGELANG 85, , , , JAWA TENGAH KOTA SURAKARTA 84, , , , JAWA TENGAH KOTA SALATIGA 85, , , , JAWA TENGAH KOTA SEMARANG 81, , , , JAWA TENGAH KOTA PEKALONGAN 85, , , , JAWA TENGAH KOTA TEGAL 85, , , , DI YOGYAKARTA KAB KULON PROGO 85, , , , INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

88 LAMPIRAN Lanjutan Tabel 3. KODE PROVINSI KABUPATEN/KOTA IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (8) (9) 3402 DI YOGYAKARTA KAB BANTUL 85, , , , DI YOGYAKARTA KAB GUNUNG KIDUL 89, , , , DI YOGYAKARTA KAB SLEMAN 85, , , , DI YOGYAKARTA KOTA YOGYAKARTA 84, , , , JAWA TIMUR KAB PACITAN 86, , , , JAWA TIMUR KAB PONOROGO 85, , , , JAWA TIMUR KAB TRENGGALEK 87, , , , JAWA TIMUR KAB TULUNGAGUNG 84, , , , JAWA TIMUR KAB KAB. BLITAR 83, , , , JAWA TIMUR KAB KAB. KEDIRI 83, , , , JAWA TIMUR KAB KAB. MALANG 83, , , , JAWA TIMUR KAB LUMAJANG 84, , , , JAWA TIMUR KAB JEMBER 83, , , , JAWA TIMUR KAB BANYUWANGI 84, , , , JAWA TIMUR KAB BONDOWOSO 83, , , , JAWA TIMUR KAB SITUBONDO 83, , , , JAWA TIMUR KAB KAB. PROBOLINGGO 82, , , , JAWA TIMUR KAB KAB. PASURUAN 82, , , , JAWA TIMUR KAB SIDOARJO 85, , , , JAWA TIMUR KAB KAB. MOJOKERTO 82, , , , JAWA TIMUR KAB JOMBANG 82, , , , JAWA TIMUR KAB NGANJUK 82, , , , JAWA TIMUR KAB KAB. MADIUN 83, , , , JAWA TIMUR KAB MAGETAN 84, , , , JAWA TIMUR KAB NGAWI 83, , , , JAWA TIMUR KAB BOJONEGORO 82, , , , JAWA TIMUR KAB TUBAN 83, , , , JAWA TIMUR KAB LAMONGAN 81, , , , JAWA TIMUR KAB GRESIK 83, , , , JAWA TIMUR KAB BANGKALAN 91, , , , JAWA TIMUR KAB SAMPANG 92, , , , JAWA TIMUR KAB PAMEKASAN 92, , , , JAWA TIMUR KAB SUMENEP 93, , , , JAWA TIMUR KOTA KOTA KEDIRI 83, , , , JAWA TIMUR KOTA KOTA BLITAR 83, , , , JAWA TIMUR KOTA KOTA MALANG 84, , , , JAWA TIMUR KOTA KOTA PROBOLINGGO 81, , , , JAWA TIMUR KOTA KOTA PASURUAN 82, , , , JAWA TIMUR KOTA KOTA MOJOKERTO 81, , , , JAWA TIMUR KOTA KOTA MADIUN 83, , , , JAWA TIMUR KOTA SURABAYA 81, , , , JAWA TIMUR KOTA BATU 82, , , , B A N T E N KAB PANDEGLANG 87, , , , B A N T E N KAB LEBAK 88, , , , B A N T E N KAB TANGERANG 86, , , , B A N T E N KAB SERANG 85, , , , B A N T E N KOTA KOTA TANGERANG 84, , , , B A N T E N KOTA CILEGON 84, , , , B A N T E N KOTA KOTA SERANG 84, , , , B A N T E N KOTA TANGERANG SELATAN 88, , , , B A L I KAB JEMBRANA 88, , , , B A L I KAB TABANAN 86, , , , B A L I KAB BADUNG 88, , , , B A L I KAB GIANYAR 85, , , , B A L I KAB KLUNGKUNG 88, , , , B A L I KAB BANGLI 86, , , , B A L I KAB KARANGASEM 87, , , , B A L I KAB BULELENG 90, , , , B A L I KOTA DENPASAR 85, , , , NUSA TENGGARA BARAT KAB LOMBOK BARAT 87, , , , NUSA TENGGARA BARAT KAB LOMBOK TENGAH 90, , , , NUSA TENGGARA BARAT KAB LOMBOK TIMUR 89, , , , NUSA TENGGARA BARAT KAB SUMBAWA 91, , , , NUSA TENGGARA BARAT KAB DOMPU 90, , , , NUSA TENGGARA BARAT KAB BIMA 88, , , , NUSA TENGGARA BARAT KAB SUMBAWA BARAT 93, , , , NUSA TENGGARA BARAT KAB LOMBOK UTARA 86, , , , NUSA TENGGARA BARAT KOTA MATARAM 86, , , , NUSA TENGGARA BARAT KOTA KOTA BIMA 87, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB SUMBA BARAT 99, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB SUMBA TIMUR 99, , , , INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

89 LAMPIRAN Lanjutan Tabel 3. KODE PROVINSI KABUPATEN/KOTA IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (8) (9) 5303 NUSA TENGGARA TIMUR KAB KUPANG 97, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB TIMOR TENGAH SELATAN 96, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB TIMOR TENGAH UTARA 97, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB BELU 97, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB ALOR 105, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB LEMBATA 103, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB FLORES TIMUR 102, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB SIKKA 98, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB ENDE 100, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB NGADA 101, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB MANGGARAI 101, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB ROTE NDAO 98, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB MANGGARAI BARAT 99, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB SUMBA BARAT DAYA 99, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB SUMBA TENGAH 102, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB NAGEKEO 102, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB MANGGARAI TIMUR 101, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KAB SABU RAIJUA 95, , , , NUSA TENGGARA TIMUR KOTA KUPANG 96, , , , KALIMANTAN BARAT KAB SAMBAS 101, , , , KALIMANTAN BARAT KAB BENGKAYANG 99, , , , KALIMANTAN BARAT KAB LANDAK 96, , , , KALIMANTAN BARAT KAB PONTIANAK 96, , , , KALIMANTAN BARAT KAB SANGGAU 99, , , , KALIMANTAN BARAT KAB KETAPANG 95, , , , KALIMANTAN BARAT KAB SINTANG 103, , , , KALIMANTAN BARAT KAB KAPUAS HULU 109, , , , KALIMANTAN BARAT KAB SEKADAU 101, , , , KALIMANTAN BARAT KAB MELAWI 104, , , , KALIMANTAN BARAT KAB KAYONG UTARA 95, , , , KALIMANTAN BARAT KAB KUBU RAYA 95, , , , KALIMANTAN BARAT KOTA PONTIANAK 95, , , , KALIMANTAN BARAT KOTA SINGKAWANG 95, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB KOTAWARINGIN BARAT 101, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB KOTAWARINGIN TIMUR 99, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB KAPUAS 99, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB BARITO SELATAN 106, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB BARITO UTARA 99, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB SUKAMARA 109, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB LAMANDAU 107, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB SERUYAN 108, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB KATINGAN 98, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB PULANG PISAU 101, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB GUNUNG MAS 107, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB BARITO TIMUR 102, , , , KALIMANTAN TENGAH KAB MURUNG RAYA 108, , , , KALIMANTAN TENGAH KOTA PALANGKA RAYA 96, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB TANAH LAUT 92, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB KOTA BARU 97, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB BANJAR 89, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB BARITO KUALA 95, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB TAPIN 90, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB HULU SUNGAI SELATAN 91, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB HULU SUNGAI TENGAH 93, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB HULU SUNGAI UTARA 94, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB TABALONG 96, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB TANAH BUMBU 96, , , , KALIMANTAN SELATAN KAB BALANGAN 95, , , , KALIMANTAN SELATAN KOTA BANJARMASIN 87, , , , KALIMANTAN SELATAN KOTA BANJAR BARU 89, , , , KALIMANTAN TIMUR KAB PASIR 101, , , , KALIMANTAN TIMUR KAB KUTAI BARAT 103, , , , KALIMANTAN TIMUR KAB KUTAI KARTANEGARA 100, , , , KALIMANTAN TIMUR KAB KUTAI TIMUR 103, , , , KALIMANTAN TIMUR KAB BERAU 102, , , , KALIMANTAN TIMUR KAB MALINAU 108, , , , KALIMANTAN TIMUR KAB BULONGAN 103, , , , KALIMANTAN TIMUR KAB NUNUKAN 107, , , , KALIMANTAN TIMUR KAB PENAJAM PASER UTARA 101, , , , KALIMANTAN TIMUR KAB TANA TIDUNG 104, , , , KALIMANTAN TIMUR KOTA BALIKPAPAN 101, , , ,42 70 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

90 LAMPIRAN Lanjutan Tabel 3. KODE PROVINSI KABUPATEN/KOTA IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (8) (9) 6472 KALIMANTAN TIMUR KOTA SAMARINDA 100, , , , KALIMANTAN TIMUR KOTA TARAKAN 104, , , , KALIMANTAN TIMUR KOTA BONTANG 102, , , , SULAWESI UTARA KAB BOLAANG MONGONDOW 93, , , , SULAWESI UTARA KAB MINAHASA 94, , , , SULAWESI UTARA KAB KEPULAUAN SANGIHE 128, , , , SULAWESI UTARA KAB KEPULAUAN TALAUD 134, , , , SULAWESI UTARA KAB MINAHASA SELATAN 95, , , , SULAWESI UTARA KAB MINAHASA UTARA 91, , , , SULAWESI UTARA KAB BOLAANG MONGONDOW UTARA 96, , , , SULAWESI UTARA KAB KEP. SIAU TAGOLANDANG BIARO (SITARO) 128, , , , SULAWESI UTARA KAB MINAHASA TENGGARA 99, , , , SULAWESI UTARA KAB BOLMONG SELATAN 94, , , , SULAWESI UTARA KAB BOLMOMG TIMUR 93, , , , SULAWESI UTARA KOTA MANADO 91, , , , SULAWESI UTARA KOTA BITUNG 90, , , , SULAWESI UTARA KOTA TOMOHON 93, , , , SULAWESI UTARA KOTA KOTAMOBAGU 95, , , , SULAWESI TENGAH KAB BANGGAI KEPULAUAN 101, , , , SULAWESI TENGAH KAB BANGGAI 92, , , , SULAWESI TENGAH KAB MOROWALI 97, , , , SULAWESI TENGAH KAB POSO 94, , , , SULAWESI TENGAH KAB DONGGALA 88, , , , SULAWESI TENGAH KAB TOLI-TOLI 95, , , , SULAWESI TENGAH KAB BUOL 97, , , , SULAWESI TENGAH KAB PARIGI MOUTONG 90, , , , SULAWESI TENGAH KAB TOJO UNA-UNA 93, , , , SULAWESI TENGAH KAB SIGI 89, , , , SULAWESI TENGAH KOTA PALU 86, , , , SULAWESI SELATAN KAB SELAYAR 103, , , , SULAWESI SELATAN KAB BULUKUMBA 87, , , , SULAWESI SELATAN KAB BANTAENG 86, , , , SULAWESI SELATAN KAB JENEPONTO 85, , , , SULAWESI SELATAN KAB TAKALAR 85, , , , SULAWESI SELATAN KAB GOWA 82, , , , SULAWESI SELATAN KAB SINJAI 89, , , , SULAWESI SELATAN KAB MAROS 83, , , , SULAWESI SELATAN KAB PANGKAJENE KEPULAUAN 87, , , , SULAWESI SELATAN KAB BARRU 84, , , , SULAWESI SELATAN KAB BONE 87, , , , SULAWESI SELATAN KAB SOPPENG 87, , , , SULAWESI SELATAN KAB WAJO 87, , , , SULAWESI SELATAN KAB SIDENRENG RAPPANG 87, , , , SULAWESI SELATAN KAB PINRANG 84, , , , SULAWESI SELATAN KAB ENREKANG 90, , , , SULAWESI SELATAN KAB LUWU 87, , , , SULAWESI SELATAN KAB TANA TORAJA 90, , , , SULAWESI SELATAN KAB TORAJA UTARA 90, , , , SULAWESI SELATAN KAB LUWU UTARA 93, , , , SULAWESI SELATAN KAB LUWU TIMUR 97, , , , SULAWESI SELATAN KOTA MAKASSAR 82, , , , SULAWESI SELATAN KOTA PAREPARE 84, , , , SULAWESI SELATAN KOTA PALOPO 89, , , , SULAWESI TENGGARA KAB BUTON 97, , , , SULAWESI TENGGARA KAB MUNA 96, , , , SULAWESI TENGGARA KAB KONAWE 92, , , , SULAWESI TENGGARA KAB KOLAKA 87, , , , SULAWESI TENGGARA KAB KONAWE SELATAN 95, , , , SULAWESI TENGGARA KAB BOMBANA 95, , , , SULAWESI TENGGARA KAB WAKATOBI 99, , , , SULAWESI TENGGARA KAB KOLAKA UTARA 92, , , , SULAWESI TENGGARA KAB BUTON UTARA 99, , , , SULAWESI TENGGARA KAB KONAWE UTARA 96, , , , SULAWESI TENGGARA KOTA KENDARI 86, , , , SULAWESI TENGGARA KOTA BAU-BAU 98, , , , GORONTALO KAB BOALEMO 97, , , , GORONTALO KAB GORONTALO 93, , , , GORONTALO KAB POHUWATO 95, , , , GORONTALO KAB BONE BOLANGO 89, , , , GORONTALO KAB GORONTALO UTARA 93, , , , GORONTALO KOTA GORONTALO 91, , , , INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

91 LAMPIRAN Lanjutan Tabel 3. KODE PROVINSI KABUPATEN/KOTA IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT IKK PERINGKAT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (8) (9) 7601 SULAWESI BARAT KAB MAJENE 91, , , , SULAWESI BARAT KAB POLEWALI MAMASA 90, , , , SULAWESI BARAT KAB MAMASA 99, , , , SULAWESI BARAT KAB MAMUJU 92, , , , SULAWESI BARAT KAB MAMUJU UTARA 96, , , , M A L U K U KAB MALUKU TENGGARA BARAT 117, , , , M A L U K U KAB MALUKU TENGGARA 113, , , , M A L U K U KAB MALUKU TENGAH 106, , , , M A L U K U KAB BURU 110, , , , M A L U K U KAB KEPULAUAN ARU 114, , , , M A L U K U KAB SERAM BAGIAN BARAT 109, , , , M A L U K U KAB SERAM BAGIAN TIMUR 113, , , , M A L U K U KAB BURU SELATAN 113, , , , M A L U K U KAB MALUKU BARAT DAYA 118, , , , M A L U K U KOTA AMBON 106, , , , M A L U K U KOTA KOTA TUAL 111, , , , MALUKU UTARA KAB HALMAHERA BARAT 113, , , , MALUKU UTARA KAB HALMAHERA TENGAH 117, , , , MALUKU UTARA KAB KEPULAUAN SULA 114, , , , MALUKU UTARA KAB HALSEL 114, , , , MALUKU UTARA KAB HALUT 111, , , , MALUKU UTARA KAB HALMAHERA TIMUR 120, , , , MALUKU UTARA KAB PULAU MOROTAI 104, , , , MALUKU UTARA KOTA TERNATE 108, , , , MALUKU UTARA KOTA TIDORE KEPULAUAN 115, , , , PAPUA BARAT KAB FAK-FAK 146, , , , PAPUA BARAT KAB KAIMANA 144, , , , PAPUA BARAT KAB TELUK WONDAMA 144, , , , PAPUA BARAT KAB TELUK BINTUNI 147, , , , PAPUA BARAT KAB MANOKWARI 138, , , , PAPUA BARAT KAB SORONG SELATAN 145, , , , PAPUA BARAT KAB SORONG 135, , , , PAPUA BARAT KAB RAJA AMPAT 156, , , , PAPUA BARAT KAB MAYBRAT 120, , , , PAPUA BARAT KAB TAMBRAW 187, , , , PAPUA BARAT KOTA SORONG 150, , , , PAPUA KAB MERAUKE 175, , , , PAPUA KAB JAYAWIJAYA 226, , , , PAPUA KAB JAYAPURA 137, , , , PAPUA KAB NABIRE 139, , , , PAPUA KAB YAPEN WAROPEN 139, , , , PAPUA KAB BIAK NUMFOR 151, , , , PAPUA KAB PANIAI 242, , , , PAPUA KAB PUNCAK JAYA 337, , , , PAPUA KAB MIMIKA 170, , , , PAPUA KAB BOVEN DIGOEL 175, , , , PAPUA KAB MAPPI 210, , , , PAPUA KAB ASMAT 205, , , , PAPUA KAB YAHUKIMO 209, , , , PAPUA KAB PEGUNUNGAN BINTANG 302, , , , PAPUA KAB TOLIKARA 273, , , , PAPUA KAB SARMI 170, , , , PAPUA KAB KEEROM 148, , , , PAPUA KAB WAROPEN 152, , , , PAPUA KAB SUPIORI 154, , , , PAPUA KAB MEMBERAMO RAYA 176, , , , PAPUA KAB NDUGA 310, , , , PAPUA KAB LANNY JAYA 248, , , , PAPUA KAB MEMBERAMO TENGAH 254, , , , PAPUA KAB YALIMO 251, , , , PAPUA KAB PUNCAK 362, , , , PAPUA KAB DOGIYAI 172, , , , PAPUA KAB INTAN JAYA 134, , , , PAPUA KAB DEIYAI 355, , , , PAPUA KOTA JAYAPURA 240, , , ,07 31 Sumber: Badan Pusat Statistik INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

92 LAMPIRAN Tabel 4. Harga Bahan Bangunan/Konstruksi, Sewa Alat Berat, dan Upah Jasa Konstruksi di Kabupaten Luwu, 2010 Harga per Satuan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Pasir Pasir Pasang (Pasir Sungai) m Luwu /truk Kerikil Sungai m Luwu /truk 2 Batu Pondasi Batu Kali Utuh m Luwu /truk 3 Batubata Batubata Merah Manual (60 buah/m 2 ) 100 buah Luwu 500/biji 4 Batako Semen Campuran semen dan pasir 1:3 100 buah Luwu 3.500/biji 5 Batu Split Ukuran 1-2 cm m Palopo /truk 6 Semen Abu-abu Tonasa 50 kg zak Makassar (Rp) Tonasa 40 kg zak Makassar Bosowa 50 kg zak Makassar Bosowa 40 kg zak Makassar 7 Pipa PVC Maspion, kw D, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar kw AW, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar Wavin, kw D, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar kw AW, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar Vinilon, kw D, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar kw AW, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar 8 Seng Plat Ukuran ( 0,02 x 90 ) cm m Makassar Seng plat rool panjang Ukuran ( 0,03 x 90 ) cm m Makassar sda Ukuran ( 0,02 x 90 ) cm kaki Makassar (90x180x0,2) = /lembar Ukuran ( 0,03 x 90 ) cm kaki Makassar (90x180x0,3) = /lembar 9 Seng Gelombang Ukuran ( 0,02 x 90 x 180 ) cm lembar Makassar Gelombang besar Ukuran ( 0,03 x 90 x 180 ) cm lembar Makassar Gelombang besar Ukuran ( 0,02 x 90 x 180 ) cm lembar Makassar Gelombang kecil 10 Paku Paku Kayu 5 cm kg Makassar Paku Kayu 10 cm kg Makassar Paku Beton 5 cm 100 buah Makassar 200/biji Paku Beton 10 cm 100 buah Makassar 400/biji Lainnya kg/100 buah Makassar 1000/biji 11 Besi Beton (Full) Ukuran Ф 6 mm Panjang 12 m batang Makassar Ukuran Ф 8 mm Panjang 12 m batang Makassar Ukuran Ф 10 mm Panjang 12 m batang Makassar Ukuran Ф 12 mm Panjang 12 m batang Makassar Ukuran Ф 14 mm Panjang 12 m batang Makassar 12 Keramik Polos Mulia m Makassar Kualitas 1 (KW 1) KIA m Makassar uk. ( 30 x 30 ) cm Asiatile m Makassar Diamond m Makassar Accura m Makassar Impresso m Makassar Asahi m Makassar Classic m Makassar 13 Kayu Papan Kamper ( 2 cm x 20 cm x 4 m ) m Luwu Timur Meranti ( 2 cm x 20 cm x 4 m ) m Luwu Timur 14 Kayu Balok Meranti ( 5 cm x 10 cm x 4 m ) m Luwu Timur 15 Kayu Lapis Ukuran ( 0,3 x 122 x 244 ) cm lembar Makassar 16 Cat Tembok Putih Daerah Asal Barang Ukuran ( 0,4 x 122 x 244 ) cm lembar Makassar Ukuran ( 0,6 x 122 x 244 ) cm lembar Makassar a. isi 5 kg Metrolite kaleng Makassar Belmas kaleng Makassar Avitex kaleng Makassar Aries kaleng Makassar b. isi 25 kg Metrolite kaleng Makassar Avitex kaleng Makassar Aries kaleng Makassar 17 Cat Kayu / Besi Glotex kaleng Makassar isi 1 kg Avian kaleng Makassar Altex kaleng Makassar Emco kaleng Makassar Brilo kaleng Makassar Dulux kaleng Makassar Yoko kaleng Makassar 18 Kaca Polos Bening Mulia tebal 3 mm m Makassar (152x122) = Mulia tebal 5 mm m Makassar (100x200) = Asahi tebal 3 mm m Makassar (152x122) = Asahi tebal 5 mm m Makassar (100x200) = Aspal Curah Grade 60/70 Lokal ton Makassar Drum Grade 60/70 (155 kg) Lokal drum Makassar 20 Aspal Curah Grade 60/70 Impor ton Makassar Harga SK Drum Grade 60/70 (155 kg) Impor drum Makassar Harga SK 21 Sewa Excavator HP unit/jam Luwu Harga SK 22 Sewa Buldozer HP unit/jam Luwu Harga SK 23 Sewa Three Wheel Roller 8-10 ton unit/hari Luwu Harga SK (Rp.1.200/M2) Sumber: Badan Pusat Statistik (Survei Serentak Harga dalam Rangka Penghitungan IKK) No. Keterangan Jenis Barang Kualitas Barang 80 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

93 LAMPIRAN Tabel 5. Harga Bahan Bangunan/Konstruksi, Sewa Alat Berat, dan Upah Jasa Konstruksi di Kabupaten Luwu, 2011 No. Jenis Barang Satuan (1) (2) (4) (5) (3)(6) (7) Harga per Satuan (Rp) Daerah Asal Kualitas Keterangan Barang Barang 1 Pasir Pasir Beton / Cor m Luwu Pasir Pasang m Luwu Pasir Urug m Luwu 2 Batu Pondasi Batu Belah m Luwu Batu Gunung m Luwu Batu Kali m Luwu 3 Batubata Batubata Merah Biasa ( 60 buah/m 2 ) 100 buah Luwu Batubata Merah Biasa ( 60 buah/m 2 ) 100 buah Sidrap 4 Batako Biasa 100 buah Palopo 5 Batu Split Ukuran 1-2 cm m Luwu Ukuran 2-3 cm m Luwu 6 Semen Abu-abu Bosowa zak Pangkep isi 50 kg Tiga Roda zak Makassar 40 Kg Tonasa zak Pangkep Putih Tiga Roda zak Makassar 7 Pipa PVC Winlon, kw AW, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar Winlon, kw D, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar Parilon. kw D, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar 8 Seng Plat Ukuran ( 0,02 x 90 ) cm m Makassar Ukuran ( 0,03 x 90 ) cm m Makassar Ukuran ( 0,03 x 90 ) cm kaki Makassar 9 Seng Gelombang Ukuran ( 0,02 x 90 x 180 ) cm lembar Makassar Ukuran ( 0,03 x 90 x 180 ) cm lembar Makassar 10 Paku Paku Kayu 5 cm kg Makassar Paku Kayu 10 cm kg Makassar Paku Beton 5 cm kg Makassar dos Paku Beton 10 cm kg Makassar dos 11 Besi Beton (Full) Ukuran Ф 6 mm Panjang 12 m batang Makassar Ukuran Ф 8 mm Panjang 12 m batang Makassar Ukuran Ф 6 mm Panjang 12 m kg Makassar Ukuran Ф 8 mm Panjang 12 m kg Makassar Kawat Kg Makassar 12 Keramik Putih Polos Accura m Makassar Kualitas 1 (KW 1) Arwana m Makassar uk. ( 30 x 30 ) cm Asiatile m Makassar Impresso m Makassar KIA m Makassar Mulia m Makassar Potenza m Makassar 13 Kayu Papan Betao m Luwu 14 Kayu Balok Betao m Luwu 15 Kayu Lapis Ukuran ( 0,3 x 122 x 244 ) cm lembar Luwu Ukuran ( 0,4 x 122 x 244 ) cm lembar Luwu Ukuran ( 0,5 x 122 x 244 ) cm lembar Luwu Ukuran ( 0,6 x 122 x 244 ) cm lembar Luwu 16 Cat Tembok, a. Isi 5 kg Belmas kaleng Makassar Matex kaleng Makassar Metrolite kaleng Makassar Avitex kaleng Makassar b. isi 25 kg Metrolite kaleng Makassar Vinilex kaleng Makassar 17 Cat Kayu / Besi isi 1 kg Altex kaleng Makassar Avian kaleng Makassar Glotex kaleng Makassar Polibes kaleng Makassar 18 Kaca Polos Bening Mulia tebal 3 mm m Makassar Mulia tebal 5 mm m Makassar 19 Aspal Curah Grade 60/70 Lokal ton Makassar Drum Grade 60/70 (155 kg) Lokal drum Makassar 20 Aspal Curah Grade 60/70 Lokal ton Makassar Drum Grade 60/70 (155 kg) Lokal drum Makassar 21 Sewa Excavator HP unit/jam Luwu 22 Sewa Buldozer HP unit/jam Luwu 23 Sewa Dump Truck 8-10 ton unit/jam Luwu 24 Upah Jasa Konstruksi Pembantu Tukang o-h Luwu Tukang Batu o-h Luwu Tukang Cat o-h Luwu Tukang Kayu o-h Luwu Sumber: Badan Pusat Statistik (Survei Serentak Harga dalam Rangka Penghitungan IKK) INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

94 LAMPIRAN Tabel 6. Harga Bahan Bangunan/Konstruksi, Sewa Alat Berat, dan Upah Jasa Konstruksi di Kabupaten Luwu, 2012 No. Jenis Barang Kualitas Barang Satuan Harga per Satuan (Rp) Daerah Asal Barang Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Pasir Pasir Pasang m Luwu Rp /truck (tanpa ongkos angkut) Pasir Beton / Cor m Luwu Rp /truck Pasir Urug (Timbunan Sirtu) m Luwu Rp /truck Kerikil m Luwu Rp /truck 2 Batu Pondasi Batu Kali Utuh m Luwu Rp /truck (tanpa ongkos angkut) Batu Kali Belah m Luwu Rp /truck 3 Batubata Batubata Merah Manual (60 buah/m 2 ) 100 buah Luwu 600/biji 4 Batu Split Ukuran 1-2 cm m Palopo 1 truck/colt = 3 m 3 (tanpa ongkos angkut) Ukuran 2-3 cm m Palopo 5 Semen Abu-abu Tiga Roda 40 kg Makassar a. berat isi 40 kg Holcim 40 kg Makassar Tonasa 40 kg Makassar Gresik 40 kg Makassar Bosowa 40 kg Makassar b. berat isi 50 kg Tiga Roda 50 kg Makassar Holcim 50 kg Makassar Tonasa 50 kg Makassar Gresik 50 kg Makassar Bosowa 50 kg Makassar 6 Pipa PVC Wavin, kw D, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar kw AW, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar Maspion, kw D, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar kw AW, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar Vinilon, kw D, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar kw AW, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar Winlon, kw D, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar kw AW, Ф 4" panjang 4 m batang Makassar Lainnya kw AW Langgeng 4" pjng 4 m batang Makassar Lainnya kw D Langgeng 4" pjng 4 m batang Makassar 7 Seng Plat Ukuran ( 0,02 x 90 ) cm m Makassar Seng plat rol panjang Ukuran ( 0,03 x 90 ) cm m Makassar Seng plat rol panjang Ukuran ( 0,02 x 90 ) cm kaki Makassar Rp /50M Ukuran ( 0,03 x 90 ) cm kaki Makassar Rp /50M 8 Seng Gelombang Ukuran ( 0,02 x 90 x 180 ) cm lembar Makassar 6.000/kaki (OB) Ukuran ( 0,03 x 90 x 180 ) cm lembar Makassar 8.000/kaki (OB) Ukuran (0,2 x 90 x 180 ) cm lembar Makassar 6.050/kaki (OK) Sakura Multiroof lembar Makassar 9 Paku Paku Kayu 5 cm kg Makassar Paku Kayu 10 cm kg Makassar Paku Beton Hitam 5 cm 100 buah Makassar Paku Beton Hitam 10 cm 100 buah Makassar 10 Besi Beton (Full) Ukuran Ф 10 mm Panjang 12 m batang Makassar Ukuran Ф 8 mm Panjang 12 m batang Makassar Uk.Ф 12 mm Panjang 12 m batang/kg *) Makassar Uk.Ф 14 mm Panjang 12 m batang/kg *) Makassar 11 Keramik Polos Mulia m Makassar Kualitas 1 (KW 1) Arwana m Makassar uk. ( 40 x 40 ) cm Asiatile m Makassar KIA m Makassar Accura m Makassar Diamond m Makassar Impresso m Makassar Masterina m Makassar Asahi m Makassar CLASSIC m Makassar 12 Kayu Papan Kamper ( 2 cm x 20 cm x 4 m ) m Luwu Timur Kelas III Meranti ( 2 cm x 20 cm x 4 m ) m Luwu Timur Kelas II Kruing (2 cm x 20 cm x 4 m) m Luwu Timur Kelas I NATO m Luwu Timur Kelas II 13 Kayu Balok Kamper ( 5 cm x 10 cm x 4 m ) m Luwu Timur Kelas III Meranti ( 5 cm x 10 cm x 4 m ) m Luwu Timur Kelas II Kruing (5 cm x 10 cm x 4 m) m Luwu Timur Kelas I NATO m Luwu Timur Kelas II 14 Kayu Lapis Meranti ( 0,4 x 122 x 244 ) cm lembar Makassar Meranti ( 0,5 x 122 x 244 ) cm lembar Makassar Campuran ( 0,4 x 122 x 244 ) cm lembar Makassar Campuran ( 0,5 x 122 x 244 ) cm lembar Makassar Campuran (0.3x122x244) lembar Makassar 82 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

95 LAMPIRAN Lanjutan Tabel 6. No. Jenis Barang Kualitas Barang Satuan Harga per Satuan (Rp) Daerah Asal Barang Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 15 Cat Tembok Putih Catylac 5 kg Makassar a. berat isi 5 kg Vinilex 5 kg Makassar Metrolite 5 kg Makassar Maritex 5 kg Makassar Avian 5 kg Makassar (Rp /liter) x 0,8 x 5 kg Matex 5 kg Makassar Rp /4 kg Dulux 5 kg Makassar Rp /2,5 liter Belmas 5 kg Makassar Aries 5 kg Makassar Avitex 5 kg Makassar Kimex 5 kg Makassar b. berat isi 25 kg Catylac 25 kg Makassar Metrolite 25 kg Makassar Vinilex 25 kg Makassar Maritex 25 kg Makassar Matex 25 kg Makassar Avian 25 kg Makassar Aries 25 kg Makassar Dulux 25 kg Makassar Rp /20 liter Avitex 25 kg Makassar Vinotex 25 kg Makassar Altex 25 kg Makassar 16 Cat Kayu / Besi Avian 1 kg Makassar Rp /0.9 liter berat isi 1 kg Glotex 1 kg Makassar Rp /0.9 liter Altex 1 kg Makassar Emco 1 kg Kuda Terbang 1 kg Rp /0,1 kg Brilo 1 kg Makassar Dulux 1 kg Rp /0,9 liter Yoko 1 kg Makassar Djarum 1 kg Makassar Suzuka 1 kg Makassar 17 Kaca Polos Bening Mulia tebal 3 mm m Makassar Mulia tebal 5 mm m Makassar Asahi tebal 3 mm m Makassar (152 x 122) = Asahi tebal 5 mm m Makassar (100 x 200) = Aspal Curah Grade 60/70 Impor ton Makassar Harga SK Drum Grade 60/70 (155 kg) Impor drum Makassar Harga SK 19 Sewa Excavator HP unit/jam Luwu Harga SK kurang dari 100 HP unit/jam Luwu Harga SK 20 Sewa Buldozer HP unit/jam Luwu Harga SK kurang dari 95 HP unit/jam Luwu Harga SK 21 Sewa Three Wheel Roller 8-10 ton unit/jam Luwu Harga SK 22 Sewa Dump Truck 8-10 ton unit/hari Luwu Harga SK 23 Upah Jasa Konstruksi Mandor o-h Luwu Harga SK Kepala Tukang o-h Luwu Harga SK Tukang Batu o-h Luwu Harga SK Tukang Kayu o-h Luwu Harga SK Tukang Cat o-h Luwu Harga SK Tukang Listrik o-h Luwu Harga SK Pembantu Tukang o-h Luwu Harga SK 24 Sewa Excavator HP unit/jam Luwu Harga Pasar kurang dari 100 HP unit/jam Luwu Harga Pasar 25 Sewa Buldozer HP unit/jam Luwu Harga Pasar kurang dari 95 HP unit/jam Luwu Harga Pasar 26 Sewa Three Wheel Roller 8-10 ton unit/jam Luwu Rp /M2, Harga Pasar 27 Sewa Dump Truck 8-10 ton unit/hari Luwu Harga Pasar kurang dari 8 ton unit/hari Luwu Harga Pasar 28 Upah Jasa Konstruksi Mandor o-h Luwu Harga Pasar Kepala Tukang o-h Luwu Harga Pasar Tukang Batu o-h Luwu Harga Pasar Tukang Kayu o-h Luwu Harga Pasar Tukang Cat o-h Luwu Harga Pasar Tukang Listrik o-h Luwu Harga Pasar Pembantu Tukang o-h Luwu Harga Pasar Sumber: Badan Pusat Statistik (Survei Serentak Harga dalam Rangka Penghitungan IKK) INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

96 LAMPIRAN Tabel 7. Harga Bahan Bangunan/Konstruksi, Sewa Alat Berat, dan Upah Jasa Konstruksi di Kabupaten Luwu, 2013 BAHAN BANGUNAN/KOSNTRUKSI Harga Per Satuan/Unit (Rp) Satuan/ Kabupaten No Jenis Barang Kode Kualitas Barang Responden Responden Responden Keterangan Unit Asal Barang I II III (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Tanah Urug Biasa m Luwu /Truk Liat/Lempung m Luwu /Truk Lainnya..(Tuliskan di kolom 9) m Truk = 3 M 2 2 Pasir Pasir Pasang m Luwu /Truk Pasir Beton / Cor m Luwu /Truk 3 Batu Pondasi Batu Kali Utuh m Luwu /Truk Batu Kali Belah m Luwu /Truk Batu Gunung m Luwu Lainnya... (Tuliskan di kolom 9) m Batu Bata Batu bata tanah liat (bata merah) m Luwu /Biji Batu bata tanah liat (bata muka) m Lainnya... (Tuliskan di kolom 9) m Batu Split Ukuran 1-2 cm m Palopo /Truk Ukuran 2-3 cm m Palopo Ukuran 3-4 cm m Lainnya... (Tuliskan di kolom 9) m Seng Gelombang Ukuran ( 0,02 x 90 x 180 ) cm lembar Makassar /Kaki Ukuran ( 0,03 x 90 x 180 ) cm lembar Makassar 8.500/Kaki Lainnya... (Tuliskan di kolom 9) lembar Gelombang besar 7 Paku Paku Kayu 2"- 6" kg Makassar paku 5" Paku Beton kg Makassar Paku beto hitam Paku Seng kg Makassar Payung besar Paku Triplek kg Makassar Lainnya... (Tuliskan di kolom 9) kg Batu Alam Batu alam keras m Batu alam lunak m Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) m Semen Portland Semen Portland type I (SNI ) zak=.kg Semen Portland type II (SNI ) zak=.kg Semen Portland type III (SNI ) zak=.kg Semen Portland type IV (SNI ) zak=.kg Semen Portland type V(SNI ) zak=.kg Super Masonary Cement(SMC) (SNI ) zak=.kg Portland Composite Cement(PCC) (SNI ) zak=.kg Portland Pozzoland Cement (PPC) (SNI ) zak=.kg Lainnya.Tonasa... (SNI ) zak= 50 kg Makassar per zak 50 kg Lainnya.Bosowa... (SNI ) zak= 40 kg Makassar per zak 40 kg 10 Besi Beton (Full) Besi beton polos (BJTP 24) ukuran d=6mm, p=12m batang Makassar SNI Besi beton polos (BJTP 24) ukuran d=8mm, p=12m batang Makassar Besi beton polos (BJTP 24) ukuran d=10mm, p=12m batang Makassar Besi beton ulir (BJTS 32) ukuran d=10mm, p= 12m batang Besi beton ulir (BJTS 32) ukuran d=16mm, p=12m batang Besi beton ulir (BJTS 40) ukuran d=10mm, p=12m batang Besi beton ulir (BJTS 40) ukuran d=16mm, p=12m batang Besi beton canal (shape) batang Lainnya d=12 mm, p=12m (Tuliskan di kolom 9) batang Makassar Lainnya d=9 mm, p=12m (Tuliskan di kolom 9) batang Makassar 11 Bak Mandi Fiber Ukuran 55 x 55 x 60 cm buah Ukuran 60 x 60 x 60 cm buah Makassar Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) buah Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) buah Kloset Kloset duduk buah Makassar Tabung Kloset jongkok buah Makassar Toho Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) buah Seng Plat Seng plat BJLS 20 L=45 m Makassar Seng plat BJLS 20 L=60 m Makassar Seng plat BJLS 25 L=45 m Seng plat BJLS 25 L=60 m Seng plat BJLS 30 L=45 m Seng plat BJLS 30 L=60 m Lainnya... (Tuliskan di kolom 9) m Pipa PVC AW Ф 1/2" panjang 4 m batang Makassar Vinlon AW Ф 3/4" panjang 4 m batang Vinlon AW Ф 1" panjang 4 m batang Vinlon AW Ф 2" panjang 4 m batang Vinlon AW Ф 3" panjang 4 m batang Vinlon AW Ф 4" panjang 4 m batang Vinlon D Ф 2 1/2" panjang 4 m batang Jaya D Ф 3" panjang 4 m batang Jaya D Ф 4" panjang 4 m batang Jaya C Ф 5/8" panjang 4 m batang C Ф 2" panjang 4 m batang C Ф 3" panjang 4 m batang C Ф 4" panjang 4 m batang Lainnya kw AW..... (Tuliskan di kolom 9) batang Lainnya kw D..... (Tuliskan di kolom 9) batang Lainnya kw C..... (Tuliskan di kolom 9) batang INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

97 LAMPIRAN Lanjutan Tabel 7. Harga Per Satuan/Unit (Rp) Satuan/ Kabupaten No Jenis Barang Kode Kualitas Barang Responden Responden Responden Keterangan Unit Asal Barang I II III (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 15 Kayu Balok Kayu kelas I m Luwu Timur Kayu kelas II m Luwu Timur Kayu kelas III m Luwu Kayu kelas IV m Kayu kelas V m Lainnya... (Tuliskan di kolom 9) m Kayu Papan Kayu kelas I m Luwu Timur Kayu kelas II m Luwu Timur Kayu kelas III m Luwu Kayu kelas IV m Kayu kelas V m Lainnya... (Tuliskan di kolom 9) m Lainnya... (Tuliskan di kolom 9) m Kayu Lapis/Triplek Triplek 3mm lembar Makassar Triplek 4mm lembar Makassar Triplek 6mm lembar Makassar Triplek/ Plywood 9mm lembar Makassar Triplek/ Plywood 12mm lembar Makassar Lainnya jati... (Tuliskan di kolom 9) lembar Makassar Lainnya milamin.. (Tuliskan di kolom 9) lembar Makassar 18 Cat Emulsi Cat Tembok eksterior 25 kg Makassar Catylac Cat Tembok Interior 25 kg Makassar Catylac Cat Atap 25 kg Makassar Nodrop (20 kg) Lainnya... (Tuliskan di kolom 9) 25 kg Cat Minyak Cat Besi/Kayu kg Makassar Avian= 0,9L Cat Meni Besi/Kayu kg Makassar Djarum Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) kg Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) kg Tegel/Keramik Tegel plint pc abu-abu uk. 10x40 cm m Tegel keramik uk. 30x30 cm m Makassar Mulia Tegel keramik uk. 33x33 cm m Tegel keramik uk. 40x40cm m Makassar Milan Tegel keramik uk. 20x20 cm m Makassar Mulia Tegel keramik uk. 10x20 cm m Tegel keramik uk. 20x25 cm m Tegel keramik uk. 60x60 cm m Tegel keramik uk. 30x30 cm warna/motif m Makassar Platinum Tegel keramik uk. 20x20 cm warna/motif m Makassar Platinum Tegel keramik uk. 40x40 cm warna/motif m Makassar Platinum Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) m Genteng/Atap Genteng tanah liat tradisional buah Genteng tanah liat keramik buah Atap metal buah Makassar Multiroof Atap asbes buah Atap beton buah Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) buah Kaca Kaca polos bening 3 mm m Makassar 152mm x 122mm = Kaca polos bening 5 mm m Makassar 152mm x 122mm = Kaca polos bening 8 mm m Makassar 152mm x 122mm = Kaca one way m Makassar Kaca riben m Makassar ukuran 3" Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) m (Perlembar) 23 Aspal Curah Grade 60/70 Lokal ton Drum Grade 60/70 (155 kg) Lokal drum Curah Grade 60/70 Impor ton Drum Grade 60/70 (155 kg) Impor drum Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) drum/ton* Gypsum Gypsum plafon 9 mm m Makassar elephant Gypsum partisi 9mm m Gypsum list polos 220 cm X 11cm X 3cm Batang Gypsum list motif 220 cm X 11cm X 3cm Batang Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) Batang INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

98 LAMPIRAN Lanjutan Tabel 7. Harga Per Satuan/Unit (Rp) Satuan/ Kabupaten No Jenis Barang Kode Kualitas Barang Responden Responden Responden Keterangan Unit Asal Barang I II III (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 25 Kabel Kabel NYA ukuran 1 x 1,5 mm 2 m Makassar /100m Kabel NYA ukuran 1 x 2,5 mm 2 m Makassar /100m Kabel NYM ukuran 3 x 2,5 mm 2 m Makassar /50m Kabel NYM ukuran 3 x 4 mm 2 m Makassar /50m Kabel NYY ukuran 3 x 2,5 mm 2 m Makassar /50m Kabel NYY ukuran 3 x 4 mm 2 m Makassar /50m Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) m Bahan bangunan siap Daun pintu buah Luwu Lembar tunggal pasang dari kayu kelas Daun Jendela buah Luwu Lembar tunggal II Kusen pintu buah Luwu Lubang tunggal Kusen jendela buah Luwu Lubang tunggal Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) buah Mesin Pompa Air Pompa Shallow Pump buah Pompa Semi Jet Pump buah Makassar SHIMIZU Pompa Jet Pump buah Makassar SHIMIZU Submersible Pump buah Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) buah Rangka Atap Baja Profil Canal "C" tipe C batang Makassar Profil Canal "C" tipe C batang Profil Canal "C" tipe C batang Profil "Omega" / reng tipe AA batang Profil "Omega" / reng tipe A batang Profil "Omega" / reng tipe AB batang Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) batang Batako Batako berlubang (hollow block) m Luwu 4; Batako tidak berlubang (solid block) ukuran 20x10x40 m Luwu 4; Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) m Profil kusen aluminium 3 inchi m Aluminium Profil kusen aluminium 4 inchi m Aluminium lembaran 0,5 mm panjang 2 m, lebar 1 m lembar Aluminium lembaran 1 mm panjang 2 m, lebar 1 m lembar Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) m Tangki Air Fiber Ukuran 450 liter buah Makassar Penguin TB Ukuran 550 liter buah Makassar Penguin TB Ukuran 1000 liter buah Makassar Penguin TB Ukuran 2000 liter buah Makassar Penguin TB Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) buah Lampu Lampu pijar 25 W buah Makassar PHILIPS Lampu pijar 40 W buah Makassar PHILIPS Lampu TL 18 W buah Makassar PHILIPS Lampu TL 20 W buah Makassar PHILIPS Lampu TL 25 W buah Makassar PHILIPS Lampu TL 40 W buah Makassar PHILIPS Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) buah MCB phasa buah Makassar BROCO (SPLN ) phasa buah Makassar BROCO phasa buah Lainnya...(Tuliskan di kolom 9) buah INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

99 LAMPIRAN Lanjutan Tabel 7. SEWA ALAT BERAT Harga per satuan/unit (Rp.) No Jenis Barang Kode Kualitas Barang Satuan/ Unit Dinas PU Kontraktor I Kontraktor II Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 2 Sewa Excavator/ wheeled Loader Sewa Buldozer/ Tracked Tractor HP unit/jam kurang dari 100 HP unit/jam Lainnya. (tuliskan di kolom 9) unit/jam HP unit/jam kurang dari 95 HP unit/jam Lainnya. (tuliskan di kolom 9) unit/jam HP unit/jam Sewa Skid Steer Loader Kurang dari 70 HP unit/jam Sewa Tandem Vibrating Roller Sewa Compact Track Loader Sewa Dump Truck Lainnya. (tuliskan di kolom 9) unit/jam ton unit/jam kurang dari 8 ton unit/jam /M Lainnya. (tuliskan di kolom 9) unit/jam HP unit/jam Kurang dari 70 HP unit/jam Lainnya. (tuliskan di kolom 9) unit/jam ton unit/hari hari = 7 jam kurang dari 8 ton unit/hari hari = 7 jam Lainnya. (tuliskan di kolom 9) unit/hari hari = 7 jam JASA KONSTRUKSI Upah O-H Mandor Tunjangan lainnya O-H Jumlah O-H Upah O-H Kepala Tukang Tunjangan lainnya O-H Tukang Kayu Jumlah O-H Upah O-H Tunjangan lainnya O-H Jumlah O-H Upah O-H Tukang Batu Tunjangan lainnya O-H Jumlah O-H Upah O-H Tukang Cat Tunjangan lainnya O-H Jumlah O-H Upah O-H Tukang Listrik Tunjangan lainnya O-H Pembantu Tukang Jumlah O-H Upah O-H Tunjangan lainnya O-H Jumlah O-H Upah O-H Lainnya. (tuliskan) Tunjangan lainnya O-H Jumlah O-H Sumber: Badan Pusat Statistik (Survei Serentak Harga dalam Rangka Penghitungan IKK) INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU

100 LAMPIRAN 88 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014

101

102 .

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KABUPATEN KAIMANA

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KABUPATEN KAIMANA INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KABUPATEN KAIMANA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Sejak diterapkan penghitungan DAU berdasarkan formula yang dimulai sejak 2002, Badan Pusat Statistik menyiapkan data yang akan

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS HARGA KOMODITAS KONSTRUKSI KOTA PEKANBARU

ANALISIS INDEKS HARGA KOMODITAS KONSTRUKSI KOTA PEKANBARU ANALISIS INDEKS HARGA KOMODITAS KONSTRUKSI KOTA PEKANBARU 2015 PEMERINTAH KOTA PEKANBARU BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH JALAN JENDERAL SUDIRMAN NO. TELEPON 35842 21204 FAX. 44787 PEKANBARU KATA SAMBUTAN

Lebih terperinci

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2010

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2010 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2010 Katalog BPS : 7312.1118 Ukuran Buku : 17 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 41 halaman Naskah: BPS Kabupaten Pidie Jaya Editor: BPS Kabupaten Pidie

Lebih terperinci

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KoTA JAYAPURA

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KoTA JAYAPURA INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KoTA JAYAPURA TAHUN 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan karunianya pubikasi Indeks Kemahalan Konstruksi Kota Jayapura

Lebih terperinci

WEJANGAN STATISTIK. Copyright BPS Kabupaten Pakpak Bharat

WEJANGAN STATISTIK. Copyright BPS Kabupaten Pakpak Bharat WEJANGAN STATISTIK 1. Membangun itu sulit, tetapi jauh lebih sulit melaksanakan pembangunan tanpa dukungan data statistik. 2. Data yang baik, akurat, bebas bias, dan terpercaya, adalah data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI PROVINSI PAPUA BARAT 2016 ISSN : - No. Katalog : 7102025. 91 No. Publikasi : 91540. 1701 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21,0 cm x 29,7 cm : vi + 50 Halaman Penyunting : BPS Provinsi

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU . BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Penyunting Gambar Kulit Diterbitkan Oleh : 21 cm x 15 cm : xii +

Lebih terperinci

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN TAMBRAUW TAHUN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SORONG INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KABUPATEN TAMBRAUW TAHUN 2013 Katalog BPS/ BPS Catalogu : 7102013.9109

Lebih terperinci

DRAFT INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2012

DRAFT INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2012 DRAFT INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2012 Katalog BPS : 7312.1118 Ukuran Buku : 17 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 44 halaman + v halaman Naskah: BPS Kabupaten Pidie Jaya Editor: BPS Kabupaten

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI LAMPIRAN 24 DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 2 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013 Kode Subbid Sub-bidang, bagian Sub-bidang kode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 71/11/Th. XIV, 1 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR OKTOBER HARGA GROSIR NAIK 0,20 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan Besar

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI LAMPIRAN 24 DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 2 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013 Kode Subbid Sub-bidang, bagian Sub-bidang kode

Lebih terperinci

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2014

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2014 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2014 Katalog BPS : 7312.1118 Ukuran Buku : 17 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 38 halaman + iv halaman Naskah: BPS Kabupaten Pidie Jaya Editor: BPS Kabupaten

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI Page 1 of 5 www.sertifikasi.biz DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI L ampiran Peraturan LPJK Nomor 2 Tahun 2014 A. KLASIFIKASI USAHA BERSIFAT UMUM Sub-bidang, bagian Sub-bidang

Lebih terperinci

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2013

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2013 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2013 Katalog BPS : 7312.1118 Ukuran Buku : 17 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 37 halaman + v halaman Naskah: BPS Kabupaten Pidie Jaya Editor: BPS Kabupaten

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 30/05/Th. XIV, 2 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR APRIL HARGA GROSIR TURUN 0,07 PERSEN Pada Bulan April Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan Besar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 44/07/Th. XIII, 1 Juli PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR JUNI HARGA GROSIR NAIK 0,72 PERSEN Pada bulan Juni Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan Besar

Lebih terperinci

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN SORONG TAHUN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SORONG INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KABUPATEN SORONG TAHUN 2013 Katalog BPS/ BPS Catalogu : 7102014.9107 ISSN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 24/04/Th. XIII, 1 April PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR FEBRUARI HARGA GROSIR NAIK 0,04 PERSEN, HARGA GROSIR BAHAN BAKU NAIK 0,05 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen

Lebih terperinci

DRAFT AKHIR INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI. KERJASAMA BAPPEDA DAN PM KABUPATEN BANYUASIN dengan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUASIN

DRAFT AKHIR INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI. KERJASAMA BAPPEDA DAN PM KABUPATEN BANYUASIN dengan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUASIN DRAFT AKHIR INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KERJASAMA BAPPEDA DAN PM KABUPATEN BANYUASIN dengan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUASIN KATA SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA DAN PM KABUPATEN BANYUASIN Dengan memanjatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/01/Th. XIV, 3 Januari 2011 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR DESEMBER HARGA GROSIR NAIK 0,68 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 78/12/Th. XIII, 1 Desember PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR NOVEMBER HARGA GROSIR NAIK 0,36 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah

Lebih terperinci

TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN 2013

TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN 2013 TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN 2013 TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN 2013 Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Gambar Kulit : BPS Kabupaten Pulau Morotai KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN KAUR 2013

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN KAUR 2013 INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN KAUR 2013 Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten Kaur 2013 Halaman i INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI(IKK) KABUPATEN KAUR 2013 Nomor Publikasi : 1704.1336 Katalog BPS :

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 70/11/Th. XIII, 1 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR OKTOBER HARGA GROSIR NAIK 0,17 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Perhitungan Dana Alokasi Umum TA 2017 DAMPAK PENGALIHAN KEWENANGAN DARI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN. V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II

BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN. V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II 72 BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II Kepmen Kimpraswil No. 332/KPTS/M/2002 menetapkan adanya standar harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014 s. bp uk ab. am uj m :// ht tp id go. STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014 ISSN : - No. Publikasi : 76044.1502 Katalog BPS : 830.1002.7604 Ukuran Buku : 18 cm x 24 cm Jumlah Halaman : v + 26 Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI LAMPIRAN 2a DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI A. KLASIFIKASI USAHA BERSIFAT UMUM KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 02 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 76/12/Th. XII, 1 Desember PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR OKTOBER HARGA GROSIR TURUN 0,07 PERSEN Pada bulan Oktober Indeks harga grosir/agen

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I GEOGRAFIS DAN IKLIM

BAB I GEOGRAFIS DAN IKLIM BAB I GEOGRAFIS DAN IKLIM LUAS WILAYAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2015... 1 STATISTIK GEOGRAFIS PROVINSI JAMBI... 2 NAMA IBUKOTA KAB/KOTA DAN JARAK KE IBUKOTA PROVINSI MENURUT KAB/KOTA TAHUN 2015... 3 JUMLAH

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 08 / PRT / M / 2011 TENTANG PEMBAGIAN SUBKLASIFIKASI DAN SUBKUALIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 08 / PRT / M / 2011 TENTANG PEMBAGIAN SUBKLASIFIKASI DAN SUBKUALIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 08 / PRT / M / 2011 TENTANG PEMBAGIAN SUBKLASIFIKASI DAN SUBKUALIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Cirebon adalah salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian ujung timur Laut Jawa. Secara geografis Cirebon merupakan daerah pantai,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2005-2008 Nomor Katalog BPS : 9205.11.18 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vii + 64 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2002-2010 Katalog BPS : 9302008.7101 ISSN 0215 6432 Ukuran Buku : 16,5 Cm X 21,5 Cm Jumlah Halaman : ix + 115 Halaman Naskah : Badan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/01/Th. XIII, 4 Januari 2010 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR NOVEMBER HARGA GROSIR NAIK 0,73 PERSEN Pada bulan November Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten Blora 2015 KATA PENGANTAR

Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten Blora 2015 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan dan kemampuan kita dalam menyusun kajian Indeks Kemahalan Konsumen (IKK) Kabupaten Blora Tahun 2015. Buku

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO 1 PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2006 2009 Nomor Katalog BPS : 9302008.1118 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vi + 60 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i ii Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 INDIKATOR EKONOMI KOTA TERNATE 2015 No. Katalog : 9201001.8271 No. Publikasi : 82715.1502 Ukuran Buku : 15,5 cm

Lebih terperinci

VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VIII. DUKUNGAN ANGGARAN DAN KELEMBAGAAN DALAM PENGEMBANGAN SEKTOR SEKTOR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 8.1. Alokasi Anggaran Pembangunan Terhadap Pengembangan Sektor Perekonomian Dalam mendorong kemajuan perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Keputusan dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu penyerahan kewenangan yang diberikan dari pemerintah pusat yang mana dalam pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu bentuk harapan yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa Barat berdasarkan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Kota Serang menjadi Pusat pemerintahannya.

Lebih terperinci