ANALISIS INDEKS HARGA KOMODITAS KONSTRUKSI KOTA PEKANBARU
|
|
- Yanti Indradjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ANALISIS INDEKS HARGA KOMODITAS KONSTRUKSI KOTA PEKANBARU 2015
2 PEMERINTAH KOTA PEKANBARU BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH JALAN JENDERAL SUDIRMAN NO. TELEPON FAX PEKANBARU KATA SAMBUTAN Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri serta sumber keuangan lain yang berasal dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berupa Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain pendapatan asli daerah, DAU merupakan sumber penerimaan Pemerintah Daerah selama beberapa tahun terakhir yang didasarkan azas kesenjangan fiskal (fiscal gap). Penghitungan DAU memerlukan dukungan data yang valid, akurat dan terkini sehingga pembagian DAU ke daerah menjadi adil, proporsional, dan merata. Untuk itu diterbitkanlah Publikasi Analisis Indeks Harga Komoditas Konstruksi Kota Pekanbaru Tahun Publikasi ini memuat salah satu data yang diperlukan untuk mendukung penghitungan DAU yaitu Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Angka IKK menggambarkan tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi suatu kabupaten/kota terhadap kabupaten/kota acuan secara nasional. Akhirnya, dengan terbitnya publikasiini diharapkan dapat berguna dalam pengambilan kebijakan daerah, serta dari semua pihak diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kelengkapan penerbitan Publikasi ini. Pekanbaru, Nopember 2015 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekanbaru K e p a l a, Drs. H. SYOFIAN NIP i
3 DAFTAR ISI Kata Sambutan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Bab I. Pendahuluan... Bab II. Indeks Kemahalan Konstruksi... Bab III. Ulasan... i ii iii Tabel-Tabel Tabel 1. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun Tabel 2. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun Tabel 3. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun Tabel 4. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun Tabel 5. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun Tabel 5. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun Tabel 7. Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) Bidang Cipta Karya dan Permukiman Dinas Pekerjaan Umum Prop. Riau untuk Kota Pekanbaru, Triwulan III Tahun Anggaran Tabel 8. Harga Eceran Bahan Bangunan di Kota Pekanbaru dirinci Menurut Jenisnya Tahun ii
4 iii
5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah (Otoda) yang diundangkan tahun 2000 diarahkan untuk mendorong percepatan dan pemerataan pembangunan di semua daerah. Dengan penerapan kebijakan ini diharapkan tujuan nasional yakni meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat capai secara efektif dan efisien. Tujuan lain dari kebijakan Otoda adalah pemerataan kemampuan keuangan antar daerah sehingga ketimpangan antara daerah dapat teratasi. Pemerintah daerah terutama yang tertinggal diharapkan mampu mengelola keuangan daerah dan memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di daerahnya sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat. Kebijakan otonomi daerah yang dikeluarkan sejak 1 Januari 2001 dilandasi oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Pembangunan terdesentralisasi yang telah diterapkan selama ini membutuhkan suatu indikator guna perimbangan keuangan daerah otonom. Salah satu dana perimbangan tersebut adalah Dana Alokasi Umum (DAU). DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 21. DAU merupakan instrumen transfer yang dimaksudkan untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antar daerah, sekaligus memeratakan kemampuan antar daerah. Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) menjadi komponen penting dalam perumusan Dana Alokasi Umum (DAU) disamping jumlah penduduk, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), luas wilayah, dan Angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita tingkat kabupaten/kota. Dengan digunakannya realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pembentukan modal tetap sebagai salah satu penimbang IKK, maka setiap tahun IKK satu kabupaten/kota berubah-ubah tergantung dari realisasi APBD kabupaten/kota.
6 1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang akan digunakan untuk penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi yang merupakan salah satu komponen penghitungan DAU. Juga sebagai standarisasi harga khususnya barang dan jasa yang digunakan dalam kegiatan konstruksi, sehingga dapat ditentukan/dinilai kewajaran suatu anggaran proyek oleh tim pembahas anggaran proyek. Selain itu, indeks yang dihasilkan dapat membantu pihak pengusaha untuk menilai kemampuan perusahaannya pada saat ini dibanding pada waktu perusahaan berdiri. Tingkat kemampuan perusahaannya pada saat ini dapat dipakai dalam proses pelelangan suatu proyek Ruang lingkup dan Sumber Data IKK yang akan dihitung adalah IKK Kota Pekanbaru. Sumber data yang digunakan dalam penghitungan IKK adalah data yang berasal dari Survei Harga Perdagangan Besar Bahan Bangunan dengan menggunakan daftar HPB-K2 dan survei serentak yang dilakukan di Kota Pekanbaru. Jenis barang/bahan bangunan yang dikumpulkan terdiri dari barang-barang hasil pertambangan/penggalian, seperti: pasir dan batu kali, serta barang-barang hasil industri, seperti: semen, keramik, seng gelombang, dan lain sebagainya. Data lain yang digunakan adalah diagram timbang (DT) yang terdiri dari DT kelompok jenis bangunan dan DT umum. DT kelompok jenis bangunan disusun dari data analisis biaya yang diperoleh dari hasil studi tingkat kemahalan konstruksi serta tabel input output Sedangkan DT umum diperoleh dari data realisasi APBD Kota Pekanbaru Kegiatan Pengumpulan Data Data bahan bangunan dan sewa alat berat yang dikumpulkan adalah harga perdagangan besar (harga jual pedagang besar) bahan bangunan konstruksi dan sewa alat berat setiap bulan selama tahun 2015 dan survei serentak selama 3 (tiga) triwulan di tahun Data harga ini dikumpulkan melalui Survei Harga Perdagangan Besar Barang-barang konstruksi dengan menggunakan daftar HPB-K2.
7 BAB II INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI 2.1. Konsep Pemikiran IKK digunakan sebagai proxy untuk mengukur tingkat kesulitan geografis suatu daerah, semakin sulit letak geografis suatu daerah maka semakin tinggi pula tingkat harga di daerah tersebut. Tidak ada dua gedung kantor yang identik atau jembatan yang sama persis karena masingmasing memiliki karakter dan desain yang dibuat khusus untuk ditempatkan pada lokasi masing-masing. Penghitungan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), karenanya, didasarkan atas suatu pendekatan atau kompromi tertentu. Misalnya yang menjadi objek adalah bangunan tempat tinggal, maka bangunan tempat tinggal tersebut harus mengakomodir berbagai macam rancangan dan model. Untuk tujuan membandingkan harga konstruksi antar wilayah/daerah, dikenal ada dua metode penghitungan, yang pertama dengan pendekatan input dan yang kedua pendekatan harga output. Pendekatan harga input yaitu dengan mencatat semua material penting yang digunakan digabung dengan upah dan sewa peralatan sesuai dengan bobotnya masing-masing. Kelemahan metoda ini adalah bahwa kegiatan konstruksi dianggap mempunyai produktivitas yang sama dan tidak mempertimbangkan overhead cost. Pendekatan output dilakukan dengan cara menanyakan harga konstruksi yang sudah jadi. Pada harga output kelemahannya adalah bahwa dalam harga bangunan sudah termasuk biaya manajemen dan keuntungan kontraktor yang bervariasi antar daerah dan antar proyek sehingga tidak memadai untuk tujuan membandingkan kemahalan konstruksi antar wilayah. Alternatifnya adalah mengumpulkan harga konstruksi yang dapat mencakup overhead cost dan produktivitas pekerja tanpa memasukan biaya manajemen dan keuntungan kontraktor. Caranya ialah dengan mengumpulkan harga komponen bangunan seperti harga dinding, atap, dan sebagainya. Apabila harga-harga komponen tersebut digabungkan maka akan didapatkan harga total proyek yang besarannya berada diatas harga input tetapi di bawah harga output
8 karena sudah memasukkan overhead cost dan upah tetapi mengeluarkan biaya manajemen dan keuntungan kontraktor. Data seperti ini bisa didapatkan dari dokumen Bill of Quantity (BoQ) satu proyek yang sudah selesai. Indeks Kemahalan Konstruski (IKK) adalah angka indeks yang menggambarkan perbandingan tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi (TKK) dari suatu daerah terhadap daerah lainnya. TKK merupakan cerminan dari suatu nilai bangunan/konstruksi atau biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 (satu) unit bangunan per satuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota atau provinsi. TKK diperoleh melalui pendekatan terhadap harga sejumlah bahan bangunan dan jasa yang menjadi paket komoditas. Sesuai dengan pengertiannya, IKK dapat dikategorikan sebagai indeks spatial, yaitu indeks yang menggambarkan perbandingan harga untuk lokasi yang berbeda pada waktu yang sama. Berbeda pengertian indeks periodikal, seperti Indeks Harga Perdagangan Besar atau Indeks Harga Konsumen, kedua indeks harga tersebut menggambarkan perkembangan harga di suatu lokasi yang sama pada waktu yang berbeda. Dengan digunakannya realisasi (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) APBD pembentukan modal tetap sebagai salah satu penimbang IKK, maka setiap tahun IKK satu kabupaten/kota relatif terhadap kabupaten/kota berubah-ubah tergantung dari realisasi APBD masing-masing kabupaten/kota Metode Penghitungan IKK Misalkan p kn adalah harga komponen konstruksi n di kabupaten k (k= 1, 2,...,K ; n= 1, 2,..., N). Maka model statistik metode Country Product Dummy (CPD) dituliskan sebagai berikut, p kn = a k b n u kn, dalam hal ini k= 1, 2,...,K ; n= 1, 2,..., N a k dan b n merupakan parameter yang akan diduga dari data harga sedangkan u kn merupakan random variabel yang berdistribusi identik dan independen. Dengan asumsi bahwa random variabel ini berdistribusi lognormal atau dengan kata lain log pkn berdistribusi normal dengan mean 0 dan varian σ 2, dalam bentuk logaritma model di atas berbentuk linier
9 ln p kn = ln a k + ln b n + ln u kn = α k + Y n + V kn Parameter a k diartikan sebagai tingkat harga konstruksi di kabupaten k relatif terhadap harga konstruksi di kabupaten lain yang sedang dibandingkan. Bila a k dinyatakan sebagai relatif harga konstruksi terhadap kabupaten yang dijadikan referensi, katakan Kabupaten X, maka ak adalah harga konstruksi di Kabupaten K relatif terhadap 1 (satu), harga di Kabupaten X. Dengan kata lain harga konstruksi di kabupaten K setinggi ak dibanding harga konstruksi di Kabupaten X. Karenanya IKK di Kabupaten K dinyatakan sebagai IKK k = exp(α a k ) Untuk memudahkan membaca, persamaan di atas dikalikan dengan 100 sehingga perbandingan data dinyatakan dalam persen IKK 2015 IKK sudah dihitung sejak tahun Penimbang yang digunakan untuk menghitung IKK adalah BoQ tahun Perkembangan teknik sipil sangat cepat ditambah lagi dengan pesatnya industri bahan bangunan. Saat ini material yang digunakan untuk kegiatan konstruksi sudah banyak yang berubah atau muncul model baru seperti batako ringan, atap baja ringan, kusen aluminium, dsb. Peraturan Pemerintah baik pusat maupun daerah yang mempengaruhi kegiatan konstruksi juga banyak berubah. Hal-hal tersebut mengakibatkan BoQ 2003 yang selama ini digunakan untuk menghitung IKK tidak lagi sesuai dengan kondisi di lapangan. Oleh karena itu mulai tahun 2013 penghitungan IKK sudah menggunakan BoQ terbaru yang dikumpulkan pada tahun Sedangkan IKK tahun 2015 menggunakan penimbang yang lebih lengkap dan up to date yaitu menggunakan updating BoQ sampai tahun IKK tahun 2015 menggunakan data harga komoditi konstruksi, sewa alat berat dan upah jasa konstruksi yang dikumpulkan dalam 4 periode pencacahan yaitu periode akhir Juli 2014, periode akhir Oktober 2014, periode akhir Januari 2015, dan periode akhir April Seperti
10 halnya IKK tahun 2014, IKK tahun 2015 menggunakan 4 periode pencacahan dikarenakan periode tersebut mencakup masa perencanaan dan pembangunan suatu proyek konstruksi sehingga lebih menggambarkan fluktuasi harga di bidang konstruksi Penghitungan Diagram Timbang IKK 2015 Basket of Construction Components Approach (BOCC) Pengumpulan data harga di sektor konstruksi menggunakan pendekatan Basket of Construction Components (BOCC)1. Metode pendekatan ini didesain untuk tujuan perbandingan antar wilayah. Data harga yang dikumpulkan terdiri dari komponen konstruksi utama dan input dasar yang umum dalam suatu wilayah. Komponen konstruksi adalah output fisik konstruksi yang diproduksi sebagai tahap intermediate dalam proyek konstruksi. Elemen kunci dalam proses pendekatan ini adalah semua harga yang diestimasi berhubungan dengan komponen yang dipasang, termasuk biaya material, tenaga kerja, dan peralatan. Tujuan penggunaan pendekatan BOCC adalah memberikan perbandingan harga konstruksi yang lebih sederhana dan biaya yang murah dan memungkinkan menggunakan metode Bill of Quantity (BOQ). Pendekatan BOCC didasarkan pada harga 2 jenis komponen, yakni komponen gabungan dan input dasar. Selanjutnya untuk tujuan estimasi perbandingan antar wilayah, komponenkomponen tersebut dikelompokan dalam bentuk sistem-sistem konstruksi. Sistem-sistem tersebut selajutnya dikelompokkan ke dalam basic heading. Sektor konstruksi diklasifikasikan ke dalam 3 kategori yang disebut sebagai basic heading yaitu : Gedung dan bangunan, Jalan, Irigasi dan Bangunan dan bangunan lainnya. Gedung dan Bangunan yang termasuk dalam lingkup penghitungan diagram timbang IKK adalah sebagai berikut: 1. Konstruksi gedung tempat tinggal, meliputi: rumah yang dibangun sendiri, real estate, rumah susun, dan perumahan dinas 2. Konstruksi gedung bukan tempat tinggal, meliputi: konstruksi gedung perkantoran, industri, kesehatan, pendidikan, tempat hiburan, tempat ibadah, terminal/stasiun dan bangunan monumental.
11 Klasifikasi jalan, irigasi, dan jaringan yang termasuk dalam penghitungan diagram timbang adalah sebagai berikut: 1. Bangunan pekerjaan umum untuk pertanian a. Bangunan pengairan, meliputi: pembangunan waduk (reservoir), bendung (weir), embung, jaringan irigasi, pintu air, sipon dan drainase irigasi, talang, check dam, tanggul pengendali banjir, tanggul laut, krib, dan viaduk. b. Bangunan tempat proses hasil pertanian, meliputi: bangunan penggilingan, dan bangunan pengeringan. 2. Bangunan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan a. Bangunan jalan, jembatan, landasan pesawat terbang, pagar/tembok, drainase jalan, marka jalan, dan rambu-rambu lalu lintas. b. Bangunan jalan dan jembatan kereta. b. Bangunan jalan dan jembatan kereta. c. Bangunan dermaga, meliputi: pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan dermaga/pelabuhan, sarana pelabuhan, dan penahan gelombang. 3. Bangunan untuk instalasi listrik, gas, air minum, dan komunikasi a. Bangunan elektrikal, meliputi: pembangkit tenaga listrik, transmisi dan transmisi tegangan tinggi. b. Konstruksi telekomunikasi udara, meliputi: konstruksi bangunan telekomunikasi dan navigasi udara, bangunan pemancar/penerima radar, dan bangunan antena. c. Konstruksi sinyal dan telekomunikasi kereta api, pembangunan konstruksi sinyal dan telekomunikasi kereta api. d. Konstruksi sentral telekomunikasi, meliputi: bangunan sentral telefon/telegraf, konstruksi bangunan menara pemancar/ penerima radar microwave, dan bangunan stasiun bumi kecil/stasiun satelit. e. Instalasi air, meliputi: instalasi air bersih dan air limbah dan saluran drainase pada gedung. f. Instalasi listrik, meliputi: pemasangan instalasi jaringan listrik tegangan lemah dan pemasangan instalasi jaringan listrik tegangan kuat.
12 g. Instalasi gas, meliputi: pemasangan instalasi gas pada gedung tempat tinggal dan pemasangan instalasi gas pada gedung bukan tempat tinggal. h. Instalasi listrik jalan, meliputi: instalasi listrik jalan raya, instalasi listrik jalan kereta api, dan instalasi listrik lapangan udara. i. Instalasi jaringan pipa, meliputi: jaringan pipa gas, jaringan air, dan jaringan minyak. Sedangkan jenis bangunan yang tercakup dalam klasifikasi bangunan lainnya adalah sebagai berikut: bangunan terowongan, bangunan sipil lainnya (lapangan olahraga, lapangan parkir, dan sarana lingkungan pemukiman), pemasangan perancah, pemasangan bangunan konstruksi prefab dan pemasangan kerangka baja, pengerukan, konstruksi khusus lainnya, instalasi jaringan pipa, instalasi bangunan sipil lainnya, dekorasi eksterior, serta bangunan sipil lainnya termasuk peningkatan mutu tanah melalui pengeringan dan pengerukan. Sistem Konstruksi Sistem menurut konsep pendekatan BOCC adalah suatu kumpulan komponen dalam suatu proyek konstruksi yang dapat menjalankan suatu fungsi tertentu. Sistem adalah struktur dalam sebuah bangunan yang diklasifikasikan kembali kedalam kumpulan komponen bertujuan untuk mendukung bangunan seperti pondasi, atap, eksterior dan interior, dan lainnya. Sistem konstruksi pada bangunan rumah dan gedung berbeda dengan klasifikasi jenis bangunan lainnya. Berikut adalah jenis sistem untuk bangunan rumah dan gedung, dan sistem untuk klasifikasi jenis bangunan lainnya. Komponen Konstruksi Komponen adalah kombinasi dari beberapa material pada lokasi akhir yang dapat diidentifikasikan secara jelas pada tujuannya dalam sebuah proyek bangunan dan juga sistemnya. Contoh komponen adalah beton, pengecatan eksterior, pengecatan interior, pondasi kolom, dan lainnya. Sebuah komponen secara umum terdiri dari beberapa material, tenaga kerja dan peralatan. Biaya masing-masing komponen disusun dari biaya per unit dari material yang digunakan dan perkiraan kuantitas dari material, koefisien dan upah tenaga kerja, koefisien dan sewa peralatan yang digunakan untuk membangun komponen tersebut. Konsep yang mendasar dari pendekatan BOCC adalah mengukur relatif harga pada level komponen konstruksi. Sebuah
13 komponen kemudian dibagi-bagi kembali kedalam beberapa item pekerjaan konstruksi. Komponen konstruksi dapat dianggap sebagai agregasi dari beberapa item pekerjaan konstruksi yang meliputi material, tenaga kerja, dan peralatan yang diperlukan untuk menyelesaikan item pekerjaan tersebut. Komponen-komponen yang digunakan dalam penghitungan diagram timbang IKK berbeda antara bangunan 1 (bangunan tempat tinggal) dan bangunan 2 (bangunan umum untuk pertanian, bangunan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan, bangunan umum untuk jaringan air, listrik, dan komunikasi), bangunan 3 (bangunan lainnya). Pendekatan BOCC menggunakan 3 sistem penimbang. Macam-macam jenis penimbang tersebut adalah sebagai berikut: 1. W1 adalah penimbang yang digunakan pada level agregasi jenis bangunan seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, bangunan umum untuk pertanian, jalan, jembatan, dan jaringan, dan bangunan lainnya. 2. W2 adalah penimbang untuk agregasi pada level sistem konstruksi. 3. W3 adalah penimbang untuk agregasi pada level komponen yang termasuk upah tenaga kerja dan sewa peralatan konstruksi. Prosedur Penghitungan Penimbang Langkah awal yang dilakukan untuk menghitung penimbang IKK adalah mengumpulkan Bill of Quantity (BoQ). Pengumpulan BoQ ini dilakukan melalui survei diagram timbang IKK tahun 2012, 2013, dan BoQ yang dikumpulkan dalam survei ini adalah BoQ realisasi pembangunan suatu konstruksi selama tahun 2012, 2013, dan 2014 di kabupaten/kota yang bersangkutan. BoQ ini dikumpulkan dari masing-masing kabupaten/kota agar setiap kabupaten/kota memiliki penimbang yang sesuai dengan karakteristik pembangunan di wilayahnya masing-masing. Tahapan penghitungan diagram timbang dari data BoQ untuk masing-masing kabupaten-kota adalah sebagai berikut: 1. Pengkodean Data BoQ Pengkodean merupakan langkah awal yang dilakukan dalam pengolahan data BoQ. Terdapat beberapa macam kode yang diberikan, diantaranya:
14 a) Melakukan pengkodean jenis bangunan dan kabupaten/kota untuk masing-masing jenis dokumen BoQ yang dikumpulkan. b) Melakukan pengkodean sistem pada setiap uraian pekerjaan yang terdapat dalam BoQ c) Melakukan pengkodean jenis komponen dari setiap uraian pekerjaan yang terdapat dalam BoQ. Setiap uraian pekerjaan BoQ terdapat volume, harga, dan nilai dari beberapa bahan bangunan, tenaga kerja yang digunakan, dan sewa peralatan. 2. Menghitung masing-masing tahapan penimbang setiap kabupaten/kota Penimbang untuk penghitungan IKK yang berasal dari data BoQ ada dua jenis penimbang yakni penimbang material dan penimbang sistem. Penimbang material digunakan untuk menghitung nilai komponen yaitu volume dari material, sewa alat berat, dan upah jasa konstruksi. Penimbang sistem digunakan untuk menghitung PPP bangunan yaitu share nilai sistem dari setiap sistem yang ada dalam suatu bangunan. Selain dari data BoQ, penghitungan IKK 2015 juga menggunakan data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun Penimbang realisasi APBD digunakan untuk tahap proyek. Secara garis besar proses penghitungan IKK 2015 dilalui melalui beberapa tahapan, diantaranya: 1. Mencari paket komoditas, klasifikasi komponen, dan diagram timbang material dari data BoQ 2. Menghitung nilai komponen yakni rata-rata tertimbang aritmatika antara data harga hasil survei harga IKK (VIKK) dengan diagram timbang material. 3. Melakukan regresi CPD dari keseluruhan nilai komponen setiap proyek, bangunan, dan sistem untuk memperoleh PPP sistem. 4. Rata-rata tertimbang aritmatika antara PPP sistem dengan penimbang sistem setiap proyek dan bangunan untuk memperoleh PPP bangunan. 5. Melakukan rata-rata aritmatika dari PPP bangunan untuk memperoleh PPP Proyek. 6. Melakukan rata-rata tertimbang aritmatika antara PPP Proyek dengan rata-rata data realisasi APBD tahun untuk memperoleh angka IKK.
15 BAB III ULASAN Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) adalah angka indeks yang menggambarkan perbandingan tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi (TKK) suatu kabupaten/kota atau provinsi terhadap kota acuan. TKK merupakan cerminan dari suatu nilai bangunan/konstruksi atau biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 (satu) unit bangunan per satuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota atau provinsi. Dalam penghitungan DAU, proporsi IKK sebesar 40%. Semakin besar IKK makin besar juga DAU yang didapat dikarenakan tingkat kemahalan yang tinggi maka dibutuhkan dana untuk pembangunan yang tinggi pula. Pada Tabel 1. kolom (2) tahun 2010, IKK tertinggi di Kabupaten Bengkalis sebesar 103,17. Pada tahun 2010 ini rata-rata IKK provinsi Riau adalah sebesar 96,93. Dengan kondisi demikian berarti ada 5 kabupaten/kota yaitu Kota Pekanbaru, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kampar, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kabupaten Rokan Hulu yang IKKnya berada dibawah angka IKK Provinsi Riau, sementara 7 kabupaten/kota lainnya IKKnya berada diatas angka IKK Provinsi Riau. Pada Tabel 2. kolom (2) tahun 2011, IKK tertinggi masih di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 103,92. Pada tahun 2010 ini angka IKK provinsi Riau adalah sebesar 94,34. Dengan kondisi demikian berarti hanya 2 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kampar yang IKKnya berada dibawah rata-rata IKK Provinsi Riau, sementara 10 kabupaten/kota lainnya, termasuk Kota Pekanbaru IKKnya berada diatas angka IKK Provinsi Riau. Kabupaten/kota lainnya adalah Kabupaten Rokan Hulu, Kuantan Singingi, Bengkalis, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Siak, Rokan Hilir, Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kota Dumai. Pada Tabel 3. kolom (2) tahun 2012, IKK tertinggi tercatat di kabupaten baru yaitu Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 127,23. Pada Tahun 2012 ini angka IKK Propinsi Riau adalah sebesar 100,82. Dengan kondisi demikian hanya 3 kabupaten/kota yang IKKnya berada di bawah rata-rata IKK Provinsi Riau. Kabupaten/kota lainnya yaitu Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Siak, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Bengkalis,
16 Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kepulauan Meranti dan Kota Pekanbaru angka IKKnya berada diatas IKK Provinsi Riau. Pada Tabel 4. Kolom (2) Tahun 2013, IKK tertinggi tercatat di Kabupaten Bengkalis yaitu 128,58. Pada Tahun 2013 ini angka IKK Propinsi Riau adalah sebesar 101,28. Dengan kondisi demikian hanya 4 kabupaten/kota yang IKKnya berada di bawah angka IKK Provinsi Riau. Kabupaten/kota lainnya yaitu Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kota Pekanbaru angka IKKnya berada diatas IKK Provinsi Riau. Pada Tabel 5. Kolom (2) Tahun 2014, IKK tertinggi tercatat di Kabupaten Bengkalis yaitu 125,07, pada urutan berikutnya tercatat Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Siak. Pada tahun 2014 ini juga tercatat 5 (lima) kabupaten/kota yang angka IKKnya lebih rendah dari IKK Provinsi Riau (102,89), yaitu Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, Kota Dumai dan Kabupaten Kuantan Singingi. Pada Tabel 6. Kolom (2) Tahun 2015, IKK tertinggi tercatat di Kabupaten Siak yaitu 107,99 dan IKK terendah di Kabupaten Kampar yaitu sebesar 89,93. Pada Tahun 2015 ini angka IKK Propinsi Riau adalah sebesar 104,97. Dengan kondisi demikian ada 9 kabupaten/kota yang IKKnya berada di bawah angka IKK Provinsi Riau. Kabupaten/kota lainnya yaitu Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis, dan Kabupaten Kepulauan Meranti, angka IKKnya berada diatas IKK Provinsi Riau.
17 Tabel 1. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau, Tahun 2010 Kab./Kota IKK 2010 (1) (2) Kuantan Singingi Indragiri Hulu 98,49 Indragiri Hilir 102,86 Pelalawan 93,26 Siak 102,12 Kampar 94,94 Rokan Hulu 95,61 Bengkalis 103,17 Rokan Hilir 102,87 Pekanbaru 92,84 Dumai 102,68 Riau 96,93 Catatan : Angka IKK tahun 2010 dst disajikan dengan model yang berbeda dengan tahuntahun sebelumnya yaitu dengan menentukan salah satu ibukota provinsi, dimana terdapat satu kabupaten/kota dalam provinsi tersebut yang memiliki IKK mendekati angka rata-rata sebagai kota acuan atau provinsi acuan.
18 Tabel 2. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau, Tahun 2011 Kab./Kota IKK 2011 (1) (2) Kuantan Singingi Indragiri Hulu 100,14 Indragiri Hilir 97,17 Pelalawan 93,70 Siak 100,22 Kampar 94,30 Rokan Hulu 94,78 Bengkalis 97,54 Rokan Hilir 101,42 Pekanbaru 96,41 Dumai 101,98 Riau 103,92
19 Tabel 3. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau, Tahun 2012 Kab./Kota IKK 2012 (1) (2) Kuantan Singingi Indragiri Hulu 105,96 Indragiri Hilir 108,29 Pelalawan 95,18 Siak 110,33 Kampar 95,34 Rokan Hulu 102,04 Bengkalis 114,94 Rokan Hilir 121,75 Kepulauan Meranti 127,23 Pekanbaru 114,68 Dumai 114,18 Riau 100,82
20 Tabel 4. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau, Tahun 2013 Kab./Kota IKK 2013 (1) (2) Kuantan Singingi Indragiri Hulu 104,77 Indragiri Hilir 105,73 Pelalawan 100,56 Siak 114,84 Kampar 99,16 Rokan Hulu 98,82 Bengkalis 128,58 Rokan Hilir 117,79 Kepulauan Meranti 127,46 Pekanbaru 111,86 Dumai 98,01 Riau 100,28
21 Tabel 5. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau, Tahun 2014 Kab./Kota IKK 2014 (1) (2) Kuantan Singingi 96,00 Indragiri Hulu 106,77 Indragiri Hilir 106,62 Pelalawan 101,76 Siak 116,54 Kampar 99,44 Rokan Hulu 99,41 Bengkalis 125,07 Rokan Hilir 118,35 Kepulauan Meranti 123,09 Pekanbaru 109,63 Dumai 98,82 Riau 102,89
22 Tabel 6. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/Kota Provinsi Riau, Tahun 2015 Kab./Kota IKK 2015 (1) (2) Kuantan Singingi Indragiri Hulu 99,39 Indragiri Hilir 104,30 Pelalawan 93,73 Siak 107,99 Kampar 89,93 Rokan Hulu 93,16 Bengkalis 105,40 Rokan Hilir 104,22 Kepulauan Meranti 106,73 Pekanbaru 90,08 Dumai 101,59 Riau 104,97
23 Tabel 7. Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) Bidang Cipta Karya dan Permukiman Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau Untuk Kota Pekanbaru, Triwulan III, Tahun Anggaran 2014 Gedung per M 2 Gedung Bertingkat Gedung Tidak Bertingkat Rumah Dinas Klas Sederhana Klas Tidak sederhana Klas Sederhana Klas Tidak sederhana Tipe C Tipe B Tipe A , , , , , , ,00 Pagar per M 2 Letak Pagar Gedung Rumah Negara Klas Sederhana Klas Tidak sederhana Tipe C Tipe B Tipe A Depan , , Samping , , Belakang , ,
24 Tabel 8. HARGA ECERAN BAHAN BANGUNAN DI KOTA PEKANBARU DIRINCI MENURUT JENISNYA (Rp). TAHUN 2014 JENIS BARANG SATUAN JANUARI PEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) 1. SEMEN PADANG ZAK PASIR PASANG M BATU BATA KECIL BH PAPAN MERANTI LBR BESI BETON 6 mm BTG KERAMIK 40 x 40 cm M PAKU 2 s/d 5 Inc KG TRIPLEK 122 x 244 cm x 6mm LBR SENG GELOMBANG 0,20 mm LBR CAT TEMBOK 5 kg KLG
25
INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI PROVINSI PAPUA BARAT 2016 ISSN : - No. Katalog : 7102025. 91 No. Publikasi : 91540. 1701 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21,0 cm x 29,7 cm : vi + 50 Halaman Penyunting : BPS Provinsi
Lebih terperinciSurvei Kemahalan Konstruksi, 2014
BADAN PUSAT STATISTIK Survei Kemahalan Konstruksi, 2014 ABSTRAKSI Kegiatan pengumpulan data konstruksi secara serentak merupakan kegiatan tahunan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dalam menunjang
Lebih terperinciINDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KoTA JAYAPURA
INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KoTA JAYAPURA TAHUN 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan karunianya pubikasi Indeks Kemahalan Konstruksi Kota Jayapura
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan Nasional Indonesia
Lebih terperinciIndeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten Blora 2015 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan dan kemampuan kita dalam menyusun kajian Indeks Kemahalan Konsumen (IKK) Kabupaten Blora Tahun 2015. Buku
Lebih terperinciINDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN TAMBRAUW TAHUN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SORONG INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KABUPATEN TAMBRAUW TAHUN 2013 Katalog BPS/ BPS Catalogu : 7102013.9109
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN
No. 59/11/14/Th. XV, 5 November 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2014 mencapai 2.695.247 orang.
Lebih terperinciDAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI
LAMPIRAN 24 DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 2 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013 Kode Subbid Sub-bidang, bagian Sub-bidang kode
Lebih terperinciINDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI PROVINSI PAPUA BARAT 2015 Anggota Tim Penyusun : Penanggung Jawab : Drs. Simon Sapary, M.Sc Penyunting Penulis Pengolah Data/ Penyimpan Draft : Hendra Wijaya, S.ST, M.Si Leonardo
Lebih terperinciBAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN. V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II
72 BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II Kepmen Kimpraswil No. 332/KPTS/M/2002 menetapkan adanya standar harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung
Lebih terperinciDAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI
LAMPIRAN 24 DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 2 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013 Kode Subbid Sub-bidang, bagian Sub-bidang kode
Lebih terperinciINDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KABUPATEN KAIMANA
INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KABUPATEN KAIMANA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Sejak diterapkan penghitungan DAU berdasarkan formula yang dimulai sejak 2002, Badan Pusat Statistik menyiapkan data yang akan
Lebih terperinciDAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI
Page 1 of 5 www.sertifikasi.biz DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI L ampiran Peraturan LPJK Nomor 2 Tahun 2014 A. KLASIFIKASI USAHA BERSIFAT UMUM Sub-bidang, bagian Sub-bidang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan
Lebih terperinciINDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN SORONG TAHUN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SORONG INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI (IKK) KABUPATEN SORONG TAHUN 2013 Katalog BPS/ BPS Catalogu : 7102014.9107 ISSN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN
No 56/11/14/Tahun XIII, 5 November 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau sebesar 4,30 persen, yang berarti
Lebih terperinciINDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2010
INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2010 Katalog BPS : 7312.1118 Ukuran Buku : 17 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 41 halaman Naskah: BPS Kabupaten Pidie Jaya Editor: BPS Kabupaten Pidie
Lebih terperinciSurvei Kemahalan Konstruksi, 2015
BADAN PUSAT STATISTIK Survei Kemahalan Konstruksi, 2015 ABSTRAKSI Kegiatan pengumpulan data survei Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) merupakan kegiatan tahunan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciTINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN 2013
TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN 2013 TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN 2013 Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Gambar Kulit : BPS Kabupaten Pulau Morotai KATA PENGANTAR
Lebih terperinciWEJANGAN STATISTIK. Copyright BPS Kabupaten Pakpak Bharat
WEJANGAN STATISTIK 1. Membangun itu sulit, tetapi jauh lebih sulit melaksanakan pembangunan tanpa dukungan data statistik. 2. Data yang baik, akurat, bebas bias, dan terpercaya, adalah data yang dikumpulkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi
PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa
Lebih terperinciDRAFT AKHIR INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI. KERJASAMA BAPPEDA DAN PM KABUPATEN BANYUASIN dengan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUASIN
DRAFT AKHIR INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KERJASAMA BAPPEDA DAN PM KABUPATEN BANYUASIN dengan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUASIN KATA SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA DAN PM KABUPATEN BANYUASIN Dengan memanjatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemandirian keuangan daerah merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciINDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN KAUR 2013
INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN KAUR 2013 Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten Kaur 2013 Halaman i INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI(IKK) KABUPATEN KAUR 2013 Nomor Publikasi : 1704.1336 Katalog BPS :
Lebih terperinci2012, No Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan L
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2012 KEUANGAN NEGARA. APBD. DAU. Daerah. Provinsi. Kabupaten/Kota. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2011 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI
Lebih terperinciPotensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau
No. 14/02/14 Th. XVI, 16 Februari 2015 Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan hasil Podes 2014 Provinsi Riau, pada bulan
Lebih terperinciHasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau
No. 25/05/14/Th. XVIII, 24 Mei 2017 Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau Hasil pendaftaran usaha/perusahaan Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) di Provinsi Riau tercatat
Lebih terperinciBoks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang
Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian
Lebih terperinciLAPORAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGHUBUNG
LAPORAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGHUBUNG 1. Latar Belakang Perguruan Tinggi Raharja memiliki 2 gedung yaitu Gedung Modern dan Gedung Lake View dimana mobilitas sivitas pribadi Raharja pada dua bangunan ini
Lebih terperinciDAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI
LAMPIRAN 2a DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI A. KLASIFIKASI USAHA BERSIFAT UMUM KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 02 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013
Lebih terperinciSekapur Sirih. Pekanbaru, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Riau. Abdul Manaf, MA NIP
Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010
Lebih terperinciDAFTAR HARGA SATUAN ANALISA PEKERJAAN
DAFTAR SATUAN ANALISA PEKERJAAN No SATUAN UPAH BAHAN A PEKERJAAN PERSIAPAN 1 PEMASANGAN BOWPLANK/ 10 M' 0,01000 Kepala Tukang 0,10000 Tukang 0,10000 Pekerja 0,05000 Mandor 0,01200 M3 Balok Klas IV 0,02000
Lebih terperinciINDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2014
INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2014 Katalog BPS : 7312.1118 Ukuran Buku : 17 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 38 halaman + iv halaman Naskah: BPS Kabupaten Pidie Jaya Editor: BPS Kabupaten
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG IJIN USAHA JASA KONSTRUKSI
Lebih terperinciBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN LUWU 2014 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Penyunting Gambar Kulit Diterbitkan Oleh : 21 cm x 15 cm : x + 88 Halaman
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20
No. 23/05/14/Th. XVIII, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20 IPM Riau Tahun 2016 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
36 BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA IV.1. Pengumpulan Data Data-data yang dibutuhkan untuk membuat model HST BGN diambil dari dokumen kontrak pembangunan gedung baru milik pemerintah, yang diperoleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG
PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN TARGET KINERJA DAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciREKAPITULASI TOTAL BILL of QUANTITY (BOQ) REKAPITULASI
REKAPITULASI TOTAL BILL of QUANTITY (BOQ) PROGRAM : PENINGKATAN EFISIENSI PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEGIATAN : PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA PASAR PEKERJAAN : PEMBANGUNAN PASAR LELANG KARET LOS 15 X
Lebih terperinciADENDUM DOKUMEN PENGADAAN NOMOR : 784/VI/BP2MPD-ULP/POKJA-PASCA/2013 TANGGAL : 24 JUNI 2013
ADENDUM DOKUMEN PENGADAAN NOMOR : 784/VI/BP2MPDULP/POKJAPASCA/2013 TANGGAL : 24 JUNI 2013 UNTUK PENGADAAN PEKERJAAN PEMBANGUNAN SMPN SATU ATAP (SATAP) SUNGAI LAUT KEC. TANAH MERAH KELOMPOK KERJA (POKJA)
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 37 TAHUN 2012 TENTANG NILAI PEROLEHAN AIR PERMUKAAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK
GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 37 TAHUN 2012 TENTANG NILAI PEROLEHAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAPPEDA PROVINSI RIAU
Oleh: BAPPEDA PROVINSI RIAU Taluk Kuantan, 16 Agustus 2017 AMANAT UU 23/2014 Pasal 274: Perencanaan pembangunan Daerah didasarkan pada data dan informasi yang dikelola dalam Sistem Informasi Pembangunan
Lebih terperinciTINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN No.49/12/14/Th. XI, 1 Desember 2010 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2010 mencapai 2.377.494 orang atau bertambah 116.632 orang
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
No. 30/06/14/Th. XVII, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Riau Tahun 2015 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TARAKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN JALAN PULAU KALIMANTAN NOMOR 1 T A R A K A N
PEMERINTAH KOTA TARAKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN JALAN PULAU KALIMANTAN NOMOR 1 T A R A K A N POKJA JASA KONSTRUKSI BERITA ACARA Addendum Dokumen Pengadaan Nomor: 02.D/ADD.DOC/POKJA-GEDUNG SEKOLAH/DISDIK/VI/2013
Lebih terperinciBILL OF QUANTITY ( BOQ)
PEMERINTAH KOTA PEKANBARU DINAS PERUMAHAN PEMUKIMAN DAN CIPTA KARYA Jalan Datuk Setia Maharaja No. 2 Pekanbaru Telp (0761) 571524 571530 BILL OF QUANTITY ( BOQ) BELAKANG PERUM BUKIT BARISAN BLOK A MENUJU
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 110 TAHUN 2007 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DAERAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan
Lebih terperinciJURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 2 Juni 2014
PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN, TINGKAT PENGANGGURAN, UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI RIAU Nursiah Chalid dan Yusbar Yusuf Jurusan
Lebih terperinciBILL Of QUANTITY ( B.Q )
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BENGKALIS BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN Jalan Antara Bengkalis RENCANA ANGGARAN BIAYA BILL Of QUANTITY ( B.Q ) KEGIATAN : Pembangunan Gedung Kantor TAHUN ANGGARAN 2013
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama membangun daerahnya sendiri. Otonomi daerah adalah
Lebih terperinciHARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS) FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN 2014 UMUM PROVINSI RIAU
HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS) FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN 2014 UMUM PROVINSI RIAU NO JENIS FORMULIR SPESIFIKASI JUMLAH HARGA SATUAN (Rp) JUMLAH
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
Lebih terperinciDAFTAR KUANTITAS HARGA DAN BAHAN
DAFTAR KUANTITAS HARGA DAN BAHAN TAHUN ANGGARAN : 2011 No. Uraian Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan Harga 1 2 3 5 6 I. PERSIAPAN 1 Pek. Pembongkaran dan Pembersihan Lokasi Ls 1,000 2 Pek. Pengukuran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu penyerahan kewenangan yang diberikan dari pemerintah pusat yang mana dalam pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu bentuk harapan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng
Lebih terperinci2 PERENCANAAN 3 PENGANGGARAN 4 PROGRES 5 PERMASALAHAN 2
1 1 DEFINISI 2 PERENCANAAN 3 PENGANGGARAN 4 PROGRES 5 PERMASALAHAN 2 Dekonsentrasi Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Perhitungan Dana Alokasi Umum TA 2017 DAMPAK PENGALIHAN KEWENANGAN DARI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI IMPLEMENTASI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan alam yang sangat berlimpah. Kekayaan yang terkandung di bumi Indonesia meliputi kekayaan laut berupa hasil ikan dan biota
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALIKOTA SURABAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 14 ayat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 08 / PRT / M / 2011 TENTANG PEMBAGIAN SUBKLASIFIKASI DAN SUBKUALIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 08 / PRT / M / 2011 TENTANG PEMBAGIAN SUBKLASIFIKASI DAN SUBKUALIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG TATACARA REGISTRASI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciRINCIAN HARGA PENAWARAN FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI RIAU
RINCIAN PENAWARAN FORMULIR UNTUK KEPERLUAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD TAHUN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI RIAU NO JENIS FORMULIR SPESIFIKASI JUMLAH JUMLAH A Formulir Model C 1 Lampiran Model
Lebih terperinciDRAFT INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2012
DRAFT INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI KABUPATEN PIDIE JAYA 2012 Katalog BPS : 7312.1118 Ukuran Buku : 17 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 44 halaman + v halaman Naskah: BPS Kabupaten Pidie Jaya Editor: BPS Kabupaten
Lebih terperinci13. Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya, (1998), Harga Standar Bangunan Gedung Negara, Jakarta.
92 DAFTAR PUSTAKA 1. Osgood, N. (2004). Award Method and Project Estimation. http://ocw.mit.edu/nr/rdonlyres/civil-and-environmental-engineering/1-040spring-2004/5127b219-7ddf-4ac7-9eed36ca8fa28fb8/0/l7estimationsp04.pdf.
Lebih terperinciPR 1 MANAJEMEN PROYEK
PR 1 MANAJEMEN PROYEK Suatu bagian gedung 2 lantai menggunakan struktur beton bertulang seperti ditunjukkan pada lampiran. Data-data teknis struktur bangunan adalah sebagai berikut : Luas bangunan : 5
Lebih terperinciCANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 3 2010 SERI. E CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun
Lebih terperinciM. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri
ANALISIS PENGALOKASIAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kota Kediri) M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA
Lebih terperinciDAMPAK DANA TRANSFER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI RIAU. Oleh : Taryono dan Syapsan ABSTRAK
DAMPAK DANA TRANSFER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI RIAU Oleh : Taryono dan Syapsan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dana transfer terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan
Lebih terperinciAnalisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar
Lebih terperinci4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau
54 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1. Sejarah Berdirinya Pemerintah Provinsi Riau Provinsi Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957. Kemudian diundangkan dalam Undang-undang
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU
IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG DANA PERIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa Barat berdasarkan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Kota Serang menjadi Pusat pemerintahannya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Investasi a) Definisi Investasi Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG
PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN PEMBAGIAN DAN PENGGUNAAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, PERKEBUNAN, PERHUTANAN DAN PERTAMBANGAN MIGAS BAGIAN PEMERINTAH
Lebih terperinciDisampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012
Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012 Oleh : Drs. Z U L H E R, MS Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau TERWUJUDNYA KEBUN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Lebih terperinciBAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA STRUKTUR
BAB V 5.1 Daftar Harga Satuan Bahan dan Daftar Upah Tenaga Kerja RAB memuat analisa harga satuan pekerjaan struktur yang dihitung secara konvensional. Data harga satuan upah dan bahan di ambil dari Daftar
Lebih terperinciPERBANDINGAN AD WIKA DAN USULAN AD WIKA ANGGARAN DASAR PADA SAAT INI PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR REFERENSI
Usulan AD WIKA (Matriks) (12-06-2015) 1 PERBANDINGAN AD WIKA DAN USULAN AD WIKA -MAKSUD DAN TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA- ------- ---------------------- Pasal 3 ----------------------------------- 1. Maksud
Lebih terperinciDAFTAR ANALISA PEKERJAAN
DAFTAR ANALISA PEKERJAAN KEGIATAN : PEMBANGUNAN GEDUNG PUSAT INFORMASI PARIWISATA LOKASI : KANTOR PARIWISATA PANGKALPINANG VOLUME : 1 PAKET BIAYA : Rp. 375.000.000,00 TAHUN ANGGARAN : 2011 ANALISA URAIAN
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DASAR PERHITUNGAN NILAI JUAL OBYEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA MENARA TELEKOMUNIKASI
Lebih terperinciPENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH. Nomor : 53/PU-CK/2013 Tanggal 31 Januari 2013
PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Nomor : 53/PU-CK/2013 Tanggal 31 Januari 2013 Pengguna Anggaran Satuan Kerja Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, Alamat Jl. Riau No. 1, mengumumkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan penyelenggaran
Lebih terperinci