BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN. V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN. V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II"

Transkripsi

1 72 BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II Kepmen Kimpraswil No. 332/KPTS/M/2002 menetapkan adanya standar harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung negara yang besarnya ditetapkan secara berkala untuk Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota setempat. Standar Harga Satuan Tertinggi merupakan biaya per-m 2 konstruksi fisik maksimum untuk pembangunan gedung negara, khususnya untuk pekerjaan standar bangunan gedung negara, yang meliputi pekerjaan struktur, arsitektur dan finishing, serta utilitas bangunan gedung negara. Standar tersebut merupakan salah satu bentuk estimasi biaya konseptual khusus untuk bangunan gedung negara. Untuk mengetahui total biaya konstruksi, harga satuan per m 2 tersebut dikalikan dengan luas bangunan. Akan tetapi, tidak semua klasifikasi biaya yang diinginkan oleh KepMen Kimpraswil tersebut diakomodasi oleh pemerintah kabupaten/kota. Tabel V.1 berikut contoh format standar harga satuan tertinggi kota Jakarta Selatan pada tahun anggaran 2003 : Tabel V.1. Contoh Format Standar Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Contoh Format Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Kabupaten/kota : Jakarta Selatan Provinsi : DKI Jakarta Bulan/Triwulan : April / I (satu) Tahun Anggaran : 2003 Gedung Per-M 2 (dalam rupiah) Gedung Bertingkat Gedung Tdk Bertingkat Rumah Negara Sederhana Tidak Sederhana Sederhana Tidak Sederhana Tipe C Tipe B Tipe A (Sumber: PU Dirjen Cipta Karya,2005) Tabel V.1 di atas merupakan format standar yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya untuk penetapan harga satuan tertinggi bangunan gedung negara, tetapi beberapa Pemda kabupaten/kota tidak mengikuti format dan klasifikasi standar tersebut. Sebagai contoh, pemerintah daerah kota

2 73 Bandung hanya menetapkan harga satuan tertinggi untuk bangunan dengan tipe kelas B (Tabel V.2), padahal klasifikasi yang demikian sudah tidak dikenal dalam peraturan yang berlaku sekarang. Klasifikasi dengan tipe kelas bangunan B demikian hanya dikenal dalam Keputusan Dirjen Cipta Karya No.295 tahun 1997 yang sudah tidak berlaku lagi setelah terbitnya Kepmen Kimpraswil tersebut. Tabel V.2. Harga Satuan Tertinggi Bangunan Kota Bandung (Kep.Wako No.027/Kep 842-Huk/2006) Gedung Per-M 2 (dalam rupiah) Tipe B Gedung Bertingkat Gedung Tdk Bertingkat (Sumber: Kep.Walikota Bandung,2006) Sebagai perbandingan kedua peraturan tersebut, Tabel V.3 memperlihatkan sistem perhitungan kedua peraturan tersebut. Pada tabel di bawah terlihat bahwa gedung tipe B merupakan bagian dari gedung tidak sederhana. Di samping itu, gedung tidak sederhana tersebut bernilai 140% dari gedung sederhana. Tabel V.3. Konversi Sistem Perhitungan Peraturan Lama ke Peraturan Baru Gedung Bertingkat Gedung Tidak Bertingkat Sederhana Tidak Sederhana Sederhana Tidak Sederhana 1,912,000 2,677,000 1,355,000 1,897, % 140% 100% 140% C B A C B A 2,103,200 2,797,256 3,133,768 1,490,500 1,982,365 2,220, % 133% 149% 100% 133% 149% Kepmen 332/2002 Kep. Dirjen 295/1997 Untuk pemerintah daerah kota Sukabumi, kota Cirebon dan kota Bogor, mereka tidak menetapkan harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung negara sejak tahun Tetapi dalam mengestimasi pembangunan gedung negara, pemerintah daerah masing-masing lokasi tersebut berpedoman kepada Standar Biaya (SB) tertinggi yang dikeluarkan oleh walikota masing-masing lokasi dan Analisa Harga Satuan (AHS) tentang bahan dan upah yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Jawa Barat. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab II sebelumnya tentang proses perhitungan Harga Satuan Tertinggi, pemerintah daerah masing-masing lokasi yang disurvey ternyata menggunakan formula yang disusun oleh Pemerintah daerah kota Jakarta tersebut. Tetapi harga bahan material dan harga upah disesuaikan dengan masingmasing lokasi.

3 74 Berikut Harga Satuan Tertinggi masing-masing lokasi ( perhitungan dapat dilihat pada Lampiran) berdasarkan data Analisa Harga Satuan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Jawa Barat untuk tahun anggaran 2007 triwulan 1 : Tabel V.4. Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Negara per m 2 No. HST BGN Tahun Anggaran Kota Sukabumi Rp 1,969,150 2 Kota Bogor Rp 1,996,943 3 Kota Bandung Rp 2,003,623 4 Kota Cirebon Rp 1,929,599 V.2. Uji Validasi Model HST BGN Dengan Data Inflasi Uji validasi model HST BGN dilakukan dengan cara membandingkan hasil estimasi biaya bangunan gedung pada suatu lokasi dengan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemerintah Daerah setempat. Sebagai alat validasi, diambil data biaya bangunan yang telah selesai dibangun, dimana memiliki karakteristik gedung standar pada masing-masing lokasi. Sebelumnya nilai konstruksi bangunan tersebut dikonversi ke tahun sekarang dengan menggunakan indeks khusus untuk bangunan gedung. Di Indonesia belum ada pihak yang menerbitkan nilai indeks tersebut. Biasanya, untuk menyesuaikan biaya bangunan terhadap waktu digunakan angka inflasi. Angka inflasi adalah persentase kenaikan tingkat harga selama periode tertentu (Dornbusch et al,1997). Angka inflasi sebenarnya berasal dari Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK tidak mewakili indeks biaya bangunan, karena memiliki definisi yang berbeda. IHK menunjukkan perubahan harga paket barang dan jasa yang rata-rata dikonsumsi oleh rumah tangga selama 1 bulan, seperti bahan makanan, sandang, perumahan, kesehatan, rekreasi, olahraga, transportasi dan komunikasi. Angka inflasi yang digunakan merupakan angka inflasi tahunan kalender (year to year). Hal ini dengan asumsi bahwa tidak ada pekerjaan tambahkurang (change order) pada setiap data kontrak yang ada sehingga nilai kontrak tersebut tetap dilaksanakan pada tahun yang bersangkutan tanpa perubahan biaya yang berarti. Konsekuensi lain dari asumsi ini adalah tidak adanya eskalasi harga dari kontrak tersebut. Di Indonesia, untuk proyek-proyek pemerintah eskalasi

4 75 hanya dimungkinkan kepada proyek-proyek yang dibiayai dari dana bantuan luar negeri yang dikerjakan secara multi year (Latief,2003). Untuk mengkonversi biaya proyek ke tahun yang diinginkan bisa menggunakan formula berikut : ( Sekarang ) ( tahundibangun) 1 [ ] Biaya = Biaya x + i n dengan : i = tingkat inflasi tahunan (%) n = selisih tahun bangunan dibangun dengan sekarang Formula diatas hanya berlaku untuk inflasi yang relatif stabil dari tahun ke tahun. Untuk nilai inflasi yang kurang stabil dan memiliki perbedaan nilai antar tahun relatif besar (seperti di Indonesia), nilai inflasi dapat didekati dengan nilai ratarata range waktu inflasi yang ditinjau (FAA,2002). Dengan demikian, persamaan di atas menjadi : n Biaya( Sekarang ) = Biaya( tahundibangun) x 1 + i / n 1 dengan : i = tingkat inflasi tahunan (%) n = selisih tahun bangunan dibangun dengan sekarang Tabel berikut memperlihatkan laju inflasi tahunan dari beberapa kota di propinsi Jawa Barat yang dijadikan sebagai sampel penelitian, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat : Tabel V.5. Data Inflasi Beberapa Kota di Jawa Barat Tahun Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bogor Kota Sukabumi % 10.17% % 10.34% % 4.46% 5.29% 6.61% % 11.42% 12.27% 12.27% % 11.31% 7.75% 7.75% % 8.89% 6.10% 9.94% % 5.67% 2.51% 7.43% % 10.75% 7.61% 11.37% % 62.23% 72.03% 66.45% % 4.75% 0.72% 1.02% % 6.52% 6.74% 6.74% % 11.91% 12.05% 10.57% % 10.29% 10.68% 8.71% % 3.35% 5.07% 9.52% % 3.27% 5.04% 7.30% % 16.82% 16.79% 19.71% % 6.31% 6.10% 12.22% % 5.72% 5.68% 5.66% (Sumber: BPS Jawa Barat,2008) n

5 76 Model bangunan yang dipakai adalah bangunan gedung negara yang berfungsi sebagai gedung kesehatan, gedung perkantoran dan gedung sekolah di masingmasing lokasi. Biaya total bangunan yang digunakan adalah biaya total bangunan pada tahun gedung negara tersebut dibangun. Biaya tersebut kemudian dinormalisasi ke tahun sekarang (tahun 2007) dengan menggunakan formula yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengujiannya dilakukan dengan cara mengestimasi biaya total bangunan dengan model Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah dan dengan model HST BGN yang dikembangkan. Hasil estimasi yang paling mendekati adalah yang paling baik. Berikut hasil estimasi biaya bangunan beserta nilai normalisasinya pada masing-masing lokasi. Tabel V.6 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Sukabumi No. Proyek Tahun Luas Bangunan Biaya Sebenarnya Normalisasi Biaya Estimasi Biaya Model Pemerintah Model HST BGN 95% Model HST BGN 90% HST = 1,969,150 HST = 1,450,415 HST = 1,429, Puskesmas Pembantu Sindang Palay Puskesmas Pembantu Cikundul Puskesmas Pembantu Sudajaya Hilir Regrouping SDN Baros Paket B Kantor Kelurahan Cipanengah SDN Cipanengah ,989, ,210, ,002, ,967, ,559,426 Perbedaan 153,791,659 69,756,479 66,348,718 % ,764, ,058, ,215, ,952, ,008,595 Perbedaan 164,157,078 66,894,138 62,949,970 % ,064,950 93,061, ,408, ,834, ,067,851 Perbedaan 72,347,538 28,773,741 27,006,754 % ,497, ,991,181 1,528,848,387 1,126,102,003 1,109,769,992 Perbedaan 731,857, ,110, ,778,811 % ,501, ,361, ,866, ,355, ,536,810 Perbedaan 123,504,695 53,994,113 51,175,348 % ,218, ,909, ,269, ,303, ,031,892 Perbedaan 293,360,319 89,393,449 81,122,265 %

6 77 Tabel V.7 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Bogor No. Proyek Tahun Luas Bangunan Biaya Sebenarnya Normalisasi Biaya Estimasi Biaya Model Pemerintah Model HST BGN 95% Model HST BGN 90% HST = 1,996,943 HST = 1,497,033 HST = 1,462, RKB SMP ,576, ,577, ,257, ,778, ,489,163 Bogor Perbedaan 241,680, ,201, ,912,138 % RKB + WC SMP ,368, ,596, ,174, ,198, ,987,959 Bogor Perbedaan 260,578, ,602, ,391,499 % Ruang Kantor dan Perpustakaan SMP ,539, ,159, ,074, ,886, ,344,017 Perbedaan 246,915, ,727, ,184,571 % LaboratoriumSMP ,772, ,290, ,330, ,867, ,284,728 Bogor Perbedaan 188,039,360 91,576,630 84,993,915 % UGB SMKN ,178, ,428, ,449, ,465, ,325,306 Gunung Putri Perbedaan 140,021,391 50,037,502 43,896,908 % RKB + KM/WC SMUN Gunung ,933, ,196, ,225, ,989, ,897,003 Perbedaan 238,028, ,792,251 95,700,079 % Tabel V.8 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Cirebon No. Proyek Tahun Luas Bangunan Biaya Sebenarnya Normalisasi Biaya Estimasi Biaya Model Pemerintah Model HST BGN 95% Model HST BGN 90% HST = 1,929,599 HST = 1,525,624 HST = 1,474,686 1 SMKN II Cirebon ,100, ,524, ,271, ,496, ,563, Perbedaan 154,747, ,972, ,039, % Kantor Dinas Kimpraswil 2 RKB SDN Mekarwangi I ,883, ,398, ,641, ,866, ,241, Perbedaan 309,242, ,467, ,843, % ,744, ,211, ,396, ,767, ,266, Perbedaan 77,185, ,556, ,054, %

7 78 Tabel V.9 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Bandung No. Proyek Tahun Luas Bangunan Biaya Sebenarnya Normalisasi Biaya Estimasi Biaya Model Pemerintah Model HST BGN 95% Model HST BGN 90% HST = 2,003,623 HST = 1,554,415 HST = 1,491, Gedung Perpustakaan PPPG IPA Gedung Mess Penatar PPPG IPA ,192, ,927,085 1,050,229, ,770, ,025,999 Perbedaan 266,302,018 30,842,921-1,901,085 % ,622, ,989, ,608, ,511, ,579,523 Perbedaan 200,618,592 28,522,526 4,590,069 % SDN Pejagalan ,696,711 1,183,839,451 1,951,528,900 1,514,000,335 1,453,155,634 Perbedaan 767,689, ,160, ,316,184 % Dari Tabel V.5 sampai Tabel V.9 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah cenderung overestimate hingga mencapai angka 90 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan memiliki perbedaan yang lebih baik. Model yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 4 % hingga 50 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 2 % hingga 46 %. Pengujian model dengan angka inflasi umum tidak mewakili biaya bangunan gedung negara, sebab angka inflasi sebenarnya berasal dari Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK menunjukkan perubahan harga paket barang dan jasa yang rata-rata dikonsumsi oleh rumah tangga selama 1 bulan, seperti bahan makanan, sandang, perumahan, kesehatan, rekreasi, olahraga, transportasi dan komunikasi. V.3. Uji Model Dengan Data Komponen Harga Tahun yang bersangkutan Uji validasi model HST BGN yang dilakukan dengan menggunakan angka inflasi kurang cocok untuk dipakai, karena tidak mewakili komponen bangunan gedung negara. Untuk itu maka model HST BGN yang dikembangkankan akan diuji dengan menggunakan data komponen harga-harga di tahun yang bersangkutan. Data mengenai komponen harga di tahun yang bersangkutan diperoleh dari datadata kontrak yang dikumpulkan sesuai lokasi tempat dibangunnya bangunan gedung negara. Berikut hasil estimasi biaya yang menggunakan model pemerintah

8 79 dan model yang dikembangkan pada berbagai lokasi berdasarkan data harga komponen di tahun yang bersangkutan. Tabel V.10 Hasil Validasi di Kota Sukabumi No. Proyek Tahun Luas Bangunan Nilai HST Nilai Kontrak Estimasi Biaya Model Pemerintah Model 95% Model 90% Puskesmas Pembantu Sindang Palay Puskesmas Pembantu Cikundul Puskesmas Pembantu Sudajaya Hilir Regrouping SDN Baros Paket B Kantor Kelurahan Cipanengah SDN Cipanengah Pemda 737,685 81,989, ,504,948 95,872,417 94,651,957 Model 95% 591,805 Perbedaan 37,515,948 13,883,417 12,662,957 Model 90% 584,271 % Pemda 737, ,764, ,315, ,963, ,550,876 Model 95% 591,805 Perbedaan 36,551,615 9,199,148 7,786,579 Model 90% 584,271 % Pemda 890,138 51,064,950 74,771,552 57,364,928 56,636,182 Model 95% 682,916 Perbedaan 23,706,603 6,299,978 5,571,232 Model 90% 674,240 % Pemda 1,004, ,497, ,281, ,620, ,506,494 Model 95% 798,069 Perbedaan 304,783, ,122, ,008,968 Model 90% 787,618 % Pemda 1,181,514 98,501, ,322, ,262, ,637,990 Model 95% 934,793 Perbedaan 59,821,397 26,760,752 25,136,471 Model 90% 922,672 % Pemda 1,394, ,218, ,361, ,477, ,778,261 Model 95% 1,130,412 Perbedaan 143,143,797 39,259,980 31,560,261 Model 90% 1,110,830 % Dari Tabel V.10 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Sukabumi cenderung overestimate hingga mencapai +60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan memiliki perbedaan yang lebih baik. Model yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 9 % hingga 30 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 7 % hingga 28 %.

9 80 Tabel V.11 Hasil Validasi di Kota Bogor No. Proyek Tahun Luas Bangunan Nilai HST Nilai Kontrak Estimasi Biaya Model Pemerintah Model 95% Model 90% 1 3 RKB SMP 18 Bogor Pemda 850, ,576, ,682, ,015, ,215, Model 95% 679,076 Perbedaan 55,106, ,439, ,639, Model 90% 663,438 % RKB + WC SMP Pemda 850, ,368, ,647, ,350, ,128, Bogor Model 95% 679,076 Perbedaan 56,279, ,982, ,759, Model 90% 663,438 % Ruang Kantor dan Pemda 850, ,539, ,993, ,054, ,138, Perpustakaan SMP 18 Model 95% 679,076 Perbedaan 55,454, ,514, ,598, Model 90% 663,438 % Laboratorium SMP Pemda 850, ,772, ,121, ,034, ,016, Bogor Model 95% 679,076 Perbedaan 41,348, ,261, ,244, Model 90% 663,438 % UGB SMKN Gunung Pemda 1,319, ,178, ,431, ,294, ,981, Putri Model 95% 1,001,635 Perbedaan 86,253, ,116, ,803, Model 90% 977,675 % RKB + KM/WC SMUN Pemda 1,356, ,933, ,619, ,309, ,522, Gunung Sindur Model 95% 1,010,465 Perbedaan 137,686, ,376, ,589, Model 90% 985,001 % Dari Tabel V.11 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Bogor cenderung overestimate hingga mencapai +60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan memiliki perbedaan yang lebih baik. Model yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 6 % hingga 21 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 4 % hingga 18 %. Tabel V.12 Hasil Validasi di Kota Bandung No. Proyek Tahun Luas Bangunan Nilai HST Nilai Kontrak Estimasi Biaya Model Pemerintah Model 95% Model 90% 1 2 Gedung Perpustakaan PPPG IPA Gedung Mess Penatar PPPG IPA Pemda 1,301, ,192, ,992, ,935, ,363, Model 95% 1,051,072 Perbedaan 166,799, ,742, ,170, Model 90% 1,008,009 % Pemda 1,301, ,622, ,465, ,676, ,178, Model 95% 1,051,072 Perbedaan 125,843, ,053, ,555, Model 90% 1,008,009 % SDN Pejagalan Pemda 1,388, ,696, ,352,536, ,031,482, ,113, Model 95% 1,059,017 Perbedaan 529,839, ,785, ,416, Model 90% 1,015,517 %

10 81 Dari Tabel V.12 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Bandung cenderung overestimate hingga mencapai +60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 7 % hingga 26 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 3 % hingga 21 %. Tabel V.13 Hasil Validasi di Kota Cirebon No. Proyek Tahun Luas Bangunan Nilai HST Nilai Kontrak Estimasi Biaya Model Pemerintah Model 95% Model 90% 1 SMKN II Cirebon Pemda 1,479, ,100, ,520, ,601, ,909,833 Model 95% 1,141,546 Perbedaan 91,420,631 25,501,386 18,809,833 Model 90% 1,107,230 % Kantor Dinas Kimpraswil Pemda 1,479, ,883, ,939, ,974, ,101,550 Model 95% 1,141,546 Perbedaan 193,056,171 76,091,766 64,218,550 Model 90% 1,107,230 % RKB SDN Mekarwangi I Pemda 1,479, ,744, ,796, ,286, ,580,831 Model 95% 1,141,546 Perbedaan 43,051,610 6,542,489 2,836,399 Model 90% 1,107,230 % Dari Tabel V.13 hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Cirebon cenderung overestimate hingga mencapai + 60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 6 % hingga 25 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 3 % hingga 21 %. Secara umum, hasil validasi masing-masing lokasi survei berdasarkan harga komponen pada tahun yang bersangkutan menunjukkan bahwa estimasi dengan menggunakan model HST BGN yang dikembangkan cenderung memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan model Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Model yang dikembangkan memiliki perbedaan hingga + 30% dari nilai proyek, sedangkan model Pemerintah memiliki perbedaan hingga + 60% dari nilai proyek. Selain itu hasil validasi berdasarkan harga komponen pada tahun bersangkutan memiliki perbedaan yang lebih baik jika dibandingkan dengan hasil validasi berdasarkan inflasi tahunan. Hasil validasi berdasarkan harga komponen pada

11 82 tahun yang bersangkutan memiliki perbedaan hingga + 30% dari nilai proyek, sedangkan hasil validasi berdasarkan nilai inflasi tahunan memiliki perbedaan hingga + 50% dari nilai proyek. Hal ini disebabkan karena angka inflasi tahunan memang bukan ditujukan untuk bangunan gedung negara. V.4. Pembahasan Terkait Tingkat Akurasi Harga Satuan Tertinggi Harga satuan tertinggi yang dikeluarkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah merupakan nilai maksimum dari estimasi biaya, baik pada tahap konseptual ataupun penganggaran. Nilai tersebut merupakan batas tertinggi dalam mengestimasi suatu biaya dalam pembangunan bangunan gedung negara. Pada uji validasi, nilai kontrak bangunan yang diperoleh dijadikan sebagai alat untuk mengetahui seberapa akurat model HST BGN yang akan dikembangkan. Akurasi yang dimaksud disini adalah seberapa dekat nilai taksiran berdasarkan model yang dikembangkan dengan nilai kontrak proyek yang ada dalam dokumen kontrak pada masing-masing lokasi survey. Berdasarkan hasil uji validasi yang menggunakan harga komponen di tahun yang bersangkutan, terdapat perbedaan sebesar antara model pemerintah dan model yang dikembangkan terhadap nilai kontrak proyek pada masing-masing wilayah survey. Perbedaan antara model yang dikembangkan dengan nilai kontrak proyek disebut 1, sedangkan perbedaan antara model pemerintah dengan nilai kontrak proyek disebut 2. Karena terdapat sejumlah n data proyek, maka nilai 1 dan 2 dirata-ratakan. Nilai 1 rata-rata dan 2 rata-rata merupakan nilai taksiran tunggal, atau sering disebut dengan point estimate. Menaksir suatu populasi dengan menggunakan nilai tunggal (point estimate) akan mempunyai tingkat kesalahan yang tinggi dan juga tidak memberikan informasi mengenai derajat ketepatan (akurasi) dari taksirantaksirannya. Untuk alasan ini, selang pada nilai suatu parameter sering digunakan untuk melengkapi taksiran titik (point estimate) dari parameter yang sama. Selang-selang yang demikian dinamakan selang keyakinan (confidence interval), dan metode taksirannya dikenal dengan penaksiran selang (interval estimation). Tabel V.14 berikut memuat nilai 1 dan 2 serta selang-selang penaksirannya berdasarkan lokasi Sukabumi :

12 83 Tabel V.14. Interval Estimate di Kota Sukabumi No. Proyek Δ1 (%) Δ2 (%) 1 Puskesmas Pembantu Sindang Palay Puskesmas Pembantu Cikundul Puskesmas Pembantu Sudajaya Hilir Regrouping SDN Baros Paket B Kantor Kelurahan Cipanengah SDN Cipanengah Mean Standar Dev. Batas Atas 95% Batas Bawah 95% Interval Estimate Dari Tabel V.14 di atas, diketahui bahwa dengan menggunakan tingkat keyakinan yang sama (dalam hal ini 95%), model yang dikembangkan mempunyai interval estimate yang lebih kecil dibandingkan dengan model Pemerintah. Dengan tingkat keyakinan yang sama, bila interval estimate-nya semakin sempit, berarti tingkat ketelitian (keakuratan) taksiran semakin tinggi. Tabel-tabel berikut memuat nilai 1 dan 2 serta selang-selang penaksirannya berdasarkan lokasi survey lainnya : Tabel V.15. Interval Estimate di Kota Bogor No. Proyek Δ1 (%) Δ2 (%) 1 3 RKB SMP 18 Bogor RKB + WC SMP 18 Bogor Ruang Kantor dan Perpustakaan SMP 18 Bogor Laboratorium SMP 18 Bogor UGB SMKN Gunung Putri RKB + KM/WC SMUN Gunung Sindur Mean Standar Dev. Batas Atas 95% Batas Bawah 95% Interval Estimate Tabel V.16. Interval Estimate di Kota Cirebon No. Proyek Δ1 (%) Δ2 (%) 1 SMKN II Cirebon Kantor Dinas Kimpraswil RKB SDN Mekarwangi I Mean Standar Dev. Batas Atas 95% Batas Bawah 95% Interval Estimate

13 84 Tabel V.17. Interval Estimate di Kota Bandung No. Proyek Δ1 (%) Δ2 (%) 1 SMKN II Cirebon Kantor Dinas Kimpraswil RKB SDN Mekarwangi I Mean Standar Dev. Batas Atas 95% Batas Bawah 95% Interval Estimate Dari Tabel V.14 sampai Tabel V.17, diketahui bahwa model yang dikembangkan mempunyai interval estimate yang lebih kecil dibandingkan dengan model pemerintah, dengan tingkat keyakinan yang sama yaitu 95%. Bila interval estimate semakin sempit, berarti tingkat ketelitian (akurasi) taksiran semakin baik terhadap populasi yang ditinjau. Makna dari harga satuan tertinggi ini bahwa dalam mengestimasi biaya, baik pada tahap konseptual ataupun penganggaran tidak boleh melebihi dari harga satuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota, karena nilai harga ini merupakan nilai maksimum dalam estimasi biaya penganggaran. Harga satuan tertinggi ini bisa menjadi sebagai acuan dalam beberapa hal. Hal pertama sebagai acuan dalam mengestimasi biaya yang tidak boleh melebihi nilai maksimum ini. Dan hal yang kedua sebagai acuan agar nilai maksimum ini tidak digunakan sebagai Mark Up proyek, karena nilainya yang tinggi. Selain itu harga satuan tertinggi (HST) ini dijadikan sebagai standar kualitas bangunan gedung yang dapat dipenuhi oleh pemerintah. Jika diperhatikan lebih lanjut, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara harga satuan tertinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan nilai-nilai kontrak pada masing-masing lokasi survei. Perbedaan ini terletak pada tingkat akurasi yang diperoleh. Hal ini wajar saja terjadi, karena harga satuan tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah tersebut merupakan batas maksimum dalam mengestimasi biaya bangunan gedung. Tentunya terdapat waste (pemborosan) dari segi biaya pelaksanaan konstruksi bangunan gedung negara bila terus memakai harga satuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah tersebut.

14 85 Diharapkan dengan model Harga Satuan yang dikembangkan dapat mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dalam pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara. Model HST BGN dalam penelitian ini dikembangkan dari 48 data bangunan gedung negara dengan karakteristik sebagai berikut : a. Bangunan gedung sederhana 1 lantai milik pemerintah. b. Luas bangunan gedung sampai 500 m 2. c. Menggunakan bekisting dari kayu untuk pekerjaan beton. d. Pembuatan pasta beton masih dilakukan secara manual. e. Atap bangunan menggunakan genteng. f. Kusen pintu, jendela dan daun pintu serta rangka atap umumnya menggunakan kayu. Model HST BGN ini akan efektif bila digunakan untuk bangunan yang sesuai dengan karakteristik diatas. Model ini tidak akurat bila digunakan untuk bangunan gedung sederhana yang lebih dari 1 lantai, bangunan tidak sederhana, dan bangunan khusus, dimana terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kuantitas komponen dominan masing-masing bangunan. Selain itu model HST BGN ini mempunyai kekurangan dalam mengestimasi biaya dengan luas bangunan gedung negara yang lebih dari 500 m 2 dan penggunaan pasta beton yang menggunakan beton Ready Mix. V.5. Pembahasan HST BGN Terkait Indeks Lokasi Indeks lokasi dapat dikatakan sebagai suatu ukuran statistik yang menunjukkan perubahan-perubahan atau perkembangan-perkembangan suatu kegiatan/ peristiwa/ bahan yang sama jenisnya yang berhubungan satu sama lain dalam dua lokasi yang berbeda. Dengan kata lain, indeks lokasi merupakan suatu ukuran yang dipakai untuk melakukan perbandingan dua keadaan yang sama jenisnya dalam dua lokasi yang berbeda. Indeks lokasi dibutuhkan untuk mengukur secara kuantitatif adanya perubahan dari keadaan dalam dua lokasi yang berlainan. Dengan memakai indeks lokasi, kita dapat mengetahui perubahan (kenaikan atau penurunan) biaya hidup, produksi, ekspor, harga, jumlah uang beredar, tingkat

15 86 pengangguran, dan upah pada waktu tertentu dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Berdasarkan penelitian tentang Indeks Lokasi untuk estimasi biaya konseptual konstruksi bangunan gedung (Abduh, 2006), untuk menghitung indeks lokasi tersebut harus diketahui biaya bangunan representatif diwakili oleh harga material dan upah dominan. Tentunya harus diketahui harga material dan upah dominan tersebut untuk suatu lokasi tertentu serta harga material dan upah dominan dari suatu lokasi yang kita jadikan basis (Base Location). Nilai pada model HST BGN yang dikembangkan bisa dijadikan sebagai biaya bangunan representatif pada masing-masing lokasi survey. Perhitungan indeks lokasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : I L B = B n o 100 Dimana : I L = Indeks lokasi tertentu B n = Biaya konstruksi bangunan representatif pada lokasi tertentu B o = Biaya konstruksi bangunan representatif pada lokasi basis (Base Location) Indeks lokasi basis yaitu kota Bandung ditetapkan 100, sehingga indeks lokasi kota Sukabumi dapat dihitung dengan cara berikut (hasil perhitungan lain dapat dilihat pada Tabel V.18): HST BGN Kota Sukabumi Indeks Bangunan pada Kota Sukabumi = 100 HST BGN Kota Bandung Tabel V.18. Indeks Lokasi Tahun 2007 Berdasarkan Nilai HST BGN Klasifikasi Lokasi Nilai HST Tahun 2007 Indeks Lokasi Selang Kota Bandung Rp 1,554, Kepercayaan Kota Sukabumi Rp 1,450, Kota Bogor Rp 1,497, % Kota Cirebon Rp 1,525, Selang Kota Bandung Rp 1,491, Kepercayaan Kota Sukabumi Rp 1,429, Kota Bogor Rp 1,462, % Kota Cirebon Rp 1,474, NB : Kota Bandung ditetapkan sebagai kota Basis (Base Location )

16 87 Dengan adanya nilai indeks lokasi ini, kita bisa mengestimasi biaya konstruksi di suatu lokasi yang akan dikerjakan berdasarkan biaya konstruksi di lokasi basis yang telah selesai dikerjakan. Dalam penggunaan indeks lokasi untuk mengestimasi, maka nilai indeks tersebut harus mengikuti rumus perhitungan dengan penyesuaian terhadap lokasi proyek (Location Adjustment Conceptual Estimate), sebagai berikut : I Hn= Ho I 2 1 Dimana : Hn = Harga konstruksi di lokasi yang akan dikerjakan. H o = Harga konstruksi di lokasi yang telah selesai dikerjakan. I 2 = Indeks lokasi yang akan dikerjakan. I 1 = Indeks lokasi yang telah selesai dikerjakan. V.6. Pembahasan HST Terkait Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) merupakan angka indeks yang menunjukkan perbandingan harga bahan bangunan/konstruksi antar lokasi yang berbeda pada periode yang sama. IKK dihitung menurut kelompok jenis bangunan yang mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia (KBLI). Penghitungan IKK menggunakan 3 (tiga) kelompok jenis bangunan. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/kota adalah angka yang menunjukkan perbandingan tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi (TKK) suatu kabupaten/kota (kecuali Provinsi DKI Jakarta) atau provinsi terhadap TKK ratarata nasional untuk periode waktu tertentu. Tingkat kemahalan harga bangunan Kabupaten/Kota merupakan cerminan dari suatu nilai bangunan/ konstruksi, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 (satu) unit bangunan per satuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota. Nilai TKK diperoleh melalui pendekatan terhadap sejumlah jenis bahan bangunan yang menjadi paket komoditas, yaitu dengan cara mengalikan harga masing-masing jenis bangunan, termasuk sewa alat berat, dengan kuantitas/volumenya. Pengertian paket komoditas IKK di sini adalah suatu paket yang terdiri dari sejumlah bahan bangunan/konstruksi yang dominan digunakan untuk membangun

17 88 satu unit bangunan/konstruksi. Paket komoditas yang digunakan dalam penghitungan IKK ini terdiri dari 60 jenis barang dan 4 sewa alat berat yang terdapat dalam daftar HPB-K. Pengelompokan jenis bangunan mengacu pada klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) yang terdiri dari 3 (tiga) kelompok jenis bangunan, yaitu : a. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; b. Bangunan pek. umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan; c. Bangunan lainnya. Berikut nilai Indeks Kemahalan Konstruksi pada 4 wilayah survey berdasarkan data yang ada di Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat : Tabel V.19. IKK Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun Kabupaten/Kota Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Kota Sukabumi 130,12 150,02 2 Kota Bandung 129,99 148,54 3 Kota Bogor 132,10 150,24 4 Kota Cirebon 130,92 148,12 (Sumber: BPS Jawa Barat,2008) Indeks kemahalan konstuksi merupakan angka perbandingan antara tingkat kemahalan harga bangunan suatu kabupaten/kota terhadap tingkat kemahalan harga bangunan rata-rata nasional. Harga bahan bangunan yang dikumpulkan meliputi barang-barang hasil pertambangan/penggalian dan barang-barang hasil industri. Angka ini tidak bisa dijadikan sebagai alat untuk estimasi biaya bangunan gedung negara, karena pada perhitungannya mengacu pada 3 (tiga) kelompok jenis bangunan, yaitu : a. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, yang terdiri dari : 1. Konstruksi gedung tempat tinggal, meliputi: rumah yang dibangun sendiri, real estate, rumah susun, dan perumahan dinas. 2. Konstruksi gedung bukan tempat tinggal, meliputi: konstruksi gedung perkantoran, industri, kesehatan, pendidikan, tempat hiburan, tempat ibadah, terminal/stasiun dan bangunan monumental. b. Bangunan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan, yang terdiri :

18 89 1. Bangunan jalan, jembatan, dan landasan, meliputi: pembangunan jalan, jembatan, landasan pesawat terbang, pagar/tembok, drainase jalan, marka jalan, dan rambu lalu lintas. 2. Bangunan jalan dan jembatan kereta, meliputi: pembangunan jalan dan jembatan kereta. 3. Bangunan dermaga, meliputi: pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan dermaga/pelabuhan, sarana pelabuhan, dan penahan gelombang. c. Bangunan Lainnya. Selain itu angka IKK ini juga tidak memperhitungkan upah dan produktifitas tenaga kerja pada masing-masing lokasi, sehingga kurang cocok dipakai dalam mengestimasi biaya penganggaran bangunan gedung.

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 36 BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA IV.1. Pengumpulan Data Data-data yang dibutuhkan untuk membuat model HST BGN diambil dari dokumen kontrak pembangunan gedung baru milik pemerintah, yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dengan semakin meningkatnya volume pembangunan bangunan gedung negara, serta terbatasnya sumber daya yang tersedia, semakin dirasakan perlu adanya standarisasi yang

Lebih terperinci

BAB III PENGEMBANGAN MODEL HARGA SATUAN TERTINGGI BANGUNAN GEDUNG

BAB III PENGEMBANGAN MODEL HARGA SATUAN TERTINGGI BANGUNAN GEDUNG 28 BAB III PENGEMBANGAN MODEL HARGA SATUAN TERTINGGI BANGUNAN GEDUNG III.1. Umum Pengembangan model harga satuan tertinggi bangunan gedung negara (HST BGN) akan dilakukan terhadap sekumpulan data biaya

Lebih terperinci

MODEL HARGA SATUAN TERTINGGI BANGUNAN GEDUNG UNTUK PENGANGGARAN PEMBANGUNAN GEDUNG NEGARA TESIS

MODEL HARGA SATUAN TERTINGGI BANGUNAN GEDUNG UNTUK PENGANGGARAN PEMBANGUNAN GEDUNG NEGARA TESIS MODEL HARGA SATUAN TERTINGGI BANGUNAN GEDUNG UNTUK PENGANGGARAN PEMBANGUNAN GEDUNG NEGARA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS HARGA KOMODITAS KONSTRUKSI KOTA PEKANBARU

ANALISIS INDEKS HARGA KOMODITAS KONSTRUKSI KOTA PEKANBARU ANALISIS INDEKS HARGA KOMODITAS KONSTRUKSI KOTA PEKANBARU 2015 PEMERINTAH KOTA PEKANBARU BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH JALAN JENDERAL SUDIRMAN NO. TELEPON 35842 21204 FAX. 44787 PEKANBARU KATA SAMBUTAN

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR. II.1. Penganggaran Pembangunan melalui Pagu Anggaran.

BAB II STUDI LITERATUR. II.1. Penganggaran Pembangunan melalui Pagu Anggaran. 7 BAB II STUDI LITERATUR II.1. Penganggaran Pembangunan melalui Pagu Anggaran. Dalam GBHN disebutkan bahwa pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang mempunyai tujuan

Lebih terperinci

Dhani Mardhika, S.T., Ir. Endang Larasati Suryaningrum, M.T.

Dhani Mardhika, S.T., Ir. Endang Larasati Suryaningrum, M.T. STUDI PERBANDINGAN KOEFISIEN UPAH KERJA DAN BAHAN DI LAPANGAN DAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG KULIAH STIKES PAMENANG PARE KEDIRI Dhani Mardhika, S.T., Ir. Endang Larasati

Lebih terperinci

13. Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya, (1998), Harga Standar Bangunan Gedung Negara, Jakarta.

13. Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya, (1998), Harga Standar Bangunan Gedung Negara, Jakarta. 92 DAFTAR PUSTAKA 1. Osgood, N. (2004). Award Method and Project Estimation. http://ocw.mit.edu/nr/rdonlyres/civil-and-environmental-engineering/1-040spring-2004/5127b219-7ddf-4ac7-9eed36ca8fa28fb8/0/l7estimationsp04.pdf.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KOTA TASIKMALAYA No. 02/02/33/79/Th.XVI, 1 FEBRUARI 2013 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA TASIKMALAYA JANUARI 2013 JANUARI 2013 KOTA TASIKMALAYA INFLASI 1,15 PERSEN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL 2017 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,13 PERSEN April 2017 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 129,93 di Bulan Maret 2017 menjadi 130,10 di Bulan

Lebih terperinci

dengan manajemen konstruksi. Dalam tahapan manajemen konstruksi tersebut, terdapat

dengan manajemen konstruksi. Dalam tahapan manajemen konstruksi tersebut, terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bclakang Salah satu tujuan dari perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi yang sering disebut sebagai perusahaan kontraktor adalah untuk mendapatkan hasil kcuntungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengelolaan risiko..., Mohamad Taufik H.A., FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengelolaan risiko..., Mohamad Taufik H.A., FT UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangsungan hidup perusahaan atau organisasi seringkali ditentukan oleh suatu keputusan penting dalam rangka mengambil peluang (opportunity) yang jarang terjadi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 04/04/Th. IV, 3 April 2012 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BAJAWA MARET 2012 TERJADI INFLASI SEBESAR 1,25 PERSEN Dengan

Lebih terperinci

Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru * ABSTRACT

Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru *  ABSTRACT ANALISA TINGKAT KERUSAKAN DAN ESTIMASI BIAYA PERBAIKAN BANGUNAN GEDUNG SEKOLAH (Studi Kasus SDN 006 Jalan Cempedak, SDN 021/022 Jalan Mujair Raya dan SDN 013 Jalan Bambu Kuning Pekanbaru) 1 Ir. Rian Trikomara

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR Maret 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Inflasi/Deflasi Kota Bogor bulan Februari 2015 sebesar 0.14 persen Bulan Februari 2015 di Kota Bogor terjadi inflasi sebesar

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA DEPOK

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA DEPOK BADAN PUSAT STATISTIK KOTA DEPOK Juli Bulan Juni di Kota Depok terjadi inflasi sebesar 0.36 persen dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 118.75 persen. Dari 7 (tujuh) kelompok tercatat lima kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai perancangan penelitian yang digunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai perancangan penelitian yang digunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan mengenai perancangan penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini yang terdiri dari Kerangka Berpikir dan

Lebih terperinci

MODEL KONTRAK HARGA SATUAN JANGKA PANJANG PEKERJAAN KONSTRUKSI PEMELIHARAAN GEDUNG PENDIDIKAN TINGGI

MODEL KONTRAK HARGA SATUAN JANGKA PANJANG PEKERJAAN KONSTRUKSI PEMELIHARAAN GEDUNG PENDIDIKAN TINGGI Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 MODEL KONTRAK HARGA SATUAN JANGKA PANJANG PEKERJAAN KONSTRUKSI PEMELIHARAAN GEDUNG PENDIDIKAN TINGGI Muhamad Abduh 1, Naila Hidayati

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR JUNI 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Inflasi Kota Bogor Bulan Mei 2016 sebesar 0,37 persen Setelah pada April 2016 di Kota Bogor mengalami deflasi yang cukup rendah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/01/Th. XVII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL 2014 DEFLASI 0,80 PERSEN Pada 2014 di Kota Bekasi terjadi deflasi sebesar 0,80 persen dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR JULI 2014 INFLASI 0,48 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR JULI 2014 INFLASI 0,48 PERSEN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 51/08/35/Th.XII, 4 Agustus 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JAWA TIMUR JULI 2014 INFLASI 0,48 PERSEN Pada bulan Juli 2014 Jawa Timur mengalami inflasi sebesar

Lebih terperinci

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i ii Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 INDIKATOR EKONOMI KOTA TERNATE 2015 No. Katalog : 9201001.8271 No. Publikasi : 82715.1502 Ukuran Buku : 15,5 cm

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN BELU No. 05/01/5306/Th. IV, 5 Februari 2015 JANUARI 2015, KOTA ATAMBUA INFLASI 2,39 % Dengan menggunakan tahun dasar baru (2012=100), di bulan Desember 2014 Kota Atambua mengalami Inflasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi perbandingan tingkat..., Firmansyah, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi perbandingan tingkat..., Firmansyah, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia konstruksi yang berkembang cepat menuntut kita untuk dapat memahami dan menguasai aspek-aspek yang berhubungan dengan bidang konstruksi yang semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proyek normalisasi sungai merupakan salah satu proyek yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Proyek normalisasi sungai merupakan salah satu proyek yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek normalisasi sungai merupakan salah satu proyek yang bertujuan untuk memperbaiki dan mengembalikan fungsi normal dari sungai itu sendiri, sekaligus mengatasi

Lebih terperinci

DATA MENCERDASKAN BANGSA

DATA MENCERDASKAN BANGSA PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2014 TERJADI INFLASI SEBESAR 1,23 PERSEN Januari 2014 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 141,08 di Bulan Desember 2013 menjadi 142,82 di

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI LAMPIRAN 24 DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 2 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013 Kode Subbid Sub-bidang, bagian Sub-bidang kode

Lebih terperinci

STATISTIK DISTRIBUSI

STATISTIK DISTRIBUSI STATISTIK DISTRIBUSI Perdagangan Harga Konsumen Harga Perdagangan Besar Harga Produsen DI SUSUN OLEH: RINO GALANG PRABOWO DIAN PRAVITASARI SRI SISKA WIRDANIYATI GALIH ALAM INDRAYANA WURI PERMADININGTYAS

Lebih terperinci

PERNYATAAN ANTI PLAGIAT..

PERNYATAAN ANTI PLAGIAT.. DAFTAR ISI ABSTRAK... PERNYATAAN ANTI PLAGIAT.. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR TABEL... DAFTAR DIGRAM... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI LAMPIRAN 24 DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 2 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013 Kode Subbid Sub-bidang, bagian Sub-bidang kode

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 107,96

INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 107,96 + BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVIII, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 107,96 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perancangan suatu proyek konstruksi, harga merupakan hal yang sangat penting. Perhitungan harga proyek diperlukan oleh pengguna jasa untuk membuat Owner Estimate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang berkembang. Perkembangan tersebut meliputi berbagai sektor kehidupan, misalkan saja aspek sosial dan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 SEBESAR 108,98

INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 SEBESAR 108,98 + BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 46/08/34/Th.XV, 5 Agustus 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 SEBESAR 108,98 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN BANTEN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN BANTEN TRIWULAN IV-2016 No. 11/02/36/Th.XI, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN BANTEN TRIWULAN IV-2016 KONDISI EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT, NAMUN OPTIMISME MENURUN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JANUARI TAHUN 2017 INFLASI 0,94 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JANUARI TAHUN 2017 INFLASI 0,94 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 02/02/3571/Th.XVIII, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JANUARI TAHUN 2017 INFLASI 0,94 PERSEN Pada bulan Januari 2017 Kota Kediri

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JUNI TAHUN 2017 INFLASI 0,44 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JUNI TAHUN 2017 INFLASI 0,44 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 08/07/3571/Th.XVIII, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JUNI TAHUN 2017 INFLASI 0,44 PERSEN Pada bulan Juni 2017 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN Laju pertumbuhan inflasi harus selalu diwaspadai dan dikendalikan, karena berdampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan. nflasi yang tinggi mempunyai pengaruh agregatif terhadap perekonomian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI No.01/09/Th.VIII, 1 September 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI AGUSTUS 2016 INFLASI KOTA MADIUN -0,52 PERSEN Pada Agustus 2016 Kota Madiun mengalami deflasi sebesar -0,52 persen dengan

Lebih terperinci

Maret 2016 IHK Karawang mengalami peningkatan indeks. IHK dari 125,30 di Bulan Februari 2016 menjadi 125,65 di Bulan Maret 2016. Dengan demikian, terjadi inflasi sebesar 0,28 persen. Laju inflasi tahun

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI LAMPIRAN 2a DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI A. KLASIFIKASI USAHA BERSIFAT UMUM KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 02 TAHUN 2011 KLASIFIKASI PERATURAN LPJK NOMOR 10 TAHUN 2013

Lebih terperinci

Dr. Ir. Sukardi, M.Si

Dr. Ir. Sukardi, M.Si BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Disampaikan Pada Acara : Rapat Koordinasi Pengendalian (RAKORDAL) Triwulan III Tahun Anggaran 2015 Provinsi Kalimantan Tengah Di Aula Serba Guna BAPPEDA

Lebih terperinci

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka Kata pengantar Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun 2012 merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen data terhadap data-data yang sifatnya strategis, dalam

Lebih terperinci

KATA SAMBUTAN. Ungaran, Desember 2015 BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG Kepala, Ir. YUSUF ISMAIL, MT Pembina Utama Muda NIP

KATA SAMBUTAN. Ungaran, Desember 2015 BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG Kepala, Ir. YUSUF ISMAIL, MT Pembina Utama Muda NIP KATA SAMBUTAN Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkah dan rahmat-nya sehingga Buku Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Kabupaten Semarang Tahun 2015 ini dapat diselesaikan.

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2017 SEBESAR 104,13

INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2017 SEBESAR 104,13 + BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 28/05/34/Th.XIX, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2017 SEBESAR 104,13 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KABUPATEN TULUNGAGUNG JULI 2017 INFLASI 0.04 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KABUPATEN TULUNGAGUNG JULI 2017 INFLASI 0.04 PERSEN No.1/08/3504/Th.XVII, 2 Agustus 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KABUPATEN TULUNGAGUNG JULI 2017 INFLASI 0.04 PERSEN Pada bulan Juli 2017 Kabupaten Tulungagung mengalami Inflasi sebesar 0.04 persen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI BULAN MARET 2014

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI BULAN MARET 2014 BPS KABUPATEN BANYUWANGI No. 03/Mar/3510/Th.I, 02 April 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI BULAN MARET 2014 Bulan Maret 2014 Banyuwangi mengalami Inflasi sebesar 0,2 persen Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2017 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) JANUARI 2017 SEBESAR 101,19 No. 02/01/53/Th. XX, 01 Februari 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Januari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 03/03/3571/Th.XVI, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI FEBRUARI 2015 DEFLASI 0,83 PERSEN Pada bulan Februari 2015 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JULI 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,47 PERSEN Juli 2016 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 126,69 di Bulan Juni 2016 menjadi 127,29 di Bulan Juli

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI MEI TAHUN 2017 INFLASI 0,50 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI MEI TAHUN 2017 INFLASI 0,50 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 06/06/3571/Th.XVIII, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI MEI TAHUN 2017 INFLASI 0,50 PERSEN Pada bulan Mei 2017 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gane, V (2004) dalam tulisannya Parametrik Design a Paradigm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gane, V (2004) dalam tulisannya Parametrik Design a Paradigm BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Desain Parameter Gane, V (2004) dalam tulisannya Parametrik Design a Paradigm Shift? menjelaskan bahwa parameter berasal dari hubungan antar hasil rancangan manusia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI FEBRUARI TAHUN 2017 INFLASI 0,70 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI FEBRUARI TAHUN 2017 INFLASI 0,70 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 03/03/3571/Th.XVIII, 1 Maret 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI FEBRUARI TAHUN 2017 INFLASI 0,70 PERSEN Pada bulan Februari 2017 Kota Kediri

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR Januari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Inflasi Kota Bogor bulan Desember 2015 sebesar 1,86 persen Bulan Desember 2014 di Kota Bogor terjadi inflasi sebesar 1,86

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI OKTOBER 2014 INFLASI 0,32 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI OKTOBER 2014 INFLASI 0,32 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 12/11/3571/Th.XV, 3 November 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI OKTOBER 2014 INFLASI 0,32 PERSEN Pada bulan Oktober 2014 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

BPS KOTA TEGAL. BULAN FEBRUARI 2014 KOTA TEGAL INFLASI 0,79 persen

BPS KOTA TEGAL. BULAN FEBRUARI 2014 KOTA TEGAL INFLASI 0,79 persen BPS KOTA TEGAL Tegal, 4 Maret BULAN FEBRUARI KOTA TEGAL INFLASI 0,79 persen - Pada bulan Februari Kota Tegal terjadi inflasi 0,79 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 108,47, sedikit lebih

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI AGUSTUS TAHUN 2017 INFLASI 0,31 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI AGUSTUS TAHUN 2017 INFLASI 0,31 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 11/10/3571/Th.XVIII, 2 Oktober 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI AGUSTUS TAHUN 2017 INFLASI 0,31 PERSEN Pada bulan September 2017 Kota Kediri

Lebih terperinci

PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA

PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA Jenis : Tugas Akhir Tahun : 2008 Penulis : Soly Iman Santoso Pembimbing : Ir. Haryo

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI APRIL 2016 DEFLASI 0,45 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI APRIL 2016 DEFLASI 0,45 PERSEN 1c BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 05/05/3571/Th.XVII, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI APRIL 2016 DEFLASI 0,45 PERSEN Pada bulan April 2016 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR Agustus 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Inflasi/Deflasi Kota Bogor bulan Juli 2015 sebesar 0.49 persen Bulan Juli 2015 di kota Bogor terjadi inflasi sebesar 0.49

Lebih terperinci

BAB IV Analisis Data

BAB IV Analisis Data BAB IV Analisis Data IV.1. Studi Kasus Studi kasus penelitian ini dilakukan pada proyek pengembangan perumahan kelas menengah di wilayah Bandung. Pemilihan perumahan kelas menengah didasarkan pada pertimbangan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017

Lebih terperinci

Indeks Tendensi Konsumen Triwulan III-2017

Indeks Tendensi Konsumen Triwulan III-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN Indeks Tendensi Konsumen Triwulan III-2017 Kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan III-2017 lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Demikian pula dengan Triwulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 20/05/36/Th.IX, 4 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI APRIL BANTEN INFLASI 0,71 PERSEN Memasuki bulan harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara umum mengalami

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN BANTEN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN BANTEN TRIWULAN I-2017 No. 28/05/36/Th.XI, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN BANTEN TRIWULAN I-2017 KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEMAKIN MENINGKAT A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

BAB 4 BIAYA PRODUKSI, OPERASIONAL, SERTA PEMELIHARAAN DALAM PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA

BAB 4 BIAYA PRODUKSI, OPERASIONAL, SERTA PEMELIHARAAN DALAM PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA 67 BAB 4 BIAYA PRODUKSI, OPERASIONAL, SERTA PEMELIHARAAN DALAM PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA Bab ini membahas mengenai biaya yang dibutuhkan pada saat proses produksi serta

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/12/Th. XVII, 1 April 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI MARET 2017 INFLASI 0,23 PERSEN Pada Maret 2017 di Kota Bekasi terjadi Inflasi sebesar 0,23

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,37 PERSEN Desember 2016 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 128,32 di Bulan November 2016 menjadi 128,80

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BOGOR MARET 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN Kota Bogor Alami Deflasi bulan Februari 2016 sebesar 0.02 persen Setelah pada Januari 2016 di Kota Bogor mengalami inflasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2014 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 02/01/53/Th. XVII, 02 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2014 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DESEMBER 2014 SEBESAR 101,03 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/12/Th. XVII, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2016 INFLASI 0,37 PERSEN Pada Januari 2016 di Kota Bekasi terjadi inflasi sebesar

Lebih terperinci

Estimasi biaya konstruksi dikerjakan sebelum pelaksanaan fisik dilakukan dan memerlukan analisis detail dan kompilasi dokumen penawaran dan lainnya. E

Estimasi biaya konstruksi dikerjakan sebelum pelaksanaan fisik dilakukan dan memerlukan analisis detail dan kompilasi dokumen penawaran dan lainnya. E BAB II BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PRINSIP DASAR TEORI Estimasi Biaya adalah seni memperkirakan kemungkinan jumlah biaya yang diperlukan untuk suatu kegiatan yang didasarkan pada informasi yang tersedia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,06 PERSEN Oktober 2016 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 127,51 di Bulan September 2016 menjadi 127,59 di

Lebih terperinci

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG Katalog BPS : 7102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG No. Katalog : 7102004.3322 No. Publikasi : 33224.13.04 Ukuran Buku : 5,83 inci x 8,27 inci Jumlah

Lebih terperinci

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI

DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI Page 1 of 5 www.sertifikasi.biz DAFTAR KONVERSI KLASIFIKASI USAHA JASA PELAKSANA KONSTRUKSI L ampiran Peraturan LPJK Nomor 2 Tahun 2014 A. KLASIFIKASI USAHA BERSIFAT UMUM Sub-bidang, bagian Sub-bidang

Lebih terperinci

Januari 2016 IHK Karawang mengalami peningkatan indeks. IHK dari 124,29 di Bulan Desember 2015 menjadi 125,35 di Bulan Januari 2016. Dengan demikian, terjadi inflasi sebesar 0,85 persen. Laju inflasi tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI DESEMBER 2014 INFLASI 2,52 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI DESEMBER 2014 INFLASI 2,52 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 01/01/3571/Th.XVI, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI DESEMBER 2014 INFLASI 2,52 PERSEN Pada bulan Desember 2014 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI No. 05/02/36/Th.VIII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2014 BANTEN INFLASI 1,23 PERSEN Mengawali tahun harga barang-barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat di Banten secara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2015 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) MARET 2015 SEBESAR 101,16 No. 02/04/53/Th. XVIII, 01 April 2015 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Maret

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2015 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) MEI 2015 SEBESAR 100,89 No. 02/06/53/Th. XVIII, 01 JUNI 2015 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan April 2015

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2016 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 02/01/53/Th. XX, 03 JANUARI 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DESEMBER 2016 SEBESAR 101,31 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Deskripsi Umum Sampel yang diambil dalam penelitian ini, Sekolah Dasar penerima bantuan P2DT-DB dan P2DB-AK yang berlokasi di daerah Kabupaten Sleman. Sampel diambil gedung

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JULI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JULI 2015 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JULI 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2015 SEBESAR 101,66 No. 02/08/53/Th. XVIII, 03 AGUSTUS 2015 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Juli

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI SEPTEMBER 2016 TERJADI INFLASI SEBESAR 0,25 PERSEN September 2016 IHK Karawang mengalami kenaikan indeks. IHK dari 127,19 di Bulan Agustus 2016 menjadi 127,51

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani September 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani September 2017 Provinsi Nusa Tenggara Timur Perkembangan Nilai Tukar Petani September 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) September 2017 sebesar 103,00 artinya pendapatan petani lebih baik dibandingkan dengan pengeluarannya.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI OKTOBER 2015 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI OKTOBER 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) OKTOBER 2015 SEBESAR 103,39 No. 02/10/53/Th. XVIII, 02 NOVEMBER 2015 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/12/Th. XVII, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2016 INFLASI 0,27 PERSEN Pada Desember 2016 di Kota Bekasi terjadi Inflasi sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI APRIL TAHUN 2017 INFLASI 0,38 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI APRIL TAHUN 2017 INFLASI 0,38 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 05/05/3571/Th.XVIII, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI APRIL TAHUN 2017 INFLASI 0,38 PERSEN Pada bulan April 2017 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian meliputi pengukuran langsung di lapangan dan uji laboratorium. Pengukuran langsung di lapangan meliputi pengukuran potensi debit, potensi energi potensial

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/12/Th. XVII, 1 Agustus 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JULI 2016 INFLASI 0,26 PERSEN Pada Juli 2016 di Kota Bekasi terjadi inflasi sebesar 0,26

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BEKASI No. 01/11/Th. XVII, 2 November 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2015 DEFLASI 0,32 PERSEN Pada 2015 di Kota Bekasi terjadi deflasi sebesar 0,32 persen

Lebih terperinci

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN MEI 2015

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN MEI 2015 BPS KOTA TARAKAN No. 06/06/6571/Th.IX, 01 Juni 2015 INFLASI KOTA TARAKAN BULAN MEI 2015 Mulai bulan Januari 2014 tahun dasar penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) menggunakan 2012 = 100 (sebelumnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JULI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JULI 2016 BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JULI 2016 NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2016 SEBESAR 100,46 No. 02/07/53/Th. XIX, 01 AGUSTUS 2016 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Juli 2016

Lebih terperinci